PENDAHULUAN
I.1), diketahui bahwa terjadi kenaikan penggunaan jumlah kendaraan bermotor. Hal
Tabel 1.1. Jumlah pengguna kendaraan bermotor (Badan Pusat Statistik, 2016)
Tahun Mobil Penumpang Mobil Bis Mobil Barang Sepeda Motor Jumlah
1998 2769375 626680 1586721 12628991 17611767
1
2013 11484514 2286309 5615494 84732652 104118969
mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
kekuatan kontruksi jalan ataupun pengaruh alas penopang kontruksi jalan tersebut.
yang digunakan sebagai alas penopang kontruksi jalan, seperti tanah ekspansif
dengan fonomena kembang susut yang sering terjadi dimineral lempung. Fenomena
- Jalur pantai utara Jawa, terjadi di ruas Losari – Brebes – Tegal (Jawa Tengah),
Timur).
Bojonegoro.
2
- Sumatera Barat, terjadi dibatas Sumbar – Bengkulu dan Padang (250
kilometer), jalan lintas tengah dari Solok – batas Sumbar – Jambi, pertemuan
jalur lintas tengah dan barat dari Kota Bukittinggi hingga batas Sumbar-Sumut.
mengembang dan menyusut yang besar. Sifat kembang – susut ini merupakan
faktor penyebab yang dominan terhadap kejadian kerusakan jalan karena dapat
mendorong perkerasan jalan ke arah vertikal dan dapat menarik secara lateral.
Masalah kembang – susut ini terjadi pada mineral lempung dengan perubahan kadar
air yang tinggi, sehingga fleksibilitas perkerasan tidak mampu mengikuti perubahan
sifat tanah / mineral lempung ekspansif, maka kerusakan pun tidak dapat dihindari.
fluktuasi muka air tanah yang ekstrim selama musim kering dan basah.
Kerusakan jalan yang terjadi diruas jalan tersebut hampir terjadi tiap tahun,
dan rekonstruksi terus dilakukan tiap tahunnya. Karena frekuensi kerusakan jalan
yang intensif tiap tahun tersebut, maka swelling dari mineral lempung diindikasikan
sebagai salah satu penyebab kerusakan. Hingga saat ini, berbagai percobaan
dilakukan untuk mengatasi masalah ini tetapi masih belum ditemukan solusi yang
3
solutif untuk memecahkan masalah ini, dengan adanya karya referat ini, diharapkan
mineral lempung.
2. Jalan raya berada dipermukaan tanah, bukan jalan bawah tanah / jalan
terowongan.
Maksud dari pembuatan karya referat ini adalah untuk memberikan referensi
Tujuan dari penyusunan karya referat ini adalah untuk mempelajari dampak
yang diperoleh dari proses swelling mineral lempung terhadap kontruksi jalan raya
data-data dari buku, paper, ataupun laporan penelitian yang berhubungan dengan
dengan prosedur penulisan karya raferat ini secara sistematis dan tema dari karya
referat ini.
4
BAB II
tersusun oleh mineral yang berukuran fine-grained, jika berada pada kondisi dengan
kandungan air yang cukup akan bersifat plastis, dan akan mengeras jika dikeringkan
(phyllosilicates) dan material lain yang memberi sifat plastis dan keras ketika
Mineral lempung (clay minerals) adalah mineral filosilikat dan mineral lain
yang memberi baik sifat plastis ke lempung maupun sifat keras ketika dipanaskan
terbentuk sebagai produk dari pelapukan kimia oleh mineral silikatt yang ada
dipermukaan bumi. Mineral ini banyak ditemukan di shale (tipe umum dari batuan
sedimen). Mineral lempung bersifat “chemical sponges” yaitu dapat menahan air
dan mengeluarkan banyak nutrisi terlapukan dari mineral lain. Mineral lempung
memiliki ion elektrik yang tidak stabil di permukaannya, dimana ion positif
menarik ion negatif dan sebaliknya ion negatif menarik ion positif. Mineral
lempung juga memiliki kemampuan untuk menarik molukel air. Karena fenomena
tersebut berbeda dengan “absorption” karena penarikan ion dan air terjadi tidak
5
II.2. Jenis-Jenis Mineral Lempung
Mineral lempung terbagi menjadi tiga grup utama (major groups) yang
sering ditemukan di soil, yaitu grup mineral kaolin, ilite, dan smektit.
