Anda di halaman 1dari 33

ANALISA ON-BOTTOM STABILITY DAN INSTALASI

PIPA BAWAH LAUT

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun oleh :
YOGA ASMARA
15.420.410.0962

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2019
ANALISA ON-BOTTOM STABILITY DAN INSTALASI
PIPA BAWAH LAUT

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Teknik Pada Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Disusun oleh :
YOGA ASMARA
15.420.410.0962

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2019

II
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISA ON-BOTTOM STABILITY DAN INSTALASI


PIPA BAWAH LAUT

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Teknik Pada Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Oleh :

Yoga Asmara

15.420.410.0962

Ketua Jurusan Teknik Perminyakan Koordinator Tugas Akhir

Aisyah Indah Irmaya S.T.,M.T Wirawan Widya Mandala S.T., M.T.

III
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini dengan
judul “ANALISA ON-BOTTOM STABILITY DAN INSTALASI PIPA
BAWAH LAUT”.
Adapun maksud dan tujuan dari proposal Tugas Akhir ini adalah untuk
memenuhi persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana di Jurusan Teknik
Perminyakan, Fakultas Teknik, Universitas Poklamasi 45 Yogyakarta.
Pada kesempatan Tugas Akhir ini pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bambang Irjanto, S.E., M.BA selaku Rektor Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta.
2. Syamsul Ma’arif, S.T., M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta.
3. Aisyah Indah Irmaya, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik
Perminyakan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
4. Segenap Dosen Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta.
5. Wirawan Widya Mandala, S.T., M.T., selaku Koordinator Tugas Akhir.
6. Seluruh keluarga yang selama ini telah banyak membantu untuk menyelesaikan
Proposal Tugas Akhir ini, baik dari segi moril, ekonomi dan motivasi.
7. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah banyak memberikan bantuan hingga
terselesaikanya Proposal Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa proposal Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, Maret 2019
Penulis

IV
I. JUDUL
ANALISA ON-BOTTOM STABILITY DAN INSTALASI PIPA BAWAH
LAUT

II. PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah lautannya
sebesar 2/3 dari luas wilayah Indonesia. wilayah laut Indonesia
mengandung potensi-potensi yang besar dan harus dimanfaatkan dengan
maksimal untuk menunjang pembangunan negara. Salah satu potensi itu
ialah melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki, salah satu sumber daya
alam itu ialah tambang minyak dan gas (MIGAS), yang termasuk dalam
golongan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sektor MIGAS
merupakan salah satu andalan untuk mendapatkan devisa dalam rangka
kelangsungan pembangunan negara. Permintaan terhadap MIGAS yang terus
meningkat mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam penanganan
masalah ini. Pembangunan sistem distribusi yang efektif dapat menunjang
produksi hasil migas yang lebih efektif dan efisien. Pembangunan pipa
bawah laut merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi biaya
operasional distribusi material cair seperti minyak dan gas dari lokasi
pengeboran. Informasi mengenai kondisi dasar laut sangat dibutuhkan untuk
kegiatan pembangunan pipa bawah laut. Pipa bawah laut merupakan suatu
infrastruktur transportasi minyak dan gas sebagai alternatif pengganti kapal
tanker LNG/CNG dan sebagainya. Pipa bawah laut memerlukan design awal
yang sempurna dan proses instalasi yang teliti agar keseluruhan proses
pembangunan pipa berhasi dan cost effective. Mengingat pentingnya suatu
jaringan pipa agar dapat mengalirkan fluida maka diperlukan suatu strategi
khusus sehingga jaringan pipa akan selalu dapat berfungsi dengan baik dan
aman. Ada beberapa metode yang digunakan agar suatu jaringan pipa tetap
dapat mengalirkan fluida dengan baik dan aman antara lain inspection
(pengawasan), maintenance (pemeliharaan), dan repair (perbaikan) yang

1
dilakukan secara berkala. Pembangunan jaringan pipa bawah laut dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu survei pra-pemasangan pipa bawah laut,
pemasangan pipa bawah laut, dan survei pasca-pemasangan pipa bawah laut.
Tujuan utama dilakukannya survei pra-pemasangan pipa bawah laut ialah
untuk memastikan tidak adanya gangguan di dasar laut yang teridentifikasi
pada saat pre-engineering survey, dan untuk memastikan design data
sepanjang koridor pemasangan pipa bawah laut. Sedangkan tujuan utama
dilakukannya survei pasca-pemasangan pipa bawah laut ialah untuk
melakukan inpeksi visual sepanjang jalur pipa bawah laut dan mendapatkan
posisi absolut dari pipa bawah laut tersebut. Terdapat dua jenis kondisi posisi
pipa bawah laut pasca pemangan pipa, yaitu buried pipe dan exposed pipe.
Buried pipe adalah pipa yang terkubur di bawah dasar laut, pipa tersebut
terkubur di dasar laut agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
pipa tersebut terkena jangkar dari kapal, ataupun hal –hal lainnya. Sedangkan
exposed pipe ialah pipa yang terdapat di atas dasar laut yang biasanya
terdapat di lautan dalam. Untuk kasus jalur pipa yang terkubur di bawah dasar
laut dapat digunakan data Sub-bottom profiler sebagai data pendukung untuk
mengetahui keberadaan pipa tersebut. Survei menggunakan Sub-bottom
profiler bertujuan untuk investigasi dan identifikasi lapisan sedimen dekat
dengan permukaan dasar laut (biasanya hingga 10 m).

