Disusun Oleh:
BAYU ARYA WIJANARTO
5220811068
YOGYAKARTA
2023
LAPORAN TUGAS BESAR
PERENCANAAN GEOMETRI JALAN
RAYA
Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
ii
2023
iii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS BESAR
PERENCANAAN GEOMETRI JALAN RAYA
Laporan ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat
Sarjana S-1 Program Studi Teknik Sipil
Disusun Oleh:
BAYU ARYA WIJANARTO
5220811068
Laporan Tugas Perencanaan Geometri Jalan Raya ini telah diperiksa dan disetujui
oleh :
Mengetahui/ Menyetujui
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas besar ini. Penulisan laporan tugas
besar ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat pencapaian gelar sarjana
Teknik Sipil pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Teknologi Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa, banyak bantuan dan bimbingan yang telah penulis
terima dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Adwiyah Asyifa, S.T., M.Eng. selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Teknologi Yogyakarta.
2. Bapak Ir, Danny Setiawan, S.T., M.Sc., selaku dosen wali.
3. Bapak Ir. Danny Setiawan, S.T., M.Sc., selaku dosen pengampu mata kuliah
Perencanaan Geometri Jalan Raya.
4. Saudara/i Ajeng Dwi Fitari Saragih, Amilum Sholekhah, Eka Sarnawia
Latuconsina, Puspita Ambartiyas selaku asisten dosen mata kuliah
Perencanaan Geometri Jalan Raya.
5. Rekan-rekan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Teknologi Yogyakarta.
6. Semua pihak yang telah membantu selama pengerjaan tugas dan penyusunan
laporan ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Akhir kata. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Kritik dan saran dari
pembacaserta rekan-rekan sangat penyusun harapkan untuk menyempurnakan
laporan ini. Semoga laporan tugas besar Perencanaan Geometri Jalan Raya ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu, sekian dan terimakasih.
Yogyakarta, Juni 2023
v
UNIVERSITAS TEKNOLOGI
YOGYAKARTA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI LEMBAR ASISTENSI
PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL
Catatan Asistensi
Hari,
Materi Asistensi Paraf
No. Tanggal
vi
UNIVERSITAS TEKNOLOGI
YOGYAKARTA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI LEMBAR ASISTENSI
PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
LEMBAR ASISTENSI............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Gambaran Umum......................................................................................1
1.2 Pengertian Peta Topografi dan Data yang Tersedia..................................2
1.3 Permasalahan.............................................................................................3
1.4 Bagan Alir Penyusunan Laporan...............................................................4
BAB II......................................................................................................................5
2.1 Perencanaan Geometri Jalan Raya............................................................5
2.1.1 Gambaran Umum...............................................................................5
2.1.2 Perencanaan Menggunakan Civil 3D.................................................5
2.2 Jalan Raya Baru...........................................................................................5
2.2.1 Taraf Yang Perlu Diketahui...............................................................5
2.2.2 Langkah-Langkah Kerja Jalan Raya Baru.........................................6
2.2.3 Langkah-Langkah Merencanakan Geometri Jalan Raya Baru..........6
2.3.4 Langkah-Langkah Dalam Merencanakan Kerja Jalan Baru..............8
2.3 Ketentuan-Ketentuan Perencanaan Geometri Jalan Raya.......................10
2.3.1 Klasifikasi Jalan...............................................................................10
2.3.2 Lalu Lintas.......................................................................................12
2.3.3 Kondisi Topografi............................................................................13
2.3.4 Kecepatan Rencana..........................................................................14
2.3.5 Jarak Pandang..................................................................................15
2.4 Alinyemen Horizontal.............................................................................17
2.4.1 Umum...............................................................................................17
2.4.2 Perencanaan Lengkung....................................................................17
2.5 Aliynemen Vertikal.................................................................................26
2.5.1 Umum...............................................................................................26
vi
2.5.2 Perencanaan Lengkung....................................................................27
2.6 Stationing.................................................................................................39
2.6.1 Umum...............................................................................................39
2.7 Flow Chart Perencanaan Geometri Jalan Raya.......................................41
BAB III..................................................................................................................43
3.1 Analisis Klasifikasi Jalan........................................................................43
3.2 Data Hasil Topografi...............................................................................44
3.3 Analisis dan Evaluasi Data Topografi.....................................................44
3.4 Perhitungan Koordinat sudut Tikungan..................................................45
3.5 Alinyemen Horizontal.............................................................................48
3.6 Checking Stationing................................................................................48
3.7 Alinyemen Vertikal.................................................................................50
3.8 Panjang Lengkung...................................................................................50
3.9 Elevasi Trase...........................................................................................52
3.10 Cut & Fill (Galian dan Timbunan)..........................................................53
BAB IV..................................................................................................................54
4.1 Kesimpulan..............................................................................................54
4.2 Kritik.......................................................................................................54
4.3 Saran........................................................................................................55
Daftar Pustaka
Lampiran
- Gambar
- Perhitungan Excel
BAB I
PENDAHULUAN
1
adalah bentuk geometri jalan yang kita rencanakan dapat melayani fungsinya
secara optimal kepada penggunanya. Standar perencanaan ini meliputi standar
kelas jalan yang disusun sesuai kelas jalan yang dibutuhkan yang meliputi faktor
teknik lalu- lintas, ketersediaan dana, aspek-aspek keamanan dan kenyamanan
pemakai jalan, sehingga didapat pengambilan modal (internal rate of return) yang
sebaik baik- baiknya. Mengingat hal-hal tersebut maka disususn suatu peraturan
perencanaa sedemikian rupa sehingga memberi kemajuan secara bertahap sesuai
dengan kemajuan daerah dimana proyek tersebut berada. Jalan raya perlu
mendapatkan perhatian penting karena timbulnya masalah-masalah sosial seperti:
1. Pembuatan jalan raya harus mendekatkan hubungan dengan masyarakat di
sekitar jalan raya tersebut.
2. Hal-hal yang dapat membuat keakraban masyarakat sekitar terhadap
pembuatan jalan raya sedapat mungkin dihilangkan. Hal ini mungkin
terjadi pada pembuatan jalan-jalan raya, seperti jalan tol atau jalan bebas
hambatan
3. Untuk daerah pemukiman permasalahan yang timbul di antaranya
kebisingan, polusi udara, kecelakaan, masalah-masalah pembebasan tanah
atau lahan.
Ada juga pengaruh dalam bidang ekonomi antara lain,seperti:
1. Pembuatan jalan raya akan lebih menguntungkan bagi sekitar kawasan
industri, pertanian, perdagangan dan sebagainya
2. Di pihak lain ada yang dirugikan karena pembuatan jalan tersebut, yaitu
semakin membuka peluang penebangan kayu secara liar atau dan
sebagainya.
2
dari jalan,
3
misalnya keadaan tanah dasar yang jelek dapat memaksa perencana memindahkan
trase jalan atau menghilangkan tanah jelek tersebut dengan mengganti atau
menimbunnya tinggi-tinggi.
