Anda di halaman 1dari 25

PEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK TANAH LAPISAN ATAS DI

KODYA SURAKARTA MENGGUNAKAN BARTINGTON MS2 SEBAGAI


INDIKATOR PENDEKTAN SEBARAN LOGAM

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH GEOFISIKA LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :

AGNES LAURENCIA 140710150003

JODY APRILIAWARDHANI 140710150010

ILHAM AJI GUSTORO 140710150000

RIZKY M. FAUZI 140710150000

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2018

1
ABSTRAK

Jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat merupakan salah satu kontribusi utama
pencemaran tanah karena sangat mungkin gas Bungan kendaraan bermotor mengandung polutan
berupa logam hasil pembakaran. Metode yang umumnya digunakan untuk mengidentifikasi adanya
polutan adalah metode kimia, biokimia dan geokimia. Untuk itu, dikembangkan metode magnetik
batuan sebagai metode alternatif. Metode magnetik batuan sering digunakan dalam kajian lingkungan
dengan menggunakan variasi sifat mineral magnetik dalam tanah, debu atua sedimen sebagai
indicator dari lapisan atas di Kodya Surakarta. Metode ini menggunakan alat Bartington MS2 sensor
D dan dikombinasikan dengan analisis laboratorium cuplikan tanah daerah survey dengan
menggunakan Bartington MS2 sensor W dengan menggunakan variasi temperature. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara nilai suseptibilitas magnetik dengan pola
penggunaan lahan yang salah satunya dilihat dari intensitas kepadatan lalu lintas. Pengukuran di deka
jalan raya menunjukkan nilai suseptibilitas magnetik yang lebih tinggi disbanding pengukuran yang
jauh dari jalan raya (pemukiman). Korelasi ini memungkinkan digunakannya suseptibilitas magnetik
sebagai indicator pendekatan sebaran logam di tanah akibat gas buang kendaraan bermotor.

Kata Kunci : magnetik batuan, suseptibilitas, tanah lapisan atas, logam

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………………………………………………………………………..i

DFATAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………….ii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………………………………………………………iii

DAFTAR TABEL………………………………………………………………………………………………………………………………iv

BAB 1 : PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………………….1

LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………………………………………………………1

RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………………………………………………………2

TUJUAN……………………………………………………………………………………………………………………………………………..2

MANFAAT………………………………………………………………………………………………………………………………………….2

BAB 2 : TEORI DASAR……………………………………………………………………………………………………………………..3

SIFAT KEMAGNETAN DALAM BAHAN………………………………………………………………………………………………….3

SUSEPTIBILITAS MAGNETIK………………………………………………………………………………………………………………..6

SUSEPTIBILITAS MAGNETIK METER…………………………………………………………………………………………………….7

BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………………………………………………………….9

PEMETAAN NILAI SUSEPTIBILITAS MAGNETIK…………………………………………………………………………………….9

PENGUJIAN CUPLIKAN TANAH DI LABORATORIUM…………………………………………………………………………….9

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………11

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………………………………………………18

KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………………………18

SARAN……………………………………………………………………………………………………………………………………………..18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………..19

ii
DAFTAR PUSTAKA

Gambar 1. Bentuk magnetisasi bahan diamagnetik…………………………………………………………………………..3

Gambar 2. Kurva histeresis untuk bahan diamagnetik……………………………………………………………………….4

Gambar 3. Bentk magnetisasi pada bahan paramagnetik………………………………………………………………….4

Gambar 4. Kurva histeresis untuk bahan paramagnetik…………………………………………………………………….4

Gambar 5. Bentuk magnetisasi pada bahan ferromagnetik……………………………………………………………….5

Gambar 6. Kurva histeresis untuk bahan ferromagnetik..………………………………………………………………….5

Gambar 7. Bartington Suscepbility Temperature System…………………………………………………………………..9

Gambar 8. Prosedur Penelitian………………………………………………………………………………………………………..10

Gambar 9. Peta kontur nilai suseptibilitas magnetik dari area survei di Kodya Surakarta…………………12

Gambar 10. Grafik χ vs T untuk sampel kategori Jalan Utama………………………………………………………….14

Gambar 11. Grafik χ vs T untuk sampel kategori Jalan Raya…………………………………………………………….15

Gambar 12. Grafik χ vs T untuk sampel kategori Pemukiman………………………………………………………….15

Gambar 13. Grafik χ vs T untuk sampel nikel……………………………………………………………………………………16

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Suseptibilitas Magnetik dari berbagai mineral……………………………………………………………………..6

Tabel 2. Nilai Suseptibilitas Magnetik Mineral Ferromagnetik………………………………………………………….11

Tabel 3. Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik di Jalan Slamet Riyadi…………………………………………..12

Tabel 4. Suhu Curie Bahan Ferromagnetik……………………………………………………………………………………….16

Tabel 5. Suhu Curie Sampel Tanah Hasil Penelitian………………………………………………………………………….16

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paparan logam dibagi menjadi dua sumber yaitu sumber bergerak dan sumber stasioner. Sumber
bergerak seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal laut,
kendaran bermotor saat ini maupun di kemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan dari
paparan logam diperkotaan. Sumber stasioner berupa industri dan pusat tenaga listrik.