Mineral kaolin terbagi atas kaolinit, nakrit, dickit, dan halosit. Mineral ini
memiliki struktur layer 1:1, dimana tiap layer mengandung satu lembar silikat
tetrahedral dan satu lembar silikat oktahedral, dengan 2/3 bagian dari silikat
digrup ini dan paling sering diperhatikan karena struktur, sifat, dan aplikasinya.
Kaolinit adalah anggota mineral terpenting digrup ini karena mineral ini paling
feldspar seperti granit. Secara umum, kaolinit memiliki ukuran 0.5-2.0 mm dengan
Ilit adalah mika mineral lempung dengan struktur layer 2:1 dimana interlayer
muskovit yang terdiri dari substitusi/pergantian Al3+ dan Si4+ dalam lembar
6
Al3+, dimana ilit hanya tergantikan sebanyak seper-enam bagian. Untuk lembar
oktahedral, terdapat beberapa pergantian Al3+ oleh Mg2+ dan Fe2+. Ilit merupakan
komponen utama dalam mineral lempung yang terbentuk oleh pelapukan silikat,
misalnya feldspar, atau alterasi mineral lempung lain, dan selama degradasi
muskovit. Ilit umumnya berada dalam kondisi alkalin dengan konsentrasi Al dan K
Gambar 2.1. Struktur mineral ilit/mika (USGS dalam Al-Ani dan Sarapaa, 2008)
lembar silikatt tetrahedral dan lembar oktahedral (Gambar 2.2). Molekul air dan
kation menempati ruang diantara struktur layer 2:1. Secara teori, smektit memiliki
interlayer adalah SiO2 66,7%, Al2O3 28,3% dan H2O 5%. Tetapi, masih terdapat
7
tetrahedral. Dilembar tetrahedral, terdapat pergantian aluminium dengan silikat
sebesar 15% dan dilembar oktahedral magnesium dan besi dengan aluminium. Jika
pada posisi oktahedral diisi oleh Al, mineral smektit yang terbentuk adalah beidelit.
Jika diisi oleh Mg maka terbentuk saponit dan jika diisi oleh Fe akan terbentuk
dimana pergantian layer seimbang oleh air dan kation Ca (Al-Ani dan Sarapaa,
2008).
Gambar 2.2. Struktur mineral montmorilonit (USGS dalam Al-Ani dan Sarapaa,
2008)
tipe/series dari mineral lempung. Mineral lempung juga dapat diubah dari mineral
8
lempung ke lempung lain. Beberapa mineral lempung dibentuk oleh proses
mineral lempung berkualitas tinggi yang biasa digunakan sebagai produksi industri.
tersebut dapat dikatakan sebagai siklus mineral lempung. Di tiap bagian tersebut,
mineral lempung merespon terhadap komposisi kimia, dan suhu lingkungan, dan
sifatya.
