Anda di halaman 1dari 53

I.

JUDUL
Geologi Dan Aplikasi Metode Resistivity Untuk Identifikasi Bidang Gelincir
Longsoran Daerah Gunung Acemo Dan Sekitarnya, Distrik Tanah Rubuh, Kabupaten
Manokwari, Provinsi Papua Barat.

II. LATAR BELAKANG


Distrik Tanah Rubuh memiliki luasan 481,19 KM2, terdiri dari 24 kampung,
dengan jumlah penduduk sebanyak 4.247 jiwa. Daerah ini merupakan wilayah yang
rawan terhadap gerakan tanah, sehingga pada musim penghujan sering terjadi
bencana alam tanah longsor. Menurut informasi dari masyrakat sekitar bahwa di
daerah tersebut kerap terjadi tanah longsor Sehingga menghambat perekonomian
masyarakat karena longsoran menutupi badan jalan utama, (DKCS Ditjen
Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri 2017).
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi
geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang
dapat memberikan gambaran mengenai kondisi geologi yang meliputi geomorfologi,
tatanan stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, potensi geologi positif dan
negatif. Potensi positif itu sendiri ialah pemetaan geologi sedangkan potensi negatif
ialah longsoran di daerah penelitian. Longsor merupakan perpindahan massa tanah
secara alami, longsor terjadi dalam waktu singkat dan dengan volume yang besar.
Longsor dapat diakibatkan oleh kejadian alam dan faktor pemicu secara fisis.
Kejadian alam dapat berupa sebab geologi maupun morfologi, yaitu karena
pelemahan material, material lapuk, adanya kontras permeabilitas, tektonik, erosi,
kemiringan lahan, pengaruh vegetasi dan adanya struktur geologi, (Zaroh Irayani, dkk
2016).
Salah satu faktor penyebab longsoran yang sangat berpengaruh adalah bidang
gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Pada umumnya tanah yang
mengalami longsoran akan bergerak di atas bidang gelincir tersebut. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk menginvestigasi bidang gelincir adalah metode
geolistrik tahanan jenis. Metode geolistrik ini bersifat tidak merusak lingkungan,

1
biaya relatif murah dan mampu mendeteksi perlapisan tanah sampai kedalaman
beberapa meter di bawah permukaan tanah. Oleh karena itu metode ini dapat
dimanfaatkan untuk survey daerah rawan longsor, khususnya untuk menentukan
ketebalan, (Sugito,dkk 2010).

III. PERMASALAHAN

1. Pada daerah penelitian ini belum mempunyai data data yang lengkap dalam
pemetaan geologi permukaan secara detil
2. Tidak di ketahuinya posisi bidang gelincir dari longsoran di Daerah Gunung
Acemo Distrik Tanah Rubuh Manokwari, Provinsi Papua Barat.

IV. BATASAN MASALAH

a. Pemetaan geologi permukaan di Daerah Gunung Acemo Distrik Tanah Rubuh


Manokwari, Provinsi Papua Barat.
b. Penelitian ini menggunakan soffware 2D ( Res2Divn) hanya sampai
identifikasi bidang gelincir.

V. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


5.1 Tujuan dalam penelitian ini adalah :

a. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran
mengenai kondisi geologi yang meliputi geomorfologi, tatanan stratigrafi,
struktur geologi, sejarah geologi dan potensi geologi pada daerah penelitian.

b. Mengidentifikasi bidang gelincir dari nilai resistivitas batuan pada area rawan
longsoran Di daerah Gunung Acemo Distrik Tanah Rubuh Manokwari.

5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat di peroleh dari penelitian ini adalah:

a. Memberi informasi bagi masyarakat khususnya yang ada di Daerah Gunung


Acemo D istrik Tanah Rubuh Manokwari dan Sekitarnya.

2
b. Sebagai pedoman bagi pemerintah dan instansi terkait dalam upaya
penanggulangan bencana.

c. Sebagai acuan dan bahan referensi bagi mahasiswa dan semua pihak yang
membutuhkan kajian tentang Bidang Gelincir.

VI. GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

6.1 Fisiografi

Gambar 6.1 Fisiografi daerah Ransiki dan sekitarnya (Pieters dkk., 1989).

Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Ransiki, fisiografi wilayah


penelitian terdiri dari sebelas satuan fisiografi secara garis besar adalah Pegunungan
Arfak, darau antar Gunung Anggi, Pegunungan Kepala Burung bagian tengah,
Pegunungan Imskin – Kaputih, kuesta Kepala Burung bagian tengah, Perbukitan di
selatan, Kars, Pegunungan Misumna dan Pegunungan pantai, Undak – undak,
Terumbu Koral terangkat, dan dataran daerah tara Aluvium dan Litoral. Berdasarkan
Peta Geologi Regional Lembar Ransiki, fisiografi wilayah penelitian termasuk dalam
fisiografi daerah Pegunungan Arfak (Tema).

3
Pegunungan Arfak membentuk sebuah pegunungan yang membentang dengan
arah utara-baratlaut dengan legih utamanya dekat kelembah garis sesar S. Prafi dan S.
Ransiki, yang memberi batas secara tiba-tiba, satuan itu di barat. Ke arah timur,
pegunungan itu berangsur berubah menjadi perbukitan yang di banyak tempat
membentuk jurang di sepanjang pantai Teluk Cendrawasih. Pegunungan ini sangat
kasar, dan di tandai oleh timbulan tinggi (sampai 600 m), puncak tertinggi mencapai
2350 m di atas muka laut, (Visser & Hermes 1962).

6.2 Stratigrafi

Menurut Robinson & Ratman (1978), Stratigrafi Regional daerah penelitian


termasuk dalam formasi (Tema), Batuan Gunungapi Arfak mempunyai ketebalan
paling sedikit yaitu 3000 m. sedangkan litologi daerah penelitian yaitu, Tufa
bersusunan basal-andesit, konglomerat, dan sedikit sisipan lava, breksi lava, dan
langka lava bantal, batuan gunungapi kecuran, basal porfiritik sampai andesit dan
gabro sampai retas diorite dan stok, langka batugamping warna tua, terubah menjadi
amfibol, epidot/klinozoisit, klorit, serisit, karbonat, kaolinit dan pirit, urat klorit dan
epidot. Piroklastika berwarna kelabu kehijauan tua, berkomposisi Kristal dalam tufa.

Lava : berwarna kelabu kehijauan tua, pejal, setempat terbreksikan sendiri,


berbutir halus, berbutir sama profiritik, basal tersusun oleh plagioklas An 50-60.
Augit sedikit hipersten dan magnetic, dan langka olivine bentuk semu dan kerataan
batuan gunungapi dalam masa dasar hablur mikro sampai kripto atau bahan gelasan
(palagonitan) biasanya tidak terperiksa karena hadirnya oksida besi sekunder. Andesit
mengandung fenokris plagioklas, hornblende, augit dan sedikit kuarsa.

Batuan kecur gunungapi : batulumpur hijau sedang sampai tua dan kelabu,
batupasir krakal, dan breksi dengan masa dasar batupasir, sedikit gampingan,sedimen
pasiran, dan lebih kasar berlapis buruk, batulumpur berlapis tipis, perlapisan
bersusun. Batulumpur biasanya terganggu bila tertindih oleh sedimen yang lebih
kasar kecurnya tersusun oleh keratan batuan gunungapi, plagoiklas, piroksen,
magnetit, keratan fosil atau cangkang beberapa macam semen karbonat dan biasanya

4
terdapat beberapa zeolite antar ruang. Hubungan kesembandingan tertindih selaras
oleh batugamping Maruni dan takselaras oleh Formasi Befoor, bersentuhan sesar
dengan Formasi Wai bancuh tak terpisahkan di sistem sesar Ransiki, diorite lembai,
granit Anggi dan Formasi Kemum. Sedangkan fosil lingkungan yaitu foram plangton
dan bentos dan keratan ganggang, molusca, dan koral. Sampai gabungan kapur-alkali
yang berhubungan dengan tunjaman lempeng Australia-india di bawah lereng pasifik.
Umur dari formasi ini adalah oligosen – miosen awal, (viser & hermes 1962).

Gambar 6.2.Kolom Stratigrafi Peta Lembar Ransiki (Pieters dkk., 1989).

