SKRIPSI
DIAJUKAN OLEH:
SIDRATUL AKBAR
F1H114029
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Teknik untuk jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Ilmu dan Teknologi
macam hambatan dan kendala, namun berkat izin Allah SWT dan bantuan
berbagai pihak, kerja keras, ketabahan hati dan kebesaran jiwa dari penulis
kepada:
iii
iv
4. Bapak Dr. Eng. Jamhir Safani, S.Si., M.Si selaku pembimbing I dan bapak
5. Dosen penguji
7. Seluruh staf dan laboran Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas
Halu Oleo.
8. Tim BUTUR (Darwis, Hendrik Jal Patra, Muh. Injas, Riswan, Aspar).
9. Saudara Abd. Hadid Rahman Ulfa yang senantiasa menjadi sosok rival,
10. Saudari Puji Ananda Amal yang menjadi koontributor yang sangat besar
Septiani, Ainun Ayu Utami Subhan, Al Fathir Rasyid Sulaiman, Jesica Erin
12. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
skripsi ini dapat bermanfaat dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penulis
ANALISIS AREA RAWAN LONGSOR PADA LAHAN PERKEBUNAN
UPT LAEYA KABUPATEN BUTON UTARA BERDASARKAN
PARAMETER GEOLISTRIK RESISTIVITAS DAN FAKTOR
PENGONTROL TANAH LONGSOR
Sidratul Akbar
F1H114029
ABSTRAK
v
ANALYSIS OF LANDSLIDE PRONE AREA IN UPT LAEYA, NORTH
BUTON DISTRICT BASED ON GEOELECTRICS PARAMETERS AND
LANDSLIDE CONTROLLING FACTORS
Sidratul Akbar
F1H114029
ABSTRACT
One of the geophysical methods that can be used to analyze landslide prone areas
is the geoelectric resistivity method. Landslide is a movement of mass of land or
rock due to disruption of the stability of the soil or rock constituent slopes. The
research of the analysis of landslide prone areas in the UPT. Laeya North
Wakorumba District North Buton Regency has been conducted. The purpose of
this research is to determine the sliding plane based on rock resistivity values and
geological conditions as controlling factors of the landslides. This research was
conducted using the Wenner–Schlumberger configuration of geoelectric
resistivity method and a geological approach. The resistivity measurement was
carried out at one line of 60 meter length, in line with geological inverstigation at
the line. Resistivity data processing using Res2Dinv software which produces a
resistivity section. The section showed the potential for landslides with
translational type because it was found a sliding plane form of a straight clay layer
and supported by the geological conditions that triggered the landslide.
vi
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................1
Latar Belakang ...........................................................................................1
A. Rumusan Masalah ......................................................................................3
B. Tujuan Penelitian .......................................................................................3
C. Manfaat Penelitian .....................................................................................4
vii
viii
V. PENUTUP ........................................................................................................46
A. Kesimpulan ..............................................................................................46
B. Saran ........................................................................................................46
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 9. Pola aliran arus dan bidang equipotensial antara dua elektroda
arus dengan polaritas berlawanan ....................................................19
Gambar 12. Arus listrik dilewatkan pada elektroda arus A dan B .......................23
Gambar 17. Hasil inversi Res2Dinv lintasan pengkuran dengan topografi .........41
x
xi
xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kestabilan tanah diakibatkan oleh terganggunya gaya yang bekerja pada lereng
yang disebabkan karena adanya suatu proses yang menaikkan gaya pendorong
atau mengurangi gaya penahan pada lereng (Indrawati, 2009 dalam Herlin, 2012).
Faktor pemicu gerakan tanah umumnya curah hujan dan getaran gempabumi,
Bidang gelincir (slip surface) yang searah dengan kemiringan lereng juga
merupakan faktor pemicu longsoran. Bidang gelincir ini merupakan batas antara
lapisan keras (kedap air) dan lapisan lapuk. Pada saat hujan terjadi air akan
terakumulasi diatas lapisan yang kedap air sehingga batas antar lapisan tersebut
akan lebih basah membuat lapisan diatasnya menjadi lapuk dan mudah mengalami
longsor.
