Anda di halaman 1dari 42

ANALISA PERENCANAAN DESIGN HYDARULIC FRACTURING

DENGAN PEMODELAN SIMULATOR FRACCADE 5.1


TERHADAP NILAI KEEKONOMIAN PRODUKSI
PADA LAPANGAN “X” DAN SUMUR “Y”

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun oleh :
YOGA ASMARA
15.420.410.0962

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2019
ANALISA PERENCANAAN DESIGN HYDARULIC FRACTURING
DENGAN PEMODELAN SIMULATOR FRACCADE 5.1
TERHADAP NILAI KEEKONOMIAN PRODUKSI
PADA LAPANGAN “X” DAN SUMUR “Y”

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Teknik Pada Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Disusun oleh :
YOGA ASMARA
15.420.410.0962

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISA PERENCANAAN DESIGN HYDARULIC FRACTURING


DENGAN PEMODELAN SIMULATOR FRACCADE 5.1
TERHADAP NILAI KEEKONOMIAN PRODUKSI
PADA LAPANGAN “X” DAN SUMUR “Y”

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Teknik Pada Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Oleh :

Yoga Asmara

15.420.410.0962

Ketua Jurusan Teknik Perminyakan Koordinator Tugas Akhir

Aisyah Indah Irmaya S.T.,M.T Wirawan Widya Mandala S.T., M.T.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat


rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir
ini dengan judul “ANALISA PERENCANAAN DESIGN HYDARULIC
FRACTURING DENGAN PEMODELAN SIMULATOR FRACCADE 5.1
TERHADAP NILAI KEEKONOMIAN PRODUKSI PADA LAPANGAN “X”
DAN SUMUR “Y””.
Adapun maksud dan tujuan dari proposal Tugas Akhir ini adalah untuk
memenuhi persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana di Jurusan Teknik
Perminyakan, Fakultas Teknik, Universitas Poklamasi 45 Yogyakarta.
Pada kesempatan Tugas Akhir ini pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bambang Irjanto, S.E., M.BA selaku Rektor Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta.
2. Syamsul Ma’arif, S.T., M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta.
3. Aisyah Indah Irmaya, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik
Perminyakan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
4. Segenap Dosen Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta.
5. Wirawan Widya Mandala, S.T., M.T., selaku Koordinator Tugas Akhir.
6. Seluruh keluarga yang selama ini telah banyak membantu untuk menyelesaikan
Proposal Tugas Akhir ini, baik dari segi moril, ekonomi dan motivasi.
7. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah banyak memberikan bantuan hingga
terselesaikanya Proposal Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa proposal Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, Februari 2019
Penulis
I. JUDUL
ANALISA PERENCANAAN DESIGN HYDARULIC FRACTURING
DENGAN PEMODELAN SIMULATOR FRACCADE 5.1 TERHADAP
NILAI KEEKONOMIAN PRODUKSI PADA LAPANGAN “X” DAN
SUMUR “Y”

II. PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Sejalan dengan bertambahnya waktu produksi maka akan terjadi
penurunan produktivitas formasi yang tercermin melalui penurunan laju
produksi minyak dari sumur-sumur produksi. Penurunan laju produksi
minyak tersebut disebabkan oleh banyak hal seperti penurunan tekanan
reservoir, berkurangnya jumlah cadangan minyak dan dapat juga disebabkan
oleh terjadinya kerusakan formasi, dimana kerusakan formasi tersebut akan
mengakibatkan terjadinya penurunan permeabilitas batuan. Penurunan
permeabilitas batuan ini disebabkanoleh adanya penyumbatan pori-pori
batuan akibat invasi padatan maupun filtrat lumpur bor, penyemenan, fuida
komplesi, operasi stimulasi sebelumnya, kompaksi mekanik akibat perforasi
dan proses interaksi antara fluida dengan batuan formasi produktif selama
proses produksi. Selain itu kecilnya laju produksi minyak dapat juga
disebabkan oleh rendahnya permeabilitas alami batuan. Dengan adanya
penurunan produktivitas formasi tersebut, maka perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan kembali produktivitas formasi tersebut, dimana salah satunya
adalah dengan metode stimulasi perekahan hidrolik. Stimulasi perekahan
hidrolik dilakukan sebagai perangsangan dengan tujuan untuk meningkatkan
laju produksi minyak dengan cara memperbaiki permeabilitas batuan yang
mengalami kerusakan akibat kegiatan-kegiatan tersebut di atas, memperbesar
jari-jari efektif sumur dan dengan membuat saluran konduktif sebagai jalan
aliran fluida dari formasi produktif menuju lubang sumur. Mengingat
pentingnya stimulasi perekahan hidrolik terhadap perbaikan laju produksi
minyak, maka sebelum operasi perekahan tersebut dilakukan, harus dilakukan
studi untuk merencanakan proyek perekahan tersebut dan setelah proyek
perekahan tersebut selesai dikerjakan maka harus dilakukan evaluasi untuk
mengetahui keberhasilan operasi perekahan tersebut, dimana evaluasi tersebut
meliputi evaluasi pelaksanaan proyek perekahan di lapangan dan evaluasi
berdasarkan peningkatan produksi, seperti peningkatan laju produksi.
Hydraulic fracturing tidak hanya digunakan untuk meningkatkan
produksi dengan menembus zona damage dan meningkatkan permeabilitas,
tetapi juga untuk menahan fines atau produksi pasir pada formasi dengan
permeabilitas besar dan hydraulic fracturing juga sudah dilakukan bersamaan
dengan komplesi pada sumur dengan permeabilitas formasi rendah.
Hydraulic fracturing dilakukan dengan memompakan fluida perekah
pada laju dan tekanan injeksi yang tinggi sampai melebihi kekuatan formasi
batuan dengan tujuan untuk membuat rekahan (memulai dan
mengembangkan rekahan) pada batuan yang kemudian rekahan tersebut akan
diganjal dengan menggunakan proppant agar tidak menutup kembali.
2.2 Maksud Dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penulis dalam pembuatan proposal tugas akhir dan
pengambilan judul “ANALISA PERENCANAAN DESIGN HYDARULIC
FRACTURING DENGAN PEMODELAN SIMULATOR FRACCADE 5.1
TERHADAP NILAI KEEKONOMIAN PRODUKSI PADA LAPANGAN
“X” DAN SUMUR “Y”” adalah :
2.2.1 Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah Menentukan model rekahan
yang akan diterapkan pada perencanaan design hydraulic fracturing
pada lapangan “X” dan sumur “Y”.
2.2.2 Tujuan
1. Menentukan Proppant (chemical pengganjal) yang akan
digunakan dalam perencanaan design hydraulic fracturing.
2. Menentukan Fluida Perekah yang akan digunakan selama proses
hydraulic fracturing dilakukan.
3. Melakukan simulasi job hydraulic fracturing dengan
menggunakan permodelan simulator FracCADE 5.1 dan
perhitungan manual sehingga diperoleh design fracture secara
geometri.

