Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

GEOFISIKA EKSPLORASI

TUGAS

OLEH :
WAHYUNI
D061171005

GOWA
2019
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

GEOFISIKA EKSPLORASI

LAPORAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Matakuliah Mikropaleontologi


Pada Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

OLEH :
WAHYUNI
D061171005

GOWA
2019

GEOFISIKA EKSPLORASI
HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui oleh,

KOORDINASI ASISTEN PRAKTIKAN

ANGGIT KURNIA WAHYUNI


NIM. D61116013 NIM. D061171005

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-

Nya sehingga laporan lapangan geofisika eksplorasi dapat terselesaaikan dengan

baik. Ucapan terima kasih tak lupa pula penulis haturkan kepada :

1. Dr. Ir. M. Fauzi Arifin, M.Si. Selaku kepala laboratorium paleontologi dan
dosen mata kuliah mikropaleontologi.
2. Dr.Eng. Meutia Farida, ST., MT. Selaku dosen mata kuliah dan sekretaris
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
3. Dr. Ir. Hj. Ratna Husain, MT. Selaku dosen mata kuliah dan Sekretaris
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
4. Asisten dosen, selaku pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya
dalam menyusun laporan praktikum
5. Kedua orangtua dan saudara sayayang selalu mengiringi setiap langkah
dengan dukungan dan doa.
6. Semua pihak yang telah membantu hingga laporan ini dapat terselesaikan

terutama RAPTOR’17 kalian selalu berada disaat suka maupun duka, berbagi

keluh kesah dan semuanya.

Penulis menyadari laporan praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan bagi penulis.

Gowa, 09 Desember 2019

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................
Halaman Tujuan.............................................................................................
Halaman Pengesahan......................................................................................
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................
BAB II Tinjauan Pustaka ..............................................................................
BAB III Metodologi ......................................................................................
BAB IV Hasil dan Pembahasan ....................................................................
BAB V Penutup..............................................................................................
Daftar Pustaka ...............................................................................................
Lampiran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Praktek mengenai Metode dan peralatan Geolistrik adalah suatu metoda

eksplorasi ilmu geofisika untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan dengan

menggunakan sifat kelistrikan batuan. Salah satu sifat kelistrikan batuan yang

umum digunakan adalah nilai tahanan jenis (nilai resistivity) untuk menentukan

sifat lapisan batuan dan jenis kandungan cairan pada lapisan batuan tersebut.

Prinsip metode geolistrik resistivity, cara pengukuran dan pengambilan

data pendugaan geolistrik, konffigurasi elektroda serta peralatan dan cara

pengunaan alat pendugaan geolistrik dibutuhkan untuk membantu proses

pelaksanaan kegiatan survei pendugaan geolistrik. Data yang baik bila diambil

dari proses dan tahapan serta peralatan pendukung yang digunakan sesuai dengan

standart prosedur menghasilkan interprertasi dan hasil pendugaan geolistrik yang

baik serta mendekati kondisi susunan lapisan tanah dan batuan yang sebenarnya di

bawah permukaan. Penentuan metode geolistrik yang akan digunakan serta jenis

konfigurasi elektrtoda dan metode pengukuran yang akan dilakukan disesuaikan

dengan tujuan dan kebutuhan yang akan dicapai.

Pengetahuan mengenai tahapan dan prosedur pengolahan data, koreksi dan

analisis maupun pemakaian software geolistrik untuk menghasilkan penampang

lapisan batuan sangat perlu untuk menghasilkan penampang resistivity yang bisa

diinterpretasi secara baik sehingga menghasilkan interpretasi lapisan dan jenis

kandungan air pada lapisan tersebut. Data hasil pengukuran yang diolah dengan

menggunakan prosedur yang sesuai standar akan menghasilkan penampang

resistivity yang bisa diinterprertasi dengan baik dan mendekati kondisi susunan

lapisan tanah dan batuan yang sebenarnya di bawah permukaan pada lokasi

daerah yang diamati.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dilakukannya penelitian ini yaitu membantu mahasiswa

mengetahui dan mengenal prinsip dasar metode geolistrik yang digunakan dalam

eksplorasi di bidang geologi dan aplikasi di bidang lainnya untuk menyelesaikan

persoalan kondisi geologi bawah permukaan pada bidang industry, sumberdaya

mineral/energi, geologi teknik dan lingkungan.