5
6.3 Struktur Geologi Regional Dan Ketektonikan
6.3.1 Struktur

Bongkah Arfak hanya berbatasan pada Ransiki bagian timurlaut, batuan


Gunungapi dan batugamping yang menyusunnya terungkit antara 20 o dan 60o ke
timurlaut. Di tempat batuan Gunungapi Arfak dibatasi oleh sistem sesar Ransiki,
batuan itu tercenangga kuat. Oleh perkahan, pencermin sesaran. Batuan endapan
Formasi Befoor juga cenderung menghadap ke Timurlaut, tetapi sudut kemirngannya
umumnya kurang dari di antara 5o dan 30o.

6.3.2 Tektonik

Beberapa tahap pengangkatan pengungkitan pasca – miosen tampaknya


mempengaruhi Bongkah Arfak. Batuan Gunungapi Arfak yang terungkit sedang –
sedang sehingga curam tertindih takselaras ketakselarasan sudut oleh Formasi Befoor.
Formasi Befoor itu terungkit dengan sudut kecil, dan pada gilirannya tertindih undak
alluvium dan kipas alluvium tertoreh. Di daerah Gunungapi yang kasar tadi sisa
rataan kuarter yang hanya sedikit mengeras, bertengger pada sisi lembah curam,
sampai 100 m di atas sungai yang sekarang, sungai yang mengalirkan Bongkah Arfak
tersumbat oleh bahan batuan yang membuktikan luasnya tanah yang mantap sebagai
akibat gerakan tanah.

6
Gambar 6.3 Mandala Struktur Ransiki dan sekitarnya (Pieters dkk., 1989).

VII. TINJAUAN PUSTAKA


7.1 Penelitian Terdahulu

1. Ayuni Intan Karoma 2015 : “Geologi Daerah Pangala’ Kecamatan Rindingallo


Kabupaten Toraja Utara Provinsi Sulawesi Selatan”. Hasil Geomorfologi daerah
penelitian disusun oleh dua satuan geomorfologi, yaitu satuan bentangalam
pegunungan vulkanik dan satuan bentangalam perbukitan denudasional. Jenis
sungai yang berkembang adalah sungai permanen dan sungai periodik, dengan tipe
genetik sungai konsekuen dan insekuen sedangkan pola alirannya adalah dendritik
dan paralel. Stadia daerah penelitian adalah stadia muda. 2. Stratigrafi daerah
penelitian berdasarkan lithostratigrafi tidak resmi, dibagi menjadi empat satuan
batuan, diurut dari satuan yang lebih tua ke satuan yang lebih muda yaitu, satuan
batugamping, satuan tufa halus, satuan basalt, dan satuan tufa kasar. 3. Struktur
geologi daerah penelitian terdiri dari lipatan minor, kekar non sistematik, sesar
geser Salu Mai’ting dan sesar geser Salu Sangpiak. 4. Bahan galian pada daerah
penelitian tergolong dalam bahan galian batuan batugamping dan tufa digunakan
sebagai bahan bangunan.

7
2. Zaroh Irayani, dkk 2016 : “Investigasi Bidang Gelincir Tanah Longsor Dengan
Metode Tahanan Jenis Dan Pengujian Sifat Plastisitas Tanah (Studi Kasus Di
Bukit Pawinihan, Sijeruk, Banjarmangu, Banjarnegara)”. Hasil interpretasi ketiga
lintasan geolistrik konfigurasi Wenner (Gambar-2, Gambar-3 dan Gambar-4)
menunjukkan bahwa litologi bawah permukaan bukit Pawinihan tersusun atas
tanah penutup (warna oranye), pasir tufan (kuning) dan batu breksi lapuk (abu-
abu). Tanah penutup memiliki nilai resistivitas antara 1-14 Ωm dengan ketebalan
bervariasi 5-7 m, pasir tufan dengan tebal sekitar 1 m (resistivitas antara 14-30
Ωm) dan batu breksi lapuk dengan nilai antara 30-118 Ωm. Lintasan 1 dan 3
berada pada bidang miring, dimana lapisan batuan tersusun sejajar dengan
ketebalan yang bervariasi, sedang lintasan 2 memiliki topografi yang relatif datar.
Kehadiran faktor pemicu longsor akan menyebabkan lintasan 1 dan 3 lebih rentan
mengalami gerakan dibandingkan lapisan 2. Kesimpulan : Litologi bukit
Pawinihan tersusun atas tanah penutup, pasir tufan dan batu breksi lapuk. Bidang
gelincir merupakan batas pasir tufan dengan batu breksi lapuk dengan kedalaman
berkisar antara 6-8 meter dengan nilai antara 30-118 Ωm. Bidang gelincir
termasuk dalam batuan dengan tingkat pelapukan 3 dan indeks platisitas 8,27 yang
bersifat kohesif.

3. Arifah Rahmawati 2009 : “Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor


Berdasarkan Sifat Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan
Jenis Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Di Daerah Karangsambung Dan
Sekitarnya, Kabupaten Kebumen)”. Dari penelitian metode geolistrik dengan
konfigurasi Schlumberger 2D untuk menginterpretasikan kondisi bawah
permukaan di Daerah Karangsambung dan sekitarnya, Kabupaten Kebumen, dapat
disimpulkan bahwa : 1. pendugaan dengan metode geolistrik dapat digunakan
untuk menentukan kedalaman bidang gelincir. Harga resistivitas tanah/batuan
yang longsor dan batuan yang berada di bawah bidang gelincir pada umumnya
mempunyai perbedaan yang mencolok. Pada penampang Karangsambung 1 harga
resistivitas dari bidang gelincir adalah 0,554 – 5,43 Ωm dengan kedalaman 0 -

8
>66,64 meter diperkirakan lapisan ini berupa lempung. Pada penampang
Karangsambung 2 harga resistivitas dari bidang gelincir adalah 1,19 – 4,83 Ωm
dengan kedalaman dari >16,86 meter diperkirakan lapisan ini berupa lempung.
Pada penampang Karangsambung 3 harga resistivitas dari bidang gelincir adalah
1,19 – 8,25 Ωm dengan kedalaman dari 15,43 – 87,52 meter diperkirakan lapisan
ini berupa lempung. 2. pada penampang Karangsambung 1 dan Karangsambung 2
terdapat bidang gelincir dengan zona kerentanan gerakan tanah rendah. Pada
penampang Karangsambung 3 terdapat bidang gelincir yang berpotensi terjadinya
tanah longsor dengan zona kerentanan gerakan tanah tinggi.

4. Sugito1, Zaroh Irayani2, dan Indra Permana Jati3 : “Investigasi Bidang Gelincir
Tanah Longsor Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Di Desa
Kebarongan Kec. Kemranjen Kab. Banyumas”. Hasil investigasi lebih lanjut
dengan teknik sounding konfiguasi Schlumber menunjukkan struktur tanah dan
batuan, sebanyak empat jenis batuan dan didominasi oleh batuan dengan nilai
tahanan jenis rendah (Gambar 4). Bidang gelincir terletak pada kedalaman 4 - 10
m, yang dapat diinterpretasikan sebagai batulempung setebal ± 6 m. kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan di Desa
Kebarongan terdiri atas empat lapisan batuan, yaitu tanah penutup (top soil),
lapisan pasir lempungan, lempung basah, dan pasir lempungan. Bidang gelincir
diindikasikan berupa lempung basah dengan kedalaman antara 10,31 m s/d 14,21
m. Sedangkan arah longsoran ke selatan dan tipe gerakan translasi.

5. Arga Brahmantyo dan Tony Yulianto : “Identifikasi Bidang Gelincir Pemicu


Tanah Longsor Dengan Metode Resistivitas 2 Dimensi Di Desa Trangkil Sejahtera
Kecamatan Gunungpati Semarang”. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang
telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Lapisan batuan
di perumahan Trangkil Sejahtera terdiri atas empat lapisan batuan, yaitu pasiran
sampai batupasir, lempung basah, lempung/lanau, dan tanah penutup (topsoil). 2.
Bidang gelincir pada daerah penelitian memiliki nilai resistivitas berkisar
0,4929,11 Ωm terletak di kedalaman 2,65-6,47 m dengan jenis litologi

9
lempung/lanau. 3. Litologi lempung/lanau pada hasil penelitian berkorelasi positif
dengan peta geologi lembar Semarang dan Magelang) dan singkapan dilapangan.
4. Jenis longsoran pada perumahan Trangkil Sejahtera adalah jenis translational
slides dan rotational slides.

