BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini teknologi di dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi
telah berkembang dengan pesat. Hal tersebut sangat diperlukan mengingat harga
minyak dan gas bumi yang semakin meningkat sehingga perlu dilakukan eksplorasi
terhadap sumur minyak baru maupun peningkatan produksi terhadap sumur minyak
yang telah ada sebelumnya. Pada dunia perminyakan, mencari sumber cadangan
minyak dan gas bumi tidaklah mudah. Untuk menemukan cadang dibutuhkan
teknologi yang memadai dan ilmu pengetahuan. Proses pencarian cadangan minyak
dan gas bumi melalui beberapa tahapan yang panjang dan penuh resiko. Salah satu
proses dalam pencarian cadangan adalah dengan melakukan penilaian formasi.
Penilaian formasi adalah segala sesuatu kegiatan yang dilakukan sebelum
pemboran, pada saat pemboran, maupun setelah pemboran yang bertujuan untuk
menilai karakterisktik dari suatu formasi seperti sifat fisik batuan dan sifat fisik
fluida. Tujuan dilakukannya penilaian formasi adalah untuk mengetahui zona
prospek dan ekonomis untuk diproduksi, sehingga didapatkan cadangan dan
produksi minyak yang optimal. Dalam penilaian formasi, kegiatan yang sering
dilakukan adalah pengambilan data logging dan sampel core.
Metode logging ini sangat berperan penting dalam perkembangan eksplorasi
hidrokarbon. Pekerjaan logging atau evaluasi formasi merupakan kegiatan
mempelajari karakteristik formasi pada suatu reservoir serta segala aspek yang
menyangkut perhitungan cadangan hidrokarbon. Ada beberapa parameter yang
mempengaruhi dalam perhitungan cadangan hidrokarbon yaitu porositas, saturasi
air, dan tebal lapisan. Untuk mengetahui parameter diatas diperlukan beberapa jenis
kegiatan, antara lain pengambilan contoh batuan, interpretasi dengan bantuan alat
log analisa hasil uji sumur dan lain - lain. Tetapi, ada pula masalah jika interpretasi
kurang tepat, seperti jenis batuan reservoir yang salah diinterpretasikan ataupun
cadangan hidrokarbon yang terlalu optimis atau terlalu pesimis diinterpretasikan.
Oleh karena itu, evaluasi interpretasi melalui data logging perlu dilakukan untuk
mengurangi angka kesalahan interpretasi dan menghasilkan data yang lebih akurat.
Mud logging unit (MLU) akan menghasilkan Mud Log yang akan dikirim ke
kantor pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut
meliputi :
1. Pembacaan gas yang diperoleh dari detector gas atau kromatograf.
2. Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S,SO2).
3. Laporan analisis cutting yang telah dideskripsikan secara lengkap.
4. Rate of Penetration (ROP).
5. Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat pada sampel.
Mud Log sendiri merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di
dalam mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan
bahwa mud log digunakan untuk hal - hal berikut:
1. Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor.
Dimana:
1. GR max : Merupakan nilai maksimum dari gamma ray di zona
yang akan di hitung nilai v shale nya
Bila kerapatan di alam formasi cukup tinggi, yaitu mengandung air, minyak
dan gas atau didalam lapisan shale maka energi neutron akan diperlambat pada
jarak yang sangat dekat dengan sumber dan akibatnya hanya sedikit radiasi sinar
gamma yang direkam oleh detector. Hal ini yang menjadi dasar hubungan antara
jumlah sinar gamma per detik dengan porositas. Hubungan ini menunjukkan
apabila jumlah sinar gamma per detik cukup tinggi maka porositasnya rendah.
Proses pelemahan partikel neutron. Porositas dari neutron log ( N ) dalam
satuan limestone dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
N 1.02 NLog 0.0425
dimana:
NLog = porositas terbaca pada kurva neutron log
Ro n Rw F n Rw m
Sw n
Rt Rt Rt
Pada umumnya log listrik dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Spontaneous Potensial Log (SP Log).
2. Resistivity Log.
B. Elektrokinetik
Potensial elektrokinetik merupakan hasil suatu aliran elektrolit yang
melewati unsur - unsur dalam media berpori. Besarnya elektrokinetik ini
tergantung dari perbedaan tekanan yang menghasilkan aliran dan tahanan
dari elektrolit pada suatu media porous. Potensial elektrolit disini dapat
diabaikan karena pada umumnya perbadaan tekanan hidrostatik lumpur
dengan tekanan formasi tidak begitu besar dan untuk lapisan shale pengaruh
filtrasi dari alir lumpur kecil.