Gambar 2.3. Waktu Geologi – suhu dan proses alterasi dari mineral lempung
(Reeves et al., 2006 dalam Al-Ani dan Sarapaa, 2008)
Zona pelapukan dari batuan dan mineral untuk proses perubahan ditentukan
oleh atmosfir, hidrosfir, dan biosfir. Pembentukan tanah juga dikenal sebagai
pedogenesis terjadi di zona pelapukan. Zona sedimentasi adalah zona dimana tanah,
batuan terlapukan dan mineral (biogenik) dierosi, dicampur dan dideposisi sebagai
9
sedimen oleh air, angin dan es. Diagenesis meliputi semua proses fisika dan kimia
mencakup interaksi antara air/fluida bersuhu tinggi dan batuan (Al-Ani dan
sedimentasi terlibat dalam reaksi diagenesis awal dan produk mineral lempung
seperti (Tabel 2.1). Dari beberapa kasus, mineral lempung dapat terbentuk disuatu
Makanya, sejarah geologi dari material lempung, properties dan perilakunya dapat
Tabel 2.1. Hasil diagenesis awal dari control lingkungan, proses dan pengaruh
komponen serta contoh produk yang dihasilkan (Reeves et al., 2006 dalam Al-Ani
dan Sarapaa, 2008)
Kontrol Proses Komponen Hasil mineral
Lingkungan lempung
Sedimentasi/burial Oksidasi Fe Oksida Brown / red clay
Reduksi Black pyritic
shales
Marine / non Fermentasi Karbonat Siderit mudstone
marine
Bioturbasi Sulfida Kaolin
Stagnan Kompaksi Lempung Smektit
mekanik autigenik /
organic matter
yang ada disekitar permukaannya, selain menyerap juga dapat menahannya sebagai
dasar untuk pertukaran ion. Semakin tinggi nilai kation yang dapat diserap oleh
mineral lempung maka akan semakin tinggi pengaruhnya terhadap nilai Atterberg
10
Proses pertukaran ion tidak dapat dipisahkan oleh CEC (cation exchange
capacity) dan AEC (anion exchange capacity). CEC mengukur jumlah perubahan
positif karena pertukaran kation yang disimbolkan dalam miliequivalent per 100g
(meq) atau centimol per kg (cmol/kg). Kation dapat mengalami pertukaran ketika
ikatannya dalam kondisi yang lemah terhadap permukaan internal atau eksternal
konsentrasi mineral lempung. Nilai CEC yang ada dibeberapa jenis mineral
lempung yang diukur dengan suhu ruangan 25°C dan pH 7 (Tabel 2.2).
melibatkan batas tepi dimana grup OH tidak dapat mengimbangi valensinya atau
tidak dapat menggangu ikatan diantara kation dan oksigen atau grup OH dari
grup OH membentuk sebuah molekul air yang dapat mudah dihilangkan karena
11
BAB III
gamma rays dan ultraviolet. XRD dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik
dari material kristal dan penentuan strukturnya. Tiap kristal yang padat/solid
memiliki karakteristik unik tersendiri dalam powder X-Ray, dimana hal tersebut
strukturnya, seperti bagaimana atom dapat bersama dalam kondisi kristalin (Al-Ani
dan Sarapaa, 2008). XRD adalah salah satu alat/tool yang penting untuk mengetahui
menggunakan gelombang refleksi dari sinar X suatu atom dalam kondisi padat/solid
(Gambar 3.1).
12
Garis edar/arah yang berbeda diantara 2 gelombang (Al-Ani dan Sarapaa, 2008):
Dari analisis lab, akan didapat sebuah chart/grafik yang akan memberikan
nilai dari nilai d, 2Ө, dan intensitas (Gambar 3.2) ditiap proses AD (air dried), EG
(ethylene glycol), dan Heating. Ketiga faktor tersebut dapat digunakan untuk
Gambar 3.2. Grafik hasil analisis XRD mineral lempung (UGM, 2018)
13
Dari nilai grafik yaitu d, 2Ө, dan intensitas digunakan/diplot kedalam
Gambar 3.3. Nilai refleksi EG mineral lempung (Thorez, 1975 dalam Al-Ani dan
Sarapaa, 2008)
informasi dari identifikasi dan deteksi secara spefisik terhadap mineral yaitu