Adapun tujua dari penelitian ini yaitu untuk menentukan konfigurasi

elektroda yang akan digunakan serta standart prosedur pengukuran data geolistrik

dan pengolahan data geolistrik yang baik dan benar. Mahasiswa dapat melakukan

pengolahan data hasil pengukuran geolistrik yang sesuai standart dan metode

konfigurasi. Mahasiswa dapat melakukan koreksi dan analisa data untuk

memasukkan ke data software geolistrik. Mahasiswa dapat membuat interpretasi

dari hasil pengolahan dan analisis data geolistrik sehingga dapat menentukan

susunan lapisan tanah dan batuan maupun menunjukkan lapisan yang berpotensi

mengandung air tanah dalam di daerah yang di teliti tersebut.

1.3 Alokasi Waktu dan Tempat Penelitian


Materi Praktikum dilaksanakan di Malino desa Batul Lapisi Kec.

Tinggimoncong Kab. Gowa Sulawesi Selatan, untuk memperagakan cara

mengukur dan mengambil data-data metode geolistrik ini. Pengolahan dan

perhitungan data dilakukan laboratorium dengan menggunakan software yang

tersedia (Res2dinv 3.1.3) dimana hasil penampang resistivitas yang dihasilkan

software kemudian dianalisis dan diinterpretasikan susunan lapisan tanah dan

batuannya.

Pelaksanaan praktikum dilakukan selama 5 jam dengan jadwal waktu yang

diatur mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh dosen dari praktikum

matakuliah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Geomorfologi Regional
Bentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar ini adalah kerucut

gunungapi Lompobatang. yang menjulang mencapai ketinggian 2876 m di atas

muka laut. Kerucut gunungapi dari kejauhan masih memperlihatkan bentuk

aslinya. dan menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar. Pada potret udara terlihat

dengan jelas adanya beberapa kerucut parasit, yang kelihatannya lebih muda dan

kerucut induknya bersebaran di sepanjang jalur utara-selatan melewati puncak G.

Lompobatang. Kerucut gunungapi Lompobatang ini tersusun oleh batuan

gunungapi berumur Plistosen.

Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapat di

sebelah barat dan sebelah utara G. Lompobatang. Di sebelah barat terdapat G.

Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara terdapat G. Cindako,

mencapai ketinggian 1500 m. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh

bawan gunungapi berumur Pliosen.

Di bagian utara lembar tendapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi kras

yang di bentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi

kras ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi

berumur Miosen sampai Pliosen.

Daerah sebelah barat G. Cindako dan sebelah utara G. Baturape merupakan

daerah berbukit. kasar di bagian timur dan halus di bagian barat. Bagian timur

mencapai ketinggian. kina-kira 500 m, sedangkan bagian barat kurang, dan 50 m

di atas muka laut dan hampir merupakan suatu datanan. Bentuk morfologi ini

disusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen. Bukit-bukit memanjang

yang tersebar di daerah ini mengarah ke G. Cindako dan G. Baturape berupa

retas-retas basal.
Pesisir barat merupakan daratan rendah yang sebagian besar terdiri dari

daerah rawa dan daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah

banjir di dataran ini.  Bagian  timurnya terdapat buki-bukit terisolir yang tersusun

oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen dan Pliosen. Pesisir baratdaya

ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan arah umum kirar-

kira baratlaut-tenggara. Pantainya berliku - liku membentuk beberapa teluk, yang

mudah dibedakan dari pantai di daerah lain pada lembar ini. Daerah ini disusun

oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa.

Secara fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah

Walanae di utara, dan Pulau Salayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit

rendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di (Lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat) dan menerus di sepanjang pesisir

timur Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah timur

dan Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat berakhir di bagian utara

pesisir timur lembar ini.

Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu tanjung yang ditempati

sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kras. Bentuk

morfologi semacam ini ditemukan pula di bagian baratlaut P. Salayar. Teras

pantai dapat diamati di daerah ini sejumlah antara 3 dan 5 buah. Bentuk morfologi

ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.

Pulau Selayar mempunyai bentuk memanjang utara-selatan, yang secara

fisiografi merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongak lebih

tinggi dengan puncak tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur

rata-rata terjal dan pantai barat landai secara garis besar membentuk morfologi

lereng-miring ke anah barat.

2.1.2 Stratigrafi Regional


Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen

flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km) Batuan malihan

(s) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda dari pada Formasi

Marada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19 ±

2 juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda,

yaitu Formasi Salo Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu

jelas, kemungkinan tak selaras.

Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal -

Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur 

dengan bagian  bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di

sebelah timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.