2.2 Maksud Dan Tujuan Penelitian


Maksud dan tujuan penulis dalam pembuatan proposal Tugas Akhir dan
pengambilan judul “ANALISA ON-BOTTOM STABILITY DAN
INSTALASI PIPA BAWAH LAUT” adalah :
2.2.1 Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk Menentukan desain
pipa bawah laut yang sesuai dengan kondisi alam.
2.2.2 Tujuan
1. Mengklasifikasikan sistem pipa bawah laut.
2. Menentukan pemilihan jalur pipa bawah laut.

2
3. Menentukan pembebanan pada pipa bawah laut.
4. Menenetukan diameter dan pemilihan material pipa bawah laut.
5. Menentukan tebal dinding pipa (wall Thickness).
6. Menentukan stabilitas desain pipa dasar laut.

2.3 Metodologi Penelitian


Metodologi yang digunakan untuk dalam penyusunan proposal Tugas
Akhir ini adalah :
2.3.1 Studi Literatur
Merupakan metodologi yang difokuskan pada pencarian
informasi dari buku-buku penunjang yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan.
2.3.2 Pengambilan dan Pengumpulan Data
Merupakan metodologi untuk pengumpulan data dari Lapangan
yang kemudian dilakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang
bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian.
2.3.3 Pengolahan, Perhitungan dan Analisa Data
Merupakan metodologi dimana data serta materi yang
menunjang penelitian ini, maka selanjutnya dilakukan perhitungan
dan analisa data terserbut.

3
III. DASAR TEORI
3.1 PENGERTIAN PIPELINE

Jalur pemipaan adalah sebuah proses untuk menghantarkan fluida


(dalam hal ini bisa minyak mentah atau gas) dari sumur pengeboran hingga
ke konsumen, yang diperlengkapi dengan fasilitas pendukung. Pipa
biasanya berbentuk silinder dan digunakan untuk menghantarkan fluida
cair atau gas dan dalam penggunaannya sudah dispesifikasi dan
distandarisasi. Yang termasuk dari sistem pemipaan ini adalah pipa,
sambungan, katup, pompa dan peralatan lain yang terkait.

Gambar 3.1. Skema jalur pemipaan3)

3.1.1 Bagian-bagian Utama dalam pemipaan

 Fasilitas tangki penyimpanan: ada dua tipe yaitu tangki diatas


permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah, keduanya
berfungsi untuk menyimpan minyak mentah atau gas dari sumur
pengeboran atau yang sudah diolah. Biasanya berbentuk silinder dan
dapat menampung dalam jumlah yang besar. Termasuk fasilitas

4
tangki untuk distribusi.
o Stasiun pusat penyimpan untuk kapal laut. Secara fungsi sama
dengan stasiun penyimpanan namun areanya lebih luas. Biasanya
stasiun ini memiliki lebih dari 20 tangki penyimpan berdiameter
besar dan lebih dari 20 stasiun pompa dengan daya lebih dari
3000 HP. Stasiun ini biasanya untuk menyimpan minyak mentah
dan jarak antar stasiun besar yang lain lebih dari 1000 mill.

o Terminals. Biasanya terminal ini berada pada pusat pengolahan


minyak mentah atau pabrik kimia yang digunakan untuk tempat
penyimpanan produk yang belum dan yang sudah diolah. Stasiun
terminal ini juga dapat digunakan untuk sistem distribusi yang
menggunakan truk atau kereta sebagai media penghantar produk.
 Stasiun untuk pompa dan kompresor: stasiun pompa dan
kompresor diperlukan untuk mengalirkan fluida melalui pipa ( agar
fluida dapat terus bergerak maka tekanan di dalam jalur pemipaan
harus ditingkatkan ) untuk meningkatkan tekanan digunakan pompa
dan kompresor. Biasanya minyak mentah sudah distabilkan
(kandungan gas sudah dihilangkan ) sebelum diterima oleh stasiun
ini. Stasiun pompa yang kecil memiliki satu sampai tiga tangki
pengumpul dan lebih dari satu pompa yang memiliki daya 200 – 500
HP, untuk stasiun pompa yang lebih besar memiliki 20 buah tangki
pengumpul dan memiliki lebih dari satu pompa yang masing-masing
memiliki daya 1000 HP. Untuk pipa gas tekanan yang dihasilkan
lebih dari 50 Psi.
o Stasiun pompa pendorong ( Booster pump stations ). Stasiun
ini memiliki lebih dari satu pompa, inlet and outlet headers, dan
mungkin memiliki alat penerima dan peluncur pigs. Stasiun ini
digunakan untuk meningkatkan tekanan di dalam pipa ketika
jalur pipanya lebih tinggi dari sebelumnya atau ketika tekanan di
dalam pipa turun akibat friksi dari fluida yang bergerak. Stasiun
ini tidak memiliki fasilitas tangki penyimpanan dan biasanya

