Anda di halaman 1dari 34

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

LAPORAN LENGKAP GEOMORFOLOGI

DAERAH AWILA PUNCAK DAN SEKITARNYA

KECAMATAN MOLAWE KABUPATEN KONAWE UTARA

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

OLEH:

SABARUDIN
R1C116121

KENDARI

2017

1
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

HALAMAN TUJUAN

LAPORAN LENGKAP FIELDTRIP GEOMORFOLOGI

DAERAH AWILA PUNCAK DAN SEKITARNYA

KECAMATAN MOLAWE KABUPATEN KONAWE UTARA

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk melulusi mata kuliah geomorfologi

Tingkat starata satu (s-1) Teknik geologi Universitas halu oleo

OLEH

SABARUDIN
R1C116121

KENDARI

2017

2
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN LENGKAP FIELDTRIP GEOMORFOLOGI


DAERAH AWILA PUNCAK DAN SEKITARNYA
KECAMATAN MOLAWE KABUPATEN KONAWE UTARA
PROPINSI SULAWESI TENGGARA

MENGETAHUI

ASISTEN I PRAKTIKAN

ANDI ASRI SABARUDIN


F1G114093 R1C116121

MENYETUJUI DOSEN PEMBIMBING

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIBING II

ASRI ARIFIN, ST.,MT. HARISMA BUBURANDA, ST.,MT

1985 0601 2015041002

3
DAFTAR ISI

Halaman judul………………………………………………………1

Halaman tujuan……………………………………………………..2

Halaman Pengesahan……………………………………………….3

Daftar isi……………………………………………………………4

Dafatar tabel………………………………………………………..6

Kata pengantar……………………………………………………..7

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………...8

A. Latar Belakang………………………………………………….8

B. Maksud dan Tujuan……………………………………………..10

C. Alat dan Bahan………………………………………………….10

D. Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah…………………………11

E. Manfaat Penelitian………………………………………………11

F. Metode Penelitian……………………………………………….12

G. Peneliti Terdahulu……………………………………………….12

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL…………………………………13

4
A. Geomorfologi Regional……………………………………………13

B. Stratigrafi Regional…………………………………………………14

C. Struktur Geologi Regional………………………………………….16

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………..…17

BAB 4 PEMBAHASAN……………………………………………...29

A. Analisis Daerah Aliran Sungai……………………………………...29

1. Debit Sungai………………………………………………………..29

2. Pola Aliran Sungai………………………………………………….29

3. Tipe Genetik Sungai………………………………………………..30

4.Morfologi Sungai……………………………………………………30

B. Morfometri………………………………………………………….31

C. Morfogenesa………………………………………………………..31

BAB 5 PENUTUP…………………………………………………...32

A. Kesimpulan…………………………………………………………32

B. Saran………………………………………………………………..32

Daftar Pustaka………………………………………………………..33

Lampiran

5
Daftar Tabel

Tabel 1.1 alat & bahan beserta kegunaan……………………………..10

6
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

dan dengan kuasa serta pertolongan-nyalah sehingga kami sebagai mahasiswa

yang menjalankan fieldtrip dapat menyelesaikan laporan praktikum lapangan

“Geomorfologi” ini sebagai mana mestinya. Dan saya yang melaksanakan

praktikum tidak lupa mengucapkan teima kasih

yang sebesar besarnya,kepada :

1. Bapak Asri Arifin,ST.,MT. selaku Dosen pembmbing I mata kuliah

Geomorfologi

2. Bapak Harisma Buburanda,ST.,MT. selaku Dosen pembimbing II mata kuliah

Geomorfologi

3. Para assisten praktikum “Geomorfologi” yang telah membantu dan

memberikan masukan pada saya.

4. rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyelesaian laporan

praktikum “Geomorfologi” didaerah Awila Puncak dan sekitarnya.

Akhir kata kami sebagai mahasiswa yang melaksanakan praktikum berharap

semoga nantinya dalam laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kendari,1 November 2017

Penulis

7
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah tentang ilmu geomorfologi dikenal sejak zaman Yunani kuno.

Pertama kali orang eropa memakai suatu istilah dari isografi yang diartikan

sebagai ilmu tentang isi rangkuman iklim, metereologi, oceanografi, dan

geografi. Tetapi para ahli Amerika cendeung menggunakan istilah

geomorfologi, karena ilmu ini sangat erat kaitannya dengan ilmu geologi.

Geoorfologi berasal dari kata Yunani yang arti “Geo” adalah Bumi, “Morpho”

adalah bentuk, serta “logos” juga adalah ilmu, jadi geomorfologi berarti ilmu

yang mempelajari tentang bentuk bumi atau roman muka bumi. Dan ilmuan

teus meneliti tenang kejadian yang terjadi pada bumi ini,seprti gempa bumi,

erosi, ledakan gunung berapi atau pngangkatan atau juga penurunan suatu

dataran terjad dalam proses yang sangat lama serta kejadian yang lain, yang

berhubungan dengan bumi. Pada tahun 485 – 425 SM, muncul perkiraan

perubahan yang terjadi pada permukaan air laut sebagai salah satu gejalanya

dalah sumber dari geologi dari mesir yang dikemukakan oleh Herodatus dan

dia juga dikenal sebaga bapak GEOMORFOLOG. Sedangkan filosopfi yang

lain juga seperti Aristototeles, Stablo, Senaca yang semuanya Menerangkan

juga tentang gejala-gejala dialam sebagai suatu kutukan tuhan atau dikenal

denagn teori, mala petaka. Kemudian muncul filsafat KATADSTROFISMA

( CUVEIR) padatahunn 1767 – 1832 yang menyaakan bahwakajian ilmu geolog

8
yang terbentuk secara mendadak, hal ini di dukung oleh beberapa kajian ilmu

geologi yang terbentuk secara cepat sekali, seperti letusan gunung api,

longsor, aliran larva panas, daratan – daratan menurun pendapat ini terjadidialam.

