Anda di halaman 1dari 49

PERBANDINGAN MIKROZONASI INDEKS KERENTANAN SEISMIK (Kg) HASIL

PENGOLAHAN VS30 USGS DENGAN PENGUKURAN SINYAL MIKROTREMOR


DI KECAMATAN PRAMBANAN DAN KECAMATAN GANTIWARNO
KABUPATEN KLATEN

Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Praktik Kerja Lapangan di BMKG Stasiun
Geofisika Kelas I Yogyakarta

Disusun Oleh

Fitri Fajarningrum

16306141027

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu
Lempeng Indo-Australia di bagian selatan yang relatif bergerak ke utara dengan
kecepatan sekitar 7 cm per tahun, Lempeng Eurasia di bagian utara yang relatif
bergerak ke selatan dengan kecepatan 13 cm per tahun, dan Lempeng Pasifik di
bagian timur yang relatif bergerak ke barat dengan kecepatan 10 cm per tahun,
menempatkan Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana akibat
aktivitas tektonik (ESDM, 2009; Republika, 2015).

Gambar 1.1.1 Gempa bumi di Indonesia dalam Katalog Pusat Studi Gempa bumi Nasional
(PuSGeN) 2016 (Irsyam et. Al., 2016)

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang diakibatkan oleh adanya


tumbukan antar lempeng bumi. Dampak yang ditimbulkan oleh adanya gempa bumi
sangat tergantung dari kekuatan gempa (Supartoyo et. Al., 2016).
Salah satu wilayah Indonesia yang merupakan daerah seismik aktif adalah
selatan pulau Jawa, sehingga pulau Jawa rawan terhadap gempa bumi termasuk di
wilayah Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan daerah Yogyakarta merupakan salah

2
satu provinsi yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia serta memiliki
struktur geologi yang kompleks dan mempunyai potensi yang bervariasi pula, baik
potensi sumber daya alam maupun potensi bencana alam. Secara fisiografis, bencana
alam yang mengancam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dibagi menjadi
empat macam, yaitu bencana yang berasal dari Gunung Merapi, bencana longsor dan
erosi, bencana banjir, serta gempa bumi. Berdasarkan data sejarah kegempaan,
Yogyakarta pernah diguncang gempa bumi berkekuatan besar pada tahun 1867, 1943,
1981, dan 2006 dengan intensitas maksimum antara VII hingga IX MMI (Sulaeman,
dkk, 2008).
Gempa tektonik Bantul 27 Mei 2006 dengan skala 6,3 Mw (Magnitude
Moment) dan kedalaman 12,5 km yang terjadi kurang lebih pukul 05.55 WIB selama
57 detik dengan pusat gempa 7,961 LS – 110,446 BT mengakibatkan banyak
kerusakan dan korban (USGS, 2014). Gempa bumi ini mengakibatkan kerusakan
bangunan lebih dari 100.000 buah dan menewaskan lebih dari 5000 jiwa
(BAPPENAS, 2006). Gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta dan
sekitarnya meliputi daerah Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, Sleman, Solo,
Karanganyar, Klaten, dan Prambanan. Departemen sosial menyebutkan 6.234 orang
meninggal, 36.299 orang terluka serta sekitar 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal
akibat gempa tersebut. Gempa tersebut juga menyebabkan kerusakan 616.458 unit
bangunan.
Gempa bumi tektonik 27 Mei 2006 tidak hanya mengguncang daerah Bantul
Yogyakarta, namun juga beberapa daerah di Jawa Tengah yang mengalami
guncangan gempa cukup besar terutama Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten terletak
antara 07 32’19’’ LS - 07 48’33’’ LS dan 110 26’14’’ LU - 110 47’51’’ LU yang
secara topografi dibatasi oleh Gunung Merapi dan Pegunungan Seribu dengan
ketinggian kurang lebih 75 hingga 160 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar
wilayah Kabupaten Klaten merupakan dataran rendah dan tanah bergelombang
(Klaten, 2016). Beberapa kecamatan di Kabupaten Klaten mengalami banyak
kerusakan bangunan dan korban jiwa akibat gempa bumi Bantul 27 Mei 2006,
diantaranya Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Gantiwarno.
Kusumawati (2014) dalam hasil penelitiannya memaparkan bahwa wilayah
yang tergolong dalam kategori rawan gempa adalah wilayah yang memiliki daya
penguatan goncangan atau amplifikasi tanah yang besar. Nilai amplifikasi tanah
dipengaruhi oleh periode predominan tanah dan ketebalan sedimen. Ketebalan
3
sedimen berpengaruh besar terhadap besar kecilnya guncangan saat terjadi gempa,
dimana semakin besar nilai ketebalan sedimen maka nilai periode predominan dan
amplifikasi tanahnya akan semakin besar, sehingga studi tentang ketebalan lapisan
sedimen perlu dilakukan untuk mengetahui struktur lapisan tanah di wilayah tersebut
sebagai media rambat getaran gempa.
Sunardi (2012) mengutip hasil penelitian Daryono (2011) bahwa nilai rata-rata
indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor pada setiap satuan bentuk lahan
berubah mengikuti satuan bentuk lahan dan beberapa faktor yang mempengaruhi
indeks kerentanan seismik antara lain jenis material penyusun bentuk lahan, ketebalan
sedimen, dan kedalaman muka air tanah. Ketebalan sedimem memicu terjadinya
resonansi gelombang gempa bumi, sehingga menimbulkan amplifikasi getaran gempa
bumi. Informasi mengenai indeks kerentanan seismik bermanfaat untuk keperluan
mitigasi bencana, salah satunya di Kecamatan Prambanan dan Gantiwarno,
Kabupaten Klaten.
Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk menggambarkan kondisi bawah
permukaan adalah dengan melalui pengukuran mikrotremor. Pengukuran mikrotremor
menghasilkan parameter frekuensi predominan (fg), faktor amplifikasi (Ag), serta
turunan kedua parameter tersebut, yaitu indeks kerentanan seismik (Kg) (Pupung, dkk,
2016). Indeks kerentanan seismik (Kg) adalah indeks yang menggambarkan tingkat
kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi gempa bumi.
Hubungan antara indeks kerentanan seismik (Kg) dengan rasio kerusakan pernah
dikaji di Kobe, Jepang (Nakamura, 2008). Upaya lain untuk mengetahui karakteristik
atau klasifikasi suatu batuan berdasarkan kekuatan getaran gempa bumi dapat
digunakan Vs30. Vs30 merupakan nilai kecepatan gelombang geser (shear wave)
hingga kedalaman 30 meter. Nilai Vs30 dapat dipergunakan untuk mendiskripsikan
litologi permukaan. Data Vs30 dapat diperoleh dari USGS yang dihasilkan
berdasarkan permodelan topografi. Kemudahan untuk mengakses dan memanfaatkan
data Vs30 USGS membuat data ini banyak digunakan dalam persamaan empiris
(Nugroho, 2017). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
mikrozonasi indeks kerentanan seismik hasil penelitian dengan metode mikrotremor
dengan mikrozonasi indeks kerentanan seismik hasil pengolahan Vs30 USGS di
Kecamatan Prambanan dan Gantiwarno, Kebupaten Klaten.

4
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Berapa nilai frekuensi predominan (fg) dan faktor amplifikasi (Ag) hasil pengukuran
mikrotremor dengan hasil pengolahan data Vs30 USGS di Kecamatan Prambanan dan
Gantiwarno?
2. Berapa nilai indeks kerentanan seismik (Kg) hasil pengukuran mikrotremor dan hasil
pengolahan data Vs30 USGS di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Gantiwarno?
3. Bagaimana mikrozonasi indeks kerentanan seismik (Kg) hasil pengukuran
mikrotremor dan hasil pengolahan data Vs30 USGS di Kecamatan Prambanan dan
Gantiwarno?

1.3.Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Data yang digunakan dalam studi ini berupa data mikrotremor dan data Vs30
USGS pada daerah yang dibatasi dengan koordinat geografis 07 47’45,519’’ LS -
07 42’43,392’’ LS dan 110 29’21,450’’ BT - 110 37’3,214’’ BT.
2. Data mikrotremor diperoleh dari hasil penelitian dan data Vs30 diperoleh dari
USGS (www.earthquake.gov/dataVs30/) .
3. Mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik (Kg) hasil penelitian dan pengolahan
Vs30 USGS pada Kecamatan Prambanan dan Gantiwarno dilakukan di 30 titik
penelitian.

1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui nilai frekuensi predominan (fg) dan faktor amplifikasi (Ag) hasil
pengukuran mikrotremor dengan hasil pengolahan data Vs30 USGS di Kecamatan
Prambanan dan Gantiwarno.
2. Mengetahui nilai indeks kerentanan seismik (Kg) hasil pengukuran mikrotremor dan
hasil pengolahan data Vs30 USGS di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan
Gantiwarno.
3. Menggambarkan mikrozonasi indeks kerentanan seismik (Kg) hasil pengukuran
mikrotremor dan hasil pengolahan data Vs30 USGS di Kecamatan Prambanan dan
Gantiwarno.
5
1.5.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut.
1. Memberikan informasi perbandingan hasil pengolahan data mikrotremor dengan
pengolahan data Vs30 USGS di Kecamatan Prambanan dan Gantiwarno.
2. Memberikan informasi klasifikasi tanah yang dapat digunakan sebagai mitigasi
bencana gempa bumi.
3. Memberikan perbandingan gambaran mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik
(Kg) hasil pengolahan data mikrotremor dengan hasil pengolahan data Vs30 USGS
di Kecamatan Prambanan dan Gantiwarno.