5
antar stasiun pompa pendorong berjarak 50 – 100 mill.
o Stasiun pompa pembuka ( Break-out pumps stations ).
Fungsinya sama seperti stasiun pompa pendorong tetapi
perbedaannya stasiun pompa pembuka memiliki tangki
penyimpan berjumlah 2 s/d 10 buah dan memiliki pompa
berjumlah 2 s/d 6 buah.
 Jalur pengumpul: jalur pipa untuk menyalurkan fluida atau gas dari
sumur-sumur pengeboran ke stasiun pengumpul, ukuran pipa
biasanya lebih dari 16 inchi serta tekanan operasinya sama dengan
tekanan operasi jalur transmisi yaitu berkisar 500
– 1400 Psi..
 Jalur transmisi: jalur untuk menyalurkan fluida atau gas dari
stasiun pengumpul ke fasilitas pemrosesan atau tangki pengumpul.
Untuk pipa gas tekanan operasi antara 500 – 1400 Psi dan memiliki
diameter luar lebih dari 16 inchi.
 Jalur distribusi: jalur untuk menerima fluida atau gas dari jalur
transmisi dan mendistribusikannya ke konsumen. Untuk pipa gas
tekanan operasinya berkisar antara 30 mBar – 16 Bar dan memiliki
diameter antara 0,5 – 16 inchi.
Jenis-jenis katup dalam pemipaan:
o Gate Valve, fluida tidak mengalir apabila plat penghambat gate
valve dalam posisi di bawah dan aliran fluida akan mengalir jika
plat penghambatnya dinaikan keatas. Katup ini lebih sulit
dioperasikan secara manual jika dibandingkan dengan ball atau
plug namun secara otomatis lebih mudah dengan menggunakan
bantuan piston. Katup ini sangat baik jika digunakan untuk aliran
fluida bertekanan tinggi dan berdiameter besar, namun kurang
bagus jika digunakan untuk pipa yang berdiameter kurang dari 12

6
inchi.

Gambar 3.2. Gate valve8)


o Lubricated and non-lubricated plug valves, harus memiliki
penghalang berbentuk silinder yang berotasi searah dengan aliran
fluida, katup ini tidak bisa terbuka penuh dan dibatasi untuk
temperature tertentu karena memiliki dudukan daribahan
elastomer. Katup ini memiliki dua jenis yaitu yang harus memakai
minyak pelumas dan tidak memakai minyak pelumas, dan hanya
bisa digunakan untuk fungsi penghambat. Harganya lebih mahal
dari pada Ball valve.
o Ball valves, harus memiliki penghambat berbentuk bola yang
berrotasi searah dengan aliran fluida. Memiliki diameter luar
yang lebih lecil dari diameter luar pipa tetapidiameter dalamnya
Sama dengan diameter dalam pipa. Katup ini digunakan dalam
temperature tertentu karena dudukannya menggunakan bahan
elastomer yang tidak tahan suhu tinggi. Digunakan untuk katup
strat-up dan shut-down.

7
Gambar 3.3. Ball valve8)

o Check valves, digunakan untuk membatasi aliran fluida yang


bergerak di dalam pipa dan memiliki rspon yang akurat untuk
memblokir fluida yang bergerak.

Gambar 3.4. Check valve8)


 Pipa: Pipa biasanya berbentuk silinder dan digunakan untuk
menghantarkan fluida cair atau gas dan dalam penggunaannya sudah
dispesifikasi dan distandarisasi
 Ruang control: Ruangan ini diperlukan untuk mengefisienkan
pengoperasian fluda dan mengatur system pemipaan dalam satu
lokasi.
 Meter / Regulatng stations ( MRS ), disebut juga dengan stasiun
penerima, fasilitas ini merupakan titik penjualan gas bumi atau
minyak mentah dari jaringan transmisi ke jaringan distribusi.
Disinilah debit aliran dan tekanan fluida dari jalur transmisi
disesuaikan agar bisa dialirkan ke jalur distribusi

8
3.2 Aliran Fluida dalam Media Berpori.
Aliran fluida adalah suatu gejala perpindahan zat akibat gerakan-gerakan
massa materi zat, dimana fluida dapat berupa gas atau cair atau kedua-duanya.
Fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut :
a. Jumlah fasa yang mengalir
b. Sifat fisik fluida reservoir
c. Sifat fisik batuan reservoir
d. Konfigurasi disekitar lubang bor, seperti : adanya lubang perforasi, Skin
(kerusakan formasi), gravel pack, rekahan hasil perekahan hidrolik
e. Kemiringan lubang sumur
f. Bentuk daerah pengurasan
Keenam faktor di atas, secara ideal harus mewakili dalam setiap
persamaan perhitungan kelakukan aliran fluida dari formasi ke lubang sumur.
Aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856),
dimana persamaan dibedakan berdasarkan sistem aliran dan jenis fluidanya.