Bentuk roman muka bumi dapat dinyatakan dengan besaran dari ilmu matematis

seperti kita kenal dalamilmu geomorfologi yang bersifat kuantitatif, adapun

untuk mempelajari dari permukaan bumi dipakai konsep morfologi yaitu :

-Konsep kesinambungan

Segala suatu gejal slamyang terjadi sekarang juga terjadi pada masa lampau, bias

dalam intensitas yang sama atau berbeda.

-Konsep kontrol morfologi

Mempelajari suatu bentang alam pada suatu wilayah dengan mengontrol

daerah tersebut. Prosesgeomorfologi adalah perubahan yang trjadi secarafisik

maupun kimiawi yang menybabkan perubahan bentuk muka bumi. Penyebab itu \

yaitu adanya tenaga yang berasal dari dalam bumi yang disebut juga dengan

tenaga eksogen, kedua tenaga ini bekerja secara bersamaan bentuk muks

bumi, tenaga eksogen untuk membagun dan sedangkan tenaga endogen

cenderung merusak. Oleh karena itu untuk mengetahui tentang bumi lebih jauh

lagi diperlukan pembuatan laporan.

9
B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari pembuatan laporan fieldtrip geomorfologi ini adalah sebagai

salahsatu syarat untuk kelulusan mata kuliah geomorfologi, jurusan Teknik

Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo.

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. untuk mengetahui kondisi morfologi daerah penelitian

2. untuk mengetahui morfogenesa daerah penelitian

3. untuk mengetahui kondisi pola aliran sungai dan tipe genetik sungai

C. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada filedtrip geomorfologi ini dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1 Alat dan Bahan serta kegunaannya

No Alat dan Bahan Kegunaan

1 Ketas A3 Untuk menulis hasil deskripsi

2 Kertas kalkir Untuk mengkalkir

3 Peta dasar Untuk mengetahui lokasi penelitian

4 Alat tulis Untuk mencatat

5 Kompas Untuk mengukur arah sebaran,

penggambaran, dan slope

6 GPS Untuk menentukan koordinat

7 Pensil warna Untuk mewarnai sketsa dan peta

8 Kertas grafik Untuk membuat garis penampang

10
9 Kamera Untuk memotret

10 Tabel deskripsi Untuk mencatat hasil deskripsi di lapangan

11 Roll meter Untuk mengukur jarak

12 Botol air mineral Untuk mengukur debit sungai

13 Tali raffia Untuk mengikat botol air mineral

14 Stop watch Untuk mengukur waktu

15 Buku lapangan Sebagai buku catatan lapangan

16 Kertas A4 Untuk membuat laporan

D. Waktu, Letak dan kesampaian Daerah

Daerah penelitian terletak di Desa Awila Puncak Kecamatan Molawe

Kabupaten Konawe Utara Propinsi Sulawesi Tenggara, memiliki jarak 116

kilometer dari kota kendari dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan

roda empat selama lebih kurang 3 jam perjalanan.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari fieldtrip geomorfologi ini adalah sebagai berikut :

1. dapat mengetahui morfologi daerah penelitian

2. dapat mengetahui morfogenesa daerah penelitian

3. dapat menganalisis pola aliran dan tipe genetik sungai

11
F. Metode Penelitian

Metode penulisan yang dipakai adalah sesuai dengan apa yang ada

ditulis, kemudian diberi pengertian sesuai yang tercamtum didalam buku

panduan dan penulisan dilakukan secara objektif yang artinya sumberdata berasal

dari buku panduan dan data lapangan yang dilakukan secara langsung.

G. Peneliti Terdahulu

peneliti yang dilakukan oleh Bothe (1927) dan Rover (1956) dalam Surono

(2013), bahwa sejumlah percontohan batuan malihan dari kompleks batuan

malihan di lengan tenggara bahwa periode pemalihan batuan, tua dan muda.

Pemalihan tua menghasilkan fasies epidot- ampibol dan yang muda menghasilkan

fasies sekis glaukofan. Pemalihan tua berhubungan dengan penimbunan,

sedangkan yang muda diakibatkan sesar naik. Sangat mungkin sesar naik tersebut

terjadi pola oligosen awal miosen, sewaktu kompleks ofiolit tersesar- naikkan ke

atas kepingan benua.

Menurut Helmers Dkk (1989) dalam Surono (2013) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa evolusi sekis hijau di lengan tenggara sulawesi, terutama dari

pegunungan mendoke dan pegunungan rumbia adalah suatu pemalihan pertama

adalah rekritalisasi sekis hijau pada akhir penimbunan cepat fast burial yang

pernah mengalami subduksi.