Untuk daerah pegunungan atau perbukitan, peta topografi sangat
mempengaruhi pemilihan lokasi serta penetapan bagian-bagian lainnya, seperti
tipe jalan tersebut. Peta topografi dan penggunaan tanah mempunyai arti yang
sangat penting dalam perencanaan geometri muka jalan. Keterangan-keterangan
mengenai hal ini sudah harus didapat pada awal perencanaan survey udara atau
foto geometri yang akan menpercepat pengumpulan data-data.
1.3 Permasalahan
Permasalahan dibagi menjadi 3 segi, yaitu:
a. Segi keamanan
Jalan tidak terlalu berbahaya, karena walaupun melewati gunung tetapi
tidak terlalu berbahaya karena dilengkapi bangunan pelengkap jalannya
yang memadai, serta elevasinya tidak terlalu tinggi
b. Segi kenyamanan
Jalan cukup nyaman dilewati bagi pengendara karena tikungan tidak
terlalu curam dan tidak menanjak tinggi
c. Segi ekonomi
Walaupun pembuatan menambahkan jembatan tetapi pengerjaan
dikerjakan semaksimal dan dengan biaya seminimal mungkin
4
1.4 Bagan Alir Penyusunan Laporan
START
Halaman Pengesahan
Kata pengantar
Lembar asistensi
Daftar isi
BAB1 PENDAHULUAN
5
BAB II
LANDASAN TEORI
6
2.2.2 Langkah-Langkah Kerja Jalan Raya Baru
a. Map study (studi peta).
b. Reconnaissance (peninjauan).
c. Premiliminary survey (survey pendahuluan).
d. Locationof final alignment.
e. Detailed survey.
f. Material survey.
g. Design details (detail timbunan dan galian, jembatan dan
perkerasannya).
h. Earth work.
i. Pavement construction (persiapan subgrade, subbase dan lapisan
permukaan).
j. Construction control (test kontrol selama tingkatan kerja).
7
Pajak, denda dan lain sebagainya.
3) Studi penggunaan jalan dan lalu-lintasnya.
Volume lalu-lintas.
Studi asal tujuan.
Fasilitas transportasi untuk massa.
Kecelakaan: analisa biaya dan penyebabnya.
Model angkutan dan pertumbuhan trip penumpang.
4) Studi engineering
Tanah, survey topografi.
Lokasi dan klasifikasi jalan.
Studi umur jalan.
Drainase, pemeliharaan.
Perkembangan jalan baru.
c. Persiapan Perencanaan
Berisi gambar-gambar yang diperlukan setelah survey perencanaan.
d. Interpretasi Survey Perencanaan
Berbagai detail perencanaan yang didapat dari survey perencanaan
dan persiapan perencanaan kemudian diinterpolasi secara ilmiah.
e. Persiapan Master Plan
Master Plan adalah final dari perencanaan perkembangan jalan untuk
daerah yang di studi. Berisi perbandingan beberapa alternatif
jaringan jalan yang ada.
f. Survey Engineering lokasi jalan
Survey ini dilaksanakan sebelum alinyemen akhir ditetapkan.
Macam survey :
1. Studi peta (map study).
2. Peninjauan (reconnaissance).
3. Survey pendahuluan (premilinnary survey ).
4. Lokasi akhir dan survey detail (final location and detailed survey).
g. Gambar dan Laporan
Gambar-gambar yang biasanya dipersiapkan untuk proyek jalan raya :
8
1. Key Map
Menunjukkan jalan-jalan yang ada dan jalan yang diusulkan.
2. Index Map.
Menunjukkan topografi daerah.
3. Premiliminary Survey Plan.
Menunjukkan detail dari alinyemen yang mungkin.
4. Detailed Plan.
Menunjukkan rencana daerah dengan alinyemen dan perbatasan
kontur, detail struktur dan geometri.
5. Longitudinal Section.
Menunjukkan garis datum, permukaaan tanah asli, profil vertikal
muka jalan dan posisi drainase melintang.
6. Detailed Cross Section.
Digambarkan dengan interval 100 meter atau dimana ada
perubahan tiba-tiba (belokan, jembatan, dan lain sebagainya). Di
daerah bukit plans schedules.
7. Land Asquisition Plan and Schedule.
Menunjukkan detail-detail bangunan, sumur-sumur, kebun-kebun
yang nantinya akan ditaksir harganya.
8. Detailed Design for Masonry Work.
Menunjukkan detail konstruksi yang akan dikerjakan (skala besar
1:10000; 1 : 1000; 1 : 100; 1 : 10).
9. Drawing for Buildings, dak bungalow, rest house dan
sebagainya. Dipersiapkan terpisah dengan skala sampai dengan
point 8. Sebagai tambahan digambar juga site plannya.
10. Perencanaan Medan Untuk Quarry.
Diperlukan bila bahan konstruksi bisa diperoleh dengan
penggalian, ukuran peta dan skalanya sama dengan point 8.
2.3.4 Langkah-Langkah Dalam Merencanakan Kerja Jalan Baru
A. Map Study
Map Study berguna memberi gambaran kasar dari alinyemen
selanjutnya akan di survey di lapangan. Peta yang diperlukan adalah
9
peta topografi (peta umum berskala besar, biasanya 1 : 50.000,
berisikan penampakan antara lain : desa, sungai-sungai, pegunungan,
dataran rendah, sawah, jalan-jalan, kuburan dan lain sebagainya).
Dari peta ini bisa ditentukan beberapa alternatif alinyemen dengan
memperhatikan persyaratan yang ada.
B. Reconnaissance.
Reconnaissance berisikan survey, untuk memeriksa alinyemen yang
telah ditentukan sebelumnya (mapstudy), menurut kenyataan
sebenarnya (dilapangan). Data- data yang diperlukan dikumpulkan
secara cepat (tidak perlu akurat) dan alat-alat yang dipakai sangat
sederhana (contoh : Abney level, barometer, tangen clinometer).
Beberapa data yang perlu :
1) Gradient, panjang gradien, jari-jari kurva.
2) Jumlah dan tipe drainase melintang, banjir maksimum dan muka
air tanah sepanjang alinyemen.
3) Tipe batu, seepage (rembesan), lapisan lereng dan sebagainya.
Untuk mengetahui stabilitas lereng (bila aliran melalui
pegunungan).
Bila daerah sangat luas, reconnaissance bisa dilakukan melalui
udara. Setelah data didapat maka ada kemungkinan perubahan
dalam alinyemen.
C. Premiliminary survey
Premiliminary survey bertujuan untuk :
1) Mensurvey berbagai alinyemen yang diusulkan pada
reconnaissance dan mengumpulkan semua detail topografi,
drainase dan tanah yang diperlukan.
2) Membandingkan berbagai alinyemen tersebut.
3) Menaksir jumlah pekerjaan tanah, material dan pekerjaan lain
berikut biayanya.
4) Menetapkan alinyemen yang terbaik.
1
Survey bisa dengan cara :
1) Konventional approach.
Berisi: pengukuran-pengukuran, data topografi, survey tanah,
data hidrologi dan lain sebagainya.
2) Modern approach.
Data Modern approach diambil dari udara kemudian dengan
metode photointerpretation didapat peta topografi dan peta tanah.
