Anda di halaman 1dari 53

i

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini teknologi di dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi
telah berkembang dengan pesat. Hal tersebut sangat diperlukan mengingat harga
minyak dan gas bumi yang semakin meningkat sehingga perlu dilakukan eksplorasi
terhadap sumur minyak baru maupun peningkatan produksi terhadap sumur minyak
yang telah ada sebelumnya. Pada dunia perminyakan, mencari sumber cadangan
minyak dan gas bumi tidaklah mudah. Untuk menemukan cadang dibutuhkan
teknologi yang memadai dan ilmu pengetahuan. Proses pencarian cadangan minyak
dan gas bumi melalui beberapa tahapan yang panjang dan penuh resiko. Salah satu
proses dalam pencarian cadangan adalah dengan melakukan penilaian formasi.
Penilaian formasi adalah segala sesuatu kegiatan yang dilakukan sebelum
pemboran, pada saat pemboran, maupun setelah pemboran yang bertujuan untuk
menilai karakterisktik dari suatu formasi seperti sifat fisik batuan dan sifat fisik
fluida. Tujuan dilakukannya penilaian formasi adalah untuk mengetahui zona
prospek dan ekonomis untuk diproduksi, sehingga didapatkan cadangan dan
produksi minyak yang optimal. Dalam penilaian formasi, kegiatan yang sering
dilakukan adalah pengambilan data logging dan sampel core.
Metode logging ini sangat berperan penting dalam perkembangan eksplorasi
hidrokarbon. Pekerjaan logging atau evaluasi formasi merupakan kegiatan
mempelajari karakteristik formasi pada suatu reservoir serta segala aspek yang
menyangkut perhitungan cadangan hidrokarbon. Ada beberapa parameter yang
mempengaruhi dalam perhitungan cadangan hidrokarbon yaitu porositas, saturasi
air, dan tebal lapisan. Untuk mengetahui parameter diatas diperlukan beberapa jenis
kegiatan, antara lain pengambilan contoh batuan, interpretasi dengan bantuan alat
log analisa hasil uji sumur dan lain - lain. Tetapi, ada pula masalah jika interpretasi
kurang tepat, seperti jenis batuan reservoir yang salah diinterpretasikan ataupun
cadangan hidrokarbon yang terlalu optimis atau terlalu pesimis diinterpretasikan.
Oleh karena itu, evaluasi interpretasi melalui data logging perlu dilakukan untuk
mengurangi angka kesalahan interpretasi dan menghasilkan data yang lebih akurat.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 1|


Dengan demikian akan diketahui dengan lebih baik keadaan yang sebenarnya
didalam reservoir tersebut mengenai jumlah dan jenis fluida yang dapat
diproduksikan, sehingga dapat menghindari tidak diproduksinya lapisan
hidrokarbon di reservoir karena ketidakakuratan dari pengukuran dengan alat
logging.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan penilaian formasi.
2) Jelaskan pengertian Well Logging.
3) Jelaskan jenis-jenis well logging dan fungsinya.
4) Dimana Zona prospek dari cekungan jawa barat utara.

1.3 Maksud dan Tujuan


1) Menganalisa dan menginterpretasikan data logging yang ada pada
cekungan jawa barat utara secara kualitatif dan quantitatif.
2) Menentukan zona yang produktif berdasarkan data logging.
3) Menentukan Casing desain dan zona perforasi yang tepat.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 2|


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Penilaian formasi atau evaluasi formasi merupakan salah satu cabang ilmu
dariteknik perminyakan yang mempelajari tentang formasi / batuan serta
permasalahan yang berhubungan dengan keberhasilan dalam penemuan cadangan
hidrokarbon, antara lain; memperkirakan dimana lapisan yang terdapat kandungan
hidrokarbon serta menghitung besarnya cadangan hidrokarbon. Untuk mengetahui
permasalahan tersebut perlu dilakukan beberapa proses pengambilan data yaitu mud
logging, wireline logging, dan pengambilan sampel batuan (coring).Untuk
memverifikasi hasil pengambilan data dan interpretasi, diperlukan tes produksi.
Tujuan dari logging adalah menentukan besaran - besaran fisik batuan reservoir
maka dasar dari logging itu sendiri adalah sifat fisik batuan atau petrofisika dari
batuan reservoir itu sendiri, yaitu sifat fisik listrik, sifat radioaktif, dan sifat rambat
suara (gelombang) elastis dari batuan reservoir. Interpretasi log akan memberikan
hasil beberapa sifat fisik batuan yang diperlukan untuk menganalisa baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
Interpretasi log secara kualitatif merupakan analisa log dengan
membandingkan hasil log dari sumur yang berpatokan pada kedalaman kita dapat
langsung menentukan secara kualitatif kira - kira pada daerah mana atau pada
kedalaman berapa lapisan tersebut merupakan lapisan permeable, kandungan fluida
yang terdapat pada lapisan tersebut, batas - batas fluida (Gas Oil Contact, Oil Water
Contact, Gas Water Contact), dan lapisan mana yang hanya mengandung shale.
Seperti halnya pada analisa kualitatif, analisa kuantitatif merupakan analisa log
yang memperhitungkan besaran angkanya dengan memperhatikan skala ukuran
gridnya sesuai kedalaman yang didapat. Dari data - data yang dihasilkan diatas
dengan bantuan grafik (chart - book), dengan rumus - rumus mana yang berlaku
maka dapat menentukan jumlah volume kandungan lempung (Vsh), nilai porositas
(Ø), nilai resistivitas air formasi (Rw), nilai resisitivitas formasi (Rt), dan nilai
saturasi air formasi (Sw).

Laporan Resmi Penilaian Formasi 3|


Dari data penilaian formasi ini dapat diketahui kedalaman formasi produktif
serta batasan - batasannya dengan formasi di atas atau di bawahnya, jenis reservoir
dengan mengetahui sifat fisik batuan dan fluida reservoir, gangguan pada sumur
yang disebabkan oleh kerusakan formasi disekitar lubang bor pada formasi
produktif sebagai akibat dari aktivitas pemboran, serta dari data ini dapat juga untuk
penentuan atau perkiraan cadangan reservoir serta produktivitas reservoir, dan
dapat juga untuk penentuan kelakuan (performance) reservoir tersebut.

2.2 Mud Logging


Mud Logging merupakan proses mensirkulasikan dan memantau perpindahan
mud dan cutting pada sumur selama pemboran (Bateman, 1985). Seorang mud
logging memiliki beberapa tugas utama, menurut Darling (2005) terdapat dua tugas
utama dari seorang mud logger yaitu :
1) Memantau parameterpengeboran dan memantau sirkulasi gas / cairan /
padatan dari sumur agar pengeboran dapat berjalan dengan aman dan
lancar.
2) Menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum
engineering department.

Mud logging unit (MLU) akan menghasilkan Mud Log yang akan dikirim ke
kantor pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut
meliputi :
1. Pembacaan gas yang diperoleh dari detector gas atau kromatograf.
2. Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S,SO2).
3. Laporan analisis cutting yang telah dideskripsikan secara lengkap.
4. Rate of Penetration (ROP).
5. Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat pada sampel.
Mud Log sendiri merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di
dalam mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan
bahwa mud log digunakan untuk hal - hal berikut:
1. Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 4|


2. Identifikasi zona porous dan permeable.
3. Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir.
4. Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis
hidrokarbon tersebut minyak atau gas.

2.3 Logging While Drillng(LWD)


Logging while drilling (LWD) merupakan suatu metode pengambilan data log
dimana logging dilakukan bersamaan dengan pemboran (Harsono,1997).Hal ini
dikarenakan alat logging tersebut ditempatkan di dalam drill collar. Pada LWD,
pengukuran dilakukan secara real time oleh measurement while drilling
(Harsono,1997).

2.4 Wireline Logging


Log merupakan suatu grafik kedalaman / waktu dari suatu set data yang
menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur
pemboran (Harsono, 1997). Prinsip dasar wireline log adalah mengukur parameter
sifat-sifat fisik dari suatu formasi pada setiap kedalaman secara kontinyu dari sumur
pemboran.Adapun sifat-sifat fisik yang diukur adalah potensial listrik batuan /
kelistrikan, tahanan jenis batuan, radioaktivitas, kecepatan rambat gelombang
elastis, kerapatan formasi (densitas), dan kemiringan lapisan batuan, serta
kekompakan formasi yang kesemuanya tercermin dari lubang bor.

2.5 Jenis – jenis Logging


Terdapat 3 jenis log yang digunakan yaitu:
1. Log radioaktif yang terdiri dari log gamma ray, log neutron,
2. Log listirk yang terdiri dari log spontaneous potential dan log resistivity.
3. Log akustik terdiri dari log sonic. log densitas.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 5|


2.6 Log Radioaktif
Radioaktif log dapat dioperasikan dalam keadan cased hole (sesudah casing
dipasang) maupun open hole (lubang terbuka). Ada tiga macam jenis log radioaktif
yaitu :
1. Gamma Ray log.
2. Density log.
3. Neutron log.
Dari tujuan pengukuran dibedakan menjadi alat pengukur litologi seperti
gamma ray log dan alat pengukur porositas seperti neutron log dan density log.
Hasil pengukuran alat porositas dapat digunakan pula untuk, mengidentifikasi
lithologi batuan dengan hasil yang sangat memadahi.