7.2 Dasar Teori


7.2.1 Geomorfologi

Geomorfologi merupakan suatu studi yang mempelajari asal (terbentuknya)


topografi sebagai akibat dari pengikisan (erosi) elemen-elemen utama, serta
terbentuknya material-material hasil erosi. Melalui geomorfologi dipelajari cara-cara
terjadi, pemerian, dan pengklasifikasian relief bumi. Relief bumi adalah bentuk-
bentuk ketidakteraturan secara vertikal (baik dalam ukuran ataupun letak) pada
permukaan bumi, yang terbentuk oleh pergerakan-pergerakan pada kerak bumi.
Konsep-konsep dasar dalam geomorfologi banyak diformulasikan oleh W.M. Davis.
Davis menyatakan bahwa bentuk permukaan atau bentangan bumi (morphology of
landforms) dikontrol oleh tiga faktor utama, yaitu struktur, proses, dan tahapan.
Struktur di sini mempunyai arti sebagai struktur-struktur yang diakibatkan
karakteristik batuan yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi. Proses-proses
yang umum terjadi adalah proses erosional yang dipengaruhi oleh permeabilitas,
kelarutan, dan sifat-sifat lainnya dari batuan. Bentuk-bentuk pada muka bumi
umumnya melalui tahapan-tahapan mulai dari tahapan muda (youth), dewasa
(maturity), tahapan tua (old age).

Pada tahapan muda umumnya belum terganggu oleh gaya-gaya destruksional, pada
tahap dewasa perkembangan selanjutnya ditunjukkan dengan tumbuhnya sistem
drainase dengan jumlah panjang dan kedalamannya yang dapat mengakibatkan
bentuk aslinya tidak tampak lagi. Proses selanjutnya membuat topografi lebih
mendatar oleh gaya destruktif yang mengikis, meratakan, dan merendahkan
permukaan bumi sehingga dekat dengan ketinggian muka air laut (disebut tahapan
tua). Rangkaian pembentukan proses (tahapan-tahapan) geomorfologi tersebut
menerus dan dapat berulang, dan sering disebut sebagai Siklus Geomorfik.

10
1. Proses-Proses Geomorfik

Proses-proses geomorfik adalah semua perubahan fisik dan kimia yang terjadi
akibat proses-proses perubahan muka bumi. Secara umum proses-proses geomorfik
tersebut adalah sebagai berikut :

A. Proses Gradasional

Istilah gradasi (gradation) awalnya digunakan oleh Chamberin dan Solisbury


(1904) yaitu semua proses dimana menjadikan permukaan litosfir menjadi level yang
baru. Kemudian gradasi tersebut dibagi menjadi dua proses yaitu degradasi
(menghasilkan level yang lebih rendah) dan agradasi (menghasilkan level yang lebih
tinggi).

Tiga proses utama yang terjadi pada peristiwa gradasi yaitu :

a. Pelapukan, dapat berupa disentrigasi atau dekomposisi batuan dalam suatu tempat,
terjadi di permukaan, dan dapat merombak batuan menjadi klastis. Dalam proses ini
belum termasuk transportasi.

b. Perpindahan massa (mass wasting), dapat berupa perpindahan (bulk transfer) suatu
massa batuan sebagai akibat dari gaya gravitasi. Kadang-kadang (biasanya)efek dari
air mempunyai peranan yang cukup besar, namun belum merupakan suatu media
transportasi.

c. Erosi, merupakan suatu tahap lanjut dari perpindahan dan pergerakan masa batuan.
Oleh suatu agen (media) pemindah. Secara geologi (kebanyakan) memasukkan erosi
sebagai bagian dari proses transportasi.

7.2.2 Petrologi

Petrologi berasal dari dua kata yaitu “ petro “ yang berarti batu dan kata “ logos
“ yang berarti ilmu. Jadi, petrologi secara bahasa adalah ilmu yang mempelajari

11
tentang batuan. Sedangkan secara istilah petrologi adalah ilmu mengenai batuan,
secara luas mempelajari asal , kejadian ,sejarah dan sejarah batuan.

Batuan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Igneous Rock ( Batuan Beku ), terbentuk dari magma yang asalnya dari dalam
bumi yang naik menuju permukaan dan membeku sebagai batuan yang padat pada
titik beku nya.

2. Sedimentary Rock ( Batuan Sendimen ), terbentu dari hasil pengumpulan dan


kompaksi dari

a. Fragmen- fragmen dari batuan sebelumnya yang telah lepas dan mengalami
erosi ( pengikisan ) dan tertransportasi.

b. Bahan- bahan organik, cangkang binatang, atau sisa tanaman.

c. Bahan-bahan terlarut air atau air tanah yang terendapkan, pada kondisi yang
jenuh.

3. Metamorphic Rock ( Batuan Metamorf ), terbentuk dari batuan apa pun yang sudah
ada sebelumnya, terubah karena adanya kenaikan temperature ( T ) dan tekanan ( P )
atau keduanya, perubahan ini menghasilkan sifat yang berbeda dari batuan asalnya
baik kenampakan tekstur ataupun komposisi mineralnya. Tetapi yang termasuk dalam
daerah penelitian adalah Batuan Sedimen.

7.2.3 Batuan Beku


Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan magma
dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik dibawah permukaan sebagai batuan beku
intrusif (plutonik) maupun diatas permukaan sebagai batuan beku ekstrusif (vulkanik).
Magma adalah cairan silikat yang sangat panas, mengandung oksida, sulfide serta
volatile, dan bersifat mobile. Volatile (zat terbang) terdiri dari CO2, Sulfur (S),
Chlorine (Cl), Flourine (F), dan Boron (B) yang dikeluarkan ketika magma
membeku. Magma terbagi menjadi 3 macam :

12
a. Magma Asam (Granitic). Magma yang banyak mengandung kuarsa (SiO2)
seperti granit dan diorite dan berwana terang. Magma ini dapat menghasilkan
letusan yang hebat karena magmanya yang bersifat kental. Magma tipe ini
menghasilkan tipe Gunungapi komposit (strato) dan Gunungapi maar.
b. Magma Basa (Basaltic). Magma yang banyak mengandung besi dan magnesium,
dan berwarna gelap. Contohnya gabbro, muskovit, basalt dan biotit. Karena
sifatnya yang cair magma dapat menutupi wilayah yang luas, tetapi lapisannya
tipis. Jenis magma ini dapat dijumpai pada pematang samudera dimana kedua
lempeng saling menjauh dan berada didataran vulkanik serta serta plato pada
benua, tipe Gunungapi yang dihasilkan dari magma ini adalah tipe Hawaii, tipe
Pahoehoe dan tipe Gunungapi perisai (tameng)
c. Magma Pertengahan (Andesitic). Magma yang mengandung kuarsa, besi dan
magnesium seimbang, dan berwarna kelabu gelap. Magma ini dapat berasal dari
batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik dimantel ataupun kerak
bumi.

Lava adalah cairan larutan magma pijar yang mengalir keluar dari dalam bumi
melalui kawah Gunung merapi atau melalui celah (patahan) yang kemudian
membeku menjadi batuan yang bentuknya bermacam-macam. Bila cairan tersebut
encer akan meleleh jauh dari sumbernya membentuk aliran seperti sungai melalui
lembah dan membeku menjadi batuan seperti lava ropi atau lava blok (umumnya di
Indonesia membentuk lava blok). Bila agak kental, akan mengalir tidak jauh dari
sumbernya membentuk kubah lava dan pada bagian pinggirnya membeku membentuk
blok-blok lava tetapi suhunya masih tinggi, bila posisinya tidak stabil akan akan
mengalir membentuk awan panas guguran dari lava. Tipe lava antara lain :

a. Pahoehoe Lava. Lava yang pertama yang keluar dari Gunungapi. Viscositas
tinggi, aliran lava pelan. Lapisan akan mengeras, dan selanjutnya pecah
membentuk aliran baru.

13
b. A’a Lava. Permukaan kasar. Bagian-bagian pecahan disebut clinkers. Lava
seperti pasta kental dan clinkers berada pada bagian atas airan lava. Dibawah
lapisan ada core yang mengalir lava kental di dalamnya.
c. Lava Flow. Merupakan aliran lava dari batuan yang melebur. Bukan dari
erupsi eksplosif. Lava ini merusak apapun yang dilewatinya. Kecepatan aliran
tergantung bahan pembuatnya. Basalt lebih cepat, dibanding yang berasal dari
andesit.
d. Lava Pillow. Terbentuk bila terjadi di laut. Lava mendingin cepat dan
membentuk bola-bola. Bahan dasarnya biasanya basalt.
e. Lava Lake. Apabila sejumlah besar lava mengalir membentuk kawah. Ketika
kumpulan lava dalam kawah mendingin dan mongering, tetap masih disebut
kawah lava.
1. Warna Batuan Beku
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah.
Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan itu
sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna gelap dan mineral
berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih,
abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna
mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan
beku tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka
warnanya menjadi merah-putih daging.

