Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS SISTEM PENYALIRAN TAMBANG PADA PT.

KARYA MEGAH BUTON

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelap Sarjana Teknik Pertambangan pada Fakultas Teknik

Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Disusun Oleh :

RUSLAN
N I M : 18 660 004

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS SISTEM PENYALIRAN TAMBANG PADA PT.


KARYA MEGAH BUTON

Disusun Oleh :
RUSLAN
NIM : 18 660 004
Program Studi : Teknik Pertambangan

Telah Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Pendamping,

Ir. H. LM. Sjamsul Qamar, M.T.,IPU.L.M. HilmanKurnia, S.T., M.T.


NIDN. 0911016101 NIDN. 0916019003

Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan

Sarman, S.T.,M.T.
NIDN. 0927047701

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum warahmatulahi Wabarakatu

Alhamdulillah Rabbil Alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT,


Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknik, Universitas Dayanu Ikhsanuddin. Tak lupa pada Shalawat dan salam
kepadajunjungan kita Nabi Muhammad SAW kepada sahabat, kerabat, saudara
dan parapengikutnya yang telah memberi tauladan bagi kita semua.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat untuk menyelesaikan jenjang program strata satu (S-1) pada Program Studi
Teknik Pertambangan Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau. Penulis sangat
menyadari bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan Proposal
Penelitian Tugas Akhir ini, namun berkat dorongan, dukungan, bimbingan,
arahan, serta motivasi yang besar yang diberikan sehingga penyusunan Proposal
Penelitian Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih
serta penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah banyak membantu da

1. Bapak Ir. H. LM Sjamsul Qamar, M.T.,IPU Selaku Rektor Universitas


Dayanu Ikhasanuddin dan Sebagai Pembimbing I, yang selama ini sudah sabar,
dan tulus membimbing, dan memberikan banyak masukan dan dukungan.
2. Bapak Hilda Sulaiman Nur, S.T., M.T. Selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
3. Bapak Sarman, S.T.,M.T. Selaku Ketua Program Studi Teknik Pertambangan,
yang selama ini turut membantu dalam kelengkapan berkas hal-hal yang
berhubungan Administrasi perkuliahan dan kegiatan Akademik.

iii
4. BapakL.M. Hilman Kurnia, S.T., M.T. Selaku Dosen Pembimbing II yang
selama ini sudah sabar, tulus, dan ikhlas karena telah membimbing saya, dan
terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
5. Terima kasih untuk Dosen Penguji I, II,dan III yang telah memberikan
masukan dan dukugan serta saran.
6. Bapak/ibu Dosen serta karyawan Program Studi Teknik Pertambangan, yang
telah banyak membantu, memberikan motivasi dan dukungan.
7. Terkhusus untuk Orang Tua tercinta, yang tidak pernah lelah memberikan doa
dan kasih sayang serta dukungannya selama penulis menempuh pendidikan.
8. Rekan-rekan penulis khususnya mahasiswa strata-1 (S1) Teknik Pertambangan
Unidayan yang mendukung baik dari moral, materi, serta dorongan sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari masih
banyak kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengaharapkan adanya saran
dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan ini. Semoga Allah
SWT melimpahkan nikmat-nya bagi kita semua. Jazakallahu khairan, Semoga
kebaikan menyertai kita semua.
Aamiin.

Baubau, Juli 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem penyaliran tambang


2.2 Faktor yang mempengaruhi sistem penyaliran
2.3 Sistem drainase
2.4 Manajemen pemompaan
2.5 Settling pond
2.6 Air asam tambang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Perusahaan

v
3.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah
3.3 Geologi Wilayah Sekitar
3.4 Tahapan Penelitian
3.5 Jadwal Penelitian
3.6 Diagram Air Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengukuran Debit Pompa dengan Metode Discharge