Jika dibandingkan antara sumber stasioner dan bergerak, proses pembakaran yang terjadi pada
sumber bergerak terutama kendaraan bermotor tidak sesempurna di dalam industri dan
menghasilkan bahan pencemar pada kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan
okside nitrogen, sulfur dan karbon. Aspek lain yang menjadi permasalahan adalah gas buangan yang
langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang lebih dekat dengan masyraakat, dibandingkan
dengan gas buangan dari cerobong industri yang tinggi.

Emisi gas buangan dapat membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Kondisi ini dapat
menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral atau logam, sehingga
logam tersebut dapat mencemari lingkungan.

Terjadi peningkatan pemakaian kendaraan bermotor di Solo menjadi salah satu sumber polutan
berupa paparan logam di tanah. Jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2004 di Kotamdya Surakarta
mencapai 202.36 kendraan yang terdiri dari sepeda motor, bus, mobil penumpang, dan mobil barang.
Jika dilihat dari total arus yang keluar masuk kota pada 18 jam efektif (jam 06.00 – 22.00 WIB) pada
tiga belas koridor adalah 579.625 kendraan atau rata – rata 32.201 kendaraan per jam (Anonim,
2006), hal ini dapat menggambarkan kondisi lalu lintas kota Surakarta.

Logam dalam batuan dan tanah bisa berupa mineral magnetik yang apabila ditinjau dari sifat
magnetiknya, pada umumnya dikelompokkan menjadi magnetik, pada umumnya dikelompokkan
menjadi diamagnetik, paramagnetik dan ferromagnetik (termasuk ferimagnetik dan
antiferomagnetik). Pada umumnya mineral magnetik digunakan bagi mineral yang tergolong
ferromagnetik. Dalam batuan dan tanah (soils), mineral ferromagnetik, umumnya berasal dari
keluarga besi-titanium oksida, sulfida-besi dan hidrooksida besi (Satria Bijaksana, 2002).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode magnetik batuan sebagai metode
alternatif yang sering digunakan dalam kajian lingkungan. Dimana metode ini menggunakan
perubahan dan variasi sifat mineral magnetik dalam tanah, debu atau sedimen sebagia indikator dari
proses yang terjadi di lingkungan.

Mineral magnetik dapat diindetifikasi dengan serangkaian metode yang dikenal dengan metode
kemagnetan batuan (rock magnetics methods) dan yang lazim digunakan adalah pengukuran
suseptibilitas magnetik dengan cara pemetaan suseptibilitas magnetik pada tanah berdasarkan
parameter – parameter magnetik tanah.

Informasi tentang mineral yang terkandung di dalam sampel di dapatkan dari pengukuran
suseptibilitas magnetik. Pemetaan suseptibilitas magnetik tanah dapat dikaitkan dengan pemetaan
sebaran logam dengan asumsi tanah yang diteliti mengandung logam yang berasal dari gas buangan
kendaraan bermotor.

1
Penelitian ini bertujuan memetakan nilai suseptibilitas magnetik dan mengidentifikasi sebaran logam
di Kodya Surakarta dengan cara melakukan survei dan pengukuran secara in situ (pengukuran
langsung di lapangan dengan Bartington MS2 sensor D sehingga diperoleh data yang dapat mewakili
beberapa tempat untuk dianalisis dan dibandingkan dengan hasil pengukuran cuplikan tanah di
laboratotrium dengan Bratington MS2 sensor W dengan menggunakan variasi temperatur.

Hasil dari penelitian ini mengkaji masalah sebaran paparan logam yang diindikasikan terdapat dalam
tanah maka dapat diindetifikasikan juga masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di
sekitar jalan yang padat lalu lintas kendraan bermotor dan mereka yang berada di jalan raya akan
terpapar oleh bahan pencemar berupa logam yang kadarnya cukup tinggi pula.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka poko permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Bagaimana nilai suseptibiltas magnetik pada daerah yang dilakukan penelitian dilihat dari peta
persebaran nilai suseptibilitasnya.
2. Bagaimana temperatur pada daerah penelitian yang di deteksi mengalami pencemaran.

C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat menentukan nilai suseptibilitas magnetik pada daerah penelitian yang mengalami
pencemaran dari logam berta hasil pemuangan gas kendraan bermotor.
2. Dapat menentukan temperatur pada daerah penelitian yang mengalami pencemaran dari
logam berta hasil pemuangan gas kendraan bermotor.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitin ini yaitu sebagai berikut :

1. Dapat memberikan pengetahuan tambahan dan ilmu pengetahuan yang berkatan dengan
nilai atau harga suseptiblitas suatu lapisan tanah yang mengalami pencemaran.
2. Dapat memberikan ilmu pengetahuan mengenai besaran suhu pada lapisan tanah yang
mengalami pencemaran akibat gas buangan kendaraan bermotor.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Kemagnetan Pada Bahan