2. Tekstur Batuan Beku


Pengertian tekstur batuan beku mengacu pada kenampakan butir-butir mineral
yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk
butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan
berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogy, maka tekstur
berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur
merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum dan sesudah kristalisasi.
Berikut ini merupakan tekstur yang umum pada batuan beku :

14
3. Struktur Batuan Beku
a. Masif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan
beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur
masif.
b. Berlapis, terjadi sebagai akibat pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda
pada saat pembekuan.
c. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat
pendinginan. Struktur ini sangat khas terbentuk pada batuan beku luar.
Namun pada batuan beku intrusi dekat permukaan struktur vesikuler ini
kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang
berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut,
demikian pula ukuran lubang tersebut. Vesikuler berbentuk melingkar
umumnya terjadi pada batuan beku luar yang berasal dari lava relative
encer dan tidak mengalir cepat. Vesikuler bentuk elips menunjukkan lava
encer dan mengalir. Sumbu terpanjang elips sejajar arah sumber dan
aliran. Vesikuler meruncing umumnya terdapat pada lava yang kental.
d. Struktur scoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk
membulat atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
e. Struktur batu apung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler
dimana di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.
f. Struktur amigdaloid (amigdaloidal structure) adalah struktur vesikuler
yang telah terisi olehh mineral-mineral asing atau sekunder.
g. Struktur aliran (flow structure) adalah struktur diman kristal berbentuk
prismatic panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.
4. Komposisi mineral
Berdasaran jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku
terdapat mineral utama pembentuk batuan (essential minerals), mineral
tambahan (accessory minerals) dan mineral sekunder (secondary minerals).

15
a. Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk langsung dari
pembekan magma, dalam jumlah berlimpah sehingga kehadirannya
sangat menentukan nama batuan beku.
b. Accessory minerals, adalah mineral yang juga terbentuk pada saat
pembekuan magma tetapi jumlahnya sangat sedikit sehingga
kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan batuan. Mineral ini
misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zircon. Mineral esensial dan
mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai
mineral primer, karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan dari
pada magma.

Gambar 7.2.3 Reaksi Bowen (Norman L. Bowen, 1929 -1930).

16
a. Secondary minerals, adalah mineral ubahan dari mineral primer sebagai
akibat pelapukan, reaksi hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan
demikian mineral sekunder ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan
magma. Mineral sekunder akan dipertimbangkan mempengaruhi nam batuan
ubahan saja, yang akan diuraikan pada acara analisis batuan ubahan. Contoh
mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.
b. Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau
amorf. Mineral ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan
hanya terjadipada uan beku luar atau batuan gunungapi, sehingga sering
disebut kaca gunung api (volcanic glass).
c. Mineral felsic, adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan
beku, berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K dan
Na. mineral felsic dibagi menjadi tiga, yaitu feldspar, felspatoid (foid), dan
kuarsa. Di dalam batuan, apabila mineral foid ada maka kuarsa tidak akan
muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, feldspar dibagi lagi menjadi alkali
feldspar dan plagioklas.
d. Mineral mafik, adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh unur-
unsur Mg dan Fe. Mineral mafik terdiri dari olivine, piroksen, amfibol
(umumnya jenis hornblende), biotit, dan muskovit.

5. Penamaan / klasifikasi batuan beku


Berdasarkan letak pembentukannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
a. Batuan beku intrusi dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya
dapat dibagi menjadi batuan bekku intrusi dalam dan batuan beku intrusi
dekat permuka an. Berdasarkan komposisi mineral pembentuknya makka
batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku
ultramafic, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik.

17
Istilah mafik ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsic sering diganti
dengan asam, sekalipun tidak tepat.
b. Batuan beku dalam ultramafic adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit,
dan norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivine, sedang piroksenit
oleh piroksen dan anortosit oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral
olivine dan piroksen. Norit secara dominan terdiri dari proksen dan
pllagioklas basa. Batuan beku ultramafic, umumnya bertekstur gelas
c. Batuan beku dalam mafik disebut gabbro, terdiri dari olivine, piroksen dan
plagioklas basa. Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan
beku dalam menengah disebut diorite, tersusun oleh piroksen, amfibol dan
plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya dinamakan andesit. Antara
andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebt andesit basal (basaltic
andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorite kuarsa atau
granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral
penyusunnya hampir mirip dengan diorite atau andesit, tetapi ditambah kuarsa
dan alkali feldspar, sementara plagioklasnya secara berangsur berubah ke
asam. Apabila alkali feldspar dan kuarsanya semakin bertambah dan
plagioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam
dinamakan granit, sedang batuan beku luarnya dalah riolit. Di dalam batuan
beku asam ini mineral mafik yang mungkin hadir adalah biotit, muskovit, dan
kadang-kadang amfibol. Batuan beku dalam sangat asam, dimana alkali
feldspar lebih banyak daripada plagioklas adalah sienit, sedang pegmatite
hanyalah tersusun oleh alkali feldspar dan kuarsa. Batuan beku yang tersusun
oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila berstruktur perlapisan disebut
perlit.
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan aspek
tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai
contoh, andesit porfi, basal vesikuler dan andesit piroksen. Penambahan nama
komposisi mineral tersebut umumnya diberikan apabila persentase kehadirannya
paling sedikit 10%.

18
Tabel 7.2.3 Klasifikasi batuan beku (O’Dunn & Sill, 1986).

7.2.4 Batuan Sedimen

Batuan Sedimen adalah batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan


bumi, kurang lebih 75 % dari luas permukaan bumi, sedangkan batuan beku dan
metamorf hanya tersingkap sekitar 25 % dari luas permukaan bumi. Oleh karena itu,
batuan sediment mempunyai arti yang sangat penting, karena sebagian besar aktivitas
manusia terdapat di permukaan bumi. Fosil dapat pula dijumpai pada batuan sedimen

19
dan mempunyai arti penting dalam menentukan umur batuan dan lingkungan
pengendapan. Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses diagnesa
dari material batuan lain yang sudah mengalami sedimentasi. Sedimentasi ini
meliputi proses pelapukan, erosi, transportasi, dan deposisi. Proses pelapukan yang
terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun kimia. Proses erosi dan transportasi
dilakukan oleh media air dan angin. Proses deposisi dapat terjadi jika energi transport
sudah tidak mampu mengangkut partikel tersebut.

1. Proses Pembentukkan Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya yang
terendapkan di tempat-tempat yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut,
samudera, ataupun danau-danau. Mula-mula sediment merupakan batuan-batuan
lunak,akan tetapi karean proses diagenesa sehingga batuan-batuan lunak tadi akan
menjadi keras. Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada
sediment selama terpendamkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses
perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang kompak. Proses
diagnesis ini dapat merupakan kompaksi yaitu pemadatan karena tekanan lapisan di
atas atau proses sedimentasi yaitu perekatan bahan-bahan lepas tadi menjadi batuan
keras oleh larutan-larutan kimia misalnya larutan kapur atau silisium. Sebagian
batuan sedimen terbentuk di dalam samudera. Bebrapa zat ini mengendap secara
langsung oleh reaksi-reaksi kimia misalnya garam (CaSO4.nH2O). adapula yang
diendapkan dengan pertolongan jasad-jasad, baik tumbuhan maupun hewan. Batuan
endapan yang langsung dibentuk secara kimia ataupun organic mempunyai satu sifat
yang sama yaitu pembentukkan dari larutan-larutan. Disamping sedimen-sedimen di
atas, adapula sejenis batuan sejenis batuan endapan yang sebagian besar mengandung
bahan-bahan tidak larut, misalnya endapan puing pada lereng pegunungan-
pegunungan sebagai hasil penghancuran batuan-batuan yang diserang oleh pelapukan,
penyinaran matahari, ataupun kikisan angin. Batuan yang demikian disebut alluvium
jika dihanyutkan oleh air, sifat utama dari batuan sedimen adalah berlapis-lapis dan
pada awalnya diendapkan secara mendatar. Lapisan-lapisan ini tebalnya berbeda –

20
beda dari beberapa centimeter sampai beberapa meter. Di dekat muara sungai
endapan-endapan itu pada umunya tebal, sedang semakin maju ke arah laut endapan-
endapan ini akan menjadi tipis dan akhirnya hilang. Di dekat pantai, endapan-
endapan itu biasanya merupakan butir-butir besar sedangkan ke arah laut kita
temukan butir yang lebih halus lagi. ternyata lapisan-lapisan dalam sedimen itu
disebabkan oleh beda butir batuan yang diendapkan. Biasanya di dekat pantai akan
ditemukan batupasir, lebih ke arah laut batupasir ini berganti dengan batulempung,
dan lebih dalam lagi terjadi pembentukkan batugamping

2. Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Sedimen

A. Warna
Secara umum warna pada batuan sedimen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu :

a. Warna mineral pembentukkan batuan sedimen. Contoh jika mineral pembentukkan


batuan sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan akan berwarna putih.

b. Warna massa dasar/matrik atau warna semen.

c. Warna material yang menyelubungi (coating material).

d. Derajat kehalusan butir penyusunnya. Pada batuan dengan komposisi yang sama
jika makin halus ukuran butir maka warnanya cenderung akan lebih gelap. Warna
batuan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pengendapan, jika kondisi
lingkungannya reduksi maka warna batuan menjadi lebih gelap dibandingkan pada
lingkungan oksidasi. Batuan sedimen yang banyak kandungan material organic
(organic matter) mempunyai warna yang lebih gelap.