Satuan batuan berumun Eosen Akhir sampai Miosen Tengah menindih takselaras

batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya, diperkirakan

batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt) tenjadi pada

daerah yang luas di lembah ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir

berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang

tebalnya tidak kurang dan 1750 m. Pada kala Miosen Awal rupanya terjadi

endapan batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun Batuan Gunungapi

Kalamiseng (Tmkv).

Satuan batuan berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun Formasi

Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4.250 m dan menindih tak selaras batuan-

batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan

dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan

gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai

diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah

timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan Anggota Salayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun Batuan

Gunungapi Baturape - Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda

adalah yang menyusun Batuan Gunungapi Lompobatang (Qlv), berumur

Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).

2.1.3 Struktur Regional

Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi

Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu

endapan lereng bawah laut, ketika Kegiatan magma berkembang menjadi suatu

gunungapi pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan Batuan

Gunungapi Terpropilitkan.

Lembah Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat

sebelah utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, melalui

Sinjai di pesisir timur Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen. yaitu

sedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah timur dan sedimen karbonat

Formasi Tonasa di sebelah baratnya.

Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah barat Lembah Walanae

menapakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah sebelah timurnya merupaKan

suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.

Paparan laut dangkal Eosen meluas hampir ke seluruh daerah lembar peta,

yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru,

sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama

Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur Lembah

Walanae rupanya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan

gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.

Akhir dari pada kegiatan gunungapi Eosen Awal diikuti oleh tektonik yang

menyebabkan terjadinya pemulaan terban Walanae. yang kemudian menjadi

cekungan di mana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar


berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan menurun perlahan selama sedimentasi

sampai kala Pliosen.

Menurunnya cekungan Walanae dibarengi oleh kegiatan gunungapi yang

terjadi secara luas di sebelah baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah

timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula

gunungapinya terjadi di bawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul di

permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen meghasilkan

Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan Gunungapi Baturape-

Cindako.

Kelompok retas basal berbentuk radier memusat ke G. Cindako dan G.

Baturape, terjadinya mungkin berhubungan dengan gerakan mengkubah pada kala

Pliosen.

Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan kala

Plistosen, meghasilkan Batuan Gunungapi Lompobatang. Berhentinya kegiatan

magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-

sesar en echelon (merencong) yang melalui G. Lompobatang berarah utara-

selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan

mendatar dekstral dari pada batuan alas di bawah Lembah Walanae. Sejak kala

Pliosen pesisir- barat ujung lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil,

yang pada kala Holosen hanya terjadi endapan aluvium dari rawa-rawa.

2.2 Metode Geolistrik

Dalam ilmu geofisika terdapat berbagai metode yang bisa digunakan untuk

membantu para geofisikawan untuk mengeksplorasi bumi, salah satunya adalah

metode geolistrik. Metode geolistrik adalah suatu metode yang memanfaatkan

sifat-sifat kelistrikan untuk menginterpretasi karakteristik suatu batuan di bawah

permukaan bumi. Sumber-sumber listrik tersebut bisa yang berasal dari alam

(pasif) atau kita menginput arus listrik ke dalam tanah (aktif). Metode geolistrik
resistivitas adalah metode geolistrik aktif dimana kita menginputkan arus listrik

frekuensi rendah kedalam tanah lalu distribusi potensial listriknya diukur

menggunakan elektroda potensial. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan informasi mengenai nilai resistivitas formasi batuan yang berada di

dalam tanah. Metode ini sangat sering digunakan dalam eksplorasi air tanah

karena sifat air yang sensitive terhadap listrik. Selain itu metode ini juga bisa

dimanfaatkan dalam eksplorasi bijih besi untuk menentukan pesebaran bijih besi

di bawah permukaan tanah.

Gambar 1 (a) Sumber arus tunggal dan (b) Sepasang elektroda arus dan potensial

Data geolistrik yang diperoleh adalah apparent resistivity (resistivitas semu)

melalui persamaan:

dimana:

ρa = resistivitas semu (Ωm)


∆V = beda potensial (V)

I = kuat arus (A)

K = factor geometri konfigurasi elektroda

Dari persamaan di atas kita bisa melihat bahwa ada factor geometri

konfigurasi (K) yang mempengaruhi nilai resistivitas. Dalam eksplorasi

menggunakan metode geolistrik, terdapat beberapa konfigurasi elektroda yang

bisa digunakan. Konfigurasi tersebut adalah konfigurasi Schlumberger,

konfigurasi Wenner, konfigurasi Wenner-Schlumberger, konfigurasi Dipole-

dipole, konfigurasi Pole-dipole, dan konfigurasi Square. Tiap konfigurasi yang

digunakan memiliki factor geometri (K) yang berbeda. Berikut akan dibahas

beberapa konfigurasi tersebut.