12
BAB 2

GEOLOGI REGIONAL

A. GEOMORFOLOGI REGIONAL

Satuan Pegunungan Satuan morfologi pegunungan menempati bagian

terluas di kawasan lengan tenggara sulawesi, satuan morfologi ini mempunyai

topografi yang kasar dengan kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan

dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar berarah barat laut –

tenggara. Arah ini sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Pola

ini mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat

hubungannya dengan sesar regional. Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh

batuan malihan dan setempat oleh batuan ofiolit. Ada perbedaan yang khas di

antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit

mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus denganlereng relatif lebih

rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang dibentuk

oleh batuan malihan, punggung gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng

yang tidak rata walaupun bersudut tajam Satuan Perbukitan Tinggi

Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan

Tenggara, terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang

mencapai ketinggian 500 m dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun

morfologi ini berupa batuan sediman klastika Mesozoikum dan Tersier.

13
2 . STRATIGRAFI REGIONAL

Batuan Ofiolit (Ku)

Terdiri atas peridotit, dunit dan serpentinit. Serpentinit berwarna kelabu

tua sampai kehitaman; padu dan pejal. Batuannya bertekstur afanitik dengan

susunan mineral antigorit, lempung dan magnetit. Umumnya memperlihatkan

struktur kekar dan cermin sesar yang berukuran megaskopis. Dunit,

kehitaman; padu dan pejal, bertekstur afanitik. Mineral penyusunnya ialah

olivin, piroksin, plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus sampai

sedang. Mineral utama olivin berjumlah sekitar 90%. Tampak adanya

penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai pada piroksin,

mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di beberapa

tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan oleh struktur sisa seperti

rijang dan barik-barik mineral olivin dan piroksin, serpentin dan talkum sebagai

mineral pengganti. Peridotit terdiri atas jenis harzburgit dan lherzolit.

Harzburgit, hijau sampai kehitaman, holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya

halus

sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan piroksin (40%). Di beberapa tempat

menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran ulang pada mineral piroksin

dan olivin mencirikan batas masing-masing kristal bergerigi. Lherzolith, hijau

kehitaman; holokristalin, padu dan pejal. Mineral penyusunnya ialah olivin

(45%), piroksin (25%), dan sisanya epidot, yakut, klorit, dan bijih dengan mineral

berukuran halus sampai kasar. Satuan batuan ini diperkirakan berumur Kapur.

14
Formasi Meluhu (TRJm)

Terdiri atas batupasir, kuarsit, serpih hitam, serpih merah, filit,

batusabak, batugamping dan batulanau. Batupasir telah termetamorfkan

lemah, batugamping mengandung fosil Halobia sp. dan Daonella sp. Umur dari

formasi ini adalah Trias Tengah sampai Jura. Formasi ini menindih tak selaras

batuan malihan paleozoikum dan menjemari dengan formasi Tokala.

Formasi Tokala (TRJt)

Terdiri atas kalsilutit, batugamping, batupasir, serpih dan napal. Kalsilutit

berwarna kelabu muda, kelabu sampai merah jambu, berbutir halus, sangat

padu, serta memiliki perlapisan yang baik, dengan kekar yang diisi urat

kalsit putih kotor. Umumnya telah mengalami pelipatan kuat; tidak jarang

ditemukan sinklin dan antiklin, serta lapisan yang hampir tegak (melebihi 80

derajat). Setempat terdaunkan. Batugamping, mengandung fosil Halobia, Amonit

dan Belemnit. Batupasir berukuran halus sampai kasar, berwarna kelabu

kehijauan sampai merah kecoklatan terakat lempung dan oksida besi lunak,

setempat padat, mengandung sedikit kuarsa, berlapis baik. Serpih dan napal

berwarna kelabu sampai kekbu tua, memiliki perlapisan baik, tebal lapisan antara

10 - 20 cm. Lempung pasiran, berwarna kelabu sampai kecoklatan, perlapisan

baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm berselingan dengan batuan yang disebutkan

terdahulu. Formasi ini diperkirakan berumur Trias - Jura Awal

dengan lingkungan pengendapan pada laut dangkal (neritik). Tebal formasi ini

diperkirakan Lebih dari 1000 meter.

15
C . STRUKTUR GEOLOGI

Lengan tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah

tumbukan adalah sesar geser mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar

Lawanopo (yang berasosiasi dengan batuan campur-aduk toreo), sistem sesar

Konaweha, sesar kolaka, dan banyak sesar lainnya serta liniasi. Sesar dan liniasi

menunjukkan sepasang arah utama tenggara-barat laut

(3320), dan timur laut barat daya (420). Arah tenggara barat laut merupakan arah

umum dari sesar geser mengiri dilengan tenggara sulawesi.

Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-tenggara

yang memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai tanjung Toronipa.

