Anda di halaman 1dari 17

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

LAPORAN GEOMORFOLOGI DAERAH PAMANDATI


KECAMATAN LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN
PROPINSI SULAWESI TENGGARA

OLEH :

MIRDAN
R1C115062

KENDARI

2016
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

LAPORAN GEOMORFOLOGI DAERAH PAMANDATI


KECAMATAN LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN
PROPINSI SULAWESI TENGGARA

HALAMAN TUJUAN

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MELULUSKAN


MATA KULIAH GEOMORFOLOGI PADA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

OLEH :

LAODEBARIADI
R1C115052

KENDARI

2016
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

LAPORAN GEOMORFOLOGI DAERAH PAMANDATI


KECAMATAN LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN
PROPINSI SULAWESI TENGGARA

HALAMAN PENGESAHAN

Asisten

Praktikan

ARIADI

MIRDAN

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Geomorfologi

ASRI ARIFIN, S.T., M.T

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas
izin dan ridha-Nya lah pada Fieldtrip praktikum Geomorfologi dapat terlaksana
tanpa ada hambatan yang berarti.saya mengucapkan banyak terima kasih. Kepada
Dosen dosen yag telah membagi ilmu kepada kami khususnya dosen pembimbing
kami Asri Arifin, S.T., M.T. Terimakasih juga kepada kakak-kakak asisten
Praktikum Geomorfologi yang banyak meluangkan waktunya untuk mendampingi
kami hingga berakhirnya praktikum fieldtrip geomorfolog
Laporan ini tentunya sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu kami
sebagai penulis ingin mengatakan mohon maaf apabila ada pernyataan dari
penulis yang kurang berkenan.karena kesempurnaan adalah milik tuhan

Kendari, 14 Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN TUJUAN................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii


KATA PENGANTAR..................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1.
2.
3.
4.

Latar Belakang.................................................................................
Maksud dan Tujuan..........................................................................
Alat dan Bahan.................................................................................
Manfaat.............................................................................................

BAB II Geologi Regional...............................................................................


2.1 Morfologi Regional..........................................................................
2.2 Statigrafi Regional............................................................................
2.3 Struktur Geologi Regional................................................................
BAB III Tinjauan pustaka......................................................................................
BAB IV Hasil dan pembahasan
3.1 Pola Aliran Sungai............................................................................
3.2 Tipe Genetik Sungai.........................................................................
3.3 Satuan Bentang Alam.......................................................................
BAB IV Penutup............................................................................................
4.1 Kesimpulan......................................................................................
4.2 Saran................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
LAMPIRAN...................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu geomorfologi merupakan ilmu pengetahuan yang kita miliki tidak
hanya tertuju pada penguasaan konsep-konsep dan materi, tetapi juga dibutuhkan
pemahaman dan penghayatan secara mendalam terhadap hubungan antara ilmu
pengetahuan tersebut dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang memiliki keunikan dan keberagaman bentang alam yang tercipta dari proses
geologi jutaan tahun silam. Oleh karena itu diadakannya kuliah lapangan
dengan pada daerah Kecamatan Lainea Kabupaten Konawe Selatan Desa Pamandi
Bentuk lahan merupakan bentuk pada permukaan bumi sebagai hasil
perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses proses gemorfologi yang
beroperasi dipermukaan bumi . semua perubahan fisik maupun kimia pada
permukaan bumi oleh tenaga tenaga geomorfologi . Semua tenaga yang
ditimbulkan oleh medium alam yang berada dipermukaan bumi termasuk di
atmosfer . Proses merupakan perubahan bentuk lahan dalam waktu relatif pendek
akibat adanya gaya eksogen serta waktu perkembangan relatif pendek. Bentuk
lahan atau Landform adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di
daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian
evolusi tertentu pula (Marsoedi, 1996). Sukmantalya (1995), menjelaskan bahwa
bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses
alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan
julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terdapat. Lebih lanjut
Gunadi (1991) mengemukakan bahwa berkaitan dengan data bentuk-lahan, tanah,
hidrologi, dan sebagainya, dapat merumuskan alternatif-Alternatif dan strategi
pengembangan guna perencanaan penggunaan lahan. Sedangkan (Way 1973
dalam Zuidam, 1979), bahwa bentuk lahan adalah kenampakan medan yang

dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan julat
karakteristik fisik dan visual di mana bentuk lahan itu terbentuk.ati.
Diadakannya kuliah lapangan (fieldtrip) ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman mahasiswa tentang materi materi pelajaran yang telah diajarkan
dikampus terhadap hubungan antara ilmu pengetahuan tersebut dengan kenyataan
yang ada di lapangan. Selain itu, kuliah lapangan merupakan penelitian yang
sesungguhnya, karena pada dasarnya, sebuah teori terlahir karena adanya
penelitian dari alam. Sehingga untuk membuktikan serta membandingkan
kebenaran dari hasil teori yang telah ada, maka kuliah lapangan (fieldtrip) ini
perlu dan mutlak untuk dilakukan. Sehingga, mahasiswa tidak hanya memahami
teori dengan menerima materi tersebut secara mentah saja. Namun, mahasiswa
dituntut untuk mampu menganalisa dengan baik apabila dihadapkan secara
langsung di lapangan.
Pada mata kuliah Geomorfologi, mahasiswa diharapkan memiliki
pengetahuan mengenai kondisi geomorfologi suatu wilayah, baik itu ditinjau dari
sudut pandang bentuk morfologinya, bentuk tenaga geologi yang mempengaruhi
bentuk morfologi serta berbagai aspek lain. Untuk itu, pada kesempatan yang lalu,
kami telah melakukan field trip dengan rute Universitas Halu Oleo Kecamatan
Lainea Kabupaten Konawe Selatan Desa Pamandati, karena daerah tersebut
dapat kita gunakan untuk mempelajari berbagai aspek geomorfologi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya kuliah lapangan (fieldtrip) geomorfologi adalah
Mahasiswa dituntut agar dapat mempelajari ilmu geomorfologi serta macammacam bentang alam yang ada dipermukaan bumi ini tidak hanya sekedar teoriteori yang didapatkan dari literatur- literatur ataupun penjelasan yang diberikan
oleh Dosen pengajar pada saat di dalam kelas, tetapi juga dapat mengamati secara
langsung pada kondisi riil di lapangan.
Tujuan diadakannya kuliah lapangan ( fieldtrip) geomorfologi adalah
sebagai berikut :

Agar mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Universitas Halu Oleo Kendari


dapat mengamati secara langsung macam-macam kenampakann bentang
alam yang ada dipermukaan bumi ini, contohnya : bentang alam struktural,

karst, dan eolian.


Agar mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Universitas Halu Oleo Kendari
dapat

mengamati

proses-proses

yang

terjadi

sehingga

terbentuk

kenampakan bentang alam yang ada, meliputi aspek : litologi, tata guna
3

lahan, dan potensi daerah.


Dan juga agar mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Universitas Halu Oleo
Kendari juga dapat mendeskripsikan atau menginterpretasikan keadaan
bentang alam serta mampu menejelaskan morfogenesa terbentuknya
bentang alam tersebut.

1.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada kuliah lapangan (fieldtrip) geomorfologi
adalah sebagai berikut :

Tabel 1.3.1 Alat dan Bahan serta Kegunaannya


No
1.

Alat dan Bahan


kompas

Kegunaan
Untuk

mengukur

arah

kedudukan,

arah

penggambaran, arah sungai dan kemiringan suatu


daerah.
2.

Palu geologi

Untuk mengambil suatu singkapan atau sampel


batuan.

3.

Loupe

Untuk mengindentifikasi suatu kandungan mineral


suatu batuan.

4.

GPS

Untuk menentukan suatu titik koordinat daerah


penelitian

5.

Buku lapangan

Untuk menulis suatu data lapangan

6.

Komparator batuan

Untuk mengetahui suatu ukuran batuan yang akan


dideskripsi.

7.

Rollmeter

Untuk mengetahui suatu panjang dimensi suatu


singkapan

8.

Camera

Untuk memotret suatu singkapan dan suatu sampel

9.

ATK

batuan
Untuk alat tulis menulis

10.

Peta dasar

Untuk

Kertas A3

penelitian
Untuk
penampang

11.

mengetahui

keberadaan
tabel

suatu

lokasi

deskripsi

sautu

geomorfologi
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian dari kuliah lapangan (fieldtri) geomorfologi yaitu hasil
penelitian dapat digunakan sebagai acuan atau referensi bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan dapat memberikan informasi secara spesial dengan metode yang
lebih cepat dan efisien.

BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Morfologi Regional

Van bemmelen ( 1945 ) membagi lengan tenggara sulawesi menjadi tiga


bagian ujung utara , bagian tengah, dan ujung selatan. Ada lima satuan morfologi
pada bagian tengah dan ujung selatan lengan tenggara sulawesi, yaitu morfologi
pegunungan, morfologi perbukitan tinggi, morfologi perbukitan rendah, morfologi
pedataran dan morfologi karst.
a Morfologi perbukitan
Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas dikawasan ini,
terdiri atas pegunungan mekongga, pegunungan tangkelemboke, pegunungan
mendoke dan pegunungan rumbia yang terpisah di ujung selatan lengan tenggara.
Puncak tertinggi pada rangkaian pegunungan mekongga adalah gunung mekongga
yang mempunyai ketinggian 2790 mdpl. Pegunungan tangkelemboke mempunyai
puncak gunung dengan ketinggian 1500 mdpl. Satuan morfologi ini mempunyai
topografi yang kasar dengan kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan
dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar berarah satuan ini
mempunyai pola yang hampir sejajar berarah barat laut tenggara. Arah ini sejajar
dengan pola struktur sesar regional dikawasan ini.
Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat
oleh batuan ofiolit. Ada perbedaan khas di antara kedua penyusun batuan ini.
Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai punggung gunung dan
lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu,
pegunungan yang dibentuk oleh batuan malihan, punggung gunung yang terputus
pendek-pendek dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut tajam.
b

Morfologi perbukitan tinggi


Morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan lengan tenggara,
terutama diselatan kendari, satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai
ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini

berupa batuan sedimen klastika mesozoikum dan tersier.


Morfologi perbukitan rendah
Morfologi perbukitan rendah melampar luas di utara kendari dan ujung
selatan lengan tenggara sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah
dengan morfologi yang begelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama
batuan sedimen klastika mesozoikum dan tersier.

Morfologi pedataran
Morfologi pedataran rendah dijumpai dibagian tengah ujung selatan
lengan tenggara sulawesi. Tepi selatan dataran wawotobi dan daratan sampara
berbatasan langsung dengan morfologi pegunungan. Penyebaran morfologi ini
tampak sangat dipengaruhi oleh sesar geser mengiri. Kedua sistem ini diduga
masih aktif, yang ditujukan adanya torehan pada endapan aluvial dalam kedua
dataran tersebut. Sehingga sangat mungkin kedua daratan itu terus mengalami
penurunan. Akibat dari penurunan ini tertu berdampak buruk pada dataran
tersebut, di antaranya pemukiman dan pertanian dikedua daratan itu akan
mengalami banjir yang makin parah setiap tahunnya.
Dataran langkowala yang melampar luas di ujung selatan lengan tenggara,
merupakan dataran rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa dan
konglomerat kuarsa formasi langkowala. Dalam dataran ini mengalir sungaisungai yang pada musim hujan berair melimpah sedang musim kemarau kering.
Hal ini disebabkan oleh batupasir dan konglomerat sebagai dasar sungai masih
lepas, sehingga air mudah merembes masuk ke dalam tanah. Sungai tersebut di
antarannya sungai langkowala dan sungai tinanggea. Batas selatan antara dataran
langkowala dan pegunungan rumbiah merupakan tebing terjal yang dibentuk oleh

sesar berarah hampir barat timur.


Morfologi Karst
Morfologi karst melempar dibeberapa tempat secara terpisah. Satuan ini
dicirikan perbukitan kecil dengan sungai dibawah permukaan tanah. Sebagian
besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping
berumur paleogen dan selebihnya batugamping mesezoikum. Batugamping ini
merupkan bagian dari formasi laonti, formai buara dan bagian atas formasi
meluhu. Sebagian dari batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah berubah
menjadi marmer perubahan ini erat hubungannya dengan pensesar-naikkan ke atas
kepingan benua.
2.2 Statigrafi Regional
Formasi batuan penyusun peta geologi lembar lainea diuraikan dari
termuda sebagai berikut :