a. Sistem Aliran Linier Horizontal


Laju alir dari sistem aliran linier horizontal dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
0.001127kA( P1  P2 )
q ......................................................................(3-1)
BL
Dimana :
q = laju alir, STB
k = permeabilitas, mD
A = luas, ft2
L = panjang media berpori, ft
P = tekanan, psi
B = faktor volume formasi, bbl/STB
 = viskositas fluida yang mengalir, cp

9
b. Sistem Aliran Linier Miring
Laju alir dari sistem aliran linier miring dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
 0.001127kA  ( P2  P1 ) 
q   gL sin   ..............................................(3-2)
B  L 

c. Sistem Aliran Radial


Laju alir dari sistem aliran radial dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut.
0.00708kh( Pe  Pw )
q .........................................................................(3-3)
B ln( re / rw )
d. Sistem Aliran Linier Gas
Laju alir dari sistem aliran linier untuk gas dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
0.1118kA 2
qsc  ( P1  P2 ) .....................................................................(3-4)
2

LZT
e. Sistem Aliran Radial Gas
Laju alir dari sistem aliran radial untuk gas dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut.
0.7032kh
qsc  ( Pe  Pw ) .............................................................(3-5)
2 2

 ln( re / rw )TZ
Dimana :
q = laju alir, STB
k = permeabilitas, mD
h = ketebalan lapisan, ft
P = tekanan, psi
A = luas, ft2
L = panjang media berpori, ft
α = sudut kemiringan lapiran, °
ρg = gradien tekanan fluida, 0.433 psi/ft (air tawar), 0.465 psi/ft (air asin)
B = faktor volume formasi, bbl/STB
 = viskositas fluida yang mengalir, cp

10
re = jari – jari pengurasan sumur, ft
rw = jari – jari sumur, ft
qsc = laju alir gas pada kondisi standar, SCF
Z = faktor devias gas
T = temperatur, °R

3.3 Aliran Laminer dan Turbulen dalam Pipa


Aliran fluida dapat dibedakan menjadi aliran laminar dan aliran turbulen,
tergantung pada jenis garis alir yang dihasilkan oleh partikel-partikel fluida.
Jika aliran dari seluruh partikel fluida bergerak sepanjang garis yang sejajar
dengah arah aliran (atau sejajar dengan garis tengah pipa, jika fluida mengalir
di dalam pipa), fluida yang seperti ini dikatakan laminar.
Fluida laminar kadang-kadang disebut dengan fluida viskos atau fluida
garis alir (streamline). Kata laminar berasal dari bahasa latin lamina, yang
berarti lapisan atau plattipis. Sehingga, aliran laminar berarti aliran yang
berlapislapis. Lapisan-lapisan fluida akan saling bertindihan satu sama lain
tanpa bersilangan seperti pada Gambar 3.5 dibawah ini menunjukkan aliran
turbulen dan aliran laminer . Jika gerakan partikel fluida tidak lagi sejajar,
mulai saling bersilang satu sama lain sehingga terbentuk pusaran di dalam
fluida, aliran yang seperti ini disebut dengan aliran turbulen, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.5. Aliran Turbulent (atas) Aliran Laminer (bawah)5)

Karakteristik struktur aliran internal (dalam pipa) sangat tergantung


dari kecepatan rata-rata alirandalam pipa, densitas, viskositas dan diameter
pipa. Aliran fluida (cairan atau gas) dalam pipa mungkin merupakan aliran

11
laminer atau turbulen. Perbedaan antara aliran laminar dan turbulen secara
eksperimen pertama sekali dipaparkan oleh Osborne Reynolds pada tahun
1883. Eksperimen itu dijalankan dengan menyuntikkan cairan berwarna ke
dalam aliran air yang mengalir di dalam tabung kaca. Jika fluida bergerak
dengan kecepatan cukup rendah, cairan berwarna akan mengalir didalam
sistem membentuk garis lurus tidak bercampur dengan aliaran air.
Pada kondisi seperti ini, fluida masih mengalir secara laminar. Jadi pada
prinsipnya, jika fluida mengalir cukup rendah seperti kondisi eksperimen ini,
maka terdapat garis alir. Bila kecepatan fluida ditingkatkan, maka akan
dicapai suatu kecepatan kritis. Fluida mencapai kecepatan kritis dapat
ditandai dengan terbentuknya gelombang cairan warna. Artinya garis alir
tidak lagi lurus, tetapi mulai bergelombang dan kemudian garis alir
menghilang, karena cairan berwarna mulai menyebar secara seragam ke
seluruh arah fluida air,
Perilaku ketika fluida mulai bergerak secara acak (tak menentu)
dalambentuk arus-silang dan pusaran, menunjukkan bahwa aliran air tidak
lagi laminar. Pada kondisi seperti ini garis alir fluida tidak lagi lurus dan
sejajar.
Menurut Reynold, untuk membedakanapakah aliran itu turbulen atau
laminar dapat menggunakan bilangan tak berdimensi yang disebut dengan
Bilangan Reynold.