menentukan urutan pola dari substitusi kation dalam mineral lempung, dimana hal
tersebut sulit untuk dilakukan menggunakan teknik defraksi XRD. Metode ini
14
menggunakan metode IR untuk mengetahui absorption OH yang berhubungan
dengan komposisi kimia dan variasi posisi band absorption, misalnya absorption
satunya yaitu, analisis IR dapat menganalisis secara baik untuk mineral kristalin
dimana hal tersebut diluar kemampuan sensitivitas dari analisis XRD. Analisis IR
dapat membedakan persebaran dari penetuan kuantitas dari mineral lempung atau
mineral lainnya (Al-Ani dan Sarapaa, 2008). Berikut merupakan contoh tabel
absorbtion band dari kebanyakan mineral lempung dan asosiasinya (Tabel 3.1):
Tabel 3.1. Absorbtion band dari mineral lempung (Gadsden, 1975 dalam Al Ani
dan Sarapaa, 2008)
Mineral Absoption bands (cm-1)
Kaolinit 3695, 3660, 3625, 1035, 1020, 915
Halosit 3696, 3624, 3414, 1035, 1005, 910
Monmorilonit-Ilit 3635. 3400. 1640, 1130. 1020, 920
Klorit 3586, 3560, 3436, 1004, 980
Selain nilai band absoption yang digunakan untuk analisis mineral lempung,
juga digunakan band nomor gelombang yang ada untuk mengidentifikasi base line
Tabel 3.2. Band Assignment dari mineral kaolinit (Hlavay et al., 1977 dalam Al
Ani dan Sarapaa, 2008)
Wave Number (cm-1) Assignments
3690, 3660, 3620 O-H Stretching vibrations
1120, 1040, 1020 Si-O Asymmetrical stretching
vibrations
700, 420, 432 Si-O Bending vibrations
940, 929 Al-OH Bending vibrations
795, 760 Si-O-Al Compounded
540 Si-O-Al Compounded
15
Gambar 3.4. Spektrum IR dari mineral kaolinit (untreated) uk. <2 μm (Thair Al
Ani, 2004 dalam Ani dan Sarapaa, 2008)
Analisis SEM memberikan gambar yang detail dari individu butiran/grain mineral
identifikasi komposisi dan bentuk kristal, dan pengamatan partikel dan ukuran
diperbesar hingga >3000 kali (Al-Ani dan Sarapaa, 2008). Preparasi sampel dari
mineral lempung relatif mudah dilakukan untuk analisis SEM. Sebuah sayatan tipis
yang berasal dari pecahan mineral lempung dilapisi dengan konduktor Au-Pd yang
16
lempung, misalnya mineral kaolinit menunjukan variasi morfologi yaitu partikel
sperikal juga sering ditemukan. Ilit menujukan lembar kristal seperti serat.
Sedangkan klorit menunjukan bentuk kristal flat atau bladed (Al-Ani dan Sarapaa,
2008).
dan interlayer dengan resolusi yang cukup baik. Sampel yang disiapkan untuk
analisis SEM ditetesi alkohol. Kemudian sampel di letakan di karbon yang terlapisi
metal dengan orientasi yang sesuai. Pengamatan analisis TEM dilengkapi dengan
satunya cara untuk mengukur ukuran butir dari partikel mineral. Analisis ini
memberikan pengukuran langsung dari berbagai dimensi partikel dan juga bentuk
dari partikel tersebut (Bates, 1971 dalam Al-Ani dan Sarapaa, 2008).
17
BAB IV
SWELLING
(shrinkage) yang besar. Shrinkage ini disebabkan oleh perubahan kandungan air.
Ketika kandungan air dalam mineral lempung meningkat maka potensi untuk
swelling juga semakin besar. Sebaliknya, ketika kandungan air sedikit maka potensi
untuk shrinkage juga semakin besar. Kedua proses tersebut dapat mengakibatkan
bahwa kehadiran tanah lempung ekspansif kuat dipengaruhi oleh kandungan air
dalam tanah. Selain itu, indek plastisitas dan batas liquid juga dapat menentukan
karakteristik swelling di mineral ekspansif secara umum. Semakin tinggi nilai indek
plastisitas maka semakin tinggi pula potensi untuk swelling (Xeidakis et al., 2004).