Sifat kemagnetan pada suatu bahan bersumber dari pergerakan elektron dari atom. Terdapatdua jenis
pergerakan elektron yaitu gerak orbital disekitar inti atom dan gerak spin disekitar sumbunya. Masing
– masing jenis pergerakan tersebut mempunyai momen magnetik. Momen magnetik suatu atom
merupakan penjumlahan secara vector dari momen magnetik semua elektron dalam atom tersebut.
Jika momen magnetik dari electron – electron tersebut berorientasi sehingga momen magnetiknya
saling menghilangkan, maka atom tersebut secara keseluruhan tidak memiliki momen magnetik.
Sementara itu, jika keadaan saling menghilangkan momen magnetik tersebut hanya sebagian, maka
atom tersebut mempunyai momen magnetik. Kondisi tersebut memunculkan sifat magnetik yang
berbeda pada suatu bahan. Sifat – sifat magnetik tersebut yaitu :

1. Diamagnetik

Diamagnetic merupakan mineral alam yang tidak mempunyai momen magnetik, sehingga
kemagnetannya sangat lemah. Atom – atom bahan diamagnetik mempunyai kulit elektron terisi
penuh. Setiap elektron berpasangan dan mempunyai spin yang berlawanan dalam tiap pasangan,
sehingga tdak mempunyai momen magnet. Jika ada medan magnet dari luar yang menginduksi bahan
itu, amka elektron tersebut akan berputar dan menghasilkan medan magnet lemah yang melawan
medan penginduksinya seperti yang disebutkan dalam Hukum Lenz. Oleh karena itu, bahan
diamagnetik mempunyai suseptibiltas negative dan tidak bergantung pada medan H.

Gambar 1. Bentuk magnetisasi bahan diamagnetik (Jiles, 2005)

Pada gambar 1 menunjukkan bahwa sebelum bahan magnetik dinekanan medan luar (H = 0), arah
momen magnetiknya bersifta acak. Jika bahan magnetik tersebut diberikan medan luar (H ≠ 0), yang
ditandai dengan tanda panah berwarna hitam maka arah momen magnetiknya (panah putih) melawan
arah medan luar yang diberikan. Tetapi setelah medan luar dihilangkan maka momemn magnetiknya
akan kembali acak.

3
Gambar 2. Kurva histeresis untuk bahan diamagnetik (Jiles, 1996)

Gambar 2 menunjukkan nilai suseptibilitas pada bahan diamagnetik kecil dan bernilai negatif, yaitu
sekitar -1 x 10-5 dalam satuan internasioanl (SI) (Jiles, 1996). Pada temperature konstan dan medan
magnet yang lemah, nilai suseptibilitas akan bernilai konstan. Kondisi ini disebut keadaan linear, yaitu
H berbanding lurus terhadap M. bahan diamagnetik seperti bismuth, gypsum, marmer, kuarsa dan
garam.

2. Paramagnetik

Paramagnetik terdapat dalam suatu bahan yang memiliki kulit elektron terluar yang belum penuh
yakni ada elektron yang spinnya tidak berpasangan, sehingga jika terdapat medan luar, spin tersebut
akan berputar dan menghasilkan medanmagnet yang mengarah searah medan magnet luar.

Gambar 3. Bentk magnetisasi pada bahan paramagnetik (Jiles, 2005)

Gambar 4. Kurva histeresis untuk bahan paramagnetik (Jiles, 1996)

4
Gambar 4 menunjukkan nilai suseptibilitas pada bahan paramagnetic bernilai positif dan sangat kecil
berkisar antara 1 x 10-5 dan 1 x 10-3 (SI). Seperti halnya mineral diamagnetik, suseptibilitas magnetikk
pada mineral paramagnetik konstan pada temperatur konstan dan pada medan induksi yang rendah,
sehingga pada temperatur tertentu dan di dalam medan magnet yang rendah, M berbanding lurus
terhadap H. Contoh bahan paramagnetik adalah piroksen, olovin, garnet, amfibolit dan biotit.

3. Ferromagnetik

Pada bahan ferromagnetik terdapat banyak kulit elektron yang hanya diisi oleh satu elektron sehingga
mudah terinduksi oleh medan luar.

Gambar 5. Bentuk magnetisasi pada bahan ferromagnetik (Jiles, 2005)

Gambar 5 menunjukkan bahwa pada saat bahan ferromagnetik dikenakan medan luar (H ≠0), ditandai
dengan tanda panah berwarna hitam, arah momen magnetiknya searah dengan arah medan luar.
Pada saat medan luar dihilangkan (H = 0), maka arah momen magnetiknya tetap sejajar dengan medan
luar dan bahan ferromagnetik termagnetisasi dengan baik, sehingga bahan ferromagnetik menjadi
sangat kuat.

Gambar 6. Kurva histeresis untuk bahan ferromagnetik (Jiles, 1996)

Gambar 6 nilai suseptibilitas bahan ferromagnetic sangat besar, berbeda dengan nilai suseptibilitas
pada bahan diamagnetik dan paramagnetik. Oleh karena itu, ferromagnetik dicirikan dengan bahan
yang memiliki nilai suseptibilitas tinggi. Tidak seperti bahan diamagnetik dan paramagnetik, bahan
ferromagnetik tidak memiliki nilai suseptibilitas yang konstan, tetapi besar nilai suseptibilitasnya
bervariasi sesuai dengan medan magnet yang mempengaruhinya.