Bilangan ini dihitung dengan persamaan berikut :


𝝆𝒗𝑫
𝑹𝒆 = .................................................................................... (3-6)
µ

Dimana:
Re = Bilangan Reynold (tak berdimensi)
v = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
D = diameter pipa(ft atau m)
k = viskositas kinematik(m2/s)
Pada Re < 2300, aliran bersifat laminer.

12
Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen.
Pada Re = 2300 - 4000 terdapat daerah transisi.

3.4. TAHAP KONSTRUKSI OFFSHORE

Gambar 3.6. Tahap konstruksi offshore6)

1. Kegiatan Survey

- Untuk menentukan posisi jalur sesuai dengan gambar


rencana.
- Menentukan kondisi aktual dari lingkungan sekitar jalur
misal : kedalaman seabed, profile, utilitas lain dan aktivitas
nelayan
- Koridor yang disurvey untuk laut dalam dan sedang adalah ±
200 m dengan interval 50 m dan 25 m untuk cross section
Peralatan yang digunakan :
- DGPS, Echo Sounder, Survey Barge
Hasil yang dicapai:
- Drawing, data arus laut, keadaan seabed.

13
Gambar 3.7. Aktivitas survey di area mangrove6)

Survey pada jalur pipa gas di laut meliputi :


- Oceanographic survey: untuk mengetahui kondisi pasang
naik dan pasang turun, arus laut dan gelombang.
- Geophisical survey: untuk mengetahui kedalaman dasar
laut, kondisi permukaan dasar laut.
- Geotechnical survey: untuk kepentingan pemasangan pipa (pipe
laying).

2. Kegiatan Pre-trenching

Yaitu pekerjaan penggalian jalur didaerah dangkal atau pantai


untuk kedalaman ≤ 13 m sebelum peletakan pipa secara
keseluruhan di dasar laut.
- Lokasi Mangrove: yaitu membersihkan jalur dari pohon bakau.

- Lokasi Near Shore: yaitu untuk akses Barge.


Peralatan yang digunakan :
- Swamp Backhoe, Dregger, Spud Barge
Hasil yang diperoleh yaitu :

Jalur / akses masuk bagi kapal konstruksi/barge ukuran kecil

14
Spud Barge Swamp
Backhoe

Gambar 3.8. Kegiatan pre-trenching6)

3. Kegiatan Receive Pipe

Menerima pipa dari pabrik coating di kapal konstruksi/Lay Barge,


sebelum dilakukan pembuatan Bevel dengan Bevel Machine.
Peralatan yang digunakan :
- Supply Barge, crane utility
Hasil yang diperoleh :

- Jumlah pipa (Pipe dan heat number)


- Kondisi pipa (internal, eksternal)

Pengecekan pipa dilakukan oleh petugas QA/QC dari kontraktor


disaksikan oleh QA/QC klien dan Third Party.

Gambar 3.9. Inspeksi pipa6)

15
4. Kegiatan Beveling
Yaitu pekerjaan pembuatan bevel (J Bevel) pada kedua ujung
pipa di daerah incoming rack sebelum dapat dilakukan
pengelasan.

Gambar 3.10. Bentuk double “J” atau “U” bevel6)

Peralatan yang digunakan : Bevel Machine Automatic.


Hasil yang diperoleh :

Kedua ujung pipa berbentuk “J” Bevel

Gambar 3.11. Kegiatan pembevelan6)

5. Kegiatan Welding

Yaitu proses penyambungan pipa dengan mengelas single pipe (12 mtr).
yang di dalamnya termasuk:
 Preheat, adalah pemanasan dengan menggunakan “Torch”
yang bertujuan untuk memanaskan permukaan pipa agar
menghasilkan pengelasan yang sempurna.

16
 Cleaning, adalah pembersihan pipa dari kotoran yang tidak
diinginkan dengan menggunakan blow machine/air
compressor.

Gambar 3.12. Kegiatan Welding6)

6. Kegiatan Radiography Test

aktifitas radiography test sama dengan kegiatan onshore.


7. Kegiatan Joint Coating

Yaitu proses pelapisan disetiap sambungan pipa dengan


menggunakan wrapping, sebelum pelapisan pipa terlebih dahulu
dibersihkan dari kotoran/splatter yaitu kotoran hasil pengelasan.

Gambar 3.13. Kegiatan joint coating6)

17
8. Kegiatan Holiday Test

Aktifitas holiday tes pada offshore sama dengan aktifitas holiday tes
pada onshore.
9. Kegiatan Grouting

Yaitu proses pengisian foam kedalam celah diantara concrete coating


hal ini bertujuan agar permukaan sambungan kedua pipa sama dengan
permukaan concrete coating.
Peralatan yang digunakan :
- Foam pengisi
- Karet pembungkus foam coating
- Tabung foam.