Konfigurasi Wenner adalah konfigurasi dengan 4 elektroda dimana jarak

elektroda A dan lektroda C memiliki nilai yang sama dengan jarak antara

elektroda D dan elektroda B serta jarak antara elektroda C dan elektroda D.

Konfigurasi ini memiliki nilai factor geometri (K) sebesar 2πa, dimana a adalah

jarak elektroda.

Gambar 2 Konfigurasi Wenner


Sumber: Lowrie, W. (2014). Fundamental of Geophysics. Cambridge:

Cambridge University

Konfigurasi Schlumberger adalah konfigurasi dengan 4 eletkroda dimana jarak

atara elektroda A dan elektroda C tidak sama dengan jarak antara elektroda C dan

elektroda D. Jarak antara elektroda A dan elektroda C sama dengan jarak antara

elektroda D dan elektroda B yaitu sebesar (L-a)/2, dimana L adalah jarak antara

elektroda A dan elektroda B, dan a adalah jarak antara elektroda C dan elektroda

D. Sedangkan jarak antara elektroda C dan elektroda B adalah sebesar (L+a)/2.

Gambar 3 Konfigurasi Schlumberger

Sumber: Lowrie, W. (2014). Fundamental of Geophysics. Cambridge:

Cambridge University

Konfigurasi Dipole-dipole (Dounle dipole) adalah konfigurasi dimana jarak

antara elektroda A dan elektroda B sama dengan jarak antara elektroda C dan

elektroda D. Jarak antara elektroda A dan elektroda D adalah sebesar (L+a)

sedangkan jarak antara elektroda C dan eletkroda B adalah sebesar (L-a) dimana L

adalah panjang titik tengah elektroda arus dan titik tengah elektroda potensial.
Gambar 4 Konfigurasi Dipole-dipoe (Double-dipole)

Sumber: Lowrie, W. (2014). Fundamental of Geophysics. Cambridge:

Cambridge University

Setiap konfigurasi memiliki keunggulan dan kelemahan serta kesensitifan yang

berbeda-beda. Sebagai contoh, konfigurasi Schlumberger sangat sensitif terhadap

arah vertical dan sangat baik dalam Vertical Electrical Sounding (VES). Setiap

keunggunlan yang dimiliki masing-masing konfigurasi akan sangat membantu

para geofisikawan dalam menginterpretasi data yang telah diolah dari hasil

akuisis. Perbedaan kesensitifan dan resolusi tiap konfigurasi bisa kita lihat dari

gambar berikut
Gambar 5 Perbedaan Kesensitifan dan Resolusi Beberapa Konfigurasi

Penggunaan metode geolistrik maupun metode geofisika lainnya dalam

pengakuisisian data juga menghadapi beberapa tantangan yang dapat

mempengaruhi data yang diperoleh. Salah satu hal yang pasti dihadapi adalah

adanya noise dalam data yang diakuisisi. Noise ini muncul akibat adanya

gangguan yang menyebabkan ada data lain yang terekam sehingga kita sulit

mengetahui data asli yang sebenarnya terekam di receiver. Salah satu cara yang

bisa dilakukan untuk meminimalisir efek noise tersebut saat akuisisi adalah

dengan meningkatkan potensial pada elektroda. Hal ini akan meningkatkan

resolusi sehingga kontaminasi noise pada data dapat berkurang. Jika ingin

memperoleh hasil yang lebih maksimal, kita bisa melakukan filtering

menggunakan software yang mendukung sehingga kita bisa menghilangkan noise.

2.3 Metode Geomagnetik

Metode geomagnet adalah salah satu metode geofisika yang mempelajari

kemagnetan di dalam bumi. metode geomagnet di dasarkan pada pengukuran

variasi intensitas medan magnet di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya

benda yang termagnetisasi di bawah permukaan yang disebut dengan

suseptibilitas magnetik. Pada setiap akuisisi data lapangan magnetik harus di

awali dengan mendesain akuisisi area yang akan dilakukan pengukuran

geomagnet. Pengukuran geomagnetik ini dapat dilakukan di darat (land

magnetometer), di laut (marine) dan di udara (aeromagnetik).  Dalam pengolahan

data magnetik juga terdapat beberapa koreksi dan pengolahan lebih lanjut,
dikarenakan kondisi data magnetik yang dipole terkadang sulit di interpretasi,

oleh sebab itu pada advance prosesing untuk meminimalisasi ambiguitas dalam

interpretasi.

