Anda di halaman 1dari 656

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR


DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
SALURAN
KP-03

2013
ii Kriteria Perencanaan – Saluran
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
denganmenggunakanbangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.
Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi di masa mendatang. Pengalaman-pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.
Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan
telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
iv Kriteria Perencanaan – Saluran

pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).
Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.
Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi
mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.
Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan
oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.
Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang
irigasi.Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3
kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan,Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Saluran

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) StandarBangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.

Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya.Persyaratan
Teknisterdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho,Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Umum ..................................................................................................................1
BAB II DATA PERENCANAAN IRIGASI ..............................................................3
2.1 Data Topografi .....................................................................................................3
2.2 Kapasitas Rencana ...............................................................................................5
2.2.1 Debit Rencana ...........................................................................................5
2.2.2 Kebutuhan Air Di Sawah ..........................................................................6
2.2.3 Efisiensi.....................................................................................................7
2.2.4 Rotasi Teknis (Sistem golongan) ............................................................10
2.3 Data Geoteknik ..................................................................................................11
2.4 Data Sedimen .....................................................................................................12
BAB III SALURAN TANAH TANPA PASANGAN ..............................................15
3.1 Tahap Studi ........................................................................................................15
3.1.1 Aliran Irigasi Tanpa Sedimen di Saluran Tanah .....................................16
3.1.2 Air Irigasi Bersedimen di Saluran Pasangan ...........................................17
3.1.3 Aliran Irigasi Bersedimen di Saluran Tanah ...........................................17
3.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis ..............................................................................17
3.2.1 Rumus Aliran ..........................................................................................17
3.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler ................................................................18
3.2.3 Sedimentasi .............................................................................................20
3.2.4 Erosi ........................................................................................................21
3.3 Potongan Melintang Saluran..............................................................................26
3.3.1 Geometri .................................................................................................26
3.3.2 Kemiringan Saluran ................................................................................26
3.3.3 Lengkung Saluran ...................................................................................27
3.3.4 Tinggi Jagaan ..........................................................................................28
3.3.5 Lebar Tanggul .........................................................................................29
3.3.6 Garis Sempadan Saluran .........................................................................31
3.3.7 Perencanaan Saluran Gendong................................................................34
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

3.3.7.1 Gambaran Umum ............................................................................34


3.3.7.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan ....................................................35
3.3.7.3 Dimensi Saluran Gendong ..............................................................35
3.3.7.4 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong ..................................37
3.4 Potongan Memanjang ........................................................................................37
3.4.1 Muka Air yang Diperlukan .....................................................................37
3.4.2 Kemiringan Memanjang .........................................................................40
3.4.2.1 Kemiringan Minimum .....................................................................40
3.4.2.2 Kemiringan Maksimum...................................................................41
3.4.2.3 Perencanaan Kemiringan Saluran ...................................................41
3.5 Sipatan Penampang Saluran Tanah....................................................................43
BAB IV SALURAN PASANGAN ............................................................................45
4.1 Kegunaan Saluran Pasangan ..............................................................................45
4.2 Jenis-Jenis Pasangan ..........................................................................................47
4.2.1 Lining Permukaan Keras ........................................................................48
4.2.2 Tanah.......................................................................................................49
4.2.3 LiningFerrocement .................................................................................49
4.3 Perencanaan Hidrolis .........................................................................................53
4.3.1 Kecepatan Maksimum.............................................................................53
4.3.2 Koefisien Kekasaran ...............................................................................54
4.3.3 Perencanaan untuk Aliran Subkritis ........................................................55
4.3.4 Lengkung Saluran ...................................................................................56
4.3.5 Tinggi Jagaan ..........................................................................................56
BAB V TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP .....................................57
5.1 Pemakaian ..........................................................................................................57
5.1.1 Topografi.................................................................................................57
5.1.2 Geologi ....................................................................................................57
5.1.3 Kedalaman Galian ...................................................................................58
5.1.4 Kondisi Air Tanah...................................................................................58
5.2 Bentuk-Bentuk dan Kriteria Hidrolis .................................................................58
5.2.1 Terowongan ............................................................................................58
5.2.1.1 Kondisi Aliran .................................................................................58
5.2.1.2 Bentuk Potongan Melintang ............................................................59
5.2.1.3 Ukuran Minimum ............................................................................61
5.2.1.4 Lengkungan .....................................................................................61
5.2.1.5 Penyangga dan Pasangan Terowongan ...........................................61
5.2.1.6 Peralihan ..........................................................................................64
5.2.1.7 Penutup Minimum ...........................................................................65
5.2.2 Saluran Tertutup......................................................................................65
5.2.2.1 Kondisi Aliran .................................................................................66
5.2.2.2 Bentuk Potongan Melintang ............................................................66
Daftar Isi xiii

5.2.2.3 Lengkung.........................................................................................67
5.2.2.4 Ukuran Minimum ............................................................................67
5.3 Perencanaan Hidrolis .........................................................................................67
5.3.1 Rumus Aliran ..........................................................................................67
5.3.2 Koefisien Kekasaran dan Kecepatan Maksimum ...................................67
5.3.3 Kemiringan Hidrolis .............................................................................68
5.3.4 Tinggi Jagaan .........................................................................................68
5.3.5 Perencanaan Potongan Melintang .........................................................69
5.3.6 Kehilangan Total Tinggi Energi ..........................................................69
5.3.7 Kehilangan Tinggi Energi pada Siku dan Tikungan
Saluran Tertutup ....................................................................................70
BAB VI PERENCANAAN SALURAN PEMBUANG ...........................................73
6.1 Data Topografi ...................................................................................................73
6.2 Data Rencana .....................................................................................................74
6.2.1 Jaringan Pembuang .................................................................................74
6.2.2 Kebutuhan Pembuang untuk Tanaman Padi .........................................75
6.2.3 Kebutuhan Pembuang untuk Sawah Non Padi.....................................80
6.2.4 Debit Pembuang .....................................................................................82
6.3 Data Mekanika Tanah ........................................................................................85
BAB VII RENCANA SALURAN PEMBUANG ....................................................87
7.1 Perencanaan Saluran Pembuang yang Stabil .....................................................87
7.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis ..............................................................................88
7.2.1 Rumus Aliran ..........................................................................................88
7.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler ................................................................88
7.2.3 Kecepatan Maksimum yang Diizinkan ...................................................89
7.2.4 Tinggi Muka Air .....................................................................................91
7.3 Potongan Melintang Saluran Pembuang ............................................................94
7.3.1 Geometri .................................................................................................94
7.3.2 Kemiringan Talut Saluran Pembuang ...................................................95
7.3.3 Lengkung Saluran Pembuang .................................................................95
7.3.4 Tinggi Jagaan ..........................................................................................96
BAB VIII PERENCANAAN SALURAN GENDONG ..........................................99
8.1 Gambaran Umum...............................................................................................99
8.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan ....................................................................100
8.2.1 Metode Rasional ...................................................................................100
8.2.2 Metode Lama Hujan dan Frekuensi Hujan ...........................................102
8.2.3 Metode Hidrograf Komplek ..................................................................104
8.3 Tata Cara dan Dasar Perhitungan ....................................................................106
8.3.1 Standar Kapasitas Saluran Gendong .....................................................106
8.3.2 Karakteristik Saluran Gendong .............................................................106
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

8.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong .......................................106


DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................107
LAMPIRAN I KAPASITAS ANGKUTAN SEDIMEN .......................................109
LAMPIRAN II PERENCANAAN PROFIL SALURAN .....................................113
LAMPIRAN III .......................................................................................................119
DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI ..................................................................127
Daftar Tabel xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Sistem Kebutuhan Air .................................................................................9


Tabel 3-1. Harga-Harga Kekasaran Koefisien Strickler (k) untuk
Saluran-SaluranIrigasi Tanah .................................................................20
Tabel 3-2. Perbandingan Sistem Unified USCS dengan Sistem AASHTO..........25
Tabel 3-3. Kemiringan Minimum Talut untuk Berbagai Bahan Tanah .......................27
Tabel 3-4. Kemiringan Talut Mnimum untuk Saluran Timbunan yang
DipadatkandenganBaik..............................................................................27
Tabel 3-5. Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran Tanah ......................................29
Tabel 3-6. Lebar Minimum Tanggul ........................................................................30
Tabel 4-1. Angka-Angka Hasil Pengukuran Rembesan .............................................46
Tabel 4-2. Harga-Harga Koefisien Tanah Rembesan C..............................................47
Tabel 4-3. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Saluran Pasangan .....................55
Tabel 4-4. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan ......................................................56
Tabel 5-1. Klasifikasi Tipe Terowongan ..................................................................62
Tabel 5-2. Tabel Pasangan dari Beton dalam cm........................................................65
Tabel 5-3. Kedalaman Minimum Penutup (m) pada Potongan Terowongan .............66
Tabel 5-4. Harga-Harga Kecepatan Maksimum dan K (Strickler) ........................68
Tabel 5-5. Harga-Harga Kb untuk Siku ....................................................................70
Tabel 6-1. Harga-Harga Koefisien Limpasan Air Hujan untuk Perhitungan Qd ........82
Tabel 7-1. Koefisien Kekasaran Strickler untuk Saluran Pembuang ..........................89
Tabel 7-2. Kecepatan Maksimum yang Diizinkan (oleh Portier dan Scobey) ...........92
Tabel 7-3. Kemiringan Talut Minimum untuk Saluran Pembuang.............................95
Tabel 7-4. Jari-Jari Lengkung untuk Saluran Pembuang Tanah..................................96
Tabel 8-1. Koefisien Run off (C) yang Digunakan untuk Luas Drainase
Kurangdari 500 Ha ..................................................................................102
Tabel 8-2. Harga a dan b untuk Periode Ulang T pada Lokasi .................................102
xviKriteria Perencanaan - Saluran
Daftar Gambar xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3-1. Parameter Potongan Melintang ............................................................18


Gambar 3-2. Kecepatan-Kecepatan Dasar untuk Tanah Koheren (SCS) ..................22
Gambar 3-3. Faktor-Faktor Koreksi Terhadap Kecepatan Dasar (SCS) ...................23
Gambar 3-4. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Irigasi ....................................30
Gambar 3-5. Bidang Gelincir pada Tebing Saluran ..................................................31
Gambar 3-6. Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul ...........................................32
Gambar 3-7. Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul ..................................................33
Gambar 3-8. Sempadan Saluran Irigasi di Lereng.....................................................33
Gambar 3-9. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi..................34
Gambar 3-10. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan ...........................38
Gambar 3-11. Denah dan Tipe Potongan Melintang Sipatan ......................................44
Gambar 4-1. Potongan Saluran Lining Ferrocement Berbentuk Tapal Kuda ...........50
Gambar 4-2. Tipe-Tipe Pasangan Saluran .................................................................52
Gambar 5-1. Bentuk-Bentuk Potongan Melintang Terowongan ...............................60
Gambar 5-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Terowongan .......................................63
Gambar 5-3. Harga-Harga Koefisien Kehilangan Tinggi Energi
Masuk dan Keluar ................................................................................71
Gambar 5-4. Harga-Harga Kb untuk Tikungan 900 pada Saluran Tertutup
(USBR) .................................................................................................72
Gambar 5-5. Faktor Koreksi untuk Koefisien Kehilangan di Tikungan pada
Saluran Tertutup ...................................................................................72
Gambar 6-1. Contoh Perhitungan Modulus Pembuang .............................................78
Gambar 6-2. Faktor Pengurangan Luar Areal yang Dibuang Airnya ........................79
Gambar 7-1. Koefesien Koreksi untuk Berbagai Periode Ulang D ...........................90
Gambar 7-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Pembuang..............................93
Gambar 7-3. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pembuang (dari USBR) .........................97
Gambar 8-1. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi..................99
Gambar 8-2. Faktor Reduksi  dan Luas Areal Tangkapan Hujan .........................103
Gambar 8-3. Situasi Tata Jaringan Saluran Gendong yang Melalui Pemukiman
atau Perkotaan dan Perbukitan ...........................................................105
xviiiKriteria Perencanaan - Saluran
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Umum

Laporan Kriteria Perencanaan Saluran ini merupakan bagian dari Standar


Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.Kriteria Perencanaan
Saluran hanya mencakup perencanaan jaringan saluran primer. Kriteria perencanaan
untuk saluran kuarter dan tersier disajikan dalam Bagian KP - 05 Petak Tersier.
KP - 03 Kriteria Perencanaan Bagian Saluran terutama membahas masalah
perencanaan saluran. Kriteria perencanaan saluran yang disajikan di sini sahih (valid)
untuk saluran gravitasi terbuka jaringan irigasi yang cocok untuk mengairi tanaman
padi, yang umumnya merupakan tanaman pokok, maupun untuk budidaya tanaman-
tanaman ladang (tegalan). Perbedaan besarnya kebutuhan air antara padi sawah dan
tanaman ladang/uplandcrop merupakan perbedaan utama pada ketinggian jaringan
utama. Namun demikian, metode-metode irigasi dan pembuangan air di sawah untuk
padi dan tanaman-tanaman ladang berbeda dan kriteria perencanaan untuk petak-
petak tersier juga akan berbeda; ini dibahas pada bagian KP - 05 Petak Tersier.
2 Kriteria Perencanaan - Saluran
Data Perencanaan Irigasi 3

2. BAB II
DATA PERENCANAAN IRIGASI

2.1 Data Topografi

Data – data topografi yang diperlukan atau harus dibuat adalah:


(1) Peta topografi dengan garis-garis ketinggian dan tata letak jaringan irigasi
dengan skala 1:25.000 dan 1:5.000;
(2) Peta situasi trase saluran berskala 1:2.000 dengan garis-garis ketinggian pada
interval 0,5 m untuk daerah datar dan 1,0 m untuk daerah berbukit-bukit;
(3) Profil memanjang pada skala horizontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200
(atau skala 1:100 untuk saluran berkapasitas kecil bilamana diperlukan);
(4) Potongan melintang pada skala horizontal dan vertikal 1:200 (atau 1:100
untuk saluran-saluran berkapasitas kecil) dengan interval 50 m untuk bagian
lurus dan interval 25 m pada bagian tikungan;
(5) Peta lokasi titik tetap/benchmark, termasuk deskripsi benchmark.
Penggunaan peta-peta foto udara dan foto (ortofoto dan peta garis) yang
dilengkapi dengan garis ketinggian akan sangat besar artinya untuk perencanaan
tata letak dari trase saluran. Peta-peta teristris masih diperlukan sebagai peta
baku/peta dasar.
Perkembangan teknologi foto citra satelit kedepan dapat dipakai dan
dimanfaatkan untuk melengkapi dan mempercepat proses perencanaan jaringan
irigasi. Kombinasi antara informasi pengukuran teristris dan foto citra satelit
akan dapat bersinergi dan saling melengkapi.
Kelebihan foto citra satelit dapat diperoleh secara luas dan beberapa jenis foto
landsat mempunyai karakteristik khusus yang berbeda, sehingga banyak
informasi lain yang dapat diperoleh antara lain dengan program/software yang
dapat memproses garis kontur secara digital.
4 Kriteria Perencanaan - Saluran

Foto-foto satelit ini bisa dipakai untuk studi awal, studi identifikasi dan studi
pengenalan.
Kelemahan foto citra satelit tidak stereometris sehingga aspek beda tinggi kurang
dapat diperoleh informasi detailnya tidak seperti pengukuran teristris, sedangkan
dalam perencanaan irigasi presisi dalam pengukuran beda tinggi sangat penting.
Meskipun demikian banyak informasi lain yang dapat dipakai sebagai pelengkap
perencanaan jaringan irigasi antara lain sebagai crosscheck untuk perencanaan
jaringan irigasi.
Data-data pengukuran topografi dan saluran yang disebutkan diatas merupakan
data akhir untuk perencanaan detail saluran. Letak trase saluran sering baru dapat
ditetapkan setelah membanding-bandingkan berbagai alternatif. Informasi yang
diperoleh dari pengukuran trase saluran dapat dipakai untuk peninjauan trase
pendahuluan, misalnya pemindahan as saluran atau perubahan tikungan saluran.
Letak as saluran pada silangan dengan saluran pembuang (alamiah) sering sulit
ditentukan secara tepat dengan menggunakan peta topografi sebelum diadakan
pengukuran saluran. Letak akhir bangunan utama dan bangunan silang tersebut hanya
dapat ditentukan berdasarkan survei lapangan (dengan skala 1: 200 atau 1: 500).
Lokasi trase saluran garis tinggi akan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan
topografi setempat daripada saluran yang mengikuti punggung medan.
Saluran – saluran sekunder sering mengikuti punggung medan. Pengukuran trase
untuk saluran tipe ini dapat dibatasi sampai pada lebar 75 m yang memungkinkan
penempatan as saluran dan perencanaan potongan melintang dengan baik. Untuk
saluran garis tinggi, lebar profil yang serupa cukup untuk memberikan perencanaan
detail. Akan tetapi, karena menentukan as saluran dari sebuah peta topografi sebelum
pengukuran saluran lebih sulit, pengukuran peta trase umumnya ditentukan dengan as
saluran yang ditentukan di lapangan.
Data Perencanaan Irigasi 5

2.2 Kapasitas Rencana

2.2.1 Debit Rencana

Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut :

................................................................................................. 2-1

Dimana : Q = Debit rencana, ltr/dt


c = Koefisienpengurangankarenaadanyasistem golongan,
(lihat Subbab 2.2.4)
NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah, ltr/dt/ha
A = Luas daerah yang diairi, ha
e = Efisiensi irigasi secara keseluruhan.
Jika air yang dialirkan oleh jaringan juga untuk keperluan selain irigasi, maka debit
rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan
memperhitungkan efisiensi pengaliran. Kebutuhan air lain selain untuk irigasi yaitu
kebutuhan air untuk tambak atau kolam, industri maupun air minum yang diambil
dari saluran irigasi.
"Lengkung Kapasitas Tegal" yang dipakai sejak tahun 1891, tidak lagi digunakan
untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi. Alasannya adalah:
- sekarang telah ada metode perhitungan kebutuhan air di sawah yang secara lebih
tepat memberikan kapasitas bangunan sadap tersier jika dipakai bersama-sama
dengan angka-angka efisiensi di tingkat tersier.
- pengurangan kapasitas saluran yang harus mengairi areal seluas lebih dari 142 ha,
sekarang digabungkan dalam efisiensi pengaliran. Pengurangan kapasitas yang
diasumsikan oleh Lengkung Tegal adalah 20% untuk areal yang ditanami tebu dan
5% untuk daerah yang tidak ditanami tebu. Persentase pengurangan ini dapat
dicapai jika saluran mengairi daerah seluas 710 ha atau lebih. Untuk areal seluas
antara 710 ha dan 142 ha koefisien pengurangan akan turun secara linier sampai 0.
6 Kriteria Perencanaan - Saluran

2.2.2 Kebutuhan Air Di Sawah


Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor – faktor berikut:
1. cara penyiapan lahan
2. kebutuhan air untuk tanaman
3. perkolasi dan rembesan
4. pergantian lapisan air, dan
5. curah hujan efektif.
Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan bersih
(netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif.
Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan
bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam mm/hari.
Besarnya kebutuhan air irigasi pada lahan rawa perlu dilakukan perhitungan secara
khusus mengingat asumsi besaran komponen kebutuhan air pada lahan rawa berbeda
dengan sawah biasa.
Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti pada
perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat diterapkan
untuk kelima faktor diatas.
Mengantisipasi ketersediaan air yang semakin terbatas maka perlu dicari terus cara
budidaya tanaman padi yang mengarah pada penghematan konsumsi air. Cara
pemberian air terputus/berkala(intermittent irrigation) memang terbukti efektif
dilapangan dalam usaha hemat air, namun mengandung kelemahan dalam membatasi
pertumbuhan rumput. Beberapa metode lain salah satunya metode
“System of Rice Intensification (SRI)” yang ditawarkan dapat dipertimbangkan.
Sistem pemberian air terputus/berkala sesuai untuk daerah dengan debit tersedia
aktual lebih rendah dari debit andalan 80%.
Metode ini direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, apabila
memenuhi kondisi berikut ini:
- dapat diterima oleh petani
Data Perencanaan Irigasi 7

- sumberdaya manusia dan modal tersedia


- ketersediaan pupuk mencukupi
- ketersediaan air terbatas
Uraian terinci mengenai kebutuhan air di sawah serta cara perhitungannya diberikan
dalam KP- 01 Perencanaan Jaringan lrigasi; Lampiran II.

2.2.3 Efisiensi
Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperlima sampai seperempat dari
jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini
disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat
evaporasi dan perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah
kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya dilakukan
apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
Pemakaian air hendaknya diusahakan seefisien mungkin, terutama untuk daerah
dengan ketersediaan air yang terbatas. Kehilangan-kehilangan air dapat diminimalkan
melalui :
1. Perbaikan sistem pengelolaan air :
- Sisi operasional dan pemeliharaan (O&P) yang baik
- Efisiensi operasional pintu
- Pemberdayaan petugas (O&P)
- Penguatan institusi (O&P)
- Meminimalkan pengambilan air tanpa ijin
- Partisipasi P3A
2. Perbaikan fisik prasarana irigasi :
- Mengurangi kebocoran disepanjang saluran
- Meminimalkan penguapan
- Menciptakan sistem irigasi yang andal, berkelanjutan, diterima petani
8 Kriteria Perencanaan - Saluran

Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai


berikut :
- 12,5 - 20 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah
- 5 - 10 % di saluran sekunder
- 5 - 10 % di saluran utama
Besaran angka kehilangan di jaringan irigasi jika perlu didukung dengan hasil
penelitian & penyelidikan. Dalam hal waktu, tenaga dan biaya tidak tersedia maka
besaran kehilangan air irigasi bisa didekati dengan alternatif pilihan sebagai berikut :
- Memakai angka penelitian kehilangan air irigasi didaerah irigasi lain yang
mempunyai karakteristik yang sejenis
- Angka kehilangan air irigasi praktis yang sudah diterapkan pada daerah irigasi
terdekat
Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut :
efisiensi jaringan tersier (et) x efisiensi jaringan sekunder (CS) x efisiensi
jaringan primer (ep), dan antara 0,65- 0,79. Oleh karena itu kebutuhan bersih air
di sawah (NFR) harus dibagi e untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di
bangunan pengambilan dari sungai. Faktor-faktor efisiensi yang diterapkan untuk
perhitungan saluran disajikan pada Tabel 2-1.
Data Perencanaan Irigasi 9

Tabel 2-1. Sistem Kebutuhan Air

Tingkat Kebutuhan Air Satuan


Sawah Petak NFR (Kebutuhan bersih air di sawah) (l/dt/ha)
Tersier TOR (kebutuhan air di bangunan sadap
tersier)
(l/dt)
(NFR x luas daerah) x

Petak Sekunder SOR (kebutuhan air dibangunan sadap


sekunder)
ΣTOT x (l/dt atau m3/dt)

Petak Primer MOR (Kebutuhan air di bangunan sadap


primer)
TOR mc x (l/dt atau m3/dt)

Bendung DR (kebutuhan diversi) m3/dt


MOR sisi kiri dan
MOR sisi kanan
TORmc: Kebutuhan air di bangunan sadap tersier untuk petak-petak tersier di sepanjang saluran primer.

Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh lebih tinggi, dan
efisiensi yang sebenarnya yang berkisar antara 30 sampai 40 % kadang- kadang
lebih realistis, apalagi pada waktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun
demikian, tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran dengan
efisiensi yang rendah itu. Setelah beberapa tahun diharapkan efisiensi akan dapat
dicapai.
Keseluruhan efisiensi irigasi yang disebutkan diatas, dapat dipakai pada proyek-
proyek irigasi yang sumber airnya terbatas dengan luas daerah yang diairi sampai
10.000 ha. Harga-harga efisiensi yang lebih tinggi (sampai maksimum 75 %)
dapat diambil untuk proyek- proyek irigasi yang sangat kecil atau proyek irigasi
yang airnya diambil dari waduk yang dikelola dengan baik.
Di daerah yang baru dikembangkan. yang sebelumnya tidak ditanami padi,
dalam tempo 3 - 4 tahun pertama kebutuhan air di sawah akan lebih tinggi
10 Kriteria Perencanaan - Saluran

daripada kebutuhan air di masa-masa sesudah itu. Kebutuhan air di sawah bisa
menjadi 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada yang direncana,ini untuk
menstabilkan keadaan tanah itu.
Dalam hal-hal seperti ini, kapasitas rencana saluran harus didasarkan pada
kebutuhan air maksimum dan pelaksanaan proyek itu harus dilakukan secara
bertahap.
Oleh sebab itu, luas daerah irigasi harus didasarkan pada kapasitas jaringan
saluran dan akan diperluas setelah kebutuhan air di sawah berkurang.
Untuk daerah irigasi yang besar, kehilangan-kehilangan air akibat perembesan
dan evaporasi sebaiknya dihitung secara terpisah dan kehilangan – kehilangan
lain harus diperkirakan.

2.2.4 Rotasi Teknis (Sistem golongan)

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem golongan teknis adalah :


- Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak (koefisien pengurangan rotasi)
- Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu
pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), seiring dengan makin
bertambahnya debit sungai; kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda.
Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah:
- Timbulnya komplikasi sosial
- Operasional lebih rumit
- Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi, dan
- Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit
waktu tersedia untuk tanaman kedua.
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus
dibagi-bagi menjadi sekurang-kurangnya tiga atau empat golongan dan tidak lebih
dari 5 atau 6 golongan. Dengan sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi
jaringan irigasi. Lagi pula usaha pengurangan debit puncak mengharuskan
diperkenalkannya sistem rotasi.
Data Perencanaan Irigasi 11

Karena alasan-alasan diatas, biasanya untuk proyek irigasi tertentu yang mencakup
daerah yang bisa diairi seluas 10.000 ha dan mengambil air langsung dari sungai,
tidak ada pengurangan debit rencana (koefisien pengurangan c = 1). Pada jaringan
yang telah ada, faktor pengurangan c < 1 mungkin dipakai sesuai dengan pengalaman
O & P. Lihat juga KP - 01, Lampiran 2.

2.3 Data Geoteknik

Hal utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran adalah stabilitas
tanggul, kemiringan talut galian serta rembesan ke dan dari saluran. Data tanah
yang diperoleh dari hasil penyelidikan tanah pertanian akan memberikan petunjuk
umum mengenai sifat-sifat tanah di daerah trase saluran yang direncanakan.
Perhatian khusus harus diberikan kepada daerah - daerah yang mengandung :
- Batu singkapan, karena rawan terhadap dislokasi dan kebocoran atau laju
resapan yang tinggi.
- Lempung tak stabil dengan plastisitas tinggi, karena pada tanah lempung
dengan diameter butir yang halus variasi kadar air sangat mempengaruhi
plastisitas tanah, disamping itu pada tanah lempung dengan kandungan mineral
Montmorillonite merupakan tanah yang expansif, sangat mudah mengembang
oleh tambahan kadar air.
- Tanah gambut dan bahan – bahan organik, karena merupakan tanah yang
tidak stabil, rawan terhadap proses pelapukan biologis yang berpotensi merubah
struktur kimia dan merubah volume tanah akibat proses pembusukan/pelapukan.
- Pasir dan kerikil, karena mempunyai koefisien permeabilitas yang tinggi dan
sifat saling ikat antar butir (kohesi) yang lemah sehingga rawan terhadap
terjadinya rembesan yang besar serta erosi atau gerusan (scouring).
- Tanah (bahan) timbunan, karena masih berpotensi besar terjadinya proses
konsolidasi lanjut sehingga masih terjadi settlement lanjutan oleh karena itu
dalam pelaksanaan kualitas hasil pemadatan perlu diperhatikan. Tanah (bahan)
timbunan yang digunakan harus sesuai dengan kriteria bahan timbunan yang ada.
12 Kriteria Perencanaan - Saluran

- Muka air tanah, karena muka air tanah yang dalam akan mempunyai
kecenderungan menyebabkan kehilangan air yang besar.
- Formasi batuan kapur/limestone, karena punya kecenderungan larut dalam air
sehingga akan menyebabkan kehilangan air besar dan tanah menjadi keropos.
Pengujian gradasi dan batas cair terhadap bahan-bahan sampel pada umumnya
akan menghasilkan klasifikasi yang memadai untuk perencanaan talut galian dan
timbunan. Untuk talut yang tinggi (lebih dari 5 m) diperlukan analisis yang
mendetail mengenai sifat-sifat tanah. Klasifikasi menurut Unified Soil
ClassificationUSBR akan memberikan data - data yang diperlukan untuk
perencanaan saluran. Klasifikasi ini disajikan pada Tabel A.3.1, Lampiran 3,
termasuk batas-batas Atterberg.
Sumuran uji untuk pengambilan sampel dengan bor tangan, yang digali sampai
kedalaman tertentu dibawah ketinggian dasar saluran, harus dibuat dengan
interval minimal 0,5 km. Interval ini harus dikurangi jika tanah pada trase itu
sangat bervariasi. Pemeriksaan visual dan tes kelulusan juga harus dilakukan, jika
memang perlu Persyaratan Teknis untuk Penyelidikan Geoteknik (PT - 03)
memberikan uraian yang lebih terinci tentang hal ini, dan harus dipakai untuk
menentukan data yang akan dikumpulkan di lapangan.
Pengujian tanah di lokasi bangunan saluran pada umumnya akan menambah
informasi mengenai sifat-sifat tanah di dalam trase saluran.

2.4 Data Sedimen

Data sedimen terutama diperlukan untuk perencanaan jaringan pengambilan di


sungai, kantong lumpur dan bangunan penggelontor sedimen pada lokasi persilangan
saluran dengan sungai. Bangunan pengambilan dan kantong lumpur akan
direncanakan agar mampu mencegah masuknya sedimen kasar (> 0,088mm) ke dalam
jaringan saluran. Pada ruas saluran kantong lumpurini sedimen diijinkan mengendap
dan dikuras melewati pintu secara periodik.
Data Perencanaan Irigasi 13

Untuk perencanaan saluran irigasi yang mantap kita harus mengetahui konsentrasi
sedimen dan pembagian (distribusi) ukuran butirnya. Data-data ini akan menentukan
faktor-faktor untuk perencanaan kemiringan saluran dan potongan melintang yang
mantap, dimana sedimentasi dan erosi harus tetap berimbang dan terbatas.
Faktor yang menyulitkan mengendapkan sedimen di kantong lumpuradalah
keanekaragaman dalam hal waktu dan jumlah sedimen di sungai. Selama aliran
rendah konsentrasi kandungan sedimen kecil, dan selama debit puncak konsentrasi
kandungan sedimen meninggi. Perubahan-perubahan ini tidak dihubungkan dengan
variasi dalam kebutuhan air irigasi. Pola yang dominan tidak dapat diramalkan.
Lebih-lebih lagi, data sedimen untuk kebanyakan sungai hampir tidak tersedia, atau
hanya meliputi data - data hasil pengamatan yang diadakan secara insidentil.
Selanjutnya pemilihan kondisi rencana hanya merupakan taksiran dari kondisi yang
sebenarnya.
Dan tatacara pengambilan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi
kedalaman berdasarkan pembagian debit sesuai SNI 3414 – 2008. Untuk
memperoleh distribusi butir dari sedimen melayang dalam air dengan menggunakan
metode gravimetri sesuai Sk SNI – M-31-1991 -03.
Selanjutnya lihat KP-02 Bangunan Utama. Apabila volume sedimen setahun dibagi
luas dasar seluruh saluran max 0,5 % dari kedalaman air maka tidak dibutuhkan
kantong lumpur. Untuk keperluan perhitungan tersebut diperlukan penyelidikan
terhadap sedimen di sungai, jika hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat
diasumsikan jumlah sedimen sebesar 0,5 o/o dari volume air yang masuk.
Jika karena keterbatasan waktu dan biaya sehingga tidak dapat dilakukan
penyelidikan terhadap sedimen maka diasumsikan batas endapan yang ditangkap
diperbesar menjadi (0,088) mm (ayakan no. 140) yaitu batas silt dan pasir halus,
dengan syarat di saluran harus dilengkapi dengan sedimen excluder yang kemudian
dibuang lagi ke sungai yang bersilangan dengan saluran.
14 Kriteria Perencanaan - Saluran
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 15

3. BAB III
SALURAN TANAH TANPA PASANGAN

Sistem irigasi di Indonesia secara umum menerapkan saluran irigasi tanpa pasangan
sejauh secara teknis bisa dipertanggung jawabkan.
Pada ruas tertentu jika keadaan tidak memungkinkan dapat digunakan saluran
pasangan.

3.1 Tahap Studi

Untukpengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah


bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran
harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling
rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan
berimbang sepanjang tahun. Ruas-ruas saluran harus mantap.
Sedimentasi (pengendapan) di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut
sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari
jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per
satuan debit (kapasitas angkutan sedimen relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar.
Sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung partikel –
partikel lempung dan lanau melayang saja (lempung dan lanau dengan d <0,088mm).
Partikel-partikel yang lebih besar, kalau terdapat di dalam air irigasi, akan tertangkap
di kantong lumpur di bangunan utama.
Kantong lumpur harus dibuat jika jumlah sedimen yang masuk ke dalam jaringan
saluran dalam setahun yang tidak terangkut ke sawah (partikel yang lebih besar dari
0,088mm), lebih dari 5 % dari kedalaman air di seluruh jaringan saluran. Jadi, volume
sedimen adalah 5 % dari kedalaman air kali lebar dasar saluran kali panjang total
saluran.
16 Kriteria Perencanaan - Saluran

Gaya erosi diukur dengan gaya geser yang ditimbulkan oleh air di dasar dan lereng
saluran. Untuk mencegah terjadinya erosi pada potongan melintang gaya geser ini
harus tetap dibawah batas kritis.
Dalam Kriteria Perencanaan ini, dipakai kecepatan aliran dengan harga-harga
maksimum yang diizinkan, bukan gaya geser, sebagai parameter untuk gaya erosi.
Untuk perencanaan hidrolis sebuah saluran, ada dua parameter pokok yang harus
ditentukan apabila kapasitas rencana yang diperlukan sudah diketahui, yaitu :
- perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar
- kemiringan memanjang saluran
Rumus aliran hidrolis menentukan hubungan antara potongan melintang dan
kemiringan memanjang. Sebagai tambahan, perencanaan harus mengikuti kriteria
angkutan sedimen dan erosi.
Persyaratan untuk angkutan sedimen dan air membatasi kebebasan untuk memilih
parameter-parameter diatas.
Ruas saluran di dekat bangunan utama menentukan persyaratan pengangkutan
sedimen ruas-ruas saluran lebih jauh ke hilir pada jaringan itu. Untuk mencegah
sedimentasi, ruas saluran hilir harus direncana dengan kapasitas angkut sedimen
relatif yang paling tidak, sama dengan ruas hulu. Di lain pihak gaya erosi harus tetap
dibawah batas kritis untuk semua ruas saluran di jaringan tersebut.
Untuk perencanaan saluran, ada tiga keadaan yang harus dibedakan sehubungan
dengan terdapatnya sedimen dalam air irigasi dan bahan tanggul yaitu :
1. Aliran irigasi tanpa sedimen di saluran tanah
2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan
3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah

3.1.1 Aliran Irigasi Tanpa Sedimen di Saluran Tanah

Keadaan ini akan terjadi bila air diambil dari waduk secara langsung. Perencanaan
saluran sekarang banyak dipengaruhi oleh kriteria erosi dan dengan demikian oleh
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 17

kecepatan maksimum aliran yang diizinkan. Besarnya kecepatan ini bergantung


kepada bahan permukaan saluran.

3.1.2 Air Irigasi Bersedimen di Saluran Pasangan

Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan sedimen melalui


jaringan dan dengan demikian kriteria angkutan sedimen mempengaruhi perencanaan;
untuk lebih jelasnya lihat Bab 4.

3.1.3 Aliran Irigasi Bersedimen di Saluran Tanah

Masalah sedimen dan saluran tanah adalah situasi yang paling umum dijumpai dalam
pelaksanaan irigasi di Indonesia. Kini perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh
kriteria erosi dan angkutan sedimen.
Biasanya sedimentasi memainkan peranan penting dalam perencanaan saluran primer.
Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis tinggi dengan kemiringan dasar
yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan dari saluran primer dan mengikuti
punggung sering mempunyai kemiringan dasar sedang dan dengan demikian
kapasitas angkut sedimen relatif lebih tinggi, sehingga kriteria erosi bisa menjadi
faktor pembatas.

3.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis

3.2.1 Rumus Aliran

Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan untuk itu
diterapkan rumus Strickler.

...............................................................................................3-1

( )

( √ )
18 Kriteria Perencanaan - Saluran

Q= vxA
b = nxh
Dimana :
Q = debit saluran, m3/dt
v = kecepatan aliran, m/dt
A = potongan melintang aliran, m2
R = jari – jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi (kemiringan saluran)
k = koefisien kekasaran Stickler, m1/3/dt
m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)

Gambar 3-1. Parameter Potongan Melintang

Rumus aliran diatas juga dikenal sebagai rumus Manning. Koefisien kekasaran
Manning (n) mempunyai harga bilangan 1 dibagi dengan k.

3.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler

Koefisien kekasaran bergantung kepada faktor – faktor berikut :


Saluran Tanah Tanpa Pasangan 19

- Kekasaran permukaan saluran


- Ketidakteraturan permukaan saluran
- Trase
- Vegetasi (tetumbuhan), dan
- Sedimen
Bentuk dan besar/kecilnya partikel di permukaan saluran merupakan ukuran
kekasaran. Akan tetapi, untuk saluran tanah ini hanya merupakan bagian kecil
saja dari kekasaran total.
Pada saluran irigasi, ketidakteraturan permukaan yang menyebabkan perubahan
dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai pengaruh yang lebih
pentingpada koefisien kekasaran saluran daripada kekasaran permukaan.
Perubahan-perubahan mendadak pada permukaan saluran akan memperbesar
koefisien kekasaran. Perubahan-perubaban ini dapat disebabkan oleh
penyelesaian konstruksi saluran yang jelek atau karena erosi pada talut saluran.
Terjadinya riak-riak di dasar saluran akibat interaksi aliran di perbatasannya juga
berpengaruh terhadap kekasaran saluran.
Pengaruh vegetasi terhadap resistensi sudah jelas panjang dan kerapatan vegetasi
adalah faktor-faktor yang menentukan. Akan tetapi tinggi air dan kecepatan aliran
sangat membatasi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi diandaikan minimal untuk
harga-harga k yang dipilih dan dipakai dalam perencanaan saluran.
Pengaruh trase saluran terhadap koefisien kekasaran dapat diabaikan, karena
dalam perencanaan saluran tanpa pasangan akan dipakai tikungan berjari-jari
besar.
Pengaruh faktor-faktor diatas terhadap koefisien kekasaran saluran akan
bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidakteraturan pada permukaan akan
menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan melintang di saluran yang
besar daripada di saluran kecil.
Koefisien-koefisien kekasaran untuk perencanaan saluran irigasi disajikan pada
Tabel 3-1.
20 Kriteria Perencanaan - Saluran

Apakah harga-harga itu akan merupakan harga-harga fisik yang sebenarnya


selama kegiatan operasi, hal ini sangat tergantung pada kondisi pemeliharaan
saluran.
Penghalusan permukaan saluran dan menjaga agar saluran bebas dari vegetasi
lewat pemeliharaan rutin akan sangat berpengaruh pada koefisien kekasaran dan
kapasitas debit saluran.

Tabel 3-1. Harga-Harga Kekasaran KoefisienStrickler(k) untuk Saluran-Saluran


Irigasi Tanah

Debit Rencana k
m1/3/dt
m3/dt
Q > 10 45,0
5 < Q < 10 42,5
1<Q<5 40,0
Q < 1 dan saluran tersier 35,0

3.2.3 Sedimentasi

Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan
menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan
(0,088 mm).
Tetapi secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenaihubungan antara
karakteristik aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi
yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga
agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit masing-masing ruas saluran di
sebelah hilir setidak-tidaknya konstan.
Dengan berdasarkanrumus angkutan sedimen Einstein-Brown dan Englund
Hansen, maka kriteria ini akan mengacu kepada Ih yang konstan
(lihat Lampiran 1).
Karena rumus-rumus ini dihubungkan dengan saluran yang relatif lebar, dianjurkan
agar harga Ih bertambah besar ke arah hilir guna mengkompensasi pengaruh yang
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 21

ditimbulkan oleh kemiringan talut saluran. Ini menghasilkan kriteria bahwa IR
adalah konstan atau makin besar ke arah hilir. Kecuali pada penggal saluran
sebelah hulu bangunan pengeluar sedimen (sediment excluder).
Profil saluran yang didasarkan pada rumus Haringhuizen (yang disadur dari teori
regim sungai) kurang lebih mengikuti kriteria IR konstan.
Jika diikuti kriteria IR konstan, sedimentasi terutama akan terjadi pada ruas hulu
jaringan saluran. Biasanya jaringan saluran akan direncana dilengkapi dengan
kantong lumpur atau excluder (bangunan penangkap sedimen kasar yang mengalir
didasar saluran ) yang dibangun dekat dengan bangunan pengambilan di sungai.
Jika semua persyaratan telah dipenuhi, bangunan ini akan memberikan harga IR
untuk jaringan saluran hilir.

3.2.4 Erosi

Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum


yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran. Konsep itu didasarkan
pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA - SCS,
Design of Open Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit saja data lapangan
seperti klasifikasi tanah (UnifiedSystem), indeks plastisitas dan angka pori.
Kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah:
1. Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran lurus dengan ketinggian air 1 m
seperti pada Gambar 3-2 ; Vb adalah 0,6 m/dt untuk harga – harga PI yang lebih
rendah dari 10.
2. Penentuan faktor koreksi pada Vb untuk lengkung saluran, berbagai ketinggian air
dan angka pori seperti tampak pada Gambar 3-3.
22 Kriteria Perencanaan - Saluran

2.0
a
1.9

v b d ala m m /dt
GC CH 1.8

1.7

1.6
M

SC
,G 1.5
CL H
,O
MH 1.4

1.3
SM

1.2
L,
O

aliran bermuara sedimen


L,

20.000 ppm
M

1.1

1.0
10 12 14 16 18 20 22 24
indeks plastisitas PI

GC CH

SC
1.0 CL,
M,
G , OH
0.9
MH
k e c e p a ta n d a s a r v b

0.8
SM
L,
da lam m /dt

O
0.7 L,
M aliran bermuara sedimen
1.000 ppm
0.6

0.5
10 12 14 16 18 20 22 24

indeks plastisitas PI

Gambar 3-2. Kecepatan-Kecepatan Dasar untuk Tanah Koheren (SCS)


Saluran Tanah Tanpa Pasangan 23

Gambar 3-3. Faktor-Faktor Koreksi Terhadap Kecepatan Dasar (SCS)

........................................................................................ 3-2
dimana :
Vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt
Vb = kecepatan dasar, m/dt
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung
Dan kecepatan dasar yang diizinkan Vba = Vb x A
Kecepatan dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air. Pada
Gambar 3-2. dibedakan adanya dua keadaan :
- Air bebas sedimen dengan konsentrasi kurang dari 1.000ppm sedimen layang.
Konsentrasi bahan-bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga tidak
24 Kriteria Perencanaan - Saluran

berpengaruh terhadap stabilitas saluran.


- Air bersedimen dengan konsentrasi lebih dari 20.000ppm sedimen layang.
Konsentrasi yang tinggi ini akan menambah kemantapan batas akibat tergantinya
bahan yang terkikis atau tertutupnya saluran.
Harga-harga Vb diperlihatkan pada Gambar 3-2. untuk bahan-bahan tanah yang
diklasifikasi oleh “Unified Soil Classification System”.
Kecepatan dasar untuk muatan sedimen antara 1.000 dan 20.000ppm dapat
diketemukan dengan interpolasi dari Gambar 3-2. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa
pada umumnya air irigasi digolongkan dalam "aliran bebas sedimen" dalam
klasifikasi yang dipakai di sini.
Faktor-faktor koreksi saluran adalah:
- faktor koreksi tinggi air B pada Gambar 3-3 yang menunjukkan bahwa saluran
yang lebih dalam menyebabkan kecepatan yang relatif lebih rendah di sepanjang
batas saluran.
- faktor koreksi lengkung C pada Gambar 3-3 yang merupakan kompensasi untuk
gaya erosi aliran melingkar (spiral flow) yang disebabkan oleh lengkung-
lengkung pada alur. Untuk saluran dengan lengkung-lengkung yang tajam,
pemberian pasangan pada tanggul luar bisa lebih ekonomis daripada menurunkan
kecepatan rata-rata.
Apabila data yang tersedia dilapangan tidak dalam sistem USCS maka diperlukan
adanya tambahan informasi konversi dari sistem USCS ke sistem klasifikasi yang
lain, dengan demikian tidak perlu dilakukan tes tanah yang baru. Berikut ini adalah
konversi klasifikasi dari USCS ke dalam klasifikasi AASHTO, jika data yang tersedia
dalam bentuk klasifikasi AASHTO.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 25

Tabel 3-2.Perbandingan Sistem Unified USCS dengan Sistem AASHTO


Kelompok Kelompok tanah yang sebanding dengan sistem
TanahSistem AASHTO
Unified
Sangat Mungkin Kemungkinan
Mungkin Kecil
GW A-1-a - A-2-4, A-2-5,
A-2-6, A-2-7
GP A-1-a A-1-b A-3, A-2-4,
A-2-5, A-2-6
A-2-7
GM A-1-b, A-2-4 A-2-6 A-4, A-5,
A-2-5, A-2-7 A-6, A-7-5,
A-7-6, A-1-a
GC A-2-6, A-2-7 A-2-4, A-6 A-4, A-7-6,
A-7-5
SW A-1-b A-1-a A-3, A-2-4
A-2-5, A-2-6
A-2-7
SP A-3, A-1-b A-1-a A-2-4, A-2-5
A-2-6, A-2-7
SM A-1-b, A-2-4 A-2-6, A-4 A-6, A-7-6
A-2-5, A-2-7 A-5 A-7-6, A-1-a
SC A-2-6, A-2-7 A-2-4, A-6 A-7-5
A-4, A-7-6
ML A-4, A-5 A-6, A-7-5 -
CL A-6, A-7-6 A-4 -
OL A-4, A-5 A-6, A-7-5 -
A-7-6
MH A-7-5, A-5 - A-7-6
CH A-7-6 A-7-5 -
OH A-7-5, A-5 - A-7-6
Pt - - -
26 Kriteria Perencanaan - Saluran

3.3 Potongan Melintang Saluran

3.3.1 Geometri

Untuk mengalirkan air dengan penampang basah sekecil mungkin, potongan


melintang yang berbentuk setengah lingkaran adalah yang terbaik.
Usaha untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan saluran tanah
berbentuk trapesium, akan cenderung menghasilkan potongan melintang yang terlalu
dalam atau sempit. Hanya pada saluran dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m3/dt
saja yang potongan melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran.
Saluran dengan debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan
perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih.
Harga n yang tinggi untuk debit-debit yang lebih besar adalah perlu, sebab jika tidak,
kecepatan rencana akan melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan. Lebih-
lebih lagi, saluran yang lebih lebar mempunyai variasi muka air sedikit saja dengan
debit yang berubah-ubah, dan ini mempermudah pembagian air. Pada saluran yang
lebar, efek erosi atau pengikisan talut saluran tidak terlalu berakibat serius terhadap
kapasitas debit. Dan karena ketinggian air yang terbatas, kestabilan talut dapat
diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm) tambahan.
Kerugian utama dari saluran yang lebar dan dangkal adalah persyaratan pembebasan
tanah dan penggaliannya lebih tinggi, dan dengan demikian biaya pelaksanaannya
secara umum lebih mahal.
Lampiran 2, Tabel A.2.1 memberikan harga-harga m, n dan k untuk perencanaan
saluran.

3.3.2 Kemiringan Saluran

Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talut saluran direncana
securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan
menentukan kemiringan maksimum untuk talut yang stabil.
Kemiringan galian minimum untuk berbagai bahan tanah disajikan pada Tabel 3-3.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 27

Harga-harga kemiringan minimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan


bahan-bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik diberikan pada Tabel 3-3. dan
Tabel 3-4.

Tabel 3-3. Kemiringan Minimum Talut untuk Berbagai Bahan Tanah


Kisaran
Bahan Tanah Simbol
Kemiringan
Batu < 0,25
Gambut kenyal Pt 1,00 – 2,00
Lempung kenyal, geluh,
Tanah lus CL, CH, MH 1,00 – 2,00
Lempung pasiran, tanah
pasiran kohesif SC, SM 1,50 – 2,50
Pasir lanauan SM 2,00 – 3,00
Gambar lunak Pt 3,00 – 4,00

Geluh : (loam) adalah campuran pasir, lempung dan Lumpur yang kira-kira sama banyaknya

Tabel 3-4.Kemiringan Talut Mnimum untuk Saluran Timbunan yang


DipadatkandenganBaik
Kedalaman Air + Tinggi Jagaan
Kemiringan Minimum Talut
D (m)
D ≤ 1,0 1 : 1,0
1,0 < D ≤ 2,0 1 : 1,5
D> 2,0 1 : 2,0

Talut yang lebih landai daripada yang telah disebutkan dalam tabel diatas harus
dipakai apabila diperkirakan akan terjadi rembesan ke dalam saluran.
Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul harus
dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus dibuat setinggi
muka air rencana di saluran. Untuk kemiringan luar, bahu tanggul (jika perlu)
harus terletak di tengah-tengah antara bagian atas dan pangkal tanggul.

3.3.3 Lengkung Saluran

Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung kepada:


- Ukuran dan kapasitas saluran
- Jenis tanah
- Kecepatan aliran
28 Kriteria Perencanaan - Saluran

Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil sekurang-
kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan air rencana.
Jika lengkung saluran diberi pasangan, maka jari-jari minimumnya dapat dikurangi.
Pasangan semacam ini sebaiknya dipertimbangkan apabila jari – jari lengkung saluran
tanpa pasangan terlalu besar untuk keadaan topografi setempat. Panjang pasangan
harus dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran.
Jari-jari minimum untuk lengkung saluran yang diberi pasangan harus seperti berikut:
- 3 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6 m3/dt); dan
sampai dengan
- 7 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran yang besar (> 10 m 3/dt).

3.3.4 Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan berguna untuk:


- menaikkan muka air diatas tinggi muka air maksimum;
- mencegah kerusakan tanggul saluran.
Meningginya muka air sampai diatas tinggi yang telah direncana bisa disebabkan
oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini akan bertambah
dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh
pengaliran air buangan ke dalam saluran.
Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder
dikaitkan dengan debit rencana saluran seperti yang diperlihatkan dalam
Tabel 3-5 dan Gambar 3-4.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 29

Tabel 3-5. Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran Tanah


Q (m3/ dt) Tinggi Jagaan (m)
< 0,5 0,40
0,5 – 1,5 0,50
1,5 – 5,0 0,60
5,0 – 10,0 0,75
10,0 – 15,0 0,85
> 15,0 1,00

3.3.5 Lebar Tanggul

Untuk tujuan-tujuan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi akan diperlukan


tanggul di sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti yang disajikan pada
Tabel 3-6. Contoh-contoh potongan melintangnya diberikan pada Gambar 3-4.
tinggi
debit jagaan
sempadan saluran

sempadan sempadan
saluran saluran Q m³/dt W (cm)
300 b 100
sempadan saluran

batas garis

var
< 0,5 40
batas garis

1 0,5 < 1,5 50


1 1 1,5 < 5,0 60
m
kupasan 20 cm 5,0 < 10,0 75

10,0 < 15,0 85


Q  1 m³/dt
> 15,0 100

sempadan
sempadan
saluran
500 b (var) 200 saluran
5 < Q  10 m³/dt
sempadan
100 300 100 b (var) 150 saluran 1  Q < 5 m³/dt
sempadan saluran

batas garis
1 : 20 sempadan saluran
batas garis

1 w
1 1 h (var)
m 1
m kupasan 20 cm

1 m³/dt  Q  10 m³/dt
30 Kriteria Perencanaan - Saluran

sempadan
sempadan
saluran

sempadan saluran
500 b (var) 350 saluran

batas garis
sempadan saluran

1 : 20 1 : 20
w 1
batas garis

1 1
1 1 h (var)
m 1
m kupasan 20 cm

10 m³/dt  Q  15 m³/dt
sempadan
sempadan saluran

 500 b (var) 350


saluran

sempadan saluran
batas garis

batas garis
1 : 20 1 : 20
w 1
1
1 h (var)
Q  15 m³/dt m 1
m kemiringan
kedalaman talud min
galian cm hor. / ver.
D = h+w D < 100 1

100 < D < 200 1,5

D > 200 2
ukuran dalam cm

Gambar 3-4. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Irigasi

Tabel 3-6. Lebar Minimum Tanggul


Debit Rencana Tanpa Jalan Inspeksi Dengan Jalan Inspeksi
(m3/dt) (m) (m)

Q≤1 1,00 3,00


1<Q<5 1,50 5,00
5 < Q ≤ 10 2,00 5,00
10 < Q ≤ 15 3,50 5,00
Q > 15 3,50  5,00

Jalan inspeksi terletak ditepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap dapat
dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan. Lebar jalan
inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih, dengan lebar perkerasan
sekurang-kurangnya 3,0 meter.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 31

Untuk pertimbangan stabilitas tanggul, lebar tanggul yang diberikan pada Tabel 3-6
dan/atau talut luar dapat ditambah (lihat Bab 9 Bagian KP - 04 Bangunan).

3.3.6 Garis Sempadan Saluran

Penetapan garis sempadan jaringan irigasi ditujukan untuk menjaga agar fungsi
jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya.
Prinsip dasar penentuan garis sempadan saluran adalah untuk memperoleh ruang
keamanan saluran irigasi sehingga aktivitas yang berkembang diluar garis tersebut
tidak mempengaruhi kestabilan saluran, yang ditunjukkan oleh batas daerah gelincir.
Lihat Gambar 3-5.

Sempadan = T
O

Kedalaman
:n

=H
1

Bidang gelincir

Gambar 3-5. Bidang Gelincir pada Tebing Saluran

Pada saluran bertanggul, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah yang dipakai
sebagai bahan badan tanggul, jenis tanah dasar, ketinggian tanggul dan kemiringan
tanggul. Pada saluran galian, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah asli,
kemiringan galian dan tinggi galian.
Pada kasus dimana bahan timbunan untuk tanggul saluran diambil dari galian tanah
disekitar saluran, maka galian tanah harus terletak diluar garis sempadan saluran.
32 Kriteria Perencanaan - Saluran

1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul


- Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul sebagaimana tercantum dalam
Gambar 3-6 ini jaraknya diukur dari tepi luar parit drainase di kanan dan kiri
saluran irigasi.
- Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman saluran
irigasi
- Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurang dari satu meter,
jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
Sempadan
=H Sempadan
=H

Jalan Inspeksi

Kedalaman
Saluran = H

Sisi terluar
Jaringan Irigasi

Gambar 3-6.Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul

2. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul


- Garis sempadan saluran irigasi bertanggul sebagaimana tercantum dalam
Gambar 3-7. ini diukur dari sisi luar kaki tanggul
- Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian tanggul
saluran irigasi
- Untuk tanggul yang mempunyai ketinggian kurang dari satu meter, jarak
garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 33

Jalan Inspeksi
S empadan S empadan
= T = T

K etinggian
Tanggul = T

S is i terluar
J aringan Irigas i

Gambar 3-7.Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul

3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing


- Garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada lereng\tebing sebagaimana
tercantum dalam Gambar 3-8 ini mengikuti kriteria sebagai berikut :
a. diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng diatas saluran;
b. diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng dibawah saluran.
- Jarak garis sempadan untuk sisi lereng diatas saluran sekurang-kurangnya
sama dengan kedalaman saluran irigasi.
- Jarak garis sempadan untuk sisi lereng dibawah saluran sekurang-kurangnya
sama dengan ketinggian tanggul saluran irigasi.
Sempadan = H
1:

Kedalaman
m

Saluran = H

Ketinggian
1

Tanggal = T
:m

Sempadan = T

Gambar 3-8.Sempadan Saluran Irigasi di Lereng


34 Kriteria Perencanaan - Saluran

4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi


- Garis sempadan saluran pembuang irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari
tepi luar kanan dan kiri saluran pembuang irigasi dan garis sempadan saluran
pembuang irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul.
- Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur dari sisi/tepi luar
saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi luar jalan inspeksi.
- Kriteria penetapan jarak garis sempadan saluran pembuang irigasi sama
dengan penetapan pada saluran irigasi sebagaimana dimaksud pada point 1
dan 2.

3.3.7 Perencanaan Saluran Gendong

3.3.7.1 Gambaran Umum

Saluran gendong adalah saluran drainase yang diletakkan sejajar dengan saluran
irigasi. Saluran gendong ini berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) di luar
daerah irigasi (ekstern area) masuk kedalam saluran irigasi. Air di saluran gendong
ini dialirkan keluar ke saluran alam atau saluran drainase buatan yang terdekat.
Saluran gendong ini dibangun/dikonstruksi apabila suatu saluran irigasi melintasi
suatu daerah-daerah di perbukitan. Tata letak saluran gendong dan saluran irigasi
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Jalan atau Tanggul Saluran

Saluran Gendong
Saluran Irigasi

Gambar 3-9. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi


Saluran Tanah Tanpa Pasangan 35

Kapasitas drainase untuk satu jenis daerah dataran tinggi (up land) atau dataran
rendah (low land) umumnya menggunakan periode ulang curah hujan 5 tahunan.
Sedang periode 20 tahunan khusus digunakan pada areal yang mempunyai dua jenis
dataran yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.

3.3.7.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan

Debit drainase ditentukan untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan saluran
drainase untuk membuang kelebihan air yang ada di permukaan (drainase permukaan)
terutama yang berasal dari daerah perbukitan (hilly area). Kapasitas debit drainase ini
menentukan dimensi saluran dan kemiringan memanjang dari saluran.
Dalam hal memfasilitasi internal drain maka digunakan perhitungan dengan cara
drainase modul sedangkan untuk eksternal drain digunakan metode rasional.
Perhitungan debit dapat dilihat pada KP-01.

3.3.7.3 Dimensi Saluran Gendong

A. Standar Kapasitas
Saluran irigasi yang melintasi suatu perbukitan, untuk mencegah aliran runoff air
hujan dan erosi dari areal perbukitan tersebut masuk ke saluran irigasi maka perlu
dibuat saluran drainase yang sejajar saluran irigasi tersebut untuk membuang
aliran run off tersebut ke saluran alam yang terdekat.
Besar aliran di saluran gendong direncanakan pada puncak aliran yang dihitung
seperti metode yang telah dijelaskan pada sub-bab diatas.
Menurut Pedoman Hidrolis DPMA (1984) standar kapasitas saluran ditentukan
sebagai berikut:
1. Menggunakan debit minimum 1,00 m3/dt sampai 2,00 m3/dt dengan kenaikan
0,25 m3/dt.
2. Melebihi 2,00 m3/dt menggunakan kenaikan 0,5 m3/dt
36 Kriteria Perencanaan - Saluran

B. Karakteristik Saluran Gendong

1. Dimensi dihitung berdasarkan rumus ”Manning” dengan koefisien kekasaran


(n) 0,03. Untuk kapasitas saluran gendong lebih besar 4 m3/dt dipakai n =
0,025.
2. Kemiringan talut didasarkan sifat-sifat dari tanah dimana saluran gendong
harus digali. Kemiringan dalam saluran 1,5 horizontal terhadap vertikal dan
direkomendasikan kedalaman air 1,5 m atau kurang dimana rasio
perbandingan horizontal : vertikal adalah 2:1.
3. Drainase melalui areal yang curam harus mempunyai kemiringan memanjang
dan batas tenaga tarik sebagai berikut:
T = 0,60 kg/m2 atau kurang untuk Q ≥ 1,5 m3/dt
T = 0,35 kg/m2 untuk Q < 1,5 m3/dt
4. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan 50 cm untuk saluran sejajar jalan dan 30 cm untuk kondisi
saluran gendong lainnya.
5. Lebar Tanggul dan Kemiringan Tanggul Sisi Luar
Lebar tanggul sebaiknya cukup untuk melayani jalan tani, lebar lainnya
direkomendasi minimum 40 cm.
6. Kemiringan tanggul luar untuk semua saluran drain adalah 1:1.
7. Batas Kecepatan Saluran Gendong
Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong sama dengan
batas maksimum kecepatan pembuang atau irigasi seperti yang telah
diuraikan pada Subbab 3.2.4.
8. Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong adalah kecepatan
rata-rata yang tidak menyebabkan erosi di permukaan.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 37

3.3.7.4 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong

Fungsi saluran gendong untuk menampung air aliran runoff dari daerah tangkapan sisi
atas selama waktu tertentu sehingga tidak menyebabkan erosi pada sisi luar saluran
irigasi, kelemahan pemilihan cara ini:
a. Diperlukan lebar yang cukup luas untuk penempatan dua saluran di tebing.
b. Debit saluran gendong jika tidak memenuhi kapasitas debit air buangan akan
masuk ke saluran. Cara mengatasinya dengan saluran pelimpah pada lokasi
tertentu.
c. Memerlukan perawatan akibat intensitas sedimen dari sisi atas sangat tinggi.
d. Dimensi saluran gendong dapat cukup besar jika area tangkapan hujannya cukup
luas.

3.4 Potongan Memanjang

3.4.1 Muka Air yang Diperlukan

Tinggi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi
muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang diairi. Prosedurnya adalah
pertama-tama menghitung tinggi muka air yang diperlukan di bangunan sadap
tersier. Lalu seluruh kehilangan di saluran kuarter dan tersier serta bangunan
dijumlahkan menjadi tinggi muka air di sawah yang diperlukan dalam petak
tersier. Ketinggian ini ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi di bangunan
sadap tersier dan longgaran (persediaan) untuk variasi muka air akibat eksploitasi
jaringan utama pada tinggi muka air parsial (sebagian).
Gambar 3-10. berikut memberikan ilustrasi mengenai cara perhitungannya.
Selanjutnya untuk kehilangan tinggi energi standar yang dipilih lihat Bagian KP -
05 Petak Tersier.
38 Kriteria Perencanaan - Saluran

Saluran primer Saluran tersier


atau sekunder
q Saluran kuarter
h
f d Sawah
P e c
b
H
h 100 h 70

I a / 00

a
A

L L L

Bangunan sadap tersier


dengan alat ukur
gorong - gorong Box bagi tersier Box bagi kuarter

Gambar 3-10. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan

P = A + b + c + d + e + f + g + h + Z
dimana:
P = muka air di saluran sekunder
A = elevasi tertinggi di sawah
a = lapisan air di sawah,  10 cm
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter ke sawah  5 cm
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter  5 cm/boks
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran disaluran irigasi, I x L
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier,  10 cm
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong,  5 cm
g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
h = variasi tinggi muka air, 0,10 h100 (kedalaman rencana)
Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain.
Kelemahan perhitungan secara konvensional dapat menghasilkan elevasi
bangunan irigasi yang terlalu aman, namun cara ini lebih sederhana sehingga
dapat diterapkan untuk irigasi sederhana dan irigasi skala kecil.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 39

Untuk irigasi yang lebih luas (skala besar) perlu perhitungan yang lebih teliti
mendekati kebenaran. Yaitu dengan memperhitungkan adanya pengaruh
pembendungan (back water) dari bangunan hilir (downstream) terhadap
bangunan hulu (up stream). Hal ini akan menyebabkan pengurangan kehilangan
tinggi yang dibutuhkan.
Akumulasi pengurangan tinggi dalam seluruh sistem dapat mempunyai nilai
yang perlu dipertimbangkan.
Setelah debit kebutuhan air dihitung, maka didapatkan debit kebutuhan air
selama setahun serta debit maksimum kebutuhan air pada periode satu mingguan
atau dua mingguan tertentu. Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam
kenyataan operasinya hanya dialirkan selama satu minggu atau dua minggu pada
periode sesuai kebutuhannya.
Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di saluran
ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran dan kehilangan
tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus terpenuhi supaya
jumlah air yang masuk ke sawah sesuai dengan kebutuhan.
Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan ketinggian
muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua minggu saja selama
setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Qmaks akibatnya ketinggian muka air lebih
kecil dari H dan akan mengakibatkan tidak terpenuhinya elevasi muka air yang
dibutuhkan untuk mengalirkan air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan
petak tersier tidak terpenuhi. Untuk mengatasi ini maka pintu pengatur muka air
diturunkan sedemikian sehingga muka air naik pada elevasi yang dibutuhkan
untuk air sampai di sawah.
Berdasarkan pemikiran diatas yang menjadi permasalahan adalah berapa
pengurangan debit yang masih ditolerir sehingga pembagian air tidak terganggu
tanpa menyetel bangunan pengatur muka air. Kalau toleransi pengurangan debit
kecil, maka frekuensi penyetelan bangunan pengatur akan menjadi lebih sering;
sebaliknya jika toleransi debit besar maka frekuensi penyetelan menjadi jarang.
40 Kriteria Perencanaan - Saluran

Angka yang cukup memadai adalah penggunaan Q85% dengan ketinggian 0,90 H.
Longgaran untuk variasi muka air h ditetapkan: 0,10 hlOO (0,10 x kedalaman
air rencana); 0,90 hlOO adalah kedalaman air perkiraan pada 85 % dari Qrencana.
Apabila prosedur ini menyebabkan muka air jaringan utama naik diatas muka
tanah, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat dipertimbangkan. Situasi
demikian dapat terjadi pada topografi yang sangat datar dimana kehilangan
tinggi energi yang terjadi pada bangunan-bangunan di petak tersier dapat
menambah tinggi muka air yang diperlukan di jaringan utama jauh diatas muka
tanah. Dalam hal-hal seperti itu jaringan tersier harus dibenahi kembali dan kalau
mungkin kehilangan tinggi energi harus diperkecil sebagian daerah mungkin
terpaksa tidak diairi.
Operasi muka air parsial sangat umum terjadi di jaringan irigasi di Indonesia.
Kebutuhan air irigasi pada debit rencana berlangsung sebentar saja di musim
tanam pada harga rencana maksimum. Di samping itu, tersedianya air, di sungai
tidak akan selamanya cukup untuk mengoperasikan jaringan pada debit rencana.

3.4.2 Kemiringan Memanjang

Kemiringan memanjang ditentukan terutama oleh keadaan topografi, kemiringan


saluran akan sebanyak mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih.
Kemiringan memanjang saluran mempunyai harga maksimum dan minimum. Usaha
pencegahan terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang
minimum. Untuk mencegah terjadinya erosi, kecepatan maksimum aliran harus
dibatasi.

3.4.2.1 Kemiringan Minimum

Sebagaimana telah dibicarakan dalam Subbab 3.2.3, untuk mencegah sedimentasi


harga IR hendaknya diperbesar ke arah hilir. Dalam praktek perencanaan kriteria ini
tidak sulit untuk diikuti. Pada umumnya kemiringan tanah bertambah besar ke arah
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 41

hilir, demikian pula harga IR; bahkan apabila harga R berkurang pada waktu
saluran mengecil.

3.4.2.2 Kemiringan Maksimum

Bila mana kondisi bahan tanah pada trase sudah diketahui, maka kecepatan dasar
yang diizinkan vvb untuk mencegah erosi dapat ditentukan bagi ruas saluran,
sebagaimana telah dibicarakan dalam Subbab 3.2.4. Perlu dicatat bahwa kecepatan
rencana yang biasanya diambil untuk tanah-tanah kohesif, pada umumnya lebih
rendah daripada kecepatan maksimum yang diizinkan untuk tanah ini. Erosi pada
saluran irigasi jarang sekali.

3.4.2.3 Perencanaan Kemiringan Saluran

Untuk perencanaan kemiringan saluran, akan dipakai Gambar A.2.1. Dalam grafik ini
tiap titik dengan debit rencana Q dan kemiringan saluran I merupakan potongan
melintang saluran dengan v, h, b, R, m dan k. Untuk tiap titik, akan dihitung harga
IR dan kecepatan dasar rencana vbd (kecepatan rencana yang sesungguhnya
dikonversi menjadi kecepatan untuk saluran yang dalamnya 1 m dengan Gambar
3.3.b) Selanjutnya garis – garis IR konstan dan kecepatan dasar rencana vbd diplot
pada grafik. Harga-harga m, n dan k untuk potongan melintang diambil dari Subbab
3.2 dan 3.3 pada perencanaan ini.
Dalam keadaan khusus dimana kemiringan lahan relatif datar dan/atau tidak
seluruhnya sedimen diijinkan masuk ke sawah, maka sebagian sedimen boleh
diendapkan pada tempat-tempat tertentu.
Ditempat ini sedimen diendapkan dan direncanakan bangunan pengeluar sedimen
(sediment excluder) untuk membuang endapan di tempat persilangan sungai atau
tempat lain yang memungkinkan. Untuk itu harga I-R dapat lebih kecil dari ruas
sebelumnya.
Gambar A.2.1 akan digunakan untuk perencanaan kemiringan saluran. Dalam bagian
ini masing-masing titik dengan debit rencana Qd dan kemiringan saluran I adalah
42 Kriteria Perencanaan - Saluran

potongan melintang saluran dengan ukuran tetap untuk (b, h, dan m), koefisien
kekasaran dan kecepatan aliran.
Dalam perencanaan saluran, sebaiknya diikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran
berdasarkan kemiringan medan yang ada dan elevasi bangunan sadap tersier yang
diperlukan.
2. Plotkan data-data Q-I untuk masing-masing ruas saluran berikutnya mulai dari
bangunan utama hingga ujung saluran sekunder.
3. Tentukan harga kecepatan dasar yang diizinkan vba bagi setiap ruas saluran
berdasarkan kondisi tanah dengan gambar 3-2.b dan 3-3.a.
4. Cek apakah garis IR semakin bertambah besar ke arah hilir.
5. Cek apakah kecepatan dasar rencana bvd tidak melampaui kecepatan dasar yang
diizinkan vba.
6. Jika pada langkah 4 dan 5 tidak dijumpai masalah apa pun, maka perencanaan
saluran akan diselesaikan dengan harga-harga kemiringan yang dipilih dari
langkah 1.
7. Kemiringan saluran dapat dimodifikasi sebagai berikut:
- Bila kecepatan rencana melebihi kecepatan yang diizinkan, maka besarnya
kemiringan saluran akan dipilih dan mungkin akan diperlukan bangunan
terjun.
- Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas tertentu akan lebih
landai daripada yang diperlukan untuk garis IR, maka kemiringan tersebut
akan ditambah dan akan dibuat dalam galian.
Dalam Lampiran A diberikan rincian lebih lanjut mengenai perencanaan saluran.
Dalam prosedur perencanaan saluran dapat timbul kesulitan-kesulitan berikut :
1. Kemiringan medan yang curam
Kecepatan dasar rencana vbd dengan kemiringan medan yang ada mungkin
melampaui batas kecepatan dasar yang diizinkan vba. Guna mengurangi kecepatan
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 43

rencana, kemiringan saluran akan diambil lebih landai daripada kemiringan tanah.
Kehilangan tinggi energi akan diperhitungkan pada bangunan terjun. Gambar 3-6
akan digunakan untuk memilih kemiringan rencana saluran.
2. Kemiringan minimum saluran primer garis tinggi
Kemiringan dasar minimum yang benar-benar tepat untuk jaringan irigasi yang
mengangkut sedimen, sulit ditentukan. Jumlah data mengenai angkutan sedimen
halus, sangat sedikit. Di samping itu, data-data statistik tentang sedimen sering
kurang memadai.
Harga IR yang dipakai untuk saluran primer harus lebih besar dari harga IR
kantong lumpur dalam keadaan penuh.
3. Saluran sekunder dengan kemiringan medan kecil
Untuk saluran sekunder demikian, harga IR sebaiknya paling tidak sama dengan
harga IR ruas saluran sebelah hulu. Hal ini mengacu pada dibuatnya bagian hulu
saluran sekunder dalam timbunan agar kemiringan bertambah.

3.5 Sipatan Penampang Saluran Tanah

Sipatan penampang saluran tanah diperlukan dalam rangka mempermudah


pemeliharaan saluran di kemudian hari.
Pada saluran tanah (tanpa pasangan) yang masih baru, as saluran , batas tanggul, lebar
tanggul masih terlihat profilnya, namun dengan berjalannya waktu tanda – tanda tadi
akan makin kabur, bahkan as saluran tidak pada as rencana saluran tadinya.
Dibeberapa tempat saluran sudah tidak lagi lurus atau pada belokan telah berubah jari
– jari kelengkungannya. Hal ini akan merupakan kendala pada waktu akan dilakukan
rehabilitasi saluran.
Sipatan penampang yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara membuat sipatan
lining dari pasangan batu/beton dengan lebar 0,5 – 1,00 m. Penempatan sipatan
minimal 3 sipatan dalam 1 ruas saluran maksimum 300 m antar sipatan.
44 Kriteria Perencanaan - Saluran

Pembuatan sipatan ini dimaksudkan bisa sebagai benchmark/acuan dari desain awal,
dengan demikian untuk menelusuri saluran kembali sangat mudah dengan melihat
pada posisi sipatan.

Lebar 0,5 - 1 m

Lining :
Pasangan
Batu kali / beton

Gambar 3-11. Denah dan Tipe Potongan Melintang Sipatan


Saluran Pasangan45

4. BAB IV
SALURAN PASANGAN

4.1 Kegunaan Saluran Pasangan

Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk :


1. Mencegah kehilangan air akibat rembesan
2. Mencegah gerusan dan erosi
3. Mencegah merajalelanya tumbuhan air
4. Mengurangi biaya pemeliharaan
5. Memberi-kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
6. Tanah yang dibebaskan lebih kecil
Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar dapat
dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan penggalian
sumuran uji di alur saluran akan lebih banyak memberikan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya rembesan. Pasangan mungkin hanya diperlukan untuk ruas-
ruas saluran yang panjangnya terbatas.
Dalam memperkirakan kehilangan air di saluran dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. Dengan melakukan pengukuran di lapangan:
i. Dilakukan uji pengukuran kehilangan air dengan cara melakukan survei
pengukuran besarnya debit aliran masuk dan keluar dari suatu ruas saluran.
ii. Dengan metode penggenangan. Pengukuran volume kehilangan air selama
jangka waktu tertentu dibagi luas penampang basah saluran akan meghasilkan
besarnya kehilangan air per m2.
2. Memakai angka rembesan hasil pengukuran terdahulu untuk jenis tanah yang
sama seperti tertuang pada Tabel 4-1. berikut.
46Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 4-1. Angka-Angka Hasil Pengukuran Rembesan


Banyaknya Rembesan Per 24 Jam
Tipe Material
yang Melalui Keliling Basah (m3/hr)
- Kerikil yang menjadi satu dan tanah
keras 0,00963
- Tanah liat 0,01161
- Sandy loam 0,01872
- Abu vulkanis 0,01925
- Abu vulkanis dengan pasir 0,02775
- Pasir dan abu vulkanis atau liat 0,03398
- Tanah berpasir dengan cadas 0,04757
- Tanah berkerikil & berpasir 0,06230

Angka-angka tersebut diatas digunakan untuk perkiraan permulaan banyaknya


rembesan yang serius, maka diambil sebagai batas rembesan sebesar 0,157 m3
per m2 per hari. Jika banyak rembesan melebihi nilai tersebut maka saluran harus
memakai pasangan.
3. Menggunakan rumus rembesan dari Moritz (USBR)
Besarnya rembesan dapat dihitung dengan rumus Moritz (USBR)
√ .....................................................................................4-1
Dimana :
S =kehilangan akibat rembesan, m3/dt per km panjang saluran
Q =debit, m3/ dt
v =kecepatan, m/dt
C =koefisien tanah rembesan, m/hari
0,035 =faktor konstanta, m/km
Harga-harga C dapat diambil seperti pada Tabel 4-2.
Saluran Pasangan47

Tabel 4-2.Harga-Harga Koefisien Tanah Rembesan C


Harga C
Jenis Tanah
m/hari
Kerikil sementasi dan lapisan penahan (hardpan)
dengan geluh pasiran 0,10
Lempung dan geluh lempungan 0,12
Geluh pasiran 0,20
Abu volkanik 0,21
Pasir dan abu volkanik atau lempung 0,37
Lempung pasiran dengan batu 0,51
Batu pasiran dan kerikilan 0,67

Kemiringan medan mungkin sedemikian sehingga kecepatan aliran yang


dihasilkan melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan untuk bahan tanah.
Biaya pembuatan pasangan saluran hendaknya diusahakan murah. Jika hal ini
tidak mungkin, maka lebih baik talut saluran dibuat lebih landai dan dilengkapi
dengan bangunan terjun.

4.2 Jenis-Jenis Pasangan

Banyak bahan yang dapat dipakai untuk pasangan saluran (lihat FAO Kraatz,
1977). Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada empat bahan yang
dianjurkan pemakaiannya:
1. Pasangan batu
2. Beton,
3. Tanah
4. Dapat juga menggunakan beton Ferrocement
Pembuatan pasangan dari bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan alasan
sulitnya memperoleh persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan
kelemahan-kelemahan bahan itu sendiri.
Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali untuk
perbaikan stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk pengendalian
rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul.
48Kriteria Perencanaan - Saluran

Tersedianya bahan di dekat tempat pelaksanaan konstruksi merupakan faktor yang


penting dalam pemilihan jenis pasangan. Jika bahan batu tersedia, maka pada
umumnya dianjurkan pemakaian pasangan batu. Pasangan dari bata merah mungkin
bisa juga dipakai.
Aliran yang masuk ke dalam retak pasangan dengan kecepatan tinggi dapat
mengeluarkan bahan-bahan pasangan tersebut. Kecepatan maksimum dibatasi dan
berat pasangan harus memadai untuk mengimbangi gaya tekan keatas.
Sebagai alternatif jenis-jenis lining, dewasa ini sudah mulai banyak diaplikasikan
penggunaan material Ferrocement untuk saluran irigasi dan bangunan air.
Struktur Ferrocement yang mudah dikerjakan dan ramah lingkungan sangat
cocok untuk diterapkan diberbagai bentuk konstruksi. Bentuk penulangan yang
tersebar merata hampir diseluruh bagian struktur memungkinkan untuk dibuat
struktur tipis dengan berbagai bentuk struktur sesuai dengan kreasi perencananya.

4.2.1 LiningPermukaan Keras

Liningpermukaan keras, dapat terdiri dari plesteran pasangan batu kali atau
beton.Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm. Untuk beton tumbuk
tebalnya paling tidak 8 cm, untuk saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik
(sampai dengan 6 m3/dt), dan 10 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal minimum
pasangan beton bertulang adalah 7 cm. Tebal minimum pasangan beton Ferrocement
adalah 3 cm. Untuk pasangan semen tanah atau semen tanah yang dipadatkan, tebal
minimum diambil 10 cm untuk saluran kecil dan 15 cm untuk saluran yang lebih
besar.
Stabilitas pasangan permukaan keras hendaknya dicek untuk mengetahui tekanan air
tanah di balik pasangan. Jika stabilitas pasangan terganggu (pembuang), maka
sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat konstruksi pembebas tekanan (lubang
pembuang). Selanjutnya lihat Bagian KP - 04, Bangunan.
Saluran Pasangan49

4.2.2 Tanah
Tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm untuk talut
saluran.

Pasangan campuran (kombinasi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-2. dapat
dipakai juga. Pemilihan jenis pasangan akan bergantung kepada kondisi dan bahan
yang tersedia. Detail konstruksi pasangan diperlihatkan dalam Gambar Perencanaan
Standar.

4.2.3 LiningFerrocement
Ferrocement adalah suatu tipe dinding tipis beton bertulang yang dibuat dari
mortar semen hidrolis diberi tulangan dengan kawat anyam/kawat jala (wiremesh)
yang menerus dan lapisan yang rapat serta ukuran kawat relatif kecil. Anyaman
ini bisa berasal dari logam atau material lain yang tersedia. Kehalusan dan
komposisi matriks mortar seharusnya sesuai dengan sistem anyaman dan selimut
(pembungkusnya). Mortar yang digunakan dapat juga diberi serat/fiber.

Perbedaan ferrocement dengan beton bertulang antara lain :


1. Sifat Fisik
 Lebih tipis
 Memiliki tulangan yang terdistribusi pada setiap ketebalannya
 Penulangan 2 arah
 Matriksnya hanya terdiri dari agregat halus dan semen
2. Sifat Mekanik
 Sifat-sifat seragam dalam 2 arah
 Umumnya memiliki kuat tarik dan kuat lentur yang tinggi
 Memiliki ratio tulangan yang tinggi
 Proses retak dan perluasan retak yang berbeda pada beban tarik
 Duktilitas meningkat sejalan dengan peningkatan rasio tulangan anyam
 Kedap air tinggi
 Lemah terhadap temperatur tinggi
50Kriteria Perencanaan - Saluran

 Ketahanan terhadap beban kejut lebih tinggi


3. Proses/pembuatan/pemeliharaan/perbaikan
 Metode pembuatan berbeda dengan beton bertulang
 Tidak memerlukan keahlian khusus.
 Sangat mudah dalam perawatan dan perbaikan
 Biaya konstruksi untuk aplikasi di laut lebih murah dibandingkan kayu,
beton bertulang atau
 Material komposit.
Bahan Ferrocement terdiri dari campuran semen, pasir yang diberi tulangan besi
beton dengan diameter  6 mm atau  8 mm dan kawat anyam. Perbandingan semen
dan pasir yang umum digunakan adalah 1:3. Untuk lebih seksama perbandingan
ditetapkan dari pengujian laboratorium.
Kelebihan dari lining saluran menggunakan Ferrocement ini antara lain:
 biaya konstruksi lebih rendah daripada linning konvensional lainnya
 dari segi kekuatan beton Ferrocement mempunyai kekuatan lebih tinggi
 dan dari segi berat konstruksi, beton Ferrocement mempunyai konstruksi
lebih ringan sehingga dapat digunakan di tanah yang mempunyai daya
dukung yang rendah
Bentuk yang umum dipakai dalam saluran irigasi adalah bentuk U (tapal kuda).

Gambar 4-1. Potongan Saluran LiningFerrocementBerbentuk Tapal Kuda


Saluran Pasangan51

Untuk menghitung dimensi saluran liningFerrocement tetap menggunakan parameter-


parameter rumus Strickler dengan nilai kekasaran untuk beton (k=70).
Dimensi maksimum penulangan Ferrocement ditentukan secara empiris pada
bangunan-bangunan sejenis yang pernah dilaksanakan. Jari-jari penampang
Ferrocement minimum adalah r = 0,45 m atau maksimum b = 0,90 m.

w = 0,20

W = tinggi jagaan (m) = 0,1– 0,2 m


I = kemiringan memanjang saluran
h = tinggi air dibagian tegak lurus
r = jari-jari kelengkungan (m)
b = 2r
A = b x h +πr2
P = 2h + 2πr
R = A/P
v = k x R2/3 x I1/2
Q = vxA
Di dalam saluran Ferrocement dengan penampang tapal kuda ini disyaratkan tidak
timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Maka minimum kecepatan aliran
ditetapkan v > 0,6 m/dt agar pasir atau lumpur tidak mengendap disepanjang saluran.
Dimasa mendatang Ferrocement yang sudah terbukti andal dan ekonomis bisa
digunakan bentuk-bentuk lain yang secara teknis ekonomis sosial dapat diterima.
52Kriteria Perencanaan - Saluran

Gambar 4-2. Tipe-Tipe Pasangan Saluran


Saluran Pasangan53

4.3 Perencanaan Hidrolis

4.3.1 Kecepatan Maksimum

Kecepatan-kecepatan maksimum untuk aliran subkritis berikut ini dianjurkan


pemakaiannya:
- pasangan batu : kecepatan maksimum 2 m/dt
- pasangan beton : kecepatan maksimum 3 m/dt
- pasangan tanah : kecepatan maksimum yang diizinkan
- Ferrocement : kecepatan 3 m/dt
Kecepatan maksimum yang diizinkan juga akan menentukan kecepatan rencana untuk
dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan saluran untuk
saluran dengan pasangan tanah adalah sama dengan prosedur perencanaan saluran
tanah seperti yang dibicarakan dalam Bab III.
Di dalam saluran Ferrocement dengan penampang tapal kuda ini disyaratkan tidak
timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Maka minimum kecepatan aliran
ditetapkan v > 0,6 m/dt agar pasir atau lumpur tidak mengendap disepanjang saluran.
Penghitungan bilangan Froude adalah penting apabila dipertimbangkan pemakaian
kecepatan aliran dan kemiringan saluran yang tinggi. Untuk aliran yang stabil
bilangan Froude harus kurang dari 0,55 untuk aliran sub kritis atau lebih dari 1,40
untuk aliran superkritis.
Saluran dengan bilangan Froude antara 0,55 dan 1,40 dapat memiliki pola aliran
dengan gelombang tegak (muka air bergelombangyang akan merusak kemiringan
talut). Harga-harga k untuk saluran ini dapat menyimpang sampai 20% dari harga
anggapan yang menyebabkan bilangan Froude mendekati satu. Oleh karena itu
kisaran 0,55 – 1,40adalah relatif lebar.
Untuk perencanaan saluran dengan kemiringan medan yang teratur. seperti yang
dibahas dalam Bab III. bilangan Froude akan kurang dari 0,3 dan dengan demikian
dibawah 0,55.
Apabila terjadi aliran superkritis, bangunan diperhitungkan sebagai got miring.
54Kriteria Perencanaan - Saluran

Bilangan Froude untuk saluran ditentukan sebagai :

( ) ( ) .......................................................... 4-2
Dimana :
Fr = bilangan Froude
v = kecepatan aliran, m/dt
w = lebar pada permukaan air, m
A = luas potongan melintang basah, m²
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
m = kemiringan talut saluran, 1 vertikal : m horizontal
n = perbandingan lebar dasar/kedalaman air

4.3.2 Koefisien Kekasaran

Koefisien kekasaran Strickler k (m1/3/dt) yang dianjurkan pemakaiannya adalah:


- Pasang batu 60 (m1/3/dt)
- Pasang beton 70 (m1/3/dt)
- Pasang tanah 35 – 45 (m1/3/dt)
- Ferrocement 70 (m1/3/dt)
Harga - harga untuk pasangan keras hanya akan dicapai jika pasangan itu dikonstruksi
dengan baik.
Harga - harga untuk pasangan tanah mirip harga - harga untuk saluran tanah dengan
variasi -variasi seperti yang dibicarakan dalam Subbab 3.2.
Untuk potongan melintang dengan kombinasi berbagai macam bahan pasangan,
kekasaran masing-masing permukaan akan berbeda-beda (bervariasi). Koefisien
kekasaran campuran dihitung dengan rumus berikut:

(∑ ) ......................................................................................4-3

Dimana:
k = koefisien kekasaran Strickler untuk potongan melintang, m 1/3/dt
Saluran Pasangan55

p = keliling basah, m
Pi = keliling basah bagian i dari potongan melintang, m
ki = koefisien kekasaran bagian i dari potongan melintang, m 1/3/dt.

4.3.3 Perencanaan untuk Aliran Subkritis

Perencanaan hidrolis mengikuti prosedur yang sarna seperti pada perencanaan


saluran tanpa pasangan yang dibicarakan dalam Bab 3. Saluran pasangan batu dan
beton mempunyai koefisien Strickler yang lebih tinggi. Akibatnya potongan
melintang untuk saluran-saluran tanpa pasangan ini akan lebih kecil daripada
potongan melintang untuk saluran tanah dengan, kapasitas debit yang sama.
Ruas saluran pasangan direncana menurut kriteria angkutan sedimen, dan dengan
demikian mengikuti 1R konstan, kedalaman air untuk saluran pasangan sama
dengan kedalaman air saluran tanpa pasanganseperti yang dibicarakan dalam Bab
III. Lebar dasar lebih kecil daripada lebar dasar untuk saluran tanpa pasangan.
karena harga koefisien Strickler yang lebih tinggi pada saluran pasangan.
Untuk saluran pasangan, kemiringan talut bisa dibuat lebih curam. Untuk saluran
yang lebih kecil (h < 0,40 m) kemiringan talut dibuat vertikal.
Saluran-saluran besar mungkin juga mempunyai kemiringan talut yang tegak dan
direncanakan sebagai flum.
Untuk saluran yang lebih besar, kemiringan samping minimum 1:1 untuk h
sampai dengan 0,75 m. Untuk saluran yang lebih besar, harga-harga kemiringan
talut pada Tabel 4-3. dianjurkan pemakaiannya.

Tabel 4-3. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Saluran Pasangan


Jenis Tanah h < 0,75 m 0,75 m < h < 1,5 m
Lempung pasiran
Tanah pasiran kohesif 1,00 1,00
Tanah pasiran, lepas 1,00 1,25
Geluh pasiran, lempung berpori 1,00 1,50
Tanah gambut lunak 1,25 1,50
56Kriteria Perencanaan - Saluran

Khususnya saluran-saluran yang lebih besar, stabilitas talut yang diberi pasangan
harus diperiksa agar tidak terjadi gelincir dan sebagainya. Tekanan air dari belakang
pasangan merupakan faktor penting dalam keseimbangan ini.

4.3.4 Lengkung Saluran

Jari-jari minimum lengkung untuk saluran pasangan diambil tiga kali lebar
permukaan air. Jika dibutuhkan tikunganyang lebih tajam, maka mungkin diperlukan
kincir pengarah (guide vane) agar sebaran aliran di ujung tikungan itu lebih merata
Kehilangan tinggi energi tambahan juga harus diperhitungkan.

4.3.5 Tinggi Jagaan

Harga-harga minimum untuk tinggi jagaan adalah seperti yang disajikan pada Tabel
4-4. Harga-harga tersebut diambil dari USBR. Tabel ini juga menunjukkan tinggi
jagaan tanggul tanah yang sama dengan tanggul saluran tanah tanpa pasangan.

Tabel 4-4. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan


Debit Tanggul (F) Pasangan (F1)
m3/dt m m
< 0,5 0,40 0,20
0,5 – 1,5 0,50 0,20
1,5 – 5,0 0,60 0,25
0,5 – 10,0 0,75 0,30
10,0 – 15,0 0,85 0,40
> 15,0 1,00 0,50
Terowongan dan Saluran Tertutup 57

5. BAB V
TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP

5.1 Pemakaian

Pemakaian terowongan dianjurkan apabila trase saluran akan mengakibatkan


potongan melintang berada jauh di dalam galian.
Saluran tertutup (juga disebut saluran gali-timbun) merupakan pemecahan yang
dianjurkan pada bahan tanah dimana penggalian talut yang dalam sangat mungkin
menyebabkan terjadinya longsoran.
Saluran tertutup di sepanjang tepi sungai dengan tinggi muka air saluran dibawah
tinggi muka banjir sering dijumpai. Pembuang silang ke dalam saluran bawah tanah
mungkin juga membutuhkan sebuah saluran tertutup.
Kriteria-kriteria penting untuk terowongan dan saluran tertutup adalah:
1. Topografi.
2. Geologi
3. Kedalaman tanah
4. Kondisi air tanah.

5.1.1 Topografi

Trase saluran terpendek mungkin melintasi dataran/tanah tinggi atau, daerah berbukit-
bukit. Dalam hal ini akan dipertimbangkan penggalian yang dalam atau pembuatan
terowongan sebagai alternatif dari pembuatan trase yang panjang dengan tinggi muka
tanah yang lebih rendah. Biaya pembuatan saluran juga akan dibandingkan dengan
biaya per meter untuk pembuatan terowongan atau saluran tertutup.

5.1.2 Geologi

Tipe serta kualitas tanah dan batuan penutup mempengaruhi cara pelaksanaan dan
biayanya. Dibutuhkan keterangan mengenai tanah dan batuan pada trase yang
58 Kriteria Perencanaan - Saluran

dipertimbangkan, guna mengevaluasi alternatif perencanaan. Khususnya untuk


alternatif terowongan, perencanaan akan mencakup biaya/perbandingan berdasarkan
hasil-hasil penyelidikan geologi teknik pendahuluan. Langkah berikutnya yang harus
diambil adalah penyelidikan detail dan studi tentang alternatif yang dipilih.

5.1.3 Kedalaman Galian

Pada umumnya, galian sedalam 10 m akan mengacu pada dibuatnya terowongan


sebagai cara pemecahan paling efektif. Panjang total terowongan serta kondisi
geologi teknik dapat sedikit mempengaruhi angka penutup 10 m tersebut.

5.1.4 Kondisi Air Tanah

Aspek-aspek berikut harus diperhatikan kondisi air tanah :


 tekanan total di dalam trase akan memerlukan pasangan yang cukup kuat di
sepanjang bangunan dan hal ini secara langsung menambah biaya pelaksanaan.
 air yang membawa partikel-partikel tanah bisa mempersulit pelaksanaan
terowongan.
 aliran air di permukaan dapat mempersulit pelaksanaan penggalian dan
penimbunan saluran.

5.2 Bentuk-Bentuk dan Kriteria Hidrolis

5.2.1 Terowongan

5.2.1.1 Kondisi Aliran

Terowongan yang dipakai dalam jaringan irigasi akan direncana sebagai aliran bebas
(sebagian penuh). Perbedaan tinggi energi yang berlebihan pada as untuk
memperhitungkan tekanan terowongan jarang ada.
Terowongan dan Saluran Tertutup 59

5.2.1.2 Bentuk Potongan Melintang

Bentuk yang paling umum untuk sebuah terowongan aliran bebas adalah tipe tapal
kuda, portal bulat dan bulat (lihat Gambar 5-1).
Bentuk tapal kuda dan portal bulat tersebut memiliki karakteristik hidrolis yang bagus
untuk kondisi aliran bebas. Jagaan dapat diperoleh tanpa terlalu banyak kehilangan
luas potongan melintang, dan langit-langit yang bulat memberikan penyangga
bangunan.
Bentuk yang bulat lebih cocok untuk pipa tekan dimana tekanan dalam dan/atau luar,
tinggi. Sebagai terowongan aliran bebas, karakteristik hidrolisnya tidak sebaik bentuk
tapal kuda dan portal bulat. Akan tetapi, jika dijumpai adanya beban luar, maka
bentuk terowongan bulat dapat dipilih karena sifat-sifat bangunannya yang lebih baik.
Terowongan tradisional dengan bentuk segiempat tanpa lining/pasangan yang dibuat
masyarakat setempat, kurang dapat dipertanggungjawabkan dari sisi kualitas dan
keamanan bangunan. Semua pembuatan terowongan disyaratkan untuk diawasi oleh
tenaga ahli, memakai lining/pasangan, dan memakai perkuatan sementara atau tidak.
60 Kriteria Perencanaan - Saluran

Gambar 5-1.Bentuk-Bentuk Potongan Melintang Terowongan


Terowongan dan Saluran Tertutup 61

5.2.1.3 Ukuran Minimum

Untuk memungkinkan penggalian dan penempatan peralatan mekanis dalam


terowongan, diameternya tidak boleh kurang dari 1,8 - 2,0 m. Untuk saluran pipa
dengan debit rencana yang rendah hal ini menghasilkan potongan melintang yang
besar dan biaya pelaksanaan yang lebih tinggi. Jika terowongan itu pendek saja, maka
diameternya dapat dibuat lebih kecil sampai 0,70 m dengan menerapkan berbagai
teknik pelaksanaan.

5.2.1.4 Lengkungan

As terowongan biasanya dibuat mengikuti garis lurus untuk menghemat biaya


pelaksanaan. Jika harus dibuat lengkungan, maka radius horizontalnya harus
cukup besar untuk memungkinkan eksploitasi semua peralatan. Akan tetapi, jari-
jari minimum diambil tidak kurang dari 5 kali diameter terowongan, jika tidak
dipakai alat-alat khusus untuk membuat terowongan.

5.2.1.5 Penyangga dan Pasangan Terowongan

Biasanya sebuah terowongan memerlukan penyangga di bagian tertentu untuk


menahan dinding dan atapnya agar pasangan dapat dibuat. Penyangga busur
terowongan dengan rusuk baja dan kaki kayu sudah biasa dipakai. Pada batu yang
keras dan segar, penyangga tidak lagi diperlukan (lihat Gambar 5-2 Tipe A).
Pasangan terowongan memberikan permukaan hidrolis yang mulus dan kapasitas
debit yang lebih tinggi. Biasanya pasangan diperlukan untuk menyangga batu dan
untuk mencegah perembesan.
Terowongan dapat digolong-golongkan menjadi empat tipe seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 5-1 dan Gambar 5-2.
62 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 5-1. Klasifikasi Tipe Terowongan

Tipe Terowongan Kondisi Geologi Tipe Penyangga Tipe Pasangan


A Batu candi yang Tanpa penyangga Beton siraman
segar dengan atau batu – batu (mortar atau
sedikit retakan pasangan beton
tanpa tulangan)

B Batu lapuk dengan Penyanggabaja Pasangan beton


sedikit retakan atau bentukbusur tanpa tulangan
tanah keras yang terowongan
sangat dipadatkan

C Batu lapuk, daerah Penyangga baja Pasangan beton


patahan dan tanah bentuk busur tanpa tulangan
keras

D Batu sangat lapuk, Penyangga baja Pasangan beton


tanah patah dan bentuk busur dengan atau tanpa
tanah lunak tulangan
Terowongan dan Saluran Tertutup 63

Gambar 5-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Terowongan


64 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tipe A dapat dipakai untuk terowongan yang digali di dalam batuan terbaik tanpa
retakan, dan juga untuk terowongan-terowongan yang mampu berdiri cukup lama
untuk pemasangan penyangga tanpa mengendorkan batu besar yang bisa
menyebabkan keruntuhan bangunan. Pasangan yang diperlukan untuk tipe
terowongan pada umumnya ini adalah beton tumbuk.
Tipe B dapat dipakai untuk terowongan yang digali didalam batu dengan sedikit
retakan, dan juga untuk terowongan-terowongan yang tidak mampu berdiri cukup
lama untuk memungkinkan pemasangan penyangga dengan mengendorkan batu besar
dan bisa menyebabkan runtuhnya bangunan. Biasanya dibutuhkan penyangga baja
bentuk busur terowongan. Pasangannya adalah beton tumbuk.
Tipe C dipakai untuk terowongan yang digali di dalam tanah keras, batuan lapuk dan
daerah tanah patahan (fracture zones); membutuhkan pemasangan penyangga secara
cepat, segera setelah dilakukan peledakan.
Tipe D dipakai untuk terowongan yang digali di dalam batu yang sangat lapuk (lapuk
hingga lapisan yang dalam), daerah tanah pecahan dan patahan, serta tanah lunak
yang mengandung air tanah.
Untuk perencanaan pasangan harga-harga standar pada Tabel 5-2 dan Gambar 5-2
dapat diambil. Harga-harga tersebut disadur dari USBR. Pasangan akan direncanakan
sebagai bangunan guna menahan beban dalam dan luar, termasuk tekanan rembesan.

5.2.1.6 Peralihan

Pada bagian masuk (inlet) dan bagian keluar (outlet) terowongan, peralihan berguna
untuk memperkecil kehilangan tinggi energi. Biasanya peralihan terdiri dari dua
bagian:
a. dari potongan melintang saluran ke potongan segi empat terowongan
(pintu/portal terowongan).
b. dari potongan segi empat ke potongan terowongan
Terowongan dan Saluran Tertutup 65

Bagian a direncana seperti untuk peralihan boks gorong-gorong dan dibuat dari
pasangan batu. Bagian b merupakan peralihan tertutup dengan panjang yang sama
dengan diameter terowongan, minimum 2 m.

Tabel 5-2. Tabel Pasangan dari Beton dalam cm

Tipe Terowongan Busur dan Dinding Samping Bagian Bawah

A 1/20 D, min 15 cm 1/20 D, min 15 cm


B 1/20 D, min 20 cm 1/20 D, min 15 cm
C 1/15 D, min 20 cm 1/15 D, min 20 cm
D 1/12 D, min 20 cm 1/12 D, min 20 cm

D adalah diameter bagian dalam dari potongan terowongan, cm

5.2.1.7 Penutup Minimum

Kedalaman minimum penutup diperlukan untuk menjaga keamanan perencanaan dan


konstruksi bangunan terowongan. Kedalaman minimum penutup disajikan pada Tabel
5-3.

5.2.2 Saluran Tertutup

Apabila diperkirakan akan timbul terlalu banyak kesulitan perencanaan dan


konstruksi untuk menggunakan terowongan maka dapat dipertimbangkan pemakaian
saluran tertutup. Hal ini terutama karena lapisan tanah yang ada terlalu sedikit untuk
dibangun sebuah terowongan.
66 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 5-3. Kedalaman Minimum Penutup (m) pada Potongan Terowongan


Terowongan Terowongan
Uraian
Dalam Batu Dalam Tanah
(1) Potongan tanpa pasangan/ dengan 10 De’
pasangan atau lapisan beton min 30 m

(2) Potongan dengan pasangan beton 3 De’ 3 De’


tumbuh dengan penyangga baja min 6 m min 10 m
ringan

(3) Potongan dengan pasangan beton 2 De’ 3 De’


tumbuk dengan penyangga baja min 4 m min 6 m
berat

(4) Potongan dengan pasangan beton 1,0 De’ 1,5 De’


bertulang dengan penyangga baja min 2 m min 3 m
berat

De’ : Diameter potongan terowongan yang digali, m

Pertimbangan-pertimbangan perencanaan untuk saluran tertutup (atau saluran gali-


dan-timbun) sama dengan pertimbangan-pertimbangan untuk perencanaan
terowongan seperti yang telah dibahas dalam Subbab 5.2.1.

5.2.2.1 Kondisi Aliran

Aliran harus bebas.

5.2.2.2 Bentuk Potongan Melintang

Apabila tekanan tanah dan air di luar kecil, maka pada umumnya konstruksi akan
terdiri dari pasangan batu dengan atap dari beton bertulang. Untuk debit rencana yang
kecil dan luaspotongan melintang yang kecil pula, dapat dipertimbangkan
penggunaan pipa-pipa beton bulat.
Jika tekanan di luar kuat maka pipa dari beton bertulang akan lebih cocok. Untuk
debit kecil dan potongan-potongan melintang yang kecil diperlukan pipa bentuk bulat.
Terowongan dan Saluran Tertutup 67

Kecepatan aliran yang tinggi dan luas potongan melintang yang besar mungkin
memerlukan bentuk segi empat untuk pertimbangan-pertimbangan pelaksanaan.

5.2.2.3 Lengkung

Jari-jari horizontal dibuat lebar, biasanya untuk membatasi panjang dan penggalian
yang diperlukan. Jari-jari minimum adalah 5 kali tinggi saluran.

5.2.2.4 Ukuran Minimum

Karena dipakai metode pelaksanaan galian terbuka, maka ukuran minimum boleh
diambil 1,0 m dan 0,70 m untuk saluran pendek.

5.3 Perencanaan Hidrolis

5.3.1 Rumus Aliran

Untuk penghitungan aliran hidrolis di dalam terowongan atau saluran tertutup dipakai
rumus Strickler :
va = k R2/3 I1/2 ...................................................................................................................5-1

Dimana :
va = kecepatan aliran yang dipercepat didalam terowongan atau saluran tertutup,
m/dt
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = garis kemiringan energi (kemiringan hidrolis)

5.3.2 Koefisien Kekasaran dan Kecepatan Maksimum

Koefisien kekasaran Strickler (k) dan kecepatan maksimum ditunjukkan pada Tabel
5-4. Harga-harga yang diberikan di sini sudah cukup lama digunakan konservatif,
untuk konstruksi-konstruksi besar boleh diambil harga-harga yang lebih tinggi
tergantung pada metode pelaksanaannya.
68 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 5-4. Harga-Harga Kecepatan Maksimum dan K (Strickler)


Bahan Konstruksi vmaks,m/dt k, m1/3/dt

Pasangan batu 2 60
Beton 3 70

5.3.3 Kemiringan Hidrolis

Biaya pembuatan terowongan agak mahal dan oleh karena itu, perlu berhemat dalam
membuat diameternya. Kemiringan hidrolis kemiringan terowongan dibuat curam jika
tinggi energi yang tersedia cukup. Kecepatan rencana yang dihasilkan tidak boleh
melampaui kecepatan maksimum dan tidak boleh dibawah kecepatan kritis dengan
0,75 kali kecepatan kritis sebagai harga praktis.
Konstruksi galian terbuka memperkecil potongan melintang saluran tertutup karena
tanah harus dipindahkan. Bagaimanapun juga luas potongan melintang yang kecil
tetap lebih murah daripada yang besar.

5.3.4 Tinggi Jagaan

Ditinjau dari segi hidrolika, tinggi jagaan sebuah terowongan 0,2 D dengan ukuran
minimum sekitar 0,5 m umumnya dapat diterima secara internasional. Ini akan
memberikan sekitar 10% kapasitas cadangan yang dinilai terlalu rendah untuk
ketidakpastian perencanaan di Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu dipakai
tinggi jagaan 0,25 D yang berarti menambah kapasitas cadangan sampai kurang lebih
15 % dari debit rencana untuk terowongan bentuk tapal kuda.
Untuk saluran terhadap segi empat, tinggi jagaan akan diambil pada 0,2 H. H adalah
tinggi bagian dalam saluran.
Agar benda-benda terapung dapat melewati terowongan dan saluran tertutup, maka
tinggi minimum jagaannya diambil sama dengan tinggi jagaan saluran terbuka.
Terowongan dan Saluran Tertutup 69

5.3.5 PerencanaanPotongan Melintang

Untuk perencanaan potongan melintang berbentuk tapal kuda dan lingkaran dapat
dipakai Tabel A.3.4 dan A.3.5 Lampiran 3. Dimensi potongan melintang dan
kehilangan tinggi energi (kemiringan hidrolis I) dapat dievaluasi dengan
menggunakan tabel-tabel ini setelah dipilih va dan k seperti yang telah dibicarakan
diatas.
Untuk potongan-potongan segi empat evaluasi kehilangan tinggi energi dan potongan
melintang dilakukan langsung dengan menggunakan rumus Strickler. Lebar potongan
melintang dibagi tinggi akan berkisar antara 1 dan 2.