Jika pengaruh SP log melalui lapisan cukup tebal dan kondisinya bersih dari
clay, maka defleksi kurva SP akan mencapai maksimum. Defleksi SP yang
demikian disebut statik SP atau SSP, yang dapat dituliskan dalam persamaan
sebagai berikut:
Rmfeq
SSP K c log
Rweq
dimana :
SSP = statik spontaneous potensial, mv
Kc = konstanta lithologi batuan
= 61 0.133 T , dalam oF
= 65 0.24 T , dalam oC
Rmfeq = tahanan filtrat air lumpur, ohm-m
Laterolog
Pengukuran dengan laterolog adalah untuk memperkecil pengaruh
lubang bor, lapisan yang berbatasan dan pengukuran lapisan yang tipis
serta kondisi lumpur yang konduktif atau salt mud.
Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut, suatu arus Io yang konstan
dialirkan melalui elektrode Ao lewat elektrode A1 dan A2 dimana arus
tersebut diatur secara otomatis oleh kontak pengontrol sehingga dua
pasang elektrode penerima M1M2 dan M’1M’2 mempunyai potensial yang
sama. Selisih potensial diukur diantara salah satu elektrode penerima
dengan electrode dipermukaan. Jika perbedaan antara potensial pasangan
M’1M’2 dan M1M2 dibuat nol, maka tidak ada arus yang mengalir dari Ao.
Disini arus listrik dari Ao dipaksa mengalir horizontal kearah formasi.
Ada beberapa jenis laterolog, yaitu jenis Laterolog 7, Laterolog 3, dan
Laterolog 8. Perbedaan dari ketiga jenis laterolog tersebut hanya terdapat
pada jumlah elektrodenya, dan ketebalan lapisan yang dideteksi berbeda.
Alat ini mengukur harga Rt terutama pada kondisi pengukuran Rt dengan
Induction Log mengalami kesulitan (banyak kesalahan).Laterolog ini
hanya dapat digunakan dalam jenis lumpur water base mud. Dianjurkan
pada kondisi Rt / Rm dan Rt / Rs besar (salt mud, resistivity tinggi yaitu
2.10 Coring
Coring adalah pemboran khusus untuk mendapatkan besaran - besaran fisik
dari batuan reservoir. Pemboran khusus ini sangat mahal biayanya karena
membutuhkan peralatan khusus dan memakan waktu lebih lama dari pemboran
a. Batuan Dasar
Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur Kapur
Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur Pra - Tersier
(Sinclair dkk., 1995). Lingkungan pengendapannya merupakan suatu permukaan
dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk (Koesoemadinata, 1980).
b. Formasi Jatibarang
Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early synrift, terutama dijumpai pada
bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian barat
cekungan ini (daerah Tambun - Rengasdengklok), kenampakan Formasi Jatibarang
d. Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar. Litologi
penyusun Formasi Baturaja terdiri dari baik yang berupa paparan maupun yang
berkembang sebagai reef build up (menandai fase post rift) yang secara regional
menutupi seluruh sedimen klastik pada Formasi Talang Akar di Cekungan Jawa
Barat Utara. Pada bagian bawah tersusun oleh batugamping masif yang semakin ke
atas semakin berpori. Perkembangan batugamping terumbu umumnya dijumpai
pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai daerah dalaman. Selain
itu juga ditemukan dolomit, interkalasi serpih glaukonit, napal, chert, batubara.
e. Formasi Cibulakan
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batu pasir dan batu
gamping. Batu gamping pada satuan ini umumnya merupakan batu gamping klastik
serta batu gamping terumbu yang berkembang secara setempat - setempat. Batu
gamping terumbu ini dikenal sebagai Mid Main Carbonate (MMC). Formasi ini
dibagi menjadi 2 (dua) anggota, yaitu anggota Cibulakan Atas dan anggota
Cibulakan Bawah. Pembagian anggota ini berdasarkan perbedaan lingkungan
pengendapan, dimana anggota Cibulakan Bawah merupakan endapan transisi
(paralik), sedangkan anggota Cibulakan Atas merupakan endapan neritik. Anggota
Cibulakan Bawah dibedakan menjadi dua bagian sesuai dengan korelasi Cekungan
Sumatera Selatan, yaitu ; Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja. Secara
keseluruhan Formasi Cibulakan ini berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah.
Formasi Cibulakan Atas terbagi menjadi tiga anggota, yaitu :
1) Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja. Litologi
anggota ini adalah perselingan batu lempung dengan batu pasir yang
mempunyai ukuran butir dari halus - sedang. Pada Massive ini dijumpai
kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil
foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus serta foraminifera
bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan Padmosukismo, 1975).