Survey magnetik yang dilakukan merupakan survey magnetik rinci. Jarak

antar titik ukur serapat mungkin untuk menghindari terlalu banyaknya interpolasi

pada peta magnetik yang dihasilkan. Peta anomali magnetik yang dihasilkan

masih dipengaruhi oleh arah inklinasi medan magnet bumi pada dearah

penyelidikan sehingga maksimum profil anomali tidak berhubungan langsung

dengan posisi sumber benda penyebab anomali. Untuk menghilangkan pengaruh

sudut inklinasi magnetik maka dilakukan filter reduksi ke ekuator (Blakely, 1995).

 Medan magnet adalah anomali magnetik yang disebabkan oleh efek medan

magnet bumi. hal ini mengakibatkan sifat dan karakter dari medan magnet perlu

dilakukan reduksi data sesuai datum dan interpretasi anomali. Medan geomagnet

memiliki data yang lebih komplek dibandingkan dengan medan gravity. Pada titik

medan magnet yang di permukaan bumi. seperti gambar dibawah ini yaitu gambar

yang menunjukkan komponen medan magnet. Dimana vektor B adalah total

magnet, komponen vertikal Z dan komponen horisontal H dalam arah utara

magnet. Sudut yang terbentuk antara utara geografis dan utara magnet yang

disebut deklinasi D dan Inklinasi I. Nilai medan magnet total di kutub bernilai

70.000 nT dan 25.000 nT di ekuator (Kearey et al, 2002).


 Komponen Magnetik

Deklinasi D adalah sudut antara utara magnetik dengan utara geografis,

inklinasi I adalah sudut antara bidang horizontal dan vektor medan magnetik total

F, besar sudut diukur dalam derajat. Medan Magnet bumi terdiri dari tiga bagian

yaitu medan utama, medan luar, dan anomali medan magnetik. Anomali magnetik

merupakan target survei. Adanya anomali magnetik menyebabkan perubahan

dalam medan magnet total bumi dan dapat dituliskan sebagai berikut :

HT = HM + HA

Dengan HT adalah medan magnet total bumi, HM adalah medan magnet

utama bumi dan HA adalah medan anomali magnetik (Nuha dan Avisena, 2012).

Pengolahan Data Magnetk

Data medan magnetik total hasil pengukuran di lapangan masih berbaur

dengan pengaruh dari dalam dan dari luar bumi. Pengaruh medan yang berasal

dari luar bumi dihilangkan dengan koreksi medan magnetik harian. Sedangkan

medan magnet yang berasal dari dalam bumi yang dibangkitkan dari outer core

disebut medan magnet utama dan medan magnet yang berasal dari kerak bumi

merupakan target survei geomagnetik. Pengaruh dari medan utama pada data hasil

pengukuran dihilangkan dengan koreksi medan utama magnet bumi atau koreksi

IGRF (International Geomagnetic Reference Field). Data hasil koreksi variasi

harian dan koreksi IGRF ini disebut anomali medan magnetik residual (∆T), yaitu:

ΔT = Tobs ± Δ Tvh −TIGRF

Tobs = harga medan magnet terukur

ΔTvh = variasi harian medan magnet terukur

TIGRF = medan magnet utama bumi (Suparman, 2010).


Tinjau suatu medan potensial U(x,y,z0) yang diukur pada suatu permukaan

yang datar (z0=konstant) dan diinginkan pada suatu permukaan yang tidak rata

z(x,y). Harga medan potensial pada satu titik (x,y,z) dari suatu permukaan

diberikan oleh persamaan :

             

Secara empiris bahwa konvergensi Persamaan (3.1) adalah paling cepat jika

z0 ditempatan pada daerah ratarata dari z(x,y) dan ini dapat diperoleh dengan

suatu kontinuasi level to level dengan menggunakan Persamaan (3.2) dan (3.3).

