Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SEISMOLOGI DAN METODE MIKROSEISMIK

“KORELASI ANTARA INTENSITAS ENERGI GEMPA DENGAN


TERJADINYA TSUNAMI”

Disusun Oleh :
ANDIO EKA RAHMADDHANI
185090707111002

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
Makalah yang berjudul Korelasi Antara Intensitas Energi Gempa Dengan Terjadinya
Tsunami dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada Dosen Pengajar kelas Seismologi Dan
Mikroseismik, yaitu Dr. Ir. Wiyono, M.Si dan Mayang Bunga Puspita M.Eng yang telah
memberikan tugas ini sehingga kedepannya dapat memberi manfaat di bidang pengetahuan
serta wawasan di bidang yang saya tekuni.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembacanya.
Adapun makalah ini tentunya masih memiliki kekurangan. Maka dari itu, saya harapkan
kritik dan saran yang dapat menyempurnakan makalah ini.

Sidoarjo, 08 Juni 2021

Andio Eka Rahmaddhani


BAB 1
TINJAUAN TEORI

Indonesia adalah salah satu negara yang dilalui oleh Ring of Fire, yang mana terdapat
banyak sekali zona-zona patahan atau zona subduksi. Dapat dipastikan bahwa bencana alam
yang menimbulkan kerusakan dengan kekuatan yang besar, berasal dari gempa bumi.
Misalkan saja daerah pantai Parangtritis. Daerah Parangtritis terletak di pesisir selatan Pulau
Jawa yang berhadapan secara langsung dengan zona-zona patahan Lempeng Indo-Australia
dan Lempeng Eurasia. Disamping itu, gempa akibat aktivitas zona subduksi berpotensi
terjadinya tsunami.

Gambar 1.1 Peta Patahan Utama dan Pulau di Indonesia (Sunarto dkk, 2018)

Gempa dan tsunami sama-sama dinyatakan dalam skala magnitude. Bedanya, gempa
disimbolkan dengan M (besar) dan tsunami disimbolkan dengan m (kecil). Menurut Sunarto
dkk mengatakan bahwa magnitude tsunami menunjukkan tinggi dan rendahnya gelombang
tsunami serta energi yang ditimbulkannya. Magnitudo tsunami dinyatakan dalam skala
Imamura. Imamura mengestimasikan tingkat skala tsunami berdasarkan tinggi maksimum run
up tsunami di Jepang.

Tabel 1.2 Tabel Skala Magnitude Tsunami (Sunarto dkk, 2018)

Terdapat rumus matematis yang menyatakan hubungan magnitude tsunami (m)


dengan kedalaman air laut pada episenter dan jarak antara episenter ke tempat observasi
magnitude. Rumus matematisnya dituliskan dalam persamaan :
m = a + b log S
Gelombang tsunami berkaitan erat dengan kedalaman pusat gempa.

Gambar 1.3 Hubungan Antara Kekuatan Gempa dan Besaran Tsunami (Sunarto dkk, 2018)

Gambar 1.2 menunjukkan hubungan antara besaran tsunami (m) dan kekuatan gempa.
Nilai m yang didapat dari grafik diatas dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi
gelombang tsunami. Selain itu, besaran tsunami juga berkolaborasi dengan kedalaman laut di
pusat gempa.

Gambar 1.4 Klasifikasi Skala Imamura-Iida (Sunarto dkk, 2018)


BAB II
DATA-DATA GEMPA

Berikut merupakan data gempa di sekitar Kawasan Parangtritis pada tahun 1889
hingga tahun 2006.

Gambar 2.1 History Data Gempa dan Tsunami yang terjadi di Selatan Kawasan Parangtritis

Gambar 2.2 Potensi Tsunami di Kawasan Parangtritis


Gambar 2.3 Periode Berulang Gempa Bumi sebagai fungsi Magnitudo di Zona Subduksi
BAB III
PEMBAHASAN