B. Tekstur

Tekstur batuan sediment adalah segala kenampakan yang menyangkut butir


sedimen sepertiukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tekstur batuan sedimen
mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah dialamin batuan
tersebut terutama proses transportasi dan pengendapannya, tekstur juga dapat

21
digunakan untuk menginterpetasi lingkungan pengendapan batuan sediment. Secara
umum batuan sedimen dibedakan menjadi dua, yaitu tekstur klastik dan non klastik.

a. Tekstur klastik
Unsur dari tekstur klastik fragmen, massa dasar (matrik) dan semen.
• Fragmen : Batuan yang ukurannya lebih besar daripada pasir.
• Matrik : Butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan

diendapkan bersama-sama dengan fragmen.

• Semen : Material halus yang menjadi pengikat, semen diendapkan


setelah fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silica, kalsit, sulfat atau
oksida besi.

Besar butir kristal dibedakan menjadi :

>5 mm = kasar

1-5 mm = sedang

<1 mm = halus

Jika kristalnya sangat halus sehingga tidak dapat dibedakan disebut mikrokristalin.

b. Tekstur nonklastik

Tekstur yan terjadi merupakan hasil pengendapan melalui reaksi kimia.


Tekstur kristalin berkembang akibat agregat kristal – kristal yang saling mengunci.
Kristal – kristalnya dapat kecil menengah atau besar –besar bahkan campuran
berbagai ukuran sebagai halnya batuan beku porfiritik. Kristal – kristalnya
memperlihatkan bentuk – bentuk tertentu misalnya berdimensi sama, berserat atau
scaly. Dan tidak mudah untuk membedakan mana yang terbentuk oleh reaksi kimia
organik dan mana yang di endapkan melalui reaksi akibat organisme.

Ukuran Butir
Ukuran butir yang digunakan adalah skala Wenworth, yaitu :

22
Table 7.2.4 Skala Wenworth (Uden Wentworth tahun 1922).

1. Tingkat kebundaran butir (roundness)

Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis
proses transportasi dan jarak transport. Butiran dari mineral yang resisten seperti
kwarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar dibandingkan butiran dari mineral
kurang resisten seperti feldspar dan pyroxene. Butiran berukuran lebih besar daripada
yang berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran butir
dari jenis butir yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan makin bundar.
Pembagian kebundaran :

23
Gambar 7.2.4 Derajat kebundaran, (Boggs 1995).

2. Sortasi (Pemilahan)
Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun batuan
sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka,
pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan sedimen
klastik.bebrapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :

· Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar

· Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen.

3. Kemas (Fabric)

Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu :

• Kemas terbuka : bila butiran tidak saling bersentuhan (mengambang dalam matrik).

• Kemas tertutup : butiran saling bersentuhan satu sama lain

24
1. Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan
sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan energi pembentuknya.
Pembentukkannya dapat terjadi pada waktu pengendapan maupun segera setelah
proses pengendapan. Pada batuan sedimen dikenal dua macam struktur, yaitu :

• Syngenetik : terbentuk bersamaan dengan terjadinya batuan sedimen, disebut juga


sebagai struktur primer.
• Epigenetik : terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk seperti kekar, sesar, dan
lipatan.

Macam-macam struktur primer adalah sebagai berikut :


1. Struktur eksternal
Terlihat pada kenampakan morfologi dan bentuk batuan sedimen secara
keseluruhan di lapangan. Contoh : lembaran (sheet), lensa, membaji (wedge), prisma
tabular.
2. Struktur internal
Struktur ini terlihat pada bagian dalam batuan sedimen, macam struktur internal :

a) Perlapisan dan Laminasi


Disebut dengan perlapisan jika tebalnya lebih dari 1 cm dan disebut laminasi
jika kurang dari 1 cm. Perlapisan dan laminasi batuan sedimen terbentuk karena
adanya perubahan kondisi fisik, kimia, dan biologi. Misalnya terjadi perubahan energi
arus sehingga terjadi perubahan ukuran butir yang diendapkan.

25
7.2.5 Struktur Geologi

Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang
bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Adapun deformasi
batuan adalah perubahan bentuk dan ukuran pada batuan sebagai akibat dari gaya
yang bekerja di dalam bumi. Secara umum pengertian geologi struktur adalah ilmu
yang mempelajari tentang bentuk arsitektur batuan sebagai bagian dari kerak bumi
serta menjelaskan proses pembentukannya. Beberapa kalangan berpendapat bahwa
geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-unsur struktur geologi,
seperti perlipatan (fold), rekahan (fracture), patahan (fault), dan sebagainya yang
merupakan bagian dari satuan tektonik (tectonic unit), sedangkan tektonik dan
geotektonik dianggap sebagai suatu studi dengan skala yang lebih besar, yang
mempelajari obyek-obyek geologi seperti cekungan sedimentasi, rangkaian
pegunungan, lantai samudera, dan sebagainya.

26
7.2.6 Gerakan Tanah

Gerakan tanah adalah gerakan perpindahan atau gerakan lereng dari bagian atas
atau perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar atau miring
dari kedudukan semula (Varnes, 1978 dalam Zufialdi Zakaria, 2009). Gerakan tanah
merupakan suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru
akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi baik secara alamiah maupun
akibat ulah manusia.

7.2.7 Jenis Jenis Gerakan Tanah

Jenis jenis gerakan tanah di bagi menjadi 6, Berikut ini adalah beberapa jenis
jenis gerakan tanah :

1. Longsoran Translasi.
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelom-bang landai. Ilustrasi longsoran translasi
lihat gambar berikut:

Gambar 7.2.7.1 Longsoran Translasi, (Varnes, 1978 ).

27
2. Longsoran Rotasi.
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung. Ilustrasi longsoran rotasi lihat gambar berikut:

Gambar 7.2.7.2 Longsoran Rotasi, (Varnes, 1978).

3. Pergerakan Blok.
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
Ilustrasi pergerakan blok lihat gambar berikut:

Gambar 7.2.7.3 Pergerakan Blok, (Varnes, 1978).

28
4. Runtuhan Batu.
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak
ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal
hingga menggantung, terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh
dapat menyebabkan kerusakan yang parah. Ilustrasi runtuhan batu lihat gambar
di bawah:

Gambar 7.2.7.4 Runtuhan Batu, (Varnes, 1978).

5. Rayapan Tanah.
Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak
dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis rayapan ini bisa
menyebab-kan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. Ilustrasi
rayapan tanah lihat gambar berikut:

29
Gambar 7.2.7.5 Rayapan tanah, (Varnes, 1978).

6. Aliran Bahan Rombakan.


Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air,
dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu
mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter,
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat
menelan korban cukup banyak. Ilustrasi aliran bahan rombakan sebagaimana
terlihat dalam gambar.

Gambar 7.2.7.6 Aliran Bahan Rombakan., (Varnes, 1978).

30
7.2.8 Faktor – Faktor Gerakan Tanah & Bidang Gelincir
Gerakan tanah ini dapat diakibatkan oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal penyebab longsor yaitu faktor yang berasal dari luar lereng dan
faktor internal penyebab longsor yaitu faktor yang berasal dari dalam lereng atau
lokasi longsor yaitu seperti adanya struktur geologi atau bidang diskontinuitas berupa
kekar (joint), sesar (fault), lipatan (fold), urat (vein), kondisi massa batuan, dan
kondisi air bawah permukaan serta curah hujan ikut andil dalam penentuan kestabilan
lereng.
Bidang gelincir terbentuk akibat penjenuhan air yang terakumulasi dan
bergerak lateral di atas permukaan lapisan tanah atau batuan yang sulit tertembus
oleh air. Jika air menembus sampai lapisan kedap air, maka permukaan batuan
lapisan kedap air akan melapuk, sehingga menjadi licin. Lapisan yang licin inilah
yang disebut bidang gelincir. Lapisan yang melapuk di atas bidang gelincir akan
bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng, sehingga terjadi longsor. Bidang
gelincir merupakan bidang praduga tempat bergeraknya material yang mengalami
longsor. Gerakan material diakibatkan oleh terganggunya kestabilan batuan penyusun
lereng tersebut, (Zufialdi Zakaria, 2009: Varnes, 1978).