Suatu solusi terhadap Persamaan (3.2) memerlukan turunan vertikal dari

medan yang diukur, dan ini dapat di temukan dengan menggunakan domain

Fourier. Transformasi Fourier turunan vertikal ke n medan

potensial diberikan oleh Persamaan (3.4) :

Dengan menggunakan Persamaan (3.5) variasi turunan vertikal dari medan

hasil observasi dapat diperoleh dan dapat digunakan pada Persamaan (3.2) untuk

memperoleh medan pada permukaan z(x,y). Tiga suku pertama dari formulasi

Persamaan (3.2) secara umum telah cukup untuk memperoleh hasil yang baik,
demikian pula untuk kontinuasi dari suatu permukaan rata (level surface) ke

permukaan yang tidak rata (uneven surface). Untuk kontinuasi dari permukaan

tidak rata ke permukaan rata maka Persamaan (3.2) harus dilakukan modifikasi

dengan mengatur kembali suku-suku pada persamaan tersebut. Dengan

mengisolasi suku pertama maka akan menghasilkan :

                    

Kuantitas U(x,y,z0) yang diinginkan dapat diestimasi melalui aproksimasi

berturut-turut; yaitu U(x,y,z0) yang ditentukan pada iterasi yang ke i dapat

digunakan untuk mencari U(x,y,z0) pada iterasi ke (i+1),


BAB III
METODOLOGI

Pengukuran dan pengambilan data geolistrik metode Schlumberger terdapat dua

bagian pengolahan :

3.1 Prosedur Penggunaan Restivitymeter Naniura NRD 22S

1. Memasang elektroda sesuai konfigurasi yang diinginkan menggunakan palu

2. Menghubungkan elektroda arus menggunakan kabel gulung dan konektor ke

C1 dan C2 pada resistivitimeter.

3. Menghubungkan elektroda potensial menggunakan kabel gulung dan

konektor ke P1 dan P2 resistivitimeter.

4. Menghubungkan baterai menggunakan kabel konektor ke jack input (+) dan

(-) pada resistiviti meter. Melihat jarum indicator Batt hingga menunjukkan

ke bagian merah di kanan (baterai keadaan penuh).

5. Memutar tombol Power ke kanan dari OFF menjadi ON, maka

resistivitimeter sudah dinyalakan. Melihat jarum indicator Current Loop

hingga menunjuk ke bagian merah di kanan.

6. Memutar tombol output dari angka 0 ke angka yang dikehendaki. Makin

besar angka yang dipilih (1-6) makin besar arus yang dihasilkan.

7. Memutar Compensator Coarse kemudian Fine hingga display tegangan

V(autorange) menunjuk angka nol atau mendekati nol.

8. Menginjeksikan arus dengan menekan tombol START hingga display arus I

(milli Ampere) menunjukkan angka stabil.

9. Menekan tombol HOLD dan membaca harga arus di display arus I(mA) serta

harga potensial di display tegangan V(Autorange) sebagai data.


10. Melakukan pengukuran beberapa kali (misal 3 kali) untuk lebih meyakinkan

data hasil pengukuran, mencatat semua hasil pengukuran termasuk jarak spasi

elektroda (a, n) dalam tabel pengukuran.

11. Memindahkan posisi elektroda ke posisi pengukuran berikutnya. Melakukan

prosedur pengukuran yang sama seperti diatas (1-12) untuk mendapatkan data

dengan posisi elektroda berbeda.

12. Melakukan hal yang sama hingga seluruh data diperoleh pada tiap stasiun.

Instrumen Geolistrik Twin probe Resistivity G-Sound/ AG dan Naniura

3.2 Alat dan Bahan Praktikum

 Instrumen Geolistrik Naniura 1 set

 Instrumen Geolistrik ABEM 1 set

 Elektroda Arus Stenliss 2 buah

 Elektroda Potensial Stenliss / tembaga 2 buah

 Kabel Roll 500 meter 2 buah

 Kabel Roll 100 meter 2 buah

 Accu Kering/ Basah 12 Volt 2 buah

 Kabel penghubung Instrumen dengan Roll Kabel Arus 2 buah

 Kabel penghubung Instrumen dengan Roll Kabel potenwsial 2 buah


 Kabel penghubung Instrumen dengan Power Accu 1 buah

 Roll Meter 50 meter / 100 meter 2 buah

 Palu / martil untuk elektroda arus dan potensial 4 buah

 Kompas Geologi untuk menentukan arah bentangan 1 buah

 GPS untuk menentukan koordinat lokasi pengukuran

 Tabel Data Pengukuran Geolistrik

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Lowrie, W. (2014). Fundamental of Geophysics. Cambridge: Cambridge
University

Lowrie, W. (2014). Fundamental of Geophysics. Cambridge: Cambridge


University

Lowrie, W. (2014). Fundamental of Geophysics. Cambridge: Cambridge


University
Santoso,Djoko. (2002). Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB

Anda mungkin juga menyukai