2.6.1 Gamma Ray log


Gamma ray log adalah suatu kurva yang menunjukkan besaran intensitas
radioaktif yang ada dalam formasi. Prinsip dasar dari gamma ray log adalah
mencatat radioaktif alamiah yang dipancarkan oleh 3 unsur radioaktif yang ada
dalam batuan yaitu ; Uranium (U), Thorium (Th), Potasium (K). Ketiga unsur
tersebut secara kontinyu memancarkan sinar gamma ray yang mempunyai
energi radiasi tinggi. Detektor gamma ray jenis Scintillation Counter yang
memberikan gambaran proses deteksi dari alat tersebut. Pada batuan sedimen
unsur - unsur radioaktif banyak terkonsentrasi dalam shale atau clay, sehingga
besar kecilnya intensitas radioaktif akan menunujukkan ada tidaknya mineral –
mineral clay.Pada lapisan permeable yang clean, kurva gamma ray
menunjukkan radioaktif yang sangat rendah, terkecuali lapisan tersebut
mengandung mineral - mineral tertentu yang bersifat radioaktif atau lapisan
berisi air asin yang mengandung garam - garam potasium yang terlarutkan,
sehingga harga gamma ray akan tinggi.
Berdasarkan sifat - sifat radioaktif, pengukuran gamma ray log dapat
dilakukan secara lubang terbuka ataupun pada casing terpasang.Apabila kurva
SP tidak tersedia, maka kurva gamma ray dapat digunakan sebagai pengganti SP
untuk maksud - maksud pendeteksian log, maka kurva sinar gamma yang jatuh

Laporan Resmi Penilaian Formasi 6|


diantara kedua garis lapisan permeable ataupun untuk korelasi. Oleh karena
unsur - unsur radioaktif (potasium) banyak terkandung dalam lapisan shale /
clay, maka gamma ray log sangat berguna untuk mengetahui besar kecilnya
kandungan shale / clay dalam lapisan permeable. Di samping itu gamma ray log
sangat efektif untuk membedakan lapisan pemeable dan yang tidak permeabel.

Gambar 2.1 Respon Log Gamma Ray terhadap batuan


(Sumber: G. Asquith &D. Krygowsky2004)

Untuk memperkirakan kandungan clay ditunjukkan dalam persamaan


berikut :

Dimana:
1. GR max : Merupakan nilai maksimum dari gamma ray di zona
yang akan di hitung nilai v shale nya

Laporan Resmi Penilaian Formasi 7|


2. GR min : Merupakan nilai terkecil dari gamma ray di zona yang
akan di hitung nilai v shale nya
3. GR log : Merupakan nilai tengah dari GR max dan GR min

2.6.2 Density Log


Tujuan utama dari density log adalah menentukan porositas dengan
mengukur density bulk batuan, disamping itu dapat juga digunakan untuk
mendeteksi adanya hidrokarbon atau air, digunakan besama - sama dengan
neutron log, juga menentukan densitas hidrokarbon (ρh) dan membantu didalam
evaluasi lapisan shaly.
Prinsip kerja density log adalah dengan jalan memancarkan sinar gamma
dari sumber radiasi sinar gamma yang diletakkan pada dinding lubang bor.
Padasaat sinar gamma menembus batuan, sinar tersebut akan bertumbukkan
dengan elektron pada batuan tersebut, yang mengakibatkan sinar gamma akan
kehilangan sebagian dari energinya dan yang sebagian lagi akan dipantulkan
kembali, yang kemudian akan ditangkap oleh detektor yang diletakkan diatas
sumber radiasi.Intensitas sinar gamma yang dipantulkan tergantung dari densitas
batuan formasi.Berkurangnya energi sinar gamma tersebut sesuai dengan
persamaan.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 8|


Gambar 2.2. Skema Rangkaian Dasar Density Log
(Sumber: Dewan, T.J.:”Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, Pennwell Publishing
Company, Tulsa-Oklahoma, USA, 1983)

2.6.3 Neutron Log


Neutron Log direncanakan untuk menentukan porositas total batuan tanpa
melihat atau memandang apakah pori - pori diisi oleh hidrokarbon maupun air
formasi. Neutron terdapat di dalam inti elemen, kecuali hidrokarbon. Neutron
merupakan partikel netral yang mempunyai massa sama dengan atom
hydrogen.
Prinsip kerja dari neutron log adalah sebagai berikut, energi tinggi dari
neutron dipancarkan secara kontinyu dari sebuah sumber radioaktif yang
ditempatkan di dalam sonde logging yang diletakkan pada jarak spacing pendek
sekitar 10 - 18 inch dari detektor gamma ray. Pada operasi logging, neutron
meninggalkan sumbernya dengan energi tinggi, tetapi dengan cepat akan
berkurang karena bertumbukan dengan inti - inti elemen didalam formasi.
Semua inti - inti elemen turut serta dalam pengurangan energi ini, tetapi yang
paling dominan adalah atom dengan massa atom yang sama dengan neutron
yaitu hidrogen. Setelah energi neutron banyak berkurang kemudian neutron
tersebut akan menyebar didalam formasi tanpa kehilangan energi lagi sampai
tertangkap dan terintegrasi dengan inti - inti elemen batuan formasi, seperti

Laporan Resmi Penilaian Formasi 9|


klorine dan silikon.Inti - inti ini akan terangsang untuk memancarkan sinar
gamma. Kemudian detektor sinar gamma akan merekam radiasi sinar gamma
tersebut.

Gambar 2.3 Log Neutron


(Sumber: www.google.com/Neutron-tools)

Bila kerapatan di alam formasi cukup tinggi, yaitu mengandung air, minyak
dan gas atau didalam lapisan shale maka energi neutron akan diperlambat pada
jarak yang sangat dekat dengan sumber dan akibatnya hanya sedikit radiasi sinar
gamma yang direkam oleh detector. Hal ini yang menjadi dasar hubungan antara
jumlah sinar gamma per detik dengan porositas. Hubungan ini menunjukkan
apabila jumlah sinar gamma per detik cukup tinggi maka porositasnya rendah.
Proses pelemahan partikel neutron. Porositas dari neutron log (  N ) dalam
satuan limestone dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
 N  1.02   NLog   0.0425

dimana:
 NLog = porositas terbaca pada kurva neutron log

Terdapat beberapa jenis neutron log yang dapat digunakan, yaitu:


1. Thermal neutron log, digunakan secara optimal untuk formasi non shaly
yang mengandung liquid dengan porositas antara 1 % – 10 %.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 10 |


2. Sidewall neutron porosity log (SNP), yang mempunyai kondisi optimum
pada formasi non shaly yang mengandung liquid dengan porositas
kurang dari 30%.
3. Compensated neutron log (CNL), merupakan pengembangan dari kedua
alat sebelumnya.

2.7 Log Listrik


Log listrik merupakan suatu plot antara sifat – sifat listrik lapisan yang
ditembus lubang bor dengan kedalaman.Sifat - sifat ini diukur dengan berbagai
variasi konfigurasi elektrode yang diturunkan ke dalam lubang bor. Untuk batuan
yang pori - porinya terisi mineral - mineral air asin atau clay maka akan
menghantarkan listrik dan mempunyai resistivity yang rendah dibandingkan dengan
pori - pori yang terisi minyak, gas maupun air tawar.Oleh karena itu lumpur
pemboran yang banyak mengandung garam akan bersifat konduktif dan sebaliknya.
Untuk formasi clean sand yang mengandung air garam, tahanan formasinya
dapat dinyatakan dengan suatu faktor tahanan formasi (F), yang dinyatakan dengan
persamaan :
Ro = F x R w
Hubungan antara tahanan formasi, porositas dan faktor sementasi dikemukakan
oleh G.E. Archie dan Humble sebagai berikut :
 Persamaan Archie : F = Ф-m
 Persamaan Humble : F = 0,62 x Ф-2,15
dimana :
m = Faktor sementasi batuan.
F = Faktor formasi.
Ф = porositas.
Resistivity Index (I) adalah perbandingan antara tahanan listrik batuan
sebenarnya (Rt) dengan tahanan yang dijenuhi air formasi 100 % (Ro), yaitu sesuai
dengan persamaan berikut :
n
Rt 1
I 
Ro Sw

Laporan Resmi Penilaian Formasi 11 |


dimana :
n = eksponen saturasi, untuk batupasir besarnya sama dengan 2.
Untuk formasi clean sand, terdapat hubungan antara saturasi air formasi (Sw),
porositas (Ф), tahanan formasi sebenarnya (Rt), tahanan air formasi (Rw) serta
eksponen saturasi (n).Secara matematis hubungan ini dapat dinyatakan sebagai
berikut :

Ro n Rw  F n Rw    m
Sw  n  
Rt Rt Rt
Pada umumnya log listrik dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Spontaneous Potensial Log (SP Log).
2. Resistivity Log.