3) Final location and detailed survey
Lokasi akhir ditentukan menurut alinyemen yang terbaik
danuntuk menandai as jalan raya tersebut dipergunakan theodolit
dan pita baja. Survey detailed seperti leveling work, pekerjaan
tanah, drainase, penampang melintang, hidrologi dan tipe tanah
dikerjakan secara komplit dan teliti.
1
1. Kelas I.
Kelas jalan I mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat
melayani lalu-lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu-lintasnya tak
terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam
kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan
konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya
tingkatan pelayanan terhadap lalu-lintas.
2. Kelas II.
Kelas jalan II mencakup semua jalan-jalan sekunder. Dalam komposisi
lalu-lintasnya terdapat lalu-lintas lambat. Kelas jalan ini, selanjutnya
berdasarkan komposisi dan sifat lalu-lintasnya, dibagi dalam tiga kelas,
yaitu : II A, II B dan II C.
3. Kelas II A.
Kelas Jalan II B adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur atau lebih
dengan konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hotmix) atau
yang setara, dimana dalam komposisi lalu-lintasnya terdapat kendaraan
lambat, tapi tanpa kendaraan yang tak bermotor.
4. Kelas II B.
Kelas Jalan II B adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan
konstruksi permukaan dari penetrasi berganda atau yang setarap dimana
dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat tapi tanpa
kendaraan tak bermotor.
5. Kelas II C.
Kelas Jalan II C adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan
konstruksi permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana dalam
komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak
bermotor.
6. Kelas III.
Kelas jalan III mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan
konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi permukaan jalan
yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.
1
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan LHR (Bina Marga)
Klasifikasi Jalan Lalu lintas harian rata – rata
(LHR)
Fungsi Kelas
dalam SMP
UTAMA I > 20.000
II A 6.000 s/d 20.000
II B 1.500 s/d 8.000
SEKUNDER
II C < 2.000
PENGHUBUNG III -
Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Luar Kota
(Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990 )
1
Data mengenai lalu lintas merupakan data utama dari suatu
perencanaan di samping pengaruhnya yang besar terhadap perencanaan
bentuk seperti lebar, alinyemen landai dan sebagainya.
1. Volume Lalu-Lintas
Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR) atau Average Daily Traffic dimana
satuan yang umum dipakai untuk lalu lintas adalah LHR atau ADT. LHR
atau ADT didapat dari jumlah lalu-lintas setahun dibagi 365 hari.Jumlah
LHR yang baru untuk suatu jalan dapat langsung dihitung kalau
perhitungan lalu-lintasnya secara terus menerus bisa didapatkan data
mengenai jumlah LHR, berguna untuk beberapa hal seperti penentuan
biaya, pemakai jalan atau untuk menentukan tebal perkerasan jalan.
2. Volume Jam Perencanaan (VJP) atau Design Volume Hourly (DVH)
Pada dasarnya suatu perencanaan sampai batas-batas tertentu harus
berpedoman pada volume pada waktu-waktu sibuk yaitu pada saat
dimana jalan menerima beban yang maksimal, tetapi cukuplah
dimengerti bahwa perencanaan berdasarkan volume waktu sibuk yang
terbesar diseluruh volume.
1
2. Tanjakan
Adanya tanjakan yang curam, dapat mengurangi kecepatan kendaraan
dan kalau tenaga tariknya tidak cukup, maka berat muatan kendaraan
harus dikurangi yang berarti mengurangi kapasitas angkut dan sangat
merugikan. Karena itu, diusahakan supaya tanjakan dibuat landai.
Klasifikasi medan dan besarnya lereng melintang yang bersangkutan
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Klasifikasi Kondisi Medan
GOLONGAN MEDAN LERENG MELINTANG
Perbukitan ( B ) 3 sampai 25 %
1
1) Pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan.
2) Sifat fisik jalan.
3) Cuaca.
4) Adanya gangguan dari kendaraan lain.
Hampir semua perencanaan bagian-bagian jalan raya dipengaruhi
design speed. Suatu design speed harus sesuai dengan sifat-sifat lapangan
(terein), tipe dari jalan raya yang bersangkutan dan biayanya. Bentuk-bentuk
seperti belokan, kemiringan jalan (superelevasi) dipengaruhi secara langsung
dengan design speed. Sedang bentuk-bentuk lain seperti lebar perkerasan,
bahu jalan dan kebebasan samping secara tidak langsung
dipengaruhi/mempunyai hubungan dengan design speed tetapi
mempengaruhi kecepatan kendaraan.
Pemilihan dari design speed dipengaruhi sifat lapangan dan
pemikiran ekonomis. Sebagai pedoman umum untuk ini keadaan terrein
dapat dibagi dalam tiga keadaan :
1) Daerah datar.
2) Daerah perbukitan.
3) Daerah pegunungan.
Sedang penggunaan daerah dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu :
1) Daerah pedalaman.
2) Daerah kota.
Suatu jalan yang ada didaerah datar mempunyai design speed yang
lebih tinggi dari pada yang ada di daerah pegunungan ataupun daerah bukit.
Suatu jalan di daerah terbuka mempunyai design speed yang lebih tinggi dari
pada daerah kota.
2.3.5 Jarak Pandang
Yang dimaksud dengan jarak pandang adalah panjang bagian jalan
didepan pengemudi yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik
kedudukan pengemudi. Syarat jarak pandangan yang diperlukan dalam
perencanaan jalan raya untuk mendapatkan keamanan yang setinggi-
tingginya bagi lalu-lintas adalah seperti dijelaskan dalam pasal-pasal berikut
:
1
1) Jarak Pandangan Henti
Jarak minimum yang diperlukan pengemudi untuk
menghentikankendaraan yang sedang berjalan.
D = D1 + D2
Keterangan :
D1 = Jarak yang harus ditempuh kendaraan waktu melihat
benda di mana harus berhenti sampai menginjak rem
(meter).
= 0,278 V. t
D2 = Jarak yang diperlukan untuk berhenti setelah menginjak
rem (meter).
= V2 : (254 f)
D = Jarak Pandangan henti (meter).
V = Kecepatan rencana (Km/jam).
t = Waktu yang diperlukan untuk menempuh D1
2) Jarak Pandang Menyiap
Jarak pandang menyiap untuk 2 jalur dihitung dari penjumlahan 4 jarak
: D1 = 1,47 t1 (V - m + 0,5 a t 1)
D2 = 1,47 t2
D3 = 110 : 300 f t
D4 = (2 : 3) D2
Dpm = D1 + D2 + D3 + D4
Keterangan :
D1 = Jarak yang ditempuh selama pengamatan.
D2 = Jarak yang ditempuh selama penyiapan.
D3 = Jarak antara kendaraan menyusul setelah gerakan
menyusul dengan kendaraan
D4 = Jarak yang ditempuh arah lawan.
t1 = Waktu selama pengendara mengikuti sampai suatu titik
mau beralih ke arah lawan (diambil 3,7 : 4,3 detik).
A = Percepatan rata-rata (mph/s).
V = Kecepatan rata-rata kendaraan menyusul (mph).
M = Beda kecepatan (mph).
1
t2 = Waktu selama kendaraan penyusul ada dijalur lawan (9,3
: 10,4 detik).