6
BAB II

PROFIL BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA (BMKG)

STASIUN GEOFISIKA KELAS I YOGYAKARTA

2.1. Sejarah BMKG


Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada
tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr.
Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang
sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika.
Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh Pemerintah Hindia
Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama Magnetisch en
Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi
dipimpin oleh Dr. Bergsma.
Pada tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun
pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan
dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada tahun 1908 dengan
pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangkan
pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun 1928.
Pada tahun 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah
jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi mulai digunakan untuk penerangan
pada tahun 1930.
Pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942 sampai dengan 1945, nama
instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi Kisho Kauso Kusho. Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, instansi tersebut dipecah
menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang berada di lingkungan
Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk melayani kepentingan
Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan Geofisika, dibawah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih
oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en Geofisiche
Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang

7
dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia, kedudukan instansi tersebut di Jl.
Gondangdia, Jakarta.
Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia
dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi Jawatan
Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota
Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau WMO) dan
Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent Representative of
Indonesia with WMO.
Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya menjadi
Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan, dan pada
tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di
bawah Departemen Perhubungan Udara.
Pada tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan
Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada tahun
1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat
Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah Departemen
Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi suatu instansi
setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika, dengan kedudukan
tetap berada di bawah Departemen Perhubungan. Pada tahun 2002, dengan keputusan
Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan
Meteorologi dan Geofisika.
Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan
Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika disahkan oleh
Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
2.2. Sejarah Singkat Stasiun Geofisika Yogyakarta
Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta berdiri pada tahun 2004, sebagai kepala
stasiunnya adalah Kepala Stasiun Klimatologi Semarang. Stasiun ini merupakan
ujung tombak Badan Meteorologi dan Geofisika di Provinsi D.I. Yogyakarta dalam
mengemban tugas negara sesuai Surat Keputusan RI No. 45 tentang organisasi dan

8
tata kerja yang meliputi pengamatan, pengumpulan, analisa, penyebaran, serta
pelayanan geofisika.
Pada tahun 2005 dikepalai oleh Bapak Tiar Prasetyo, S.Si dan dalam
perkembangannya pada tahun 2006 Stasiun Geofisika ini dikepalai oleh Bapak Drs.
Jaya Murjaya, M.Si. Pada tahun 2007 hingga 2011 dikepalai oleh Bapak Budi
Waluyo, Dipl. Seis dan pada tahun 2011 hingga awal 2013 dikepalai oleh Drs.
Mochammad Riyadi M,S.Si. Mulai awal 2013 hingga 2015 dikepalai oleh Drs.
Bambang Suryo S.P.,M.Si. Tahun 2015 hingga 2017 dikepalai oleh Tony Agus
Wijaya, S.Si. Pada tahun 2017 hingga sekarang dikepalai oleh Dr. I Nyoman Sukanta
S.Si, MT.
Melalui keputusan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika yang mana tugas
dan fungsi serta peran Stasiun Geofisika D.I. Yogyakarta. Pada awal tahun 2007
ditingkatkan menjadi pusat gempa bumi regional wilayah VII yang meliputi Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah yang mencakup unsur meteorologi dan
geofisika.
Kegiatan utama Stasiun Geofisika Yogyakarta yaitu melakukan pengamatan
unsur-unsur geofisika dan meteorologi yang meliputi: gempa bumi, curah hujan, arah
dan kecepatana angin, tekanan udara dan suhu. Melalui sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia yang tersedia selanjutnya melaksanakan kegiatan berikut:
a. Pengamatan geofisika
b. Pengumpulan dan penyebaran geofisika
c. Pengolahan dan analisa data geofisika
d. Pelayanan jasa geofisika
e. Pelaksanaan administrasi dan kerumahtanggan.
2.3.Kondisi Geografis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta
Stasiun Geofisika Yogyakarta terletak pada koordinat 7.81 LS – 110.295 BT
dengan ketinggian 91.67 m dpal (diatas permukaan air laut) dan beralamat di jalan
Wates KM. 8 Dusun Jitengah, Desa Balecatur, Kecamatan Gamping, Kabupaten
Sleman D.I. Yogyakarta. Lokasi stasiun berada di perbukitan batu gamping. Dari
pusat kota Yogyakarta berjarak ±15 km.
2.4.Visi dan Misi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta
a. Visi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas I Yogyakarta
adalah terwujudnya BMKG sebagai organisasi yang mampu memberikan
pelayanan meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika yang handal
9
guna mendukung keselamatan dan keberhasilan pembangunan nasional serta
berperan aktif di tingkat Internasional.
b. Misi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas I Yogyakarta
adalah sebagai berikut:
1. Mengamati dan memahami fenomena meteorologi, klimatologi, kualitas
udara, dan geofisika.
2. Menyediakan data dan informasi klimatologi, kualitas udara, dan geofisika
yang handal dan terpercaya.
3. Melaksanakan dan mematuhi kewajiban internasional dalam bidang
meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika.
4. Mengoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di bidang meteorologi,
klimatologi, kualitas udara, dan geofisika.
2.5.Kedudukan dan Tugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Yogyakarta
BMKG memiliki status sebagai sebuah lembaga non departemen (LPND)
yang dipimpin oleh seorang kepala badan. BMKG mempunyai tugas: melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Landasan dasar
mengenai kedudukan dan pelaksanaan tugas BMKG adalah Keputusan Pressiden No.
46 tahun 2002.
2.6.Fungsi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta
Sesuai dengan fungsinya, BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta
mempunyai tugas yang meliputi:
a. Pengamatan
1. Melaksanakan pengamatan gempa bumi dengan menggunakan seismograph.
2. Melakukan pengamatan gempa bumi kuat dan percepatan tanah dengan
menggunakan accelerograp.
3. Melaksanakan pengamatan gempa bumi dengan menggunakan paling sedikit 6
remote station sesuai kebutuhan jaringan nasional dan internasional.
4. Melaksanakan pengamatan intensitas gempa bumi signifikan dan susulannya
di wilayahnya sesuai dengan prosedur.
5. Melaksanakan pengamatan kelistrikan udara dengan menggunakan Lightening
Detector atau Lightening Counter.

10
6. Melaksanakan pengamatan magnet bumi sesuai dengan kebutuhan di stasiun
yang dibutuhkan atau jaringan nasional atau internasional.
7. Melaksanakan pengamatan magnet bumi absolut sesuai dengan kebutuhan di
stasiun yang ditetapkan atau jaringan nasional atau internasional.
8. Melaksanakan tanda waktu dengan menggunakan teropong bintang sesuai
kebutuhan di stasiun yang ditetapkan.
9. Melaksanakan perawatan rutin berkala peralatan operasional gempa bumi atau
tsunami di stasiunnya sesuai dengan prosedur yang berlaku.
10. Melaksanakan perawatan rutin peralatan kelistrikan udara dan peralatan
lainnya di stasiunnya sesuai dengan prosedur yang berlaku.
11. Melaksanakan perbaikan peralatan operasional di stasiunnya sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
12. Melaksanakan kalibrasi harian seismograph di stasiunnya sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
13. Melaksanakan kalibrasi peralatan accelerograph sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
14. Melaksanakan pengamatan gempa bumi sebagai bagian jaringan internasional
atau global sesuai kebutuhan di stasiun yang ditetapkan.
b. Pengumpulan dan Penyebaran
1. Melaksanakan pertukaran data gempa bumi antar stasiun dengan kebutuhan
dan menggunakan teknologi yang tersedia.
2. Melaksanakan pengiriman fase data gempa bumi ke Balai Besar Meteorologi
dan Geofisika dan kantor pusat secara rutin sesuai dengan prosedur.
3. Melaksanakan pengiriman fase data gempa bumi, percepatan tanah dan
informasi terkait ke stasiun lain, Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan
kantor pusat dalam kondisi penting dan atas permintaan sesuai dengan
prosedur.
4. Melaksanakan pengumpulan dan pengiriman informasi intensitas gempa bumi
dan tsunami beserta susulannya merusak atau signifikan ke stasiun lain, Balai
Besar Meteorologi dan Geofisika dan kantor pusat dalam kondisi penting dan
atas permintaan sesuai dengan prosedur.
5. Melaksanakan pertukaran data dan informasi gempa bumi dengan lembaga
internasional dengan menggunakan teknologi yang tersedia.