Frekuensi kejadian dapat ditentukan dengan cara mengetahui seberapa sering


peristiwa tersebut terjadi di kurun waktu tertentu. Jika dalam kurun waktu 100 tahun telah
terjadi 3 kali tsunami di Kawasan Parangtritis (seperti pada Gambar 2.1), maka frekuensi
tsunami yang terjadi di Kawasan Parangtritis tersebut adalah 3/100 atau 0,03. Metode diatas
memiliki kelemahan karena hasilnya terlalu rendah, sehingga risiko yang dihasilkan juga
rendah. Maka dari itu, probabilitas temporal tsunami sebaiknya juga memperhatikan
magnitudo kejadian tsunami dan periode berulangnya tsunami pada suatu area tertentu
dengan kurun waktu tertentu (Sunarto dkk, 2018).
Gempa bumi merupakan penyebab utama terjadinya tsunami di Selatan Parangtritis
karena jumlah timbulnya tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi mencapai lebih
banyak daripada aktivitas vulkanisme. Gambar 2.1 memperlihatkan kejadian tsunami di
selatan Pulau Jawa.
Magnitudo gempa bumi adalah parameter yang penting karena merupakan penyebab
utama terjadinya tsunami. Magnitudo gempa bumi digunakan untuk mengetahui periode
berulang dan magnitude tsunami sehingga akan didapat kurva hubungan periode berulang dan
magnitude gempa bumi pada gambar 2.3. Gambar 2.3 menunjukkan periode berulang untuk
gempa pada momen magnitude tertentu dan kurun waktu tertentu. Peninjauan periode
berulang berupa Mw = 7,0 adalah 10 tahunan, Mw = 7,5 adalah 25 tahunan, Mw = 8,0 adalah
100 tahunan, dan Mw = 8,5 adalah 350 tahunan. Bisa dilihat bahwa berdasarkan kejadian
tsunami yang terjadi di Selatan Kawasan Parangtritis, diakibatkan oleh gempa bumi (Sunarto
dkk, 2018).
Pada gambar 2.2 adalah peta bahaya tsunami di Kawasan Parangtritis. Daerah selatan
pesisir mulai dari Parangtritis hingga sebelah timur sungai Progo mempunyai gumuk pasir.
Gumuk pasir ini serta vegetasi dapat menjadi penahan tsunami. Gumuk pasir berfungsi
sebagai pengurang volume air yang terhempas ke daratan. Berdasarkan histori tinggi
gelombang tsunami, tinggi tsunami dapat mencapai 14 meter. Daerah Parangtritis adalah
daerah yang paling rentan. Namun cukup aman karena adanya gumuk pasir dan vegetasi.
Apabila terjadi gelombang setinggi 14 meter, gumuk pasir dan vegetasi menahan volume air
yang masuk dan hanya mengenai pemukiman di tepi pantai serta persawahan yang bisa
digunakan menjadi tampungan air.
Pada tahun 2006, terjadi tsunami di Parangtritis setinggi 4,2 meter hingga 5,5 meter
(Sunarto dkk, 2018). Tsunami mencapai daerah yang rendah kurang dari satu menit dan
terhenti di daerah swale. Gelombang tsunami masuk ke daratan hingga 300 meter melalui
saluran air dan sawah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang tsunami tersebut adalah
45 warung dan 10 rumah tinggal warga rusak tersapu gelombang tsunami.
BAB IV
KESIMPULAN

Kawasan pantai Parangtritis merupakan daerah yang rawan tsunami. Seringnya terjadi
tsunami ditimbulkan oleh aktivitas zona subduksi di selatan Pulau Jawa. Hal tersebut
ditunjukkan dari data yang beberapa kali memperlihatkan tsunami terjadi akibat gempa bumi.
Adanya gumuk pasir dan vegetasi di sekitar daerah pantai Parantritis sangat berguna dalam
menahan laju gelombang dan volume air yang masuk ke daratan. Singkatnya, gelombang
tsunami yang masuk tidak pernah melebihi 500 meter yang mana dapat menimbulkan korban
jiwa serta kerusakan yang lebih banyak dan lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA

- Hidayati, N. 2017. Dinamika Pantai. Malang : Universitas Brawijaya Press

- Sunarto., Marfai, M.A., Mardianto, D. 2018. Penaksiran Multiresiko Bencana


di Wilayah Kepesisiran Parangtritis. Yogyakarta : UGM Press

Anda mungkin juga menyukai