D3 = Jarak kebebasan (110 : 300 ft).
D4 = Jarak yang ditempuh kendaraan lawan.
Ketentuan untuk mengukur jarak pandang, jarak pandang diukur dari
ketinggian mata pengemudi ke puncak penghalang. Untuk jarak pandang
henti ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penghalang
10 cm. Sedangkan untuk jarak pandangan menyiap ketinggian mata
pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penghalang adalah 125 cm.
1
1. Menentukan Jenis Lengkung
Didalam suatu perencanaan garis lengkung perlu diketahui hubungannya
dengan kecepatan rencana dan hubungan keduanya dengan kemiringan
melintang jalan (Super elevasi), karena memang lengkung peralihan
bertujuan mengurangi gaya sentrifugal secara berangsur, dari mulai nol
sampai mencapai maksimum yang kemudian secara berangsur menjadi
nol kembali.
Bentuk-bentuk tikungan :
Bentuk Tikungan Circle
PI
Δ
Tc E Tc
Lc
TC CT
Rc ½ Rc
1
Untuk tikungan yang jari-jari lebih kecil dari harga di atas, maka bentuk
tikungan yang dipakai adalah spiral-circle-spiral.
Rumus perhitungan untuk bentuk circle :
T = R tg 0,5
E = T tg 0,25
E = ( R2 + T2 ) - R
= R ( Sec 0,5 - 1 )
L = 0,01745. . R
Keterangan :
PI Sta = Nomor stasiun (Point of Intersection)
V = Kecepatan rencana (ditetapkan) (km/jam)
R = Jari-jari (ditetapkan) (m)
= Sudut tangen (diukur dari gambar trase dalam derajat)
TC = Tangen circle
CT = Circle tangen
T = Jarak antara TC dan PI (dihitung - meter)
L = Panjang bagian tikungan (dihitung - meter)
E = Jarak PI ke lengkung peralihan (dihitung - meter)
Δ
TS E
Xs
SC
CS
k
θc
θs θs
Δ
TS ST
Gambar 2.2 Tikungan Spiral-Circle-Spiral
(sumber : Laporan PGJR Kelompok 3D, 2022)
2
perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai mencapai
dimana harga berikut:
F cent = (m . V3 ) : (R . Ls)
Ls min = 0,022 . {V3 : ( R . C )} - {(2,727 . V . k ) : C}
Keterangan :
Ls = Panjang lengkung spiral (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)
R = Jari-jari circle (m)
C = Perubahan kecepatan (m/ det3)
Harga C = 0,4 (m/det)
K = Superelevasi
Adapun jari-jari yang diambil untuk tikungan spiral circle-spiral
haruslah sesuai dengan kecepatan rencana dan tidak mengakibatkan adanya
kemiringan tikungan yang melebihi harga maksimum yang ditentukan yaitu :
1. Kemiringan maksimum jalan antar kota : 0,10
2. Kemiringan maksimum jalan dalam kota : 0,08
Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan
berdasarkan:
1. Kemiringan tikungan maksimum
2. Koefisien gesekan melintang maksimum
R = V2 : {127 ( e + f n
Keterangan :
R = Jari-jari lengkung minimum (m)
V = Kecepatan rencana (Km/jam)
e = Miring tikungan (%)
fm = Koefisien gesekan melintang maksimum
2
Lc = c . 2 Rc : 360
L = Lc + 2 LS
TS = ( Rc + p ) tg 0,5 + k
ES = ( Rc + p ) sec 0,5 -
Rc
Keterangan :
PI sta = Nomor stasiun
d = Jarak PI ke PI yang lain
V = Kecepatan rancana (ditetapkan)
= Diukur dari gambar trase
R = Jari-jari (ditetapkan)
LS = Panjang lengkung spiral
Lc = Panjang lengkung circle
Bila Lc< 20 maka bentuk tikungannya adalah Spiral-Spiral
TS
k
k
θs θs
RcRc
TS ST
2
L = 2 LS
2
LS = 2 R . 2 S : 360,
L = S. R : 28,648
Harga: p = p* . LS
k = k* . LS
Dengan mengambil harga p* dan k* dari tabel AASHTO
TS = ( R + p ) tg 0,5 + k
ES = ( R + p ) sec 0,5 - R
Dengan rumus :
Keterangan :
R = V2 / 127 ( e + fm )
R = Jari-jari lengkung minimum ( m )
V = Kecepatan rencana ( km/jam)
e = Kemiringan tikungan ( % )
fm = Koefisien gesekan
melintang
Suatu tikungan dengan jari-jari lengkung yang cukup besar sampai
batas atas tertentu tidak perlu diadakan kemiring tikungan.
3. Penentuan Superelevasi
Ada tiga cara untuk mengubah superelevasi yaitu :
1. Profil sumbu (as jalan) sebagai sumbu putar, umum dipakai di
Indonesia.
2. Tepi dalam sebagai sumbu putar.
3. Tepi luar sebagai sumbu putar.
2
S S S
e e
en en en
e
TL TD TL TD TL TD
Cara A Cara B Cara C
Gambar 2.4 Diagram Kemiringan Melintang
(sumber : Laporan PGJR Kelompok 3D, 2022)
LS’ = B . em.m
Keterangan :
LS’ = Lengkung peralihan fiktif ( m )
B = Lebar perkerasan ( m )
em = Kemiringan melintang maksimal relatif
(superelevasi maksimal pada tikungan)
m = Kelandaian relatif maksimal antar tepi perkerasan
(harga ini tergantung kecepatan rencana)
2
LS ’ Lc LS ’
TC em CT
0 %
en
LS Lc LS
TS SCemCS ST
TL
en
0%
TD
BAGIAN LURUS BAGIAN LENGKUNG BAGIAN LURUS
em
TS ST
TL
en 0%
TD
SC = CS
LS LS
2
sebaiknya setiap elevasi yang menimbulkan halangan tersebut ditinjau
sendiri-sendiri. Penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur
sebelah dalam ke penghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana
jarak pandangan berada di dalam lengkung, atau jarak pandangan lebih
kecil panjang lengkung horizontal.
S
m
A B
R’R’
R’ R’
O S <L
Gambar 2.8 Jarak Pandang pada Lengkung Horizontal
(sumber : Laporan PGJR Kelompok 3D, 2022)
m = R’ (1 – 28,65 S
R' )
cos Keterangan :
Garis AB = Garis pandang
Lengkung AB= Jarak pandang
m = Jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)
= Setengah sudut pusat lengkung sepanjang L
S = Jarak pandang (m)
L = Panjang busur lingkaran
R’ = Radius sumbu lajur sebelah dalam (m)
2
2.5 Aliynemen Vertikal
2.5.1 Umum
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan
bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2
arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan
median. Seringkali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan. Profil
ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli,
sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam
keadaan naik dan bermuatan penuh (truk digunakan sebagai kendaraan
standar).
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya
pembangunan yang tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah
asli akan mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan
mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai tikungan. Tentu saja hal
ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang diberikan sehubungan
dengan fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas
muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainasi jalannya,
terutama di daerah yang datar. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir
sebaiknya penampang memanjang jalan diletakkan di atas elevasi muka
banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan diusahakan banyaknya
pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga secara
keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan.