Gambar 2.2 kegunaan drainase

Gambar 3.1 Peta Lokasi IUP PT. Karya Megah Buton

Gambar 3.2 Peta Lokasi PT. Karya Megah Buton

Gambar 3.3 Peta Geologi Regional Pulau Buton

Gambar 3.4 Kolom Kesebandingan Stratigrafi Regional Pulau Buton

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.5 jadwal penelitian

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan penambangan sering mengalami permasalahan yang bersumber
pada masalah geoteknik. Penggalian pada suatu massa tanah dan batuan akan
menyebabkanterjadinya perubahan distribusi tegangan pada lereng tersebut yang
mengakibatkanterganggunya kestabilan lereng dan pada akhirnya dapat
menyebabkan longsor. Faktorlain seperti kondisi air tanah juga dapat
mempengaruhi tingkat kerawanan terjadinyalongsor. Adanya longsor pada suatu
lereng tambang akan menimbulkan kerugian,diantaranya kerusakan alat – alat
berat yang beroperasi, kerusakan sarana dan prasaranadi tambang, terganggunya
kegiatan produksi dan kehilangan nyawa manusia.

Dalam mencapai target produksi, kelancaran suatu kegiatan


pertambangan menjadi faktor yang paling utama, yaitu dengan cara
meminimalkan kendala-kendala yang dapat menghambat kegiatan pertambangan.
Kendala air merupakan aspek vital yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
pertambangan terbuka, semakin banyak lahan yang akan ditambang, semakin
banyak pula air yang masuk ke tambang. Oleh karena itu perlu adanya rancangan
sistem penyaliran yang baik untuk mencegah front penambangan tergenang air.

Sistem penambangan yang digunakan adalah tambang terbuka (surface


mining) dengan metode open pit. Metode penambangan ini akan menyebabkan
terbentuknya cekungan yang luas sehingga sangat potensial untuk menjadi daerah
tampungan air, baik yang berasal dari air limpasan permukaan maupun air tanah.
Pada saat kondisi cuaca ekstrim dengan adanya curah hujan yang tinggi, maka air
yang berasal dari limpasan permukaan dapat menggenangi lantai dasar dan
menyebabkan front penambangan berlumpur sehingga menghambat kegiatan
penambangan.

1
Evaluasi terhadap sump, saluran terbuka dan kinerja pompa perlu
dilakukan untuk mencegah air meluap, sehingga berpotensi menyebabkan
genangan pada lantai tambang. Jumlah kebutuhan pompa tidak optimal sehingga
mengakibatkan meluapnya air yang terdapat pada sump ketika hujan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang adapun identifikasi masalah yaitu :
1. Berapa debit air yang masuk ke daerah penambangan ?
2. Apakah pompa yang ada telah berfungsi secara optimal ?
3. Apakah dimensi kolam penampung (sump) mampu menampung debit
air yang masuk ?

1.3 Batasan Masalah


Penelitian mengenai geometri lereng penambangan dibatasi oleh
beberapa hal berikut :
1. Tidak membahas tentang cost (biaya)

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan debit air yang masuk ke daerah penambangan.
2. Menganalisis jumlah pompa yang di butuhkan
3. Menganalisis dimensi kolam penampung (sump) untuk menampung
debit air yang masuk.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian adalah :
1. Sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengoptimalkan kinerja
sistem penyaluran tambang sehingga aktivitas produksi di pit
penambangan tidak terhambat.

2
2. Sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi penulis tentang sistem
penyaliran tambang yang baik untuk diterapkan di dunia kerja
nantinya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem penyaliran tambang


Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan padadaerah
penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk
ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya
aktifitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama
pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan
untuk memperlambat kerusakan alat, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan
pada daerah tersebut mempunyai umur yang lama (Budiarto,1997 :79-80).
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi
dua yaitu :

2.1.1 Mine drainage


Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya air kedaerah
penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penangananair tanah dan air
yang berasal dari sumber air permukaan. Beberapa metode penyaliran tambang
(mine drainage) adalah sebagai berikut :

 Metode Siemens
Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa ukuran 8
inch, disetiap pipa tersebut pada bagian ujung bawah diberi lubang–lubang, pipa
yang telah diberi lubang ini berhubungan dengan air tanah, sehingga di pipa
bagian bawah akan terkumpul air, yang selanjutnya dipompa ke atas secara seri
dan selanjutnya dibuang.

 Metode Elektro Osmosis


Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka pemompaan sangat
sulit diterapkan karena adanya efek kapitaliritas yang disebabkan oleh sifat dari
tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan cara

4
elektro osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila
elemen–elemen ini dialiri listrik, maka air poriyang terkandung dalam batuan akan
mengalir menuju katoda (lubang sumur) yang kemudian terkumpul dan dipompa
keluar.

 Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah


Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna
menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat untuk
menyalurkan air permukaan kedalam terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini
cukup efektif karena air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga
tidak memerlukan pompa.

2.1.2 Mine Dewatering


Mine dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah
masuk ke daerah penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang
berasal dari air hujan. Beberapa metode penyaliran tambang (mine dewatering)
adalah sebagai berikut:

 Membuat sump di dalam front tambang (pit)


Sistem ini diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja. Air
tambang dikumpulkan pada sumuran (sump), kemudian dipompa keluar.
Pemasangan jumlah pompa tergantung pada kedalaman penggalian, dengan
kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk ke dalam lokasi
penambangan.

 Membuat paritan
Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada tambang terbukaopen cast
atau kuari. Parit dibuat berawal dari sumber mata airatau air limpasan menuju
kolam penampungan, langsung kesungai atau diarahkan ke selokan (riool).
Jumlah parit ini disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga bisa lebih dari satu.
Apabila parit harus dibuat melalui lalulintas tambang maka dapat dipasang gorong
– gorong yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit diukur berdasarkan

5
volume maksimum pada saat musim penghujan deras dengan memperhitungkan
kemiringan lereng. Bentuk standar melintang dari parit umumnya trapesium.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran


Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi Sistem Penyaliran yaitu
sebagai berikut:

2.2.1 Permeabilitas

Disamping parameter–parameter lain, permeabilitas merupakan salah satu


yang perlu diperhitungkan. Secara umum permeabilitas dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu fluida bergerak melalui rongga pori massa batuan.

2.2.2 Rencana Penambangan


Sistem penyaliran tambang yang akan diterapkan harusdisesuaikan dengan
rancangan penambangan, sehingga sistem penirisan dapat mendukung kegiatan
penambangan yang akan dilakukan dengan demikian rancangan sistem penyaliran
tambang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari rancangan
penambangan secara keseluruhan.

2.2.3 Curah hujan


Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh pada satuan luas,
dinyatakan dalam millimeter. Derajat curah hujan merupakan banyaknya curah
hujan persatuan waktu tertentu dan disebut sebagai intensitas hujan (Budiarto,
1997 :19-20). Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan waktu
tertentu dan dinyatakan dengan satuan mm/jam. intensitas hujan dapat dihitung
dengan rumus Mononobe, yaitu :

Dimana :

R24 = Curah hujan maksimum harian (mm/hari)

t = Lamanya hujan (jam)

I = Intensitas hujan (mm/jam)

Contoh perhitungan Intensitas curah hujan:

6
Diketahui curah hujan rencana (R) sebesar 123.160 mm pada kala ulang 2 tahun,
dengan lama hujan (t) adalah 1 jam. maka perhitungan Intensitas adalah sebagai
berikut:

2.2.4 Aliran Air Permukaan (Air Limpasan)


Air limpasan permukaan adalah air hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah. Air limpasan ini secara garis besar dipengaruhi oleh elemen-elemen
meteorologi yang diwakili oleh curah hujan dan elemen-elemen daerah pengaliran
yang menyatakan sifat-sifat fisik dari daerah pengaliran (Budiarto, 1997 : 81).

2.2.5 Debit Pompa


Debit pemompaan adalah volume air yang dipindahkan oleh pompa
persatuan waktu. Rangkaian pompa biasanya dipasang seri atau paralel, dan atau
gabungan seri-paralel, tergantung debit dan daya dorong pompa. Untuk
memperkirakan debit pemompaan dihitung dengan Metode Discharge.