11
6. Melaksanakan pengiriman data magnet dari bumi bulanan ke kantor pusat
Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan Stasiun Geofisika lainnya.
7. Melaksanakan pengiriman data kelistrikan udara bulanan ke Kantor Pusat,
Balai Besar Meteorologi dan Geofisika.
c. Pengolahan dan Analisis Geofisika
1. Melaksanakan pengolahan interaktif dan analisa data gempa bumi di
wilayahnya dengan metode single stasion untuk mendapatkan informasi
parameter gempa bumi.
2. Melaksanakan pengolahan otomatis, reaktif, dan analisis gempa bumi di
wilayahnya dengan metode multi stasion untuk mendapatkan informasi
parameter dasar dengan mekanisme sumber gempa bumi.
3. Melaksanakan pengolahan dan analisis accelerograph untuk mendapatkan
informasi percepatan tanah atau intensitas gempa bumi kuat.
4. Melaksanakan pembuatan sistem database gempa bumi, tsunami, dan susulan
wilayahnya.
5. Melaksanakan pengolahan dan analisis data magnet bumi, variogram analog
dan digital di stasiun sesuai kabutuhan di stasiun yang ditetapkan atau jaringan
nasional atau internasional.
6. Melaksanakan pengolahan dan analisis data kelistrikan udara.
7. Melaksanakan pengolahan dan analisis tanda waktu sesuai kebutuhan di
stasiun yang ditetapkan.
8. Melaksanakan pembuatan peta-peta gempa bumi dan tsunami serta unsur
geofisika lainnya.
d. Pelayanan jasa terdiri atas:
1. Memberikan informasi gempa bumi dan tsunami kepada masyarakat atau
pemerintah daerah.
2. Memberikan informasi pendahuluan tentang gempa bumi dan tsunami hasil
analisa stasiun masing-masing dalam rangka memperkuat dan menjabarkan
informasi pusat.
3. Memberikan sosialisasi tentang bencana gempa bumi, tsunami kepada
masyarakat.

12
2.7.Struktur UPT Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Gempa bumi


Gempa bumi merupakan getaran atau goncangan yang berasal dari dalam bumi karena
pelepasan energi yang ditandai dengan patahnya batuan pada kerak bumi. Akumulasi
energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng–lempeng
tektonik. Umumnya pergerakan lempeng tektonik berlangsung lambat dan tidak dapat
dirasakan oleh manusia, namun terukur sebesar 0-15 cm per tahun. Kadang-kadang,
gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi
yang berlangsung terus-menerus. Proses yang kontinyu menyebabkan batuan pada
lempeng tektonik tidak kuat menahan gerakan tersebut, sehingga terjadi pelepasan energi
mendadak. Energi yang dilepaskan memancar ke segala arah dalam bentuk gelombang.
Ketika gelombang tersebut merambat ke permukaan bumi, kita dapat merasakan
getarannya (BMKG, 2015).
Berdasarkan kedalamannya, gempa bumi dapat dikelompokkan menjadi
(Ibrahim dan Subardjo, 2005):
1. Gempa bumi dalam, yaitu gempa bumi yang jarak atau kedalaman
hiposentrumnya lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi.
2. Gempa bumi menengah, yaitu gempa bumi yang jarak atau kedalaman
hiposentrumnya berada antara 70 km dan 300 km di bawah permukaan bumi.
3. Gempa bumi dangkal, yaitu gempa bumi yang jarak atau kedalaman
hiposentrumnya kurang dari 70 km di bawah permukaan bumi.

3.2 Gelombang Seismik


Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi, disebabkan
adanya deformasi struktur di bawah bumi akibat adanya tekanan ataupun tarikan karena
sifat elastisitas kerak bumi (Kusumawati, 2014). Gelombang seismik dibedakan menjadi
dua tipe gelombang, yakni gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan
(surface wave).
a. Gelombang Badan (Body Wave)
Gelombang badan merupakan gelombang yang merambat ke permukaan bumi
dari pusat gempa bumi. Gelombang ini sering disebut juga dengan istilah free

14
wave karena merambat ke segala arah. Gelombang badan terbagi menjadi dua
macam gelombang yaitu gelombang primer dan gelombang sekunder.
1. Gelombang Primer (P)
Gelombang primer merupakan gelombang longitudinal dengan arah
gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4. Gelombang P dapat merambat di media padat,
cair dan gas. Gelombang ini memiliki cepat rambat paling tinggi dibanding
gelombang yang lain sehingga akan lebih dulu terdeteksi oleh seismograf.
Kecepatan gelombang P di kerak bumi yakni 4-7 km/s, lebih dari 8 km/s di
dalam mantel dan inti bumi, sekitar 1,5 km/s di air dan di udara sekitar 0,3
km/s (Carlson dkk., 2011).

Gambar 3.1.1 Ilustrasi gelombang primer (Elnashai dan Sarno, 2008)


2. Gelombang Sekunder (S)
Gelombang Sekunder atau gelombang S menggerakkan batuan ke atas,
ke bawah, ke kiri, dan ke kanan sehingga berdasarkan gerakannya termasuk
gelombang transversal (Philip, 2007). Gelombang ini menjalar lebih lambat
dibandingkan dengan gelombang primer, tetapi memancarkan energi lebih
banyak. Kecepatan gelombang sekunder rata-rata 2/3 kali kecepatan
gelombang primer (Roosa, 2006). Kecepatan gelombang S dapat dituliskan
dengan persamaan berikut:

dengan Vs merupakan kecepatan gelombang S (m/s), merupakan modulus


geser (Pa), dan merupakan densitas atau kerapatan material yang dilalui
gelombang (Kayal, 2008). Ilustrasi gelombang P dan gelombang S
dapat dilihat pada gambar berikut.

15
Gambar 3.1.2 Ilustrasi gelombang sekunder (Elnashai dan Sarno, 2008)
b. Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan menjalar lebih lambat daripada gelombang badan,
namun mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. Hal ini dikarenakan
gelombang permukaan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melewati
permukaan bumi. Gelombang permukaan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh bergerak ke atas dan ke bawah (Philip, 2007).
Gelombag Rayleigh memiliki kecepatan dari 2,0 km/s hingga 4,2 km/s di
dalam bumi (Hidayati, 2010).
2. Gelombang Love
Gelombang Love menekan batuan ke kiri dan ke kanan (Philip, 2007).
Gelombang ini termasuk gelombang transversal dan memiliki kecepatan di
permukaan bumi sebesar 2,0 km/s hingga 4,4 km/s (Hidayati, 2010).

Gambar 3.1.3. a) Ilustrasi gelombang Love; b) Ilustrasi gelombang Rayleigh


(Elnashai dan Sarno, 2008).

16
3.3 Mikrotremor
Mikrotremor merupakan getaran tanah selain gempa bumi, bisa berupa getaran akibat
aktivitas manusia maupun aktivitas alam. Mikrotremor bisa terjadi karena getaran akibat
orang yang sedang berjalan, gataran mobil, getaran mesin pabrik, getaran angin,
gelombang laut, atau getaran-getaran alamiah dari tanah (Tokimatsu, 1995). Mikrotremor
mempunyai frekuensi lebih tinggi dari frekuensi gempa bumi, periodenya kurang dari 0,1
detik yang secara umum antara 0,05 – 2 detik dan untuk mikrotremor periode panjang
bisa 5 detik, sedang amplitudonya berkisar 0,1 – 0,2 mikrometer. Mikrotremor dibedakan
menjadi dua jenis berdasarkan rentang periodenya. Jenis pertama adalah mikrotremor
periode pendek dengan periode kurang dari 1 detik dan keadaan ini terkait dengan
struktur bawah permukaan yang dangkal dengan ketebalan beberapa puluh meter. Jenis
kedua adalah mikrotremor periode panjang dengan periode lebih dari 1 detik, keadaan ini
terkait dengan struktur tanah yang lebih dalam menuju ke dasar batuan keras (Mirzauglu,
2003). Penerapan mikrotremor adalah untuk menentukan karakteristik dinamis (frekuensi
predominan dan faktor amplifikasi) dari lapisan tanah yang dipelopori oleh Kanai dan
Tanaka pada tahun 1954-1961.

3.4 Ketebalan Lapisan Sedimen


Ketebalan sedimen merupakan salah satu faktor penyebab adanya pengaruh geologi
lokal (local site effect) ketika terjadi gempa bumi. Periode predominan memiliki pengaruh
berbanding lurus dengan ketebalan lapisan sedimen. Semakin besar nilai periode
predominan suatu tempat, maka semakin tebal pula lapisan sedimen di wilayah tersebut,
begitu pula sebaliknya. Nilai periode predominan merupakan cerminan dari ketebalan
sedimen itu sendiri. Penguatan gelombang pada saat gempa bumi sangat dipengaruhi oleh
ketebalan sedimen dan litologi daerah setempat. Makin besar ketebalan sedimen, makin
besar pula kemampuan batuan memperbesar amplitudo gelombang. Lapisan sedimen
dengan ketebalan kurang dari 10 m cenderung memiliki nilai amplifikasi tanah yang lebih
kecil dibanding wilayah dengan lapisan sedimen lebih dari 10 m (Martasari, 2013).
Alluvium merupakan endapan yang paling muda, memiliki kerentanan fisik tertinggi
ketika terkena goncangan gempa bumi. Batuan vulkanik kuarter memiliki kerentanan
lebih rendah dibanding alluvium. Batuan yang memiliki kerentanan paling rendah, yaitu
batuan umur tersier karena memiliki densitas paling tinggi.

