Oleh
Rangga Adi Kusuma
NIM : 22217003
(Program Studi Magister Teknik Perminyakan)
Kebutuhan akan energi, khususnya natural gas akan selalu meningkat setiap tahunnya
seiiring dengan bertumbuhnya populasi, industry dan teknologi. Untuk dapat
memenuhi kebutuhan energy tersebut, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan,
salah satunya adalah dengan melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada reservoir
inkonvensional seperti reservoir shale gas. Perkembangan eksplorasi shale gas
reservoir pada saat ini sedang dilakukan secara massive oleh beberapa negara, hal ini
disebabkan oleh adanya teknologi pemboran horizontal dan Hydraulic Fracturing
yang membuat fluida pada reservoir shale dapat diproduksi secara massive dan
menguntungkan.
Menurut kementrian ESDM, Indonesia memiliki cadangan shale gas reservoir yang
cukup besar yaitu 574 TSCF (Trilliyun Standard Cubic Feet) yang tersebar pada
beberapa daerah yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Oleh karena
itu pengembangan penelitian terhadap eksplorasi dan eksploitasi shale gas reservoir
perlu digencarkan untuk dapat mendukung pemerintah dalam memenuhi program
kemandirian energi.
0
BAB I Pendahuluan
Kebutuhan akan energi, khususnya natural gas akan selalu meningkat setiap tahunnya
seiiring dengan bertumbuhnya populasi, industry dan teknologi. Akan tetapi dapat
dilihat pada Gambar 1.1. bahwa produksi nasional Gas kita sudah mulai menurun
sejak tahun 2010. Maka untuk dapat memenuhi kebutuhan energy di masa yang akan
datang, terdapat bebrapa cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan
melakukan eksploitasi pada reservoir inkonvensional seperti reservoir shale gas.
Potensi shale gas Indonesia diperkirakan sekitar 574 TSCF (trillion standard cubic
feet) yang tersebar pada 5 pulau terbesar di Indonesia yaitu Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Shale gas adalah natural gas yang diproduksikan
dari formasi shale yang berfungsi sebagai reservoir rock dan juga source rock. Batuan
ini memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat rendah sehingga diklasifikasikan
sebagai reservoir inkonvensional. Tipe unfractured shale memiliki permeabilitas
matriks antara 0.01 sampai 0.00001 md (Freeze, R. dkk 1979). Akibat rendahnya
permeabilitas ini, gas yang berada didalamnya tidak mudah untuk dapat bergerak
Gambar I.1 Profil Produksi Migas Nasional (Laporan tahunan SKK Migas 2017)
Untuk dapat memproduksikan gas dari reservoir shale, diperlukan pekerjaan stimulasi
Hydraulic Fracturing agar dapat meningkatkan konduktivitas disekitar sumur,
sehinga fluida yang berada didalam batuan shale tersebut dapat mengalir kedalam
sumur. Hydraulic Fracturing (perekahan hidrolik) merupakan salah satu metode
stimulasi sumur yang umum dilakukan pada lapangan minyak maupun gas. Stimulasi
1
/ perangsangan sumur ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas
sumur sehingga terjadi peningkatan produksi minyak / gas. Hal ini dilakukan dengan
cara melakukan perekahan pada formasi disekitar lubang sumur dan menginjeksikan
slurry yang mengandung propant yang telah didesain ukuran dan jumlahnya agar
dapat memperbaiki permeabilitasnya, cara ini telah terbukti meningkatkan
produktivitas sumur.
I.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian pada penelitian kali ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Panjang rekahan akan memiliki pengaruh yang besar pada pengingkatan
konduktivitas pada reservoir shale gas..
2. Fold of increase pada hydraulic fractured shale gas reservoir akan bernilai
tinggi, dikarenakan oleh index produktivitas pada saat sebelum dilakukan
stimulasi yang relatif rendah pada shale gas reservoir.
2
I.4. Batasan Masalah
3
4