Kabupaten Buton Utara. UPT Laeya memiliki kondisi daerah yang berbukit bukit
yang lumayan curam menyebabkan daerah ini mudah terjadi longsor. Tata guna
lahan daerah ini sendiri yaitu pemukiman serta perkebunan di mana bukit
1
2
digundulkan dan dijadikan sebagai lahan perkebunan itu sendiri dan perumahan
sebagian besar berada tepat dibawah lereng menyebaban daerah ini memiliki
potensi kerusakan yang besar bila terjadi bencana tanah longsor. Badan
bahwa sepanjang tahun 2017 setidaknya terjadi 2 kali kejadian tanah longsor di
menyebabkan 2 unit rumah warga rusak berat. Hal ini disebabkan karena curah
hujan yang tinggi dan daerah tersebut adalah daerah perbukitan (BPBD Kab.
yang menimbulkan kerugian besar dan merenggut korban jiwa yang diakibatkan
oleh tanah longsor yaitu dengan mengetahui geometri bawah permukaan area
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bidang gelincir area rawan longsor pada lahan perkebunan UPT
lereng, serta tata guna lahan area rawan longsor terhadap pengaruhnya
C. Tujuan Penelitian
resistivitasnya.
kemiringan lereng, serta tata guna lahan area rawan longsor terhadap
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui bidang gelincir area rawan longsor pada lahan perkebunan
pengembangan wilayah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
yang terletak pada lengan tenggara Pulau Sulawesi. kondisi morfologi daerah
5
6
Menurut Sikumbang dkk (1995), Zona Buton dapat dibagi menjadi tiga
pengaruh struktur dan litologi pada zona tersebut, ketiga zona tersebut meliputi
zona buton utara, zona buton tengah, dan zona buton selatan.
a. Zona Buton Utara, yang didominasi oleh dataran rendah dan punggungan
utara, Barat, Timur dimana trend umum pegunungan tersebut adalah barat
laut tenggara.
b. Zona Buton Tengah, didominasi oleh deretan pegunungan lebar dibentuk dari
dengan trend ke arah utara, sedangkan sepanjang pantai barat terdiri dari
c. Zona Buton Selatan, terdiri dari topografi yang berupa lembah dan bukit
Daerah penelitian masuk kedalam zona buton utara yang di dominasi oleh
dataran rendah, dengan dikelilingi gunung – gunung sepanjang Utara, barat, dan
Timur dimana trend umum pegunungan tersebut bearah barat laut – tenggara.
7
Formasi tondo: kongloerat, batu pasir, kerikil, dan sisipan batu lanau
Tmtc
dan perselingan batu pasir
Berdasarkan table di atas dan gambar 1 dapat diketahui bahwa daerah penelitian
berada pada formasi tondo yang ditandai dengan warna kuning muda (Tmtc)
Formasi ini terdiri atas batuan konglomerat, batu pasir, kerikil, batu pasir dan
sisipan batulanau dan perselingan batu pasir, batulanau, dan lempung. Selain itu
terdapat pula endapan alluvium yang berubah kerikil, pasir, lumpur dan gambut,
serta hasil endapan sungai rawa dan laut yang di tandai dengan gambar berwarna
abu-abu (Qal).
B. Tanah Longsor
pada bagian lereng atas dengan kemiringan landai sampai sangat curam ke arah
8
hanya berlaku untuk suatu daerah tertentu saja dan tidak dijumpai di daerah lain,
membedakan faktor penyebab yang datang dari luar dan yang datang dari dalam
perubahan muka air tanah dan tumbuhan penutup pada lereng tersebut (Budiman,
2011).
(gaya tarik bumi) yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula
faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh, yakni: erosi, lemahnya batuan dan
tanah, gempa bumi dan gunung api, getaran dan beban tambahan, tata guna lahan,
(Syamsuddin, 2009).