5
B. Suseptibilitas Magnetik

Suseptibiltas magnetik adalah salah satu parameter magnetik yang merupakan ukuran mudah
tidaknya suatu bahan untuk termagnetisasi jika bahan tersebut dikenakan medan magnetik luar. Jika
magnetisasi (𝑀⃗⃗ ) yang diperoleh suatu bahan sejajar dan sebanding dengan medan magnet luar (𝐻
⃗),
konstanta kesebandingannya merupakan suseptibilitas magnetik pesatuan massa (χ) dan
dihubungkan melalui persamaan berikut :

⃗⃗ = χ 𝐻
𝑀 ⃗

⃗⃗ dan 𝐻
Dalam satuan internasional (SI), 𝑀 ⃗ mempunyai satuan A/m sehingga χ merupakan besaran yang
tidak berdimensi. Persamaan diatas menunjukkan bahwa untuk 𝑀 ⃗⃗ dan 𝐻
⃗ yang sejajar dan sebanding,
suseptibilitas magnetik merupakan suatu besaran skalar.

Pengukuran suseptibilitas magnetik dapat dilakukan hampir pada semua bahan. Suseptibilitas
magnetik yang diukur pada suatu rentang medan magnetik tertentu akan memberikan hubungan
magnetisasi dengan medan tersebut. Hubungan ini dapat memberikan hubungan yang linear atau
tidak linear bergantung pada besar medan magnetik yang digunakan. Suseptibilitas magnetik yang
diukur menggunakan susceptibility meter merupakan suseptibilitas magnetik ekstrinsik atau
suseptibilitas magnetik semu (apparent magnetic susceptibility) dan bukan suseptibilitas intrinsic.
Perbedaan antara suseptibilitas magnetik ekstrinsik dan intrinsic disebabkan oleh adanya pengaruh
self-demanegtization pada bahan.

Tabel 1. Suseptibilitas Magnetik dari berbagai mineral (Bijaksana, 2002)

Suseptibilitas Magnetik
Tipe Mineral Sifat Kemagnetan
Volume (x 10-6 SI) Massa (x 10-8 m3/kg)
Mineral Magnetik
Ferrimagnetik 1.000.000 – 5.700.000 20.000 – 110.000
Magnetite (Fe2O4)
Hematite (Fe2O3) Antiferromagnetik 500 – 40.000 10 – 760
Magheemite (Fe2O3) Ferrimagnetik 2.000.000 – 2.500.000 40.000 – 50.000
Ilemenite (𝛼FeTiO3) Antiferromagnetik 2.200.000 – 3.800.000 46 – 80.000
Pyrite (FeS2) Ferrimagnetik 35 – 5.000 1 – 100
Pyrhotite (Fe7S8) Ferrimagnetik 3.200.000 69.000
Goethite (𝛼FeOOh) Antiferromagnetik 1.100 – 12.000 26 – 280
Kuarsa (SiO2) Mineral Non Magnetik -(13 – 17) -(0.5 – 0.6)
Kalsit (CaCO3) Mineral Non Magnetik -(7.5 – 39) -(0.3 – 1.4)
Halite (NaCl) Mineral Non Magnetik -(10 – 16) -(0.48 – 0.75)
Galena (PbS) Mineral Non Magnetik -33 -0.44

Suseptibilitas magnetik secara umum mencerminkan karakteristik dan intensitas dari respon bahan
saat dikenakan medan magnetik dari luar. Ditinjau dari medan magnetik luar yang dikenakan pada
bahan, suseptibilitas magnetik dapat diukur dengan menggunakan medan searah ataupun medan
bolak – balik. Pada pengukuran dengan medan searah, magnetisasi yang dihasilkan konstan selama
pengukuran waktu. Sementara itu, medan bolak – balik yang lemah, magnetisasi yang ditimbulkan
bergantung pada waktu. Suseptibilitas magnetik pada dasarnya bergantung dari konsentrasi mineral
magnetik, komposisi mineral magnetik, ukuran dan bentuk bulir (grain), serta domain (Dearing, 1999).

Berdasarkan ukuran bulirnya, sifat magnetik suatu bahan dibagi dalam empat kategori, yaitu domain
jamak atau multidomain (MD), single domain (SD), pseudo single domain (PSD) dan

6
superparamagnetic (SP). Bulir MD cenderung mudah untuk termagnetisasi dibandingkan dengan bulir
SD, hal ini disebbkan karena adanya pergeseran posisi dinding domain dalam bulir MD. Oleh karena
itu, bulir MD merupakan pembawa remanen magnetisasi yang kurang stabil dibandingkan dengan
bulir SD. Bulir SD memerlukan medan magnetik yang cukup tinggi untuk mengubah arah momen
magnetiknya. PSD merupakan bulir berdomain jarak namun memiliki sifat seperti bulir SD. Bulir SP
mempunyai ukuran sangat halus yaitu kurang dari 0.03 𝜇m (Dearign, 1999) serta tidak dapat merekam
magnetisasi remanen jika medan magnetik dikenakan sebelum magannya kemudian dihilangkan,
seperti halnya bahan paramagnetik. Namun demikian, jiak dikenakan pada medan magnetik luar, bulir
SP menunjukkan magnetisasi yang sangat tinggi, yang terkait dengan suseptibilitas magnetik yang
tinggi pula.