2.7.1 Spontaneous Potensial Log (SP Log)


Kurva spontaneous potensial (SP) merupakan hasil pencatatan alat logging
karena adanya perbedaan potensial antara elektroda yang bergerak dalam lubang
sumur dengan elektroda tetap di permukaan terhadap kedalaman lubang sumur.
spontaneous potensial ini merupakan sirkuit sederhana yang terdiri dari dua
buah elektroda dan sebuah galvanometer. Sebuah elektroda (M) diturunkan
kedalam lubang sumur dan elektroda yang lain (N) ditanamkan di permukaan.
Disamping itu masih juga terdapat sebuah baterai dan sebuah potensiometer
untuk mengatur potensial diantara kedua elektroda tersebut. Bentuk defleksi
positif ataupun negatif terjadi karena adanya perbedaan salinitas antara
kandungan dalam batuan dengan lumpur. Bentuk ini disebabkan oleh karena
adanya hubungan antara arus listrik dengan gaya - gaya elektromagnetik
(elektrokimia dan elektrokinetik) dalam batuan.
Adapun komponen elektromagnetik dari SP tersebut adalah sebagai berikut:
A. Elektrokimia, dibagi menjadi dua bagian,yaitu:

 Membran Potensial, terjadi karena adanya struktur dan muatan maka


lapisan shale bersifat permeable terhadap kation Na+ dan kedap terhadap
anion Cl-. Jika lapisan shale memisahkan dua larutan yang mempunyai

Laporan Resmi Penilaian Formasi 12 |


perbedaan konsentrasi NaCl, maka kation Na+ bergerak menembus shale
dari larutan yang mempunyai konsentrasi tinggi ke larutan yang mempunyai
konsentrasi rendah, sehingga terjadi suatu potensial.
 Liquid Junction Potential, terjadi karena adanya perbedaan salinitas
antara air filtrat dengan air formasi, sehingga kation Na+ dan ion Cl- dapat
saling berpindah selama ion Cl- mempunyai mobilitas yang lebih besar dari
Na+, maka terjadi aliran muatan negative Cl- dari larutan yang berkonsentrasi
tinggi ke larutan yang berkonsentrasi rendah.

B. Elektrokinetik
Potensial elektrokinetik merupakan hasil suatu aliran elektrolit yang
melewati unsur - unsur dalam media berpori. Besarnya elektrokinetik ini
tergantung dari perbedaan tekanan yang menghasilkan aliran dan tahanan
dari elektrolit pada suatu media porous. Potensial elektrolit disini dapat
diabaikan karena pada umumnya perbadaan tekanan hidrostatik lumpur
dengan tekanan formasi tidak begitu besar dan untuk lapisan shale pengaruh
filtrasi dari alir lumpur kecil.
Jika pengaruh SP log melalui lapisan cukup tebal dan kondisinya bersih dari
clay, maka defleksi kurva SP akan mencapai maksimum. Defleksi SP yang
demikian disebut statik SP atau SSP, yang dapat dituliskan dalam persamaan
sebagai berikut:
Rmfeq
SSP   K c log
Rweq

dimana :
SSP = statik spontaneous potensial, mv
Kc = konstanta lithologi batuan
= 61  0.133  T  , dalam oF
= 65  0.24  T  , dalam oC
Rmfeq = tahanan filtrat air lumpur, ohm-m

Laporan Resmi Penilaian Formasi 13 |


SP log berguna untuk mendeteksi lapisan - lapisan yang porous dan
permeable, menentukan batas - batas lapisan, menentukan harga tahanan air
formasi (Rw) dan dapat juga untuk korelasi batuan dari beberapa sumur di
dekatnya.Defleksi kurva SP selalu dibaca dari shale base line yang mana bentuk
dan besar defleksi tersebut dapat dipengaruhi oleh ketebalan lapisan batuan
formasi, tahanan lapisan batuan, tahanan shale dalam lapisan batuan, diameter
lubang bor, dan invasi air filtrat lumpur. Satuan ukuran dalam spontaneous
potensial adalah millivolt (mv).

2.7.2 Resisstivity Log


Resistivity log adalah suatu alat yang dapat mengukur tahanan batuan
formasi beserta isinya, yang mana tahanan ini tergantung pada porositas efektif,
salinitas air formasi, dan banyaknya hidrokarbon dalam pori - pori batuan.
Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu kemampuan batuan
untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir melalui batuan tersebut
(Darling, 2005).Nilai resistivitas rendah apabila batuan mudah untuk
mengalirkan arus listrik, sedangkan nilai resistivitas tinggi apabila batuan sulit
untuk mengalirkan arus listrik. Log Resistivity digunakan untuk mendeterminasi
zona hidrokarbon dan zona air, mengindikasikan zona permeabel dengan
mendeteminasi porositas resistivitas, karena batuan dan matrik tidak konduktif,
maka kemampuan batuan untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada
fluida dan pori. Alat - alat yang digunakan untuk mencari nilai resistivitas (Rt)
terdiri dari dua kelompok yaitu Laterolog dan Induksi. Yang umum dikenal
sebagai log Rt adalah LLD ( Deep Laterelog Resistivity ), LLS ( Shallow
Laterelog Resisitivity ), ILD ( Deep Induction Resisitivity ), ILM ( Medium
Induction Resistivity ), dan SFL.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 14 |


Gambar 2.4 . Log Resistivity
(Sumber: www.google.com/resistivity-tools)

 Laterolog
Pengukuran dengan laterolog adalah untuk memperkecil pengaruh
lubang bor, lapisan yang berbatasan dan pengukuran lapisan yang tipis
serta kondisi lumpur yang konduktif atau salt mud.
Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut, suatu arus Io yang konstan
dialirkan melalui elektrode Ao lewat elektrode A1 dan A2 dimana arus
tersebut diatur secara otomatis oleh kontak pengontrol sehingga dua
pasang elektrode penerima M1M2 dan M’1M’2 mempunyai potensial yang
sama. Selisih potensial diukur diantara salah satu elektrode penerima
dengan electrode dipermukaan. Jika perbedaan antara potensial pasangan
M’1M’2 dan M1M2 dibuat nol, maka tidak ada arus yang mengalir dari Ao.
Disini arus listrik dari Ao dipaksa mengalir horizontal kearah formasi.
Ada beberapa jenis laterolog, yaitu jenis Laterolog 7, Laterolog 3, dan
Laterolog 8. Perbedaan dari ketiga jenis laterolog tersebut hanya terdapat
pada jumlah elektrodenya, dan ketebalan lapisan yang dideteksi berbeda.
Alat ini mengukur harga Rt terutama pada kondisi pengukuran Rt dengan
Induction Log mengalami kesulitan (banyak kesalahan).Laterolog ini
hanya dapat digunakan dalam jenis lumpur water base mud. Dianjurkan
pada kondisi Rt / Rm dan Rt / Rs besar (salt mud, resistivity tinggi yaitu

Laporan Resmi Penilaian Formasi 15 |


lebih besar dari 100 ohm - m) dan tidak berfungsi di dalam oil base mud,
inverted mud, lubang berisi gas, atau sumur sudah dicasing.
 Induction Log
Tujuan dari induction log adalah mendeteksi lapisan - lapisan tipis yang
jauh untuk menentukan harga Rt dan korelasi, tanpa memandang jenis
lumpur pemborannya.Prinsip kerja dari induction log adalah suatu arus
bolak - balik dengan frekuensi kurang lebih 2000 cps yang mempunyai
intensitas konstan dikirimkan melalui transmitter, yang menimbulkan
suatu medan elektromagnet. Medan elektromagnet ini akan menginduksi
arus dalam lapisan formasi, sedangkan arus tersebut mengakibatkan pula
medan magnetnya menginduksi receiver. Pembacaan yang dicatat oleh
penerima dapat dikorelasikan antara konduktivitas dan resistivitas, dimana
skala konduktivitas sering dinyatakan dengan miliohms (1 / ohms)

2.8 Log Mekanik (Caliper Log)


Log ini digunakan untuk mengukur diameter lubang bor yang sesungguhnya
untuk keperluan perencanaan atau melakukan penyemenan, dan dapat
merefleksikan lapisan permeable dan lapisan yang impermeable. Pada lapisan
yang permeable diameter lubang bor akan semakin kecil karena terbentukya kerak
lumpur (mud cake) pada dinding lubang bor. Sedangkan pada lapisan yang
impermeable diameter lubang bor akan bertambah besar karena ada dinding yang
runtuh (vug).

Laporan Resmi Penilaian Formasi 16 |


Gambar 2.5.Tipikal Respon caliper untuk berbagai litologi
(Sumber:Malcolm Rider, 2002)

2.9 Sonic Logg


Log ini merupakan jenis log yang digunakan untuk mengukur porositas,
selain density log dan neutron log dengan cara mengukur interval transite time (Δt),
yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara untuk merambat didalam
batuan formasi sejauh 1 ft. Peralatan sonic log menggunakan sebuah transmitter
(pemancar gelombang suara) dan dua buah receiver (penerima). Jarak antar
keduanya adalah 1 ft.
Bila pada transmitter dipancarkan gelombang suara, maka gelombang
tersebut akan merambat kedalam batuan formasi dengan kecepatan tertentu yang
akan tergantung pada sifat elastisitas batuan, kandungan fluida, porositas dan
tekanan formasi. Kemudian gelombang ini akan terpantul kembali menuju lubang
bor dan akan diterima oleh kedua receiver. Selisih waktu penerimaan ini direkam
oleh log dengan satuan microsecond per feet (μsec / ft) yang dapat dikonversikan
dari kecepatan rambat gelombang suara dalam ft / sec.