4. Memperoleh perkiraan nilai koduktivitas rekahan, nilai


permeabilitas dan perkiraan peningkatan nilai indeks
produktivitas yang terbentuk apabila dilakukan job fracturing pada
sumur tersebut.
5. Mengetahui keekonomisan dari perencanaan design dan simulasi
hydraulic fracturing.
2.3 Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan untuk dalam penyusunan laporan tugas
akhir ini adalah :
2.3.1 Studi Literatur
Merupakan metodologi yang difokuskan pada pencarian
informasi dari buku-buku penunjang yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
2.3.2 Pengambilan dan Pengumpulan Data
Merupakan metodologi untuk pengumpulan data dari Lapangan
“X” dan Sumur “Y”. yang kemudian dilakukan tanya jawab langsung
kepada pihak yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan penelitian.
2.3.3 Pengolahan, Perhitungan, dan Analisa Data
Merupakan metodologi dimana data serta materi yang
menunjang penelitian ini, maka selanjutnya dilakukan perhitungan dan
analisa data terserbut.
III. DASAR TEORI
3.1. Produktivitas Formasi
Secara umum produktivitas formasi dapat dinyatakan sebagai suatu
akumulasi hidrokarbon dalam batuan porous permeable untuk
memproduksikan fliuda yang dikandungnya, ukuran keproduktifan formasi
secara sesaat dapat dinyatakan sebagai Productivity Index (PI) yang kemudian
dikembangkan sebagai Inflow Performance Relationship (IPR), namun
sebelum membahas mengenai produktivititas formasi tersebut, maka akan
dijelaskan terlebih dahulu tentang dasar–dasar yang berhubungan dengan
produktivitas formasi.

3.1.1 Aliran Fluida dalam Media Berpori.


Aliran fluida adalah suatu gejala perpindahan zat akibat gerakan-
gerakan massa materi zat, dimana fluida dapat berupa gas atau cair atau
kedua-duanya. Fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
a. Jumlah fasa yang mengalir
b. Sifat fisik fluida reservoir
c. Sifat fisik batuan reservoir
d. Konfigurasi disekitar lubang bor, seperti : adanya lubang perforasi,
Skin (kerusakan formasi), gravel pack, rekahan hasil perekahan
hidrolik
e. Kemiringan lubang sumur
f. Bentuk daerah pengurasan
Keenam faktor di atas, secara ideal harus mewakili dalam setiap
persamaan perhitungan kelakukan aliran fluida dari formasi ke lubang
sumur. Aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh
Darcy (1856), dimana persamaan dibedakan berdasarkan sistem aliran
dan jenis fluidanya.
a. Sistem Aliran Linier Horizontal
Laju alir dari sistem aliran linier horizontal dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
0.001127kA( P1  P2 )
q ............................................. ........................(3-1)
BL
Dimana :
q = laju alir, STB
k = permeabilitas, mD
A = luas, ft2
L = panjang media berpori, ft
P = tekanan, psi
B = faktor volume formasi, bbl/STB
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
b. Sistem Aliran Linier Miring
Laju alir dari sistem aliran linier miring dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
 0.001127kA  ( P2  P1 ) 
q   gL sin   ............................. ................(3-2)
B  L 

c. Sistem Aliran Radial


Laju alir dari sistem aliran radial dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut.
0.00708kh( Pe  Pw )
q ........................................................................ (3-3)
B ln( re / rw )
d. Sistem Aliran Linier Gas
Laju alir dari sistem aliran linier untuk gas dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
0.1118kA 2
qsc  ( P1  P2 ) .................................................................... (3-4)
2

LZT
e. Sistem Aliran Radial Gas
Laju alir dari sistem aliran radial untuk gas dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
0.7032kh
qsc  ( Pe  Pw ) ............................................................ (3-5)
2 2

 ln( re / rw )TZ
Dimana :
q = laju alir, STB
k = permeabilitas, mD
h = ketebalan lapisan, ft
P = tekanan, psi
A = luas, ft2
L = panjang media berpori, ft
α = sudut kemiringan lapiran, °
ρg = gradien tekanan fluida, 0.433 psi/ft (air tawar), 0.465 psi/ft (air asin)
B = faktor volume formasi, bbl/STB
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
re= jari – jari pengurasan sumur, ft
rw = jari – jari sumur, ft
qsc = laju alir gas pada kondisi standar, SCF
Z = faktor devias gas
T = temperatur, °R
3.2 Productivity Index (PI)
Kemampuan suatu akumulasi hidrokarbon dalam batuan porous untuk
memproduksikan fluida yang dikandungnya tergantung dari produktivitas
reservoir. Ukuran keproduktifan reservoir ini dikenal dengan Productivity Index
(PI).

3.2.1 Konsep PI
Telah dibicarakan diatas bahwa Produktivity Index ialah suatu index atau
derajat pengukuran kemampuan produksi suatu sumur, yang didefinisikan
sebagai perbandingan antara rete produksi yang dinyatakan dalam stock tank
barrel per hari dengan pressure draw-down.
Kecuali secara khusus, PI didasarkan pada gross liquid production, tapi
ada juga yang mendasarkan dengan rate produksi minyak (qo).
Secara matematis bentuknya dapat ditulis sebagai berikut :
q
PI  J  STB/hari/psi ....................................................... (3-7)
( Ps  Pwf )

Dimana :
q = gross liquid rate, STB/hari
Ps = tekanan static reservoir, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Ps-Pwf = draw-down pressure, psi
Besaran–besaran tersebut bisa diukur dengan beberapa cara, rate produksi
(q) dapat diukur di tangki permukaan atau pada separator di unit flow-meter.
Tekanan static reservoir (Ps) dapat ditentukan dengan alat subsurface pressure
gauge, setelah periode ditutupnya sumur dalam waktu tertentu atau dengan
metode pressure build-up.
Dengan melakukan subtitusi dari Persamaan 3-3 ke dalam Persamaan 3-
5, maka PI dapat ditentukan pula berdasarkan sifat fisik batuan reservoir, sifat
fluida reservoir serta geometri reservoir dan sumurnya, yaitu :
7.08kh
PI  ................................................................................... (3-8)
re
 o Bo ln
rw
Meskipun Persamaan 3-8 tidak mengandung besaran tekanan, tetapi PI
masih tetap bergantung pada tekanan, karena Bo dan μo merupakan fungsi
tekanan, sedangkan k sebagai fungsi dari saturasi minyak.
Berdasarkan pengalaman dari Kermitz E. Brown (1967) telah mencoba
memberikan batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu:
1. PI rendah jika kurang dari 0.5.
2. PI sedang jika antara 0.5 sampai 1.5.
3. PI tinggi jika lebih dari 1.5.
3.2.2 Faktor yang Mempengaruhi PI
Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap harga PI antara lain :
1. Karakteristik batuan reservoir, meliputi :
a. Permeabilitas
Bila permeabilitas batuan kecil, maka fluida akan lebih sulit untuk
mengalir sehingga kemampuan berproduksi (PI) akan turun.
b. Saturasi
Dalam proses produksi, saturasi minyak akan berkurang dengan
naiknya produksi kumulatif minyak dan akibatnya pori-pori yang kosong
akan diganti oleh air atau gas bebas. Di samping itu produksi terus seiring
dengan penurunan tekanan reservoir, sehingga akan timbul fasa gas yang
mengakibatkan saturasi gas bertambah dan saturasi minyak berkurang dan
hal ini akan mengurangi permeabilitas efektif terhadap minyak sehingga
dapat menurunkan harga PI.

2. Karakteristik fluida reservoir, meliputi :


a. Kelarutan gas dalam minyak (Rs)
Dalam proses produksi penurunan tekanan reservoir dibawah
tekanan gelembung dapat menyebabkan bertambahnya gas yang
dibebaskan dari larutan. Hal ini akan menyebabkan harga PI turun karena
permeabilitas efektif terhadap minyak juga akan berkurang yang
disebabkan oleh naiknya saturasi gas.
b. Faktor volume formasi minyak (Bo)
Di atas tekanan gelembung penurunan tekanan akan menyebabkan
naiknya Bo akibat adanya pengembangan minyak, sedangkan di bawah
tekanan gelembung penurunan tekanan akan mengakibatkan Bo turun
dengan cepat karena adanya penyusutan akibat dibebaskannya gas yang
terlarut. Jadi dengan adanya kenaikan Bo akan menurunkan harga PI.
c. Viscositas
Bila tekanan reservoir sudah berada di bawah tekanan gelembung
akan mengakibatkan bertambahnya gas dibebaskan dari larutan sehingga
viscositasnya naik, hal ini akan menghambat proses produksi, sehingga
harga PI akan turun.
d. Draw-down
Makin besar draw-down, makin besar pula laju aliranya sehingga PI
naik.