Perubahan perbandingan bulir SP diantara bulir yang lain pada batuan, tanah ataupun sedimen di
duga merupakan gambaran dari perubahan yang terjadi pada lingkungan. Informasi mengenai
keberadaan bulir SP ini dapat diperoleh melalui pengukuran suseptibilitas magnetik pada dua
frekuensi yang berbeda, hal ini disebabkan sifat bulir SP yang peka terhadap perubahan frekuensi.
Perbedaan suseptibilitas magnetik dalam satu decade perbedaaan frekuensi dikenal dengan
parameter frequency-dependent susceptibility (FDS). FDS dapat dipresentasikan suseptibilitas
magnetik per satuan massa (χFD), dimana χFD = χLF – χHF atau dalam bentuk χFD(%) = (χLF – χHF) / χLF x
100% dengan χLF dan χHF merupakan suseptibilitas per satuan massa masing – masing pada frekuensi
rendah dan frekuensi tinggi (Dearing, 1996).

C. Suseptibilitas Magnetik Meter


1. Sistem Bartington MS2 Suseptibilitas Magnetik

Alat yang digunakan untuk mengukur suseptibilitas magnetik adalah Bartington MS2 suseptibilitas
meter. Prisip kerja Bartington MS2 adalah pemanfaat sirkuit elektromagnetik yang mendeteksi
perubahan induktansi ketika sampel ditempatkan dalam kumparan.

 Bratington MS2D

Medan magnet dihasilkan di sekitar ujung probe atau disekitar bagian melinkgar dari loop pencarian
yang mendeteksi magnetisabilitasi material di dalam lapangan. Namun, kekuatan medan magnet dan
sensitivitas sensor berkurang secara eksponensial dengan jarak jauh dari sensor. Sensor sangat
dipengaruhi oleh sifta magnetik material dalam jarak 5 mm dari permukannya. Loop pencarian sensor
D akan dipengaruhi oleh material hingga sekitar 140 mm dari sensor.

 Bartington MS2W

Suatu temperatur tinggi yang khas yang dilakukan pada tingkat pemanasan 20 ° C per menit hingga
maksimum 700 ° C diikuti dengan pendinginan kembali ke suhu kamar membutuhkan waktu sekitar
45 menit. Perangkat lunak Geolabsoft yang mengendalikan memungkinkan pengukuran udara awal
dan udara akhir yang akan dibuat dan memungkinkan koreksi terhadap nilai yang terukur dengan
asumsi penyimpangan linear. Nilai disimpan pada interval suhu yang dipilih. Pengukuran biasanya
dilakukan menggunakan skala 0,1 x. Lampiran tungku digunakan untuk pengukuran termal di atas
suhu kamar. Diameter dalam adalah 17 mm dan ukuran sampel maksimum 15 x 15 mm
direkomendasikan. Penyisipan dan penghilangan serbuk yang tidak terkonsolidasi dan material yang
dihancurkan membutuhkan penggunaan diameter lebih kecil (13 mm) pemegang sampel tahan panas.
Ini mengurangi ukuran sampel dan sensitivitas pengukuran yang disarankan. Sampel yang

7
mengandung bahan organik akan menyala dalam suhu di atas ~ 350 ° C dan perawatan harus diambil
untuk membatasi pemegang sampel untuk membatasi kerugian sampel dan untuk ventilasi daerah.

8
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian mengenai nilai suseptibilitas magnetik untuk analisis sebaran logam di Kodya Surakarta ini
meliputi beberapa tahapan dan metode penelitian, yaitu :

A. Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik

Pengambilan data adalah pengukuran nilai suseptibilitas magnetik tanah lapisan ata secara in-situ
(pengukuran langsung di lapangan) dengan menggunakan Bartington MS2 sensor D. pada setiap titik
dilakukan pengukuran tiga kali dan hasil yang digunakna adalah nilai rata – rata dari ketiga nilai
tersebut. Data – data hasil pengukuran kemudian diolah dengan menggunakna program Surfer untuk
mengetahui gambaran peta kontur nilai suseptibilitas magnetik di Kodya Surakarta.

B. Pengujian Cuplikan Tanah di Laboratorium

Pengujian di laboratorium untuk mengetahui nilai temperature Curie dapat digunakan sebagai
pembanding dengan hasil pengukuran secara in – situ dilakukan dengan menggunakan seperangkat
Bartington MS2 meter dengan sensor W yang diolah dengan software Geolabsgoft v2.2.

Gambar 7. Bartington Suscepbility Temperature System

Prosedur penelitiannya secara sistematis terlihat pada diagram alir dibawah ini :

9
Mulai

Pengukuran

Permukaan Tanah Sampel tanah pada


kedalaman 0.1 m

Nilai Suseptibilitas
Magnetik

Peta Kontur Suseptibilitas


Nilai Suseptibilitas
Magnetik
Magnetik

Analisis

Kesimpulan

Selesai

Gambar 8. Prosedur Penelitian

10
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk memetakan nilai suseptibilitas magnetik tanah lapisan atas sebagai
bahan analisis sebaran logam di Kodya Surakarta. Daerah survei dalam penelitian ini meliputi area
Kodya Surakarta dengan total luas 44.04 km2. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui sebaran
suseptibilitas pada kedalaman tertentu. Data mapping diolah dengan perangkat lunak Surfer untuk
mendapatkan peta kontur isosuseptibilitas. Kontur isosuseptibilitas menampilkan adanya anomali
pada titik – titik tertentu.