Lapisan yang terdiri dari batuan yang dapat melewatkan air dan batuan
kedap air pada musim hujan akan berpotensi longsor. Air yang masuk ke dalam
tanah sampai pada lapisan kedap air. Air akan terakumulasi pada lapisan kedap
air. Lapisan yang berada di atas lapisan kedap air menjadi lapuk. Permukaan
lapisan kedap air menjadi licin, sehingga lapisan yang lapuk tadi akan bergerak di
atas lapisan licin yang berperan sebagai bidang gelincir. Bidang gelincir diperoleh
9
dari kontras resistivitas antar dua batuan yang saling berdekatan, didukung oleh
curah hujan yang tinggi dan bidang yang cukup terjal (Mimin, 2011).
Bidang gelincir biasanya terdiri dari lapisan yang keras dengan lapisan
yang lunak. Apabila terjadi hujan, lapisan yang keras (kedap air) akan menjadi
licin. Lapisan yang lunak akan bergerak melalui lapisan kedap. Lapisan kedap
(Perrone, 2012).
Secara teoritis lapisan yang kedap air memiliki nilai tahanan jenis yang
cukup besar. Tahanan jenis suatu bahan tergantung pada porositas batuan serta
jenis fluida pengisi pori-pori batuan tersebut. Batuan yang bersifat porous yang
berisi air lebih konduktif dan memiliki nilai tahanan jenis yang rendah (Dona,
2015).
empat kelas kedalaman bidang gelincir, yaitu sangat dangkal (< 1,5 meter),
10
dangkal (1,5 meter - 5 meter), dalam (5 meter - 20 meter) dan sangat dalam (> 20
mengetahui seberapa besar resiko longsor yang terjadi. Semakin dalam bidang
gelincir, tingkat bahaya longsor akan semakin besar. Sebaliknya semakin dangkal
sebagai berikut:
1. Kemiringan Lereng
longsor. Semakin miring lereng suatu tempat maka daerah tersebut semakin
berpotensi terhadap terjadinya tanah longsor. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º
2015).
kejadian longsor dapat teridentifikasi tiga tipelogi lereng yang rentan untuk
bergerak/longsor,yaitu:
a) Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah residu yang dialasi oleh batuan
b) Lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan
2. Kondisi Geologi
struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami
dan patahan.
3. Jenis Tanah
penampang tanah akan lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang
padat (massive) seperti tanah bertekstur liat (clay). Jenis tanah yang kurang padat
adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter. Tanah
jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi
hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap tanah longsor karena menjadi
Salah satu factor penyebab tanah longsor adalah penggunaan lahan yang
tidak efektif dan kondusif. Tanah longsor ini banyak terjadi di daerah tataguna
lahan perkebunan, pemukiman, dan pertanian yang berada pada lokasi lereng yang
terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan
membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya
1. Curah Hujan
naiknya muka airt anah. Jika hal ini terjadi pada lereng dengan material penyusun
(tanah dan/atau batuan) yang lemah maka akan menyebabkan berkurangnya kuat
geser tanah/batuan dan menambah berat massa tanah. Besarnya curah hujan
pemicu terjadinya tanah longsor didasarkan pada dua tipe hujan, yaitu hujan
deras yang mencapai 70–100 mm/hari dan hujan kurang deras namun berlangsur
menerus selama beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul hujan
2. Getaran
getaran mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibatnya yang ditimbulkan
adalah tanah, badan jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak (Arif, 2015).
3. Aktifitas Manusia
(Septianto, 2008).
a. Longsoran translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
b. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
c. Pergerakan gelombang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok
d. Runtuhan batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng
e. Rayapan tanah
Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Daya lekat antar butir tanah
Semakin besar nilai kohesi maka kekuatan geser batuan akan semakin besar
juga. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang
cukup lama longsor jenis rayapan ini biasa menyebabkan tiang-tiang telepon,
pohon, atau rumah miring ke bawah seperti pada gambar 7 sebagai berikut:
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air,
meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini
faktor pengontrol gerakan tanah ang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Faktor kontrol gerakan massa tanah dan jenis gerakan (Karnawati,
2005).
17
Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika
tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Dirrect Current) yang mempunyai
tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah
elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu.
Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa
menembus lapisan batuan lebih dalam (Damtoro, 2007 dalam Nur, 2012).
kedalam bumi dengan perantara dua buah elektroda, lalu mengamati potensial
yang ditimbulkan dari kedua buah elektroda yang berada pada berbagai tempat.
permukaan bumi di tempat tersebut. Pada dasarnya metoda ini dapat didekati
isotropis dengan asumsi arus listrik bergerak kesegala arah dengan nilai yang
metode resistivitas adalah metode yang paling sering di gunakan. Metode ini pada
prinsipnya bekerja dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui dua
elektroda arus sehingga menimbulkan beda potensial, dan beda potensial yang
variasi resistivitas batuan di dalam permukaan bumi secara vertical (Nur, 2017).
Metode ini lebih efektif dan cocok di gunakan untuk eksplorasi yang
1000 kaki atau 1500 kaki. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk
reservoir (tandon) air, dan eksplorasi geothermal (panas bumi) (Nur, 2017).
yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang
biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan dari
injeksi ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2. Umumnya metode
yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2
buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda tegangan (MN) di
bagian dalam. Gambar di bawah ini adalah ilustrasi garis equipotential yang
terjadi akibat injeksi arus ditunjukkan pada dua titik arus yang berlawanan di
permukaan bumi.
19
Pada Gambar 9 yang menyerupai setengah lingkaran dapat dilihat sebaran arus
pada permukaan akibat arus listrik yang dikirim ke bawah permukaan. Garis tegas
menunjukkan arus yang dikirim mengalami respon oleh suatu lapisan yang
medan listrik titik sumber di dalam bumi dianggap memiliki simetri bola
(Rosyidah, 2005).
Hubungan antara beda potensial, arus dan hambatan listrik diberikan oleh
𝑉
𝑅= 𝐼
(1)
20
(m), hambatan R (Ω) dan memiliki tahanan jenis 𝜌 (Ωm) maka hubungan yang
𝐴
𝜌=𝑅 (2)
𝐿
A dan beda potensial antara ujung-ujungnya ΔV, serta berbanding terbalik dengan
V
IA
L (3)
(Gambar 10) dan permukaan yang dilalui arus I merupakan ruang setengah bola
(2π𝑟2), maka potensial V di suatu titik yang berjarak r dari sumber arus tunggal
𝜌𝐿
𝑅= 𝐴
dengan A = 2π𝑟2 dan L = r, maka:
21
R
2 r (4)
V
R
dimana I
I
V
sehingga 2 r (5)
V
2 r
I (6)
Apabila titik arus terpasang dekat permukaan bumi, maka perambatan arus
radial berupa permukaan setengah bola dan terlihat pemukaan ekipotensial berupa
Untuk arus listrik menyebar (setengah bola) dengan luasnya A, tebalnya dr, dan
beda potensial dV antara bagian luar dan dalam, berdasarkan persamaan (3)
adalah:
A dV
I
dr (7)
Oleh karena luas setengah bola A = 2 r2, maka persamaan (7) menjadi:
2 r 2 dV
I
dr (8)
tinggi ke rendah.
Oleh karena permukaan yang dilalui arus (I) adalah luas setengah
permukaan bola = 2 r dan arus mengalir secara radial setengah lingkaran pada
2
2 dV Idr
I r2 dV
dr atau 2 r 2 (9)
r I I
V dV da
0 2 a 2
2 r
I
V
2 r (10)
23
Gambar 12. Arus listrik dilewatkan pada elektroda arus A dan B (Telford
dkk, 1990).
mengalirkan arus (C1 dan C2) dan beda potensialnya diukur diantara dua titik P1
dan P2 (Gambar 12) disebabkan oleh arus +I dan –I yang diinjeksikan melalui
elektroda arus C1 dan C2, maka dengan menggunakan persamaan (10), potensual
di titik M oleh arus yang melewati elektroda A dan B pada Gambar 12 adalah:
I 1 1
VM
2 r1 r2
(11)
persamaan (11) disebabkan oleh arus yang harus berlawanan pada elektroda arus
I 1 1
VN
2 r3 r4
(12)
jarak elektroda potensial N dengan elektroda arus B. Oleh karena itu, beda
I 1 1 1 1
VMN
2 r1 r2 r3 r4
(13)
Persamaan (13) adalah nilai beda potensial dari sebuah media dengan nilai
tanah, kondisi sangat berbeda sehingga bidang ekipotensial yang muncul akan
sangat tidak beraturan. Oleh karena itu, dalam pengukuran di lapangan dikenal
homogen).