2.10 Coring
Coring adalah pemboran khusus untuk mendapatkan besaran - besaran fisik
dari batuan reservoir. Pemboran khusus ini sangat mahal biayanya karena
membutuhkan peralatan khusus dan memakan waktu lebih lama dari pemboran

Laporan Resmi Penilaian Formasi 17 |


biasa ( pemboran sumur keseluruhan ). Coring dilakukan pada interval tertentu
yang diperlukan data - data petrofisiknya terutama pada zona produktif. Hasil dari
coring diharapkan merupakan data yang sehingga perlu penanganan yang valid.Ada
dua macam cara pengambilan contoh batuan ( coring ) yaitu :
1. Coring yang dilakukan bersamaan dengan pemboran dikenal sebagai
Bottom coring. Sesuai dengan alat yang digunakan maka bottom core
dibedakan menjadi :
 Conventional coring yaitu coring yang menggunakan core bit biasa
atau diamond bit. Ukuran core yang didapat adalah diameter antara
3 – 5 inch dan panjang
 Wire-line Retrievable coring dimana pada cara ini alat diturunkan
kedasar sumur tanpa mengangkat drill string. Ukuran core yang
diperoleh dengan cara ini lebih kecil yaitu 1 1 / 8 - 1 3 / 4 inch dan
panjang 10 - 20 ft.
2. Sidewall Coring yaitu coring yang dilakukan setelah pemboran umumnya
digunakan untuk mengambil sampel / contoh pada interval tertentu (yang
dipilih ) yang telah dibor. Sample diambil dari dinding lubang bor dengan
diameter 3 / 4 - 1 3 / 16 inch dan panjang 3 / 4 - 1 inch.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 18 |


BAB III
GEOLOGI REGIONAL

3.1 Geologi Regional North West Java

Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai penghasil hidrokarbon


utama di wilayah operasi PT. Pertamina EP Region Jawa. Cekungan Jawa Barat
Utara terletak di barat laut Jawa dan meluas sampai lepas pantai utara Jawa.
Cekungan Jawa Barat Utara secara umum dibatasi oleh Cekungan Bogor di
sebelah selatannya, di bagian barat laut dibatasi oleh Platform Seribu, di bagian
utara dibatasi oleh Cekungan Arjuna serta bagian timur laut dibatasi oleh Busur
Karimunjawa (Anonim op. cit. Narpodo, 1996).
Menurut Padmosukismo (op. cit. Narpodo, 1996), Cekungan Jawa Barat
Utara secara regional merupakan sistem busur belakang (back arc system) yang
terletak diantara lempeng mikro sunda dan tunjaman lempeng India - Australia.
Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah
utara - selatan. Sistem patahan yang berarah utara - selatan ini membagi Cekungan
Jawa Barat Utara menjadi graben atau beberapa sub - Cekungan dari barat ke
timur, yaitu sub - Cekungan Ciputat, sub-Cekungan Pasir Putih dan sub -
Cekungan Jatibarang. Masing - masing sub - Cekungan dipisahkan oleh tinggian
(blok naik dari sesar). Tinggian Rengasdengklok memisahkan sub - Cekungan
Ciputat dengan sub - Cekungan Pasir Putih, Tinggian Pamanukan dan Tinggian
Kadanghaur memisahkan sub - Cekungan Pasir Putih dengan sub - Cekungan
Jatibarang, penampang tektonik Cekungan Jawa Barat Utara berarah utara -
selatan.
Konfigurasi sub - Cekungan dan tinggian - tinggian ini sangat
mempengaruhi penyebaran batuan sedimen tersier, baik sebagai batuan induk
maupun sebagai batuan reservoir. Sistem patahan blok terbentuk selama
orogenesa Kapur Tengah hingga awal Paleosen dan diperkirakan mengontrol
struktur Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara. Berdasarkan pembagian sub -
Cekungan, daerah penelitian masuk ke dalam sub - Cekungan Jatibarang.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 19 |


Gambar 3.1 Geologi regional Cekungan Jawa Barat Utara
(Sumber: Martodjojo, op. cit.Nopyansyah, 2007)

3.2 Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara


Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai pada kala
Eosen Tengah - Oligosen Awal (fase transgresi). Pada periode ini dihasilkan
sedimentasi vulkanik darat - laut dangkal dari Formasi Jatibarang (Martodjojo,
2003) saat aktifitas vulkanisme meningkat. Hal ini berhubungan dengan interaksi
antar lempeng di sebelah selatan pulau Jawa, akibatnya daerah - daerah yang
masih labil menjadi sering mengalami aktivitas tektonik. Material - material
vulkanik dari arah timur mulai diendapkan.
Periode selanjutnya merupakan fase transgresi yang berlangsung pada kala
Oligosen Akhir - Miosen Awal yang menghasilkan sedimen transgresif transisi
deltaik hingga laut dangkal yang setara dengan Formasi Talang Akar pada awal
permulaan periode (Martodjojo, 2003). Daerah cekungan terdiri dari dua
lingkungan yang berbeda yaitu di bagian barat paralik sedangkan di bagian timur
merupakan laut dangkal. Selanjutnya aktifitas vulkanik semakin berkurang
sehingga daerah - daerah menjadi agak stabil, tetapi anak Cekungan Ciputat masih
aktif. Kemudian air laut menggenangi daratan yang berlangsung pada kala Miosen
Awal mulai dari bagian barat laut terus ke arah tenggara menggenangi beberapa
tinggian kecuali tinggian Tangerang. Tinggian - tinggian ini merupakan sedimen
klastik yang dihasilkan setara dengan Formasi Talang Akar. Pada akhir Miosen
Awal, daerah cekungan relatif stabil dan daerah Pamanukan sebelah barat
merupakan platform yang dangkal (Martodjojo, 2003), dimana karbonat

Laporan Resmi Penilaian Formasi 20 |


berkembang baik sehingga membentuk setara dengan Formasi Baturaja sedangkan
bagian timur merupakan dasar yang lebih dalam.
Kala Miosen Tengah merupakan fase regresi. Pada Cekungan Jawa Barat
Utara diendapkan sedimen - sedimen laut dangkal dari Formasi Cibulakan Atas.
Sumber sedimen yang utama dari Formasi Cibulakan Atas diperkirakan berasal
dari arah utara - barat laut (Martodjojo, 2003). Akhir Miosen Tengah kembali
menjadi kawasan yang stabil, batu gamping berkembang dengan baik.
Perkembangan yang baik ini dikarenakan aktivitas tektonik yang sangat lemah dan
lingkungan pengendapan berupa laut dangkal. Kala Miosen Akhir - Pliosen (fase
regresi) merupakan fase pembentukan Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi
daerah cekungan mengalami sedikit perubahan dimana kondisi laut semakin
berkurang masuk ke dalam lingkungan paralik.
Kala Pleistosen - Aluvium ditandai untuk pengangkatan sumbu utama Jawa.
Pengangkatan ini juga diikuti oleh aktivitas vulkanisme yang meningkat dan juga
diikuti pembentukan struktur utama Pulau Jawa (Martodjojo, 2003). Pengangkatan
sumbu utama Jawa tersebut berakhir secara tiba - tiba sehingga mempengaruhi
kondisi laut.

Gambar 3.2 Lingkungan Pengendapan pada Cekungan Jawa Barat Utara


(Sumber: Anonim, op. cit. Nopyansyah, 2007)

Laporan Resmi Penilaian Formasi 21 |


3.3 Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara
Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala
Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu
pada Formasi Jatibarang yang terendapkan secara tidak selaras di atas Batuan
Dasar. Urutan startigrafi regional dari yang paling tua sampai yang muda adalah
Batuan Dasar, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah (Talang Akar,
Baturaja), Formasi Cibulakan Atas (Massive, Main, Pre - Parigi), Formasi Parigi
dan Formasi Cisubuh, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara


(Sumber: Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

a. Batuan Dasar
Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur Kapur
Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur Pra - Tersier
(Sinclair dkk., 1995). Lingkungan pengendapannya merupakan suatu permukaan
dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk (Koesoemadinata, 1980).

b. Formasi Jatibarang
Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early synrift, terutama dijumpai pada
bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian barat
cekungan ini (daerah Tambun - Rengasdengklok), kenampakan Formasi Jatibarang

Laporan Resmi Penilaian Formasi 22 |


tidak banyak (sangat tipis) dijumpai. Pada bagian bawah Formasi ini, tersusun oleh
tuff bersisipan lava (aliran), sedangkan bagian atas tersusun oleh batupasir.
Formasi ini diendapkan pada fasies continental - fluvial. Minyak dan gas di
beberapa tempat pada rekahan - rekahan tuff. Umur Formasi ini adalah dari kala
Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Formasi ini terletak secara tidak selaras di atas
Batuan Dasar.

c. Formasi Talang Akar


Pada synrift berikutnya diendapkan Formasi Talang Akar. Pada awalnya
Formasi ini memiliki fasies fluvio - deltaic sampai fasies marin. Litologi Formasi
ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir dengan serpih non - marin dan
diakhiri oleh perselingan antara batugamping, serpih dan batupasir dalam fasies
marin. Ketebalan Formasi ini sangat bervariasi dari beberapa meter di Tinggian
Rengasdengklok sampai 254 m di Tinggian Tambun - Tangerang, hingga
diperkirakan lebih dari 1500 m pada pusat Dalaman Ciputat.
Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang Akar ditandai dengan berakhirnya sedimen
synrift. Formasi ini diperkirakan berkembang cukup baik di daerah Sukamandi dan
sekitarnya. Formasi ini diendapkan pada kala Oligosen sampai dengan Miosen
Awal. Pada Formasi ini juga dijumpai lapisan batubara yang kemungkinan
terbentuk pada lingkungan delta. Batubara dan serpih tersebut merupakan batuan
induk untuk hidrokarbon.

d. Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar. Litologi
penyusun Formasi Baturaja terdiri dari baik yang berupa paparan maupun yang
berkembang sebagai reef build up (menandai fase post rift) yang secara regional
menutupi seluruh sedimen klastik pada Formasi Talang Akar di Cekungan Jawa
Barat Utara. Pada bagian bawah tersusun oleh batugamping masif yang semakin ke
atas semakin berpori. Perkembangan batugamping terumbu umumnya dijumpai
pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai daerah dalaman. Selain
itu juga ditemukan dolomit, interkalasi serpih glaukonit, napal, chert, batubara.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 23 |