Satria Bijaksana (2002) menyatakan bahwa dalam batuan dan tanah, mineral ferromagnetik umumnya
berasal dari keluarga besi – titanium oksida (magnetite, hematite, maghemite), sulfida – besi (pyrite,
pyrhotite), dan hidrooksida besi (geohite). Nilai suseptibilitas mineral magnetik ini ditunjukkan dalam
tabel di bawah ini.

Tabel 2. Nilai Suseptibilitas Magnetik Mineral Ferromagnetik (Hunt, dkk, 1995)

Mineral Magnetik Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)


Magnetite 100.000 – 570.000
Hematite 50 – 4000
Maghemite 200.000 – 250.000
Ilmenite 200 – 380.000
Pyrite 35 – 500
Pyrrhotite 320.000
Goethite 110 – 1200

Pengukuran secara in – situ menunjukkan nilai suseptibilitas magnetik tanah lapisan atas di Kodya
Surakarta berada pada rentang (9.6 - 974.7) x 10-5, yang berarti termasuk dalam rentang nilai mineral
ferromagnetik.

Pada temperatur ruangan, hanya besi (Fe), nikel (Ni), kobalt (Co), dan gadolinium (Gd) sajalah yang
merupakan elemen ferromagnetik, tetapi beberapa elemen pada temperatur rendah dan logam –
logam campuran (alloy) yang komponennya tidak ferromagnetik juga memperlihatkan efek – efek
ferromagnetik (Allonso, 1992). Hasil yang dapat dilihat dari peta isosuseptibilitas diinterpretasikan
bahwa titik yang mempunyai nilai suseptibilitas magnetik tinggi berarti tanah permukaan di sekitar
titik – titik tersebut mempunyai kandungan logam yang lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya.

Suseptibilitas tinggi ditunjukkan pada rentang 900 x 10-5 – 950 x 10-5. Suseptibilitas rendah mempunyai
rentang 0 – 50 x 10-5. Daerah suseptibilitas sedang mempunyai rentang 450 x 10-5 – 500 x 10-5.
Kombinasi dari pengukuran suseptibilitas magnetik dapat membantu dalam mengidentifikasi kondisi
tanah di suatu daerah yang mempunyai kandungan logam di dalamnya. Emisi kendraan bermotor
diperkirakan sebagai sumber yang signifikan dari polutan bahan magnetik atau logam (Hoffman, dkk,
1999).

11
Gambar 9. Peta kontur nilai suseptibilitas magnetik dari area survei di Kodya Surakarta

Nilai suseptibilitas magnetik tinggi terletak pada jalan utama yang terdapat kepadatan lalu lintas. Hal
ini terlihat pada peta kontur dimana terlihat adanya anomali dengan nilai suseptibilitas magnetik
tinggi (warna merah) di antaranya pada koordinat (3,3), (12,3) dan (13,7). Daerah yang berada pada
koordinat tersebut mempunyai nilai suseptibilitas magnetik sebesar 947 x 10-5, 958 x 10-5, 928.1 x 10-
5
.

Berdasarkan ploting titik pemetaan pada Peta Wilayah Kodya Surakarta, koordinat (3,3) dan (12,3)
adalah daerah di sekitar Jalan Slamet Riyadi yang merupakan ruas jalan terbesar di Kota Srurakarta
dan termasuk kategori jalan utama, sehingga bisa dipastikan intensitas kendaraannya memang sangat
tinggi. Koordinat (13,7) yang merupakan daerah pertigaan ramai kendaraan bermotor pertemuan dua
jalan utama yaitu Jalan Jendral Ahmad Yani dan Jalan Tentara Pelajar.

Tabel 3. Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik di Jalan Slamet Riyadi

Koordinat Χ(10-5)
(2,3) 808.6
(3,3) 947.2
(4,3) 872.3
(5,3) 737.3
(6,3) 333.8
(7,3) 246.3
(8,3) 712.9
(9,3) 744.8
(10,3) 595.0
(11,3) 904.1
(12,3) 958.1
(13,3) 901.1

Terlihat bahwa hasil tabel menunjukkan sebaran nilai suseptibilitas magnetik di sepanjang Jalan
Slamet Riyadi mempunyai rentang nilai yang relatif tinggi. Tetapi terdapat 3 titik yang mempunyai nilai
yang relatif rendah disebabkan terdapatnya vegetasi (rerumputan tanaman). Pengukuran dilakukan
di areal taman karena secara kondisi fisik tidak ada permukaan tanah yang terbuka akibat betonisasi
di sebelah kiri dan kanan Jalan Slamet Riyadi. Pengukuran titik yang lain dilakukan langsung di tanah
permukaan di pinggir jalan.

