Anda di halaman 1dari 8

APLIKASI SIG UNTUK PEMETAAN TINGKAT ANCAMAN LONGSOR

DI KECAMATAN SIBOLANGIT, KABUPATEN DELI SERDANG,


SUMATERA UTARA

TUGAS KULIAH SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Disusun oleh:

Nama : MUHAMMAD AZMI CANDRA, S.Tr.IP


NIM : 227003022
Prodi : Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2023
A. Latar Belakang Masalah

Tanah longsor adalah gerakan tanah berkaitan langsung dengan berbagai

sifat fisik alami seperti struktur geologi, bahan induk, tanah, pola drainase,

lereng/bentuk lahan, hujan maupun sifat-sifat nonalami yang bersifat dinamis

seperti penggunaan lahan dan infra-struktur (Barus 1999). Menurut Suripin (2002)

tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa

tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Wang et al. (2017)

mengatakan bahwa kejadian tanah longsor berhubungan dengan berbagai faktor

seperti presipitasi, geologi, jarak dari patahan, vegetasi, dan topografi. Tingginya

tingkat kerugian yang dialami oleh masyarakat yang diakibatkan karena terjadinya

bencana alam disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh masayarakat

akan kemungkinan kemungkinan bencana yang terjadi disekitarnya, sehingga

kesadaran masyarakat akan tanggap bencana menjadi sangat minim. Oleh karena

itu, informasi awal mengenai potensi dan risko bencana merupakan salah satu

media informasi yang dapat digunakan sebagai pendidikan dasar tanggap bencana

bagi masyarakat (Damanik, 2012).

Bencana tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering

terjadi di Indonesia dan umumnya sering terjadi di wilayah pegunungan serta pada

musim hujan. Menurut Sartohadi (2008), jumlah kejadian bencana tanah longsor

tertinggi di Indonesia terjadi pada wilayah yang memiliki topografi yang curam dan

memiliki curah hujan 2000mm/tahun. Bencana ini berkaitan erat dengan kondisi

alam seperti jenis tanah, jenis batuan, curah hujan, kemiringan lahan dan penutup

lahan. Selian itu faktor manusia sangat mempengaruhi terjadinya bencana tanah
longsor, seperti alih fungsi lahan hutan yang tidak mengikuti aturan dan semena-

semena, penebangan hutan tanpa melakukan tebang pilih, perluasan pemukiman di

daerah dengan topografi yang curam. Daerah Kecamatan Sibolangit merupakan

wilayah daratan tinggi dengan ketinggian 400-700 m diatas permukaan laut. Daerah

dataran tinggi Sibolangit memiliki topografi kasar dengan relief perbukitan

bergelombang dengan kemiringan lereng bekisar antara 60°-90°. Dengan

kemiringan lereng yang sangat tinggi maka potensi terjadinya longsor sangat besar.

Selain itu curah hujan yang tinggi di Kecamatan Sibolangit menjadi faktor yang

menyebabkan terjadi longsor.

Sibolangit terdiri dari beberapa daerah yang rawan terjadi pergerakan tanah,

dengan desa yang rawan terjadi longsor yaitu Desa Sibolangit, dan Desa Bandar

Baru. Kedua desa ini memiliki kemiringan lereng yang berpotensi terjadinya

longsoran. Desa Sibolangit memiliki kemiringan lereng 80°-90°, sedangkan Desa

Bandar baru memiliki kemiringan lereng 60°-70°, yang masing-masing desa ini

memiliki curah hujan yang tinggi tiap tahunnya. Berdasarkan Peta Prakiraan

Potensi Terjadi Gerakan Tanah pada Bulan Maret 2017 di Provinsi Sumatera Utara

(Badan Geologi), daerah Sibolangit merupakan daerah bencana termasuk zona

potensi terjadi gerakan tanah menengah-tinggi. Artinya, daerah tersebut

mempunyai potensi menengah hingga tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona

ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, terutama pada daerah

yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng

mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali. Selain faktor

kondisi fisik wilayah yang berpotensi terjadinya longsoran tanah, faktor sosial
masyarakat juga menjadi penyebab terjadinya tanah longsor di Sibolangit. Di mana

banyaknya terjadinya penebangan hutan secara ilegal, dan terjadi pembukaan hutan

untuk dijadikan ladang oleh penduduk sekitar. Alih fungsi lahan dari hutan menjadi

permukiman dan sebagainya meyebabkan semakin cepatnya pergerakan tanah dan

terjadinya tanah longsor, ataupun longsoran batuan. Bencana tanah longsor yang

berulang kali terjadi di sibolangit akhir-akhir ini sangat meresahkan, banyak yang

menjadi korban akibat bencana alam ini, baik korban jiwa dan materi.

Berbagai masalah terkait dengan bencana tanah longsor Di Kecamatan

Sibolangit yang melatar belakangi penelitian yang dilakukan kelompok peneliti.