Jalan yang terletak diatas lapisan tanah yang lunak harus pula diperhatikan
akan kemungkinan besarnya penurunan dan perbedaan penurunan yang
mungkin terjadi.
Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi
oleh pertimbangan seperti:
a. Kondisi tanah dasar
b. Keadaan medan
c. Fungsi jalan
d. Muka air banjir dan muka air tanah
e. Kelandaian yang masih memungkinkan
2
Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen negatif yang direncanakan
itu akan berlaku untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen negatif
yang dipilih tersebut dapat dengan mudah mengikuti perkembangan
lingkungan. Alinyemen negatif disebut juga penampang memanjang jalan
yang terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus
tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai. landai
jalan dinyatakan dengan persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan,
maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan,
dan landai negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan
memberi efek yang berarti terhadap gerak kendaraan.
g1 = - g2 = + g1 = + Ev = - g2 = -
Ev = +
g1 = - Ev = + g2 = +
g2 = - g1 = +
g2 = + g1 = -
Ev= - Ev = -
g1 = + g2 = -
2
1) Menentukan Jenis Lengkung
Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah berbentuk
lengkung parabola sederhana.
g1 PTV
A’ g2 %
Ev B
g1%P
Y
L
PLV A
X
0,5/ L
3
untuk perencanaan geometrik jalan raya dipakai besaran Rmin diantara
jari- jari minimum yang disarankan sampai jari – jari minimum tanpa Ls.
Sebagai ganti standar jari-jari minimum, besar nilai-nilai dalam
perencanaan pada kondisi normal seperti pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jari-jari Kelengkungan Berdasarkan Kecepatan Rencana
Kecepatan Rencana Standar Min Rencana Radius
Lengkung
Km/jam (m) Minimum (m)
100 Cembung 6500 10.000
Cekung 3000 4000
80 Cembung 3000 4500
Cekung 2000 3000
60 Cembung 1400 2000
Cekung 1000 1500
50 Cembung 800 1200
Cekung 700 1000
40 Cembung 450 700
Cekung 450 700
30 Cembung 250 400
Cekung 250 400
20 Cembung 100 200
Cekung 100 200
Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya
(Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990 )
3
1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkun (S < L).
2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S > L).
PPV
g1 g2
PLV EV PTV
d1d2
SL
Rumus :
L= AS2
100(
Jika 2h1perencanaan
dalam 2h2 ) dipergunakan jarak pandang henti menurut
Bina Marga, dimana :
h1 = 10 cm = 0,10 m
h2 = 120 cm = 1,20 m
maka:
L = AS2 : 399 = CAS2
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandang menyiap
menurut Bina Marga, dimana :
h1 = 120 cm = 1,20 m
h2 = 120 cm = 1,20 m
maka :
AS
L=
2
= CAS2
960
C = Konstanta garis pandang untuk lengkung vertikal cembung dimana
S<L
3
PPV
g1 g2
PLV EV PTV
h1 L/2 h2
LS
L/2
100h1/g1 100 h2/g2
( 1,20 1,202 )
L = 2 S - 200
A
2S C1
L= A
C1= Konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung
dimana S > L
Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kebutuhan akan
drainase yakni diperoleh dengan :
L = 50 A
3
b. Lengkung Vertikal Cekung
Disamping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sederhana,
panjang lengkung vertikal cekung juga harus ditentukan dengan
memperhatikan :
1. Jarak penyinaran lampu kendaraan.
2. Jarak pandang bebas dibawah bangunan.
3. Persyaratan drainase.
4. Kenyamanan mengemudi.
5. Keluwesan bentuk.
S
B
B’
60 cm 1 A/100
VD’D
3
S
B’
B
60 cm 1 A/100
O V
D’
D
S - L/2
L/2
Gambar 2.14 Lengkung Vertikal Cekung, Jarak Penyinaran Lampu > L
(sumber : Laporan PGJR Kelompok 3D, 2022)
Rumus :
AV 2
L=
380
Konst. Atas
Garis Pandang( h1 +h2): 2 h1LCh2
g1% S
E
g2%
E m
PPV
3
Rumus :
L= S2A
800 C 400 (h1 h2 )
jika h1 = 1,80 m
h2 = 0,50 m
C = 5,50 m
maka persamaan menjadi :
LAxS2
L=
3480
Jarak pandangan S > L diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan
Konst. Atas
G aris Pandang ( h1 + h2 ) : 2
h2
h1 S
E
g1 % L g2 %
PLV Em PTV
PPV
Gambar 2.16 Jarak Pandangan S > L
(sumber : Laporan PGJR Kelompok 3D, 2022)
Rumus :
800 C 400 (h1 h2
L= 2S-
)
A
Jika h1 = 1,80 m
h2 = 0,50 m
C = 5,50 m
maka persamaan menjadi :
3480
L = 2S
A
3
AV 2
L = 380
Keterangan :
V = Kecepatan rencana (Km/jam)
A = Perbedaan aljabar landai
L = Panjang lengkung vertikal cekung
7) Menentukan Kelandaian
Kelandaian adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarnya
kenaikan/ penurunan vertikal dalam suatu satuan jarak horizontal (%).
Gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan maka landai
pendakian sebelah kiri (+) dan penurunannya (-).
a. Kelandaian Minimum
Kelandaian minimum sebetulnya tidak merupakan syarat mutlak
dalam perencanaan jalan, apabila kalau dilihat dari sudut teknik lalu
lintas, bahwa landai yang datarpun tidak merupakan suatu keberatan
bahkan merupakan keadaan ideal.
Dalam perencanaan disarankan menggunakan :
1. Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak
mempunyai kerb. Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk
mengalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan.
2. Landai 0,15% dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan
dengan medan datar dan mempergunakan kereb. Kelandaian ini
cukup membantu mengalirkan air hujan ke inlet atau saluran
pembuangan.
3. Landai minimum sebesar 0,3%-0,5%dianjurkan dipergunakan untuk
jalan-jalan di daerah galian atau jalan yang memakai kereb. Lereng
melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh
diatas badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk
membuat kemiringan dasar saluran samping.
3
b. Kelandaian Maksimum
Kelandaian 3% mulai memberikan pengaruh kepada gerak
kendaraan mobil penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan
dengan gerakan kendaraan truk yang terbebani penuh. Pengaruh dari
adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan
kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu
masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan
jalan tetap lebih besar dari setengah kecepatan rencana. Untuk
membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap lalu lintas,
maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu.
Bina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti tabel
dibawah, yang dibedakan atas kelandaian maksimum standar dan
kelandaian maksimum mutlak. Jika tidak dibatasi oleh kondisi keuangan,
maka sebaiknya dipergunakan kelandaian standar.