5.3.6 Kehilangan Total Tinggi Energi

Kehilangan total tinggi energi di terowongan atau saluran tertutup adalah :


H= Hmasuk + Hfr + HB + Hkeluar ........................................................................5-2

dimana :
Hmasuk, Hkeluar = kehilangan tinggi energi masuk dan keluar, m
Hfr = kehilangan tinggi energi akibat gesekan disepanjangpipa, m
HB = kehilangan tinggi energi pada tikungan, m
Kehilangan tinggi energi masuk dan keluar dinyatakan dengan rumus berikut :

Hmasuk:  masuk =
( )
................................................................................................. 5-3

Hkeluar :  keluar =
( )
................................................................................................. 5-4

dimana :
Hmasuk, Hkeluar = kehilangan tinggi energi masuk dan keluar, m
masuk, keluar = koefisien kehilangan tinggi energi masuk dan keluar

va = kecepatan rata-rata yang dipercepat dalam bangunan, m/dt


70 Kriteria Perencanaan - Saluran

v = kecepatan rata-rata di bagian hulu atau hilir, m/dt


Gambar 5-3. menyajikan harga-harga koefisien untuk berbagai peralihan dari
potongan saluran terbuka sampai potongan saluran tertutup. Luas potongan melintang
basah dalam peralihan tertutup diambil sama dengan luas potongan melintang saluran
tertutup. Oleh karena itu kehilangan tinggi energi di dalam saluran tertutup adalah
sama dengan kehilangan akibat gesekan bisa dalam saluran tertutup.

5.3.7 Kehilangan Tinggi Energi pada Siku dan Tikungan Saluran


Tertutup

Perubahan arah aliran dan sebaran kecepatannya memerlukan kehilangan air


ekstra. Kehilangan tinggi energi pada siku dan tikungan dapat dinyatakan
sebagai:

HB= Kb ....................................................................................... 5-5


Kb adalah koefisien kehilangan tinggi energi untuk siku dan tikungan saluran
tertutup.
Harga-harga siku Kb disajikan pada Tabel 5-5.
Biasanya saluran pipa direncana dengan kurvahorizontal yang cukup besar yang dapat
memperbaiki pembagian kecepatan pada tikungan dan mengurangi kehilangan pada
tikungan tersebut. Gambar 5-4. menyajikan harga-harga Kb untuk saluran tertutup
yang berdiameter besar menurut USBR.

Tabel 5-5. Harga-Harga Kb untuk Siku

Sudut derajat 5° 10° 15° 22,5° 30° 45° 60° 70° 90°
Profil bulat 0,02 0,03 0,04 0,05 0,11 0,24 0,47 0,80 1,10
Profil segi empat 0,02 0,04 0,05 0,06 0,14 0,30 0,60 1,00 1,40
Terowongan dan Saluran Tertutup 71

Persamaan
Pipa gorong-gorong
sampai ke peralihan 5.3 5.4
samping saluran  masuk keluar
I 0,50 1,00

Pipa gorong-
Dianjurkan

gorong sampai di
dinding hulu
melalui saluran
II 0,50 1,00
Peralihan punggung
patah dengan sudut
pelebaran 1:1 atau 1:2

III 0,30 0,60


Dinding hulu
Dianjurkan

dengan
peralihan yang
dibulatkan
dengan jari-jari
lebih dari 0,1 y
IV 0,25 0,50
Peralihan
Dianjurkan

punggung
patah dengan
sudut
pelebaran
sekitar 1:5 V 0,20 0,40
Peralihan berangsur
antara potongan
melintang segiempat
dan trapesium

VI 0,10 0,20

Gambar 5-3. Harga-Harga Koefisien Kehilangan Tinggi Energi Masuk dan Keluar
72 Kriteria Perencanaan - Saluran

0.5 1.2

b
koefisien kehilangan di tikungan K
1.0
0.4
Rb 0.8
D
0.3
0.6

faktor koreksi
0.2
0.4

0.1
0.2
0.07

0 0
0 2 4 6 8 10 0 20 40
Perbandingan Rb/D sudut tiku

Gambar 5-4. Harga-Harga Kb untuk Tikungan 900 pada Saluran Tertutup (USBR)

1.2

1.0

Rb 0.8

0.6
faktor koreksi


0.4

0.2
0.07

0
6 8 10 0 20 40 60 80 100 120
n Rb/D sudut tikungan dalam derajat

Gambar 5-5.Faktor Koreksi untuk Koefisien Kehilangan di Tikungan pada Saluran Tertutup
PerencanaanSaluranPembuang73

6. BAB VI
PERENCANAAN SALURAN PEMBUANG

6.1 Data Topografi

Data–data topografi yang diperlukan untuk perencanaan saluran pembuangan adalah:


(a) Peta topografi dengan jaringan irigasi dan pembuang dengan skala 1:25.000 dan
1:5.000
(b) Peta trase saluran dengan skala 1:2.000;dilengkapi dengan garis-garis ketinggian
setiap interval 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah berbukit-bukit
(c) Profil memanjang dengan skala horizontal 1:2.000; dan skala vertikal 1:200 (atau
1 : 100 untuk saluran yang lebih kecil, jika diperlukan)
(d) Potongan melintang dengan skala 1:200 (atau 1:100 untuk saluran yang lebih
kecil jika diperlukan) dengan interval garis kontur 50 m untuk potongan lurus dan
25 m untuk potongan melengkung
Penggunaan peta foto udara dan ortofoto yang dilengkapi dengan garis-garis
ketinggian sangat penting artinya, khususnya untuk perencanaan tata letak.
Perkembangan teknologi foto citra satelit kedepan dapat dipakai dan dimanfaatkan
untuk melengkapi dan mempercepat proses perencanaan jaringan irigasi. Kombinasi
antara informasi pengukuran teristris dan foto citra satelit akan dapat bersinergi dan
saling melengkapi.
Kelebihan foto citra satelit dapat diperoleh secara luas dan beberapa jenis foto landsat
mempunyai karakteristik khusus yang berbeda, sehingga banyak informasi lain yang
dapat diperoleh antara lain dengan program/software yang dapat memproses garis
kontur secara digital.
Foto-foto satelit ini dipakai untuk studi awal, studi identifikasi dan studi pengenalan,
sedangkan pengukuran teristris untuk perencanaan pendahuluan dan perencanaan
detail.
74 Kriteria Perencanaan - Saluran

Kelemahan foto citra satelit tidak stereometris sehingga aspek beda tinggi kurang
dapat diperoleh informasi detailnya tidak seperti pengukuran teristris, sedangkan
dalam perencanaan irigasi presisi dalam pengukuran beda tinggi sangat penting.
Meskipun demikian banyak informasi lain yang dapat dipakai sebagai pelengkap
perencanaan jaringan irigasi antara lain sebagai cross check untuk perencanaan
jaringan irigasi.

6.2 Data Rencana

6.2.1 Jaringan Pembuang

Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air


secara gravitasi. Pembuangan kelebihan air dengan pompa biasanya tidak layak dari
segi ekonomi.
Daerah-daerah irigasi dilengkapi dengan bangunan-bangunan pengendali banjir
disepanjang sungai untuk mencegah masuknya air banjir kedalam sawah-sawah
irigasi.
Kriteria perencanaan ini membahas jaringan pembuang yang cocok untuk pembuang
air sawah-sawah irigasi yang tanamannya padi. Pembuangan untuk tanaman-tanaman
lain dilakukan dengan sarana-sarana khusus didalam petak tersier. Misalnya, jika
tanaman-tanaman ladang dipertimbangkan, maka metode–metode penyiapan lahan
pada punggung medan dapat diterapkan.
Jika tanaman-tanaman selain padi akan ditanam secara besar-besaran, maka
sebaiknya dipikirkan untuk membuat jaringan pembuang seperti yang dipakai
tanaman padi.
Pembuangan air didaerah datar (misalnya dekat laut) dan daerah pasang surut yang
dipengaruhi oleh muka air laut, sangat bergantung kepada muka air sungai saluran
yang menampung air buangan ini,muka air ini memegang peranan penting dalam
perencanaan kapasitas saluran pembuang maupun dalam perencanaan bangunan-
bangunan khusus dilokasi ujung (muara) saluran pembuang bangunan yang dimaksud
PerencanaanSaluranPembuang75

misalnya pintu otomatis yang tertutup selama muka airsungai naik mencegah agar air
sungai tidak masuk lagi ke saluran pembuang.
Di daerah-daerah yang diairi secara irigasi teknis, jaringan pembuang mempunyai dua
fungsi:
a. Sebagai pembuang intern untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk
mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman atau untuk mengatur
banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.
b. Pembuang ekstern untuk mengalirkan air dari daerah luar irigasi yang mengalir
melalui daerah irigasi.
Dalam hal pembuang intern, kelebihan air ditampung di dalam saluran pembuang
kuarter dan tersier yang akan mengalirkannya ke dalam jaringan pembuang utama
dari saluran pembuang sekunder dan primer.
Aliran buangan dari luar daerah irigasi biasanya memasuki daerah proyek irigasi
melalui saluran-saluran pembuang alamiah yang akan merupakan bagian dari jaringan
pembuang utama di dalam proyek tersebut.

6.2.2 Kebutuhan Pembuang untuk Tanaman Padi

Kelebihan air di dalam petak tersier bisa disebabkan oleh:


1) Hujan lebat;
2) Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan dari jaringan primer atau
sekunder ke daerah itu;
3) Rembesan atau limpahan kelebihan air irigasi di dalam petak tersier.
Kapasitas jaringan pembuang yang dapat dibenarkan secara ekonomi di dalam petak
tersier tergantung kepada perbandingan berkurangnya hasil panenan yang diharapkan
akibat terdapatnya air yang berlebihan, serta biaya pelaksanaan dan pemeliharaan
saluran pembuang tersebut dengan bangunan-bangunannya. Apabila kapasitas
jaringan pembuang di suatu daerah kurang memadai untuk mengalirkan semua
kelebihan air, maka air akan terkumpul di sawah-sawah yang lebih rendah. Muka air
76 Kriteria Perencanaan - Saluran

di dalam cekungan/daerah depresi akan melonjak untuk sementara waktu, merusak


tanaman, saluran serta bangunan.
Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan "tergenang" dan dengan demikian,
dapat saja bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10
cm dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan.
Kedalaman air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih dalam
untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen varietas lokal unggul
dan khususnya varietas biasa (tradisional) kurang sensitif demikian juga tinggi air
yang melebihi 20 cm tetap harus di hindari. Besar kecilnya penurunan hasil panen
yang diakibatkan oleh air berlebihan bergantung kepada:
1) Dalamnya lapisan air yang berlebihan
2) Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
3) Tahapan pertumbuhan tanaman, dan
4) Varietas padi.
Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya yang berlebihan
adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah persemaian dan permulaan
masa berbunga). Periode merosotnya panenan secara tajam akan terjadi apabila
dalamnya lapisan air di sawah melebihi separuh dari tinggi tanaman padi selama tiga
hari atau lebih.Jika tanaman padi tergenang air sedalam lebih dari 20 cm selama
jangka waktu lebih dari 3 hari maka hampir dapat dipastikan bahwa tidak akan ada
panenan.
Dalam budidaya padi metode SRI, genangan air pada saat-saat tertentu disarankan
untuk dibuang secepatnya dalam rangka memberi kesempatan aerasi akar tanaman,
tanpa mengakibatkan stress tanaman.
Jumlah kelebihan air yang harus dikeringkan per petak disebut modulus pembuang
atau koefisien pembuang dan ini bergantung pada:
1) Curah hujan selama periode tertentu
2) Pemberian air irigasi pada waktu itu
3) Kebutuhan air tanaman
PerencanaanSaluranPembuang77

4) Perkolasi tanah
5) Tampungan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan
6) Luasnya daerah
7) Sumber-sumber kelebihan air yang lain.
Pembuang permukaan untuk petak dinyatakan sebagai:
D(n) = R(n)T + n (I – ET – P) –S ........................................................................ 6-1
dimana :
n = jumlah hari berturut-turut
D(n) = limpasan pembuang permukaan selama n hari, mm
R(n)T = curah bujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun,mm
I = pemberian air irigasi, mm/hari
ET = evapotranspirasi, mm/hari
P = perkolasi, mm/hari
S = tampungan tambahan, mm.
Untuk penghitungan modulus pembuangan, komponennya dapat diambil sebagai
berikut:
a. Dataran Rendah
- Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi di hentikan atau
- Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika irigasi
diteruskan
- Kadang-kadang pemberian air irigasi dihentikan di dalam petak tersier, tetapi
air dari jaringan irigasi utama dialirkan kedalam jaringan pembuang
- Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan tambahan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum
50 mm
- Perkolasi P sama dengan nol
78 Kriteria Perencanaan - Saluran

b. Daerah Terjal
Seperti untuk kondisi dataran rendah tetapi dengan perkolasi P sama dengan 3
mm/ hari.
Untuk modulus pembuang rencana dipilih curah hujan 3 hari dengan periode
ulang 5 tahun. Kemudian modulus pembuang tersebut adalah:
( )
............................................................................................................ 6-2

dimana :
Dm = modulus pembuang, ltr/dt. ha
D(3) = limpasan pembuang permukaan selama 3 hari, mm
1 mm/ hari = 1/8,64 ltr/dt.ha
Dalam Gambar 6-1,persamaan diatas disajikan dalam bentuk grafik sebagai
contoh. Dengan menganggap harga-harga untuk R, ET, I dan S, modulus
pembuang dapat dihitung.

Gambar 6-1. Contoh Perhitungan Modulus Pembuang


PerencanaanSaluranPembuang79

Untuk daerah-daerah sampai seluas 400 ha pembuang air per petak di ambil
konstan. Jika daerah-daerah yang akan dibuang airnya yang lebih besar akibat
menurunnya curah hujan (pusat curah hujan sampai daerah curah hujan) dan
dengan demikian tampungan sementara yang relatif lebih besar, maka dipakai
harga pembuang yang lebih kecil per petak; lihat Gambar 6-2.).
Debit pembuang rencana dari sawah dihitung sebagai berikut:
Qd= 1,62 Dm A0,92 .........................................................................................6-3
dimana :
Qd = debit pembuang rencana, l/dt
Dm = modulus pembuang, l/dt.ha
A = luar daerah yang dibuang airnya, ha
Faktor pengurangan luas yang dibuang airnya 1,62 A0,92 diambil dari Gambar 6-2
yang digunakan untuk daerah tanaman padi di Jawa dan juga dapat digunakan di
seluruh Indonesia.

1.00
faktor pengurangan

0.90

0.80

0.70
120 200 3 4 5 6 1000 2 3 4 5 6 10.000 2
luas pembuangan dalam ha

Gambar 6-2. Faktor Pengurangan Luar Areal yang Dibuang Airnya


80 Kriteria Perencanaan - Saluran

c. Daerah Kering
Pada daerah kering dengan ketersediaan air terbatas maka dapat diterapkan budaya
tanam padi dengan pola intensif atau pola kering yaitu sistem SRI, dimana tidak
dilakukan penggenangan air pada kisaran 5 sampai 15 cm. Hal ini menyebabkan
petani akan membuka galengan selama musim hujan. Oleh sebab itu akan
menyebabkan drainage modul mempunyai nilai lebih besar sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut. Dimensi saluran pembuang pada cara ini diduga lebih besar
dari pada dimensi saluran pembuang cara konvensional/biasa.

6.2.3 Kebutuhan Pembuang untuk Sawah Non Padi

Untuk pembuang sawah yang ditanami selain padi, ada beberapa daerah yang perlu
diperhatikan yakni:
- Daerah-daerah aliran sungai yang berhutan
- Daerah-daerah dengan tanaman-tanaman ladang (daerah-daerah terjal)
- Daerah-daerah permukiman
Dalam merencanakan saluran-saluran pembuang untuk daerah-daerah dimana padi
tidak ditanam, ada dua macam debit yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
- debit puncak maksimum dalam jangka waktu pendek dan
- debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran
a. Debit Puncak
Debit puncak untuk daerah-daerah yang dibuang airnya sampai seluas 100 km2
dihitung dengan rumus “Der Weduwen”, yang didasarkan pada pengalaman mengenai
sungai-sungai di Jawa; rumus-rumus lain bisa digunakan juga.
Rumus tersebut adalah :
Qd =  q A .................................................................................................................. 6-4
dimana :
Qd = debit puncak, m3/dt
 = koefisien limpasan air hujan (run off)
 = koefisien pengurangan luas daerah hujan
PerencanaanSaluranPembuang81

q = curah hujan, m3/dt. km2


A = luas aeral yang dibuang airnya, km2
Lampiran 3 menyajikan cara pemecahan secara grafis untuk rumus Der Weduwen
bagi daerah yang besar curah hujan seharinya R(1) 240 mm/hari. I adalah kemiringan
rata- rata saluran pembuang.
Untuk harga-harga R(1) yang bukan 240 mm/hari rumus Der Weduwen tersebut
sebaiknya dipecahkan secara terpisah. Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat Bagian KP
– 01 Perencanaan Jaringan Irigasi, Lampiran 1.
Rumus-rumus lain juga bisa digunakan mengacu pada SNI tentang Perhitungan Debit
Banjir dan penjelasannya dapat dilihat pada KP-01 Lampiran 1.
Air buangan dari daerah-daerah kampung ke jaringan pembuang bisa sangat tinggi,
karena tampungan dan laju perkolasi yang terbatas.
b. Debit Rencana
Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu sehari
dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan sehari
di daerah tersebut.Air hujan yang tidak tertahan atau merembes dalam waktu satu
hari, diandaikan mengalir dalamwaktu satu hari, diandaikan mengalir dalam waktu
satu hari itu juga, ini menghasilkan debit rencana yang konstan dihitung sebagai
berikut (USBR, 1973)
Qd= 0,116  R (1)5 A0,92 ...................................................................................... 6-5
dimana :
Qd = debit rencana, 1/dt
 = koefisien limpasan air hujan (lihat Tabel 6-1)
R (1)5 = curah hujan sehari, m dengan kemungkinan terpenuhi 20%
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha
Untuk menentukan harga koefisien limpasan air hujan, akan dipakai hasil-hasil
"metode kurve bilangan" dari US Soil Conservation Service. Untuk uraian lebih
lanjut, baca USBR Design of Small Dams.
82 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 6-1. Harga-Harga Koefisien Limpasan Air Hujan untuk Perhitungan Qd


Kelompok Hidrologis Tanah
Penutup Tanah
C D
Hutan lebat 0,60 0,70
Hutan tidak lebat 0,65 0,75
Tanaman ladang (daerah terjal) 0,75 0,80

Penjelasan mengenai kelompok hidrologis tanah adalah sebagai berikut:


a. Kelompok C: Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah (1 – 4 mm/jam)
apabila dalam keadaan jenuh samasekali dan terutama terdiri dari tanah dengan
lapisan yang menahan gerak turun air, atau tanah dengan tekstur agak halus
sampai halus. Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran (transmisi) air yang
rendah.
b. Kelompok D: (potensi limpasan tinggi) Tanah yang mempunyai laju infiltrasi
amat rendah (0 – 1 mm/jam) apabila dalam keadaan jenuh sama sekali dan
terutama terdiri dari tanah lempung dengan potensi mengembang yang tinggi,
tanah dengan muka air tanah tinggi yang permanent, tanah dengan lapisan liat di
atau di dekat permukaan, dan tanah dangkal pada bahan yang hampir kedap air.
Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran air yang lamban.

6.2.4 Debit Pembuang

Debit rencana akan dipakai untuk merencanakan kapasitas saluran pembuang dan
tinggi muka air. Debit pembuang terdiri dari air buangan dari :
- sawah, seperti dalam Subbab 6.2.2 atau dari
- tempat-tempat lain di luar sawah. seperti dalam Subbab 6.2.3
Jaringan pembuang akan direncanakan untuk mengalirkan debit pembuang rencana
dari daerah-daerah sawah dan non sawah di dalam maupun di luar (pembuang silang).
Muka air yang dihasilkan tidak boleh menghalangi pembuangan air dari sawah-sawah
di daerah irigasi.
Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air tertinggi jaringan pembuang.
Muka air tertinggi ini akan digunakan untuk merencanakan sarana pengendalian
PerencanaanSaluranPembuang83

banjir dan bangunan. Selama terjadi debit puncak terhalangnya pembuangan air dari
sawah dapat diterima. Tinggi muka air puncak sering melebihi tinggi muka tanah,
dalam hal ini sarana-sarana pengendali banjir akan dibuat di sepanjang saluran
pembuang, dimana tidak boleh terjadi penggenangan.
Periode ulang untuk debit puncak dan debit rencana berbeda untuk debit puncak,
periode ulang dipilih sebagai berikut :
- 5 tahun untuk saluran pembuang kecil di daerah irigasi atau
- 25 tahun atau lebih, bergantung pada apa yang akan dilindungi, untuk sungai
periode ulangnya diambil sama dengan saluran pembuang yang besar.
Periode ulang debit rencana diambil 5 tahun.
Perlu dicatat bahwa debit puncak yang sudah dihitung bisa dikurangi dengan cara
menampung debit puncak tersebut. Tampungan dapat dibuat didalam atau di luar
daerah irigasi.
Misalnya ditempat dimana pembuang silang memasuki daerah irigasi melalui gorong-
gorong yang disebelah hulunya boleh terdapat sedikit genangan. Didalam jaringan
irigasi tampungan dalam jaringan saluran dan daerah cekungan akan dapat meratakan
debit puncak di bagian hilir. Debit puncak juga akan dikurangi dengan cara
membiarkan penggenangan terbatas (untuk jangka waktu yang pendek) didalam
daerah irigasi. Akan tetapi, penggenangan terbatas mungkin tidak dapat diterima.
Pada pertemuan dua saluran pembuang dimana dua debit puncak bertemu, debit
puncak yang tergabung dihitung sebagai berikut :
1. Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya kurang lebih sama luasnya (40
sampai 50% dari luas total), debit puncak dihitung sebagai 0,8 kali jumlah kedua
debit puncak.
2. Jika daerah yang satu jauh lebih kecil dari daerah yang satunya lagi (kurang 20%
dari luas keseluruhan), maka gabungan kedua debit puncak dihitung sebagai
daerah total.
3. Bila %tase itu berkisar antara 20 dan 40% maka gabungan kedua debit puncak
dihitung dengan interpolasi antara harga-harga dari no.1 dan 2 diatas.
84 Kriteria Perencanaan - Saluran

Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua saluran pembuang, debit
rencana yang tergabung dihitung sebagai jumlah debit rencana dari kedua saluran
pembuang hulu.
Pada pertemuan saluran pembuang dari daerah irigasi dengan saluran pembuang dari
luar daerah irigasi dapat didekati dengan memakai koefisien seperti pada kriteria
perencanaan pertemuan dua saluran pembuang intern dengan jalan :
1. Dihitung lebih dahulu besarnya debit aliran dari daerah irigasi
2. Dihitung debit aliran pembuang luar dengan mempertimbangkan jarak atau
panjang saluran, kemiringan, luas daerah pengaliran, lengkung intensitas hujan
3. Besaran koefisien yang dipakai sebagai perbandingan adalah besar debit sebagai
pengganti perbandingan luas dari daerah pembuangan.
Besarnya koefisien yang dipakai pada pertemuan aliran internal dan aliran external,
tergantung perbandingan besar debit aliran yaitu :
- Jika selisih perbandingan besar debit antara 0,40 - 0,50 dari jumlah debit maka
dipakai koefisien 0,8.
- Jika perbandingan besar debit kurang dari 0,20 dari jumlah debit maka debit di
hilir adalah jumlah dari kedua debit.
- Jika perbandingan besar debit antara 0,20 – 0,40 dari jumlah debit maka
dihitung dengan cara interpolasi.
Perhitungan debit pembuang/drainase dapat dihitung dengan tata cara perhitungan
debit dalam SNI. Salah satu cara yang sering dipakai adalah dengan cara Rasional,
metode/cara ini merupakan metode lama yang masih digunakan untuk
memperkirakan debit aliran daerah dengan luasan kecil, umumnya kurang dari 500ha.
Asumsi dasar metode ini antara lain, puncak limpasan terjadi pada saat seluruh daerah
ikut melimpas, yang merupakan fungsi dari intensitas hujan yang durasinya sama
dengan waktu konsentrasi. Intensitas hujan diasumsikan tetap dan seragam di seluruh
daerah.
PerencanaanSaluranPembuang85

6.3 Data Mekanika Tanah

Masalah utama dalam perencanaan saluran pembuang adalah ketahanan bahan saluran
terhadap erosi dan stabilitas talut.
Data- data yang diperlukan untuk tujuan ini mirip dengan data-data yang dibutuhkan
untuk perencanaan saluran irigasi.
Pada umumnya data yang diperoleh dari penelitian tanah pertanian akan memberikan
petunjuk/ indikasi yang baik mengenai sifat-sifat mekanika tanah yang akan dipakai
untuk trase saluran pembuang.
Karena trase tersebut biasanya terletak di cekungan (daerah depresi) tanah cenderung
untuk menunjukkan sedikit variasi. Dalam banyak hal, uji lapisan dan batas cair
(liquid limit) pada interval 0,5 km akan memberikan cukup informasi mengenai
klasifikasi seperti dalam Unified Soil Classification System (lihat Tabel 2-4.). Apabila
dalam pengujian tersebut sifat-sifat tanah menunjukkan banyak variasi, maka interval
tersebut harus dikurangi.
86 Kriteria Perencanaan - Saluran
Rencana Saluran Pembuang 87

7. BAB VII
RENCANA SALURAN PEMBUANG

7.1 Perencanaan Saluran Pembuang yang Stabil

Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pertimbangan biaya pelaksanaan


dan pemeliharaan yang terendah. Ruas-ruas harus stabil terhadap erosi dan
sedimentasi minimal pada setiap potongan melintang dan seimbang.
Dengan adanya saluran pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari
sedimen. Erosi di saluran pembuang akan merupakan kriteria yang menentukan.
Kecepatan rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan.
Kecepatan maksimum yang diizinkan bergantung kepada bahan tanah serta
kondisinya.
Saluran pembuang direncana di tempat-tempat terendah dan melalui daerah-daerah
depresi. Kemiringan alamiah tanah dalam trase ini menentukan kemiringan
memanjang saluran pembuang tersebut.
Apabila kemiringan dasar terlalu curam dan kecepatan maksimum yang diizinkan
akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan pengatur (terjun).
Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum
yang diizinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi, debit dan
kecepatan aliran pembuang akan lebih rendah dibawah kondisi eksploitasi rata-rata.
Khususnya dengan debit pembuang yang rendah, aliran akan cenderung berkelok –
kelok (meander) bila dasar saluran dibuat lebar. Oleh karena itu, biasanya saluran
pembuang direncana relatif sempit dan dalam. Variasi tinggi air dengan debit yang
berubah – ubah biasanya tidak mempunyai arti penting. Potongan – potongan yang
dalam akan memberikan pemecahan yang lebih ekonomis.
Kemiringan dasar saluran pembuang biasanya mengecil di sebelah hilir sedangkan
debit rencana bertambah besar. Parameter angkutan sedimen relatif IR dalam
prakteknya akan menurun di sebelah hilir akibat akar R kuadrat. Sejauh berkenaan
88 Kriteria Perencanaan - Saluran

dengan air buangan yang relatif bersih dari sawah, hal ini tidak akan merupakan
masalah yang berarti. Keadaan ini harus dihindari apabila air buangan yang
bersedimen harus dialirkan.
Bila saluran air alamiah digunakan sebagai saluran pembuang, maka umumnya akan
lebih baik untuk tidak mengubah trasenya karena saluran alamiah ini sudah
menyesuaikan potongan melintang dan kemiringannya dengan alirannya sendiri.
Dasar dan talutnya mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap kikisan jika
dibandingkan dengan saluran pembuang yang baru dibangun dengan kemiringan talut
yang sama.
Pemantapan saluran air dan sungai alamiah untuk menambah kapasitas pembuang
sering terbatas pada konstruksi tanggul banjir dan sodetan dari lengkung meander.
Air dari saluran pembuang mempunyai pengaruh negatif pada muka air tanah atau
pada air yang masuk dari laut dan sebagainya. Oleh sebab itu perencana harus
mempertimbangkan faktor tersebut dengan hati-hati guna memperkecil dampak yang
mungkin timbul.

7.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis

7.2.1 Rumus Aliran

Untuk perencanaan potongan saluran pembuang, aliran dianggap sebagai aliran tetap
dan untuk itu diterapkan rumus Strickler (Manning) lihat juga Subbab 3.2.1.
v = k R2/3 I1/2 ...................................................................................................................7-1
dimana :
v = kecepatan aliran, m/dt
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan energi

7.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler

Koefisien Strickler(k) bergantung kepada sejumlah faktor, yakni:


Rencana Saluran Pembuang 89

- Kekasaran dasar dan talut saluran


- Lebatnya vegetasi
- Panjang batang vegetasi
- Ketidakteraturan dan trase, dan
- Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran.
Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, vegetasi akan mudah sekali tumbuh
disitu dan banyak mengurangi harga k. Penyiangan yang teratur akan memperkecil
harga pengurangan ini. Harga-harga k pada Tabel 7-1. yang dipakai untuk
merencanakan saluran pembuang, mengandaikan bahwa vegetasi dipotong secara
teratur.
Tabel 7-1. Koefisien Kekasaran Strickler untuk Saluran Pembuang
Jaringan Pembuang Utama k m1/3/dt
h1)> 1,5 m 30
h  1,5 m 25

Untuk saluran-saluran alamiah tidak ada harga umum k yang dapat diberikan. Cara
terbaik untuk memperkirakan harga itu ialah membandingkan saluran-saluran alamiah
tersebut dengan harga-harga k dijelaskan didalam keputusan yang relevan (sebagai
contoh, lihat Ven Te Chow ,1985).

7.2.3 Kecepatan Maksimum yang Diizinkan

Penentuan kecepatan maksimum yang di izinkan untuk saluran pembuang dengan


bahan kohesif mirip dengan yang diambil untuk saluran irigasi;
Lihat subbab 3.2.4.
vmaks= vbx A x B x C x D ......................................................................................... 7-2
Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan periode ulang yang
tinggi.Dianggap bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan periode ulang diatas 10

1)
h = kedalaman air di saluran pembuang, m.
90 Kriteria Perencanaan - Saluran

tahun menyebabkan terjadinya sedikit kerusakan akibat erosi. Ini dinyatakan dengan
menerima v maks yang lebih tinggi untuk keadaan semacam ini; lihat Gambar 7-1 untuk

harga-harga D. D sama dengan 1 untuk priode ulang dibawah 10 tahun.

1.7

1.6

1.5

1.4
faktor koreksi D

1.3

1.2

1.1

1.0
10 15 20 25 30 40 50 60 70 80 90 100
periode ulang dalam tahun

Gambar 7-1. Koefesien Koreksi untuk Berbagai Periode Ulang D

Untuk jaringan pembuangan intern, air akan dihitung sebagai bebas sedimen. Untuk
aliran pembuang silang, asal air harus diperiksa. Jika air itu berasal dari daerah-
daerah yang berpembuang alamiah, maka konsentrasi sedimen dapat diambil 3.000
ppm. Air dihitung sebagai bebas sedimen, apabila air pembuang silang berasal dari
daerah persawahan.
Untuk konstruksi pada tanah-tanah nonkohesif, kecepatan dasar yang diizinkan
adalah 0,6 m/dt.
Apabila dikehendaki saluran pembuang juga direncanakan mempunyai fungsi untuk
menunjang pemeliharaan lingkungan dan cadangan air tanah maka kecepatan saluran
pembuang pada daerah yang memerlukan konservasi lingkungan tersebut dapat
dikurangi. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar waktu dan tekanan infiltrasi dan
sehingga akan menambah kapasitas peresapan air kedalam tanah, namun perlu
Rencana Saluran Pembuang 91

dipertimbangkan adanya perubahan dimensi saluran yang lebih besar akibat


pengurangan kecepatan ini.

7.2.4 Tinggi Muka Air

Tinggi muka air saluran pembuang di jaringan intern bergantung kepada fungsi
saluran.
Di jaringan tersier, saluran tanah membuang airnya langsung kesaluran pembuangan
(kuarter dan tersier) dan tinggi muka air pembuang rencana mungkin sama dengan
tinggi permukaan air tanah.
Jaringan pembuang primer menerima air buangan dari petak-petak tersier dilokasi
yang tepat. Tinggi muka air rencana di jaringan utama ditentukan dengan muka air
yang diperlukan di ujung saluran pembuang tersier.
Tinggi muka air di jaringan pembuang primer yang berfungsi untuk pembuang air
dari sawah dan mungkin daerah-daerah bukan sawah dihitung sebagai berikut:
- Untuk pengaliran debit rencana, tinggi muka air mungkin naik sampai sama
dengan tinggi permukaan tanah.
- Untuk pengaliran debit puncak, pembuang air dari sawah dianggap nol; harga-
harga tinggi muka air yang diambil ditunjukan padaGambar 7-2.
Konsep dasar perencanaan saluran pembawa tidak menghendaki adanya pengendapan
di saluran sedangkan pada perencanaan saluran pembuang diusahakan agar air cepat
dapat dibuang sehingga tidak menyebabkan penggenangan yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman/padi.
Sejalan dengan menguatnya aspek lingkungan maka saluran pembuang dapat
direncanakan dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi dengan tujuan agar terjadi
infiltrasi yang besar sebelum mengalir kembali ke sungai. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu kualitas lingkungan yang lebih hijau, memperbesar cadangan air tanah dan
mengurangi debit air di saluran pembuang.
Batas atas kecepatan atas yang diizinkan adalah kecepatan yang tidak menyebabkan
erosi untuk jenis tanah tertentu pada saluran dan dapat dihitung berdasar gaya seret.
Batas atas kecepatan yang diizinkan atau yang tidak menyebabkan erosi, untuk
92 Kriteria Perencanaan - Saluran

saluran lurus dengan kemiringan kecil serta kedalaman aliran lebih kecil dari 0,90 m
menurut U.S Bereau of Reclamation (Fortier dan Scobey 1925) sebagai berikut :

Tabel 7-2. Kecepatan Maksimum yang Diizinkan (oleh Portier dan Scobey)
V m/det
V m/det
Material N (air yang mengangkut
(air bersih)
lanau koloid)
Pasir halus, non kolloidal 0,020 0,457 0,762
Lempung kepasiran, non kolloidal 0,020 0,533 0,762
Silt loam, non kolloidal 0,020 0,610 0,914
Lumpur alluvial, non kolloidal 0,020 0,610 1,067
Ordinary ferm loam 0,020 0,762 1,067
Abu vulkanis 0,020 0,762 1,067
Lempung kaku sangat kolloidal 0,025 1,143 1,524
Lumpur alluvial, kolloidal 0,025 1,143 1,524
Lempung keras 0,025 1,829 1,829
Kerikil halus 0,020 0,762 1,524
Graded loam to cobbles, non colloidal 0,030 1,143 1,524
Graded silt to cobbles when colloidal 0,030 1,219 1,676
Kerikil kasar, non colloidal 0,025 1,219 1,829
Cobbles and shingles 0,035 1,524 1,678
Sumber: Pedoman Perencanaan Saluran Terbuka, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Dep.
PU, 1986.

Batas bawah kecepatan air dalam saluran pembuang disesuaikan dengan data
kandungan sedimen, sedemikian sehingga tidak terjadi akumulasi pengendapan yang
dapat menyebabkan pendangkalan dan menghalangi aliran yang memungkinkan
terjadinya efek pembendungan. Batas kecepatan bawah 0,3 m/det dapat menghindari
pengendapan. Beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan adalah :
- Keliling basah yang lebih besar akan memperbesar infiltrasi
- Makin besar lebar penampang saluran akan memperbesar pembebasan tanah,
tetapi dapat mengurangi perubahan kedalaman air.
- Makin lambat kecepatan air dalam saluran tanpa terjadi pengendapan akan
memperbesar kapasitas peresapan/infiltrasi.
- Hubungan antara data sedimen dan kecepatan rencana dapat didekati dengan cara
perencanaan saluran kantong lumpur/sand trap.
Rencana Saluran Pembuang 93

Saluran pembuang tanpa lindungan terhadap banjir

Saluran pembuang dengan lindungan terhadap banjir

Gambar 7-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Pembuang


94 Kriteria Perencanaan - Saluran

Metode penghitungan ini hanya boleh diterapkan untuk debit-debit sampai 30 m3/dt
saja. Bila diperkirakan akan terjadi debit lebih besar, maka debit puncak dari daerah-
daerah nonsawah dan debit pembuang sawah yang terjadi secara bersamaan harus
dipelajari secara bersama-sama dengan kemungkinan pengurangan debit puncak dan
pengaruh banjir sementara yang mungkin juga terjadi.
Muka air rencana pada titik pertemuan antara dua saluran pembuang sebaiknya
diambil sebagai berikut:
- Evaluasi muka air yang sesuai dengan banjir dengan periode ulang 5 kali per
tahun untuk sungai,
- Muka air rencana untuk saluran pembuangan intern yang tingkatnya lebih tinggi
lagi,
- Mean muka air laut (MSL) untuk laut.

7.3 Potongan Melintang Saluran Pembuang

7.3.1 Geometri

Potongan melintang saluran pembuang direncana relatif lebih dalam daripada saluran
irigasi dengan alasan sebagai berikut :
- Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan tanah
- Variasi tinggi muka air lebih besar, perubahan-perubahan pada debit pembuangan
dapat diterima untuk jaringan pembuang permukaan
- Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran yang lebih stabil pada debit-
debit rendah, sedangkan saluran pembuang yang lebih besar akan menunjukkan
aliran yang berbelok-belok.
Rencana Saluran Pembuang 95

Perbandingan kedalam lebar dasar air (n = b/h) untuk saluran pembuang sekunder
diambil antara 1 dan 3. Untuk saluran pembuang yang lebih besar, nilai banding ini
harus paling tidak 3. Tipe-tipe potongan melintang disajikan pada Gambar 7-2.
Untuk saluran pembuang sekunder dan primer, lebar dasar minimum
diambil 0,60 m.

7.3.2 Kemiringan Talut Saluran Pembuang

Pertimbangan-pertimbangan untuk kemiringan talut sebuah saluran pembuang buatan


mirip dengan pertimbangan untuk saluran irigasi.
Harga-harga kemiringan minimum talut untuk saluran pembuang pada berbagai bahan
tanah diambil dari Tabel 7-3 dan Gambar 7-2.

Tabel 7-3. Kemiringan Talut Minimum untuk Saluran Pembuang


Kedalaman Galian, D Kemiringan Minimum Talut
(m) (1 hor:mvert.)
D  1,0 1,0
1,0 ≤ D< 2,0 1,5
D > 2,0 2,0

Mungkin diperlukan kemiringan talut yang lebih landai jika diperkirakan akan terjadi
aliran rembesan yang besar kedalam saluran.

7.3.3 Lengkung Saluran Pembuang

Jari-jari minimum lengkung sebagai yang diukur dalam as untuk saluran pembuang
buatan adalah sebagai berikut:
96 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 7-4.Jari-Jari Lengkung untuk Saluran Pembuang Tanah

Q Rencanam3/dtk Jari-Jari Minimumm


Q≤5 3 x lebar dasar
5 < Q ≤ 7,5 4 x lebar dasar
7,5 < Q ≤ 10 5 x lebar dasar
< Q ≤ 15 6 x lebar dasar
Q > 15 7 x lebar dasar

Jika diperlukan jari-jari yang lebih kecil, jari- jari tersebut boleh dikurangi sampai 3 x
lebar dasar dengan cara memberi pasangan bagian luar lengkungan saluran.

7.3.4 Tinggi Jagaan

Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-rata 5 tahun,
maka tinggi muka air rencana maksimum diambil sama dengan tinggi muka tanah.
Galian tambahan tidak lagi diperlukan.
Apabila jaringan pembuang utama juga mengalirkan air hujan buangan dari daerah-
daerah bukan sawah dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir,
maka tinggi jagaan akan diambil 0,4 - 0,1 m (lihat Gambar 7-2. dan Gambar 7-3.).
Rencana Saluran Pembuang 97

40.0
n
ga ul
20.0 dun l gg
lin ggu tan
10.0 tan
kapasitas debit dalam m3/dt

6.0
4.0

2.0

1.0
0.6
0.4

0.2

0.1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
meter di atas permukaan air

Gambar 7-3. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pembuang (dari USBR)

Untuk keperluan drainase, tinggi tanggul dihilir bendung didesain menggunakan


Q20th atau Q25th. Jika ternyata resiko jika terjadi banjir di hilir juga tinggi maka
dapat dipertimbangkan debit banjir yang sama dengan debit banjir rencana untuk
bendungnya.
98 Kriteria Perencanaan - Saluran
Perencanaan Saluran Gendong 99

8. BAB VIII
PERENCANAAN SALURAN GENDONG

8.1 Gambaran Umum

Saluran gendong adalah saluran drainase yang diletakkan sejajar dengan saluran
irigasi. Saluran gendong ini berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) di luar
daerah irigasi (extern area) masuk kedalam saluran irigasi .
Air yang masuk saluran gendong ini dialirkan keluar ke saluran alam atau saluran
drainase yang terdekat.
Saluran gendong ini dibangun/dikonstruksi apabila suatu saluran irigasi melintasi
suatu daerah-daerah di perbukitan. Tata letak saluran gendong dan saluran irigasi
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Jalan atau Tanggul Saluran

Saluran Gendong
Saluran Irigasi

Gambar 8-1. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi

Kapasitas drainase untuk satu jenis daerah dataran tinggi (up land) atau dataran
rendah (low land) umumnya menggunakan periode ulang curah hujan 5 tahunan.
Sedang periode 50 tahunan khusus digunakan pada areal yang mempunyai dua jenis
dataran yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.
100 Kriteria Perencanaan - Saluran

8.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan

Debit drainase ditentukan untuk merencanakan kapasitas dan dimensi bangunan


saluran drainase dalam membuang kelebihan air yang ada di permukaan (drainase
permukaan) terutama yang berasal dari daerah perbukitan (hilly area).
Kapasitas debit drainase ini menentukan dimensi saluran dan kemiringan memanjang
dari saluran.
Kapasitas debit dihitung dengan 2 (dua) metode yaitu :
1) Metode rasional untuk daerah tangkapan dataran tinggi (hilly area).
2) Metode lama Hujan dan Frekuensi untuk dataran rendah (low land).

8.2.1 Metode Rasional

Metode Rasional digunakan untuk menghitung besar aliran permukaan daerah


drainase yang melalui dataran tinggi pegunungan dengan luas daerah tangkapan tidak
melebihi 500 ha.
( )
........................................................................................... 8-1

L = Panjang aliran (m)


W = Kecepatan aliran (m/dt)
= 20 x (H/L)0,6(m/dt)
H = Beda tinggi elevasi puncak perbukitan sampai elevasi rencana salurangendong
Q = 0,278 C . It . A . ........................................................................................... 8-2
Dimana :
Q = Debit drainase (m3/dt)
R = Intensitas rata-rata hujan selama waktu konsentrasi hujan
(mm/jam)
C = Koefisien run off, merupakan perbandingan antara maksimum run
off dari daerah itu dan harga rata-rata curah hujan selama waktu
kosentrasi (lihat Tabel 8-1.)
Perencanaan Saluran Gendong 101

H = Tinggi air genangan yang diijinkan, untuk daerah pegunungan


H=0
F = Merupakan perbandingan dari luas areal yang ditanami (sawah)
dengan luas areal daerah tangkapan hujan
F =

A1 = Luas daerah tangkapan hujan/Catchment area (ha)


A2 = Luas daerah yang ditanami/sawah (ha)
R =
( )

R24 = Curah hujan harian maksimum (mm) pada periode ulang 5 tahunan
Tc = Waktu konsentrasi (jam) =

It = Intensitas hujan dalam waktu kosentrasi Tc

Tc dapat dihitung dari rumus empiris dari Kirpich sebagai berikut :


TC = 0,0195 (L / S1/2)0,77 …………………………………………………8-3
Dimana :
S =H / L
H = Beda tinggi elevasi puncak perbukitan sampai elevasi
rencana saluran gendong.
L = Panjang aliran ( m )
SedangIt = intensitas hujan pada periode ulang yang ditinjau
…………………………………………………………………………….....8-4

Dimana nilai a dan b diperoleh dari Tabel 8-2.


Atau dengan rumus Burkli-Ziegler yang rumus semi Rasional
(Saran Asphalt Institute) :
( ) …………………………………………………………….....8-5
Dimana : Q, A , It dan C sama dengan rumus Rasional
102 Kriteria Perencanaan - Saluran

K = kemiringan permukaan tanah rata-rata pada daerah pengaliran


(drainage area)

Tabel 8-1.Koefisien Run off (C) yang Digunakan untuk Luas Drainase Kurangdari 500 ha
Direkomendasi
Kondisi Permukaan Tanah Minimum Maksimum untuk Digunakan
dalam Desain
Areal pegunungan berumput
0,75 0,9 0,85
Tinggi , curam dan gundul
Berumput, curam dan berpohon 0,8 0,9 0,75

Sedang , tidak merata 0,65 0,75 0,70

Lahan miring dengan tanaman


0,75 0,85 0,75
Dan bersungai
Lahan Curam > 10 % 0,75 0,85 0,80

Kemiringan lahan ringan 0,65 0,75 0,75

Hutan dan kemiringan tidak 0,65


0,50 0,75
merata
Sumber : Pedoman Irigasi Dalam Hidrolik , DPMA, 1984

Tabel 8-2. Harga a dan b untuk Periode Ulang T pada Lokasi

I10 I20 I25 I50


a = 9.229,2 11.797,3 12.578,2 15.564,5
b = 59,6 72,9 76 90
Sumber :Penuntun praktis perencanaan teknis jalan raya (BabDrainase jalan)

8.2.2 Metode Lama Hujan dan Frekuensi Hujan

Metode ini digunakan untuk menilai besar debit drainase yang diperlukan untuk
daerah dataran rendah atau daerah pertanian.
Q = β x q x A ………………………………………………………………………8-6
Perencanaan Saluran Gendong 103

Dimana :
Q = Debit drainase (m3/dt)
 = Faktor reduksi luas (Gambar 8-2.)

q = Unit air drainase yang disyaratkan (m3/dt/ha)=

dR = Defferensial tinggi curah hujan yang dipertimbangkan dengan tinggi


genangan (mm)
dT = Lama waktu drainase

A 2
A1
R1
R 2

A 3 A 42

R 3
R 4

Gambar 8-2. Faktor Reduksi  dan Luas Areal Tangkapan Hujan


(∑ )
Dimana :
R = Curah hujan
A = Luas Catchment
104 Kriteria Perencanaan - Saluran

8.2.3 Metode Hidrograf Komplek

Metode ini digunakan untuk luas daerah drainase lebih dari 500 Ha dengan sistim tata
jaringan irigasi utama, sekunder, dan tersier sehingga tidak perlu diuraikan pada
perencanaan saluran gendong.
Hal ini disebabkan karena saluran gendong ini umumnya merupakan sistim irigasi
tunggal. Kecuali pada kondisi khusus, jika sistim saluran gendong harus melalui suatu
perkotaan atau pemukiman maka tata jaringan saluran gendong harus terdiri dari
saluran gendong primer, saluran gendong sekunder dan saluran gendong tersier
seperti terlihat pada Gambar 8-3 berikut :
- Untuk daerah tangkapan (daerah aliran) ≥ 100 km2, digunakan metode
Rasional-Weduwen.
- Untuk daerah aliran < 100 km2 , metode Weduwen atau Hasper akan lebih cocok
dan juga rumus Chezy.
Perencanaan Saluran Gendong 105

Gambar 8-3. Situasi Tata Jaringan Saluran Gendong yang Melalui Pemukiman atau Perkotaan
dan Perbukitan
106 Kriteria Perencanaan - Saluran

8.3 Tata Cara dan Dasar Perhitungan

8.3.1 Standar Kapasitas Saluran Gendong

Besar aliran di saluran gendong direncanakan pada puncak aliran yang dihitung
seperti metode yang dijelaskan pada Bab 8.2 diatas.
Standar saluran gendong ditentukan sebagai berikut:
1. Untuk luas daerah aliran kurang dari 5 ha menggunakan lebar dasar minimum
0,40 m atau sesuai kapasitas debit hasil analisa .
2. Untuk luas daerah aliran lebih dari 100 ha Menggunakan debit minimum 1,00
m3/dt sampai 2,00 m3/dt dengan kenaikan 0,25 m3/dt.
3. Melebihi 2,00 m3/dt dengan kenaikan 0,50 m3/dt.

8.3.2 Karakteristik Saluran Gendong

Karakteristik saluran telah diuraikan pada Bab 3 Subbab 3.3.7.3 diatas.

8.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong

Fungsi saluran gendong untuk menampung aliran air dari sisi atas sehingga tidak
masuk saluran irigasi dan tidak menyebabkan erosi pada sisi luar saluran irigasi,
kelemahan pemilihan cara ini adalah :
1) Diperlukan lebar yang cukup luas untuk menempatkan dua saluran di tebing.
2) Debit saluran gendong jika memenuhi kapasitas debit , air buangan akan masuk
saluran irigasi. Cara mengatasinya dengan dibuatkan saluran pelimpah pada
lokasi tertentu.
3) Memerlukan perawatan yang intensif akibat intensitas sedimen dari tebing atas
sangat tinggi.
4) Dimensi saluran gendong dapat dibuat cukup besar jika area drainase saluran
luas.
Daftar Pustaka 107

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1970. Standar Perencanaan Saluran dan Bangunan-Bangunannya.


ASCE, Task Committee for Preparation of Sedimentation Manual; Journ. Hydr. Div.
ASCE, Jan-April-Dec 1971.
Bos, M.G., J. Nutereen: On Irrigation Efficiencies, ILRI publication Bo. 19,
Wageningten, 1982.
CHOW,V.T: Open Channel Hydraulics, McGraw-Hill, New York, 1965.
DGWRD-DOI, Design Criteria on Irrigation Engineering, August 1980.
Dort, J.A. van, M.G. Bos : Drainage Principles and Applications, ILRI publication
No.16, Wageningen, 1974.
Graf, W.H.Hydraulics of Sediment Transport, McGraw-Hill London, 1971.
Henderson, F.M.: Open Channel Flow. McMillan Company, New York, 1959.
Idel’icik, I.E. Memento des Perstes de Charge. Eyrolles, Paris, 1969.
Kraatz, D.B. Irrigation canal lining. FAO, Rome, 1977.
Leliavsky, S. Irrigation Engineering, Canals and Barrages. Champman and Hall Ltd
London, 1965.
LPMA. Proyek Penyusunan Standar PerencanaanBangunan Dalam Saluran. 1971
Raudkivi, A.J.: Loose Boundary Hydraulics. Pergamon Press Ltd, London, 1967.
Schoemaker, H.J.: Various Monographs on Sediment Transport in Canals and Design
of Unlined Canals. Delft University of Technology, 1972 – 1974.
USBR, US Departement of Interior: Design of Small Dams. Washington D.C., 1973.
USBR, US Departement of Interior: Canals and Related Structures. Washington D.C,
1967.
USDA, Soil Conservation Service.Design of Open Channels. Technical Release
No.25, Washington D.C., 1977.
Vlugter, H.: Sediment Transportation by Running Water and The Design of Stable
Channels in Alluvial Soils. De Ingenieur, no.36, Netherlands, 1962.
108 Kriteria Perencanaan - Saluran

Vlugter, H.: Het Transport Van Vaste Stoffen Door Stroomed Water. DeIngenieur in
Ned.-Indie No.3, 1941.
Vos, H.C.P.de: Transport Van Vaste Stoffen Door Stroomed Water. De
waterstaatsingenieur, no.7, Juli 1925.
Weduwen, J.P.der: Het Berekensen Van Den Maximum Afvoer Van Stroomgebieden
Met een Oppervlak Van 0-100 km2. De Ingenieur in Ned.-Indie, no.10, 1937.
Lampiran I 109

LAMPIRAN I
KAPASITAS ANGKUTAN SEDIMEN

Dalil utama untuk perencanaan saluran yang stabil adalah bahwa semua sedimen yang
masuk ke dalam saluran harus seluruhnya terangkut tanpa terjadi penggerusan atau
sedimentasi.
Oleh sebab itu, kapasitas angkutan relatif T/Q (T = angkutan sedimen, Q = debit)
harus konstan sepanjang ruas saluran. Jika kapasitas angkutannya mengecil, akan
terjadi sedimentasi dan jika kapasitasnya membesar, saluran akan tergerus.
Ada dua cara angkutan sedimen, yakni:
1) Angkutan bahan dalam keadaan melayang (sedimen layang)
2) Angkutan sedimen dasar

1. Jika dipertimbangkan angkutan sedimen layang, Vlugter memberikan aturan


bahwa partikel-partikel yang lebih kecil dari 0,05 sampai 0,07 mm, vI adalah
konstan.
Kriteria yang sama dikemukakan oleh De Vos (1925), yang menggunakan
pertimbangan energi, seperti berikut :
T/Q  g v I .............................................................................. (A.1.1)
dimana :
T = banyaknya sedimen yang diangkut, m3/dt
Q = debit, m3/dt
q = kerapatan air, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
v = kecepatan aliran, m/dt
I = kemiringan energi
Pengukuran di daerah Serayu menunjukkan bahwa untuk mengangkut sedimen
layang < 0,06 mm,  g v I  1 sampai 1,25 Watt/m2 per m saluran. Pengukuran
yang sama menunjukkan bahwa per Watt dapat diangkut sedimen kira – kira 1,5 1
(diukur pada waktu sedimen dalam keadaan mengendap)
110 Kriteria Perencanaan - Saluran

2. Bahan-bahan yang lebih besar dari sekitar 0,06 mm (pasir halus atau lanau) akan
diangkut terutama di sepanjang dasar saluran. untuk angkutan bahan ini, bisa
dipakai rumus angkutan sedimen Einstein – Brown, yakni :
T  b h3 I3 ................................................................................. (A.1.2)

dimana :
b = lebar dasar, m
h = kedalaman air, m
T dan I sama dengan pada rumus A.1.1.
Jika rumus angkutan sedimen ini digabungkan dengan rumus debit
Strikler/Manning, maka :
T/Q  h8/15 I .............................................................................. (A.1.3)
Jika digabungkan dengan rumus debit Chezy, rumus kapasitas angkutan sedimen
relatif menjadi :
T/Q  h6/10 I .............................................................................. (A.1.4)
Penggabungan dengan rumus debit Lacey (v  ks h3/4 I1/2) menghasilkan :
T/Q  h1/2 I .............................................................................. (A.1.5)

Uraian diatas disajikan pada Tabel A.1.1. dibawah ini :


Tabel A.1.1. Rumus – Rumus Angkutan Sedimen

Rumus Angkutan
Rumus Debit Dalil Tipe Angkutan
Sendimen
De Vos - vI Layang
Vlugter Chezy v² I Layang, bahan halus
Einstein – Brown Chezy h6/10 I Dasar, bahan halus
Einstein – Brown Strickler h8/15 I Dasar, bahan halus
Einstein – Brown Rumus regim h1/2 I v2x I Dasar, bahan halus
Lampiran I 111

Kesimpulan :
- Kriteria yang terbaik untuk perencanaan saluran yang stabil yang harus
mengangkut bahan sedimen adalah bahwa kapasitas angkutan sedimen
relatif T/Q tidak boleh berkurang ke arah hilir, atau jika ada bahaya
penggerusan, kapasitas angkutan sedimen harus tetap konstan ke arah hilir.
- Kriteria perencanaan yang akan diikuti bergantung kepada tipe dan volume
sedimen yang akan diangkut, dengan kata lain bergantung pada rumus
angkutan sedimen dan rumus debit yang dipakai, kriteria bahwa :
H1/2 I = konstan
Memberikan perkiraan yang dapat diterima untuk keadaan yang biasa ditentukan
pada saluran irigasi.
112 Kriteria Perencanaan - Saluran
Lampiran II 113

LAMPIRAN II
PERENCANAAN PROFIL SALURAN

Dalam merencanakan saluran, ikutilah langkah-langkah berikut :


1. Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran,
berdasarkan kemiringan medan yang ada dan tinggi bangunan sadap tersier yang
diperlukan. Ini menghasilkan titik dengan harga khusus Qd dan I
2. Plotlah titik-titik Qd – I untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari
bangunan utama hingga ujung saluran sekunder dan tariklah garis melalui titik-
titik ini.
Dalam Gambar A.2.1. diberikan contoh dua garis untuk dua jaringan saluran
yang berbeda. Perlu diingat bahwa garis-garis ini bisa berbeda untuk jaringan-
jaringan saluran lainnya.
3. Tentukan harga kecepatan dasar yang diizinkan vba bagi setiap ruas saluran
berdasarkan kondisi tanah dengan Gambar 3-2.b. Misalnya: jaringan irigasi akan
dibangun pada bahan tanah yang terdiri dari kandungan sedimen dibawah 1.000
ppm. Ini menghasilkan vb – 1 m/dt. Angka tanah tersebut lebih dari 0,8 dan oleh
sebab itu, faktor koreksi A pada Gambar 3-3.a sekurang-kurangnya 1,0. Ini
menghasilkan kecepatan dasar yang diizinkan vba = vb x A = 1,0 x 1,0 = 1,0
m/dt untuk seluruh daerah proyek.
4. Garis-garis Q–O A dan B mempunyai harga-harga IR yang makin besar dengan
menurunnya harga Qd. Hal ini berarti bahwa harga kapasitas angkutan sedimen
di kedua jaringan saluran tersebut makin bertambah besar ke arah hilir.
Diperkirakan sedimentasi tidak akan terjadi.
5. Garis-garis Qd – I menunjukkan bahwa kecepatan dasar rencana yang jelas
dibawah 0,70 m/dt. Karena kecepatan dasar rencana yang diizinkan (langkah 3)
dihitung 1,0 m/dt, maka diperkirakan tidak akan timbul masalah erosi.
6. Potongan melintang dihitung dengan Qd – I kurva Gambar A.2.1, sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel A.2.2. dan A.2.3.
114 Kriteria Perencanaan - Saluran

Harga-harga untuk kolom 2, 3, dan 4 diambil dari kriteria perencanaan ini


Subbab 3.2 dan 3.3.
Harga-harga pada kolom 6, 7, 8 dan 9 dihitung dengan rumus Strickler
sedangkan pada kolom 10 dihitung dengan cara membagi harga kecepatan
rencana pada kolom 8 dengan faktor koreksi kedalam B dari Gambar 3-3.
7. Harga-harga kemiringan saluran mungkin harus dimodifikasi sebagai berikut :
- Jika vbd melalui vba, maka harga kemiringan saluran diambil lebih rendah
dan mungkin diperlukan bangunan terjun
- Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas ternyata lebih
landai dari kemiringan yang dibutuhkan untuk garis IR yang baik, maka
kemiringan tersebut akan ditambah dan sebagai akibatnya pelaksanaan
dilakukan pada timbunan.
8. Tabel A.2.2. dan A.2.3. memberikan potongan melintang untuk harga-harga
debit rencana yang dipilih. Untuk harga Qd yang lain, potongan melintang
dihitung dengan mengambil harga-harga m, n dan k dari kriteria perencanaan ini
(subbab 3.2. dan 3.3) dan potongan memanjang diambil dari grafik perencanaan
saluran.
Lampiran II 115

Gambar A.2.1 Grafik Perencanaan Saluran (dengan Garis-Garis A dan B)


116 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.2.1 Karakteristik Saluran yang Dipakai dengan Gambar A.2.1

Debit Kemiringan Perbandingan


Faktor
dalam Talut b/h
Kekasaran k
m3/dt 1:m n
0,15-0,30 1,0 1,0 35,0
0,30-0,50 1,0 1,0 – 1,2 35,0
0,50-0,75 1,0 1,2 – 1,3 35,0
0,75-1,00 1,0 1,3 – 1,5 35,0

100-1,50 1,0 1,5 – 1,8 40,0


1,50-3,00 1,5 1,8 – 2,3 40,0
3,00-4,50 1,5 2,3 – 2,7 40,0
4,50-5,00 1,5 2,7 – 2,9 40,0

5,00-6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5


6,00-7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5
7,50 - 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5
9,00 - 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5

10,00 - 11,00 2,0 3,9 – 4,2 45,0


11,00 - 15,00 2,0 4,2 – 4,9 45,0
15,00 - 25,00 2,0 4,9 – 6,5 45,0
25,00 - 40,00 2,0 6,5 – 9,0 45,0
Lampiran II 117

Tabel A.2.2. Data Profil Saluran Garis A

Q k I H B V Ih vbd
m n
m3/dt k1/3/dt 10-3 m m m/dt 10-4 m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,30 1,0 1,0 35,0 0,56 0,62 0,62 0,39 3,19 0,42
0,50 1,0 1,2 35,0 0,50 0,73 0,88 0,42 3,16 0,44
0,75 1,5 1,3 35,0 0,46 0,78 1,02 0,44 3,07 0,46

1,50 1,5 1,8 40,0 0,39 0,92 1,66 0,54 2,92 0,55
3,00 1,5 2,3 40,0 0,32 1,16 2,66 0,59 2,76 0,57
4,50 1,5 2,7 40,0 0,28 1,32 3,57 0,61 2,63 0,58

6,00 1,5 3,1 42,5 0,25 1,41 4,37 0,66 2,46 0,61
7,50 1,5 3,5 42,5 0,23 1,50 5,25 0,67 2,36 0,62
9,00 1,5 3,7 42,5 0,21 1,60 5,93 0,67 2,24 0,61

11,00 2,0 4,2 45,0 0,20 1,60 6,71 0,70 2,14 0,64
15,00 2,0 4,9 45,0 0,17 1,76 8,64 0,70 1,94 0,63
25,00 2,0 6,5 45,0 0,15 2,00 12,98 0,74 1,87 0,64
40,00 2,0 9,0 45,0 0,13 2,19 19,73 0,74 1,79 0,65

TabelA.2.3. Data Profil Saluran Garis B

Q k I H B V Ih vbd
m n
m3/dt k1/3/dt 10-3 m m m/dt 10-4 m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,30 1,0 1,0 35,0 0,440 0,65 0,65 0,36 2,56 0,39
0,50 1,0 1,2 35,0 0,380 0,77 0,92 0,38 2,46 0,40
0,75 1,5 1,3 35,0 0,350 0,82 1,07 0,40 2,40 0,41

1,50 1,5 1,8 40,0 0,300 0,97 1,74 0,49 2,30 0,49
3,00 1,5 2,3 40,0 0,250 1,21 2,79 0,54 2,21 0,52
4,50 1,5 2,7 40,0 0,225 1,38 3,71 0,57 2,51 0,53

6,00 1,5 3,1 42,5 0,200 1,47 4,55 0,60 2,01 0,56
7,50 1,5 3,5 42,5 0,190 1,55 5,44 0,62 1,99 0,57
9,00 1,5 3,7 42,5 0,175 1,66 6,14 0,63 1,90 0,57

11,00 2,0 4,2 45,0 0,160 1,67 7,00 0,64 1,75 0,58
15,00 2,0 4,9 45,0 0,145 1,82 8,91 0,66 1,68 0,59
25,00 2,0 6,5 45,0 0,130 2,05 13,34 0,70 1,64 0,61
40,00 2,0 9,0 45,0 0,120 2,23 20,03 0,73 1,62 0,62
118 Kriteria Perencanaan - Saluran
Lampiran III 119

LAMPIRAN III

Tabel A.31 Kriteria Klasifikasi Tanah Secara Laboratoris dari USBR/USCE

INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH KRITERIA KLASIFIKASI


LABORATORIS

Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan

Tentukan persentase kerikil dan pasri dasri kurve ukuran butir. Bergantung kepada persentase bahan
persentase pasir dan kerikil, ukuran maks;

halus (fraksi yang lebih kecil dan ayak No.200), tanah berbutir kasar diklasifikasi sebagai berikut :
persikuan, kondisi permukaan, dan kekasaran
butir; nama setempat atau geologis dan informasi ( )
deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam
tanda kurung ( ).

Tidak memenuhi semua persyaratan gradasi untuk


GW
Gunakan kurve ukuran butir dalam mengidentifiasi fraksi yang diberikan menurut identifikasi lapangan

Untuk tanah tak terganggu tambahan informasi


mengenai perlapisan, tingkat kepadatan, Batas Atterberg di
sementasi, kondisi kelembapan dan karakteristik bawah garis “A” atau

5% samapi 12% Yang terletak di garis batas memerlukan dua simbol


pembuangan (drainase) PI kurang dari 4 Di atas garis “A” dengan
PI antara 4 dan 7 berarti
CONTOH : Batas Atterberg di ada di garis batas dan
atas garis “A” dengan memerlukan dua simbol
Pasir lanau, kerikilan; kurang lebih 20% keras, PI lebih dari 7
partikel kerikil bersiku, ukuran maks. ½ inci;
partikel pasir bulat dan kasar sampai halus;
sekitar 15% bahan halus nonplastis dengan
kekuatan kering rendah; padat dan lembab di
tempat; pasri aluvial; (SM) ( )
Lebih dari 12% GM,GC,SM,SC
Kurang dari 5% GW,GP,SW,SP

Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW

Batas Atterberg di
bawah garis “A” atau
PI kurang dari A Di atas garis “A” dengan
PI antara 4 dan 7 berarti
Batas Atterberg di ada di garis batas dan
atas garis “A” dengan memerlukan dua simbol
PI lebih besar dari 7

Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat


besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar;
warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau),
nama setempat atau geologis, dan informasi
deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam
tanda kurung.

Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan


informasi mengenai struktur, pelapisan
konsistensi dalam keadaan tak terganggu, kondisi
kelembapan dan drainase.

CONTOH :

Lumpur lanauan coklat, agak platis; persentase


pasir halusnya rendah; terdapat lubang-lubang
akar vertikal; kuat dan kering ditempat, lus; (ML)
120 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.3.2 Kriteria Klasifikasi Tanah SystemUSBR/USCE


PROSEDUR LAPANGAN : SIMBOL NAMA JENIS
(Tidak termasuk partikel-partikel yang lebih besar dari 3 inci dan mendasarkan fraksi pada besar perkiraan) KLMPK
1)
KERIKIL BERSIH
Bermacam-macam ukuran butir dan partikal berukuran GW Kerikil gradasi, baik campuran kerikil-pasir,
Lebih dari separoh berlian lebih besar dasri

Lebih separoh dari (Dengan sedikit/tanpa


sedang dalam jumlah besar dengan sedikit atau tanpa bahan halus

besar dari ukuran

dianggap sma dengan ukuran ayak No.4)


fraksi kasar lebih

(untuk klasifikasi visual, ukuran ¼ dapat


(Ayak No. 200 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang)

bahan halus)
Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan GP Kerikil gradasi jelek, campuran kerikil-pasir,
beberapa ukuran sedang hilang dengan sedikit/tak berbahan halus
ayak No.4
KERIKIL

KERIKIL DENGAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat GM Kerikil lanauan, campuran kerikil-pasir lanau
TANAH BERBUTIR KASAR

BAHAN HALUS (Bahan ML di bawah ini) bergradasi jelek


halus cukup banyak) Bahan halus platis platis (untuk prosedur identifikasi lihat GC Kerikil lumpuran, campuan kerikil-pasir lanau
CL di bawah ini) bergradasi jelek
PASIR BERSIH (Dengan Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran SW Pasir gradasi baik, pasir kerikilan, dengan
ukuran ayak No. 200

Lebih dari separoh

sedikit/tanpa bahan halus) sedang dalam jumlah besar sedikit atau tanpa bahan halus
fraksi kasar lebih
kecil dari ukuran

Ada satu ukuran dominan, tau berbagai ukuran dengan SP Pasir gradasi jelek, pasir kerikilan; dengan
beberapa ukuran sedang hilang sedikit/tanpa bahan halus
ayak No.4

PASIR DENGAN BAHAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat SM Pasir lanauan, campuran pasri-lanau bergradasi
PASIR

HALUS (Bahan halus ML di bawah ini) jelek


cukup banyak Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL SC Pasir lempungan, campuran pasir lempung
di bawah ini) bergradasi jelek
PROSEDUR IDENTIFIKASI BUTIR YANG LEBIH KECIL DARI UKURAN AYAK NO.40
KEKUATAN KERING DILANTASI (REAKSI KEKERASAN
Lebih dari separoh bahan lebih kecil dasri ukuran

(KARAKTERISTIK TERHADAP (KEKENTALAN


PECAH) GETARAN) MENDEKATI BATAS
PLASTIS)
LANAU DAN No. 1 sampai rendah Cepat sampai lambat Nol ML Lanau inorganik dan pasir, batu tumbuk yang
LEMPUNG amat halus, pasir lanauan atau halus, plastisitas
Batas cair kurang dari rendah
TANAH BERBUTIR HALUS

50 Sedang sampai tinggi Nol sampai sangat lambat Sedang CL Lempung liat inorganik dengan plastisitas
rendah sampai sedang, lempung lanauan pasiran,
kerikilan, dan lempung kurus
Rendah sampai sedang Lambat Rendah OL Lanau organik dan lanau-lempung dengan
plastisitas rendah
LANAU DAN Rendah sampai sedang Lambat sampai nol Rendah sampai sedang MH Lanau inorganik, pasri halus bermika/diatomea
ayak No. 200

LEMPUNG atau tanah lanauan, lanau elastis


Batas cair lebih dari Tinggi sampai sangat tinggi Nol Tinggi CH Lanau inorganik dengan platisitas tinggi,
50 lempung gemuk
Sedang sampai tinggi Nol sampai sangat lambat Rendah sampai sedang OH Lempung organik dengan platisitas sedang
sampai tinggi
Mudah dikenali lewat warna, bau, empuk seperti spon, dan sering lewat jaringannya yang PT Tanah gambut dan jenis-jenis tanah organik
TANAH ORGANIK TINGGI
tampak seperti serat tinggi yang lain
Lampiran III 121

Tabel A.3.3 Kriteria Klasifikasi Tanah System AASHTO


Simbol
Devisi Nama Jenis Kriteria Klasifikasi
Kelompok
Kerikil gradasi >4

Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus; Kurang dari 50% lilos saringan no. 200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12%
Kerikil 50% atau lebih dari fraksi kasar tertahan saringan no.

baik dan

lolos saringan no. 200: GM, GC, SM, SC, 5% - 12% lolos saringan no. 200: Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel.
campuran pasir-
GW kerikil, sedikit ( )
antara 1 dan 3
atau tidak
Kerikil bersih mengandung
(sedikit atau butiran halus
tak ada butiran Kerikil gradasi
halus) buruk dan
campuran pasir-
(4,75 mm)

Tidak memenuhi kedua kriteria


GP kerikil, sedikit
untuk GW
atau tidak
4

mengandung
butiran halus
Batas-batas Bila batas
GM Atterbergdibawah Atterberg
garis A atau PI < 4 berada di
Kerikil banyak
daerah arsir
kandungan
dari diagram
butiran halus Batas-batas plastisitas,
GC Atterberg dibawah maka dipakai
garis A atau PI > 7
dobel simbol
Pasir gradasi >4
baik, pasir
berkerikil,
Pasir lebih dari 50% fraksi kasar lolos saringan no. 4

SW sedikit atau ( )
antara 1 dan 3
tidak
mengandung
butiran halus
Pasir gradasi
buruk, pasir
berkerikil,
Tidak memenuhi kedua kriteria
(4,75 mm)

SP sedikit atau
untuk SW
tidak
mengandung
butiran halus
Pasir berlanau, Batas-batas Bila batas
SM campuran pasir- Atterbergdibawah Atterberg
lanau garis A atau PI < 4 berada di
Pasir bersih
daerah arsir
kandungan
dari diagram
butiran halus Pasir berlanau, Batas-batas plastisitas,
SC campuran pasir- Atterberg dibawah maka dipakai
lempung garis A atau PI > 7 dobel simbol
122 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.3.4 Kriteria Klasifikasi Tanah Secara Laboratoris AASHTO

Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos saringan no. Lanau tak organik dan pasir
sangat halus, serbuk batuan
ML
atau pasir halus berlanau atau
berlempung 60
Diagram plastisitas:
Lanau dan lempung batas cair Untuk mengklasifikasi kadar
Lempung tak organik dengan 50 butiran halus yang terkandung CH
50% atau kurang plastisitas rendah sampai dalam tanah berbutir halus dan
tanah berbutir kasar.
sedang, lempung berkerikil, 40 Batas atterberg yang termasuk is
A
CL dalam daerah yang diarsir ber- ar
lempung berpasir, lempung arti batasan klasifikasinya
G
30
berlanau, lempung kurus (clean menggunakan dua simbol.
CL
clays) 20
Lanau organik dan lempung CL-ML
ML
10 MH atau CH
OL berlanau organik dengan 7
atau
plastisitas rendah 4 OL

Lanau tak organik atau pasir 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100


MH
200 (0,075 mm)

Lanau dan lempung batas cair halus diatomae, lanau elastis


> 50% Lempung tak organik dengan Batas Cair LL (%)
CH plastisitas tinggi, lempung Garis A: PI = 0,73 (LL - 20)
gemuk (fat clay)
Lempung organik dengan
OH
plastisitas sedang sampai tinggi
Tanah dengan organik tinggi Gambut (peat) dan tanah lain Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat ASTM
dengan kandungan organik Designation D-2488
tinggi
Lampiran III 123

Klasifikasi Bahan-bahan lanau-lempung (lebih dari 35%


Bahan-bahan (35% atau kurang melalui No.200)
umum melalui No.200)
A-1 A-3 A-2 A-4 A-5 A-6 A-7
A-7-
Klasifikasi
A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 5:
kelompok
A-7-6:
Analisis
saringan: 50
Persen maks. 50 51
melalui: 30 maks. maks. 35 maks. 35 maks. 35 maks. 35 maks. 36 min. 36 min. 36 min. 36 min.
No. 10 maks. 25 maks. 10 maks.
No. 40 15 maks.
No. 200
Karakteristik
fraksi
melalui No. 40 41 40 41 40 41 40 41
40 6 maks. N.P. maks. min. maks. maks. maks. min. maks. maks.
Batas cair 10 maks. 10 maks. 11 min. 10 maks 10 maks. 10 maks. 10 min. 11 min.
indeks
plastisitas
Indeks
0 0 0 4 maks. 8 maks. 12 maks. 16 maks. 20 maks.
kelompok
Jenis-jenis
bahan Fragmen batuan, Pasir
Kerikil dan pasir berlanau atau berlempung Tanah berlanau Tanah berlempung
pendukung kerikil, dan pasir halus
utama
Tingkatan
Sedang sampai
umum sebagian Sangat baik sampai baik
buruk
tanah dasar
Untuk : A-7-5 : PI LL-30 NP=Non Platis
Untuk : A-7-6 : PI LL-30
124 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.3.5 Parameter Perencanaan Hidrolis untuk Saluran Pipa Tapal Kuda
d = kedalaman aliran (m) k = koefisien kekasaran Strickler (m0,33/dtk)
D = diameter tapal kuda (m) s = kemiringan dasar saluran dan permukaan air
A = luas aliran (m2) hvc = tinggi kecepatan untuk kedalaman kritis d (m)
r = radius hidrolis (m) Qc = debit apabila kedalaman kritis adalah d (m/dtk)
Q = debit (m3/dtk)

0,01 0,0019 0,0066 0,0001 0,0033 0,0005 0,51 0,4466 0,2602 0,182 0,2234 0,9346
,02 ,0053 ,0132 ,0003 ,0067 ,0019 ,53 ,4566 ,2630 ,187 ,2285 0,9665
,03 ,0097 ,0198 ,0007 ,0100 ,0044 ,53 ,4666 ,2657 ,193 ,2337 ,9989
,04 ,0150 ,0264 ,0013 ,0134 ,0077 ,54 ,4766 ,2683 ,198 ,2391 1,0318
,05 ,0209 ,0329 ,0021 ,0168 ,0120 ,55 ,4865 ,2707 ,204 ,2445 1,0652
,06 ,0275 ,0394 ,0032 ,0201 ,0172 ,56 ,4965 ,2733 ,209 ,2500 1,0993
,07 ,0346 ,0459 ,0044 ,0235 ,0235 ,57 ,5064 ,2757 ,215 ,2557 1,1338
,08 ,0421 ,0524 ,0059 ,0269 ,0306 ,58 ,5163 ,2781 ,220 ,2615 1,1690
,09 ,0502 ,0590 ,0076 ,0305 ,0388 ,59 ,5261 ,2804 ,226 ,2674 1,2047
,10 ,0585 ,0670 ,0097 ,0351 ,0485 ,60 ,5359 ,2824 ,231 ,2735 1,2410
,11 ,0670 ,0748 ,0119 ,0397 ,0590 ,61 ,5457 ,2844 ,236 ,2797 1,2780
,12 ,0753 ,0823 ,0142 ,0443 ,0702 ,62 ,5555 ,2864 ,242 ,2861 1,3155
,13 ,0839 ,0895 ,0168 ,0489 ,0821 ,63 ,5651 ,2884 ,247 ,2926 1,3537
,14 ,0925 ,0964 ,0194 ,0534 ,0946 ,64 ,5748 ,2902 ,252 ,2994 1,3925
,15 ,1012 ,1031 ,0223 ,0579 ,1078 ,65 ,5843 ,2920 ,257 ,3063 1,4319
,16 ,1100 ,1097 ,0252 ,0624 ,1216 ,66 ,5938 ,2937 ,262 ,3134 1,4721
,17 ,1188 ,1161 ,0283 ,0669 ,1361 ,67 ,6033 ,2953 ,268 ,3208 1,5129
,18 ,1277 ,1222 ,0314 ,0714 ,1511 ,68 ,6126 ,2967 ,273 ,3283 1,5544
,19 ,1367 ,1282 ,0347 ,0758 ,1667 ,69 ,6219 ,2981 ,277 ,3362 1,5968
,20 ,1457 ,1341 ,0382 ,0803 ,1829 ,70 ,6312 ,2994 ,283 ,3443 1,6398
,21 ,1549 ,1398 ,0417 ,0847 ,1996 ,71 ,6403 ,3006 ,287 ,3528 1,6838
,22 ,1640 ,1454 ,0454 ,0891 ,2169 ,72 ,6493 ,3018 ,292 ,3615 1,7267
,23 ,1733 ,1508 ,0491 ,0936 ,2347 ,73 ,6582 ,3028 ,297 ,3707 1,7744
,24 ,1825 ,1560 ,0529 ,0980 ,2530 ,74 ,6671 ,3036 ,302 ,3802 1,8212
,25 ,1919 ,1611 ,0568 ,1024 ,2720 ,75 ,6758 ,3044 ,306 ,3902 1,8690
,26 ,2013 ,1662 ,0608 ,1069 ,2913 ,76 ,6844 ,3050 ,310 ,4006 1,9180
,27 ,2107 ,1710 ,0649 ,1113 ,3113 ,77 ,6929 ,3055 ,314 ,4116 1,9628
,28 ,2202 ,1758 ,0691 ,1158 ,3318 ,78 ,7012 ,3060 ,318 ,4232 2,0198
,29 ,2297 ,1804 ,0734 ,1202 ,3527 ,79 ,7094 ,3064 ,322 ,4354 2,0728
,30 ,2393 ,1850 ,0777 ,1247 ,3742 ,80 ,7175 ,3067 ,326 ,4484 2,1275
,31 ,2489 ,1895 ,0821 ,1292 ,3961 ,81 ,7254 ,3067 ,330 ,4623 2,1839
,32 ,2586 ,1938 ,0866 ,1337 ,4186 ,82 ,7332 ,3066 ,333 ,4771 2,2424
,33 ,2683 ,1981 ,0912 ,1382 ,4415 ,83 ,7408 ,3064 ,337 ,4930 2,3031
,34 ,2780 ,2023 ,0958 ,1427 ,4649 ,84 ,7482 ,3061 ,340 ,5102 2,3665
,35 ,2878 ,2063 ,1005 ,1472 ,4888 ,85 ,7554 ,3056 ,343 ,5389 2,4327
,36 ,2975 ,2103 ,1052 ,1518 ,5132 ,86 ,7625 ,3050 ,345 ,5494 2,5024
,37 ,3074 ,2142 ,1100 ,1563 ,5381 ,87 ,7693 ,3042 ,348 ,5719 2,5761
,38 ,3172 ,2181 ,1149 ,1609 ,5634 ,88 ,7759 ,2032 ,350 ,5969 2,6545
,39 ,3271 ,2217 ,1199 ,1655 ,5893 ,89 ,7823 ,3020 ,352 ,6251 2,7387
,40 ,3370 ,2252 ,1248 ,1702 ,6155 ,90 ,7884 ,3005 ,354 ,6570 2,8298
,41 ,3469 ,2287 ,1298 ,1749 ,6423 ,91 ,7943 ,2988 ,355 ,6939 2,9297
,42 ,3568 ,2322 ,1348 ,1795 ,6694 ,92 ,7999 ,2969 ,356 ,7371 3,0408
,43 ,3667 ,2356 ,1399 ,1843 ,6971 ,93 ,8052 ,2947 ,357 ,7889 3,1665
,44 ,3767 ,2390 ,1451 ,1890 ,7252 ,94 ,8101 ,2922 ,357 ,8528 3,3124
,45 ,3867 ,2422 ,1503 ,1938 ,7537 ,95 ,8146 ,2893 ,356 ,9345 3,4869
,46 ,3955 ,2454 ,1555 ,1986 ,7828 ,96 ,8188 ,2858 ,355 1,0446 3,7054
,47 ,4066 ,2484 ,1607 ,2035 ,8122 ,97 ,8224 ,2816 ,353 1,2053 3,9981
,48 ,4166 ,2514 ,1660 ,2084 ,8421 ,98 ,8256 ,2766 ,351 1,4742 4,4660
,49 ,4266 ,2544 ,1713 ,2133 ,8725 ,99 ,8280 ,2696 ,345 2,0804 5,2880
,50 ,4366 ,2574 ,1767 ,2183 ,9033 1,00 ,8293 ,2538 ,332 -------- --------
Daftar Peristilahan Irigasi 125

Tabel A.3.6. Parameter Perencanaan Hidrolis untuk Saluran Pipa Bulat


d = kedalaman aliran (m) k = koefisien kekasaran Strickler (m0,33/dtk)
D = diameter pipa (m) s = kemiringan dasar saluran dan permukaan air
A = luas aliran (m2) hvc = tinggi kecepatan untuk kedalaman kritis d (m)
r = radius hidrolis (m) Qc = debit apabila kedalaman kritis adalah d (m/dtk)
Q = debit (m3/dtk)

0,01 0,0013 0,0066 0,0001 0,0033 0,0003 0,51 0,4027 0,2531 0,161 0,2014 0,800
,02 ,0037 ,0132 ,0002 ,0067 ,0014 ,53 ,4127 ,2562 ,166 ,2065 ,830
,03 ,0069 ,0197 ,0005 ,0101 ,0030 ,53 ,4227 ,2592 ,172 ,2117 ,861
,04 ,0105 ,0262 ,0009 ,0134 ,0054 ,54 ,4327 ,2621 ,177 ,2170 ,892
,05 ,0147 ,0325 ,0015 ,0168 ,0084 ,55 ,4426 ,2649 ,182 ,2224 ,924
,06 ,0192 ,0389 ,0022 ,0203 ,0121 ,56 ,4526 ,2676 ,188 ,2279 ,957
,07 ,0242 ,0451 ,0031 ,0237 ,0165 ,57 ,4625 ,2703 1,93 ,2335 ,990
,08 ,0294 ,0513 ,0041 ,0271 ,0215 ,58 ,4724 ,2728 ,198 ,2393 1,023
,09 ,0350 ,0575 ,0052 ,0306 ,0271 ,59 ,4822 ,2753 ,204 ,2451 1,057
,10 ,0409 ,0635 ,0065 ,0341 ,0334 ,60 ,4920 ,2776 ,209 ,2511 1,092
,11 ,0470 ,0695 ,0079 ,0376 ,0404 ,61 ,5018 ,2799 ,215 ,2572 1,127
,12 ,0534 ,0755 ,0095 ,0411 ,0479 ,62 ,5115 ,2821 ,220 ,2635 1,163
,13 ,0600 ,0813 ,0113 ,0446 ,0561 ,63 ,5212 ,2842 ,226 ,2699 1,199
,14 ,0668 ,0871 ,0131 ,0482 ,0649 ,64 ,5308 ,2862 ,231 ,2765 1,236
,15 ,0739 ,0929 ,0151 ,0517 ,0744 ,65 ,5404 ,2882 ,236 ,2833 1,274
,16 ,0811 ,0985 ,0173 ,0553 ,0845 ,66 ,5499 ,2900 ,241 ,2902 1,312
,17 ,0885 ,1042 ,0196 ,0589 ,0952 ,67 ,5594 ,2917 ,246 ,2974 1,351
,18 ,0961 ,1097 ,0220 ,0626 ,1064 ,68 ,5687 ,2933 ,251 ,3048 1,390
,19 ,1039 ,1152 ,0246 ,0662 ,1184 ,69 ,5780 ,2948 ,256 ,3125 1,431
,20 ,1118 ,1206 ,0273 ,0699 ,1309 ,70 ,5872 ,2962 ,261 ,3204 ,1472
,21 ,1199 ,1259 ,0302 ,0736 ,1440 ,71 ,5964 ,2975 ,266 ,3286 1,514
,22 ,1281 ,1312 ,0331 ,0773 ,1577 ,72 ,6054 ,2987 ,271 ,3371 1,556
,23 ,1365 ,1364 ,0361 ,0811 ,1720 ,73 ,6143 ,2998 ,275 ,3459 1,600
,24 ,1449 ,1416 ,0394 ,0848 ,1869 ,74 ,6231 ,3008 ,280 ,3552 1,644
,25 ,1535 ,1466 ,0427 ,0887 ,2025 ,75 ,6319 ,3017 ,284 ,3648 1,690
,26 ,1623 ,1516 ,0462 ,0925 ,2185 ,76 ,6405 ,3024 ,289 ,3749 1,736
,27 ,1711 ,1566 ,0497 ,0963 ,2351 ,77 ,6489 ,3031 ,293 ,3855 1,784
,28 ,1800 ,1614 ,0534 ,1002 ,2524 ,78 ,6573 ,3036 ,297 ,3967 1,833
,29 ,1890 ,1662 ,0571 ,1042 ,2701 ,79 ,6655 ,3039 ,301 ,4085 1,883
,30 ,1982 ,1709 ,0610 ,1081 ,2885 ,80 ,6736 ,3042 ,305 ,4210 1,935
,31 ,2074 ,1756 ,0650 ,1121 ,3074 ,81 ,6815 ,3043 ,308 ,4343 1,989
,32 ,2167 ,1802 ,0691 ,1161 ,3269 ,82 ,6893 ,3043 ,312 ,4485 2,044
,33 ,2260 ,1847 ,0733 ,1202 ,3469 ,83 ,6969 ,3041 ,315 ,4638 2,101
,34 ,2355 ,1891 ,0776 ,1243 ,3675 ,84 ,7043 ,3038 ,318 ,4803 2,161
,35 ,2450 ,1935 ,0820 ,1284 ,3887 ,85 ,7115 ,3033 ,321 ,4982 2,224
,36 ,2546 ,1978 ,0864 ,1326 ,4104 ,86 ,7168 ,3026 ,324 ,5177 2,229
,37 ,2642 ,2020 ,0909 ,1368 ,4326 ,87 ,7154 ,3018 ,326 ,5392 2,358
,38 ,2739 ,2062 ,0956 ,1411 ,4554 ,88 ,7320 ,3007 ,328 ,5632 2,432
,39 ,2836 ,2120 ,1003 ,1454 ,4787 ,89 ,7384 ,2995 ,330 ,5900 2,511
,40 ,2934 ,2142 ,1051 ,1497 ,5026 ,90 ,7445 ,2980 ,332 ,6204 2,597
,41 ,3032 ,2182 ,1099 ,1541 ,5270 ,91 ,7505 ,2963 ,334 ,6555 2,690
,42 ,3130 ,2220 ,1147 ,1586 ,5519 ,92 ,7560 ,2944 ,334 ,6966 2,794
,43 ,3229 ,2258 ,1197 ,1631 ,5774 ,93 ,7612 ,2921 ,335 ,7459 2,911
,44 ,3328 ,2295 ,1248 ,1676 ,6034 ,94 ,7662 ,2895 ,335 ,8065 3,047
,45 ,3428 ,2331 ,1298 ,1723 ,6299 ,95 ,7707 ,2865 ,335 ,8841 3,209
,46 ,3527 ,2366 ,1353 ,1769 ,6569 ,96 ,7749 ,2829 ,334 ,9885 3,411
,47 ,3627 ,2401 ,1400 ,1817 ,6845 ,97 ,7785 ,2787 ,332 1,1410 3,682
,48 ,3727 ,2435 ,1454 ,1865 ,7127 ,98 ,7817 ,2735 ,329 1,3958 4,089
,49 ,3827 ,2468 ,1508 ,1914 ,7413 ,99 ,7841 ,2666 ,325 1,9700 4,873
,50 ,3927 ,2500 ,1561 ,1964 ,7705 1,00 ,7854 ,2500 ,312 -------- --------
126 Kriteria Perencanaan - Saluran
Daftar Peristilahan Irigasi 127

DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI

A.A.S.T.H.O. American Association of State Highway Officials


abrasi hempasan atau penggerusan oleh gerakan air dan
butiran kasar yang terkandung di
dalamnyaadjustableproportional module pengaturan
tinggi bukaan lubang pada alat ukur Crumpde Gruyter
aerasi pemasukan udara, untuk menghindari tekanan
subatmosfer
agradasi peninggian dasar sungai akibat pengendapan
agregat beton butiran kasar untuk campuran beton, misal : pasir,
kerikil/batu pecah
agrometeorologi ilmu cuaca yang terutama membahas pertanian
alat ukur aliran bawah alat ukur debit melalui lubang
alat ukur aliran bebas alat ukur dengan aliran diatas ambang dengan aliran
sempurna
alat ukur Parshall tipe alat ukur debit ambang lebar, dengan dimensi
penyempitan dan kemiringan lantai tertentu
aliran bebas aliran tanpa tekanan, misal aliran pada gorong-
gorong/saluran terbuka, talang
aliran bertekanan aliran dengan tekanan, misal : aliran pada sipon
aliran getar aliran pada got miring atau pelimpah yang
mengakibatkan getaran pada konstruksi
aliran kritis aliran dengan kecepatan kritis, dimana energi
spesifiknya minimum atau bilangan Froude = 1
aliran setinggi tanggul aliran setinggi tebing sungai, biasanya untuk keperluan
penaksiran debit
128 Kriteria Perencanaan - Saluran

aliran spiral aliran pusaran berbentuk spiral karena lengkung-


lengkung pada konstruksi
aliran subkritis aliran yang kecepatannya lebih kecil dari kecepatan
kritis, atau Fr < 1
aliran superkritis aliran dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan
kritis, atau bilangan Froude (Fr) > 1
aliran tenggelam aliran melalui suatu ambang, dimana muka air udik di
pengaruhi oleh muka air hilir
aliran teranyam aliran sungai terpecah-pecah berbentuk anyaman
(braiding)
aliran terkonsentrasi aliran pada penampang yang lebih sempit, misal di
dasar kantong lumpur terjadi aliran terkonsentrasi pada
saat pengurasan
aliran turbulen aliran tidak tetap dimana kecepatan aliran pada suatu
titik tidak tetap
aliran/debit moduler aliran melalui suatu bangunan, pengontrol (bendung,
ambang, dsb), dimana aliran di hulu tidak dipengaruhi
oleh aliran di bagian hilir, aliran sempurna
alur pengarah alur untuk mengarahkan aliran
aluvial endapan yang terbentuk masa sekarang yang tanahnya
berasal dari tempat lain
ambang lebar ambang dengan lebar (panjang) lebih besar dari 1,75 x
tinggi limpasan
ambang moduler ambang dengan aliran moduler/sempurna
ambang tajam teraerasi ambang tajam dengan tekanan dibawah pelimpahan
sebesar 1 atm, dengan menghubungkannya dengan
udara luar
Daftar Peristilahan Irigasi 129

ambang ujung ambang di ujung hilir kolam olak (end sill)


angka pori perbandingan antara volume pori/rongga dengan
volume butir padat
angka rembesan perbandingan antara panjang jalur rembesan total
dengan beda tinggi energi (lihat angka rembesan Lane)
artifisial buatan manusia
AWLR Automatic Water Level Recorder, alat duga muka air
otomatis
bagian atas pangkal elevasi puncak pangkal bendung (top of abutment)
bagian normal bagian saluran dengan aliran seragam
bagian peralihan bagian pada penyempitan/pelebaran
bak tenggelam bentuk bak (bucket), dimana pada muka air di ujung
belakang konstruksi tidak terjadi loncatan air
bakosurtanal badan koordinasi survey dan pemetaan nasional
bangunan akhir bangunan paling ujung saluran kuarter, sebelum
saluran pembuang yang berfungsi sebagai pengatur
muka air dan mengurangi erosi pada ujung saluran
kuarter
bangunan bantu sebagai tambahan pada bangunan utama seperti
bangunan ukur
bangunan pelengkap bangunan yang melengkapi jaringan utama seperti:
talang, bangunan silang, terjunan dll
bangunan pembilas bangunan yang berfungsi untuk membilas sedimen
bangunan pengaman bangunan untuk mencegah kerusakan konstruksi,
misal: bangunan pelimpah samping, pembuang silang
dsb
130 Kriteria Perencanaan - Saluran

bangunan pengambilan bangunan untuk memasukkan air dari sungai/sumber


air ke saluran irigasi
bangunan pengelak bangunan untuk membelokkan arah aliran sungai,
antara lain bendung
bangunan peredam energi bangunan untuk mengurangi energi aliran, misal kolam
olak
bangunan utama bangunan pada atau di sekitar sungai, seperti: bendung,
tanggul penutup, pengambilan, kantong lumpur, serta
bangunan-bangunan penting lainnya
banjir rencana banjir maksimum dengan periode ulang tertentu (misal:
5,10,50,100 tahun), yang diperhitungkan untuk
perencanaan suatu konstruksi
bantaran sungai bagian yang datar pada tebing sungai
batas Atterberg batasan-batasan untuk membedakan atau
mengklasifikasi plastisitas lempung
batas cair kandungan air minimum pada tanah lempung dalam
keadaan batas antara cair dan plastis
batas meander suatu batas fiktif dimana belokan dan perpindahan
sungai tidak akan keluar dari batas tersebut
batas moduler titik dimana aliran moduler berubah menjadi
nonmoduler
batas plastis kandungan air dimana tanah lempung masih dalam
keadaan plastis dapat digulung dengan diameter 3
mm tanpa putus
batu candi batu kasar (granit, andesit dan sejenis) yang dibentuk
secara khusus untuk dipergunakan sebagai lapisan
tahan gerusan
Daftar Peristilahan Irigasi 131

bendung gerak bendung yang dilengkapi dengan pintu-pintu gerak


untuk mengatur ketinggian air
bendung saringan bawah bendung dengan pengambilan pada dasar sungai,
dilengkapi dengan beberapa tipe saringan contoh:
bendung tyroller
bentang efektif bentang yang diambil dalam perhitungan struktural
jembatan
bibit unggul bibit tertentu yang produksinya lebih tinggi dari bibit
lokal
bilangan Froude bilangan tak berdimensi yang menyatakan hubungan
antara kecepatan gravitasi dan tinggi aliran dengan
rumus:
Fr < 1 : subkritis
Fr > 1 : superkritis
Fr = 1 : kritis

Fr = v/gh, dimana
bitumen sejenis aspal, dapat berbentuk cair maupun padat
blok halang blok (biasanya dari beton) yang dipasang pada talut
belakang bendung atau pada dasar kolam olak, dengan
maksud memperbesar daya redam energi sehingga
kolam olak bisa diperpendek
blok halang blok-blok (biasanya beton) yang dipasang pada kolam
olak, berfungsi sebagai peredam energi
blok muka blok halang pada lereng hilir pelimpah untuk menutup
aliran sungai pada saat pelaksanaan
bor log penampang yang menggambarkan lapisan tanah
pondasi, disertai dengan keterangan-keterangan
132 Kriteria Perencanaan - Saluran

seperlunya misal : muka air, kelulusan dan deskripsi


lapisan
breaching membuat lubang pada tubuh tanggul
bronjong salah satu konstruksi pelindung tanggul sungai, kawat
dan batu
bunded rice field sawah yang dikelilingi tanggul kecil
busur baja baja lengkung penunjang terowongan saat pelaksanaan
CBR California Bearing Ratio; 0 suatu metode pengujian
standar untuk mengetahui daya dukung lapisan dasar
jalan raya
celah kontrol trapesium bangunan pengontrol muka air dengan celah berbentuk
trapesium
cerobong (shaft) lobang vertikal untuk pemeriksaan bagian bawah
konstruksi, misal dasar sipon
Constant Head Orifice (CHO) tipe alat ukur debit dengan perbedaan tinggi tekanan
antara hilir dan udik konstan
contoh tanah tak terganggu contoh tanah yang masih sesuai dengan keadaan
aslinya
curah hujan efektif bagian dari curah hujan yang efektif untuk suatu proses
hidrologi yang bisa dimanfaatkan, misal: pemakaian air
oleh tanaman, pengisian waduk dsb
curah hujan konsekutif curah hujan berturut-turut dalam beberapa hari
D.R. Diversion Requirement, besarnya kebutuhan
penyadapan dari sumber air
daerah aliran sungai (DAS) daerah yang dibatasi bentuk topografi, dimana seluruh
curah hujan di sebelah dalamnya mengalir ke satu
sungai
Daftar Peristilahan Irigasi 133

debit andalan debit dari suatu sumber air (missal : sungai) yang
diharapkan dapat disadap dengan resiko kegagalan
tertentu, misal 1 kali dalam 5tahun
debit puncak debit yang terbesar pada suatu periode tertentu
debit rencana debit untuk perencanaan bangunan atau saluran
debit rencana debit untuk perencanaan suatu bangunan air
degradasi penurunan dasar sungai akibat penggerusan
depresi daerah cekungan yang sulit pembuangannya
dewatering usaha pengeringan dengan berbagai cara, misal
pemompaan
diluvium endapan sungai data lingkungan dan ekologi data-data
yang meliputi data fisik, biologi, kimiawi, sosio
ekonomi dan budaya
dinding halang dinding vertikal/miring dibawah bendung, berfungsi
memperpanjang jalur/garis rembesan (cut-off)
double massplot kurve akumulasi dua data, misalnya curah hujan dari
suatu stasiun, dengan data dari stasiun sekitarnya,
untuk mendapatkan suatu perbandingan
efisiensi irigasi perbandingan antara air yang dipakai dan air yang
disadap, dinyatakan dalam %
efisiensi irigasi total hasil perkalian efisiensi petak tersier, saluran sekunder
dan saluran primer, dalam %
efisiensi pompa perbandingan antara daya yang dihasilkan dan daya
yang dipakai
eksploitasi pintu tata cara pengoperasian pintu
energi kinetis energi kecepatan aliran
134 Kriteria Perencanaan - Saluran

energi potensial energi perbedaan ketinggian


erodibilitas kepekaan terhadap erosi
erosi bawah tanah aliran air melalui bawah dan samping konstruksi
dengan membawa butiran (piping)
erosi bawah tanah terbawanya butir tanah pondasi akibat gaya rembesan
(piping)
evaporasi penguapan
evapotranspirasi kehilangan air total akibat penguapan dari muka tanah
dan transpirasi tanaman
F.A.O. Food and Agriculture Organization organisasi pangan
dunia dibawah naungan PBB
faktor frekuensi tumbuh faktor pengali terhadap rata-rata banjir tahunan untuk
mendapatkan debit banjir dengan periode ulang lainnya
faktor reduksi debit
tenggelam faktor perbandingan antara aliran bebas dan aliran
tenggelam pada suatu bangunan ukur
faktor tahanan rembesan faktor pengali panjang jalur rembesan sehubungan
kondisi bentuk pondasi dan jenis tanah
faktor tulangan hubungan antara perbandingan tulangan tarik dan tekan
dengan kekuatan batas baja rencana
fenomena (gejala) aliran menyatakan sifat yang dimiliki oleh aliran yang
bersangkutan
filter konstruksi untuk melewatkan air tanpa membawa
butiran tanah
fleksibilitas perbandingan antara besarnya perubahan debit suatu
bukaan dengan bukaan lainnyafleksibilitas eksploitasi
Daftar Peristilahan Irigasi 135

pompa kapasitas pemompaan dibagi-bagi kepada be-


berapa pompa untuk memudahkan E & P
flum bagian dari saluran dengan penampang teratur biasanya
diberi pasangan, misal : gorong-gorong terbuka, talang
dan saluran dengan pasangan
foil plastik plastik penyekat
foto udara foto hasil pemotretan dari udara dengan ketinggian
tertentu, untuk keperluan pemetaan
fraksi sedimen kasar fraksi sedimen pasir dan kerikil diameter D > 0,074
mm
G.F.R. Gross Field Water Requirement kebutuhan air total
(bruto) di sawah dengan mempertimbangkan faktor-
faktor pengolahan lahan, rembesan, penggunaan
konsumtif dan penggantian lapisan air
gambar pabrikan gambar yang dikeluarkan oleh pabrik
gambar pengukuran gambar atau peta hasil pengukuran/pemetaan
gambar penyelidikan gambar atau peta yang menyatakan hasil penyelidikan
gambar purnalaksana gambar setelah dilaksanakan (as built drawing)
garis energi garis yang menghubungkan titik-titik tinggi energi
garis kontur garis yang menghubungkan titik-titik yang sama
tingginya, disebut juga garis tinggi
gaya tekan keatas tekanan keatas, umumnya disebabkan tekanan air
(uplift)
gelombang tegak bentuk loncatan air bila perubahan kedalaman air kecil,
dimana hanya terjadi riak gelombang saja
gelombang tegak suatu bentuk gelombang aliran air yang dapat terjadi
pada bilangan Froude antara 0,55 s/d 1,40
136 Kriteria Perencanaan - Saluran

geluh (loam) tanah dengan tekstur campuran pasir, lanau dan


lempung
geometri saluran/bangunan perbandingan antara dimensi-dimensi
saluran/bangunan
gesekan dan tebing saluran/sungai
got miring saluran dengan kemiringan tajam dimana terjadi aliran
superkritis
gradasi pembagian dan ukuran butir tanah, pasir dsb
gradien medan kemiringan medan
gully alur lembah yang dibentuk oleh arus air, dimana aliran
air hanya ada jika ada hujan lebat
hidrodinamik air dalam keadaan bergerak
hidrometeorologi ilmu cuaca yang terutama membahas hidrologi
hidrostatik air dalam keadaan diam
hockey stick layout krib menyerupai tongkat hoki
hujan efektif hujan yang betul-betul dapat dimanfaatkan oleh
tanaman
hujan titik curah hujan pada daerah yang terbatas sekitar stasiun
hujan
I.H.E Institute of Hydraulic Engineering (DPMA)
I.R.R Internal Rate of Return tingkat bunga dimana nilai
pengeluaran sama dengan nilai penerimaan,
diperhitungkan berdasarkan nilai uang sekarang
indeks plastisitas (PI) kisaran kandungan air dalam tanah dimana tanah
kohesif menjadi plastis, besaran ini terletak antara
batas cair dan plastis Indeks Plastisitas = batas cair -
Daftar Peristilahan Irigasi 137

batas plastis
irigasi melingkar salah satu metode perencanaan trase saluran-saluran
tersier dimana arah aliran berlawanan dengan aliran
jaringan utama (counterflow irrigation)
jalan inspeksi jalan sepanjang saluran irigasi dan pembuang untuk
keperluan inspeksi
jalur rembesan jalur lintasan rembesan antara bagian udik dan hilir
suatu konstruksi, melalui dasar atau samping
konstruksi
jalur- jalur barisan petak-petak sawah yang diairi
jari- jari hidrolis perbandingan antara penampang basah dan keliling
basah
jaringan aliran jala-jala aliran air tanah yang terdiri dari garis aliran
dan garis ekuipotensialjaringan bongkah saringanpada
mulut pintu pengambilan untuk mencegah bongkah-
bongkah batu dan sampah agar tidak ke jaringan
saluran
jaringan irigasi seluruh bangunan dan saluran irigasi
jaringan irigasi teknis jaringan yang sudah memisahkan antara sistem irigasi,
pembuang dan jaringan tersier
jaringan pembuang seluruh bangunan dan saluran pembuang
jaringan saluran sistim saluran, hubungan antara satu saluran dengan
saluran lainnya
kantong lumpur bangunan untuk mengendapkan dan menampung
lumpur yang pada waktu tertentu dibilas
karakteristik saluran data saluran berupa debit, kemiringan talut, dsb
kavitasi terjadinya tekanan lebih kecil dari 1 atm, yang
138 Kriteria Perencanaan - Saluran

mengakibatkan gelembung-gelembung udara pada


permukaan badan bendung, menimbulkan lubang-
lubang karena terlepasnya butiran-butiran agregat dari
permukaan konstruksi
kebutuhan pembuang debit puncak saluran pembuang
kebutuhan pengambilan kebutuhan air pada tingkat sumbernya
kebutuhan pengambilan keperluan air pada bangunan sadap
kecepatan dasar kecepatan yang dikonversikan pada kedalaman
aliran 1 m
kecepatan datang kecepatan air sebelum memasuki suatu konstruksi,
seperti bendung, pintu air, dsb
kecepatan spesifik kecepatan khas putaran pompa atau turbin, fungsi dari
jenis aliran dan tipe pompa
kedalaman air hilir kedalaman air sebelah hilir konstruksi, dimana terjadi
kecepatan aliran subkritis
kedalaman konjugasi hubungan antara tinggi kedalaman sebelum dan
sesudah loncatan air
kehilangan di bagian siku kehilangan energi dalam pipa karena pembengkokan
kehilangan tekanan akibat kehilangan tekanan akibat gesekan pada dasar tingkat
kelayakan proyek yang dapat dicapai
kelompok hidrologis tanah kelompok tanah berdasarkan tingkat transmisi air
kelulusan tanah tingkat keresapan air melalui tanah, dinyatakan dalam
satuan panjang/satuan waktu (L/T)
kemampuan tanah kemampuan lahan untuk budidaya tanaman terrtentu
sehubungan dengan kondisi topografi, kesuburan dll
kemiringan maksimum kemiringan saluran maksimum dimana tidak terjadi
penggerusan
Daftar Peristilahan Irigasi 139

kemiringan minimum kemiringan saluran minimum dimana tidak terjadi


pengendapan
kemiringan talut kemiringan dinding saluran
kerapatan satuan berat per volume dibagi gravitasi
keseimbangan batas keseimbangan aliran pada sudetan telah berfungsi,
keseimbangan akhir
ketinggian nol (0) ketinggian yang sudah ditetapkan sebagai elevasi nol
(0), diatas permukaan laut
kisi-kisi penyaring saringan yang dipasang pada bagian muka pintu
pengambilan, sipon, pompa dll, untuk menyaring
sampah dan benda-benda yang terapung (trash rack)
klimatologi ilmu tentang iklim
koefisien debit faktor reduksi dari pengaliran ideal
koefisien kekasaran gabungan koefisien kekasaran pada ruas saluran yang
terdiri dari berbagai kondisi penampang basah
koefisien ekspansi linier koefisien muai beton per 10 C
koefisien kekasaran koefisien yang menyatakan pengaruh kekasaran dasar
dan tebing saluran/sungai terhadap kecepatan aliran
koefisien kontraksi koefisien pengurangan luas penampang aliran akibat
penyempitan
koefisien pengaliran koefisien perbandingan antara volume debit dan curah
hujan
kolam loncat air kolam peredam energi akibat loncatan air
kolam olak tipe bak tenggelam ujung dari bak selalu berada
dibawah muka air hilir
konfigurasi gambaran bentuk permukaan tanah
140 Kriteria Perencanaan - Saluran

konglomerat batuan keras karena tersementasi dengan komponen


dasar berbentuk bulatan
konsentrasi sedimen kandungan sedimen per satuan volume air, dinyatakan
dalam Ppm atau mg/liter
konservatif perencanaan yang terlalu aman
koperan konstruksi di dasar sungai/saluran untuk menahan
rembesan melalui bawah
krip bangunan salah satu tipe perlindungan sungai
lapisan subbase lapisan antara lapisan dasar (base) dan perkerasan pada
badan jalan raya
layout petak tersier suatu jaringan tersier (saluran pembawa/pembuang)
dengan pembagian petak kuarter dan subtersier
lebar efektif bendung lebar bersih pelimpahan: lebar kotor dikurangi
pengaruh-pengaruh kontraksi akibat pilar dan pangkal
bendung yang merupakan fungsi tinggi energi (H1)
lebar ekuivalen lebar tekan ekuivalen beton
lengkung debit grafik antara tinggi air dan debit
lengkung/curve pengempangan lengkung muka air, positif jika
kemiringan air, kemiringan dasar sungai/saluran
keduanya terjadi pada aliran subkritis
limpasan tanggul aliran yang melewati tanggul/tebing sungai
lindungan sungai bangunan yang berfungsi melindungi sungai terhadap
erosi, pengendapan dan longsoran, misal: krib
pengarah arus, pasangan, dsb
lingkaran slip lingkaran gelincir, bidang longsor
lokasi sumber bahan galian tempat penggalian bahan bangunan batu
Daftar Peristilahan Irigasi 141

loncatan hidrolis perubahan dari aliran superkritis ke subkritis


M.O.R. Main Off-take Water Requirement besarnya kebutuhan
air pada pintu sadap utama
meandering aliran sungai berbelok-belok dan berpindah-pindah
mercu bagian atas dari pelimpah atau tanggul
metode debit diatas ambang Peak Over Treshold, suatu metode menaksir banjir
rencana, dimana data hidrograf aliran terbatas (misal :
3 tahun), dengan mempertimbangkan puncak-puncak
banjir tertentu saja
metode numerik metode analitis/bilangan
metode stan ganda suatu metode pengukuran potongan memanjang,
dimana suatu titik dibidik dari 2 posisi

micro film film positif berukuran kecil ( 8 x 12 mm) 'hanya dapat


dibaca dengan alat khusus yang disebut micro fiche
reader
mode of failure (beton) pola keruntuhan, sehubungan dengan perencanaan
tulangan balok T
modulus pembuang banyaknya air yang harus dibuang dari suatu daerah
irigasi, dinyatakan dalam volume persatuan luas/satuan
waktu
morfologi sungai bentuk dan keadaan alur sungai sehubungan dengan
alirannya
mortel adukan
mosaik peta yang terdiri dari beberapa foto udara yang
disambungkan
muka air rencana saluran muka air yang direncanakan pada saluran untuk dapat
mengairi daerah tertentu secara gravitasi
142 Kriteria Perencanaan - Saluran

N.F.R. Net-Field Water Requirement satuan kebutuhan bersih


(netto) air di sawah, dalam hal ini telah diperhitungkan
faktor curah hujan efektif
neraca air keseimbangan air, membandingkan air yang ada, air
hilang dan air yang dimanfaatkan
ogee salah satu tipe mercu bendung yang permukaannya
mengikuti persamaan tertentu, hasil percobaan USCE
P3A Perkumpulan Petani Pemakai Air, misal Dharma Tirta,
Mitra Cai dan Subak
pangkal bendung kepala bendung, abutment
paritan lubang yang digali pada tebing antara 0,5 s/d 1 m lebar
dan 1 s/d 2 m dalam, untuk keperluan pengumpulan
data geoteknik
patahan patahan pada permukaan bumi karena suatu gaya,
sehingga suatu lapisan menjadi tidak sebidang lagi
patok hektometer patok beton yang dipasang setiap jarak 100 meter
sepanjang tebing saluran untuk keperluan E & P dan
orientasi lapangan
pelapukan proses lapuknya batuan karena pengaruh iklim
pemberian air parsial misal pada debit saluran 70 %, akibat pengoperasian
pintu
pembilas bawah pembilas melalui tubuh bendung berupa gorong-
gorong di bagian bawah pintu penguras
pembilas samping pembilas samping, tidak terletak pada tubuh bendung
dengan maksud tidak mengurangi lebar tubuh bendung
(shunt undersluice)pembuang ekstern saluran
pembuang untuk pembuangan yang berasal dari luar
Daftar Peristilahan Irigasi 143

daerah irigasi
pembuang intern saluran pembuangan air dari daerah irigasi
penampang kontrol penampang dimana aliran melalui ambang pengatur
aliran, di sini terjadi aliran kritis
pengambilan bebas penyadapan langsung dari sungai secara gravitasi,
tanpa konstruksi peninggi muka air
pengarah aliran konstruksi yang mengarahkan aliran ke arah tertentu
biasanya menjauhi tanggul
penggerusan berpindah atau terangkutnya, butiran pasir/kerikil
akibat kecepatan aliran
penggunaan (air) konsumtif air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses
evapotranspirasi atau evapotranspirasi dari tanaman
acuan
pengolahan lahan pelumpuran sawah, tindakan menghaluskan struktur
tanah untuk mereduksi porositas dan kelulusan dengan
cara, misalnya pembajakan sawah
penyadapan liar pengambilan air tidak resmi pada saluran irigasi tanpa
menggunakan pipa
perencanaan hidrolis perhitungan hidrolis untuk menetapkan dimensi
bangunan
periode tengah bulanan periode sehubungan dengan perhitungan satuan
kebutuhan air irigasi, atau pergeseran pola tanam pada
sistem golongan
periode ulang suatu periode dimana diharapkan terjadi hujan atau
debit maksimum
perkolasi gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah
peta geologi peta yang menggambarkan keadaan geologi,
144 Kriteria Perencanaan - Saluran

dinyatakan dengan simbol-simbol dan warna tertentu,


disertai keterangan seperlunya
peta geologi daerah peta geologi skala kecil (misal 1 : 100.000 atau lebih),
menggambarkan secara umum keadaan geologi suatu
wilayah, mengenai jenis batuan, endapan, umur, dan
struktur yang ada
peta geologi detail peta yang dibuat berdasarkan hasil penyelidikan
lapangan dan laboratorium detail, dibuat diatas peta
topografi skala besar, misal 1 : 5000 atau lebih besar,
untuk berbagai keperluan, misal peta geologi teknik
detail
peta geologi teknik peta geologi dengan tujuan pemanfaatan dalam bidang
teknik
peta geologi tinjau dibuat berdasarkan hasil pengamatan lapangan selintas,
tidak detail, sedikit memberikan gambaran mengenai
keadaan morfologi, jenis batuan, struktur, dan
hubungan antara satuan batuan
peta ortofoto peta situasi yang dibuat dari hasil perbesaran foto
udara, dilengkapi dengan garis kontur dan titik
ketinggian (semi control)
peta topografi peta yang menggambarkan kondisi topografi, letak dan
ketinggian medan
petak tersier ideal petak tersier lengkap dengan jaringan irigasi,
pembuang dan jalan, serta mempunyai ukuran optimal
petak tersier optimal petak tersier yang biaya konstruksi dan E & P
jaringannya minimal
piesometer alat untuk mengukur tekanan air
Daftar Peristilahan Irigasi 145

pintu penguras pintu yang berfungsi sebagai penguras sedimen,


terutama dari depan pintu pengambilan
pintu radial pintu berbentuk busur lingkaran
pola tanaman urutan dan jenis tanaman pada suatu daerah
pompa naik hidrolis pompa Hydraulic Ram atau pompa hidran, tenaga
penggeraknya berasal dari impuls aliran
ppm part per million
prasarana (infrastruktur) fasilitas untuk pelayanan masyarakat seperti : jaringan
jalan, irigasi, bangunan umum
prasaturasi penjenuhan tanah pada awal musim hujan
program ekstensifikasi usaha peningkatan produksi dengan peng-
anekaragaman usaha tani, misal: Jenis tanaman, ternak,
perikanan, dll
program intensifikasi usaha peningkatan produksi pertanian dengan
menyempurnakan sarana irigasi dan penggunaan
teknologi pertanian maju
prototip contoh dengan ukuran sesuai dengan obyek sebenarnya
relief mikro bentuk cekungan-cekungan atau tonjolan-tonjolan kecil
permukaan tanah
resistensi tahanan/hambatan aliran karena kekasaran saluran
ripples suatu bentuk dasar sungai karena tipe pengangkutan
sedimen dasar
risiko proyek kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak
diinginkan, misal kegagalan pada proyek pada periode
waktu tertentu (misal: selama pelaksanaan, umur
efektif proyek dst)
rotasi permanen sistem pembagian air secara berselang-seling ke petak-
146 Kriteria Perencanaan - Saluran

petak kuarter tertentu


ruang bebas jembatan jarak antara bagian terbawah konstruksi dengan muka
air rencana
S.O.R. Secondary Off-take Water Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap sekunder
saluran cacing cabang saluran kuarter, mengalirkan air dari saluran
kuarter ke petak sawah
saluran gali dan timbun saluran tertutup yang dibuat dengan cara penggalian
dan kemudian ditutup kembali (saluran conduit)
saluran irigasi saluran pembawa air untuk menambah air ke saluran
lain/daerah lain
saluran pembuang alamiah misal anak atau cabang sungai
saluran pintasan saluran melintasi lembah atau memotong bukit pada
saluran garis tinggi (biasanya saluran besar), karena
akan terlalu mahal jika harus terus mengikuti garis
tinggi
sedimen abrasif sedimen yang terdiri dari pasir keras dan tajam,
bersama dengan aliran dapat menimbulkan erosi pada
permukaan konstruksi
sedimen dasar sedimen pada dasar sungai/saluran
sedimen layang sedimen di dalam air yang melayang karena gerakan
air
simulasi peniruan, suatu metode perhitungan hidrologi/hidrolis
untuk mempelajari karakteristik aliran sungai/perilaku
konstruksi
sipon pelimpah sipon peluap
sistem grid suatu metode pengukuran pemetaan situasi
Daftar Peristilahan Irigasi 147

sistem golongan teknis sistim golongan yang direncanakan secara teknis pada
petak sekunder atau primer, sehubungan dengan
penggeseran masa penanaman disini dilakukan
pemberian air secara kontinyu
sistim rotasi sistem pemberian air secara giliran pada beberapa
petak kuarter atau tersier yang digabungkan. Di sini
pemberian air dilakukan tidak kontinyu
sponeng alur (coak) untuk naik turunnya pintu
studi simulasi suatu cara mengevaluasi perilaku suatu kon-
struksi/proyek (misalnya waduk, bendung, jaringan
irigasi dsb), dengan masukkan parameter historis (data
curah hujan, debit) pada jangka waktu tertentu
sudetan atau kopur alur baru yang dibuat di luar alur sungai lama, untuk
keperluan-keperluan pengelakan aliran, penurunan
muka air banjir dan pembangunan bendung
sudut gradien energi sudut kemiringan garis energi terhadap garis horizontal
sudut lentur (pada got miring) sudut kemiringan muka air pada got miring yang harus
memenuhi persyaratan tertentu, untuk mencegah
terjadinya gelombang
sudut mati bagian di manasedimen tidak dapatdikuras/dibilas
dengan kecepatan aliran(dead comer)
sumber bahan timbunan tempat pengambilan bahan timbunan tanah dan pasir
surface roller gerakan aliran yang menggelinding pada permukaan
konstruksi
T.O.R. Tertiary Off-take Requirement besarnya kebutuhan air
pada pintu sadap tersier
talang sipon sipon melintasi alur sungai dimana dasar sipon terletak
148 Kriteria Perencanaan - Saluran

diatas muka air banjir


tampakan (feature) gambaran bentuk yang dinyatakan dengan simbol-
simbol tertentu disertai keterangan seperlunya
tanah bengkok lahan pertanian yang hak penggunaannya diserahkan
kepada pejabat desa karena jabatannya. Beberapa
daerah mempunyai istilah setempat untuk tanah
bengkok ini
tanaman acuan tanaman yang diteliti untuk mengetahui besarnya
evapotranspirasi potensial
tanaman ladang tanaman yang semasa tumbuhnya tidak perlu digenangi
air, misal padi gadu, palawija, karet, tebu, kopi dsb
(upland crop)
tanggul banjir konstruksi untuk mencegah terjadinya banjir di
belakang tanggul tersebut
tanggul penutup tanggul yang berfungsi untuk menutup dan atau
mengelakkan aliran
tegangan efektif tegangan yang bekerja pada butiran tanah tegangan air
pori
tegangan geser kritis tegangan geser dimana tidak terjadi penggerusan
penampang aliran
tekanan pasif tekanan melawan tekanan aktif
tekanan piesometrik tekanan air yang terukur dengan alat piesometer
tekanan subatmosfer tekanan lebih kecil dari 1 atm
tekanan tanah aktif tekanan tanah yang mendorong dinding ke arah
menjauhi tanah
tembok sayap dinding batas antara bangunan dan pekerjaan tanah
sekitarnya berfungsi juga sebagai pengarah aliran
Daftar Peristilahan Irigasi 149

tes batas cair suatu pengujian laboratorium untuk mengetahui


kandungan air dalam contoh tanah pada batas perilaku
tanah seperti zat cair
tikungan stabil tikungan aliran dimana tidak terjadi erosi oleh arus
tinggi energi tinggi air ditambah tinggi tekanan dan tinggi kecepatan
tinggi jagaan minimum tinggi jagaan yang ditetapkan minimum berdasarkan
besaran debit salurantinggi muka air yang diperlukan
tinggi muka air rencana untuk dapat mengairi daerah
irigasi sebelah hilirnya
tinggi tekanan tekanan dibagi berat jenis
tingkat pertumbuhan saat khusus pertumbuhan tanaman
tipe tulang ikan tipe jaringan irigasi saluran dan pembuang berbentuk
tulang ikan dikembangkan di daerah pedataran
terutama di daerah rawa
transmisivity perkalian antara koeffisien permeabilitas dan tebal
akuifer
transplantasi penanaman pemindahan bibit dari persemaian ke
sawah
transposisi data pemakaian data dari satu daerah aliran sungai di daerah
aliran sungai lainnya yang ditinjau dan diperkirakan
sama kondisinya
trase letak dan arah saluran atau jalan
turbulensi pergolakan air untuk mereduksi energi (pada kolam
olak)
U.S.B.R United States Bureau of Reclamation
U.S.C.E United States Army Corps of Engineers
U.S.C.S Unified Soil Classification System
150 Kriteria Perencanaan - Saluran

U.S.D.A United States Department of Agriculture


U.S.S.C.S United States Soil Conservation Service
ulu-ulu petugas pengairan desa yang bertanggung jawab atas
pembagian air pada satu petak tersier
unit kontrol irigasi satuan pengelolaan irigasi misal : petak tersier,
sekunder, dst
variasi muka air 0,18 h100 penambahan tinggi muka air pada saluran
yang diperlukan untuk mengairi seluruh petak tersier,
jika debit yang ada hanya 70% dan Q100
vegetasi tumbuh-tumbuhan/tanaman penutup
waktu konsentrasi waktu yang diperlukan oleh satu titik hujan dari tempat
terjauh dalam suatu daerah aliran sungai mengalir ke
tempat yang ditetapkan, misal lokasi bendung.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI
KP-01

2013
ii Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.

Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi dimasa mendatang. Pengalaman-pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.

Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan


telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
iv Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti


pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.

Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi


mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.

Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan


oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.

Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang irigasi.
Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi 9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan, Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) Standar Bangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.

Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya. Persyaratan Teknis
terdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Umum............................................................................................................1
1.2 Kesahihan/Validitas dan Keterbatasan ..........................................................2
1.3 Tingkat-Tingkat Jaringan Irigasi ...................................................................5
1.3.1 Unsur dan Tingkatan Jaringan .........................................................5
1.3.2 Irigasi Sederhana ..............................................................................6
1.3.3 Jaringan Irigasi Semiteknis ..............................................................7
1.3.4 Jaringan Irigasi Teknis .....................................................................8
BAB II JARINGAN IRIGASI ..................................................................................13
2.1 Pendahuluan ................................................................................................13
2.2 Petak Ikhtisar ...............................................................................................13
2.2.1 Petak Tersier...................................................................................14
2.2.2 Petak Sekunder ...............................................................................15
2.2.3 Petak Primer ...................................................................................15
2.3 Bangunan.....................................................................................................16
2.3.1 Bangunan Utama ............................................................................16
2.3.2 Jaringan Irigasi ...............................................................................18
2.3.3 Bangunan Bagi dan Sadap .............................................................20
2.3.4 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur ................................21
2.3.5 Bangunan Pengatur Muka Air ........................................................22
2.3.6 Bangunan Pembawa .......................................................................23
2.3.7 Bangunan Lindung .........................................................................25
2.3.8 Jalan dan Jembatan.........................................................................27
2.3.9 Bangunan Pelengkap ......................................................................27
2.4 Standar Tata Nama ......................................................................................28
2.4.1 Daerah Irigasi .................................................................................28
2.4.2 Jaringan Irigasi Primer ...................................................................29
2.4.3 Jaringan Irigasi Tersier ...................................................................32
2.4.4 Jaringan Pembuang ........................................................................33
2.4.5 Tata Warna Peta .............................................................................35
2.5 Definisi mengenai Irigasi ............................................................................35
BAB III PENAHAPAN PERENCANAAN IRIGASI .............................................37
3.1 Pendahuluan ................................................................................................37
3.2 Tahap Studi .................................................................................................43
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

3.2.1 Studi Awal......................................................................................50


3.2.2 Studi Identifikasi ............................................................................51
3.2.3 Studi Pengenalan ............................................................................52
3.2.4 Studi Kelayakan .............................................................................56
3.3 Tahap Perencanaan......................................................................................58
3.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan ....................................................59
3.3.2 Taraf Perencanaan Akhir................................................................66
BAB VI DATA, PENGUKURAN DAN PENYELIDIKAN UNTUK
PERENCANAAN IRIGASI .....................................................................................71
4.1 Umum..........................................................................................................71
4.1.1 Pengumpulan Data .........................................................................71
4.1.2 Sifat-Sifat Data ...............................................................................71
4.1.3 Ketelitian Data ...............................................................................72
4.2 Hidrometeorologi ........................................................................................73
4.2.1 Data ................................................................................................73
4.2.2 Curah Hujan ...................................................................................74
4.2.3 Evapotranspirasi .............................................................................75
4.2.4 Banjir Rencana ...............................................................................76
4.2.5 Debit Andalan ................................................................................78
4.3 Pengukuran ..................................................................................................80
4.3.1 Pengukuran Topografi ....................................................................80
4.3.2 Pengukuran Sungai dan Lokasi Bendung.......................................82
4.3.3 Pengukuran Trase Saluran..............................................................83
4.3.4 Pengukuran Lokasi Bangunan........................................................84
4.4 Data Geologi Teknik ...................................................................................84
4.4.1 Tahap Studi ....................................................................................84
4.4.2 Penyelidikan Detail ........................................................................87
4.5 Bahan Bangunan .........................................................................................88
4.6 Penyelidikan Model Hidrolis ......................................................................90
4.7 Tanah Pertanian ...........................................................................................91
BAB V PEREKAYASAAN .......................................................................................95
5.1 Taraf-Taraf Perencanaan .............................................................................95
5.1.1 Perencanaan Garis Besar ................................................................95
5.1.2 Perencanaan Pendahuluan ..............................................................96
5.1.3 Perencanaan Akhir .........................................................................99
5.2 Penghitungan Neraca Air ..........................................................................101
5.2.1 Tersedianya Air ............................................................................102
5.2.2 Kebutuhan Air ..............................................................................103
5.2.3 Neraca Air ....................................................................................105
5.3 Tata Letak..................................................................................................106
5.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan ..................................................106
5.3.2 Taraf Perencanaan Akhir..............................................................109
Daftar Isi xiii

5.4
Perencanaan Saluran .................................................................................109
5.4.1 Perencanaan Pendahuluan ............................................................109
5.4.2 Perencanaan Akhir .......................................................................119
5.5 Perencanaan Bangunan Utama untuk Bendung Tetap, Bendung Gerak,
dan Bendung Karet ...................................................................................121
5.5.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan ..................................................121
5.5.2 Taraf Perencanaan Akhir..............................................................131
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................133
LAMPIRAN I RUMUS BANJIR EMPIRIS .........................................................135
LAMPIRAN II KEBUTUHAN AIR DI SAWAH UNTUK PADI ......................161
LAMPIRAN III ANALISIS DAN EVALUASI
DATA HIDROMETEOROLOGI ..........................................................................189
DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI ..................................................................213
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Tabel xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Klasifikasi Jaringan Irigasi ...........................................................................5


Tabel 2-1. Alat-Alat Ukur ...........................................................................................21
Tabel 3-1. Penahapan Proyek ......................................................................................39
Tabel 3-2. Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi.........................................................53
Tabel 3-3. Kegiatan-Kegiatan dalam Tahap Perencanaan Jaringan Utama .................60
Tabel 4-1. Parameter Perencanaan ..............................................................................75
Tabel 4-2. Parameter perencanaan evaportanspirasi ...................................................76
Tabel 4-3. Banjir Rencana ...........................................................................................78
Tabel 4-4. Debit Andalan ............................................................................................79
Tabel 4-5. Karakreristik Perencanaan Tanah/Batuan ..................................................87
Tabel 5-1. Perhitungan Neraca Air ............................................................................102
xvi Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Daftar Gambar xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Jaringan Irigasi Sederhana......................................................................7


Gambar 1-2. Jaringan Irigasi Semi Teknis ..................................................................8
Gambar 1-3. Jaringan Irigasi Teknis .........................................................................11
Gambar 2-1. Saluran-Saluran Primer dan Sekunder..................................................19
Gambar 2-2. Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi ..................................30
Gambar 2-3. Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan-Bangunan.......................31
Gambar 2-4. Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Kuarter .......................................33
Gambar 2-5. Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang ................................................34
Gambar 2-6. Definisi Daerah-Daerah Irigasi ............................................................36
Gambar 3-1. Daur/Siklus Proyek...............................................................................41
Gambar 3-2. Urut-Urutan Kegiatan Proyek ..............................................................43
Gambar 3-3. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan ............45
Gambar 3-4. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan
Perencanaan (lanjutan) .........................................................................46
Gambar 3-5. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan
Perencanaan (lanjutan) .........................................................................47
Gambar 3-6. Bagian Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail Desain ................48
Gambar 3-7. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail
Desain (lanjutan) ..................................................................................49
Gambar 5-1. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan .............................111
Gambar 5-2. Situasi Bangunan-Bangunan Sadap Tersier .......................................114
Gambar 5-3. Trase Saluran Primer pada Medan yang Tidak Teratur......................117
Gambar 5-4. Bagan Perencanaan Saluran ...............................................................120
Gambar 5-5. Lokasi Bendung pada Profil Memanjang Sungai ...............................124
Gambar 5-6. Denah Bangunan Utama .....................................................................125
Gambar 5-7. Konfigurasi Pintu Pengambilan..........................................................126
xviii Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Umum

Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi ini merupakan bagian dari Standar Kriteria
Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

Bagian mengenai Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi ini khusus membicarakan


berbagai tahap perencanaan yang mengarah kepada penyelesaian jaringan utama
irigasi. Bagian ini menguraikan semua data-data yang diperlukan, serta hasil akhir
masing-masing tahap.

Kriteria perencanaan yang diuraikan disini berlaku untuk perencanaan jaringan irigasi
teknis.

Dalam Bab II diberikan uraian mengenai berbagai unsur jaringan irigasi teknis: petak-
petak irigasi, bangunan utama, saluran dan bangunan. Pada persiapan pembangunan
sampai dengan perencanaan akhir dibagi menjadi dua tahap yaitu, Tahap Studi dan
Tahap Perencanaan. Tahap Studi dibicarakan untuk melengkapi pada persiapan
proyek.

Bab III menyajikan uraian mengenai berbagai tahap studi dan tahap perencanaan.

Kriteria tentang Tahap Studi merupakan dasar pengambilan keputusan dimulainya


perencanaan irigasi (Tahap Perencanaan). Segi-segi teknis dan nonteknis akan sama-
sama memainkan peran. Laporan tentang hasil-hasil studi yang telah dilakukan
mencakup pula keterangan pokok mengenai irigasi yang direncanakan, serta
kesimpulan yang berkenaan dengan tipe jaringan, tata letak dan pola tanam.

Pada permulaan Tahap Perencanaan, kesimpulan yang diperoleh dari Tahap Studi
akan ditinjau kembali sejauh kesimpulan tersebut berkenaan dengan perencanaan
2 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

jaringan irigasi. Peninjauan semacam ini perlu, karena dalam Tahap-tahap Studi dan
Perencanaan banyak instansi pemerintah yang terlibat didalamnya.

Bab IV menguraikan data-data yang diperlukan untuk perencanaan proyek irigasi.


Bidang yang dicakup antara lain adalah hidrologi, topografi, model, hidrolis,
geoteknik dan tanah pertanian.

Bab V menyajikan Perekayasaan (Engineering Design), membicarakan berbagai


tahap dalam perekayasaan, yang dijadikan dasar untuk Tahap Perencanaan adalah
perekayasaan yang telah dipersiapkan dalam Tahap Studi.

Dalam Tahap Perencanaan, ada dua taraf perencanaan, yakni:


- Perencanaan pendahuluan (awal)
- Perencanaan akhir (detail).

Pada taraf perencanaan pendahuluan, diputuskan mengenai daerah irigasi, ketinggian


dan tipe bangunan. Hasil-hasil keputusan ini saling mempengaruhi satu sama lain
secara langsung. Untuk memperoleh hasil perencanaan yang terbaik, diperlukan
pengetahuan dan penguasaan yang mendalam mengenai semua kriteria perencanaan.

Unsur-unsur kriteria perencanaan jaringan irigasi akan dibicarakan dalam bagian:


Bangunan Utama, Saluran, Bangunan dan Petak Tersier. Kriteria tersebut khusus
sifatnya, artinya kriteria perencanaan untuk saluran hanya berlaku untuk saluran dan
kaitan antara kriteria yang satu dengan yang lain kurang dipentingkan.

1.2 Kesahihan/Validitas dan Keterbatasan

Kriteria Perencanaan ini memberikan petunjuk, standar dan prosedur yang digunakan
dalam perencanaan jaringan irigasi teknis penuh.

Kriteria Perencanaan ini terutama dimaksudkan untuk dipakai sebagai kriteria dalam
praktek perencanaan dengan menghasilkan desain yang aman bagi mereka yang
Pendahuluan 3

berkecimpung dalam perencanaan jaringan irigasi, di Direktorat Jenderal Sumber


Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum.

Kriteria tersebut memenuhi tujuan itu dengan tiga cara:


(1) Memberikan informasi dan data-data yang diperlukan kepada para perekayasa
untuk menunjang tercapainya perencanaan irigasi yang baik.
(2) Memberikan pengetahuan keahlian dan teknik mengenai perencanaan atau
pekerjaan irigasi dalam bentuk yang siap pakai bagi para perekayasa yang belum
begitu berpengalaman di bidang ini.
(3) Menyederhanakan prosedur perencanaan bangunan-bangunan irigasi.

Walaupun terutama berkenaan dengan perencanaan jaringan irigasi, Kriteria


Perencanaan tersebut memberikan pedoman dan petunjuk yang luas mengenai data-
data pendukung yang harus dikumpulkan.

Adalah penting bagi para perencana untuk cepat menyesuaikan dengan semua metode
dan pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi pengumpulan data dan metode
untuk sampai pada tahap kesimpulan mengenai ukuran dan tipe jaringan yang akan
dipakai. Oleh karena itu, Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi semata-mata
membicarakan aspek-aspek proses perencanaan saja.

Hanya jaringan dan teknik irigasi yang umum dipakai di Indonesia saja yang akan
dibicarakan. Pokok bahasan ditekankan pada perencanaan sistem irigasi gravitasi,
dimana air diperoleh dari bangunan pengambilan (intake) di sungai dan bendung
pelimpah tetap, karena keduanya merupakan tipe-tipe yang paling umum digunakan.

Kriteria Perencanaan tersebut tidak dimaksudkan untuk membahas teknik irigasi yang
memiliki masalah khusus atau jaringan irigasi dengan ukuran yang besar, atau
perencanaan jaringan yang memerlukan penggunaan teknik yang lebih tepat, demi
memperoleh penghematan-penghematan ekonomis yang penting.
4 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Dimana mungkin, metode-metode perencanaan justru disederhanakan untuk


menghindari prosedur yang rumit dan penyelidikan-penyelidikan khusus yang
diperlukan untuk pembangunan yang besar atau keadaan yang luar biasa. Disini
diberikan penjelasan yang dianggap cukup memadai mengenai faktor-faktor
keamanan yang dipakai didalam teknik perencanaan.

Kriteria Perencanaan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk berasumsi bahwa
tanggung jawab perencanaan dapat dilimpahkan kepada personel/tenaga yang kurang
ahli, tetapi lebih untuk menunjukkan pentingnya suatu latihan keahlian dan
mendorong digunakannya secara luas oleh tenaga ahli yang berpendidikan dan
berpengalaman di bidang teknik.

Diharapkan Kriteria Perencanaan ini akan dapat menyumbangkan sesuatu yang


bermanfaat bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang perencanaan proyek
irigasi. Akan tetapi, bagaimanapun juga Kriteria Perencanaan tersebut tidak
membebaskan instansi atau pihak pengguna dari tanggung jawab membuat
perencanaan yang aman dan memadai. Keterbatasan-keterbatasan yang ada tersebut
hendaknya diperhatikan dan dapat disimpulkan sebagai berikut: Standar Perencanaan
ini merupakan keharusan untuk dipakai di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber
Daya Air dalam tugasnya dibidang pembangunan irigasi. Batasan dan syarat yang
tertuang dalam tiap bagian buku dibuat sedemikian untuk siap pakai. Penyimpangan
dari standar ini hanya dimungkinkan dengan ijin Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air. Dengan demikian siapapun yang akan menggunakan standar ini dan ada yang
memerlukan kajian teknik, tidak akan lepas dari tanggung jawabnya sebagai
perencana dalam merencanakan bangunan irigasi yang aman dan memadai. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Jasa Konstruksi.
Pendahuluan 5

1.3 Tingkat-Tingkat Jaringan Irigasi

1.3.1 Unsur dan Tingkatan Jaringan


Berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan
irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan lihat Tabel 1-1. yakni:
- Sederhana
- Semiteknis, atau
- Teknis.
Ketiga tingkatan tersebut diperlihatkan pada Gambar 1-1., 1-2. dan 1-3.

Tabel 1-1. Klasifikasi Jaringan Irigasi


Klasifikasi Jaringan Irigasi
No. Jaringan Irigasi
Teknis Semiteknis Sederhana
Bangunan Bangunan permanen
1 Bangunan Utama Bangunan sementara
permanen atau semi permanen
Kemampuan
bangunan dalam
2 Baik Sedang Jelek
mengukur dan
mengatur debit
Saluran irigasi dan
Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan
3 Jaringan saluran pembuang tidak
pembuang terpisah pembuang jadi satu
sepenuhnya terpisah
Belum dikembangkan
Dikembangkan Belum ada jaringan
atau densitas
4 Petak tersier terpisah yang
sepenuhnya bangunan tersier
dikembangkan
jarang

Efisiensi secara Tinggi 50% - 60% Sedang 40% – 50% Kurang < 40%
5
keseluruhan (Ancar-ancar) (Ancar-ancar) (Ancar-ancar)
6 Ukuran Tak ada batasan Sampai 2.000 ha Tak lebih dari 500 ha
7 Jalan Usaha Tani Ada keseluruh areal Hanya sebagian areal Cenderung tidak ada
- Ada instansi yang
menangani Tidak ada
8 Kondisi O&P Belum teratur
- Dilaksanakan O&P
teratur
6 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Dalam konteks Standarisasi Irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk
irigasi yang lebih maju ini cocok untuk dipraktekkan disebagian besar pembangunan
irigasi di Indonesia.

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok,
yaitu:

- Bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari sumbernya,


umumnya sungai atau waduk,
- Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak
tersier,
- Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif,
air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung
didalam suatu sistem pembuangan didalam petak tersier,
- Sistem pembuang berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang
kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

1.3.2 Irigasi Sederhana

Didalam irigasi sederhana, lihat Gambar 1-1. pembagian air tidak diukur atau diatur,
air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung
dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan
keterlibatan pemerintah didalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan
air biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh
karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian
airnya.

Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki
kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada pemborosan air dan karena
pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak
selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Kedua, terdapat banyak
Pendahuluan 7

penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk karena setiap
desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan
pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen, maka umurnya mungkin pendek.

30 Garis ketinggian / kontur


Pengambilan bebas
Tidak ada pengawasan Sungai
pengambilan air
Kampung
30
Bendung tidak permanen
dengan pengambilan bebas
Saluran irigasi
29
36

Pengambilan bebas
28
Gabungan
34 35

saluran irigasi
dan pembuang
27 Areal persawahan
33
27 2 3 32

milik satu desa


280
9 1
3

26
26
25

25

Gambar 1-1. Jaringan Irigasi Sederhana

Gambar 1.1 Jaringan irigasi sederhana


1.3.3 Jaringan Irigasi Semiteknis

Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan
jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semiteknis ini bendungnya terletak di
sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian
hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran.
Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana (lihat Gambar 1-2).
Adalah mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang
8 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

lebih luas dari daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya
ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika
bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena diperlukan
lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan
Umum.

Gambar 1-2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

1.3.4 Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran
irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari
pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan
Pendahuluan 9

saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran pembuang


alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut (lihat Gambar 1-3.).

Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.

Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang
idealnya maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir sampai
seluas 75 ha. Perlunya batasan luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah
agar pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai lokasi
sawah terjauh.

Permasalahan yang banyak dijumpai di lapangan untuk petak tersier dengan luasan
lebih dari 75 ha antara lain:
- dalam proses pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering tidak
terpenuhi,
- kesulitan dalam mengendalikan proses pembagian air sehingga sering terjadi
pencurian air,
- banyak petak tersier yang rusak akibat organisasi petani setempat yang tidak
terkelola dengan baik.
Semakin kecil luas petak dan luas kepemilikan maka semakin mudah organisasi
setingkat P3A/GP3A untuk melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan operasi dan
pemeliharaan. Petak tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah yang sudah
diukur dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Institusi Pengelola Irigasi.

Pembagian air didalam petak tersier diserahkan kepada para petani. Jaringan saluran
tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung didalam suatu
jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan
pembuang primer.

Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip diatas adalah cara
pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya
10 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan pertanian. Jaringan irigasi teknis


memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan
pembuangan air lebih secara efisien.

Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan
(pembawa) utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di
saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah
dibandingkan dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari
jaringan pembawa.

Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan


mempengaruhi pembagian air di jaringan utama.

Dalam hal-hal khusus, dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang
digabung). Walaupun jaringan ini memiliki keuntungan tersendiri, dan kelemahan-
kelemahannya juga amat serius sehingga sistem ini pada umumnya tidak akan
diterapkan.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam ini adalah
pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah,
karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.

Kelemahan-kelemahannya antara lain adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit
diatur dan dioperasikan sering banjir, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian
air yang tidak merata. Bangunan-bangunan tertentu didalam jaringan tersebut akan
memiliki sifat-sifat seperti bendung dan relatif mahal.
Pendahuluan 11

Gambar 1-3. Jaringan Irigasi Teknis


12 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Jaringan Irigasi 13

2. BAB II
JARINGAN IRIGASI

2.1 Pendahuluan

Bab ini membicarakan berbagai unsur sebuah jaringan irigasi teknis, yang selanjutnya
hanya akan disebut "jaringan irigasi" saja. Disini akan diberikan definisi praktis
mengenai petak primer, sekunder dan tersier.

Bangunan dibagi-bagi menurut fungsinya dan akan dijelaskan juga pemakaiannya.


Rekomendasi/anjuran mengenai pemilihan tipe bangunan pengukur dan pengatur
diberikan dalam bab ini. Penjelasan yang lebih terinci akan diberikan dalam bagian-
bagian Kriteria Perencanaan lainnya.

Uraian fungsional umum mengenai unsur-unsur jaringan irigasi akan merupakan


bimbingan bagi para perekayasa dalam menyiapkan perencanaan tata letak dan
jaringan irigasi.

2.2 Petak Ikhtisar

Peta ikhtisar adalah cara penggambaran berbagai macam bagian dari suatu jaringan
irigasi yang saling berhubungan. Peta ikhtisar tersebut dapat dilihat pada peta tata
letak.

Peta ikhtisar irigasi tersebut memperlihatkan :


- Bangunan-bangunan utama
- Jaringan dan trase saluran irigasi
- Jaringan dan trase saluran pembuang
- Petak-petak primer, sekunder dan tersier
- Lokasi bangunan
- Batas-batas daerah irigasi
- Jaringan dan trase jalan
14 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Daerah-daerah yang tidak diairi (misal desa-desa)


- Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dsb).

Peta ikhtisar umum dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-
garis kontur dengan skala 1:25.000. Peta ikhtisar detail yang biasa disebut peta petak,
dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1:5.000, dan untuk petak tersier
1:5.000 atau 1:2.000.

2.2.1 Petak Tersier

Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini
menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier
yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan
airnya ke saluran tersier.

Di petak tersier pembagian air, operasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab
para petani yang bersangkutan, dibawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan
ukuran petak tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air
menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu
petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak
tersier idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai
seluas 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan
tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus
mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa dan batas
perubahan bentuk medan (terrain fault).

Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih
8-15 ha.

Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur


sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
memungkinkan pembagian air secara efisien.
Jaringan Irigasi 15

Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran
primer. Perkecualian: jika petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di
sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran
tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari.

Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan
kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih
baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.

2.2.2 Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu
saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang
terletak di saluran primer atau sekunder.

Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas,
seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda,
tergantung pada situasi daerah.

Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi saluran
hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana
sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah
saja.

2.2.3 Petak Primer

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari
saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu mempunyai
dua saluran primer. Ini menghasilkan dua petak primer.

Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan
cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang
16 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari
saluran primer.

2.3 Bangunan

2.3.1 Bangunan Utama

Bangunan utama (head works) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang
direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke
dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama
bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan, serta mengukur banyaknya air
yang masuk.

Bangunan utama terdiri dari bendung dengan peredam energi, satu atau dua
pengambilan utama pintu bilas kolam olak dan (jika diperlukan) kantong lumpur,
tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunan-bangunan pelengkap.

Bangunan utama dapat diklasifikasi ke dalam sejumlah kategori, bergantung kepada


perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kategori.

a. Bendung, Bendung Gerak

Bendung (weir) atau bendung gerak (barrage) dipakai untuk meninggikan muka air di
sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran
irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu akan menentukan luas daerah yang diairi
(command area). Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi dengan pintu yang
dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir besar dan ditutup
apabila aliran kecil. Di Indonesia, bendung adalah bangunan yang paling umum
dipakai untuk membelokkan air sungai untuk keperluan irigasi.

b. Bendung Karet

Bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu tubuh bendung yang terbuat dari
karet dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet serta
Jaringan Irigasi 17

dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan (mesin) untuk


mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung karet. Bendung berfungsi
meninggikan muka air dengan cara mengembangkan tubuh bendung dan menurunkan
muka air dengan cara mengempiskan tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet
dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau air dari pompa udara
atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air (manometer).

c. Pengambilan Bebas

Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air
sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air di sungai. Dalam
keadaan demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah yang
diairi dan jumah air yang dibelokkan harus dapat dijamin cukup.

d. Pengambilan dari Waduk (Reservoir)

Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi surplus
air di sungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air. Jadi, fungsi
utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai.

Waduk yang berukuran besar sering mempunyai banyak fungsi seperti untuk
keperluan irigasi, tenaga air pembangkit listrik, pengendali banjir, perikanan dsb.
Waduk yang berukuran lebih kecil dipakai untuk keperluan irigasi saja.

e. Stasiun Pompa

Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi


ternyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. Pada mulanya irigasi
pompa hanya memerlukan modal kecil, tetapi biaya eksploitasinya mahal.
18 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

2.3.2 Jaringan Irigasi

a. Saluran Irigasi
a.1. Jaringan Irigasi Utama
- Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke petak-
petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan
bagi yang terakhir, lihat juga Gambar 2-1.
- Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah
pada bangunan sadap terakhir.
- Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber
yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer.
- Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini termasuk
dalam wewenang Dinas Irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi
tanggung jawabnya.
a.2. Jaringan Saluran Irigasi Tersier
- Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke
dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah
boks bagi kuarter yang terakhir.
- Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap
tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.
- Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang
itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani
setempat pula, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak
sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama untuk
petak sawah yang paling ujung.
- Pembangunan sanggar tani sebagai sarana untuk diskusi antar petani sehingga
partisipasi petani lebih meningkat, dan pembangunannya disesuaikan dengan
Jaringan Irigasi 19

kebutuhan dan kondisi petani setempat serta diharapkan letaknya dapat


mewakili wilayah P3A atau GP3A setempat.
a.3. Garis Sempadan Saluran
- Dalam rangka pengamanan saluran dan bangunan maka perlu ditetapkan garis
sempadan saluran dan bangunan irigasi yang jauhnya ditentukan dalam
peraturan perundangan sempadan saluran.
1 Saluran primer

10.000 ha 2 Saluran sekunder

6000 ha
4000 ha
Bendung 1 Bsngunan bagi
terakhir
1

2
2
2
2 1000 ha
4000 ha
2000 ha 3000 ha

Gambar 2-1. Saluran-Saluran Primer dan Sekunder


b. Saluran Pembuang

b.1. Jaringan Saluran Pembuang Tersier


- Saluran pembuang kuarter terletak didalam satu petak tersier, menampung air
langsung dari sawah dan membuang air tersebut kedalam saluran pembuang
tersier.
- Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang
termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik
dari pembuang kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke
dalam jaringan pembuang sekunder.
20 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

b.2. Jaringan Saluran Pembuang Utama


- Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier
dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan
pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi.
- Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran
pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak
sungai atau ke laut.

2.3.3 Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat
pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu
tertentu.

Namun dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan-kesulitan dalam operasi dan
pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional. Yaitu bangunan bagi dan
sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Elevasi ambang ke semua arah harus sama.
2. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.
3. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi.
Tetapi disadari bahwa sistem proporsional tidak bisa diterapkan dalam irigasi yang
melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem golongan.

Untuk itu kriteria ini menetapkan agar diterapkan tetap memakai pintu dan alat ukur
debit dengan memenuhi tiga syarat proporsional.
a. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang
dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
b. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke
saluran tersier penerima.
c. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan.
Jaringan Irigasi 21

d. Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih
(tersier, subtersier dan/atau kuarter).

2.3.4 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur

Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan primer
dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur dapat dibedakan
menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan ukur aliran
bawah (underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk
mengatur aliran air.

Bangunan ukur yang dapat dipakai ditunjukkan pada Tabel 2-1.

Tabel 2-1. Alat-Alat Ukur


Tipe Mengukur dengan Mengatur
Bangunan ukur ambang lebar Aliran Atas Tidak
Bangunan ukur Parshall Aliran Atas Tidak
Bangunan ukur Cipoletti Aliran Atas Tidak
Bangunan ukur Romijn Aliran Atas Ya
Bangunan ukur Crump-de Gruyter Aliran Bawah Ya
Bangunan sadap pipa sederhana Aliran Bawah Ya
Constant-Head Orifice (CHO) Aliran Bawah Ya
Cut Throat Flume Aliran Atas Ya

Untuk menyederhanakan operasi dan pemeliharaan, bangunan ukur yang dipakai di


sebuah jaringan irigasi hendaknya tidak terlalu banyak, dan diharapkan pula
pemakaian alat ukur tersebut bisa benar-benar mengatasi permasalahan yang dihadapi
para petani. KP-04 Bangunan memberikan uraian terinci mengenai peralatan ukur dan
penggunaannya.
22 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Peralatan berikut dianjurkan pemakaiannya :


- Di hulu saluran primer
Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan pintu
sorong atau radial untuk pengatur.
- Di bangunan bagi bangunan sadap sekunder
Pintu Romijn dan pintu Crump-de Gruyter dipakai untuk mengukur dan mengatur
aliran. Bila debit terlalu besar, maka alat ukur ambang lebar dengan pintu sorong
atau radial bisa dipakai seperti untuk saluran primer.
- Bangunan sadap tersier
Untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat ukur Romijn atau jika fluktuasi
di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump-de Gruyter. Di petak-petak tersier
kecil disepanjang saluran primer dengan tinggi muka air yang bervariasi dapat
dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana, di lokasi yang
petani tidak bisa menerima bentuk ambang sebaiknya dipasang alat ukur parshall
atau cut throat flume.
Alat ukur parshall memerlukan ruangan yang panjang, presisi yang tinggi dan sulit
pembacaannya, alat ukur cut throat flume lebih pendek dan mudah pembacaannya.

2.3.5 Bangunan Pengatur Muka Air

Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di jaringan


irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang
konstan kepada bangunan sadap tersier.

Bangunan pengatur mempunyai potongan pengontrol aliran yang dapat distel atau
tetap. Untuk bangunan-bangunan pengatur yang dapat disetel dianjurkan untuk
menggunakan pintu (sorong) radial atau lainnya.

Bangunan-bangunan pengatur diperlukan di tempat-tempat dimana tinggi muka air di


saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring (chute). Untuk mencegah
Jaringan Irigasi 23

meninggi atau menurunnya muka air di saluran dipakai mercu tetap atau celah kontrol
trapesium (trapezoidal notch).

2.3.6 Bangunan Pembawa

Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran.
Aliran yang melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.

a. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis


Bangunan pembawa dengan aliran tempat dimana lereng medannya maksimum
saluran. Superkritis diperlukan di tempat lebih curam daripada kemiringan maksimal
saluran. (Jika ditempat dimana kemiringan medannya lebih curam daripada
kemiringan dasar saluran, maka bisa terjadi aliran superkritis yang akan dapat
merusak saluran. Untuk itu diperlukan bangunan peredam).
a. 1. Bangunan Terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi) dipusatkan di satu
tempat bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring. Jika perbedaan
tinggi energi mencapai beberapa meter, maka konstruksi got miring perlu
dipertimbangkan.
a. 2. Got Miring
Daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan
kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got
miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dengan aliran
superkritis, dan umumnya mengikuti kemiringan medan alamiah.
b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis (bangunan silang)
b. 1. Gorong-Gorong
Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat dibawah bangunan
(jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat dibawah saluran. Aliran didalam
gorong-gorong umumnya aliran bebas.
24 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

b. 2. Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran lainnya, saluran
pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran didalam talang adalah
aliran bebas.
b. 3. Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi dibawah
saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai. Sipon juga dipakai untuk
melewatkan air dibawah jalan, jalan kereta api, atau bangunan-bangunan yang lain.
Sipon merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara
penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.
b. 4. Jembatan Sipon
Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan
dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung diatas lembah yang
dalam.
b. 5. Flum (Flume)
Ada beberapa tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi-
situasi medan tertentu, misalnya:
- flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air disepanjang lereng bukit yang
curam.
- flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi lewat diatas
saluran pembuang atau jalan air lainnya.
- flum, dipakai apabila batas pembebasan tanah (right of way) terbatas atau jika
bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran trapesium
biasa.
Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat.
Aliran dalam flum adalah aliran bebas.
Jaringan Irigasi 25

b. 6. Saluran Tertutup
Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu daerah dimana
potongan melintang harus dibuat pada galian yang dalam dengan lereng-lereng tinggi
yang tidak stabil. Saluran tertutup juga dibangun di daerah-daerah permukiman dan di
daerah-daerah pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Bentuk potongan
melintang saluran tertutup atau saluran gali dan timbun adalah segi empat atau bulat.
Biasanya aliran didalam saluran tertutup adalah aliran bebas.
b. 7. Terowongan
Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran memungkinkan untuk
saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan yang tinggi.
Biasanya aliran didalam terowongan adalah aliran bebas.

2.3.7 Bangunan Lindung

Diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar
bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang
berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan
eksploitasi atau akibat masuknya air dari luar saluran.

a. Bangunan Pembuang Silang

Gorong-gorong adalah bangunan pembuang silang yang paling umum digunakan


sebagai lindungan-luar, lihat juga pasal mengenai bangunan pembawa.

Sipon dipakai jika saluran irigasi kecil melintas saluran pembuang yang besar. Dalam
hal ini, biasanya lebih aman dan ekonomis untuk membawa air irigasi dengan sipon
lewat dibawah saluran pembuang tersebut.

Overchute akan direncana jika elevasi dasar saluran pembuang disebelah hulu saluran
irigasi lebih besar daripada permukaan air normal di saluran.
26 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

b. Pelimpah (Spillway)
Ada tiga tipe lindungandalam yang umum dipakai, yaitu saluran pelimpah, sipon
pelimpah dan pintu pelimpah otomatis. Pengatur pelimpah diperlukan tepat di hulu
bangunan bagi, di ujung hilir saluran primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain
yang dianggap perlu demi keamanan jaringan. Bangunan pelimpah bekerja otomatis
dengan naiknya muka air.

c. Bangunan Penggelontor Sedimen (Sediment Excluder)


Bangunan ini dimaksudkan untuk mengeluarkan endapan sedimen sepanjang saluran
primer dan sekunder pada lokasi persilangan dengan sungai. Pada ruas saluran ini
sedimen diijinkan mengendap dan dikuras melewati pintu secara periodik.

d. Bangunan Penguras (Wasteway)


Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan, dipakai
untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan. Untuk mengurangi
tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan bangunan pelimpah.

e. Saluran Pembuang Samping


Aliran buangan biasanya ditampung di saluran pembuang terbuka yang mengalir
pararel disebelah atas saluran irigasi. Saluran-saluran ini membawa air ke bangunan
pembuang silang atau, jika debit relatif kecil dibanding aliran air irigasi ke dalam
saluran irigasi itu melalui lubang pembuang.

f. Saluran Gendong
Saluran gendong adalah saluran drainase yang sejajar dengan saluran irigasi,
berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) dari luar areal irigasi yang masuk ke
dalam saluran irigasi. Air yang masuk saluran gendong dialirkan keluar ke saluran
alam atau drainase yang terdekat.
Jaringan Irigasi 27

2.3.8 Jalan dan Jembatan

Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, operasi dan pemeliharaan jaringan


irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan. Masyarakat boleh menggunakan jalan-
jalan inspeksi ini untuk keperluan-keperluan tertentu saja.

Apabila saluran dibangun sejajar dengan jalan umum didekatnya, maka tidak
diperlukan jalan inspeksi di sepanjang ruas saluran tersebut. Biasanya jalan inspeksi
terletak disepanjang sisi saluran irigasi. Jembatan dibangun untuk saling
menghubungkan jalan-jalan inspeksi di seberang saluran irigasi/pembuang atau untuk
menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum.

Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang itu
memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani setempat
pula, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak atau tidak ada
sama sekali sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama
untuk petak sawah yang paling ujung.

2.3.9 Bangunan Pelengkap

Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang


berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar. Pada umumnya tanggul
diperlukan disepanjang sungai disebelah hulu bendung atau disepanjang saluran
primer.

Fasilitas-fasilitas operasional diperlukan untuk operasi jaringan irigasi secara efektif


dan aman. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain meliputi antara lain: kantor-kantor di
lapangan, bengkel, perumahan untuk staf irigasi, jaringan komunikasi, patok
hektometer, papan eksploitasi, papan duga, dan sebagainya.
28 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Bangunan-bangunan pelengkap yang dibuat di dan sepanjang saluran meliputi:


- Pagar, rel pengaman dan sebagainya, guna memberikan pengaman sewaktu
terjadi keadaan-keadaan gawat;
- Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk memberikan
sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng;
- Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan gorong-
gorong panjang) oleh benda-benda yang hanyut;
- Jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi penduduk.
- Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dan
petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian permasalahan yang
terjadi di lapangan. Pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
petani setempat serta letaknya di setiap bangunan sadap/offtake.

2.4 Standar Tata Nama

Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi dan pembuang, bangunan-


bangunan dan daerah irigasi harus jelas dan logis. Nama yang diberikan harus pendek
dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama-nama harus dipilih dan dibuat
sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua
nama yang sudah ada.

2.4.1 Daerah Irigasi

Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa
penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama
atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi. Contohnya adalah Daerah
Irigasi Jatiluhur atau Daerah Irigasi Cikoncang. Apabila ada dua pengambilan atau
lebih, maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa
terkenal di daerah-daerah layanan setempat.
Jaringan Irigasi 29

Untuk pemberian nama-nama bangunan utama berlaku peraturan yang sama seperti
untuk daerah irigasi, misalnya bendung Elak Cikoncang melayani Daerah Irigasi
Cikoncang.

Sebagai contoh, lihat Gambar 2-2. Bendung Barang merupakan salah satu dari
bangunan-bangunan utama di sungai Dolok. Bangunan-bangunan tersebut melayani
daerah Makawa dan Lamogo, keduanya diberi nama sesuai dengan nama-nama desa
utama di daerah itu.

2.4.2 Jaringan Irigasi Primer

Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayani, contoh: Saluran Primer Makawa.

Saluran sekunder sering diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak di petak
sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya.
Sebagai contoh saluran sekunder Sambak mengambil nama desa Sambak yang
terletak di petak sekunder Sambak.
30 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Bendung LEGENDA
BARANG
RM 1 RL 1
BL 1
Bangunan bagi dengan
A = 3891 ha A = 517 ha
Q = 6.731 m3/dt Q = 0.894 m3/dt pintu sadap
Saluran primer MAKAWA
BM 3

BM 2
L1 Ka
RM 3 RM 2 22 ha 31 l/dt Bangunan sadap
A = 2031 ha A = 3184 ha
Q = 3.514 m3/dt Q = 5.508 m3/dt
BM 1
H1 Ki. 1

Q = 0.856 m3/dt
19 ha 27 l/dt

Q = 0.957 m3/dt

A = 495 ha
H2 K. 3 H2 K. 1 H1 K. 2
116 ha 162 l/dt 76 ha k16 l/dt 68 ha 95 l/dt

A = 620 ha

RL 2
Q = 1.349 m3/dt

BK 2
H2 K. 2

RK 1
96 ha 134 l/dt
A = 865 ha

K2 ka
RK 2
BK 1 BL 2

KALI DOLOK
RS 1

110 ha 154 l/dt


A = 500 ha
Q = 0.780 m3/dt H1 K. 2 L2 ka L2 Ki
68 ha 95 l/dt 54 ha 76 l/dt 17 ha 24 l/dt

Q = 0.608 m3/dt

Q = 0.734 m3/dt
BS 1

Saluran primer LAMOGO


Saluran sekunder KEDAWUNG K1 Ki. 1

A = 390 ha

A = 424 ha
S1 Ka S1 Ki 50 ha 70 l/dt
148 ha 207 l/dt 57 ha 60 l/dt RK 3
Q = 1.030 m3/dt

RL 3
SAMBAK
sekunder

A = 560 ha
Saluran

BL 3
BK 3
RS 2

L3 Ki
K3. Ki 107 ha 150 l/dt
125 ha 175 l/dt
BS 2

Q = 0.548 m3/dt
Q = 0.413 m3/dt

S2 Ka S2 Ki

A = 317 ha
183 ha 256 l/dt 97 ha 136 l/dt
A = 255 ha
Q = 0.590 m3/dt

RL 4
RK 4
A = 380 ha
RS 3

Gambar 2-2. Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi


Jaringan Irigasi 31

LEGENDA
RM 1 RL 1
BL 1
Saluran primer MAKAWA
Bendung Bangunan bagi dengan

BM 2a
BM 2a
BM 2d

BM 2b
BM 2c
BARANG BL 2a pintu sadap

BM 3

BM 2

KALI DOLOK
RM 3
BM 1a Bangunan sadap
BL 2b
BM 1
BL 2c Gorong - gorong

RK 1

RL 2
BL 2d

BK 2a
BS 1a

BK 2
Talang
BK 1a
BS 1b RK 2 BK 1b
Saluran sekunder SAMBAK

Sipon
BK 1 BL 2
BS 1c
Bangunan terjun

BK 3a
RS 1

BS 1d BL 3a Jembatan

Saluran primer LAMOGO


BK 3b

Saluran sekunder KEDAWUNG


BS 1 Jembatan orang
BL 3b

RK 3

RL 3
BK 3c
BS 2a
BS 2b BL 3
BK 3

BS 2c BL 4a
RS 2

BK 4a
BL 4b
BS 2 BK 4b BL 4c
BK 4c

RL 4
RK 4
RS 3

Gambar 2-3. Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan-Bangunan


32 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas sama. Misalnya, RS 2 adalah


Ruas saluran sekunder Sambak (S) antara bangunan sadap BS 1 dan BS 2 (lihat juga
subbab 2.2 dan 2.3).

Bangunan pengelak atau bagi adalah bangunan terakhir di suatu ruas. Bangunan itu
diberi nama sesuai dengan ruas hulu tetapi huruf R (Ruas) diubah menjadi B
(Bangunan). Misalnya BS 2 adalah bangunan pengelak di ujung ruas RS 2.

Bangunan-bangunan yang ada di antara bangunan-bangunan bagi sadap (gorong-


gorong, jembatan, talang bangunan terjun, dan sebagainya) diberi nama sesuai dengan
nama ruas dimana bangunan tersebut terletak juga mulai dengan huruf B (Bangunan)
lalu diikuti dengan huruf kecil sedemikian sehingga bangunan yang terletak di ujung
hilir mulai dengan "a" dan bangunan-bangunan yang berada lebih jauh di hilir
memakai hurut b, c, dan seterusnya. Sebagai contoh BS2b adalah bangunan kedua
pada ruas RS2 di saluran Sambak terletak antara bangunan-bangunan bagi BS 1 dan
BS 2.

Bagian KP–07 Standar Penggambaran dan BI–01 Tipe Bangunan irigasi memberikan
uraian lebih rinci mengenai sistem tata nama.

2.4.3 Jaringan Irigasi Tersier

Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama.
Misalnya petak tersier S1 kiri mendapat air dari pintu kiri bangunan bagi BS 1 yang
terletak di saluran Sambak.

1. Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di
antara kedua boks. misalnya (T1 - T2), (T3 - K1), (lihat Gambar 2-4).

2. Boks Tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam,
mulai dari boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2 dan sebagainya.
Penahapan Perencanaan Irigasi 33

3. Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya menurut
arah jarum jam.

4. Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam,
mulai dari boks kuarter pertama di hilir boks tersier dengan nomor urut tertinggi:
K1, K2 dan seterusnya.

A A1 B1 B2 B C1

C2
T1 T2 T3 K2

K1 K3 C3

A3 A2 D3 D2 D1 D C

Gambar 2-4. Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Kuarter

5. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani
tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1, a2 dan seterusnya.

6. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang
airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan
seterusnya.

7. Saluran pembuang tersier, diberi kode dt1, dt2 juga menurut arah jarum jam.

2.4.4 Jaringan Pembuang

Setiap pembangunan jaringan irigasi dilengkapi dengan pembangunan jaringan


drainase yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan
(PP 20 pasal 46 ayat 1)
34 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Pada umumnya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah, yang kesemuanya


akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan
dibuat, maka saluran-saluran itu harus diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang
dibagi menjadi ruas-ruas, maka masing-masing ruas akan diberi nama, mulai dari
ujung hilir.

Pembuang sekunder pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang lebih kecil.
Beberapa di antaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak
sungai/anak sungai tersebut akan ditunjukkan dengan sebuah huruf bersama-sama
dengan nomor seri. Nama-nama ini akan diawali dengan huruf d (d = drainase).

Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan dibagi-bagi menjadi
ruas-ruas dengan debit seragam, masing-masing diberi nomor. Masing-masing petak
tersier akan mempunyai nomor seri sendiri-sendiri.

27
34

A4 -A
33

dR g
32

an
bu
31

em
0

P
29 3

A3
dR
28

26
27

d2
d2 d3
d1
26

d2
d2
A2

d1
25

dR

25 d1
d1
d1 d RA 1
d RM 2 d RM 3 d RM 4
d RM 1

Pembuang primer MARAMBA

Gambar 2.5 Sistem tata nama jaringan pembuang


Gambar 2-5. Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang

Gambar 2-5 diatas adalah contoh sistem tata nama untuk saluran pembuang.
Penahapan Perencanaan Irigasi 35

2.4.5 Tata Warna Peta

Warna-warna standar akan digunakan untuk menunjukkan berbagai tampakan irigasi


pada peta. Warna-warna yang dipakai adalah :
- Biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang ada dan
garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan
- Merah untuk sungai dan jaringan pembuang garis penuh untuk jaringan yang
sudah ada dan garis putus-putus (----- - ----- - -----) untuk jaringan yang sedang
direncanakan;
- Coklat untuk jaringan jalan;
- Kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa-rawa);
- Hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan desa dan kampung;
- Merah untuk tata nama bangunan;
- Hitam untuk jalan kereta api;
- Warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, batas-batas
petak tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama
(untuk petak sekunder) semua petak tersier yang diberi air langsung dari saluran
primer akan mempunyai warna yang sama.

2.5 Definisi mengenai Irigasi

a. Daerah Studi adalah Daerah Proyek ditambah dengan seluruh Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan tempat-tempat pengambilan air ditambah dengan daerah-
daerah lain yang ada hubungannya dengan daerah studi

b. Daerah Proyek adalah daerah dimana pelaksanaan pekerjaan dipertimbangkan


dan/atau diusulkan dan daerah tersebut akan mengambil manfaat langsung dari
proyek tersebut.

c. Daerah Irigasi Total/Brutto adalah, daerah proyek dikurangi dengan


perkampungan dan tanah-tanah yang dipakai untuk mendirikan bangunan daerah
36 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

yang tidak diairi, jalan utama, rawa-rawa dan daerah-daerah yang tidak akan
dikembangkan untuk irigasi dibawah proyek yang bersangkutan.

d. Daerah Irigasi Netto/Bersih adalah tanah yang ditanami (padi) dan ini adalah
daerah total yang bisa diairi dikurangi dengan saluran-saluran irigasi dan
pembuang primer, sekunder, tersier dan kuarter, jalan inspeksi, jalan setapak dan
tanggul sawah. Daerah ini dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, panenan
dan manfaat/keuntungan yang dapat diperoleh dari proyek yang bersangkutan.
Sebagai angka standar luas netto daerah yang dapat diairi diambil 0,9 kali luas
total daerah-daerah yang dapat diairi.

e. Daerah Potensial adalah daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk


dikembangkan. Luas daerah ini sama dengan Daerah lrigasi Netto tetapi biasanya
belum sepenuhnya dikembangkan akibat terdapatnya hambatan-hambatan
nonteknis.

f. Daerah Fungsional adalah bagian dari Daerah Potensial yang telah memiliki
jaringan irigasi yang telah dikembangkan. Daerah fungsional luasnya sama atau
lebih kecil dari Daerah Potensial.

Saluran + pembuang
Primer dan Sekunder + Tanggul , jalan
Daerah tak bisa diairi Desa Jalan primer Jalan petani Saluran tersier dan kuarter setapak

Luas bersih yang bisa diairi

Daerah proyek
Luas total yang bisa diairi

Gambar 2-6. Definisi Daerah-Daerah Irigasi


Penahapan Perencanaan Irigasi 37

3. BAB III
PENAHAPAN PERENCANAAN IRIGASI

3.1 Pendahuluan

Proses pembangunan irigasi dilakukan secara berurutan berdasarkan akronim


SIDLACOM untuk mengidentifikasi berbagai tahapan proyek. Akronim tersebut
merupakan kependekan dari :
S – Survey (Pengukuran/Survei)
I – Investigation (Penyelidikan)
D – Design (Perencanaan Teknis)
La – Land acquisition (Pembebasan Tanah)
C – Construction (Pelaksanaan)
O – Operation (Operasi)
M – Maintenance (Pemeliharaan)

Akronim tersebut menunjukkan urut-urutan tahap yang masing-masing terdiri dari


kegiatan-kegiatan yang berlainan. Tahap yang berbeda-beda tersebut tidak perlu
merupakan rangkaian kegiatan yang terus menerus mungkin saja ada jarak waktu di
antara tahap-tahap tersebut.

Perencanaan pembangunan irigasi dibagi menjadi dua tahap utama yaitu Tahap
Perencanaan Umum (studi) dan Tahap Perencanaan Teknis (seperti tercantum dalam
Tabel 3-1.). Tabel 3-1. menyajikan rincian S-I-D menjadi dua tahap. Tahap Studi dan
Tahap Perencanaan Teknis. Masing-masing tahap (phase) dibagi menjadi taraf
(phase), yang kesemuanya mempunyai tujuan yang jelas.

Tahap Studi merupakan tahap perumusan proyek dan penyimpulan akan


dilaksanakannya suatu proyek. Aspek-aspek yang tercakup dalam Tahap Studi
bersifat teknis dan nonteknis.
38 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tahap Perencanaan merupakan tahap pembahasan proyek pekerjaan irigasi secara


mendetail Aspek-aspek yang tercakup disini terutama bersifat teknis. Dalam subbab
3.2 dan 3.3 Tahap Studi dan Tahap Perencanaan dibicarakan secara lebih terinci.

Pada Tabel 3-1. diberikan ciri-ciri utama masing-masing taraf persiapan proyek
irigasi. Suatu proyek meliputi seluruh atau sebagian saja dari taraf-taraf ini
bergantung kepada investasi/modal yang tersedia dan kemauan atau keinginan
masyarakat serta pengalaman mengenai pertanian irigasi di daerah yang
bersangkutan. Lagi pula batas antara masing-masing tahap bisa berubah-ubah:
- Seluruh taraf pengenalan bisa meliputi inventarisasi dan identifikasi proyek;
sedangkan kegiatan-kegiatan dalam studi pengenalan (reconnaissance study)
detail mungkin bersamaan waktu dengan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam
ruang lingkup studi prakelayakan;
- Studi kelayakan detail akan meliputi juga perencanaan pekerjaan irigasi
pendahuluan.

Sesuai dengan Undang-undang Sumber Daya Air bahwa dalam wilayah sungai akan
dibuat Pola Pengembangan dan Rencana Induk wilayah sungai, terkait dengan hal
tersebut pada kondisi wilayah sungai yang belum ada Pola Pengembangan dan
Rencana Induk, tetapi sudah perlu pengembangan irigasi, maka pada tahap studi awal
dan studi identifikasi hasilnya sebagai masukan untuk pembuatan pola pengembangan
wilayah sungai. Namun jika pola pengembangan wilayah sungai sudah ada, maka
tahap studi awal dan studi identifikasi tidak diperlukan lagi.

Rencana induk (master plan) pengembangan sumber daya air di suatu daerah
(wilayah sungai, unit-unit administratif) dimana irigasi pertanian merupakan bagian
utamanya, dapat dibuat pada tahapan studi yang mana saja sesuai ketersedian dana.
Akan tetapi biasanya rencana induk dibuat sebagai bagian (dan sebagai hasil) dari
studi pengenalan. Pada Gambar 3-1 diberikan ilustrasi mengenai, hubungan timbal
balik antara berbagai taraf termasuk pembuatan Rencana Induk.
Penahapan Perencanaan Irigasi 39

Tabel 3-1. Penahapan Proyek

TAHAP/TARAF CIRI – CIRI UTAMA

TAHAP STUDI

Pemikiran untuk pengembangan irigasi pertanian dan perkiraan luas


STUDI AWAL daerah irigasi dirumuskan di kantor berdasarkan potensi
pengembangan sungai, usulan daerah dan masyarakat.

- Identifikasi proyek dengan menentukan nama dan luas; garis besar


skema irigasi alternatif; pemberitahuan kepada instansi-instansi
pemerintah yang berwenang serta pihak-pihak lain yang akan
STUDI IDENTIFIKASI (Pola) dilibatkan dalam proyek tersebut serta konsultasi publik
masyarakat.
- Pekerjaan-pekerjaan teknik, dan perencanaan pertanian, dilakukan
di kantor dan di lapangan.

- Kelayakan teknis dari proyek yang sedang dipelajari.


- Komponen dan aspek multisektor dirumuskan, dengan
menyesuaikan terhadap rencana umum tata ruang wilayah.
- Neraca Air (Supply-demand) yang didasarkan pada Masterplan
Wilayah Sungai.
- Perizinan alokasi pemakaian air (sesuai PP 20 tahun 2006 tentang
irigasi pasal 32).
STUDI PENGENALAN - Penjelasan mengenai aspek-aspek yang belum dapat dipecahkan
/STUDI PRAKELAYAKAN selama identifikasi.
(Masterplan) - Penentuan ruang lingkup studi yang akan dilakukan lebih lanjut.
- Pekerjaan lapangan dan kantor oleh tim yang terdiri atas orang-
orang dari berbagai disiplin ilmu.
- Perbandingan proyek-proyek alternatif dilihat dari segi perkiraan
biaya dan keuntungan yang dapat diperoleh.
- Pemilihan alternatif untuk dipelajari lebih lanjut.
- Penentuan pengukuran dan penyelidikan yang diperlukan.
- Diusulkan perizinan alokasi air irigasi.

- Analisa dari segi teknis dan ekonomis untuk proyek yang sedang
STUDI KELAYAKAN
dirumuskan.
40 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

TAHAP/TARAF CIRI – CIRI UTAMA

- Menentukan batasan/definisi proyek dan sekaligus menetapkan


prasarana yang diperlukan.
- Mengajukan program pelaksanaan.
- Ketepatan yang disyaratkan untuk aspek-aspek teknik serupa
dengan tingkat ketepatan yang disyaratkan untuk perencanaan
pendahuluan.
- Studi Kelayakan membutuhkan pengukuran topografi, geoteknik
dan kualitas tanah secara ekstensif, sebagaimana untuk
perencanaan pendahuluan.

TAHAP PERENCANAAN

- Foto udara (jika ada), pengukuran pada topografi, penelitian


kecocokan tanah.
- Tata letak dan perencanaan pendahuluan bangunan utama, saluran
PERENCANAAN
dan bangunan, perhitungan neraca air (water balance). Kegiatan
PENDAHULUAN
kantor dengan pengecekan lapangan secara ekstensif.
- Pemutakhiran perijinan alokasi air irigasi.
- Pengusulan garis sempadan saluran.

- Pengukuran trase saluran dan penyelidikan detail geologi teknik.


PERENCANAAN DETAIL
- Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi.
AKHIR
- Pemutakhiran garis sempadan saluran.
Penahapan Perencanaan Irigasi 41

Strategi
nasional dan propinsi Pemilihan
Pusat atau Pola
kriteria dan pertimbangan
pertimbangan khusus Daerah

Pemilihan
Investarisasi study lebih
tanah dan air Lanjut

Pemantauan
dan
evaluasi

Studi Pengenalan Study


Pelaksanaan exploitasi kelayakan dan
dan dan Irigasi
penyaringan
exploitasi pemeliharaan Masalah Alokasi proyek
Air Irigasi
untuk study

Alokasi Pemilihan
daya study lebih
Lanjut

Pengukuran
dan
Anggaran penyelidikan Anggaran
dan dan
perencanaan perencanaan
program program

Keputusan
bahwa proyek study
bisa diteruskan kelayakan
Alokasi perencanaan dan
daya pelaksanaan proyek

perencanaan Pemilihan
dan proyek sederhana
pembiayaan
proyek pasti
bagi perlengkapan
dan pelaksanaan

Rencana wilayah Keputusan


atau induk

Kegiatan perencanaan
Hasil kegiatan dan keputusan
atau induk ( garis yang lebih tebal menunjukan -
urutan persiapan pokok )

Gambar 3-1. Daur/Siklus Proyek


42 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Uraian lain mengenai teknik dan kriteria yang memberikan panduan dalam Tahap
Studi, diberikan dalam pedoman perencanaan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air, Bina Program dan buku-buku petunjuk perencanaan. Buku-buku Standar
Perencanaan lrigasi memberikan petunjuk dan kriteria untuk melaksanakan studi dan
membuat perencanaan pendahuluan dan perekayasaan detail baik Tahap Studi
maupun Tahap Perencanaan Teknis akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut ini,
agar para ahli irigasi menjadi terbiasa dengan latar belakang dan ruang lingkup
pekerjaan ini, serta memberikan panduan yang jelas guna mencapai ketelitian yang
disyaratkan.

Instansi-instansi yang terkait dimana data-data dapat diperoleh

Data-data dapat diperoleh dari instansi-instansi berikut


- BAKOSURTANAL: untuk peta-peta topografi umum dan foto-foto udara.
- Direktorat Geologi: untuk peta-peta topografi dan peta-peta geologi
- Badan Meteorologi dan Geofisika: untuk data-data meteorologi dan peta-peta
topografi.
- Puslitbang Sumber Daya Air, Seksi Hidrometri: untuk catatan-catatan aliran
sungai dan sedimen, data meteorologi dan peta-peta topografi.
- DPUP: untuk peta-peta topografi, catatan mengenai aliran sungai, pengelolaan air
dan catatan-catatan meteorologi, data-data jalan dan jembatan, jalan air.
- Dinas Tata Ruang Daerah: informasi mengenai tata ruang
- PLN, Bagian Tenaga Air: untuk peta daerah aliran dan data-data aliran air.
- Puslit Tanah: Peta Tata Guna Lahan
- Departemen Pertanian: untuk catatan-catatan mengenai agrometeorologi serta
produksi pertanian.
- Balai Konservasi lahan dan hutan: informasi lahan kritis
- Biro Pusat Statistik (BPS): untuk keterangan-keterangan statistik, kementerian
dalam negeri, agraria, untuk memperoleh data-data administratif dan tata guna
tanah.
Penahapan Perencanaan Irigasi 43

- Balai Wilayah Sungai: informasi kebutuhan air multisektor


- Bappeda: untuk data perencanaan dan pembangunan wilayah
- Kantor proyek (Jika ada)

3.2 Tahap Studi

Dalam Tahap Studi ini konsep proyek dibuat dan dirinci mengenai irigasi pertanian
ini pada prinsipnya akan didasarkan pada faktor-faktor tanah, air dan penduduk,
namun juga akan dipelajari berdasarkan aspek-aspek lain. Aspek-aspek ini antara lain
meliputi ekonomi rencana nasional dan regional, sosiologi dan ekologi. Berbagai
studi dan penyelidikan akan dilakukan. Banyaknya aspek yang akan dicakup dan
mendalamnya penyelidikan yang diperlukan akan berbeda-beda dari proyek yang satu
dengan proyek yang lain. Pada Gambar 3-2 ditunjukkan urut-urutan kegiatan suatu
proyek.

Gambar 3-2. Urut-Urutan Kegiatan Proyek

Dalam Gambar 3-2. Urut-urutan kegiatan proyek adalah sebagai berikut

SA : Studi awal
SI : Studi identifikasi
SP : Studi pengenalan
44 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

SK : Studi kelayakan
PP : Perencanaan pendahuluan
PD : Perencanaan detail
RI : Rencana induk
Klasifikasi sifat-sifat proyek dapat ditunjukkan dengan matriks sederhana (lihat
Gambar 3-2).

'Ekonomis' berarti bahwa keuntungan dan biaya proyek merupakan data evaluasi yang
punya arti penting.

'Nonekonomis' berarti jelas bahwa proyek menguntungkan. Faktor-faktor sosio-politis


mungkin ikut memainkan peran; proyek yang bersangkutan memenuhi kebutuhan
daerah (regional).

Pada dasarnya semua proyek harus dianalisis dari segi ekonomi. Oleh sebab itu,
kombinasi 4 tidak realistis.

Sebagaimana sudah dikatakan dalam subbab 3.1, kadang-kadang dapat dibuat


kombinasi antara beberapa taraf. Misalnya, kombinasi antara taraf Identifikasi dan
taraf Pengenalan dalam suatu proyek ekaguna adalah sangat mungkin dilakukan.

Berhubung studi berikutnya akan menggunakan data-data yang dikumpulkan selama


taraf-taraf sebelumnya, adalah penting bagi lembaga yang berwenang untuk
mengecek dan meninjau kembali data-data tersebut agar keandalannya tetap terjamin.
Demikian juga lembaga yang berwenang hendaknya mengecek dan meninjau kembali
hasil-hasil studi yang lebih awal sebelum memasukkannya ke dalam studi mereka
sendiri.

Bagan arus yang diberikan pada Gambar 3-3. menunjukkan hubungan antara berbagai
taraf dalam Tahap Studi dan Tahap Perencanaan.
Penahapan Perencanaan Irigasi 45

Ide

STUDI IDENTIFIKASI
Memenuhi Tidak
Persyaratan Batal

- Pengumpulan data yang ada di Ya


kantor Topografi min skala
1:25.000 Macam/sistem irigasi
- Laporan berbagai survey
terdahulu (bila ada)
STUDI AWAL

Ekonomi
dominan

Analisis Studi Awal

PKM Pengumpulan data:


­ Peta Topografi
­ Peta Geologi Regional
­ Peta Stasiun Hidrologi
Tidak ­ Peta Atar Sektor
Mungkin Batal

Ya PKM
Ide usulan:
Pengembangan daerah irigasi
rancangan langkah
Survey & analisis studi pengenalan
pengembangan
STUDI PENGENALAN

- Analisa data-data yang ada


Survey lapangan
- Analisis hubungan data satu dengan yang lain
Membuat laporan studi pengenalan
Survey lapangan identifikasi
- Lokasi yag utama
- Areal daerah irigasi PKM
- Penduduk
- Tata guna lahan
- Pengumpulan data hidrologi
- Program pengukuran Ijin alokasi air irigasi
STUDI IDENTIFIKASI

PERENCANAAN PENDAHULUAN

Pengenalan Laporan Studi


Analisis Identifikasi

PKM
KELAYAKAN

Pemetaan situasi skala


STUDI

1:25.000 dan 1:5.000

Gambar 3-3. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan


46 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A
Penentuan
sempadan saluran
pendahuluan

Rencana
Peta Petak
Perencanaan
pendahuluan
definitif

Air Tidak Luas areal


Cukup dibatasi revisi
peta petak
ya STUDY KELAYAKAN Ekonomi Tidak
dominan

PERENCANAAN PENDAHULUAN
ya

Luas areal
Irigasi Analisa Data
kelayakan non teknis

Tidak
PERENCANAAN PENDAHULUAN

Layak? Batal
- Tinjau kembali data
- Pengumpulan data
tambahan ya
- Survey dan penyelidikan
tambahan
Pemutakhiran
ijin alokasi air
irigasi

Penyelusuran
bersama Sipil
Geoteknik, Geodesi
untuk cheking elevasi,
PERENCANAAN DETAIL

Penyelusuran ahli
arah saluran dan situasi Sipil, Geoteknik,
Geodetik:
Cek lokasi bangunan
dan rencana
penyelidikan

Modifikasi
Permasalahan Ada rencana Pengukuran jaringan
peta petak utama
- trase saluran dan
situasi bangunan
Penyelidikan Geoteknik

Peta petak
akhir
B

Gambar 3-4. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan (Lanjutan)
Penahapan Perencanaan Irigasi 47

Penyesuaian
Perlu Perencanaan Ya
Ya Pendahuluan Modifikasi
Penyesuaian? Uji Hidrolis perencanaan
dengan
Keadaan lapangan

Tidak

Penyesuaian
Rencana perencanaan Final
elevasi muka air pendahuluan perencanaan

PERENCANAAN DETAIL
di saluran dengan jaringan utama
keadaan lapangan
PERENCANAAN DETAIL

Perencanaan
jaringan tersier

Tambahan
pengukuran
dan Updating ijin
penyelidikan alokasi
air irigasi

Perencanaan
akhir

Pelaksanaan

Perencanaan Perencanaan
bangunan Perencanaan Bangunan-
utama saluran Bangunan
Manajemen aset

Operasi dan
pemeliharaan

Gambar 3-5. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan (Lanjutan)
48 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Mulai

Penelurusan alur irigasi, geodesi,


geologi cek bangunan dan
rencana penyelidikan

Pengukuran Jaringan utama, trase


saluran, situasi bangunan
danpenyelidikan geoteknik

Penyesuaian perencanaan
Perlu pendahuluan dengan keadaan
Penyesuaian? lapangan

Rencana elevasi Tinjau kembali kelayakan


muka air di saluran teknis, ekonomi, sosial dan
lingkungan

Tambahan pengukuran dan Analisis debit puncak banjir


penyelidikan andalan, kebutuhan air

Analisa Sedimen

Perhitungan debit
Perlu
saluran definitif
kantong

Perhitungan dimensi
kantong lumpur

Perbandingan elevasi mercu antara


kebutuhan flushing kantong
lumpur dg sawah tertinggi

Optimasi biaya
pengurasan
kantong lumpur, El.
dg hidrolis dan
mekanis

Elevasi Mercu
bangunan utama

Perencanaan Perencanaan hidrolis


kantong lumpur melintang saluran

Perencanaan hidrolis Perencanaan hidrolis Perencanaan hidrolis


bangunan utama memanjang saluran bangunan

Gambar 3-6. Bagian Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail Desain


Penahapan Perencanaan Irigasi 49

Tidak Modifikasi
Uji hidraulis ? perencanaan

Final perencanaan hidrolis


bangunan dan jaringan utama

Perencanaan Pondasi dan Perencanaan pondasi dan


Bang Utama stabilitas bangunan

Perencanaan struktur Perencanaan struktur


bang utama bangunan

Final perencanaan
jaringan utama

Finalisasiijin alokasi air

Pemutakhiran
Sempadan Saluran

Perencanaan Jaringan
Tersier

Manual O dan P

Perencanaan Akhir

Selesai

Gambar 3-7. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail Desain (Lanjutan)
50 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Kebanyakan masalah dicakup didalam studi yang berbeda-beda detail dan analisa
akan menjadi lebih akurat dengan dilakukannya studi-studi berikutnya. Pada Tabel 3-
2 dan 3-3 diuraikan kegiatan-kegiatan, data produk akhir rekomendasi dan derajat
ketelitian yang diperlukan dalam berbagai taraf studi dan perencanaan.

Pada setiap taraf studi, ada tujuh persyaratan perencanaan proyek irigasi yang akan
dianalisis dan dievaluasi. Persyaratan yang dimaksud adalah:
- Lokasi dan perkiraan luas daerah irigasi; 5.
- Garis besar rencana pertanian;
- Sumber air irigasi dengan penilaian mengenai banyaknya air yang tersedia serta
perkiraan kebutuhan akan air irigasi, kebutuhan air minum, air baku, industri dan
rumah tangga;
- Deskripsi tentang pekerjaan prasarana infrastruktur baik yang sedang
direncanakan maupun yang sudah ada dengan perkiraan lokasi-lokasi
alternatifnya;
- Program pelaksanaan dan skala prioritas pengembangannya; terpenuhinya
kedelapan persyaratan pengembangan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
(lihat subbab 3.2.2);
- Dampaknya terhadap pembangunan sosial-ekonomi dan lingkungan.

3.2.1 Studi Awal

Ide untuk menjadikan suatu daerah menjadi daerah irigasi datang dari lapangan atau
kantor. Konsep atau rencana membuat suatu proyek terbentuk melalui pengamatan
kesempatan fisik di lapangan atau melalui analisa data-data topografi dan hidrologi.

Data-data yang berhubungan dengan daerah tersebut dikumpulkan (peta, laporan,


gambar dsb) dan dianalisis; hubungannya dengan daerah irigasi didekatnya kemudian
dipelajari. Selanjutnya dibuat rencana garis besar dan pola pengembangan beserta
laporannya. Ketelitian yang dicapai sepenuhnya bergantung kepada data dan
keterangan/informasi yang ada.
Penahapan Perencanaan Irigasi 51

3.2.2 Studi Identifikasi

Dalam Studi Identifikasi hasil-hasil Studi Awal diperiksa di lapangan untuk


membuktikan layak-tidaknya suatu rencana proyek.

Dalam taraf lapangan ini proyek akan dievaluasi sesuai dengan garis besar dan tujuan
pengembangan proyek yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Tujuan tersebut meliputi aspek-aspek berikut:
- Kesuburan tanah
- Tersedianya air dan air yang dibutuhkan (kualitas dan kuantitas) populasi sawah,
petani (tersedia dan kemauan)
- Pemasaran produksi
- Jaringan jalan dan komunikasi
- Status tanah
- Banjir dan genangan
- Lain-lain (potensi transmigrasi, pertimbangan-pertimbangan nonekonomis)

Studi Identifikasi harus menghasilkan suatu gambaran yang jelas mengenai kelayakan
(teknis) proyek yang bersangkutan. Akan tetapi studi ini akan didirikan pada data
yang terbatas dan survei lapangan ini akan bersifat penjajakan/eksploratif, termasuk
penilaian visual mengenai keadaan topografi daerah itu. Tim identifikasi harus terdiri
dari orang-orang profesional yang sudah berpengalaman. Tim ini paling tidak terdiri
dari:
- seorang ahli irigasi
- seorang perencana pertanian
- seorang ahli geoteknik, jika aspek-aspek geologi teknik dianggap penting dan jika
diperkirakan akan dibuat waduk.

Studi Identifikasi akan didasarkan pada usulan (proposal) proyek yang dibuat pada
taraf Studi Awal. Studi Identifikasi akan menilai kelayakan dari usulan tersebut serta
menelaah ketujuh persyaratan perencanaan yang disebutkan dalam pendahuluan pasal
52 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

ini. Selanjutnya hasil dari studi ini akan dituangkan dalam Pola Pengembangan Irigasi
yang merupakan bagian dari Pola Pengembangan Wilayah Sungai.

3.2.3 Studi Pengenalan

Tujuan utama studi ini ialah untuk memberikan garis besar pengembangan
pembangunan multisektor dari segi-segi teknis yang meliputi hal-hal berikut:
- Irigasi, hidrologi dan teknik sipil
- Pembuatan rencana induk pengembangan irigasi sebagai bagian dari Rencana
Induk Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang dipadu serasikan
dengan RUTR Wilayah.
- Agronomi
- Geologi
- Ekonomi
- Bidang-bidang yang berhubungan, seperti misalnya perikanan, tenaga air dan
ekologi.
- Pengusulan ijin alokasi air irigasi.

Berbagai ahli dilibatkan didalam studi multidisiplin ini. Data dikumpulkan dari
lapangan dan kantor. Studi ini terutama menekankan irigasi dan aspek-aspek yang
berkaitan langsung dengan irigasi. Beberapa disiplin ilmu hanya berfungsi sebagai
pendukung saja; evaluasi data dan rencana semua diarahkan ke pengembangan irigasi.
Penahapan Perencanaan Irigasi 53

Tabel 3-2. Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi


Tanah Hidrologi Aspek Aspek Kesimpulan Derajat
Tahap Studi Kebutuhan Peta Perekayasaan Produk akhir
Pertanian Tersedianya air Geoteknik Multisektor Rekomendasi ketelitian
a. Studi - peta rupa bumi - kumpulkan - peta hujan Kumpulkan - uraian - informasi - usulan - jika
Awal skala dan tinjau rata- rata peta geologi tentang tentang pengembangan pengembangan
1 : 50.000 peta tanah, - aliran min./ menilai sumber air lingkungan irigasi layak dari segi
dengan selang peta tata maks. kecocokan dan lahan - informasi - program teknis, -
kontur 10 m peta guna tanah - menilai daerah untuk yang bisa tentang pelanjutan studi lanjutkan
rupa bumi skala dan laporan- tersedianya air pelaksanaan diairi penduduk - pola dengan studi
terbesar yang ada laporan dari segi pekerjaan makanan & pengembangan identifikasi
- foto udara, jika jumlah & berdasarkan penggunaan
ada kualitas, jika peta dan foto air
mungkin udara yang ada - rencana
daerah
mengenai
bahan- bahan
pangan,
produksi
transmigrasi
& industri
b. Studi - kebutuhan peta - kumpulkan - kumpulkan - klasifikasi - identifikasi - hubungan - tipe irigasi - jika ekonomi
seperti pada Studi informasi data lapangan tanah di proyek lain dengan sistem & penting
Identifikasi
Awal tentang tata mengenai lapangan di yang mungkin pemerintah alternatif lanjutkan degan
- tidak ada survei guna tanah banjir, lokasi yang (berdasarkan setempat sumber air studi
dalam tahap studi dan praktek penggenangan sudah ke-8 kriteria hambatan - potensi daerah pengenalan
hanya survey pertanian dan aliran ditentukan & dari Dirjen pengembang yang akan - Jika ekonomi 40 –50 %
visual pada yang ada rendah formasi Pengairan) an dikembangkan tak penting
keadaan - menilai - kunjungi & geologi Dengan sketsa - menilai latar - daftar skala lanjutkan degan
topografi pasaran periksa tempat- perencanaan belakang prioritas perencanaan
- foto satelit untuk barang tempat garis besar sosial politik pengembangan pendahuluan
(google map) produksi pengukuran beserta - hambatan - program taraf - kumpulkan data
Pertanian - menilai alternatifnya pengembang berikutnya tambahan unit
- menilai kebutuhan air tipe jaringan an - perkiraan biaya kegiatan
kemampuan irigasi kasar unit taraf berikutnya
tanah berikutnya

c. Pengenalan - ada survey - seperti Studi - analisis - seperti Studi - buat garis - seperti pada - isi laporan studi - teruskan dengan Rekayasa
Studi terbatas Identifikasi frekuensi banjir Identifikasi besar Studi pengenalan studi kelayakan 60%
- peta situasi skala tapi lebih dan kekeringan tapi lebih perencanaan Identifikasi - lokasi - kumpulkan data
peta detail - perkiraan detail dengan sketsa tapi lebih alternatif tambahan untuk
1:10.000 - pastikan sedimen, - parameter tata letak & detail bangunan studi kelayakan Biaya:
dengan selang kecocokan limpasan air perencanaan uraian - identifikasi utama 70%
kontur 1m tanah untuk hujan, erosi geologi teknik pekerjaan komponen trase saluran
pertanian - neraca air pendahuluan dengan skala proyek tersedianya
54 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tanah Hidrologi Aspek Aspek Kesimpulan Derajat


Tahap Studi Kebutuhan Peta Perekayasaan Produk akhir
Pertanian Tersedianya air Geoteknik Multisektor Rekomendasi ketelitian
irigasi pendahuluan untuk 1:25.000 atau multisektor dampak
- buat garis stabilitas lebih dengan terhadap
besar pondasi & instansi- lingkungan
rencana lereng (tanpa instansi yang kebutuhan air
pertanian pemboran) berwenang luas daerah
- peta - menilai dampak irigasi tanaman
kecocokan tersedianya terhadap & jadwal tanam
tanah bahan lingkungan program
berskala bangunan pelaksanaan
1:250.000 program
pengukuran &
penyelidikan
- masterplan
pengembangan
irigasi di SWS
- ijin alokasi air
irigasi
skala prioritas
& perkiraan
biaya
program survei
topografi
analisis Cost-
Benefit Ratio
dan Economic
Internal Rate of
Return
d. Studi - peta situasi skala - penelitian - seperti pada - penyelidikan - rencana - seperti pada - kebutuhan air - dengan tata letak Rekayasa :
Kelayakan 1: 5.000 dengan tanah contoh geoteknik pada pendahuluan Pengenalan - daerah yang bisa jaringan irigasi 75%
cara terestis atau sedimentail - studi lokasi tata letak Studi dengan diairi & kelayakan
fotogrametris dan perimbangan bangunan saluran, studi - tata letak yang telah
dengan kemampuan air sungai - bangunan bangunan kelayakan jaringan irigasi terbukti, Biaya:
pengambilan foto tanah dengan - studi simulasi utama dengan - tipe bangunan detail untuk perencanaan lanjutkan dengan 90%
udara skala 1: peta skala mengenai pemboran dengan tipe- komponen pendahuluan perencanaan
10.000 1:25.000 kebutuhan dan pengambilan tipe proyek multi saluran & detail
- peta situasi skala - rencana tersedianya air contoh tanah perencanaanny sektor bangunan tipe kumpulkan data-
1: 2.000 pertanian pada proyek sepanjang a bangunan data tambahan
untuk bangunan- - studi tanah trase saluran & - kapasitas - pemutakhiran untuk
bangunan besar pertanian pada lokasi rencana ijin alokasi air perencanaan
bangunan - cek trase - rincian volume detail
bahan saluran & & biaya (BOQ) - siapkan
bangunan, elevasi saluran Cost-Benefit dan pengukuran &
daerah sumber setiap 400 m Economic penyelidikan
Penahapan Perencanaan Irigasi 55

Tanah Hidrologi Aspek Aspek Kesimpulan Derajat


Tahap Studi Kebutuhan Peta Perekayasaan Produk akhir
Pertanian Tersedianya air Geoteknik Multisektor Rekomendasi ketelitian
galian bahan, - penentuan garis Internal Rate of detail
penyelidikan sempadan Return
tempat galian saluran - analisis
bahan uji - Rincian dampak proyek
laboraturium volume terhadap
untuk contoh- & Biaya lingkungan
contoh pilihan pendahuluan &
guna perkiraan biaya
mengetahui
sifat-sifat
teknik tanah
56 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Untuk Studi Pengenalan tidak dilakukan pengukuran aspek-aspek topografi (peta


dengan garis-garis kontur berskala 1:25.000) geologi teknik (penyelidikan
Pendahuluan) dan kecocokan tanah (peta kemampuan tanah berskala 1:250.000).
Semua kesimpulan dibuat berdasarkan pemeriksaan lapangan, sedangkan alternatif
rencana teknik didasarkan pada peta-peta yang tersedia. Ketepatan rencana teknik
sangat bergantung pada ketepatan peta. Akan tetapi, rencana tersebut akan
menetapkan tipe irigasi dan bangunan. Studi Pengenalan akan memberikan
kesimpulan-kesimpulan tentang ketujuh persyaratan perencanaan seperti telah
disebutkan dalam pendahuluan Bab 3, luas daerah irigasi akan ditetapkan dan nama
Proyek akan diberikan.

3.2.4 Studi Kelayakan

Jika perlu, Studi Kelayakan bisa didahului dengan Studi Prakelayakan. Tujuan utama
Studi Prakelayakan adalah untuk menyaring berbagai proyek alternatif yang sudah
dirumuskan dalam Studi Pengenalan berdasarkan perkiraan biaya dan keuntungan
yang dapat diperoleh. Alternatif untuk studi lebih lanjut akan ditentukan. Pada taraf
ini tidak diadakan pengukuran lapangan, tetapi hanya akan dilakukan pemeriksaan
lapangan saja. Tujuan utama studi kelayakan adalah untuk menilai kelayakan
pelaksanaan untuk proyek dilihat dari segi teknis dan ekonomis. Studi kelayakan
bertujuan untuk:
- Memastikan bahwa penduduk setempat akan mendukung dilaksanakannya proyek
yang bersangkutan;
- Memastikan bahwa masalah sosial dan lingkungan lainnya bisa diatasi tanpa
kesulitan tinggi
- Mengumpulkan dan meninjau kembali hasil-hasil studi yang telah dilakukan
sebelumnya;
- Mengumpulkan serta menilai mutu data yang sudah tersedia;
 Para petani pemakai air sekarang dan dimasa mendatang
 Topografi
Penahapan Perencanaan Irigasi 57

 Curah hujan dan aliran sungai


 Pengukuran tanah
 Status tanah dan hak atas air
 Kebutuhan air tanaman dan kehilangan-kehilangan air
 Polatanam dan panenan
 Data-data geologi teknik untuk bangunan
 Biaya pelaksanaan
 Harga beli dan harga jual hasil-hasil pertanian
- Menentukan data-data lain yang diperlukan;
- Memperkirakan jumlah air rata-rata yang tersedia serta jumlah air dimusim
kering;
- Menetapkan luas tanah yang cocok untuk irigasi;
- Memperkirakan kebutuhan air yang dipakai untuk keperluan-keperluan non
irigasi;
- Menunjukkan satu atau lebih pola tanam dan intensitas (seringnya) tanam sesuai
dengan air dan tanah irigasi yang tersedia, mungkin harus juga dipertimbangkan
potensi tadah hujan dan penyiangan; mempertimbangkan pemanfaatan sumber
daya air untuk berbagai tujuan;
- Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi;
- Membuat perencanaan garis besar untuk pekerjaan yang diperlukan;
memperkirakan biaya pekerjaan, pembebasan tanah dan eksploitasi;
- Memperkirakan keuntungan langsung maupun tak langsung serta dampak yang
ditimbulkannya terhadap lingkungan;
- Melakukan analisis ekonomi dan keuangan;
- Jika perlu, bandingkan ukuran-ukuran alternatif dari rencana yang sama, atau
satu dengan yang lain, bila perlu siapkan neraca air untuk rencana-rencana
alternatif, termasuk masing-masing sumber dan kebutuhan, jadi pilihlah
pengembangan yang optimum.
58 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Untuk mencapai tingkat ketelitian yang tinggi pada studi kelayakan dibutuhkan data
yang lebih lengkap guna merumuskan semua komponen proyek yang direncanakan.
Dengan memasukkan masalah sosial dan lingkungan, diharapkan saat pelaksanaan
konstruksi nanti tidak timbul gejolak sosial dan permasalahan lingkungan.
Perencanaan pendahuluan untuk pekerjaan prasarana yang diperlukan hanya dapat
dibuat berdasarkan data topografi yang cukup lengkap. Studi Kelayakan biasanya
memerlukan pengukuran topografi tambahan. Perekayasaan untuk Studi Kelayakan
harus mengikuti persyaratan untuk perencanaan pendahuluan seperti yang diuraikan
dalam subbab 3.3.1.

3.3 Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan dimulai setelah diambilnya keputusan untuk melaksanakan


proyek. Disini dibedakan adanya dua taraf seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3-3.
- Taraf Perencanaan Pendahuluan
- Taraf Perencanaan Akhir (detail)

Perencanaan Pendahuluan merupakan bagian dari Studi Kelayakan. Jika tidak


dilakukan Studi Kelayakan, maka Tahap Perencanaan Pendahuluan harus
dilaksanakan sebelum Tahap Perencanaan Akhir.

Ahli irigasi yang ambil bagian dalam Tahap Perencanaan, sering belum terlibat
didalam Tahap studi. Oleh karena itu ahli irigasi diwajibkan untuk mengadakan
verifikasi dan mempelajari kesimpulan-kesimpulan yang dicapai pada Tahap Studi
sebelum ia memulai pekerjaannya. Jika demikian halnya, maka boleh jadi diperlukan
studi ulang atau penyelidikan tambahan.

Kegiatan-kegiatan pada Studi Kelayakan juga banyak mencakup kegiatan. Kegiatan


yang dilakukan pada Taraf Perencanaan Pendahuluan.
Penahapan Perencanaan Irigasi 59

3.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan

a. Pengukuran

a. 1. Peta topografi
Program pemetaan dimulai dengan peninjauan cakupan, ketelitian dan kecocokan
peta-peta dan foto udara yang sudah ada. Lebih Ianjut akan direncanakan
pengukuran-pengukuran, pemotretan udara dan pemetaan dengan ketentuan-ketentuan
yang mendetail. Biasanya akan dibuat sebuah peta topografi baru yang dilengkapi
dengan garis-garis tinggi untuk proyek-itu.

Peta topografi itu terutama akan digunakan dalam pembuatan tata letak pendahuluan
jaringan irigasi yang bersangkutan. Peta-peta topografi dibuat dengan skala 1:25.000
untuk tata letak umum, dan 1:5.000 untuk tata letak detail.

Pemetaan topografi sebaiknya didasarkan pada foto udara terbaru, dengan skala foto
sekitar 1:10.000. Hal ini akan mempermudah perubahan peta-peta ortofoto atau
mosaik yang dilengkapi dengan garis-garis ketinggian yang memperlihatkan detail
lengkap topografi. Seandainya tidak belum tersedia foto udara dan pembuatan foto
udara baru akan meminta terlalu banyak biaya, maka sebagai gantinya dapat dibuat
peta terestris yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi.

Bila foto udara tersebut dibuat khusus untuk proyek, maka skalanya adalah sekitar
1:10.000, digunakan baik untuk taraf perencanaan maupun studi kelayakan. Biasanya
pembuatan peta untuk proyek irigasi seluas 10.000 ha atau lebih, didasarkan pada
hasil pemotretan udara.
60 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel 3-3. Kegiatan-Kegiatan dalam Tahap Perencanaan Jaringan Utama


Hidrologi Kesimpulan
Tahap Perencanaan Lokasi Tanah Aspek Aspek Derajat
dan tersedianya Perekayasaan Produk Akhir &
Jaringan Utama Topografi Pertanian Geoteknik Multisektor ketelitian
air Rekomendasi
a. Perencanaan - peta situasi - pengukuran - pengukuran - penyediaan - perencanaan Laporan - berdasarkan Rekayasa:
Pendahuluan skala 1: 5.000 tanah & lapangan - geoteknik tata letak akhir Perencanaan tata letak
70%
dengan cara semidetail - pengumpulan terbatas lokasi saluran & pendahuluan akhir,
terestis atau dan data tambahan bangunan- bangunan peta topografi lanjutkan
fotogrametris penelitian - perhittungan bangunan - tipe bangunan degann garis- dengan
dengan kecocokan neraca air besar dengan dengan tipe garis kontur, perencanaan
pengambilan tanah - kebutuhan air pemboran perencanaanny skala 1:25.000 detail Biaya:
foto udara dengan peta - tersedianya air - pengambilan a dan 1:5000 kumpulkan
90%
skala 1: 1:25.000 - kebutuhan - contoh - kapasitas peta lokasi data
10.000 - rencana rotasi sepanjang rencana bangunan- tambahan
- peta situasi pertanian - kebutuhan trase saluran - cek trase dan bangunan untuk
skala 1: 2.000 - pola tanam pembuang dan lokasi elevasi saluran besar skala perencanaan
untuk - kebutuhan - banjir rencana bangunan setiap 400 m 1:500 detail
bangunan- penyiapan - bahan - Rincian peta persiapan
bangunan lahan - bangunan, Volume dan kemampuan penyelidikan
besar - peta - persemaian penyelidikan Biaya dan tanah dan
situasi skala - pengolahan sumber bahan perkiraan biaya analisis pengukuran
1: 5.000 galian & (awal) tersedianya air, detail
dengan cara timbunan - rumuskan kebutuhan air
terestis atau - uji penyelidikan dan kebutuhan
fotogrametris laboraturium model, jika pembuang
dengan contoh-contoh perlu pola tanaman
pengambilan yang dipilih tata letak akhir
foto udara guna jaringan irigasi
skala 1: mengetahui dan pembuang
10.000 sifat-sifat skala 1:25.000
- peta situasi teknik tanah dan 1:5.000
skala 1: 2.000 - rumuskan gambar-
untuk program gambar
bangunan- penyelidikan perencanaan
bangunan detail pendahuluan
besar untuk
bangunan
utama, saluran
& bangunan
b. Perencanaan - pengukuran - penyelidikan - penyelidikan Laporan persiapan Rekayasa
Akhir (Detail) trase saluran - geoteknik - model hidrolis Perencanaan pelaksanaan
: 90%
dengan skala detail dengan (jika perlu) semua kumpulkan
peta 1:2.000 pemboran, jika - tinjau dan informasi dan data-data
dan perlu, untuk modifikasi Kerjasama data dasar tambahan
bangunan- lokasi perencanaan dengan perhitungan untuk
Penahapan Perencanaan Irigasi 61

Hidrologi Kesimpulan
Tahap Perencanaan Lokasi Tanah Aspek Aspek Derajat
dan tersedianya Perekayasaan Produk Akhir &
Jaringan Utama Topografi Pertanian Geoteknik Multisektor ketelitian
air Rekomendasi
bangunan bangunan pendahuluan instansi- perencanaan pelaksanaan Biaya:
pelengkap utama, saluran, menjadi instansi gambar- pembebasan
95%
dengan skala bangunan, perencanaan untuk aspek- gambar tanah
1:200 - pola tanam - perhitungan sumber bahan akhir aspek yang pelaksanaan
- laporan akhir akhir - akhir untuk galian/timbuna - perencanaan berhubungan: rincian volume
(definitif) laporan n detail, gambar jalan, & biaya
perencanaan - parameter perencanaan transmigrasi, perkiraan
- perencanaan Rincian volume pertanian, biaya
geoteknik yang dan biaya dan PEMDA metode &
dianjurkan Dokumentasi program
- perhitungan Tender pelaksanaan
- akhir untuk - Laporan dokumen
laporan Perencanaan tender
perencanaan - Biaya dan buku petunjuk
metode E&P
pelaksanaan
62 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Selama pemetaan topografi, sebagian dari sungai, dimana terletak bangunan-


bangunan utama proyek (bendungan atau bendung gerak) dan lokasi-lokasi bangunan
silang utama dapat juga diukur. Ini akan menghasilkan peta lokasi detail berskala
1:500/200 untuk lokasi bangunan utama dan bangunan-bangunan silang tersebut
Informasi ini sangat tak ternilai harganya dalam taraf perencanaan pendahuluan dan
akan memperlancar proses perencanaan.

Bagaimanapun sifat pekerjaan, terpencilnya lapangan, pengaruh musim dan


banyaknya instansi yang terlibat didalamnya, perencanaan yang teliti dan tepat waktu
adalah penting. Salah hitung dapat dengan mudah menyebabkan tertundanya tahap
perencanaan berikutnya.

a. 2. Penelitian kemampuan tanah

Studi Identifikasi atau Studi Pengenalan memberikan kesimpulan mengenai


kemampuan tanah daerah yang bersangkutan untuk irigasi tanah pertanian.
Kesimpulan ini didasarkan pada hasil penilaian data yang tersedia dan hasil
penyelidikan lapangan terbatas yang dilakukan selama peninjauan lapangan. Dengan
keadaan tanah yang seragam rencana pertanian dapat diperkirakan dengan ketepatan
yang memadai berdasarkan data-data yang terbatas tersebut. Apabila keadaan tanah
sangat bervariasi dan jelek, maka ahli pertanian irigasi bisa meminta data tanah yang
lebih detail.

Penelitian kemampuan tanah dapat dilaksanakan sebelum pembuatan tata letak


pendahuluan. Hasil-hasil penelitian ini, akan merupakan panduan bagi ahli irigasi
untuk memutuskan apakah suatu daerah tidak akan diairi akibat keadaannya yang
jelek.