Gambar 2.1 Pengukuran Debit Pompa dengan Metode Discharge

Dengan Metode Discharge, debit aktual pompa dapat dihitung:

Q = X 1,28 D²

dimana:

Q = Debit pompa (gpm)

X = Jarak horisontal (inch)

D = Diameter dalam pipa (inch)

7
2.2.6 Sumuran (Sump)
Sumuran berfungsi sebagai tempat akumulasi air sebelum dipompa keluar
tambang. Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan biasanya dibuat sumuran
sementara yang disesuaikan dengan keadaan kemajuan medan kerja (front)
penambangan. Jumlah air yang masuk ke dalam sumuran merupakan jumlah air
limpasan permukaan dan air rembesan serta air tanah, sedangkan jumlah air yang
keluar dapat dianggap sebagai yang berhasil dipompa, karena penguapan
dianggap tidak terlalu berarti.
Hal penting yang perlu diperhatikan didalam sistem penyaliran tambang
adalah bagaimana cara memprediksikan kapan cuaca ekstrim terjadi, yaitu dimana
aliran air tanah dan limpasan sangat membahayakan front penambangan. Ketika
pengambilan keputusan untuk memilih salah satu cara penyaliran saja tanpa
memperhitungkan kondisi cuaca ekstrim, maka bila terjadi banjir di dalam front
penambangan semua akan sia-sia dan biaya punakan membengkak. Hal ini
menyebabkan, kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat berperan besar efeknya
terhadap aktivitas penambangan dan apabila hal ini sudah diperhitungkan
sebelumnya, maka front penambangan akan terhindar dari kondisi yang
membahayakan karyawan dan peralatan mekanis yang di pergunakan.

2.2.7 Efek Air Tambang


Efek dari air tambang sebenarnya mudah dilihat, yaitu kebanyakan
menyangkut tentang biaya dan keselamatan serta kesehatan pekerja. Efek Air
Tambang dapat dibedakan menjadi 2 secara umum yaitu Efek secara langsung dan
Efek secara Tidak Langsung, yaitu :

-Efek langsung dari air terhadap penambangan

a. Biaya Penyaliran dapat berupa air yang ada diproses untuk keperluan bahan
galian dan sebagainya.
b. Terjadinya longsoran akibat resapan air sehingga menghentikan aktifitas
produksi dan merusak front penambangan, perolehan bijih menjadi rendah,
atau bahkan dapat menyebabkan kecelakaan tambang.

-Efek tak langsung dari air terhadap penambangan

a. Mengurangi efisiensi kerja karyawan, peralatan dan menghambat penangan


material.
b. Menambah waktu dan biaya perawatan (Maintenance) alat
c. Mengganggu aktifitas peledakan di lapangan
d. Jika terjadi runtuhan dapat membawa gas-gas beracun
e. Menghasilkan lumpur jika lereng mengalami longsor

8
f. Perusahaan harus membeli material yang tahan air (Waterproof) untuk
melindungi produk.

2.2.8 Pengendalian Air Tambang


Terdapat dua cara didalam pengendalian air tambang yang jika air sudah
terlanjur masuk kedalam front penambangan yaitu dengan sistem kolamterbuka
(Sump) atau dengan membuat paritan dan membuat adit. Sistem penyaliran
dengan membuat kolam terbuka (Sump) atau membuat paritan biasanya ideal
dibuat pada tambang open cast atau quary karena dapat memanfaatkan gravitasi
untuk mengalirkan airnya dari bagian puncak darilokasi yang lebih tinggi menuju
tempat yang lebih rendah. Pompa yang digunakan pada posisi ini lebih efisien,
efektif dan hemat energi. Pada tambang Open pit menggunakan pompa menjadi
sangat vital untukcmenaikkan air dari dasar tambang kepermukaaan atau kerja
pompa pun cukup berat. Kadang-kadang tidak cukup digunakan hanya dengan 1
unit pompa, tetapi harus beberapa pompa yang dihubungkan seri untuk membantu
daya dorong dari dasar sampai permukaan. Hal ini menyebabkan biaya atau
ongkos pompa menjadi lebih besar. Sedangkan pada sistem adit lebih ideal
diterapkan pada tambang terbuka Open Pit dengan syarat lokasi penambangan
harus mempunyai lembah tempat membuat sumuran dan adit agar air dapat
keluar.

2.3 Sistem Drainase


Sistem drainase (Drainage System) terdiri dari Perimeter Drainage, adalah
saluran yang dibuat di luar batas - batas areal tambang, yang maksudnya untuk
mencegah masuknya air limpahan dan air hujan ke dalam tambang.

Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau


mengalihkan air. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satuunsur
dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi
sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase
yaitu :

1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada


akumulasiair tanah.
2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.

9
4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.

Gambar 2.2 kegunaan drainase

2.4 Manajemen Pemompaan

2.4.1 Tipe sistem pemompaan

Sistem pemompaaan dikenal ada beberapa macam tipe sambungan


pemompaan yaitu :

a. Seri
Dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka nilai head akan
bertambah sebesar jumlah head masing-masing sedangkan debit pemompaan
tetap.

b. Pararel
Pada rangkaian ini, kapasitas pemompaan bertambah sesuai dengan kemampuan
debit masing-masing pompa namun head tetap. Kemudian untuk kebutuhan
pompa ada dua hal yang perlu untuk diperhatikan.

2.4.2 Kapasitas Pompa

Batas atas kapasitas suatu pompa pada umumnya tergantung pada kondisi
berikut ini :

a. Berat dan ukuran terbesar yang dapat diangkut dari pabrik ke tempat
pemasangan.
b. Lokasi pemasangan pompa dan cara pengangkutannya.
c. Jenis penggerak dan cara pengangkatannya.

10
d. Pembatasan pada besarnya mesin perkakas yang dipakai untuk
mengerjakan bagian-bagian pompa.
e. Pembatasan pada performansi pompa.

2.4.3 Pertimbangan ekonomi

Pertimbangan ini menyangkut masalah biaya, baik biaya investasi untuk


pembangunan instalasi maupun biaya operasi dan pemeliharaannya.

2.4.4 Julang total pompa

Julang total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air
seperti direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akandilayani
oleh pompa. Julang total pompa dapat ditulis sebagai berikut:

Ht=hc+ hv+hf+ hI
Keterangan :Ht = Julang total pompa (m)
hc = Julang statis total (m)
hv =Velocity head (m)
hf = Julang gesek (m)
hI = Jumlah belokan (m)

2.5 Settling Pond

Berfungsi sebagai tempat menampung air tambang sekaligus


untukmengendapkan partikel-partikel padatan yang ikut bersama air dari lokasi
penambangan, kolam pengendapan ini dibuat dari lokasi terendah dari
suatudaerah penambangan, sehingga air akan masuk ke settling pond secara
alamidan selanjutnya dialirkan ke sungai melalui saluran pembuangan. Dengan
adanya settling pond, diharapkan air yang keluar dari daerah penambangan sudah
bersih dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai
atau laut sebagai tempat pembuangan akhir. Selain itu juga tidak menimbulkan
pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang terbawa bersama air.
Bentuk settling pond biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu berupa
kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya dapat bermacam-
macam bentuk disesuaikan dengan keperluan dan keadaanlapangannya. Walaupun
bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap settling pond akan selalu
ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan.
Keempat zona tersebut adalah :

11
a. Zona masukan(inlet)
Merupakan tempat masuknya air lumpur kedalam settling pond dengan
anggapan campuran padatan-cairan yang masuk terdistribusi secara seragam.

b. Zona pengendapan (settlement zone)


Merupakan tempat partikel padatan akan mengendap. Batas panjang zona
ini adalah panjang dari kolam dikurangi panjang zona masukan dan keluaran.

c. Zona endapan lumpur (sediment)


Merupakan tempat partikel padatan dalam cairan (lumpur) mengalami
sedimentasi dan terkumpul di bagian bawah kolam.

d. Zona keluaran (outlet)


Merupakan tempat keluaran buangan cairan yang jernih. Panjang zonaini
kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung kolam
pengendapan. Untuk menentukan dimensi settling pond dapat dihitung
berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

1.
Diameter partikel padatan yang keluar dari kolam pengendapan tidak
lebih dari 9 x 10-6 m, karena akan menyebabkan pendagkalan dan
kekeruhansungai.
2. Kekentalan air
3. Partikel dalam lumpur adalah material yang sejenis
4. Kecepatan pengendapan material dianggap sama
5. Perbandinga dan cairan padatan diketahui Luas settling pond dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
A =QtotalV
Keterangan:

A = Luas settling pond (m²)

Qtotal = Debit air yang masuk settling pond (m³/detik)

V = Kecepatan pengendapan (m/dtk)