a. Aluvium ( Qa ) terdiri atas lumpur, lempung, pasir kerikil, dan kerakal. Satuan ini
merupakan endapan sungai, rawa dan endapan pantai. Umur satuan ini adalah
holosen.
b. Formasi alangga ( Qpa ) terdiri atas konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi
ini adalah plistosen dan lingkungan pengendapannya pada daerah darat-payau.
Formasi ini menindih tak selaras formasi yang lebih tua yang masuk kedalam
kelompok molasa sulawesi.
c. Formasi buara ( Qi ) terdiri atas terumbu koral, konglomerat dan batupasir. Umur
dari deformasi ini adalah plistosen-holosen dan terendapkan pada lingkungan laut
dangkal.
d. Kompleks ultramafik ( Ku ) terdiri atas harzburgit, dunit, wherlit, serpentinit,
gabro, basalt, dolerit. Satuan ini diperkirakan berumur kapur.
e. Formasi meluhu ( TRJm ) terdiri atas batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau,
dan batulumpur. Dibagian bawah dan persilangan serpih hitam, batupasir, dan
batugamping dibagian atas. Formasi ini mengalami tektonik kuat yang ditandai
oleh kemiringan perlapisan batuan hingga 80 derajat dan adanya puncak antiklin
yang memanjang utara barat daya-tenggara. Umur dari formasi ini diperkirakan
trias.
f. Formasi laonti ( TRJt ) terdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit.
Kuarsit, putih sampai coklat muda, pejal dan keras, berbutir ( granular ), terdiri
atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan
sebagaian besar terdiri dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97 %. Oksida besi bercela di
antara kuarsa, jumlahnya sekitar 3 %. Umur dari formasi ini adalah trias.
g. Kompleks mekongga ( Pzm ) terdir atas sekis, gneiss dan kuarsit. Gneiss berwarna
kelabu sampai kelabu kehijauan, bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran,
terdiri dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri
atas gneiss kuarsa biotit dan gneiss muskovit kurang padat sampai padat.
2.3 Struktur Geologi Regional
Pada lengan tenggara sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah
tumbukan adalah sesar geser mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar
lawanopo, sistem sesar konaweha, sesar kolaka, dan banyak sesar lainnya serta
laniasi. Sesar dan laniasi menunjukkan sepasang arah utama tenggara- barat laut

( 332 derajat ) dan timur laut barat daya ( 42 derajat ). Arah tenggara barat laut
merupakan arah umum dari sesar geser mengiri dilengan tenggra sulawesi.
Sistem sesar lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat lauttenggara yang memanjang sekitar 260 Km dari utara malili sampai tanjung
toronipa. Ujung barat laut sesar ini menyambung dengan sesar matano, sementara
ujung tenggarannya bersambung dengan sesar hamilton yang memotong sesar
naik tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar lawanopo oleh hamilton ( 1979 )
berdasarkan lawanopo yang ditorehnya. Analisis stereogarfis orientasi bodin, yang
diukur pada tiga lokasi menunjukkan keberagaman azimuth rata-rata.
Adanya mata air panas didesa toreo, sebelah tenggara tinobu serta
pergeseran pada bangunan dinding rumah dan jalan sepanjang sesar ini
menunjukkan bahwa sistem sesar lawanopo masih aktif sampai sekarang. Lengan
sulawesi tenggara juga merupakan kawasan pertemuan lempeng, yakni lempeng
benua yang bersal dari australia dan lempeng samudra dari pasifik. Kepingan
benua dilengan tenggara sulawesi dinamai mintakat benua sulawesi tenggara dan
mintakat matarombeo. Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan
kemudian ditindih oleh endapan molasa sulawesi.
Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada oligosen akhirmiosen awal, kompleks ofiolit tersesar- naikkan ke atas mintakat benua. Molasa
sulawesi yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat

terendapkan

selama akhir dan sesudah tumbukan, sehingga molasa ini menindih tak selaras
mintakat benua

sulawesi tenggara dan kompleks ofiolit tersebut. Pada akhir

kenozoikum lengan ini di koyak oleh sesar lawanopo dan beberapa pasangannya
termasuk sesar kolaka.

BAB III
TINJAUAN PUSTAK

BAB IV
PEMBAHASAN
3.1 Pola Aliran Sungai
Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk
pola pengaliran tertentu diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan
pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola
pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk
atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi
bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air permukaan
(surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi.

Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari


jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama
dengan cabang-cabangnya disatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai disatu wilayah dengan
wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur
dan litologi batuan dasarnya.

Anda mungkin juga menyukai