Untuk melakukan penelitian ini harus sudah tersedia peta dasar topografi atau foto
udara. Penelitian kemampuan tanah harus diadakan sampai tingkat setengah-detail,
dengan pengamatan tanah per 25 ha sampai 50 ha.
Penahapan Perencanaan Irigasi 63

Penelitian ini juga akan mengumpulkan data-data mengenai permeabilitas/kelulusan


dan perkolasi tanah untuk dipakai sebagai bahan, masukan bagi penghitungan
kebutuhan air irigasi.

Penelitian kemampuan tanah untuk studi kelayakan serupa dengan penelitian yang
sudah dijelaskan diatas.

b. Perencanaan pendahuluan

Tujuan yang akan dicapai oleh tahap perencanaan pendahuluan adalah untuk
menentukan lokasi dan ketinggian bangunan-bangunan utama, saluran irigasi dan
pembuang, dan luas daerah layanan yang kesemuanya masih bersifat pendahuluan.
Walaupun tahap ini masih disebut perencanaan "pendahuluan", namun harus
dimengerti bahwa hasilnya harus diusahakan setepat mungkin.

Pekerjaan dan usaha yang teliti dalam tahap perencanaan pendahuluan akan
menghasilkan perencanaan detail yang bagus.

Hasil perencanaan pendahuluan yang jelek sering tidak diperbaiki lagi dalam taraf
perencanaan detail demi alasan-alasan praktis.

Pada taraf perencanaan pendahuluan akan diambil keputusan-keputusan mengenai:


- Lokasi bangunan-bangunan utama dan bangunan-bangunan silang utama. Tata
letak jaringan
- Perencanaan petak-petak tersier
- Pemilihan tipe-tipe bangunan
- Trase dan potongan memanjang saluran
- Pengusulan garis sempadan saluran pendahuluan
- Jaringan dan bangunan pembuang.

Dalam menentukan keputusan-keputusan diatas, sering harus digunakan sejumlah


kriteria yang luas dan kompleks yang kadang-kadang saling bertentangan untuk
mendapatkan pemecahan yang "terbaik". Pada dasarnya seluruh permasalahan teknik
64 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

yang mungkin timbul selama perencanaan, bagaimana pun kurang pentingnya, akan
ditinjau pada tahap ini.

Perencanaan pendahuluan merupakan pekerjaan ahli irigasi yang sudah


berpengalaman di bidang perencanaan umum dan perencanaan teknis. Adalah penting
bagi seorang ahli irigasi untuk mengenal lapangan sebaik-baiknya. Ahli tersebut akan
memeriksa dan meninjau rancangan (draft) perencanaan pendahuluan di lapangan. Ia
akan melakukan pemeriksaan lapangan didampingi kurangnya seorang ahli geodetik
untuk bidang topografi geoteknik untuk sifat-sifat teknik tanah.

Perekayasa juga diwajibkan untuk mengecek hasil-hasil pengukuran topografi di


lapangan. Pemeriksaan ini harus mencakup hasil pengukuran trase dan elevasi saluran
yang direncana. Elevasi harus dicek setiap interval 400 m. Ketelitian peta garis-garis
tinggi harus dicek.

Selain cek trase dan elevasi saluran pengecekan lapangan harus mencakup hasil-hasil
pengukuran ulang ketinggian-ketinggian penting yang dilakukan pada tarat
perencanaan pendahuluan, misalnya bangunan utama, bangunan-bangunan silang
utama, beberapa benchmark, dan alat pencatat otomatis tinggi muka air.

Perencanaan pendahuluan meliputi:


- Tata letak dengan skala 1:25.000 dan presentasi detail dengan skala 1:5.000
- Potongan memanjang yang diukur di lapangan dengan perkiraan ukuran-ukuran
potongan melintang dari peta garis tinggi serta garis sempadan saluran.
- Tipe-tipe bangunan
- Perencanaan bangunan utama
- Perencanaan bangunan-bangunan besar.

Rincian lebih lanjut akan diberikan dalam Bab 5.

Untuk keperluan studi kelayakan yang mendukung perencanaan pendahuluan maka


dibuat dengan persyaratan yang serupa.
Penahapan Perencanaan Irigasi 65

Perencanaan pendahuluan didasarkan pada pengukuran trase saluran dan pengukuran


situasi untuk bangunan. Detail persyaratan pengukuran ini, misalnya lokasi dan
ketinggian, berupa bagian dari perencanaan pendahuluan.

Dari perencanaan pendahuluan untuk bangunan utama akan dapat dirumuskan


ketentuan untuk penyelidikan hidrolis model dan penyelidikan geoteknik detail, jika
diperlukan.

Sifat dan ruang lingkup pekerjaan ini akan ditentukan kemudian.

Pada tahap perencanaan pendahuluan akan dibuat analisis hidrologi proyek yang
meliputi:
- Tersedianya air
- Kebutuhan air
- Neraca air.

Analisis itu dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa tersedia cukup air untuk irigasi
dan tujuan-tujuan lain khususnya air minum di daerah proyek yang direncanakan.

Analisis hidrologi ini didasarkan pada data-data yang diperoleh pada Tahap Studi
Analisis ini mutlak perlu apabila air yang tersedia terbatas tapi daerah yang harus
diairi sangat luas. Berdasarkan jumlah air yang tersedia, dibuatlah perhitungan detail
mengenai daerah maksimum yang akan diairi. Baru kemudian tata letak dapat dibuat.
Berdasarkan hasil analisa kebutuhan air maka pemutakhiran ijin alokasi air irigasi
dapat dibuat.

Hasil-hasil analisis ini bahkan mungkin menunjukkan perlu ditinjaunya kembali


rencana pertanian yang telah diusulkan dalam Tahap Studi sebelumnya.
66 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

3.3.2 Taraf Perencanaan Akhir

a. Pengukuran dan penyelidikan

Untuk melaksanakan perencanaan akhir, sejumlah pengukuran dan penyelidikan


harus dilakukan. Rumusan dan ketentuan pengukuran dan penyelidikan ini didasarkan
pada hasil-hasil dan penemuan tahap perencanaan pendahuluan. Tanggung jawab atas
persyaratan, pelaksanaan dan hasil-hasil akhir ada pada perekayasa.

Kegiatan-kegiatan ini meliputi :

a. 1. Pengukuran topografi
- Pengukuran trase saluran
- Pengukuran situasi bangunan-bangunan khusus
a. 2. Penyelidikan geologi teknik
- Geologi
- Mekanika tanah
a. 3. Penyelidikan model hidrolis.

Perencanaan serta pengawasan pengukuran dan penyelidikan harus dilakukan dengan


teliti. Ada berbagai instansi yang terlibat didalam kegiatan-kegiatan di daerah
terpencil. Keadaan iklim bisa. menghambat pelaksanaan pekerjaan ini, mungkin
hanya bisa dilakukan dimusim kemarau saja. Penundaan-penundaan yang terjadi
selama dilakukannya pekerjaan pengukuran akan sangat mempengaruhi kegiatan-
kegiatan perencanaan akhir.

a. 1. Pengukuran topografi
Pengukuran trase saluran dilakukan menyusul masuknya hasil-hasil tahap
perencanaan pendahuluan. Adalah penting bahwa untuk pengukuran sipat datar trase
saluran hanya dipakai satu basis (satu tinggi benchmark acuan). Tahap ini telah
selesai dan menghasilkan peta tata letak dengan skala 1:5.000 dimana trase saluran
diplot.
Penahapan Perencanaan Irigasi 67

Ahli irigasi harus sudah menyelidiki trase ini sampai lingkup tertentu dan sudah
memahami ketentuan-ketentuan khusus pengukuran (lihat subbab 3.3.1.b).
Pengukuran-pengukuran situasi juga dilaksanakan pada taraf ini yang meliputi:
- Saluran-pembuang silang yang besar dimana topografi terlalu tidak teratur untuk
menentukan lokasi as saluran pada lokasi persilangan;
- Lokasi bangunan-bangunan khusus.
Disini ahli irigasi harus memberikan ketentuan-ketentuan/spesifikasi dan bertanggung
jawab atas hasil-hasilnya.

a. 2. Penyelidikan Geologi Teknik


Informasi mengenai geologi teknik yang diperlukan untuk perencanaan dikhususkan
pada kondisi geologi, subbase (pondasi) daya dukung tanah, kelulusan (permeabilitas)
dan daerah-daerah yang mungkin dapat dijadikan lokasi sumber bahan timbunan.
Pada tahap studi penilaian pendahuluan mengenai karakteristik geologi teknik dan
geologi dibuat berdasarkan data-data yang ada dan inspeksi penyelidikan lapangan.
Penyelidikan detail dirumuskan segera setelah rencana pendahuluan pekerjaan teknik
diselesaikan.
Sering terjadi bahwa penyelidikan pondasi bangunan ini dilakukan terbatas sampai
pada bangunan utama saja jika perlu dengan cara pemboran atau penyelidikan secara
elektrik. Namun demikian, dalam beberapa hal lokasi bangunan besar mungkin juga
memerlukan penyelidikan geologi teknik sehubungan dengan terdapatnya keadaan
subbase yang lemah. Penyelidikan saluran sering terbatas hanya sampai pada tes-tes
yang sederhana, misalnya pemboran tangan.
Untuk saluran-saluran pada galian atau timbunan tinggi dengan keadaan tanah yang
jelek, akan diperlukan penyelidikan-penyelidikan yang lebih terinci.
Ketentuan-ketentuan penyelidikan ini dan ruang lingkup pengukurannya akan
dirancang oleh ahli irigasi berkonsultasi dengan ahli geologi dan ahli mekanika tanah
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelidikan tersebut.
68 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Analisis dan evaluasi datanya akan dikerjakan oleh ahli geologi teknik dan hasilnya
harus siap pakai untuk perencanaan. Dari awal keikutsertaannya, ahli itu harus
memiliki pengetahuan yang jelas mengenai bangunan-bangunan yang direncanakan.
Akan tetapi, perencanaan akhir diputuskan oleh perencana.
Perlu diingat bahwa sebagian dari kegiatan-kegiatan penyelidikan geologi teknik
diatas, telah dilakukan untuk studi kelayakan proyek. Biasanya data-data ini tidak
cukup untuk perencanaan detail, khususnya yang menyangkut pondasi bangunan-
bangunan besar.

a. 3. Penyelidikan hidrolis model


Untuk perencanaan jaringan irigasi penyelidikan model hidrolis mungkin hanya
diperlukan untuk bangunan-bangunan utama dan beberapa bangunan besar didalam
jaringan itu. Pada umumnya penyelidikan dengan model diperlukan apabila rumus
teoritis dan empiris aliran tidak bisa merumuskan pola aliran penggerusan lokal dan
angkutan sedimen di sungai. Selanjutnya penyelidikan hidrolis model akan membantu
menentukan bentuk hidrolis, bangunan utama dan pekerjaan sungai di ruas sungai
sebelahnya.
Perencanaan pendahuluan untuk bangunan utama akan didasarkan pada kriteria
teoritis dan empiris. Pengalaman masa lalu dan bangunan utama lain akan merupakan
tuntunan bagi perekayasa yang belum berpengalaman dalam menentukan bentuk
hidrolis yang terbaik.
Apabila penyelidikan dengan model memang diperlukan, maka ahli irigasi akan
merumuskan program dan ketentuan-ketentuan tes dan penyelidikan setelah
berkonsultasi dahulu dengan pihak laboratorium. Penyelidikan dengan model tersebut
harus menghasilkan petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai modifikasi terhadap
perencanaan pendahuluan. Perencanaan, akhir akan diputuskan oleh perencana
berdasarkan hasil-hasil penyelidikan dengan model.
Penahapan Perencanaan Irigasi 69

b. Perencanaan dan laporan akhir

Pembuatan perencanaan akhir merupakan tahap terakhir dalam Perencanaan Jaringan


lrigasi. Dalam tahap ini gambar-gambar tata letak, saluran dan bangunan akan dibuat
detail akhir.

Tahap perencanaan akhir akan disusul dengan perkiraan biaya, program dan metode
pelaksanaan, pembuatan dokumen tender dan pelaksanaan.

Perencanaan akhir akan disajikan sebagai laporan perencanaan yang berisi semua data
yang telah dijadikan dasar perencanaan tersebut serta kriteria yang diterapkan,
maupun gambar-gambar perencanaan dan rincian volume dan biaya (bill of
quantities). Laporan itu juga memuat informasi mengenai urut-urutan pekerjaan
pelaksanaan dan ekspoitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

Perubahan trase saluran dan posisi bangunan irigasi dimungkinkan karena


pertimbangan topografi dan geoteknik untuk itu garis sempadan saluran harus
disesuaikan dengan perubahan tersebut.
70 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 71

4. BAB VI
DATA, PENGUKURAN DAN PENYELIDIKAN
UNTUK PERENCANAAN IRIGASI

4.1 Umum

4.1.1 Pengumpulan Data

Kegiatan-kegiatan Tahap Perencanaan dapat dibagi menjadi dua bagian seperti yang
diperlihatkan dalam bab terdahulu, yaitu:
- Tahap perencanaan pendahuluan, dan
- Tahap perencanaan akhir.

Dalam kedua tahap tersebut, dilakukan pengukuran dan penyelidikan guna


memperoleh data yang diperlukan untuk membuat perencanaan pendahuluan hingga
perencaan akhir.

Data-data yang dikumpulkan selama Tahap Studi hanya seperti data yang
dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan dan penyelidikan lapangan. Tidak dibutuhkan
pengumpulan data secara sistematis seperti dalam Tahap Perencanaan. Disini ada satu
perkecualian, yakni pengumpulan data untuk Studi Kelayakan. Seperti yang
dibicarakan dalam Bab 3, data-data ini dikumpulkan menurut. Persyaratan seperti
pada tahap Perencanaan Pendahuluan.

Dalam bab ini hanya akan dirinci data-data yang diperlukan untuk Tahap
Perencanaan. Untuk tahap-tahap perencanaan data-data yang dibutuhkan adalah yang
berhubungan dengan informasi mengenai hidrologi, topografi dan geologi teknik.

4.1.2 Sifat-Sifat Data

Gejala-gejala hidrologi seperti aliran sungai dan curah hujan bervariasi dalam hal
waktu, dan hanya bisa dipelajari dengan tepat melalui data-data dasar yang telah
terkumpul sebelum studi ini. Sering tersedianya catatan historis mengenai gejala ini
72 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

terbatas hanya dari beberapa tahun saja, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Penyelidikan di lapangan hanya akan menghasilkan informasi mengenai gejala-gejala
yang ada sekarang pengetahuan mengenai hidrologi di daerah-daerah yang berdekatan
dan metode, metode perkiraan hidrologi yang sudah mapan akan merupakan dasar
untuk memperkirakan parameter hidrologi yang diperlukan.

Untuk informasi mengenai topografi dan keadaan geologi teknik situasinya berbeda.
Pengukuran-pengukuran khusus menjelang tahap perencanaan akan dilakukan untuk
memperoleh data-data yang diperlukan untuk perencanaan.

4.1.3 Ketelitian Data

Data yang diperlukan untuk tahap-tahap studi berbeda dengan yang diperlukan untuk
tahap perencanaan dalam hal sifat, ketelitian dan kelengkapan (lihat Tabel 3-2 dan 3-
3). Dalam Tahap Studi tingkat ketelitian untuk Studi Identifikasi harus sekitar 40%
sampai 50%, Studi Pengenalan harus mencapai tingkat ketelitian 60% untuk rekayasa
dan 70% untuk perkiraan biaya.

Biasanya studi kelayakan ekonomi mempunyai persyaratan ketepatan biaya yang


berbeda, yaitu sekitar 90%. Pelaksanaan studi kelayakan pun sering memakai asumsi
standar untuk berbagai parameter. Akan tetapi, hal ini dapat diterima sebagai teknis,
asalkan asumsi standar tersebut konsisten dengan asumsi-asumsi yang dilakukan
untuk studi-studi yang serupa. Ini membuat hasil berbagai studi kelayakan dapat
diperbandingkan dan dengan demikian membuat studi ini suatu sarana untuk
pembuatan keputusan dalam pemilihan proyek yang akan dilaksanakan.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 73

4.2 Hidrometeorologi

4.2.1 Data

a. Parameter

Parameter-parameter hidrologi yang sangat penting untuk perencanaan jaringan


irigasi adalah:
- Curah hujan
- Evapotranspirasi
- Debit puncak dan debit harian
- Angkutan sedimen.

Sebagian besar parameter-parameter hidrologi diatas akan dikumpulkan; dianalisis


dan dievaluasi didalam Tahap Studi proyek tersebut. Pada Tahap Perencanaan, hasil
evaluasi hidrologi akan ditinjau kembali dan mungkin harus dikerjakan dengan lebih
mendetail berdasarkan data-data tambahan dari lapangan dan hasil-hasil studi
perbandingan. Ahli irigasi sendiri harus yakin bahwa parameter hidrologi itu benar-
benar telah memadai untuk tujuan-tujuan perencanaan.

Dalam Tabel 4-1. diringkas parameter perencanaan. Data-data hidrologi dan kriteria
perencanaan. Kriteria ini akan diuraikan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikut ini.

b. Pencatatan data

Catatan informasi mengenai analisis hidrologi terdiri dari peta-peta, aliran sungai dan
meteorologi. Informasi tersebut dapat diperoleh dari instansi-instansi yang disebutkan
dalam Bab III.

Adalah penting bagi perencana untuk memeriksa tempat-tempat pencatatan data,


memeriksa data-data yang terkumpul dan metode pemrosesannya, memastikan bahwa
tinggi alat ukur adalah nol sebelum dilakukan evaluasi dan analisis data. Perencana
hendaknya yakin bahwa perencanaannya dibuat berdasarkan data-data yang andal.
Analisis dan evaluasi data-data hidrometeorologi disajikan pada Lampiran 3 buku ini.
74 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

c. Penyelidikan lokasi

Penyelidikan di daerah aliran sungai dan irigasi akan lebih melengkapi catatan data
dan lebih memperdalam pengetahuan mengenai gejala-gejala hidrologi. Tempat-
tempat pencatatan akan dikunjungi dan metode yang digunakan diperiksa.
Penyelidikan lapangan dipusatkan pada keadaan aliran sungai dan daerah
pembuangan. Data-data yang akan dikumpulkan berkenaan dengan tinggi muka air
maksimum, peluapan tanggul sungai, penggerusan, sedimentasi dan erosi tanggul.
Potongan melintang tinggi tanggul (bankfull cross-sections) akan diperkirakan;
koefisien kekasaran saluran dan kemiringan dasar diukur dimana perlu.

Wawancara mengenai keadaan setempat dapat mengorek informasi yang sangat


berharga tentang hidrologi historis. Orang-orang yang akan diwawancarai harus
diseleksi, yaitu orang-orang yang dapat memberikan informasinya secara objektif dan
kebenarannya dapat diandalkan. Tinggi muka air penggenangan, lokasi dan besarnya
pelimpahan tanggul sungai, dan frekuensi kejadiannya sering diketahui dengan baik
oleh penduduk setempat.

4.2.2 Curah Hujan

Analisis curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :


- Curah hujan efektif untuk menghitung kebutuhan irigasi. Curah hujan efektif atau
andalan adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia
untuk kebutuhan air tanaman.
- Curah hujan lebih (excess rainfall) dipakai untuk menghitung kebutuhan
pembuangan/drainase dan debit (banjir).

Untuk analisis curah hujan efektif, curah hujan di musim kemarau dan penghujan
akan sangat penting artinya. Untuk curah hujan lebih, curah hujan di musim
penghujan (bulan-bulan turun hujan) harus mendapat perhatian tersendiri. Untuk
kedua tujuan tersebut data curah hujan harian akan dianalisis untuk mendapatkan
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 75

tingkat ketelitian yang dapat diterima. Data curah hujan harian yang meliputi periode
sedikitnya 10 tahun akan diperlukan.

Analisis curah hujan yang dibicarakan disini diringkas pada Tabel 4-1.

Tabel 4-1. Parameter Perencanaan


Cek Data Analisis & Evaluasi Parameter Perencanaan
- Total - Distribusi bulan/musim Curah Hujan Efektif
Didasarkan pada curah hujan
minimum tengah-bulanan,
kemungkinan tak terpenuhi 20%,
- Distribusi tahunan dengan distribusi frekuensi
normal atau log – normal
- Harga-harga tinggi

- Isohet Curah hujan lebih


- Double massplot - Tahunan
- Pengaruh ke Curah hujan 3 – hari maksimum
- Diluar tinggian, angin, orografi dengan kemungkinan tak
tempat pengukuran terpenuhi 20% dengan distribusi
yang dijadikan referensi frekuensi normal atau log –
normal

- transportasi/perubahan
jika seringnya terlalu Hujan lebat
pendek Curah hujan sehari maksimum
- hujan lebat dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%, 4%-1%, 0,1%
dengan distribusi frekuensi yang
eksterm

4.2.3 Evapotranspirasi

Analisis mengenai evaporasi diperlukan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi


tanaman yang kelak akan dipakai untuk menghitung kebutuhan air irigasi dan, jika
perlu untuk studi neraca air di daerah aliran sungai. Studi ini mungkin dilakukan bila
tidak tersedia data aliran dalam jumlah yang cukup.

Data-data iklim yang diperlukan untuk perhitungan ini adalah yang berkenaan
dengan :
- Temperatur: harian maksimum, minimum dan rata-rata
- Kelembaban relatif
76 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Sinar matahari: lamanya dalam sehari


- Angin: kecepatan dan arah
- Evaporasi: catatan harian

Data-data klimatologi diatas adalah standar bagi stasiun-stasiun agrometerologi.


Jangka waktu pencatatan untuk keperluan analisis yang cukup tepat dan andal adalah
sekitar sepuluh tahun.

Tabel 4-2. Parameter Perencanaan Evaportanspirasi


Metode Data Parameter Perencanaan

Dengan pengukuran Kelas Pan A harga-harga Jumlah rata-rata 10 harian


evapotransiprasi atau 30 harian, untuk
setiap tengah bulanan atau
minguan

Perhitungan dengan rumus Temperatur kelembapan Harga rata-rata tengah


penman atau yang sejenis relatif sinar matahari angin bulanan, atau rata-rata
mingguan

4.2.4 Banjir Rencana

Banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode
ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan
proyek irigasi dan stabilitas bangunan- bangunan.

Presentase kemungkinan tak terpenuhi (rata-rata) yang dipakai untuk perencanaan


irigasi adalah :
- Bagian atas pangkal bangunan 0,1%
- Bangunan utama dan bangunan-bangunan disekitarnya1%
- Jembatan jalan Bina Marga 2%
- Bangunan pembuang silang, pengambilan di sungai 4%
- Bangunan pembuang dalam proyek 20%
- Bangunan sementara 20% - 40%
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 77

Jika saluran irigasi primer bisa rusak akibat banjir sungai, maka perentase
kemungkinan tak terpenuhi sebaiknya diambil kurang dari 4%, kadang-kadang turun
sampai 1% debit banjir ditetapkan dengan cara menganalisis debit puncak, dan
biasanya dihitung berdasarkan hasil pengamatan harian tinggi muka air. Untuk
keperluan analisis yang cukup tepat dan andal, catatan data yang dipakai harus paling
tidak mencakup waktu 20 tahun. Persyaratan ini jarang bisa dipenuhi (lihat juga Tabel
4-4)

Faktor lain yang lebih sulit adalah tidak adanya hasil pengamatan tinggi muka air
(debit) puncak dari catatan data yang tersedia. Data debit puncak yang hanya
mencakup jangka waktu yang pendek akan mempersulit dan bahkan berbahaya bagi si
pengamat.

Harga–harga debit rencana sering ditentukan dengan menggunakan metode hidrologi


empiris, atau analisis dengan menghubungkan harga banjir dengan harga curah hujan.
Lihat Lampiran 1 buku ini.

Pada kenyataannya bahwa ternyata debit banjir dari waktu kewaktu mengalami
kenaikan, semakin membesar seiring dengan penurunan fungsi daerah tangkapan air.

Pembesaran debit banjir dapat menyebabkan kinerja irigasi berkurang yang


mengakibatkan desain bangunan kurang besar. Antisipasi keadaan ini perlu dilakukan
dengan memasukan faktor koreksi besaran 110% - 120% untuk debit banjir. Faktor
koreksi tersebut tergantung pada kondisi perubahan DAS.

Perhitungan debit rencana yang sudah dibicarakan disini diringkas pada Tabel 4-3.
78 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel 4-3. Banjir Rencana


Catatan Banjir Metode Parameter Perencanaan
1a Data cukup (20 tahun Analisis frekuensi dengan Debit puncak dengan
atau lebih) distribusi frekuensi eksterm kemungkinan tak terpenuhi
20% - 4% - 1% - 0,1%
1b Data terbatas (kurang Analisis frekuensi dengan Seperti pada 1a dengan
dari 20 tahun) metode “debit diatas ambang” ketepatan yang kurang dari
(peak over threshold method) itu
2 Data tidak ada Hubungan empiris antara curah Seperti pada 1a dengan
hujan – limpasan air hujan ketepatan yang kurang dari
itu
Gunakan metode Der Weduwen
untuk daerah aliran < 100 km²,
Metode Melchior atau metode
yang sesuai untuk daerah aliran
> 100 km²
3 Data tidak ada Metode kapasitas saluran Debit puncak kemungkinan
tak terpenuhi diperkirakan
SNI 03 – 1724 – 1989
SNI 03 – 3432 – 1994
Hitung banjir puncak dari tinggi
air maksimum, potongan
melintang & kemiringan sungai
yang sudah diamati/diketahui.
Metode tidak tepat hanya untuk
mengecek 1b & 2 atau untuk
memasukan data historis banjir
dalam 1a

4.2.5 Debit Andalan

Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Kemungkinan
terpenuhi ditetapkan 80% (kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah dari debit
andalan adalah 20%). Debit andalan ditentukan untuk periode tengah – bulanan. Debit
minimum sungai diantalisis atas dasar data debit harian sungai. Agar analisisnya
cukup tepat dan andal, catatan data yang diperlukan harus meliputi jangka waktu
paling sedikit 20 tahun. Jika persyaratan ini tidak bisa dipenuhi, maka metode
hidrologi analitis dan empiris bisa dipakai.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 79

Dalam menghitung debit andalan, kita harus mempertimbangkan air yang diperlukan
dari sungai di hilir pengambilan.

Dalam praktek ternyata debit andalan dari waktu kewaktu mengalami penurunan
seiring dengan penurunan fungsi daerah tangkapan air.

Penurunan debit andalan dapat menyebabkan kinerja irigasi berkurang yang


mengakibatkan pengurangan areal persawahan. Antisipasi keadaan ini perlu
dilakukan dengan memasukan faktor koreksi besaran 80% - 90%untuk debit andalan.
Faktor koreksi tersebut tergantung pada kondisi perubahan DAS.

Tabel 4-4. Debit Andalan


Parameter
Catatan Debit Metode
Perencanaan
1a Data cukup (20 Analisis frekuensi distribusi Debit rata-rata
tahun atau lebih) frekuensi normal tengah bulan dengan
kemungkinan tak
terpenuhi 20%
1b Data terbatas Analisis frekuensi rangkaian debit Seperti pada 1a
dihubungkan dengan rangkaian dengan ketelitian
curah hujan yang mencakup waktu kurang dari itu
lebih lama
2 Data Minimal a. Model simulasi pertimbangan air Seperti pada 1b
atau tidak ada dari Dr. Mock atau metode dengan ketelitian
Enreca dan yang serupa lainnya kurang dari itu
curah hujan didaerah aliran
sungai, evapotranspirasi,
vegetasi, tanah dan karakteristik
geologis daerah aliran sebagai
data masukan.
b. Perbandingan dengan daerah
aliran sungai didekatnya.
3 Data tidak ada Metode kapasitas saluran Aliran Seperti pada 1b
rendah dihitung dari muka air dengan ketelitian
rendah, potongan melintang sungai kurang dari itu
dan kemiringan yang sudah
diketahui. Metode tidak tepat hanya
sebagai cek
80 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

4.3 Pengukuran

Walaupun pengukuran-pengukuran yang dibicarakan dibawah ini tidak selalu menjadi


tanggung jawab langsung perekayasa, namum perlu diingat bahwa perekayasa
hendaknya mengecek ketelitian peta yang dihasilkan. Untuk tujuan ini, mungkin perlu
diadakan pengukuran lagi yang dimaksudkan untuk mengecek ketepatan dibawah
pengawasan langsung tenaga ahli tersebut.

4.3.1 Pengukuran Topografi

Studi Awal dan Studi ldentifikasi didasarkan pada peta-peta yang ada. Instansi-
instansi yang dapat memberikan informasi yang diperlukan ini didaftar pada Bab 3.
Pengukuran pemetaan merupakan kegiatan yang dimulai didalam Studi ldentifikasi
sampai tahap perencanaan pendahuluan suatu proyek.

Pemetaan bisa didasarkan pada pengukuran medan (terestris) penuh yang sudah
menghasilkan peta-peta garis topografi lengkap dengan garis-garis konturnya. lni
adalah cara pemetaan yang relatif murah untuk daerah-daerah kecil. Pemetaan
fotogrametri, walaupun lebih mahal, jauh lebih menguntungkan karena semua detail
topografi dapat dicakup didalam peta. Ini sangat bermanfaat khususnya untuk
perencanaan petak tersier. Yang paling tidak menguntungkan adalah apabila
diperlukan foto udara dan biaya-biaya yang tinggi. Untuk proyek-proyek kecil
pembuatan foto udara akan terlalu mahal dan kurang praktis perencanaannya.
Kemudian pemecahan yang mungkin adalah pada waktu yang bersamaan mengambil
potret untuk proyek-proyek yang bersebelahan/didekatnya.

Proyek seluas 10.000 ha atau lebih biasanya didasarkan pada peta foto udara. Untuk
itu (jika dianggap perlu) akan dibuat foto udara yang baru, dengan skala foto
1:10.000.

Peta-peta yang dihasilkan dari pemetaan fotogrametri biasanya peta-peta foto; peta-
peta garis yang dihasilkan dari foto akan banyak kehilangan detail topografi.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 81

Peta-peta ortofoto dihasilkan untuk daerah-daerah dengan kemiringan tanah diatas


0,5%. Untuk daerah-daerah datar mosaik toto yang direktifikasi dan lebih murah,
dapat dipakai. Sudah menjadi kebiasaan umum untuk mendasarkan penentuan garis
kontur pada intepretasi pengukuran terestris. Pengukuran titik rincik ketinggian
terestris dengan pembuatan peta foto ini dilakukan dengan densitas yang lebih kecil
daripada yang diperlukan untuk pengukuran terestris penuh.

Bila peta itu dibuat dengan cara pemetaan ortofoto, pada umumnya skala peta diambil
1: 5000. Jika tidak, skala peta harus 1:2.000 agar peta tersebut dapat dipakai. untuk
tujuan-tujuan perencanaan tersier. Jika tidak, skala peta sebaiknya 1:2.000.
Persyaratan Teknis untuk Pengukuran Topografi (Bagian PT-02) dan Standar
Penggambaran (KP - 07) memberikan detail-detail yang lebih terinci.

Persyaratan untuk pembuatan peta topografi umum dirinci sebagai berikut:


- Potret bentuk tanah (landform), relief mikro dan bentuk fisik harus jelas : ini akan
langsung menentukan tata letak dan lokasi saluran irigasi, saluran pembuang dan
jalan.
- Ketelitian elevasi tanah:
Di daerah-daerah datar kemiringan saluran mungkin kurang dari 10 cm/km;
ketepatan dalam hal ketinggian adalah penting sekali karena hal ini akan
menunjukkan apakah suatu layanan irigasi dan pembuang yang memadai akan
dapat dicapai.

Di daerah yang bermedan curam layanan irigasi dan pembuang jarang merupakan
masalah relief mikro lokal adalah lebih penting daripada ketepatan ketinggian.

- interval garis kontur

 tanah datar < 2 % Interval 0,5 m


 tanah berombak dan randai/rolling 2-5% Interval 1,0 m
 berbukit-bukit 5 - 20% Interval 2,0 m
 bergunung-gunung > 20% Interval 5,0 m
82 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Ketelitian planimetris:
Identifikasi lapangan dilakukan relatif sampai titik yang sudah ditentukan di
lapangan dan ketepatan peta sekitar 1 mm dapat diterima.
- Jaringan irigasi dan pembuang:
Bila jaringan irigasi yang baru akan dibangun pada jaringan yang sudah ada, maka
jaringan lama ini juga harus ikut diukur.
- Beberapa titik di sungai pada lokasi bendung akan dicakup dalam pengukuran
topografi.
- Batas-batas administratif kecamatan dan desa akan digambar.
- Data-data dasar tanah seperti misalnya tipe medan, jenis utama vegetasi dan cara
pengolahan tanah, daerah-daerah berbatu singkapan, atau daerah-daerah yang
berpasir dan berbatu-batu akan dicatat.
- Jika peta-peta topografi yang dibuat juga akan dipakai untuk perencanaan tersier,
saluran-saluran kecil yang ada akan diukur pula.

4.3.2 Pengukuran Sungai dan Lokasi Bendung

Untuk perencanaan bangunan utama di sungai diperlukan informasi topografi


mendetail mengenai sungai dan lokasi bendung. Bersama-sama dengan pengukuran
untuk peta topografi umum, akan diukur pula beberapa titik di sungai. Hasil-hasilnya
akan digunakan dalam perencanaan pendahuluan jaringan irigasi.

Pengukuran ini mencakup unsur-unsur berikut :

- Peta bagian sungai dimana bangunan utama akan dibangun. Skala peta ini adalah
1: 2.000 atau lebih besar, yang meliput 1 km ke hulu dan 1 km ke hilir bangunan
utama dan melebar hingga 250 m ke masing-masing sisi sungai. Daerah bantaran
harus terliput semuanya. Kegiatan Pengukuran ini juga mencakup pembuatan peta
daerah rawan banjir. Peta itu harus dilengkapi dengan garis-garis kontur pada
interval 1,0 m, kecuali di dasar sungai dimana diperlukan garis-garis kontur pada
interval 0,50 m. Peta itu juga harus memuat batas-batas penting seperti batas-
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 83

batas desa, sawah dan semua prasarananya. Disitu harus pula ditunjukkan tempat-
tempat titik tetap (benchmark) disekeliling daerah itu lengkap dengan koordinat
elevasinya.

- Potongan memanjang sungai dengan potongan melintang setiap 50 m. Panjang


potongan memanjang serta skala horisontalnya akan dibuat sama dengan untuk
peta sungai diatas skala vertikalnya 1:200 atau 1:500, bergantung kepada
kecuraman medan. Skala potongan melintangnya 1:200 horisontal dan 1:200
vertikal. Panjang potongan melintang adalah 50 m kemasing-masing sisi sungai.
Elevasinya akan diukur pada jarak maksimum 25 m atau untuk beda tinggi 0,25
m mana saja yang bisa dicapai lebih cepat.

- Pengukuran detail lokasi bendung yang sebenarnya harus dilakukan, yang


menghasilkan peta berskala 1: 200 atau 1: 500 untuk areal seluas kurang lebih 50
ha (1000 x 500 m²). Peta ini akan menunjukkan lokasi seluruh bagian bangunan
utama termasuk lokasi kantong pasir dan tanggul penutup. Peta ini akan
dilengkapi dengan titik rincik ketinggian dan garis-garis kontur setiap 0,25 rn.

Persyaratan penggambaran detail topografi adalah sama dengan penggambaran untuk


peta topografi umum seperti yang dirinci pada subbab 4.3.1.

Uraian yang lebih rinci diberikan pada bagian PT–02 Persyaratan Teknis untuk
Pengukuran Topografi, KP – 07 Standar Penggambaran dan KP – 02 Bangunan
Utama.

4.3.3 Pengukuran Trase Saluran

Setelah tata letak pendahuluan selesai (yang didasarkan dan digambarkan pada peta
topografi umum) trase saluran akan diukur dan, dipetakan pada peta baru. Pengukuran
ini merupakan dasar topografis untuk perencanaan potongan memanjang saluran.

Sebelum membuat konsep persyaratan (spesifikasi) pengukuran saluran, ahli irigasi


akan melakukan pengecekan lapangan, didampingi oleh ahli geodetik dan ahli
84 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

geoteknik. Tujuan pengecekan lapangan ini adalah menentukan lokasi yang tepat
untuk trase saluran dan bangunan-bangunan pelengkap.

Merancang persyaratan pengukuran akan menjadi tanggung jawab ahli irigasi lagi
karena dia sudah terbiasa dengan kepekaan dalam perencanaan pendahuluan dan
dialah yang tahu keadaan lapangan. Pengukuran trase saluran biasanya mencakup
jaringan irigasi maupun pembuang.

Pengukuran trase saluran (pengukuran strip) akan sebanyak mungkin mengikuti trase
saluran yang diusulkan pada tata letak pendahuluan. Pengukuran ini akan meliputi
jarak 75 m dari as saluran, atau bisa kurang dari itu, menurut petunjuk ahli irigasi.

Pengukuran dan pemetaan ini meliputi pembuatan :


- Peta trase saluran dengan skala 1:2.000 dengan garis-garis kontur pada interval
0,5 m untuk daerah datar, dan 1,0 m untuk tanah berbukit bukit;
- Profit memanjang dengan skala horisontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200 (atau
1: 100 untuk saluran-saluran kecil);
- Potongan melintang pada skala horisontal dan vertikal 1: 200 atau 1 : 100 untuk
saluran-saluran kecil pada interval 50 m pada ruas-ruas lurus dan 25 m pada
tikungan.

4.3.4 Pengukuran Lokasi Bangunan

Untuk lokasi-lokasi bangunan besar, seperti bangunan pembuang silang, diperlukan


peta lokasi detail. Skalanya adalah 1:100 dengan skala garis kontur 0,25 m.

4.4 Data Geologi Teknik

4.4.1 Tahap Studi

Pada tahap studi proyek data geologi teknik dikumpulkan untuk memperoleh
petunjuk mengenai keadaan geologi teknik yang dijumpai di proyek. Sebelum
dilakukan penyelidikan lokasi, semua informasi mengenai geologi permukaan dan
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 85

tanah di daerah proyek dan sekitarnya akan dikumpulkan. Banyak informasi berharga
yang dapat diperoleh dari:
- Laporan-laporan dan peta-peta geologi daerah tersebut
- Hasil-hasil penyelidikan mekanika tanah untuk proyek-proyek didekatnya
- Foto-foto udara
- Peta-peta topografi. Termasuk foto-foto lama.

Khususnya dengan pengecekan foto udara yang diperkuat lagi dengan hasil-hasil
pemeriksaan tanah, maka akan diperoleh gambaran daerah itu, misalnya :
- Perubahan kemiringan
- Daerah yang pembuangnya jelek
- Batu singkapan
- Bekas-bekas tanah longsoran
- Sesar
- Perubahan tipe tanah
- Tanah tidak stabil
- Terdapatnya bangunan-bangunan buatan manusia
- Peninjauan lokasi akan lebih banyak memberikan informasi mengenai
Pengolahan tanah dan vegetasi yang ada sekarang
- Tanah-tanah yang strukturnya sulit (gambut berplastisitas tinggi) dan lempung
- Bukti-bukti tentang terjadinya erosi dan parit
- Terdapatnya batu-batu bongkah di permukaan
- Klasifikasi tanah dengan jalan melakukan pemboran tanah dengan tangan

Untuk pembuatan tata letak dan perencanaan saluran, adalah penting untuk
mengetahui hal-hal berikut:
- Batu singkapan
- Lempung tidak stabil berplastisitas tinggi
- Pasir dan kerikil
- Bahan-bahan galian yang cocok.
86 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Dari hasil-hasil kunjungan pemeriksaan lokasi, diputuskanlah cocok tidaknya


pembuatan saluran tanpa pasangan. Uji lapangan dari contoh-contoh pemboran dan
sumuran uji akan dilakukan untuk mengetahui sifat -sifat tanah.

Lokasi bangunan utama akan diperiksa untuk menilai:


- Morfologi dan stabilitas sungai
- Stabilitas dasar sungai untuk pondasi
- Keadaan dasar sungai untuk pondasi
- Keadaan pondasi untuk tanggul banjir bahan-bahan galian untuk tanggul
- Kecocokan batu sebagai bahan bangunan
- Pengukuran dasar sungai
- Terdapatnya batu singkapan.

Yang disebut terakhir ini tidak hanya terbatas sampai pada bangunan utama saja,
tetapi harus dilakukan sampai hulu dan hilir dari lokasi ini.

Seluruh informasi akan dievaluasi dan dituangkan pada peta pendahuluan dengan
skala 1:50.000, atau lebih besar lagi.

Aspek-aspek geologi teknik dalam tahap studi pengenalan ditangani oleh ahli irigasi
yang berpengalaman. Hanya dalam pembuatan waduk atau bangunan-bangunan
utama yang besar yang melibatkan keadaan-keadaan geologi teknik yang kompleks
saja maka seorang ahli geologi diikut sertakan.

Ahli irigasi hendaknya cukup memiliki pengalaman yang memadai di bidang geologi
dan mekanika tanah untuk tujuan-tujuan teknik. Konsultasi dengan seorang ahli
geologi yang sudah berpengalaman sangat dianjurkan, terutama mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan keadaan-keadaan geologi. Perumusan detail penyelidikan
geologi teknik akan didasarkan pada hasil-hasil studi pengenalan.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 87

4.4.2 Penyelidikan Detail

Pada tahap ini lokasi pekerjaan yang direncanakan ditentukan oleh perencanaan
pendahuluan. Perencanaan penyelidikan detail akan didasarkan pada peta geologi.
Kadang-kadang informasi tambahan mengenai tanah sudah bisa dikumpulkan dari
penelitian tanah pertanian. Pengamatan dari pengukuran topografi yang berkenaan
dengan batu singkapan, tata guna tanah dan bentuk topografi yang tidak teratur
(terjadinya parit-parit, longsoran) akan lebih memperjelas gambaran geologi teknik.

Penyelidikan geologi teknik detail memungkinkan dilakukannya evaluasi


karakteristik tanah dan batuan untuk parameter perencanaan bangunan seperti
disajikan pada Tabel 4-5.

Tabel 4-5. Karakreristik Perencanaan Tanah/Batuan


Bangunan Karakteristik Perencanaan Tanah/Batuan
a. Bendung atau bendung Daya dukung penurunan kemantapan terhadap bahaya
gerak, bendung karet, longsor kemantapan terhadap erosi bawah tanah/piping
bendung saringan bawah kelulusan daya tahan dasar terhadap erosi muka air
tanah
b. Bangunan di saluran Daya dukung kelulusan kemantapan terhadap erosi
bawah tanah
c. Galian saluran/timbunan Kemantapan lereng kelulusan permukaan saluran
tanggul karakteristik pemadatan
d. Tanggul banjir Kemantapan lereng penurunan pemadatan

Parameter-parameter yang menentukan sifat-sifat tanah tersebut didapat dari hasil-


hasil penyelidikan di lapangan dan di laboratorium. Pengetahuan tentang sifat-sifat
diatas diperlukan dari lapisan permukaan sampai lapisan bawah hingga kedalaman
tertentu, bergantung pada tipe bangunan.

Pada sumuran dan paritan uji, penyelidikan dapat dilakukan sampai pada kedalaman
tertentu tergantung pada kondisi geologi. Untuk penyelidikan lapisan tanah bawah
yang lebih dalam (lebih dari 5 m), akan diperlukan pemboran. Jumlah lubang bor
88 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

(jarak yang diperlukan) sangat bergantung pada keseragaman keadaan tanah dan
batuan.

Penyelidikan geologi teknik detail pada trase saluran yang direncanakan akan terdiri
dari sekurang-kurangnya satu titik (pemboran tanah atau pembuatan sumuran uji) per
km jika kondisi tanah tidak teratur. Petunjuk indikasi kualitas dari sifat-sifat batuan
dan tanah diperoleh dari bagan Klasifikasi Batuan dan Tanah. Cara ini akan cukup
memadai untuk konstruksi saluran biasa (gali/timbunan sampai 5,0 m) dan untuk
kondisi tanah pada umumnya. Untuk pembuatan bangunan-bangunan irigasi,
khususnya bangunan utama di sungai, diperlukan pengetahuan yang mendetail
mengenai parameter perencanaan geologi teknik demi tercapainya hasil perencanaan
yang aman dan ekonomis.

Dalam Bagian PT-03 Persyaratan Teknis untuk Penyelidikan Geoteknik dibedakan


penjelasan mendetail mengenai tata letak, ketentuan jarak dan kedalaman pemboran.
Kiranya dapat dimaklumi bahwa hanya harga persyaratan-persyaratan minimum saja
yang dapat dirinci. Bergantung kepada ketidakteraturan dan kompleksnya keadaan
tanah, diperlukan lebih banyak penyelidikan detail. Hal ini hanya dapat diputuskan di
lapangan oleh seorang ahli geologi teknik yang telah berpengetahuan banyak
mengenai tujuan-tujuan teknis dari penyelidikan ini. Peranan/kehadiran ahli demikian
ini sangat dibutuhkan selama penyelidikan berlangsung.

4.5 Bahan Bangunan


Bahan untuk bangunan-bangunan irigasi sebaiknya diusahakan dari sekitar tempat
pelaksanaan. Ahli bangunan membutuhkan informasi tersedianya bahan-bahan
berikut :
- Batu untuk pasangan, pasangan batu kosong dan batu keras untuk batu candi
- Pasir dan kerikil
- Bahan-bahan kedap air untuk tanggul banjir dan tanggul saluran
- Bahan filter.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 89

Pemeriksaan peta-peta, data-data geologi teknik, hasil-hasil pengukuran tanah dan


foto udara selama tahap studi akan memberikan informasi umum mengenai adanya
bahan-bahan bangunan yang cocok. Penyelidikan mengenai bahan-bahan ini
bersamaan waktu dengan dan merupakan bagian dari penyelidikan geologi teknik.

Selama pemeriksaan lokasi, khususnya pada lokasi bangunan utama, terdapatnya


bahan pasangan batu dan pasangan batu kosong yang cocok akan diselidiki.

Batu kali (batu pejal dan keras), bila cocok dan tersedia dalam jumlah yang cukup,
merupakan sumber umum bahan-bahan bangunan demikian. Apabila sumber ini tidak
mencukupi atau letaknya terlalu jauh dari tempat pelaksanaan, maka akan diusahakan
lokasi alternatif penggalian bahan. Untuk timbunan tanggul, biasanya bahannya digali
dari daerah di dekatnya. Untuk tujuan ini klasifikasi umum mengenai sifat-sifat teknik
tanah akan memberikan informasi yang cukup memadai pada tahap studi proyek.

Selama dilakukannya penyelidikan detail geologi teknik informasi tentang


jumlah/kuantitas yang dibutuhkan dan letak konstruksi harus sudah tersedia. Apabila
bahan timbunan untuk tanggul saluran yang diambil dari trase saluran ditolak. maka
secara khusus akan dilakukan pencarian daerah penggalian yang lain. Usaha ini akan
dipusatkan dalam radius 1 km dari tempat konstruksi. Penyelidikan ini dilakukan
dengan menggunakan bor tanah dan sumuran uji.

Daerah galian sebaiknya diusahakan yang sitat tanahnya homogen. Volume galian
yang ada harus paling tidak 1,5 kali volume timbunan yang diperlukan. Hasil
pengamatan sifat-sitat tanah akan merupakan dasar perencanaan detail. bahan
timbunan yang dipakai untuk konstruksi harus paling tidak pas atau lebih baik dari
sifat-sifat tanah ini.

Penyelidikan detail untuk pasangan batu pasangan batu kosong batu candi dan batu
kerikil akan dipusatkan pada endapan di dasar sungai dan batu singkapan. Endapan
sungai adalah yang paling umum diselidiki dan diketahui untuk mempelajari derajat
kekerasan dan gradasinya. Apabila diperlukan penggalian dan dibutuhkan suatu
90 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

jumlah yang besar maka survei identifikasi dan klasifikasi batuan harus diadakan
secara intensif. Yang penting adalah derajat kekerasan. Jumlah/kuantitas dan gradasi
setelah penggalian.

4.6 Penyelidikan Model Hidrolis

Perencanaan hidrolis bangunan utama dan bangunan irigasi didasarkan pada rumus-
rumus empiris. Untuk bangunan-bangunan di saluran dan tipe-tipe umum bangunan
utama, perilaku hidrolis saluran sudah cukup banyak diketahui. Perencanaan detail
dapat dengan aman didasarkan pada kriteria perencanaan seperti yang disajikan
dalam Bagian KP - 02 Bangunan Utama dan KP - 04 Bangunan.

Apabila keadaan sungai ternyata lebih kompleks, maka dianjurkan untuk mengecek
perilaku hidrolis bangunan dengan menggunakan model. Rencana pendahuluan
bangunan yang akan diselidiki didasarkan pada KP - 02 Bangunan Utama. Buku ini
juga menguraikan situasi dimana dianjurkan dilakukannya penyelidikan model
hidrolis.

Ruang lingkup pekerjaan penyelidikan model biasanya juga meliputi tinjauan dan
evaluasi data-data dasar yang dipakai untuk perencanaan pendahuluan (lihat Bagian
PT-04, Persyaratan Teknis untuk Penyelidikan Model Hidrolis). Perencanaan
pendahuluan itu sendiri juga dibicarakan dengan perencana.

Model hidrolis biasanya dibuat sampai skala 1 : 33,3 dengan dasar tetap di hulu dan
dasar gerak di hilir bangunan utama. Akan tetapi, skala model bergantung kepada
ukuran bangunan. Model pertama dipakai untuk mengecek. kemiripan hidrolis antara
model dan prototip tanpa adanya bangunan untuk tujuan ini grafik lengkung debit
akan diverifikasi. Penyelidikan model berikutnya dengan menggunakan bangunan
dimaksudkan untuk:
- Mengecek efisiensi dan berfungsinya perencanaan bangunan;
- Memperbaiki tata letak dan penampilan kerja (performance) hidrolis bangunan
utama dan komponen-komponennya.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 91

- Memodifikasi perencanaan pendahuluan, jika perlu.


- Penyelidikan model hidrolis akan menunjukkan:
- Pola aliran di sungai disebelah hulu dan hilir bangunan;
- Formasi dasar sungai dan angkutan sedimen di sungai dan kedalam
- Jaringan saluran;
- Penggerusan lokal di sungai disebelah hilir dan hulu bangunan utama.

Perlu dicatat bahwa sejauh berkenaan dengan angkutan sedimen, degradasi dan
penggerusan lokal, hanya indikasi kualitatif dapat diperoleh dari penyelidikan model.
Seorang ahli hidrolika (yang berpengalaman) yang bertanggung jawab melakukan
penyelidikan model hidrolis akan dapat memberikan, rekomendasi yang jelas
mengenai modifikasi perencanaan pendahulu. Penyelidikan terhadap hasil-hasil
modifikasi ini biasanya akan merupakan bagian dari penyelidikan model hidrolis.

Laporan mengenai penyelidikan-penyelidikan itu yang dibuat oleh laboratorium


hidrolika yang memuat uraian lengkap mengenai seluruh kegiatan penyelidikan,
rekomendasi untuk modifikasi rencana dan penjelasan mengenai perilaku hidrolis
bangunan yang diusulkan. Laporan tersebut disertai dengan catatan/rekaman foto dari
hasil-hasil penyelidikan tersebut.

4.7 Tanah Pertanian

Penyelidikan tanah dalam tahap studi hanya akan meliputi kegiatan-kegiatan


pemeriksaan lapangan dan penyelidikan di laboratorium. Lokasi akan dipilih
berdasarkan peta-peta geologi dan peta-peta daerah yang sudah tersedia (seandainya
ada). Densitas pengukuran pada tahap Studi Pengenalan adalah satu kali pengamatan
per 200 ha sampai 500 ha.

Untuk kegiatan studi kelayakan dan perencanaan pendahuluan, penyelidikan tanah


akan dilakukan setengah terinci. Karena pengaruhnya terhadap laju perembesan dan
perkolasi, penentuan tekstur dan struktur tanah merupakan faktor kunci. Untuk ini
diperlukan pemetaan. Kesuburan tanah merupakan hal yang vital untuk padi irigasi.
92 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Peta-peta yang dibutuhkan untuk pengukuran ini adalah:


- Foto udara dengan skala 1:25.000 atau lebih untuk interpretasi foto dan pemetaan
lapangan
- Peta-peta topografi dengan skala dan interval garis-garis tinggi yang sesuai dengan
bentuk tanah.
Untuk pengukuran tanah semi detail yang diperlukan, dilakukan satu pengamatan
tanah tiap 25 ha sampai 50 ha. Dari lapisan tanah atas setebal 1 m, perlu diketahui
data-data berikut:
- Warna
- Tekstur
- Struktur
- Tingkat kelembaban
- Kemiringan tanah
- Tata guna tanah dan bentuk permukaan tanah
- Kedalaman muka air tanah yang kurang dari 2 m.

Sebanyak kurang lebih 10% dari seluruh lokasi yang diamati, digali paritan sedalam
1,5 m dan kondisi tanah dijelaskan secara terinci. Dari paritan-paritan tersebut
diambil contoh tanah untuk diselidiki di laboratorium. Penyelidikan perkolasi
dilakukan di lokasi paritan.

Peta tanah menunjukkan distribusi kelompok-kelompok tekstur tanah sebagai


berikut :
- Tanah sangat ringan: pasir, pasir kerikilan, pasir geluhan
- Tanah ringan: geluh pasiran, geluh pasiran berat, geluh
- Tanah sedang: geluh, geluh berat, geluh lanau, geluh lempung pasiran, geluh
lempung
- Tanah berat geluh lempung lanauan berat, lempung.

Klasifikasi kemampuan tanah dilakukan berdasarkan data-data tanah, kemiringan dan


pembuang. Tanah bisa diklasifikasi menurut kelas-kelas kecocokan tanah FAO untuk
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 93

tanaman padi dan palawija (jagung, kacang tanah atau jenis lainnya yang lebih
disukai di daerah yang bersangkutan). Kriteria standarnya dapat ditemukan di Balai
Penelitian Tanah di Bogor. Bila ada keragu-raguan, sebaiknya mintalah nasihat dari
seorang ahli tanah, dan hasil-hasil pengukuran dicek kembali dengan seksama.

Peta tanah dan kemampuan tanah yang dihasilkan akan memberikan keterangan
kuantitatif mengenal kecocokan tanah untuk pola tanam. Keputusan mengenai
daerah-daerah yang bisa diairi, pemilihan jenis tanaman, metode pengolahan
tanaman, kebutuhan air tanaman, kesuburan tanah dan panenan akan dibuat
berdasarkan hasil-hasil penelitian tanah.

Biasanya penyelidikan tanah semi detail sudah cukup untuk menetapkan rencana
pertanian akhir dan perencanaan akhir skema irigasi. Akan tetapi, jika kondisi tanah
irigasi pertanian ternyata tidak teratur (daerah cocok dan tidak cocok berselang-
seling), maka mungkin diperlukan penyelidikan tanah secara mendetail, dengan
mengamati satu lokasi tiap 5 ha sampai 15 ha.
94 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Perekayasaan 95

5. BAB V
PEREKAYASAAN

5.1 Taraf-Taraf Perencanaan

Perekayasaan (engineering design) untuk persiapan proyek irigasi dibagi menjadi 3


taraf, yaitu:
(1) Perencanaan garis besar dari Tahap Studi
(2) Perencanaan pendahuluan dari Tahap Perencanaan atau Studi Kelayakan
(3) Perencanaan akhir dari Tahap Perencanaan.

Perekayasaan yang dibicarakan dalam bab ini hanya berkenaan dengan perencanaan
jaringan utama saja. Perencanaan petak tersier akan dilakukan kemudian, berdasarkan
gambaran batas-batas tersier serta tinggi muka air rencana dari perencanaan jaringan
utama.

Dalam subbab 5.1.1 sampai 5.1.3 akan dibicarakan ketiga tahap perekayasaan untuk
jaringan utama yang telah disebutkan diatas.

Pasal-pasal berikut akan membicarakan perencanaan berbagai unsur jaringan irigasi.


Pertimbangan-pertimbangan perencanaan yang umumnya berlaku untuk seluruh tahap
perencanaan diketengahkan disini.

5.1.1 Perencanaan Garis Besar

Perencanaan garis besar atau perencanaan dasar bertujuan memberikan dasar atau
garis besar pengembangan pembangunan multisektor dari segi teknis. Hasilnya adalah
Rencana Induk Pengembangan Irigasi sebagai bagian Rencana Induk Pengelolaan
Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang merupakan bagian dari RTRW Wilayah.
Perencanaan ini adalah hasil akhir Studi Pengenalan (jika tidak dilakukan Studi
Kelayakan) dilanjutkan pada Perencanaan Pendahuluan dan pada umumnya
didasarkan pada informasi topografi yang ada. Skala peta boleh dibuat 1:25.000 atau
96 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

lebih besar lagi. Tidak dilakukan pengukuran topografi untuk menunjang perencanaan
garis besar ini. Yang dijadikan dasar adalah peta-peta yang sudah ada.

Perencanaan garis besar akan menghasilkan sketsa tata letak yang menggambarkan
perkiraan batas-batas daerah irigasi dan rencana tata letak saluran. Informasi
mengenai garis-garis kontur bisa memberikan petunjuk tentang kemiringan tanah di
sepanjang trase saluran. Bangunan-bangunan utama sudah dapat ditunjukkan pada
sketsa tata letak. Pembuatan pembuang silang akan mendapat perhatian khusus.

Dalam tahap studi diambil keputusan sementara mengenai tipe dan perkiraan lokasi
bangunan-bangunan utama. Juga tipe saluran irigasi, saluran tanah atau pasangan,
akan diputuskan sementara.

Tinjauan mengenai keadaan geologi dan tanah akan memberikan pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai keadaan-keadaan geologi teknik yang diharapkan.
Terdapatnya batu dalam jumlah cukup akan memberi pertanda bahwa mungkin bisa
direncanakan bangunan yang memakai bahan pasangan batu. Jika tidak, akan
diperlukan konstruksi yang diperkuat dengan beton.

Persyaratan survei untuk pembuatan peta topografi ditentukan atas dasar sketsa tata
letak.

5.1.2 Perencanaan Pendahuluan

Tujuan yang akan dicapai dalam tahap perencanaan pendahuluan adalah untuk
menentukan lokasi dan ketinggian bangunan utama, saluran irigasi dan pembuang,
bangunan serta daerah layanan pada taraf pendahuluan. Dari hasil perencanaan
pendahuluan akan memungkinkan dirumuskannya secara tepat pengukuran dan
penyelidikan detail yang diperlukan untuk perencanaan detail.

Perencanaan pendahuluan disajikan dalam bentuk laporan perencanaan pendahulan


dari tata letak yang sudah ditetapkan. Laporan tersebut berisi gambar-gambar
perencanaan pendahuluan yang menunjukkan perkiraan dimensi bangunan-bangunan
Perekayasaan 97

irigasi dan tata letaknya. Laporan ini serupa/mirip dengan laporan perencanaan akhir
dan menunjukkan dasar pembenaran rancangan irigasi pendahuluan serta menegaskan
keandalan data-data yang dijadikan dasar. Uraian lengkap mengenai persyaratan
perencanaan pendahuluan diberikan dalam Bagian PT - 01, Persyaratan Teknis untuk
Perencanaan Jaringan Irigasi.

Walaupun tahap ini disebut "tahap perencanaan pendahuluan", namun harus


dimengerti bahwa hasil-hasilnya harus diusahakan tepat dan sepraktis mungkin.
Seluruh informasi yang ada harus diolah dengan cermat dan dipakai dengan sebaik-
baiknya. Usaha yang sungguh-sungguh dalam taraf pendahuluan ini akan
menghasilkan perencanaan akhir yang bagus, perencanaan pendahuluan yang jelek
akan sulit diperbaiki dalam tahap perencanaan akhir.

Perencanaan pendahuluan dimulai dengan tinjauan mengenai kesimpulan yang


dihasilkan oleh Tahap Studi dalam tinjauan ini informasi mengenai peta topografi dan
kemampuan tanah digabungkan. Kesahihan kesimpulan-kesimpulan yang sudah
ditarik sebelumnya akan diperiksa lagi.

Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain ialah:


- konfigurasi/gambar tata letak dicek lagi dengan peta topografi yang baru;
- lokasi bangunan utama dengan memperhatikan tinggi pengambilan dan peta
situasi yang diperlukan;
- tipe-tipe saluran irigasi, saluran tanah atau pasangan. dengan memperhatikan
keadaan-keadaan tanah yang dijumpai;
- kecocokan daerah yang bersangkutan untuk irigasi pertanian; batas-batas
administratif;
- konsultasi dengan lembaga pemerintahan desa dan petani disepanjang trase
saluran dan batas-batas daerah irigasi;
- jaringan irigasi yang ada;
- perkampungan penduduk dan tanah-tanah lain yang tidak bisa diairi seperti yang
ditunjukkan pada peta topografi;
98 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- keadaan pembuang dan dibutuhkan/tidaknya pembuang silang


- perhitungan neraca air dengan data-data daerah irigasi dan kebutuhan air irigasi
yang lebih tepat;
- pemilihan tipe-tipe bangunan dan bahan-bahan bangunan.

Pengecekan lapangan secara intensif diperlukan untuk membereskan hal-hal yang


disebutkan diatas. Lokasi bangunan-bangunan penting dan trase saluran harus
dikenali di lapangan. Pengecekan ini harus didasarkan pada hasil pengukuran trase
elevasi saluran.

Hasil-hasil pengukuran ini akan dicek di lapangan oleh ahli irigasi didampingi oleh
ahli geoteknik dan ahli topografi. Pengecekan ini bertujuan untuk memastikan
ketelitian garis tinggi dan akan menghasilkan tata letak akhir (definitif) jaringan itu.

Perencanaan pendahuluan diselesaikan dengan rumusan-rumusan terinci mengenai


pengukuran dan penyelidikan yang akan dilaksanakan untuk pekerjaan perencanaan
akhir. Ini berkenaan dengan:
- Pengukuran trase saluran
- Pengukuran lokasi bangunan-bangunan khusus
- Penyelidikan geologi teknik untuk bangunan utama, bangunan dan saluran
- Penyelidikan model hidrolis

Perencanaan pendahuluan dibuat mengikuti suatu proses atau langkah-langkah urut


yang akan diuraikan dalam pasal-pasal berikut. Akan tetapi, sama halnya dengan
banyak kegiatan-kegiatan perencanaan yang lain, membuat perencanaan pendahuluan
dalam irigasi merupakan suatu proses yang berulang-ulang. Hasil tiap langkah
perencanaan harus dicek dengan asumsi-asumsi semula. Misalnya, mula-mula sudah
dipikirkan untuk mengairi suatu daerah secara keseluruhan, tetapi terbentur oleh
kenyataan bahwa hal ini memerlukan jaringan utama yang terlalu tinggi dan
memerlukan biaya yang teramat tinggi pula akibatnya mungkin lebih baik untuk
Perekayasaan 99

menyisihkan saja daerah-daerah yang lebih tinggi dari jangkauan irigasi (dengan
gravitasi) dan/atau memindahkan trase saluran.

Jika kita harus menentukan pilihan dari beberapa alternatif, maka alternatif-alternatif
itu harus dicantumkan dalam laporan perencanaan pendahuluan.

Contoh yang sudah diberikan tadi sebenarnya umum dalam perencanaan irigasi dan
menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh menjadi tujuan tahap perencanaan
pendahuluan. Perumusan dan penemuan cara untuk memecahkan suatu masalah
dengan baik akan sangat bergantung pada pengalaman dan ketepatan penilaian dari
ahli irigasi. Dalam keadaan tertentu penilaian bisa dianggap memadai; dalam keadaan
lain mungkin masih harus dipikirkan cara pemecahan alternatif dan harus
mempertimbangkan unsur-unsur lain sebelum bisa diputuskan dicapainya pemecahan-
pemecahan "terbaik".

Agar dapat dicapai pemecahan yang "terbaik", ada satu hal yang harus selalu diingat,
yaitu bahwa keputusan-keputusan yang besar/penting harus didahulukan, baru
kemudian diambil keputusan-keputusan kecil berikutnya. Itulah sebabnya maka
dalam membuat perencanaan pendahuluan, Perencana tidak boleh terjebak dalam hal-
hal teknis yang kurang penting. Pemecahan terhadap masalah ini hendaknya ditunda
dahulu. Pertama-tama seluruh gambaran perencanaan jaringan utama dengan lokasi
dan perkiraan elevasi pengambilan pada bangunan utama harus ditentukan.

5.1.3 Perencanaan Akhir

Pembuatan rencana akhir merupakan taraf akhir dalam perekayasaan teknik sipil
jaringan irigasi. Pada tahap ini gambar-gambar tata letak, saluran dan bangunan akan
dibuat menjadi detail yang sudah jadi atau detail akhir.

Pada permulaan tahap perencanaan akhir, hasil-hasil pengukuran dan penyelidikan


terdahulu akan ditinjau kembali (lihat subbab 4.3.3). Perencanaan pendahuluan akan
dicek dengan hasil-hasil pengukuran trase saluran. As dan tinggi muka air saluran
100 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

akan dipastikan. Apabila peta garis tinggi tidak terlalu banyak menyimpang dari
hasil-hasil pengukuran saluran, maka hanya diperlukan penyesuaian-penyesuaian
kecil terhadap tata letak dan trase saluran.

Sebelum selesainya peta tata letak, ahli irigasi akan memeriksa semua trase saluran,
lokasi bangunan utama dan bangunan-bangunan besar di lapangan. Seluruh keadaan
fisik harus diketahuinya.

Jika tata letak dan ketinggian sudah jadi/final, maka perhitungan perencanaan detail
saluran dan bangunan akan segera diselesaikan bersama-sama dengan semua
pekerjaan gambar yang berhubungan.

Perencanaan detail bangunan utama akan dilakukan segera sesudah tinggi


pengambilan dan debit rencana akan ditentukan. Hasil-hasil penyelidikan geologi
teknik dan penyelidikan dengan model akan mendukung perencanaan bangunan
utama.

Hasil perencanaan akhir akan disajikan sebagai laporan perencanaan sesuai dengan
tata letak dan ukuran-ukuran standar yang telah ditentukan. Laporan tersebut berisi
perencanaan akhir yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar tata letak, saluran
dan bangunan yang dibuat secara detail Laporan ini mencakup hal-hal sebagai
berikut.
- Uraian Mengenai Tata Letak Usulan
- Dasar Pembenaran Hasil Perencanaan yang Diusulkan)
- Dasar Pembenaran Banjir Rencana dan Debit Rencana yang Dipakai)
- Basis Data dan Hasil-Hasil Pengukuran dan Penyelidikan
- Kebutuhan Pembebasan Tanah
- Rincian Rencana Anggaran (Bill of Quantities) serta Perkiraan Biaya


)termasuk pertimbangan-pertimbangan alternatif (jika ada)
Perekayasaan 101

- Metode-Metode Pelaksanaan untuk Bangunan-Bangunan Khusus


- Dokumen Tender.

Terlepas dari dasar pembenaran perencanaan, laporan perencanaan itu harus memuat
informasi yang digunakan untuk perancangan pekerjaan-pekerjaan konstruksi,
termasuk rintangan-rintangan dalam pelaksanaan, persyaratan dan hambatan-
hambatan eksploitasi jaringan irigasi tersebut.

5.2 Penghitungan Neraca Air

Penghitungan neraca air dilakukan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di proyek yang bersangkutan.
Perhitungan didasarkan pada periode mingguan atau tengah bulanan.
Dibedakan adanya tiga unsur pokok :
- Tersedianya Air,
- Kebutuhan Air dan
- Neraca Air.

Perhitungan pendahuluan neraca air dibuat pada tahap studi proyek. Pada taraf
perencanaan pendahuluan ahli irigasi akan meninjau dasar-dasar perhitungan ini. Jika
dipandang perlu akan diputuskan mengenai pengumpulan data-data tambahan,
inspeksi dan uji lapangan. Ahli irigasi harus yakin akan keandalan data-data tersebut.

Perhitungan neraca air akan sampai pada kesimpulan mengenai :


- Pola tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang sedang direncakan
dan
- Penggambaran akhir daerah proyek irigasi.

Tabel 5-1. menyajikan berbagai unsur penghitungan neraca air yang akan
dibicarakan secara singkat dibawah ini :
102 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel 5-1. Perhitungan Neraca Air


Bidang Parameter Referensi Neraca air Kesimpulan
Hidrologi Debit andalan Subbab Debit minimum
4.2.5 mingguan atau per
setengah bulan
periode 5 tahun
kering pada
bangunan utama

Meteorologi Evapotranspirasi Bab IV dan


curah hujan efektif Lampiran 2 - Jatah debit/kebutuhan

Tanah Pola tanah koefisien Lampiran 2 - Luas daerah irigasi


Agronomi tanaman Kebutuhan bersih - Pola tanam
Perkolasi kebutuhan irigasi dalam
l/dt.ha di sawah - Pengaturan rotasi
penyimpanan lahan

Jaringan Efisiensi irigasi rotasi Lampiran 2


irigasi
Topografi Daerah layanan Daerah yang
berpotensi untuk
diairi

5.2.1 Tersedianya Air

Analisis debit sungai dan penentuan debit andalan dibicarakan dalam subbab 4.2.
Debit andalan didefinisikan sebagai debit minimum rata-rata mingguan atau tengah-
bulanan. Debit minimum rata-rata mingguan atau tengah-bulanan ini didasarkan pada
debit mingguan atau tengah bulanan rata-rata untuk kemungkinan tidak terpenuhi
20%. Debit andalan yang dihitung dengan cara ini tidak sepenuhnya dapat dipakai
untuk irigasi karena aliran sungai yang dielakkan mungkin bervariasi sekitar harga
rata-rata mingguan atau tengah-bulanan; dengan debit puncak kecil mengalir diatas
bendung. Sebagai harga praktis dapat diandaikan kehilangan 10%. Hasil analisis
variasi dalam jangka waktu mingguan atau tengah bulanan dan pengaruhnya terhadap
pengambilan yang direncanakan akan memberikan angka yang lebih tepat.

Untuk proyek-proyek irigasi yang besar dimana selalu tersedia data-data debit harian,
harus dipertimbangkan studi simulasi.
Perekayasaan 103

Pengamatan di bagian hilir dapat lebih membantu memastikan debit minimum hilir
yang harus dijaga. Para pengguna air irigasi di daerah hilir harus sudah diketahui pada
tahap studi. Hal ini akan dicek lagi pada tahap perencanaan. Kebutuhan mereka akan
air irigasi akan disesuaikan dengan perhitungandebit dan waktu. Juga di daerah irigasi
air mungkin saja dipakai untuk keperluan selain irigasi.

5.2.2 Kebutuhan Air

Disini dibedakan tiga bidang utama seperti yang dirinci pada Tabel 5-1, bidang-
bidang yang dimaksud adalah:
- Meteorologi
- Agronomi dan tanah serta
- Jaringan irigasi

Dalam memperhitungkan kebutuhan air harus dipertimbangkan kebutuhan untuk


domestik dan industri.

Ada berbagai unsur yang akan dibicarakan secara singkat dibawah ini. Lampiran 2
menyajikan uraian yang lebih terinci dengan contoh-contoh.

a. Evaporasi

Subbab 4.2 menguraikan cara penentuan evaporasi dan merinci data-data yang
dibutuhkan.

b. Curah hujan efektif

Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah-bulanan diambil 70% dari
curah hujan rata-rata mingguan atau tengah-bulanan dengan kemungkinan tidak
terpenuhi 20% (selanjutnya lihat subbab 4.2).

Untuk proyek-proyek irigasi besar dimana tersedia data-data curah hujan harian,
hendaknya dipertimbangkan studi simulasi. Hal ini akan mengarah pada diperolehnya
kriteria yang lebih mendetail.
104 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

c. Pola tanam

Pola tanam seperti yang diusulkan dalam Tahap Studi akan ditinjau dengan
memperhatikan kemampuan tanah menurut hasil-hasil survei. Jika perlu akan
diadakan penyesuaian-penyesuaian.

d. Koefisien tanaman

Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi (ET o) dengan


evapotranspirasi tanaman acuan (ETtanaman) dan dipakai dalam rumus Penman.
Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman yang terus menerus
proyek irigasi di daerah itu. Dalam Lampiran 2 diberikan harga-harga yang
dianjurkan pemakaiannya.

e. Perkolasi dan rembesan

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai perkolasi
akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah. Tes kelulusan tanah akan
merupakan bagian dari penyelidikan ini.

Apabila padi sudah ditanam di daerah proyek, maka pengukuran laju perkolasi dapat
dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah
dilakukan penggenangan berkisar antara 1 mm/hr sampai 3 mm/hr. Di daerah-daerah
miring perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air.
Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan
5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.

f. Penyiapan lahan

Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah 1,5
bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan mesin, jangka
waktu satu bulan dapat dipertimbangkan.
Perekayasaan 105

Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200 mm. Ini
meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah; pada awal
transplantasi akan ditambahkan lapisan air 50 mm lagi.

Angka 200 mm diatas mengandaikan bahwa tanah itu "bertekstur berat, cocok
digenangi dan bahwa lahan itu belum berair (tidak ditanami) selama lebih dari 2,5
bulan. Jika tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi, ambillah 250 mm sebagai
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk
kebutuhan air untuk persemaian.

g. Efisiensi Irigasi

h. Rotasi/Golongan

5.2.3 Neraca Air

Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkannya untuk pola
tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan. debit andalan untuk tiap setengah
bulan dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila debit sungai melimpah, maka luas
daerah proyek irigasi adalah tetap karena luas maksinum daerah layanan (command
area) dan proyek akan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila
debit sungai tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit maka ada 3
pilihan yang bisa dipertimbangkan:

- luas daerah irigasi dikurangi:

bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum daerah
layanan) tidak akan diairi

- melakukan modifikasi dalam pola tanam:

dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam untuk
mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk
mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia.
106 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- rotasi teknis golongan:

untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau golongan
mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya untuk
proyek irigasi yang luasnya sekitar 10.000 ha atau lebih. Untuk penjelasan lebih
lanjut, lihat Lampiran 2

Kebutuhan air yang dihitung untuk minum, budidaya ikan, industri akan meliputi
kebutuhan-kebutuhan air untuk minum, budidaya ikan, keperluan rumah tangga,
pertanian dan industri.

5.3 Tata Letak

5.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan

Tata letak pendahuluan menunjukkan:


- Lokasi bangunan utama
- Trase jaringan irigasi dan pembuang
- Batas-batas dan perkiraan luas (dalam ha) jaringan irigasi dengan petak-petak
primer, sekunder dan tersier serta daerah-daerah yang tidak bisa diairi.
- Bangunan-bangunan utama jaringan irigasi dan pembuang lengkap dengan fungsi
dan tipenya.
- Konstruksi lindungan terhadap banjir, dan tanggul
- Jaringan jalan dengan bangunan-bangunannya

Untuk pembuatan tata letak pendahuluan akan digunakan peta topografi dengan skala
1:25.000 dan 1:5.000. Peta dengan skala ini cukup untuk memperlihatkan keadaan-
keadaan medan agar dapat ditarik interpretasi yang tepat mengenai sifat-sifat utama
medan tersebut. Garis-garis kontur harus ditunjukkan dalam peta ini dengan interval
0,50 m untuk daerah-daerah datar dan 1,00 m untuk daerah-daerah dengan
kemiringan medan lebih dari 2%.
Perekayasaan 107

Peta topografi merupakan dasar untuk memeriksa, menambah dan memperbesar


detail-detail topografi yang relevan seperti:

- Sungai-sungai dan jaringan pembuang alamiah dengan identifikasi batas-batas


daerah aliran sungai; aspek ini tidak hanya terbatas sampai pada daerah irigasi
saja, tetapi sampai pada daerah aliran sungai seluruhnya (akan digunakan peta
dengan skala yang lebih kecil);

- Identifikasi punggung medan (berikutnya dengan hal diatas) dan kemiringan


medan utama di daerah irigasi;

- Batas-batas administratif desa, kecamatan, kabupaten dan sebagainya batas-batas


desa akan sangat penting artinya untuk penentuan batas-batas petak tersier; batas-
batas kecamatan dan kebupaten penting untuk menentukan letak administratif
proyek dan pengaturan kelembagaan nantinya;

- Daerah pedesaan dan daerah-daerah yang dicadangkan untuk perluasan desa serta
kebutuhan air di pedesaan;

- Tata guna tanah yang sudah ada serta tanah-tanah yang tidak bisa diolah, juga
diidentifikasi pada peta kemampuan tanah;

- Jaringan irigasi yang ada dengan trase saluran; bangunan-bangunan tetap dan
daerah-daerah layanan;

- Jaringan jalan dengan klasifikasinya, termasuk lebar, bahan perkerasan, ketinggian


dan bangunan-bangunan tetapnya;

- Trase, jalan kereta api, ketinggian dan bangunan-bangunan tetapnya; lokasi


kuburan, akan dihindari dalam perencanaan trase; daerah-daerah yang dipakai
untuk industri dan bangunan-bangunan tetap/permanen;

- Daerah-daerah hutan dan perhutanan yang tidak akan dicakup dalam proyek
irigasi;
108 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Daerah-daerah persawahan, daerah tinggi dan rawa-rawa; tambak ikan dan tambak
garam.

Keadaan utama fisik medan seperti sungai, anak sungai dan pola-pola pembuang
alamiah harus dianggap sebagai batas proyek irigasi atau batas dari sebagian proyek
itu. Langkah pertama dalam perencanaan tata letak adalah penentuan petak-petak
sekunder. Saluran sekunder direncana pada punggung medan (ridge) atau, jika tidak
terdapat punggung medan yang jelas, kurang lebih diantara saluran-saluran pembuang
yang berbatasan. Jalan-jalan besar kereta api atau jalan-jalan raya boleh dianggap
sebagai batas-batas petak tersier.

Segera setelah batas-batas petak sekunder itu ditetapkan, diadakanlah pembagian


petak-petak tersier pendahuluan. Kriteria mengenai ukuran dan bentuk petak-petak
tersier, seperti yang disinggung dalam Bab 2, hendaknya diikuti sebanyak mungkin
dengan tetap memperhitungkan keadaan-keadaan khusus topografi di masing-masing
petak sekunder. Luas total daerah irigasi akan diplanimetri berdasarkan definisi
daerah yang diberikan dalam Bab 2. Luas bersih daerah irigasi akan diambil 90% dari
daerah irigasi total.

Berdasarkan pada peta tata letak, lokasi dan tipe-tipe bangunan akan dipastikan.
Bangunan-bangunan lindung seperti pelimpah dan pembuang silang harus mendapat
perhatian khusus. Bangunan-bangunan dan pemakaiannya didaftar dalam Bab 2 dan
uraiannya diberikan didalam Bagian KP - 04 Bangunan.

Tata letak pendahuluan yang dibuat seperti diterangkan diatas akan berfungsi sebagai
dasar untuk perencanaan pendahuluan saluran. Penyesuaian tata letak sering
diperlukan untuk mendapatkan hasil perencanaan saluran yang lebih baik (lebih
ekonomis). Sebelum diperoleh tata letak pendahuluan yang terbaik, akan ditinjau tata
letak alternatif.

Trase saluran yang ditunjukkan pada tata letak ini akan diukur dan diberi patok di
lapangan. Ini menghasilkan trase dan potongan melintang dengan elevasi-elevasinya,
Perekayasaan 109

yang selanjutnya akan digunakan untuk mengecek keadaan trase fisik di lapangan
(ahli irigasi bersama-sama dengan ahli geodesi dan ahli geoteknik) dan untuk
memantapkan ketelitian peta topografi dasar. Jika semua sudah selesai, dapat
disiapkan tata letak akhir.

5.3.2 Taraf Perencanaan Akhir

Dalam perencanaan akhir tata letak pendahuluan akan ditinjau berdasarkan data-data
baru topografi dan geologi teknik dari hasil pengukuran trase saluran. Perlu tidaknya
diadakan modifikasi akan tergantung pada perbedaan-perbedaan yang ditemukan
antara peta trase saluran dan peta topografi, yang akan dicetak di lapangan (lihat
subbab 4.3.3).

Angka-angka akhir dan peta tata letak akhir untuk daerah irigasi lalu ditetapkan dan
kebutuhan pengambilan juga ditentukan. Lokasi dan ketinggian akhir pengambilan di
bangunan utama akan diputuskan bersama-sama dalam perencanaan bangunan utama.

5.4 Perencanaan Saluran

5.4.1 Perencanaan Pendahuluan

Rencana pendahuluan untuk saluran irigasi menunjukkan:


- Trase pada peta tata letak pendahuluan
- Ketinggian tanah pada trase
- Lokasi bangunan sadap tersier dan sekunder dengan tinggi air yang dibutuhkan
disebelah hilir bangunan sadap
- Bangunan-bangunan yang akan dibangun dengan perkiraan kehilangan tinggi
energi.
- Luas daerah layanan pada bangunan sadap dan debit yang diperlukan debit
rencana dan kapasitas saluran untuk berbagai ruas saluran perkiraan kerniringan
dasar dan potongan melintang untuk berbagai ruas
- Ruas-ruas saluran dan bangunan-bangunan permanen yang ada.
110 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Rencana potongan memanjang pendahuluan dibuat dengan skala peta topografi


1:25.000 dan 1:5.000. Rencana tata letak dan potongan memanjang pendahuluan
dibuat dengan skala yang sama. Kemiringan medan utama akan memperlihatkan
keseluruhan gambar dengan jelas.

a. Ketinggian yang Diperlukan

Dalam menentukan elevasi muka air saluran diatas ketinggian tanah, hal-hal berikut
harus dipertimbangkan.
- Untuk menghemat biaya pemeliharaan, muka air rencana di saluran harus sama
atau dibawah ketinggian tanah, hal ini sekaligus untuk lebih mempersulit
pencurian air atau penyadapan liar.
- Agar biaya pelaksanaan tetap minimal, galian dan timbunan ruas saluran harus
tetap seimbang.
- Muka air harus cukup tinggi agar dapat mengairi sawah-sawah yang letaknya
paling tinggi di petak tersier.

Tinggi bangunan sadap tersier di saluran primer atau sekunder dihitung dengan rumus
berikut (lihat Gambar 5-1.)

P = A + a + b + c + d + e + f + g + Dh + Z

dimana :

P = muka air di saluran primer atau sekunder


D = elevasi di sawah
a = lapisan air di sawah, ≈ 10 cm
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter kesawah ≈ 5 cm
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter ≈ 5 cm/boks
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran irigasi = kemiringan
kali panjang atau I x L (disaluran tersier; lihat Gambar 5-1.)
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi, ≈ 5 cm/boks
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong, ≈ 5 cm per bangunan
Perekayasaan 111

g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap


Δh = variasi tinggi muka air, 0,10 h100 (kedalaman rencana)
Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain (misal
jembatan)

Gambar 5-1. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan

Dari perhitungan tinggi muka air diatas ternyata bahwa untuk mengairi sawah
langsung dari saluran disebelahnya, muka air yang diperlukan adalah sekitar 0,50 m
diatas muka tanah. Tinggi muka air rencana yang lebih rendah akan menghemat biaya
pelaksanaan dan pemeliharaan. Akan tetapi, adalah penting untuk sebanyak mungkin
mengairi sawah-sawah di sepanjang saluran sekunder. Strip/jalur yang tidak kebagian
air irigasi selalu menimbulkan masalah pencurian air dari saluran sekunder atau
pembendungan air di saluran tersier.

Harga-harga yang diambil untuk kehilangan tinggi energi dan kemiringan dasar
merupakan harga-harga asumsi landaian yang kelak akan dihitung lagi untuk
merencanakan harga-harga pada tahap perencanaan akhir. Debit kebutuhan air telah
dihitung, dan didapat debit kebutuhan air selama setahun serta debit maksimum
kebutuhan air pada periode satu mingguan atau dua mingguan tertentu.
112 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam kenyataan operasinya hanya dialirkan
selama satu minggu atau dua minggu pada periode sesuai kebutuhannya.

Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di saluran
ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran dan kehilangan tinggi
di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus terpenuhi supaya jumlah air yang
masuk ke sawah sesuai dengan kebutuhan.

Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan ketinggian


muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua minggu saja selama
setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Q maks akibatnya ketinggian muka air lebih
kecil dari H dan akan mengakibatkan tidak terpenuhinya elevasi muka air yang
dibutuhkan untuk mengalirkan air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan petak
tersier tidak terpenuhi.

Berdasarkan pemikiran diatas maka elevasi muka air direncanakan pada Q yang
mempunyai frekuensi kejadian paling sering selama setahun tetapi tidak terlalu jauh
dari Q maks sehingga perbedaan variasi ketinggian yang dibutuhkan antara Q maks
dengan Q terpakai tidak terlalu tinggi. Angka yang cukup memadai adalah
penggunaan Q 85% dengan ketinggian 0,90 H.

Elevasi sawah A adalah elevasi sawah yang menentukan (decisive) di petak tersier
yang mengakibatkan diperlukannya muka air tertinggi di saluran sekunder.
Seandainya diambil permukaan yang tertinggi di petak tersier, ini akan menghasilkan
harga P yang berada jauh diatas muka tanah di saluran sekunder dan menyimpang
jauh dari tinggi muka air yang diperlukan untuk bangunan-bangunan sadap yang lain.
Dalam kasus-kasus seperti itu, akan lebih menguntungkan untuk tidak memberi jatah
air irigasi kepada daerah kecil itu.

Apabila saluran sekunder menerobos tanah perbukitan (tanah tinggi lokal) mungkin
lebih baik tidak mengairi daerah itu. Dalam Gambar 5-2 kedua hal tersebut
diilustrasikan sebagai a dan b.
Perekayasaan 113

Untuk eksploitasi jaringan irigasi, akan lebih menguntungkan untuk menempatkan


sekaligus dua atau lebih bangunan sadap tersier. Sebuah bangunan pengatur muka air
akan dapat langsung mengontrol lebih banyak bangunan sadap yang bisa
direncanakan pada satu bangunan dan pekerjaan tender pintu akan dapat dipusatkan di
beberapa lokasi saja.

Akan tetapi hanya dalam hal-hal tertentu saja hal ini dapat dilakukan. Gambar 5-2
menunjukkan beberapa pilihan tata letak dalam keadaan seperti itu. Untuk saluran-
saluran punggung (ridge canal) dengan kemiringan besar, cara pemecahan (c) pada
Gambar 5-2 adalah yang terbaik dilihat dari segi tata letak.

Namun demikian hal ini tidak selalu mungkin, misalnya penggabungan bangunan-
bangunan sadap tersier dalam cara pemecahan (d) menyebabkan komplikasi
(kerumitan). Petak tersier sebelah kiri terletak disebelah hilir saluran pembuang
setempat. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penyadapan air irigasi tanpa izin. Cara
mengatasi hal ini adalah membuat dua bangunan sadap tersier pada (d) dan (do).

Pada cara pemecahan (e) ditunjukkan cara pemecahan lain dengan “irigasi aliran
melingkar” (counter flow irrigation), disebelah hulu petak tersier. Lebar bidang tanah
ini bisa menjadi puluhan meter dan bisa menyebabkan kehilangan tanah irigasi yang
tidak dapat diterima. Cara pemecahan saluran tersier mengalir ke arah yang
berlawanan (hulu) saluran utama dan ada sebidang tanah yang tidak diairi
memberikan alternatif dengan bangunan sadap hulu berada di luar kontrol bangunan
pengatur muka air. Cara pemecahan (e) dan (f) adalah cara yang dianjurkan.

b. Trase

- Perencanaan trase hendaknya secara planimetris mengacu kepada :


- Garis-garis lurus sejauh mungkin, yang dihubungkan oleh lengkung-lengkung
bulat
- Tinggi muka air yang mendekati tinggi medan atau sedikit diatas tinggi medan
guna mengairi sawah-sawah disebelahnya
114 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Tinggi muka air tanah mendekati tinggi muka air rencana atau sedikit lebih rendah
- Perencanaan potongan yang berimbang dengan jumlah bahan galian sama atau
lebih banyak dari jumlah bahan timbunan.

Gambar 5-2. Situasi Bangunan-Bangunan Sadap Tersier

Dalam jaringan irigasi trase saluran primer pada umumnya kurang lebih paralel
dengan garis-garis tinggi (saluran garis tinggi) dengan saluran-saluran sekundernya di
sepanjang punggung medan. Oleh sebab itu perencanaan trase saluran sekunder
dengan kemiringan tanah sedang merupakan prosedur langsung. Penentuan trase
Perekayasaan 115

saluran primer lebih kompleks karena parameter-parameter seperti kemiringan dasar,


bangunan-bangunan silang dan ketinggian pada pengambilan yang dipilih di sungai
harus dievaluasi.

Untuk penentuan trase saluran primer, ada dua keadaan yang mungkin terjadi,
yakni :
a. Debit yang tersedia untuk irigasi berlimpah dibandingkan dengan tanah irigasi
yang ada;
b. Air irigasi terbatas akibat tanah yang dapat diairi diambil maksimum.

Pada a, setelah perkiraan lokasi dan tinggi pengambilan diketahui, maka luas daerah
irigasi bergantung kepada kemiringan dasar saluran primer yang dipilih dan
kehilangan tinggi energi yang diperlukan di bangunan-bangunannya. Kehilangan
tinggi energi di saluran primer akan dipertahankan sampai tingkat minimum sejauh
hal ini dapat dibenarkan dari segi teknis (sedimentasi) dan ekonomis (ukuran saluran
dan bangunan yang besar). Berbagai trase alternatif yang baik dari segi teknis harus
pula diperhitungkan segi ekonomisnya agar bisa dicapai pemecahan yang terbaik.

Pada b, dengan luas daerah irigasi yang tetap, perencanaan saluran primer tidak
begitu menentukan. dan kehilangan tinggi energi tidak harus dibuat minimum. Tinggi
muka air dan trase yang dipilih untuk saluran primer harus memadai untuk bisa
mencukupi kebutuhan air maksimum di daerah yang bisa diairi. Biaya pelaksanaan
saluran bisa diusahakan lebih rendah karena saluran dan bangunan dapat dibuat
dengan ukuran yang lebih kecil. Untuk menentukan secara tepat as saluran primer
garis tinggi utama, pada umumnya ada dua pilihan;
(a) saluran primer timbunan/urugan dengan tinggi muka air diatas muka tanah pada
as;
(b) saluran primer galian dengan tinggi muka air kurang lebih sama dengan muka
tanah.
116 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Keuntungan dari cara pemecahan (a) ialah bahwa semua tanah disebelahnya dapat
diairi dari saluran primer. Tetapi biaya pembuatan saluran akan lebih mahal. Dalam
cara pemecahan (b) biaya akan lebih murah dan cara ini lebih menarik jika tanah yang
harus diairi luas sekali sedangkan air irigasi yang tersedia sangat terbatas. Tanah-
tanah yang tidak bisa diairi, seperti jalur-jalur di sepanjang saluran dapat dicadangkan
untuk tempat-tempat pemukiman. Pada waktu merencanakan proyek irigasi dengan
pemukiman (trans) migrasi hal ini harus diingat.

Trase sedapat mungkin harus merupakan garis-garis lurus. Sambungan antara ruas-
ruas lurus berbentuk kurve bulat dengan jari-jari yang makin membesar dengan
bertambahnya ukuran saluran. Untuk saluran-saluran garis tinggi yang besar,
khususnya yang terletak di suatu medan yang garis-garis tingginya tidak teratur, trase
saluran tidak bisa dengan tepat mengikuti garis-garis tersebut dan akan diperlukan
pintasan (short cut) melalui galian atau timbunan; lihat Gambar 5-3. Hal-hal berikut
layak dipertimbangkan.
- jari-jari minimum saluran adalah 8 kali lebar muka air rencana, dan dengan
demikian bergantung pada debit rencana;
- pintasan mengurangi panjang total tetapi dapat memperbesar biaya pembuatan per
satuan panjang;
- karena pintasan berarti mengurangi panjang total, hal ini juga berarti mengurangi
besarnya kehilangan;
- pintasan menyebabkan irigasi dan pembuatan di ruas sebelumnya lebih rumit dan
lebih mahal; lihat Gambar 5-3.
Perekayasaan 117

Gambar 5-3. Trase Saluran Primer pada Medan yang Tidak Teratur

c. Potongan Memanjang

Kemiringan memanjang ditentukan oleh garis-garis tinggi dan lereng saluran akan
sebanyak mungkin mengikuti garis ketinggian tanah. Akan tetapi disini keadaan tanah
dasar (subsoil) dan sedimen yang terkandung dalam air irigasi akan merupakan
hambatan. Bahaya erosi pada saluran tanah akan membatasi kemiringan maksimum
dasar saluran, di lain pihak sedimentasi akan membatasi kemiringan minimum dasar
saluran. Jika kemiringan maksimum yang diizinkan lebih landai daripada kemiringan
medan, maka diperlukan bangunan terjun. Apabila kemiringan tanah lebih landai,
daripada kemiringan minimum, maka kemiringan dasar saluran akan sama dengan
kemiringan tanah. Ini menyebabkan sedimentasi; konstruksi sebaiknya dihindari.

Kemiringan maksimum dasar saluran tanah ditentukan dari kecepatan rata-rata


alirannya. Kecepatan maksimum aliran yang diizinkan akan ditentukan sesuai dengan
karakteristik tanah.

Bahaya terjadinya sedimentasi diperkecil dengan jalan mempertahankan atau


menambah sedikit kapasitas angkutan sedimen, relatif ke arah hilir. IR dari profil
saluran adalah kapasitas angkutan sedimen relatif. Kriteria ini dimaksudkan agar tidak
ada sedimen yang mengendap di saluran. Sesuai konsep saluran stabil akibatnya
118 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

sedimen diendapkan di sawah petani yang mengakibatkan elevasi sawah makin lama
makin tinggi.

Dalam keadaan khusus dimana kemiringan lahan relatif datar dan/atau tidak
seluruhnya sedimen diijinkan masuk ke sawah, maka sebagian sedimen boleh
diendapkan pada tempat-tempat tertentu.

Ditempat ini sedimen diendapkan dan direncanakan bangunan pengeluar sedimen


(Sediment Excluder) untuk membuang endapan di tempat persilangan sungai atau
tempat lain yang memungkinkan. Untuk itu harga IR dapat lebih kecil dari ruas
sebelumnya. Gambar 5-4. akan digunakan untuk perencanaan kemiringan saluran.
Dalam bagian ini masing-masing titik dengan debit rencana Qd dan kemiringan
saluran I adalah potongan melintang saluran dengan ukuran tetap untuk (b, h, dan m),
koefisien kekasaran dan kecepatan aliran.

Dalam perencanaan saluran dibedakan langkah-langkah berikut:


1. Untuk tiap ruas saluran tentukan debit rencana dan kemiringan yang terbaik
berdasarkan kemiringan medan yang ada dan ketinggian bangunan sadap tersier
yang diperlukan.
2. Untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari bangunan utama hingga
ujung saluran sekunder, plot data Q-I setiap ruas saluran (dari Gambar 5-4.)
3. Untuk tiap ruas saluran tentukan besarnya kecepatan yang diizinkan sesuai
dengan kondisi tanah
4. Cek apakah garis IR makin besar dengan berkurangnya Qd (ke arah hilir)
5. Cek apakah kecepatan rencana tidak melebihi kecepatan yang diizinkan
6. Jika pada langkah 4 dan 5 tidak ditemui kesulitan, maka perencanaan saluran
akan diselesaikan dengan kemiringan yang dipilih dari langkah 1.
7. Kemiringan saluran dapat dimodifikasi sebagai berikut:
- Bila kecepatan rencana melebihi kecepatan yang diizinkan, maka besarnya
kemiringan saluran akan dipilih dan mungkin akan diperlukan bangunan terjun.
Perekayasaan 119

- Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas tertentu akan lebih
landai daripada yang diperlukan untuk garis IR, maka kemiringan tersebut
akan ditambah dan akan dibuat dalam galian.
Selanjutnya lihat bagian KP – 03 Saluran.

5.4.2 Perencanaan Akhir

Pada permulaan tahap perencanaan akhir, hasil-hasil yang diperoleh pada tahap
perencanaan pendahuluan akan ditinjau lagi berdasarkan data-data dari pengukuran
topografi dan geologi teknik. Modifikasi terhadap rencana bendung bisa lebih
mempengaruhi hasil-hasil rencana pendahuluan saluran.
Dalam tinjauan ini dibedakan langkah-langkah berikut
- Jelaskan tinggi muka air rencana di ruas pertama saluran primer dan pastikan
bahwa perencanaan bangunan utama akan menghasilkan tinggi muka air yang
diperlukan di tempat tersebut;
- Cek ketinggian bangunan sadap tersier berdasarkan peta trase saluran; buat
penyesuaian-penyesuaian bila perlu;
- Bandingkan peta strip saluran dengan peta topografi dan periksa apakah
diperlukan modifikasi tata letak (lihat juga subbab 5.3 mengenai tata letak)
- Tentukan as saluran;
- Alokasikan kehilangan-kehilangan energi ke bangunan-bangunan;
- Tentukan tinggi muka air rencana di saluran;
- Tentukan kapasitas rencana saluran;
- Rencanakan potongan memanjang dan melintang saluran
- Pemutakhiran garis sempadan saluran
- Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi
120 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar 5-4. Bagan Perencanaan Saluran


Perekayasaan 121

Jika lokasi, kapasitas dan muka rencana sudah ditentukan maka perencanaan detail
saluran dan bangunan akan dimulai. Kriteria untuk perencanaan detail diberikan
dalam Bagian KP - 03 Saluran dan KP - 07 Standar Penggambaran.

5.5 Perencanaan Bangunan Utama untuk Bendung Tetap, Bendung Gerak, dan
Bendung Karet

5.5.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan

Dalam bagian-bagian berikut, tekanan diletakkan pada kriteria dan pertimbangan-


pertimbangan untuk:
- Pemilihan lokasi bangunan utama sehubungan dengan perencanaan jaringan irigasi
utama dan
- Perkiraan ukuran bangunan.

Disini tidak akan dibicarakan seluruh ruang lingkup pekerjaan perencanaan akhir
bangunan utama Seluruh ruang lingkup perencanaan ahli (bangunan utama diberikan
dalam Bagian PT - 01 Persyaratan Teknis untuk Perencanaan Jaringan Irigasi).

Untuk perencanaan pendahuluan akan dipakai kriteria seperti yang diberikan dalam
Bagian KP - 02 Bangunan Utama.

Perencanaan Pendahuluan ini akan dipakai sebagai dasar untuk penyelidikan-


penyelidikan selanjutnya yang berkenaan dengan :
- Pemetaan sungai dan lokasi bendung
- Penyelidikan geologi teknik
- Penyelidikan model hidrolis, jika diperlukan.

Menentukan lokasi bangunan pengambilan di sungai akan melibatkan kegiatan-


kegiatan menyelaraskan banyak unsur yang berbeda-beda dan saling bertentangan.

Kriteria umum penentuan lokasi bangunan utama adalah:


- Bendung akan dibangun di ruas sungai yang stabil dengan lebar yang hampir sama
dengan lebar normal sungai; jika sungai mengangkut terutama sedimen halus,
122 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

maka pengambilan harus - dibuat di ujung tikungan luar yang stabil jika sungai
mengangkut terutama bongkah dan kerikil, maka bendung sebaiknya dibangun di
ruas lurus sungai
- Sawah tertinggi yang akan diairi dan lokasinya
- Lokasi bendung harus sedemikian rupa sehingga trase saluran primer bisa dibuat
sederhana dan ekonomis
- Beda tinggi energi diatas bendung terhadap air hilir dibatasi sampai 7 m. Jika
ditemukan tinggi terjunan lebih dari 7 m dan keadaan geologi dasar sungai relatif
tidak kuat sehingga perlu kolam olak maka perlu dibuat bendung tipe cascade
yang mempunyai lebih dari satu kolam olak. Hal ini dimaksudkan agar energi
terjunan dapat direduksi dalam dua kolam olak sehingga kolam olak sebelah hilir
tidak terlalu berat meredam energi.
Keadaan demikian akan mengakibatkan lantai peredam dan dasar sungai dihilir
koperan (end sill) dapat lebih aman.
- Lokasi kantong lumpur dan kemudahan pembilasan, bilamana perlu topografi pada
lokasi bendung yang diusulkan; lebar sungai
- Kondisi geologi dari subbase untuk keperluan pondasi
- Metode pelaksanaan (di luar sungai atau di sungai)
- Angkutan sedimen oleh sungai
- Panjang dan tinggi tanggul banjir
- Mudah dicapai.

Dibawah ini akan diberikan uraian lebih lanjut.

a. Tinggi muka air yang diperlukan untuk irigasi

Perencanaan saluran pada tahap pendahuluan akan menghasilkan angka untuk tinggi
muka air yang diperlukan di saluran primer. Dalam angka tersebut kedalaman air dan
kehilangan-kehilangan tinggi energi berikut harus diperhitungkan, lepas dari elevasi
medan pada sawah tertinggi:
- Tinggi medan
Perekayasaan 123

- Tinggi air di sawah


- Kehilangan tinggi energi di jaringan dan bangunan tersier
- Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
- Variasi muka air di jaringan utama
- Panjang dan kemiringan dasar jaringan saluran primer
- Kehilangan di bangunan-bangunan jaringan utama alat-alat ukur sipon, bangunan
pengatur, talang dan sebagainya

Di pengambilan sungai terdapat tiga kemungkinan untuk memperoleh tinggi


bangunan yang diperlukan; selanjutnya lihat Gambar 5-5.

(a) Pengambilan bebas dari sungai di suatu titik di hulu dengan tinggi energi cukup

(b) Bendung di sungai dengan saluran primer

(c) Lokasi bendung antara (a) dan (b)

Kemungkinan (a) mengacu kepada saluran-saluran primer yang panjang sejajar


terhadap sungai; lihat Bagian KP – 02 Bangunan Utama mengenai keadaan
pembambilan bebas.

Kemungkinan (b) dapat mengacu kepada bendung yang tinggi dan tanggul-tanggul
banjir yang relatif tinggi dan panjang. Dalam kebanyakan hal, kemungkinan (c) akan
memberikan penyelesaian yang lebih baik karena biaya pembuatan bendung dan
tanggul akan lebih murah.

b. Tinggi Bendung

Tinggi bendung harus dapat memenuhi dua persyaratan (lihat Gambar 5-6. yang
menunjukkan denah bangunan utama)
124 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar 5-5. Lokasi Bendung pada Profil Memanjang Sungai


Perekayasaan 125

a
b1 i
b2 nga
Su

d1
f

d2
a . Bendung d1 . Pembilas
b1 . Pembilas e
b2 . Pengambilan saluran primer
b2 . Pengambilan utama e . Saluran primer
c . Kantong lumpur c . Kantong lumpur

Gambar 5-6. Denah Bangunan Utama

b. 1. Bangunan Pengambilan

Untuk membatasi masuknya pasir, kerikil dan batu, ambang pintu pengambilan perlu
dibuat dengan ketinggian-ketinggian minimum berikut diatas tinggi dasar rata-rata
sungai:
- 0,50 m untuk sungai yang hanya mengangkut lumpur
- 1,00 m untuk sungai yang juga mengangkut pasir dan kerikil
- 1,50 m untuk sungai yang juga mengangkut batu-batu bongkah

Biasanya dianjurkan untuk memakai pembilas bawah (undersluice) dalam denah


pembilas. Pembilas bawah tidak akan dipakai bila :
- Sungai mengangkut batu-batu besar
- Debit sungai pada umumnya terlalu kecil untuk menggunakan pembilas bawah

Lantai pembilas bawah diambil sama dengan tinggi rata-rata dasar sungai. Tinggi
minimum bendung ditentukan bersama-sama dengan bukaan pintu pengambilan
seperti pada Gambar 5-7. (lihat juga Bagian KP – 02 Bangunan Utama).
126 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar 5-7. Konfigurasi Pintu Pengambilan

b. 2. Pembilasan Sendimen

Apabila dibuat kantong lumpur, maka perlu diciptakan kecepatan aliran yang
diinginkan guna membilas kantong lumpur. Kehilangan tinggi energi antara pintu
pengambilan dan sungai di ujung saluran bilas harus cukup. Bagi daerah-daerah
dengan kondisi topografi yang relatif datar diperlukan tinggi bendung lebih dari yang
diperlukan untuk pengambilan air irigasi saja, sehingga tinggi bendung yang
direncanakan dtentukan oleh kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan sedimen.
Harus diingat bahwa proses pembilasan mekanis memerlukan biaya dan tenaga yang
terampil sedangkan pengurasan secara hidrolis memerlukan bendung yang relatif
tinggi, untuk itu harus dipilih cara yang paling efisien diantara keduannya.

Dalam hal demikian agar dipertimbangkan cara pembilasan dengan cara mekanis atau
hidrolis.

Eksploitasi pembilas juga memerlukan beda tinggi energi minimum diatas bendung.
Selanjutnya lihat Bagian KP – 02 Bangunan utama.
Perekayasaan 127

c. Kantong Lumpur

Walaupun telah diusahakan benar-benar untuk merencanakan pengambilan yang


mencegah masuknya sedimen kedalam jaringan saluran, namun partikel-partikel yang
lebih halus masih akan bisa masuk.

Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap diseluruh jaringan saluran maka
bagian pertama dari saluran primer tepat di belakang pengambilan biasanya
direncanakan untuk berfungsi sebagai kantong lumpur (lihat Gambar 5-5.).

Kantong lumpur adalah bagian potongan melintang saluran yang diperbesar untuk
memperlambat aliran dan memberikan waktu bagi sedimen untuk mengendap.

Untuk menampung sendimen yang mengendap tersebut, dasar saluran itu diperdalam
dan/atau diperlebar. Tampungan ini dibersihkan secara teratur (dari sekali seminggu
sampai dua minggu sekali), dengan jalan membilas endapan tersebut kembali ke
sungai dengan aliran yang terkonsentrasi dan berkecepatan tinggi.

Panjang kantong lumpur dihitung berdasarkan perhitungan terhadap kecepatan


pengendapan sedimen (w) sesuai dengan kandungan yang ada di sungai. Diharapkan
dengan hasil perhitungan tersebut diperoleh dimensi panjang kantong lumpur yang
tidak terlalu panjang dan sesuai dengan kebutuhan, sehingga menghemat biaya
konstruksi.

Kantong lumpur harus mampu menangkap semua sedimen yang tidak diinginkan
yang tidak bisa diangkut oleh jaringan saluran irigasi ke sawah-sawah. Kapasitas
pengangkutan sendimen kantong lumpur harus lebih rendah daripada yang dimiliki
oleh jaringan saluran irigasi.

Harga parameter angkutan sendimen relatif kantong sedimen harus lebih rendah
daripada harga parameter jaringan irigasi. Dalam prakteknya ini berarti bahwa
kemiringan dasar dari kantong lumpur yang terisi harus lebih landai dari pada
kemiringan dasar ruas pertama saluran primer.
128 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Untuk perencanaan pendahuluan dimensi-dimensi utama kantong lumpur sebagai


referensi dapat digunakan Bagian KP – 02 Bangunan Utama.