- Kompresor untuk menginjeksikan foam


Hasil yang diperoleh : Permukaan pipa yang satu dengan yang lain akan
sama datar.

Gambar 3.14. Kegiatan grouting6)

10. Kegiatan Pipe Laying


Yaitu proses penggelaran pipa ke dalam laut melalui stinger
dengan menggunkan metode S Lay. Setiap kegiatan pada satu
station selesai barge akan bergerak sejauh satu batang pipa,

18
pergerakan barge sesuai dengan panduan jangkarnya sehingga
satu batang pipa yang baru pat dilakukan pengelasan.

Gambar 3.15. kegiatan pipe laying6)

11. Kegiatan Post Treching

Yaitu aktifitas penggalian yang dilakukan setelah pipa diletakan


didasar laut. dengan kedalaman air laut di bawah 13 m
berdasarkan aturan MIGAS haruslah ditanam sedalam 2 m.
Untuk menanam pipa tersebut perlu sebuah mekanisme
pengerjaan yang baik tanpa merusak pipa.

Peralatan yang digunakan yaitu Jet Sled, air Kompressor dsb.


Hasil yang diperoleh: pipa tertanam sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Gambar 3.16. Kegiatan post treching6)

19
12. Kegiatan Re-Survey

Yaitu pekerjaan pengamatan pada jalur pipa tertanam tentang


kondisi gelombang air laut, kondisi pasang surut dan pasang naik
air laut serta untuk mengetahui kedalaman pipa yang telah
digelar/ditanam di dasar laut.
Peralatan yang digunakan :

- Kapal Survey

- GPS

- Echo Sounder
Hasil yang diperoleh :

- Data gelombang dan arus air laut


- Data pasang naik dan pasang surut

- Data posisi dan kedalaman pipa

Gambar 3.17. Kegiatan re-survey6)

13. Kegiatan Free Span & Rock Dumping

Ketentuan pertama dari perhitungan tebal dinding pipa adalah


menentukan kriteria pressure containment. Dalam konsep lama pressure
containment dituliskan sebagai fungsi allowable hoop stress. Dalam
kriteria tersebut, tekanan hoop stress yang merupakan perbedaan antara
tekanan internal dan eksternal nilainya tidak boleh melebihi nilai yang
diijinkan.

20
𝑫−𝒕𝟏
𝝈𝒉 = (𝑷𝒊 − 𝑷𝒆 ) ≤ 𝜼(𝑺𝑴𝒀𝑺 − 𝒇𝒚,𝒕𝒆𝒎𝒑 )…………………………(3-7)
𝟐𝒕𝟏

Dimana:

𝝈𝒉 = Hoop Stress

𝑷𝒊 = tekanan internal

𝑷𝒆 = tekanan eksternal

𝑫 = diameter pipa

𝒕𝟏 = tebal dinding pipa

𝑺𝑴𝒀𝑺 = spesified minimum yield strength

𝒇𝒚,𝒕𝒆𝒎𝒑 = pengurangan nilai yield stress akibat temperatur yang bekerja

pada pipa

𝜼 = usage factor

Menurut DNV 2000 nilai dari Usage factor dapat dirumuskan seperti pada
persamaan 2.6

𝟐.𝜶𝒖
𝜼= …………………………………………………(3-8)
√𝟑.𝜸𝒎 .𝜸𝒔𝒄 .𝜸𝒊𝒏𝒄

Dimana:

𝜶𝒖 = faktor kekuatan material

𝜸𝒎 = faktor daya tahan material (material resistance factor)


𝜸𝒔𝒄 = safety class factor

𝜸𝒊𝒏𝒄 = incidental to design pressure ratio

Nilai usage factor untuk 𝜸𝒊𝒏𝒄 = 1.10 (10% incidental pressure) diberikan
pada Tabel 3.1.

21
Tabel 3.1 Usage Factor untuk Pressure Containmet11)

U Safety Class Pressure Test


Rendah Normal Tinggi

1.00 0.847 0.802 0.698 0.96

0.96 0.813 0.77 0.672 0.96

Sedangkan dalam konsep load and resistance factor design (LRFD) kiteria
pressure containment dituliskan sebagai berikut.