17
3.5 Vs30
Vs30 merupakan kecepatan gelombang geser hingga pada kedalaman 30 m dari
permukaan. Menurut Roser dan Gosar (2010), nilai Vs30 ini dapat dipergunakan dalam
penentuan standar bangunan tahan gempa. Nilai Vs30 digunakan untuk menentukan
klasifikasi batuan berdasarkan kekuatan getaran gempa bumi akibat efek lokal serta
digunakan untuk keperluan dalam perancangan bangunan tahan gempa. Vs30 merupakan
data yang paling penting dan paling banyak digunakan dalam teknik geofisika untuk
menentukan karakteristik struktur bawah permukaan hingga kedalaman 30 m. (Zhao,
2012) merumuskan hubungan antara frekuensi predominan dengan Vs30 yaitu dengan
persamaan sebagai berikut.

dengan adalah frekuensi predominan (Hz), adalah kecepatan gelombang geser


pada kedalaman 30 m (m/s), dan h adalah ketebalan sedimen (m).
Klasifikasi nilai Vs30 berdasarkan Uniform Building Code (UBC) ditunjukkan pada
tabel berikut.
Tipe Batuan Profil Jenis Batuan Vs30
A Hard Rock (Batuan Keras) >1500 m/s
B Rock (Batuan Sedang) 760 – 1500 m/s
C Very Dense Soil and Soft Rock (Tanah Keras 360 – 760 m/s
dan Batuan Lunak)
D Stiff Soil (Tanah Sedang) 180 – 260 m/s
E Soft Soil (Tanah Lunak) < 180 m/s
Tabel 3.4.1. Klasifikasi Jenis Batuan berdasarkan Uniform Building Code (UBC)
(Nurrahmi, dkk., 2015)
Tabel 3.4.2. Data nilai Vs pada beberapa jenis batuan (Daryono, 2011)
Material Kecepatan Gelombang Geser Vs (m/s)
Beton 2000
Granit 3500-380
Dolerit 2960-3450
Andesit 2440-3500
Basal 3600-3700
Lempung 380-1000

18
3.6 Frekuensi Predominan
Analisis data mikrotremor dapat memberikan informasi nilai frekuensi predominan.
Nilai frekuensi predominan pada suatu tempat dapat digunakan dalam perencanaan
bangunan tahan gempa sebagai keperluan mitigasi bencana gempa bumi (Tuladhar dkk,
2004). Nilai frekuensi predominan diperoleh dari tampilan kurva H/V hasil dari
pengolahan mikrotremor. Nilai frekuensi predominan yang sangat rendah bukan hanya
mengakibatkan adanya efek resonansi tetapi juga dapat meningkatkan kerentanan
terhadap bahaya dengan periode yang panjang.
Apabila nilai frekuensi predominan struktur bangunan mendekati nilai frekuensi alami
material di bawahnya pada suatu daerah, maka getaran seismik akan membuat resonansi
dengan bangunan yang akan meningkatkan stress pada bangunan tersebut, sehingga
menyebabkan kerusakan bangunan saat terjadi gempa bumi.
Setiap benda memiliki frekuensi dominan yang besarnya tergantung dari komposisi,
ukuran, dan bentuknya. Jika frekuensi dominan suatu benda sama dengan frekuensi
dominan sumber bunyi lain maka akan terjadi resonansi atau penguatan amplitudo
gelombang. Benda tersebut dikatakan resonan terhadap frekuensi dominan sumber bunyi
(Sears dan Zemansky, 1994).
Nilai frekuensi predominan dapat digunakan untuk mengetahui jenis dan karakteristik
batuan di suatu wilayah. Klasifikasi tanah berdasarkan nilai frekuensi predominan
menurut Kanai adalah sebagai berikut.

Klasifikasi Frekuensi Keterangan


Tanah Predominan
(Hz)
Jenis I 6,67-20 Batuan tersier atau lebih tua. Terdiri dari batuan pasir
berkerikil keras (hard sandy gravel).
Jenis II 4-6,67 Batuan alluvial dengan ketebalan 5m. Terdiri dari pasir
berkerikil (sandy gravel), pasir berlempung keras (sandy
hard clay) tanah liat, lempung (loam), dan sebagainya.
Jenis III 2,5-4 Batuan alluvial yang hampir sama dengan tanah jenis II,
hanya dibedakan oleh adanya formasi yang belum
diketahui (buff formation).
Jenis IV <2,5 Batuan alluvial yang terbentuk dari sedimentasi delta, top

19
soil, lumpur, dll, dengan kedalaman 30m.
Tabel 3.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Frekuensi Predominan menurut Kanai
(Arifin, et. Al., 2013)
Besarnya frekuensi predominan pada bawah permukaan tanah dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut (Nakamura, 2008) :

dengan adalah frekuensi predominan (Hz), adalah kecepatan gelombang geser (m/s),
dan H adalah ketebalan sedimen (m).

3.7 Faktor Amplifikasi


Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang seismik yang terjadi akibat adanya
perbedaan yang signifikan antar lapisan. Gelombang seismik akan mengalami perbesaran,
jika merambat pada suatu medium ke medium yang lain yang lebih lunak dibandingkan
dengan medium awal yang dilaluinya. Semakin besar perbedaan itu, maka perbesaran
yang dialami gelombang tersebut akan semakin besar. Nilai faktor penguatan
(amplifikasi) tanah berkaitan dengan perbandingan kontras impedansi lapisan permukaan
dengan lapisan di bawahnya. Bila perbandingan kontras impedansi kedua lapisan tinggi
makan nilai faktor penguatan juga tinggi, begitu pula sebaliknya (Nakamura, 2000).
Besaran amplifikasi dapat diestimasi dari kontras parameter perambatan gelombang
(densitas dan kecepatan) pada bedrock dan sedimen permukaan. Semakin besar
perbedaan parameter tersebut, semakin besar pula nilai amplifikasi perambatan
gelombangnya (Gosar, 2007). Nilai amplifikasi dipengaruhi oleh variasi formasi geologi,
ketebalan dan sifat-sifat fisika lapisan tanah dan batuan, seperti batuan mengalami
deformasi (pelapukan, pelipatan, dan pergeseran) yang mengubah sifat fisik batuan. Pada
batuan yang sama nilai amplifikasi dapat bervariasi sesuai dengan tingkat deformasi dan
pelapukan pada tubuh batuan tersebut.
Klasifikasi faktor amplifikasi menurut Ratdomopurbo (dalam Setiawan, 2009) nilai
dapat dibagi ke dalam 4 zona yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Tabel 3.7.1 Klasifikasi nilai faktor amplifikasi (Setiawan, 2009)

Zona Klasifikasi Nilai faktor amplifikasi


1 Rendah A< 3

20
2 Sedang 3 A<6
3 Tinggi 6 A<9
4 Sangat tinggi A 9
Sementara itu, klasifikasi tanah menurut Kanai – Omote – Nakajima adalah sebagai
berikut.

Tabel 3.7.2 Klasifikasi Tanah Kanai – Omote – Nakajima (Dikutip dari Buletin
Meteorologi dan Geofisika No. 4, 1998).

Klasifikasi Tanah Periode (T) Ketarangan Karakter


Kanai Omote- Sekon
Nakajima
Jenis I Jenis A 0,05 – 0,015 Batuan tersier atau Keras
lebih tua. Terdiri dari
batuan hard sandy,
gravel, dll
Jenis II 0,10 – 0,25 Batuan alluvial, dengan Sedang
ketebalan 5m. Terdiri
dari sandy-gravel,
sandy hard clay, loam,
dll.
Jenis III Jenis B 0,25 – 0,40 Batuan alluvial, hampir Lunak
sama dengan jenis II,
hanya dibedakan oleh
adanya formasi buff.
Jenis IV >0,40 Batuan alluvial, yang Sangat Lunak
terbentuk dari
sedimentasi delta, top
soil, lumpur, dll,
dengan kedalaman 30
m atau lebih.

21
Fujimoto dan Midorikawa (2006) menyarankan hubungan antara Vs30 dan faktor
amplifikasi (ampv) dengan persamaan sebagai berikut (Morikawa dkk, 2008) :

Dengan Vs30 adalah kecepatan gelombang geser pada kedalaman 30 m (m/s), dan
Ampv adalah faktor amplifikasi.

3.8 Indeks Kerentanan Seismik


Indeks Kerentanan Seismik merupakan indeks yang menggambarkan tingkat
kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi tanah saat terjadi gempa bumi
(Guler, et.al., 2000). Kerusakan yang diakibatkan oleh gempa bumi pada struktur
komponen bangunan terjadi saat gaya gempa bumi melebihi batas dari regangan suatu
bangunan yang menyebabkan perubahan posisi dasar bangunan, dan hal ini menyebabkan
keruntuhan suatu bangunan jika stabilitas dari struktur bangunan rendah. Indeks
kerentanan seismik didefinisikan untuk kondisi regangan pada skala s2/cm
(Nakamura, 2008).
Indeks kerentanan seismik yang diperoleh dengan mengkuadratkan nilai puncak
spektrum mikrotremor (Ag) dibagi frekuensi predominan (fg), yang dirumuskan oleh
Nakamura (2000) sebagai berikut:

dengan adalah indeks kerentanan seismik (s2/m), adalah faktor amplifikasi ,


dan adalah frekuensi predominan (Hz).