2) Main
Anggota Main terendapkan secara selaras di atas anggota Massive. Litologi
penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir yang
mempunyai ukuran butir halus - sedang (bersifat glaukonitan). Pada awal
f. Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.
Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping abu - abu terang,
berfosil, berpori dengan sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun yang lain adalah
serpih karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah. Selain itu, kandungan
koral dan alga cukup banyak dijumpai selain juga bioherm dan biostrom.
Pengendapan batu gamping ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa Barat Utara.
Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal-neritik tengah (Arpandi
dan Padmosukismo, 1975). Formasi Parigi berkembang sebagai batu gamping
terumbu, namun di beberapa tempat ketebalannya menipis dan berselingan dengan
napal. Batas bawah Formasi Parigi ditandai dengan perubahan berangsur dari
batuan fasies campuran klastika karbonat dari Formasi Cibulakan Atas menjadi
batuan karbonat Formasi Parigi. Kontak antara Formasi Parigi dengan Formasi
Cisubuh yang berada di atasnya sangat tegas yang merupakan kontak antara batu
gamping bioklastik dengan napal yang berfungsi sebagai lapisan penutup. Formasi
ini diendapkan pada kala Miosen Akhir-Pliosen.
g. Formasi Cisubuh
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi
penyusunnya adalah batu lempung berselingan dengan batu pasir dan serpih
gampingan. Umur Formasi ini adalah kala Miosen Akhir sampai Pliosen -
Pleistosen. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin ke
atas menjadi lingkungan litoral - paralik.
%
2,71−2,38
o ∅𝐷 = = 0.1774 × 100 % = 17.74 %
2,71−0.85
0,44+0,43+0,45
o ∅𝑁 = = 0.44 × 100 % = 44 %
3
75.8 %
2,71−2,3
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.22 × 100 % = 22 %
0,33+0,35+0,40
o ∅𝑁 = = 0.36 × 100 % = 36 %
3
%
2,71−2,35
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.193 × 100 % = 19.3 %
0,36+0,45+0,11
o ∅𝑁 = = 0.306 × 100 % =
3
30.6 %
%
2,71−2,42
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.156 × 100 % = 15.6 %
0,26+0,40+0,38
o ∅𝑁 = = 0.346 × 100 % =
3
34.6 %
56.6 %
2,71−2,43
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.156 × 100 % = 15.6 %
0,23+0,41+0,26
o ∅𝑁 = = 0.30 × 100 % = 30 %
3
67.5 %
2,71−2,50
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.112 × 100 % = 11.2 %
0,30+0,41+0,26
o ∅𝑁 = = 0.32 × 100 % = 32 %
3
%
2,71−2,63
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.043 × 100 % = 4.3 %
0,06+0,09+0,07
o ∅𝑁 = = 0.073 × 100 % =
3
7.3 %
%
2,71−2,67
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.021 × 100 % = 2.1 %
55.2 %
2,71−2,6
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.059 × 100 % = 5.9 %
0,11+0,36+0,18
o ∅𝑁 = = 0.216 × 100 % =
3
21.6 %
Interval 1570 – 2620 m
Data:
GR Max = 80
GR Min = 40
GR Log = 54.6
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.69
ρ fluida = 0.85
54.6−40 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,365 𝑣 × 100 % = 36.5
80−40
%
2,71−2,69
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.0107 × 100 % = 1.07 %
0,03+0,06+0,17
o ∅𝑁 = = 0.086 × 100 % =
3
8.6 %
61.3 %
2,71−2,61
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.057 × 100 % = 5.7 %
0,13+0,26+0,21
o ∅𝑁 = = 0.20 × 100 % = 20 %
3
60.6 %
2,71−2,6
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.059 × 100 % = 5.9 %
0,35+0,40+0,24
o ∅𝑁 = = 0.33 × 100 % = 33 %
3
Keterangan:
F = Faktor formasi
a = tourtuosity factor
m = faktor sementasi
𝟇 = porositas density
Rumus untuk mencari Saturasi Water
𝑎
F= 𝜙𝑚
𝐹 𝑥 𝑅𝑤
SW = 𝑛√ 𝑅𝑡
Pada Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak
bumi yang potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di
Cekungan Jawa Barat Utara dimana telah terjadi penemuan - penemuan terutama
pada struktur - struktur antiklin. Lapisan - lapisan utama yang berproduksi adalah
batu pasir dari Formasi Talang Akar dan Formasi Cibulakan. Selain itu batu
gamping dari Formasi Baturaja dan Formasi Parigi juga memproduksi minyak
dan gas bumi. Suatu hal yang menarik adalah pada kawasan daratan juga telah
diproduksi minyak bumi dari batuan tuffa volkanik dan breksi dari Formasi
Jatibarang. Petroleum system terindikasi pada Formasi Batu Raja, formasi batu
raja terletetak pada interval kedalaman 2301 m – 2650 m.