𝑃𝑏 (𝑡) 𝑃𝑏 (𝑡)
𝑃𝑙𝑖 − 𝑃𝑒 ≤ atau 𝑃𝑑 ≤ …..………………………(3-9)
𝛾𝑠𝑐 .𝛾𝑚 𝛾𝑠𝑐 .𝛾𝑚

Dimana :

𝑃𝑙𝑖 = tekanan lokal incidental

𝑃𝑏 (𝑡) = pressure containment pada tebal dinding pipa (t)

Beberapa definisi tekanan yang digunakan dalam proses perhitungan tebal


dinding pipa dejelaskan sebagai berikut:

a. Tekanan Lokal (Local Pressure)


Tekanan lokal adalah beban dimana perbedaan nilainya dengan tekanan
referensi merupakan berat kolom dari isi pipa, nilai tekanan lokal secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
Plocal,ref = Pref + ρcont.g.h …………………………………………….(3-10)

Untuk tekanan lokal secara spesifik dituliskan sebagai berikut:

Pld = Pd + ρcont.g.h…………………………….…………………….(3-11)

Pli = Pinc + ρcont.g.h = Pd .γinc + ρcont.g.h …………………………….(3-12)

Plt = Pt + ρcont.g.h…………………………………………………….(3-13)

Dimana :

Pinc = tekanan insidental

22
Pt = 1.05. Pinc ( normal and hight safety class)

= 1.03. Pinc (low and hight safety class)

Pcont = tekanan isi pipa

ρt = densitas fluida test

g = percepatan gravitasi

h = jarak antara titik referensi dengan permukaan air laut

b. Tekanan eksternal (Pe)


Nilai dari tekanan eksternal dapat dirumuskan menjadi:
Pe = ρsw.g.h
Dimana :
Pe = tekanan eksternal
ρsw = densitas air laut
D = kedalaman air

3.5. Kriteria Buckling

Buckling merupakan keadaan dimana pipa sudah tidak bundar atau


mengalami perubahan bentuk akibat tekanan hidrostatis yang besar pada
kedalaman tertentu, kedalaman tersebut merupakan kedalaman mulai
terjadinya buckle atau initiation buckle. Buckling dapat dibagi menjadi 2 yaitu
local buckling dan global buckling. Berdasarkan DNV 2000 local buckling
harus dicek terhadap beberapa kriteria, yaitu:

1. Kriteria System collapse.


2. Kriteria Combained loading.
3. Kriteria Propagating buckling.

1. Kriteria System Collapse

Kriteria ini menunjukan bahwa pipa akan mampu bertahan dari

23
deformasi bentuk pipa selama masa layannya. Kiteria ini sangat
dipengaruhi oleh kapasitas plastis, kapasitas elastis, dan ovalitas dari baja.

2. Kriteria Kombinasi Pembebanan (Combined Loading)


Kriteria ini adalah menunjukan kekuatan dari pipa baja yang akan
diletakan di dasar laut terhadap semua gaya dan tekanan yang akan
terjadi pada pipa. Dalam kriteria ini pipa dikenai beberapa pembebanan
secara langsung, dalam hal ini pipa dikenai kombinasi pembebanan
terhadap momen tekuk (bending moment), gaya aksial efektif, tekanan
internal berlebih (internal over pressure) dan kombinasi pembebanan
terhadap momen tekuk, gaya aksial efektif, tekanan internal berlebih dan
tekanan eksternal berlebih (external over pressure).

3. Propagation Buckling

Propagation buckling dapat digambarkan sebagai suatu situasi


dimana buckle yang terjadi pada pipa berubah menjadi buckle yang
memanjang sepanjang pipa.

3.6. On-Bottom Stability

Pipa bawah laut dewasa ini telah berkembang sebagai suatu


infrastruktur yang penting dalam usaha pendistribusian minyak, gas maupun
fluida lainya. Oleh karena perananya yang penting maka pipa harus didisain
untuk dapat menahan beban dan gaya-gaya lingkungan yang bekerja
padanya sehingga dapat kuat dan stabil baik pada waktu instalasi, hydrotest
maupun selama masa oprasionalnya.

Dalam teknologi pipa bawah laut telah dikenal beberapa cara/metode


yang digunakan untuk menjadikan pipa bawah laut stabil, metode yang
umum digunakan antara lain :

 Menambahkan selimut beton pada pipa yang berfungsi sebagai


pelindung dan pemberat pada pipa agar tetap stabil.

24
 Mengubur pipa didalam seabed tujuan dari cara ini adalah untuk
mengurangi gaya-gaya hidrostatik yang bekerja kalau pipa berada
diatas seabed.

 Membuat tanggul batu (rock beam) yang berfungsi sebagai pemberat


pada pipa.
Sebelum melakukan analisis terhadap kestabilan pipa di bawah laut maka
ada beberapa data kondisi dasar yang harus diketahui, yaitu:

 Kondisi lingkungan.
 Kondisi geoteknik dasar laut.
 Kondisi topografi dasar laut (kondisi kemiringan pantai, batuan, dll).
 Bathymetry (kontur kedalam laut).
 Data properties pipa.
 Lokasi pipeline restraint.

3.6.1. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah Laut

Kestabilan pipa bawah laut meliputi kestabilan dalam dua arah yaitu
arah vertikal dan horizontal/lateral. Kestabilan ini diperhitungkan
terhadap gaya-gaya lingkungan yang bekerja pada pipa, gaya-gaya
tersebut adalah gaya inesia, gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift
force). Sedangkan resistensi permukaan dasar laut merupakan gaya gesek
antara pipa dengan permukaan tanah laut/seabed.