3.9 Mikrozonasi
Mikrozonasi gempa adalah peta yang menggambarkan besarnya koefisien gempa
pada suatu daerah, khususnya daerah perkotaan yang pada umumnya disebabkan oleh
getaran tanah yang kuat selama gempa bumi (Najoan, 1996). Peta ini jika dikombinasikan
dengan informasi data mikrotremor di suatu daerah dapat digunakan untuk
menggambarkan berbagai strategi penanggulangan bencana, salah satunya pengkajian
risiko gempa.
Jika ditinjau berdasarkan daerah yang memiliki kerentanan seismik tinggi, hasil
mikrozonasi ini menunjukkan bahwa ketika terjadi getaran tanah yang kuat maka

22
kemungkinan besar terjadi kerusakan di daerah tersebut. Menurut Wang (2008), informasi
yang ditampilkan pada peta bencana suatu daerah tertentu tidak bisa dijadikan sebagai
acuan untuk mengevaluasi daerah lainnya. Hal tersebut dikarenakan setiap daerah
memiliki peta bencana masing-masing sesuai dengan karakteristik tanah dan batuannya.
3.10 Kondisi Geologi Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Gantiwarno

Daerah penelitian terletak di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Prambanan dan Kecamatan
Gantiwarno Kabupaten Klaten.

a. Kecamatan Prambanan
Kecamatan Prambanan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Sebelah barat kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Prambanan,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan ini juga berbatasan
dengan Kecamatan Gantiwarno di sebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan
Gayamharjo Kabupaten Sleman di sebelah selatan dan berbatasan dengan Kecamatan
Manisrenggo di sebelah utara. Luas wilayah Kecamatan Prambanan adalah 24,43
km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 46161 jiwa yang dibagi menjadi 11823
kepala keluarga (BAPPEDA Kabupaten Klaten, 2006).
Secara administratif, Kecamatan Prambanan terdiri dari 16 desa, yaitu Desa
Joho, Desa Kokosan, Desa Kebondalem Lor, Desa Randusari, Desa Brajan, Desa
Bugisan, Desa Kemudo, Desa Geneng, Desa Sanggrahan, Desa Taji, Desa Tlogo,
Desa Kebondalem Kidul, Desa Pereng, Desa Kotesan, Desa Cucukan, dan Desa
Sengon.
Berdasarkan satuan formasi, litologi Kecamatan Prambanan tersusun atas
Formasi Merapi Muda dengan sedikit Formasi Kebobutak, dan Formasi Semilir di
bagian selatan (Pemkab Klaten, 2011).
b. Kecamatan Gantiwarno
Kecamatan Gantiwarno adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul di sebelah selatan,
Kecamatan Wedi di sebelah timur, Kecamatan Prambanan di sebelah barat, dan
Kecamatan Jogonalan di bagian utara. Luas wilayah Kecamatan Gantiwarno, yaitu
251,64 km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 40743 jiwa yang dibagi menjadi
15062 kepala keluarga (BAPPEDA Kabupaten Klaten, 2006).
Secara administratif, Kecamatan Gantiwarno terdiri dari 16 desa yaitu Desa
Muruh, Desa Baturan, Desa Mlese, Desa Ceporan, Desa Tuwangsan, Desa Jabung,

23
Desa Mutihan, Desa Sawit, Desa Geneng, Desa Gesikan, Desa Katekan, Desa Kerten,
Desa Ngandong, Desa Kragilan, Desa Jogoprayan, Desa Karangturi, dan Desa
Gentan.
Berdasarkan satuan formasi, litologi Kecamatan Gantiwarno tersusun atas
Formasi Merapi Muda dengan sedikit Formasi Kebobutak tersebar di sebagian
wilayah selatan (Pemkab Klaten, 2011).

24
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1.Waktu dan Tempat Penelitian


Kegiatan penelitian dilakukan di Kantor BMKG Stasiun Geofisika Kelas I
Yogyakarta yang beralamat di Jalan Wates Km. 8 Jitengan, Balecatur-Gamping,
Sleman, Yogyakarta. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 14 Januari – 14 Februari
2019.
4.2. Peralatan Penelitian
1. Laptop
2. Perangkat lunak yang terdiri dari:
a. Microsoft Office Word 2010
b. Microsoft Office Excel 2010
c. Surfer 16
d. Origin 8
4.3. Deskripsi Data
Penelitian ini menggunakan data mikrotremor wilayah kecamatan Prambanan
dan Gantiwarno yang diambil dari hasil pengukuran, dan data Vs30 diperoleh dari
web USGS (www.earthquake.usgs.gov).
4.4. Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mencari data Vs30 di web USGS (www.eartquake.usgs.gov) sesuai wilayah
penelitian.

2. Mencari nilai x, y, dan z Vs30 yang sesuai dengan hasil penelitian sebanyak 30
titik data dengan menggunakan Software Surfer 16.
25
3. Membuat permodelan Vs30 hasil USGS dengan menggunakan Software Surfer 16.

4. Membuat permodelan Frekuensi Predominan (fg) hasil USGS dengan


menggunakan Software Surfer 16.

26
5. Membuat permodelan Frekuensi Predominan (fg) hasil pengukuran dengan
menggunakan Software Surfer 16.

6. Membuat permodelan Faktor Amplifikasi (Ag) hasil USGS dengan menggunakan


Software Surfer 16.

7. Membuat permodelan Faktor Amplifikasi (Ag) hasil penelitian dengan


menggunakan Software Surfer 16.

27
8. Membuat peta mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik (Kg) hasil USGS dan hasil
pengukuran dengan menggunakan Sofware Surfer 16.

28
4.5.Alur Penelitian

Gambar 4.5.1. Diagram alir penelitian

29
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data frekuensi predominan (fg), faktor amplifikasi (Ag), dan indeks kerentanan
seismik (Kg) hasil pengukuran dan USGS dibuat peta mikrozonasi menggunakan software
Surfer 16. Permodelan mikrozonasi tersebut dioverlay pada peta Kecamatan Prambanan dan
Gantiwarno, Kabupaten Klaten.

Distribusi nilai frekuensi predominan (fg) menunjukkan kondisi fisik tanah, yaitu tebal
atau tipisnya lapisan sedimen suatu daerah. Peta mikrozonasi yang diperoleh dari pengolahan
data Vs30 USGS menunjukkan rentang 2,6 Hz – 3,3 Hz. Sementara itu, peta mikrozonasi
hasil pengukuran menunjukkan rentang 0,5 Hz – 9,5 Hz. Selanjutnya untuk mengetahui jenis
dan karakteristik batuan di wilayah Kecamatan Prambanan dan Gantiwarno, dilakukan
klasifikasi tanah berdasarkan klasifikasi kanai. Penelitian Petermans et. Al. (2006)
menunjukkan bahwa nilai frekuensi predominan memiliki hubungan yang erat dengan
ketebalan sedimen, yaitu semakin rendah frekuensi predominan maka ketebalan lapisan
sedimen semakin besar. Mikrozonasi frekuensi predominan (fg) hasil Vs30 USGS ditunjukkan
pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Mikrozonasi Frekuensi Predominan (fg) hasil USGS

Peta mikrozonasi hasil pengolahan Vs30 USGS menunjukkan bahwa Kecamatan


Prambanan dan Gantiwarno memiliki nilai frekuensi predominan bervariasi dengan nilai
minimum 2,6 Hz di sebelah timur Desa Gentan dan nilai maksimum 3,3 Hz di sebelah barat

30
Desa Kokosan, Bugisan, Tlogo, Kebon Dalem Kidul, Pereng bagian barat. Berdasarkan
klasifikasi kanai (Arifin, et. Al., 2013) distribusi frekuensi predominan antara 2,6 Hz – 3,3 Hz
menunjukkan klasifikasi tanah jenis III, yaitu batuan alluvial yang hampir sama dengan tanah
jenis II, hanya dibedakan oleh formasi yang belum diketahui (buff formation) dengan
kedalaman 10 – 30 m. Daerah tersebut termasuk dalam kategori sedimen tebal. Sementara itu,
peta mikrozonasi frekuensi predominan (fg) hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Mikrozonasi Frekuensi Predominan (fg) hasil pengukuran

Peta mikrozonasi hasil pengukuran menunjukkan bahwa Kecamatan Prambanan dan


Gantiwarno memiliki nilai frekuensi predominan bervariasi dengan nilai minimum 0,5 Hz di
sekitar Desa Joho, Desa Randusari, Desa Brajan, Desa Genen, Desa Sanggrahan, Desa
Bugisan, dan Desa Tlogo. Nilai frekuensi predominan maksimum sebesar 9,5 Hz yang
terletak di Desa Pereng. Berdasarkan klasifikasi kanai (Arifin, et. Al., 2013) distribusi
frekuensi predominan antara 0,5 Hz – 2,5 Hz menunjukkan klasifikasi tanah jenis IV, yaitu
batuan alluvial yang terbentuk dari sedimentasi delta, top soil, lumpur dengan kedalaman
30m. Derah yang memiliki klasifikasi tanah jenis IV tersebut tersebar di Desa Joho, Desa
Kukusan, Desa Randusari, Desa Brajan, Desa Kemudo, Desa Genen, Desa Sanggrahan, Desa
Bugisan, Desa Tlogo, Desa Muruh, Desa Mutihan, Desa Sawit, Desa Katekan, Desa Kerten,
Desa Ngandong, Desa Baturan, Desa Mlese, Desa Jabung, Desa Gesikan, Desa Kragilan,
Desa Gentan, dan Desa Gesikan. Nilai frekuensi predominan yang berkisar antara 2,5 Hz – 4
Hz yang merupakan batuan alluvial yang hampir sama dengan tanah jenis II, hanya
dibedakan oleh adanya formasi yang belum diketahui, tersebar di Desa Jogoprayan dan Desa
31
Kotesan. Sementara itu, nilai frekuensi predominan tinggi yang berkisar antara 4-6,67
merupakan jenis batuan alluvial dengan ketebalan 5m, terdiri dari pasir berkerikil, pasir
berlempung keras, tanah liat, dan lempung. Daerah dengan nilai frekuensi predominan tinggi
tersebut tersebar di Desa Kotesan, Desa Sengon, dan Desa Pereng.