Ujung barat laut sesar ini menyambung dengan sesar Matano, sementara ujung

tenggaranya bersambung dengan sesar Hamilton, Yang memotong sesar naik

Tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar Lawanopo oleh Hamilton (1979)

bedasarkan dataran Lawanopo yang ditorehn Kenampakan fisiografi sistem sesar

Lawanopo tergambar jelas lebih dari pada 50 Km pada citra pengindraan jauh,

termasuk citra langsat dan IFSAR. Citra tersebut menggambarkan adanya

lembar linear panjang, scap, offset, dan pembelokan aliran sungai. Aliran sungai

yang tergeser mengiri dapat diidentifikasi dibeberapa tempat antara Tinobu, dan

soropia, utara kendari; contohnya pergeseran mengiri 2 Km sungai Andonohu

(selatan Tinobu). Jarak pergeseran, yang membesar semakin besar dengan sesar

yang bersangkutan, merupakan tanda sesar geser (silvester, 1988). Pergeseran

Mengiri sepanjang Formasi Meluhu yang berada ditengah lengan tenggara

Sulawesi

16
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang

roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kata

Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata

yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu

pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi

merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi. Worcester

(1939) mendefinisikan geomorfologi sebagai diskripsi dan tafsiran dari bentuk

roman muka bumi. Definisi Worcester ini lebih luas dari sekedar ilmu

pengetahuan tentang bentangalam (the science of landforms), sebab termasuk

pembahasan tentang kejadian bumi secara umum, seperti pembentukan cekungan

lautan (ocean basin) dan paparan benua (continental platform), serta bentuk-

bentuk struktur yang lebih kecil dari yang disebut diatas, seperti plain, plateau,

mountain dan sebagainya. Lobeck (1939) dalam bukunya “Geomorphology: An

Introduction to the study of landscapes”. Landscapes yang dimaksudkan disini

adalah bentangalam alamiah (natural landscapes). Dalam mendiskripsi dan

menafsirkan bentuk-bentuk bentangalam (landform atau landscapes) ada tiga

faktor yang diperhatikan dalam mempelajari geomorfologi, yaitu: struktur, proses

dan stadia. Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan dalam mempelajari

geomorfologi. Para ahli geolomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam

17
yang dilihatnya dan mencari tahu mengapa suatu bentangalam terjadi, Disamping

itu juga untuk mengetahui sejarah dan

perkembangan suatu bentangalam, disamping memprediksi perubahan perubahan

yang mungkin terjadi dimasa mendatang melalui suatu kombinasi antara observasi

lapangan, percobaan secara fisik dan pemodelan numerik. Geomorfologi sangat

erat kaitannya dengan bidang ilmu seperti fisiografi, meteorologi, klimatologi,

hidrologi, geologi, dan geografi. Kajian mengenai geomorfologi yang pertama

kalinya dilakukan yaitu kajian untuk pedologi, satu dari dua cabang dalam ilmu

tanah. Bentangalam merupakan respon terhadap kombinasi antara proses alam dan

antropogenik. Bentangalam terbentuk melalui pengangkatan tektonik dan

volkanisme, sedangkan denudasi terjadi melalui erosi dan mass wasting. Hasil

dari proses denudasi diketahui sebagai sumber bahan sedimen yang kemudian

diangkut dan diendapkan di daratan, pantai maupun lautan. Bentangalam dapat

juga mengalami penurunan melalui peristiwa amblesan yang disebabkan oleh

proses tektonik atau sebagai hasil perubahan fisik yang terjadi dibawah endapan

sedimen. Proses proses tersebut satu dan lainnya terjadi dan dipengaruhi oleh

perbedaan iklim,ekologi, dan aktivitas manusia. Model geomorfik yang pertama

kali diperkenalkan adalah model tentang siklus geomorfik atau siklus erosi,

dikembangkan oleh William Morris Davis (1884–1899). Siklus geomorfik

terinspirasi dari teori uniformitarianisme yang pertama kalinya dikenalkan oleh

James Hutton (1726-1797). Berkaitan dengan bentuk-bentuk lembah yang

terdapat dimuka bumi, siklus geomorfik mampu menjelaskan urut-urutan dari

suatu sungai yang mengikis lembah yang mengakibatkan kedalaman suatu lembah

18
menjadi lebih dalam lagi, sedangkan proses erosi yang terjadi pada kedua sisi

lembah yang terjadi secara teratur akan membuat lembah menjadi landau kembali

dan elevasinya menjadi semakin lebih pula. Siklus ini akan bekerja kembali ketika

terjadi pengangkatan dari daratan. Untuk mempelajari geomorfologi diperlukan

dasar pengetahuan yang baik dalam bidang klimatologi, geografi, geologi serta

sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat dengan proses dan

pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka bumi

menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic cycles),

yang meliputi pembentukan daratan oleh tenaga dari dalam bumi (endogen),

proses penghancuran/pelapukan karena pengaruh luar atau tenaga eksogen, proses

pengendapan dari hasil pengahncuran muka bumi (agradasi), dan kembali

terangkat karena tenaga endogen, demikian seterusnya merupakansiklus

geomorfologi yang ada dalam skala waktu sangat lama.( Noor , 2012 ).

Pelapukan adalah proses desintegrasi atau disagregasi secara berangsur

dari material penyusun kulit bumi yang berupa batuan. Pelapukan sangat

dipengaruhi oleh kondisi iklim, temperatur dan komposisi kimia dari mineral-

mineral penyusun batuan. Pelapukan dapat melibatkan proses mekanis (pelapukan

mekanis), aktivitas kimiawi (pelapukan kimia), dan aktivitas organisme (termasuk

manusia) yang dikenal dengan pelapukan organis. Dalam geomorfologi, denudasi

adalah istilah yang dipakai untuk mengindikasikan lepasnya materialmaterial

melalui proseserosi dan pelapuka yang berakibat pada berkurangnya ketinggian

(elevasi) dan relief dari bentuk lahan dan bentuk bentangalam. Proses eksogenik

(kerja air,es, dan angin) merupakan factor yang mendominasi proses denudasi.