3. Ketebalan lapisan
Makin tebal lapisan produktif, makin besar pula harga PI-nya. Tetapi
bila lapisan tersebut diselingi oleh lapisan tipis dari air atau gas maka laju
produksi minyak akan berkurang. Terproduksinya air dapat pula
mengakibatkan terjadinya scale yang dapat mengurangi kapasitas kerja
alat-alat atau terjadinya korosi pada alat-alat tersebut.

4. Mekanisme pendorong
Kecepatan perubahan tekanan reservoir akibat proses produksi sangat
dipengaruhi oleh jenis mekanisme pendorongnya.

3.3 Inflow Performance Relationship (IPR)


Inflow performance relationship (IPR) merupakan pernyataan PI secara
grafis yang menggambarkan perubahan-perubahan dari harga tekanan alir dasar
sumur (Pwf) versus laju alir (q) yang dihasilkan karena terjadinya perubahan
tekanan alir dasar sumur tersebut.
IPR menunjukan produktivitas sumur/lapisan produktif. Jika hubungan
tersebut di-plot dalam bentuk grafik, maka kurva yang dihasilkan disebut
sebagai kurva IPR. Kurva IPR merupakan kurva plot antara laju alir (q) dengan
tekanan alir dasar sumur (Pwf). Dari kurva plot ini kita dapat menentukan PI.
a. Kurva IPR Satu Fasa
Dasar dari aliran fluida pada media berpori diambil dari teori “Darcy
(1856), dengan persamaan :
q k dP
v  ..................................................................................... (3-9)
A  dL
Persamaan tersebut mencakup beberapa anggapan diantaranya adalah :
 Aliran mantap
 Fluida yang mengalir satu fasa
 Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidannya
 Fluida bersifat incompressible
 Viskositas fluida yang mengalir konstan
 Kondisi aliran Isotermal
 Formasi homogen dan arah aliran horizontal
Persamaan di atas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial,
dimana dalam suatu lapangan persamaan tersebut berbentuk :
k o h( Pe  Pwf )
q  0.007082 ........................................................... (3-10)
µ o Bo Ln(re / rw )

Dimana :
q = laju produksi, STB/d
ko = permeabilitas efektif minyak, mD
h = ketebalan formasi produktif, ft
Pe = tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
µo = viskositas minyak, cp
Bo = Faktor volume formasi, Bbl/STB
re= jari – jari pengurasan sumur, ft
rw = jari – jari sumur, ft
Prosedur dalam membuat kurva IPR untuk aliran satu fasa adalah sebagai
berikut :
1. Menyiapkan data hasil uji tekanan dan produksi yaitu ; tekanan reservoir (Ps),
tekanan alir dasar sumur (Pwf), dan laju produksi (q).
2. Menghitung indeks produktivitas (PI) dengan persamaan (3-7)
3. Memilih tekanan alir dasar sumur (Pwf) anggapan
4. Menghitung laju aliran (qo) pada tiap harga Pwf tersebut dengan menggunakan
persamaan:
Td = Ta + @ D (3-11)
Keterangan :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, °F
Ta = temperatur pada permukaan °F.
@ = gradien temperatur, °F/100 ft
D = kedalaman, ft
5. Memplot qo terhadap Pwf yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 pada kertas
grafik kartesian, dengan qo sebagai sumbu datar dan Pwf sebagai sumbu tegak.
Hasil plot ini akan membentuk garis yang linier seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kurva IPR 1 Fasa8)

b. Kurva IPR Dua Fasa


Untuk membuat kurva IPR dimana fluida yang mengalir dua fasa, Vogel
mengembangkan persamaan hasil regresi sederhana yang mudah
penggunaannya. Model ini ditulis dalam bentuk fraksi Pwf/Ps versus q/qmax.
Sehingga persamaan itu akan terbentuk seperti dibawah ini :
2
qo  Pwf  P 
 1  0.2    0.8  wf
  P
 .......................................................... (3-12)

q max  Ps   s 
qo
Pwf  Ps  ..................................................................................... (3-13)
PI
Dimana :
qo = laju produksi minyak, STB/d
qmax = laju produksi maksimum pada Pwf=0, STB/d
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
Ps = tekanan statik, psi
Dalam pengembangan Kurva IPR Dua Fasa Vogel berlaku anggapan :
 Reservoir bertenaga dorong gas terlarut
 Harga skin disekitar lubang bor sama dengan nol
 Tekanan reservoir di bawah tekanan saturasi (Pb)
Prosedur pembuatan kurva IPR untuk aliran dua fasa dari Vogel adalah
sebagai berikut :
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi ; tekanan reservoir/tekanan
statis (Ps), tekanan alir dasar sumur (Pwf), laju produksi minyak (qo).
2. Menghitung harga (Pwf/Ps)
3. Mensubtitusikan harga (Pwf/Ps) dari langkah 1 dan harga laju produksi (qo) ke
dalam persamaan (3-2), dan menghitung harga laju produksi maksimum (qo
max).

4. Untuk membentuk kurva IPR, gunakan beberapa nilai anggapan Pwf dan
menghitung harga qo dari persamaan (3-1)
5. Memplot qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh
adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur. Bentuk kurva
tersebut akan melengkung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2
dibawah ini.
Gambar 3.2 Kurva IPR 2 Fasa8)

 IPR Metode Standing


Metode Standing merupakan modifikasi dari persamaan Vogel dimana Pb
> Pi, berdasarkan kenyataan bahwa untuk sumur yang mengalami kerusakan
maka terjadi tambahan kehilangan tekanan di sekitar lubang bor.
Tekanan aliran dasar sumur ideal, Pwf tidak dipengaruhi oleh adanya
faktor skin, sedangkan Pwfˈ adalah tekanan dasar sumur sebenarnya yang
dipengaruhi oleh faktor skin. Hubungan antara kedua tekanan alir dasar sumur
tersebut adalah :
Pwf’ = Pwf + ∆Ps ................................................................................ (3-14)
2
qo  Pwf '   Pwf ' 
= 1 – 0.2   – 0.8   ............................................... (3-15)
qo max  Ps   Ps 
Dimana :
qo = Laju produksi minyak, STB/d
qmax = Laju produksi maksimum pada Pwf=0, STB/d
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
Pwf’ = Tekanan alir dasar sumur yang dipengaruhi faktor skin, psi
Ps = Tekanan statik, psi
FE (Efisiensi aliran) merupakan perbandingan antara Indeks produktivitas
nyata dengan Indeks produktivitas ideal. Dengan demikian FE berharga lebih
kecil dari satu apabila sumur mengalami kerusakan dan lebih besar satu apabila
mengalami perbaikan sebagai hasil operasi stimulasi.
Dengan menggunakan hubungan tersebut, maka harga tekanan alir dasar
sumur sebenarnya (yang dipengaruhi oleh faktor skin) diubah menjadi tekanan
alir dasar sumur ideal, sehingga dapat dimasukkan kedalam persamaan Vogel.
Prosedur perhitungan kurva IPR untuk kondisi sumur yang mempunyai faktor
skin sama dengan pemakaian persamaan Vogel yang telah diuraikan
sebelumnya, hanya saja perlu ditambah satu langkah yang mengubah tekanan
alir dasar sumur sebenarnya menjadi tekanan alir dasar sumur ideal. Harga FE
yang diperlukan dalam perhitungan ini dapat diperoleh dari hasil analisa uji
build-up atau drawdown.
Harga laju produksi maksimum yang dihasilkan adalah harga laju produksi
maksimum pada harga skin sama dengan nol, bukan laju produksi pada harga FE
yang dimaksud. Untuk menghitung harga laju produksi maksimum pada harga
FE yang dimaksud, maka harga tekanan alir dasar sumur sebenarnya, yang sama
dengan nol diubah menjadi tekanan alir dasar sumur pada kondisi ideal,
kemudian dihitung laju produksinya.
Kelemahan dari Metode Standing adalah dihasilkan kurva IPR, yang :
1. Hampir lurus, untuk harga FE < 1, meskipun kondisi aliran adalah dua fasa.
2. Berlawanan dengan definisi kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang
sumur.