(swelling pressure) cukup sulit. Selain indek plastisitas dan batas liquid, potensi
pertukaran kation (CEC), dan free swelling. Lempung yang tinggi kandungan batas
menunjukan bahwa kemampuan untuk menyerap air juga tinggi sehingga potensi
18
swelling juga semakin besar. Selain itu, CEC juga berhubungan dengan kehadiran
Atterberg limit adalah batas kandungan air/fluida yang ada dalam batuan yang
adalah mudah tidaknya tanah mengalami deformasi (Das, 2009). Batas ini
bergantung pada kandungan mineral dan air. Konsistensi tanah berdasarkan batas
mulai untuk berperilaku seperti material liquid dan mulai untuk mengalir. LL juga
didefinisikan sebagai batas terendah kandungan air diatas perilaku tanah seperti
liquid (Das, 2009). LL bernilai 0-1000, umumnya dibawah 100. Semakin tinggi
nilai LL maka potensi swelling yang terjadi juga semakin besar (Tabel 4.1).
19
Tabel 4.1. Hubungan LL dan potensi swelling (Chen, 1975 dalam Pardoyo, 2017)
Liquid Limit (LL) Potensial Swelling
<30 Low
30-40 Medium
40-60 High
>60 Very High
mulai untuk berperilaku seperti material plastis. PL juga dikenal sebagai batas
terendah kandungan air dimana perilaku tanah terlihat seperti material plastis (Das,
dibutuhkan untuk tanah bersifat 100 % saturasi air (Das, 2009). Jika nilai SL
semakin kecil, maka tanah akan mudah untuk terjadi perubahan volume, artinya
semakin kecil nilai SL maka sedikit air yang dibutuhkan untuk mengubah volume.
Sehingga semakin tinggi nilai SL maka semakin rendah potensi untuk terjadi
Tabel 4.2. Hubungan SL dan potensi swelling (Chen, 1975 dalam Pardoyo, 2017)
Shrinkage Limit (SL) Potensial Swelling
>15 Low
11-16 Medium
7-11 High
<11 Very High
20
Gambar 4.2. Perubahan volume terhadap kandungan air (Das, 2009)
- Ketika kandungan air turun, volume dari tanah berkurang dan tanah menjadi
plastis.
- Jika kandungan air banyak berkurang, maka tanah akan berubah jadi semi-
plastisitas (Gambar 3.7), diketahui bahwa nilai PI – LL dari mineral lempung diplot
diatas garis “A-line” dan lanau dibawah garis “A-line” (Das, 2009) (Gambar 4.3).
21
Semakin besar nilai PI maka potensi untuk terjadi swelling juga semakin besar
(Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Hubungan PI dan potensi swelling (Chen, 1975 dalam Pardoyo, 2017)
Plasticity Index (PI) Potensial Swelling
0-15 Low
10-35 Medium
20-35 High
>35 Very High
22
Atterberg limit dan kandungan lempung dapat dikombinasikan menjadi satu
yaitu:
Nilai aktivitas lempung dipengaruhi oleh batas plastisitas dan kandungan mineral
Aktivitas lempung yang active cenderung berpotensi untuk ekpansif. Berikut adalah
tabel untuk aktivitas lempung oleh mineral lempung yang dominan (Tabel 4.4).
23
Tabel 4.4. Aktivitas lempung dari beberapa mineral lempung umum (Skempton,
1953 dalam Spring, 2004)
Mineral Pertukaran ion LL (%) PL (%) PI (%) Activity
Montmorilonit Na+1 710 54 656 7.2
K+1 660 98 562 -
Ca+2 510 81 429 1.5
Ilit Na+1 120 53 67 0.9
K+1 120 60 42 -
Ca+2 100 45 55 -
Kaolinit Na+1 53 32 21 0.33-0.46
K+1 49 29 20 -
Ca+2 38 27 11 -
Dari tabel tersebut (Tabel 4.4), diketahui bahwa mineral montmorilonit memiliki
nilai activity yang besar (Ac ≥ 1.25) yang menunjukan bahwa mineral ini memiliki
potensi ekspansif yang tinggi. Activity juga memberikan peran dalam penentu
potensi swelling. Semakin tinggi nilai activity dan kandungan lempung, maka
24
Weighted plasticity index (WPI) adalah produk dari indek plastisitas yang
klasifikasi soil residu (Look, 2016). Semakin besar nilai WPI, maka potensi untuk
terjadi perubahan volume juga besar (Tabel 4.5). Nilai WPI yang baik dalam
kontruksi jalan adalah <200 sehingga perubahan volume yang terjadi juga rendah.