19
Denudasi dapat mengakibatkan lepasnya partikel-partikel yang berbentuk padat

maupun material yang berupa larutan. Secara geomorfologi, pelapukan mekanis

maupun kimiawi terjadi dalam hubungannya dengan pembentukan bentangalam.

Terdapat 3 (tiga) jenis pelapukan yang kita kenal, yaitu pelapukan

mekanis,pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis.

a. Pelapukan mekanis adalah semua mekanisme yang dapat mengakibatkan

terjadinya proses pelapukan sehingga suatu batuan dapat hancur menjadi beberapa

bagian yang lebih kecil atau partikel-partikel yang lebih halus. Mekanisme dari

proses pelapukan mekanis antara lain adalah abrasi, kristalisasi es (pembekuan

air) dalam batuan, perubahan panas secara cepat (thermal fracture), proses hidrasi,

dan eksfoliasi/pengelupasan yang disebabkan pelepasan tekanan pada batuan

karena perubahan tekanan.

b. Pelapukan kimiawi (dikenal juga sebagai proses dekomposisi atau proses

peluruhan) adalah terurai/pecahnya batuan melalui mekanisme kimiawi, seperti

karbonisasi, hidrasi, hidrolisis, oksidasi dan pertukaran ion-ion dalam larutan.

Pelapukan kimiawi merubah komposisi mineral mineral dalam batuan menjadi

mineral permukaan seperti mineral lempung. Mineral-mineral yang tidak stabil

yang terdapat dalam batuan akan dengan mudah mengalami pelapukan apabila

berada dipermukaan bumi, seperti basalt dan peridotit. Air merupakan agen yang

sangat penting dalam terhadinya proses pelapukan kimia, seperti pengelupasan

cangkang (speriodal weathering) pada batuan.

c. Pelapukan organis dikenal juga sebagai pelapukan biologis dan merupakan

istilah yang umum dipakai untuk menjelaskan proses pelapukan biologis yang

20
terjadi pada penghancuran batuan, termasuk proses penetrasi akar tumbuhan

kedalam batuan dan aktivitas organisme dalam membuat lubang-lubang pada

batuan (bioturbation), termasuk didalamnya aksi dari berbagai jenis asam yang

ada dalam mineral melalui proses leaching.Pada hakekatnya pelapukan organis

merupakan perpaduan antara proses pelapukan mekanis dan pelapukan kimiawi.

Hasil akhir dari ke-tiga jenis pelapukan batuan tersebut diatas dikenal sebagai soil

(tanah). Oleh karena tanah merupakan hasil dari pelapukan batuan maka berbagai

jenis tanah, seperti Andosol, Latosol atau Laterit tergantung pada jenis batuan

asalnya. Proses pelapukan, baik secara mekanis yang disebabkan antara lain oleh

perubahan temperatur panas , dingin, angin, hujan, es, pembekuan pada batuan

menyebabkan batuan induk mengalami disintegrasi (perombakan) menjadi bagian

yang lebih kecil, sedangkan proses kimiawi yang disebabkan oleh larutan asam,

kelembaban merubah mineral-mineral menjadi ion-ion, oksidasi besi dan alumina,

mineral silika akan menghasilkan lapisan lapisan lempung. Proses proses utama

yang bertanggungjawab yang terjadi di permukaan bumi untuk kebanyakan

bentuk-bentuk permukaan bumi adalah angin, gelombang, pelapukan, mass

wasting, air bawah tanah, air permukaan, gletser, tektonik dan volkanisme.

Apabila air jatuh keatas permukaan bumi, maka beberapa kemungkinan dapat

terjadi. Air akan terkumpul sebagai tumpukan salju didaerah-daerah puncak

pegunungan yang tinggi atau sebagai gletser. Ada pula yang terkumpul didanau-

danau. Yang jatuh menimpa tumbuhtumbuhan dan tanah, akan menguapkembali

Kedalam atmosfir atau diserap oleh tanah melalui akar-akar tanaman,atau

mengalir melalui sistim sungai atau Aliran bawah tanah. Dengan berjalannya

21
waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola pengaliran tertentu

diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola

pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai

dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola

berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi bawah

permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air permukaan

(surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi (

Noor ,2010 ).

Permukaan bumi - toposfer - berada pada antarmuka dari litosfer padat,

atmosfer gas, dan hidrosfer berair. Ini juga tempat kediamannyan dari banyak

makhluk hidup. Gas, cairan, dan padatannya. bertukar antara lingkungan ini dalam

tiga siklus besar, dua di antaranya - siklus air atau hidrologi dan siklus batu -

sangat penting untuk memahami bentuk lahan evolusi. Siklus grand ketiga –

biogeokimia Siklus - adalah peredaran unsur kimia (karbon, oksigen, natrium,

kalsium, dan sebagainya) melalui bagian atas mantel, kerak, dan ekosfer, namun

kurang penting pengembangan bentang alam, meski beberapa biogeokimia.Siklus

mengatur komposisi atmosfer, yang mana pada gilirannya dapat mempengaruhi

pelapukan. Siklus air Hidrosfer - permukaan dan perairan di sekitar permukaan

dari Bumi - terbuat dari air meteor. Siklus air adalah peredaran air meteorik

melalui hidrosfer, atmosfer, dan bagian atas kerak bumi. Ini terkait dengan

peredaran air jinak yang dalam terkait dengan produksi magma dan siklus batuan.