Kedua hal tersebut di atas disebabkan penggabungan dua persamaan yang


tidak selaras, yaitu persamaan Vogel yang berlaku untuk kondisi aliran dua fasa
dengan definisi FE (efisiensi aliran) yang berlaku untuk kondisi satu fasa.
Gambar 3.3 Kurva IPR Berdasarkan FE8)

c. Kurva IPR Tiga Fasa


Salah satu metode yang sering digunakan dalam membuat kurva IPR Tiga
Fasa adalah menggunakan model yang di kembangkan oleh Pudjo Sukarno.
Asumsi yang digunakan metode ini adalah ; faktor skin sama dengan nol, serta
minyak, air dan gas berada pada satu lapisan dan mengalir bersama-sama secara
radial. Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digukan parameter
“Water Cut (WC)”, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi
total. Dimana harga water cut dinyatakan dalam persen. Dalam perkembangan
kinerja aliran tiga fasa dari formasi produktif ke lubang sumur telah digunakan 7
kelompok data hipotesis reservoir, yang mana untuk masing-masing kelompok
dilakukan perhitungan kurva IPR untuk lima harga water-cut berbeda, yaitu
20%, 40%, 60%, 80%, dan 90%.

Dalam metode Pudjo Sukarno membuat persamaan sebagai berikut :


2
qo  Pwf  P 
 A0  A1    A2  wf  ...................................................... (3-16)
qt max  Pr   Pr 
Dimana :
 An (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda
untuk water cut yang berbeda.
 An = Co + C1 (water cut) + C2 (water cut)2 ….....................................(3-17)
 Cn (n = 0, 1, dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel
3.1, sebagai berikut:

Tabel 3.1 Konstanta Cn untuk masing-Masing An 8)

An C0 C1 C2

A0 0.980321 -0.115661.10-1 0.179050.10-4


A1 -0.414360 0.392799.10-2 0.237075.10-5
A2 0.564870 0.762080.10-2 -0.202079.10-4

Seperti yang diketahui sebelumnya, harga water cut berubah sesuai dengan
perubahan tekanan alir dasar sumur pada satu harga tekanan reservoir, maka perlu
dibuat hubungan antara tekanan alir dasar sumur dengan water cut. Hubungan ini
dinyatakan sebagai: Pwf/Pr terhadap WC/(WC @Pwf = Pr) ditentukan dari sumber
simulator, untuk kelima harga water cut. Analisa regresi terhadap titik-titik data
menghasilkan persamaan sebagai berikut :
WC
 P1Exp(P 2 Pwf /Pr ) .............................................................(3-18)
WC @ Pwf  Pr

qw
WC  ....................................................................................................(3-19)
qt
Dimana :
P1 dan P2 tergantung dari harga water cut, dan dari analisa regresi diperoleh
hubungan sebagai berikut :
P1 = 1.606207 – 0130447 ln (water cut)....................................... (3-20)
P2 = -0.517792 + 0.110604 ln (water cut) ................................... ..(3-21)
Dimana :
Water cut dinyatakan dalam persen (%).
Prosedur pembuatan kinerja aliran tiga fasa dari metode Pudjo Sukarno
adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi ; tekanan reservoir/tekanan
statis sumur, tekanan alir dasar sumur, laju produksi minyak dan air, harga
water cut (WC) berdasarkan data uji produksi.
2. Penentuan WC pada Pwf ≈ Ps. Menghitung terlebih dahulu harga P1 dan P2
yang diperoleh dari persamaan (3-20) dan (3-21). Kemudian hitung harga WC
@Pwf ≈ Ps dengan persamaan (3-20).
3. Penentuan konstanta A0, A1, dan A2berdasarkan harga WC pada Pwf ≈ Ps,
kemudian menghitung harga konstanta tersebut menggunakan persamaan
(3.16) dimana konstanta C0, C1 dan C2 diperoleh dalam Tabel 3.1.
4. Menentukan qt maksimum dari persamaan dari persamaan (3-16) dan
konstanta A0, A1, dan A2 dari langkah 3.
5. Menentukan laju produksi minyak (qo) berdasarkan qt max pada langkah 4,
kemudian hitung harga laju produksi minyak qo untuk berbagai Pwf.
6. Menentukan laju produksi air (qw), dari harga water cut (WC) pada tekanan
alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan :
WC
qw  ............................................................................... (3-22)
100  WC
7. Membuat tabulasi harga-harga qw, qo, qt, untuk berbagai harga Pwf pada Pa
aktual.
8. Membuat grafik hubungan antara Pwf terhadap qt, dimana Pwf mewakili
sumbu y dan qt mewakili sumbu x seperti pada Gambar 3.5. dibawah ini.
Gambar 3.4. Kurva IPR untuk Aliran Tiga Fasa8)

3.4 Aliran Laminer dan Turbulen dalam Pipa


Aliran fluida dapat dibedakan menjadi aliran laminar dan aliran turbulen,
tergantung pada jenis garis alir yang dihasilkan oleh partikel-partikel fluida.
Jika aliran dari seluruh partikel fluida bergerak sepanjang garis yang sejajar
dengah arah aliran (atau sejajar dengan garis tengah pipa, jika fluida mengalir
di dalam pipa), fluida yang seperti ini dikatakan laminar.
Fluida laminar kadang-kadang disebut dengan fluida viskos atau fluida
garis alir (streamline). Kata laminar berasal dari bahasa latin lamina, yang
berarti lapisan atau plattipis. Sehingga, aliran laminar berarti aliran yang
berlapislapis. Lapisan-lapisan fluida akan saling bertindihan satu sama lain
tanpa bersilangan seperti pada Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan aliran
turbulen dan aliran laminer .
Jika gerakan partikel fluida tidak lagi sejajar, mulai saling bersilang satu
sama lain sehingga terbentuk pusaran di dalam fluida, aliran yang seperti ini
disebut dengan aliran turbulen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 di
bawah ini.
Gambar 3.5. Aliran Tur bulent (atas) Aliran Laminer (bawah)6)

Karakteristik struktur aliran internal (dalam pipa) sangat tergantung dari


kecepatan rata-rata alirandalam pipa, densitas, viskositas dan diameter pipa. Aliran
fluida (cairan atau gas) dalam pipa mungkin merupakan aliran laminer atau
turbulen. Perbedaan antara aliran laminar dan turbulen secara eksperimen pertama
sekali dipaparkan oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883. Eksperimen itu
dijalankan dengan menyuntikkan cairan berwarna ke dalam aliran air yang mengalir
di dalam tabung kaca. Jika fluida bergerak dengan kecepatan cukup rendah, cairan
berwarna akan mengalir didalam sistem membentuk garis lurus tidak bercampur
dengan aliaran air.
Pada kondisi seperti ini, fluida masih mengalir secara laminar. Jadi pada
prinsipnya, jika fluida mengalir cukup rendah seperti kondisi eksperimen ini, maka
terdapat garis alir. Bila kecepatan fluida ditingkatkan, maka akan dicapai suatu
kecepatan kritis. Fluida mencapai kecepatan kritis dapat ditandai dengan
terbentuknya gelombang cairan warna. Artinya garis alir tidak lagi lurus, tetapi
mulai bergelombang dan kemudian garis alir menghilang, karena cairan berwarna
mulai menyebar secara seragam ke seluruh arah fluida air,
Perilaku ketika fluida mulai bergerak secara acak (tak menentu) dalambentuk
arus-silang dan pusaran, menunjukkan bahwa aliran air tidak lagi laminar. Pada
kondisi seperti ini garis alir fluida tidak lagi lurus dan sejajar.
Menurut Reynold, untuk membedakanapakah aliran itu turbulen atau laminar
dapat menggunakan bilangan tak berdimensi yang disebut dengan Bilangan
Reynold.
Bilangan ini dihitung dengan persamaan berikut :
𝝆𝒗𝑫
𝑹𝒆 = .................................................................................... (3-23)
µ