Berdasarkan nilai frekuensi predominan (fg) hasil pengukuran dan pengolahan data
Vs30 USGS, dapat diketahui jenis dan karakteristik batuan di wilayah Kecamatan Prambanan
dan Gantiwarno. Berdasarkan klasifikasi tanah menurut Kanai, 50% karakter tanah hasil
pengolahan data Vs30 USGS menunjukkan tanah lunak. Sementara itu, 80% karakter tanah
hasil pengukuran menunjukkan tanah sangat lunak. Selanjutnya, dilakukan plotting linier
hasil grafik perbandingan nilai frekuensi predominan (fg) hasil pengukuran dengan frekuensi
predominan (fg) hasil pengolahan data Vs30 USGS. Grafik tersebut menunjukkan besar R-
Square yang kecil yaitu sebesar 0.08308.

B
Linear Fit of B
10

8
f0 hasil penelitian

1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5


f0 hasil Vs30

Gambar 5.3. Grafik perbandingan frekuensi predominan (fg) hasil pengukuran dengan USGS

Selain frekuensi predominan, hasil penelitian juga menghasilkan nilai faktor


amplifikasi (Ag) hasil pengolahan Vs30 USGS dan hasil pengukuran. Faktor amplifikasi
berbanding terbalik dengan kecepatan gelombang geser, semakin kecil kecepatan gelombang
maka faktor amplifikasi semakin besar (Nakamura, 2008). Kecepatan gelombang dipengaruhi
oleh kepadatan batuan daerah tersebut. Semakin berkurang kepadatan batuan suatu daerah
menyebabkan gelombang yang melewatinya mempunyai kecepatan yang kecil sehingga
mempunyai faktor amplifikasi yang besar. Hal tersebut menyebabkan faktor amplifikasi juga
dipengaruhi oleh kepadatan batuan (Putri, 2016). Semakin tinggi nilai faktor amplifikasi
maka guncangan yang dirasakan juga semakin besar sehingga risiko kerusakan yang dialami
suatu daerah semakin tinggi. Mikrozonasi faktor amplifikasi (Ag) di Kecamatan Prambanan
dan Gantiwarno hasil USGS ditunjukkan pada Gambar 5.3.

32
Gambar 5.4 Mikrozonasi faktor amplifikasi (Ag) hasil USGS

Berdasarkan hasil pengolahan Vs30 USGS diperoleh nilai faktor amplifikasi (Ag)
bervariasi berkisar antara 1,22 – 1,33. Nilai faktor amplifikasi minimum sebesar 1,22 tersebar
di Desa Gesikan dan Desa Silan. Semakin ke arah barat, nilai faktor amplifikasi semakin
besar dengan nilai maksimum 1,33 berada di wilayah Desa Kokosan. Menurut Ratdomopurbo
(dalam Setiawan, 2009), klasifikasi faktor amplifikasi antara 1,22 – 1,33 tersebut termasuk
dalam kategori klasifikasi rendah.

Gambar 5.5 Mikrozonasi faktor amplifikasi (Ag) hasil pengukuran

Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh nilai faktor amplifikasi (Ag) bervariasi


berkisar antara 1,5 – 9,0. Nilai faktor amplifikasi minimum sebesar 1,5 terletak di Desa Joho,

33
sedangkan nilai faktor amplifikasi maksimum sebesar 9,0 terletak di Desa Kragilan. Menurut
Ratdomopurbo (dalam Setiawan, 2009), klasifikasi faktor amplifikasi hasil pengukuran antara
1,5 – 3,0 termasuk dalam kategori klasifikasi rendah, tersebar di wilayah Desa Gentan, Desa
Katekan, Desa Dalem Lor, Desa Randusari, Desa Brajan, Desa Kemudo, Desa Genen, Desa
Keposan, dan Desa Gentan. Nilai faktor amplifikasi antara 3,0 – 6,0 termasuk dalam kategori
sedang, tersebar di wilayah Desa Kokosan, Desa Bugisan, Desa Tlogo, Desa Kebun Dalem
Kidul, Desa Pereng, Desa Kotekan, Desa Cucukan, Desa Sengon, Desa Muruh, Desa
Mutihan, Desa Sawit, Desa Kerton, Desa Kragilan, Desa Baturan, Desa Mlese, dan Desa
Jabung. Nilai faktor amplifikasi 6,0 – 9,0 termasuk dalam kategori tinggi yang tersebar di
wilayah Desa Gesikan, Desa Kragilan, Desa Ngandong, dan Desa Klese.

Grafik hubungan faktor amplifikasi hasil pengolahan Vs30 USGS terhadap faktor
amplifikasi hasil pengukuran dilakukan plotting linier. Hasil yang diperoleh menunjukkan
nilai R-square yang kecil, yaitu sebesar 0,15761.

B
Linear Fit of B
10
Faktor Amplifikasi (Ag) hasil penelitian

0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2


Faktor Amplifikasi (Ag) hasil USGS

Gambar 5.5. Grafik Perbandingan Faktor Amplifikasi (Ag) hasil penelitian dan USGS

34
Gambar 5.6 Mikrozonasi indeks kerentanan seismik (Kg) hasil USGS

Indeks kerentanan seismik merupakan indeks yang menggambarkan tingkat


kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi tanah saat terjadi gempa bumi
(Guler, et.al., 2000). Informasi tentang indeks kerentanan seismik dapat digunakan untuk
mengetahui tinggi atau rendahnya potensi kerusakan suatu wilayah akibat gempa bumi.
Mikrozonasi indeks kerentanan seismik hasil pengolahan data Vs30 USGS ditunjukkan oleh
gambar 5.6. Peta mikrozonasi tersebut menunjukkan nilai indeks kerentanan seismik hasil
USGS bervariasi, yaitu dengan nilai minimum 0,385 x s2/m terletak di wilayah Desa
Silan dan nilai maksimum 0,51x s2/m terletak di wilayah Desa Kokosan, dan Desa
Bugisan bagian barat, Desa Tlogo bagian barat, Kebun dalem kidul bagian barat, dan Desa
Pereng bagian barat. Nilai indeks kerentanan seismik berdasarkan hasil pengolahan data Vs30
USGS menunjukkan skala kerentanan yang rendah. Sementara itu, indeks kerentanan seismik
hasil penelitian menunjukkan nilai yang berbeda dengan hasil Vs30 USGS. Peta mikrozonasi
indeks kerentaran seismik (Kg) hasil penelitian adalah sebagai berikut.

35
Gambar 5.7 Mikrozonasi indeks kerentanan seismik (Kg) hasil pengukuran

Berdasarkan analisis data, nilai indeks kerentanan seismik hasil pengukuran lebih
bervariasi daripada nilai indeks kerentanan seismik hasil Vs30 USGS. Indeks kerentanan
seismik menurut peta mikrozonasi tersebut berkisar antara 2,27x s2/m - 52,27x
s2/m. Nilai indeks kerentanan seismik terendah berkisar antara 2,27x s2/m sampai
10,27x s2/m tersebar di Desa Gesikan, Desa Gentan, Desa Karangturi, Desa Jogoprayan,
Desa Ceporan, Desa Baturan bagian utara, Desa Katekan bagian selatan, Desa Sengon bagian
selatan, Desa Pereng bagian selatan, Desa Brajan, Desa Randusari, dan Desa Joho. Indeks
kerentanan seismik sedang berkisar antara 10,28x s2/m sampai 34,27x s2/m tersebar
di Desa Kragilan, Desa Gesikan, Desa Jabung, Desa Mlese, Desa Baturan bagian selatan,
Desa Muruh, Desa Mutihan, Desa Kerten, Desa Ketekan, bagian utara, Desa Cucukan, Desa
Kotesan, Desa Kebon dalem kidul, Desa Kokosan, dan Desa Kebun dalem lor bagian barat.
Sementara itu, nilai indeks kerentanan seismik yang termasuk kategori tinggi berkisar antara
35,27x s2/m sampai 52,27x s2/m, tersebar di Desa Ngandong, Desa Sawit, Desa
Tlogo, dan Desa Bugisan.

Grafik Perbandingan Indeks Kerentanan Seismik (Kg) hasil pengukuran dan USGS
adalah sebagai berikut.