7.2.9 Metode Geolistrik

Metode geolistrik adalah suatu teknik investigasi dari permukaan tanah untuk
mengetahui lapisan-lapisan batuan atau material berdasarkan pada prinsip bahwa
lapisan batuan atau masing-masing material mempunyai nilai resistivitas atau
hambatan jenis yang berbeda-beda. Tujuan dari survei geolistrik adalah untuk
menentukan distribusi nilai resistivitas dari pengukuran yang dilakukan di permukaan
tanah (Juan Pandu Gya Nur Rochman, dkk, 2017).

Salah satu metode pengukuran geofisika adalah metode geolistrik resistivitas,


dimana metode ini mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan
batuan di dalam bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan
elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam

31
bumi (Juan Pandu Gya Nur Rochman, dkk, 2017). Caranya dengan mengalirkan arus
ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian polarisasi arus tersebut yang
menjalar di dalam bumi diukur potensialnya melalui dua elektroda potensial. Setelah
diketahui besar arus dan besar potensial maka dihitung resistivitas semunya dengan
rumus :

Beda potensial yang terjadi antara MN yang disebabkan oleh injeksi arus pada AB
adalah

∆𝑉 = 𝑉M − 𝑉𝑁

𝐼𝑝 1 1 1 1
∆𝑉 = 2𝜋 [(𝐴𝑀 − 𝐵𝑀) − (𝐴𝑁 − 𝐵𝑁)]

1 1 1 1
ρ = 2𝜋 [(𝐴𝑀! − 𝐵𝑀) − (𝐴𝑁 − 𝐵𝑁)]-1

Sehingga,

∆𝑉
ρ=K 𝐼

dengan I arus dalam Ampere, ΔV beda potensial dalam Volt, ρ tahanan jenis dalam
Ohm meter dan k faktor geometri elektroda dalam meter.

Maka:

1 1 1 1
𝑘 = 2𝜋 (𝐴𝑀 − 𝐵𝑀) − (𝐴𝑁 − 𝐵𝑁)-1

k merupakan faktor koreksi geometri dari konfigurasi elektroda potensial dan


elektroda arus.

32
7.2.9.1 Konfigurasi elektroda

a. Konfigurasi Wenner
Pengukuran ini dilakukan dengan cara meletakkan titik titik elektroda dengan
beda jarak satu sama lain yang sama. Elektroda yang bersebelahan akan berjarak
sama (AM = MN = NB = a). Konfigurasi Wenner mempunyai keunggulan dalam
tingkat sensitivitas terhadap pengaruh nonhomogenitas benda di bawah permukaan
bumi secara lateral dan memiliki resolusi vertikal yang bagus. Sehingga konfigurasi
Wenner ini cocok digunakan untuk mengidentifikasi jenis batuan dibawah permukaan
bumi pada setiap lapisan. Konfigurasi Wenner merupakan konfigurasi yang tepat
untuk mendapatkan informasi perubahaan harga resistivitas baik arah lateral maupun
vertikal, jadi Konfigurasi Wenner baik digunakan untuk pemetaan jenis batuan
berdasarkan tahanan jenisnya, ( Sendi Mutia dkk, 2018).

Gambar 7.2.9.1 Konfigurasi wenner ( Sendi Mutia, dkk 2018).

b. Konfigurasi Dipole-Dipole

Pengukuran ini dilakukan dengan cara yang sangat berbeda dengan dua
konfigurasi diatas. Elektroda potensial diletakkan berjauhan dengan jarak na dari
elektroda arus. kelebihan dari konfigurasi ini adalah biaya yang dikeluarkan tidaklah
mahal jika dibandingkan dengan wenner dan schlumberger. konfigurasi ini juga dapat
digunakan untuk mapping, yaitu pengukuran yang memfokuskan hasil secara lateral.
untuk kekurangannya adalah konfigurasi ini memiliki kualitas sinyal yang jelek jika

33
dibandingkan wenner dan schlumberger. Selain dipole-dipole kita dapat melakukan
pengurangan elektroda sehingga konfigurasi tersebut menjadi dipole-dipole
(pengurangan 1 elektroda) atau pole-pole (2 elektroda).

Gambar 7.2.9.2 Elektroda arus dan potensial pada konfigurasi dipole-dipole


(Reynolds, 1997).
c. Konfigurasi Schlumberger
Pengukuran ini dilakukan dengan cara yang sama dengan Wenner, namun jarak
elektroda arus dapat diubah tidak sama dengan jarak elektroda potensial. Nilai
eksentrisitas dari konfigurasi ini dapat berkisar antara 1/3 atau 1/5. Apabila elektroda
arus yang dipindah sudah melewati batas eksentrisitas, perlu dilakukan shifting pada
elektroda potensial agar nilai yang didapatkan masih bisa terbaca.
konfigurasi schlumberger biasanya digunakan untuk sounding, yaitu
pengambilan data yang difokuskan secara vertikal. Kelebihan dari konfigurasi ini
adalah dapat mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan
dengan cara membandingkan nilai resistivitas semu ketika shifting. Sedangkan
kelemahannya adalah pembacaan pada elektroda MN kecil ketika AB berada sangat
jauh, hampir melewati batas eksentrisitasnya.

34
Geolistrik POWER

Amperemeter Baterai kering 24 Volt


A

Elektroda Voltmeter
V

A M O N B
L l

Gambar 7.2.9.3 Skema susunan peralatan geolistrik metode tahanan jenis konfigurasi
Schlumberger (Adhi 2007).

7.2.10 Sifat Listrik Batuan


Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan dalam menghantarkan
arus listrik. Batuan dapat dianggap sebagai medium listrik seperti pada kawat
penghantar listrik, sehingga mempunyai tahanan jenis (resistivitas). Resistivitas
batuan adalah hambatan dari batuan terhadap aliran listrik. Resistivitas batuan
dipengaruhi oleh porositas, kadar air, dan mineral. Menurut Telford (1982) aliran arus
listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu
konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara
dielektrik.
1. Kondisi secara elektronik terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak electron
bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan/mineral tersebut oleh electron
elektron bebas itu. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik
masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan
tersebut adalah dimana resistivitas (tahanan jenis) merupakan karakteristik bahan
yang mampu menunjukan kemampuan batuan tersebut untuk menghantarkan arus
listrik. Resistivitas mempunyai pengertian yang berbeda dengan resistansi
(hambatan), dimana resistansi tidak hanya tergantung pada bahan tetapi juga
bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut. Sedangkan resistivitas
tidak bergantung pada faktor geometri.

35
2. Konduksi elektrolitik terjadi jika batuan/mineral bersifat pori-pori tersebut terisi
oleh cairan-cairan elektrolitik. Pada kondisi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion
elektrolit. Konduktivitas dan resistivitas batuan porous bergantung pada volume dan
susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam
batuan bertambah banyak dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan berkurang.
3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran
arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit
bahkan tidak sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar
maka elektron dalam bahan berpindah dan berkumpul terpisah dari inti sehingga
terjadi polarisasi. Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan/mineral
digolongkan menjadi tiga yaitu:
1. Konduktor baik : 10-8<ρ<1 ohm meter
2. Konduktor pertengahan : 1<ρ<107 ohm meter
3. Isolator : ρ<107 ohm meter
Resistivitas (ρ) adalah kemampuan suatu bahan untuk mengantarkan arus listrik yang
bergantung terhadap besarnya medan istrik dan kerapatan arus. Semakin besar
resistivitas suatu bahan maka semakin besar pula medan listrik yang dibutuhkan
untuk menimbulkan sebuah kerapatan arus, Satuan untuk resistivitas adalah Ω.m.