2.6 Air asam Tambang


Air asam tambang merupakan salah satu isu lingkungan yang seringkali
dihadapi oleh perusahaan pertambangan, baik tambang batubara maupun bijih.
Hal ini tentu berpotensi menimbulkan konflik kepada masyarakat lokal sekitar
area penambangan dan berdampak pada terganggunya operasional penambangan.
Oleh karena itu, penting bagi seluruh stakeholders, khususnya perusahaan
pertambangan, untuk melakukan upaya-upaya pencegahan sehingga potensi
dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Pada dasarnya, industri

12
pertambangan yang meliputi setiap bagian dari siklus kegiatan penambangan
memiliki potensi untuk dapat menimbulkan dampak positif maupun dampak
negatif bagi seluruh komponendalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

Salah satu isu besar dalam kegiatan pertambangan yakni pembentukan air
asam tambang. Air asam tambang adalah air yang berasal dari galian batuan yang
bersifat asam dan tersingkap bersama logam-logam yang dulunyaada dibumi. Air
asam tambang ini akan merembes kedalam sumber-sumber air, mengakibatkan
kualitas pH yang rendah, peningkatan kadar logam terlarut dan terganggunya
ekosistem mahluk hidup sekitarnya. Air asam tambang yang timbul akibat dari
kegiatan pertambangan berpotensi memberikan dampak negatif terhadap
penurunan kualitas lingkungan, terutama bila sudah masuk ke dalam sistem air
permukaan, air bawah tanah serta tanah disekitarnya. Berdasarkan dari hal
tersebut di atas, prediksi keberadaan sumberdari air asam tambang harus telah
dilakukan sejak awal operasi sehingga upaya pencegahan dan pengelolaan
penurunan kualitas lingkungan akibat air asam tambang dapat dilakukan dengan
baik

13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Perusahaan


PT.Karya Mega Buton merupakan salah satu perusahaan yang
bergerakdibidang pertambangan dan pengolaan aspal Buton. Perusahaan ini
berdiri padatanggal 5 Juli 2008.Dasar hukum dari berdirinya perusahaan ini
termuat dalam Akte Pendiriannya sebagai Perseroan Terbatas yang disahkan oleh
Notaris Buntario Tigri, SH, tertanggal 05 Juli 2008 nomor 33 dan SK Kehakiman
no.AHU-38900.A.H.01.02 Tahun 2008 tertanggal 07 Juli 2008.
Wilayah kegiatan PT Karya Megah Buton berada disebelah utara
Pasarwajo yang merupakan Ibukota Kabupaten Buton dengan jarak lebih kurang
90 km kesebelah utara. Secara adminitrasi, lokasi kuasa pertambangan ekspoitasi
PT Karya Mega Buton berada didaerah Lawele Desa Lawele, Kecamatan
Lasalimu, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografi berada
di 122”58’25,68”BT dan 05”10”00,12”LS-05”13”14,00”LS

Gambar 3.1Peta Lokasi IUP PT. Karya Megah Buton


(Sumber. PT. Karya Megah Buton Tahun 2020)

Direktur utama dari PT. Karya Mega Buton saat ini adalah Robin
Setyono, sertaKepala Teknik Tambang yaitu Daniel Joseph yang juga merangkap
jabatan sebagaiManager site. PT Karya Mega Buton memiliki 3 lokasi
penambangan pertama (ST.1)berada di Desa Lawele, lokasi penambangan ke dua
(ST.2) berada didesa Nambo, danlokasi plan berada di Desa Suandala. Ketiga

14
lokasi tersebut masih berada di Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara
.
3.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah
PT.Karya Mega Buton terletak pada Desa Nambo, Kecamata Lasalimu,
Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Desa Nambo terletak pada
garislintang 4”15”-15”LS dan 122”00-123”00BT

Gambar 3.2Peta Lokasi PT. Karya Megah Buton


(Sumber. Google tahun 2017)

Lokasi Penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan rodadua


maupun roda empat dari Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara menuju keDesa
Nambo, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, melalui jarak daratsejauh ±75
km. Jadi rute menuju lokasi penelitian sebagai berikut:
Bau-Bau Kecamatan Wonco Kecamatan Kapontori Desa lawele Desa
Nambo Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton.