Dimana:
Re = Bilangan Reynold (tak berdimensi)
v = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
D = diameter pipa(ft atau m)
k = viskositas kinematik(m2/s)
Pada Re < 2300, aliran bersifat laminer.
Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen.
Pada Re = 2300-4000 terdapat daerah transisi.

3.5 Metode Produksi


Produksi merupakan kegiatan mengambil hidrokarbon dari reservoir ke
permukaan. Pada kegiatan produksi, terdapat tiga tahapan produksi yaitu tahap
primary recovery, secondary recovery dan tertiary recovery.

3.5.1 Primary Recovery


Pada tahap primary recovery, terdiri dari dua metode yaitu metode natural
flow dan artificial lift. Natural flow atau Sembur alam merupakan metode produksi
pada awal produksi dimana tekanan reservoir cukup besar sehingga mampu
mengangkat fluida dari reservoir ke permukaan, sedangkan artificial lift adalah
mekanisme pengangkatan sejumlah fluida/minyak dari dalam sumur kepermukaan
dengan bantuan peralatan (pompa) karena tekanan dari sumur (reservoir pressure)
itu sendiri tidak mampu lagi mendorong fluida keatas/kepermukan.

3.5.2 Secondary Recovery


Secondary recovery merupakan salah satu metode produksi yang dilakukan
apabila tekanan reservoir sudah tidak mampu mendorong minyak ke sumur
produksi atau ke permukaan sehingga perlu diberikan tekanan tambahan. Tekanan
tambahan yang diberikan bergantung pada kedalaman sumur. Metode secondary
recovery yang biasa digunakan antara lain:
a. Water injection (water flooding)
Air bertekanan diinjeksikan ke dalam sumur produksi sehingga minyak mentah
yang kental pecah (menjadi encer) dan terdorong ke dalam sumur. Metode ini
digunakan pada sumur dengan kedalaman 2000-3000 ft untuk minyak ringan.
b. Pressure Maintenance
Prinsip metode ini sama dengan water injection, hanya saja yang diinjeksikan
adalah gas atau air untuk menjaga tekanan sumur agar minyak tersapu naik ke
permukaan.

3.5.3 Tertiary Recovery


Metode produksi yang terakhir adalah tertiary recovery. Tertiary recovery
adalah metode produksi yang dilakukan untuk meningkatkan produksi suatu
reservoir tanpa merusak formasi yang ada. Enhaced oil recovery (EOR) adalah
metode tertiary recovery yang merupakan teknik lanjutan untuk mengangkat
minyak jika berbagai teknik dasar sudah dilakukan tetapi hasilnya tidak seperti
yang diharapkan atau tidak ekonomis. Dilakukan enhanced oil recovery (EOR) ini
karena dari hasil perkiraan- perkiraan reservoir tersebut masih mempunyai jumlah
cadangan yang masih besar,tetapi tekanan sudah sangat menurun sehingga apabila
dilakukan produksi tahap lanjut maka hasilnya masih menguntungkan.

3.6 Kerusakan Formasi


Kerusakan formasi merupakan salah satu problem yang sering dijumpai di
lapangan minyak dan gas. Secara umum kerusakan yang terjadi ditandai dengan
menurunnya harga permeabilitas batuan di sekitar lubang sumur dibandingkan
dengan permeabilitas awal sebelum mengalami kerusakan. Penurunan harga
permeabitas akan menyebabkan terjadinya hambatan aliran fluida dari formasi
kelubang sumur, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya penurunan
produktivitas sumur yang bersangkutan. Perubahan permeabilitas dalam zona yang
rusak adalah sama untuk sumursumur vertikal dan horizontal. Salah satunya dapat
menentukan faktor skin pada suatu sumur dengan menggunakan persamaan
Hawkins yaitu :
𝐾𝑒 𝑟𝑠
S=[𝐾𝑑 -1]ln 𝑟𝑤 ............................................................................................. (3-24)

dimana :
S = faktor skin, dimensionless
ke = permeabilitas reservoir (tidak berubah)
kd = permeabilitas zona yang rusak
rs = jari-jari skin
rw = jari-jari sumur bor

Gambar 3.6 Skema Distribusi Skin 2)

Sebelum sumur diproduksi, kerusakan terjadi akibat aktivitas yang meliputi


operasi pemboran, penyemenan, operasi komplesi dan perforasi. Kesemua operasi
tersebut pada umumnya menghasilkan invasi filtrat fluida dan invasi partikel padat
yang masuk ke dalam pori-pori formasi di sekitar lubang sumur, yang potensial
untuk menimbulkan kerusakan disekitar lubang sumur. Invasi filtrat berasal dari
fluida pemboran, bubur semen atau fluida komplesi. Filtrat yang terinvasi ke
sekeliling lubang sumur dapat menimbulkan problemproblem seperti
pengembangan lempung (clay swelling), water block, emulsi, perubahan
wettabilitas dan pembentukan scale.Invasi padatan disebabkan oleh adanya
penyumbatan oleh padatan dapat terjadi pada permukaan formasi, pada lubang
perforasi atau di dalam formasi sendiri. Penyumbatan oleh padatan tersebut dapat
berupa material pemberat, clay, material loss circulation, kenaikan viscositas,
hancuran peledakan waktu perforasi, hasil korosi, pengendapan scale, parafin atau
asphalt. Sedangkan kerusakan yang terjadi selama sumur dalam tahapan produksi
yaitu pengendapan scale, parrafin dan asphalt, serta migrasi butiran halus clay atau
silt. Dalam tahap produksi, operasi kerja ulang dan stimulasi yang dilakukan
menimbulkan pengaruh yang sama dengan operasi komplesi, yaitu menghasilkan
invasi filtrate dan invasi partikel padatan seperti telah disebutkan sebelumnya.
Kerusakan yang dialami formasi bervariasi dan dapat terjadi sepanjang waktu
akibat adanya aktivitas-aktivitas yang dilakukan terhadap sumur. Pengaruh nyata
dari formation damage adalah adanya penurunan tekanan di dalam lubang bor
untuk setiap laju alir tertentu.

3.6.1 Kerusakan Formasi Sebelum Tahap Produksi


Aktivitas yang dapat menimbulkan kerusakan pada formasi sebelum sumur
memasuki tahap produksi antara lain adalah operasi pemboran, penyemenan dan
komplesi/perforasi. Pada tahap ini, kerusakan terjadi karena adanya pengaruh invasi
dari filtrat fluida dan invasi partikel padat yang masuk ke pori-pori batuanformasi
di sekitar sumur.