Keadaan topografi di dekat lokasi bendung bisa menimbulkan persyaratan penggalian


untuk pekerjaan kantong lumpur dan saluran primer. Penggeseran lokasi bendung
mungkin dipertimbangkan guna memperkecil biaya pembuatan bendung, kantong
lumpur dan saluran. Memindahkan lokasi bendung ke arah hulu akan mengakibatkan
tinggi muka air di pengambilan lebih tinggi dari yang diperlukan pada ambang yang
sama. Memindahkan lokasi bendung ke arah hilir akan berarti bahwa bendung harus
lebih tinggi lagi dan biaya pembuatannya akan lebih mahal.

Topografi pada lokasi bangunan utama mungkin juga menimbulkan hambatan-


hambatan terhadap penentuan panjang dan ukuran kantong lumpur. Kapasitas
angkutan partikel yang relatif tinggi harus tetap dipertahankan dan kemiringan
jaringan yang landai harus dihindari. Keadaan yang demikian bisa mengakibatkan
dipindahnya trase saluran primer untuk mengusahakan kemiringan dasar yang lebih
curam. Hal ini menyebabkan kehilangan beberapa areal layanan.

Efisiensi kantong lumpur dapat diperbaiki dengan jalan membilas endapan di


dasarnya secara terus menerus.

d. Lokasi Bangunan Utama

Evaluasi keadaan dan kriteria perencanaan diatas akan menghasilkan perkiraan lokasi
bendung. Keadaan-keadaan setempat akan lebih menentukan lokasi ini.

d.1. Alur Sungai

Untuk memperkecil masuknya sedimen ke dalam jaringan saluran, dianjurkan agar


pengambilan dibuat pada ujung tikungan luar sungai yang stabil.

Apabila pada titik dimana pengambilan diperkirakan bisa dibuat ternyata tidak ada
tikungan luarnya, maka bisa dipertimbangkan untuk menempatkan pengambilan itu
pada tikungan luar lebih jauh ke hulu.
Perekayasaan 129

Dalam beberapa hal, alur sungai dapat diubah untuk mendapatkan posisi yang lebih
baik. Ini lebih menguntungkan. Konstruksi pada sodetan (Coupure) yang agak
melengkung bisa dipertimbangkan. Keuntungannya adalah konstruksi bisa dikontrol
dengan baik dan aman di tempat kering. Biaya pelaksanaan lebih rendah, tetapi
pekerjaan tanah untuk penggalian sodetan dan tanggul penutup akan lebih
memperbesar biaya itu.

Di ruas-ruas sungai bagian atas dimana batu-batu besar terangkut, bendung sebaiknya
ditempatkan di ruas yang lurus.

Gaya-gaya helikoidal tidak bisa mencegah terendapnya batu-batu besar di


pengambilan bila pengambilan itu direncanakan di tikungan luar. Gaya-gaya
helikoidal berguna untuk mengangkut sedimen menjauhi pengambilan yang
ditempatkan di tikungan luar diruas yang lebih rendah dan diruas tengah.

Apabila daerah irigasi terletak dikedua sisi sungai, hal-hal berikut harus
dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan:

Bila sedimen yang diangkut oleh sungai relatif sedikit, atau di ruas hulu sungai
mengangkut sedikit batu-batu besar, maka bangunan utama dapat ditempatkan di ruas
lurus yang stabil dengan pengambilan di kedua tanggul sungai.

Bila sungai mengangkut sedimen, semua pengambilan hendaknya digabung menjadi


satu untuk ditempatkan diujung tikungan luar sungai. Air irigasi dibawa ke tanggul
yang satunya lagi melalui pengambilan didalam pilar bilas dan gorong-gorong di
tubuh bendung, atau lebih ke hilir lagi dengan menggunakan sipon atau talang.

d.2. Potongan Memanjang Sungai

Hubungan antara potongan memanjang sungai dengan tinggi pengambilan yang


diperlukan, diperjelas pada Gambar 5-5. Lokasi dimana alur saluran primer bertemu
dengan sungai belum tentu merupakan lokasi terbaik untuk bendung. Lokasi-lokasi
hulu juga akan dievaluasi.
130 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

d.3. Tinggi Tanggul Penutup

Tinggi tanggul penutup di lokasi bendung sebaiknya dibuat kurang, lebih sama
dengan bagian atas tumpuan (abutment) bendung. Ini memberikan penyelesaian yang
murah untuk pekerjaan tumpuan. Tanggul penutup yang terlalu tinggi atau terlalu
curam menjadi mahal karena tanggal-tanggal itu memerlukan pekerjaan galian yang
mahal untuk membuat pengambilan, Tumpuan bendung dan saluran primer atau
kantong lumpur. Tanggul penutup yang terlalu rendah memerlukan tanggul banjir
yang mahal dan mengakibatkan banjir.

d.4. Keadaan Geologi Teknik Dasar Sungai

Keadaan geologi teknik pada lokasi bendung harus cocok untuk pondasi, jadi
kelulusannya harus rendah dan daya dukungnya harus memadai. Keadaan tanah ini
bisa bervariasi diruas sungai dimana terletak bangunan utama. Lebih disukai lagi jika
di lokasi yang dipilih itu terdapat batu singkapan dengan tebal yang cukup memadai.

d.5. Anak Sungai

Lokasi titik temu sungai kecil dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bendung. Untuk
memperoleh debit andalan yang baik mungkin bendung terpaksa harus ditempatkan
disebelah hilir titik temu kedua sungai. Hal ini berakibat bahwa bendung harus dibuat
lebih tinggi.

d.6. Peluang Banjir

Dalam memilih lokasi bendung hendaknya diperhatikan akibat-akibat meluapnya air


akibat konstruksi bendung.

Muka air banjir akan naik di sebelum hulu akibat dibangunannya bendung, untuk itu
konstruksi bangunan utama akan dilengkapi dengan sarana-sarana perlindungan.
Evaluasi letak bendung mencakup pertimbangan-pertimbangan mengenai ruang
lingkup dan besarnya pekerjaan lindungan terhadap banjir.
Perekayasaan 131

5.5.2 Taraf Perencanaan Akhir

Apabila kondisi perencanaan hidrolis dari bangunan utama dan sungai ternyata amat
rumit dan tidak bisa dipecahkan dengan cara pemecahan teknis standar, maka
mungkin diperlukan penyelidikan model hidrolis. Hasil-hasil dari percobaan ini akan
memperjelas dan memperbaiki perencanaan pendahuluan bangunan utama.

Perencanaan akhir bangunan utama akan didasarkan pada:

- Besarnya kebutuhan pengambilan dan tinggi pengambilan

- Pengukuran topografi

- Penyelidikan geologi teknik, dan

- Penyelidikan model hidrolis

Langkah pertama dalam perencanaan akhir adalah meninjau kembali hasil-hasil serta
kesimpulan-kesimpulan dari taraf perencanaan pendahuluan. Kesahihan asumsi-
asumsi perencanaan dicek.

Perencanaan detail akan dilaksanakan menurut Bagian KP-02 Bangunan Utama.


Persyaratan Teknis untuk Perencanaan Jaringan Irigasi memberikan detail
perencanaan serta laporan yang diperlukan.
132 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Daftar Pustaka 133

DAFTAR PUSTAKA

CHOW,V.T: Handbook of Applied Hydrology, Mc Graw-Hill, London, 1964.

CHOW,V.T: Open Channel Hydraulics, Mc Graw-Hill, New York, 1959.

DGWRD, Bina Program: PSA Series, 1985.

DGWRD, Roving Seminar On Conceptual Models for Operational Hydrological


Forecasting,1982.

DGWRD-DOL: Design Criteria on Irrigation Design, 1980.

DPMA and Institute of Hydrology Wallingford: Flood design manual for Java and
Sumatra, 1983.

ESCAP/ECAPE: Planning Water Resources Development, Water Resources Series


No.37, 1968.

FAO: Crop Water Requirements, Irrigation And Drainage Paper 24, Rome, 1975.

JANSSEN, P. P.(Ed): Principles of River Enggineering, Pitman, London, 1979.

MANNEN,Th.D.van: Irrigatie in Nederlandsch-Indie, 1931.

MOCK, F. J. Dr: Land Capability Appraisal, Indonesia Water Availability Appraisal,


1973.

NEDECO, Jratunseluna Basin Development Project: Design Criteria, 1974.

NEDECO-DHV Consulting Engineers: Trial Run Training Manuals, 1985.

SEDERHANA Irrigation Projects: Design Guidelines for Sederhana Irrigation


Projects, 1984.

SOENARNO: Tahapan Perencanaan Teknis Irigasi, 1976.

SUYONO SOSRODARSONO, Ir. & KENSAKU TAKEDA: Hidrologi untuk


Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1976.
134 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

SUYONO SOSRODARSONO, Ir. & KENSAKU TAKEDA: Bendungan Tipe


Urugan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1977.

USBR, US Departement of Interior: Canals and Related Structures, Washington


D.C, 1967.

USBR, US Departement of Interior: Design of Small Dams, Washington D.C, 1973.

USDA, Soil Conservation Service: Design of Open Channels, Technical Release


No.25, Washington D.C, 1977.
Lampiran I 135

LAMPIRAN I
RUMUS BANJIR EMPIRIS

A.1.1 Umum

Kurangnya data banjir mengakibatkan ditetapkannya hubungan empiris antara curah


hujan – limpasan air hujan, berdasarkan rumus rasional berikut:

Qn = µ b qn A ...................................................................................... (A.1.1)
Dimana

Qn = Debit banjir (puncak) dalam m³/dt dengan kemungkinan tidak terpenuhi n%


µ = Koefisien limpasan air hujan (run off)
b = Koefisien pengurangan luas daerah hujan
qn = Curah hujan dalam m3/dt.km2 dengan kemungkinan tidak terpenuhi n%
A = Luas daerah aliran sungai sungai, km2
Ada tiga metode yang diajurkan untuk menetapkan curah hujan empiris – limpasan
air hujan, yakni:
- Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai 100 km², dan
- Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100 km²
- Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5.000 ha

Ketiga metode tersebut telah menetapkan hubungan empiris untuk a, b dan q. Waktu
konsentrasi (periode dari mulanya turun hujan sampai terjadinya debit puncak)
diambil sebagai fungsi debit puncak, panjang sungai dan kemiringan rata-rata sungai.

Untuk mensiasati kondisi iklim yang sering berubah akibat situasi global maka
diperlukan langkah untuk melakukan perhitungan hidrologi (debit andalan & debit
banjir) yang mendekati kenyataan. Sehingga diputuskan untuk merevisi angka koreksi
untuk mengurangi 15% untuk debit andalan dan menambah 20% untuk debit banjir.
(Angka koreksi disesuaikan dengan kondisi perubahan DAS).
136 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Hal ini dilakukan mengingat saat ini perhitungan berdasar data seri historis
menghasilkan debit banjir semakin lama semakin membesar dan debit andalan
semakin lama semakin mengecil.

A.1.2 Rumus Banjir Melchior

Metode Melchior untuk perhitungan banjir diterbitkan pertama kali pada tahun 1913.
hubungan dasarnya adalah sebagai berikut.

A.1.2.1 Koefisien Limpasan Air Hujan

Koefisien limpasan air hujan a diambil dengan harga tetap. Pada mulanya dianjurkan
harga–harga ini berkisar antara 0,41 sampai 0,62. Harga–harga ini ternyata sering
terlalu rendah. Harga-harga yang diajurkan dapat dilihat pada Tabel A.1.1. dibawah
ini. Harga–harga tersebut diambil dari metode kurve bilangan US Soil Conservation
Service yang antara lain diterbitkan dalam USBR Design of Small Dams.

Tabel A.1.1 Harga–Harga Koefisien Limpasan Air Hujan


Kelompok Hidrologis Tanah
Tanah Penutup
C D
Hutan lebat (vegetasi dikembangkan dengan baik) 0,60 0,70
Hutan dengan kelembatan sedang (vegetasi 0,65 0,75
dikembangkan dengan cukup baik)
Tanaman ladang dan daerah-daerah gundul (terjal) 0,75 0,80

Pemerian (deskripsi) kelompok-kelompok tanah hidrologi adalah sebagai berikut :

Kelompok C: Tanah-tanah dengan laju infiltrasi rendah pada saat dalam keadaan
sama sekali basah, dan terutama terdiri dari tanah, yang terutama terdiri dari tanah-
tanah yang lapisannya menghalangi gerak turun air atau tanah dengan tekstur agak
halus sampai halus. Tanah-tanah ini memiliki laju infiltrasi air yang sangat lambat.
Lampiran I 137

Kelompok D: (Potensi limpasan air hujan tinggi)

Tanah dalam kelompok ini memiliki laju infiltrasi sangat rendah pada waktu tanah
dalam keadaan sama sekali basah, dan terutama terdiri dari tanah lempung dengan
potensi mengembang yang tinggi, tanah dengan muka air-tanah yang tinggi dan
permanen, tanah dengan lapis lempung penahan (claypan) atau dekat permukaan serta
tanah dangkal diatas bahan yang hampir kedap air. Tanah ini memiliki laju infiltrasi
air yang sangat lambat.

A.1.2.2 Curah Hujan

Curah hujan q diambil sebagai intensitas rata-rata curah hujan sampai waktu
terjadinya debit puncak. Ini adalah periode T (waktu konsentrasi) setelah memulainya
turun hujan. Curah hujan q ditentukan sebagai daerah hujan terpusat (point reainfall)
dan dikonversi menjadi luas daerah hujan bq.

Dalam Gambar A.1.1. luas daerah curah hujan bq (m3/dt.km²) diberikan sebagai
fungsi waktu dan luas untuk curah hujan sehari sebesar 200 mm. q untuk F = 0 dan
T = 24 jam dihitung sebagai berikut :
0,2 x 1000 x 1000
βq = = 2,31 m3 /dt. km2 .............................................. (A.1.2)
24 x 3600
Bila curah hujan dalam sehari qn berbeda, maka harga-harga pada gambar tersebut
akan berubah secara proporsional, misalnya untuk curah hujan sehari 240 mm, harga
qn dari

F = 0 dan T = 24 jam akan menjadi :


240
βqn = 2,31x 200 = 2,77 m3 /dt. km2 .................................................... (A.1.3)
138 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

20 F=15 F = Daerah hujan dalam km2


20
100

25

30

150 40
Sahih/berlaku untuk
Daerah curah hujan dalam m3/dt . km2

15 50 F=0
curah hujan sehari R(1)
2
200 4
dari 200m/hari
75 6
250 10
100 15
300
20
25
150
400
40
10 200 50
500
250 75
300 100
750
400 150
1000 500 200
300
1500 750
400
2000 1000 500
5 2500
1500 750
3500 1000
4 5000 2000
2500 1500
3500 2000 F=0
3 7500 5000 2500
3500
50
100
7500
2 10000 10000
5000
500
1000
10000
1 2500
5000
0 10000

0 15 30 45 60 1 2 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lamanya dalam jam
Daerah curah hujan dalam m3/dt . km2

4
F=0
50
100
3
F=0
500
100

2 500

2500 1000

2500
5000
1 7500 5000
10000
10000

0
14 15 16 17 18 19 20 20 22 24 25 28 30 32 34 36 38 40
42 44 46 48
Lamanya dalam jam

Gambar A.1.1 Luas Daerah Curah Hujan Melchior


Gambar A.1.1 Luas daerah curah hujan Melchior
Lampiran I 139

Variasi curah hujan di tiap daerah diperkirakan bentuk bundar atau elips. Untuk
menemukan luas daerah hujan disuatu daerah aliran sungai, sebuah elips digambar
mengelilingi batas-batas daerah aliran sungai (lihat Gambar A. 1.2.) As yang pendek
sekurang-kurangnya harus 2/3 dari panjang as.

Garis elips tersebut mungkin memintas ujung daerah pengaliran yang memanjang.
Daerah elips F diambil untuk menentukan harga bq untuk luas
daerah aliran sungai A. Pada Gambar A.1.1. diberikan harga-harga bq untuk luas-luas
F.

13.8 km

13.8 km

20.0 km 20.0 km
+ 750 m
+ 700 m

H = 600 m
+ 100 m
+0m
0.1L 0.9 L
L = 50 km

Gambar A.1.2 Perhitungan Luas Daerah Hujan


140 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Waktu Konsentrasi

Melchior menetapkan waktu konsentrasi Tc sebagai berikut:

Tc = 0,186 L . Q-0,2 I-0,4 ......................................................................... (A.1.4)

Dimana :
Tc = waktu konsentrasi, jam
L = panjang sungai, km
Q = debit puncak, m³/dt
I = kemiringan rata-rata sungai

Untuk penentuan kemiringan sungai, 10% bagian hulu dari panjang sungai tidak
dihitung. Beda tinggi dan panjang diambil dari suatu titik 0,1 L dari batas hulu daerah
aliran sungai (lihat Gambar A.1.2)

A.1.2.3 Perhitungan Banjir Rencana

Debit puncak dihitung mengikuti langkah-langkah a sampai h dibawah ini :


a. Tentukan besarnya curah hujan sehari untuk periode ulang rencana yang dipilih
b. Tentukan a untuk daerah aliran menurut Tabel A.1.1.
c. Hitunglah A,F,L dan I untuk daerah aliran tersebut
d. Buatlah perkiraan harga pertama waktu konsentrasi To berdasarkan Tabel A.1.2.
e. Ambil harga Tc = To untuk  qno dari Gambar A.1.1 dan hitunglah
Qo =  qno A
f. Hitunglah waktu konsentrasi Tc untuk Qo dengan persamaan (A.1.4)
g. Ulangi lagi langkah-langkah d dan e untuk harga To baru yang sama dengan Tc
sampai waktu konsentrasi yang sudah diperkirakan dan dihitung mempunyai harga
yang sama
h. Hitunglah debit puncak untuk harga akhir T.
Lampiran I 141

Tabel A.1.2. Perkiraan Harga-Harga To

F To F To
km2 Jam km2 Jam
100 7,0 500 12,0
150 7,5 700 14,0
200 8,5 1.000 16,0
300 10,0 1.500 18,0
400 11,0 3.000 24,0

A.1.3 Rumus Banjir Der Weduwen

Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali pada tahun 1937.
Metode tersebut sahih untuk daerah seluas 100 km2.

A.1.3.1 Hubungan-Hubungan Dasar

Rumus banjir Der Weduwen didasarkan pada rumus-rumus berikut:

Qn = ⍺ qn A ......................................................................................... (A.1.5)

Dimana:
4,1
α=1− ......................................................................................... (A.1.6)
βq+7

t+1
120+ A
t+9
β= 120+A
................................................................................................. (A.1.7)

n R 67,65
qn = 240 t+1,45
...................................................................................... (A.1.8)

t = 0,25 L Q-0,125 I-0,25 .................................................................................. (A.1.9)

Dimana :

Qn = debit banjir (m3/dt) dengan kemungkinan tidak terpenuhi n%


Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tidak
terpenuhi n%
142 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

a = Koefisien limpasan air hujan


b = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah aliran sungai
q = curah hujan (m3/dt.km²)
A = Luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²
t = lamanya curah hujan (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = gradien (Melchior) sungai atau medan

Kemiringan rata-rata sungai I ditentukan dengan cara yang sama seperti pada metode
Melchior. 10% hulu (bagian tercuram) dari panjang sungai dan beda tinggi tidak
dihitung.

Perlu diingat bahwa waktu t dalam metode Der Weduwen adalah saat-saat kritis curah
hujan yang mengacu pada terjadinya debit puncak. Ini tidak sama dengan waktu
konsentrasi dalam metode Melchior.

Dalam persamaan (A.1.8) curah hujan sehari rencana (Rn) harus diisi untuk
memperoleh harga curah hujan qn. Perlu dicatat pula bahwa rumus-rumus Der
Weduwen dibuat untuk curah hujan sehari sebesar 240 mm.

A.1.2.2. Perhitungan Banjir Rencana

Perhitungan dilakukan berkali-kali dengan persamaan A.1.5, A1.6, A.1.7, A.1.8 dan
A.1.9 seperti disajikan dalam subbab A.1.3.1.

a. Hitunglah A, L dan I dari peta garis tinggi daerah aliran sungai dan substitusikan
harga-harga tersebut dalam persamaan.

b. Buatlah harga perkiraan untuk Qo dan gunakan persamaan dari (subbab A.1.2.3)
untuk menghitung besarnya debit Qc (Q Konsentrasi)

c. Ulangi lagi perhitungan untuk harga baru Qo sama dengan Qc diatas

d. Debit puncak ditemukan jika Qo yang diambil sama dengan Qc


Lampiran I 143

Perhitungan diatas dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator yang bisa


diprogram.

Subbab A.1.2.1. juga dapat disederhanakan dengan mengasumsikan hubungan tetap


antara L dan A.

L = 1,904 A0,5 ...................................................................................... (A.1.10)

Jika disubstitusikan ke dalam persamaan (A.1.9), maka ini menghasilkan

L = 0,476 Q-0,125 I-0,25 A0,5 .................................................................... (A.1.11)

Pada Gambar A.13. sampai A.1.7. diberikan penyelesaian persamaan dari subbab
A.1.2.1. Debit-debit puncak dapat ditemukan dengan interpolasi dari grafik perlu
dicatat bahwa untuk sungai yang panjangnya lebih dari yang disebut dalam
persamaan (A.1.10), harga-harga debit puncak yang diambil dari grafik tersebut lebih
tinggi.

Harga-harga debit puncak Qo dari grafik tersebut dapat dipakai sebagai harga mula/
awal untuk proses perhitungan yang dilakukan secara berulang-ulang sebagaimana
dijelaskan pada b dan c diatas.
144 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

100
90
80
R = 80 mm
70
60
50

40

30

001
20 0.0
002
0.0 03
1=

005
0.0
0

01

0.0 2
0.0

0.0 03
0
0.0
0.0

05

0.1 .05
1
0.0

3
2
0. 0
0.0

0
10
9
8
7
6
5
4

3
A dalam km2

1
2 3 4 5 6 8 10 20
2 30 40 50 60 80 100
Q dalam m3/dt
Gambar A.1.3 Debit Q untuk curah hujan harian R = 80 m
Gambar A.1.3 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 80 mm
Lampiran I 145

100
90
80
R = 120 mm
70
60
50

40

30
001
002
0.0

0.0 03
005
20
0. 0
0
1=

01
0.0

02
0.0

0.0 03
0.0

05
0. 0

0.1 0.05
1
0. 0

3
2
0. 0
0.0
10
9
8
7
6
5
4

3
A dalam km2

1
4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300
Q dalam m3/dt
Gambar A.1.4 Debit Q untuk curah hujan harian R = 120 m
Gambar A.1.4 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 120 mm
146 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

100
90
80
70 R = 160 mm
60
50

40

30

001

0.0 2
0.0

003
00

0.0 05
0.0
1=

0
01
20

0.0

0.0002
0.0 03
0.0 5
0.

0
1
0.002
0.0 3
0.1 5
0.
10
9
8
7
6
5
4
A dalam km2

1
6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400
Q dalam m3/dt
Gambar A.1.5 Debit Q untuk curah hujan harian R = 160 m
Gambar A.1.5 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 160 mm
Lampiran I 147

100
90
80
70 R = 200 mm
60
50

40

30

001
0.0

0.0 02
0.0 03
1=

005
0
0.0
20

01
0.0 02
0.0

0.0 3
0.0 05
0
0.0

1
0.0 2
0. 3
0.0

0.105
10
9
8
7
6
5
4
A dalam km2

1
8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400 600
Q dalam m3/dt

Gambar
Gambar A.1.6 DebitDebit
A.1.6 Q untuk
Q Curah
untuk Hujan
curahHarian
hujanRharian
= 200 R
mm= 200 m
148 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

100
90
80
R = 240 mm
70
60
50
40

30

001
0.0

0.0 02
0.0 03
1=

005
20 0.0
0

01
02
0.0 003
0.0
0.0

05
0.0 1
0.

0.0
0 2
0.0.03
0.1 5
10
9
8
7
6
5
4
A dalam km2

1
10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400 600 800
Q dalam m3/dt

Gambar A.1.7A.1.7 Debit


Gambar Debit Q untuk
Q untuk Curahcurah
Hujanhujan
Harianharian
R = 240Rmm
= 240 m
Lampiran I 149

A.1.3. Rumus Banjir Metode Haspers

1. Koefisien aliran () dihitung dengan rumus:

1+0,012f0,7
α= 1+0,075f
......................................................................................... (A.1.12)

2. Koefisien reduksi () dihitung dengan rumus:


3
1 t+(3,7x100,4t ) f4
β
=1+ (t2+15)
x 12 ........................................................................ (A.1.13)

3. Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus:

t x = 0,1L0,9 i−0,3 ...................................................................................... (A.1.14)

4. Hujan maksimum menurut Haspers dihitung dengan rumus:

Rt
q = 3,6t ................................................................................................. (A.1.15)

R t = Sx U ................................................................................................. (A.1.16)

Keterangan:
t = waktu curah hujan (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
Sx = simpangan baku
U = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun
Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

berdasarkan Haspers ditentukan:

untuk t < 2 jam

24 t.R
R t = t+1−0,0008 (260−R 2
............................................................. (A.1.17)
24 )(2−t)

untuk 2 jam < t < 19 jam


150 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

t x R24
Rt = ............................................................................................ (A.1.18)
t+1

untuk 19 jam < t < 30 hari

R t = 0,707 x R 24 t + 1 .............................................................................. (A.1.19)

keterangan:
t = waktu curah hujan (hari)
R3 = curah hujan dalam 24 jam (mm)
R1 = curah hujan dalam t jam (mm)

A.1.4. Metode Empiris

Debit banjir dapat dihitung dengan metode empiris apabila data debit tidak tersedia.
Parameter yang didapat bukan secara analitis, tetapi berdasarkan korelasi antara hujan
dan karakteristik DPS terhadap banjir, dalam hal ini metode empiris yang dipakai
antara lain:

- Metode Hidrograf Satuan

Yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah hujan efektif, aliran dasar dan
hidrograf limpasan. Dalam menentukan besarnya banjir dengan hidrograf satuan
diperlukan data hujan jam-jaman.
1. Hujan efektif dapat dihitung dengan menggunakan metode  indeks dan
metode Horton
Metode  indeks, mengasumsikan bahwa besarnya kehilangan hujan dari jam
kejam adalah sama, sehingga kelebihan dari curah hujan akan sama dengan
volume dari hidrograf aliran.
Metode Horton, mengasumsikan bahwa kehilangan debit aliran akan berupa
lengkung eksponensial.
2. Hidrograf Limpasan, terdiri dari dua komponen pokok yaitu: debit aliran
permukaan dan aliran dasar.
Lampiran I 151

Gambar A.1.8 Metode Indeks Ø

Metode Horton, mengasumsikan bahwa kehilangan debit aliran akan berupa


lengkung eksponensial (lihat Gambar A.1.9)

Gambar A.1.9. Metode Horton


152 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar A.1.10 Debit Aliran Dasar Merata dari Permulaan Hujan


Sampai Akhir dari Hidrograf Satuan

Gambar A.1.11 Debit Aliran Dasar Ditarik dari Titik Permulaan Hujan
Sampai Titik Belok Di Akhir Hidrograf Satuan
Lampiran I 153

Gambar A.1.12. Debit Aliran Dasar Terbagi Menjadi Dua Bagian

3. Besarnya hidrograf banjir dihitung dengan mengalikan besarnya hujan efektif


dengan kala ulang tertentu dengan hidrograf satuan yang didapat selanjutnya
ditambah dengan aliran dasar.

A.1.5. Metode “Soil Conservation Service” (SCS) – USA

Cara ini dikembangkan dari berbagai data pertanian dan hujan, dengan rumus:

(1−0,25)2
Q= ............................................................................................................ (A.1.20)
1+0,95

keterangan:
Q = debit aliran permukaan (mm)
I = besarnya hujan (mm)
S = jumlah maksimum perbedaan antara hujan dan debit aliran (mm)

Besaran S dievaluasi berdasarkan kelembaban tanah sebelumnya, jenis tata guna


lahan, dan didefinisikan sebagai rumus:
25400
S= CN
− 254 .............................................................................. (A.1.21)
154 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.1.3. Nomor Lengkung untuk Kelompok Tanah dengan Kondisi Hujan Sebelumnya
Tipe III dan Ia= 0,2S
Perlakukan Terhadap Kondisi Kelompok Jenis Tanah
Lahan Penutup
Tanaman Hidrologi A B C D
- Belum ditanami Berjajar lurus 77 86 91 94
- Tanaman berjajar Berjajar lurus Jelek 72 81 88 91
Berjajar lurus bagus 67 78 85 89
Dengan kontur Jelek 70 79 84 88
Dengan kontur Bagus 65 75 82 86
Dengan teras Jelek 66 74 80 82
Dengan teras bagus 62 71 78 81
- Tanaman berbutir (jagung, Berjajar lurus Jelek 65 76 84 88
gandum, dan lain-lain) Berjajar lurus bagus 63 75 83 87
Dengan kontur Jelek 63 75 83 87
Dengan kontur Bagus 63 74 81 85
Dengan teras Jelek 61 72 79 82
Dengan teras bagus 59 70 78 81
- Tanaman legunne (petai Berjajar lurus Jelek 66 77 85 89
cina, turi) Berjajar lurus bagus 58 72 81 85
Dengan kontur Jelek 64 75 83 85
Dengan kontur Bagus 55 69 78 83
Dengan teras Jelek 63 73 80 83
Dengan teras bagus 51 67 76 80
- Padang rumput untuk Jelek 68 79 86 89
gembala Sedang 49 69 79 84
Bagus 39 61 74 80
Dengan kontur Jelek 47 67 81 88
Dengan kontur Sedang 25 59 75 83
Dengan kontur baik 6 35 70 79
- Tanaman rumput bagus 30 58 71 78
- Pepohonan jelek 45 66 77 83
Sedang 36 60 73 79
Baik 25 55 70 79
- Pertanian lahan kering 59 74 82 86
- Jalan raya 74 84 90 92

Tabel A.1.4. Tingkat Infiltrasi

Kelompok Jenis Uraian Tingkat Infiltrasi


Tanah (mm/jam)
A Potensi aliran permukaan rendah, termasuk tanah jenis, 8 – 12
dengan sedikit debu dan tanah liat

B Potensi aliran permukaan sedang, umumnya tanah 4–8


berpasir, tetapi kurang dari jenis A
C Antara tinggi dan sedang potensi dari aliran 1–4
permukaan. Merupakan lapisan tanah atas tidak begitu
dalam dan tanahnya terdiri dari tanah liat
D Mempunyai potensi yang tinggi untuk mengalirkan 0-1
aliran permukaan
Lampiran I 155

Faktor perubah koefisien aliran C tanah kelompok B menjadi:

Tabel A.1.5. Faktor Perubahan Kelompok Tanah

Kondisi Group
Lahan Penutup
Hidrologi A B C
 tanaman berjajar jelek 0,89 1,09 1,12
 tanaman berjajar bagus 0,86 1,09 1,14
 tanaman berbutir jelek 0,86 1,11 1,16
 tanaman berbutir bagus 0,84 1,11 1,16
 tanaman rumput putaran bagus 0,81 1,13 1,18
 padang rumput bagus 0,64 1,21 1,31
 pohon keras bagus 0,45 1,27 1,40

Tabel A. 1.6. Kondisi Hujan Sebelumnya dan Nomer Lengkung untuk Ia = 0,2S

Nomor Lengkung (CN)


Faktor Pengubah CN untuk Kondisi II menjadi
untuk
Kondisi II Kondisi I Kondisi III
10 0,40 2,22
20 0,45 1,85
30 0,50 1,67
40 0,55 1,50
50 0,62 1,40
60 0,67 1,30
70 0,73 1,21
80 0,79 1,14
90 0,87 1,07
100 1,00 1,00
5 Hari Sesudah Hujan Mendahului (mm)
Kondisi
Uraian Umum Musim Kering Musim Tanam
I Hujan rendah < 13 < 36
II Rata-rata dari kedalaman banjir tahunan 13 - 28 36 – 53
III Hujan tinggi > 28 > 53
156 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A.1.6. Metode Statistik Gama I

1. Satuan hidrograf sintetik Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu
naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB) dengan uraian sebagai berikut:

a. waktu naik (TR) dinyatakan dengan rumus:

L 3
TR = 0,43 ( ) + 1,0665 SIM + 1,2775 .......................................... (A.1.22)
100SF

keterangan:
TR = waktu naik (jam)
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai
tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor
lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur
dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang diukur
dari titik yang berjarak ¼ L dari tempat pengukuran (lihat Gambar
A.1.13.).

Gambar A.1.13. Sketsa Penentuan WF


Lampiran I 157

Gambar A.1.14. Sketsa Penentuan RUA

b. Debit puncak (QP) dinyatakan dengan rumus:

QP = 0,1836A0,5886 JN 0,2381 TR−0,408 ................................................ (A.1.23)

Keterangan :
QP = debit puncak (m3/det)
JN = jumlah pertemuan sungai (lihat Gambar A.1.14.)
TR = waktu naik (jam)

c. Debit puncak (QP) dinyatakan dengan rumus:

TB = 27,4132TR0,1457 S0,0956 SN−0,7344 RUA0,2574 ........................... (A.1.24)

Keterangan :
TB = waktu dasar (jam)
TR = waktu naik (jam)
S = landai sungai rata-rata
158 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-


sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat.
RUA = luas DPS sebelah hulu (km), (lihat Gambar A.1.14), sedangkan
bentuk grafis dari hidrograf satuan (lihat Gambar A.1.15).

Gambar A.1.15 Hidrograf Satuan

2. Hujan efektif didapat dengan cara metode  indeks yang dipengaruhi fungsi luas
DPS dan frekuensi sumber SN, dirumuskan sebagai berikut :
4
∅ = 10,4903 − 3,859. 10−6 A2 + 1,6985. 10−13 (A⁄SN) ............ (A.1.25)

Keterangan :
 = indeks  dalam mm/jam
A = luas DPS, dalam km2
SN = frekuensi sumber, tidak berdimensi
Lampiran I 159

3. Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan kerapatan jaringan
sungai yang dirumuskan sebagai berikut :

QB = 0,4751 A0,644 A D0,9430 ....................................................... (A.1.26)

Keterangan :
QB = aliran dasar (m3/det)
A = luas DPS (km2)
D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)

Besarnya hidrograf banjir dihitung dengan mengalikan bulan efektif dengan kala
ulang tertentu dengan hidrograf satuan yang didapat dari rumus-rumus diatas
selanjutnya ditambah dengan aliran dasar.
160 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Lampiran II 161

LAMPIRAN II
KEBUTUHAN AIR DI SAWAH UNTUK PADI

A.2.1 Kebutuhan Air di Sawah untuk Padi

A.2.1.1 Umum

Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh factor-faktor berikut :


1. Penyiapan lahan
2. Penggunaan konsumtif
3. Perkolasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif

Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 5. Kebutuhan bersih
air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif.

Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau 1/dt/ha tidak disediakan
kelonggaran untuk efisiensi irigasi di jaringan tersier dan utama.

Efisiensi juga dicakup dalam memperhitungkan kebutuhan pengambilan irigasi (m3/


dt)

A.2.1.2 Penyiapan Lahan untuk Padi

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum


air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan
162 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

1. Jangka Waktu Penyiapan Lahan

Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan


adalah:
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah
- Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk
menanam padi sawah atau padi ladang kedua

Faktor-faktor tersebut saling berkaitan. Kondisi sosial budaya yang ada di daerah
penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk
penyiapan lahan. Untuk daerah-daerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan
akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah-daerah di dekatnya.
Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan
lahan di seluruh petak tersier.

Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan mesin secara
luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil satu bulan.

Perlu diingat bahwa transplantasi (pemindahan bibit ke sawah) mungkin sudah


dimulai setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak tersier dimana
pengolahan lahan sudah selesai.

2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan

Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Rumus berikut dipakai untuk
memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
(Sa −Sb )N.d
PWR = + Pd + F1 .......................................................................... (A.2.1)
104

dimana :
PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm)
Sa = Derajat kejenuhan tanah setelah, penyiapan lahan dimulai, (%)
Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai, (%)
Lampiran II 163

N = Porositas tanah dalam % pada harga rata-rata untuk kedalaman tanah


d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan, (mm)
F1 = Kehilangan air di sawah selama 1 hari, (mm)

Untuk tanah berstruktur berat tanpa retak-retak kebutuhan air untuk penyiapan lahan
diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Pada
permulaan transplantasi tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah
transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan,
ini berarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjadi 250 mm untuk menyiapkan
lahan dan untuk lapisan air awal setelah transpantasi selesai.

Bila lahan telah dibiarkan beda selama jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih),
maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk
yang 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.

Untuk tanah-tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga-harga
kebutuhan air untuk penyelidikan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi. Kebutuhan air
untuk penyiapan lahan sebaiknya dipelajari dari daerah-daerah di dekatnya yang
kondisi tanahnya serupa dan hendaknya didasarkan pada hasil-hasil penyiapan di
lapangan. Walau pada mulanya tanah-tanah ringan mempunyai laju perkolasi tinggi,
tetapi laju ini bisa berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun.
Kemungkinan ini hendaknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga-harga
kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditetapkan menurut ketentuan diatas.

Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam harga-harga kebutuhan air diatas.

3. Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan

Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode


yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut
didasarkan pada laju air konstan dalam 1/dt selama periode penyiapan lahan dan
menghasilkan rumus berikut :
164 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

IR = M ek /(ek − 1) ..................................................................................... (A.2.2)

Dimana:
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/hari
M = Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air akibat
evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = Eo + P, mm/hari
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1, ETo selama penyiapan lahan, mm/hari
P = Perkolasi
k = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan, (hari)
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni
200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan diatas.

Untuk menyikapi perubahan iklim yang selalu berubah dan juga dalam rangka
penghematan air maka diperlukan suatu metode penghematan air pada saat pasca
konstruksi.

Pada saat ini perhitungan kebutuhan air dihitung secara konvensional yaitu dengan
metode genangan, yang berkonotasi bahwa metode genangan adalah metode boros
air.

Metode perhitungan kebutuhan air yang paling menghemat air adalah metode
Intermitten yang di Indonesia saat ini dikenal dengan nama SRI atau System Rice
Intensification.

SRI adalah metode penghematan air dan peningkatan produksi dengan jalan
pengurangan tinggi genangan disawah dengan sistem pengaliran terputus putus
(intermiten). Metode ini tidak direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan
kebutuhan air, tetapi bisa sebagai referensi pada saat pasca konstruksi.

Tabel A.2.1 memperlihatkan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan yang
dihitung menurut rumus diatas.
Lampiran II 165

Tabel A.2.1. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan (IR)

M Eo + T = 30 hari T = 45 hari
PMm/hari
S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm
5,0 11,1 12,7 8,4 9,5
5,5 11,4 13,0 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
8,5 13,3 14,8 10,8 11,8
9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12,0 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

A.2.1.3 Penggunaan Konsumtif

Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut:

ETc = Kc x ETo ................................................................................................ (A.2.3)


Dimana : ETc = Evapotranspirasi tanaman, mm/hari
Kc = Koefisien tanaman
ETo = Evapotransirasi tanaman acuan, mm/hari

a. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi tanaman yang dijadikan


acuan, yakni rerumputan pendek. ETo adalah kondisi evaporasi berdasarkan keadaan-
keadaan meteorologi seperti:
- Temperatur
- Sinar matahari atau radiasi
166 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Kelembaban
- Angin

Evapotranspirasi dapat dihitung dengan rumus-rumus teoritis-empiris dengan


mempertimbangkan faktor-faktor meterologi diatas.

Bila evaporasi diukur di stasiun agrometeorologi, maka biasanya digunakan pan


Kelas A. harga-harga pan evaporasi (Epan) dikonversi ke dalam angka-angka ET0
dengan menerapkan faktor pan Kp antara 0,65 dan 0,85 bergantung kepada kecepatan
angin, kelembapan relatif serta elevasi.

ETo = KP. Epan ............................................................................................................ (A.2.4)

Harga-harga faktor pun mungkin sangat bervariasi bergantung kepada lamanya angin
bertiup, vegetasi di daerah sekitar dan lokasi pan. Evaporasi pan diukur secara harian,
demikian pula harga-harga ETo.

Untuk perhitungan evaporasi, diajurkan untuk menggunakan rumus Penman yang


sudah dimodifikasi, Temperatur, Kelembapan, angin dan sinar matahari (atau radiasi)
merupakan parameter dalam rumus tersebut. Data-data ini diukur secara harian pada
stasiun-stasiun (agro) metereologi hitung ETo dengan rumus Penman.

Untuk rumus Penman yang dimodifikasi ada 2 metode yang dapat digunakan :

Metode Nedeco/Prosida yang lihat terbitan Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010,
1985 Metode FAO lebih umum dipakai dan dijelaskan dalam terbitan FAO Crop
Water Requirments, 1975.

Harga-harga ET0 dari rumus penman menunjuk pada tanaman acuan apabila
digunakan albedo 0,25 (rerumputan pendek). Koefisien-koefisien tanaman yang
dipakai untuk penghitungan ETc harus didasarkan pada ETo ini dengan albedo 0,25

Seandainya data-data meteorologi untuk daerah tersebut tidak tersedia maka harga-
harga ETo boleh diambil sesuai dengan daerah-daerah disebelahnya. Keadaan-
keadaan meteorologi hendaknya diperiksa dengan seksama agar transposisi data
Lampiran II 167

demikian dapat dijamin keandalannya. Keadaan-keadaan temperatur, kelembapan,


angin dan sinar matahari diperbandingkan.

Pengguna komsumtif dihitung secara tengah bulanan, demikian pula harga-harga


evapotranspirasi acuan. Setiap jangka waktu setengah bulan harga ET o ditetapkan
dengan analisis frekuensi. Untuk ini distribusi normal akan diasumsikan.

b. Koefisien Tanaman

Harga- harga koefisien tanaman padi terdapat pada Tabel A.2.2. dibawah ini

Tabel A.2.2. Harga-Harga Koefisien1 Tanaman Padi


Nedeco/ Prosida FAO
Bulan Varietas2 Varietas3 Varietas
Varietas Biasa
Biasa Unggul Unggul
0,5 1,20 1,20 1,10 1,10
1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0 1,05 0
3,5 1,12 0,95
4,0 04 0
Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA. 010, 1985

1
Harga-harga koefisien ini akan dipakai dengan rumus evapotranspirasi Penman yang sudah
dimodifikasi, dengan menggunakan metode yang diperkanakan oleh Nedeco/Prosida atau FAO.
2
Varietas padi biasa adalah varietas padi yang masa tumbuhnya lama
3 3
Varietas unggul adalah barietas padi yang jangka waktu tumbuhnya pendek Selama setengah bulan
terakhir pemberian air irigasi ke sawah dihentikan;
4
Kemudian koefisien tanaman diambil ”nol” dan padi akan menjadi masak dengan air yang tersedia
168 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A.2.1.4 Perkolasi

Laju perkolasi sangat bergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah-tanah lempung
berat dengan karakteristik pengelolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat
mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan; laju perkolasi bisa lebih
tinggi.

Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya


laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan
dan dianjurkan pemakaian nya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air
tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui
tanggul sawah.

A.2.1.5. Penggantian Lapisan air

Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air


menurut kebutuhan

Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali,
masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/ hari selama ½ Bulan) selama sebulan dan dua
bulan setelah transplantasi.

A.2.1.6. Curah Hujan Efektif

Untuk irigasi pada curah hukan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan
minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun
1
𝑅𝑒 = 0,7𝑥 15 𝑅(𝑠𝑒𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛) ................................................................. (A.2.5)
Lampiran II 169

Dimana : Re = Curah hujan efektif, mm/ hari


R (setengah bulan) 5 = Curah hujan minimum tengah bulanan dengan
periode ulang 5 tahun/ mm.

Di daerah-daerah proyek yang besar dimana tersedia data-data curah hujan harian,
harus dipertimbangkan untuk diadakan studi simulasi untuk menghasilkan kriteria
yang lebih terinci.

A.2.1.7. Perhitungan Kebutuhan Air Di Sawah untuk Petak Tersier

Pada Tabel A.2.3. dan A.2.4 diberikan contoh perhitungan dalam bentuk tabel untuk
kebutuhan air di sawah bagi dua tanaman padi varietas unggul di petak tersier.

Disamping penjelasan yang telah diuraikan dalam bagian A.2.1.2. sampai A. 2.1.6,
telah dibuat asumsi-asumsi berikut :

a. Dengan rotasi (alamiah) didalam petak tersier, kegiatan-kegiatan penyiapan lahan


di seluruh petak dapat diselesaikan secara berangsur-angsur. Untuk Tabel A.2.3.
jangka waktu penyiapan lahan ditentukan satu bulan untuk periode satu mingguan
dan untuk Tabel A.2.4. dengan periode dua mingguan. Rotasi alamiah
digambarkan dengan pengaturan kegiatan-kegiatan setiap jangka waktu setengah
bulan secara bertahap. Oleh karena itu, kolom-kolomnya mempunyai harga-harga
koefisien tanaman yang bertahap-tahapnya mempunyai harga koefisien tanaman
yang bertahap-tahap.
b. Transplantasi akan dimulai pada pertengahan bulan kedua dan akan selesai dalam
waktu setengah bulan sesudah selesainya penyiapan lahan.
c. Harga-harga evapotranspirasi tanaman acuan ET0, laju perkolasi P dan curah
hujan efektif Re adalah harga-harga asumsi/andaian.
d. Kedua penggantian lapisan air (WLR) di asumsikan seperti pada bagian A.2.1.5
dan masing-masing WLR dibuat bertahap.
170 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.3 Kebutuhan Air Di Sawah untuk Petak Tersier


Jangka Waktu Penyiapan Lahan 1,0 Bulan
Bulan ETo P R WLR C1 C2 C3 ETc NFR
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)1)

Nov 1 5,1 2,0 2,0


2

Des 1 4,3 2,0 3,6 LP LP LP 13,72) 10,13)


2 1,1 LP LP 13,7 10,1

Jan 1 4,5 2,0 3,8 1,7 1,1 1,1 1,1 5,04) 4,85)
2 1,7 1,05 1,1 1,08 4,9 4,8

Feb 1 4,7 2,0 4,1 1,7 1,05 1,05 1,05 4,9 4,5
2 1,7 0,95 1,05 1,0 4,7 4,3

Mar 1 4,8 2,0 5,0 0 0,95 0,48 2,3 0


2 0 0 0 0

Apr 1 4,5 2,0 5,3 LP LP LP 12,36) 7,07)


2 1,1 LP LP 12,3 7,0

Mei 1 3,8 2,0 5,1 1,7 1,1 1,1 1,1 4,2 2,8
2 1,7 1,05 1,1 1,08 4,1 2,7

Jun 1 3,6 2,0 4,2 1,7 1,05 1,05 1,05 3,8 3,3
2 1,7 0,95 1,05 1,0 3,6 3,1

Jul 1 4,0 2,0 2,9 0 0,95 0,48 1,9 0


2 0 0 0 0

Agt 1 5,0 2,0 2,0


2

Sep 1 5,7 2,0 1,0


2
5,7 2,0 1,0
Okt 1
2 5,1 2,0 2,0

1) Kolom 2, 3, 5, 9 dan 10 dalam satuan mm/hari


2) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman pertama M = (1,1 x 4,3) + 2 = 6,7 mm/hari. S =
300 mm/hari. IR = 13,7 mm/hari (Lihat Tabel A.2.1)
3) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman pertama 13,7 – 3,6 = 10,1 mm/hari.
4) ETc = ETo x C1, koefisien rata-rata tanaman.
5) NFR = ETc + P – Re + WLR.
6) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman kedua M = (1,1 x 4,5) + 2 = 7 mm/hari. S = 250 mm/hari
(Tabel A.2.1)
7) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman kedua 12,3 – 5,3 = 7,0 mm/hari.
Lampiran II 171

Tabel A.2.4 Kebutuhan Air Di Sawah untuk Petak Tersier


Jangka Waktu Penyiapan Lahan 1,0 Bulan
WL
Bulan ETo P R C1 C2 C3 C ETc NFR
R
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)1)

Nov 1 5,1 2,0 2,0


2

Des 1 4,3 2,0 3,6 LP LP LP LP 10,72) 7,03)


2 1,1 LP LP LP 10,7 7,0

Jan 1 4,5 2,0 3,8 1,1 1,1 LP LP 10,7 7,0


2 2,2 1,05 1,1 1,1 1,08 4,94) 5,35)

Feb 1 4,7 2,0 4,1 2,2 1,05 1,05 1,1 1,07 5,0 5,1
2 1,1 0,95 1,05 1,05 1,02 4,8 3,8

Mar 1 4,8 2,0 5,0 1,1 0 0,95 1,05 0,67 3,2 1,3
2 0 0,95 0,32 1,6 0

Apr 1 4,5 2,0 5,3 0 0 0 0


2 LP LP LP LP 9,46) 4,37)

Mei 1 3,8 2,0 5,1 1,1 LP LP LP 9,4 4,3


2 1,1 1,1 LP LP 9,4 4,3

Jun 1 3,6 2,0 4,2 2,2 1,05 1,1 1,1 1,08 3,9 3,9
2 2,2 1,05 1,05 1,1 1,07 3,9 3,9

Jul 1 4,0 2,0 2,9 1,1 0,95 1,05 1,05 1,02 4,1 4,3
2 1,1 0 0,95 1,05 0,67 2,7 2,9

Agt 1 5,0 2,0 2,0 0 0,95 0,32 1,6 0


2 0 0 0 0

Sep 1 5,7 2,0 1,0


2

Okt 1 5,7 2,0 1,0


2
1) Kolom 2, 3, 5, 10 dan 11 dalam satuan mm/hari
2) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman pertama M = (1,1 x 4,4) + 2 = 6,8 mm/hari. S = 300
mm/hari. IR = 10,7 mm/hari (Lihat Tabel A.2.1)
3) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman pertama 10,7 – 3,7 = 7,0 mm/hari.
4) ETc = ETo x C1, koefisien rata-rata tanaman.
5) NFR = ETc + P – Re + WLR.
6) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman kedua M = (1,1 x 4,0) + 2 = 6,5 mm/hari. S = 250 mm; IR =
9,4 mm/hari (lihat Tabel A.2.1)
7) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman kedua 9,4 – 5,1 = 4,3 mm/hari.
172 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A.2.2 Kebutuhan Air Di Sawah untuk Tanaman Ladang dan Tebu*)

A.2.2.1 Penyiapan Lahan

Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk
menciptakan kondisi lembap yang memadai untuk persemaian yang baru tumbuh.
Banyaknya air yang dibutuhkan bergantung kepada kondisi tanah dan pola tanam
yang diterapkan. Jumlah air 50 sampai 100 mm dianjurkan untuk tanaman ladang dan
100 sampai 120 mm untuk tebu, kecuali jika terdapat kondisi-kondisi khusus
(misalnya ada tanaman lain yang ditanam segera sesudah padi).

A.2.2.2 Penggunaan Konsumtif

Seperti halnya untuk padi, dianjurkan bahwa untuk indeks evapotranspirasi dipakai
rumus evapotranspirasi Penman yang dimodifikasi, sedangkan cara perhitungannya
bisa menurut cara FAO atau cara Nedeco/Prosida.

Harga-harga koefisien tanaman disajikan pada Tabel A.2.5. Harga-harga koefisien ini
didasarkan pada data-data dari FAO (dengan data-data untuk negara-negara yang
paling mirip) dan menggunakan metode untuk menjabarkan koefisien tanaman.
Dalam penjabaran harga-harga koefisien ini untuk dipakai secara umum di Indonesia,
diasumsikan harga-harga berikut :
(a) evapotranspirasi harian 5 mm,
(b) kecepatan angin antara 0 dan 5 m/dt,
(c) kelembapan relatif minimum 70%
(d) frekuensi irigasi/curah hujan per 7 hari.

Apabila harga-harga kisaran tersebut dirasa terlalu menyimpang atau tidak sesuai
dengan keadaan daerah proyek, maka dianjurkan agar harga-harga koefisien
dijabarkan langsung dari FAO Guideline.
Lampiran II 173

Untuk tanaman tebu, harga-harga koefisien tanaman ditunjukkan pada Tabel A.2.6.
Harga-harga tersebut diambil langsung dari FAO Guideline. Untuk tanaman-tanaman
lainnya, ambil harga-harga secara langsung dari FAO Guideline.

Jika harga-harga jangka waktu pertumbuhan berbeda dari harga-harga yang


ditunjukkan, maka dianjurkan agar harga-harga yang ditunjukkan pada Tabel A.2.5
dan A.2.6 diplot dalam bentuk histogram, dan agar harga-harga koefisien dihitung
dari histogram-histogram tersebut dengan skala waktu yang dikonversi.

A.2.2.3 Perkolasi

Pada tanaman lading, perkolasi air ke dalam lapisan tanah bawah hanya akan terjadi
setelah pemberian air irigasi. Dalam mempertimbangkan efisiensi irigasi, perkolasi
hendaknya dipertimbangkan.

A.2.2.4 Curah hujan efektif

Curah hujan efektif dihitung dengan metode yang diperkenalkan oleh USDA Soil
Conservation Service seperti ditunjukkan pada Tabel A.2.7 dibawah ini, dan air tanah
yang tersedia diperlihatkan pada Tabel A.2.8; keduanya diambil dari FAO Guideline.
Perlu dicatat bahwa metode ini tidak berlaku untuk tanaman padi yang digenangi.
Harus diingat pula bahwa harga-harga yang ditunjukkan pada Tabel A.2.7 tidak
berlaku untuk laju infiltrasi tanah dan intensitas curah hujan; dan bahwa jika laju
infiltrasi rendah serta intensitas curah hujan tinggi, maka kehilangan air karena
melimpas mungkin sangat besar sedangkan hal ini tidak diperhitungkan dalam
metode ini.

*)disadur dari Dirjen Pengairan. Bina Program PSA 010, 1985

A.2.2.5 Efisiensi irigasi

Agar diperoleh angka-angka efisiensi yang realistis untuk tanaman lading dan tebu,
diperlukan penelitian/riset. Tetapi dengan pemilikan tanah yang kecil serta pertanian
yang intensif, khususnya di Jawa, tingkat efisiensi yang tinggi bisa dicapai.
174 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Penggunaan harga-harga berikut dianjurkan :

A.2.3 Kebutuhan Air Pengambilan untuk Padi

A.2.3.1 Rotasi Teknis

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem rotasi teknis adalah :


- berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
- kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu
pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), seiring dengan makin
bertambahnya debit sungai; kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda.
Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah :
- timbulnya komplikasi sosial
- eksploitasi lebih rumit
- kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi
- jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit
waktu tersedia untuk tanaman kedua
- daur/siklus gangguan serangga; pemakaian insektisida
Lampiran II 175

Tabel A.2.5 Harga-Harga Koefisien untuk Diterapkan dengan Metode Perhitungan


Evapotranspirasi FAO

Jangka ½
Tanaman tumbuh/ bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
hari No.

Kedelai 85 0,5 0,75 1,0 1,0 0,82 0,45*

Jagung
80 0,5 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95*
Kacang
tanah 130 0,5 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,55*

Bawang 70 0,5 0,51 0,69 0,90 0,95*


Buncis 75 0,5 0,64 0,89 0,95 0,88
Kapas 195 0,5 0,50 0,58 0,75 0,91 1,04 1,05 1,05 1,05 0,78 0,65 0,65 0,65
* untuk sisanya kurang dari ½ bulan

Catatan :
1. Diambil dari FAO Guideline for Crop Water Requirements (Ref.FAO, 1977)
2. Untuk diterapkan dengan metode ET Prosida, kalikan harga-harga koefisien tanaman itu dengan 1,15

Tabel A.2.6 Harga-Harga Koefisien Tanaman Tebu yang Cocok untuk Diterapkan
denganRumus Evapotranspirasi FAO

RH RH
Umur tanaman min < 70% min < 20%
angin
angin kecil
Tahap pertumbuhan kecil angin angin
12 bulan 24 bulan sampai
sampai kencang kencang
sedang
sedang
0-1 0 – 2,5 Saat tanam sampai 0,25 rimbun *) 0,55 0,60 0,40 0,45
1-2 2,5 – 3,5 0,25 – 0,5 rimbun 0,80 0,85 0,75 0,80
2 – 2,5 3,5 – 4,5 0,5 – 0,75 rimbun 0,90 0,95 0,95 1,00
2,5 - 4 4,5 - 6 0,75 sampai air puncak 1,00 1,10 1,10 1,20
4 - 10 6 - 17 Penggunaan air puncak 1,05 1,15 1,25 1,30
10 - 11 17 - 22 Awal berbunga 0,80 0,85 0,95 1,05
11 - 12 22 - 24 Menjadi masak 0,60 0,65 0,70 0,75
Catatan :
1. Sumber : Ref (FAO, 1977)
2. Untuk diterapkan dengan metode ET Prosida, kalikan masing-masing harga koefisien dengan 1,15

*) rimbun = full canopy, maksudnya pada saat tanaman telah mencapai tahap berdaun rimbun, sehingga
bila dilihat dari atas tanah di sela-selanya tidak tampak
176 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.7 Curah Hujan Efektif Rata-Rata Bulanan Dikaitkan dengan Et Tanaman Rata-Rata
Bulanan dan Curah Hujan Mean Bulanan (Mean Monthly Rainfall) (USDA (SCS), 1969)
Curah hujan

bulanan

12,
Mean

(mm)

25 37,5 50 62,5 75 87,5 100 112,5 125 137,5 150 162,5 175 187,5 200
5

25 8 16 24

50 8 17 25 32 39 46

75 9 18 27 34 41 48 56 62 69
ET tanaman ratarata bulan/mm

100 9 19 28 35 43 52 59 66 73 80 87 94 100

125 10 20 30 37 46 54 62 70 76 85 92 98 107 116 120

150 10 21 31 39 49 57 66 74 81 89 97 104 112 119 127 133

175 11 2 32 42 52 61 69 78 86 95 103 111 118 126 134 141

200 11 24 33 44 54 64 73 82 91 100 109 117 125 134 142 150

225 12 25 35 47 57 68 78 87 96 106 115 124 132 141 150 159

250 13 25 38 50 61 72 84 92 102 112 121 132 140 150 158 167

Curah hujan efektif rata-rata bulanan/mm

Apabila kedalaman bersih air yang dapat ditampung dalam tanah pada waktu irigasi lebih besar atau
lebih kecil dari 75 mm, harga-harga
Faktor koreksi yang akan dipakai adalah:

Tampungan 20 25 37,5 50 62.5 75 100 125 150 175 200


efektif
Faktor 0,73 0,77 0,86 0,93 0,97 1,00 1,02 1,04 1,06 1,07 1,08
tampungan

CONTOH :
Diketahui:
Curah hujan mean bulanan = 100 mm; ET tanaman = 150 mm; tampungan efektif = 175 mm
Pemecahan:
Faktor koreksi untuk tampungan efektif = 1,07
Curah hujan efektif 1,07 x 74 = 79 mm
Sumber : Ref (FAO, 1977)
Lampiran II 177

Tabel A.2.8 Air Tanah yang Tersedia Bagi Tanaman-Tanaman Ladang


untuk Berbagai Jenis Tanah

Dalamnya Fraksi Air Air Tanah Tersedia yang Siap Pakai


Tanaman Akar yang (mm)
(m) Tersedia Halus Sedang Kasar
Kedelai 0,6 – 1,3 0,50 100 75 35
Jagung 1,0 – 1,7 0,60 120 80 40
Kacang Tanah 0,5 – 1,0 0,40 80 55 25
Bawang 0,3 – 0,5 0,25 50 35 15
Buncis 0,5 – 0,7 0,45 90 65 30
Kapas 1,0 – 1,7 0,65 130 90 40
Tebu 1,2 – 2,0 0,65 130 90 40
Catatan : 1. Sumber Ref (FAO, 1977)
2. Harga-harga ini cocok dengan jenis-jenis tanah jika harga ET tanaman 5 sampai 6 mm/hari

Tabel A.2.9 Harga-Harga Efisiensi Irigasi untuk Tanaman Ladang (Upland Crops)
Peningkatan yang
Awal
Dapat Dicapai

Jaringan Irigasi Utama 0,75 0,80


Petak Tersier 0,65 0,75
Keseluruhan 0,50 0,60

Untuk membentuk sistem rotasi teknis, petak tersier dibagi-bagi menjadi sejumlah
golongan, sedemikian rupa sehingga tiap golongan terdiri dari petak–petak tersier
yang tersebar di seluruh daerah irigasi.

Petak–petak tersier yang termasuk dalam golongan yang sama akan mengikuti pola
penggarapan tanah yang sama; penyiapan lahan dan tanam akan dimulai pada waktu
yang sama. Kebutuhan air total pada waktu tertentu ditentukan dengan menambahkan
besarnya kebutuhan air di berbagai golongan pada waktu itu.
178 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Berhubung petak-petak dalam golongan 1 terletak pada posisi yang menguntungkan,


maka diperkenalkanlah sistem rotasi tahunan. Hasil panen dari golongan ini akan
pertama kali sampai dipasaran, dengan demikian harga beras tinggi. Jika tahun itu
dimulai dari golongan 1, maka tahun berikutnya dimulai dari golongan 2, tahun
berikutnya lagi golongan 3, dan seterusnya, sedangkan golongan yang pada tahun
sebelumnya menempati urutan pertama, sekarang menempati urutan terakhir.

Didalam petak tersier tidak ada rotasi, oleh sebab itu seluruh petak termasuk dalam
satu golongan. Petak-petak tersier, yang tergabung dalam satu golongan, biasanya
tersebar diseluruh daerah irigasi. Praktek ini memanfaatkan tenaga kerja, ternak
penghela dan air yang tersedia. Untuk menyederhanakan pengelolaan air, dianjurkan
agar tiap golongan mempunyai jumlah hektar yang sama.

Kadang-kadang rotasi teknis hanya diterapkan di petak sekunder saja. Seluruh petak
tersier yang dilayani oleh satu saluran sekunder termasuk dalam golongan yang sama.
Sistem rotasi teknis semacam ini eksploitasinya tidak begitu rumit, tetapi kurang
menguntungkan dibanding sistem rotasi pada petak tersier, karena :
- tidak ada dampak pengurangan debit rencana pada saluran sekunder
- kesempatan untuk berbagi tenaga kerja dan ternak penghela diantara petak tersier
terbatas karena seluruh petak sekunder mulai menggarap tanah dalam waktu yang
bersamaan.
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus
dibagi-bagi menjadi sekurang-kurangnya tiga atau empat golongan. Dengan
sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi jaringan irigasi. Lagi pula usaha
pengurangan debit puncak mengharuskan diperkenalkannya sistem rotasi. Jumlah
golongan umumnya dibatasi sampai maksimum 5.

Dalam menilai apakah sistem rotasi teknis diperlukan, ada beberapa pertanyaan
penting yang harus terjawab, yakni :
a. dilihat dari pertimbangan-pertimbangan sosial, apakah sistem tersebut dapat
diterima dan apakah pelaksanaan dan eksploitasi secara teknis layak
Lampiran II 179

b. jenis sumber air


c. sekali atau dua kali tanam
d. luasnya areal irigasi

Persyaratan-persyaratan serta kesimpulan-kesimpulan mengenai penerapan rotasi


teknis disajikan pada Tabel A.2.10.

Harga-harga koefisien pengurangan kebutuhan air puncak di jaringan sekunder dan


tersier bisa berbeda-beda. Hal ini bergantung kepada sistem rotasi teknis yang
diterapkan, pada petak tersier atau sekunder. Kebutuhan air untuk masing-masing
petak akan dihitung sendiri-sendiri.

Tabel A.2.10 Persyaratan untuk Rotasi Teknis

1. Jenis sumber air musim hujan terus menerus


2. Jenis tanaman umumnya satu tumpang sari
tanaman rendengan
3. Luas areal irigasi luas sedang kecil luas sedang/kecil
>25,000 ha 10 - 25,000 ha < 10,000 ha > 25,000 ha < 25,000 ha
4. Rotasi golongan ya ya/tidak tidak ya ya/tidak
Perlu E&P - Penghematan Mungkin
mempertimbangkan rumint dan sumber air terlalu rumit
air yang tersedia di permanen
sungai - Saluran lebih
pendek

A.2.3.2 Kebutuhan Pengambilan Tanpa Rotasi Teknis

Kebutuhan pengambilan dihitung dengan cara membagi kebutuhan bersih air di


sawah NFR dengan keseluruhan efisiensi irigasi. Misalnya kebutuhan bersih air di
sawah pada Tabel A.2.3 dan A.2.4 menunjukkan pada Tabel A.2.11 untuk efisiensi
irigasi keseluruhan sebesar 65%. Debit rencana pada ruas pertama saluran utama
sama dengan kebutuhan pengambilan.

Gambar A.2.1 menyajikan hasil-hasil yang diperoleh dari Tabel A.2.3 dan Tabel
A.2.4.
180 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.11 Kebutuhan Pengambilan Tanpa Rotasi Teknis

T 1 bulan 1) T 1,5 bulan


2) 3)
Bulan NFR DR NFR DR
mm/hari l/dt.ha mm/hari l/dt.ha

Nov 1 - - - -
2 - - - -

Des 1 10,1 1,80 7,0 1,25


2 10,1 1,80 7,0 1,25

Jan 1 4,9 0,87 7,0 1,25


2 4,8 0,85 5,3 0,94

Feb 1 4,5 0,80 5,1 0,91


2 4,3 0,77 3,8 0,68

Mar 1 0 0 1,3 0,23


2 0 0 0 0

Apr 1 7,0 1,25 0 0


2 7,0 1,25 4,3 0,77

Mei 1 2,8 0,50 4,3 0,77


2 2,7 0,48 4,3 0,77

Jun 1 3,3 0,59 3,9 0,69


2 3,1 0,55 3,9 0,69

Jul 1 0 0 4,3 0,77


2 0 0 2,9 0,52

Agt 1 0 0
2 0 0

Sep 1
2
Okt 1
2

T : periode penyiapan lahan


NTR : kebutuhan bersih air di sawah
DR : kebutuhan pengambilan
Lampiran II 181

Tabel A.2.12 Kebutuhan Pengambilan dengan 3 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan Satu Bulan
NFR
Bulan DR 4)
G1 1) G2 2) G3 G 3)
(1) (6)
(2) (3) (4) (5)

Nov 1
2

Des 1 10,1 3,7 0,60


2 10,1 10,1 6,7 1,20

Jan 1 4,9 10,1 10,1 8,4 1,49


2 4,8 4,9 10,1 6,6 1,18

Feb 1 4,5 4,7 4,8 4,7 0,83


2 4,3 4,5 4,7 4,5 0,80

Mar 1 0 3,5 3,7 2,4 0,43


2 0 0 3,5 1,2 0,80

Apr 1 7,0 0 0 2,3 0,42


2 7,0 6,9 0 4,6 0,83

Mei 1 2,8 6,9 6,7 5,5 0,97


2 2,7 2,8 6,7 4,1 0,72

Jun 1 3,3 3,5 3,5 3,4 0,61


2 3,1 3,5 3,4 3,3 0,59

Jul 1 0 4,8 5,0 3,3 0,58


2 0 0 4,8 1,6 0,28

Agt 1 0 0,4 0,1 0,02


2 0 0 0

Sep 1
2

Okt 1
2

1) NFR G1 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.1


2) NFR G2 : sama, tapi mulai per 2 Des
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (5) dibagi dengan 8,64 x 0,65
182 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.13 Kebutuhan Pengambilan dengan 4 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan Satu Bulan
NFR
Bulan DR4)
G11) G22) G3 G4 G3)
(1) (7)
(2) (3) (4) (5) (6)

Nov 1
2

Des 1 10,1 2,5 0,45


2 10,1 10,1 5,1 0,90

Jan 1 4,9 10,1 10,1 6,3 1,12


2 4,8 4,9 10,1 10,1 7,5 1,33

Feb 1 4,5 4,7 4,8 10,1 6,0 1,07


2 4,3 4,5 4,7 4,8 4,6 0,81

Mar 1 0 3,5 3,7 3,9 2,8 0,49


2 0 0 3,5 3,7 1,8 0,32

Apr 1 7,0 0 0 2,9 2,5 0,44


2 7,0 6,9 0 0 3,5 0,62

Mei 1 2,8 6,9 6,7 0 3,7 0,66


2 2,7 2,8 6,7 7,2 4,9 0,68

Jun 1 3,3 3,5 3,5 7,2 4,4 0,78


2 3,1 3,5 3,4 3,5 3,4 0,60

Jul 1 0 4,8 5,0 5,1 3,7 0,66


2 0 0 4,8 5,0 2,5 0,44

Agt 1 0 0,4 6,7 1,8 0,32


2 0 4,1 1,0 0,18

Sep 1 0 0 0
2

Okt 1
2

1) NFR G1 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.3


2) NFR G2 : sama, tapi mulai per 2 Des
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (6) dibagi dengan 8,64 x 0,65
Lampiran II 183

Tabel A.2.14 Kebutuhan Pengambilan dengan 5 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan Satu Bulan
NFR
Bulan DR4)
G11) G22) G3 G4 G5 G3)
(1) (8)
(2) (3) (4) (5) (6) (7)

Nov 1
2 11,3 2,3 0,40

Des 1 11,3 10,1 4,3 0,76


2 4,8 10,1 10,1 5,0 0,89

Jan 1 4,9 4,9 10,1 10,1 6,0 1,07


2 4,6 4,8 4,9 10,1 10,1 6,9 1,23

Feb 1 4,3 4,5 4,7 4,8 10,1 5,7 1,01


2 0 4,3 4,5 4,7 4,8 3,7 0,65

Mar 1 0 0 3,5 3,7 3,9 3,4 0,40


2 7,3 0 0 3,5 3,7 2,9 0,52

Apr 1 7,3 7,0 0 0 2,9 3,4 0,61


2 3,4 7,0 6,9 0 0 3,5 0,62

Mei 1 2,7 2,8 6,9 6,7 0 3,8 0,68


2 2,6 2,7 2,8 6,7 7,2 4,4 0,78

Jun 1 3,1 3,3 3,5 3,5 7,2 4,1 0,73


2 0 3,1 3,5 3,4 3,5 2,7 0,48

Jul 1 0 0 4,8 5,0 5,1 3,0 0,53


2 0 0 4,8 5,0 2,0 0,35

Agt 1 0 0,4 6,7 1,4 0,25


2 0 4,1 0,8 0,15

Sep 1 0 0 0
2

Okt 1
2

1) NFR G2 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.3


2) NFR G1 : sama, tapi mulai per Nov 2
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3, G4
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (5) dibagi dengan 8,64 x 0,65
184 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.15 Kebutuhan Pengambilan dengan 4 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan 1,5 Bulan
NFR
Bulan 1) 2) DR4)
G1 G2 G3 G4 G3)
(1) (7)
(2) (3) (4) (5) (6)

Nov 1
2

Des 1 7,0 1,8 0,31


2 7,0 7,0 3,5 0,62

Jan 1 7,0 7,0 6,9 5,2 0,93


2 5,3 7,0 6,9 6,9 6,5 1,16

Feb 1 5,1 5,2 6,9 6,9 6,0 1,07


2 3,8 5,1 5,2 6,9 5,3 0,93

Mar 1 1,4 3,0 4,3 4,4 3,3 0,58


2 0 1,3 3,0 4,3 2,2 0,38

Apr 1 0 0 0,8 2,4 0,8 0,14


2 4,3 0 0 0,8 1,23

Mei 1 4,3 4,4 0 0 2,2 0,39


2 4,3 4,4 4,6 0 3,3 0,59

Jun 1 3,9 4,4 4,6 5,5 4,6 0,82


2 3,9 3,9 4,6 5,5 4,5 0,80

Jul 1 4,3 5,6 5,6 5,5 5,3 0,93


2 2,9 4,3 5,6 5,6 4,6 0,82

Agt 1 0 4,5 6,2 7,6 4,6 0,81


2 0 0 4,5 6,2 2,7 0,48

Sep 1 0 0,8 5,9 1,7 0,30


2 0 3,9 1,0 0,17

Okt 1
2

1) NFR G2 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.4


2) NFR G1 : sama, tapi mulai per Des 2
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3, G4
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (6) dibagi dengan 8,64 x 0,65
Lampiran II 185

Tabel A.2.16 Kebutuhan Pengambilan dengan 5 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan 1,5 Bulan

NFR
Bulan 1) 2) DR4)
G1 G2 G3 G4 G5 G3)
(1) (8)
(2) (3) (4) (5) (6) (7)

Nov 1
2 7,7 1,5 0,27

Des 1 7,7 7,0 2,9 0,52


2 7,7 7,0 7,0 4,3 0,77

Jan 1 5,3 7,0 7,0 6,9 5,2 0,93


2 5,2 5,3 7,0 6,9 6,9 6,3 1,11

Feb 1 3,8 5,1 5,2 6,9 6,9 5,6 0,99


2 2,2 3,8 5,1 5,2 6,9 4,6 0,83

Mar 1 0 1,4 3,0 4,3 4,4 2,6 0,47


2 0 0 1,3 3,0 4,3 1,7 0,31

Apr 1 4,4 0 0 0,8 2,4 1,5 0,27


2 4,4 4,3 0 0 0,8 1,9 0,34

Mei 1 4,4 4,3 4,4 0 0 2,6 0,47


2 3,3 4,3 4,4 4,6 0 3,3 0,59

Jun 1 3,9 3,9 4,4 4,6 5,5 4,5 0,79


2 2,6 3,9 3,9 4,6 5,5 4,1 0,73

Jul 1 2,9 4,3 5,6 5,6 5,5 4,8 0,85


2 0 2,9 4,3 5,6 5,6 3,7 0,66

Agt 1 0 0 4,5 6,2 7,6 3,7 0,65


2 0 0 4,5 6,2 2,1 0,38

Sep 1 0 0,8 5,9 1,3 0,24


2 0 3,0 0,8 0,14

Okt 1 0 0
2

1) NFR G2 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.3


2) NFR G1 : sama, tapi mulai per Nov 2
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3, G4
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (7) dibagi dengan 8,64 x 0,65
186 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Pengolahan tanah

0.4 1.5 bulan


1.0 bulan
Kebutuhan diversi dalam l/dt . ha

0.4
1.5
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT

Gambar A.2.1 Kebutuhan Pengambilan Tanpa Rotasi Teknis Periode Satu Mingguan

Gambar A.2.1
A.2.3.3 Kebutuhan Kebutuhan
Pengambilan denganpengambilan tanpa rotasi teknis
Rotasi Teknis

Kebutuhan pengambilan pada waktu tertentu dihitung dengan menjumlah besarnya


kebutuhan air semua golongan.

Ini ditunjukkan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel A.2.9 sampai A.2.16.

Efisiensi irigasi total pada contoh-contoh Tabel tersebut diambil 65%. Areal masing-
masing golongan diandaikan sama luasnya.

Gambar A.2.2 dan A.2.3 memperlihatkan hasil-hasilnya dalam bentuk grafik. Hasil-
hasil tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa dengan adanya sistem golongan,
kebutuhan pengambilan menjadi lebih efektif dan efisien.
Lampiran II 187

3 Golongan
4 Golongan
0.4
5 Golongan
0.4
Kebutuhan diversi dalam l/dt . ha

1.5 Pengolahan tanah


1.4 1.0 bulan
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT

Gambar A.2.2 Kebutuhan Pengambilan dengan Rrotasi Teknis Periode 1 Bulan

Gambar A.2.2 Kebutuhan pengambilan ( 3 , 4 dan 5 golongan ; jangka waktu


penyiapan lahan 1 bulan )
0.4 4 Golongan
0.4 5 Golongan
Kebutuhan diversi dalam l/dt . ha

1.5 Pengolahan tanah


1.4 1.5 bulan
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT

Gambar A.2.3 Kebutuhan Pengambilan dengan Rotasi Teknis Periode 1,5 Bulan

Gambar A.2.3 Kebutuhan pengambilan ( 4 dan 5 golongan ; jangka waktu


penyiapan lahan 1,5 bulan )
188 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Lampiran III 189

LAMPIRAN III
ANALISIS DAN EVALUASI DATA HIDROMETEOROLOGI

A.3.1 Curah Hujan

Sebelum melakukan pemrosesan data apa pun, buku-buku data curah hujan perlu
dicek dahulu secara visual. Curah hujan tertinggi harian harus realistis, jika tidak
jangan dipakai.

Secara kebetulan jumlah curah hujan bulanan yang diulangi bisa saja bulan-bulan
yang sama. Angka-angka harian yang dibulatkan mungkin menunjukkan pembacaan
yang tidak tepat atau tidak andal.

Data curah hujan bulanan atau tahunan akan dicek dengan double massplot antara
stasiun-stasiun hujan dan/atau dengan tempat pengukuran terdekat di luar daerah studi
untuk mengetahui perubahan lokasi atau exposure penakar hujan (lihat Gambar
A.3.1). Bila jangka waktu pengamatan terlalu pendek, maka data-data antar tempat
pengukuran akan diperbandingkan.

Menjelang penentuan parameter perencanaan akan ada lebih banyak studi umum
mengenai curah hujan (tinggi curah hujan) di daerah aliran sungai. Jumlah curah
hujan tahunan serta distribusinya untuk setiap bulannya akan ditetapkan. Hal-hal yang
sifatnya musiman dan variasi sepanjang tahun/bulan maupun tempat akan ditentukan.
Perbedaan-perbedaan tempat akan memperjelas pengaruh/efek ketinggian dan
orografis (pegunungan).
190 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

50
stasiun X dalam meter
1940
Akumulasi curah hujan

40
1945
1945
30
1950
1950

1955 Perubahan lokasi


20 1955
/exposure
alat penakar Kesalahan pencatatan
pada tahun 1951 selama tahun 1954
1960 10 1960

1955 1965
0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Akumulasi kelompok curah hujan
rata-rata dalam meter

Gambar A.3.1 Analisis Double Mass

Analisis ini dapat mengacu kepada peta isohet untuk curah hujan tahunan rata-rata
(lihat Gambar A.3.2). Dengan informasi ini akan diperoleh pengetahuan tertentu
mengenai curah hujan untuk membimbing ahli irigasi dalam tahap studi dan
pengenalan.

Stasiun pengukuran hujan


Daerah aliran

An-1

An A2 A1

R1

R n-2 R2
R n-1
Isohet curah hujan
normal tahunan

Gambar A.3.2 Peta Isohet


Lampiran III 191

Jumlah stasiun hujan yang diperlukan untuk analisis seperti ini tidak bisa dipastikan
dengan aturan yang sederhana. Jumlah yang diperlukan sangat bergantung pada
besarnya variasi curah hujan menurut waktu dan daerah, dan ketepatan yang menjadi
dasar variasi yang akan dicatat ini. Dengan mempertimbangkan catatan curah hujan
harian, maka suatu pedoman dapat mempunyai sekurang-kurangnya satu tempat
stasiun hujan per 50 km2 untuk daerah yang berbukit-bukit/bergunung-gunung, dan
satu untuk daerah-daerah pantai yang landai sampai per 100 km2.

Persyaratan ini pada umumnya tidak akan bisa dipenuhi pada waktu dilakukan studi
daerah aliran sungai. Studi mengenai curah hujan lokal/daerah mungkin akan
menghasilkan pedoman umum untuk interpretasi; studi ini mungkin sudah
dilaksanakan dalam rangka kegiatan-kegiatan lain. Transposisi (pemindahan) data
dari daerah aliran sungai disebelahnya yang memiliki persamaan-persamaan adalah
suatu cara pemecahan yang dapat diterima guna memperluas basis data curah hujan
pada daerah aliran yang bersangkutan. Elevasi, musim (seasonality) dan orientasi
harus sungguh-sungguh diperhatikan sewaktu melakukan transposisi data curah
hujan. Isohet yang didasarkan pada data jangka panjang diseluruh daerah studi dan
daerah aliran sungai disekitarnya harus dipakai untuk mengecek ketepatan dan
kesahihan transposisi tahunan. Data bulanan rata-rata untuk seluruh tempat-tempat
penakaran yang berdekatan harus diperiksa untuk memastikan kemiripan di antara
tempat-tempat penakaran tersebut.

Untuk menentukan harga koefisien pengurangan luas daerah hujan B, akan diperlukan
studi curah hujan yang terinci guna mengetahui curah hujan efektif, curah hujan lebih
dan curah hujan badai. Distribusi curah hujan yang meliputi jangka waktu pendek dan
areal seluas 100 ha akan diselidiki.

Harga-harga koefisien B biasanya didasarkan pada hasil-hasil penelitian curah hujan


yang tersedia di daerah-daerah yang (jika mungkin) serupa.
192 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Analisis curah hujan efektif dan curah hujan lebih didasarkan pada data-data curah
hujan harian. Parameter curah hujan efektif didasarkan pada jumlah curah hujan
tengah-bulanan dan curah hujan lebih didasarkan pada jumlah curah hujan 1 dan 3-
harian untuk setiap bulannya.

Harga-harga curah hujan efektif dan curah hujan lebih dengan ditentukan dengan
kemungkinan tak terpenuhi 20%, ditentukan dengan menggunakan cara analisis
frekuensi. Distribusi frekuensi normal atau log-normal dan harga-harga sekali setiap
20% bisa dengan mudah diketemukan dengan cara interpretasi grafik pada kertas
pencatat kemungkinan normal dan kemudian log-normal.

Untuk analisis frekuensi curah hujan harian yang ekstrem, dapat digunakan harga-
harga yang dipakai dalam perhitungan banjir Gumbel, Weibull, Pearson atau
distribusi ekstrem. Distribusi yang dianjurkan disini hanyalah suatu sarana untuk
menilai harga-harga ekstrem tersebut dengan frekuensi kejadiannya. Distribusi yang
diterapkan adalah yang paling cocok.

Analisis frekuensi sebaiknya dilakukan dengan interpretasi grafis karena alasan –


alasan berikut :
- cara ini sederhana dan cepat untuk data-data yang biasanya terbatas
- hubungan antara kurve dengan titik-titik yang diplot bisa langsung dilihat
- frekuensi data historis dapat diperlihatkan dan dimasukkan
- Analisis curah hujan yang dibicarakan dalam bagian ini disajikan pada Tabel
A.3.1.
Lampiran III 193

Tabel A.3.1 Analisis Curah Hujan

Cek Data Analisis & Evaluasi Parameter Perencanaan


Jumlah distribusi musiman/bulanan Curah hujan efektif Berdasarkan
curah hujan rata2 tengah-
bulanan, kemungkinan tak
terpenuhi 20% dgn distribusi
Harga 2 tinggi frekuensi normal/ log-normal
distribusi tahunan

double massplot Kelebihan curah hujan Maks. 3 hr


isohet tahunan dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20% dengan distribusi
stasiun referensi frekuensi normal/log-normal
di luar efek orografis, angin,
ketinggian

Curah hujan lebat Curah hujan


transposisi jika rangkaian maks. 1 hari dengan kemungkinan
data meli-puti waktu terlalu takterpenuhi 20% - 4% - 1% -
pendek 0,1% dengan distribusi frekuensi
ekstrem
curah hujan lebat

A.3.2 Banjir Rencana

Untuk menentukan banjir rencana ada 3 metode analisis yang dapat diikuti, yakni :
- analisis frekuensi data banjir
- perhitungan banjir empiris dengan menggunakan hubungan curah hujan-
limpasan air hujan
- pengamatan lapangan

A.3.2.1 Catatan Data Banjir

Analisis frekuensi debit membutuhkan rangkaian catatan dasar data banjir yang
lengkap yang mencakup jangka waktu 20 tahun, jika mungkin.

Rangkaian banjir maksimum tahunan akan dianalisis frekuensinya. Distribusi


kemungkinan Gumbel bisa mulai diasumsi; sebaiknya dipakai metode grafik, untuk
itu dapat digunakan kertas kemungkinan (probability paper) Gumbel atau log
194 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gumbel. Banjir rencana didapat dengan cara memperpanjang kurve frekuensi sampai
pada periode ulang rencana yang diperlukan.

Biasanya catatan data bajir, jika ada, hanya meliputi jangka waktu yang lebih pendek,
atau meliputi jangka waktu yang lama tetapi tidak teratur. Metode POT (peaks over
threshold: debit puncak diatas ambang) dapat dipakai apabila tersedia catatan banjir
yang meliputi paling tidak jangka waktu 2 tahun berturut-turut. Dari catatan tersebut
debit puncak yang melebihi harga ambang yang disepakati secara sembarang q0, dapat
diketahui. Ini menghasilkan harga puncak M dengan harga rata-rata qp diatas jangka
waktu pencatatan total N tahun.

Banjir rata-rata tahunan dihitung dengan cara yang diperkenalkan oleh DPMA, 1903
sebagai berikut :

MAF = q0 + (qp – q0 )(0,58 + 1n λ).......................................…............…..(A.3.1)

dimana :

MAF = banjir rata-rata tahunan, m3/dt


q0 = debit ambang, m³/dt
qp = debit puncak rata-rata, m³/dt
λ = M/N
M = jumlah harga-harga puncak
N = jumlah tahun

Debit rencana ditentukan dengan menggunakan Gambar A.3.3.


Lampiran III 195

2
Q / MAF

2 5 10 20 50 100 200 500


Periode ulang dalam tahun

Gambar A.3.3 Faktor Frekuensi Tumbuh (Frequency Growth Factors)

A.3.2.2 Hubungan Empiris

Kurangnya data banjir, keadaan yang umum dijumpai dan perencanaan irigasi,
berakibat dikembangkannya suatu hubungan curah hujan-limpasan air hujan yang
didasarkan pada rumus rasional berikut :

Q = αβ q A ........................................................................................... (A.3.2)

dimana:
Q = debit banjir (puncak), dalam m3/dt
α = koefisien limpasan air hujan
β = koefisien pengurangan luas daerah hujan
q = curah hujan, m3/dt.km2
A = luas daerah aliran sungai, km2

Ada dua metode yang umum dipakai, yakni :


- Metode Der Weduwen untuk daerah aliran sungai sampai dengan 100 km2
- Melchior untuk daerah aliran sungai lebih dari 100 km2
196 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Kedua metode tersebut telah menghasilkan hubungan untuk α, β dan q. Waktu


konsentrasi (jangka waktu dari mulainya turun hujan sampai terjadinya debit puncak)
diambil sebagai fungsi debit puncak, panjang sungai dan kemiringan rata – ratanya.

Selanjutnya lihat Lampiran 1 Bagian ini.

A.3.2.3 Pengamatan Lapangan

Pengamatan langsung mengenai tinggi banjir oleh penduduk setempat atau dari tanda-
tanda yang ada dapat memberikan informasi mengenai debit-debit puncak. Konversi
keterangan tentang tinggi banjir menjadi data debit puncak dapat dilakukan dengan
ketepatan yang terbatas saja. Penilaian tentang koefisien kekasaran saluran,
kemiringan energi dan kedalaman gerusan selama terjadinya bajir puncak akan
menghasilkan perhitungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Tetapi metode itu
merupakan cara yang bagus untuk menilai apakah harga banjir puncak yang diperoleh
untuk A.3.2.1 dan A.3.2.2 adalah masuk akal. Apabila dijumpai tinggi banjir yang
terjadi secara luar biasa, maka debit puncak yang didapat mungkin sangat membantu
dalam menentukan kurve frekuensi banjir untuk periode-periode ulang yang lebih
tinggi. Seandainya luas daerah aliran sungai terlalu sulit ditentukan, maka cara itu
adalah cara satu-satunya untuk menentukan debit banjir.

Analisis debit rencana yang dibicarakan dalam pasal ini disimpulkan pada Tabel 4.4,
Bab 4.

A.3.3 Debit Andalan

A.3.3.1 Umum

Untuk penentuan debit andalan ada 3 metode analisis yang dapat dipakai, yaitu :
- analisis frekuensi data debit,
- neraca air,
- pengamatan lapangan.
Lampiran III 197

Debit andalan pada umumnya dianalisis sebagai debit rata-rata untuk periode tengah-
bulanan. Kemungkinan tak terpenuhi ditetapkan 20% (kering) untuk menilai
tersedianya air berkenaan dengan kebutuhan pengambilan (diversion requirement).

Dalam menghitung debit andalan harus mempertimbangkan air yang diperlukan di


hilir pengambilan. Namun apabila data hidrologi tidak ada maka perlu ada suatu
metode lain sebagai pembanding.

A.3.3.2 Catatan Debit

a. Data cukup

Untuk keperluan analisis frekuensi, akan lebih baik jika tersedia catatan debit yang
mencakup jangka waktu 20 tahun atau lebih. Dalam prakteknya hal ini sulit dipenuhi.

Catatan debit biasanya didasarkan pada catatan tinggi muka air di tempat-tempat
pengukuran debit di sungai. Muka air harian dikonversi menjadi debit dengan
menggunakan hubungan antara tinggi muka air – debit (kurve Q-h). Kurve ini harus
dicek secara teratur dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi di dasar sungai. Rata-rata tengah-bulanan dihitung dari harga-harga debit
harian.

Analisis frekuensi akan dilakukan untuk setiap setengah-bulanan dengan


menggunakan rata-rata tengah-bulanan yang telah dihitung tersebut. Frekuensi
distribusi normal bisa mulai dihitung untuk harga-harga ploting diatas kertas
logaritmis.

Sebelum memulai menganalisis data debit, kurve/lengkung debit, metode-metode


penghitungan dan pengukuran debit akan diperiksa. Tempat-tempat pengukuran di
sungai akan dikunjungi, pengoperasiannya diperiksa dan keadaan dasar sungai
diperiksa untuk mengetahui apakah ada kemungkinan terjadinya perubahan akibat
agradasi atau degradasi dan penggerusan selama banjir. Data tinggi muka air akan
diperiksa secara visual dan grafis akan dicek keandalannya. Bandingkan curah hujan
198 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

rata-rata di daerah aliran sungai dengan debit rata-rata tahunan dan perkiraan
kehilangan rata-rata tahunan. Gunakan harga-harga kehilangan rata-rata tahunan
untuk membuat perbandingan antara curah hujan tahunan di daerah aliran sungai
dengan debit tahunan. Selidiki perkembangan-perkembangan yang terjadi di daerah
aliran sungai dan di sungai disebelah hulu tempat-tempat pengukuran yang mungkin
telah mempengaruhi debit sungai. Pengembangan irigasi di hulu akan mempengaruhi
aliran yang lebih rendah di tempat-tempat pengukuran di hilir; catatan debit akan
dikoreksi untuk abstraksi (ringkasan) ini.

b. Data yang tersedia terbatas

Jika hanya tersedia catatan data dengan liputan waktu yang pendek (5 tahun), maka
analisis frekuensi dapat dilakukan dengan menilai frekuensi relatif masing-masing
harga tengah-bulanan musim kering. Debit musim kering dibandingkan dengan curah
hujan di daerah aliran sungai menjelang musim kering tersebut dan diberi frekuensi
yang sama dengan curah hujan sebelumnya. Hal ini mengandaikan tersedianya
catatan curah hujan yang mencakup jangka waktu yang lama, berdasarkan data
tersebut kemungkinan/probabilitas dapat dinilai dengan lebih mantap.

A.3.3.3 Neraca air (water balance)

Dengan menggunakan model neraca air (water balance) harga-harga debit bulanan
dapat dihitung dari curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembapban tanah dan
tampungan air tanah. Hubungan antara komponen-komponen terdahulu akan
bervariasi untuk tiap daerah aliran sungai.

Model neraca air Dr.Mock memberikan metode penghitungan yang relatif sederhana
untuk bermacam-macam komponen berdasarkan hasil riset daerah aliran sungai di
seluruh Indonesia. Curah hujan rata-rata bulanan di daerah aliran sungai dihitung dari
data pengukuran curah hujan dan evapotranspirasi yang sebenarnya di daerah aliran
sungai dari data meteorologi (rumus Penman) dan karakteristik vegetasi. Perbedaan
antara curah hujan dan evapotranspirasi mengakibatkan limpasan air hujan langsung
Lampiran III 199

(direct runoff), aliran dasar/air tanah dan limpasan air hujan lebat (storm run off).
Debit-debit ini dituliskan lewat persamaan-persamaan dengan parameter daerah aliran
sungai yang disederhanakan. Memberikan harga-harga yang benar untuk parameter
ini merupakan kesulitan utama. Untuk mendapatkan hasil-hasil yang dapat
diandalkan, diperlukan pengetahuan yang luas mengenai daerah aliran sungai dan
pengalaman yang cukup dengan model neraca air dari Dr.Mock. Berikut ini uraian
dari beberapa metode yang biasa dipakai dalam menghitung neraca air:

1. Metode Mock

Metode Mock memperhitungkan data curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik


hidrologi daerah pengaliran sungai. Hasil dari permodelan ini dapat dipercaya jika
ada debit pengamatan sebagai pembanding. Oleh karena keterbatasan data di daerah
studi maka proses pembandingan akan dilakukan terhadap catatan debit di stasiun
pengamat muka air.

limited
precipitation
evapotranspiration base flow

soil storage water surplus direct runoff river flow

infiltrattion interflow

ground water
storage

Gambar A.3.4. Skema Simulasi Debit Metode Mock

Data dan asumsi yang diperlukan untuk perhitungan metode Mock adalah sebagai
berikut:
200 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

1. Data Curah Hujan


Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan 10 harian. Stasiun curah
hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di
daerah tersebut.
2. Evapotranspirasi Terbatas (Et)
Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah
hujan.
Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data:
1. Curah hujan 10 harian (P)
2. Jumlah hari hujan (n)
3. Jumlah permukaan kering 10 harian (d) dihitung dengan asumsi bahwa
tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu
menguap sebesar 4 mm.
4. Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau
dengan asumsi:
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering
untuk lahan sekunder.
m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi.
M = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut:
Et = Ep − E ................................................................................... (A.3.3)
m
E = Epx (20) x(18 − n) ................................................................. (A.3.4)

Dengan:
E = Beda antara evapotranspirasi potensial dengan
evapotranspirasi terbatas (mm)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm)
Lampiran III 201

Ep = Evapotranspirasi potensial (mm)


M = singkapan lahan (Exposed surface)
n = jumlah hari hujan
3. Faktor Karakteristik Hidrologi
Faktor Bukaan Lahan
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 10 – 40% untuk lahan tererosi
m = 30 – 50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang
merupakan daerah lahan pertanian yang diolah dan lahan tererosi maka dapat
diasumsikan untuk faktor m diambil 30%.
4. Luas Daerah Pengaliran
Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin
besar pula ketersediaan debitnya.
5. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)
Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah
permukaan (surface soil) per m2. Besarnya SMC untuk perhitungan ketersediaan
air ini diperkirakan berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari
DPS. Semakin besar porositas tanah akan semakin besar pula SMC yang ada.
Dalam perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm.
Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah adalah:
SMC(n) = SMC(n−1) + IS(n) .................................................................... (A.3.4)
Ws = As − IS ........................................................................................... (A.3.5)
keterangan:
SMC = Kelembaban tanah
SMC (n) = Kelembaban tanah periode ke n
SMC(n-1) = Kelembaban tanah periode ke n-1
IS = Tampungan awal (initial storage) (mm)
202 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

As = Air hujan yang mencapai permukaan tanah


6. Keseimbangan air di permukaan tanah
Keseimbangan air di permukaan tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
- Air hujan
- Kandungan air tanah (soil storage)
- Kapasitas kelembaban tanah (SMC)
Air Hujan (As)
Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:
As = P − Et ......................................................................................... (A.3.6)

keterangan:

As = air hujan yang mencapai permukaan tanah

P = curah hujan bulanan

Et = Evapotranspirasi

7. Kandungan air tanah

Besar kandungan tanah tergantung dari harga As. bila harga As negatif. maka
kapasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila As positif maka
kelembaban tanah akan bertambah.

8. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off dan Ground water storage)

Nilai run off dan ground water tergantung dari keseimbangan air dan kondisi
tanahnya.

9. Koefisien Infiltrasi

Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan


kemiringan DPS. Lahan DPS yang poros memiliki koefisien infiltrasi yang
besar. Sedangkan lahan yang terjadi memiliki koefisien infitrasi yang kecil.
Lampiran III 203

karena air akan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi
adalah 0 – 1.

10. Faktor Resesi Aliran Tanah (k)

Faktor Resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke n
dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah
dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air metode
FJ Mock, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba sehingga dapat
dihasilkan aliran seperti yang diharapkan.
11. Initial Storage (IS)
Initial Storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air pada
awal perhitungan. IS di lokasi studi diasumsikan sebesar 100 mm.
12. Penyimpangan air tanah (Ground Water Storage)
Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan
waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpanan awal
(initial storage) terlebih dahulu.
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan penyimpanan air tanah adalah
sebagai berikut:
Vn = k x Vn-1 + 0,5 (1 + k) I ...................................................................... (A.3.7)
Vn = vn - vn-1 .............................................................................................. (A.3.8)
Dimana:
Vn = Volume air tanah periode ke n
K = qt/qo = faktor resesi aliran tanah
qt = aliran air tanah pada waktu periode ke t
qo = aliran air tanah pada awal periode (periode ke 0)
vn-1 = volume air tanah periode ke (n-1)
vn = perubahan volume aliran air tanah
13. Aliran Sungai
Aliran Dasar = Infiltrasi – Perubahan aliran air dalam tanah
204 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi


Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
Aliran Sungai x Luas DAS
Debit Andalan =
1 bulan dalam detik
Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran langsung (direct run
off). aliran dalam tanah (interflow) dan aliran tanah (base flow).
Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah:
1. Interflow = infiltrasi – volume air tanah
2. Direct run off = water surplus – infiltrasi
3. Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun
4. Run off = interflow + direct run off + base flow.
Untuk contoh perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:
Lampiran III 205

Tabel A.3.2. Contoh Perhitungan Menggunakan Metode Mock


206 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

2. Metode NRECA

Cara perhitungan ini sesuai untuk daerah cekungan yang setelah hujan berhenti masih
ada aliran air di sungai selama beberapa hari. Kondisi ini terjadi bila tangkapan hujan
cukup luas. Secara diagram prinsip metode Nreca dapat digambarkan sebagai
berikut :

evaporasi (mm)
hujan (mm)

aliran langsung
SIMPANAN KELENGASAN (m3/dt)
lengas lebih (PSUB)
(moisture storage)
lapisan tanah (0 - 2 M)
imbuhan ke air
tanah (mm)

SIMPANAN AIR TANAH (AQUIFER)


aliran air tanah (m3/dt)
(ground water storage) DEBIT TOTAL
lapisan tanah (2 - 10M)

Skema Simulasi Debit Metode Nreca

Gambar A.3.5. Skema Simulasi Debit Metode Nreca

Perhitungan debit aliran masuk embung metode NRECA, dilakukan kolom perkolom
dari kolom 1 sampai kolom 20 dengan langkah sebagai berikut :
1. Nama bulan dari Januari sampai Desember tiap-tiap tahun pengamatan.
2. Periode 10 harian dalam 1 bulan.
3. Nilai hujan rerata 10 harian (Rb).
4. Nilai penguapan peluh potensial (PET atau ETo)
5. Nilai tampungan kelengasan awal (Wo). Nilai awal ini harus dicoba-coba dan di
cek agar nilai pada bulan januari mendekati nilai pada bulan Desember , jika
selisih nilai melebihi 200 mm, harus diulang lagi.
Lampiran III 207

6. Tampungan kelengasan tanah (soil moisture storage, Wi) dan dihitung dengan
rumus :
o W
Wt = Nominal ........................................................................................... (A.3.9)

Nominal = 100 + 0,2 Ra


Ra = hujan tahunan (mm)

7. Rasio Rb/PET

8. Rasio AET/PET

AET= Penguapan peluh aktual yang dapat diperoleh dari Gambar 4.10. nilainya
bergantung dari rasio Rb/PET dan Wi

9. AET= (AET/PET) x PET x koef. Reduksi

Koefisien reduksi diperoleh dari fungsi kemiringan lahan, seperti pada tabel
berikut :

Tabel A.3.3. Koefisien Reduksi Penguapan Peluh

Kemiringan
Koef. Reduksi
(m/Km)
0 - 50 0,9
51 - 100 0,8
101 - 200 0,6
> 200 0,4

10. Neraca air Rb - AET

11. Rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sbb :

Bila neraca air positif (+), maka rasio tersebut dapat diperoleh dari Gambar 4.11.
dengan memasukkan harga Wi. Bila neraca air negatif (-) rasio = 0.

12. Kelebihan kelengasan = rasio kelebihan kelengasan x neraca air


208 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

13. Perubahan tampungan = neraca air - kelebihan kelengasan

14. Tampungan air tanah = PSUB x kelebihan kelengasan

PSUB adalah parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan


(kedalaman 0-2) yang nilainya 0,3 untuk tanah kedap air dan 0,9 untuk tanah
lulus air.

15. Tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba dengan nilai awal = 2

16. Tampungan air tanah akhir = tampungan air tanah + tampungan air tanah awal
(kolom 14 + 15)

17. Aliran air tanah = GWF x tampungan air tanah akhir (kolom 16)

GWF adalah parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan


(kedalaman 2 - 10) yang nilainya 0,8 untuk tanah kedap air dan 0,2 untuk tanah
lulus air.
1,0

0,8

0,6
g

0,4

0,2

0,0
0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

ratio tampungan kelengasan tanah

Gambar A.3.6. Ratio Tampungan Kelengasan Tanah


Lampiran III 209

1,0

1,6

0,8 1,2

0,8
Storage Ratio

4
0,6 0,
AET/PET

0
0,
0,4

0,2

0,0
0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

hujan bulanan (Rb) / PET

Gambar A.3.7 Grafik Perbandingan Penguapan Nyata dan Potensial


(AET/PET Ratio)

18. Aliran langsung (direct run off) = kelebihan kelengasan - tampungan air tanah
(kolom 12 - 14)

19. Aliran total = aliran langsung + aliran air tanah (kolom 18 + 17) dalam mm

20. Aliran total dalam kolom 19 dalam mm diubah ke dalam satuan m3/dtk. (kolom
19 x luas)/(10 harian x 24 x 3600).

Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan (kolom


5) untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 15) bulan berikutnya yang
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan sebelumnya + perubahan


tampungan (kolom 5 + 13), semuanya bulan sebelumnya.
210 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tampungan air tanah = tampungan air tanah akhir + aliran air tanah (kolom 16 + 17).
semuanya dari bulan sebelumnya.

Sedangkan volume air yang dapat mengisi kolam waduk selama musim hujan (Vb)
dapat dihitung dari jumlah air permukaan dari seluruh daerah tadah hujan dan air
hujan efektif yang langsung jatuh diatas permukaan kolam. Dengan demikian jumlah
air yang masuk ke dalam waduk dapat dinyatakan seperti berikut :

Vb= Vj + 10 A  Rj .............................................................................. (A.3.10)

Dengan:
Vb = volume air yang dapat mengisi kolam waduk selama musim hujan (m3)
Vj = aliran bulanan pada bulan j (m3/bulan) dengan cara NRECA
A = luas permukaan kolam waduk (Ha.)
Rj = curah hujan bulanan pada bulan j (mm/bulan)

Untuk contoh perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:


Lampiran III 211

Tabel A.3.4. Contoh Perhitungan Debit Andalan dengan Metode Nreca

Bulan Hari Curah Evapotransparasi Tampungan Rasio Rasio Rasio AET Neraca Rasio Kelebihan Perubahan Tampungan Tampungan Tampungan Aliran Aliran Aliran Aliran
Hujan Potensial Ketengasan Tampungan (3) / (4) AET/PET Air Kelebihan Kelengasan Tampungan Air Tanah Air Tanah Air Tanah Air Tanah Langsung Total Total
(PET) (Wo) Tanah Kelengasan Awal Akhir
(mm) (mm) (mm) (Wi) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (m/c)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Januari 1 10 151 31.912 758.370 1.157 4.732 1.000 12.765 138.235 0.620 85.763 52.472 77.187 44.706 121.893 24.379 8.576 32.955 1.298
2 10 71 31.912 810.842 1.238 2.225 1.000 12.765 58.235 0.701 40.845 17.390 36.761 97.514 134.275 26.855 4.085 30.940 1.219
3 11 127 35.103 828.232 1.264 3.618 1.000 14.041 112.959 0.729 82.371 30.587 74.134 107.420 181.554 36.311 8.237 44.548 1.595
Februari 1 10 137 32.391 858.819 1.311 4.230 1.000 12.956 124.044 0.779 96.674 27.370 87.007 145.244 232.250 46.450 9.667 56.117 2.211
2 10 45 32.391 886.189 1.353 1.389 1.000 12.956 32.044 0.825 26.452 5.592 23.807 185.800 209.607 41.921 2.645 44.567 1.756
3 8 95 25.913 891.780 1.361 3.666 1.000 10.365 84.635 0.835 70.676 13.958 63.609 167.685 231.294 46.259 7.068 53.326 2.626
Maret 1 10 178 29.860 905.739 1.382 5.961 1.000 11.944 166.056 0.859 142.675 23.381 128.408 185.036 313.443 62.689 14.268 76.956 3.032
2 10 234 29.860 929.120 1.418 7.837 1.000 11.944 222.056 0.900 199.918 22.138 179.926 250.754 430.680 86.136 19.992 106.128 4.181
3 11 103 32.846 951.258 1.452 3.136 1.000 13.138 89.862 0.940 84.472 5.389 76.025 344.544 420.570 84.114 8.447 92.561 3.315
April 1 10 106 27.556 956.647 1.460 3.847 1.000 11.022 94.978 0.950 99.211 4.706 81.190 336.456 417.646 83.629 9.021 92.660 3.646
2 10 150 27.556 961.413 1.467 5.443 1.000 11.022 138.978 0.950 133.211 5.706 119.850 334.117 454.007 90.801 13.321 104.123 4.102
3 10 23 27.556 967.179 1.476 0.835 0.957 10.545 12.455 0.969 17.070 0.385 10.863 363.205 374.068 74.814 1.201 75.021 2.995
Mei 1 10 74 25.178 967.564 1.477 2.939 1.000 10.071 63.929 0.969 61.997 1.932 55.797 299.255 355.052 71.010 6.200 77.210 3.042
2 10 85 25.178 969.496 1.480 3.376 1.000 10.071 74.929 0.970 72.931 1.998 65.638 284.042 349.679 69.936 7.293 77.229 3.043
3 11 0 27.696 971.494 1.483 0000 0.741 8.213 -8213 0.973 0000 -8213 0000 279.744 279.744 55.949 0000 55.949 2.004
Juni 1 10 8 24.433 963.280 1.470 0327 0.822 8.032 -0032 0000 0000 -0032 0000 223.795 223.795 44.759 0000 44.759 1.763
2 10 0 24.433 963.249 1.470 0000 0.735 7.184 -7184 0000 0000 -7184 0000 179.036 179.036 35.807 0000 35.807 1.411
3 10 0 24.433 956.065 1.459 0000 0.730 7.130 -7130 0000 0000 -7130 0000 143.225 143.229 28.646 0000 28.646 1.129
Juli 1 10 0 26.756 948.934 1.448 0000 0.724 7.750 -7750 0000 0000 -7750 0000 114.583 114.583 22.917 0000 22.917 903
2 10 0 26.756 941.184 1.436 0000 0.718 7.687 -7687 0000 0000 -7687 0000 91.666 91.666 18.333 0000 18.333 222
3 11 0 29.432 933.497 1.425 0000 0.712 8.387 -8387 0000 0000 -8387 0000 73.333 73.333 14.667 0000 14.667 525
Agustus 1 10 0 28.025 925.110 1.412 0000 0.706 7.914 -7914 0000 0000 -7914 0000 58.666 58.666 11.733 0000 11.733 462
2 10 0 28.025 917.196 1.400 0000 0.700 7.846 -7846 0000 0000 -7846 0000 46.933 46.933 9.387 0000 9.387 370
3 11 0 30.820 909.350 1.388 0000 0.694 8.557 -8557 0000 0000 -8557 0000 37.547 37.547 7.509 0000 7.509 269
September 1 10 0 29.040 900.792 1.375 0000 0.687 7.985 -7985 0000 0000 -7985 0000 30.037 30.037 6.007 0000 6.007 237
2 10 0 29.040 892.807 1.363 0000 0.681 7.914 -7914 0000 0000 -7914 0000 24.030 24.030 4.806 0000 4.806 139
3 10 0 29.040 884.893 1.351 0000 0.675 7.844 -7844 0000 0000 -7844 0000 19.224 19.224 3.845 0000 3.845 151
Oktober 1 10 64 29.503 877.049 1.339 2.169 1.000 11.801 52.199 0.810 42.279 9.920 38.051 15.379 53.430 10.686 4.228 14.914 588
2 10 33 29.503 886.969 1.354 1.119 1.000 11.801 21.199 0.827 17.528 3.671 15.775 42.744 58.519 11.704 1.753 13.457 530
3 11 213 32.454 890.680 1.359 6.563 1.000 12.981 200.019 0.833 166.639 33.379 149.975 46.815 196.790 39.358 16.664 56.022 2.005
November 1 10 264 31.090 924.019 1.410 8.491 1.000 12.436 251.564 0.891 224.210 27.354 201.789 157.432 359.221 71.844 22.421 94.265 3.716
2 10 146 31.090 951.374 1.452 4.696 1.000 12.436 133.564 0.940 125.582 7.982 113.024 287.377 400.400 80.080 12.558 92.638 3.660
3 10 63 31.090 959.356 1.464 2.026 1.000 12.436 50.564 0.955 48.276 7.288 43.448 370.320 363.769 72.754 4.828 77.681 3.066
Desember 1 10 118 30.201 961.644 1.468 3.907 1.000 12.080 105.920 0.959 101.570 4.350 91.413 291.015 387.428 76.485 10.152 86.643 3.411
2 10 98 30.201 965.993 1.474 3.245 1.000 12.080 85.920 0.967 83.076 2.344 74.768 305.842 380.716 76.142 8.308 84.450 1.125
3 11 190 33.22 968.837 1.479 5.719 1.000 11.288 176.712 0.972 171.214 4.326 154.567 304.141 430.176 91.414 12.025 160.604 1.334
212 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Kalibrasi model di daerah aliran sungai yang diselidiki debitnya dan data-data
meteorologi akan menambah keandalan hasil-hasil model. Pada waktu mengerjakan
pengamatan debit berjangka waktu panjang dan rangkaian data curah hujan yang
meliputi jangka waktu lama, kemungkinan/probabilitas debit yang diamati bisa dinilai
secara lebih tepat dan demikian juga debit andalan bulanan dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%. Apabila data sangat kurang, usahakan jangan menggunakan model
karena hal ini akan mengakibatkan banyak sekali kesalahan pada hasil penghitungan
aliran bulanan; semua hasil yang diperoleh harus diperlakukan dengan hati-hati.
Pengetahuan yang luas mengenai hasil-hasil riset daerah-daerah aliran sungai di
Indonesia merupakan prasyarat.