Gaya seret dan gaya inersia adalah gaya yang secara bersama-sama
bekerja dalam arah horizontal/lateral pada pipa, sedangkan gaya angkat
bekerja secara vertikal, gaya angkat ini adalah gaya yang mengurangi berat
pipa dalam air yang mempengaruhi kestabilan pipa. Gambar 2.4 berikut
adalah gambaran gaya-gaya dalam analisis perhitungan stabilitas pipa
bawah laut.

25
Gambar 2. 4 Sketsa gaya-gaya yang bekerja pada pipa bawah laut11)

A. Berat Tenggelam Pipa

Berat total pipa dihitung dengan mempertimbangkan berat bajanya,


lapisan pelindung korosi, dan juga lapisan pelindung sambungan (field
joint coating). Gambar 2.5 memperlihatkan potongan melintang dari
sebuah pipa.

Lapisan beton

Lapisan pelindung korosi Pipa tnom


baja

ID
tcor
tcc D st

Dcor

Gambar 2. 5 Potongan melintang pipa beserta lapisan pelindungnya11)

Berikut adalah propertis pipa yag harus diperhatikan:

DS = diameter luar pipa baja

Di = diameter dalam pipa baja

DW = diameter luar lapisan anti korosi (corrosion wrap)

Dtherm = diameter luar lapiasan thermal insulation

26
DC = diameter luar selimut beton

tS = tebal pipa baja

ttherm = tebal pipa thermal insulation

tC = tebal selimut beton

WSt = berat pipa baja

WCorr = berat lapisan anti korosi di udara

Wtherm = berat lapiasn thermal insulation

WC =berat selimut beton

WCont = berat isi pipa (containt)

WS = berat terendam pipa (submerge weight)

B = gaya apung

St = densitas baja (submerge weight)

Corr = densitas lapisan anti korosi di udara

therm = densitas lapisan thermal insulation

C = densitas selimut beton

SW = densitas air laut

Cont = densitas fluida isi pipa

Dalam menentukan berat tenggelam pipa dilakukan langkah perhitungan


sebagai berikut:
1. Diameter total pipa.
DTot  DS  2tCorr  2tTherm  2tC …………………………………..….(3-14)

2. Berat baja

𝜇
𝑊𝑠𝑡 = 4 . (𝐷𝑠2 − 𝐷𝑖2 ). 𝜌𝑠𝑡 . 𝑔 ……………………………………….(3-15)

27
3. Berat lapisan anti korosi

𝜇
𝑊𝑐𝑜𝑟𝑟 = 4 . [(𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 )2 − 𝐷𝑠2 ]𝜌𝑐𝑜𝑟𝑟 . 𝑔 ……………….….…….(3-16)

4. Berat lapisan thermal insulation

𝜇
𝑊𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 = . [(𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 + 2𝑡𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 )2 − (𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 )2 ]𝜌𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 . 𝑔(3-17)
4

5. Berat lapisan selimut beton

𝜇
𝑊𝑐𝑐 = . [𝐷2 − (𝐷𝑠 + 2𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 + 2𝑡𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚 )2 ]𝜌𝑐 . 𝑔………………….(3-18)
4

6. Berat isi pipa

𝜇
𝑊𝑐𝑜𝑛𝑡 = . 𝐷𝑖2 . 𝜌𝑐𝑜𝑛𝑡 . 𝑔…………….………………….………….(3-19)
4

7. Gaya apung

𝜋.𝐷 2
Β = 𝜌𝑠𝑤 . 𝑔. 𝑉 = 𝜌𝑠𝑤 . 𝑔. ( )………………………….…..…….(3-20)
4

8. Berat pipa di udara

WU  WSt  WCorr  Wtherm  WCC  WCont ……….………………….….(3-21)

9. Berat terendam pipa

WS  WSt  WCorr  Wtherm  WC  WCont  B………………….……….(3-22)

Persamaan yang menjadi parameter kestabilan arah vertical adalah:

[𝑊𝑆+𝐵]
𝐵 ≥ 1.1…………………………………………………….(3-23)

28
IV. RENCANA WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan penulis, direncanakan berlangsung selama
kurang lebih satu bulan dengan lokasi penelitian bertempat di PT. REKAYASA
INDUSTRI pada tanggal 10 April – 10 Mei 2019 atau disesuaikan dengan waktu
yang telah ditentukan oleh pembimbing dari PT. REKAYASA INDUSTRI.

Adapun rencana kegiatan yang diusulkan selama tugas akhir ini selama satu
bulan (empat minggu) adalah sebagai berikut:

Waktu Minggu ke -
Kegiatan I II III IV
Orientasi Kantor
dan lapangan
Observasi
Lapangan dan
Pengumpulan
Data
Analisa Data

Pembuatan
Laporan

3. PENUTUP
Demikian proposal tugas akhir yang akan dilaksanakan. Besar
harapan penulis, rencana penelitian tugas akhir ini mendapat sambutan yang
baik dari perusahaan. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, penulis
ucapkan terimakasih.

29

Anda mungkin juga menyukai