Tabel 2.5 Perbedaan Kelandaian AASHTO dan Bina Marga
Jalan Arteri luar kota Jalan antar kota
Kecepatan
(AASHTO ‘90 ) (Bina Marga)
Rencana Data Perbukita Pegununga Kelandaian Landai
(Km/jam) (r) n n Maks.Stdr Maks. Mutlak
40 7 11
50 6 10
64 5 6 8
60 5 9
80 4 5 7 4 9
96 3 4 6
113 3 4 5
Sumber : Peraturan Perencanaan Geometri Jalan Raya Luar Kota
(Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990)
c. Panjang Kritis suatu kelandaian
Kelandaian maksimum saja tidak cukup merupakan faktor penentu
dalam perencanaan alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek
memberikan faktor pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan jarak
3
yang panjang pada kelandaian yang sama. Kelandaian besar akan
mengakibatkan penurunan kecepatan truk yang cukup berarti jika
kelandaian tersebut dibuat pada panjang jalan yang cukup panjang, tetapi
kurang berarti jika panjang jalan dengan kelandaian tersebut hanya
pendek saja.
Batas kritis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang
mencapai 30-75% kecepatan rencana, atau kendaraan terpaksa
mempergunakan gigi rendah. Pengurangan kecepatan truk dipengaruhi
oleh besarnya kecepatan rencana dan kelandaian. Kelandaian pada
kecepatan rencana yang tinggi akan mengurangi kecepatan truk sehingga
berkisar antara 30-50 % kecepatan rencana.
Kecepatan truk selama 1 menit perjalanan, pada kelandaian
10%dapat mencapai 75% kecepatan rencana. Tabel di atas memberikan
panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota), yang
merupakan kira-kira panjang 1 menit perjalanan, dan truk bergerak
dengan beban penuh. Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis
adalah sebesar 15-20 km/jam.
d. Lajur Pendakian
Pada jalan-jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali
kendaraan-kendaraan berat yang bergerak dengan kecepatan di bawah
kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain yang bergerak
dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana. Untuk menghindari hal
tersebut perlulah dibuatkan lajur pendakian. Lajur pendakian adalah lajur
yang disediakan khusus untuk truk bermuatan berat atau kendaraaan lain
yang berjalan dengan kecepatan lebih rendah, sehingga kendaraan lain
dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa mempergunakan
lajur lawan.
Gambar 2.17 Lajur Pendakian
Lajur pendakian
(sumber : Laporan PGJR Kelompok 3D,
2022)
3
8) Tinjauan Lengkung
Tinjauan lengkung terbagi menjadi dua yaitu lengkung cembung dan
lengkung cekung.
a. Lengkung Cembung
+ g2 A
A
+ g1 - g2 - g1
+ g1
A
- g2
( AxL)
y’ = Ev = 800
A = g2 - g1
Masalah yang timbul pada lengkung cembung adalah penyediaan
jarak pandang yang tidak memadai.
4
b. Lengkung cekung
- g1 +g2 - g1 +g2
A A
A+g1
- g2
2.6 Stationing
2.6.1 Umum
Stasioning (penomoran) panjang jalan pada tahap perencanaan
adalah memberikan nomor pada interval-interval tertentu dari awal
4
pekerjaan.
4
Nomor jalan (Sta jalan) dibutuhkan sebagai sarana komunikasi untuk dengan
cepat mengenal lokasi yang sedang dibicarakan, selanjutnya menjadi
panduan untuk lokasi suatu tempat. Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada
saat pelaksanaan dan perencanaan. Di samping itu dari penomoran jalan
tersebut diperoleh informasi tentang panjang jalan secara keseluruhan.
Setiap Sta jaln dilengkapi dengan gambar potongan melintangnya. Nomor
jalan atau Sta jalan ini sama fungsinya dengan patok km di sepanjang jalan.
Perbedaannya adalah :
1. Patok km merupakan petunjuk jarak yang diukur dari patok km 0, yang
umumnya terletak di ibukota provinsi atau kota madya.
Patok Sta merupakan petunjuk jarak yang diukur dari awal pekerjaan
(proyek) sampai dengan khir pekerjaan.
2. Patok km berupa patok permanen yang dipasang dengan ukuran standar
yang berlaku.
Patok Sta merupakan patok sementara selama masa pelaksanaan ruas
jalan tersebut.
4
2.7 Flow Chart Perencanaan Geometri Jalan Raya
Sta
Studi literatur :
1. Prosedur perencanaan geometri jalan
2. Perencanaan dan perhitungan alinyemen horizotal
3. Perencanaan dan perhitungan alinyemen vertikal
Perencanaan tikungan
Jari-jari tikungan
4
A
e < 3%
Lc < 25 m
Stationing
Finish
4
BAB III
PERHITUNGAN DAN ANALISIS GEOMETRI
4
3.2 Data Hasil Topografi
Tabel 3.1 Data Hasil Topografi
KIRI
Elevation Elevation Elevation Point
PVI Station Easting Northing
Existing Design Difference Type
0 0+000,00 816304 9301185 10,321 1 9,321 Start
1 0+050,00 816344 9301216 12,124 1,111 11,013 Regular
2 0+100,00 816383 9301247 11,716 1,222 10,494 Regular
3 0+150,00 816422 9301278 11,93 1,333 10,597 Regular
4 0+200,00 816461 9301309 10,156 1,444 8,713 Regular
5 0+250,00 816501 9301340 10,013 1,555 8,459 Regular
6 0+300,00 816540 9301371 3,625 1,666 1,959 Regular
7 0+350,00 816579 9301402 0,863 1,777 -0,914 Regular
0−0
0+000,00 = 𝐴𝐵𝑆
50
=0%
0−0
0+050,00 = 𝐴𝐵𝑆
50
=0%
156,978−153,614
0+100,00 = 𝐴𝐵𝑆 50
= 6,73 %
157,362−155,032
0+150,00 = 𝐴𝐵𝑆 50
= 4,66 %
158,597−157,039
0+200,00 = 𝐴𝐵𝑆 50
= 3,12 %
Dst.