A.3.3.4 Pengamatan Lapangan

Hasil-hasil pengamatan lapangan langsung yang diperoleh dari penduduk setempat


dapat dijadikan indikasi mengenai debit minimum yang sebenarnya. Muka air yang
rendah yang mereka laporkan tersebut akan dikonversi menjadi debit dengan
menunjukkan kekurangtepatan yang ada akibat kekeliruan-kekeliruan dalam
menentukan kekasaran talut dan dasar.

Jika metode ini diikuti, maka yang mungkin dapat diperoleh hanyalah suatu kesan
tentang muka air rendah tahunan. Rekonstruksi hidrograf tahunan akan menjadi sulit,
karena hanya muka air terendah saja yang diingat. Informasi semacam ini dapat
dipakai untuk pemeriksaan susulan terhadap hasil-hasil yang diperoleh dari
pengamatan langsung di lapangan. Selama dilakukannya penyelidikan dapat dibuat
hidrograf (sebagian). Informasi demikian akan dapat digunakan untuk kalibrasi model
neraca air dan akan menambah keandalan hasil-hasil model.
Daftar Peristilahan Irigasi 213

DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI

A.A.S.H.O. American Association of State Highway Officials


Abrasi Hempasan atau penggerusan oleh gerakan air dan
butiran kasar yang terkandung didalamnya.
adjustable proportional Pengaturan tinggi bukaan lubang pada alat ukur
module Crump de Gruyter.
aerasi Pemasukan udara, untuk menghindari tekanan
subatmosfer
agradasi Peninggian dasar sungai akibat pengendapan
agregat beton Butiran kasar untuk campuran beton, misal : pasir,
kerikil/batu pecah
Agrometeorologi Ilmu cuaca yang terutama membahas pertanian
alat ukur aliran bawah Alat ukur debit melalui lubang
alat ukur aliran bebas Alat ukur dengan aliran diatas ambang dengan
aliran sempurna
alat ukur Parshall Tipe alat ukur debit ambang lebar, dengan
dimensi penyempitan dan kemiringan lantai
tertentu
aliran bebas Aliran tanpa tekanan, misal aliran pada gorong-
gorong/saluran terbuka, talang
aliran bertekanan Aliran dengan tekanan, misal: aliran pada sipon
aliran getar Aliran pada got miring atau pelimpah yang
mengakibatkan getaran pada konstruksi
aliran kritis Aliran dengan kecepatan kritis, dimana energi
spesifiknya minimum atau bilangan Froude =1
aliran setinggi tanggul Aliran setinggi tebing sungai, biasanya untuk
keperluan penaksiran debit
aliran spiral Aliran pusaran berbentuk spiral karena lengkung-
lengkung pada konstruksi
aliran subkritis Aliran yang kecepatannya lebih kecil dari ke-
cepatan kritis, atau Fr < 1
aliran superkritis Aliran dengan kecepatan lebih besar dari
kecepatan kritis, atau bilangan Froude (Fr) > 1
aliran tenggelam Aliran melalui suatu ambang, dimana muka air
udik di pengaruhi oleh muka air hilir
aliran teranyam Aliran sungai terpecah-pecah berbentuk anyaman
214 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

(braiding)
aliran terkonsentrasi Aliran pada penampang yang lebih sempit, misal
di dasar kantong lumpur terjadi aliran terkon-
sentrasi pada saat pengurasan
aliran turbulen Aliran tidak tetap dimana kecepatan aliran pada
suatu titik tidak tetap
aliran/debit moduler Aliran melalui suatu bangunan, pengontrol
(bendung, ambang, dsb), dimana aliran di hulu
tidak dipengaruhi oleh aliran di bagian hilir, aliran
sempurna
alur pengarah Alur untuk mengarahkan aliran
aluvial Endapan yang terbentuk masa sekarang yang
tanahnya berasal dari tempat lain
ambang lebar Ambang dengan lebar (panjang) lebih besar dari
1,75 x tinggi limpasan
ambang moduler Ambang dengan aliran moduler/sempurna
ambang tajam teraerasi Ambang tajam dengan tekanan dibawah
pelimpahan sebesar 1 atm, dengan
menghubungkannya dengan udara luar
ambang ujung Ambang di ujung hilir kotam otak (end sill)
angka pori Perbandingan antara volume pori/rongga dengan
volume butir padat
angka rembesan Perbandingan antara panjang jalur rembesan total
dengan beda tinggi energi (lihat angka rembesan
Lane)
artifisial Buatan manusia
AWLR Automatic Water Level Recorder, alat duga muka
air otomatis
bagian atas pangkal Elevasi puncak pangkal bendung (top of abut-
ment)
bagian normal Bagian saluran dengan aliran seragam
bagian peralihan Bagian pada penyempitan/pelebaran
bak tenggelam Bentuk bak (bucket), dimana pada muka air di
ujung belakang konstruksi tidak terjadi loncatan
air
bakosurtanal Badan koordinasi survey dan pemetaan nasional
bangunan akhir Bangunan paling ujung saluran kuarter, sebelum
Daftar Peristilahan Irigasi 215

saluran pembuang yang berfungsi sebagai pegatur


muka air dan mengurangi erosi pada ujung saluran
kuarter
bangunan bantu Sebagai tambahan pada bangunan utama seperti
bangunan ukur
bangunan pelengkap Bangunan yang melengkapi jaringan utama
seperti: talang, bangunan silang, terjunan dll.
bangunan pembilas Bangunan yang berfungsi untuk membiIas sedi-
men
bangunan pengaman Bangunan untuk mencegah kerusakan konstruksi,
misal: bangunan pelimpah samping, pembuang
silang dsb.
bangunan pengambilan Bangunan untuk memasukkan air dari
sungai/sumber air ke saluran irigasi
bangunan pengelak Bangunan untuk membelokkan arah aliran sungai,
antara lain bendung
bangunan peredam energi Bangunan untuk mengurangi energi aliran, misal
kolam olak
bangunan utama Bangunan pada atau di sekitar sungai, seperti:
bendung, tanggul penutup, pengambilan, kantong
lumpur, serta bangunan-bangunan penting lainnya
banjir rencana Banjir maksimum dengan periode ulang tertentu
(misal: 5, 10, 50, 100 tahun), yang diperhitungkan
untuk perencanaan suatu konstruksi
bantaran sungai Bagian yang datar pada tebing sungai
batas Atterberg Batasan-batasan untuk membedakan atau
mengkalsifikasi plastisitas lempung
batas cair Kandungan air minimum pada tanah lempung
dalam keadaan batas antara cair dan plastis
batas meander Suatu batas fiktif dimana belokan dan
perpindahan sungai tidak akan keluar dari batas
tersebut
batas moduler Titik dimana aliran moduler berubah menjadi
nonmoduler
batas plastis Kandungan air pada mana tanah lempung masih
dalam keadaan plastis dapat digulung dengan
diameter  3 mm tanpa putus
batu candi Batu kasar (granit, andesit dan sejenis) yang
216 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

dibentuk secara khusus untuk dipergunakan


sebagai lapisan tahan gerusan
bendung gerak Bendung yang dilengkapi dengan pintu-pintu
gerak untuk mengatur ketinggian air
bendung saringan bawah Bendung dengan pengambilan pada dasar sungai,
dilengkapi dengan beberapa tipe saringan contoh:
bendung tyroller
bentang efektif Bentang yang diambil dalam perhitungan
struktural jembatan
bibit unggul Bibit tertentu yang produksinya lebih tinggi dari
bibit lokal
bilangan Froude Bilangan tak berdimensi yang menyatakan
hubungan antara kecepatan gravitasi dari tinggi
aliran, dengan rumus:
F < 1 : subkritis
F =1 : kritis
F = v/gh, dimana F > 1 : superkritis
bitumen Sejenis aspal, dapat berbentuk cair maupun padat
blok halang Blok (biasanya dari beton) yang dipasang pada
talut belakang bendung atau pada dasar kolam
olak, dengan maksud memperbesar daya redam
energi sehingga kolam olak bisa diperpendek
blok halang Blok-blok (biasanya beton) yang dipasang pada
kolam olak, berfungsi sebagai peredam energi
blok muka Blok halang pada lereng hilir pelimpah untuk
menutup aliran sungai pada saat.pelaksanaan
bor log Penampang yang menggambarkan lapisan tanah
pondasi, disertai dengan keterangan-keterangan
seperlunya misal: muka air, kelulusan dan
deskripsi lapisan
breaching Membuat lubang pada tubuh tanggul
bronjong Salah satu konstruksi pelindung tanggul sungai,
kawat dan batu
bunded rice field Sawah yang dikelilingi tanggul kecil
busur baja Baja lengkung penunjang terowongan saat
pelaksanaan
CBR California Bearing Ratio; 0 suatu metode
pengujian standar untuk mengetahui daya dukung
Daftar Peristilahan Irigasi 217

lapisan dasar jalan raya


celah kontrol trapesium Bangunan pengontrol muka air dengan celah
berbentuk trapesium
cerobong (shaft) Lubang vertikal untuk pemeriksaan bagian bawah
konstruksi, misal dasar sipon
Constant bead orifice Tipe atat ukur debit dengan perbedaan tinggi
(CHO) tekanan lantara hilir dan udik konstan
contoh tanah tak Contoh tanah yang masih sesuai dengan keadaan
terganggu aslinya
curah hujan efektif Bagian dari curah hujan yang efektif untuk suatu
proses hidrologi yang bisa dimanfaatkan, misal:
pemakaian air oleh tanaman, pengisian waduk dsb
curah hujan konsekutif Curah hujan berturut-turut dalam beberapa hari
D.R. Diversion Requirement, besamya kebutuhan
penyadapan dari sumber air
daerah aliran sungai (DAS) daerah yang dibatasi bentuk topografi,
dimana seluruh curah hujan disebelah dalamnya
mengalir ke satu sungai
debit andalan Debit dari suatu sumber air (mis: sungai) yang
diharapkan dapat disadap dengan resiko
kegagalan tertentu, misal 1 kali dalam 5 tahun
debit puncak Debit yang terbesar pada suatu periode tertentu
debit rencana Debit untuk perencanaan bangunan atau saluran
debit rencana Debit untuk perencanaan suatu bangunan air
degradasi Penurunan dasar sungai akibat penggerusan
depresi Daerah cekungan yang sulit pembuangannya
dewatering Usaha pengeringan dengan berbagai cara, misal
pemompaan
diluvium Endapan sungai data lingkungan dan ekologi data-
data yang meliputi data fisik, biologi, kimiawi,
sosio ekonomi dan budaya
dinding balang Dinding vertikal/miring dibawah bendung,
berfungsi memperpanjang jalur/garis rembesan
(cut-off)
double massplot Kurve akumulasi dua data, misalnya curah hujan
dari suatu stasiun, dengan data dari stasiun
sekitarnya, untuk mendapatkan suatu per-
bandingan
218 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

efisiensi irigasi Perbandingan antara air yang dipakai dan air yang
disadap, dinyatakan dalam %
efisiensi irigasi total Hasil perkalian efisiensi petak tersier, saluran
sekunder dan saluran primer, dalam %
efisiensi pompa Perbandingan antara daya yang dihasilkan dan
daya yang dipakai
eksploitasi pintu Tata cara pengoperasian pintu
energi kinetis Energi kecepatan aliran
energi potensial Energi perbedaan ketinggian
erodibilitas Kepekaan terhadap erosi
erosi bawah tanah Aliran air melalui bawah dan samping konstruksi
dengan membawa butiran (piping)
erosi bawah tanah Terbawanya butir tanah pondasi akibat gaya
rembesan (piping)
evaporasi Penguapan
evapotranspirasi Kehilangan air total akibat penguapan dari muka
tanah dan transpirasi tanaman
F.A.O. Food and Agriculture Organization organisasi
pangan dunia dibawah naungan PBB
faktor frekuensi tumbuh Faktor pengali terhadap rata-rata banjir tahunan
untuk mendapatkan debit banjir dengan periode
ulang lainnya
faktor reduksi debit Faktor perbandingan antara aliran bebas dan aliran
tenggelam tenggelam pada suatu bangunan ukur
faktor tahanan rembesan Faktor pengali panjang jalur rembesan
sehubungan kondisi bentuk pondasi dan jenis
tanah
faktor tulangan Hubungan antara perbandingan tulangan tarik dan
tekan dengan kekuatan batas baja rencana
fenomena (gejala) aliran Menyatakan sifat yang dimiliki oleh aliran yang
bersangkutan
filter Konstruksi untuk melewatkan air tanpa membawa
butiran tanah
fleksibilitas Perbandingan antara besarnya perubahan debit
suatu bukaan dengan bukaan lainnya
fleksibilitas eksploitasi Kapasitas pemompaan dibagi-bagi kepada
pompa beberapa pompa untuk memudahkan E &P
Daftar Peristilahan Irigasi 219

flum Bagian dari saluran dengan penampang teratur


biasanya diberi pasangan, misal: gorong-gorong
terbuka, talang dan saluran dengan pasangan
foil plastik Plastik penyekat
foto udara Foto hasil pemotretan dari udara dengan
ketinggian tertentu, untuk keperluan pemetaan
fraksi sedimen kasar Fraksi sedimen pasir dan kerikil diameter D >
0,074 mm
G.F.R. Gross Field Water Requirement kebutuhan air
total (broto) di sawah dengan mempertimbangkan
faktor-faktor pengolahan laban, rembesan,
penggunaan konsumtif dan penggantian lapisan
air
gambar pabrikan Gambar yang dikeluarkan oleh pabrik
gambar pengukuran Gambar atau peta hasil pengukuran/pemetaan
gambar penyelidikan Gambar atau peta yang menyatakan hasil
penyelidikan
gambar purnalaksana Gambar setelah dilaksanakan (as built drawing)
garis energi Garis yang menghubungkan titik-titik tinggi
energi
garis kontur Garis yang menghubungkan titik-titik yang sama
tingginya, disebut juga garis tinggi
gaya tekan ke atas Tekanan ke atas, umumnya disebabkan tekanan
air (uplift)
gelombang tegak Bentuk loncatan air bila perubahan kedalaman air
kecil, dimana hanya terjadi riak gelombang saja
gelombang tegak Suatu bentuk gelombang aliran air yang dapat
terjadi. pada bilangan Froude antara 0,55 s/d 1,40
geluh (loam) Tanah dengan tekstur campuran pasir, lanau dan
lempung
geometri Perbandingan antara dimensi-dimensi
saluran/bangunan saluran/bangunan
gesekan dan tebing saluran/sungai
got miring Saluran dengan kemiringan tajam dimana terjadi
aliran superkritis
gradasi Pembagian dan ukuran butir tanah, pasir dsb
gradien medan Kemiringan medan
220 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

gully Alur lembah yang dibentuk oleh arus air, dimana


aliran air hanya ada jika ada hujan lebat
hidrodinamik Air dalam keadaan bergerak
hidrometeorologi Ilmu cuaca yang terutama membahas hidrologi
hidrostatik Air dalam keadaan diam
hockey stick Layout krib menyerupai tongkat hoki
hujan efektif hujan yang betul-betul dapat dimanfaatkan oleh
tanaman
hujan titik Curah hujan pada daerah yang terbatas sekitar
stasiun hujan
I.H.E Institute of Hydraulic Engineering (DPMA)
I.R.R Internal Rate of Return tingkat bunga dimana nilai
pengeluaran sama dengan nilai penerimaan,
diperhitungkan berdasarkan nilai uang sekarang
indeks plastisitas (PI) Kisaran kandungan air dalam tanah dimana tanah
kohesif menjadi plastis, besaran ini terletak antara
batas cair dan plastis Indeks Plastisitas = batas
cair - batas plastis
irigasi melingkar Salah satu metode perencanaan trase saluran-
saluran tersier dimana arah aliran berlawanan
dengan aliran jaringan utama (counter flow
irrigation)
jalan inspeksi Jalan sepanjang saluran irigasi dan pembuang
untuk keperluan inspeksi
jalur rembesan Jalur lintasan rembesan antara bagian udik dan
hilir suatu konstruksi, melalui dasar atau samping
konstruksi
jalur- jalur Barisan petak-petak sawah yang diairi
jari- jari hidrolis Perbandingan antara penampang basah dan
keliling basah
jaringan aliran Jala-jala aliran air tanah yang terdiri dari garis
aliran dan garis ekuipotensial
jaringan bongkah Saringan pada mulut pintu pengambilan untuk
mencegah bongkah-bongkah batu dan sampah
agar tidak ke jaringan saluran
jaringan irigasi Seluruh bangunan dan saluran irigasi
jaringan irigasi teknis Jaringan yang sudah memisahkan antara sistem
Daftar Peristilahan Irigasi 221

irigasi pembuang dan jaringan tersier


jaringan pembuang Seluruh bangunan dan saluran pembuang
jaringan saluran Sistem saluran, hubungan antara satu saluran
dengan saluran lainnya
kantong lumpur Bangunan untuk mengendapkan dan menampung
lumpur yang pada waktu tertentu dibilas
karakteristik saluran Data saluran berupa debit, kemiringan talut, dan
sebagainya
kavitasi Terjadinya tekanan lebih kecil dari 1 atm, yang
mengakibatkan gelembung-gelembung udara pada
permukaan badan bendung, menimbulkan lubang-
lubang karena terlepasnya butiran-butiran agregat
dari permukaan konstruksi
kebutuhan pembuang Debit puncak saluran pembuang
kebutuhan pengambilan Kebutuhan air pada tingkat sumbernya
kebutuhan pengambilan Keperluan air pada bangunan sadap
kecepatan dasar Kecepatan yang dikonversikan pada kedalaman
aliran 1 m
kecepatan datang Kecepatan air sebelum memasuki suatu
konstruksi, seperti bendung, pintu air, dsb
kecepatan spesifik Kecepatan khas putaran pompa atau turbin, fungsi
dari jenis aliran dan tipe pompa
kedalaman air hilir Kedalaman air sebelah hilir konstruksi, dimana
terjadi kecepatan aliran subkritis
kedalaman konjugasi Hubungan antara tinggi kedalaman sebelum dan
sesudah loncatan air
kehilangan di bagian siku Kehilangan energi dalam pipa karena
pembengkokan
kehilangan tekanan akibat Kehilangan tekanan akibat gesekan pada dasar
tingkat kelayakan Kelayakan proyek yang dapat
dicapai
kelompok hidrologis Kelompok tanah berdasarkan tingkat transmisi air
tanah
kelulusan tanah Tingkat keresapan air melalui tanah, dinyatakan
dalam satuan panjang/satuan waktu (L/T)
kemampuan tanah Kemampuan lahan untuk budidaya tanaman
terrtentu sehubungan dengan kondisi topografi,
kesuburan dan lain-lain
222 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

kemiringan maksimum Kemiringan saluran maksimum dimana tidak


terjadi penggerusan
kemiringan minimum Kemiringan saluran minimum dimana tidak
terjadi pengendapan
kemiringan talut Kemiringan dinding saluran
kerapatan satuan Berat per volume dibagi gravitasi
keseimbangan batas Keseimbangan aliran pada sudetan telah
berfungsi, keseimbangan akhir
ketinggian nol (0) Ketinggian, yang sudah ditetapkan sebagai elevasi
nol (0), diatas permukaan laut
kisi-kisi penyaring Saringan yang dipasang pada bagian muka pintu
pengambilan, sipon, pompa dll, untuk menyaring
sampah dan benda-benda yang terapung (trash
rack)
klimatologi Ilmu tentang iklim
koefisien debit Faktor reduksi dari pengaliran ideal
koefisien kekasaran Koefisien kekasaran pada ruas saluran yang terdiri
gabungan dari berbagai kondisi penampang basah
koefisien ekspansi linier Koefisien mulai beton per 10 C
koefisien kekasaran Koefisien yang rnenyatakan pengaruh kekasaran
dasar dan tebing saluran/sungai terhadap ke-
cepatan aliran
koefisien kontraksi Koefisien pengurangan luas penampang aliran
akibat penyempitan
koefisien pengaliran Koefisien perbandingan antara volume debit dan
curah hujan
kolam loncat air Kolam peredam energi akibat loncatan air
kolam olak tipe bak Ujung dari bak selalu berada dibawah muka air
tenggelam hilir
konfigurasi Gambaran bentuk permukaan tanah
konglomerat Batuan keras karena tersementasi dengan,
komponen dasar berbentuk bulatan
konsentrasi sedimen Kandungan sedirnen per satuan volume air,
dinyatakan dalam Ppm atau mg/liter
konservatif Perencanaan yang terlalu aman
koperan Konstruksi di dasar sungai/saluran untuk menahan
rembesan melalui bawah
Daftar Peristilahan Irigasi 223

krip Bangunan salah satu tipe perlindungan sungai


lapisan subbase lapisan antara lapisan dasar (base) dan perkerasan
pada badan jalan raya
layout petak tersier Suatu jaringan tersier (saluran bawa/pembuang)
dengan pembagian petak kuarter dan subtersier
lebar efektif bendung Lebar bersih pelimpahan: lebar kotor dikurangi
pengaruh-pengaruh konstraksi akibat pilar dan
pangkal bendung yang merupakan fungsi tinggi
energi (H1)
lebar ekuivalen Lebar tekan ekuivalen beton
lengkung debit Grafik antara tinggi air dan debit
lengkung/kurve Lengkung muka air, positif jika kemiringan air
pengempangan kemiringan dasar sungai/saluran keduanya terjadi
pada aliran subkritis
limpasan tanggul Aliran yang melewati tanggul/tebing sungai
lindungan sungai Bangunan yang berfungsi melindungi sungai
terhadap erosi, pengendapan dan longsoran, misal:
krip pengarah arus, pasangan, dan sebagainya
lingkaran slip lingkaran gelincir, bidang longsor
lokasi sumber bahan Tempat penggalian bahan bangunan batu
galian
loncatan hidrolis Perubahan dari aliran superkritis ke subkritis
M.O.R. Main Off-take Water Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap utama
Meandering Aliran sungai berbelok-belok dan berpindah-
pindah
Mercu Bagian atas dari pelimpah atau tanggul
metode debit diatas Peak Over Treshold, suatu metode menaksir
ambang banjir rencana, dimana data hidrograf aliran
terbatas (misal: 3 tahun), dengan
mempertimbangkan puncak-puncak banjir tertentu
saja metode numerik metode analitis/bilangan
metode stan ganda Suatu metode pengukuran potongan memanjang,
dimana suatu titik dibidik dari 2 posisi
micro film Film positif berukuran kecil ( 8 x 12 mm) hanya
dapat dibaca dengan alat khusus yang disebut
micro fiche reader
224 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

mode of failure (beton) Pola keruntuhan, sehubungan dengan perencanaan


tulangan balok T
modulus pembuang Banyakya air yang harus dibuang dari suatu
daerah irigasi, dinyatakan dalam volume
persatuan luas/satuan waktu
morfologi sungai Bentuk dan keadaan alur sungai sehubungan
dengan alirannya
mortel Adukan
mosaik Peta yang terdiri dari beberapa foto udara yang
disambungkan
muka air rencana saluran Muka air yang direncanakan pada saluran untuk
dapat mengairi daerah tertentu secara gravitasi
N.F.R. Net-Field Water Requirement satuan kebutuhan
bersih (netto) air di sawah, dalam hal ini telah
diperhitungkan faktor curah hujan efektif
neraca air Keseimbangan air, membandingkan air yang ada,
air hilang dan air yang dimanfaatkan
ogee Salah satu tipe Mercu bendung yang per-
mukaannya mengikuti persamaan tertentu, hasil
percobaan USCE
P3A Perkumpulan Petani Pemakai Air, misal Dharma
fir-ta, Mitra Cai dan Subak
pangkal bendung Kepala bendung, abutment
paritan Lubang yang digali pada tebing antara 0,5 s/d 1 m
lebar dan 1 s/d 2 m dalam, untuk keperluan
pengumpulan data geoteknik
patahan Patahan pada permukaan bumi karena suatu gaya,
sehingga suatu lapisan menjadi tidak sebidang lagi
patok hektometer Patak beton yang dipasang setiap jarak 100 meter
sepanjang tebing saluran untuk keperluan E & P
dan orientasi lapangan
pelapukan Proses lapuknya batuan karena pengaruh iklim
pemberian air parsial Misal pada debit saluran 70%, akibat
pengoperasian pintu
pembilas bawah Pembilas melalui tubuh bendung berupa gorong-
gorong di bagian bawah pintu penguras
pembilas samping Pembilas samping, tidak terletak pada tubuh
bendung dengan maksud tidak mengurangi lebar
Daftar Peristilahan Irigasi 225

tubuh bendung (shunt undersluice)


pembuang ekstern Saluran pembuang untuk pembuangan yang
berasal dari luar daerah irigasi
pembuang intern Saluran pembuangan air dari daerah irigasi
penampang kontrol Penampang dimana aliran melalui ambang
pengatur aliran, disini terjadi aliran kritis
pengambilan bebas Penyadapan langsung dari sungai secara gravitasi,
tanpa konstruksi peninggi muka air
pengarah aliran Konstruksi yang mengarahkan aliran ke arah
tertentu biasanya menjauhi tanggul
penggerusan Berpindah atau terangkutnya, butiran pasir/kerikil
akibat kecepatan aliran
penggunaan (air) Yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses
konsumtif air evapotranspirasi atau evapotranspirasi dari
tanaman acuan
pengolahan lahan Pelumpuran sawah, tindakan menghaluskan
struktur tanah untuk mereduksi porositas dan
kelulusan dengan cara, misalnya pembajakan
sawah
penyadapan liar Pengambilan air tidak resmi pada saluran irigasi
tanpa menggunakan pipa
perencanaan hidrolis Perhitungan hidrolis untuk menetapkan dimensi
bangunan
periode tengah bulanan Periode sehubungan dengan perhitungan satuan
kebutuhan air irigasi, atau pergeseran pola tanam
pada sistem golongan
periode ulang Suatu periode dimana diharapkan terjadi hujan
atau debit maksimum
perkolasi Gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke
bawah
peta geologi Peta yang menggambarkan keadaan geologi,
dinyatakan dengan simbol-simbol dan warna
tertentu, disertai keterangan seperlunya
peta geologi daerah Peta geologi skala kecil (misal 1:100.000 atau
lebih), menggambarkan secara umum keadaan
geologi suatu wilayah, mengenai jenis batuan,
endapan, umur, dan struktur yang ada
peta geologi detail Peta yang dibuat berdasarkan hasil penyelidikan
226 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

lapangan dan laboratorium detail, dibuat diatas


peta topografi skala besar, misal 1:5000 atau lebih
besar, untuk berbagai keperluan, misal peta
geologi teknik detail
peta geologi teknik Peta geologi dengan tujuan pemanfaatan dalam
bidang teknik
peta geologi tinjau Dibuat berdasarkan hasil pengamatan lapangan
selintas, tidak detail, sedikit memberikan
gambaran mengenai keadaan morfologi, jenis
batuan, struktur, dan hubungan antara satuan
batuan
peta ortofoto Peta situasi yang dibuat dari hasil perbesaran foto
udara, dilengkapi dengan garis kontur dan titik
ketinggian (semi control)
peta topografi Peta yang menggambarkan kondisi topografi,
letak dan ketinggian medan
petak tersier ideal Petak tenier lengkap dengan jaringan irigasi,
pembuang dan jalan, serta mempunyai ukuran
optimal
petak tersier optimal Petak tersier yang biaya konstruksi dan E & P
jaringannya minimal
piesometer Alat untuk mengukur tekanan air
pintu penguras Pintu yang berfungsi sebagai penguras sedimen,
terutama dari depan pintu pengambilan
pintu radial Pintu berbentuk busur lingkaran
pola tanaman urutan dan jenis tanaman pada suatu daerah
pompa naik hidrolis Pompa Hydraulic Ram atau pompa hidran, tenaga
penggeraknya berasal dari impuls aliran
ppm Part per million
prasarana (infrastruktur) Fasilitas untuk pelayanan masyarakat seperti :
jaringan jalan, irigasi, bangunan umum
prasaturasi Penjenuhan tanah pada awal musim hujan
program ekstensifikasi Usaha peningkatan produksi dengan
penganekaragaman usaha tani, misal: Jenis
tanaman, ternak, perikanan dll.
program intensifikasi Usaha peningkatan produksi pertanian dengan
penyempurnakan sarana irigasi dan penggunaan
teknologi pertanian maju
prototip Contoh dengan ukuran sesuai dengan obyek
Daftar Peristilahan Irigasi 227

sebenarnya
relief mikro Bentuk cekungan-cekungan atau tonjolan-tonjolan
kecil permukaan tanah
resistensi Tahanan/hambatan aliran karena kekasaran
saluran
ripples Suatu bentuk dasar sungai karena tipe
pengangkutan sedimen dasar
risiko proyek Kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak
diinginkan, misal kegagalan pada proyek pada
periode waktu tertentu (misal: selama
pelaksanaan, umur efektif proyek dst)
rotasi permanen Sistem pembagian air secara berselang-seling ke
petak-petak kuarter tertentu ruang bebas jembatan
jarak antara bagian terbawah konstruksi dengal
muka air rencana
S.O.R. Secondary Off-take Water Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap sekunder
saluran cacing Cabang saluran kuarter, mengalirkan air dari
saluran kuarter ke petak sawah
saluran gali dan timbun Saluran tertutup yang dibuat dengan cara
penggalian dan kemudian ditutup kembali
(saluran conduit)
saluran irigasi Saluran pembawa air untuk menambah air ke
saluran lain/daerah lain
saluran pembuang Misal anak atau cabang sungai
alamiah
saluran pintasan Saturan melintasi lembah atau memotong bukit
pada saluran garis tinggi (biasanya saluran besar),
karena akan terlalu mahal jika harus terus
mengikuti garis tinggi
sedimen abrasif Sedimen yang terdiri dari pasir keras dan tajam,
bersama dengan aliran dapat menimbulkan erosi
pada permukaan konstruksi
sedimen dasar Sedimen pada dasar sungai/saluran
sedimen layang Sedimen didalam air yang melayang karena
gerakan air
simulasi Peniruan, suatu metode perhitungan
hidrologi/hidrolis untuk mempelajari karakteristik
aliran sungai/perilaku konstruksi
228 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

sipon pelimpah Sipon peluap


sistem grid Suatu metode pengukuran pemetaan situasi
sistem golongan teknis Sistem golongan yang direncanakan secara teknis
pada petak sekunder atau primer, sehubungan
dengan penggeseran masa penanaman disini
dilakukan pemberian air secara kontinyu
sistim rotasi Sistem pemberian air secara giliran pada beberapa
petak kuarter atau tersier yang digabungkan.
Disini pemberian air dilakukan tidak kontinyu
sponeng Alur (coak) untuk naik turunnya pintu
studi simulasi Suatu cara mengevaluasi perilaku suatu
konstruksi/proyek (misalnya waduk, bendung,
jaringan irigasi dsb), dengan masukkan parameter
historis (data curah hujan, debit) pada jangka
waktu tertentu
sudetan atau kopur Alur baru yang dibuat di luar alur sungai lama,
untuk keperluan-keperluan pengelakan aliran,
penurunan muka air banjir dan pembangunan
bendung
sudut gradien energi Sudut kemiringan garis energi terhadap garis
horisontal
sudut lentur (pada got Sudut kemiringan muka air pada got miring yang
miring) harus memenuhi persyaratan tertentu, untuk
mencegah terjadinya gelombang
sudut mati Bagiandi mana sedimen tidakdapat dikuras/dibilas
dengan kecepatan aliran (dead comer)
sumber bahan timbunan Tempat pengambilan bahan timbunan tanah dan
pasir
surface roller Gerakan aliran yang menggelinding pada
permukaan konstruksi
T.O.R. Tertiary Off-take Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap tersier
talang sipon Sipon melintasi alur sungai dimana dasar sipon
terletak diatas muka air banjir
tampakan (feature) Gambaran bentuk yang dinyatakan dengan
simbol-simbol tertentu disertai keterangan
seperlunya
tanah bengkok Lahan pertanian yang hak penggunaannya
diserahkan kepada pejabat desa karena
jabatannya, beberapa daerah mempunyai istilah
Daftar Peristilahan Irigasi 229

setempat untuk tanah bengkok ini


tanaman acuan Tanaman yang diteliti untuk mengetahui besarnya
evapotranspirasi potensial
tanaman ladang Tanaman yang semasa tumbuhnya tidak perlu
digenangi air, misal padi, gadum, palawija, karet,
tebu, kopi dsb (upland crop)
tanggul banjir Konstruksi untuk mencegah terjadinya banjir di
belakang tanggul tersebut
tanggul banjir Tanggul untuk pengaman terhadap banjir di
daerah sebelah belakang tanggul tersebut
tanggul penutup Tanggul yang berfungsi untuk menutup dan atau
mengelakkan aliran
tegangan efektif Tegangan yang bekerja pada butiran tanah
tegangan air pori
tegangan geser kritis Tegangan geser dimana tidak terjadi penggerusan
penampang aliran
tekanan pasif Tekanan melawan tekanan aktif
tekanan piesometrik Tekanan air yang terukur dengan alat piesometer
tekanan sub atmosfer Tekanan lebih kecil dari 1 atm
tekanan tanah aktif Tekanan tanah yang mendorong dinding ke arah
menjauhi tanah
tembok sayap Dinding batas antara bangunan dan pekerjaan
tanah sekitarnya berfungsi juga sebagai pengarah
aliran
tes batas cair Suatu pengujian laboratorium untuk mengetahui
kandungan air dalam contoh tanah pada batas
perilaku tanah seperti zat cair
tikungan stabil Tikungan aliran dimana tidak terjadi erosi oleh
arus
tinggi energi Tinggi air + tinggi tekanan dan tinggi kecepatan
tinggi jagaan minimum Tinggi jagaan yang ditetapkan minimum
berdasarkan besaran debit saluran
tinggi muka air yang Tinggi muka air rencana untuk dapat mengairi
diperlukan daerah irigasi sebelah hilirnya
tinggi tekanan Tekanan dibagi berat jenis
tingkat pertumbuhan Saat khusus pertumbuhan tanaman
tipe tulang ikan Tipe jaringan irigasi saluran dan pembuang
berbentuk tulang ikan dikembangkan di daerah
pedataran terutama di daerah rawa
230 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

transmisivity Perkalian antara koefisien permeabilitas dan tebal


akuifer
transplantasi Penanaman pemindahan bibit dari persemaian ke
sawah
transposisi data Pemakaian data dari satu daerah aliran sungai di
daerah aliran sungai lainnya yang ditinjau yang
diperkirakan sama kondisinya
trase Letak dan arah saluran atau jalan
turbulensi Pergolakan air untuk mereduksi energi (pada
kolam olak)
U.S.B.R United States Bureau of Reclamation
U.S.C.E United States Army Corps of Engineers
U.S.C.S Unified Soil Classification System
U.S.D.A United States Department of Agriculture
U.S.S.C.S United States Soil Conservation Service
ulu-ulu Petugas pengairan desa yang bertanggung jawab
atas pembagian air pada satu satu petak tersier
unit kontrol irigasi satuan pengelolaan irigasi
misal: petak tersier, sekunder, dst.
variasi muka air 0,18 h100 penambahan tinggi muka air pada
saluran yang diperlukan untuk mengairi seluruh
petak tersier, jika debit yang ada hanya 70% dan
Q100
vegetasi Tumbuh-tumbuhan/tanaman penutup
waktu konsentrasi Waktu yang diperlukan oleh satu titik hujan dari
tempat terjauh dalam suatu daerah aliran sungai
mengalir ke tempat yang ditetapkan, misal lokasi
bendung
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
BAGUNAN UTAMA
(HEAD WORKS)
KP-02

2013
ii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.
Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi di masa mendatang. Pengalaman–pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.
Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan
telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).
iv Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.
Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi
mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.
Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan
oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.
Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang irigasi.
Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi 9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan, Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) Standar Bangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.

Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya. Persyaratan Teknis
terdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Tim Perumus vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Umum............................................................................................................1
1.2 Definisi ..........................................................................................................1
1.3 Kesahihan/Validitas ......................................................................................1
1.4 Jenis-Jenis Bangunan Utama .........................................................................2
1.4.1 Bendung Tetap ........................................................................................2
1.4.2 Bendung Gerak Vertikal .........................................................................3
1.4.3 Bendung Karet (Bendung Gerak Horisontal) .........................................4
1.4.4 Bendung Saringan Bawah.......................................................................4
1.4.5 Pompa .....................................................................................................5
1.4.6 Pengambilan Bebas.................................................................................5
1.4.7 Bendung Tipe Gergaji.............................................................................6
1.5 Bagian-Bagian Bangunan Utama ..................................................................6
1.5.1 Bangunan Bendung.................................................................................8
1.5.2 Pengambilan ...........................................................................................9
1.5.3 Pembilas..................................................................................................9
1.5.4 Kantong Lumpur...................................................................................13
1.5.5 Bangunan Perkuatan Sungai .................................................................13
1.5.6 Bangunan Pelengkap ............................................................................13
BAB II DATA ............................................................................................................15
2.1 Pendahuluan ................................................................................................15
2.2 Data Kebutuhan Air Multisektor .................................................................16
2.3 Data Topografi ............................................................................................17
2.4 Data Hidrologi .............................................................................................18
2.4.1 Debit Banjir ..........................................................................................18
2.4.2 Debit Andalan .......................................................................................19
2.4.3 Neraca Air.............................................................................................20
2.5 Data Morfologi ............................................................................................20
2.5.1 Morfologi ..............................................................................................20
2.5.2 Geometrik Sungai .................................................................................21
xii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

2.6 Data Geologi Teknik ...................................................................................21


2.6.1 Geologi .................................................................................................21
2.6.2 Data Mekanika Tanah ...........................................................................22
BAB III BANGUNAN BENDUNG ..........................................................................23
3.1 Umum..........................................................................................................23
3.2 Syarat-syarat Penentuan Lokasi Bendung ...................................................23
3.2.1 Kemiringan Dasar Sungai dan Bahan Dasar.........................................31
3.2.2 Morfologi Sungai ..................................................................................35
3.3 Muka Air .....................................................................................................37
3.4 Topografi .....................................................................................................38
3.5 Kondisi Geologi Teknik ..............................................................................38
3.6 Metode Pelaksanaan ....................................................................................39
3.7 Aksesibilitas dan Tingkat Pelayanan...........................................................40
3.8 Tipe Bangunan ............................................................................................40
3.8.1 Umum ...................................................................................................40
3.8.2 Bangunan Pengatur Muka Air ..............................................................42
3.8.3 Bangunan-Bangunan Muka Air Bebas .................................................44
BAB IV PERENCANAAN HIDROLIS ...................................................................47
4.1 Umum..........................................................................................................47
4.2 Bendung Pelimpah ......................................................................................47
4.2.1 Lebar Bendung .....................................................................................47
4.2.2 Perencanaan Mercu...............................................................................50
4.2.3 Pelimpah Gigi Gergaji ..........................................................................60
4.2.4 Tata Letak dan Bentuk Gigi Gergaji .....................................................61
4.2.5 Pangkal Bendung ..................................................................................63
4.2.6 Peredam Energi.....................................................................................64
4.2.7 Kolam Loncat Air .................................................................................66
4.2.8 Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam ..................................................71
4.2.9 Kolam Vlugter ......................................................................................75
4.2.10 Modifikasi Peredam Energi ..................................................................76
4.3 Bendung Gerak............................................................................................85
4.3.1 Pengaturan Muka Air............................................................................85
4.3.2 Tata Letak .............................................................................................86
4.3.3 Pintu ......................................................................................................87
4.3.4 Bangunan Pelengkap Bendung Gerak ..................................................89
4.4 Bendung Karet ............................................................................................90
4.4.1 Lebar Bendung .....................................................................................90
4.4.2 Perencanaan Mercu (Tabung Karet) .....................................................91
4.4.3 Pembendungan......................................................................................93
4.4.4 Penampungan dan Pelepasan ................................................................94
4.4.5 Peredaman Energi .................................................................................94
Daftar Isi xiii

4.4.6 Panjang Lantai Hilir Bendung ..............................................................94


4.5 Pompa ..........................................................................................................96
4.5.1 Tata Letak .............................................................................................96
4.5.2 Bangunan Pelengkap Pompa ................................................................96
4.5.3 Tenaga Pompa ......................................................................................97
4.6 Bendung Saringan Bawah .........................................................................101
4.6.1 Tata Letak ...........................................................................................101
4.6.2 Bangunan Pelengkap Bendung Saringan Bawah ................................105
4.7 Pengambilan Bebas ...................................................................................106
BAB V BANGUNAN PENGAMBILAN DAN PEMBILAS ................................109
5.1 Tata Letak..................................................................................................109
5.2 Bangunan Pengambilan .............................................................................109
5.3 Pembilas ....................................................................................................113
5.4 Pembilas Bawah ........................................................................................116
5.5 Pintu ..........................................................................................................120
5.5.1 Umum .................................................................................................120
5.5.2 Pintu Pengambilan ..............................................................................122
5.5.3 Pintu Bilas...........................................................................................124
BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN..............................................................127
6.1 Umum........................................................................................................127
6.2 Penggunaan Bahan Khusus .......................................................................127
6.2.1 Lindungan Permukaan ........................................................................127
6.2.2 Lindungan dari Pasangan Batu Kosong ..............................................128
6.2.3 Filter ...................................................................................................129
6.2.4 Bronjong .............................................................................................131
6.3 Bahan Pondasi ...........................................................................................132
6.4 Analisis Stabilitas ......................................................................................134
6.4.1 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Bangunan ..........................................134
6.4.2 Tekanan Air ........................................................................................134
6.4.3 Tekanan Lumpur.................................................................................139
6.4.4 Gaya Gempa .......................................................................................139
6.4.5 Berat Bangunan ..................................................................................140
6.4.6 Reaksi Pondasi ....................................................................................140
6.4.7 Analisa Stabilitas Bendung Karet .......................................................142
6.5 Kebutuhan Stabilitas .................................................................................143
6.5.1 Ketahanan Terhadap Gelincir .............................................................143
6.5.2 Guling .................................................................................................145
6.5.3 Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping)...............................146
6.5.4 Perencanaan Kekuatan Tubuh Bendung dari Tabung Karet ...............149
6.6 Detail Bangunan ........................................................................................152
6.6.1 Dinding Penahan.................................................................................152
xiv Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

6.6.2 Perlindungan Terhadap Erosi Bawah Tanah ......................................155


6.6.3 Peredam Energi ...................................................................................158
BAB VII PERENCANAAN KANTONG LUMPUR ............................................159
7.1 Pendahuluan ..............................................................................................159
7.2 Sedimen .....................................................................................................159
7.3 Kondisi-Kondisi Batas ..............................................................................160
7.3.1 Bangunan Pengambilan ......................................................................160
7.3.2 Jaringan Saluran .................................................................................161
7.3.3 Topografi ............................................................................................162
7.4 Dimensi Kantong Lumpur .........................................................................162
7.4.1 Panjang dan Lebar Kantong Lumpur ..................................................163
7.4.2 Volume Tampungan ...........................................................................165
7.5 Pembersihan ..............................................................................................168
7.5.1 Pembersihan Secara Hidrolis ..............................................................168
7.5.2 Pembersihan Secara Manual/Mekanis ................................................171
7.6 Pencekan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur ................................172
7.6.1 Efisiensi Pengendapan ........................................................................172
7.6.2 Efisiensi Pembilasan ...........................................................................175
7.7 Tata Letak Kantong Lumpur, Pembilas dan Pengambilan di Saluran Primer
...................................................................................................................175
7.7.1 Tata Letak ...........................................................................................175
7.7.2 Pembilas..............................................................................................177
7.7.3 Pengambilan saluran primer ...............................................................179
7.7.4 Saluran Pembilas ................................................................................180
7.8 Perencanaan Bangunan .............................................................................180
BAB VIII PENGATURAN SUNGAI DAN BANGUNAN PELENGKAP .........181
8.1 Lindungan Terhadap Gerusan ...................................................................181
8.1.1 Lindungan Dasar Sungai.....................................................................181
8.1.2 Lindungan Tanggul Sungai.................................................................182
8.2 Tanggul .....................................................................................................186
8.2.1 Panjang dan Elevasi ............................................................................186
8.2.2 Arah Poros ..........................................................................................187
8.2.3 Tinggi Jagaan ......................................................................................187
8.2.4 Potongan Melintang ............................................................................187
8.2.5 Pembuang ...........................................................................................188
8.3 Sodetan Sungai ..........................................................................................189
BAB IX PENYELIDIKAN MODEL HIDROLIS ................................................193
9.1 Umum........................................................................................................193
9.2 Penyelidikan Model untuk Bangunan Bendung ........................................194
9.2.1 Lokasi dan Tata Letak ........................................................................194
Daftar Isi xv

9.2.2 Pekerjaan Pengaturan Sungai .............................................................195


9.2.3 Bentuk Mercu Bendung Pelimpah ......................................................196
9.2.4 Pintu Bendung Gerak dan Bentuk Ambang ........................................197
9.2.5 Kolam Olak.........................................................................................198
9.2.6 Eksploitasi Pintu Bendung Gerak .......................................................199
9.2.7 Pengambilan dan Pembilas .................................................................199
9.2.8 Saluran Pengarah dan Kantong Lumpur .............................................199
9.3 Kriteria untuk Penyelidikan dengan Model...............................................200
BAB X METODE PELAKSANAAN .....................................................................203
10.1 Umum........................................................................................................203
10.2 Pelaksanaan di Sungai ...............................................................................203
10.3 Pelaksanaan di Tempat Kering..................................................................205
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................207
LAMPIRAN I...........................................................................................................209
LAMPIRAN II .........................................................................................................211
LAMPIRAN III .......................................................................................................213
xvi Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Tabel xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 4-1. Harga-Harga Koefisien Ka dan Kp .............................................................49


Tabel 4-2. Harga-Harga K dan n.................................................................................55
Tabel 4-3. Berkurangnya Efisiensi Mesin ...................................................................98
Tabel 4-4. Kebutuhan Bahan Bakar Maksimum untuk Stasiun Pompa yang Baik ...100
Tabel 4-5. Harga-Harga c yang Bergantung Kepada Kemiringan
Saringan (Frank) .....................................................................................104
Tabel 6-1. Harga-Harga Perkiraan Daya Dukung yang Diizinkan
(Disadur dari British Standard Code of Practice CP 2004) ....................133
Tabel 6-2. Sudut Gesekan dalam φ dan Kohesi c ......................................................133
Tabel 6-3. Harga-Harga ξ ..........................................................................................135
Tabel 6-4. Harga-Harga Perkiraan untuk Koefisien Gesekan ...................................144
Tabel 6-5. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL) ..............................148
Tabel 8-1. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Tanggul Tanah Homogen
(Menurut USBR,1978). ...........................................................................188
xviii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Gambar xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Bangunan Utama ....................................................................................7


Gambar 1-2. Denah dan Potongan Melintang Bendung Gerak dan Potongan
Melintang Bendung Saringan Bawah ..................................................11
Gambar 1-3. Pengambilan dan Pembilas ...................................................................12
Gambar 3-1. Ruas-Ruas Sungai.................................................................................32
Gambar 3-2. Akibat Banjir Lahar ..............................................................................32
Gambar 3-3. Agradasi dan Degradasi........................................................................33
Gambar 3-4. Pengaruh Rintangan (Cek) Alamiah.....................................................34
Gambar 3-5. Terbentuknya Delta ..............................................................................35
Gambar 3-6. Morfologi Sungai .................................................................................36
Gambar 3-7. Sungai Bermeander dan Terowongan ..................................................36
Gambar 3-8. Metode Pelaksanaan Alternatif.............................................................40
Gambar 4-1. Lebar Efektif Mercu .............................................................................49
Gambar 4-2. Bentuk-Bentuk Mercu ..........................................................................50
Gambar 4-3. Bendung dengan Mercu Bulat ..............................................................51
Gambar 4-4. Tekanan pada Mercu Bendung Bulat sebagai Fungsi
Perbandingan H1/r ................................................................................52
Gambar 4-5. Harga-Harga Koefisien C0 untuk Bendung Ambang Bulat Sebagai
Fungsi Perbandingan H1/r.....................................................................53
Gambar 4-6. Koefisien C1 sebagai Fungsi Perbandingan P/H1..................................53
Gambar 4-7. Harga-Harga Koefisien C2 untuk Bendung Mercu Tipe Ogee
dengan Muka Hulu Melengkung (Menurut USBR, 1960) ...................54
Gambar 4-8. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi H2/H1 ............54
Gambar 4-9. Bentuk-Bentuk Bendung Mercu Ogee
(U.S.Army Corps of Engineers, Waterways Experimental Stasion) .....56
Gambar 4-10. Faktor Koreksi untuk Selain Tinggi Energi Rencana pada Bendung
Mercu Ogee (Menurut Ven Te Chow, 1959, Berdasarkan
Data USBR dan WES) .........................................................................56
Gambar 4-11. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi p2/H1 dan
H2/H1. (Disadur dari US Army Corps of Engineers Waterways
Experimental Station) ...........................................................................58
xx Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-12. Harga-Harga Cv Sebagai Fungsi Perbandingan Luas  1 Cd A*/A1


untuk Bagian Pengontrol Segi Empat (dari Bos, 1977) ........................59
Gambar 4-13. Potongan Hulu dan Tampak Depan Pengontrol ...................................60
Gambar 4-14. Denah Pelimpah Bentuk Gergaji ..........................................................62
Gambar 4-15. Pangkal Bendung..................................................................................63
Gambar 4-16. Peredam Energi ....................................................................................64
Gambar 4-17. Metode Perencanaan Kolam Loncat Air ..............................................65
Gambar 4-18. Parameter-Parameter Loncat Air ..........................................................67
Gambar 4-19. Hubungan Percobaan Antara Fru, y2/yu untuk Ambang Ujung
Pendek (Menurut Forster dan Skrinde, 1950) ......................................68
Gambar 4-20. Karakteristik Kolam Olak untuk Dipakai dengan Bilangan Froude
di atas 4,5 Kolam USBR Tipe III (Bradley dan Peterka, 1957) ...........69
Gambar 4-21. Blok-Blok Halang dan Blok-Blok Muka ..............................................70
Gambar 4-22. Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam ..................................................71
Gambar 4-23. Jari-Jari Minimum Bak .........................................................................73
Gambar 4-24. Batas Minimum Tinggi Air Hilir..........................................................74
Gambar 4-25. Batas Maksimum Tinggi Air Hilir .......................................................75
Gambar 4-26. Kolam Olak Menurut Vlugter...............................................................75
Gambar 4-27. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi
Tipe MDO ............................................................................................82
Gambar 4-28. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi
Tipe MDS .............................................................................................82
Gambar 4-29. Grafik MDO – 1 Pengaliran Melalui Mercu Bendung .........................83
Gambar 4-30. Grafik MDO – 1a Penentuan Bahaya Kavitasi di Hilir Mercu
Bendung ...............................................................................................83
Gambar 4-31. Grafik MDO – 2 Penentuan Kedalaman Lantai Peredam Energi .........84
Gambar 4-32. Grafik MDO – 3 Penentuan Panjang Lantai Peredam Energi ..............84
Gambar 4-33. Macam-Macam Tipe Pintu Bendung Gerak Vertikal ...........................89
Gambar 4-34. Tata Letak dan Komponen Bendung Karet ..........................................91
Gambar 4-35. Potongan Melintang Bendung Karet ....................................................91
Gambar 4-36. Penampang Lintang pada Pusat V-notch ..............................................93
Gambar 4-37. Tampak Depan Tabung Karet yang Alami V-notch .............................93
Daftar Gambar xxi

Gambar 4-38. Loncat Air di Hilir Bendung Karet.......................................................95


Gambar 4-39. Sketsa Panjang Lantai Hilir untuk yi Besar..........................................95
Gambar 4-40. Koefisien Debit  untuk Permukaan Pintu Datar atau Lengkung ........98
Gambar 4-41. Variasi dalam Perencanaan Roda Sudut (Impeller),
Kecepatan Spesifik dan Karakteristik Tinggi Energi-Debit Pompa .....99
Gambar 4-42. Tipe-Tipe Stasiun Pompa Tinggi Energi Rendah ...............................101
Gambar 4-43. Tipe-Tipe Tata Letak Bendung Saringan Bawah ...............................102
Gambar 4-44. Hidrolika Saringan Bawah .................................................................103
Gambar 4-45. Aliran Bertekanan...............................................................................105
Gambar 4-46. Penyelidikan Model Habermaas, yang Memperlihatkan
Banyaknya Sedimen yang Masuk Kedalam Pengambilan .................107
Gambar 4-47. Pintu Aliran Bawah ............................................................................107
Gambar 4-48. Koefisien K untuk Debit Tenggelam (dari Schmidt) ..........................107
Gambar 5-1. Tipe Pintu Pengambilan .....................................................................111
Gambar 5-2. Geometri Bangunan Pengambilan ......................................................112
Gambar 5-3. Bentuk-Bentuk Jeruji Kisi-Kisi Penyaring dan Harga-Harga  .........113
Gambar 5-4. Geometri Pembilas .............................................................................114
Gambar 5-5. Pembilas Samping ..............................................................................115
Gambar 5-6. Metode Menemukan Tinggi Dinding Pemisah...................................116
Gambar 5-7. Pembilas Bawah .................................................................................118
Gambar 5-8. Pusaran (Vortex) dan Kantong Udara Dibawah Penutup Atas
Saluran Pembilas Bawah ....................................................................120
Gambar 5-9. Gaya-Gaya yang Bekerja pada Pintu..................................................121
Gambar 5-10. Sekat Air dari Karet untuk Bagian Samping (A), Dasar (B) dan
Atas (C) pada Pintu Baja ....................................................................122
Gambar 5-11. Tipe-Tipe Pintu Pengambilan: Pintu Sorong Kayu dan Baja .............123
Gambar 5-12. Pintu Pengambilan Tipe Radial ..........................................................123
Gambar 5-13. Tipe-Tipe Pintu Bilas .........................................................................125
Gambar 5-14. Aerasi Pintu Sorong yang Terendam..................................................125
Gambar 6-1. Grafik untuk Perencanaan Ukuran Pasangan Batu Kosong ...............129
Gambar 6-2. Contoh Filter antara Pasangan Batu Kosong dan Bahan Asli
(Tanah Dasar) .....................................................................................130
xxii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 6-3. Detail Bronjong ..................................................................................132


Gambar 6-4. Gaya Angkat untuk Bangunan yang Dibangun pada
Pondasi Buatan ...................................................................................135
Gambar 6-5. Konstruksi Jaringan Aliran Menggunakan Analog Listrik.................136
Gambar 6-6. Contoh Jaringan Aliran Dibawah Dam Pasangan Batu pada Pasir ....137
Gambar 6-7. Gaya Angkat pada Pondasi Bendung .................................................138
Gambar 6-8. Unsur-Unsur Persamaan Distribusi Tekanan pada Pondasi ...............141
Gambar 6-9. Tebal Lantai Kolam Olak ...................................................................146
Gambar 6-10. Metode Angka Rembesan Lane .........................................................147
Gambar 6-11. Ujung Hilir Bangunan; Sketsa Parameter-Parameter Stabilitas .........149
Gambar 6-12. Sketsa Gaya Tarik pada Tabung Karet ...............................................150
Gambar 6-13. Dinding Penahan Gravitasi dari Pasangan Batu .................................153
Gambar 6-14. Perlindungan Terhadap Rembesan Melibat Pangkal Bendung ..........154
Gambar 6-15. Lantai Hulu .........................................................................................156
Gambar 6-16. Dinding-Dinding Halang Dibawah Lantai Hulu atau
Tubuh Bendung ..................................................................................157
Gambar 6-17. Alur Pembuang/Filter Dibawah Kolam Olak.....................................158
Gambar 7-1. Konsentrasi Sedimen Kearah Vertikal ...............................................161
Gambar 7-2. Tipe Tata Letak Kantong Lumpur ......................................................162
Gambar 7-3. Skema Kantong Lumpur ....................................................................163
Gambar 7-4. Hubungan Antara Diameter Saringan dan Kecepatan Endap
untuk Air Tenang................................................................................166
Gambar 7-5. Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur
yang Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan .........................167
Gambar 7-6. Tegangan Geser Kritis dan Kecepatan Geser Kritis sebagai Fungsi
Besarnya Butir untuk s = 2.650 kg/m3 (Pasir) ...................................170
Gambar 7-7. Gaya Tarik (Traksi) pada Bahan Kohesif ...........................................171
Gambar 7-8. Grafik Pembuangan Sedimen Camp untuk Aliran Turbelensi
(Camp, 1945) ......................................................................................174
Gambar 7-9. Tata Letak Kantong Lumpur yang Dianjurkan ...................................176
Gambar 7-10. Tata Letak Kantong Lumpur dengan Saluran Primer Berada
pada Trase yang Sama dengan Kantong.............................................177
Gambar 7-11. Pengelak Sedimen ..............................................................................178
Daftar Gambar xxiii

Gambar 7-12. Saluran Pengarah ................................................................................179


Gambar 8-1. Pengarah Aliran ..................................................................................183
Gambar 8-2. Contoh Krib ........................................................................................184
Gambar 8-3. Krib dari Bronjong dan Kayu .............................................................185
Gambar 8-4. Kurve Pengempangan.........................................................................187
Gambar 8-5. Potongan Melintang Tanggul .............................................................188
Gambar 8-6. Cara Memecahkan Masalah Pembuangan Air ...................................189
Gambar 8-7. Kapur atau Sodetan ............................................................................190
Gambar 8-8. Tipe Tanggul Penutup ........................................................................191
Gambar 10-1. Grafik untuk Menentukan Perhitungan Resiko yang Diterima ..........204
1-xxiv Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Umum

Kriteria Perencanaan Bangunan Utama (Head Works) ini merupakan bagian dari
Standar Kriteria Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

1.2 Definisi

Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai “semua bangunan yang direncanakan di


sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya
dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan sedimen yang
berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan mengatur air yang masuk”.

1.3 Kesahihan/Validitas

Kriteria, praktek-praktek yang dianjurkan, pedoman serta metode-metode


perencanaan yang dibicarakan dalam Bagian Perencanaan Bangunan Utama ini sahih
untuk semua bangunan yang beda tinggi energinya (muka air hulu terhadap air hilir)
tidak lebih dari 6 m. Untuk bangunan-bangunan ini di andaikan bahwa luas pembuang
sungai kurang dari 500 km2 dan bahwa debit maksimum pengambilan adalah 25
m3/dt. Batasan ini dipilih karena mencakup bangunan utama yang dapat direncana
berdasarkan kriteria yang diberikan di sini.
Untuk bangunan-bangunan di luar ruang lingkup ini, diperlukan nasihat-nasihat ahli.
Juga untuk bangunan-bangunan yang di cakup dalam Standar ini, jika diperkirakan
akan timbul masalah-masalah khusus, maka diperlukan konsultasi dengan ahli-ahli
yang bersangkutan.
Lembaga-lembaga yang dapat menyediakan jasa keahlian adalah:
2 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

- Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air di Bandung, yang


memberikan jasa-jasa keahlian di bidang hidrologi, geologi, mekanika tanah serta
teknik hidrolika.
- Lembaga ini memiliki laboratorium hidrolika dengan staf yang sangat
berpengalaman.
- Direktorat Pembina Bidang Irigasi.

1.4 Jenis-Jenis Bangunan Utama

Pengaliran air dari sumber air berupa sungai atau danau ke jaringan irigasi untuk
keperluan irigasi pertanian, pasokan air baku dan keperluan lainnya yang memerlukan
suatu bangunan disebut dengan bangunan utama.
Untuk kepentingan keseimbangan lingkungan dan kebutuhan daerah di hilir bangunan
utama, maka aliran air sungai tidak diperbolehkan disadap seluruhnya. Namun harus
tetap dialirkan sejumlah 5% dari debit yang ada.
Salah satu bangunan utama yang mempunyai fungsi membelokkan air dan
menampung air disebut bendungan, yang kriteria perencanaannya tidak tercakup
dalam kriteria ini.
Kriteria perencanaan bendungan dan bangunan pelengkap lainnya akan dipersiapkan
secara terpisah oleh institusi yang berwenang.
Ada 6 (enam) bangunan utama yang sudah pernah atau sering dibangun di Indonesia,
antara lain:

1.4.1 Bendung Tetap

Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan,
dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air
sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan
airnya dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak
dengan maksud untuk meredam energi.
Pendahuluan 3

Ada 2 (dua) tipe atau jenis bendung tetap dilihat dari bentuk struktur ambang
pelimpahannya, yaitu:
Ambang tetap yang lurus dari tepi kiri ke tepi kanan sungai artinya as ambang
tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi sungai.
Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Tipe seperti ini diperlukan
bila panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk sungai dengan lebar yang
kecil tetapi debit airnya besar. Maka dengan menggunakan tipe ini akan didapat
panjang ambang yang lebih besar, dengan demikian akan didapatkan kapasitas
pelimpahan debit yang besar. Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter
hidrolisnya, disarankan bendung tipe gergaji ini dipakai pada saluran. Dalam hal
diterapkan di sungai harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Debit relatif stabil
2. Tidak membawa material terapung berupa batang-batang pohon
3. Efektivitas panjang bendung gergaji terbatas pada kedalaman air pelimpasan
tertentu.

1.4.2 Bendung Gerak Vertikal

Bendung ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang rendah dilengkapi
dengan pintu-pintu yang dapat digerakkan vertikal maupun radial. Tipe ini
mempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur tinggi muka air di hulu bendung kaitannya
dengan muka air banjir dan meninggikan muka air sungai kaitannya dengan
penyadapan air untuk berbagai keperluan. Operasional di lapangan dilakukan dengan
membuka pintu seluruhnya pada saat banjir besar atau membuka pintu sebagian pada
saat banjir sedang dan kecil. Pintu ditutup sepenuhnya pada saat saat kondisi normal,
yaitu untuk kepentingan penyadapan air. Tipe bendung gerak ini hanya dibedakan
dari bentuk pintu-pintunya antara lain:
Pintu geser atau sorong, banyak digunakan untuk lebar dan tinggi bukaan yang kecil
dan sedang. Diupayakan pintu tidak terlalu berat karena akan memerlukan peralatan
angkat yang lebih besar dan mahal. Sebaiknya pintu cukup ringan tetapi memiliki
4 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

kekakuan yang tinggi sehingga bila diangkat tidak mudah bergetar karena gaya
dinamis aliran air.
Pintu radial, memiliki daun pintu berbentuk lengkung (busur) dengan lengan pintu
yang sendinya tertanam pada tembok sayap atau pilar. Konstruksi seperti ini
dimaksudkan agar daun pintu lebih ringan untuk diangkat dengan menggunakan kabel
atau rantai. Alat penggerak pintu dapat pula dilakukan secara hidrolik dengan
peralatan pendorong dan penarik mekanik yang tertanam pada tembok sayap atau
pilar.

1.4.3 Bendung Karet (Bendung Gerak Horisontal)

Bendung karet memiliki 2 (dua) bagian pokok, yaitu :


1) Tubuh bendung yang terbuat dari karet
2) Pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet, serta
dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan (mesin) untuk
mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung karet.
Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara mengembungkan tubuh
bendung dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskannya. Tubuh bendung
yang terbuat dari tabung karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian
udara atau air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol
udara atau air (manometer).

1.4.4 Bendung Saringan Bawah

Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan saluran penangkap
dan saringan.
Bendung ini meloloskan air lewat saringan dengan membuat bak penampung air
berupa saluran penangkap melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai
untuk dibawa ke jaringan irigasi.
Operasional di lapangan dilakukan dengan membiarkan sedimen dan batuan meloncat
melewati bendung, sedang air diharapkan masuk ke saluran penangkap.
Pendahuluan 5

Sedimen yang tinggi diendapkan pada saluran penangkap pasir yang secara periodik
dibilas masuk sungai kembali.

1.4.5 Pompa

Ada beberapa jenis pompa didasarkan pada tenaga penggeraknya, antara lain:
a. Pompa air yang digerakkan oleh tenaga manusia (pompa tangan)
b. Pompa air dengan penggerak tenaga air (air terjun dan aliran air)
c. Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak
d. Pompa air dengan penggerak tenaga listrik.
Pompa digunakan bila bangunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat
memecahkan permasalahan pengambilan air dengan gravitasi, atau Jika pengambilan
air relatif sedikit dibandingkan dengan lebar sungai. Dengan instalasi pompa
pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Namun dalam
operasionalnya memerlukan biaya operasi dan pemeliharaannya cukup mahal
terutama dengan makin mahalnya bahan bakar dan tenaga listrik.
Dari cara instalasinya pompa dapat dibedakan atas pompa yang mudah dipindah-
pindahkan karena ringan dan mudah dirakit ulang setelah dilepas komponennya dan
pompa tetap (stationary) yang dibangun/dipasang dalam bangunan rumah pompa
secara permanen.

1.4.6 Pengambilan Bebas

Pengambilan air untuk irigasi ini langsung dilakukan dari sungai dengan meletakkan
bangunan pengambilan yang tepat ditepi sungai, yaitu pada tikungan luar dan tebing
sungai yang kuat atau massive. Bangunan pengambilan ini dilengkapi pintu, ambang
rendah dan saringan yang pada saat banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak
meluap ke saluran induk.
Kemampuan menyadap air sangat dipengaruhi elevasi muka air di sungai yang selalu
bervariasi tergantung debit pengaliran sungai saat itu.
6 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah irigasi dengan luasan yang kecil
sekitar 150 ha dan masih pada tingkat irigasi ½ (setengah) teknis atau irigasi
sederhana.

1.4.7 Bendung Tipe Gergaji

Diperkenankan dibangun dengan syarat harus dibuat di sungai yang alirannya stabil,
tidak ada tinggi limpasan maksimum, tidak ada material hanyutan yang terbawa oleh
aliran.

1.5 Bagian-Bagian Bangunan Utama

Bangunan utama terdiri dari berbagai bagian yang akan dijelaskan secara terinci
dalam subbab berikut ini. Pembagiannya dibuat sebagai berikut:
Pendahuluan 7

tanggul banjir

pengambilan
bukit

bendung

kolam olak

pembilas
sun
kantong lumpur

gai

konstruksi
lindungan
sungai
- bronjong
- krib
r
mpu
ng lu

pembilas
k anto

an
an an saluran
lur r k
s a ime pembilas
pr
sa
p ri
lur r kiri
me
an

jemb
atan

Gambar 1-1. Bangunan Utama


8 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

- Bangunan bendung
- Bangunan pengambilan
- Bangunan pembilas (penguras)
- Kantong lumpur
- Perkuatan sungai
- Bangunan-bangunan pelengkap
Gambar 1-1. menunjukkan tata letak tipe-tipe bangunan utama.

1.5.1 Bangunan Bendung

Bangunan bendung adalah bagian dari bangunan utama yang benar-benar dibangun di
dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai
ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai atau dengan
memperlebar pengambilan di dasar sungai seperti pada tipe bendung saringan bawah
(bottom rack weir).
Bila bangunan tersebut juga akan dipakai untuk mengatur elevasi air di sungai, maka
ada dua tipe yang dapat digunakan, yakni:
(1) bendung pelimpah dan
(2) bendung gerak (barrage)
Gambar 1-2 memberikan beberapa tipe denah dan potongan melintang bendung gerak
dan potongan melintang bendung saringan bawah.
Bendung adalah bangunan pelimpah melintang sungai yang memberikan tinggi muka
air minimum kepada bangunan pengambilan untuk keperluan irigasi. Bendung
merupakan penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan luas
di daerah-daerah hulu bendung tersebut.
Bendung gerak adalah bangunan berpintu yang dibuka selama aliran besar, masalah
yang ditimbulkannya selama banjir kecil saja. Bendung gerak dapat mengatur muka
air di depan pengambilan agar air yang masuk tetap sesuai dengan kebutuhan irigasi.
Bendung gerak mempunyai kesulitan-kesulitan eksploitasi karena pintunya harus
tetap dijaga dan dioperasikan dengan baik dalam keadaan apa pun.
Pendahuluan 9

Bendung saringan bawah adalah tipe bangunan yang dapat menyadap air dari sungai
tanpa terpengaruh oleh tinggi muka air. Tipe ini terdiri dari sebuah parit terbuka yang
terletak tegak lurus terhadap aliran sungai. Jeruji Baja (saringan) berfungsi untuk
mencegah masuknya batu-batu bongkah ke dalam parit. Sebenarnya bongkah dan
batu-batu dihanyutkan ke bagian hilir sungai. Bangunan ini digunakan di bagian/ruas
atas sungai dimana sungai hanya mengangkut bahan-bahan yang berukuran sangat
besar.
Untuk keperluan-keperluan irigasi, bukanlah selalu merupakan keharusan untuk
meninggikan muka air di sungai. Jika muka air sungai cukup tinggi, dapat
dipertimbangkan pembuatan pengambilan bebas bangunan yang dapat mengambil air
dalam jumlah yang cukup banyak selama waktu pemberian air irigasi, tanpa
membutuhkan tinggi muka air tetap di sungai.
Dalam hal ini pompa dapat juga dipakai untuk menaikkan air sampai elevasi yang
diperlukan. Akan tetapi karena biaya pengelolaannya tinggimaka harga air irigasi
mungkin menjadi terlalu tinggi pula.

1.5.2 Pengambilan

Pengambilan (lihat Gambar 1-3) adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi
dibelokkan dari sungai melalui bangunan ini. Pertimbangan utama dalam
merencanakan sebuah bangunan pengambilan adalah debit rencana pengelakan
sedimen.

1.5.3 Pembilas

Pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan pembilas (lihat
Gambar 1-3) guna mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam jaringan
saluran irigasi. Pembilas dapat direncanakan sebagai:
(1) pembilas pada tubuh bendung dekat pengambilan
(2) pembilas bawah (undersluice)
(3) shunt undersluice
10 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(4) pembilas bawah tipe boks.


Tipe (2) sekarang umum dipakai; tipe (1) adalah tipe tradisional; tipe (3) dibuat di
luar lebar bersih bangunan bendung dan tipe (4) menggabung pengambilan dan
pembilas dalam satu bidang atas bawah.
Perencanaan pembilas dengan dinding pemisah dan pembilas bawah telah diuji
dengan berbagai penyelidikan model. Aturan-aturan terpenting yang ditetapkan
melalui penyelidik ini diberikan dalam Bab 5.
Pendahuluan 11

A A
pengambilan
utama pembilas

dinding pemisah

denah bendung
gerak dengan
pintu radial

jembatan

pintu radial
blok
halang

potongan A-A
pelat pancang
pelat pancang

saringan dari baja


potongan
(searah aliran sungai)
penyadap air
tipe tiroller

Gambar 1-2. Denah dan Potongan Melintang Bendung Gerak dan Potongan Melintang
Bendung Saringan Bawah
12 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Saluran primer

pangkal pangkal
bendung bendung

A pintu pengambilan A
pengambilan utama
pembilas

lantai atas pintu bilas


pembilas bawah
DENAH
dinding pemisah C C
pilar

Pembilas bawah

POTONGAN A - A

mercu
bendung

kolam olak
POTONGAN B-B

POTONGAN C-C

Gambar 1-3. Pengambilan dan Pembilas


Pendahuluan 13

1.5.4 Kantong Lumpur

Kantong lumpur mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar dari fraksi
pasir halus tetapi masih termasuk pasir halus dengan diameter butir berukuran 0,088
mm dan biasanya ditempatkan persis disebelah hilir pengambilan. Bahan-bahan yang
lebih halus tidak dapat ditangkap dalam kantong lumpur biasa dan harus diangkut
melalui jaringan saluran ke sawah-sawah. Bahan yang telah mengendap di dalam
kantong kemudian dibersihkan secara berkala. Pembersihan ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan aliran air yang deras untuk menghanyutkan bahan endapan
tersebut kembali ke sungai. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan ini perlu dilakukan
dengan cara lain, yaitu dengan jalan mengeruknya atau dilakukan dengan tangan.

1.5.5 Bangunan Perkuatan Sungai

Pembuatan bangunan perkuatan sungai khusus di sekitar bangunan utama untuk


menjaga agar bangunan tetap berfungsi dengan baik, terdiri dari:
(1) Bangunan perkuatan sungai guna melindungi bangunan terhadap kerusakan
akibat penggerusan dan sedimentasi. Pekerjaan-pekerjaan ini umumnya berupa
krib, matras batu, pasangan batu kosong dan/atau dinding pengarah.
(2) Tanggul banjir untuk melindungi lahan yang berdekatan terhadap genangan
akibat banjir.
(3) Saringan bongkah untuk melindungi pengambilan atau pembilas, agar bongkah
tidak menyumbat bangunan selama terjadi banjir.
(4) Tanggul penutup untuk menutup bagian sungai lama atau, bila bangunan
bendung dibuat di kopur, untuk mengelakkan sungai melalui bangunan tersebut.

1.5.6 Bangunan Pelengkap

Bangunan-bangunan atau perlengkapan yang akan ditambahkan ke bangunan utama


diperlukan keperluan :
(1) Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran.
14 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(2) Rumah untuk operasi pintu.


(3) Peralatan komunikasi, tempat teduh serta perumahan untuk tenaga operasional,
gudang dan ruang kerja untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan.
(4) Jembatan di atas bendung, agar seluruh bagian bangunan utama mudah di
jangkau, atau agar bagian-bagian itu terbuka untuk umum.
(5) Instalasi tenaga air mikro atau mini, tergantung pada hasil evaluasi ekonomi serta
kemungkinan hidrolik. Instalasi ini bisa dibangun di dalam bangunan bendung
atau di ujung kantong lumpur atau di awal saluran.
(6) Bangunan tangga ikan (fish ladder) diperlukan pada lokasi yang senyatanya perlu
dijaga keseimbangan lingkungannya sehingga kehidupan biota tidak terganggu.
Pada lokasi diluar pertimbangan tersebut tidak diperlukan tangga ikan.
Data 15

2. BAB II
DATA

2.1 Pendahuluan

Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan bangunan utama dalam suatu jaringan
irigasi adalah:
(a) Data kebutuhan air multisektor: merupakan data kebutuhan air yang diperlukan
dan meliputi jumlah air yang diperlukan untuk irigasi pertanian, jumlah
kebutuhan air minum, jumlah kebutuhan air baku untuk rumah tangga,
penggelontoran limbah kota dan air untuk stabilitas aliran sungai dan
kehidupan biota alami.
(b) Data topografi: peta yang meliputi seluruh daerah aliran sungai peta situasi
untuk letak bangunan utama; gambar-gambar potongan memanjang dan
melintang sungai di sebelah hulu maupun hilir dari kedudukan bangunan
utama.
(c) Data hidrologi: data aliran sungai yang meliputi data banjir yang andal. Data
ini harus mencakup beberapa periode ulang, daerah hujan, tipe tanah dan
vegetasi yang terdapat di daerah aliran. Elevasi tanah dan luas lahan yang akan
didrain menyusut luas.
(d) Data morfologi: kandungan sedimen, kandungan sedimen dasar (bedload)
maupun layang (suspended load) termasuk distribusi ukuran butir, perubahan-
perubahan yang terjadi pada dasar sungai, secara horisontal maupun vertikal,
unsur kimiawi sedimen.
(e) Data geologi: kondisi umum permukaan tanah daerah yang bersangkutan;
keadaan geologi lapangan, kedalaman lapisan keras, sesar, kelulusan
(permeabilitas) tanah, bahaya gempa bumi, parameter yang harus dipakai.
16 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(f) Data mekanika tanah: bahan pondasi, bahan konstruksi, sumber bahan
timbunan, batu untuk pasangan batu kosong, agregat untuk beton, batu belah
untuk pasangan batu, parameter tanah yang harus digunakan.
(g) Standar untuk perencanaan: peraturan dan standar yang telah ditetapkan secara
nasional, seperti PBI beton, daftar baja, konstruksi kayu Indonesia, dan
sebagainya.
(h) Data lingkungan dan ekologi
(i) Data elevasi bendung sebagai hasil perhitungan muka air saluran dan dari luas
sawah yang diairi.
Dalam Lampiran A disajikan sebuah daftar lembaga-lembaga dan instansi-instansi
pemerintah yang menyediakan informasi dan data mengenai pokok masalah yang
telah disebutkan di atas.

2.2 Data Kebutuhan Air Multisektor

Data-data jumlah kebutuhan air yang diperlukan adalah sebagai berikut:


(i) Jumlah kebutuhan air irigasi pada saat kebutuhan puncak dari irigasi untuk luas
potensial irigasi dengan pembagian golongan atau tanpa golongan.
(ii) Jumlah kebutuhan air minum dengan proyeksi kebutuhan 25 tahun kedepan
dengan mempertimbangkan kemungkinan perluasan kota, pemukiman dan
pertumbuhan penduduk yang didapat dari institusi yang menangani air minum.
(iii) Jumlah kebutuhan air baku untuk industri terutama kawasan-kawasan industri
dengan perkiraan pertumbuhan industri 10%.
(iv) Jumlah kebutuhan air untuk penggelontoran limbah perkotaan pada saluran
pembuang perkotaan.
(v) Jumlah kebutuhan air untuk stabilitas aliran sungai dan kehidupan biota air
(dalam rangka penyiapan OP bendung).
Data 17

2.3 Data Topografi

Data-data topografi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:


(i) Peta Rupa Bumi sebagai peta dasar dengan skala 1:50.000 atau lebih besar
yang menunjukkan hulu sungai sampai muara. Garis-garis ketinggian (kontur)
setiap 25 m sehingga dapat diukur profil memanjang sungai dan luas daerah
aliran sungainya. Dalam hal tidak tersedia peta rupa bumi 1:50.000 maka dapat
dipergunakan peta satelit sebagai informasi awal lokasi bangunan dan
informasi lokasi daerah studi. Namun demikian peta satelit ini tidak bisa
menggantikan peta rupa bumi skala 1:50.000.
(ii) Peta situasi sungai dimana ada rencana bangunan utama akan dibuat. Peta ini
sebaiknya berskala 1:2.000. Peta itu harus meliputi jarak 1 km ke hulu dan 1
km ke hilir dari bangunan utama, dan melebar 250 dari masing-masing tepi
sungai termasuk bantaran sungai. Garis ketinggian setiap 1,0 m, kecuali di
dasar sungai garis ketinggian setiap 0,50 m. Peta itu harus mencakup lokasi
alternatif yang sudah diidentifikasi serta panjang yang diliput harus memadai
agar dapat diperoleh infomasi mengenai bentuk denah sungai dan
memungkinkan dibuatnya sodetan/kopur dan juga untuk merencana tata letak
dan trase tanggul penutup. Peta itu harus mencantumkan batas-batas yang
penting, seperti batas-batas desa, sawah dan seluruh prasarananya. Harus
ditunjukkan pula titik-titik tetap (Benchmark) yang ditempatkan di sekitar
daerah yang bersangkutan, lengkap dengan koordinat dan elevasinya.
(iii) Gambar potongan memanjang sungai dengan potongan melintang setiap 50 m.
Potongan memanjang skala horisontalnya 1:2.000; skala vertikalnya 1:200.
Skala untuk potongan melintang 1:200 horisontal dan 1:200 vertikal. Panjang
potongan melintangnya adalah 50 m tepi sungai. Elevasi akan diukur pada
jarak maksimum 25 m atau untuk beda ketinggian 0,25 m tergantung mana
yang dapat dicapai lebih dahulu. Dalam potongan memanjang sungai, letak
18 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pencatat muka air otomatis (AWLR) dan papan duga harus ditunjukkan dan
titik nolnya harus diukur.
(iv) Pengukuran situasi bendung dengan skala 1:200 atau 1:500 untuk areal seluas
kurang lebih 50 ha (1.000 x 500 m2). Peta tersebut harus memperlihatkan
bagian-bagian lokasi bangunan utama secara lengkap, termasuk lokasi kantong
lumpur dan tanggul penutup dengan garis ketinggian setiap 0,25 m.
Foto udara jika ada akan sangat bermanfaat untuk penyelidikan lapangan. Apabila
foto udara atau citra satelit dari berbagai tahun pengambilan juga tersedia, maka ini
akan lebih menguntungkan untuk penyelidikan perilaku dasar sungai.
Bangunan yang ada di sungai di hulu dan hilir bangunan utama yang direncanakan
harus diukur dan dihubungkan dengan hasil-hasil pengukuran bangunan utama.

2.4 Data Hidrologi

2.4.1 Debit Banjir

Data-data yang diperlukan untuk perencanaan bangunan utama adalah:


(1) Data untuk menghitung berbagai besaran banjir rencana
(2) Data untuk menilai debit rendah andalan, dan
(3) Data untuk membuat neraca air sungai secara keseluruhan
Banjir rencana maksimum untuk bangunan bendung diambil sebagai debit banjir
dengan periode ulang 100 tahun. Banjir dengan periode ulang 1.000 tahun diperlukan
untuk mengetahui tinggi tanggul banjir dan mengontrol keamanan bangunan utama.
Analisa perhitungan bentuk mercu dan permukaan tubuh bendung bagian hilir
didasarkan atas debit yang paling dominan terhadap daya gerus dan daya hisap, yang
ditetapkan debit dengan periode ulang 5 – 25 tahun.
Sedangkan analisa perhitungan kolam olak didasarkan atas debit dominan yang
mengakibatkan efek degradasi dasar sungai di hilir kolam olak. Debit dominan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan formasi material dasar sungai terhadap gerusan,
yang ditetapkan debit dengan periode ulang 25 – 100 tahun.
Data 19

Untuk bangunan yang akan dibuat di hilir waduk, banjir rencana maksimum akan
diambil sebagai debit dengan periode ulang 100 tahun dari daerah antara dam dan
bangunan bendung, ditambah dengan aliran dari outflow waduk setelah dirouting
yang disebabkan oleh banjir dengan periode ulang 100 tahun.
Elevasi tanggul hilir sungai dari bangunan utama didasarkan pada tinggi banjir
dengan periode ulang 5 sampai 24 tahun.
Periode ulang tersebut (5-25 tahun) akan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk
yang terkena akibat banjir yang mungkin terjadi, serta pada nilai ekonomis tanah dan
semua prasarananya. Biasanya di sebelah hulu bangunan utama tidak akan dibuat
tanggul sungai untuk melindungi lahan dari genangan banjir.
Saluran pengelak, jika diperlukan selama pelaksanaan, biasanya direncana
berdasarkan banjir dengan periode ulang 25 tahun, kecuali Jika perhitungan resiko
menghasilkan periode ulang lain yang lebih cocok (lihat Bab 10.2).
Rangkaian data debit banjir untuk berbagai periode ulang harus andal. Hal ini berarti
bahwa harga-harga tersebut harus didasarkan pada catatan-catatan banjir yang
sebenarnya yang mencakup jangka waktu lama (sekitar 20 tahun).
Apabila data semacam ini tidak tersedia (dan begitulah yang sering terjadi), kita harus
menggunakan cara lain, misalnya berdasarkan data curah hujan di daerah aliran
sungai. Jika ini tidak berhasil, kita usahakan cara lain berdasarkan data yang
diperoleh dari daerah terdekat (untuk penjelasan lebih lanjut, lihat KP-01,
Perencanaan Jaringan Irigasi).
Debit banjir dengan periode-periode ulang berikut harus diperhitungkan 1, 5, 25, 50,
100, 1.000 tahun.

2.4.2 Debit Andalan

Debit andalan dihitung berdasarkan data debit aliran rendah, dengan panjang data
minimal 20 tahun, debit andalan dibutuhkan untuk menilai luas daerah potensial yang
dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.
20 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Perhitungan debit rendah andalan dengan periode ulang yang diperlukan (biasanya 5
tahun), dibutuhkan untuk menilai luas daerah potensial yang dapat diairi dari sungai
yang bersangkutan.
Adalah penting untuk memperkirakan debit ini seakurat mungkin. Cara terbaik untuk
memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengukuran debit (atau
membaca papan duga) tiap hari. Jika tidak tersedia data mengenai muka air dan debit,
maka debit rendah harus dihitung berdasarkan curah hujan dan data limpasan air
hujan dari daerah aliran sungai.

2.4.3 Neraca Air

Neraca air (water balance) seluruh sungai harus dibuat guna mempertimbangkan
perubahan alokasi/penjatahan air akibat dibuatnya bangunan utama.
Hak atas air, penyadapan air di hulu dan hilir sungai pada bangunan bendung serta
kebutuhan air di masa datang, harus ditinjau kembali.

2.5 Data Morfologi

Konstruksi bangunan bendung di sungai akan mempunyai 2 konsekuensi (akibat)


terhadap morfologi sungai yaitu:
(1) Konstruksi itu akan mengubah kebebasan gerak sungai ke arah horisontal
(2) Konsentrasi sedimen akan berubah karena air dan sedimen dibelokkan, dari
sungai dan hanya sedimennya saja yang akan digelontorkan kembali ke sungai.

2.5.1 Morfologi

(a) Data-data fisik yang diperlukan dari sungai untuk perencanaan bendung adalah:
- Kandungan dan ukuran sedimen disungai tersebut
- Tipe dan ukuran sedimen dasar yang ada
- Pembagian (distribusi) ukuran butir dari sedimen yang ada
- Banyaknya sedimen dalam waktu tertentu
- Pembagian sedimen secara vertikal dalam sungai.
Data 21

- Floting debris.
(b) Data historis profil melintang sungai dan gejala terjadinya degradasi dan agradasi
sungai dimana lokasi bendung direncanakan dibangun.

2.5.2 Geometrik Sungai

Data geometri sungai yang dibutuhkan berupa bentuk dan ukuran dasar sungai
terdalam, alur palung dan lembah sungai secara vertikal dan horisontal mencakup
parameter-parameter yang disebut di bawah.
- lebar
- kemiringan
- ketinggian
Profil sungai, mencakup profil dasar, tebing alur dan palung sungai. Data tersebut
merupakan data topografi (lihat uraian Data Topografi).

2.6 Data Geologi Teknik

2.6.1 Geologi

Geologi permukaan suatu daerah harus diliput pada peta geologi permukaan. Skala
peta yang harus dipakai adalah:
(a) Peta daerah dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000
(b) Peta semidetail dengan skala 1:25.000 atau 1:5.000
(c) Peta detail dengan skala 1:2.000 atau 1:100.
Peta-peta tersebut harus menunjukkan geologi daerah yang bersangkutan, daerah
pengambilan bahan bangunan, detail-detail geologis yang perlu diketahui oleh
perekayasa, seperti: tipe batuan, daerah geser, sesar, daerah pecahan, jurus dan
kemiringan lapisan.
Berdasarkan pengamatan dari sumuran dan paritan uji, perubahan-perubahan yang
terjadi dalam formasi tanah maupun tebal dan derajat pelapukan tanah penutup
(overburden) harus diperkirakan.
22 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam banyak hal, pemboran mungkin diperlukan untuk secara tepat mengetahui
lapisan dan tipe batuan. Hal ini sangat penting untuk pondasi bendung. Adalah perlu
untuk mengetahui kekuatan pondasi maupun tersedianya batu di daerah sekitar untuk
menentukan lokasi bendung itu sendiri, dan juga untuk keperluan bahan bangunan
yang diperlukan, seperti misalnya agregat untuk beton, batu untuk pasangan atau
untuk batu candi, pasir dan kerikil. Untuk memperhitungkan stabilitas bendung,
kekuatan gempa perlu diketahui.

2.6.2 Data Mekanika Tanah

Cara terbaik untuk memperoleh data tanah pada lokasi bangunan bendung ialah
dengan menggali sumur dan parit uji, karena sumuran dan paritan ini akan
memungkinkan diadakannya pemeriksaan visual dan diperolehnya contoh tanah yang
tidak terganggu. Apabila pemboran memang harus dilakukan karena adanya lapisan
air tanah atau karena dicatat dalam borlog.
Kelulusan tanah harus diketahui agar gaya angkat dan perembesan dapat
diperhitungkan.
Bangunan Bendung 23

3. BAB III
BANGUNAN BENDUNG

3.1 Umum

Lokasi bangunan bendung dan pemilihan tipe yang paling cocok dipengaruhi oleh
banyak faktor, yaitu:
- Tipe, bentuk dan morfologi sungai
- Kondisi hidrolis antara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
- Topografi pada lokasi yang direncanakan,
- Kondisi geologi teknik pada lokasi,
- Metode pelaksanaan
- Aksesibilitas dan tingkat pelayanan
Faktor-faktor yang disebutkan di atas akan dibicarakan dalam subbab-subbab berikut.
Subbab terakhir akan memberikan tipe-tipe bangunan yang cocok untuk digunakan
sebagai bangunan bendung dalam kondisi yang berbeda-beda.

3.2 Syarat-syarat Penentuan Lokasi Bendung

Aspek yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi bendung adalah :


1. Pertimbangan topografi
2. Kemantapan geoteknik pondasi bendung
3. Pengaruh hidraulik
4. Pengaruh regime sungai
5. Tingkat kesulitan saluran induk
6. Ruang untuk bangunan pelengkap bendung
7. Luas layanan irigasi
8. Luas daerah tangkapan air
9. Tingkat kemudahan pencapaian
10. Biaya pembangunan
24 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

11. Kesepakatan stakeholder (pemangku kepentingan)

1. Pertimbangan Topografi
Lembah sungai yang sempit berbentuk huruf V dan tidak terlalu dalam adalah lokasi
yang ideal untuk lokasi bendung, karena pada lokasi ini volume tubuh bendung dapat
menjadi minimal. Lokasi seperti ini mudah didapatkan pada daerah pegunungan,
tetapi di daerah datar dekat pantai tentu tidak mudah mendapatkan bentuk lembah
seperti ini. Di daerah transisi (middle reach) kadang-kadang dapat ditemukan
disebelah hulu kaki bukit. Sekali ditemukan lokasi yang secara topografis ideal untuk
lokasi bendung, keadaan topografi di daerah tangkapan air juga perlu dicek. Apakah
topografinya terjal sehingga mungkin terjadi longsoran atau tidak. Topografi juga
harus dikaitkan dengan karakter hidrograf banjir, yang akan mempengaruhi kinerja
bendung. Demikian juga topografi pada daerah calon sawah harus dicek. Yang paling
dominan adalah pengamatan elevasi hamparan tertinggi yang harus diairi.
Analisa ketersediaan selisih tinggi energi antara elevasi puncak bendung pada lokasi
terpilih dan elevasi muka air pada sawah tertinggi dengan keperluan energi untuk
membawa air ke sawah tersebut akan menentukan tinggi rendahnya bendung yang
diperlukan. Atau Jika perlu menggeser ke hulu atau ke hilir dari lokasi yang
sementara terpilih. Hal ini dilakukan mengingat tinggi bendung sebaiknya dibatasi 6-
7 m. Bendung yang lebih tinggi akan memerlukan kolam olak ganda (double jump)
2. Kemantapan Geoteknik Pondasi Bendung
Keadaan geoteknik pondasi bendung harus terdiri dari formasi batuan yang baik dan
mantap. Pada tanah aluvial kemantapan pondasi ditunjukkan dengan angka standart
penetration test (SPT) > 40. Bila angka SPT < 40 sedang batuan keras jauh dibawah
permukaan, dalam batas-batas tertentu dapat dibangun bendung dengan tiang
pancang. Namun jika tiang pancang terlalu dalam dan mahal sebaiknya
dipertimbangkan pindah lokasi.
Stratigrafi batuan lebih disukai menunjukkan lapisan miring ke arah hulu. Kemiringan
ke arah hilir akan mudah terjadinya kebocoran dan erosi buluh. Sesar tanah aktif
Bangunan Bendung 25

harus secara mutlak dihindari, sesar tanah pasif masih dapat dipertimbangkan
tergantung justifikasi ekonomis untuk melakukan perbaikan pondasi.
Geoteknik tebing kanan dan kiri bendung juga harus dipertimbangkan terhadap
kemungkinan bocornya air melewati sisi kanan dan kiri bendung. Formasi batuan hilir
kolam harus dicek ketahanan terhadap gerusan air akibat energi sisa air yang tidak
bisa dihancurkan dalam kolam olak.
Akhirnya muara dari pertimbangan geoteknik ini adalah daya dukung pondasi
bendung dan kemungkinan terjadi erosi buluh dibawah dan samping tubuh bendung,
serta ketahanan batuan terhadap gerusan.
3. Pengaruh Hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi bendung pada sungai yang
lurus. Pada lokasi ini arah aliran sejajar, sedikit arus turbulen, dan kecenderungan
gerusan dan endapan tebing kiri kanan relatif sedikit. Dalam keadaan terpaksa, bila
tidak ditemukan bagian yang lurus, dapat ditolerir lokasi bendung tidak pada bagian
sungai yang lurus betul. Perhatian khusus harus diberikan pada posisi bangunan
pengambilan yang harus terletak pada tikungan luar sungai. Hal ini dimaksudkan agar
pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke intake dengan mencegah adanya
endapan didepan pintu pengambilan. Maksud ini akan lebih ditunjang apabila terdapat
bagian sungai yang lurus pada hulu lokasi bendung.
Kadang-kadang dijumpai keadaan yang dilematis. Semua syarat-syarat pemilihan
lokasi bendung sudah terpenuhi, tetapi syarat hidraulik yang kurang menguntungkan.
Dalam keadaan demikian dapat diambil jalan kompromi dengan membangun bendung
pada kopur atau melakukan perbaikan hidraulik dengan cara perbaikan sungai (river
training). Jika alternatif kopur yang dipilih maka bagian hulu bendung pada kopur
harus lurus dan cukup panjang untuk mendapatkan keadaan hidraulis yang cukup
baik.
4. Pengaruh Regime Sungai
Regime sungai mempunyai pengaruh yang cukup dominan dalam pemilihan lokasi
bendung. Salah satu gambaran karakter regime sungai yaitu adanya perubahan
26 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

geometri sungai baik secara horizontal ke kiri dan ke kanan atau secara vertikal akibat
gerusan dan endapan sungai. Bendung di daerah pegunungan dimana kemiringan
sungai cukup besar, akan terjadi kecenderungan gerusan akibat gaya seret aliran
sungai yang cukup besar. Sebaliknya di daerah dataran dimana kemiringan sungai
relatif kecil akan ada pelepasan sedimen yang dibawa air menjadi endapan tinggi di
sekitar bendung. Jadi dimanapun kita memilih lokasi bendung tidak akan terlepas dari
pengaruh endapan atau gerusan sungai. Kecuali di pegunungan ditemukan lokasi
bendung dengan dasar sungai dari batuan yang cukup kuat, sehingga mempunyai
daya tahan batuan terhadap gerusan air yang sangat besar, maka regime sungai
hampir tidak mempunyai pengaruh terhadap lokasi bendung.
Yang perlu dihindari adalah lokasi dimana terjadi perubahan kemiringan sungai yang
mendadak, karena ditempat ini akan terjadi endapan atau gerusan yang tinggi.
Perubahan kemiringan dari besar menjadi kecil akan mengurangi gaya seret air dan
akan terjadi pelepasan sedimen yang dibawa air dari hulu. Dan sebaliknya perubahan
kemiringan dari kecil ke besar akan mengkibatkan gerusan pada hilir bendung.
Meskipun keduanya dapat diatasi dengan rekayasa hidraulik, tetapi hal yang demikan
tidak disukai mengingat memerlukan biaya yang tinggi.
Untuk itu disarankan memilih lokasi yang relatif tidak ada perubahan kemiringan
sungai.
5. Tingkat Kesulitan Saluran Induk
Lokasi bendung akan membawa akibat arah trace saluran induk. Pada saat lokasi
bendung dipilih dikaki bukit, maka saluran induk biasanya berupa saluran kontur
pada kaki bukit yang pelaksanaannya tidak terlalu sulit. Namun hal ini biasanya
elevasi puncak bendung sangat terbatas, sehingga luas layanan irigasi juga terbatas.
Hal ini disebabkan karena tinggi bendung dibatasi 6-7 m saja.
Untuk mengejar ketinggian dalam rangka mendapatkan luas layanan yang lebih luas,
biasanya lokasi bendung digeser ke hulu. Dalam keadaan demikian saluran induk
harus menyusuri tebing terjal dengan galian yang cukup tinggi. Sejauh galian lebih
kecil 8 m dan timbunan lebih kecil 6 m, maka pembuatan saluran induk tidak terlalu
Bangunan Bendung 27

sulit. Namun yang harus diperhatikan adalah formasi batuan di lereng dimana saluran
induk itu terletak. Batuan dalam volume besar dan digali dengan teknik peledakan
akan mengakibatkan biaya yang sangat mahal, dan sebisa mungkin dihindari. Jika
dijumpai hal yang demikian, lokasi bendung digeser sedikit ke hilir untuk
mendapatkan solusi yang kompromistis antara luas area yang didapat dan kemudahan
pembuatan saluran induk.
6. Ruang untuk Bangunan Pelengkap Bendung
Meskipun dijelaskan dalam butir 1 bahwa lembah sempit adalah pertimbangan
topografis yang paling ideal, tetapi juga harus dipertimbangkan tentang perlunya
ruangan untuk keperluan bangunan pelengkap bendung. Bangunan tersebut adalah
kolam pengendap, bangunan kantor dan gudang, bangunan rumah penjaga pintu,
saluran penguras lumpur, dan komplek pintu penguras, serta bangunan pengukur
debit. Kolam pengendap dan saluran penguras biasanya memerlukan panjang
300 - 500 m dengan lebar 40 - 60 m, diluar tubuh bendung. Lahan tambahan
diperlukan untuk satu kantor, satu gudang dan 2-3 rumah penjaga bendung.
Pengalaman selama ini sebuah rumah penjaga bendung tidak memadai, karena
penghuni tunggal akan terasa jenuh dan cenderung meninggalkan lokasi.
7. Luas Layanan Irigasi
Lokasi bendung harus dipilih sedemikian, sehingga luas layanan dan pengembangan
irigasi dapat layak. Lokasi bendung kearah hulu akan mendapatkan luas layanan
cenderung lebih besar dari hilir bendung. Namun demikian justifikasi dilakukan untuk
mengecek hubungan antara tinggi luas layanan irigasi. Beberapa bendung yang sudah
definitif, kadang-kadang dijumpai penurunan 1 m, yang dapat menghemat biaya
pembangunan hanya mengakibatkan pengurangan luas beberapa puluh hektar saja.
Oleh karena itu kajian tentang kombinasi tinggi bendung dan luas layanan irigasi
perlu dicermati sebelum diambil keputusan final.
8. Luas Daerah Tangkapan Air
Pada sungai bercabang lokasi bendung harus dipilih sebelah hulu atau hilir cabang
anak sungai. Pemilihan sebelah hilir akan mendapatkan daerah tangkapan air yang
28 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

lebih besar, dan tentunya akan mendapatkan debit andalan lebih besar, yang
muaranya akan mendapatkan potensi irigasi lebih besar. Namun pada saat banjir
elevasi deksert harus tinggi untuk menampung banjir 100 tahunan ditambah tinggi
jagaan (free board) atau menampung debit 1.000 tahunan tanpa tinggi jagaan.
Lokasi di hulu anak cabang sungai akan mendapatkan debit andalan dan debit banjir
relatip kecil, namun harus membuat bangunan silang sungai untuk membawa air di
hilirnya. Kajian teknis, ekonomis, dan sosial harus dilakukan dalam memilih lokasi
bendung terkait dengan luas daerah tangkapan air.
9. Tingkat Kemudahan Pencapaian
Setelah lokasi bendung ditetapkan secara definitif, akan dilanjutkan tahap
perencanaan detail, sebagai dokumen untuk pelaksanaan implementasinya. Dalam
tahap pelaksanaan inilah dipertimbangkan tingkat kemudahan pencapaian dalam
rangka mobilisasi alat dan bahan serta demobilisasi setelah selesai pelaksanaan fisik.
Memasuki tahap operasi dan pemeliharaan bendung, tingkat kemudahan pencapaian
juga amat penting. Kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan inspeksi terhadap
kerusakan bendung memerlukan jalan masuk yang memadai untuk kelancaran
pekerjaan.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka dalam menetapkan lokasi bendung harus
dipertimbangkan tingkat kemudahan pencapaian lokasi.
10. Biaya Pembangunan
Dalam pemilihan lokasi bendung, perlu adanya pertimbangan pemilihan beberapa
alternatif, dengan memperhatikan adanya faktor dominan. Faktor dominan tersebut
ada yang saling memperkuat dan ada yang saling melemahkan. Dari beberapa
alternatif tersebut selanjutnya dipertimbangkan metode pelaksanaannya serta
pertimbangan lainnya antara lain dari segi O & P. Hal ini antara lain akan
menentukan besarnya biaya pembangunan. Biasanya biaya pembangunan ini adalah
pertimbangan terakhir untuk dapat memastikan lokasi bendung dan layak
dilaksanakan.
Bangunan Bendung 29

11. Kesepakatan Stakeholder (Pemangku Kepentingan)


Sesuai amanat dalam UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan
Pemerintah No. 20/2006 tentang Irigasi bahwa keputusan penting dalam
pengembangan sumberdaya air atau irigasi harus didasarkan kesepakatan pemangku
kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu keputusan mengenai lokasi
bendungpun harus dilakukan lewat konsultasi publik, dengan menyampaikan seluas-
luasnya mengenai alternatif-alternatif lokasi, tinjauan dari aspek teknis, ekonomis,
dan sosial. Keuntungan dan kerugiannya, dampak terhadap para pemakai air di hilir
bendung, keterpaduan antar sektor, prospek pemakaian air di masa datang harus
disampaikan pada pemangku kepentingan terutama masyarakat tani yang akan
memanfaatkan air irigasi.
Rekomendasi Syarat Pemilihan Lokasi Bendung sebagai berikut:
1. Topografi: dipilih lembah sempit dan tidak terlalu dalam dengan
mempertimbangkan topografi di daerah tangkapan air maupun daerah layanan
irigasi
2. Geoteknik: dipilih dasar sungai yang mempunyai daya dukung kuat, stratigrafi
lapisan batuan miring ke arah hulu, tidak ada sesar aktif, tidak ada erosi buluh,
dan dasar sungai hilir bendung tahan terhadap gerusan air. Disamping itu
diusahakan keadaan batuan tebing kanan dan kiri bendung cukup kuat dan stabil
serta relatif tidak terdapat bocoran samping.
3. Hidraulik: dipilih bagian sungai yang lurus. Jika bagian sungai lurus tidak
didapatkan, lokasi bendung ditolerir pada belokan sungai; dengan syarat posisi
bangunan intake harus terletak pada tikungan luar dan terdapat bagian sungai
yang lurus di hulu bendung. Jika yang terakhir inipun tidak terpenuhi perlu
dipertimbangkan pembuatan bendung di kopur atau dilakukan rekayasa perbaikan
sungai (river training).
4. Regime sungai: Hindari lokasi bendung pada bagian sungai dimana terjadi
perubahan kemiringan sungai secara mendadak, dan hindari bagian sungai dengan
30 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

belokan tajam. Pilih bagian sungai yang lurus mempunyai kemiringan relatif tetap
sepanjang penggal tertentu.
5. Saluran induk: Pilih lokasi bendung sedemikian sehingga pembangunan saluran
induk dekat bendung tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mahal. Hindari trace
saluran menyusuri tebing terjal apalagi berbatu. Usahakan ketinggian galian
tebing pada saluran induk kurang dari 8 m dan ketinggian timbunan kurang dari
6 m.
6. Ruang untuk bangunan pelengkap: Lokasi bendung harus dapat menyediakan
ruangan untuk bangunan pelengkap bendung, utamanya untuk kolam pengendap
dan saluran penguras dengan panjang dan lebar masing-masing kurang lebih 300
– 500 m dan 40 – 60 m.
7. Luas layanan irigasi: Lokasi bendung harus sedemikian sehingga dapat
memberikan luas layanan yang memadai terkait dengan kelayakan sistem irigasi.
Elaborasi tinggi bendung (yang dibatasi sampai dengan 6 – 7 m), menggeser
lokasi bendung ke hulu atau ke hilir, serta luas layanan irigasi harus dilakukan
untuk menemukan kombinasi yang paling optimal.
8. Luas daerah tangkapan air: Lokasi bendung harus dipilih dengan
mempertimbangkan luas daerah tangkapan, terkait dengan debit andalan yang
didapat dan debit banjir yang mungkin terjadi menghantam bendung. Hal ini
harus dikaitkan dengan luas layanan yang didapat dan ketinggian lantai layanan
dan pembangunan bangunan melintang anak sungai (Jika ada).
9. Pencapaian mudah: Lokasi bendung harus relatif mudah dicapai untuk keperluan
mobilisasi alat dan bahan saat pembangunan fisik maupun operasi dan
pemeliharaan. Kemudahan melakukan inspeksi oleh aparat pemerintah juga harus
dipertimbangkan masak-masak.
10. Biaya pembangunan yang efisien : dari berbagai alternatif lokasi bendung dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang dominan, akhirnya dipilih lokasi bendung
yang biaya konstruksinya minimal tetapi memberikan ouput yang optimal.
Bangunan Bendung 31

11. Kesepakatan stakeholder: apapun keputusannya, yang penting adalah kesepakatan


antar pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu
direkomendasikan melakukan sosialisasi pemilihan lokasi bendung.
Ada beberapa karakteristik sungai yang perlu dipertimbangkan agar dapat diperoleh
perencanaan bangunan bendung yang baik. Beberapa di antaranya adalah: kemiringan
dasar sungai, bahan-bahan dasar dan morfologi sungai. Diandaikan bahwa jumlah air
yang mengalir dan distribusinya dalam waktu bertahun-tahun telah dipelajari dan
dianggap memadai untuk kebutuhan irigasi.