12
Anomali dengan nilai suseptibilitas yang rendah (warna hijau) di koordinat (1,4) dan (14,10) yaitu di
daerah Jalan Blewah Raya I dan Jalan Madukuro yang merupakan daerah pemukiman penduduk
ataupun daerah dengan intensitas kendaraan bermotor yang relatif lebih sedikit semakin menguatkan
bahwa gas buangan kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber polutan logam.

Faktor vegetasi dapat memberikan kontribusi pada terukurnya nilai suseptibilitas pada tanah
permukaan. Sehingga pengukuran di tiga titik koordinat di areal yang banyak vegetasinya ternyata
berbeda dibandingkan dengan 9 titik pengambilan data yang lain dalam satu jalan yang sama
intensitas kendaraannya. Hal ini juga terlihat pada peta kontur isosuseptibilitas pada koordinat (7,2)
yang merupakan daerah Jalan Samanhudi (pertigaan dekat Tugu Lilin) yang termasuk kategori jalan
raya yang secara intensitas kendaraan bermotor daerah ini bias dikategorikan ramai. Namun kondisi
di sekitar jalan yang ditumbuhi pepohonan ternyata berpengaruh pada sebaran logam yang ada, hal
ini ditunjukkan dengan nilai suseptibilitas yang hanya berkisar pada nilai 37,95 x 10-5 yang termasuk
kategori rendah.

Tumbuhan dapat bertindak sebagai pengeliminasi logam. Peran pada tumbuhan ini dikenal sebagai
fitoremidiasi. Cara tumbuhan dalam mengeliminasi logam dibagi ke dalam beberapa cara yaitu :

1. Fitostabilisasi : tumbuhan menstabilkan limbah di dalam tanah.


2. Fitostimulasi : akar tanaman menstimulasi penghancuran limah dengan bantuan bakteri
rhizosfer.
3. Fitodegradasi : tanaman mendegradasi limbah.
4. Fito ekstrasi : jaringan tanaman, terutama daun mengakumulasi limbah.
5. Fitovolatilisasi : limbah dibah menjadi senyawa yang mudah menguap.
6. Rhizofiltrasi : akar menyerap limbah dar air.

Fitoremidiasi sebagian logam yang diserap tetap dalam kondisi membahayakan manusia, sehingga
kayu atau panenan lain dari tumbuhan tersebut harus diperlakukan secara khusus karena tetap
mengandung zat beracun, meskipun tingkat peracunan ini umumnya terbatas karena logam yang
tertahan di lapisan akar umumnya tidak berada dalam kondisi dapat diserap makhluk hidup. Namun
yang terpenting denga nada tumbuhan ini dapat mencegah paparan langsung logam ke tubuh
manusia.

Penelitian terdahulu yang dilakukan Endang Purwanti (2002) terkait pemetaan nilai suseptibilitas
magnetik di daerah Ngoresan, Jebres, Surakarta menyarankan adanya penelitian tambahan dengan
metode pencuplikan tanah untuk dilakukan penelitian suseptibilitas magnetik tanah di laboratorium
dengan menggunakan variasi temperatur.

Sampel yang diperoleh dilakukan uji menggunakan Bartington Susceptibility Temperatur System yang
diolah dengan software Geolabsoft v2.2 sehingga diperoleh grafik hubungan antara suseptibilitas
magnetik (χ) dan temperatur (T). Dengan masing – masing kategori diambil tiga titik sampel.

Sampel – sampel tersebut kemudian dikelompokkan berdaasrakan lokasinya, yaitu kategori jalan
utama, jalan raya dan pemukiman untuk mengetahui korelasi antara kepadatan lalu lintas dengan
sebaran logam yang ada berdasarkan identifikasi nilai suseptibilitas magnetiknya.

1. Kategori Jalan Utama

13
Sampel 1 (Pertigaan Taman Ganesha, Jln. Sampel 5 (Jln. Slamet Riyadi ; Pertigaan depan
Tentara Pelajar) Pabrik Jamu Air Mancur)

Sampel 6 (Jln. Sutan Syahrir) Sampel 9 (Jln. Slamet Royado ; Sebelah Timur
Pertigaan Nonongan)
Gambar 10. Grafik χ vs T untuk sampel kategori Jalan Utama

2. Kategori Jalan Raya

Sampel 2 (Depan AUB, Jln. Martawalanda Sampel 7 (Jln. Samanhudi)


Maramis)

14
Sampel 8 (Jln. Kebangkitan Nasional)
Gambar 11. Grafik χ vs T untuk sampel kategori Jalan Raya

3. Kategori Pemukiman

Sampel 3 (Jln. Madukoro) Sampel 4 (Jln. Blewah Raya I)

Gambar 12. Grafik χ vs T untuk sampel kategori Pemukiman

Sampel yang termasuk kategori mempunyai nilai suseptibilitas magnetik tinggi berdasarkan pemetaan
dengan program Surfer adalah sampel 1, 5 dan 9. Sampel dengan nilai suseptibilits rendah adalah
sampel 3, 4, dan 7. Sampel yang dimasukkan dalam kategori nilai suseptibilitas magnetik medium
(sedang) adalah sampel 2, 6 dan 8.