3.6.2 Kerusakan Selama Tahap Produksi


Setelah sumur memasuki tahap produksi, kerusakan disebabkan karena
adanya penyumbatan baik di dalam pori-pori batuan maupun di peralatan bawah
permukaan seperti di tubing dan casing. Penyumbatan disebabkan karena terjadinya
pengendapan anorganik yaitu scale, dan pengendapan organik seperti parrafin dan
aspalt di sekitar lubang sumur.
3.7 Stimulasi
Stimulasi merupakan pekerjaan ulang menyangkut tentang perubahan sifat
formasi dengan menambahkan unsur unsur tertentu atau material lain ke dalam
formasi guna memperbaiki adanya kerusakan formasi. Metode stimulasi dapat
dibedakan menjadi acidizing dan hydraulic fracturing.

3.7.1 Acidizing
Acidizing merupakan suatu treatment pada sumur minyak dan gas yang
dilakukan dengan cara menginjeksikan sejumlah zat reaktif (asam) kedalam formasi
dengan laju dan tekanan tertentu. Prinsip dasar metode ini adalah melarutkan
batuan dari material-material yang menghambat aliran dalam reservoir. Dalam
metode ini digunakan asam dikarenakan beberapa kemampuanya yaitu melarutkan
mineral-mineral formasi dan mineral-mineral asing yang mungkin ikut terbawa
selama oprasi pemboran, komplesi dan produksi. Keefektifan asam untuk
meningkatkan produktivitas suatu sumur akan sangat ditentukan oleh ketepatan
analisis problem, pemilihan asam yang digunakan, pemilihan teknik pengasaman
dan pelaksanaan treatment di lapangan. Sebelum melakukan pengasaman, kita
harus mengetahui reaksi asam terhadap batuan dengan cara solubility test. Proses
penginjeksian asam ke dalam formasi dilakukan dengan tahap-tahap kegiatan
seperti :
a. Preflush
Preflush dilakukan dengan memompakan asam yang konsentrasinya rendah
dan jumlahnya kira-kira setengah dari volume untuk acidizing sebenarnya. Preflush
bertujuan untuk menghilangkan material formasi yang dapat bereaksi dengan HCl,
memindahkan air formasi yang mengandung ion-ion (Na2+, Ca2+ dan lain-lain)
yang cenderung mengendap dengan HF, mendinginkan formasi sehingga
memperdalam penetrasi asam.
b. Main treatment
Main treatment merupakan proses utama pemompaan asam untuk
memperbaiki permeabilitas batuan. Pemompaan dengan laju yang rendah dilakukan
untuk memperbaiki kerusakan disekitar lubang sumur, sedangkan laju yang tinggi
dilakukan untuk jangkauan yang lebih jauh ke dalam formasi.
c. After flush (postflush)
After flush merupakan proses pendorongan asam yang masih ada
dalamtubing agar seluruh asam masuk ke dalam formasi dan mengurangi waktu
kontak asam dengan tubing, disamping itu juga untuk memindahkan asam yang
telah terpakai jauh dari lubang sumur sehingga presipitasi yang dapat terbentuk
tidak akan banyak merusak. Cairan yang digunakan seperti minyak diesel, nitrogen,
ammonium klorida (NH4Cl), dan HCl. Berdasarkan penggunaan asam, pengasaman
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu pencucian asam (acid
washing), pengasaman matrix batuan (matrix acidizing), perekahan asam
(fracturing acidizing).

3.7.1.1 Acid Washing


Acid washing merupakan treatment yang dilakukan untuk menbersihkan
material-material didekat lubang bor dan pembersihan scale pada tubing, Treatment
dilakukan dengan menggunakan coiled tubing atau wash tool

3.7.1.2 Matrix Acidizing


Matrix acidizing dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan asam dan
additive tertentu secara langsung ke dalam pori-pori batuan formasi disekitar
lubang sumur dengan tekanan penginjeksian di bawah tekanan rekah formasi,
dengan tujuan agar reaksi menyebar ke formasi secara radial.

3.7.1.3 Acid Fracturing


Digunakan hanya untuk batuan karbonat (limestone/dolomite).
Penginjeksian asam dialirkan melalui rekahan atau fracture. Pada fracturing
acidizing ini dua permukaan yang terbelah kiri dan kanan akan dilarutkan, sehingga
waktu rekahan menutup bagian-bagian yang terlarut tak dapat menutup rapat
kembali. Dalam hal ini pola aliran disumur produksi akan menjadi lebih linier dan
kurang radial disekitar sumurnya. Dalam fracturing acidizing diperlukan jumlah
acid yang relatif lebih banyak dibanding matrix acidizing, tetapi hasilnyapun akan
cukup bagus. Prinsip fracturing acidizing sama dengan hydraulic fracturing
walaupun pada fracturing acidizing jarang sekali digunakan proppant (pasir
pengganjal). Pada acidizing ini asumsi-asumsi yang dipakai adalah :
 Rekahan yang dibentuk adalah vertikal dan horisontal
 Sebagian besar larutan asam masuk ke dalam rekahan, tetapi yang masuk ke
dalam matrik batuan dan lubang bor diabaikan
 Luas dan volume rekahan tergantung pada volume asam, laju injeksi, lebar
retakan selama treatment dan karakteristik fisik batuan reservoir.
 Larutan asam tidak mengandung proping agent

3.7.2 Hydraulic Fracturing


Hydraulic fracturing adalah pelaksanaan stimulasi dengan menggunakan
tekanan fluida pada permukaan batuan agar terjadi rekahan. Dengan melanjutkan
tekanan fluida tersebut maka akan melebarkan rekahan dari dalam sumur kedalam
formasi. Rekahan tersebut kemudian diberi proppant atau pengganjal sehingga
apabila rekahannya menutup akan terganjal dan aliran yang melalui proppant yang
berpermeabilitas besar dapat memperkecil kehilangan tekanan terhadap aliran
tersebut. Hydraulic fracturing yang merupakan salah satu metode stimulasi
reservoir untuk meningkatkan produktivitas formasi juga dapat diterapkan pada
formasi yang mempunyai rekahan-rekahan alamiah sehingga dengan adanya
hydraulic fracturing, maka rekahan-rekahan alamiah tersebut dapat terhubung
sehingga ada tambahan kapasitas aliran dari formasi ke lubang sumur.

3.7.2.1 Perekahan Hidraulik


Perekahan hidraulik merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
membuat saluran konduktif pada formasi yang berpermeabilitas kecil, dimana
saluran ini akan digunakan sebagai jalan untuk memproduksikan minyak dan gas
ke lubang sumur. Rekahan mulai terbentuk saat kecepatan fluida yang
dipompakan lebih besar dari kecepatan fluida yang hilang atau masuk ke dalam
formasi, dimana pada saat inilah rekahan dapat terbentuk karena tekanan fluida
yang tinggi telah mampu melewati kekuatan rekah formasinya.
Material pengganjal (proppant) selanjutnya akan diinjeksikan bersamaan
dengan fluida perekah pada konsentrasi tertentu agar rekahan yang telah terbentuk
tidak menutup kembali. Cairan perekah yang diinjeksikan pada tahap ini harus
memiliki viskositas tertentu sehingga dapat membawa proppant ke dalam rekahan
tanpa terjadi settling dan proppant yang digunakan harus mempunyai kekuatan
yang cukup untuk menahan rekahan agar tetap terbuka.

3.7.2.2 Mekanisme Perekahan Hidraulik


Perekahan hidraulik khususnya dilakukan pada formasi dengan
permeabilitas yang rendah, dengan maksud membentuk pori-pori baru yang
bertujuan untuk memperbesar permeabilitas di sekitar formasi yang direkahkan
dengan jarak sepanjang atau sejauh rekahan yang terbentuk. Batuan reservoir
direkahkan dengan jalan memberikan tekanan hidrulik sampai melebihi kekuatan
gaya-gaya yang mempertahankan keutuhan batuan formasi.