3.3 Geologi Wilayah Sekitar


Sikumbang dan Sanyoto (1981) membagi Pulau Buton menjadi sembilan formasi
yaitu Formasi Mukito, Formasi Doole, Formasi Winto, Formasi Ogena, Formasi
Rumu, Formasi Tobelo, Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa, dan Formasi
Wapulaka. Smith (1983) menyebut Formasi Doole sebagai Doole Phyllite.
Formasi yang berumur Trias – Eosen/Oligosen oleh Smith (1983) dimasukkan ke
dalam Komplek Wolio.

15
Ga
mbar 3.3 Peta Geologi Regional Pulau Buton (Sikumbang dan Sanyoto)

Formasi Mukito disusun oleh sekis plagioklas-hornblende, sekis klorit-


epidot, filit terkersikan, sekis silikat-gamping yang berumur Trias. Smith (1983)
melaporkan bahwa formasi ini terdiri atas metabasit dan metachert yang berkisar
dari fasies sekis hijau sampai lower amphibolite. Ia juga melaporkan bahwa
hubungan antara Formasi Mukito dengan Formasi Winto dan ofiolit adalah kontak
sesar.

Formasi Doole disusun oleh runtuhan batuan malihan berderajat lemah,


terdiri atas kuarsit mikaan berselingan filit dan batu sabak, tebal lapisan beberapa
ratus meter yang diduga berumur Trias – Jura (Sikumbang dan Sanyoto, 1981)
atau Paleosoik (Smith, 1983). Formasi Winto disusun oleh perselingan serpih,
batupasir, konglomerat, dan batugamping, bercirikan sedimen klastika daratan dan
karbonat, berumur Trias Akhir, terendapkan dalam lingkungan neritik hingga laut
dalam dengan tebal satuan hingga 750 meter.

Formasi Ogena disusun oleh batu gamping pelagis, bersisipan klastika halus
dan batu gamping pasiran dengan sebagian berbituminen, berumur Jura Awal,
mempunyai hubungan selaras dengan Formasi Winto di bawahnya. Formasi
Ogena terendapkan pada lingkungan laut dalam dengan tebal satuan lebih dari 960
meter. Formasi Rumu berumur Jura Akhir, disusun oleh batu gamping merah kaya
fosil, batu lumpur, napal, dan kalkarenit, diendapkan dalam lingkungan neritik
dengan tebal lebih dari 150 meter.

Formasi Tobelo disusun oleh kalkarenit kaya akan radiolaria, Sikumbang


dan Sanyoto (1981) menyatakan formasi ini berumur Kapur–Paleosen, sedangkan
menurut Smith (1983) Formasi Tobelo berumur Kapur Akhir–Oligosen dengan
adanya selang pengendapan pada Kala Paleosen karena tidak ditemukannya
batuan pada umur ini. Formasi ini terendapkan pada lingkungan basial (3000 –
5000 m) dengan ketebalan 300 – 400 meter.

16
Batuan sedimen Neogen yang ada di Pulau Buton dapat dikelompokkan
menjadi tiga satuan litostatigrafi, yaitu Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa,
dan Formasi Wapulaka. Formasi Tondo oleh Sikumbang dan Sanyoto (1981)
dibagi menjadi 3 anggota yaitu Anggota Batugamping, Anggota Konglomerat,
dan Anggota Tufa dengan menafsirkan bahwa umur Miosen Awal – Tengah untuk
Anggota Batugamping dan Miosen Tengah – Akhir, atau mungkin sampai Pliosen
Awal untuk fasies non batugamping. Hubungan dengan batuan di bawah dan di
atasnya adalah ketidakselarasan, sedangkan antara Anggota Batugamping Tondo
dengan Anggota Konglomerat Tondo adalah menjemari.