Tindak lanjut dari permasalahan ini yaitu mencari solusi dan langkah tepat untuk

mengatasi dan mengurangi dampak terjadinya tanah longsor. Salah satu langkah

yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak tanah longsor adalah dengan

mengenali karakteristik daerah rawan terjadinya longsor tersebut, yang mana untuk

mengenali kararteritistik daerah terjadinya bencana tanah longsor maka diperlukan

sebuah pemetaan daerah rawan bencana tanah longsor. Pemetaan daerah rawan

bencana tanah longsor dapat dilakukan dengan pemanfaatan Sistem Informasi

Geografis (SIG). Dengan menggunakan Sistem informasi Geografis dapat dimuat

berbagai informasi geospasial yang berkaitan dengan berbagai faktor penyebab

tanah longsor. Pemetaan daerah rawan bencana tanah longsor ini dapat dilakukan

dengan menggunakan berbagai aplikasi atau software pemetaan pada SIG, seperti

dengan menggunakan ArcGIS dengan berbagai type nya. Dengan pemetaan daerah

rawan bencana tanah longsor di Kecamatan Sibolangit, maka dampak dari bencana
dapat diminimalisir dan dapat dilakukan tindakan yang bersifat preventif terhadap

daerah dengan kategori tingkat kerawanan tinggi.

Terdapat beberapa pencapaian penelitian mengenai pemetaan kerawanan

longsor. Rahman (2010) menggunakan parameter intensitas curah hujan,

kemiringan lereng, geologi, penggunaan lahan, permeabilitas tanah, tekstur tanah,

serta kedalaman tanah dalam menentukan kerawanan longsor. Penelitian serupa

juga dilakukan oleh Zakaria (2010). Stabilisasi dan rancang bangun lereng terpadu

(Starlet) yang dirumuskan oleh Zakaria (2010) merupakan suatu usulan dalam

penanganan lereng rawan longsor yang melibatkan keterpaduan antara sistem

pemetaan longsoran dan lereng rawan longsor, analisis kestabilan lereng sebagai

peringatan dini maupun untuk stabilisasi, simulasi rancang bangun lereng stabil,

dan arahan manajemen lingkungan yang disertai monitoring lingkungan, dengan

melibatkan peran para ilmuwan, aparat pemerintah, masyarakat, dan pengusaha

dalam menghadapi bencana longsor ini. Dalam penelitian Faizana et al. (2015),

pembuatan peta risiko bencana tanah longsor dilakukan dengan beberapa tahapan

yaitu pemodelan peta ancaman, pemodelan kerentanan, pemodelan kapasitas, serta

pemodelan risiko. Pemodelan ancaman dihasilkan dari pembobotan menggunakan

overlay.

Adapun judul penelitian yang diangkat oleh peneliti adalah “Aplikasi SIG

Untuk Pemetaan Tingkat Ancaman Longsor Di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten

Deli Serdang”.
B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat ancaman

longsor di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tanah longsor dan

mendeskripsikan pemanfaatan SIG dalam pemetaan tingkat kerawanan terjadinya

bencana longsor di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera

Utara.

C. Metode Penelitian

Lokasi penelitian pemetaan daerah rawan bencana longsor ini dilakukan di

Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Bahan dan alat

dalam penelitian Pemanfaatan SIG untuk pemetaan tingkat ancaman longsor di

Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang adalah Peta jenis batuan

Kecamatan Sibolangit, Peta jenis tanah Kecamatan Sibolangit, Peta penggunaan

lahan Kecamatan Sibolangit dan Peta curah hujan dan datadata lainnya terkait

dengan tanah, penutup lahan, curah hujan dan kemiringan lereng di Kecamatan

Sibolangit.

Data berupa peta curah hujan, peta jenis tanah, peta geologi dan peta kontur

selanjutnya di Input dalam software SIG. Proses pemasukan data-data dilakukan

melalui seperangkat komputer dengan software ArcGIS 10.1. Data keluaran ini

kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan

analsis pemetaan daerah rawan bencana longsor di Kecamatan Sibolangit (Gambar

1).
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Model yang digunakan untuk menganalisis kerawanan kongsor adalah

model pendugaan yang mengacu pada penelitian Puslittanak tahun 2004 dengan

formula : SKOR TOTAL = 0,3FCH+0,2FBD+0,2FKL+0,2FPL +0,1FJT

Keterangan:

FCH = Faktor Curah Hujan

FBD = Faktor Jenis Batuan

FKL = Faktor Kemiringan Lereng

FPL = Faktor Penutupan Lahan

FJT = Faktor Jenis Tanah

0,3;0,2;0,1 = Bobot nilai


DAFTAR PUSTAKA

Barus, B. (1999). Landslide Hazard Mapping based on GIS Univariate Statistical


Classification: Case Study of Ciawi-Puncak-Pacet Regions, West
Java. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 2(.

BPS Deli Serdang. 2015. https://deliserdangkab.bps. go.id/ diakses 4 November


2017

Damanik, M. R. S., & Restu, R. (2012). Pemetaan Tingkat Risiko Banjir dan
Longsor Sumatera Utara Berbasis Sistem Informasi Geografis. JURNAL
GEOGRAFI, 4(1), 29-42.

Direktorat Geologi Tata Lingkungan. (1981). Gerakan Tanah di Indonesia.Jakarta:


Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan Dan
Energi.

Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG). (2005).


Managemen Bencana Tanah Longsor. http://pikiranrakyat.
com/cetak/2005/0305/22/0802.htm . Diakses 4 November 2017.

Faizana, F., Nugraha, A. L., & Yuwono, B. D. (2015). Pemetaan Risiko Bencana
Tanah Longsor Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip, 4(1), 223-234..

Nandi. (2007). Longsor. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi Universitas


Pendidikan Indonesia (UPI). http://file.upi.edu/Direktori/diakses 4
november 2017.

Paripurno, E.T. (2004). Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana


Longsor, Dalam Permasalahan, Kebijakan dan Penanggulangan Bencana
Tanah Longsor di Indonesia. Jakarta: P3- TPSLK BPPT dan HSF.

Anda mungkin juga menyukai