3.7.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perekahan


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan
perekahan hidraulik adalah :

a. Fluida Perekah
Fluida perekah adalah suatu cairan yang digunakan untuk menghantarkan
daya pompa ke batuan formasi, dan juga berfungsi sebagai pembawa material
pengganjal ke dalam rekahan.
Pemilihan fluida perekah didasarkan atas beberapa hal, yaitu :
o Memiliki kemampuan yang efektif untuk membawa propping agent ke
dalam rekahan.
o Stabil terhadap tekanan dan temperetur formasi.
o Kompatible terhadap fluida reservoir, sehingga tidak menimbulkan emulsi
dan interaksi yang merugikan.
o Tidak menimbulkan kerusakan terhadap formasi.
o Tingkat kehilangan cairan (friction loss) kecil.
o Memiliki viscositas yang stabil terhadap suhu maupun tekanan sehingga
tidak terjadi penyumbatan pada saat perekahan berlangsung.
o Dapat dikeluarkan dengan mudah setelah operasi selesai dilakukan.
o Mudah didapat, ekonomis, relatif mudah dipompakan, dan aman.

b. Additive
Additive adalah suatu material yang ditambahkan ke dalam fluida perekah
untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Sifat-sifat yang harus dimiliki aleh
additive ini adalah:
a. Tidak reaktif dengan fluida reservoir.
b. Mudah dikeluarkan dari formasi.
c. Sangat efektif pada konsentrasi rendah.
d. Dapat dialirkan melalui pipa saluran.

c. Proppant
Proppant atau bahan pengganjal digunakan untuk mendapatkan saluran
aliran menuju sumur dengan permeabilitas tinggi. Kontras antara rekahan dan
formasi menentukan kenaikkan produksi dari suatu proyek perekahan.
Permeabilitas dari proppant akan menentukan hasil konduktivitas. Makin kontras
permeabilitas di rekahan, maka hasil produktivitas juga makin besar. Proppant
akan menjadi hancur (crushing) apabila mengalami stress yang melewati
kekuatannya, sehingga merugikan dalam hal produktivitasnya.

d. Pemilihan Proppant
Pemilihan proppant yang baik akan berpengaruh terhadap hasil perekahan
hidraulik, oleh karena itu ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan proppant, antara lain :
o Ukuran proppant, sangat penting untuk kesuksesan perekahan hidraulik
karena 3 alasan, yaitu : cocok dengan perforasinya, konduktivitas adalah
fungsi dari ukuran proppant, dan bridging (untuk bisa mulus, maka ukuran
lebar rekahan harus sekitar 4 kali ukuran proppant).
o Distribusi proppant, uniform (seragam) atau tidak.
o Kualitas proopant, jumlah kotoran / tambahan yang tidak diperlukan.
o Raundness (kehalusan permukaan) dan Sphericity (bentuk bulatnya).

e. Transportasi Proppant
Proses transportasi proppant dalam pelaksanaan perekahan hidraulik dibagi
dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya
minyak, air, atau foam dengan gel berkadar rendah atau friction reducer
agent, fliud loss additive dan surfactant atau KCl untuk mencegah demage
dan ini dipompakan di depan untuk membantu memulai rekahan. Viskositas
yang rendah dapat masuk ke dalam matrix lebih mudah dan mendinginkan
formasi untuk mencegah degradasi gel. Prepad tidak dipakai untuk
temperatur yang relative rendah atau gradient rekah yang kecil.
2. Pad, fluida dengan viskositas yang lebih tinggi, juga tanpa proppant
dipompakan untuk membuka rekahan dan membuat persiapan agar lubang
dapat dimasuki slurry dengan proppant. Viskositas yang lebih tinggi akan
mengurangi leak-off (kebocoran fluida meresap masuk ke formasi). Pad
diperlukan dalam jumlah cukup agar tidak terjadi 100% leak-off sebelum
perekahan terjadi dan proppant ditempatkan.
3. Slurry, merupakan proppant yang dicampur dengan fluida kental, dimana
proppant ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan, dan
penambahan proppant ini dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya
(yang tergantung dari karakteristik formasi, sistem fluida dan gelling agent).
Pekerjaan yang efisien adalah dapat menempatkan banyak proppant dengan
fluida perekah minimum agar biaya rendah.
4. Flushing, yaitu fluida yang mendesak slurry sampai dekat dengan perforasi,
dengan viskositas dan friksi yang rendah.
3.8 Pengenalan Program FracCADE
FracCADE merupakan software berbasis windows yang dikeluarkan oleh
Schlumberger, software ini digunakan untuk mendesain dan mengevaluasi
suatu proses perekahan hidraulik. FracCADE adalah singkatan dari
Fracturing Computer Aided Design and Evaluation.
Secara garis besar FracCADE dbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu:
1. Design
Terdiri dari : Tools, General Input, Optimizatoin, Pump Schedule
Generator (PSG), PropFRAC Placement, AcidFRAC Placement,
MultiFRAC Placement (MLF).
2. Evaluation
Terdiri dari : BHP, DataFRAC, Auto Pressure Match (APM) dan Job
Data.
3. Utilities
Terdiri dari : Pricing, Sensitivity Analysis, Tubing Movement,
Addictives and Foam Calculation dan Log Analysis.
Catatan : Tidak semua bagian FracCADE harus dijalankan.

3.8.1 Design
3.8.1.1 General Input (Pemasukan Data)
Data yang diperlukan untuk menjalankan simulasi FracCADE ini, dapat
dibagi menjadi :
1. Administration : Nama Perusahaan, Lapangan, Sumur, Lokasi, Formasi
2. Well : Data Sumur, Tubing, Casing, Perforasi dan Hole surve
3. Zone : Summary, Detailed, All Zone.
4. Reservoir Fluid : General, PVT.
5. Fluids : Database, Proprties, Addictive
6. Proppant : Database, Proprties dan Pack Data

Keenam data tersebut harus diid secara benar dan tepat. FracCADE akan
memberikan indikator warna untuk setiap input angka yang dimasukan ke
dalam program Simulasi. Indikator warna biru menandakan bahwa angka yang
tertera merupakan hasil perhitungan internal simulasi dan tidak bisa dibah.
Indikasi warna merah menandakan bahwa data yang dimasukan melebihi range
atau batas. Warna magenta menunjukan bahwa data tidak konsisten, misalnya
harga MD dikurangi TVD.
Apabila data yang kita masukan berwarna merah, maka kita harus
mengubahnya sampai berwarna biru, karena kalau masih berwarna merah kita
tidak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya. General input merupakan data
awal/data minimum yang harus dimiliki untuk menjalankan design suatu
pekerjaan perekahan hidraulik. Setelah melengkapi general input maka langkah
selanjutnya adalah Pump schedule Generator (PSG).

3.8.1.2 Pump Schedule Generator (PSG)


Data yang perlu diisi pada PSG :
1. Fracture geometry model (PKN, KGD, P3D, 3D, Vertikal radial, Horizontal
radial).
2. Pump rate, BPM
3. Pump rate step size
4. Propant step size

3.8.1.3. PropFrac Placement


PropFrac placement perlu dijalankan apabila desain dari general input
dan Pump schedule generator mengalami kemacetan (screen out) setelah
dilakukan execute. PropFrac diisi dengan mengganti schedule pemompaan
propant.