36
Table 7.2.10 Resistivitas Batuan Beku Dan Batuan Metamorf (Telford Et Al. 1976).

Batuan Resistivitas (Ωm)


Granit 3 x 102 – 106
Granite porphyry 4.5 x 103 (basah) – 1.3 x 106 (kering)
Feldspar porphyry 4 x 103 (basah)
Albite 3 x 102 (basah) – 3.3 x 103 (kering)
Syenite 102 – 106
Diorite 104 – 105
Diorite porphyry 1.9 x 103 (basah) – 2.8 x 104 (kering)
Porphyrite 10 – 5 x 104 (basah) – 3.3 x 103 (kering)
Carbonatized 2.5 x 103 (basah) – 6 x 104 (kering)
porphyry
Quartz porphyry 3 x 102 – 3 x 105
Quartz Diorite 2 x 104 – 2 x 106 (basah) – 1.8 x 105
(kering
Porphyry (various) 60 x 104
Dacite 2 x104 (basah)
Andesite 4.5 x 104 (basah) – 1.7 x 102 (kering)
Diabase porphyry 103 (basah) – 1.7 x 105 (kering)
Diabase (various) 20 – 5 x 107
Lavas 102 – 5 x 104
Gabbro 103 – 106
Basalt 10 – 1.3 x 107 (kering)
Olivine norite 103 – 6 x 104 (basah)
Peridotite 3 x 103 (basah) – 6.5 x 103 (kering)
Hornfels 8 x 103 (basah) – 6 x 107 (kering)
Schists 20 – 104
Tults 2 x 103 (basah) – 105 (kering)
Graphite Schists 10 – 102
Slates (various) 6 x 102 – 4 x 107
Gneiss (various) 6.8 x 104 (basah) – 3 x 106 (kering)
Marmer 102 – 2.5 x 108 (kering)
Skarn 2.5 x 102 (basah) – 2.5 x 108 (kering)

37
Quartzites (various) 10 – 2 x 108
Table 7.2.10 Resistivitas Batuan Sedimen (Telford Et Al. 1976).

Batuan Resistivitas(Ωm)
Consolidated shales (serpihan 20 – 2 x 103
gabungan)
Argillites 10 – 8 x 102
Konglomerat 2 x 103 – 104
Batupasir 1 – 6.4 x 108
Batugamping 50 – 107
Dolomite 3.5 x 102 – 5 x 103
Unconsolidated wet clay (lempung 20
basah tidak gabungan)
Marls 3 – 70

Lempung 1 – 100
Alluvium dan pasir 10 – 800
Oil sands 4 – 800

38
7.2.11 S-Field

S-field adalah alat ukur resistivity dengan sentuhan teknologi terdepan.


Instrumen didesain dengan sistem pengukuran elektroda banyak channel
(multichannel), full automatis dengan sampling arus injeksi dilakukan setiap 2-5
detik. Alat ini memberikan hasil dengan tingkat akurasi tinggi dan bising yang
rendah. Dengan hadirnya alat ini pengukuran resistivitas bisa dilakukan secara
simultan sampai 16 elektroda, dan dapat pula di-upgrade menjadi 32, 64, 128
elekroda atau lebih (max 1000 channel). Dengan demikian akan menghemat waktu
dan tenaga dalam pengukuran resistivitas bawah permukaan. Melalui instrumen
resistivity multichannel pengukuran data resistivitas 2D dan 3D menjadi lebih efisian.
Teknologi Curent Source (pembangkit arus) yang terdapat pada S-Field
menjadikannya handal, berpengaman sistem anti short circuit, sehingga aman
digunakan pada saat jarak elektroda arus terlalu rapat atau impedansi sangat rendah.
Output format file hasil pengukuran 2D sesuai (compatible) dengan format software
Res2Dinv.

Gambar 7.2.11 Alat resistivitas S-Field 16 Elektroda Automatik Multichannel, (Juan


Pandu Gya Nur Rochman, 2017).

39
VIII. METODE PENELITIAN

Pengumpulan data penelitian dilakukan untuk mendapatkan data geologi lebih


terperinci. data yang di kumpulkan dalam penelitian ini meliputi primer dan sekunder.
Data primer berupapemetaan geologi, sedangkan data sekunder berupa data analisis
hasil pengamatan sifat kimia oksida dari batugamping diperoleh dengan cara
melakukan uji XRF pada sampel batugamping.

8.1 Waktu dan Tempat

1. Waktu

Rencana Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018, yang berjudul
tentang, Geologi Dan Aplikasi Metode Resistivity Untuk Identifikasi Bidang Gelincir
Longsoran Daerah Gunung Acemo Dan Sekitarnya, Distrik Tanah Rubuh, Kabupaten
Manokwari, Provinsi Papua Barat.

Table 8.1.1 Waktu jadwal penelitian

Bulan September Oktober November

Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan
proposal

Seminar proposal

Survey lokasi
penelitian

Pengambilan data

Pengolahan data

Seminar skripsi

40
2. Tempat

Secara administratif daerah penelitian masuk dalam wilayah Gunung Acemo


Distrik Tanah Rubuh Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, secara geografis
daerah penelitian terletak pada koordinat 01005’21.57” LS 1340 04’48.26” BT.

Gambar 8.1.2 Peta lokasi penelitian.

41
8.2 Bahan dan Alat

1. Bahan
Bahan yang dibutuhkan Pada penelitian yang akan dilaksanakan Di Gunung
Acemo Distrik Tanah Rubuh Manokwari yaitu:

a. Peneliti Terdahulu
2. Alat
Sedangkan alat yang akan di pakai dalam penelitian ini tertera pada tabel
sebagai berikut :

Tabel 8.2 Alat Yang Digunakan

NO Nama Alat Fungsi / Kegunaan Jumlah

1 Gps Garmin Di gunakan sebagai penentuan posisi titik 1 buah


koordinat
2 Palu geologi Digunakan untuk pengambilan sample 1 buah

3 Meter roll 50m Untuk mengukur panjang lintasan 1 buah

4 Alat tulis / BL Mencatat data di lapangan & Sebagai data 1


backup paket
5 Kompas Pengukuran strike & dip 1 buah
geologi
6 Kabel Penghantar arus listrik dari alat geolistrik ke 1 buah
masing masing elektroda.
7 Laptop Digunakan untuk pengoprasian pengambilan 1 buah
data
8 Inverter Sebagai pengubah arus DC menjadi AC 1 buah

9 Elektroda Penghantar arus listrik dari alat sfield ke bawah 16


permukaan bumi buah
10 Aki 12,5 v Baterai & sumber arus listrik ketiap – tiap 3 buah
elektroda

42
11 S-field Alat geolistrik multichannel 1 buah

12 Arcmp 10.22, Software pengambilan data & pengolahan data 3 buah


Res2divn

43
8.3 Prosedur Penelitian

ALAT DAN
BAHAN
TAHAP
PERSIAPAN STUDI PUSTAKA

SURVEY

TAHAP PEMETAAN GEOLISTRIK


PENGAMBILN GEOLOGI
DATA

PENGOLAHAN
DATA

TAHAP
PENGOLAHAN DAN
ANALISIS DATA
ANALISIS DATA

HASIL

PELAPORAN

Gambar 8.3 Diagram alir prosedur penelitian.

44
8.4 Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan dalam penelitian ini di bagi menjadi 2 yaitu :


1. Pemetaan Geologi :
a. Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi (Strike-Dip, Kekar, Sesar,).
2. Identifikasi Bidang Gelincir :
b. Nilai Resistivitas Batuan

8.5 Pengolahan dan Analisis Data

8.5.1 Pengolahan data

Pengolahan data dalam penelitian ini di jabarkan dalam diagram alir sebagai
berikut :

45
ALAT DAN
TAHAP PERSIAPAN BAHAN

STUDI PUSTAKA PETA TOPOGRAFI

SURVEY
LAPANGAN

TAHAP PEMETAAN
PENGAMATAN SINGKAPAN

GEOMORFOLOGI STRATIGRAFI STRUKTUR GEOLOGI

TAHAP PENGOLAHAN DATA

LABORATORIUM STUDIO
TAHAP
PENGOLAHAN DATA
ANALISIS DATA
ANALISIS DATA

PELAPORAN
DAN
PRESENTASI

Gambar. 8.5 Diagram alir pemetaan geologi

46
TAHAP PERSIAPAN
ALAT DAN
BAHAN

MENENTUKAN TITIK
PEMASANGAN ALAT
LINTASAN &
GEOLISTRIK KONFIGURASI
MENGUKUR PANJANG
WENNER
LINTASAN

PENGUKURAN TAHAP PENGAMBILAN


GEOLISTRIK DATA

TAHAP PENGOLAHAN DATA


PENGOLAHAN
DATA

1.DATA GEOLISTRIK

2.MENGOREKSI DATA DI EXCEL

3.DATA GEOLISTRIK
8.LEAST- SQORES INVERSION
4.RES2DIVN
9.DISPLAY TOPOGRAPHY
5.FILE

10.TOPOGRAPHY OPTION
6.INVERSON

7.CHOOOSE LOGARITHM 11.PENAMPANG


OF APPAREN RESISTIVITY RESTIVITY(2D)