Rata – rata kemiringan = 3,53%
4
3.4 Perhitungan Koordinat sudut Tikungan
a. Koordinat X
Titik A = 618995
Titik PL1 = 620540
Titik PL2 = 621845
Titik PL3 = 623049
Titik PL4 = 624030
Titik B = 625210
b. Koordinat Y
Titik A = 9297800
Titik PL1 = 9298492
Titik PL2 = 9297082
Titik PL3 = 9298438
Titik PL4 = 9298236
Titik B = 9298149
c. Jarak ∆X (m)
Titik A - PL1 = Titik PL1 – Titik A
= 620540 – 618995
= 1545 m
Titik PL1 - PL2 = Titik PL2 – Titik PL1
= 621845 – 620540
= 1305 m
Titik PL2 - PL3 = Titik PL3 – Titik PL2
= 623049 – 621845
= 1204 m
Titik PL3 - PL4 = Titik PL4 – Titik PL3
= 624030 – 623049
= 981 m
Titik PL4 - B = Titik B – Titik PL4
= 625210 – 624030
= 1180 m
4
d. Jarak ∆Y (m)
Titik A - PL1 = Titik PL1 – Titik A
= 9298492 – 9297800
= 692 m
Titik PL1 - PL2 = Titik PL2 – Titik PL1
= 9297082 – 9298492
= -1410 m
Titik PL2 - PL3 = Titik PL3 – Titik PL2
= 9298438 – 9297082
= 1356 m
Titik PL3 - PL4 = Titik PL4 – Titik PL3
= 9298236 – 9298438
= -202 m
Titik PL4 - B = Titik B – Titik PL4
= 9298149 – 9298236
= -87 m
e. Jarak d (m)
√(∆𝑋)2 + (∆𝑌)2
Titik A - PL1 = √(1545)2 + (692)2
= 1692,894 m
4
f. Azimuth (α)
∆𝑋
Azimuth Titik A-PL1 = 𝑡𝑎𝑛−1
∆𝑌
1545
= 𝑡𝑎𝑛−1 692
= 65,8726
∆𝑋
Azimuth Titik PL1-PL2 = 180° − |𝑡𝑎𝑛−1 |
∆𝑌
1305
= 180° − |𝑡𝑎𝑛−1 |
−1410
= 137,215
∆𝑋
Azimuth Titik PL2-PL3 = 𝑡𝑎𝑛−1
∆𝑌
1204
= 𝑡𝑎𝑛−1 1356
= 41,6021
∆𝑋
Azimuth Titik PL3-PL4 = 180° − |𝑡𝑎𝑛−1 |
∆𝑌
981
= 180° − |𝑡𝑎𝑛−1 |
−202
= 101,635
∆𝑋
Azimuth Titik PL4-B = 180° − |𝑡𝑎𝑛−1 |
∆𝑌
1180
= 180° − |𝑡𝑎𝑛−1 |
−87
= 94,2167
5
g. Sudut Tikungan (∆)
ABS(ABS(α sebelum)-(ABS(α sesudah))
Tikungan 1 = ABS (ABS(α A-PL1) - ABS(α PL1-PL2))
= ABS (ABS(65,8726) – ABS(137,216))
= 71,342 (SCS)
Tikungan 2 = ABS (ABS(α PL1-PL2) - ABS(α PL2-PL3))
= ABS (ABS(137,215) – ABS(41,6021))
= 95,613 (SCS)
Tikungan 3 = ABS (ABS(α PL2-PL3) - ABS(α PL3-PL4))
= ABS (ABS(41,6021) – ABS(101,635))
= 60,033 (SS)
Tikungan 4 = ABS (ABS(α PL3-PL4) - ABS(α PL4-B))
= ABS (ABS(101,635) – ABS(94,2167))
= 7,419 (FC)
3.5 Alinyemen Horizontal
Tabel 3.3 Alinyemen Horizontal
Kriteria Perancangan
V rencana 100
e max 8
f max 0,12
R min 393,7008
(Sumber : Hasil Analisis Kelompok 7B, 2023)
5
= 1+453,59
LC = 0+401,06
CS = SC + LC
= (1+453,59)+(0+401,06)
= 1+854,65
ST = CS + LS
= (1+854,65) + (0+097,00)
= 1+951,65
c. Tikungan 2 (SCS)
TS = Sta.ST1 + d2 - TS1 – TS2
= (1+951,65) + 1921,23 – 336,306 – 490,798
= 3+045,78
LS = 0+097,00
SC = TS + LS
= (3+045,78)+(0+097,00)
= 3+142,78
LC = 0+570,50
CS = SC + LC
= (3+142,78)+( 0+570,50)
= 3+713,28
ST = CS + LS
= (3+713,28) + (0+097,00)
= 3+810,28
d. Tikungan 3 (SS)
TS = Sta.ST2 + d3 – TS3 – TS2
= (3+810,28) + 1813,381 – 449,892 – 490,798
= 4+682,97
LS = 0+419,11
SS = TS + LS
= (4+682,97) + (0+419,11)
= 5+102,08
ST = SS + LS
5
= (5+102,08) + (0+419,11)
= 5+521,19
e. Tikungan 4
(FC)
TC saat ini = 0+194,49
TC = Sta.ST3 + d4 – TS3 – TC4
= (5+521,19) + 1001,581 – 449,892 – 194,4893
= 5+878,39
LC = 0+388,43
CT = TC + LC
= (5+878,39) + (0+388,43)
= 6+266,83
f. B
Sta.B = Sta.CT + d5 – TC4
= (6+266,83) + 1183,203 – 194,4893
= 7+255,54
3.7 Alinyemen Vertikal
Tabel 3.4 Alinyemen Vertikal
Segmen Tikungan Stasioning Elevasi Gradien Gradien Max Cek Gradien Panjang Kelandaian Panjang Kritis Cek Panjang Kritis Y
0+000,000 120
1 0,74% OK 1356,588 infinite OK 10,0
1+356,588 130
2 SCS 0,00% OK 595,062 infinite OK 0,0
1+951,651 130
3 0,82% OK 1094,126 infinite OK 9,0
3+045,777 139
4 SCS 0,00% OK 764,503 infinite OK 0,0
3+810,280 139
5 1,15% 4% OK 872,691 infinite OK 10,0
4+682,971 149
6 SS 0,00% OK 838,222 infinite OK 0,0
5+521,193 149
7 1,12% OK 357,200 infinite OK 4,0
5+878,392 153
8 FC 0,00% OK 388,435 infinite OK 0,0
6+266,827 153
9 0,63% OK 988,714 infinite OK 6,3
7+255,541 160
5
Stop Sight Distance
S = 185 m
K = 52
𝐴𝑆2
L = 658
0,74 𝑥 1852
= 658
= 38,342 m
Lv (cek S) =L
= 38,342 m
Lv (K) =AxK
= 0,74 x 52
= 38,331
Lv (SSD) = Nilai maksimum antara L dan Lv
= 38,342 m
Passing Sight Distance
S = 320 m
K = 119
𝐴𝑆2
L = 864
0,74 𝑥 3202
= 864
= 87,365 m
Lv (cek S) =L
= 87,365 m
Lv (K) =AxK
= 0,74 x 119
= 87,720
Lv (SSD) = Nilai maksimum antara L dan Lv
= 87,720 m
Lv Desain = 88
b. Panjang Lengkung Cekung 1
V = 100 km/jam
A = ABS(gradien 2 – gradien 3) x 100
= ABS(0 – 0,82) x 100
5
= 0,82 %
Headlight Sight Distance
S = 185 m
𝐴𝑆2
L = 120+3,5 𝑆
0,82 𝑥 1852
= 120+3,5 𝑥 185
= 882,105 m
Lv (cek S) = 36,681
Lv = 36,680
Passenger Comfert
2
Lv = 𝐴𝑣
395
0,82 𝑥 1002
= 395
= 20,825 m
Design Control
K = 44,6
Lv =AxK
= 0,82 x 44,6
= 36, 69 m
Lv Desain = 37
3.9 Elevasi Trase
Tabel 3.5 Elevasi Trase Cembung 1
ELEVASI TRASE CEMBUNG 1
A 0,02192 Lv 261
Elevasi Elevasi
Sta. Gradien x y KETERANGAN
Asli Jalan
0+550,000 -12,0548 0 0 -12,0548 sebelum Lv
-0+130,500 -2,86027 0 0 -2,86027 mulai Lv
0+650,000 0,0219 -14,2466 780,5 25,5783 -39,8249 titik awal Lv -PVI
0+700,000 -15,3425 830,5 28,9605 -44,303 titik awal Lv -PVI