Formasi Sampolakosa disusun oleh batuan napal, berlapis tebal sampai


masif, dijumpai sisipan kalkarenit pada bagian tengah dan atas formasi dengan
kandungan fosil Foraminifera pada formasi ini sangat melimpah. Smith (1983)
melaporkan bahwa Formasi Sampolakosa disusun oleh batukapur berwarna putih
kekuningan sampai abu-abu dan napal yang mengandung banyak sekali
foraminifera planktonik. Kandungan dari fosil foraminifera planktonik terdiri dari
Globorotalia plesiotumida, Globorotalia acostaensis, Globorotalia multicanerata,
Globoquadrina altispira, Sphaeroidinellopsis subdehiscens, Sphaeroidinellopsis
seminulina (Sikumbang dan Sanyoto, 1981). Umur formasi ini adalah Pliosen
(Hetzel, 1938), N18 – N21 (Wiryosuyono dan Hainim, 1975), akhir Miosen
sampai akhir Pliosen (Sikumbang dan Sanyoto, 1981), N16/N17 – N21 (Smith,
1983).

Formasi Sampolakosa diendapkan pada lingkungan neritik – basial


(Sikumbang dan Sanyoto, 1981), neritik luar –batial bawah (Soeka dkk., 1983),
neritik luar – abisal (Smith, 1983), basial tengah – bawah (Van Marle dkk., 1989).
Smith (1983) melaporkan adanya chalk dari Fomasi Sampolakosa yang berumur
N19/N20 dengan lingkungan pengendapan abisal. Rembesan minyak dan aspal
ditemukan pada satuan ini di kampung Kabungka, Pasarwajo, dan Lasalimu
(Sikumbang dan Sanyoto, 1981).

Berdasarkan data umur dan lingkungan pengendapan yang beragam ini


menunjukkan bahwa secara keseluruhan umur Formasi Sampolakosa adalah
N16/N17 – N21 dengan lingkungan pengendapan neritik hingga abisal, dengan
puncak genang laut terjadi pada N19/N20 (Soeka dkk.,1998).

Formasi Wapulaka berumur Kuarter disusun oleh batugamping terumbu,


ganggang, dan koral, memperlihatkan undak-undak pantai purba dan topografi
kars yang terdapat hampir pada seluruh pantai Pulau Buton bagian selatan dan
tengah, endapan hancuran terumbu, batukapur, batugamping pasiran, batupasir
gampingan, batulempung, dan napal kaya Foraminifera plankton. Formasi ini

17
terbentuk pada lingkungan laguna – litoral dengan tebal sekitar 700 meter,
mempunyai hubungan tidak selaras dengan Formasi Sampolakosa di bawahnya.

Gambar 3.4 Kolom Kesebandingan Stratigrafi Regional Pulau Buton

3.4 Tahapan Penelitian


Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan penelitian. Tahapan
penelitian berupa studi literatur, pengamatan dan pengambilan data, pengolahan
data, analisis dan pembahasan. Tahap-tahap dalam penelitian ini meliputi :
1. Studi Literatur
2. Pengamatan dan Pengambilan Data
3. Pengolahan Data
4. Analisis dan Pembahasan

3.5 Jadwal Penelitian


Kerja praktik ini dilaksanakan selama ±2 bulan. Dimulai dari tanggal 30
Juni 2022 sampai tanggal 30 Agustus 2022, penelitian dilakukan sesuai dengan
jadwal sebagai berikut :

Tabel Jadwal Penelitian


No URAIAN Juni Juli Agustus
KEGIATAN 2022 2022 2022

IV I II III IV I II III IV
1. Orientasi
Lapangan
2. Pengambilan
Data
3. Pembuatan
Laporan

18
3.6 Diagram Alir

19
DAFTAR PUSTAKA

Bambang, S. (1985) Perencanaan Drainase Tambang Terbuka. Jakarta: Pradya


Paramita.
HS. Salim, S.H.,M,S. Hukum Pertambangan Indonesia, Rajawali. Jakarta.2007
Sosrodarsono, S dab Takeda, K, 1997. Hidrologi untuk pengairan. Jakarta

Endriantho, M. (2013). Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Terbuka


Batubara. Jurnal Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin. 9 (1)
2-9
Gautama, R,S, (1999). Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang. Bandung:
FIKTM ITB
Kurniawan, A. (2015) Evaluasi Sistem Penyaliran tambang di Pit 1 Banko Barat
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unti Penambangan Tanjung Enim
Sumatera Selatan. Skripsi, Fakultas Teknik : universitas Sriwijaya.

20

Anda mungkin juga menyukai