Nilai WPI biasanya selaras atau sebanding dengan nilai PI karena WPI merupakan
Tabel 4.6. Perbandingan potensi perubahan volume dimaterial residu dengan WPI
dan PI (Queensland Transport 1995, dalam Look 2016)
PI WPI Potensi Perubahan Volume
<12% <1200 Low
12% ≤ PI < 22% 1200 ≤ WPI < 2200 Medium
22% ≤ PI < 32% 2200 ≤ WPI < 3200 High
≥32% ≥3200 Very high
CBR (California Bearing Ratio) swell adalah penentuan kekuatan nilai CBR
dengan pergerakan minimal. Secara sederhana, CBR swell dapat digunakan sebagai
indikator perilaku perubahan volume (Look, 2016). CBR swell dan WPI memiliki
hubungan yang sebanding, artinya semakin tinggi nilai WPI maka akan
25
memberikan potensi perubahan volume tanah ekspansif yang tinggi dan CBR swell
Tabel 4.7. Klasifikasi WPI dan CBR swell dengan pertimbangan desain kontruksi
(Austroads, 2007 dalam Look, 2016)
Potensi Pertimbangan Aplikasi CBR Swell
Perubahan desain
Volume
Very low Kuat Cocok sebagai -
material jalan
Low Dapat digunakan <0.5%
sebagai material
pembatas
Medium Kuat / Gerakan Kuat tapi dapat 0.5-2.5%
mengalami
pergerakan untuk
jalan utama
High Gerakan Tidak cocok 2.5-5.0%
digunakan sebagai
material jalan
secara langsung
Very high Diganti atau 5%
distabilisasi
mengukur waktu deformasi yaitu dengan oedometer dan juga dengan mengukur
pengukuran awal dari soil dan tidak cukup cepat untuk identifikasi soils (Pruska et
al, 2017). Selain perhitungan awal menggunakan alat oedometer dan dynamometer,
untuk mengetahui tekanan swelling, strain (deformasi) swelling dan waktu swelling
26
- Prediksi tekanan swelling (Pruska et al, 2017): σ swel = 0.0552 . Ip2.385.
= indek aktifitas.
- Prediksi strain swelling (Pruska et al, 2017): ε swell = 0.3 . Ip0.2. Ic0.3. σ swell
Semakin tinggi kandungan air dari soil (tinggi indek konsistensi, indek plastisitas,
dan indek aktifitas), maka semakin tinggi tekanan swelling. Semakin besar nilai
tekanan swelling maka deformasi swelling juga besar. Dan waktu swelling
smektit. Relief rendah dan atau permeabilitas rendah, sedikit hujan dan atau sedikit
Smektit dapat dibentuk melalui alterasi dari feldspar, mika dan mineral lain yang
berukuran fine-grained seperti shale maka akan banyak ditemukan mineral smektit.
Perbedaan diantara lembar mineral smektit tergantung pada tiga hal yaitu: tipe
kation interlayer yang hadir (kation monovalent seperti Na+ memberikan dampak
27
ekspansi yang lebih besar dibandingkan kation divalen seperti Ca2+, konsentrasi
dari ion yang mengelilingi, dan jumlah air yang hadir di soil (Al-Ani dan Sarapaa,
sebagai “swelling clays” atau lempung ekspansif. Soil yang memiliki konsentrasi
dikondisi basah atau kering, atau tanah disebut sebagai tanah yang memiliki
dapat dipengaruhi oleh kekerasan batuan asal yang mengalami pelapukan. Semakin
lapuk batuan, maka indek plastisitas yang dihasilkan juga tinggi (Kleyn, 2009)
(Gambar 4.6).
Berdasarkan ukuran butir dari partikel batuan yang bergesekan, semakin kecil
28
kehadiran lempung yang dapat menyebabkan kerusakan jalan (Kleyn, 2009) (Tabel
4.8).