0+000,000 0 130,5 0,71507 -0,71507 TITIK PVI
0+760,000 0 -629,5 16,6387 -17 PVI - titik akhir Lv
0+820,000 0 -689,5 19,9616 -19,962 PVI - titik akhir Lv
0,0000
0+130,500 0 0 0 0 akhir Lv
0+900,000 0 0 0 0 titik di luar setelah Lv
5
Tabel 3.6 Elevasi Trase Cekung 1
ELEVASI TRASE CEKUNG 1
A 0,02022 Lv 92
Elevasi Elevasi
Sta. Gradien x y KETERANGAN
Asli Jalan
1+700,000 0 0 0 0 sebelum Lv
-0+046,000 0 0 0 0 awal Lv
1+760,000 0,0000 0 1806,0 358,509 358,509 titik awal Lv -PVI
1+780,000 0 1826,0 366,493 366,493 titik awal Lv -PVI
0+000,000 0 46,0 0,23258 0,23258 TITIK PVI
1+820,000 0,000 -1774,0 345,917 345,917 PVI - titik akhir Lv
1+830,000 0,000 -1784,0 349,828 349,828 PVI - titik akhir Lv
0+046,000 0,0000 0,000 0 0 0,000 akhir Lv
1+870,000 0,000 0 0 0,000 titik di luar setelah Lv
5
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan dalam perencanaan jalan yang telah diperhitungkan
dalam pekerjaan berdasarkan data yang telah diberikan menghasilkan data-data
yang dapat digunakan sebagai awal dalam pembuatan jalan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Titik Koordinat da Jarak
Koordinat X Y Jarak (m)
A 618995 9297800 1692.894
P1 620540 9298492 1921.23
P2 621845 9297082 1813.381
P3 623049 9298438 1001.581
P4 624030 9298236 1183.203
B 625210 9298149
(Sumber : Hasil Analisis Kelompok 7B, 2023)
Setelah dilakukan analisa dari data-data yang ada, lalu dilakukan hitungan,
maka kami dapat menarik kesimpulan tersebut yaitu :
1. Klasifikasi medan perbukitan.
2. Perencanaan aliynemen horizontal direncanakan 4 tikungan, yaitu :
a) Tikungan 1 SCS (Spiral-Circle-Spiral).
b) Tikungan 2 SCS (Spiral-Circle-Spiral).
c) Tikungan 3 SS (Spiral-Spiral).
d) Tikungan 4 FC (Full-Circle).
4.2 Kritik
Pada perhitungan dan perancangan geometri jalan juga tidak terlepas dari
kesalahan, hal tersebut disebabkan oleh:
1. Kesalahannya perhitungan seperti kurang teliti dalam pembacaan
stationing, jarak, dan garis kontur.
2. Kurangnya pengecekan pada kecocokan terhadap sumber data, yang
dapat mengakibatkan keliruan pada penggambaran.
3. Kesalahan penggambaran dan perhitungan laying-layang dan tikungan.
5
4.3 Saran
Demi kesempurnaan laporan Geometri Jalan Raya maka kami sarankan
1. Pengawasan dari asisten dosen, sehingga pengerjaan tugas laporan
Perencanaan Geometri Jalan Raya berjalan dengan lancar dan
memperkecil adanya suatu kesalahan
2. Ketelitian dalam membaca dan menghitung rencana trase jalan, alinyemen,
Superelevasi dan potongan melintang jalan.
3. Setiap anggota kelompok harus menguasi materi pengerjaan, sehingga
penyusunan laporan dapat berjalan dengan lancar dan medapatkan hasil
yang maksimal.
5
Total Volume Table
Station Fill Area Cut Area Fill Volume Cut Volume Cumulative Fill Vol Cumulative Cut Vol
0+000.00 0,00 96,8 0,00 0,00 0,00 0,00
0+100.00 50,64 0,00 2532,00 4839,85 2532,00 4839,85
0+200.00 25,62 0,00 3813,17 0,00 6345,17 4839,85
0+300.00 0,00 10,36 1281,17 517,81 7626,34 5357,66
0+400.00 0,00 72,87 0,00 4161,38 7626,34 9519,04
0+500.00 0,00 96,42 0,00 8464,37 7626,34 17983,41
0+600.00 4,82 8,88 240,77 5264,82 7867,11 23248,23
0+700.00 40,48 0,00 2264,61 444,02 10131,72 23692,25
0+800.00 48,47 0,00 4449,50 0,00 14581,23 23692,25
0+900.00 53,33 0,00 5131,51 0,00 19712,74 23692,25
1+000.00 40,22 0,00 4727,41 0,00 24440,14 23692,25
1+100.00 67,40 0,00 5429,84 0,00 29869,98 23692,25
1+200.00 0,00 47,97 3397,33 2385,40 33267,31 26077,64
1+300.00 20,89 16,67 1066,33 3193,16 34333,66 29270,80
1+400.00 0,00 122,27 1053,42 6934,29 35387,08 36205,1
1+500.00 0,00 122,76 0,00 12251,48 35387,08 48456,57
1+600.00 0,00 119,79 0,00 12127,65 35387,08 60584,22
1+700.00 0,00 60,55 0,00 9017,05 35387,08 69501,27
1+800.00 0,00 13,27 0,00 3691,10 35387,08 73292,37
1+900.00 0,00 50,46 0,00 3186,82 35387,08 76479,19
2+000.00 0,00 101,17 0,00 7575,99 35387,08 84055,18
2+100.00 0,00 76,38 0,00 8832,51 35387,08 92887,69
2+200.00 0,00 247,26 0,00 16092,52 35387,08 108980,21
2+300.00 0,00 166,3 0,00 20613,76 35387,08 129593,97
2+400.00 0,00 103,76 0,00 13469,23 35387,08 143063,20
2+500.00 4,44 17,11 226,02 6013,95 35613,11 149077,15
2+600.00 0,00 19,48 223,11 1822,21 35836,21 150899,36
2+700.00 0,00 48,66 155,00 3406,76 35836,21 154306,12
2+800.00 7,83 0,30 391,31 2448,03 36227,53 156754,15
2+900.00 0,00 56,15 391,39 2820,75 36618,91 159574,90
3+000.00 0,00 80,55 0,00 6831,31 36618,91 166406,21
3+100.00 29,58 1,78 1467,54 4128,12 38086,45 170534,34
3+200.00 88,66 0,00 5896,21 91,68 43982,66 170626,01
3+300.00 19,59 0,00 5412,91 0,00 49395,57 170626,01
3+400.00 116,79 0,00 6826,70 0,00 56222,27 170626,01
3+500.00 15,07 2,90 6598,39 144,28 62820,66 170770,29
3+600.00 14,3 0,17 1468,53 153,48 64289,19 170923,77
3+700.00 104,74 0,00 5952,05 8,33 70241,24 170932,10
3+800.00 9,25 0,32 5699,56 15,80 75940,79 170947,91
3+900.00 0,00 106,15 462,54 5423,21 76403,33 176371,12