Gambar 4.1 Zona cross over berdasarkan Triple Combo, 2305 – 2480 m
Saya hanya Memilih interval 2305 – 2480 m sebagai reservoir karena terletak
pada formasi Batu Raja, dimana berdasarkan geologi regional dan lingkungan
pengendapan batu raja sangat mungkin menjadi reservoir, karena litologinya
adalah dominan batu gamping, hal ini diperkuat dengan hasil dari pembacaan data
mud log sebagai berikut:
Berdasarkan pembacaan mud log diatas dari formasi batu raja pada interval
kedalaman 2305 – 2480 m dapat dilihat pada Gambar 4.2 terdapat oil show pada
interval 2305 – 2350 m. Munculnya oil show didukung dengan naiknya indicator
pada gas kromatograf. Oleh karena itu dilakukan beberapa kali side wall coring
dengan tujuan mengetahui sifat fisik dari batuan pada interval itu. Dan data
disajikan dalam data RCAL. Jadi setelah dikorelasikan dengan data Mud log
didapatkan interpretasi bahwa zona produktif berapa pada interval 2305 – 2355 m
dengan alasan bahwa pada interval tersebut nilai Gamma ray rendah kemudian
nilai resistivity meningkat dan terjadi cross over antara log neutron – density, serta
pada data mud log menunjukan litologi batu gamping dengan porositas jenis vug
sebesar 10 – 20 %, Selain itu muncul oil show pada interval ini. Berdasarkan data
RCAL pada Tabel 4.1 dan data Pressure point pada Tabel 4.2 dapat dilihat zona
prospek ada pada interval 2320 – 2325 m, karena memiliki nilai porositas dan
permeabilitas yang cukup baik, dan didukung pula oleh data mud log, data logging
yang telah di sajikan pada gambar 4.1 , gambar 4.2 dapat diinterpretasikan bahwa
Penilaian formasi atau evaluasi formasi merupakan salah satu cabang ilmu
dariteknik perminyakan yang mempelajari tentang formasi / batuan serta
permasalahan yang berhubungan dengan keberhasilan dalam penemuan cadangan
hidrokarbon, antara lain; memperkirakan dimana lapisan yang terdapat kandungan
hidrokarbon serta menghitung besarnya cadangan hidrokarbon. Untuk mengetahui
permasalahan tersebut perlu dilakukan beberapa proses pengambilan data yaitu mud
logging, wireline logging, dan pengambilan sampel batuan (coring).Untuk
memverifikasi hasil pengambilan data dan interpretasi, diperlukan tes produksi.
Tujuan dari logging adalah menentukan besaran-besaran fisik batuan reservoir
maka dasar dari logging itu sendiri adalah sifat fisik batuan atau petrofisika dari
batuan reservoir itu sendiri, yaitu sifat fisik listrik, sifat radioaktif, dan sifat rambat
suara (gelombang) elastis dari batuan reservoir. Interpretasi log akan memberikan
hasil beberapa sifat fisik batuan yang diperlukan untuk menganalisa baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Jenis – jenis logging adalah log radioaktif, log listrik,
log mekanik dan log akustik. Log radioaktif terdiri dari log gamma ray, neutron
log, density log. Log listrik terdiri dari log spontaneous potensial, log resistivity.
Log mekanik terdiri dari log caliper dan log akustik terdiri dari log sonic.
Pada Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak
bumi yang potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di Cekungan
Jawa Barat Utara dimana telah terjadi penemuan - penemuan terutama pada
struktur - struktur antiklin. Lapisan - lapisan utama yang berproduksi adalah batu
pasir dari Formasi Talang Akar dan Formasi Cibulakan. Selain itu batu gamping
dari Formasi Baturaja dan Formasi Parigi juga memproduksi minyak dan gas
bumi. Suatu hal yang menarik adalah pada kawasan daratan juga telah diproduksi
minyak bumi dari batuan tuffa volkanik dan breksi dari Formasi Jatibarang.
Petroleum system terindikasi pada Formasi Batu Raja, formasi batu raja terletetak
pada interval kedalaman 2301 m – 2650 m.
DAFTAR PUSTAKA