Formasi ini terbentuk pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah (terutama dari
asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan Formasi ini adalah pada kondisi
laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari cukup (terutama dari melimpahnya
foraminifera Spiroclypens Sp). Ketebalan Formasi ini berkisar pada (50 - 300) m.

e. Formasi Cibulakan
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batu pasir dan batu
gamping. Batu gamping pada satuan ini umumnya merupakan batu gamping klastik
serta batu gamping terumbu yang berkembang secara setempat - setempat. Batu
gamping terumbu ini dikenal sebagai Mid Main Carbonate (MMC). Formasi ini
dibagi menjadi 2 (dua) anggota, yaitu anggota Cibulakan Atas dan anggota
Cibulakan Bawah. Pembagian anggota ini berdasarkan perbedaan lingkungan
pengendapan, dimana anggota Cibulakan Bawah merupakan endapan transisi
(paralik), sedangkan anggota Cibulakan Atas merupakan endapan neritik. Anggota
Cibulakan Bawah dibedakan menjadi dua bagian sesuai dengan korelasi Cekungan
Sumatera Selatan, yaitu ; Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja. Secara
keseluruhan Formasi Cibulakan ini berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah.
Formasi Cibulakan Atas terbagi menjadi tiga anggota, yaitu :

1) Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja. Litologi
anggota ini adalah perselingan batu lempung dengan batu pasir yang
mempunyai ukuran butir dari halus - sedang. Pada Massive ini dijumpai
kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil
foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus serta foraminifera
bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan Padmosukismo, 1975).

2) Main
Anggota Main terendapkan secara selaras di atas anggota Massive. Litologi
penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir yang
mempunyai ukuran butir halus - sedang (bersifat glaukonitan). Pada awal

Laporan Resmi Penilaian Formasi 24 |


pembentukannya, berkembang batugamping dan juga blangket - blangket
pasir, dimana pada bagian ini dibedakan dengan anggota Main itu sendiri yang
disebut dengan Mid Main Carbonat.

f. Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.
Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping abu - abu terang,
berfosil, berpori dengan sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun yang lain adalah
serpih karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah. Selain itu, kandungan
koral dan alga cukup banyak dijumpai selain juga bioherm dan biostrom.
Pengendapan batu gamping ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa Barat Utara.
Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal-neritik tengah (Arpandi
dan Padmosukismo, 1975). Formasi Parigi berkembang sebagai batu gamping
terumbu, namun di beberapa tempat ketebalannya menipis dan berselingan dengan
napal. Batas bawah Formasi Parigi ditandai dengan perubahan berangsur dari
batuan fasies campuran klastika karbonat dari Formasi Cibulakan Atas menjadi
batuan karbonat Formasi Parigi. Kontak antara Formasi Parigi dengan Formasi
Cisubuh yang berada di atasnya sangat tegas yang merupakan kontak antara batu
gamping bioklastik dengan napal yang berfungsi sebagai lapisan penutup. Formasi
ini diendapkan pada kala Miosen Akhir-Pliosen.

g. Formasi Cisubuh
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi
penyusunnya adalah batu lempung berselingan dengan batu pasir dan serpih
gampingan. Umur Formasi ini adalah kala Miosen Akhir sampai Pliosen -
Pleistosen. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin ke
atas menjadi lingkungan litoral - paralik.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 25 |


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Tugas Mandiri


4.1.1 Tugas Mandiri 1
 Mud Logging
Mud logging adalah proses mensirkulasikan dan memantau perpindahan
mud dan cutting pada sumur selama pemboran. Tugas utama dari mud
logger adalah memantau parameter pengeboran dan memantau sirkulasi
sumur dan menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum
engineering departement.

 Geologi regional dari cekungan jawa barat utara,


cekungan jawa barat utara terletak di barat laut jawa dan meluas sampai
lepas pantai utara jawa. Cekungan jawa barat utara secara umum dibatasi
oleh cekungan Bogor disebelah selatannya, dibagian barat barat dibatasi
oleh platform seribu dibagian utara dibatasi oleh cekungan arjuna serta
bagian timur laut dibatasi oleh busur karimun jawa.

 Facies Formasi Batu Raja,


Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi Talang akar.
Litologi penyusun batu raja terdiri dari baik yang berupa paparan maupun
yang berkembang sebagai reef build up yang secara regional menutupi
sedimen klasik pada formasi Talang akar di cekungan jawa barat utara. Pada
bagian bawah tersusun oleh batu gamping massif yang semakin keatas,
semakin berpori perkembangan batu gamping terumbu. Umumnya dijumpai
pada daerah tinggian, namun sekarang diketahui sebagai daerah dalaman.
Selain itu juga ditemukan dolomit interekalasi serpih glaukonit, napal,
chart, batu bara. Formasi ini terbentuk pada kalah Miosen Awal - Miosen
tengah ( Terutama dari asosiasi foramoniferal). Lingkungan pembentukan
formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari

Laporan Resmi Penilaian Formasi 26 |


cukup dapat dilihat dari melimpahnya foraminifera, ketebalan formasi ini
berkisar 50 - 30 M.

 Sekuen Stratigrafi formasi batu raja.


Pada formasi batu raja terbentuk saat fase transgesi berlangsung pada
kala oligosen akhir – Miosen awal yang menghasilkan sedimen transgesif
transisi deltaic hingga laut dangkal. Pada kala meiosen awal, daerah
cekungan relatif stabil dan daerah permukaan sebelah barat merupakan
platform yang dangkal, dimana karbonat berkembang baik sehingga
membentuk setara dengan formasi batu raja sedangkan bagian timur
merupakan dasar yang lebih dalam.

Interpretasi data logging pada formasi Batu Raja


 Pada interval kedalaman 2300 - 2350 m
Pada kedalaman 2300 m, nilai ROP meningkat diikuti dengan
meningkatanya nilai WOB dimana hal ini terjadi akibat proses pemboran
memasuki lapisan shale sisipan yang memiliki tingkat kekerasan dibawah
batu gamping. Pada interval ini dilakukan sidewall coring karena muncul
oil show dan meningkatnya total gas pada gas chromatorgaph. Setelah itu
ROP menurun dimana WOB tetap stabil menunjukan bahwa pemboran
memasuki lapisan batu gamping yang cukup keras. Pada range kedalaman
2200 - 2350 m ini dilakukan beberapa kali side wall coring akibat adanya
oil show dan meningkatnya gas kromatograf dijadikan dugaan adanya
litologi limestone dan didominasi warna putih – bening beberapa warna
light cream dan bersifat brittle & moderate hard.

 Pada interval kedalaman 2350 - 2400 m


Pada kedalaman 2350 m mulai terjadi kenaikan ROP dan WOB yang
disebabkan karena proses pemboran menembus lapisan yang lunak. Hal ini
dapat dilihat dari litologi batuan interval ini terdapat lapisan limestone dan
beberapa kedalaman ada sisipan shale sehingga tingkat kekerasannya

Laporan Resmi Penilaian Formasi 27 |


menurun secara constant. Mulai kedalaman 2380 m mulai terjadi
peningkatan WOB yang signifikan, hal ini terjadi karena pemboran
menembus lapisan shale sisipan . Sedangkan ROP naik turun tergantung
menembus sisipan shale atau limestone pada interval ini tidak ditemukan
oil show tetapi formasi sebelumnuya diinterval 2300 - 2350 m gas
kromatograf naik sedangkan pada interval ini mulai menurun.Untuk
memastikan kandungan hidrokarbon pada interval ini dilakukanlah side wall
coring namun tidak sebanyak kedalaman sebelumnya. Deskripsi: litologi
batuan limestone dengan warna light grey,white – offwhite, dengan
struktur britlle dan tingkat kekerasan moderate hard & semiblocky.

 Pada interval kedalaman 2400 - 2450 m


Pada saat menembus formasi di kedalaman 2400 - 2450 m dengan RPM
yang normal, pemboran masih menembus lapisan batu gamping, hal ini
ditandai dengan naiknya ROP dan WOB. Setelah melewati lapisan sisipan
shale hingga kedalaman 2400 - 2450 m ROP terlihat naik turun diikuti
dengan naik turunnya WOB, tergantung lapisan yang ditembus. Diinterval
ini dilakukan sidewall coring sebanyak 3 kali dikarenakan indicator
kromatograf yang naik turun sehingga mengindikasikan lapisan tersebut
terdapat hidrokarbon. Deskripsi batuan gamping di kedalaman ini berwarna
coklat terang, teksturnya moderate hard – hard, visible porosity,
microcrystalline.

 Pada interval kedalaman 2451 - 2500 m


Pada kedalaman 2460 m terjadi sidewall coring batuan yang mana
batuannya merupakan limestone yang memiliki ciri – ciri yang sama pada
interval ini cenderung memiliki ROP sekitar 5 – 16 dengan WOB 15 – 18.
Pada interval ini tidak terdapat oil show maupun gas show. Di kedalaman
ini terjadi peningkatan ROP dan WOB karena menembus sisipan sandstone
dan shale. Gas kromatrograf mulai ,meningkat namun tidak ada oil show
oleh karena itu hanya dilakukan beberapa kali side wall coring.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 28 |


 Pada interval kedalaman 2500 - 2550 m
Pada saat pemboran menembus formasi dikedalaman 2501 m nilai ROP
cukup rendah karena menembus formasi limestone dan ada sedikit
kenaikan saat menembus lapisan shale sisipan yang karakteristiknya lebih
lunak, namun selebihnya pada kedalaman 2501 m gas kromatograf
menunjukan indikasi kenaikan, sehingga dilakukan coring untuk
memastikan ada atau tidak kandungan hidrokarbon. Pada interval ini
terdapat sisipan shale yang lumayan rendah yang membuat ROP dan WOB
meningkat.