Air remaja naik dari lapisan batu dalam gunung berapi, di mana ia terlibat dalam

zona meteorik untuk pertama kalinya Di sisi lain, air meteorik masuk mineral

22
hidrat dan ruang pori dalam sedimen, diketahui Seperti air yang enggak, bisa

diangkat dari meteor siklus di situs subduksi, di mana ia dibawa jauh di dalam

bumi Fase tanah dari siklus air sangat diminatiuntuk ahli geomorfologi Ini melihat

air dipindahkan darisuasana ke daratan dan kemudian dari daratan kembali ke

atmosfer dan ke laut. Ini termasuk permukaan sistem drainase dan sistem drainase

bawah permukaan. Air yang mengalir di dalam sistem drainase ini cenderung

terjadi diatur di dalam cekungan drainase, yang juga disebut daerah aliran sungai

di Amerika Serikat dan daerah tangkapan air di Inggris. Sistem air baskom dapat

dipandang sebagai satu set air toko yang menerima masukan dari atmosfer dan

dalam mengalir dari penyimpanan air tanah dalam, yang kehilangan output

melalui penguapan dan aliran sungai dan aliran keluar yang dalam, dan yang

dihubungkan oleh aliran internal. Singkatnya, Cekungan air mengalir seperti ini.

Curah hujan masuk Sistem disimpan di permukaan tanah atau batu, atau dicegat

dengan vegetasi dan disimpan di sana, atau jatuh langsung ke saluran arus Dari

vegetasi itu mengalir turun cabang dan batang (batang mengalir), atau menetes

dari daun dan cabang (daun dan batang tetes), atau diuapkan. Dari permukaan

tanah atau batu, itu mengalir di atas permukaan (darat aliran), dalam memenuhi

tanah atau batu, atau menguap. Sekali di Batu atau tanah, air bisa bergerak ke

posisi lateral di lereng bukit (melalui aliran, aliran pipa, aliran) untuk memberi

makan sungai, atau mungkin juga bergerak ke bawah untuk mengisi ulang

penyimpanan air tanah, atau itu bisa menguap Air tanah bisa naik dengan aksi

kapiler untuk melengkapi toko batu dan tanah air, atau mungkin mengalirke aliran

(aliran dasar), atau mungkin bertukar air dengan penyimpanan dalam Siklus batu

23
Siklus batu adalah penciptaan dan penghancuran yang berulang bahan kerak -

batuan dan mineral.

Gunung berapi, melipat, menobatkan, dan mengangkat semuanya

membawa rasa beku dan batuan, air, dan gas lainnya ke dasar atmosfer dan

hidrosfer. Setelah terkena udara dan Air meteorik, batuan ini mulai membusuk

dan hancur dengan aksi pelapukan. Gravitasi, angin, dan air mengangkut produk

pelapukan ke lautan. Deposisi terjadi pada lapisan samudra. Pemakaman yang

longgar sedimen menyebabkan pemadatan, sementasi, dan rekristalisasi, dan

sebagainya untuk pembentukan batuan sedimen Penguburan dalam bisa

mengubah batuan sedimen menjadi metamorf batu. Proses dalam-dalam lainnya

dapat dihasilkan granit. Jika terangkat, terinjak atau diekstrusi, dan terpapar pada

permukaan tanah, sedimen longgar, sedimen konsolidasi,batuan metamorf, dan

granit dapat bergabung di putaran berikutnya dari siklus rock. Tindakan vulkanik,

melipat, menyalahkan, dan mengangkat semuanya memberikan energi potensial

ke toposfer, menciptakan 'Bantuan mentah' yang bisa dilakukan agen geomorfik

Rancang berbagai bentuk bentang alam yang menakjubkan ditemukan di

permukaan bumi - toposfer fisik. Agen geomorfik atau eksogenik adalah angin,

air, ombak, dan es, yang bertindak dari luar atau di atas toposfer, kontras ini

dengan endogenik (tektonik dan vulkanik) agen, yang bertindak atas toposfer dari

dalam planet ( hugget, 2007 ).

Dinamika geomorfologipesisirpantai tergantungpada batuan penyusun

pesisir pantai dan proses oseanografi yang bekerja. Proses dinamika geomorfologi

pesisir pantai di pengaruhi oleh proses oseanografi dan dapat berakibat terjadinya

24
proses akresi dan erosi pesisir. Penelitianinibertujuan mengetahui dinamika proses

geomorfologi pesisir pantai dan proses faktor oseanografi yang berpengaruh..