36
B
60 Linear Fit of B

50

40

Kg hasil penelitian
30

20

10

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5


Kg USGS

Gambar 5.8. Grafik Perbandingan Indeks Kerentanan Seismik (Kg) hasil pengukuran dan USGS

Berdasarkan titik-titik data yang diperoleh, dilakukan plotting linier yang


menghasilkan nilai R-square kecil, yaitu sebesar 0,07691.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, indeks kerentanan seismik hasil Vs30
berbeda dengan indeks kerentanan seismik hasil pengukuran primer di Kecamatan
Prambanan dan Gantiwarno. Hal tersebut dikarenakan metode yang digunakan berbeda.
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan pengambilan data mikrotremor secara
langsung dengan menggunakan alat seismograf. Sementara itu, pengolahan data Vs30
digunakan dengan pendekatan ground profile pada USGS yaitu dengan menggunakan nilai
kecepatan gelombang geser (shear wave) pada kedalaman 30 meter. Selain itu, besarnya
pendekatan nilai longitude dan latitute yang digunakan peneliti sedikit berbeda dari hasil
penelitian. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi terjadinya sedikit pergeseran titik yang
menyebabkan perbedaan hasil data yang diperoleh.

Berdasarkan peta mikrozonasi yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa hasil
pengolahan USGS menunjukkan peta yang berpola. Peta mikrozonasi Vs30, frekuensi
predominan, faktor amplifikasi, dan indeks kerentanan seismik menunjukkan bahwa semakin
ke arah barat maka nilainya semakin besar. Hal tersebut dikarenakan data web USGS
berdasarkan pada bentuk topografi permukaan bumi. Berdasarkan peta geologi, daerah
Kecamatan Prambanan dan Gantiwarno semakin ke arah barat menunjukkan daerah dataran
yang semakin tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengolahan
USGS semakin tinggi dataran di suatu tempat maka menunjukkan nilai indeks kerentanan
seismik yang semakin besar pula.

37
BAB VI

PENUTUP

6.1.KESIMPULAN
1. Nilai frekuensi predominan (fg) hasil pengolahan data Vs30 USGS adalah 2,6 Hz –
3,3 Hz, sementara nilai frekuensi predominan (fg) hasil pengukuran adalah 0,5 Hz –
9,5 Hz. Nilai faktor amplifikasi (Ag) hasil pengolahan data Vs30 USGS adalah 1,22 –
1,33 sedangkan nilai faktor amplifikasi (Ag) hasil penelitian adalah 1,5 – 9,0.
2. Berdasarkan nilai frekuensi predominan (fg) dan faktor amplifikasi (Ag) dapat
diperoleh nilai indeks kerentanan seismik (Kg) hasil pengolahan data Vs30 USGS dan
indeks kerentanan seismik (Kg) hasil pengukuran. Nilai indeks kerentanan seismik
(Kg) hasil USGS adalah 0,385 x s2/m - 0,51x s2/m, sedangkan nilai indeks
kerentanan seismik (Kg) hasil pengukuran adalah 2,27x s2/m - 52,27x s2/m.
3. Mikrozonasi indeks kerentanan seismik hasil pengolahan Vs30 USGS menunjukkan
hasil indeks kerentanan seismik yang bervariasi, yaitu dengan nilai minimun 0,385 x
s2/m terletak di wilayah Desa Silan dan nilai maksimum 0,51x s2/m
terletak di wilayah Desa Kokosan, dan Desa Bugisan bagian barat, Desa Tlogo bagian
barat, Kebun Dalem Kidul bagian barat, dan Desa Pereng bagian barat. Mikrozonasi
indeks kerentanan seismik hasil pengukuran terendah berkisar antara 2,27x s2/m
sampai 10,27x s2/m tersebar di Desa Gesikan, Desa Gentan, Desa Karangturi,
Desa Jogoprayan, Desa Ceporan, Desa Baturan bagian utara, Desa Katekan bagian
selatan, Desa Sengon bagian selatan, Desa Pereng bagian selatan, Desa Brajan, Desa
Randusari, dan Desa Joho. Indeks kerentanan seismik sedang berkisar antara
10,28x s2/m sampai 34,27x s2/m tersebar di Desa Kragilan, Desa Gesikan,
Desa Jabung, Desa Mlese, Desa Baturan bagian selatan, Desa Muruh, Desa Mutihan,
Desa Kerten, Desa Ketekan, bagian utara, Desa Cucukan, Desa Kotesan, Desa Kebon
dalem kidul, Desa Kokosan, dan Desa Kebun dalem lor bagian barat. Sementara itu,
nilai indeks kerentanan seismik yang termasuk kategori tinggi berkisar antara
35,27x s2/m sampai 52,27x s2/m, tersebar di Desa Ngandong, Desa Sawit,
Desa Tlogo, dan Desa Bugisan.

38
6.2.SARAN
Nilai frekuensi predominan (fg), faktor amplifikasi (Ag), dan indeks kerentanan
seismik (Kg) hasil pengolahan Vs30 USGS dan hasil pengukuran menunjukkan hasil
yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan data hasil pengolahan USGS berdasarkan
bentuk topografi permukaan bumi, dimana semakin tinggi dataran di suatu tempat
maka semakin tinggi pula nilai indeks kerentanan seismik. Data hasil pengolahan
USGS ini bisa digunakan untuk mendukung hasil penelitian primer yaitu pengukuran
sinyal mikrotremor secara langsung, namun sebaiknya data ini tidak digunakan
sebagai satu-satunya sumber yang digunakan dalam penelitian.

39
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,___________ Sejarah BMKG (http://www.bmkg.go.id) diakses pada tanggal 28


Januari 2019.

Arifin, S.S., Mulyatno, B.S., Marjiyono, Setianegara, R. 2013. Penentuan Zona Rawan
Guncangan Bencana Gempa bumi berdasarkan analisis Nilai Amplifikasi HVSR
Mikrotremor dan Analisis Periode Dominan Daerah Liwa dan Sekitarnya. Lampung:
UNILA.

BAPPENAS. 2006. Preliminary Damage and Lost Assesment. Jakarta: Consultatif Group
Indonesia.

BMKG. 2015. Indonesia Tsunami Early Warning System – InaTEWS. Diakses dari
http://inatews.bmkg.go.id/new/tentang_eq.php pada tanggal 27 Januari 2019, pukul
20.00 WIB.

Daryono. 2011. Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor pada Setiap Satuan
Bentuk Lahan di Zona Graben Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi,
Fakultas Geografi: Universitas Gadjah Mada.

ESDM. 2009. Gempa di Indonesia Akibat Interaksi Lempeng Utama Dunia. Diakses dari
http://www.esdm.go.id/berita/geologi/42-geologi/2849-gempa-di-indonesia-akibat-
interaksi-lempeng-utama-dunia-.html pada tanggal 27 Januari 2019, pukul 20.22
WIB.

Fadhilah, Ulfa. 2017. Mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik di Kawasan Jalur Sesar
Grindulu Berdasarkan Data Mikrotremor. Universitas Negeri Yogyakarta: Laporan
Kerja Praktik.

Ibrahim, G., & Subardjo. 2005. Pengetahuan Seismologi. Jakarta: Badan Meteorologi dan
Geofisika.

Martasari, S.F. 2013. Analisis Struktur Lapisan Tanah Berdasarkan Ketebalan Sedimen
Menggunakan Mikrotremor Dengan Metode Horizontal To Vertical Spectral Ratio.
Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

40
Moh, A. G. 2017. Mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik Dengan Metode HVSR
(Horizontal to Vertical Spectral Ratio) di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan.
Malang. Yogyakarta: Laporan Kerja Praktik.

Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamura’s Technique Its


Applications. Japan: System and Data Research.

Nakamura, Y. 2008. On the H/V Spectrum. Beijing: The 14th World Conference on
Earthquake Engineering.

Nurrahmi, dkk. 2015. Analisis Kecepatan Gelombang Geser Vs30 Menggunakan Metode
Refraksi Mikrotremor (Remi) di Kelurahan Talise. Jurnal Gravitasi Vol. 14 No. 1.

Petermans. T., Devleeschouwer, X., Fouriel, F., Rosset, P. 2006. Mapping The Local Seismic
Hazard inThe Urban Area of Brussels, Belgium. London: The Geological Society.

Putri, Y. D. A. 2016. Mikrozonasi Indeks Kerentanan Seismik di Kawasan Jalur Sesar Opak
berdasarkan Pengukuran Mikrotremor. Skripsi. Yogyakarta:UNY.

Sari, M. A. 2016. Pemetaan Percepatan Getaran Tanah Maksimum dan Intensitas Gempa
bumi di Kawasan Jalur Sesar Sungai Oyo Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: UNY.

Sears WF and Zemansky WM. 1994. Fisika Untuk Universitas. Jakarta: Binacipta.

Sudrajat, A. 2016. Analisis Litologi Lapisan Sedimen berdasarkan Metode Horizontal to


Vertical Spectra Ratio (HVSR) dan Data Bor di Kawasan Jalur Sesar Opak. Skripsi.
Yogyakarta: UNY.

USGS. 2014. M6.3 Java Indonesia. United States: U.S Geological Survey.