 Pada interval kedalaman 2550 - 2600 m


Pada kedalaman ini nilai ROP dan WOB relatif meningkat dikarenakan
pemboran menembus lapisan gamping yang memiliki kekerasan kurang
consolidated. Selain itu terdapat beberapa oil show dan gas pada gas
kromatograf relatif tinggi sehingga dilakukan dua kali side wall coring.

 Pada interval kedalaman 2600 – 2650 m


Pada interval ini nilai ROP dan WOB relatif stabil dan mengalami
kenaikan dibeberapa titik karema menembus formasi shale dan sisipan
sandstone karena tekstur dan tingkat kekerasan yang relatif rendah. Pada ini
terdapat oil show namun pada gas kromatograf constant, sehingga tidak
dilakukan sidewall coring pada interval ini dipasang shoe jenis casing,
Surface casing dengan ukuran 9 5 / 8 inch dengan tujuan menahan tekanan
formasi.

4.1.2 Tugas Mandiri II


Perhitungan Vshale, Porositas Density dan Porositas Neutron
Pada praktikum penilaian formasi praktikan akan membahas tentang
data log dari suatu sumur. Dan dari data log tersebut terdapat beberapa

Laporan Resmi Penilaian Formasi 29 |


formasi yang kemudian akan diukur Vshale, Porositas Density dan
Porositas Neutron.
Perhitungan volune shale dapat dilakukan dengan menggunkan
rumus Archie yaitu dengan mengetahui nilai GR max, GR min dan GR
log yang dapat dilihat di log gamma ray dimana rumus yang digunakan
adalah:
𝐺𝑅 log − 𝐺𝑅 𝑚𝑖𝑛
V-Shale =
𝐺𝑅 max − 𝐺𝑅 𝑚𝑖𝑛
Dimana:
4. GR max : Merupakan nilai maksimum dari gamma ray di zona
yang akan di hitung nilai v shale nya
5. GR min : Merupakan nilai terkecil dari gamma ray di zona yang
akan di hitung nilai v shale nya
6. GR log : Merupakan nilai tengah dari GR max dan GR min
Untuk menentukan porositas density dilihat dari data log density.
Dari log density didapat data rho matrix, rho bulk, rho fluid. Rho fluida
menggunakan Oil Base Mud (OBM) dan Water Base Mud (WBM). Rho
matrix tergantung litologi batuan pada formasi tersebut, misal batu pasir
sebesar 2,65, batu gamping sebesar 2,75. Kali ini kita gunakan matriks
calcite sebesar 2,71.
𝜌𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 − 𝜌𝑏𝑢𝑙𝑘
∅𝐷 =
𝜌𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 − 𝜌𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑

Untuk menentukan porositas neutron dapat langsung dilihat pada


data log neutron dari rata - ratanya.
max +𝑚𝑒𝑑 + 𝑚𝑖𝑛
∅𝑁 =
3

 Interval 1100 – 1200 m


Data:
GR Max = 91
GR Min = 58

Laporan Resmi Penilaian Formasi 30 |


GR Log = 82.3
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.38
ρ fluida = 0.85
82.3−58 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,736 𝑣 × 100 % = 73.6
91−58

%
2,71−2,38
o ∅𝐷 = = 0.1774 × 100 % = 17.74 %
2,71−0.85
0,44+0,43+0,45
o ∅𝑁 = = 0.44 × 100 % = 44 %
3

 Interval 1200 – 1370 m


Data:
GR Max = 140
GR Min = 85
GR Log = 126.7
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.3
ρ fluida = 0.85
126.7−85 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,758 𝑣 × 100 % =
140−85

75.8 %
2,71−2,3
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.22 × 100 % = 22 %
0,33+0,35+0,40
o ∅𝑁 = = 0.36 × 100 % = 36 %
3

 Interval 1370 - 1500 m


Data:
GR Max = 145
GR Min = 75
GR Log = 123
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.35

Laporan Resmi Penilaian Formasi 31 |


ρ fluida = 0.85
123−75 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,685 𝑣 × 100 % = 68.5
145−75

%
2,71−2,35
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.193 × 100 % = 19.3 %
0,36+0,45+0,11
o ∅𝑁 = = 0.306 × 100 % =
3

30.6 %

 Interval 1500 – 1700 m


Data:
GR Max = 141
GR Min = 63
GR Log = 117
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.42
ρ fluida = 0.85
117−63 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,692 𝑣 × 100 % = 69.2
141−63

%
2,71−2,42
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.156 × 100 % = 15.6 %
0,26+0,40+0,38
o ∅𝑁 = = 0.346 × 100 % =
3

34.6 %

 Interval 1700 – 1900 m


Data:
GR Max = 143
GR Min = 63
GR Log = 108.3
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.43
ρ fluida = 0.85

Laporan Resmi Penilaian Formasi 32 |


108.3−63 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,566 𝑣 × 100 % =
143−63

56.6 %
2,71−2,43
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.156 × 100 % = 15.6 %
0,23+0,41+0,26
o ∅𝑁 = = 0.30 × 100 % = 30 %
3

 Interval 1900 – 2275 m


Data:
GR Max = 140
GR Min = 70
GR Log = 117.3
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.50
ρ fluida = 0.85
117.3−70 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,675 × 100 % =
140−70 𝑣

67.5 %
2,71−2,50
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.112 × 100 % = 11.2 %
0,30+0,41+0,26
o ∅𝑁 = = 0.32 × 100 % = 32 %
3

 Interval 2275 – 2300 m


Data:
GR Max = 135
GR Min = 68
GR Log = 93.3
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.57
ρ fluida = 0.85
93.3−68 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,37 𝑣 × 100 % = 37 %
135−68

Laporan Resmi Penilaian Formasi 33 |


2,71−2,57
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.075 × 100 % = 7.5 %
0,08+0,17+0,11
o ∅𝑁 = = 0.12 × 100 % = 12 %
3

 Interval 2300– 1475 m


Data:
GR Max = 110
GR Min = 50
GR Log = 73.3
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.63
ρ fluida = 0.85
73.3−50 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,338 𝑣 × 100 % = 33.8
110−50

%
2,71−2,63
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.043 × 100 % = 4.3 %
0,06+0,09+0,07
o ∅𝑁 = = 0.073 × 100 % =
3

7.3 %

 Interval 2475 – 1510 m


Data:
GR Max = 158
GR Min = 50
GR Log = 78.6
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.67
ρ fluida = 0.85
78.6−50 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,786 𝑣 × 100 % = 78.6
158−50

%
2,71−2,67
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.021 × 100 % = 2.1 %

Laporan Resmi Penilaian Formasi 34 |


0,19+0,30+0,11
o ∅𝑁 = = 0.20 × 100 % = 20 %
3

 Interval 2510 – 2570 m


Data:
GR Max = 165
GR Min = 45
GR Log = 111.3
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.6
ρ fluida = 0.85
111.3−45 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,552 𝑣 × 100 % =
165−45

55.2 %
2,71−2,6
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.059 × 100 % = 5.9 %
0,11+0,36+0,18
o ∅𝑁 = = 0.216 × 100 % =
3

21.6 %
 Interval 1570 – 2620 m
Data:
GR Max = 80
GR Min = 40
GR Log = 54.6
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.69
ρ fluida = 0.85
54.6−40 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,365 𝑣 × 100 % = 36.5
80−40

%
2,71−2,69
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.0107 × 100 % = 1.07 %
0,03+0,06+0,17
o ∅𝑁 = = 0.086 × 100 % =
3

8.6 %

Laporan Resmi Penilaian Formasi 35 |


 Interval 2620 – 3060 m
Data:
GR Max = 140
GR Min = 40
GR Log = 101.3
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.61
ρ fluida = 0.85
101.3−40 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,613 𝑣 × 100 % =
140−40

61.3 %
2,71−2,61
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.057 × 100 % = 5.7 %
0,13+0,26+0,21
o ∅𝑁 = = 0.20 × 100 % = 20 %
3

 Interval 3060 – 3140 m


Data:
GR Max = 140
GR Min = 40
GR Log = 100.6
ρ matriks = 2.71
ρ bulk = 2.6
ρ fluida = 0.85
100.6−40 𝑣
o 𝑉𝑠ℎ𝑎𝑙𝑒 = = 0,606 𝑣 × 100 % =
140−40

60.6 %
2,71−2,6
o ∅𝐷 = 2,71−0.85 = 0.059 × 100 % = 5.9 %
0,35+0,40+0,24
o ∅𝑁 = = 0.33 × 100 % = 33 %
3

4.1.3 Tugas Mandiri 3

Laporan Resmi Penilaian Formasi 36 |


4.1.3.1 Menghitung nilai SW (Water Saturation)
Saturasi water adalah kandungan air pada pori - pori batuan
tersebut. Untuk mengetahui zona tersebut layak untuk di perfo apa tidak
bisa dilihat dari SW juga. Maka dari itu sangat perlu menghitung SW
terlebih dahulu. Untuk mendapatkan nilai SW, harus mencari nilai
porositasnya, Rt, Rw dan sebagainya. Berikut nilai - nilai yang harus
diketahui untuk dapat menghitung saturasi water.
Tabel 3.1 Perhitungan Saturasi Water
Carbonate Sandstone
𝟇 > 16% 𝟇 < 16%
a 1,0 0,62 0,81
m 2,0 2,15 2,0
n 2,0 2,0 2,0