Penelitianinimenggunakan metode kasusdengananalisis dinamika proses

geomorfologi dan oceanografi yang berpengaruh di daerah penlitian. Data

penelitian berupa pasang surut, arus dan sedimen di wilayah pesisir pantai. Hasil

penelitian berupa tipe pasang surut Harian Tunggal dengan elevasi muka air Z0

=55,90; (MSL) 69,14 cm; (HHWL) = 135,48 cm; (LLWL) = 0,78

cm.Gelombang setinggi 0,62 meter dan periode gelombang 4,1 detik. Gelombang

datang dari arah Timur Laut akan pecah pecah setinggi 0,81 meter pada

kedalaman sebesar 0,78 meter. Gelombang pecah dengan sudut datang 19,22

derajat terhadap garis pantai, akan mengakibatkan kecepatan arus sepanjang

pantai 0.98 m/detik. Geomorfologi pesisir terdiri dari pesisir pantai bukit terjal

tersusun material volkanik pasir tufaan dan batugamping klastik dan batugamping

non klastik ;pesisir landai/datartersusun pasir lanauan; pesisir pantai muara

sungaitersusun oleh pasir lempungan; pesisir pantai erosi terjadi erosi berm.

Proses dinamika geomorfologi dipenaruhi oleh arus longshore yang menyebabkan

adanya dominan abrasi di daerah penelitian. Wilayah pesisir dan perairan pantai

Benteng Portugis, Kecamatan Donorojo, Jepara merupakan salah satu wilayah

wisata yang dikenal masyarakat sebagai wisata Benteng Portugis. Benteng

Portugis terletak di pesisir dan perairan pantai yang terletak di lereng sebalah

Barat Gunung Muria. Wilayah tersebut secara

administrasi pemerintahan Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Propinsi

Jawa Tengah. Secara geografis merupakan pantai yang didepannya

25
terdapat Pulau Mondoliko. Pesisir pantai Benteng Portugis terdapat beberapa

bangunan pantai berupa turap muara sungai, turup pantai terjal dan ada

bangunan groin serta pelabuhan nelayan semi alami. Secara astronomis letak

lokasi penelitian terletak pada koordinat 110°53’59,927” E hingga

110°55’57,601” E dan 6°23’0,891” S hingga 6°24’30,57” S Proses dinamis pantai

sangat dipengaruhi oleh littoral transport. Littoral transport dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu transpor sepanjang pantai (longshore transport) dan

transpor tegak lurus pantai (onshore-offshore transport). Material pasir yang

ditranspor disebut dengan littoral drift. Pada saat gelombang pecah sedimen di

dasar pantai terangkat yang selanjutnya terangkut oleh dua macam gaya

penggerak, yaitu komponen energi gelombang dalam arah sepanjang pantai dan

arus sepanjang pantai yang dibangkitkan oleh gelombang pecah (Triatmodjo,

1999).Menurut Pettijohn (1975), sedimentasi merupakan prosespembentukan

sedimen atau proses menuju terbentuknya batuan sedimen yang diakibatkan oleh

pengendapan pada suatu tempat yang disebut lingkungan pengendapan. Proses

erosi yang terjadi di pantai akan menimbulkan sedimentasi pada tempat lain

karena materi yang tergerus oleh gelombang akan diangkut oleh aliran litoral dan

didepositkan di tempat lain, arti aliran litoral tersebut adalah gerakan pasir atau

sedimen yang berada di daerah litoral (kawasan pantai yang dipengaruhi oleh

pasang surut). Bambang Triatmodjo,1999, menyatakan bahwa gerakan sedimen di

daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya.

Dinamika geomorfologi pesisir pantai yang sangat tergantung oleh stabilitas

26
batuan pesisir dan perairan pantai serta proses hidrooseanografi yang bekerja di

wilayah tersebut (atmojo , 2016 ).

Struktur sungai pada hakekatnya merupakan komponen (elemen) atau

bagian dari morfologi sungai, yang meliputi badan sungai, tebing sungai, bantaran

sungai dan tanggul sungai. Air merupakan salah satu di antara faktor-faktor

penyebab terbentuknya sungai, karena pengaruh besaran curah hujan, jenis

batuan, dan ketinggian tepat, yang berpengaruh terhadap lingkungan bio-fisiknya.

Hujan sebagai sumber air sungai, jenis batuan dan ketinggian tempat, sangat

berpengaruh terhadap tatanan kehidupan komunitas vegetasi spesifik riparian.

Permukaan bumi, seperti yang diungkapkan oleh Chorley (1984), secara alami

mengalami erosi begitu muncul ke permukaan. Salah satu faktor penting penyebab

erosi yang bekerja secara terus menerus untuk mengkikis permukaan bumi, hingga

sama dengan permukaan laut adalah air. Air adalah benda cair, yang senantiasa

bergerak kearah tempat yang lebih rendah, yang dipengaruhi oleh gradien sungai

dan gaya gravitasi bumi. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain

melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah

cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang

disebut dengan istilah alur sungai (badan sungai). Lebih jauh dikemukakan

bahwa aliran sungai di bagian luarnya dibatasi oleh bagian batuan yang keras

yang disebut dengan tanggul sungai Saluran air kecil dan atau besar yang saling

ketemu membentuk pola aliran sungai tertentu, yang dipengaruhi oleh jenis

batuan dan bentuk morfologi medan (Thornbury, 1954; Barstra, 1982). Lebih

jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa jenis batuan dan morfologi medan badan

27
sungai, selain mempengaruhi kerapatan aliran sungai, juga dapat mencirikan

karakteristik sungai yang meliputi perkembangan profil, pola aliran dan genetis

sungainya. Di daerah yang tersusun oleh batuan intrusif, dengan tekstur kasar,

menunjukkan kerapatan aliran sungai yang rendah. Namun sebaliknya pada aliran

sungai yang didominansi oleh batuan sedimen, memperlihatkan kerapatan yang

tinggi ( waryono,2002 ).