Tabel 4.8. Hubungan ukuran butir dan Indek Plasitisitas (Kleyn, 2009)
Analisis Quarry FS4 (dust) (3% Quarry FS7 (dust) (4%
smektit) smektit)
<0.425 mm < 0.075 mm <0.425 mm < 0.075 mm
LL NP 22.3 17.77 22.98
PL NP 20.5 15.9 17.28
PI 0 1.8 1.9 5.7
Swelling dapat dibedakan menjadi free swelling dan pressure swelling. Free
swelling adalah tipe pemotongan slope dimana perubahan volume dapat terjadi
tanpa pengaruh dari struktur (jalan). Sedangkan pressure swelling berada dibawah
struktur (jalan), misalnya jalan aspal, dimana bereaksi berlawanan dalam tekanan
swelling dapat terjadi empat kali lebih tinggi daripada pressure swelling. Nilai dari
tekanan swelling dapat mencapai 3600 kPa pada lempung dengan indek plastisitas
>80% dan rendah initial kelembaban (Pruska, 2017). Jadi, besarnya tekanan dapat
Struktur jalan yang terbuat dari lempeng beton yang rigit/kaku akan terjadi
ketidakstabilan dikedua sisi slope jalan raya, kemudian retakan dapat terjadi pada
29
Gambar 4.7. Retakan struktur jalan beton karena swelling (Pruska, 2017)
swelling yang diterima (Pruska et al, 2017). Berikut adalah tabel klasifikasi
30
IV.4.2. Pengangkatan Jalan
lempung (Gambar 4.8) sehingga mempengaruhi struktur jalan yang ada diatas soil
ini (Pruska, 2017). Kenampakan yang umum terlihat dilapangan adalah kontruksi
Penurunan jalan terjadi ketika pengurangan volume soil karena air yang ada
di soil ekpansif telah keluar sehingga soil akan menyusut. Ketika soil menyusut,
maka kontruksi jalan yang ada diatas soil tersebut akan mengalami penurunan
permukaan yang tergantung oleh soil yang ada dibagian alas penopang (Gambar
(Reeves, 2006).
31
Gambar 4.9. Penurunan struktur jalan karena penyusutan (shrinkage)
(http://www.omanya.net/vb/uploaded/27675_21336931403.jpg)
32
- Liquid Limit (LL)
potensi swelling yang sangat tinggi (Chen, 1975 dalam Pardoyo, 2017).
potensi swelling yang sangat tinggi (Chen, 1975 dalam Pardoyo, 2017) dan potensi
perubahan volume yang sangat tinggi (Queensland Transport 1995, dalam Look
2016).
potensi swelling yang sangat tinggi (Chen, 1975 dalam Pardoyo, 2017).
- Activity
menunjukan bahwa kandungan soil ekpansif di jalan ini termasuk soil yang normal
- Swelling Pressure
Nilai swelling pressure 313.33 KPa di KM 49 dan 200-350 KPa ruas jalan Godong
33
Berdasarkan data penelitian di ruas jalan Godong – Purwodadi (Grobogan)
memiliki potensi swelling dan perubahan volume yang tinggi sehingga potensi
34
BAB VI
KESIMPULAN
3. Kerusakan jalan yang disebabkan oleh mineral lempung dapat berupa retakan,
4. Swelling dipengaruhi oleh nilai indek plastisitas (PI), berat indek plastisitas
(WPI), batas liquid (LL), batas susut (SL), activity, tekanan swelling, ukuran
butir, jenis dan kandungan lempung, besar perubahan volume, CBR swell,
5. Semakin tinggi nilai indek plastisitas (PI), berat indek plastisitas (WPI), batas
swell, tekanan swelling dan pertukaran ion, maka potensi kerusakan jalan
semakin besar.
6. Semakin kecil nilai batas susut dan ukuran butir, maka potensi kerusakan jalan
semakin besar.
35
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ani, Thair dan Sarapaa, Olli. 2008. Clay and Clay Mineralogy. Geologian
Tutkuskeskus M19/3232/2008/41 Espoo.
Badry, M., Hesham, A., dan Ismaiel, H. 2013. Lime Chemical Stabilisation of
Expansive Deposits Exposed at El-Kawther Quarter, Sohag Region, Egypt.