3.2.1 Kemiringan Dasar Sungai dan Bahan Dasar

Kemiringan dasar sungai bisa bervariasi dari sangat curam sampai hampir datar di
dekat laut. Dalam beberapa hal, ukuran bahan dasar akan bergantung kepada
kemiringan dasar. Gambar 3-1 memberikan ilustrasi berbagai bagian sungai
berkenaan dengan kemiringan ini.
Di daerah pegunungan, kemiringan sungai curam dan bahan-bahan dasar berkisar
antara batu-batu sangat besar sampai pasir. Batu berdiameter sampai 1000 mm bisa
hanyut selama banjir besar dan berhenti di depan pengambilan serta mengganggu
berfungsinya bangunan pengambilan.
Di daerah-daerah aliran sungai dimana terdapat kegiatan gunung api, banjir besar
dapat menghanyutkan endapan bahan-bahan volkanik menjadi banjir lahar. Dalam
perencanaan bangunan, lahar ini tidak dapat diperhitungkan, tindakan-tindakan
mencegah terjadinya banjir lahar demikian sebaiknya diambil di tempat lain.
32 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 3-1. Ruas-Ruas Sungai

Gambar 3-2. Akibat Banjir Lahar

Selain lahar, daerah-daerah yang mengandung endapan vulkanik dapat menghasilkan


bahan-bahan sedimen yang berlebihan untuk jangka waktu lama.
Bangunan Bendung 33

Di daerah-daerah gunung api muda (Jawa, Sumatera dan Bali), tinggi dasar ruas-ruas
sungai yang curam biasanya belum stabil dan degredasi atau agradasi umumnya
tinggi.
Kecenderungan degradasi mungkin untuk sementara waktu berbalik menjadi agradasi,
jika lebih banyak lagi sedimen masuk ke dasar sungai setelah terjadi tanah longsor
atau banjir lahar di sepanjang sungai bagian atas.

Gambar 3-3. Agradasi dan Degradasi

Sungai-sungai yang sudah stabil dapat dijumpai di daerah-daerah gunung atau gunung
api tua dan pengaruh dari gejala-gejala agradasi atau degradasi terhadap tinggi dasar
sungai tidak akan tampak sepanjang umur proyek. Gunung-gunung yang lebih tua
terdapat di Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya serta di pulau-pulau lain yang lebih
kecil di seluruh kepulauan Nusantara.
Terdapatnya batu singkapan atau rintangan alamiah berupa batu-batu besar dapat
menstabilkan tinggi dasar sungai sampai beberapa kilometer di sebelah hulu, cek ini
penting sehubungan dengan degradasi. Apabila di dasar sungai terdapat cek dam
alamiah berupa batu besar, maka stabilitas dam tersebut selama terjadi banjir besar
hendaknya diselidiki, sebab kegagalan akan berakibat degradasi yang cepat di sebelah
hulu.
34 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Kadang-kadang lapisan konglomerat sementasi merupakan cek di sungai. Lapisan-


lapisan konglomerat ini rawan terhadap abrasi cepat oleh bahan-bahan sedimen keras
yang bergerak di sungai. Lapisan ini dapat menghilang sebelum umur bangunan yang
diharapkan lewat.
Di luar daerah pegunungan kemiringan dasar sungai akan menjadi lebih kecil dan
bahan-bahan sedimen dasarnya terdiri dari pasir, kerikil dan batu kali. Potongan dasar
sungai yang dalam bisa merupakan petunjuk bahwa degradasi sedang terjadi atau
bahwa dasar tersebut telah mencapai tinggi yang seimbang. Hal ini hanya dapat
dipastikan bila keadaan tersebut telah berlangsung lama.
Jika dasar sungai menjadi dangkal atau lebar, terisi pasir dan kerikil, maka hal ini
dapat dijadikan petunjuk bahwa dasar tersebut sedang mengalami agradasi secara
berangsur-angsur.
Dam atau rintangan alamiah (lihat Gambar 3-4.) yang ada akan menjaga kestabilan
dasar sungai sampai ruas tertentu, sedangkan sebelah hilir atau hulu ruas tersebut
mengalami degradasi atau agradasi.

Gambar 3-4. Pengaruh Rintangan (Cek) Alamiah

Pekerjaan-pekerjaan pengaturan sungai, seperti sodetan meander dan pembuatan krib


atau lindungan tanggul, juga akan mempengaruhi gerak dasar sungai. Pada umumnya
pekerjaan-pekerjaan ini akan menyebabkan degradasi dasar sungai akibat kapasitas
angkutnya bertambah.
Dasar sungai di ruas bawah akan terdiri dari pasir sedang dan halus, mungkin dengan
lapisan lanau dan lempung.
Bangunan Bendung 35

Apabila sungai mengalir ke laut atau danau, maka kemiringan dasarnya kecil, dan
tergantung pada banyaknya sedimen yang diangkut oleh sungai itu, sebuah delta
dapat terbentuk.
Terbentuknya delta merupakan pertanda pasti bahwa ruas bawah sungai dalam
keadaan agradasi.

kerucut aluvial
delta laut

laut

Gambar 3-5. Terbentuknya Delta

3.2.2 Morfologi Sungai

Apabila tanggul sungai terdiri dari batu, konglomerat sementasi atau batu-batu, maka
dapat diandaikan bahwa sungai itu stabil dengan dasarnya yang sekarang.
Jika dasar sungai penuh dengan batu-batu dan kerikil-kerikil, maka arah sungai tidak
akan tetap dan palung kecil akan berpindah-pindah selama terjadi banjir besar.
Vegetasi alamiah bisa membuat tanggul menjadi stabil. Tanggul yang tidak ditumbuhi
pepohonan dan semak belukar akan mudah terkena erosi.
Sebaliknya, di daerah-daerah lahar tanggul-tanggul batu yang stabil dapat terkikis dan
palung besar yang lebar bisa terbentuk di sungai itu.
36 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam keadaan aslinya, hanya sedikit saja sungai yang lurus sampai jarak yang jauh.
Bahkan pada ruas lurus mungkin terdapat pasir, kerikil atau bongkah-bongkah batu.
Kecenderungan alamiah suatu sungai yang mengalir melalui daerah-daerah endapan
alluvial adalah terjadinya meandering atau anyaman (braiding), tergantung apakah
terbentuk alur tunggal atau beberapa alur kecil. Bahkan pada ruas yang berbeda dapat
terbentuk meander dan anyaman.

tanggul stabil

il
g kec
palun

tanggul stabil

dasar
palung kecil stabil
berpindah

Gambar 3-6. Morfologi Sungai

Biasanya terdapat lebar tertentu di sungai tempat di sepanjang sungai yang


merupakan batas meander. Ini disebut batas meander. Besarnya batas meander ini
merupakan data penting perencanaan tanggul banjir di sepanjang sungai.

batas meander

tanggul stabil
sungai bermeander sungai berayam

Gambar 3-7. Sungai Bermeander dan Terowongan


Bangunan Bendung 37

Untuk perencanaan bangunan utama, kita perlu mengetahui apakah meander di lokasi
bangunan yang direncana stabil atau rawan terhadap erosi selama terjadi banjir.
Apabila tersedia peta-peta foto udara lama, maka peta-peta ini akan diperiksa dengan
seksama guna membuat penyesuaian-penyesuaian morfologi sungai.
Penduduk setempat mungkin dapat memberikan keterangan yang bermanfaat
mengenai stabilitas tanggul sungai.
Pada waktu mengevaluasi stabilitas tanggul sungai, naiknya muka air setelah
selesainya pelaksanaan bangunan bendung harus diperhitungkan. Ada satu hal yang
harus mendapat perhatian khusus, yakni apakah vegetasi yang ada mampu bertahan
hidup pada muka air tinggi, atau akan lenyap beberapa waktu kemudian. Tindakan-
tindakan apa saja yang akan diambil guna mempertahankan stabilitas tanggul?
Ruas-ruas yang teranyam tidak akan memberikan kondisi yang baik untuk
perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan bendung, karena aliran-aliran rendah tersebut
akan tersebar di dasar sungai lebar yang terdiri dari pasir.
Ruas-ruas demikian sebaiknya dihindari, Jika mungkin, atau dipilih bagian yang
sempit dengan aliran alur yang terkonsentrasi.
Sungai-sungai tertentu mempunyai bantaran pada ruas-ruas yang landai yang akan
tergenang banjir beberapa kali setiap tahunnya. Di sepanjang sungai mungkin
terbentuk tanggul-tanggul rendah alamiah akibat endapan pasir halus dan lanau.
Selama banjir besar tanggul-tanggul ini bisa bobol dan mengakibatkan arah dasar
sungai berubah sama sekali.

3.3 Muka Air

Muka air rencana di depan pengambilan bergantung pada:


(1) elevasi muka air yang diperlukan untuk irigasi (eksploitasi normal)
(2) beda tinggi energi pada kantong lumpur yang diperlukan untuk membilas
sedimen dari kantong
(3) beda tinggi energi pada bangunan pembilas yang diperlukan untuk membilas
sedimen dekat pintu pengambilan.
38 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(4) beda tinggi energi yang diperlukan untuk meredam energi pada kolam olak.
Untuk elevasi muka air yang diperlukan, tinggi, kedalaman air dan kehilangan tinggi
energi berikut harus dipertimbangkan:
- elevasi sawah yang akan diairi
- kedalaman air di sawah
- kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier
- kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
- variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer
- panjang dan kemiringan saluran primer
- kehilangan tinggi energi pada bangunan-bangunan di jaringan primer sipon,
pengatur, flum, dan sebagainya
- kehilangan tinggi energi di bangunan utama

3.4 Topografi

Topografi pada lokasi yang direncanakan sangat mempengaruhi perencanaan dan


biaya pelaksanaan bangunan utama:
harus cukup tempat di tepi sungai untuk membuat kompleks bangunan utama
termasuk kantong lumpur dan bangunan pembilas.
Topografi sangat mempengaruhi panjang serta tata letak tanggul banjir dan tanggul
penutup, Jika ini diperlukan
Topografi harus dipelajari untuk membuat perencanaan trase saluran primer yang
tidak terlalu mahal.

3.5 Kondisi Geologi Teknik

Yang paling penting adalah pondasi bangunan utama. Daya dukung dan kelulusan
tanah bawah merupakan hal-hal penting yang sangat berpengaruh terhadap
perencanaan bangunan utama besar sekali.
Bangunan Bendung 39

Masalah-masalah lain yang harus diselidiki adalah kekuatan bahan terhadap erosi,
tersedianya bahan bangunan (sumber bahan timbunan) serta parameter-parameter
tanah untuk stabilitas tanggul.

3.6 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan akan dipertimbangkan juga dalam pemilihan lokasi yang cocok
pada tahap awal penyelidikan.
Pada Gambar 3-8 diberikan 2 alternatif pelaksanaan yang biasa diterapkan yaitu:
(a) pelaksanaan di sungai
(b) pelaksanaan pada sodetan/kopur di samping sungai
Lokasi yang dipilih harus cocok dengan metode pelaksanaan dan pekerjaan-pekerjaan
sementara yang dibutuhkan.
Pekerjaan-pekerjaan sementara yang harus dipertimbangkan adalah:
- Kemungkinan pembuatan saluran pengelak
Saluran pengelak akan dibuat jika konstruksi dilaksanakan di dasar sungai yang
dikeringkan. Kemudian aliran sungai akan dibelokkan untuk sementara.
- Bendungan sementara
Bendungan sementara (cofferdam) adalah bangunan sementara di sungai untuk
melindungi lokasi pekerjaan.
- Tempat kerja (construction pit)
Tempat kerja adalah tempat dimana bangunan akan dibuat. Biasanya lokasi cukup
dalam dan perlu dijaga tetap kering dengan jalan memompa air di dalamnya.
- Kopur (sudetan)
Jika pekerjaan dilakukan di luar alur sungai di tempat yang kering dan dilakukan
dengan memintas (disodet), maka ini disebut kopur, dimana lengan sungai lama
kemudian harus ditutup.
- Dewatering (pengeringan air permukaan dan penurunan muka air tanah)
- Tanggul penutup
40 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tanggul penutup diperlukan untuk menutup saluran pengelak atau lengan sungai
lama setelah pelaksanaan konstruksi bendung pengelak selesai.

3.7 Aksesibilitas dan Tingkat Pelayanan

Kemudahan transportasi, sarana dan prasarana menuju lokasi bangunan akan sangat
membantu dalam persiapan pelaksanaan pekerjaan, pelaksanaan pembangunan
bendung maupun dalam melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan bila
bangunan bendung telah selesai dibangun dan mulai dioperasikan.

3.8 Tipe Bangunan

3.8.1 Umum

Bangunan dapat digolongkan menjadi dua, yakni bangunan yang mempengaruhi dan
yang tidak mempengaruhi muka air hulu.
Termasuk dalam kategori pertama adalah bendung pelimpah dan bendung gerak.
Kedua tipe tersebut mampu membendung air sampai tinggi minimum yang
diperlukan. Pintu bendung gerak mempunyai pintu yang dapat dibuka selama banjir
guna mengurangi tinggi pembendungannya. Bendung pelimpah tidak bisa
mengurangi tinggi muka air hulu sewaktu banjir.

alternatif A alternatif B

bendung gerak
sodetan

bendung

tanggul
ruang kerja penutup

sungai lama
tanggul tanggul sementara
sementara tahap ke-2

Gambar 3-8. Metode Pelaksanaan Alternatif


Bangunan Bendung 41

Kategori bangunan kedua meliputi pengambilan bebas, pompa dan bendung saringan
bawah. Tak satu pun dari tipe-tipe bangunan ini yang mempengaruhi muka air.
Semua bangunan ini dapat dibuat dari pasangan batu atau beton, atau campuran kedua
bahan ini yang masing-masing bahan bangunannya mempengaruhi bentuk dan
perencanaan bangunan tersebut.
Bahan-bahan lain jarang dipakai di Indonesia dan tidak akan dibicarakan di sini.
(i) Pasangan batu
Sampai saat ini pasangan batu dilaksanakan dengan cara tidak standar dan belum
ditemukan cara mengontrol kekuatan pasangan batu. Kualitas pasangan batu kali
sangat ditentukan oleh komposisi campuran dan kerapatan adukan dalam speci
antar batu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan tukang dalam
merocok adukan dan tingkat kejujuran pengawas lapangan. Perilaku tukang dan
pengawas yang kurang memadai dapat mengakibatkan rendahnya mutu pasangan
batu kali.
Pasangan batu kali dapat dipakai pada bangunan melintang sungai dengan syarat-
syarat batasan sebagai berikut :
a. Tinggi bendung maksimum 3 m
b. Lebar sungai maksimum 30 m
c. Debit sungai per satuan lebar dengan periode ulang 100 tahun maksimum 8
m3/dt/m.
d. Tinggi tembok penahan tanah maksimum 6 m
Bangunan atau bagian bangunan diluar syarat-syarat batasan di atas akan
memakai material lain misalnya beton, yang tentunya memerlukan biaya lebih
mahal, namun lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan bangunan.
Pasangan batu akan dipakai apabila bahan bangunan ini (batu-batu berukuran
besar) dapat ditemukan di atau dekat daerah itu.
Permukaan bendung yang terkena abrasi langsung dengan air dan pasir, biasanya
dilindungi dengan lapisan batu keras yang dipasang rapat-rapat. Batu ini disebut
42 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

batu candi, yaitu batu-batu yang dikerjakan dengan tangan dan dibentuk seperti
kubus agar dapat dipasang serapat mungkin.
(ii) Beton
Di Indonesia beton digunakan untuk bendung pelimpah skala besar dan tinggi
melebihi syarat-syarat batasan seperti tersebut dalam butir (i). Meskipun
biayanya tinggi, tetapi lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan
bangunan. Hal ini bisa tercapai karena prosedur pelaksanaan dan kontrol
kekuatan bahan mengacu pada standar yang sudah baku. Di samping itu di
daerah-daerah dimana tidak terdapat batu yang cocok untuk konstruksi pasangan
batu, beton merupakan alternatif.
(iii) Beton Komposit
Bendung skala besar dan/atau tinggi melebihi batasan syarat-syarat dalam butir
(i) yang terbuat dari beton, akan memerlukan biaya yang mahal mengingat
volumenya yang besar. Dalam hal demikian tanpa mengurangi syarat-syarat
keamanan struktur bangunan diperbolehkan menggunakan beton komposit, yaitu
struktur beton yang di dalam tubuhnya diisi dengan pasangan batu kali.
Tebal lapisan luar beton minimal 60 cm.

3.8.2 Bangunan Pengatur Muka Air

Bendung Pelimpah
Tipe bangunan bendung yang paling umum dipakai di Indonesia adalah bendung
pelimpah. Bendung ini dibuat melintang sungai untuk menghasilkan elevasi air
minimum agar air tersebut bisa dielakkan. Perencanaan hidrolis, bendung pelimpah
akan dibicarakan secara rinci pada Bab VI.
Bendung Gerak
Dengan pintu-pintunya (pintu sorong, pintu radial dan sebagainya), bendung gerak
dapat mengatur muka air di sungai. Di daerah-daerah aluvial yang datar dimana
meningginya muka air di sungai mempunyai konsekuensi yang luas (tanggul banjir
yang panjang), pemakaian konstruksi bendung gerak dibenarkan. Karena
Bangunan Bendung 43

menggunakan bagian-bagian yang bergerak, seperti pintu dengan peralatan angkatnya


bendung tipe ini menjadi konstruksi yang mahal dan membutuhkan eksploitasi yang
lebih teliti.
Penggunaan bendung gerak dapat dipertimbangkan jika:
- kemiringan dasar sungai kecil/relatif datar
- peninggian dasar sungai akibat konstruksi bendung tetap tidak dapat diterima
karena ini akan mempersulit pembuangan air atau membahayakan pekerjaan
sungai yang telah ada akibat meningginya muka air.
- debit banjir tidak bisa dilewatkan dengan aman melalui bendung tetap
- pondasi kuat: pilar untuk pintu harus kaku dan penurunan tanah akan
menyebabkan pintu-pintu itu tidak dapat dioperasikan.
Bendung Karet
Bendung karet pada dasarnya adalah bendung gerak horisontal yang mengatur muka
air dengan mengembangkan dan mengempiskan tubuh bendung yang terbuat dari
tabung karet yang berisi udara atau air. Udara atau air dimasukkan dari instalasi
pompa udara atau air yang terletak tidak jauh dari lokasi bendung melalui pipa.
Bangunan ini memerlukan eksploitasi yang teliti dan mahal.
Dalam merencanakan bendung karet perlu diperhatikan persyaratan penting yang
harus diikuti yaitu :
(1) Kondisi aliran sungai tidak mengangkut sedimen kasar, tidak mengangkut
sampah yang besar dan keras, serta tidak mengandung limbah kimia yang dapat
bereaksi dengan karet.
(2) Sungai memiliki aliran subkritik dan tidak terjadi sedimentasi yang berat
sehingga mengganggu mekanisme kembang kempisnya karet.
(3) Bahan tabung karet harus terbuat dari material yang elastis, kuat, tahan lama dan
tidak mudah terabrasi.
(4) Pemilihan bahan karet baik jenis kekuatan maupun dimensi disesuaikan dengan
kemampuan produsen untuk menyediakannya.
(5) Harus aman dari gangguan publik dan aman dari sengatan matahari
44 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(6) Perencanaan operasi dan pemeliharaan yang rinci dan ketat.

3.8.3 Bangunan-Bangunan Muka Air Bebas

(a) Pengambilan Bebas


Bangunan pengambilan bebas langka dipakai karena persyaratan untuk
berfungsinya bangunan tersebut dengan baik sangat sulit dipenuhi.
Persyaratan ini adalah:
- kebutuhan pengambilan kecil dibandingkan dengan debit sungai andalan
- kedalaman dan selisih tinggi energi yang cukup untuk pengelakan pada aliran
normal
- tanggul sungai yang stabil pada lokasi bangunan pengambilan
- bahan dasar yang kecil pada pengambilan dan sedikit bahan layang
Agar sedimen yang masuk tetap minimal, pengambilan sebaiknya dibuat di
ujung tikungan luar sungai untuk memanfaatkan aliran helikoidal. Kadang-
kadang pula dibuat kantong lumpur atau pengelak sedimen di hilir pengambilan.
Karena persyaratan-persyaratan yang disebutkan di atas, biasanya pengambilan
bebas dijumpai di ruas sungai dimana kemiringan sungai curam; dasar tanggul
sungai stabil (batu keras).
(b) Pompa
Pompa merupakan metode yang fleksibel untuk mengelakkan air dari sungai.
Tetapi, karena biaya energinya mahal (biasanya bahan bakar atau listrik), pompa
akan digunakan hanya apabila pemecahan berdasarkan gravitasi tidak mungkin
serta analisis untung-rugi menunjukkan bahwa instalasi pompa memang layak.
Dalam keadaan khusus ada dua tipe pompa yang mungkin dipakai. Kedua tipe
ini tidak bergabung pada bahan bakar atau listrik. Tipe-tipe tersebut adalah:
(a) Pompa naik hidrolis (hydraulic ram pump), yang bekerja atas dasar
momentum aliran air dan dengan cara itu pompa dapat menaikkan sedikit
dari air tersebut. Karena jumlah air yang dinaikkan sedikit.
Tipe pompa ini umumnya hanya digunakan untuk memompa air minum.
Bangunan Bendung 45

(b) Pompa yang digerakkan dengan air terjun.


Di dasar pipa (shaft) vertikal dipasang sebuah rotor dimana air terjun
menyebabkan pipa berputar. Di atas terdapat pompa kecil yang menaikkan
air sedikit saja.
(c) Bendung Saringan Bawah
Bendung saringan bawah atau Tiroller mengelakkan air lewat dasar sungai. Flum
yang dipasang tegak lurus terhadap dasar sungai mengelakkan air melalui tepi
sungai. Flum tersebut dipasangi saringan yang jerujinya searah dengan aliran
sungai. Saringan itu akan menghalangi masuknya bahan-bahan sedimen kasar di
dasar sungai (untuk potongan melintang tipe bendung ini lihat Gambar 1-2.).
Bahan-bahan yang lebih halus harus dipisahkan dengan konstruksi pengelak
sedimen yang ada di belakang bangunan bendung. Perencanaan saringan bawah
harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena hal ini akan
menentukan berfungsinya bangunan dengan baik.
Tipe bendung ini terutama cocok digunakan di daerah pegunungan. Karena
hampir tidak mempunyai bagian yang memerlukan eksploitasi, bangunan ini
dapat bekerja tanpa pengawasan. Juga, penggunaan saringan bawah ini sangat
menguntungkan di bagian sungai yang kemiringannya curam dengan bahan
sedimen yang lebih besar.
Karena bendungan saringan bawah tidak mempunyai bagian yang merupakan
penghalang aliran sungai dan bahan dasar kasar, maka bendung ini tidak mudah
rusak akibat hempasan batu-batu bongkah yang diangkut aliran. Batu-batu ini
akan lolos begitu saja ke hilir sungai.
46 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Perencanaan Hidrolis 47

4. BAB IV
PERENCANAAN HIDROLIS

4.1 Umum

Perencanaan hidrolis bagian-bagian pokok bangunan utama akan dijelaskan dalam


subbab-subbab berikut ini. Perencanaan tersebut mencakup tipe-tipe bangunan yang
telah dibicarakan dalam subbab-subbab terdahulu, yakni:
- bendung pelimpah
- bendung mekanis
- bendung karet
- pengambilan bebas
- pompa dan
- bendung saringan bawah
Di sini akan diberikan kriteria hidrolis untuk bagian-bagian dari tipe bangunan yang
dipilih dan sebagai referensi tambahan dapat digunakan SNI 03-1724-1989, SNI 03-
2401-1991.

4.2 Bendung Pelimpah

4.2.1 Lebar Bendung

Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya sama


dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di bagian ruas bawah sungai,
lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankful discharge) di bagian ruas
atas mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir mean tahunan
dapat diambil untuk menentukan lebar rata-rata bendung.
Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai
pada ruas yang stabil.
48 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar
bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar rata-rata sungai, yakni
jangan diambil 1,2 kali lebar sungai tersebut.
Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per satuan
lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14 m3/dt.m1, yang memberikan tinggi
energi maksimum sebesar 3,5 – 4,5 m (lihat Gambar 4-1.)
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B),
yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau tiang pancang, dengan
persamaan berikut:
Be = B – 2 (nKp + K a) H1 .......................................................................... 4-1
dimana:
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m
Harga-harga koefisien Ka dan Kp diberikan pada Tabel 4-1.
Perencanaan Hidrolis 49

I II

H1
pembilas

B1 B2 B3

II B1e B2e Bs

H1

Ka.H1
ka.H1

Kp.H1 Kp.H1 Kp.H1 Kp.H1

Bs = 0.8Bs

B = B1 + B2 + B3
Be = B1e + B2e + Bs

Gambar 4-1. Lebar Efektif Mercu

Tabel 4-1. Harga-Harga Koefisien Ka dan Kp

Bentuk Pilar Kp
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang dibulatkan pada jari-jari 0,02
yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar
Untuk pilar berujung bulat 0,01
Untuk pilar berujung runcing 0

Bentuk Pangkal Tembok Ka


0
Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90 ke arah aliran 0,20
0
Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 ke arah aliran dengan 0,10
0,5 H1> r > 0,15 H1
Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 0
450 ke arah aliran
50 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan


bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk
mengkompensasi perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung
itu sendiri (lihat Gambar 4-1.).

4.2.2 Perencanaan Mercu

Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung pelimpah :
tipe Ogee dan tipe bulat (lihat Gambar 4-2.).

R1 R
2
R

mercu tipe ogee mercu tipe bulat

Gambar 4-2. Bentuk-Bentuk Mercu


Gambar 4.2 Bentuk-bentuk mercu

Kedua bentuk mercu tersebut dapat dipakai baik untuk konstruksi beton maupun
pasangan batu atau bentuk kombinasi dari keduanya.
Kemiringan maksimum muka bendung bagian hilir yang dibicarakan di sini
berkemiringan 1 banding 1 batas bendung dengan muka hilir vertikal mungkin
menguntungkan jika bahan pondasinya dibuat dari batu keras dan tidak diperlukan
kolam olak. Dalam hal ini kavitasi dan aerasi tirai luapan harus diperhitungkan
dengan baik.
(1) Mercu bulat
Bendung dengan mercu bulat (lihat Gambar 4-2.) memiliki harga koefisiensi debit
yang jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan koefisiensi bendung ambang lebar.
Pada sungai, ini akan banyak memberikan keuntungan karena bangunan ini akan
Perencanaan Hidrolis 51

mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisiensi debit menjadi lebih
tinggi karena lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu.
Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1 /r) (lihat
Gambar 4-4.). Untuk bendung dengan dua jari-jari (R2) (lihat Gambar 4-2.), jari-jari
hilir akan digunakan untuk menemukan harga koefisien debit.
Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung
harus dibatasi sampai – 4 m tekanan air jika mercu terbuat dari beton untuk pasangan
batu tekanan subatmosfir sebaiknya dibatasi sampai –1 m tekanan air.

Gambar 4-3. Bendung dengan Mercu Bulat

Dari Gambar 4-3. tampak bahwa jari-jari mercu bendung pasangan batu akan berkisar
antara 0,3 sampai 0,7 kali H1maks dan untuk mercu bendung beton dari 0,1 sampai 0,7
kali H.1maks
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi
empat adalah:
1,5
Q = Cd 2/3√2/3g 𝑏 𝐻1 ........................................................................ 4-2
dimana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
52 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

b = panjang mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m
Koefisien debit Cd adalah hasil dari:
- C0 yang merupakan fungsi H1/r (lihat Gambar 4-5.)
- C1 yang merupakan fungsi p/H1 (lihat Gambar 4-6.), dan
- C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung (lihat
Gambar 4-7.).
C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H1/r lebih dari 5,0 seperti diperlihatkan
pada Gambar 4-5.

Gambar 4-4. Tekanan pada Mercu Bendung Bulat sebagai Fungsi Perbandingan H1/r

Harga-harga C0 pada Gambar 4-5 sahih (valid) apabila mercu bendung cukup tinggi
di atas rata-rata alur pengarah (p/H1  sekitar 1,5).
Dalam tahap perencanaan p dapat diambil setengah jarak dari mercu sampai dasar
rata-rata sungai sebelum bendung tersebut dibuat. Untuk harga-harga p/h1 yang
kurang dari 1,5, maka Gambar 4-6. dapat dipakai untuk menemukan faktor
pengurangan C1.
Perencanaan Hidrolis 53

1.5
1.4
x
1.3
catatan sahih jika P/H1 > 1.5
1.2 +
+x x
x
1.1 x x
x
x
1.0 x
x
koefisien Co

x 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0
0.9 x
x
x r = 0.025 m. - G.D.MATTHEW 1963 perbandingan H1/r
0.8 o r = ............. - A.L. VERWOERD 1941
0.7 + r = 0.030 m. - A.W.v.d.OORD 1941
r = 0.0375 m. L.ESCANDE &
0.6 r = 0.075 m. F.SANANES 1959
0

Gambar 4-5. Harga-Harga Koefisien C0 untuk Bendung Ambang Bulat Sebagai Fungsi
Perbandingan H1/r

P/H1 ~ 1.5
1.0
0.99

0.9 +
Faktor pengurangan koefisien

+
0.8 +

+ w.j.v.d. OORD 1941


0.7
debit C1

0 1.0 2.0 3.0


perbandingan P/H1

Gambar 4-6. Koefisien C1 sebagai Fungsi Perbandingan P/H1

Harga-harga koefisien koreksi untuk pengaruh kemiringan muka bendung bagian hulu
terhadap debit diberikan pada Gambar 4-7. Harga koefisien koreksi C2, diandaikan
kurang lebih sama dengan harga faktor koreksi untuk bentuk-bentuk mercu tipe Ogee.
54 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-7. Harga-Harga Koefisien C2 untuk Bendung Mercu Tipe Ogee dengan Muka Hulu
Melengkung (Menurut USBR, 1960)

Harga-harga faktor pengurangan aliran tenggelam f sebagai fungsi perbandingan


tenggelam dapat diperoleh dari Gambar 4-8. Faktor pengurangan aliran
tenggelammengurangi debit dalam keadaan tenggelam.

1.0
0.9
0.8
H2/H1

0.7 +
0.6 +
0.5
aliran tenggelam

data dari :
+ A.L.VERWOERD 1941
perbandingan

0.4 +
W.J.v.d.OORD 1941
H2/H1=1/3
0.3 +
+
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
faktor pengurangan aliran tenggelam f

Gambar 4-8. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi H2/H1


Perencanaan Hidrolis 55

(2) Mercu Ogee


Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh
karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfir pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S. Army Corps of
Engineers telah mengembangkan persamaan berikut:
𝑌 1 𝑋 𝑛
= [ ] ............................................................................................. 4-3
ℎ𝑑 𝐾 ℎ𝑑

dimana x dan y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir (lihat Gambar 4-9.) dan
hd adalah tinggi energi rencana di atas mecu. Harga-harga K dan n adalah parameter.
Harga-harga ini bergantung kepada kecepatan dan kemiringan permukaan belakang.
Tabel 4-2. menyajikan harga-harga K dan n untuk berbagai kemiringan hilir dan
kecepatan pendekatan yang rendah.

Tabel 4-2. Harga-Harga K dan n


Kemiringan
K n
Permukaan Hilir
Vertikal 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776

Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir (lihat
Gambar 4-9.).
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung mercu Ogee adalah:
Q = Cd 2/3√2/3gbH11,5 ...................................................................................... 4-4
dimana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
56 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

3 - 4 h1 maks
X 1.85 = 2.0hd 0.85 y 1.810 0.810
X = 1.939 hd y
H1
hd 0.282 hd
asal 0.214 hd
H1
0.175 hd koordinat hd 0.115 hd
x X

R=0.2 hd Y R=0.22 hd y
R=0.5 hd 0.67
1

R=0.48 hd

sumbu mercu
diundurkan

1.836 0.836 1.776 0.776


X = 1.939 hd y X = 1.873 hd y

0.237 hd
H1 H1
hd 0.139 hd hd 0.119 hd

x x
1 Y
R = 0.21 hd Y
0.33 1
1
R = 0.68 hd
R = 0.45 hd

Gambar 4-9. Bentuk-Bentuk Bendung Mercu Ogee


(U.S.Army Corps of Engineers, Waterways Experimental Stasion)

Gambar 4-10. Faktor Koreksi untuk Selain Tinggi Energi Rencana pada Bendung Mercu Ogee
(Menurut Ven Te Chow, 1959, Berdasarkan Data USBR dan WES)
Perencanaan Hidrolis 57

Koefisien debit efektif Ce adalah hasil C0, C1 dan C2 (Ce = C0C1C2).


- C0 adalah konstanta (= 1,30),
- C1 adalah fungsi p/hd dan H1/hd’ dan
- C2 adalah faktor koreksi untuk permukaan hulu.
Faktor koreksi C1 disajikan pada Gambar 4-10 dan sebaiknya dipakai untuk berbagai
tinggi bendung di atas dasar sungai.
Harga-harga C1 pada Gambar 4-10. berlaku untuk bendung mercu Ogee dengan
permukaan hulu vertikal. Apabila permukaan bendung bagian hulu miring, koefisien
koreksi tanpa dimensi C2 harus dipakai; ini adalah fungsi baik kemiringan permukaan
bendung maupun perbandingan p/H1.
Harga-harga C2 dapat diperoleh dari Gambar 4-7.
Gambar 4-11. menyajikan faktor pengurangan aliran tenggelam f untuk dua
perbandingan: perbandingan aliran tenggelam H2/H1 dan P2/H1.
58 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

-0.2

0.98

1.0
H1

-0.1 H2

0.995
0.96 0.97

0.99
p p2

0
0.94

0.1
0.92

1.0 1.0
0.2
0.90

0.995
0.995

0.3 0.99
0.85
H2/H1

9
0.9

faktor pengurangan aliran tenggelam f


0.4
0.80

0.98
0.98
perbandingan aliran tenggelam

0.5 0.97
0.97
0.96
0.6 0.96

0.94
0.7 0.94
0.92
0.92
0.90
0.8 0.90
0.85
0.85
0.80
0.80 0.70
0.9 0.70
0.60 0.60
0.40 0.40
0.20 0.20
1.0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
perbandingan P2/H1

Gambar 4-11. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi p2/H1 dan H2/H1.
(Disadur dari US Army Corps of Engineers Waterways Experimental Station)

(3) Kecepatan datang (approach velocity)


Jika dalam rumus-rumus debit di atas dipakai kedalaman air h1, bukan tinggi energi
H1, maka dapat dimasukkan sebuah koefisien kecepatan datang Cv ke persamaan debit
tersebut. Harga-harga koefisien ini dapat dibaca dari Gambar 4-12.
Perencanaan Hidrolis 59

1.20

1.15
koefisien kecepatan

1.10
datang Cv

pengontrol segiempat u = 1.5

1.05

1.00
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
perbandingan luas 1 Cd A*/A1

Gambar 4-12. Harga-Harga Cv Sebagai Fungsi Perbandingan Luas √α1 Cd A*/A1 untuk Bagian
Pengontrol Segi Empat (dari Bos, 1977)

Gambar ini memberikan harga-harga Cv untuk bendung segi empat sebagai fungsi
perbandingan luas.
Perbandingan luas = √α1Cd A*/A1 ............................................................................ 4-5

dimana:
1 = koefisiensi pembagian/distribusi kecepatan dalam alur pengarah
(approach channel). Untuk keperluan-keperluan praktis harga tersebut boleh
diandaikan sebagai konstan;  = 1,04
A1 = luas dalam alur pengarah
A* = luas semu potongan melintang aliran di atas mercu bendung jika kedalaman
aliran akan sama dengan h1 (lihat Gambar 4-13.).
60 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-13. Potongan Hulu dan Tampak Depan Pengontrol

4.2.3 Pelimpah Gigi Gergaji

Pada beberapa lokasi rencana pembuatan bendung, didapatkan sungai yang


mempunyai karakteristik lebar sungai kecil, debit cukup besar dengan fluktuasi antara
debit rendah dan debit tinggi yang tidak terlalu jauh, dan tidak membawa material
bawaan yang besar (besarnya sungai di daerah hilir). Untuk karakteristik sungai yang
demikian jika dibangun bendung dengan pelimpah alinyemen lurus akan memerlukan
panjang pelimpah yang besar, sehingga perlu area yang besar dan biaya yang mahal.
Dari hasil beberapa penelitian untuk sungai dengan karakteristik di atas lebih sesuai
digunakan pelimpah dengan alinyemen berbentuk gigi gergaji, karena dengan bentuk
seperti itu pada bentang sungai yang sama mempunyai panjang pelimpah yang lebih
besar.
Parameter yang harus diperhatikan sebelum merencanakan tipe ini adalah :
(1) Lokasi, tinggi mercu, debit banjir rencana dan stabilitas perlu didesain dengan
mengacu pada acuan yang ada pada pelimpah ambang tetap biasa.
(2) Bendung tipe gigi gergaji kurang sesuai untuk dibangun pada sungai dengan
angkutan material dasar sungai batu gelinding, sungai yang membawa hanyutan
batang-batang pohon dalam jumlah yang besar sehingga akan menimbulkan
Perencanaan Hidrolis 61

benturan yang dapat merusak tubuh bendung atau tumpukan sampah yang dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pelimpahan bendung.
(3) Radius atau jari-jari mercu perlu diambil lebih besar atau sama dengan
0,10 m.

4.2.4 Tata Letak dan Bentuk Gigi Gergaji

(1) Pelimpah dengan bentuk dasar segitiga menghasilkan kapasitas pelimpahan


terbesar, tetapi jarak antara dinding-dinding pelimpah bagian ujung udik dan hilir
pada bentuk segitiga sangat dekat. Keadaan ini mengakibatkan pelimpah bentuk
segitiga sangat peka terhadap akibat perubahan muka air hilir dan mudah terjadi
kehilangan aerasi akibat tumbukan aliran air menyilang yang jatuh dari dinding-
dinding pelimpah.
(2) Pada pelimpah dengan bentuk dasar persegi panjang terjadi pengkonsentrasian
aliran menuju pelimpah. Keadaan ini menimbulkan penurunan muka air diatas
pelimpah dan mengakibatkan penurunan kapasitas pelimpah.
(3) Bentuk dasar trapesium memberikan efektifitas pelimpahan yang terbaik.
(4) Bentuk mercu pelimpah sangat berpengaruh terhadap kapasitas pelimpahan,
bentuk mercu setengah lingkaran mempunyai koefisien pelimpahan (c), yang
lebih besar daripada koefisien pelimpahan mercu dengan bentuk tajam (ct).
Jika kapasitas pelimpahan bendung tipe gergaji dengan besar pelipatan panjang mercu
lg
dan nilai koefisien pelimpahan ct adalah sebesar Qt, kapasitas pelimpahan bendung
b
lg
gergaji dengan b
yang sama tetapi dengan koefisien pelimpahan c adalah
C1
Qg = c
x Qt.
62 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

A A
a
h

Udik p
b 2a
Arah Aliran
c
a
hilir

denah untuk jenis lantai hilir datar Potongan A-A untuk jenis lantai hilir

A A
h

p
Udik
b 2a
Arah Aliran
c
a
hilir

Potongan A-A untuk jenis lantai hilir


denah untuk jenis lantai hilir miring

Gambar 4-14. Denah Pelimpah Bentuk Gergaji

Notasi dari gambar didepan adalah:


A = setengah lebar bagian dinding ujung-ujung gigi gergaji
b = lebar lurus satu gigi gergaji
c = panjang bagian dinding sisi gigi gergaji
p = tinggi pembendungan
h = tinggi tekan hidrolik muka air udik diukur dari mercu bendung.
Lg = panjang satu gigi gergaji = 4a + 2c

= perbandingan antara tinggi tekan hidrolik, h dengan tinggi bendung atau
𝑝

pelimpah diukur dari lantai udik, p.


𝑏
= perbandingan antara lebar satu gigi b dengan tinggi bendung p
𝑝
Perencanaan Hidrolis 63

𝑙𝑔
= perbandingan antara panjang mercu pelimpah gergaji yang terbentuk
𝑏

 = sudut antara sisi pelimpah dengan arah aliran utama air


n = jumlah “gigi” pelimpah gergaji
𝑄𝑔
= nilai perbandingan antara besar debit pada pelimpah gergaji dibandingkan
𝐺𝑛

dengan besar debit pelimpahan jika digunakan pelimpah lurus biasa dengan
lebar bentang yang sama.

4.2.5 Pangkal Bendung

Pangkal-pangkal bendung (abutment) menghubungkan bendung dengan tanggul-


tanggul sungai dan tanggul-tanggul banjir. Pangkal bendung harus mengarahkan
aliran air dengan tenang di sepanjang permukaannya dan tidak menimbulkan
turbulensi. Gambar 4-14. memberikan dimensi-dimensi yang dianjurkan untuk
pangkal bendung dan peralihan (transisi).

0.50 m
R1>h1
=3
0-
45 . R2>0.5h2 R=1.5a
maks 1:1 ° R3>1m maks 1:1 a

L1 > 2hmaks L2>2h1 L3>4h3

Q100
h2
Q100
hmaks
h1
h3

Gambar 4-15. Pangkal Bendung


64 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Elevasi pangkal bendung di sisi hulu bendung sebaiknya lebih tinggi daripada elevasi
air (yang terbendung) selama terjadi debit rencana. Tinggi jagaan yang harus
diberikan adalah 0,75 m sampai 1,50 m, bergantung kepada kurve debit sungai di
tempat itu, untuk kurve debit datar 0,75 m akan cukup, sedang untuk kurve yang
curam akan diperlukan 1,50 m untuk memberikan tingkat keamanan yang sama.

4.2.6 Peredam Energi

Aliran di atas bendung di sungai dapat menunjukkan berbagai perilaku di sebelah


bendung akibat kedalaman air yang ada h2. Gambar 4-15 menyajikan kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi dari pola aliran di atas bendung.
Kasus A menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan sedikit saja gangguan di
permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus B menunjukkan loncatan tenggelam
yang lebih diakibatkan oleh kedalaman air hilir yang lebih besar, daripada oleh
kedalaman konjugasi. Kasus C adalah keadaan loncat air dimana kedalaman air hilir
sama dengan kedalaman konjugasi loncat air tersebut. Kasus D terjadi apabila
kedalaman air hilir kurang dari kedalaman konjugasi, dalam hal ini loncatan akan
bergerak ke hilir.

y2 h2

A B

yu
y2=h2 y2 h2

C D

Gambar 4-16. Peredam Energi


Perencanaan Hidrolis 65

Semua tahap ini bisa terjadi di bagian hilir bendung yang di bangun di sungai. Kasus
D adalah keadaan yang tidak boleh terjadi, karena loncatan air akan menghempas
bagian sungai yang tak terlindungi dan umumnya menyebabkan penggerusan luas.
Debit Rencana
Untuk menemukan debit yang akan memberikan keadaan terbaik untuk peredaman
energi, semua debit harus dicek dengan muka air hilirnya. Jika degradasi mungkin
terjadi, maka harus dibuat perhitungan dengan muka air hilir terendah yang mungkin
terjadi untuk mengecek apakah degradasi mungkin terjadi. Degradasi harus dicek
jika:
(a) bendung dibangun pada sodetan (kopur)
(b) sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi.
(c) terdapat waduk di hulu bangunan.
Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data pasti yang tersedia, maka
harga sembarang degradasi 2,50 m harus digunakan dalam perencanaan kolam olak,
tetapi dengan fungsi sebagai berikut:
(a) Untuk analisa stabilitas bendung
(b) Untuk menyiapkan cut off end sill / analisa dimensi curve
(c) Untuk keperluan perhitungan piping/seepage
(d) Untuk perhitungan kolam olak/dimensi

muka air hulu 1/3 H1


.

penurunan
2/3H1
H

tinggi dasar

H1 aliran tak tenggelam aliran tenggelam


tinggi mercu
z + 0.5H1
muka air hilir H1
kedalaman konjugasi y2
.
z 2 H2
tinggi dasar hilir 1 v1
H2
degradasi
-4.0
0 q

Gambar 4-17. Metode Perencanaan Kolam Loncat Air


66 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

4.2.7 Kolam Loncat Air

Gambar 4-17 memberikan penjelasan mengenai metode perencanaan. Dari grafik q


versus H1 dan tinggi jatuh 2, kecepatan (v1) awal loncatan dapat ditemukan dari:
v1 = √2g(1/2H1 + z) ..................................................................................... 4-6
dimana: v1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8)
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
z = tinggi jatuh, m.
Dengan q = v1y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah:
y2
= 1/2(√1 + 8Fr 2 − 1) ................................................................................... 4-7
yu

v1
dimana : Fr =
√ g yu

y2 = kedalaman air di atas ambang ujung, m


yu = kedalaman air di awal loncat air, m
Fr = bilangan Froude
v1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
Kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga agar
loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan di atas lantai, maka lantai
harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurang-kurangnya sama dengan
kedalaman konjugasi.
Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1 di atas
mercu, tidak diperlukan peredam energi.
Dalam menghitung gejala loncat air, Tabel 4-2. dapat pula digunakan (lihat Lampiran
II) beserta Gambar 4-18.
Perencanaan Hidrolis 67

Panjang Kolam
Panjang kolam loncat air dibelakang Potongan U (Gambar 4-18) biasanya kurang dari
panjang bebas loncatan tersebut adanya ambang ujung (endsill). Ambang yang
berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak
Lj = 5 (n + y2) ................................................................................................... 4-8
dimana:
Lj = panjang kolam, m
n = tinggi ambang ujung, m
y2 = kedalaman air di atas ambang, m.
di belakang Potongan U. Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi
bilangan Froude (Fr), kedalaman air yang masuk yu, dan tinggi muka air hilir, dapat
ditentukan dari Gambar 4-19.
bagian pengontrol

H1 yc
q H
ambang
>2 ujung
Hu
Z sudut 1 air
t
runcing lonca
yu H2 n y2
bidang persamaan

panjang kemiringan Lj
potongan U

bulat r ~ 0.5H1

alternatif peralihan

1
Z
1

panjang
kemiringan
diperpendek

Gambar 4-18. Parameter-Parameter Loncat Air


68 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-19. Hubungan Percobaan Antara Fru, y2/yu untuk Ambang Ujung Pendek (Menurut Forster dan Skrinde, 1950)
Perencanaan Hidrolis 69

Panjang kolam olak dapat sangat diperpendek dengan menggunakan blok-blok


halang dan blok-blok muka. Gambar 4-19. menyajikan dimensi kolam olak USBR
tipe III yang dapat dipakai jika bilangan Froude tidak lebih dari 4,5.

> (h+y2) +0.60 H


0.2n3 2
blok muka 1

n3 =
yu(4+Fru) 0.5 yu 0.675 n3
6 yu
yu 0.75 n3
ambang ujung
yu 0.75 n3
blok halang
yu(18+Fru)
n=
18
1
1
yu n3 n

0.82 y2
2.7 y2
potongan U

Gambar 4-20. Karakteristik Kolam Olak untuk Dipakai dengan Bilangan Froude di atas 4,5
Kolam USBR Tipe III (Bradley dan Peterka, 1957)

Jika kolam itu dibuat dari pasangan batu, blok halang dan blok muka dapat dibuat
seperti ditunjukkan pada Gambar 4-20.
70 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pelat baja

kerangka
besi siku

balok beton
bertulang dengan:
-blok muka
-blok halang

pasangan batu

Gambar 4-21. Blok-Blok Halang dan Blok-Blok Muka

Tipe Kolam
Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan bilangan Froude dan
kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut memainkan
peranan penting dalam pemilihan tipe kolam olak:
(a) Bendung di sungai yang mengangkut bongkah atau batu-batu besar dengan dasar
yang relatif tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam olak tipe bak
tenggelam/submerged bucket (lihat Gambar 4-21.);
(b) Bendung di sungai yang mengangkut batu-batu besar, tetapi sungai itu
mengandung bahan aluvial, dengan dasar tahan gerusan, akan menggunakan
kolam loncat air tanpa blok-blok halang (lihat Gambar 4-17.) atau tipe bak
tenggelam/peredam energi.
(c) Bendung sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimen halus dapat
direncanakan dengan kolam loncat air yang diperpendek dengan menggunakan
blok-blok halang (lihat Gambar 4-19.)
Perencanaan Hidrolis 71

Untuk tipe kolam olak yang terakhir, daya gerus sedimen yang terangkut harus
dipertimbangkan dengan mengingat bahan yang harus dipakai untuk membuat blok.

4.2.8 Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam

Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman air
normal hilir, atau Jika diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang
panjang akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat
dipakai peredam energi yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis peredam
energi tipe ini terutama bergantung kepada terjadinya kedua pusaran, satu pusaran
permukaan bergerak ke arah berlawanan dengan arah jarum jam di atas bak, dan
sebuah pusaran permukaan bergerak ke arah putaran jarum jam dan terletak di
belakang ambang ujung. Dimensi-dimensi umum sebuah bak yang berjari-jari besar
diperlihatkanpada Gambar 4-21.

tinggi kecepatan
H
q
hc muka air
hilir

1 a=0.1R
1
lantai lindung
R 90° T

elevasi
dasar lengkung

Gambar 4-22. Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam

Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan sejak lama dengan sangat berhasil
pada bendung-bendung rendah dan untuk bilangan-bilangan Fruode rendah. Kriteria
yang dipakai untuk perencanaan diambil dari bahan-bahan oleh Peterka dan hasil-
hasil penyelidikan dengan model. Bahan ini telah diolah oleh Institut Teknik
Hidrolika di Bandung guna menghasilkan serangkaian kriteria perencanaan untuk
kolam dengan tinggi energi rendah ini.
72 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Parameter-parameter dasar untuk perencanaan tipe bak tenggelam sebagaimana


diberikan oleh USBR (Peterka, 1974) sulit untuk diterapkan bagi perencanaan
bendung dengan tinggi energi rendah.
Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini sebagai jari-jari bak, tinggi energi dan
kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi
dengan cara membaginya dengan kedalaman kritis.
3 q2
hc = √ g ............................................................................................................ 4-9

dimana:
hc = kedalaman air kritis, m
q = debit per lebar satuan, m3/dt.m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) diberikan pada Gambar 4-22., dimana
garis menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Di bawah H/hc = 2,5 USBR tidak
memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh ini penyelidikan dengan model yang
dilakukan oleh IHE menunjukkan bahwa garis putus-putus pada Gambar 4-23. ini
menghasilkan kriteria yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi
bangunan-bangunan dengan tinggi energi rendah ini.
Perencanaan Hidrolis 73

Gambar 4-23. Jari-Jari Minimum Bak

Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) diberikan pada Gambar 4-24.
Untuk H/hc di atas 2,4 garis tersebut merupakan “envelope” batas tinggi air hilir
yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air hilir (bak bercelah),
“sweep-out limit”, batas minimum tinggi air hilir yang dipengaruhi oleh jari-jari bak
dan batas tinggi air hilir untuk bak tetap.
Dibawah H/hc = 2,4 garis tersebut menggambarkan kedalaman konjugasi suatu
loncat air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran harga H/hc yang kurang dari 2,4
berada di luar jangkauan percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk mengambil
kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga
H/hc yang lebih kecil dari 2,4.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak bendung rusak akibat gerusan lokal
yang terjadi tepat di sebelah hilirnya dan kadang-kadang kerusakan ini diperparah lagi
oleh degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menentukan
kedalaman air hilir berdasarkan perkiraan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di
masa datang.
74 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-24. Batas Minimum Tinggi Air Hilir


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 75

Dari penyelidikan model terhadap bak tetap, IHE menyimpulkan bahwa pengaruh
kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak sebagai peredam energi,
ditentukan oleh perbandingan h2/h1 (lihat Gambar 4-25.).
Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam ke dalam bak dan tidak
ada efek peredaman yang bisa diharapkan.
3 h2

h1
2
h2 dalam m

2 /3
h2 =
h1
1
bias yang dipakai

0
0 1 2 3 4 5
h1 dalam m

Gambar 4-25. Batas Maksimum Tinggi Air Hilir

hc=2/3 H q²
z hc = g
r
r
r z
r r jika 0.5 < < 2.0
hc
1
1
R R D t = 2.4 hc + 0.4 z (1)
z
jika 2.0 < < 15.0 :
hc
alternatif
a 2a t t = 3.0 hc + 0.1 z (2)
a = 0.28 hc hc (3)
z
L
D=R=L (4)
(ukuran dalam m)

Gambar 4-26. Kolam Olak Menurut Vlugter

4.2.9 Kolam Vlugter

Kolam Vlugter, yang detail rencananya diberikan pada Gambar 4-25., telah terbukti
tidak andal untuk dipakai pada tinggi air hilir di atas dan di bawah tinggi muka air
76 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

yang sudah diuji di laboratorium. Penyelidikan menunjukkan bahwa tipe bak


tenggelam, yang perencanaannya mirip dengan kolam Vlugter, lebih baik. Itulah
sebabnya mengapa pemakaian kolam Vlugter tidak lagi dianjurkan jika debit selalu
mengalami fluktuasi misalnya pada bendung di sungai.

4.2.10 Modifikasi Peredam Energi

Ada beberapa modifikasi peredam energi tipe Vlugter, Schoklizt yang telah dilakukan
penelitiannya dan dapat digunakan dalam perencanaan dengan mengacu RSNI T-04-
2002 dapat digunakan antara lain adalah tipe-tipe MDO, MDS.
Peredam energi tipe MDO terdiri dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi
dengan ambang hilir tipe gigi ompong dan dilengkapi dengan rip rap. Sedangkan
peredam energi tipe MDS terdiri dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi
dengan ambang hilir tipe gigi ompong ditambah dengan bantalan air dan dilengkapi
dengan rip rap. Bantalan air yang dimaksud di sini adalah ruang di atas lantai
disediakan untuk lapisan air sebagai bantalan pencegah atau pengurangan daya bentur
langsung batu gelundung terhadap lantai dasar peredam energi.
Sebelum mendesain tipe ini perlu ditentukan terlebih dahulu nilai parameter:
a) tipe mercu bendung harus bentuk bulat dengan satu atau dua jari-jari.
b) permukaan tubuh bendung bagian hilir dibuat miring dengan perbandingan
kemiringan 1 : m atau lebih tegak dari kemiringan 1:1.
c) tubuh bendung dan peredam energi harus dilapisi dengan lapisan tahan aus.
d) elevasi dasar sungai atau saluran di hilir tubuh bendung yang ditentukan, dengan
memperhitungkan kemungkinan terjadinya degradasi dasar sungai.
e) elevasi muka air hilir bendung yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar sungai
dengan kemungkinan perubahan geometri badan sungai.
Selain parameter di atas kriteria desain yang disyaratkan yaitu:
a) tinggi air udik bendung dibatasi maksimum 4 meter;
b) tinggi pembendungan (dihitung dari elevasi mercu bendung sampai dengan
elevasi dasar sungai di hilir) maksimum 10 meter.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 77

Dalam hal tinggi air udik bendung lebih dari 4 meter dan atau tinggi pembangunan
lebih dari 10 meter tata cara peredam energi tipe MDO dan MDS ini masih dapat
digunakan asalkan dimensinya perlu diuji dengan model test.
Penggunaan tipe MDO dan MDS dapat juga dimodifikasi dan dilakukan
pengembangan pemakaiannya.
1) dimensi hidraulik peredam energi tipe MDO dapat diterapkan di hilir tubuh
bendung dengan bidang miring lebih tegak dari perbandingan 1:1.
2) tubuh bendung dengan peredam energi tipe MDO dapat dilengkapi dengan
pembilas sedimen tipe undersluice tanpa mengubah dimensi hidraulik peredam
energi tipe MDO.
Data awal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah:
a) debit desain banjir dengan memperhitungkan tingkat keamanan bangunan air
terhadap bahaya banjir.
b) debit desain penggerusan, dapat diambil sama dengan debit alur penuh.
c) lengkung debit sungai di hilir rencana bendung berdasarkan data geometri-
hidrometri-hidraulik morfologi sungai.
Grafik-grafik yang dipakai dalam desain hidraulik bendung dengan kelengkapannya,
meliputi :
a) grafik pengaliran melalui mercu bendung dapat dilihat dalam grafik MDO-1 pada
lampiran A1 (RSNI T-04-2002)
b) grafik untuk mengetahui bahaya kavitasi di hilir mercu bendung dapat dilihat
dalam MDO-1a pada lampiran A2 (RSNI T-04-2002)
c) grafik untuk menentukan dimensi peredam energi tipe MDO dan MDS dapat
dilihat dalam grafik MDO-2 dan MDO-3 pada lampiran A3 dan A4 (RSNI T-04-
2002)
Rumus-rumus yang digunakan dalam desain hidraulik ini meliputi :
1) debit desain persatuan lebar pelimpah :
- untuk bahaya banjir : qdf = Qdf/Bp ..................................................... 4-10
- untuk bahaya penggerusan : qdf = Qdp/Bp .......................................... 4-11
78 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

2) dimensi radius mercu bendung (r) = 1,00 m  r  3,00 m ................... 4-12


3) tinggi dan elevasi muka air di udik bendung :
Hudp dan Eludp
Hudf dan Eludf
Eludp = M + Hudp, untuk penggerusan
Eludf = M + Hudf, untuk banjir
Hudp dan Hudf dihitung dengan grafik MDO-1 ..................................... 4-13
4) tinggi terjun bendung :
- pada Qdf adalah Zdf = Hudf – Hidf ....................................................... 4-14
- pada Qdp adalah Zdp = Hudp – Hidp ..................................................... 4-15
Hidf dan Hidp diperoleh dari grafik lengkung debit sungai.
5) parameter energi (E) untuk menentukan dimensi hidraulik peredam energi tipe
MDO dan MDS dihitung dengan :
Edp = qdp/(g x Zdp3)1/2 .............................................................................. 4-16
6) kedalaman lantai peredam energi (Ds) dihitung dengan :
Ds = (Ds) (Ds/Ds) ...................................................................................... 4-17
Ds/Ds dicari dengan grafik MDO-2
7) panjang lantai dasar peredam energi (Ls) dihitung dengan :
Ls = (Ds) (Ls/Ds) ...................................................................................... 4-18
Ls/Ds dicari dengan grafik MDO-3
8) tinggi ambang hilir dihitung dengan :
a = (0,2 a 0,3) Ds ................................................................................... 4-19
9) lebar ambang hilir dihitung :
b = 2 x a ................................................................................................... 4-20
10) Elevasi Dekzerk tembok pangkal bendung ditentukan dengan :
EiDzu = M + Hudf + Fb ; untuk tembok pangkal udik .............................. 4-21
EiDzi = M + Hidf + Fb ; untuk tembok pangkal hilir .............................. 4-22
Fb diambil : 1,00 meter  Fb  1,50 meter
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 79

11) Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (Lpi) ditempatkan lebih
kurang di tengah-tengah panjang lantai peredam energi:
Lpi = Lp + ½ Ls ......................................................................................... 4-23
12) Panjang tembok sayap hilir (Lsi) dihitung dari ujung hilir lantai peredam energi
diambil :
Ls Lsi  1,5 Ls ......................................................................................... 4-24
Tebing sungai yang tidak jauh dari tepi sisi lantai peredam energi, maka ujung
hilir tembok sayap hilir dilengkungkan masuk ke dalam tebing sungai. Dan bagi
tebing sungai yang jauh dari tepi sisi lantai peredam energi maka ujung tembok
sayap hilir dilengkungkan balik ke udik sehingga tembok sayap hilir berfungsi
sebagai tembok pengarah arus hilir bendung. Bentuk ini dapat diperhatikan pada
contoh gambar dalam lampiran D2.
13) Panjang tembok pangkal bendung di bagian udik (Lpu) bagian yang tegak
dihitung dari sumbu mercu bendung :
0,5 Ls Lpu Ls ......................................................................................... 4-25
14) Panjang tembok sayap udik ditentukan :
- Bagi tebing sungai yang tidak jauh dari sisi tembok pangkal bendung, ujung
tembok sayap udik dilengkungkan masuk ke tebing dengan panjang total
tembok pangkal bendung ditambah sayap udik:
0,50 Ls Lsu 1,50 Ls ....................................................................... 4-26
- Bagi tebing sungai yang jauh dari sisi tembok pangkal bendung atau palung
sungai di udik bendung yang relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan
lebar pelimpah bendung maka tembok sayap udik perlu diperpanjang dengan
tembok pengarah arus yang panjangnya diambil minimum
2 x Lp ................................................................................................ 4-27
15) Kedalaman bantalan air pada tipe MDS ditentukan:
S = Ds + (1,00 m sampai dengan 2,00 m) ............................................. 4-28
80 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dengan:
Qdf = debit desain untuk bahaya banjir (m³/s)
Qdp = debit desain untuk bahaya penggerusan (m³/s)
Bp = lebar pelimpah (m)
qdf = Qdf/Bp (m³/s/m’)
qdp = Qdp/Bp (m³/s/m’)
D2 = tinggi muka air sungai di hilir bendung dengan dasar sungai
terdegradasi (m)
R = radius mercu bendung diambil antara 1,00 meter sampai dengan
3,00 meter.
Hudf = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desain banjir (m)
Hudp = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desain penggerusan (m)
Hidp = tinggi air dihilir bendung pada debit desain penggerusan (m)
Hidf = tinggi air dihilir bendung pada debit desain banjir (m)
Zdf = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desain banjir (m)
Zdp = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desain
penggerusan (m)
Dzu = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian udik (m)
Dzi = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian hilir (m)
Fb = tinggi jagaan diambil antara 1,00 meter s/d 1,50 meter
E = parameter tidak berdimensi
Ls = panjang lantai peredam tinggi
Lb = jarak sumbu mercu bendung sampai perpotongan bidang miring dengan
lantai dasar bendung (m)
Lpi = panjang tembok sayap hilir dari ujung hilir lantai peredam energi ke
hilir (m)
S = kedalaman bantalan air peredam energi tipe MDS (m)
Lpu = panjang tembok pangkal udik bendung dari sumbu mercu bendung ke
udik (m)
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 81

Lsu = panjang tembok sayap udik (m)


Lpa = panjang tembok pengarah arus udik tembok sayap udik (m)
g = percepatan gravitasi (m/dtk²)
Perhitungan dan penentuan dimensi hidraulik tubuh bendung dan peredam
energinya dengan langkah sebagai berikut:
1) hitung debit desain untuk bahaya banjir dan untuk bahaya penggerusan;
2) hitung lebar pelimpah bendung efektif;
3) hitung debit desain persatuan lebar pelimpah;
4) tentukan nilai radius mercu bendung, r;
5) untuk nilai radius mercu bendung tersebut; periksa kavitasi di bidang hilir
tubuh bendung dengan bantuan grafik MDO 1a, jika tekanan berada di
daerah positif pemilihan radius mercu bendung; diijinkan;
6) jika tekanan berada di daerah negatif, tentukan nilai radius mercu bendung
yang lebih besar dan ulangi pemeriksaan kavitasi sehingga tekanan berada
di daerah positif;
7) hitung elevasi muka air udik bendung dengan bantuan grafik MDO-1;
8) hitung tinggi terjun bendung, Z;
9) hitung parameter tidak berdimensi, E;
10) hitung kedalaman lantai peredam energi, Ds;
11) hitung nilai panjang lantai datar, Ls;
12) tentukan tinggi bantalan air, S, untuk peredam energi tipe MDS;
13) tetapkan tinggi ambang hilir dan lebarnya, a dan b;
14) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok pangkal bendung;
15) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok sayap hilir;
16) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok sayap udik;
82 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

17) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok pengarah arus;
18) lengkapi kaki-kaki tembok sayap hilir dan di hilir ambang hilir peredam
energi dengan rip rap.

Gambar 4-27. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi Tipe MDO

Gambar 4-28. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi Tipe MDS
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 83

Untuk grafik-grafik yang dipakai akan diberikan pada gambar berikut:

Gambar 4-29. Grafik MDO – 1 Pengaliran Melalui Mercu Bendung

Gambar 4-30. Grafik MDO – 1a Penentuan Bahaya Kavitasi di Hilir Mercu Bendung
84 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-31. Grafik MDO – 2 Penentuan Kedalaman Lantai Peredam Energi

Gambar 4-32. Grafik MDO – 3 Penentuan Panjang Lantai Peredam Energi


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 85

4.3 Bendung Gerak

Pada umumnya bendung gerak adalah bangunan yang sangat rumit dan harus
direncana oleh ahli-ahli yang berpengalaman dibantu oleh ahli-ahli di bidang
hidrolika, teknik mekanika dan konstruksi baja.

4.3.1 Pengaturan Muka Air

Bendung gerak dibangun untuk memenuhi keperluan muka air normal dalam rangka
pengambilan dan mengurangi efek genangan akibat muka air banjir yang
diakibatkannya.
Prinsip pembangunan bendung gerak seperti ini membawa implikasi pengaturan
muka air banjir sebagai berikut :
a) Muka Air Banjir Tetap
Muka air banjir dipertahankan tetap, baik sebelum maupun sesudah
pembangunan. Jika lebar efektif bendung gerak dipertahankan sama dengan lebar
sungai asli sebelum pembangunan maka elevasi ambang tubuh bendung dibuat
sama dengan elevasi dasar sungai.
Dalam keadaan ini tidak ada penumpukan sedimen di depan bendung, diperlukan
peredam energi lebih sederhana dan seluruh tekanan hidrodinamis air pada
kondisi muka air normal dilimpahkan sepenuhnya ke pintu air. Namun demikian
untuk kemudahan operasi dan pemeliharaan pintu, dimensi pintu air dibatasi
sesuai dengan tipenya.
b) Muka Air Banjir Berubah
Karena pertimbangan tertentu muka air banjir dimungkinkan lebih tinggi
dibanding dengan muka air banjir sebelum pembangunan.
Elevasi ambang tubuh bendung dibuat lebih tinggi dari elevasi dasar sungai asli,
dengan maksud mengurangi beban tekanan hidrodinamis air pada pintu.
Kombinasi tinggi tubuh bendung dan pintu air dijelaskan pada subbab 4.3.4.
86 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam keadaan ini penumpukan sedimen didepan bendung diatur sedemikian,


sehingga tidak ada sedimen yang masuk ke intake dan tidak ada penumpukan
sedimen di atas mercu tubuh bendung yang dapat menganggu operasional pintu.

4.3.2 Tata Letak

Bendung gerak harus memiliki paling sedikit 2 bukaan, agar bangunan itu tetap dapat
berfungsi, jika salah satu pintu rusak. Karena alasan itu pula, bangunan ini harus
aman pada waktu mengalirkan debit maksimum sementara sebuah pintu tidak
berfungsi.
Ada dua kriteria saling bertentangan yang mempengaruhi lebar total bendung gerak,
yakni:
(1) Makin tinggi bangunan, makin melonjak harga pintu dan pilar, dengan alasan ini
lebih disukai Jika bangunan itu dibuat lebih lebar, bukan lebih tinggi;
(2) Kapasitas lolosnya sedimen akan lebih baik pada bangunan yang lebih sempit
serta kecepatan aliran yang lebih tinggi.
Dalam kasus-kasus tertentu, mungkin akan menguntungkan untuk merencanakan
bangunan campuran, sebagian bendung gerak dan sebagian bendung tetap.
Hal-hal semacam itu mungkin terjadi jika bangunan dibuat di:
(1) Sungai yang sangat lebar dengan perbedaan yang besar antara debit rendah dan
debit puncak atau
(2) Sungai dengan dasar air normal yang sempit tetapi bantaran lebar, yang
digunakan jika harus mengalirkan banjir tinggi.
Dalam perencanaan harus diandaikan bahwa dalam keadaan kritis sebuah pintu akan
tersumbat dalam posisi tertutup.
Bila pintu dibuat terlalu lebar, maka akan sulit untuk mengatur muka air. Jika dibuat
lebih banyak bukaan, maka aliran mudah diarahkan agar sedimen tidak masuk ke
pengambilan.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 87

4.3.3 Pintu

Ada banyak tipe pintu:


(a) Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak lebih
dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk
bukaan yang lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk
menanggulangi gaya gesekan pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar
dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai keuntungan tambahan karena di bagian
atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu dapat diangkat dengan kabel baja
atau rantai baja. Ada dua tipe pintu rol yang dapat dipertimbangkan, yaitu pintu
Stoney dengan roda yang tidak dipasang pada pintu, tetapi pada kerangka yang
terpisah;dan pintu rol biasa yang dipasang langsung pada pintu.
(b) Pintu rangkap (dua pintu) adalah pintu sorong/rol yang terdiri dari dua pintu,
yang tidak saling berhubungan, yang tidak dapat diangkat atau diturunkan. Oleh
sebab itu, pintu-pintu ini dapat mempunyai debit melimpah (overflowing
discharge) dan debit dasar (bottom discharge). Keuntungan dari pemakaian pintu
ini adalah dapat dioperasikan dengan alat angkat yang lebih ringan.
Contoh khas dari tipe ini adalah tipe pintu segmen ganda (hook type gate). Pintu
ini dipakai dengan tinggi sampai 20 m dan lebar sampai 50 m.
(c) Pintu segmen atau radial memiliki keuntungan bahwa tidak ada gaya gesekan
yang harus diperhitungkan. Oleh karena itu, alat-alat angkatnya bisa dibuat kecil
dan ringan. Sudah biasa untuk memberi pintu radial kemungkinan mengalirkan
air melalui puncak pintu, dengan jalan menurunkan pintu atau memasang
katup/tingkap gerak pada puncak pintu. Debit diatas ini bermanfaat untuk
menggelontor benda-benda hanyut di atas bendung.
(d) Dalam memilih dan merencanakan pintu untuk bendung gerak harus
memperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu:
(1) Justifikasi teknis, sosial dan ekonomi dalam menentukan kombinasi tinggi
tubuh bendung dan tinggi pintu air.
88 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tinggi pembendungan air sungai dibagi menjadi dua yaitu bagian tinggi
pembendungan bawah yang ditahan oleh tubuh bendung dan bagian tinggi
pembendungan atas yang ditahan oleh pintu air. Kombinasi keduanya
ditentukan oleh pertimbangan teknis, sosial dan ekonomi.
Tubuh bendung yang tinggi menyebabkan volume tubuh bendung yang besar,
pondasi yang kuat, kolam olak yang mahal, elevasi muka air banjir dan
tanggul penutup lebih tinggi, kemungkinan timbulnya permasalahan
resetlement penduduk akibat elevasi muka air banjir yang tinggi, relative
biaya pembangunan tubuh bendung dan kolam olak lebih mahal. Sebagai
kombinasinya pintu air yang rendah mengakibatkan pintu ringan, alat
penggerak pintu berkapasitas rendah, biaya operasional pintu lebih murah.
Namun sebaliknya tubuh bendung yang rendah menyebabkan volume tubuh
bendung yang kecil, pondasi lebih ringan, kolam olak relatif murah, elevasi
muka air banjir dan tanggul penutup lebih rendah, tidak ada permasalahan
resetlement penduduk akibat elevasi muka air banjir, relative biaya
pembangunan tubuh bendung dan kolam olak lebih murah.
Sebaliknya kombinasinya pintu air yang tinggi mengakibatkan pintu berat,
diperlukan alat penggerak pintu berkapasitas tinggi, biaya operasional pintu
lebih mahal.
(2) Kemudahan dan keamanan operasional pintu.
Pintu yang ringan tetapi memiliki kekakuan cukup sangat diperlukan agar
pintu tidak mudah melendut dan bergetar bila terkena tekanan dan arus air,
sehingga memudahkan pengoperasian dan pintu tidak cepat rusak.
(3) Biaya operasional dan pemeliharaan (O & P) yang rendah
Pintu yang berat memerlukan pasokan daya listrik besar untuk mengubah
tenaga listrik menjadi tenaga mekanik yang kuat pada saat mengangkat pintu,
dan mengingat mahalnya harga listrik maka akan berdampak pada
peningkatan biaya operasi. Disamping itu pintu yang terlalu besar
memerlukan biaya pelumasan dan pengecatan pintu yang relatif lebih besar.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 89

Pintu sorong Pintu stoney Pintu riol Dua pintu ( segmen ganda )

Pintu segmen atau radial Pintu segmen atau radial dengan katup
Gambar 4-33. Macam-Macam Tipe Pintu Bendung Gerak Vertikal

4.3.4 Bangunan Pelengkap Bendung Gerak

Bendung gerak selalu dilengkapi dengan bangunan-bangunan lain seperti bangunan


peredam energi, bangunan pangkal bendung, pelindung tebing dan pelindung dasar
sungai.
Dalam pemilihan tipe peredam energi supaya memperhatikan besarnya debit rencana
serta beda tinggi muka air dihulu dan hilir kondisi dasar sungai berupa batuan keras,
batuan lunak atau endapan material serta kemungkinan terjadinya penggerusan.
Pada bendung gerak ada 2 (tipe) lantai dasar sebagai tempat tumpuan pintu sorong
atau pintu radial yaitu:
90 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(a) Lantai dasar (crest) yang tinggi biasanya maksimum 0,5 m tingginya dari dasar
sungai dipilih bila diperlukan pembendungan untuk menahan batu-batu yang
terbawa arus sungai sehingga batu-batu tersebut tidak mempersulit penutupan
pintu karena batu-batu itu akan mengganjal pintu bila terjadi penutupan pintu
sehingga pintu menjadi cepat rusak, biasanya untuk sungai dengan material
berupa kerikil dan kerakal diperlukan lantai dasar bendung gerak yang tebal dan
kuat untuk mengatasi gaya angkat air (up lift) dan sebagai tumpuan bagi beban
pintu yang berat.
(b) Lantai dasar rendah:
- Lantai dasar (crest) yang rendah dipilih apabila kemiringan dasar sungai atau
elevasi dasar sungai akan dipertahankan tetap seperti semula.
- Gaya angkat air tidak terlalu besar dan pintu tidak terlalu berat sehingga tidak
memerlukan lantai atau dudukan pintu yang tebal dan kuat.
- Peredam energi yang di pilih dapat lebih sederhana.
Peralatan penggerak atau pengatur pintu ditempatkan diatas pilar-pilar berupa motor
penggerak dan terpisah untuk tiap-tiap pintu dengan sistem kendali (kontrol) yang
terpusat pada bangunan pengendali yang terletak tidak jauh dari lokasi bendung dan
disekitar hulu bendung, dimana pintu-pintu tersebut dapat dioperasikan secara
bersamaan atau satu persatu.

4.4 Bendung Karet

4.4.1 Lebar Bendung

Lebar bendung supaya diupayakan sama dengan lebar normal alur sungai dan dibatasi
oleh kemampuan produsen tabung karet dan kemudahan pengangkutan bahan tabung
karet ke lokasi.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 91

Lantai hilir

Ruang
Petugas
Pilar Tubuh bendung
Pompa &
Ruang genset
kontrol
Instrumen
otomatisasi
Tubuh
bendung Jembatan penyeberangan
Lantai hulu
Bangunan pengambilan
Saluran pembilas

Gambar 4-34. Tata Letak dan Komponen Bendung Karet

Jembatan

Pilar
Tubuh
Lantai hulu bendung
Fondasi Lantai hilir

Gambar 4-35. Potongan Melintang Bendung Karet

4.4.2 Perencanaan Mercu (Tabung Karet)

Secara hidrolis bendung karet harus memiliki taraf muka air yang direncanakan dan
dapat dikempiskan secara cepat bila terjadi banjir, tinggi bendung karet umumnya
tidak melebihi 5 m karena konstruksi bendung karet dengan tinggi lebih dari 5 m
sudah tidak efisien lagi. Mercu bendung diletakkan pada elevasi yang diperlukan
92 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

untuk pelayanan muka air pengambilan atau didasarkan pada perhitungan bagi
penyediaan volume tampungan air dihilir bendung.
Debit Limpasan pada Pembendungan Maksimum
Total debit limpasan pada pembendungan maksimum dihitung dengan rumus:
Qw = Cw L h13/2 ...................................................................................... 4-29
dengan :
Qw = debit limpasan pada pembendungan maksimum (m3/s)
Cw = koefisien limpasan (m1/2/s),
L = panjang bentang bendung (m),
h1 = tinggi pembendungan maksimum (m).
Besarnya Cw bisa didekati dengan rumus:
Cw = 1,77 (h1/H) + 1,05 (untuk 0 < h1/H < 0,3) ................................ 4-30
Debit Spesifik pada V-Notch
Debit pada V-notch dihitung dengan asumsi karet pada pusat V-notch mengempis
total, sedangkan di bagian lain masih mengembang sempurna. Sementara itu, muka
air hulu sama dengan muka air pada pembendungan maksimum.
Besarnya debit dihitung dengan rumus:
qV = Cv (H+h1)3/2 ................................................................................. 4-31
dengan:
qv = debit spesifik pada V-notch (m3/s)
Cv = koefisien aliran yang bisa diambil 1,38 (m1/2/s)
H = tinggi bendung (m)
h1 = tinggi pembendungan maksimum (m)
qV = debit limpasan pada pembendungan maksimum (m3/s)
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 93

Gambar 4-36. Penampang Lintang pada Pusat V-notch

Gambar 4-37. Tampak Depan Tabung Karet yang Alami V-notch

4.4.3 Pembendungan

Pada bendung karet tinggi pembendungan harus dibatasi untuk menghindari


terjadinya:
(a) Ancaman banjir didaerah hulu
(b) Peningkatan energi terjunan yang berlebihan
(c) Vibrasi yang akan merusak tabung karet
Kedalaman air diatas mercu ditetapkan tidak melebihi 0,3 H dengan H adalah tinggi
bendung. Kedalaman air diatas mercu maksimum ini menentukan elevasi muka air
pengempisan yang merupakan batas muka air tertinggi karena bendung karet harus
sudah dikempiskan.
94 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

4.4.4 Penampungan dan Pelepasan

Untuk penampungan dan pelepasan air dilakukan dengan pengisian udara pada
tabung karet sehingga terjadi pengembangan tabung karet karena adanya
pengempangan, pada bendung dengan volume tampungan yang besar dengan debit
yang relatif kecil, pengisian tampungan memerlukan waktu yang lama untuk
menghindari pelepasan volume tampungan yang besar, pengempangan dapat
dilakukan secara bertahap.

4.4.5 Peredaman Energi

Limpasan air diatas mercu bendung menimbulkan terjunan dan olakan dihilir
bendung karet yang menyebabkan terjadinya gerusan lokal. Olakan dihilir bendung
berupa loncatan air yang tempatnya dapat diperkirakan dengan analisa hidrolis.
Loncatan air ini akan menimbulkan olakan air yang akan menggerus dasar sungai
sehingga mengakibatkan terganggunya stabilitas bendung. Untuk menghindari
gangguan ini diperlukan perlindungan dasar sungai berupa lantai dari beton atau
pasangan batu untuk meredam sisa energi loncatan air.

4.4.6 Panjang Lantai Hilir Bendung

(a) Hitungan panjang air loncat dilakukan dengan asumsi loncatan air sempurna
dengan panjang loncat air Lj akibat peralihan dari aliran superkritik ke aliran
subkritik.
Lj = 6 (Yi – Y1) .............................................................................. 4-32
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 95

yi
yo yl

Ls Lj

Gambar 4-38. Loncat Air di Hilir Bendung Karet

Karena dasar sungai yang harus dilindungi adalah dari bendung sampai ujung hilir air
loncat maka dapat dirumuskan sebagai:
Lhi = Lt + Lj + Lo ............................................................................ 4-33

Lo LI LIi

H yi

Lt Lj

1
Gambar 4-39. Sketsa Panjang Lantai Hilir untuk yi Besar

(b) Kolam Loncat Air


Panjang kolam loncat air menjadi berkurang dari panjang bebas loncatan tersebut
karena adanya ambang ujung (end sill) dan ditempatkan pada jarak:
Lj = 5 (μ + Y2) .............................................................................. 4-34
dimana:
Lj = panjang kolam, m
96 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

μ = tinggi ambang ujung, m


Y2 = kedalaman air di atas ambang, m

4.5 Pompa

4.5.1 Tata Letak

Dalam pemilihan lokasi rumah/stasiun pompa harus memperhatikan beberapa faktor-


faktor penting, yaitu:
- Dapat melakukan pengambilan air secara maksimum pada muka air rendah atau
muka air tinggi.
- Air tidak mengandung banyak bahan sedimen
- Air tidak mambawa bahan hanyutan berupa sampah atau kayu
- Ada jalan masuk (akses) untuk melakukan pekerjaan konstruksi/instalasi dan
kegiatan operasi pemeliharaan (O & P),
- Terlindung dari banjir
- Terletak pada tanah yang stabil
- Rumah/stasiun pompa dapat dikombinasikan dengan bangunan utama yang lain-
lain seperti waduk, bendung biasa atau bendung gerak.

4.5.2 Bangunan Pelengkap Pompa

(a) Bangunan hidrolis yang terdiri dari bangunan pengambilan, pintu-pintu, kantong
lumpur termasuk bangunan pembilas diperlukan untuk mengurangi bahan
endapan. Bangunan ini diperlukan mengingat air sungai banyak mengandung
sedimen membuat pompa akan bekerja lebih berat dan mengakibatkan motor
penggerak kipas menjadi lebih cepat panas dan mudah terbakar.
(b) Pompa harus terlindung dari panas matahari dan hujan agar tidak cepat rusak,
untuk itu harus dibuat rumah pelindung atau rumah pompa/stasiun pompa yang
konstruksinya cukup kuat terhadap getaran pompa, gempa dan tahan kebakaran.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 97

(c) Bangunan generator diperlukan untuk meletakkan mesin generator dan tangki
bahan bakar.
(d) Gudang penyimpanan suku cadang, bahan pelumas, bahan bakar dan generator
termasuk suku cadangnya terletak tidak jauh dari rumah pompa/stasiun pompa
dan ada jalan dari gudang ke rumah pompa untuk keperluan kemudahan operasi
dan pemeliharaan (O & P) pompa.

4.5.3 Tenaga Pompa

Tenaga yang diperlukan untuk mengangkat air dalam suatu satuan waktu adalah:
Qh
HP = 76
.............................................................................................. 4-35
dimana:
HP = tenaga kuda (Horse Power)
Q = debit, lt/dt
h = gaya angkat vertikal, m
Kombinasi dengan efisiensi pompa menghasilkan:
Qh Ep
WHP = BHP x efisiensi = ....................................................... 4-36
76

dimana:
WHP = tenaga yang dihasilkan (tenaga air) dalam satuan tenaga kuda (HP)
BHP = tenaga yang dipakai (penahan) dalam satuan HP
Ep = persentase efisiensi
98 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

87
° a 65
0.80 = 15 0.80
h1 4
3.5
° 3
30

p
a 2.5
°
0.70 45 0.70
60°
75° h1
0.60 90° 0.60 h1
/a = 2.5
a
a b
0.50 0.50
1 3 5 7 9 11 13 0 30° 60° 90°
h1/
a
Gambar 4-40. Koefisien Debit  untuk Permukaan Pintu Datar atau Lengkung

Efisiensi untuk pompa yang dioperasikan dengan baik adalah sekitar 75% dan untuk
mesin 90%, memberikan efisiensi total sekitar 65%.
Gambar 4-42. memperlihatkan berbagai tipe pompa serta karakteristik debitnya.
Efisiensi mesin yang dipakai akan berkurang dalam hal-hal berikut (lihat Tabel 4-3.)

Tabel 4-3. Berkurangnya Efisiensi Mesin


Berkurangnya
efisiensi (%)
1. Untuk tiap ketinggian 300 m di atas permukaan laut 3
0
2. Jika temperatur pada waktu eksploitasi di atas 18 C 1
3. Untuk perlengkapan yang menggunakan alat penukar 5
panas

4. Radiator, kipas (fan) 5

5. Untuk operasi dengan beban terus-menerus 20

6. Kehilangan tenaga pada alat transmisi (Drive losses) 0 – 15


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 99

Kecepatan Potongan Tipe Karakteristik


Spesifik Melintang Pompa tinggi energi
debit

rpm gpm *)
Ns =
H34

(a) 500 Sentrifugal Tinggi energi


(aliran radial) besar
Debit kecil

(b) 1000

Francis Tinggi energi


(c) 2000 dan
Debit sedang

(d) 3000

(e) 5000 aliran


campuran

(f) 10.000 Aliran turbin Tinggi energi


(aliran sumber) rendah
Debit besar

*) rpm = putaran per menit


gpm = galon per menit (0,075 lt/dt)
H = angkatan ke atas/ kaki (0,3048 m)

Gambar 4-41. Variasi dalam Perencanaan Roda Sudut (Impeller), Kecepatan Spesifik dan
Karakteristik Tinggi Energi-Debit Pompa

Tabel 4-4. memberikan jumlah kebutuhan bahan bakar maksimum untuk sebuah
instalasi pompa yang baik, yang mempunyai efisiensi pompa sekurang-kurangnya
75%.
100 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Kapasitas pompa yang diperlukan biasanya dibagi-bagi menjadi sejumlah pompa


untuk fleksibilitas eksploitasi dan untuk menjaga jika terjadi kerusakan atau
pemeliharaan yang dijadwalkan untuk suatu unit.
Biasanya dibuat instalasi tambahan sebagai cadangan. Tipe-tipe stasiun pompa
diberikan pada Gambar 4-42.

Tabel 4-4. Kebutuhan Bahan Bakar Maksimum untuk Stasiun Pompa yang Baik
Bahan
Debit
Tinggi Tenaga Bakar Gas
Air Propane Diesel Listrik
(m) Air Bensin/ alam
(m3/hr)
Traktor
20 7,5 4,2 2,7 3,5 350 8,5
100 50 18,5 10,5 6,2 8,5 860 21,0
70 26,0 14,7 9,0 11,7 1.200 29,0
20 11,0 6,2 3,7 5,2 510 12,5
150 50 28,0 15,7 9,5 13,0 1.290 32,0
70 39,0 22,0 13,5 18,2 1.800 44,0
20 15,0 8,5 5,2 6,7 690 17,0
200 50 37,0 21,0 12,5 16,5 1.710 42,0
70 52,0 29,5 17,7 23,5 2.400 59,0
20 19,0 10,7 6,5 8,5 880 22,0
250 50 46,5 26,5 16,0 21,0 2.150 53,0
70 65,0 36,7 22,2 20,2 3.000 73,0
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 101

Katup
Peralatan
pembersih
kisi-kisi Saluran
penyaring Balok pengangkat
kisi-kisi
penyaring Motor

Pipa tekan

Pompa

Gambar 4.32 Tipe - tipe stasiun pompa tinggi energi rendah

Gir siku
Motor
Saluran
Motor
Saluran
Pintu katup

Pompa Pompa

Gambar 4-42. Tipe-Tipe Stasiun Pompa Tinggi Energi Rendah

4.6 Bendung Saringan Bawah

4.6.1 Tata Letak

Bendung saringan bawah atau bendung Tyroller (lihat Gambar 4-43.) dapat
direncana dengan berhasil di sungai yang kemiringan memanjangnya curam,
mengangkut bahan-bahan berukuran besar dan memerlukan bangunan dengan elevasi
rendah.
Dalam perencanaannya hal-hal berikut hendaknya dipertimbangkan:
1) Bendung saringan bawah tidak cocok untuk sungai yang fluktuasi bahan
angkutannya besar. Sungai di daerah-daerah gunung api muda dapat mempunyai
agradasi dan degradasi yang besar dalam jangka waktu singkat.
2) Dasar sungai yang rawan gerusan memerlukan pondasi yang cukup dalam.
102 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

3) Bendung harus direncana dengan seksama agar aman terhadap rembesan.


4) Konstruksi saringan hendaknya dibuat sederhana, tahan benturan batu dan mudah
dibersihkan jika tersumbat.
5) Bangunan harus dilengkapi dengan kantong lumpur/pengelak sedimen yang
cocok dengan kapasitas tampung memadai dan kecepatan aliran cukup untuk
membilas partikel, satu di depan pintu pengambilan dan satu di awal primer.
6) Harus dibuat pelimpah yang cocok di saluran primer untuk menjaga jika terjadi
kelebihan air.

Pintu pengambilan

Saluran primer

Pintu darurat
Saluran dengan
baja batangan
di bagian atas

Bangunan pembilas

Gambar 4-43. Tipe-Tipe Tata Letak Bendung Saringan Bawah

Perencanaan saringan dan saluran akan didasarkan pada kebutuhan pengambilan serta
kecepatan yang dibutuhkan untuk mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran
bertekanan.
Panjang saringan ke arah aliran di sungai yang diperlukan untuk mengelakkan air
dalam jumlah tertentu per meter lebar bendung, ditentukan dengan rumus di bawah
ini (lihat Gambar 4-34.). Rumus ini dijabarkan dengan mengandaikan garis energi
horisontal di atas saringan dan permukaan air eliptik.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 103

qo
L = 2,561 ................................................................................... 4-37
√h1

dimana: L = panjang kerja saringan ke arah aliran, m


q = debit per meter lebar, m3/dt.m
 = μ√2g cos θ4-38
 = n/m (untuk n dan m lihat Gambar 4-44.)
m m
m = 0,66 -0,16 (h ) 0,13 untuk 0,3 < (h ) < 5,0
1 1

g = percepatan gravitasi, m/dt² (≈ 9,8 m/dt²)


θ = kemiringan saringan, derajat
h1 = c x 2/3 H
H = kedalaman energi di hulu saringan, m.
Untuk c lihat Tabel 4-5.

garis energi

Hq n
h1
qo

L m
l Q potongan melintang
jeruji kisi-kisi
penyaring

Gambar 4-44. Hidrolika Saringan Bawah


104 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel 4-5. Harga-Harga c yang Bergantung Kepada Kemiringan Saringan (Frank)

θ0 c θ0 c
0 1,000 14 0,879

2 0,980 16 0,865

4 0,961 18 0,851
6 0,944 20 0,837

8 0,927 22 0,825

10 0,910 24 0,812

12 0,894 26 0,800

Debit dalam saluran bertekanan, dapat dijelaskan dengan rumus berikut (lihat Gambar
4-35.)
Q
dh Is −Ie − . q
gA2
= Q2 dA
........................................................................................... 4-38
dx (1− . )
gA3 dh

yang menghasilkan:
Q22 −Q12 v22 −v12
∆h = h2 − h1 = (Is − Ie )∆x − A +A 2
− .................................................... 4-39
2g
2g 1 2
2

Kecepatan minimum dalam saluran bertekanan dapat ditemukan dari diameter


maksimum sedimen yang akan dibiarkan bergerak (rumus didasarkan pada
rcr = 0,047d, Meyer-Peter):
1
h 3
v2 ≥ 32 (d) d ................................................................................. 4-40

v = kecepatan, m/dt
h = kedalaman air, m
d = diameter butir, m
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 105

q
1 2

Ie
Ie.x
Iw
h = h2-h1
h1
Q1=A1.V1
h2
Is
Is.  x .
Q2=A2.V2

x  X = X2 - X1
X1 X2

Gambar 4-45. Aliran Bertekanan

Kemiringan yang termasuk dalam kecepatan ini adalah:


d9/7
I = 0,20 ................................................................................................. 4-41
q6/7

dimana:
I = kemiringan energi, m/m
d = diameter butir, m
q = v.h,m3/dt.m
v = kecepatan aliran, m/dt
h = kedalaman air, m.

4.6.2 Bangunan Pelengkap Bendung Saringan Bawah

Mengingat bendung ini cocok dibangun disungai dengan kemiringan memanjang


yang curam, maka tubuh bendung harus kuat dan stabil mengatasi tekanan sedimen
ukuran besar seperti pasir, kerakal dan tekanan hidrodinamis air yang besar akibat
kecepatan tinggi yang mendekati kecepatan kritis. Untuk itu diperlukan pondasi yang
dalam dan kuat.
(a) Untuk menghindari masuknya sedimen ke dalam saluran, perlu dilengkapi
kantong lumpur pada bangunan utama. Mengingat banyaknya sedimen dari
ukuran besar sampai kecil sebaiknya dilakukan dua kali pengurasan. Satu
106 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

penguras di depan pengambilan dan satu di awal saluran primer. Dengan cara
seperti ini diharapkan kandungan sedimen dalam air yang mengalir di jaringan
irigasi melalui seperti saluran induk menjadi minimal.
(b) Tembok pangkal bendung pada kedua sisi harus kokoh karena berfungsi sebagai
pemegang tubuh bendung dari tekanan air yang kuat dan juga berfungsi sebagai
tembok penahan tebing dari kelongsoran.
(c) Jeruji besi harus dilas pada dudukan plat besi yang dijangkar (angker) dengan
kedalaman minimal 40 cm dengan ujung jangkar dibengkokkan minimal 5 cm.
Jeruji besi dipilih dari profil besi baja I, dan atau H, dengan kekakuan cukup
sehingga tidak mudah melendut.
(d) Pintu pengambilan dan pintu penguras harus cukup kuat menahan tekanan
sedimen serta mudah pengoperasiannya dan tidak bocor.

4.7 Pengambilan Bebas

Pengambilan dibuat di tempat yang tepat sehingga dapat mengambil air dengan baik
dan sedapat mungkin menghindari masuknya sedimen. Terlepas dari pemilihan lokasi
pengambilan yang benar di sungai, masuknya sedimen dipengaruhi oleh sudut antara
pengambilan dan sungai, penggunaan dan ketinggian ambang penahan sedimen
(skimming wall), kecepatan aliran masuk dan sebagainya.
Gambar 4-46. menunjukkan sebagian dari penyelidikan model yang dilakukan oleh
Habermaas yang memperlihatkan pengaruh situasi-jari-jari tikungan sungai, derajat
tikungan, posisi pengambilan-terhadap pembagian sedimen layang pada pengambilan
dan sungai.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 107

250 50
pengambilan 46

su 78% 50%

R = 180
R = 300
100 ng 100 48°
ai
50

°
50%

30
22 22% 92
100

100 100
38%
62 40° 95
60 5%
144
62% 95%
100
R = 240

R = 120
100 60
39 °
11% 0%
48° 89% 100%

Gambar 4-46. Penyelidikan Model Habermaas, yang Memperlihatkan Banyaknya Sedimen


yang Masuk Kedalam Pengambilan

Gambar 4-47. Pintu Aliran Bawah

Gambar 4-48. Koefisien K untuk Debit Tenggelam (dari Schmidt)


108 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Agar mampu mengatasi tinggi muka air yang berubah-ubah di sungai, pengambilan
harus direncanakan sebagai pintu aliran bawah. Rumus debit yang dapat dipakai
adalah (lihat Gambar 4-28.):
Q = K  a B √2gh1 ......................................................................................... 4-42
dimana:
Q = debit, m3/dt
K = faktor untuk aliran tenggelam (lihat Gambar 4-29.)
 = koefisiensi debit (lihat Gambar 4-30.)
a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
h1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang,m
Pengambilan bebas sebaiknya diseliki dengan model agar pengambilan itu dapat
ditempatkan di lokasi yang tepat supaya jumlah sedimen yang masuk dapat
diusahakan sesedikit mungkin.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 109

5. BAB V
BANGUNAN PENGAMBILAN DAN PEMBILAS

5.1 Tata Letak

Bangunan pengambilan berfungsi untuk mengelakkan air dari sungai dalam jumlah
yang diinginkan dan bangunan pembilas berfungsi untuk mengurangi sebanyak
mungkin benda-benda terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang masuk ke
jaringan saluran irigasi.
Pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas dan as bendung
atau bendung gerak.
Lebih disukai jika pengambilan ditempatkan di ujung tikungan luar sungai atau pada
ruas luar guna memperkecil masuknya sedimen.
Bila dengan bendung pelimpah air harus diambil untuk irigasi di kedua sisi sungai,
maka pengambilan untuk satu sisi (Jika tidak terlalu besar) bisa dibuat pada pilar
pembilas, dan airnya dapat dialirkan melalui siphon dalam tubuh bendung ke sisi
lainnya (lihat juga Gambar 1-3.).
Dalam kasus lain, bendung dapat dibuat dengan pengambilan dan pembilas di kedua
sisi.
Kadang-kadang tata letak akan dipengaruhi oleh kebutuhan akan jembatan. Dalam hal
ini mungkin kita terpaksa menyimpang dari kriteria yang telah ditetapkan.
Adalah penting untuk merencanakan dinding sayap dan dinding pengarah, sedemikian
rupa sehingga dapat sebanyak mungkin dihindari dan aliran menjadi mulus (lihat juga
Gambar 4-14.). Pada umumnya ini berarti bahwa lengkung-lengkung dapat diterapkan
dengan jari-jari minimum ½ kali kedalaman air.

5.2 Bangunan Pengambilan

Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk
menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu bergantung
110 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini bergantung kepada
ukuran butir bahan yang dapat diangkut.
Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan
(dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan agar dapat memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.
Rumus dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud:
v2 ≥ 32 (h/d)1/3 d ........................................................................................... 5-1
dimana:
v : kecepatan rata-rata, m/dt
h : kedalaman air, m
d : diameter butir, m
Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:
v ≈ 10 d0,5 ..................................................................................................... 5-2
Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dt yang merupakan besaran
perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai
0,04 m dapat masuk.
Q = μ b a √2gz ........................................................................................... 5-3
dimana: Q = debit, m3/dt
μ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan
kehilangan tinggi energi, μ = 0,80
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8 m/s2)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
Gambar 5-1. menyajikan dua tipe pintu pengambilan.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 111

p  0.50 - 1.50 m
d  0.15 - 0.25 m
z  0.15 - 0.30 m
n  0.05 m
t  0.10 m

n
z

z
a

h
a
d

d
p

p
a b

Gambar 5-1. Tipe Pintu Pengambilan

Bila pintu pengambilan dipasangi pintu radial, maka μ = 0,80 jika ujung pintu bawah
tenggelam 20 cm di bawah muka air hulu dan kehilangan energi sekitar
10 cm.
Untuk yang tidak tenggelam, dapat dipakai rumus-rumus dan grafik-grafik yang
diberikan pada subbab 4.4.
Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi pengambilan yang dibutuhkan
untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang
direncana di atas dasar dengan ketentuan berikut:
- 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
- 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
- 1,50 m Jika sungai mengangkut batu-batu bongkah.
Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan pembilas
terbuka, jika direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada ukuran
saluran pembilas bawah. Dalam hal ini umumnya ambang pengambilan direncanakan
0 < p < 20 cm di atas ujung penutup saluran pembilas bawah.
112 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Bila pengambilan mempunyai bukaan lebih dari satu, maka pilar sebaiknya
dimundurkan untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih mulus (lihat
Gambar 5-2.).

R=
5h
0.

0 .5h
R=

Gambar 5-2. Geometri Bangunan Pengambilan

Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok di kedua sisi
pintu, agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluan-keperluan pemeliharaan dan
perbaikan.
Guna mencegah masuknya benda-benda hanyut, puncak bukaan direncanakan di
bawah muka air hulu. Jika bukaan berada di atas muka air, maka harus dipakai kisi-
kisi penyaring. Kisi-kisi penyaring direncana dengan rumus berikut:
Kehilangan tinggi energi melalui saringan adalah:
hf = c (v2/2g) ..................................................................................................... 5-4
dimana: c = β (s/b)4/3 sin δ ......................................................................... 5-5
dimana: hf = kehilangan tinggi energi
v = kecepatan datang (approach velocity)
g = percepatan gravitasi m/dt2 (≈ 9,8 m/dt2)
c = koefisien yang bergantung
β = faktor bentuk (lihat Gambar 5-3.)
s = tebal jeruji, m
L = panjang jeruji, m (lihat Gambar 5-3.)
b = jarak bersih antar jeruji b (b > 50 mm), m
 = sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 113

s s b s

s s b s
L (l/s = 5)

 = 2.24  = 1.8

Gambar 5-3. Bentuk-Bentuk Jeruji Kisi-Kisi Penyaring dan Harga-Harga 

5.3 Pembilas

Lantai pembilas merupakan kantong tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di


depan pembilas pengambilan. Sedimen yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan
membuka pintu pembilas secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat
di depan pengambilan.
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah dibangun,
telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar pembilas:
- lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan
1/6 – 1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkal-pangkalnya), untuk
sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 m.
- lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk
pilar-pilarnya.
Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam hal ini
sudut a pada Gambar 5-4. sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.
114 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tinggi tanggul
Tinggi tanggul

-70
60

~ 0.6 w

As Bendung

Gambar 5-4. Geometri Pembilas

Pintu pada pembilas dapat direncana dengan bagian depan terbuka atau tertutup (lihat
juga Gambar 5-11.)
Pintu dengan bagian depan terbuka memiliki keuntungan-keuntungan berikut:
- ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir melalui pintu-
pintu yang tertutup selama banjir.
- pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu dibuat
dalam dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan (lihat juga Gambar 5-13c).
Kelemahan-kelemahannya:
- sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir, hal ini bisa menimbulkan
masalah, apalagi Jika sungai mengangkut banyak bongkah. Bongkah-bongkah ini
dapat menumpuk di depan pembilas dan sulit disingkirkan.
- benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
- karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka air akan
mengalir melalui pintu pembilas, dengan demikian kecepatan menjadi lebih tinggi
dan membawa lebih banyak sedimen.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 115

Sekarang kebanyakan pembilas direncana dengan bagian depan terbuka. Jika bongkah
yang terangkut banyak, kadang-kadang lebih menguntungkan untuk merencanakan
pembilas samping (shunt sluice), lihat Gambar 5-5. Pembilas tipe ini terletak di luar
bentang bersih bendung dan tidak menjadi penghalang jika terjadi banjir.