Keterangan:
F = Faktor formasi
a = tourtuosity factor
m = faktor sementasi
𝟇 = porositas density
Rumus untuk mencari Saturasi Water
𝑎
F= 𝜙𝑚

𝐹 𝑥 𝑅𝑤
 SW = 𝑛√ 𝑅𝑡

 Interval 1100 – 1200 m


Data:
Rw =1
Rt = 0.2
∅ = 17.75 %

Laporan Resmi Penilaian Formasi 37 |


0,62
o 𝐹 = 17,742,15 = 0.0012
2
√0,0012𝑥 1
o 𝑆𝑤 = = 0.079
0,2

 Interval 1200 – 1370 m


Data:
Rw =5
Rt = 0.7
∅ = 22 %
0,62
o 𝐹 = 222,15 = 0.0008
2
√0,0008𝑥 5
o 𝑆𝑤 = = 0.075
0,7

 Interval 1370 – 1500 m


Data:
Rw = 1.9
Rt = 1.6
∅ = 19.3 %
0,62
o 𝐹 = 19.32,15 = 0.0001
2
√0,0001𝑥 1.9
o 𝑆𝑤 = = 0.035
1,6

 Interval 1500 – 1700 m


Data:
Rw = 1.6
Rt = 1.5
∅ = 15.6 %
0,81
o 𝐹 = 15.62 = 0.0033
2
√0,0033𝑥 1.6
o 𝑆𝑤 = = 0.059
1.5

 Interval 1700 – 1900 m


Data:

Laporan Resmi Penilaian Formasi 38 |


Rw =2
Rt = 1.8
∅ = 15.6 %
0,81
o 𝐹 = 15.662 = 0.0033
2
√0,0033𝑥 2
o 𝑆𝑤 = = 0.06
1.8

 Interval 1900 – 2275 m


Data:
Rw =7
Rt = 1.7
∅ = 11.2 %
0,81
o 𝐹 = 11.22 = 0.0064
2
√0,0064𝑥 7
o 𝑆𝑤 = = 0.113
1,7

 Interval 2275 – 2300 m


Data:
Rw =8
Rt = 2
∅ = 7.52 %
0,81
o 𝐹 = 7.522 = 0.014
2
√0,014𝑥 8
o 𝑆𝑤 = 2
= 0.239

 Interval 2300 – 2475 m


Data:
Rw = 10
Rt = 8
∅ = 4.3 %
0,81
o 𝐹 = 4.32 = 0.043

Laporan Resmi Penilaian Formasi 39 |


2
√0,043𝑥 10
o 𝑆𝑤 = = 0.234
8

 Interval 2475 – 2510 m


Data:
Rw = 12
Rt = 9
∅ = 2.1 %
0,81
o 𝐹= = 0.183
2.12
2
√0,183𝑥 12
o 𝑆𝑤 = = 0.494
9

 Interval 2510 – 2570 m


Data:
Rw = 20
Rt = 13
∅ = 5.9 %
0,81
o 𝐹= = 0.023
5.92
2
√0,023𝑥 20
o 𝑆𝑤 = = 0.189
13

 Interval 2570 – 2620 m


Data:
Rw = 18
Rt = 15
∅ = 1.07 %
0,81
o 𝐹 = 1.072 = 0.707
2
√0,707𝑥 18
o 𝑆𝑤 = = 0.921
15

 Interval 2620 – 3060 m


Data:

Laporan Resmi Penilaian Formasi 40 |


Rw = 17
Rt = 3
∅ = 5.76 %
0,81
o 𝐹 = 5.762 = 0.024
2
√0,024𝑥 17
o 𝑆𝑤 = = 0.371
3

 Interval 3060 – 3140 m


Data:
Rw =6
Rt = 2
∅ = 5.9 %
0,81
o 𝐹= = 0.023
5.92
2
√0,023𝑥 6
o 𝑆𝑤 = = 0.264
2

4.2 Final Case Study


4.2.1 Penentuan Zona Reservoir Produktif

Pada Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak
bumi yang potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di
Cekungan Jawa Barat Utara dimana telah terjadi penemuan - penemuan terutama
pada struktur - struktur antiklin. Lapisan - lapisan utama yang berproduksi adalah
batu pasir dari Formasi Talang Akar dan Formasi Cibulakan. Selain itu batu
gamping dari Formasi Baturaja dan Formasi Parigi juga memproduksi minyak
dan gas bumi. Suatu hal yang menarik adalah pada kawasan daratan juga telah
diproduksi minyak bumi dari batuan tuffa volkanik dan breksi dari Formasi
Jatibarang. Petroleum system terindikasi pada Formasi Batu Raja, formasi batu
raja terletetak pada interval kedalaman 2301 m – 2650 m.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 41 |


Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar.
Litologi penyusun Formasi Baturaja terdiri dari baik yang berupa paparan maupun
yang berkembang sebagai reef build up (menandai fase post rift) yang secara
regional menutupi seluruh sedimen klastik pada Formasi Talang Akar di
Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian bawah tersusun oleh batugamping masif
yang semakin ke atas semakin berpori. Perkembangan batugamping terumbu
umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai
daerah dalaman. Selain itu juga ditemukan dolomit, interkalasi serpih glaukonit,
napal, chert, batubara. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen Awal-Miosen
Tengah (terutama dari asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan Formasi
ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari cukup
(terutama dari melimpahnya foraminifera Spiroclypens Sp). Ketebalan Formasi
ini berkisar pada (50 - 300) m.
Dari interval Formasi batu raja tidak semua menjadi reservoir, ada interval
kedalaman yang akan menjadi zona reservoir yang produktif dan prospek.
Berdasarkan interpretasi dari data mud log, dan beberapa data logging kami
menentukan beberapa interval yang terindikasi menjadi reservoir. Berdasarkn data
triple combo ( Gamma ray, Resistivity, Neutron – Density) kami mendapatkan 7
interval yang terindikasi menjadi reservoir yaitu:

Table 4.1 Daftar interval yang terindikasi adalah reservoir


NO Interval Kedalaman
1 2220 – 2235 m
2 2305 – 2480 m
3 2510 – 2525 m
4 2565 – 2600 m
5 3176 – 3193 m
6 3423 – 3447 m
7 3460 – 3475 m

Laporan Resmi Penilaian Formasi 42 |


Setelah menentukan 7 zona yang terindikasi menjadi sebuah reservoir
berdasarkan data triple combo ( Gamma ray, Resistivity, Neutron – Density)
dikorelasikan kembali dengan data mud logging dan data RCAL ( Routine Core
Analisys). Berdasarkan korelasi dengan data mud log didapat hasil seperti berikut
:

Gambar 4.1 Zona cross over berdasarkan Triple Combo, 2305 – 2480 m

Saya hanya Memilih interval 2305 – 2480 m sebagai reservoir karena terletak
pada formasi Batu Raja, dimana berdasarkan geologi regional dan lingkungan
pengendapan batu raja sangat mungkin menjadi reservoir, karena litologinya
adalah dominan batu gamping, hal ini diperkuat dengan hasil dari pembacaan data
mud log sebagai berikut:

Laporan Resmi Penilaian Formasi 43 |


Gambar 4.2 Pembacaan Mud log pada interval 2305 – 2480 m

Berdasarkan pembacaan mud log diatas dari formasi batu raja pada interval
kedalaman 2305 – 2480 m dapat dilihat pada Gambar 4.2 terdapat oil show pada
interval 2305 – 2350 m. Munculnya oil show didukung dengan naiknya indicator
pada gas kromatograf. Oleh karena itu dilakukan beberapa kali side wall coring
dengan tujuan mengetahui sifat fisik dari batuan pada interval itu. Dan data
disajikan dalam data RCAL. Jadi setelah dikorelasikan dengan data Mud log
didapatkan interpretasi bahwa zona produktif berapa pada interval 2305 – 2355 m
dengan alasan bahwa pada interval tersebut nilai Gamma ray rendah kemudian
nilai resistivity meningkat dan terjadi cross over antara log neutron – density, serta
pada data mud log menunjukan litologi batu gamping dengan porositas jenis vug
sebesar 10 – 20 %, Selain itu muncul oil show pada interval ini. Berdasarkan data
RCAL pada Tabel 4.1 dan data Pressure point pada Tabel 4.2 dapat dilihat zona
prospek ada pada interval 2320 – 2325 m, karena memiliki nilai porositas dan
permeabilitas yang cukup baik, dan didukung pula oleh data mud log, data logging
yang telah di sajikan pada gambar 4.1 , gambar 4.2 dapat diinterpretasikan bahwa

Laporan Resmi Penilaian Formasi 44 |


reservoir yang produktif dan prospek berada pada formasi batu raja pada interval
kedalaman 2320 – 2325 m dapat dilihat pada gambar 4.3