3.8.1.4. Algoritma
Algoritma digunakan untuk memahami jalannya program yang
digunakan. Berdasarkan diagram alir di atas dapat dibuat algoritma seperti
dibawah ini :
1. Start
2. General input / pemasukan data umum
a. Administration
b. Well data
c. Zone
d. Res. Fluid
e. Fracturing Fluid
3. Pumsp Schedule Generator (PSG)
a. Model geometri rekahan
b. Panjang rekahan awal
c. Tinggi rekahan
d. Laju injeksi
e. Schedule pemompaan
4. Execute
a. Macet
Jika terjadi kemacetan (Screen out) maka kita harus masuk /
menjalankan PropFrac Placement Yaitu memperbaiki schedule
pemompaan proppant, kemudian setelah PropFrac Placement
diisi, selanjutnya kembali dilakukan Execute.
b. Tidak macet.
Jika execute tidak macet, maka selanjutnya dilakukan
perhitungan :
𝐼𝑛𝑠𝑖𝑡𝑢 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 = 𝑣 (1x1xD − Pr) + (1 − 𝐹𝑥𝑃𝑟) .....................(3-25)
47880 𝑘′
µFracfluid= 𝛾 1−𝑛′

ȭ Closure stess = (Pfg x D)x BHP ................................(3-26)


ȭE=
𝐸 (1−𝑣)2 [𝑞𝑜𝑛′ ℎ𝑓𝑛′ 𝑋𝑓]1/(2𝑛+2)
9.151/(2𝑁+2) 𝑥 3.98𝑁/(2𝑁+2) 𝐾 1/(2𝑁+2) ⌊ ⌋
𝑊 (0) 𝐸′
𝜋
W = 5𝑊 (0).................................................................(3-27)

𝑡
β= 2Ctot π W+√2𝑆𝑃.................................................(3-28)
(𝑊+2𝑆𝑃)𝑞 2β
Xf = [𝐸𝑋𝑃(β2 )𝑒𝑟𝑓𝑐(β): − 1]..............(3-29)
4𝐶21 𝜋ℎ𝑓 √π

5. Xf iterasi –Xf assumsi =0,001 ?


a. Tidak, dilakukan iterasi panjang rekah (Xf) kemudian kembali
ke perhitungan (kembali ke 4b)
b. Ya, lanjut ke 6
6. Hasil :
a. Propped frac half length
b. Fracture Width
c. Effective Conductive
d. Rencana desain pemompaan

IV. RENCANA WATKU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian yang dilakukan penulis, direncanakan berlangsung selama
kurang lebih satu bulan dengan lokasi penelitian bertempat di PT.
Pertamina EP Asset 4 pada tanggal 10 Maret – 10 April 2019 atau
disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan oleh pembimbing dari
PT. Pertamina EP Asset 4.

Adapun rencana kegiatan yang diusulkan selama tugas akhir ini


selama satu bulan (empat minggu) adalah sebagai berikut:
Waktu Minggu ke -
Kegiatan I II III IV
Orientasi Kantor
dan lapangan
Observasi
Lapangan dan
Pengumpulan
Data
Analisa Data

Pembuatan
Laporan
V. PENUTUP
Demikian proposal tugas akhir yang akan dilaksanakan. Besar
harapan penulis, rencana penelitia tugas akhir ini mendapat sambutan yang
baik dari perusahaan. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, penulis
ucapkan terimakasih.
VI. RENCANA DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
1.2. Metode Pendekatan Masalah
1.3. Maksud danTujuan Penulisan
1.4. Metodologi Penulisan
1.5. Sistematika Penulisan
BAB II. KARAKTERISTIK RESERVOIR
2.1. Karakteristik Batuan Reservoir
2.1.1. Komposisi Kimia batuan Reservoir
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.2. Karakteristik Fluida Reservoir
2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir
2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir
2.3. Kondisi Reservoir
2.3.1. Tekanan Reservoir
2.3.2. Temperatur Reservoir
BAB III. TEORI DASAR
3.1. Metode Produksi
3.1.1. Primary Recovery
3.1.2. Secondary Recovery
3.1.3. Tertiary Recovery
3.2. Kerusakan Formasi
3.2.1. Kerusakan Formasi Sebelum Tahap Produksi
3.2.1.1. Pengaruh Invasi Filtrat Fluida
3.2.1.2. Pengaruh Invansi Partikel Padat
3.2.2. Kerusakan Selama Tahap Produksi
3.3. Stimulasi
3.3.1. Acidizing
3.3.1.1. Acid Washing
3.3.1.2. Matrix Acidizing
3.3.1.3. Acid Fracturing
3.3.2. Hydaraulic Fracturing
3.3.2.1. Perekahan Hidraulik
3.3.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan
Perekah
3.3.2.3. Material Pengganjal
3.3.2.4 Model Geometri Rekahan
3.3.2.5. Analisa Tekanan Perekah
3.4. Pengenalan Program FracCADE
3.4.1. Design
3.4.1.1. General Input (Pemasukan Data)
3.4.1.2. Pump Schedule Generator (PSG)
3.4.1.3. PropFrac Placement
3.4.1.4. Algoritma
BAB IV. ANALISA DAN PERHITUNGAN PERENCANAAN DESAIN
PEREKAHAN HIDROLIK
4.1. Data
4.2. Penentuan model perekahan
4.3. Penentuan fluida perekah
4.4. Simulasi Hydraulic Fracturing dengan permodelan FracCADE
5.1
4.5. Perkiraaan Kenaikan Indeks Produktivitas Sumur setelah
dilakukan Hydraulic Fracturing
4.6. Analisa Kelayakan Ekonomi job Hydraulic Fracturing
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineer Handbook” Third Edition, Elsevierlnc.,


Oxford, United Kingdom, 2006
2. Allen, T.O., Roberts, A.P., “Production Operations, Well Completion, Workover
and stimulation”, Volume 1 & 2, Oil & Gas Consultants Internasional,
Inc., Tulsa, Oktahoma, 1982.
3. Bob Trasher, “Fracturing engineering manual” Dowell D&P, Sugar Land, TX
., 1994
4. Economides., M.J And NolteK.G., “Reservoir Stimulation” Prentice Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey 07632
5. Howard, G.C, Fast O.R, “ Hydraulic Fracturing “, SPE Of AIME, New York,
1970.
6. Miyarto, Budi, “Desain Perekahan Hidrolik untuk Sumur P1 dan P2 pada
Lapangan X” UPN veteran, Yogyakarta, 2003.
7. Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rocks, 3rd ed., Harper&Row Publishing Co.,
New York, 628h.
8. Reza, Miftachul, “Kajian Penerapan Stimulasi Hydraulic Fracturing Pada Sumur
T-XX Field Tanjung-Pertamina EP Asset 4” UPN Veteran, Yogyakarta,
2015.
9. Robert S. (1992). Oil Well Stimulation. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice
Hall.
10. Rubiandini, R. (2010). WSER-0006 Hydraulic Fracturing. Bandung:
Departemen Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung.
11. Schechter, R. S., “Oil Well Stimulation”, Prentice – Hall, inc., New Jersey, 1992.
12. Tjondropoetro, R.B., “Stimulation (acidizing and Hydraulic Fracturing)”, 5 Days
Course, Yayasan IATMI, Yogyakarta, 24-28 Januari 2005
13. William, R.E. et al. (1986). Formation Evaluation Conference 1986,
Schlumberger,Second Edition. Jakarta: P.T.
14. Schlumberger. (2002). FracCADE 5.1. United States: Schlumberger.
LAMPIRAN

Sebagai pertimbangan bagi perusahaan, kami sertakan beberapa


lampiran, antara lain:
1. Proposal Tugas Akhir
2. Curriculum Vitae
3. Surat Pengantar Tugas Akhir dari Jurusan Teknik Perminyakan,
Fakultas Teknik, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
4. Transkrip IP sementara

Alamat Institusi / Jurusan Pengaju Proposal :

Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Jl.Proklamasi 45 Yogyakarta

Telp.: 0274-485517

Fax. : 0274-486008

Homepage: http://www.up45.ac.id

Anda mungkin juga menyukai