3. Resistivitas Semu
resistivitas secara umum adalah dengan cara menginjeksikan arus kedalam tanah
melalui 2 elektroda arus (C1 dan C2). Dan mengukur hasil beda potensial yang
ditimbulkannya pada 2 elektroda potensial (P1 dan P2). Dari data harga arus (I)
dan beda potensial (V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) sebagai berikut:
V
a K (14)
I
mempunyai sifat homogeny isotropis. Dengan asumsi ini, tahanan jenis yang
terukur merupakan tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi
seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja Resistivitas yang
2 V
a
1 1 1 1 I
r1 r2 r3 r4 (15)
atau:
V
a K
I (16)
2
K
1 1 1 1
dengan r1 r2 r3 r4 (17)
K adalah faktor geometri yaitu: besaran koreksi letak kedua elektroda potensial
4. Konfigurasi Wenner-Schlumberger
26
dengan konfigurasi Wenner yang baik secara horizontal. yang dapat ditunjukkan
aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor pembanding “n” untuk
antara MN seperti pada Gambar 13. Jika jarak antara elektroda potensial MN
adalah a maka jarak antar elektroda arus (A dan B) adalah 2na+ a. Sedangkan
memetakan distribusi nilai resistivitas secara lateral dan secara vertikal dan
Sifat listrik batuan adalah kelistrikan batuan jika dialirkan arus listrik ke
dalamnya. Arus listrik ini dapat berasal dari alam itu sendiri akibat adanya ketidak
(1998) menyatakan bahwa sifat listrik batuan merupakan karakteristik dari batuan
batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam yang besarnya dipengaruhi oleh
porositas batuan dan oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan:
arus listrik dialirkan oleh elektron-elektron bebas. Aliran listrik ini juga di
juga sebaliknya.
konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Batuan
biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida,
konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas
dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-
porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan
e a m s n w
(19)
3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus
variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar
pada 10-8 Ωm hingga 107 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 5 berikut:
30
31
C. Prosedur Penelitian
a. Pra-Survei
b. Survei Pendahuluan
c. Perangkaian Alat
roll meter.
lintasan, lalu mengukur kembali kuat arus dan beda potensial untuk datum
mengetahui nilai arus (I) dan beda potensial (V), kemudian mencatat data kuat
beda potensial (V) dan arus (mA). Setelah itu dilakukan prosesing data
didasarkan pada kontras nilai resistivitas bawah permukaan. Selain itu faktor
34
penyebab ketidakstabilan lereng seperti jenis material dan asal usulnya, topografi
dan kondisi geologi serta morfologi daerah penelitian dijadikan data pendukung
Studi pendahuluan :
Start Studi literatur Menyiapkan alat
Penentuan line
pengukuran
Pembuatan desain survey
Ya
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Penmodelan 2D :
Software Res2Dinv
Pemodelan 2D :
Software Surfer 11
Interpretasi Data :
kontras resistivitas +
Data geologi pendukung
Pembahasan
Kesimpulan
Finish
Gambar 15. Diagram Alir Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
dan spasi elektroda yang digunakan 3 meter. Perolehan data berupa nilai arus
(mA) dan beda potensial (ΔV). Dari nilai arus dan beda potensial yang diperoleh
untuk setiap datum point serta factor konfigurasi maka nilai Apparent resistivity
tata guna lahan dan jenis litologi permukaan penyusun lereng. Data geologi yang
geologi yang diperoleh juga diharapkan mampu dijadikan sebagai dasar untuk
36
37
Gambar 16. Hasil pengolahan menggunakan software Res2Dinv pada lintasan pengukuran: (a) penampang hasil pengukuran
resistivitas semu, (b) penampang hasil perhitungan resistivitas semu, (c) penampang hasil inversi.