28
BAB 4

PEMBAHASAN

A. Analisis DAS ( daerah aliran sungai)

1. Debit sungai

Debit sungai merupakantinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat

ukur permukaaan air sungai. Debit aliran sungai adalah laju air dalam bentuk

volume airyang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada debit sungai di awila

puncak didapatkan hasil L1 (11,75m),L2 (11,5m), L3 (11,3m). Dengan nilai S=

21,6M. dengan nila t = 0,0683M/S. untuk mencari kecepatan aliran sunga

menggunakan rumus debit sungai sama dengan kecepatan rata-rata dengan nilai

0,0683 dikali luas penampang dengan nilai 3,954 dengan hasilperkalian dengan

nila 0,27m3.

2. Pola Aliran Sungai

Pola aliran sungai merupakan pola dari hubungan keruangan dari lembah-

lembah baikyang dialiri oleh sungai maupun lembahyang kering atau tidak di aliri

oleh sungai.

Berdasarkan pola aliran yang berada pada daerah penelitian ditemukan

pola aliran parallel. Pola aliran parallel merupakan aliran sungai utama sejajar

dengan atau relative sejajar dengan induk sungai dengan sudut lancip atau

langsung bermuara ke laut.

29
3. Tipe genetic sungai

Tipe genetic sungai sama halnya dengan pola aliran sungai. Yaitu

memiliki pola dari hubungan keruangan dari lembah-lembah baikyang dialiri oleh

sungai maupun lembahyang kering atau tidak di aliri oleh sungai.

Berdasarkan tipe genetic sungai yang berada pada daerah penelitian

ditemukan pola sungai parallel bersamaan dengan sungai-sungai temporer.sungai

temporer merupakan sungai yang tidak dialiri oleh air sungai dan dilewati air oleh

airmeteorit. Kemudian pada kondisi sungai ditemukan pula sungai resekuen yang

searah dengan Dip. Sungai resekuen adalah sungai yang arah aliran airnya sejajar

dengan sungai konsekuen dan terdapat struktur sesar yang diterobos oleh sungai.

4. Morfologi sungai

Morfologi sungai merupakan bentanglahan sungai. Berdasarkan morfologi

sungai yang ditemukan pada daerah penelitian ditemukkan sungai jenis permanen

dengan provil sungai V, dengan Stadia Muda, dengan pola aliran parallel, dengan

tipe genetic sungai resekuen.

B. Satuan Bentang Alam

1. Morfometri

Morfometri adalah studi bentang alam yang mnegklasifikasikan lereng

berdasarkan kemiringan lereng, kondisi lahan, karakteristik dan sifat dari bentang

alam tertentu.

Untuk menentukan kemiringan lereng pada lokasi penelitian digunakan

rumus arctan = % banyak kontur dikurangi 1 dikalikan interval kontur dibagi

dengan jarak horizontal mistar dikali skala peta dikali 100 % .berdasarkan cara

30
perhitungan diatas diperoleh data kemiringan lereng 0 – 2 % dengan symbol

warna hijau dan kondisi lahan datar , 2 – 7 % warna hijau muda dengan kondisi

lahan landai. 7-15% warna kuning dengan kondisi lahan agak curam, 15-30%

warna jingga dengan kondisi lahan curam.dan 30-70% warna merah muda dengan

kondisi lahan sangat curam.

2. Morfogenesa

Morfogenesa adalah proses terbentukanya suatu bentang alam dengan

proseses dan aspekyang bekerja pada bentanglahan tertentu

Berdasarkan data dilapangan ditemukan morfogenesa denudasional

dengan warnacoklat denudasiaonal merupakan proses pengupasan pada suatu

bentang alam. Kemudian di temukan morfogenesa Fluvial dengan symbol waran

biru muda, fluvial merupakan satuan bentang alam perbukaitan landai. Kemudian

di temukanmorfogenesa Marine dengan warna hijau tua, marin merupakan daerah

laut.

31
BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari laporan lapangan ini adalah sebagai

berikut :

1. morfologi daerah penelitian terdiri dari satuan pegunungan, perbukitan,

dan pedataran

2. morfogenesa daerah penelitian terdiri atas vluvial , marine dan

denudasional

3. pola aliran sungai daerah penelitian terdiri dari sungai paralel dan tipe

genetik sungai subsekuen.

B. Saran

Saran yang dapat saya sampaikan fieldtrip geomorfologi kali ini adalah

sebaiknya waktu pengamatan di lapangan di perlama agar proses deskripsi dapat

berjalan dengan baik .

32
DAFTAR PUSTAKA

Atmojo,Warsito. Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):150-160

Hugget,John Richard.2007. fundamental of geomorphology. London : Routledge.

Noor,Djauhari.2010.Geomorfologi . Bogor: Universitas Pakuan.

Noor, Djauhari. 2012. Geologi Dasar .Bogor : Universitas Pakuan.

Waryono,tarsoen.2002 .Bentuk dan struktur lingkungan biofisik sungai.

Yogyakarta : Universitas Indonesia.

33
LAMPIRAN

34

Anda mungkin juga menyukai