Scientific & Academic Publishing.
Das, Ch. 2009. Soil Mechanics & Foundations.
http://www.engr.uconn.edu/~lanbo/CE240LectW031consistencyAtterbergli
nmits.pdf. Diakses pada tanggal 12 April 2018 pukul 22.36 WIB.
Kleyn, E., Bergh, A. dan Botha, P. 2009. Practical Implications of the Relation
between the Clay Mineral content and the Plasticity Index of Dolerite Road
Construction Material. Journal of the South African Institution of Civil
Engineering. Vol. 51 No. 1.
Look, B.G. 2016. The Weighted Plasticity Index in Road Design and Construction.
Australian Geomechanics, Vol. 51 No.3.
Pardoyo, Bambang., Gunarso, Andreas., Nuprayogi, Rizqi., Partono, Windu. 2017.
Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif dengan Campuran Larutan NaOH
7.5%. Jurnal Karya Teknik Sipil, Vol. 6, No.2.
Prabandiyani, Sri., Hardiyati, Siti., Muhrozi., Pardoyo, Bambang. 2015. Stabilisasi
Tanah Lempung dengan Menggunakan Larutasn Asam Sulfat (H2SO4) pada
Tanah Dasar di Daerah Godong – Purwodadi km 50 Kabupaten Grobogan.
Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. 21, No. 1.
Purnomo, Mega. 2011. Korelasi antara CBR, PI dan Kuat Geser Tanah Lempung.
Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan, No.1 Vol.13.
Putra, Made Dwika Hutama. 2017. Pengaruh Perbaikan Tanah Lempung Ekspansif
dengan Metode Deep Soil Mixing pada Berbagai Kadar Air Lapangan Tanah
Asli terhadap Nilai CBR dan Pengembangan. Malang: Universitas
Brawijaya.
Reeves, G.M., Sims, I., dan Cripps, J.C. 2006. Clay Materials Used in
Construction. London: Engineering Geology Special Publication.
Riyadi. 2007. Skripsi: Evaluasi Medan Untuk Analisis Kerusakan Jalur Jalan
Surakarta-Purwodadi di Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sedivy, Miroslav dan Pruska, Jan. 2017. Swelling Soils in the Road Structures. IOP
Conference Series: Minerals Science and Engineering.
Spring. 2004. Various Aspect of Expansive Soils Relevent to Geoengineering
Practice. Advanced Engineering Geology & Geotechnics.
36
Sudjianto, Agus. T., Suryolelono, K.B., Rifa’i, A., Mochtar, I. 2011. The Effect of
Variation Index Plasticity and Activity in Swelling Vertikal of Expansive Soil.
International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Vol.11
No.06.
Surat. 2011. Tesis: Analisis Struktur Perkerasan Jalan di Atas Tanah Ekspansif
(studi kasus: Ruas Jalan Purwodadi-Blora). Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Tailor, Ravin.M., 2014. Performance Improvement of Flexible Pavement on
Swelling Subgrade Using Geotextile. Engineering and Technology
Publishing: Journal of Traffic and Logistic Engineering Vol. 2 No. 2.
Tim Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Transportasi Nasional. 2009. Kebijakan dan
Strategi untuk Meningkatkan Efisiensi Pengelolaan Infrastuktur Jalan secar
Berkelanjutan. Indonesia: Kantor Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian.
Velde, B. 1992. Introduction to Clay Minerals. United Kingdom: Springer.
Velde, Bruce dan Meunier, Alain. 2008. The Origin of Clay Minerals in Soils and
Weathered Rocks. Verlag Berlin Heidelberg: Springer.
Warsiti, 2009. Meningkatkan CBR dan Memperkecil Swelling Tanah Sub-grade
dengan Metode Stabilisasi Tanah dan Kapur. Semarang: Wahana. Vol.14
No.1.
Xeidakis, George. Koudoumakis, Panagiotis, dan Tsirambides, Ananias. 2004.
Road construction on Swelling soils: the case of Strymi soils, Rhodope,
Thrace, Nothern Greece. Verlag: Springer.
37