38
B. Pembahasan
(d)
Analisis pada lintasan pengukuran (Gambar 18), pada Gambar 18(a) yaitu
pada posisi 21 meter dari titik nol pengukuran, terlihat jelas merupakan lapisan
resistivitas sekitar 1Ωm. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan melihat sifat-sifat fisik
lapisan tersebut yakni berwarna keabuan dan ketika kondisi kering mengalami
keretakan (crack), serta memiliki ukuran butir yang sangat halus. Diduga pada
daerah ini air hujan akan masuk dengan mudah di karenakan adanya crack dan
menyebabkan lapisan ini memilki nilai resistivitas yang rendah. Pada Gambar
18(b) yang berhimpit dengan posisi pengukuran yaitu pada posisi 36 meter telah
kelapa) yang miring ke arah kaki lereng. Sedangkan pada Gambar 18(c) (meteran
51), dapat dilihat jelas adanya pergerakan ditandai dengan jatuhnya muka lapisan
tanah sedalam 1 meter pada titik ini juga merupakan lapisan lempung dan
memiliki ciri dan kenampakan yang sama pada Gambar 18(a) menyebabkan air
hujan masuk dengan mudah. Tata guna lahan pada lintasan pengukuran sendiri
merupakan daerah perkebunan dengan isi kebun berupa tanaman musiman seperti
nilam dan jagung dengan kemiringan lereng sebesar 43o dari arah Utara ke
Selatan yaitu dari arah lereng ke pemukiman yang juga memperlihatkan arah
bidang gelincir. Secara teoritis kemiringan lereng 35o-55o termasuk dalam lereng
sangat curam (Ibnu, 2013). Lereng yang terjal atau tebing yang terjal akan
terjadinya longsoran.
41
inversi menunjukkan nilai error sebesar 5.3% dengan penetrasi kedalaman 11.9
meter. Nilai error menunjukkan selisih antara nilai resistivitas semu yang
perhitungan program (Gambar 18 (a) dan (b)). Nilai error dapat diterima karena
dari hasil pengolahan data, kemudian dibandingkan dengan nilai resistivitas tiap
material (Telford, 1990). Pada lintasan pengukuran (Gambar 18) diduga terdapat
ground water dengan nilai resistivitas <1 Ωm pendugaan ini diperkuat dengan
adanya sumur warga 15 meter dari titik pengukuran pada kedalaman 4 meter.
lempung pasiran. Secara geologi titik pengukuran termasuk dalam formasi Tondo.
Formasi ini terdiri dari beberapa jenis batuan yaitu konglomerat, batu pasir,
kerikil, sisipan batu lempung dan perselingan batu pasir (Simanjuntak.dkk 1993).
Tanah
Hijau tua -
2 1 – 3.05 mengandung 0.75 - 11 9 - 50
orange
lempung
lempung Ungu muda –
3 3.05 – 28 2.1 – 10 9 - 50
pasiran ungu tua
sebagai perbatasan lapisan tanah dan material lempung yang diduga sebagai
bidang gelincir. Terdapat satu jenis bidang gelincir di daerah penelitian yaitu
bentuk bidang gelincir yang hampir lurus dan sejajar dengan muka tanah yang di
mulai dari titik pengukuran 17–25 m kemudian dilanjutkan pada titik 27-36 m,
dan titik 42-54 m. Umumnya bidang gelincir merupakan bidang yang bersifat
diatasnya (Mimin, 2011). Namun pada beberapa kasus seperti pada daerah
penelitian saat ini bidang gelincir merupakan lapisan lempung (clay) yang
rendah, hal ini dapat terjadi dikarenakan beberapa sifat–sifat lempung yakni
material lempung memiliki daya kembang susut material yang tinggi. Ketika
mengembang dan memberikan fluida ruang untuk masuk dan mengisi pori
material lempung menjadikan material lempung tersebut menjadi jenuh fluida, hal
inilah yang menyebabkan rendahnya nilai resistivitas material lempung. Selain itu
material lempung juga akan sangat licin dan solid ketika dalam kondisi jenuh,
permukaan lapisan lempung yang licin dan jenuh air akan menyebabkan material
43
diatasnya menjadi lapuk dan bergerak di atas lapisan lempung sebagai material
longsoran.