Grafik yang ditunjukkan gambar 9 sampai dengan 12 menunjukkan sifat hubungan antara kenaikan
suhu sampel (sumbu x) terhadap nilai suseptibilitas magnetik sampel (sumbu Y). Selama proses
pemanasan nilai suseptibilitas magnetik juga mengalami kenaikan sebanding dengan kenaikan suhu.
Hubungan antara kenaikan suhu dengan nilai suseptibilitas adalah linier, dimana naiknya variasi suhu
maka suseptibilitas magnetik juga mengalami kenaikan.

Tetapi keniakan suhu tidak dapat bertahan terus – menerus dapat mengalami penurunan setelah
mencapai suhu maksimum. Suhu transisi ini disebut sebagai suhu Curie. Pemanasan yang terus
dilakukan diatas suhu Curie menyebabkan grafik yang diperoleh adalah penurunan nilai suseptibilitas
magnetik pada variasi kenaikan suhu yang diberikan. Hal ini sesuai dengan karakteristik bahan
paramagnetik, bahwa suseptibilitas magnetik bahan paramagnetik akan mengalami penurunan jika
suhu dinaikkan.

Pada suhu dibawah suhu Curie perilaku magnetik dari bahan ferromagnetik adalah kompleks. Dari
penelitian ini diperoleh suseptibilitas magnetik sampel tanah sebelum mencapai suhu Curie berkisar
antara 35 – 600.

15
Sampel tanah mengalami kenaikan nilai suseptibilitas magnetik secara perlahan seiring dengan
naiknya suhu. Setelah mencapai suhu Curie, nilai suseptibilitas magnetik bahan ferromagnetik akan
mengalami penuruna seiring dengan naiknya suhu. Penurunan ini disebabkan karena pada suhu di
atas suhu Curie bahan ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.

Penelitian Agus Sugianto (2005) terkait penentuan suhu Curie logam berupa sampe nikel juga
menghasilkan grafik yang serupa, dengan suhu Curie nikel hasil penelitian antara 300° C sampai 406°
C.

Gambar 13. Grafik χ vs T untuk sampel nikel (Agus Sugianto, 2005)

Tabel 4. Suhu Curie Bahan Ferromagnetik (Black More, 1985)

Bahan Suhu Curie (°C)


Fe 770
Co 1122
Ni 358
Gd 16
Dy -188

Tabel 5. Suhu Curie Sampel Tanah Hasil Penelitian

Sampel Suhu Curie (°C)


1 300
2 270
3 200
4 260
5 275
6 270
7 250
8 265
9 250

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa suhu Curie sampel tanah yang diperoleh dari penelitian berkisar
antara 200° C sampai 300° C.

Grafik hasil penelitian memiliki bentuk yang hampir sama dengan grafik penelitian Agus Sutanto
(2005), dimana sampel tanah lapisan atas yang diambil di area survei Kodya Surakarta mengandung
paparan logam di dalamnya. Terdapat korelasi antara kepadatan lalu lintas dengan nilai suseptibilitas
magnetik hasil penelitian pada peta isosuseptibilitas serta terukurnya nilai suhu Curie sampel tanah

16
menadi indikator bahwa pengukuran suseptibilitas magnetik dengan menggunakan Bartington MS2
meter dapat digunakan sebagai pendekatan dalam mendeteksi adanya paparan logam dalam tanah
lapisan atas di Kodya Surakarta.

17
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan data hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengukuran suseptibiitas magnetik dapat digunakan sebagai metode dalam mendeteksi


sebaran logam.
2. Pengukuran di dekat jalan utama mempunyai nilai suseptibilitas magnetik lebih tinggi
daripada yang jauh dari jalan utama (pemukiman) menunjukkan kandungan logam yang tinggi
sebagai indikasi bahwa sumber utama polusi tanah adalah efek gas buangan kendaraan
bermotor.
3. Temperature Curie logam yang diperoleh dalam penelitian antara 200° C sampai 300° C.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah memperbanyak pengambilan sampel tanah dari beberapa area
yang berbeda dalam satu titik sampel untuk memperoleh data yang lebih mewakili karakteristik titik
yang diteliti tersebut. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan intensitas logam berat yang berbeda –
beda dalam satu titik yang mencakup satu luasan daerah tertentu.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alonso, M., Finn, E. J., 1992 : Physics, Addison – Wesley.

Anonim, 2006 : Proposal Peningkatan Pelayan Angkutan Umum di Kodya Suarakarta, Pemkot
Surakarta.

Endang Purwanti, 2002 : Analisis Suseptibilitas Magnetik pada Tanah Menggunakan Bartington MS2
Meter di Ngoresan Jebres Surakarta, Skripsi, Fisika, FMIPA UNS, Surakarta.

Hoffman, V., Knab, M., Appel, E., 1999 : Magnetic Susceptibility Mapping of Roadside Pollution,
Hournal of Geochemical Exploration, Vol. 66, Hal. 313 – 326.

Jiles, 1996, Introduction to Magnetism and Magnetite Material, New York, USA : Chapman and Hall.

Satria Bijaksana, 2002 : Analisa Mineral Magnetik dalam Masalah Lingkungan, Jurnal Geofisika, Edisi
2002, No. 1, Hal 19 – 27.

19
20

Anda mungkin juga menyukai