Wang, Z. 2008. A Technical Note on Seismic Microzonation in The Central United States.
USA: University of Kentucky.

Wibowo, B. N. 2017. Rasio Model Vs30 Berdasarkan Data Mikrotremor dan USGS di
Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Yogyakarta: BMKG Stasiun Geofisika
Yogyakarta.

Widya, S.W. 2017. Pengolahan Data Mikrotremor Berdasarkan Metode HVSR Dengan
Menggunakan Matlab. Lampung: Universitas Lampung.

41
Zahroh, U. 2017. Analisis Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Pengukuran Sinyal
Mikrotremor di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Gantiwarno Kabupaten
Klaten. Skripsi. Yogyakarta: UNY.

42
Lampiran 1

Data Hasil Penelitian

frekuensi Faktor Indeks Kerentanan


Titik x y
predominan Amplifikasi Kg (x
6 110,576225 -7,809038 1,25 6,105 29,2086
7 110,59096 -7,80938 1,3 1,30 27,4972
10 110,5309817 -7,79839833 5,8 5,80 7,0983
11 110,524105 -7,78075167 1,05 1,05 3,0798
12 110,53909 -7,78864667 1,2 1,20 21,5404
13 110,5517135 -7,78864667 2,4 2,40 18,3214
14 110,576225 -7,788025 4,85 4,85 10,1061
15 110,5973533 -7,79283833 2,3 2,30 2,8532
16 110,6112417 -7,788625 2,9 2,90 7,2232
17 110,4885733 -7,76915667 3,75 3,75 5,7224
18 110,506455 -7,767868 9,5 9,50 2,7447
19 110,52305 -7,773945 2,8 2,80 4,0212
20 110,5398117 -7,77147 1,2 1,20 51,6748
21 110,5638433 -7,77114167 1,1 1,10 51,8386
22 110,5809833 -7,77356111 2,35 2,35 23,6609
25 110,486405 -7,75467 1,05 1,05 23,8982
26 110,5040267 -7,75453167 1,26 1,26 25,3697
27 110,5246183 -7,75433333 0,8 0,80 40,3953
28 110,5401583 -7,75410667 1,3 1,30 11,1648
29 110,5603017 -7,75600333 2 2,00 4,6621
30 110,5759017 -7,75431167 1,05 1,05 6,8155
33 110,4859317 -7,73667833 1,05 1,05 16,0978
34 110,5045911 -7,73637333 1 1,00 52,5279
35 110,5222867 -7,73673833 1,1 1,10 8,5814
36 110,5403867 -7,73635667 0,85 0,85 17,5121
37 110,5594733 -7,73657333 2,25 2,25 2,2745
41 110,4860383 -7,71816833 1 1,00 18,9825
42 110,5043483 -7,71806333 1,1 1,10 14,0508

43
43 110,5223733 -7,7186533 0,85 0,85 3,9857
44 110,53968 -7,71862 0,7 0,70 44,8492

Data Hasil Pengolahan USGS

Titik X Y Vs30 fg Ag Kg
6 110,5761 -7,809124 612,2195 5,101829167 0,984 0,189786049
7 110,5909 -7,809288 647,6385 5,3969875 0,948 0,166519563
10 110,5309 -7,79831 594,9491 4,957909167 1,009 0,205344827
11 110,524 -7,780779 509,6307 4,2469225 1,1508 0,311835368
12 110,5391 -7,788479 391,1886 3,259905 1,442 0,637860306
13 110,5517 -7,788643 497,5274 4,146061667 1,175 0,332996735
14 110,5761 -7,788152 475,7454 3,964545 1,219 0,374812494
15 110,5973 -7,792903 313,4712 2,61226 1,741 1,160328987
16 110,6112 -7,788643 295,8223 2,465185833 1,828 1,35550998
17 110,4885 -7,769145 382,3483 3,186235833 1,472 0,680045079
18 110,5063 -7,767835 460,1639 3,834699167 1,256 0,411384552
19 110,523 -7,773897 401,1844 3,343203333 1,4125 0,59677981
20 110,5398 -7,771439 240,4339 2,003615833 2,1827 2,377790797
21 110,5638 -7,771112 267,4307 2,228589167 1,995 1,785894439
22 110,5809 -7,773569 252,1121 2,100934167 2,096 2,091077422
25 110,4863 -7,754563 300,1755 2,5014625 1,8055 1,303169746
26 110,504 -7,754563 311,7361 2,597800833 1,749 1,177534844
27 110,5245 -7,754399 290,5323 2,4211025 1,857 1,424330031
28 110,5401 -7,754072 286,6139 2,388449167 1,879 1,478214839
29 110,5602 -7,756038 271,4155 2,261795833 1,967 1,710626991
30 110,5758 -7,754399 274,1947 2,284955833 1,949 1,662439573
33 110,4859 -7,73654 339,3203 2,827669167 1,6255 0,934426941
34 110,5045 -7,736376 336,2493 2,8020775 1,6379 0,957402645
35 110,5222 -7,736704 333,6833 2,780694167 1,0513 0,397466109
36 110,5403 -7,736376 316,6974 2,639145 1,7218 1,123316544
37 110,5594 -7,73654 296,8217 2,473514167 1,8238 1,344745255
41 110,486 -7,71819 373,8839 3,115699167 1,4996 0,721764214

44
42 110,5042 -7,718026 371,7418 3,097848333 1,5066 0,732716168
43 110,5224 -7,718681 362,5267 3,021055833 1,5374 0,782375067
44 110,5396 -7,718681 346,7598 2,889665 1,5958 0,881270888

45
Lampiran 2

1 Permodelan Vs30 USGS


.

2 Permodelan Frekuensi Predominan (fg) Hasil Permodelan Frekuensi


. Penelitian Predominan (fg) hasil USGS

3 Permodelan Faktor Amplifikasi (Ag) hasil Permodelan Faktor Amplifikasi


. penelitian (Ag) hasil USGS

46
4 Permodelan Indeks Kerentanan Seismik (Kg) Permodelan Indeks Kerentanan
. hasil penelitian Seismik (Kg) hasil USGS

47
Lampiran 3

Mikrozonasi frekuensi dominan hasil penelitian dan USGS:

No. f0 T0 Kakarter No. f0 VS30 T0 VS30 Kakarter


Penelitian Penelitian Tanah Tanah
1. Sangat 1. Sedang
1,25 0,8 5,101829167 0,196008131
lunak
2. Sangat 2. Sedang
1,3 0,769230769 5,3969875 0,185288552
lunak
3. 5,8 0,172413793 Sedang 3. 4,957909167 0,201697927 Sedang
4. Sangat 4. Sedang
1,05 0,952380952 4,2469225 0,235464622
lunak
5. Sangat 5. Lunak
1,2 0,833333333 3,259905 0,306757406
lunak
6. Sangat 6. Sedang
2,4 0,416666667 4,146061667 0,241192746
lunak
7. 4,85 0,206185567 Sedang 7. 3,964545 0,252235755 Lunak
8. Sangat 8. Lunak
2,3 0,434782609 2,61226 0,382810287
lunak
9. 2,9 0,344827586 Lunak 9. 2,465185833 0,405648932 Lunak
10 3,75 0,266666667 Lunak 10 3,186235833 0,313849964 Lunak
11. 9,5 0,105263158 Keras 11. 3,834699167 0,260776649 Lunak
12. 2,8 0,357142857 Lunak 12. 3,343203333 0,299114322 Lunak
13. Sangat 13. Sangat
1,2 0,833333333 2,003615833 0,499097673
lunak lunak
14. Sangat 14. Sangat
1,1 0,909090909 2,228589167 0,448714377
lunak lunak
15. Sangat 15. Sangat
2,35 0,425531915 2,100934167 0,475978741
lunak lunak
16 Sangat 16 Lunak
1,05 0,952380952 2,5014625 0,399766137
lunak
17. Sangat 17. Lunak
1,26 0,793650794 2,597800833 0,384940981
lunak

48
18. Sangat 18. Sangat
0,8 1,25 2,4211025 0,413034971
lunak lunak
19. Sangat 19. Sangat
1,3 0,769230769 2,388449167 0,418681718
lunak lunak
20 Sangat 20 Sangat
2 0,5 2,261795833 0,442126555
lunak lunak
21. Sangat 21. Sangat
1,05 0,952380952 2,284955833 0,437645221
lunak lunak
22. Sangat 22. Lunak
1,05 0,952380952 2,827669167 0,353648161
lunak
23. Sangat 23. Lunak
1 1 2,8020775 0,356878066
lunak
24. Sangat 24. Lunak
1,1 0,909090909 2,780694167 0,359622432
lunak
25. Sangat 25. Lunak
0,85 1,176470588 2,639145 0,378910594
lunak
26. Sangat 26. Sangat
2,25 0,444444444 2,473514167 0,40428311
lunak lunak
27. Sangat 27. Lunak
1 1 3,115699167 0,320955248
lunak
28. Sangat 28. Lunak
1,1 0,909090909 3,097848333 0,322804699
lunak
29. Sangat 29. Lunak
0,85 1,176470588 3,021055833 0,331010102
lunak
30. Sangat 30. Lunak
0,7 1,428571429 2,889665 0,346060876
lunak

49

Anda mungkin juga menyukai