Berdasarkan tabel 3 faktor kontrol gerakan massa tanah dan jenis gerakan,
Karnawati (2005) dapat diketahui bahwa pada lintasan pengukuran memiliki tipe
gelincir berupa lapisan lempung yang menyerupai garis lurus serta memiliki besar
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan di atas yaitu:
perkebunan UPT Laeya diduga memiliki tipe bidang gelincir yang hampir
lempung dan tanah lempung serta tanah pasiran dengan kemiringan lereng
yang curam yakni ± 43% dan dijadikan sebagai tanah perkebunan tanaman
musiman hal ini memicu besarnya aktifitas longsoran pada daerah penelitian.
B. Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
Alhasanah, F., 2006, Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta
Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis, Tesis,
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
BPBD. 2018. Kejadian Bencana Tanah Longsor Kabupaten Buton Utara Tahun
2017.
Brook., et al. 1991. Hydrology and The Management of Watersheds. Iowa State
University Press, Ames USA. 392 pp.
Davidson, J.W., 1991. The Geology and Prospective of Buton Island, S.E.
Sulawesi, Indonesia. Proceedings Indonesia Petroleum Association, 20th
Annual Convention, h.209-233.
Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerak Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Sakka, 2001. Metoda Geolistrik Tahanan Jenis. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam – UNHAS, Makassar.
Sikumbang,N., Sanyoto, P., Supandjono, R.J.B. dan Gafoer, S., 1995, Peta
Geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara skala 1 : 250.000. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Geologi. Bandung.
47
48
49
50
NO A M N B CONSTANT V I RHO N
1 0 3 6 9 18.84 110.9 1572 1.329107 1
2 3 6 9 12 18.84 123.4 1128 2.061043 1
3 6 9 12 15 18.84 99.2 1623 1.151527 1
4 9 12 15 18 18.84 95.4 1757 1.022957 1
5 12 15 18 21 18.84 116.3 1928 1.136459 1
6 15 18 21 24 18.84 82 1581 0.977154 1
7 18 21 24 27 18.84 64.2 1319 0.917004 1
8 21 24 27 30 18.84 109.3 1677 1.227914 1
9 24 27 30 33 18.84 101.6 1917 0.99851 1
10 27 30 33 36 18.84 77.1 1455 0.998326 1
11 30 33 36 39 18.84 76 1380 1.037565 1
12 33 36 39 42 18.84 84.2 1660 0.955619 1
13 36 39 42 45 18.84 118.2 1762 1.263841 1
14 39 42 45 48 18.84 54.4 1211 0.846322 1
15 42 45 48 51 18.84 69.8 1031 1.275492 1
16 45 48 51 54 18.84 69 1441 0.902124 1
17 48 51 54 57 18.84 57.3 1025 1.053202 1
18 51 54 57 60 18.84 95.7 1640 1.099383 1
19 0 6 9 15 56.52 24.9 1690 0.83275 2
20 3 9 12 18 56.52 27 1578 0.967072 2
21 6 12 15 21 56.52 31.7 1803 0.993724 2
22 9 15 18 24 56.52 31.7 1645 1.08917 2
23 12 18 21 27 56.52 24.4 1611 0.856045 2
24 15 21 24 30 56.52 18.8 1249 0.850741 2
25 18 24 27 33 56.52 42.8 1952 1.23927 2
26 21 27 30 36 56.52 32.4 1748 1.047625 2
27 24 30 33 39 56.52 22.1 1253 0.996881 2
28 27 33 36 42 56.52 22.5 1354 0.939217 2
29 30 36 39 45 56.52 28.8 1755 0.927508 2
30 33 39 42 48 56.52 29.7 1614 1.040052 2
31 36 42 45 51 56.52 22.7 1344 0.954616 2
32 39 45 48 54 56.52 21.7 1066 1.150548 2
33 42 48 51 57 56.52 24.1 1616 0.842903 2
34 45 51 54 60 56.52 29 1997 0.820771 2
35 0 9 12 21 113.04 15.3 1943 0.890125 3
36 3 12 15 24 113.04 15.6 1991 0.885698 3
37 6 15 18 27 113.04 10.1 1326 0.861014 3
53