Gambar 8.5.1 Diagram alir pengolahan data Software RES2DIVN

47
Keterangan :

1. Geolistrik (Konfigurasi Wenner) sebagai data yang akan di olah, data ini
berasal dari daerah penelitian.
2. Tahap selanjutnya yaitu mengoreksi data Wenner di dalam software
Excel.
3. Data geolistrik ini hasil pengoreksian di tahap sebelumnya.
4. RES2DIVN adalah software yang akan menghasilkan penampang restivity
dalam bentuk 2D.
5. File merupakan menu untuk mengambil data geolistrik yang telah di
koresi.
6. Sedangkan inverson menu yang memunculkan sub menu Chooose
logarithm of apparen resistivity.
7. Chooose logarithm of apparen resistivity adalah menu untuk membaca
data nilai resistivitas.
8. Selanjutnya Least-sqores inversion sebagai menu untuk memunculkan
gambar resistivity.
9. Display topography yaitu menu yang dipakai untuk membuat gambaran
topography resistivity.
10. Dan topography option menu sebagai memunculkan gambar dalam
bentuk topography resistivity.
11. Penampang resistiviy 2D.

48
8.5.2 Anaisis data

Analisis data dalam penelitian ini yaitu :


Analisis data merupakan tahap lanjutan, Pada tahap ini dilakukan analisis
terhadap sampel batuan, fosil, struktur. Hasil dari pengamatan nantinya dapat
memberi data yang lebih akurat untuk mendukung data yang telah di kumpulkan dan
Hasil dari data geolistrik di lapangan yang diolah mengunakan software Res2Divn
(2D) setelah mendapatkan nilai konversi restivitas yang kita olah dari software akan
dibandingkan dengan tabel resistivitas batuan dan identifikasi bidang gelincir.

8.6 Outline Penelitian

Outline yang digunakan dalam penyusunan laporan Praskripsi ini berdasarkan


panduan penyusunan karya ilmiah, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Universitas Papua Manokwari :

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah Penelitian
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan dan Manfaat Penilitian
II. TINJAUAN PUSTAKA

49
2.1 Penelitian Terdahulu
2.2 Fisiografi
2.3 Geomorfologi
2.4 Stratigrafi
2.5 Struktur dan Tektonik
2.6 Dasar teori
III. METODE PENELITIAN
1.1 Waktu dan Tempat
1.2 Alat dan Bahan
1.3 Prosedur Penelitian
1.4 Variabel Pengamatan
1.5 Pengolahan dan Analisis Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

50
DAFTAR PUSTAKA

Ayuni Intan Karoma, D611 12 005. Geologi Daerah Pangala’ Kecamatan


Rindingallo Kabupaten Toraja Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin.
Arga Brahmantyo Dan Tony Yulianto, 2014. Identifikasi Bidang Gelincir
Pemicu Tanah Longsor Dengan Metode Resistivitas 2 Dimensi Di
Desa Trangkil Sejahtera Kecamatan Gunungpati Semarang. Jurusan
Fisika, Fakultas Sains Dan Matematika, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Arifah Rahmawati, 2009. Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor
Berdasarkan Sifat Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik
Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Di
Daerah Karangsambung Dan Sekitarnya, Kabupaten Kebumen).
Adhi, 2007 : Skema Susunan Peralatan Geolistrik Metode Tahanan Jenis
Konfigurasi Schlumberger, dalam Arifah Rahmawati, 2009.
Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor Berdasarkan Sifat
Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan
Jenis Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Di Daerah
Karangsambung Dan Sekitarnya, Kabupaten Kebumen).
Beri Bernando, 2014. Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi
Wenner. Jurusan Fisika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Bulkis Kanata, Teti Zubaidah, 2008. Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan
Jenis Konfigurasi Wennerschlumberger Untuk Survey Pipa Bawah
Permukaan. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Mataram.
Boggs, 1995 . dalam Oke Aflatun, dkk. 2014. Partikel Dan Tekstur Batuan
Sedimen. Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya.
Dkcs Ditjen Kependudukan Dan Catatan Sipil Kemendagri. 2017. Daftar
Nama Desa/Kelurahan Di Kecamatan Tanah Rubuh Di
Kota/Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat (Pabar).
Darsono, 2012. Identifikasi Bidang Gelincir Pemicu Bencana Tanah
Longsor Dengan Metode Geolistrik Desa Pablengan. Jurusan Fisika,
Fakultas Mipa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

51
Fx Yudi Tryono, dkk. 2016. Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Untuk Identifikasi Bidang Gelincir Di Daerah Nglajo, Kecamatan
Cepu Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Hani Afnita Murti, 2009. Analisis Pendugaan Potensi Akifer Dengan
Metode Geolistrik Resistivitas Sounding Dan Mapping Di Kawasan
Karst Kecamatan Giritontro Kabupaten Wonogiri.
Hakim, dkk. 2016. Aplikasi Konfigurasi Wenner Dalam Menganalisis Jenis
Material Bawah Permukaan, Program Studi Fisika, Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto.
Juan Pandu Gya Nur Rochman, dkk, 2017. Aplikasi Metode Geolistrik
Tahanan Jenis Untuk Mengetahui Bawah Permukaan Dikomplek
Candi Belahan (Candi Gapura), Teknik Geofisika, Fakultas Teknik
Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Norman L. Bowen, 1929 -1930, dalam Ade Akhyar Nurdin 2009.
Mikropaleontologi Dasar - Dasar Mikropaleontologi (Batuan,
Stratigrafi, Sedimentologi). Program Studi Teknik Geologi Jurusan
Teknik Fakultas Sains Dan Teknik Universitas Jenderal
Soedirman Purbalingga.
O’dunn & Sill, 1986. dalam Ade Akhyar Nurdin 2009. Mikropaleontologi
Dasar - Dasar Mikropaleontologi (Batuan, Stratigrafi,
Sedimentologi). Program Studi Teknik Geologi Jurusan Teknik
Fakultas Sains Dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman
Purbalingga.
Pieters dkk., 1989. Peta Geologi Lembar Ransiki, Irian Jaya sekala 1 :
250.000. Geological map of the ransiki sheet irian jaya.
Reynolds, 1997 dalam Vicky Nur Amry Effendy 2012. Aplikasi Metode
Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole untuk Mendeteksi Mineral
Mangan (Physical Modeling), Jurusan Fisika Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Robinson, dkk, 1978. Buku Geologi Regional Lembar Ransiki, keterangan
dan peta geologi lembar ransiki, irian jaya.
Sendi Mutia, dkk Maret 2018. Pillar Of Physics, Vol. 11, No 1. Identifikasi
Jenis Batuan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Konfigurasi Wenner. Mahasiswa Jurusan Fisika Fmipa Unp.
Sugito, dkk, 2010. Investigasi Bidang Gelincir Tanah Longsor
Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Di Desa
Kebarongan Kec. Kemranjen Kab. Banyumas.

52
Sulaiman, 2016. Identifikasi Bidang Gelincir Tanah Menggunakan Metode
Geolistrik Konfigurasi Wenner, Studi Kasus Area Rawan Longsor :
Desa Selopamioro Kec. Imogiri Kab. Bantul.
Uden 1914, Wentworth, Tahun 1922. dalam Rivan N Madilana on Mei 27,
2015 . Klasifikasi Skala Wentworth.
Telford Et Al. 1976: 455. Table Resistivitas Batuan dalam. Arifah
Rahmawati, 2009. Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor
Berdasarkan Sifat Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik
Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Di
Daerah Karangsambung Dan Sekitarnya, Kabupaten Kebumen).
Visser & Hermes, 1962. Buku Geologi Regional Lembar Ransiki,
keterangan dan peta geologi lembar ransiki, irian jaya.
Zaroh Irayani, dkk 2016. Investigasi Bidang Gelincir Tanah Longsor
Dengan Metode Tahanan Jenis Dan Pengujian Sifat Plastisitas
Tanah (Studi Kasus Di Bukit Pawinihan, Sijeruk, Banjarmangu,
Banjarnegara)”.
Zufialdi Zakaria, 2009. dalam Varnes, 1978. Analisis Kestabilan Lereng
Tanah Laboratorium Geologi Teknik, Prog. Studi Teknik Geologi -
Ftg-Unpad.

53

Anda mungkin juga menyukai