Gambar 4.3 Interval zona Produktif 2320-225 m


 Menentukan nilai Porositas dan saturasi water dari zona reservoir prospek

Tabel 4.2 Data RCAL dari sumur

Laporan Resmi Penilaian Formasi 45 |


Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pada kedalaman 2320 m
memiliki nilai permeabilitas dan porositas yang besar yaitu sebesar 16,3 mD dan
porositas 22, 5 % serta memiliki saturasi air yang cukup kecil hanya 49,6 %
dimana diindikasi lebih dominan hidrokarbon dan dengan graind density sebesar
2,71 gr/cc. Pada kedalaman 2324 m memiliki permeabilitas 8,31 mD dan porositas
19 % serta saturasi air 50 %. Dapat diinterpretasikan bahwa berdasarkan data
logging, data RCAL dan data pressure point zona prospek dari cekungan jawa
barat utara terletak pada formasi batu raja dengan interval kedalaman 2320 – 2325
m.
4.2.2 Penentuan Casing Setting Depth
Menetukan casing setting depth pada sumur di cekungan jawa barat utara
dengan memperhatikan kedalaman dan jenis litologi dari lapisannya, selain itu
dengan memperhatikan burst dan collapse pada setiap kedalaman. Pada setiap
kedalaman memiliki karakteristik masing - masing, berdasarkan data dari
pressure point.
Tabel 4.3 Data kedalaman dan tekanan dari formasi dan lumpur

Laporan Resmi Penilaian Formasi 46 |


Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat dari pressure test pada tiap – tiap
kedalaman. Dari data tersebut dapat dilihat terjadi kenaikan tekanan yang
abnormal pada lapisan batu gamping, oleh karena itu ditentukan pemasangan
casing shoe dari production casing pada kedalaman 2604 m karena litologi batu
gamping berada pada formasi batu raja. Penempatan dudukan casing shoe yang
paling baik adalah pada lapisan shale.
Tabel 4.4 Kedalaman Casing Shoe & diameter casing
Kedalaman Casing shoe Jenis Casing Diameter ( inch)
(m)
10 Conductor casing 30
342 Surface Casing 20
1198 Intermediate Casing 13,3
2604 Production Casing 95/8

Conductor casing dipasang pada kedalaman dibawah 10 m dengan tujuan


untuk menjaga formasi tidak mudah runtuh saat pengeboran dilakukan pertama
kali. Selanjutnya dipasang surface casing hingga kedalaman 342 m dengan tujuan
mencegah pencemaran air tanah dari fluida pemboran, karena pada kedalaman
tersebut merupakan zona aquiver. Setelah itu pada kedalaman 1198 m dipasang
intermediate casing dengan tujuan menahan tekanan dari formasi yang over
pressure, karena pada kedalman ini terdapat lapisan batu gamping yang biasanya
memiliki tekanan yang abnormal. Kemudian production casing diletakan hingga
kedalaman 2604 m dengan tujuan untuk melindungi zona formasi yang produktif.
Karena zona prospek terletak pada kedalaman 2320 – 2325 m.

Gambar 4.4 Letak Casing shoe dari conductor casing

Laporan Resmi Penilaian Formasi 47 |


Gambar 4.5 Letak Casing shoe dari surface casing

Gambar 4.6 Letak Casing shoe dari Intermediate Casing

Gambar 4.7 Letak Casing shoe dari Production casing

4.2.3 Penentuan Zona Perforasi


Menentukan zona perforasi dari interval zona produktif tidaklah mudah,
harus memperhatikan beberapa parameter seperti water oil contact (WOC), gas
oil contact (GOC) serta jenis formasi dan kedalaman agar tidak terjadi
permasalahan produksi setelah dilakukan perforasi seperti tekanan yang over dan
terjadinya conning, baik water conning atau gas conning yang terlalu cepat. Untuk
melakukan perforasi harus dianalisa data mengenai letak dari batas kontak saturasi
fluida pada reservoir, salah satunya adalah water oil contact dan gas oil contact
berdasarkan interpretasi qualitative dan quantitative dari data mud log, data
logging, data RCAL, serta Pressure point didapatkan zona prospek di formasi batu
raja pada interval kedalaman 2320 – 2325 m. Berdasarkan data pressure point
pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada kedalaman 2310 m didapatkan jenis
fluida yang terkandung adalah gas sedangkan pada kedalaman 2320 m jenis fluida
yang didapatkan adalah minyak, di sini dapat dilihat bahwa GOC terletak antara
2310 – 2320 m, Sedangkan pada kedalaman 2324 m fluida yang terkandung adalah
minyak, namun pada kedalaman 2327 m fluida yang ditemukan adalah air, hal ini
menunjukan WOC terletak pada interval 2324 – 2327 m. Berdasarkan letak dari
WOC dan GOC dapat dintentukan interval perforasi yang tepat adalah diantara
WOC dan GOC dan dalam hal ini reservoir yang prospek terletak pada interval

Laporan Resmi Penilaian Formasi 48 |


2320 - 2325 m, begitu pula perforasi zonenya yaitu tidak boleh terlalu dekat
dengan WOC maupun GOC, jadi memutuskan untuk menentukan zona perfoasi
pada interval 2321 – 2323 m atau sepanjang 3 m dari zona reservoir prospek,
dengan berbagai pertimbangan berdasarkan data yang telah diberikan.

Tabel 4.5 Data Case Pressurepoint

Gambar 4.8 zona perforasi pada interval 2321 – 2324 m

Laporan Resmi Penilaian Formasi 49 |


BAB VI
KESIMPULAN

Penilaian formasi atau evaluasi formasi merupakan salah satu cabang ilmu
dariteknik perminyakan yang mempelajari tentang formasi / batuan serta
permasalahan yang berhubungan dengan keberhasilan dalam penemuan cadangan
hidrokarbon, antara lain; memperkirakan dimana lapisan yang terdapat kandungan
hidrokarbon serta menghitung besarnya cadangan hidrokarbon. Untuk mengetahui
permasalahan tersebut perlu dilakukan beberapa proses pengambilan data yaitu mud
logging, wireline logging, dan pengambilan sampel batuan (coring).Untuk
memverifikasi hasil pengambilan data dan interpretasi, diperlukan tes produksi.
Tujuan dari logging adalah menentukan besaran-besaran fisik batuan reservoir
maka dasar dari logging itu sendiri adalah sifat fisik batuan atau petrofisika dari
batuan reservoir itu sendiri, yaitu sifat fisik listrik, sifat radioaktif, dan sifat rambat
suara (gelombang) elastis dari batuan reservoir. Interpretasi log akan memberikan
hasil beberapa sifat fisik batuan yang diperlukan untuk menganalisa baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Jenis – jenis logging adalah log radioaktif, log listrik,
log mekanik dan log akustik. Log radioaktif terdiri dari log gamma ray, neutron
log, density log. Log listrik terdiri dari log spontaneous potensial, log resistivity.
Log mekanik terdiri dari log caliper dan log akustik terdiri dari log sonic.

Pada Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak
bumi yang potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di Cekungan
Jawa Barat Utara dimana telah terjadi penemuan - penemuan terutama pada
struktur - struktur antiklin. Lapisan - lapisan utama yang berproduksi adalah batu
pasir dari Formasi Talang Akar dan Formasi Cibulakan. Selain itu batu gamping
dari Formasi Baturaja dan Formasi Parigi juga memproduksi minyak dan gas
bumi. Suatu hal yang menarik adalah pada kawasan daratan juga telah diproduksi
minyak bumi dari batuan tuffa volkanik dan breksi dari Formasi Jatibarang.
Petroleum system terindikasi pada Formasi Batu Raja, formasi batu raja terletetak
pada interval kedalaman 2301 m – 2650 m.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 50 |


Berdasarkan data mud logging, data well logging, data RCAL data
Pressure point didapatkan zona prospek pada interval 2320 – 2325 m. Interval itu
didapatkan dari interpretasi secara qualitative dan quantitative dan korelasi dari
masing – masing data logging. Setelah didapatkan zona prospek pada interval
2320 – 2325 m maka di korelasikan lagi dengan data RCAL yang telah didapatkan
dari analisa core. Dari data RCAL dan Pressure point didapatkan nilai porositas
dan permeabilitas pada zona tersebut cukup baik. Pada zona tersebut terkandung
fluida berupa minyak, setelah mengetahui zona minyak, berdasarkan data Pressure
point dan RCAL dapat diketahui posisi WOC dan GOC nya agar dapat ditentukan
interval perforasi yang tepat pada zona produktif, demi meminimalisir masalah
yang terjadi. Selain itu dipasang 4 jenis casing masing – masing Casing shoe
Terletak pada 10 m, 342 m, 1198 m, 2604 m.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu Listia. 2013. “Penilaian Formasi” https://www.scribd.com(diakses pada 11


November 2018)
Azmi Tufiqurrahman. 2017. ”Mud Logging Sensor and Gas Equipment”
http://tigasakau.blogspot.com(diakses pada 11 november 2018)
Bateman.1985.

Laporan Resmi Penilaian Formasi 51 |


D. Krygowsky.2004.
G. Asquith.1976.
Hapsari.2004.
Harsono. 1997.
Indonesia Basin Summaries. 2006.
Joe. 2014. “Coring and Core Analysis” http://migas-nusantara.blogspot.com
(Diakses pada 12 November 2018)
Mortodjojo.2007..
Pamungkas, Putra. 2008.” Log Gamma Ray” https://klastik.wordpress.com
(diakses pada 12 november 2018)
Pertamina.2000.
R. Malcolm.2002.
Sclumberger.1989.
Tony Martono. 2013. “Mud Logging Unit” http://perusahaanmigas.blogspot.com
(diakses pada 11 November 2018)

Laporan Resmi Penilaian Formasi 52 |

Anda mungkin juga menyukai