Saluran Primer

Alat Ukur

Gambar 5-5. Pembilas Samping

Bagian atas pemisah berada di atas muka air selama pembilasan berlangsung. Untuk
menemukan elevasi ini, eksploitasi pembilas tersebut harus dipelajari. Selama
eksploitasi biasa dengan pintu pengambilan terbuka, pintu pembilas secara berganti-
ganti akan dibuka dan ditutup untuk mencegah penyumbatan.
Pada waktu mulai banjir pintu pengambilan akan ditutup (tinggi muka air sekitar 0,50
m sampai 1,0 m di atas mercu dan terus bertambah), pintu pembilas akan dibiarkan
tetap tertutup. Pada saat muka air surut kembali menjadi 0,50 sampai 1,0 m di atas
mercu dan terus menurun, pintu pengambilan tetap tertutup dan pintu pembilas
dibuka untuk menggelontor sedimen.
116 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Karena tidak ada air yang boleh mengalir di atas dinding pemisah selama pembilasan
(sebab aliran ini akan mengganggu), maka elevasi dinding tersebut sebaiknya diambil
0,50 atau 1,0 m di atas tinggi mercu.
Jika pembilasan harus didasarkan pada debit tertentu di sungai yang masih cukup
untuk itu muka dinding pemisah, dapat ditentukan dari Gambar 5-6.
Biasanya lantai pembilas pada kedalaman rata-rata sungai. Namun demikian, jika hal
ini berarti terlalu dekat dengan ambang pengambilan, maka lantai itu dapat
ditempatkan lebih rendah asal pembilasan dicek sehubungan dengan muka air hilir
(tinggi energi yang tersedia untuk menciptakan kecepatan yang diperlukan).
Kurve debit
pembilas
tinggi dinding pemisah
Kurve debit bendung
.
hw

mercu bendung mercu bendung


hs

Qw
dinding pembilas d.p
(d.p) Qs
Q1
debit banjir

Gambar 5-6. Metode Menemukan Tinggi Dinding Pemisah

5.4 Pembilas Bawah

Pembilas bawah direncana untuk mencegah masuknya angkutan sedimen dasar fraksi
pasir yang lebih kasar ke dalam pengambilan.
“Mulut” pembilas bawah ditempatkan di hulu pengambilan dimana ujung penutup
pembilas membagi air menjadi dua lapisan, lapisan atas mengalir ke pengambilan dan
lapisan bawah mengalir melalui saluran pembilas bawah lewat bendung
(lihat Gambar 5-7.).
Pintu di ujung pembilas bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah pada
musim kemarau pintu pembilas tetap ditutup agar air tidak mengalir. Untuk membilas
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 117

kandungan sedimen dan agar pintu tidak tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap
hari selama kurang lebih 60 menit.
Apabila benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu pembilas sebaiknya di
pertimbangkan untuk membuat pembilas dengan dua buah pintu, dimana pintu atas
dapat diturunkan agar benda-benda hanyut dapat lewat (lihat juga Gambar 5-13c).
118 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Aliran ke pengambilan
Aliran melalui pembilas bawah

Saluran primer B

A A

DENAH
Penutup atas
pembilas bawah
B

Satu pintu bilas


Sponeng untuk
Skat balok

Pembilas bawah

POTONGAN A - A ( 1 )

Dua pintu bilas Mercu


bendung

POTONGAN B - B ( 2 )
POTONGAN A - A ( 2 )

Gambar 5-7. Pembilas Bawah


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 119

Jika kehilangan tinggi energi bangunan pembilas kecil, maka hanya diperlukan satu
pintu, dan jika dibuka pintu tersebut akan memberikan kehilangan tinggi energi yang
lebih besar di bangunan pembilas.
Bagian depan pembilas bawah biasanya direncana di bawah sudut dengan bagian
depan pengambilan.
Dimensi-dimensi dasar pembilas bawah adalah:
- tinggi saluran pembilas bawah hendaknya lebih besar dari 1,5 kali diameter
terbesar sedimen dasar di sungai
- tinggi saluran pembilas bawah sekurang-kurangnya 1,0 m,
- tinggi sebaiknya diambil 1/3 sampai 1/4 dari kedalaman air di depan pengambilan
selama debit normal.
Dimensi rata-rata dari pembilas bawah yang direncanakan dan dibangun berkisar dari:
- 5 sampai 20 m untuk panjang saluran pembilas bawah
- 1 sampai 2 m untuk panjang tinggi saluran pembilas bawah
- 0,20 sampai 0,35 m untuk tebal beton bertulang.
Luas saluran pembilas bawah (lebar kali tinggi) harus sedemikian rupa sehingga
kecepatan minimum dapat dijaga (v = 1,0 – 1,5 m/dt). Tata letak saluran pembilas
bawah harus direncana dengan hati-hati untuk menghindari sudut mati (dead corner)
dengan kemungkinan terjadinya sedimentasi atau terganggunya aliran.
Sifat tahan gerusan dari bahan dipakai untuk lining saluran pembilas bawah
membatasi kecepatan maksimum yang diizinkan dalam saluran bawah, tetapi
kecepatan minimum bergantung kepada ukuran butir sedimen yang akan dibiarkan
tetap bergerak.
Karena adanya kemungkinan terjadinya pusaran udara, di bawah penutup atas saluran
pembilas bawah dapat terbentuk kavitasi, lihat Gambar 5-8. Oleh karena itu, pelat
baja bertulang harus dihitung sehubungan dengan beton yang ditahannya.
120 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pusaran air pusaran air


h1

h2
kavitasi penuh
kavitasi sebagian

Gambar 5-8. Pusaran (Vortex) dan Kantong Udara Dibawah Penutup Atas
Saluran Pembilas Bawah

5.5 Pintu

5.5.1 Umum

Dalam merencanakan pintu, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:


- berbagai beban yang bekerja pada pintu
- alat pengangkat: 1. tenaga mesin
2. tenaga manusia
- kedap air dan sekat
- bahan bangunan
(1) Pembebanan Pintu
Pada pintu sorong tekanan air diteruskan ke sponeng, dan pada pintu radial ke
bantalan pusat. Pintu sorong kayu direncana sedemikian rupa sehingga masing-
masing balok kayu mampu menahan beban dan meneruskannya ke sponeng untuk
pintu sorong baja, gaya tersebut harus dibawa oleh balok. Lihat Gambar 5-9.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 121

rencana jarak

1/n
balok untuk pintu
pintu sorong
plat baja

1/n
l
1/n
1/n
pintu radial

Gambar 5-9. Gaya-Gaya yang Bekerja pada Pintu

(2) Alat Pengangkat


Alat pengangkat dengan setang biasanya dipakai untuk pintu-pintu lebih kecil. Untuk
pintu-pintu yang dapat menutup sendiri, karena digunakan rantai berat sendiri atau
kabel baja tegangan tinggi.
Pemilihan tenaga manusia atau mesin bergantung pada ukuran dan berat pintu,
tersedianya tenaga listrik, waktu eksploitasi, mudah/tidaknya eksploitasi
pertimbangan-pertimbangan ekonomis.
(3) Kedap Air
Umumnya pintu sorong memperoleh kekedapannya dari pelat perunggu yang
dipasang pada pintu. Pelat-pelat ini juga di pasang untuk mengurangi gesekan. Jika
pintu sorong harus dibuat kedap sama sekali, maka sekat atasnya juga dapat dibuat
dari perunggu. Sekat dasarnya bisa dibuat dari kayu atau karet.
Pintu sorong dan radial dari baja menggunakan sekat karet tipe modern seperti
ditunjukkan pada Gambar 5-10.
122 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pintu pelai karet pelat karet


pada bangunan pada pintu

karet

pintu

pelat karet
pelat baja
di dasar bangunan pintu
bentuk asli

Gambar 5-10. Sekat Air dari Karet untuk Bagian Samping (A), Dasar (B) dan Atas (C) pada
Pintu Baja

(4) Bahan Bangunan


Pintu yang dipakai untuk pengambilan dan pembilas dibuat dari kayu dengan
kerangka (mounting) baja, atau dibuat dari pelat baja yang diperkuat dengan gelagar
baja. Pelat-pelat perunggu dipasang pada pintu untuk mengurangi gesekan di antara
pintu dengan sponengnya. Pintu berukuran kecil jarang memerlukan rol.

5.5.2 Pintu Pengambilan

Biasanya pintu pengambilan adalah pintu sorong kayu sederhana (lihat Gambar 5-
11.). Bila di daerah yang bersangkutan harga kayu mahal, maka dapat dipakai baja.
Jika air di depan pintu sangat dalam, maka eksploitasi pintu sorong mungkin sulit.
Jika demikian halnya, pintu radial atau segmen akan lebih baik (lihat Gambar 5-12.).
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 123

I Pintu kayu dengan sekat


samping dan atas ( perunggu )
II Pintu baja dengan sekat
samping dan dasar ( kayu keras ) C-C

D B
A Bagian
depan
C terbuka
Bagian
depan
tertutup

B B
D D
T
T

A C

Gambar 5-11. Tipe-Tipe Pintu Pengambilan: Pintu Sorong Kayu dan Baja

rantai atau
kabel pengangkat

Gambar 5-12. Pintu Pengambilan Tipe Radial


124 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

5.5.3 Pintu Bilas

Ada bermacam-macam pintu bilas yang bisa digunakan, yakni:


- satu pintu tanpa pelimpah (bagian depan tertutup, lihat Gambar 5-13a.)
- satu pintu dengan pelimpah (bagian depan terbuka, lihat Gambar 5-13b.)
- dua pintu, biasanya hanya dengan pelimpah (lihat Gambar 5-13c.)
- pintu radial dengan katup agar dapat membilas benda-benda terapung (lihat
Gambar 5-13d.)
Apabila selama banjir aliran air akan lewat di atas pintu, maka bagian atas pintu harus
direncana sedemikian rupa, sehingga tidak ada getaran dan tirai luapannya harus
diaerasi secukupnya. (lihat Gambar 5-14.).
Dimensi kebutuhan aerasi dapat diperkirakan dengan pertolongan rumus berikut:
qair
qudara = 0,1 yy ...................................................................................... 5-6
⁄ 1,5
h1

dimana:
qudara = udara yang diperlukan untuk aerasi per m’ lebar pintu, m3/dt
qair = debit di atas pintu, m3/dt.m
yp = kedalaman air di atas tirai luapan, m
h1 = kedalaman air di atas pintu, m
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 125

satu pintu kayu dan satu pintu kayu dan


bagian depan tertutup bagian depan terbuka

Pembilas Pembilas
bawah bawah

A B

bagian atas dapat


digerakkan guna
menghanyutkan
pintu atas dapat diturunkan benda-benda hanyut
untuk menghanyutkan
benda-benda hanyut
dua pintu kayu
pintu bawah dapat diangkat
Pembilas
untuk pembilas
bawah pintu radial

C D

Gambar 5-13. Tipe-Tipe Pintu Bilas

Untuk menemukan dimensi pipa, kecepatan udara maksimum di dalam pipa boleh
diambil 40-50 m/dt.
Stang pengangkat dari pintu dengan bagian depan terbuka, ditempatkan di luar
bukaan bersih (di dalam sponeng) guna melindunginya dari benda-benda terapung.

Ventilasi aerasi aliran di bagian


depan pintu yang terbuka
h1

yp

Gambar 5-14. Aerasi Pintu Sorong yang Terendam


126 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Perencanaan Bangunan 127

6. BAB VI
PERENCANAAN BANGUNAN

6.1 Umum

Sifat-sifat bahan bangunan diuraikan dalam KP – 06 Parameter Bangunan.


Penggunaan bahan khusus serta analisis stabilitas bangunan utama akan dibicarakan
dalam bab ini.

6.2 Penggunaan Bahan Khusus

6.2.1 Lindungan Permukaan

Tipe dan ukuran sedimen yang diangkut oleh sungai akan mempengaruhi pemilihan
bahan yang akan dipakai untuk membuat permukaan bangunan yang langsung
bersentuhan dengan aliran air. Ada tiga tipe bahan yang bisa dipakai untuk
melindungi bangunan terhadap gerusan (abrasi), yakni:
- Batu Candi, yakni pasangan batu keras alamiah yang dibuat bentuk blok-blok segi
empat atau persegi dan dipasang rapat-rapat. Pasangan batu tipe ini telah terbukti
sangat tahan abrasi dan dipakai pada banyak bendung yang terkena abrasi keras.
- Bila tersedia batu-batu keras yang berkualitas baik, seperti andesit, basal, diabase,
diorit, gabro, granit atau grano-diorit, maka dianjurkan untuk membuat
permukaan dari bahan ini pada permukaan bendung yang dibangun di sungai-
sungai yang mengangkut sedimen abrasif (berdaya gerus kuat).
- Beton, jika direncana dengan baik dan dipakai di tempat yang benar, merupakan
bahan lindungan yang baik pula, beton yang dipakai untuk lindungan permukaan
sebaiknya mengandung agregat berukuran kecil, bergradasi baik dan berkekuatan
tinggi.
- Baja, kadang-kadang dipakai di tempat yang terkena hempasan berat oleh air
yang mengandung banyak sedimen. Khususnya blok halang di kolam olak dan
lantai tepat di bawah pintu dapat dilindungi dengan pelat-pelat baja.
128 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pada kolam olak tipe bak tenggelam, kadang-kadang dipakai rel baja guna
melindungi bak terhadap benturan batu-batu bongkah.

6.2.2 Lindungan dari Pasangan Batu Kosong

Pasangan batu kosong (rip-rap) dipakai sebagai selimut lindung bagi tanah asli (dasar
sungai) tepat di hilir bangunan.
Batu yang dipakai untuk pasangan batu kosong harus keras, padat dan awet, serta
berberat jenis 2,4.
Panjang lindungan dari pasangan batu kosong sebaiknya diambil 4 kali kedalaman
lubang gerusan lokal, dihitung dengan rumus empiris.
Rumus ini adalah rumus empiris Lacey untuk menghitung kedalaman lubang gerusan:
Q1/3
R = 0,47 f ................................................................................................... 6-1
dimana: R = kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir, m
Q = debit, m3/dt
f = faktor lumpur Lacey (1,76 Dm0,5)
Dm = Diameter nilai tengah (mean) untuk bahan jelek, mm
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5 nya lagi
(data empiris).
Tebal lapisan pasangan batu kosong sebaiknya diambil 2 sampai 3 kali d40, dicari dari
kecepatan rata-rata aliran dengan bantuan Gambar 6-1.
Gambar 6-1. dapat dipakai untuk menentukan d40 dari campuran pasangan batu
kosong dari kecepatan rata-rata selama terjadi debit rencana di atas ambang
bangunan. d40 dari campuran berarti bahwa 60% dari campuran ini sama diameternya
atau lebih besar. Ukuran batu hendaknya hampir serupa ke semua arah.
Perencanaan Bangunan 129

Kecepatan rata-rata di atas ambang dalam m/det

diameter butir d40 dalam meter


0.0001 0.0005 0.001 0.005 0.01 0.05 0.1 0.4
10.0
8.0
6.0
4.0

2.0

1.0
0.8
0.6
0.4

0.2

0.1
0.000001 0.00001 0.0001 0.001 0.01 0.1 1.0 10 100
berat butir dalam kg

Gambar 6-1. Grafik untuk Perencanaan Ukuran Pasangan Batu Kosong

6.2.3 Filter

Filter (saringan) berfungsi mencegah hilangnya bahan dasar halus melalui bangunan
lindung. Filter harus ditempatkan antara pasangan batu kosong dan tanah bawah atau
antara pembuang dan tanah bawah.
Ada tiga tipe filter yang bisa dipakai:
- filter kerikil-pasir yang digradasi
- kain filter sintetis
- ijuk.
Di sini akan dijelaskan pembagian butir filter.
Kain filter sintetis makin mudah didapat dan Jika direncanakan dengan baik bisa
memberi keuntungan-keuntungan ekonomis.
Mereka yang akan memakai kriteria ini dianjurkan untuk mempelajari brosur
perencanaan dari pabrik.
130 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Penggunaan ijuk biasanya terbatas pada lubang pembuang di dinding penahan.


Pemakaiannya di bawah pasangan batu kosong dan pada pembuang-pembuang besar,
belum didukung oleh kepustakaan yang ada, jadi sebaiknya tidak dipraktekkan.

Gambar 6-2. Contoh Filter antara Pasangan Batu Kosong dan Bahan Asli (Tanah Dasar)

Filter yang digradasi (lihat Gambar 6-2.) hendaknya direncana menurut aturan-aturan
berikut:
(1) *Kelulusan tanah (USBR,1973):
d15 lapisan 3 d lapisan 2 d15 lapisan 1
d15 lapisan 2
, d15 lapisan 1 , d = 5 sampai 40
15 15 tanah dasar

Perbandingan 5 – 40 seperti yang disebutkan di atas dirinci lagi sebagai berikut:


(a) butir bulat homogen (kerikil) 5 – 10
(b) butir runcing homogen (pecahan kerikil, batu) 6 – 20
(c) butir bergradasi baik 12 – 40
(2) *Stabilitas, perbandingan d15/d85 (Bertram, 1940):
d15 lapisan 3 d lapisan 2 d15 lapisan 1
d85 lapisan 2
, d15 lapisan 1 , d ≤5
85 85 tanah dasar

d50 lapisan 3 d lapisan 2 d50 lapisan 1


, d50 lapisan 1 , d = 5 sampai 60
d50 lapisan 2 50 50 tanah dasar

dengan:
(a) butir bulat homogen (kerikil) 5 – 10
(b) butir runcing homogen (pecahan kerikil, batu) 10 – 30
(c) butir bergradasi baik 12 – 60
Agar filter tidak tersumbat, maka d5 harus sama atau lebih besar dari 0,75 mm
untuk semua lapisan filter.
Perencanaan Bangunan 131

Tebal minimum untuk filter yang dibuat di bawah kondisi kering adalah:
(1) pasir, kerikil halus 0,05 sampai 0,10 m
(2) kerikil 0,10 sampai 0,20 m
(3) batu 1,50 sampai 2 kali diameter batu yang lebih besar.
Bila filter harus ditempatkan di bawah air, maka harga-harga ini sebaiknya
ditambah 1,5 sampai 2 kali.

6.2.4 Bronjong

Bronjong dibuat di lapangan, berbentuk bak dari jala-jala kawat yang diisi dengan
batu yang cocok ukurannya. Matras jala-jala kawat ini diperkuat dengan kawat-kawat
besar atau baja tulangan pada ujung-ujungnya. Ukuran yang biasa adalah 2 m x 1 m x
0,5 m. Bak-bak yang terpisah-pisah ini kemudian diikat bersama-sama untuk
membentuk satu konstruksi yang homogen.
Bronjong tidak boleh digunakan untuk bagian-bagian permanen dari bangunan utama,
bronjong hanya boleh dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan pengatur sungai di hulu atau
hilir bangunan bendung dari batu atau beton.
Keuntungan menggunakan bronjong adalah:
- kemungkinan membuat lindungan berat dengan batu-batu yang berukuran lebih
kecil dan lebih murah.
- fleksibilitas konstruksi tersebut untuk dapat mengikuti tinggi permukaan yang
terkena erosi.
Untuk mencegah agar tidak ada bahan pondasi yang hilang, di antara tanah dasar dan
lindungan dari bronjong harus selalu diberi filter yang memadai. Ijuk adalah saringan
yang baik dan dapat ditempatkan di bawah semua bronjong.
Pada Gambar 6-3. disajikan detail bronjong.
132 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

200 - 300 cm

100 - 200 cm
50

Matras - batu Bronjong

Penggerusan

Saringan dari ijuk atau pasir


Gambar 6-3. Detail Bronjong

6.3 Bahan Pondasi

Metode untuk menghitung besarnya daya dukung (bearing pressure) serta harga-
harga perkiraan diberikan dalam KP - 06 Parameter Bangunan.
Parameter bahan seperti sudut gesekan dalam dan kohesi untuk bahan-bahan pondasi
yang sering dijumpai, diberikan pada Tabel 6-1. dan Tabel 6-2. bersama-sama dengan
perkiraan daya dukung sebagai harga-harga teoritis untuk perhitungan-perhitungan
pendahuluan.
Perencanaan Bangunan 133

Tabel 6-1. Harga-Harga Perkiraan Daya Dukung yang Diizinkan


(Disadur dari British Standard Code of Practice CP 2004)

Daya Dukung
Jenis
kN/m2 kgf/cm2

1. Batu sangat keras 10.000 100

2. Batu kapur/batu pasir keras 4.000 40

3. Kerikil berkerapatan sedang atau pasir dan kerikil 200-600 2-6

4. Pasir berkerapatan sedang 100-300 1-3

5. Lempung kenyal 150-300 1,5-3

6. Lempung teguh 75-150 0,75-1,5

7. Lempung lunak dan lumpur 1 < 75 < 0,75

Tabel 6-2. Sudut Gesekan dalam φ dan Kohesi c


c c
Jenis Tanah Φ° 2
(kN/m ) (kgf/cm2)

pasir lepas 30 – 32,5 0 0

pasir padat 32,5 – 35 0 0

pasir lempungan 18 – 22 10 0,1

lempung 15 - 30 10 - 20 0,1 – 0,2

Bangunan bendung biasanya dibangun pada permukaan dasar yang keras seperti
batuan keras atau kerikil dan pasir yang dipadatkan dengan baik. Dalam hal ini
penurunan bangunan tidak menjadi masalah. Jika bahan pondasi ini tidak dapat
diperoleh, maka pondasi bangunan harus direncana dengan memperhitungkan gaya-
134 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

gaya sekunder yang ditimbulkan oleh penurunan yang tidak merata maupun resiko
terjadinya erosi bawah tanah (piping) akibat penurunan tersebut.

6.4 Analisis Stabilitas

6.4.1 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Bangunan

Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai arti penting dalam
perencanaan adalah:
(a) tekanan air, dalam dan luar
(b) tekanan lumpur (sediment pressure)
(c) gaya gempa
(d) berat bangunan
(e) reaksi pondasi.

6.4.2 Tekanan Air

Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik.
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air
akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar
perhitungannya lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah.
Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung
dengan tinggi energi rendah.
Gaya tekan ke atas. Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh bangunan itu. Gaya
tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air dalam, menyebabkan
berkurangnya berat efektif bangunan diatasnya.
Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan adalah
(lihat Gambar 6-4.):
Wu = cw [h2 + ½ ξ (h1 – h2)] A ....................................................................... 6-2
Perencanaan Bangunan 135

dimana:
c = proposi luas dimana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1, untuk semua tipe
pondasi)
w = berat jenis air, kN/m3
h2 = kedalaman air hilir, m
ξ = proposi tekanan (proportion of net head) diberikan pada Tabel 6-3.
h1 = kedalaman air hulu, m
A = luas dasar, m2
Wu = gaya tekan ke atas resultante, kN

h1

h2

batuan
batuan
Wu Ywh2
½  (h1 – h2) Yw .

Gambar 6-4. Gaya Angkat untuk Bangunan yang Dibangun pada Pondasi Buatan

Tabel 6-3. Harga-Harga ξ

Tipe Pondasi Batuan ξ (Proporsi Tekanan)


Berlapis Horisontal 1,00

Sedang, Pejal (massive) 0,67

Baik, Pejal 0,50

Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih
rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan
136 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori
angka rembesan (weighted creep theory).
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih
rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan
aliran (flownet). Dalam hal ditemui kesulitan berupa keterbatasan waktu pengerjaan
dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk menganalisa jaringan aliran, maka
perhitungan dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka
rembesan (weighted creep theory) bisa diterapkan.
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
(1) plot dengan tangan
(2) analog listrik atau
(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.
Dalam metode analog listrik, aliran air melalui pondasi dibandingkan dengan aliran
listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai dengan
tinggi piezometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan
kecepatan air (lihat Gambar 6-5).
Untuk pembuatan jaringan aliran bagi bangunan utama yang dijelaskan disini,
biasanya cukup diplot dengan tangan saja.
Contoh jaringan aliran di bawah bendung pelimpah diberikan pada Gambar 6-6.

+ -

pengukuran volt

garis-garis
ekuipotensial

medan listrik

Gambar 6-5. Konstruksi Jaringan Aliran Menggunakan Analog Listrik


Perencanaan Bangunan 137

garis-garis
ekuipotensial garis-garis aliran

batas kedap air

Gambar 6-6. Contoh Jaringan Aliran Dibawah Dam Pasangan Batu pada Pasir

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal.
Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bendung dengan cara
membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai dengan panjang relatif di sepanjang
pondasi.
138 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Hx 1 H

H 4 5

2 3 6 14
7

8 9 hx
x h
10 11

12 13

Lx
1 23 4 5 67 89 10 11 12 13 14

Qx h
(10-11)/3

(4-5)/3
H
(6-7)/3 (8-9)/3 (12-13)/3
(2-3)/3

Px=Hx - Lx . H
L

Gambar 6-7. Gaya Angkat pada Pondasi Bendung

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x disepanjang dasar
bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Px = Hx – (Lx/L) ΔH .......................................................................................... 6-3
dimana: Px = gaya angkat pada x, kg/m2
L = panjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah, m
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m
ΔH = beda tinggi energi, m
Hx = tinggi energi di hulu bendung, m
Perencanaan Bangunan 139

Dan dimana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane,
bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 450 atau
lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal.

6.4.3 Tekanan Lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat
dihitung sebagai berikut:
τs h2 1−sinϕ
Ps = 2 1+sinϕ
.............................................................................................. 6-4

dimana:
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horizontal
s = berat lumpur, kN
h = dalamnya lumpur, m
𝜙 = sudut gesekan dalam, derajat.
Beberapa andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut:
G−1
τs = τs′ ( G
) ................................................................................................ 6-5

dimana: s’ = berat volume kering tanah ≈ 16 kN/m3 (≈ 1.600 kgf/m3)


G = berat volume butir = 2,65
menghasilkan s = 10 kN/m3 (≈ 1.000 kgf/m3)
Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 300 untuk kebanyakan hal, menghasilkan:
Ps = 1,67 h2 ................................................................................................ 6-6

6.4.4 Gaya Gempa

Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter Bangunan. Harga-harga


tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menujukkan berbagai daerah dan
resiko. Faktor minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1 g perapatan gravitasi
sebagai harga percepatan. Faktor ini hendaknya dipertimbangkan dengan cara
140 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

mengalikannya dengan massa bangunan sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang
paling tidak aman, yakni arah hilir.

6.4.5 Berat Bangunan

Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu.
Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga berat
volume di bawah ini.
pasangan batu 22 kN/m3 (≈ 2.200 kgf/m3)
beton tumbuk 23 kN/m3 (≈ 2.300 kgf/m3)
beton bertulang 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3)
Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan.
Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65, berat
volumenya lebih dari 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3).

6.4.6 Reaksi Pondasi

Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier.
Perencanaan Bangunan 141

W1

W2

W3

R
(W)
P1
(P)

U' U
P2
Pusat Grafitasi
9 1 2
p'' 3
e
7
p'
4 5
6
z
y m'' m' 8

Gambar 6-8. Unsur-Unsur Persamaan Distribusi Tekanan pada Pondasi

Berdasarkan Gambar 6-8. rumus-rumus berikut dapat diturunkan dengan mekanika


sederhana.
Tekanan vertikal pondasi adalah:
Σ(W) Σ(W)e
p= A
+ A m ...................................................................................... 6-7
dimana:
p = tekanan vertikal pondasi
∑ (W) = keseluruhan gaya vertikal, termasuk tekanan ke atas, tetapi tidak termasuk
reaksi pondasi
A = luas dasar, (m2)
e = eksentrisitas pembebanan, atau jarak dari pusat gravitasi dasar (base)
sampai titik potong resultante dengan dasar
I = momen kelembaban (moment of inertia) dasar di sekitar pusat gravitasi,
(kg.m²)
142 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik dimana tekanan
dikehendaki (m)
Untuk dasar segi empat dengan panjang ℓ dan lebar 1,0 m, I = ℓ3/12 dan A = 1, rumus
tadi menjadi:
Σ(W) 12e
p= {1 + m} ............................................................................................... 6-8
1 ℓ2

sedangkan tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus:
Σ(W) 6e
p′ = {1 + } .................................................................................................... 6-9
ℓ ℓ2

dengan m’ = m” = ½ ℓ
Σ(W) 6e
p" = {1 + } ........................................................................................... 6-10
ℓ ℓ2

Bila harga e dari Gambar 6-8. dan persamaan (6-7) lebih besar dari 1/6 (lihat pula
Gambar 6-8.), maka akan dihasilkan tekanan negatif pada ujung bangunan. Biasanya
tarikan tidak diizinkan, yang memerlukan irisan yang mempunyai dasar segi empat
sehingga resultante untuk semua kondisi pembebanan jatuh pada daerah inti.

6.4.7 Analisa Stabilitas Bendung Karet

(a) Pondasi
Pondasi bendung karet dapat dibedakan yaitu pondasi langsung yang dibangun
diatas lapisan tanah yang kuat dan pondasi tidak langsung (dengan tiang
pancang) yang dibangun pada lapisan lunak.
Pada pondasi langsung menahan bangunan atas dan relatif ringan membutuhkan
massa yang lebih besar untuk menjaga stabilitas terhadap penggulingan dan
penggeseran. Untuk menghemat biaya konstruksi, pondasi dibuat dari beton
bertulang sebagai selimut dan diisi dengan pasangan beton komposit.
(b) Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan
(1) Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pelimpah adalah:
- Tekanan air, dari dalam dan luar
- Gaya gempa
- Berat bangunan
Perencanaan Bangunan 143

- Reaksi pondasi
Lantai pondasi pada bendung karet mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh bangunan itu. Gaya
tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air didalam menyebabkan
berkurangnya berat efektif bangunan di atasnya.
Rumus gaya ini dapat dilihat pada subbab 6.4.2.

6.5 Kebutuhan Stabilitas

Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu:


(1) Gelincir (sliding)
(a) sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal diatas pondasi
(b) sepanjang pondasi, atau
(c) sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
(2) Guling (overturning)
(a) di dalam bendung
(b) pada dasar (base), atau
(c) pada bidang di bawah dasar.
(3) Erosi bawah tanah (piping).

6.5.1 Ketahanan Terhadap Gelincir

Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk gaya
angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari
koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang tersebut.
∑(H) f
∑(V−U)
= tan θ < S ......................................................................................... 6-11

dimana:
∑ (H) = keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan, kN
∑ (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang bekerja
pada bangunan, kN
144 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

θ = sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, derajat


f = koefisien gesekan
S = faktor keamanan
Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada Tabel 6-4.

Tabel 6-4. Harga-Harga Perkiraan untuk Koefisien Gesekan

Bahan f
Pasangan batu pada pasangan batu 0,60 – 0,75
Batu keras berkualitas baik 0,75
Kerikil 0,50
Pasir 0,40
Lempung 0,30

Untuk bangunan-bangunan kecil, seperti bangunan-bangunan yang dibicarakan di


sini, dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar dan terjadinya bencana
besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (S) yang dapat diterima
adalah: 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,25 untuk kondisi pembebanan
ekstrem.
Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau
(2) Banjir rencana maksimum.
Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman untuk
faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja (persamaan 6-9) ternyata
terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor keamanan dari rumus itu
yang mencakup geser (persamaan 6-10), sama dengan atau lebih besar dari harga-
harga faktor keamanan yang sudah ditentukan.
fΣ(V−U)+ c A
Σ(H) ≤ S
...................................................................................... 6-12
dimana: c = satuan kekuatan geser bahan, kN/m2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m2
Perencanaan Bangunan 145

Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-harga yang
hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi
ekstrem.
Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m2 (= 110 Tf/m2)
Persamaan 6-10 mungkin hanya digunakan untuk bangunan itu sendiri. Jika rumus
untuk pondasi tersebut akan digunakan, perencana harus yakin bahwa itu kuat dan
berkualitas baik berdasarkan hasil pengujian. Untuk bahan pondasi nonkohesi, harus
digunakan rumus yang hanya mencakup gesekan saja (persamaan 6-9).

6.5.2 Guling

Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja pada
bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong
bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan mana pun.
Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada
harga-harga maksimal yang dianjurkan.
Untuk pondasi, harga-harga daya dukung yang disebutkan dalam Tabel 6-1. bisa
digunakan. Harga-harga untuk beton adalah sekitar 4,0 N/mm2 atau 40 kgf/cm2,
pasangan batu sebaiknya mempunyai kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 N/mm2 atau
15 sampai 30 kgf/cm2.
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi
gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh sebab itu, tebal lantai
kolam olak dihitung sebagai berikut (lihat Gambar 6-9.):
Px −Wx
dx ≥ S .......................................................................................................... 6-13
τ

dimana:
dx = tebal lantai pada titikx, m
Px = gaya angkat pada titik x, kg/m2
Wx = kedalaman air pada titik x, m
 = berat jenis bahan, kg/m3
146 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

S = faktor keamanan (= 1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untukkondisi ekstrem)

Wx

dx

x px

Gambar 6-9. Tebal Lantai Kolam Olak

6.5.3 Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping)

Bangunan-bangunan utama seperti bendung dan bendung gerak harus dicek


stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar
galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan jalan membuat
jaringan aliran/flownet (lihat subbab 6.4.2). Dalam hal ditemui kesulitan berupa
keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk
menganalisa jaringan aliran, maka perhitungan dengan beberapa metode empiris
dapat diterapkan, seperti:
- Metode Bligh
- Metode Lane
- Metode Koshia.
Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method),
adalah yang dianjurkan untuk mencek bangunan-bangunan utama untuk mengetahui
adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah
dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin
dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit.
Perencanaan Bangunan 147

Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 6-10. dan memanfaatkan Tabel 6-5. Metode
ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang
kontak bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan.
Di sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 450 dianggap
vertikal dan yang kurang dari 450 dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap
memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal.
Oleh karena itu, rumusnya :
ΣLv + 1/3ΣLH
CL = H
...................................................................................... 6-14

dimana: CL = angka rembesan Lane (lihat Tabel 6-5.)


Σ Lv = jumlah panjang vertikal, m
Σ LH = jumlah panjang horisontal, m
H = beda tinggi muka air, m

B C E F

G H

BC EF GH
3 CD DE 3 FG 3
AB

Gambar 6-10. Metode Angka Rembesan Lane


148 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel 6-5. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL)


Pasir sangat halus atau lanau 8,5
Pasir halus 7,0
Pasir sedang 6,0
Pasir kasar 5,0
Kerikil halus 4,0
Kerikil sedang 3,5
Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5
Lempung lunak 3,0
Lempung sedang 2,0
Lempung keras 1,8
Lempung sangat keras 1,6

Angka-angka rembesan pada Tabel 6-5. di atas sebaiknya dipakai:


a. 100% jika tidak dipakai pembuang, tidak dibuat jaringan aliran dan tidak
dilakukan penyelidikan dengan model;
b. 80% Jika ada pembuangan air, tapi tidak ada penyelidikan maupun jaringan
aliran;
c. 70% bila semua bagian tercakup.
Menurut Creagen, Justin dan Hinds, hal ini menunjukkan diperlukannya keamanan
yang lebih besar jika telah dilakukan penyelidikan detail.
Untuk mengatasi erosi bawah tanah elevasi dasar hilir harus diasumsikan pada
pangkal koperan hilir. Untuk menghitung gaya tekan ke atas, dasar hilir diasumsikan
di bagian atas ambang ujung.
Keamanan terhadap rekah bagian hilir bangunan bisa dicek dengan rumus berikut:
a
s (1+ )
s
S= ............................................................................................................. 6-15
hs

dimana: S = faktor keamanan


Perencanaan Bangunan 149

s = kedalaman tanah, m
a = tebal lapisan pelindung, m
hs = tekanan air pada kedalaman s, kg/m2
Gambar 6-11. memberikan penjelasan simbol-simbol yang digunakan.
Tekanan air pada titik C dapat ditemukan dari jaringan aliran atau garis angka
rembesan Lane.
Rumus di atas mengandaikan bahwa volume tanah dibawah air dapat diambil 1 (w =
s = 1). Berat volume bahan lindung dibawah air adalah 1. Harga keamanan S
sekurang-kurangnya 2.

hy
y
bendung
K a

hs

Gambar 6-11. Ujung Hilir Bangunan; Sketsa Parameter-Parameter Stabilitas

6.5.4 Perencanaan Kekuatan Tubuh Bendung dari Tabung Karet

(1) Bahan karet


Lembaran karet terbuat dari bahan karet asli atau sintetik yang elastik, kuat,
keras dan tahan lama.
150 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pada umumnya bahan karet yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai


berikut:
(i) Kekerasan tes abrasi dengan beban 1 kg pada putaran 1.000 kali tidak
melampui 0,8 mm.
(ii) Kuat tarik
Kuat tarik pada suhu normal ≥ 150 kg/cm2.
Kuat tarik pada suhu 100o ≥ 120 kg/cm2
Bahan karet diperkuat dengan susunan benang nilon yang memberikan
kekuatan tarik sesuai dengan kebutuhan, dengan bahan karet berupa karet
sintetis.
(2) Kekuatan
Kekuatan lembaran karet harus mampu menahan gaya tekanan air
dikombinasikan dengan gaya tekanan udara dari dalam tubuh bendung.

h 2/2g
h1 T T

Y
D=H
Fw

Tu Ti

Gambar 6-12. Sketsa Gaya Tarik pada Tabung Karet

T = 0,5 Hpb ................................................................................................................ 6-16


Fw = 0,5 w [ Y2 – (h1 + 2/2 g)2] ........................................................................ 6-17
Ti = T + 0,5 Fw .................................................................................................... 6-18
Tu = T – 0,5 Fw ....................................................................................................... 6-19
Perencanaan Bangunan 151

dimana:
T = gaya tarik pada selubung tabung karet (N/m)
H = tinggi bendung (m)
ρb = tekanan udara dalam tabung karet (Pa)
Fw = gaya tekanan air dari hulu pada tubuh bendung (N/m)
w = berat jenis air, diambil 9810 N/m3
Y = tinggi air dihulu bendung (m)
h1 = air dihulu bendung, diatas mercu maksimum (m)
v = kecepatan rata-rata aliran air dihulu bendung (m/s)
g = gravitasi, diambil 9,81 m/s2
Ti = gaya pada angker hilir (N/m)
Tu = gaya pada angker hulu (N/m)
Kekuatan tarik lembaran karet pada arah aliran air ditetapkan dengan rumus :
KT = n Ti ....................................................................................................... 6-20
dimana:
KT = kekuatan tarik karet searah aliran air (N/m)
n = angka keamanan, diambil 8
Kekuatan tarik searah as bendung ditentukan sebesar 600/KT.
Tebal lembaran karet ditentukan oleh tebal susunan benang nilon ditambah lapisan
penutup di kedua sisinya untuk menjamin kedap udara. Lapisan penutup sisi luar
dibuat lebih tebal untuk pengamanan terhadap goresan ataupun abrasi oleh benda
keras. Tebal lapisan penutup diambil minimal 3 mm dipermukaan dalam dan 7 mm
dipermukaan luar.
(1) Sistem penjepitan
Pencetakan tabung karet pada pondasi berupa penjepitan dengan menggunakan
baja yang diangker. Untuk bendung rendah dengan H ≤ 1,00 m dapat digunakan
angker tunggal, sedangkan untuk H ≥ 1,00 m digunakan angker ganda, untuk
daerah pasang surut harus digunakan angker ganda.
152 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(2) Kebutuhan luasan karet


Untuk membentuk tabung karet dengan tinggi H yang direncanakan, diperlukan
lembaran karet dengan lebar tertentu (W). Lebar total lembaran karet adalah W
ditambah dua kali lebar untuk penjepitan.
Penjepitan pada ujung tabung karet yang berada pada tembok tepi atau pilar
dibuat hingga ketinggian H + 10% H.
Bentuk dan panjang lembaran karet ditentukan dengan perhitungan sebagai
berikut:
L = Lo+ 2 Ls + 2a1 ...................................................................................... 6-21
W = 2Bo + 2a ............................................................................................... 6-22
Ls = 1,10 h √1 + m2 ........................................................................................ 6-23
2a B
a1 = √( 0)2 + Ls 2 ................................................................................... 6-24
B0 2

dimana:
L = panjang total lembaran karet (m)
W = lebar lembaran karet (m)
Lo = lebar dasar panel bendung (m)
Ls = panjang tambahan bahan karet untuk lekukan samping bendung (m)
m = faktor horisontal kemiringan tembok tepi atau pilar
Bo = setengah keliling tabung karet (m)
Referensi pada buku T-09-2004-A

6.6 Detail Bangunan

6.6.1 Dinding Penahan

Dinding penahan gravitasi setinggi tidak lebih dari 3 m bisa direncana dengan
potongan melintang empiris seperti diberikan pada Gambar 6-12.
Perencanaan Bangunan 153

Dengan :
b = 0,260 h untuk dinding dengan bagian depan vertikal
B = 0,425 h
b = 0,230 h untuk dinding dengan bagian depan kurang dari 1:1/3
B = 0,460 h.
b=0.260h b=0.230h
30 cm 30 cm

30 cm 30 cm

h h

B=0.425h B=0.425h

Gambar 6-13. Dinding Penahan Gravitasi dari Pasangan Batu


154 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

C
A A

b
c

DENAH BENDUNG
Pelat pancang ( balok , kayu atau beton bertulang )

Pelat pancang
POTONGAN A - A

Pelat pancang

POTONGAN B POTONGAN C

Gambar 6-14. Perlindungan Terhadap Rembesan Melibat Pangkal Bendung


Perencanaan Bangunan 155

Dinding penahan yang lebih tinggi dan dinding penahan yang mampu menahan
momen lentur (beton bertulang atau pelat pancang baja) harus direncana berdasarkan
hasil-hasil perhitungan stabilitas. Perhitungan pembebanan tanah dan stabilitas di
belakang dinding penahan dijelaskan dalam KP-06 Parameter Bangunan.
Karena dinding penahan di sebelah hulu bangunan utama mungkin tidak dilengkapi
dengan sarana-sarana pembuang akibat adanya bahaya rembesan, maka dalam
melakukan perhitungan kita hendaknya mengandaikan tekanan air penuh di belakang
dinding.
Kebutuhan stabilitas untuk bangunan-bangunan ini dapat dijelaskan seperti dalam
subbab 6.4.2.

6.6.2 Perlindungan Terhadap Erosi Bawah Tanah

Untuk melindungi bangunan dari bahaya erosi bawah tanah, ada beberapa cara yang
bisa ditempuh. Kebanyakan bangunan hendaknya menggunakan kombinasi beberapa
konstruksi lindung.
Pertimbangan utama dalam membuat lindungan terhadap erosi bawah tanah adalah
mengurangi kehilangan beda tinggi energi per satuan panjang pada jalur rembesan
serta ketidakterusan (discontinuities) pada garis ini.
Dalam perencanaan bangunan, pemilihan konstruksi-konstruksi lindung berikut dapat
dipakai sendiri-sendiri atau dikombinasi dengan:
- lantai hulu
- dinding halang
- filter pembuang
- konstruksi pelengkap.
Penting disadari bahwa erosi bawah tanah adalah masalah tiga dimensi dan bahwa
semua konstruksi lindung harus bekerja ke semua arah dan oleh sebab itu termasuk
pangkal bendung (abutment) dan bangunan pengambilan (lihat Gambar 6-13).
156 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Lantai Hulu
Lantai hulu akan memperpanjang jalur rembesan. Karena gaya tekan ke atas di bawah
lantai diimbangi oleh tekanan air di atasnya, maka lantai dapat dibuat tipis.
Persyaratan terpenting adalah bahwa lantai kedap air, demikian pula sambungannya
dengan tubuh bendung. Sifat kedap air ini dapat dicapai dengan foil plastik atau
lempung kedap air di bawah lantai dan sekat karet yang menghubungkan lantai dan
tubuh bendung. Contoh sambungan yang dianjurkan antara lantai dan tubuh bendung
diberikan pada Gambar 6-15.
tubuh
bendung
lantai hulu dari
beton (tebal 15 cm) lempung

Sekat air dari karet

Gambar 6-15. Lantai Hulu

Salah satu penyebab utama runtuhnya konstruksi ini adalah bahaya penurunan tidak
merata (diferensial) antara lantai dan tubuh bendung.
Oleh sebab itu, sambungan harus direncana dan dilaksanakan dengan amat hati-hati.
Lantai itu sendiri dapat dibuat dari beton bertulang dengan tebal 0,10 m, atau
pasangan batu setebal 0,20 – 0,25 cm. Adalah penting untuk menggunakan sekat air
dari karet yang tidak akan rusak akibat adanya penurunan tidak merata.
Keuntungan dari pembuatan lantai hulu adalah bahwa biayanya lebih murah
dibanding dinding halang vertikal yang dalam, karena yang disebut terakhir ini
memerlukan pengeringan dan penggalian. Tapi, sebagaimana dikemukakan oleh Lane
dalam teorinya, panjang horisontal rembesan adalah 3 kali kurang efektif dibanding
panjang vertikal dengan panjang yang sama.
Perencanaan Bangunan 157

Dinding Halang (Cut-off)


Dinding halang bisa berupa dinding beton bertulang atau pasangan batu, inti tanah
kedap air atau pudel atau dengan pelat pancang baja atau kayu.
Pelat pancang mahal dan harus dibuat dengan hati-hati untuk menciptakan kondisi
yang benar-benar tertutup. Terdapatnya batu-batu besar atau kerikil kasar di dasar
sungai tidak menguntungkan untuk pelat pancang yang kedap air. Tanah yang paling
cocok untuk pelat pancang adalah tanah berbutir halus dan tanah berlapis horisontal.
Pudel yang baik atau inti tanah kedap air bisa merupakan dinding halang yang baik
sekali, tapi sulit disambung ke bangunan itu sendiri.
Metode yang dianjurkan untuk membuat dinding halang adalah dengan beton
bertulang atau pasangan batu.
Agar gaya tekan ke atas pada bangunan dapat sebanyak mungkin dikurangi, maka
tempat terbaik untuk dinding halang adalah di ujung hulu bangunan, yaitu di pangkal
(awal) lantai hulu atau di bawah bagian depan tubuh bendung. (lihat Gambar 6-16).

dinding halang (koperan)

Pelat perancang halang


dinding halang (koperan)

Gambar 6-16. Dinding-Dinding Halang Dibawah Lantai Hulu atau Tubuh Bendung

Alur Pembuang/Filter
Alur pembuang dibuat untuk mengurangi gaya angkat di bawah kolam olak bendung
pelimpah karena di tempat-tempat ini tidak cukup tersedia berat pengimbang dari
tubuh bendung.
Untuk mencegah hilangnya bahan padat melalui pembuang ini, konstruksi sebaiknya
dibuat dengan filter yang dipasang terbalik dari kerikil atau pasir bergradasi baik atau
bahan filter sintetis.
158 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 6-17. memperlihatkan lokasi yang umum dipilih untuk menempatkan filter
serta detail konstruksinya.
Konstruksi Pelengkap
Jika bagian-bagian bendung mempunyai kedalaman pondasi yang berbeda-beda,
maka ada bahaya penurunan tidak merata yang mengakibatkan retak-retak dan
terjadinya jalur-jalur pintasan erosi bawah tanah. Adalah penting untuk mencek
kemungkinan-kemungkinan ini, serta memantapkan konstruksi di tempat-tempat ini,
jika diperlukan.
pipa pembuang

kerikil bergradasi baik


pasir/kerikil bergradasi baik

tanah dasar
saringan

Gambar 6-17. Alur Pembuang/Filter Dibawah Kolam Olak

Selama pelaksanaan perlu selalu diingat untuk membuat sambungan yang bagus
antara bangunan dan tanah bawah. Jika tanah bawah menjadi jenuh air akibat hujan,
maka lapisan atas ini harus ditangani sedemikian sehingga mencegah kemungkinan
terjadinya erosi bawah tanah atau jalur gelincir (sliding path).

6.6.3 Peredam Energi

Beda tinggi energi di atas bendung terhadap air hilir dibatasi sampai 7 m. Jika
ditemukan tinggi terjunan lebih dari 7 m dan keadaan geologi dasar sungai relatif
tidak kuat sehingga perlu kolam olak maka perlu dibuat bendung tipe cascade yang
mempunyai lebih dari satu kolam olak. Hal ini dimaksudkan agar energi terjunan
dapat direduksi dalam dua kolam olak sehingga kolam olak sebelah hilir tidak terlalu
berat meredam energi.
Keadaan demikian akan mengakibatkan lantai peredam dan dasar sungai dihilir
koperan (end sill) dapat lebih aman.
Perencanaan Kantong Lumpur 159

7. BAB VII
PERENCANAAN KANTONG LUMPUR

7.1 Pendahuluan

Walaupun telah ada usaha untuk merencanakan sebuah bangunan pengambilan dan
pengelak sedimen yang dapat mencegah masuknya sedimen ke dalam jaringan
saluran irigasi, masih ada banyak partikel-partikel halus yang masuk ke jaringan
tersebut. Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap di seluruh saluran
irigasi, bagian awal dari saluran primer persis di belakang pengambilan direncanakan
untuk berfungsi sebagai kantong lumpur.
Kantong lumpur itu merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai
panjang tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada
sedimen untuk mengendap.
Untuk menampung endapan sedimen ini, dasar bagian saluran tersebut diperdalam
atau diperlebar. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih
sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya kembali ke
sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi.

7.2 Sedimen

Perencanaan kantong lumpur yang memadai bergantung kepada tersedianya data-data


yang memadai mengenai sedimen di sungai. Adapun data-data yang diperlukan
adalah:
- pembagian butir
- penyebaran ke arah vertikal
- sedimen layang
- sedimen dasar
- volume
160 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Jika tidak ada data yang tersedia, ada beberapa harga praktis yang bisa dipakai untuk
bangunan utama berukuran kecil. Dalam hal ini volume bahan layang yang harus
diendapkan, diandaikan 0,60/00 (permil) dari volume air yang mengalir melalui
kantong.
Ukuran butir yang harus diendapkan bergantung kepada kapasitas angkutan sedimen
di jaringan saluran selebihnya. Dianjurkan bahwa sebagian besar (60 – 70%) dari
pasir halus terendapkan: partikel-partikel dengan diameter di atas 0,06 – 0,07 mm.

7.3 Kondisi-Kondisi Batas

7.3.1 Bangunan Pengambilan

Yang pertama-tama mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran irigasi adalah


pengambilan dan pembilas, dan oleh karena itu pengambilan yang direncanakan
dengan baik dapat mengurangi biaya pembuatan kantong lumpur yang mahal.
Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan ancar-ancar diambilnya beberapa
langkah perencanaan untuk membangun sebuah pengambilan yang dapat berfungsi
dengan baik.
Partikel-partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk sedimen layang
dan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran. Semakin besar dan berat partikel
yang terangkut, semakin partikel-partikel itu terkonsentrasi ke dasar sungai; bahan-
bahan yang terbesar diangkut sebagai sedimen dasar. Gambar 7-1. memberikan
ilustrasi mengenai sebaran sedimen ke arah vertikal di dua sungai (a) dan (b); pada
awal (c) dan ujung (d) kantong lumpur.
Dari gambar tersebut, jelas bahwa perencanaan pengambilan juga dimaksudkan untuk
mencegah masuknya lapisan air yang lebih rendah, yang banyak bermuatan partikel-
partikel kasar.
Perencanaan Kantong Lumpur 161

7.3.2 Jaringan Saluran

Jaringan saluran direncana untuk membuat kapasitas angkutan sedimen konstan atau
makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain: sedimen yang memasuki jaringan
saluran akan diangkut lewat jaringan tersebut ke sawah-sawah. Dalam kaitan dengan
perencanaan kantong lumpur, ini berarti bahwa kapasitas angkutan sedimen pada
bagian awal dari saluran primer penting artinya untuk ukuran partikel yang akan
diendapkan.
Biasanya ukuran partikel ini diambil 0,06 – 0,07 mm guna memperkecil kemiringan
saluran primer.

sungai ngasinan awal kantong lumpur


0 0
kedalaman air dalam m

kedalaman air dalam m

a C
1.00 1.00

2.00 2.00

3.00 0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40


0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 konsentrasi sedimen dalam kg/m³
konsentrasi sedimen dalam kg/m³

sungai brantas ujung kantong lumpur


0 0
kedalaman air dalam m

kedalaman air dalam m

b d
1.00 1.00

2.00 2.00

3.00 0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40


konsentrasi sedimen dalam kg/m³

0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40


konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0.07 mm 0.14 mm < 0.32 mm

0.07 mm < 0.14 mm 0.32 mm < 0.75 mm

Gambar 7-1. Konsentrasi Sedimen Kearah Vertikal


162 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Bila kemiringan saluran primer serta kapasitas angkutan jaringan selebihnya dapat
direncana lebih besar, maka tidak perlu menambah ukuran minimum partikel yang
diendapkan. Umumnya hal ini akan menghasilkan kantong lumpur yang lebih murah,
karena dapat dibuat lebih pendek.

7.3.3 Topografi

Keadaan topografi tepi sungai maupun kemiringan sungai itu sendiri akan sangat
berpengaruh terhadap kelayakan ekonomis pembuatan kantong lumpur.
Kantong lumpur dan bangunan-bangunan pelengkapnya memerlukan banyak ruang,
yang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu, kemungkinan penempatannya harus ikut
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bangunan utama.
Kemiringan sungai harus curam untuk menciptakan kehilangan tinggi energi yang
diperlukan untuk pembilasan disepanjang kantong lumpur.Tinggi energi dapat
diciptakan dengan cara menambah elevasi mercu, tapi hal ini jelas akan memperbesar
biaya pembuatan bangunan.

7.4 Dimensi Kantong Lumpur

Pada Gambar 7-2. diberikan tipe tata letak kantong lumpur sebagai bagian dari
bangunan utama.
a
gai
sun
b2 b1

f
d1

a bendung d1 pembilas d2
e
b1 pembilas d2 pengambilan saluran primer
b2 pengambilan utama e saluran primer
c kantong lumpur f saluran pembilas

Gambar 7-2. Tipe Tata Letak Kantong Lumpur


Perencanaan Kantong Lumpur 163

7.4.1 Panjang dan Lebar Kantong Lumpur

Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat diturunkan dari


Gambar 7-3.
Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan kecepatan endap partikel w dan
kecepatan air v harus mencapai dasar pada C. Ini berakibat bahwa, partikel, selama
waktu (H/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara
horisontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v.
A v
v
w H H
w C

L B

Gambar 7-3. Skema Kantong Lumpur

H L Q
Jadi: w
= v, dengan v = HB .............................................................................. 7-1
dimana: H = kedalaman aliran saluran, m
w = kecepatan endap partikel sedimen, m/dt
L = panjang kantong lumpur, m
v = kecepatan aliran air, m/dt
Q = debit saluran, m3/dt
B = lebar kantong lumpur, m
Q
ini menghasilkan: LB = W ............................................................................ 7-2
Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan awal
dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus dipakai faktor
koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang mengganggu, seperti:
- turbulensi air
- pengendapan yang terhalang
164 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

- bahan layang sangat banyak.


Velikanov menganjurkan faktor-faktor koreksi dalam rumus berikut:
Q λ2 v (H0,5 − 0,2)2
LB = w . 7,51 . w . H
............................................................... 7-3

Dimana:
L = panjang kantong lumpur, m
B = lebar kantong lumpur, m
Q = debit saluran, m3/dt
w = kecepatan endap partikel sedimen, m/dt
 = koefisiensi pembagian/distribusi Gauss
 adalah fungsi D/T, dimana D = jumlah sedimen yang diendapkan dan T = jumlah
sedimen yang diangkut
 = 0 untuk D/T = 0,5 ;  = 1,2 untuk D/T = 0,95 dan
 = 1,55 untuk D/T = 0,98
v = kecepatan rata-rata aliran, m/dt
H = kedalaman aliran air di saluran, m
Dimensi kantong sebaiknya juga sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8, untuk
mencegah agar aliran tidak “meander” di dalam kantong.
Apabila topografi tidak memungkinkan diturutinya kaidah ini, maka kantong harus
dibagi-bagi ke arah memanjang dengan dinding-dinding pemisah (devider wall) untuk
mencapai perbandingan antara L dan B ini.
Dalam rumus-rumus ini, penentuan kecepatan endap amat penting karena sangat
berpengaruh terhadap dimensi kantong lumpur. Ada dua metode yang bisa dipakai
untuk menentukan kecepatan endap, yakni:
(1) Pengukuran di tempat
(2) Dengan rumus/grafik
(3) Pengukuran kecepatan endap terhadap contoh-contoh yang diambil dari sungai
adalah metode yang paling akurat jika dilaksanakan oleh tenaga berpengalaman.
Perencanaan Kantong Lumpur 165

Metode ini dijelaskan dalam ”Konstruksi Cara-cara untuk mengurangi Angkutan


Sedimen yang Akan Masuk ke Intake dan Saluran Irigasi” (DPMA, 1981).
Dalam metode ini dilakukan analisis tabung pengendap (settling tube) terhadap
contoh air yang diambil dari lapangan.
(4) Dalam metode kedua, digunakan grafik Shields (Gambar 7-4.) untuk kecepatan
endap bagi partikel-partikel individual (discrete particles) dalam air yang tenang.
Rumus Velikanov menggunakan kecepatan endap ini.
Faktor-faktor lain yang akan dipertimbangkan dalam pemilihan dimensi kantong
lumpur adalah:
(1) kecepatan aliran dalam kantong lumpur hendaknya cukup rendah, sehingga
partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi.
(2) turbulensi yang mengganggu proses pengendapan harus dicegah.
(3) kecepatan hendaknya tersebar secara merata di seluruh potongan melintang,
sehingga sedimentasi juga dapat tersebar merata.
(4) kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/dt, guna mencegah tumbuhnya
vegetasi.
(5) peralihan/transisi dari pengambilan ke kantong dan dari kantong ke saluran
primer harus mulus, tidak menimbulkan turbulensi atau pusaran.

7.4.2 Volume Tampungan

Tampungan sedimen di luar (dibawah) potongan melintang air bebas dapat


mempunyai beberapa macam bentuk Gambar 7-5. memberikan beberapa metode
pembuatan volume tampungan.
166 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

F.B 0.3
F.B 0.7
F.B=0.9
=1.0
=
=
F.B
10.00 10
8.00 8
Ps = 2650 kg/m ³
6.00 6
Pw = 1000 kg/m ³
F.B = faktor bentuk = C a.b
4.00 4
(F.B = 0.7 untuk pasir alamiah)
c kecil ; a besar ; b sedang
a tiga sumbu yang saling
2.00 tegak lurus 2
Red = butir bilangan

00
Reynolds = w.do/U

= 10
1.00 1
0.80

Red
0.60

0.40
=1

0
= 10
R ed

0.20
1

R ed
= 0.
diameter ayak do dalam mm

Red

= 10

0.10
01

Red

0.08
= 0.

0.06
R ed
001

0.04
= 0.
Red

0.02


t=

° 2 ° 0.2 0.4 0.6 2 4 6 8 20 40 60 0.2 0.4 0.6 1 2 4
10 ° 40 1 10 100 mm/dt = 0.1 m/dt
30
kecepatan endap w dalam mm/dt-m/dt

Gambar 7-4. Hubungan Antara Diameter Saringan dan Kecepatan Endap untuk Air Tenang

Volume tampungan bergantung kepada banyaknya sedimen (sedimen dasar maupun


sedimen layang) yang akan hingga tiba saat pembilasan.
Perencanaan Kantong Lumpur 167

1.5 alternatif 1 alternatif 2 1.5


1 1
1
1 1
1

kantong lumpur kantong lumpur


a. kantong lumpur dengan b. kemiringan talut bisa lebih
dinding vertikal dan curam akibat pasangan
tanpa lindungan dasar

pembilas
pengambilan
potongan melintang
pada pengambilan

potongan melintang
pada ujung kantong lumpur kantong lumpur

alternatif lebar dasr lebar dasar


alternatif diperkecil
dengan cara . konstan.
dengan lebar
mengecilkan dasar konstan
lebih dasar d kombinasi alternatif " c "
(potongan memanjang)
pengambilan

pembilas
pembilas

pengambilan

muka air normal


muka air
pada akhir pembilasan

IL d1 I IL
Is ds ISL
kantong lumpur ISL ds
Is
ds = diperdalam kantong lumpur
L L

e potongan melintang (skematik) f alternatif dengan penurunan


dasar pada pengambilan

Gambar 7-5. Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur yang
Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan

Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan dari: (1)
pengukuran langsung di lapangan (2) rumus angkutan sedimen yang cocok (Einstein
– Brown, Meyer – Peter Mueller), atau Jika tidak ada data yang andal: (3) kantong
lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis. Sebagai perkiraan kasar yang masih
168 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

harus dicek ketepatannya, jumlah bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan
adalah 0,5‰.
Kedalaman tampungan di ujung kantong lumpur (ds pada Gambar 7-5) biasanya
sekitar 1,0 m untuk jaringan kecil (sampai 10 m3/dt), hingga 2,50 m untuk saluran
yang sangat besar (100 m3/dt).

7.5 Pembersihan

Pembersihan kantong lumpur, pembuangan endapan sedimen dari tampungan, dapat


dilakukan dengan pembilasan secara hidrolis (hydraulic flushing), pembilasan secara
manual atau secara mekanis.
Metode pembilasan secara hidrolis lebih disukai karena biayanya tidak mahal. Kedua
metode lainnya akan dipertimbangkan hanya Jika metode hidrolis tidak mungkin
dilakukan.
Jarak waktu pembilasan kantong lumpur, tergantung pada eksploitasi jaringan irigasi,
banyaknya sedimen di sungai, luas tampungan serta tersedianya debit air sungai yang
dibutuhkan untuk pembilasan. Untuk tujuan-tujuan perencanaan, biasanya diambil
jarak waktu satu atau dua minggu.

7.5.1 Pembersihan Secara Hidrolis

Pembilasan secara hidrolis membutuhkan beda tinggi muka air dan debit yang
memadai pada kantong lumpur guna menggerus dan menggelontor bahan yang telah
terendap kembali ke sungai. Frekuensi dan lamanya pembilasan bergantung pada
banyaknya bahan yang akan dibilas, tipe bahan (kohesif atau nonkohesif) dan
tegangan geser yang tersedia oleh air.
Kemiringan dasar kantong serta pembilasan hendaknya didasarkan pada besarnya
tegangan geser yang diperlukan yang akan dipakai untuk menggerus sedimen yang
terendap.
Dianjurkan untuk mengambil debit pembilasan sebesar yang dapat diberikan oleh
pintu pengambilan dan beda tinggi muka air. Untuk keperluan-keperluan
Perencanaan Kantong Lumpur 169

perencanaan, debit pembilasan diambil 20% lebih besar dari debit normal
pengambilan. Tegangan geser yang diperlukan tergantung pada tipe sedimen yang
bisa berupa:
(1) Pasir lepas, dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butirnya, atau
(2) Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi tertentu.
Jika bahan yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk menentukan besarnya
tegangan geser yang diperlukan dapat dipakai grafik Shields. Lihat Gambar 7-6.
Besarnya tegangan geser dan kecepatan geser untuk diameter pasir terbesar yang akan
dibilas sebaiknya dipilih di atas harga kritis. Dalam grafik ini ditunjukkan dengan
kata “bergerak” (movement).
Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang diperlukan
selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:
1,0 m/dt untuk pasir halus
1,5 m/dt untuk pasir kasar
2,0 m/dt untuk kerikil dan pasir kasar.
Bagi bahan-bahan kohesif, dapat dipakai Gambar 7-7., yang diturunkan dari data
USBR oleh Lane.
170 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

1.0 100
0.8 80
0.6 60
0.5 50
0.4 d 40
r:
0.3 c 30
BERGERAK
0.2 20
d
r ::
U.c
0.10 10
0.08 8
0.06  cr = 800d 6
0.05 -3 5
d > 4.10
0.04 4
0.03 3

0.02 2
g ( ) dalam m/dt

U.cr TIDAK BERGERAK


0.01 1.0
0.008 0.8

2
N/m
0.006 0.6
0.005
DS  cr 0.5
C
U

0.004 EL 0.4

 cr dalam
S HI
0.003 0.3
u.cr =

0.002 0.2

3
Ps = 2.650 kg/m
0.001 0.1
0.01 2 3 4 5 6 8 0.1 2 3 4 5 6 8 1.0 2 3 4 5 6 8 10 2 3 4 5 6 8 100
d dalam milimeter

Gambar 7-6. Tegangan Geser Kritis dan Kecepatan Geser Kritis sebagai Fungsi Besarnya
Butir untuk s = 2.650 kg/m3 (Pasir)
Makin tinggi kecepatan selama pembilasan, operasi menjadi semakin cepat. Namun
demikian, besarnya kecepatan hendaknya selalu dibawah kecepatan kritis, karena
kecepatan superkritis akan mengurangi efektivitas proses pembilasan.
Perencanaan Kantong Lumpur 171

10
8
data - ussr
6
(ref.11,LANE 1955)
5
4

2 l em
p un
g
pa
si lepas
ra
n
(k
ad
ar
1.0 pa
si cukup
0.8 r padat
tan ku
ra
nilai banding r0ngga dalam %

ah n
0.6 lem

g
pu
0.5 ng

da
ku

ri
ru padat
0.4 s

50
pasir non-kohesit

%
<0.2 mm

)
0.3
sangat
padat
0.2

0.1
0.8 1.0 2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
gaya geser dalam N/m2

Gambar 7-7. Gaya Tarik (Traksi) pada Bahan Kohesif

7.5.2 Pembersihan Secara Manual/Mekanis

Pembersihan kantong lumpur dapat juga dilakukan dengan peralatan mekanis.


Pembersihan kantong lumpur secara menyeluruh jarang dilakukan secara manual.
Dalam hal-hal tertentu, pembersihan secara manual bermanfaat untuk dilakukan di
samping pembilasan secara hidrolis terhadap bahan-bahan kohesif atau bahan-bahan
yang sangat kasar. Dengan menggunakan tongkat, bahan endapan ini dapat diaduk
dan dibuat lepas sehingga mudah terkuras dan hanyut.
172 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pembersihan secara mekanis bisa menggunakan mesin penggeruk, pompa (pasir),


singkup tarik/backhoe atau mesin-mesin sejenis itu. Semua peralatan ini mahal dan
sebaiknya tidak usah dipakai.

7.6 Pencekan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur

Perencanaan kantong lumpur hendaknya mencakup cek terhadap efisiensi


pengendapan dan efisiensi pembilasan.

7.6.1 Efisiensi Pengendapan

Untuk mencek efisiensi kantong lumpur, dapat dipakai grafik pembuangan sedimen
dari Camp. Grafik pada Gambar 7-8. memberikan efisiensi sebagai fungsi dari dua
parameter.
Kedua parameter itu adalah w/w0 dan w/v0
dimana:
w = kecepatan endap partikel-partikel yang ukurannya di luar ukuranpartikel yang
direncana, m/dt
w0= kecepatan endap rencana, m/dt
v0 = kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur, m/dt
Dengan menggunakan grafik Camp, efisiensi proses pengendapan untuk partikel-
partikel dengan kecepatan endap yang berbeda-beda dari kecepatan endap partikel
rencana, dapat dicek.
Suspensi sedimen dapat dicek dengan menggunakan kriteria Shinohara Tsubaki.
Bahan akan tetap berada dalam suspensi penuh jika:
𝑣∗ 5
𝑤
> 3
................................................................................................ 7-4

dimana:
v  (kecepatan geser) = (g h I)0,5, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
h = kedalaman air, m
Perencanaan Kantong Lumpur 173

I = kemiringan energi
w = kecepatan endap sedimen, m/dt
Efisiensi pengendapan sebaiknya dicek untuk dua keadaan yang berbeda:
- untuk kantong kosong
- untuk kantong penuh
Untuk kantong kosong, kecepatan minimum harus dicek. Kecepatan ini tidak boleh
terlalu kecil yang memungkinkan tumbuhnya vegetasi atau mengendapnya partikel-
partikel lempung.
Menurut Vlugter, untuk:
w
v > 1,6 l ................................................................................................... 7-5

dimana: v = kecepatan rata-rata, m/dt


w = kecepatan endap sedimen, m/dt
I = kemiringan energi
semua bahan dengan kecepatan endap w akan berada dalam suspensi pada sembarang
konsentrasi.
174 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

a. pengaruh aliran turbulensi terhadap sedimentasi

aliran masuk aliran keluar

daerah sedimentasi

b.efisiensi sedimentasi partikel-patikel individual untuk aliran turbulensi


1.0

0.9 W 2.0
Wo
0.8 1.5

1.2
0.7 1.1
1.0
0.9
0.6 0.8
0.7
0.5
0.6
0.5
0.4
0.4
0.3
0.3
efisiensi

0.2 0.2

0.1 0.1

0
0.001 2 3 4 6 8 2 3 4 6 8 2 3 4 6 8
0.01 0.1 1.0
W/vo

Gambar 7-8.Grafik Pembuangan Sedimen Camp untuk Aliran Turbelensi (Camp, 1945)

Apabila kantong penuh, maka sebaiknya dicek apakah pengendapan masih efektif dan
apakah bahan yang sudah mengendap tidak akan menghambur lagi. Yang pertama
dapat dicek dengan menggunakan grafik Camp (lihat Gambar 7-8.) dan yang kedua
dengan grafik Shields (lihat Gambar 7-6.).
Perencanaan Kantong Lumpur 175

7.6.2 Efisiensi Pembilasan

Efisiensi pembilasan bergantung kepada terbentuknya gaya geser yang memadai pada
permukaan sedimen yang telah mengendap dan pada kecepatan yang cukup untuk
menjaga agar tetap dalam keadaan suspensi sesudah itu.
Gaya geser dapat dicek dengan grafik Shields (lihat Gambar 7-6.); dan kriteria
suspensi dari Shinohara/Tsubaki (lihat persamaan 7-3).

7.7 Tata Letak Kantong Lumpur, Pembilas dan Pengambilan


di Saluran Primer

7.7.1 Tata Letak

Tata letak terbaik untuk kantong lumpur, saluran pembilas dan saluran primer adalah
bila saluran pembilas merupakan kelanjutan dari kantong lumpur dan saluran primer
mulai dari samping kantong (lihat Gambar 7-9.).
Ambang pengambilan di saluran primer sebaiknya cukup tinggi di atas tinggi
maksimum sedimen guna mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran.
Kemungkinan tata letak lain diberikan pada Gambar 7-10. Di sini saluran primer
terletak di arah yang sama dengan kantong lumpur.
176 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

prim ran
er
salu
pintu pengambilan pembilas

kantong lumpur saluran


B
pembilas

. L .

peralihan

garis sedimentasi maksimum

tampungan sedimen pembilas

Gambar 7-9. Tata Letak Kantong Lumpur yang Dianjurkan

Pembilas terletak di samping kantong. Agar pembilasan berlangsung mulus, perlu


dibuat dinding pengarah rendah yang mercunya sama dengan tinggi maksimum
sedimen dalam kantong.
Dalam hal-hal tertentu, misalnya air yang tersedia di sungai melimpah, pembilas
dapat direncanakan sebagai pengelak sedimen/sand ejector (lihat Gambar 7-11.).
Kadang-kadang karena keadaan topografi, kantong lumpur dibuat jauh dari
pengambilan. Kedua bangunan tersebut akan dihubungkan dengan saluran pengarah
(feeder canal). Lihat Gambar 7-12.
Perencanaan Kantong Lumpur 177

s
pem ran
bila
salu
pintu pengambilan pintu
pengambilan

kantong lumpur saluran


B
dinding primer
pengarah rendah

dinding
pengarah rendah

pintu
pengambilan
tampungan sedimen

Gambar 7-10. Tata Letak Kantong Lumpur dengan Saluran Primer Berada pada Trase yang
Sama dengan Kantong

Kecepatan aliran dalam saluran pengarah harus cukup memadai agar dapat
mengangkut semua fraksi sedimen yang masuk ke jaringan saluran pada lokasi
pengambilan ke kantong lumpur. Di mulut kantong lumpur kecepatan aliran harus
banyak dikurangi dan dibagi secara merata di seluruh lebar kantong. Oleh karena itu
peralihan/transisi antara saluran pengarah dan kantong lumpur hendaknya direncana
dengan seksama menggunakan dinding pengarah dan alat-alat distribusi aliran
lainnya.

7.7.2 Pembilas

Dianjurkan agar aliran pada pembilas direncana sebagai aliran bebas selama
pembilasan berlangsung. Dengan demikian pembilasan tidak akan terpengaruh oleh
tinggi muka air di hilir pembilas.
178 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Kriteria utama dalam perencanaan bangunan ini adalah bahwa operasi pembilasan
tidak boleh terganggu atau mendapat pengaruh negatif dari lubang pembilas dan
bahwa kecepatan untuk pembilasan akan tetap dijaga.
Dianjurkan untuk membuat bangunan pembilas lurus dengan kantong lumpur.

denah

saluran
primer

A A
kantong
lumpur

dinding
pengarah

kehilangan
tinggi energi saluran
sangat kecil pembilas

pengambilan
saluran primer

pengelak sedimen
potongan A-A

Gambar 7-11. Pengelak Sedimen

Agar aliran melalui pembilas bisa mulus, lebar total lubang pembilas termasuk pilar
dibuat sama dengan lebar rata-rata kantong lumpur.
Pintu bangunan pembilas harus kedap air dan mampu menahan tekanan air dari kedua
sisi. Pintu-pintu itu dibuat dengan bagian depan tertutup.
Perencanaan Kantong Lumpur 179

7.7.3 Pengambilan saluran primer

Pengambilan dari kantong lumpur ke saluran primer digabung menjadi satu bangunan
dengan pembilas agar seluruh panjang kantong lumpur dapat dimanfaatkan. Agar
supaya air tidak mengalir kembali ke saluran primer selama pembilasan, pengambilan
harus ditutup (dengan pintu) atau ambang dibuat cukup tinggi agar air tidak mengalir
kembali.
6-10
1
saluran pengarah
kantong
dinding pengarah lumpur
1
6-10

Gambar 7-12. Saluran Pengarah

Selain mengatur debit, bangunan ini juga harus bisa mengukurnya. Kedua fungsi
tersebut, mengukur dan mengatur, dapat digabung atau dipisah.
Untuk tipe gabungan, pintu Romijn atau Crump-de Gruyter dapat dianjurkan untuk
dipakai sebagai pintu pengambilan.
Khususnya untuk mengukur dan mengatur debit yang besar, kedua fungsi ini lebih
baik dipisah. Dalam hal ini fungsi mengatur dilakukan dengan pintu sorong atau pintu
radial, dan fungsi mengukur dengan alat ukur ambang lebar.
Pintu dari alat-alat ukur diuraikan dalam KP – 04 Bangunan.
180 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

7.7.4 Saluran Pembilas

Selama pembilasan, air yang penuh dengan sedimen dialirkan kembali ke sungai asal,
atau sungai yang sama tetapi di hilir bangunan utama, sungai lain atau ke cekungan.
Untuk perencanaan potongan memanjang saluran, diperlukan kurve muka air – debit
sungai pada aliran keluar dan bagan frekuensi terjadinya muka air tinggi di tempat itu.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa perencanaan yang didasarkan pada
kemungkinan pembilasan dengan menggunakan muka air sungai dengan periode
ulang 20% - 40%, akan memberikan hasil yang memadai.
Lebih disukai jika saluran pembilas dihubungkan langsung dengan dasar sungai. Bila
sungai sangat dalam pada aliran keluar, maka pembuatan salah satu dari
kemungkinan-kemungkinan berikut hendaknya dipertimbangkan:
- bangunan terjun dengan kolam olak dekat sungai
- got miring di sepanjang saluran
- bangunan terjun dengan kolam olak dengan kedalaman yang cukup, tepat di hilir
bangunan pembilas.

7.8 Perencanaan Bangunan

Pasangan (lining) kantong lumpur harus mendapat perhatian khusus berhubung


adanya kecepatan air yang tinggi selama dilakukan pembilasan serta fluktuasi muka
air yang sering terjadi dengan cepat.
Pasangan hendaknya cukup berat dan dengan permukaan yang mulus agar mampu
menahan kecepatan air yang tinggi. Untuk menahan tekanan ke atas akibat fluktuasi
muka air, sebaiknya dilengkapi dengan filter dan lubang pembuang.
Bila kantong lumpur dipisah dengan sebuah dinding pengarah dan adalah mungkin
bahwa sebuah ruang kering dan bersih sementara yang lainnya penuh, maka stabilitas
dinding pemisah terhadap pembebanan ini harus dicek.
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 181

8. BAB VIII
PENGATURAN SUNGAI DAN BANGUNAN PELENGKAP

8.1 Lindungan Terhadap Gerusan

Bangunan yang dibuat di sungai akan menyebabkan terganggunya aliran normal dan
akan menimbulkan pola aliran baru di sekitar bangunan, yang dapat menyebabkan
terjadinya penggerusan lokal/setempat (local scouring) di dasar dan tepi sungai.
Adalah mungkin untuk melindungi bagian sungai di sekitar bangunan utama terhadap
efek penggerusan semacam ini. Harap dicatat bahwa konstruksi-konstruksi lindung
yang dibicarakan di sini tidak akan bermanfaat untuk mengatasi penurunan dasar
sungai yang meliputi jangka waktu lama (degradasi). Hanya perencanaan bangunan
itu sendiri yang akan mampu melindungi bangunan itu terhadap degradasi sungai.

8.1.1 Lindungan Dasar Sungai

Penggerusan lokal di hilir kolam olak dapat diatasi dengan lindungan dari pasangan
batu kosong. Jika di daerah itu cukup tersedia batu-batu yang berkualitas baik dan
beratnya memadai, maka dapat dibuat lapisan pasangan batu kosong. Bila direncana
dengan baik, lapisan ini sangat menguntungkan dan awet (lihat subbab 6.2.2). Agar
tanah asli tidak hanyut, maka pasangan batu kosong sebaiknya selalu ditempatkan
pada filter yang sesuai (lihat subbab 6.2.3).
Bronjong (lihat subbab 6.2.4) merupakan alternatif yang bagus, jika hanya batu-batu
berukuran kecil saja yang tersedia, misalnya batu kali. Bronjong pun, karena
merupakan perlindungan terbuka, sebaiknya ditempatkan pada filter yang sesuai:
filter pasir-kerikil atau filter kain sintetis.
Bronjong tidak boleh digunakan untuk bagian-bagian bangunan utama yang
permanen. Bronjong paling sesuai untuk konstruksi pengaturan sungai.
182 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pada umumnya tidak dianjurkan untuk memakai lindungan tertutup seperti pasangan
batu di hilir bangunan di sungai, karena ini akan memperpanjang jalur rembesan dan
menambah gaya tekan ke atas (uplift).
Penggerusan lokal tepat di hulu tubuh bendung atau pilar bendung gerak, umum
terjadi. Perlindungan terhadap penggerusan semacam ini adalah dengan membuat
pasangan batu atau lantai beton di depan bangunan. Disini lindungan tertutup akan
menguntungkan karena akan dapat mengurangi gaya tekan ke atas.
Karena pengaruh pencepatan aliran biasanya jauh lebih kecil daripada pengaruh
penurunan kecepatan, maka panjang lindungan hulu terhadap gerusan lokal akan
berkisar antara 2 sampai 3 kali kedalaman air rencana. Di hilir, panjang lindungan ini
sekurang-kurangnya 4 kali kedalaman lubang gerusan (lihat subbab 6.2.2).

8.1.2 Lindungan Tanggul Sungai

Pekerjaan lindungan sungai berupa bronjong, pasangan batu kosong pasangan batu
atau pelat beton.
Harus diperhatikan bahwa kedalaman pondasi lindungan memadai atau bagian dari
konstruksi tersebut bisa mengikuti penggerusan dasar sungai tanpa hilangnya
stabilitas bangunan secara keseluruhan.
Mungkin diperlukan pekerjaan pengaturan sungai guna memperbaiki pola aliran di
hulu bangunan atau untuk memantapkan bagian tanggul sungai yang belum stabil.
Di ruas atas yang curam, palung kecil sungai itu mungkin tidak stabil dan diperlukan
beberapa krib untuk menstabilkan dasar sungai di dekat pengambilan (lihat Gambar
8-1).
Di ruas-ruas tengah dan bawah, biasanya lokasi bendung akan dipilih di ruas yang
stabil. Pada sungai teranyam (braided river) atau sungai dengan tanggul pasir yang
berpindah-pindah, ruas stabil seperti yang dimaksud mungkin tidak ada.
Setelah pembuatan bendung atau bendung gerak di sungai semacam itu, dasar sungai
di bagian hulu akan naik dan cenderung kurang stabil daripada sebelumnya. Mungkin
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 183

diperlukan pekerjaan pengaturan sungai yang ekstensif guna menstabilkan aliran di


hulu bangunan yang baru.

er
tanggul banjir im
pr
an
l ur
sa

krib
pengambilan
bendung
gerak

bantaran terancam

krib
bendungan

tanggul banjir

Gambar 8-1. Pengarah Aliran

Di hilir bangunan utama, bahaya penggerusan tanggul sungai biasanya lebih besar
karena turbulensi dan kecepatan air lebih tinggi.
Di sungai yang relatif lebar dan dalam, krib mungkin merupakan cara pemecahan
yang ekonomis.
Jarak antara masing-masing krib adalah:
C2 h
L<𝛼 .................................................................................................... 8-1
2g

dimana: L = jarak antar krib, m


 = parameter empiris ( 0,6)
184 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

C = koefisien Chezy, m1/2/dtk ( 45 untuk sungai)


h = mean (nilai tengah) kedalaman air, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dtk²)
Jika tidak ada alur/trase krib yang paling cocok yang dapat diputuskan, maka
sebaiknya diambil pemecahan termurah, yaitu yang tegak lurus terhadap tanggul
(lihat Gambar 8-2).

denah

aliran sungai

krib

krib batu buangan potongan

Gambar 8-2. Contoh Krib

Tinggi mercu krib sebaiknya paling tidak sama dengan elevasi bantaran. Kemiringan
lapis lindung tanggul dan krib biasanya berkisar antara 1:2,5 sampai 1:3,5 untuk
kemiringan di bawah muka air dan 1:1,5 sampai 1:2,5 untuk kemiringan di luar air.
Kemiringan ujung krib kadang-kadang diambil 1:5 sampai 1:10 untuk mengurangi
pusaran air/vortex dan efeknya.
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 185

muka air-rata-rata bronjong


muka air-rendah matres
rata-rata

potongan A

denah A matras dihubungkan


krib dari bronjong satu sama lain
penggerusan
(engsel)
B

muka air-tinggi normal


pilar kayu pilar kayu
muka air
rata-rata gelagar
gelagar
muka air
rendah
normal

krib terbuat dari kayu (tipe terbuka) potongan B

Gambar 8-3. Krib dari Bronjong dan Kayu

Krib dapat dibuat dengan tipe “terbuka” seperti ditunjukkan pada Gambar 8-3. air
bisa mengalir melalui bangunan ini, yang biasanya dibuat dari pilar-pilar kayu yang
dipancang ke dasar sungai dan dipasang rapat satu sama lain, guna menahan aliran.
Bangunan terbuka ini kurang kuat dan mudah rusak selama banjir.
186 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

8.2 Tanggul

8.2.1 Panjang dan Elevasi

Kurve pengempangan digunakan untuk menghitung panjang dan elevasi tanggul


banjir di sepanjang sungai untuk banjir dengan periode ulang yang berbeda-beda.
Perhitungan yang tepat untuk kurve pengempangan dapat dikerjakan dengan metode
langkah standar (standar step method) bila potongan melintang, kemiringan dan
faktor kekerasan sungai ke arah hulu lokasi bendung sudah diketahui sampai jarak
yang cukup jauh.
Perkiraan kurve pengempangan yang cukup akurat dan aman adalah (lihat Gambar
8-4.).
x 2
z = h (1 − ) ................................................................................................. 8-2
L
h 2h
untuk a
≥1 L= i
................................................................................................. 8-3
h a+h
untuk a
≤1 L= i
................................................................................... 8-4

dimana: a = kedalaman air di sungai tanpa bendung, m


h = tinggi air berhubung adanya bendung (dimuka bendung), m
L = panjang total dimana kurve pengempangan terlihat, m
z = kedalaman air pada jarak x dari bendung, m
x = jarak dari bendung, m
i = kemiringan sungai
Akibat agradasi sungai di hulu bendung, permanen, elevasi tanggul harus dicek untuk
memastikan apakah tanggul itu sudah aman terhadap banjir selama umur bangunan.
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 187

8.2.2 Arah Poros

Tanggul banjir sebaiknya selalu jauh dari dasar air rendah sungai, atau dilindungi dari
bahaya erosi akibat aliran yang cepat.

Kemirin h
ga n I

Gambar 8-4. Kurve Pengempangan

8.2.3 Tinggi Jagaan

Tanggul banjir sebaiknya direncana 0,25 m di atas elevasi pangkal bendung


(abutment) guna menciptakan keamanan ekstra: selama terjadi banjir yang luar biasa
besar, bendung dan pangkalnya akan melimpah dulu, melindungi bangunan agar tidak
terlanda banjir.

8.2.4 Potongan Melintang

Tanggul banjir akan direncana dengan lebar atas 3 m. Jika tanggul itu harus juga
menyangga jalan di atasnya, maka lebar itu hendaknya ditambah sesuai dengan
kebutuhan.
Kemiringan hulu dan hilir diambil menurut harga-harga yang diberikan pada Tabel
8-1. di bawah ini. Harga-harga itu dianjurkan untuk tanggul tanah homogen (seragam)
dengan pondasi yang stabil. Tanggul tanah tidak homogen harus direncana sesuai
dengan teori yang sudah ada.
188 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel 8-1. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Tanggul Tanah Homogen


(Menurut USBR,1978).

Klasifikasi Tanah1) Kemiringan Hulu Kemiringan Hilir

GW, GP, SW, SP tak kedap air, tak cocok

GC, GM, SC, SM 1 : 2,5 1:2


CL, ML 1:3 1 : 2,5

CH, MH 1 : 3,5 1 : 2,5


1)
Menurut Unified Soil Classification System (lihat KP – 06 Parameter bangunan)

Tanggul yang tingginya lebih dari 5 m sebaiknya dicek stabilitasnya dengan


menggunakan metode yang cocok. Dalam KP – 06 Parameter Bangunan diberikan
metode-metode yang dianjurkan.
Bila pondasi tanggul tidak kedap air, maka harus dibuat parit halang (cut-off trench)
yang dalamnya sampai 1/3 dari tinggi air. Lihat Gambar 8-5.

tanah seragam
dipadatkan

H/3

dinding halang kupasan

Gambar 8-5. Potongan Melintang Tanggul

8.2.5 Pembuang

Pembuangan air (drainase) daerah di belakang tanggul banjir sampai ke sungai harus
dipertimbangkan, khususnya jika tanggul sejajar dengan sungai (lihat Gambar 8-6).
Kebutuhan pembuangan air dapat dipenuhi dengan membuat saluran pembuang
paralel yang mengalirkan airnya ke kantong lumpur, atau dengan pembuang yang
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 189

memintas melalui tanggul dan dilengkapi dengan pintu otomatis yang menjaga agar
air tidak masuk selama muka air tinggi.
Kemudian akan terjadi genangan dan oleh karena itu sistem ini tidak cocok untuk
daerah-daerah yang berpenduduk.
Bila tidak dapat dipakai pintu otomatis, maka dapat dipilih pintu sorong jika tenaga
eksploitasinya tersedia.

pembuang sejajar

sungai bendung

pintu
Gambar 8-6. Cara Memecahkan Masalah Pembuangan Air

8.3 Sodetan Sungai

Kadang-kadang lebih menguntungkan untuk membuat bangunan utama di luar alur


sungai yang ada dan membelokkan sungai itu sesudah pelaksanaan selesai. Dalam
metode pelaksanaan ini, masalah keteknikan sungai hendaknya mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh selama perencanaan, misalnya alur sodetan, dimensi alur,
perubahan dasar sungai serta penutupan sungai.
Tata Letak
Tata letak yang tepat untuk sodetan bergantung kepada banyak faktor: geologi,
geologi teknik, bangunan, topografi dan sebagainya.
190 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Namun demikian, ada beberapa pertimbangan umum berdasarkan perilaku sungai


yang dapat diberikan di sini, yaitu:
- gangguan morfologi sungai diusahakan sesedikit mungkin
- menurunnya dasar sungai akibat adanya sodetan harus dipikirkan kedalaman
pondasi bangunan di sebelah hulu hendaknya dicek.

sodetan (kopur) C
A = A’

bendung baru

tanggul penutup

denah

sun
B
ga i

bendung
baru

A
B A’

potongan memanjang
Gambar 8-7. Kapur atau Sodetan

Gambar 8-7. memberikan contoh sodetan pada sungai berminder. Jarak antara A dan
C diperpendek dengan sodetan. Dasar sungai akan turun guna mendapatkan kembali
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 191

keseimbangan batasnya (ultimate equilibrium). Ini akan memerlukan banyak waktu,


tetapi koperan hilir bendung dan pangkal bendung harus aman terhadap erosi
semacam ini.
Tanggul Penutup
Penutupan dasar sungai lama dan pembelokan sungai tersebut ke atau melalui
bangunan utama yang baru hendaknya direncanakan secara terinci.
Ada beberapa hal yang akan membantu dalam perencanaan ini, yaitu:
- aliran harus dibelokkan melalui sodetan (dan bangunan utama) dengan sedikit
menaikkan muka air hulu.
- Penutupan sungai harus dilakukan pada waktu terjadi aliran kecil yang meliputi
jangka waktu lama.
- Penutupan harus dilakukan dengan amat cepat
- Bahan yang dipakai untuk menutup sebaiknya bahan berat dan tersedia dalam
jumlah yang cukup.
Bila penutupan awal telah berhasil, maka tanggul penutup itu diperkuat supaya
menjadi permanen. Tanggul harus diberi lindungan terhadap erosi, terutama sisi yang
terkena air sungai.
Dalam beberapa hal, tanggul penutup lebih baik dibuat jauh dari sodetan setelah
aliran sungai berhasil dibelokkan. Dalam hal ini ‘lengan’ sungai yang mati di hulu
tanggul penutup akan terisi sedimen dan menambah aman tanggul tersebut.
muka banjir tanggul penutup
-permanen
muka air
rendah

sedimentasi yang pembuang di


akan terjadi kaki tanggul

tanggul penutup
sementara (batu berat)
Gambar 8-8. Tipe Tanggul Penutup
192 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Penyelidikan Model Hidrolis 193

9. BAB IX
PENYELIDIKAN MODEL HIDROLIS

9.1 Umum

Model hidrolis dipakai untuk mensimulasi perilaku hidrolis pada prototip bendung
atau bendung gerak yang direncanakan dengan skala lebih kecil.
Kemungkinan lain untuk mensimulasi perilaku hidrolis adalah membuat model
matematika pada komputer. Pengukuran langsung di lapangan atau dalam model fisik
harus dilakukan untuk memantapkan hasil-hasil yang diperoleh dari perhitungan
komputer.
Penyelidikan model dilakukan untuk meyelidiki perilaku (performance) hidrolis dari
seluruh bangunan atau masing-masing komponennya. Model komputer dipakai untuk
studi banjir dan gejala morfologi seperti agradasi dan degradasi yang akan terjadi di
sungai itu.
Ahli yang bertanggung jawab atas perencanaan jaringan irigasi, harus memutuskan
apakah penyelidikan model diperlukan atau tidak, berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan berikut:
- apakah kondisi lokasi sedemikian rupa sehingga akan timbul masalah-masalah
yang tidak bisa dipecahkan dengan pengalaman yang ada sekarang.
- apakah masalah-masalah bangunan begitu kompleks sehingga dengan parameter-
parameter dan standar perencanaan yang ada tidak mungkin dibuat suatu
perencanaan akhir yang dapat diterima.
- apakah hasil-hasil penyelidikan model itu akan berarti banyak menghemat biaya.
- apakah aturan-aturan pendahuluan untuk eksploitasi dan pemeliharaan bangunan
nanti tidak dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
- Apakah biaya pelaksanaan penyelidikan model tidak besar dibandingkan dengan
seluruh biaya pelaksanaan bangunan.
194 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Subbab 9.2 menjelaskan komponen-komponen bangunan bendung yang dapat


diselidiki dalam model hidrolis, dengan mempertimbangkan kondisi lokasi yang
sebenarnya.
Kriteria untuk menentukan perlunya melakukan penyelidikan model diberikan pada
subbab 9.3.

9.2 Penyelidikan Model untuk Bangunan Bendung

Komponen-komponen bangunan bendung berikut serta konstruksi-konstruksi


pelengkapnya dapat diselidiki dalam model hidrolis:
- lokasi dan tata letak umum bangunan bendung
- pekerjaan pengaturan sungai di hulu bangunan
- bentuk mercu bendung pelimpah tetap
- pintu-pintu utama bendung gerak termasuk bentuk ambangnya
- kolam olak dan efisiensinya sebagai peredam energi
- eksploitasi pintu bendung gerak sehubungan dengan penggerusan lindungan dasar
dan dasar sungai
- kompleks pembilas/pengambilan sehubungan dengan pengelakkan sedimen
- saluran pengarah dan kantong lumpur sehubungan dengan distribusi kecepatan
yang seragam.

9.2.1 Lokasi dan Tata Letak

Sebelum memulai pelaksanaan model, lokasi harus dipilih dan tata letak umum harus
dibuat. Kriteria yang harus dipertimbangkan untuk pemilihan lokasi dan penentuan
dimensi-dimensi utama telah dibicarakan dalam Bab 3.
Penyelidikan model biasanya tidak dipakai untuk pemilihan lokasi. Alasan utamanya
adalah bahwa perencanaan hidrolis hanyalah merupakan salah satu dari banyak
kriteria yang menentukan pemilihan lokasi. Tata letak pendahuluan bangunan utama
bisa dicek dalam model, yang dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan bangunanyang
Penyelidikan Model Hidrolis 195

besar dan rumit. Untuk bangunan utama yang sederhana, pengecekan semacam ini
tidak perlu.
Apabila bangunan bendung akan dibuat di salah satu dari saluran cabang di daerah
delta sungai, maka penyelidikan akan diperlukan untuk menentukan konsekuensi-
konsekuensi hidrolik dan morfologi untuk jaringan sungai pada umumnya dan saluran
cabang dari bangunan utama khususnya. Dalam hal ini, lokasi bangunan di sungai
harus diselidiki secara lebih mendetail.
Walaupun masalah-masalah ini dapat diselidiki dalam model fisik, namun sudah
tersedia pula model-model komputer untuk mensimulasi perilaku hidrolis dan
morfologis sungai, dengan mengandaikan bahwa proyek berada di tempat yang benar.
Penggunaan model-model komputer akan lebih murah, cepat dan tergantung pada
data yang tersedia, hasil-hasilnya akan mempunyai tingkat ketepatan yang sama
dibanding dengan hasil-hasil model fisik.

9.2.2 Pekerjaan Pengaturan Sungai

Mungkin diperlukan pekerjaan pengaturan sungai guna memperbaiki pola aliran di


hulu bangunan atau untuk memantapkan tanggul sungai yang belum stabil.
Di ruas-ruas sungai bagian atas yang curam, palung kecil yang ada mungkin tidak
stabil dan kadang-kadang melewati pengambilan. Jika demikian halnya, diperlukan
krib untuk menstabilkan palung kecil dekat pengambilan. Ini adalah pekerjaan yang
relatif kecil dan bisa rusak akibat banjir besar dan perlu diperbaiki sewaktu-waktu.
Oleh sebab itu penyelidikan model bukan merupakan keharusan.
Pekerjaan lindungan tanggul biasanya dapat direncana menurut aturan-aturan umum
perencanaan, tanpa penyelidikan dengan model.
Perlu diperhatikan agar kedalaman pondasi lingkungan cukup kuat, atau agar bagian-
bagian konstruksi itu dapat mengikuti penggerusan dasar sungai tanpa mengurangi
stabilitas bangunan secara keseluruhan.
196 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Lokasi bendung biasanya akan dipilih di ruas sungai yang stabil. Tetapi pada sungai
teranyam atau sungai dengan sistem tanggul pasir yang berpindah-pindah, ruas stabil
seperti ini mungkin tidak ada.
Setelah pembuatan bendung atau bendung gerak di sungai semacam ini, dasar sungai
di sebelah hulu akan naik dan cenderung kurang stabil daripada sebelumnya.
Pekerjaan pengaturan sungai perlu dilaksanakan secara menyeluruh (ekstensif) guna
menstabilkan aliran di hulu bendungan yang baru.
Dalam perencanaan pekerjaan pengaturan sungai, pola aliran yang menuju ke
pengambilan harus diperhitungkan sehubungan dengan banyaknya sedimen yang
akan masuk ke jaringan saluran irigasi. Hal ini penting khususnya bila air diambil
pada kedua sisi sungai.
Oleh sebab itu, untuk bendung atau bendung gerak semacam ini, dianjurkan untuk
menyelidiki pola aliran dan tata letak pekerjaan sungai dalam model hidrolis, karena
sifatnya yang kompleks, perencanaan pendahuluan mungkin tidak bisa memenuhi
semua persyaratan dan penyelidikan model dapat menunjukan banyak kemungkinan
untuk perbaikan. Hasil-hasil penyelidikan model akan banyak memungkinkan
penghematan biaya pelaksanaan.

9.2.3 Bentuk Mercu Bendung Pelimpah

Sampai saat ini telah banyak dilakukan penyelidikan bentuk mercu bendung dengan
model dan hasil-hasilnya telah banyak diterbitkan dalam buku-buku teks.
Mercu-mercu tipe Ogee dan tipe bulat yang umum dipakai di Indonesia telah banyak
diselidiki; parameter-parameter perencanaannya diberikan dalam subbab 4.2.2.
Penyelidikan model diperlukan hanya Jika situasi tertentu menimbulkan masalah
yang sulit dipecahkan dengan kemampuan yang ada serta parameter-parameter yang
tersedia tidak dapat diterapkan.
Penyelidikan Model Hidrolis 197

9.2.4 Pintu Bendung Gerak dan Bentuk Ambang

Sudah banyak metode yang dipakai untuk merencanakan pintu bendung gerak,
bergantung kepada persyaratan-persyaratan khusus proyek serta selera seni pada
waktu perencanaan sedang dibuat.
Kebanyakan perencanaan modern menggunakan pintu radial atau pintu sorong; pintu
sorong besar tidak praktis karena gaya gesekannya besar.
Pintu ini biasanya direncana sebagai pintu aliran bawah (undershot), dan asal saja
beberapa kriteria dasar perencanaannya diikuti, maka tidak lagi diperlukan pengujian
dengan model untuk mengecek harga-harga koefisien debit atau perilaku getaran
(vibrasi) untuk ukuran-ukuran pintu yang biasa direncana.
Apabila digunakan pintu radial atau sorong sebagai gabungan antara pintu aliran
bawah dan aliran atas, maka masalah-masalah hidromekanik yang timbul akan lebih
rumit. Debit pembuang, misalnya yang digunakan untuk membersihkan benda-benda
hanyut di pengempangan hulu, tidak akan memerlukan penyelidikan dengan model
secara teliti. Tetapi pintu yang dapat diturunkan sampai rendah sekali, atau pintu yang
mempunyai katup yang besar di bagian atasnya untuk mengatur tinggi muka
pengempangan, biasanya harus diselidiki dengan model untuk mengecek unjuk kerja
hidrolis dan perilaku hidromekanik pintu tersebut. Pengujian semacam ini amat rumit
dan sedapat mungkin hindari perencanaan tipe pintu ini dalam perencanaan bangunan
utama biasa untuk irigasi.
Perencanaan hidrolis ambang dapat dilakukan tanpa penyelidikan dengan model.
Kecepatan aliran di hilir pintu dapat dihitung; bahan yang akan dipakai untuk
menahan derasnya kecepatan aliran harus dipilih dengan seksama dengan
mempertimbangkan abrasi akibat bahan-bahan dasar yang tajam.
198 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

9.2.5 Kolam Olak

Sudah banyak penyelidikan baik dengan prototip maupun dengan model yang telah
dilakukan dengan menentukan parameter-parameter yang akan menghasilkan
perencanaan yang andal dan irit biaya.
Kriteria utama yang harus dipenuhi agar kolam olak dapat berfungsi dengan baik
adalah energi harus dapat diredam secara efisien di dalam air sehingga dasar sungai di
sebelah hilir tidak akan tergerus terlalu dalam atau rusak berat sehingga usaha
perbaikannya akan berada di luar jangkauan pekerjaan pemeliharaan biasa.
Kolam loncat air (hydraulic jump basin) telah banyak diselidiki dan keandalannya
terbukti baik di lapangan. Kolam ini dapat direncana tanpa penyelidikan model, asal
saja parameter-parameter perencanaan yang sesungguhnya berada dalam ruang
lingkup penerapan. Masalah pokoknya adalah degradasi atau menurunnya dasar
sungai setelah bendung atau bendung gerak dibangun. Besarnya degradasi ini harus
diperkirakan dan kolam olak direncana sesuai dengan keadaan yang akan terjadi ini
dan dengan keadaan tinggi muka air dan dasar sungai yang sekarang. Bila parameter-
parameter perencanaan kolam olak ternyata tidak dapat memberikan cara pemecahan
yang memuaskan atas kedua keadaan tersebut di atas, maka akan diperlukan
tambahan penyelidikan dengan model guna memperoleh hasil perencanaan yang
seimbang dan paling efektif dari segi biaya.
Peredam energi tipe bak tenggelam (submerged bucked dissipator) telah diselidiki
oleh USBR. Sebagian besar dari penyelidikan itu dilakukan terhadap tipe bak
berlubang (slotted bucket) untuk pelimpah energi tinggi.
Jika tinggi energi masih dapat dikerjakan dengan data-data yang diberikan oleh
Puslitbang Air, maka data-data ini dapat dipakai untuk menyelesaikan perencanaan
akhir. Dalam perencanaan ini degradasi dasar sungai yang mungkin akan terjadi di
waktu yang akan datang, harus dipertimbangkan.
Penyelidikan Model Hidrolis 199

9.2.6 Eksploitasi Pintu Bendung Gerak

Untuk bendung gerak berpintu banyak dan mungkin dengan pengambilan di kedua
sisi sungai, cara terbaik eksploitasi pintu-pintu ini dapat diselidiki dengan model. Ada
dua fenomena/gejala yang akan diselidiki dengan model demikian, yakni: (1)
masuknya sedimen ke dalam jaringan saluran irigasi, dan (2) kedalaman maksimum
penggerusan sehubungan dengan cara eksploitasi pintu ini.

9.2.7 Pengambilan dan Pembilas

Untuk debit saluran dengan besaran normal, tidak diperlukan penyelidikan dengan
model secara mendetail untuk pengambilan dan pembilas. Kini sudah banyak sekali
tipe pengambilan untuk berbagai keadaan lapangan. Di samping itu juga telah tersedia
hasil-hasil penyelidikan dengan model. Kriteria perencanaan untuk pengambilan dan
pembilas, akan memberikan dasar yang cukup memadai untuk menyelesaikan
perencanaan hidrolis akhir.
Bila sungai mengangkut batu-batu besar selama banjir, bisa dipertimbangkan untuk
memasang saringan (screen) agar batu-batu tersebut tetap jauh dari pengambilan.
Kemampuan kerja saringan semacam itu dapat diselidiki dengan model. Kriteria
perencanaan bagi saringan ini hampir tidak mungkin ditetapkan, karena melihat
banyak faktor yang tidak diketahui.

9.2.8 Saluran Pengarah dan Kantong Lumpur

Saluran pengarah (feeder canal) biasanya berupa bagian saluran melengkung yang
mengantarkan debit dari pengambilan ke kantong lumpur.
Kecepatan aliran di dalam saluran pengarah harus cukup tinggi untuk mengangkut
semua fraksi sedimen yang masuk ke jaringan saluran pada pengambilan. Di mulut
kantong lumpur, kecepatan aliran akan sangat diperlambat dan distribusinya merata di
seluruh lebar kantong. Oleh sebab itu, peralihan antara saluran pengarah dan kantong
200 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

lumpur harus direncana secara seksama, dilengkapi dengan dinding pengarah dan
alat-alat pengatur distribusi aliran lainnya.
Penyelidikan dengan model secara mendetail akan sangat membantu menciptakan
distribusi aliran yang seragam/merata.
Kemampuan kerja kantong lumur tidak bisa diselidiki di laboratorium, karena adanya
efek skala.

9.3 Kriteria untuk Penyelidikan dengan Model

Sebagaimana telah disebutkan dalam subbab 9.1, perencana harus memutuskan


apakah diperlukan penyelidikan dengan model atau tidak.
Untuk dapat memilih kriteria yang dapat diterapkan untuk kondisi-kondisi tertentu di
lapangan, klasifikasi situasi yang benar-benar dijumpai di lapangan diberikan pada
Tabel A.3.1, A.3.2 dan A.3.3 (lihat Lampiran 3).
Klasifikasi tersebut didasarkan pada hal-hal berikut:
- ruas sungai; atas, tengah, bawah
- lebar rata-rata sungai dan aliran permukaan (overland flow)
- debit per lebar satuan sungai
- ukuran butir bahan dasar yang diangkut oleh sungai
- besar debit saluran.
Berdasarkan klasifikasi ini, dianjurkan agar penyelidikan model dilakukan untuk
komponen-komponen bangunan utama berikut:
- lokasi dan tata letak umum
- pekerjaan pengaturan sungai
- pintu-pintu bendung termasuk ambang
- kolam olak
- eksploitasi pintu
- pengambilan dan pembilas
- saluran pengarah dan kantong lumpur
- bangunan pembilas
Penyelidikan Model Hidrolis 201

Pada tabel-tabel itu disebutkan apakah penyelidikan model dianjurkan atau tidak.
Ruang lingkup proyek, yang dijelaskan pada tabel-tabel tersebut, berada di luar
jangkauan bangunan yang dianggap sahih/valid bagi standar perencanaan. Hal ini
dicantumkan karena, pertama: tidak dapat diberikan definisi yang tepat untuk istilah
proyek “yaitu”, dan kedua yaitu ruang lingkup itu memberikan indikasi mengenai
penyelidikan model bagaimana yang diperlukan untuk bangunan-bangunan yang
lebih besar.
202 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Metode Pelaksanaan 203

10. BAB X
METODE PELAKSANAAN

10.1 Umum

Besarnya pekerjaan untuk sebuah bendung dan bangunan-bangunan pelengkapnya,


serta kenyataan bahwa bendung tersebut harus dibangun di sungai, memaksa kita
untuk mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan selama
pelaksanaan. Metode pelaksanaan yang akan diterapkan harus diperikan
(dideskripsikan) dengan jelas agar tidak menimbulkan masalah selama pelaksanaan.
Ada dua metode yang dapat dipertimbangkan: pelaksanaan di dasar sungai dan
pelaksanaan yang sama sekali ada di luar dasar sungai.

10.2 Pelaksanaan di Sungai

Sungai harus dibelokkan selama pelaksanaan berlangsung. Untuk ini sebagian dari
sungai tersebut dikeringkan, atau seluruh aliran sungai dibelokkan melalui saluran
atau terowongan pengelak. Untuk merencanakan elevasi tanggul pengelak (coffer
dam) yang menutup sungai dan melindungi ruang kerja, maka kemungkinan
melimpahnya banjir dan banjir rencana selama pelaksanaan berlangsung harus
ditentukan.
Untuk mengukur resiko ini dapat digunakan grafik pada Gambar 10-1. yang
memberikan perhitungan resiko yang diterima selama umur bangunan.
Umur sebuah saluran atau bendung pengelak biasanya dua sampai tiga tahun,
bergantung kepada waktu pelaksanaan.
Apakah resiko melimpahnya bendungan pengelak akan menjadi tanggungan pihak
kontraktor atau perencana diputuskan dengan jelas dalam dokumen kontrak. Pada
umumnya itu menjadi tanggung jawab kontraktor dengan pihak Pemberi Pekerjaan
menunjukkan tinggi keamanan yang terendah.
204 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Selama perencanaan, pemilihan metode pelaksanaan harus juga didasarkan pada


kelayakan dan biayanya. Dan tergantung pada keahlian Pelaksana Pekerjaan, harus
diputuskan metode mana yang hendak diikuti.
Hal-hal yang harus dicek dan dipersiapkan selama perencanaan pendahuluan adalah:
- tanggul pengelak
- saluran atau terowongan pengelak
- pembuangan air (drainase).
- jadwal pelaksanaan
- tersedianya bahan bangunan
- debit maksimum sungai selama pelaksanaan
- pengeringan (dewatering) di lokasi pekerjaan

(Pr = perhitungan risiko yang diterima)


1% 5% Pr dalam %
1000 10%
800
600
400 20%
300 25%
30%
periode ulang rencana yang diperlukan T tahun

200
50%
100
80
60
40
30
20

10
8
6
4
3
2

1
1 2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
umur bangunan yang diinginkan d dalam tahun

Gambar 10-1. Grafik untuk Menentukan Perhitungan Resiko yang Diterima


Metode Pelaksanaan 205

Berkenaan dengan jadwal waktu, kadang-kadang orang bisa bekerja di dasar sungai
tanpa memerlukan terlalu banyak perlindungan dengan merencanakan pekerjaan itu
menurut musim: kebanyakan daerah di Indonesia mempunyai musim kering dan
penghujan yang berlainan dan dengan demikian terdapat perbedaan-perbedaan besar
dalam hal ini debit sungai.

10.3 Pelaksanaan di Tempat Kering

Dalam banyak hal, metode pelaksanaan ini akan lebih disukai. Bangunan dibuat di
luar dasar sungai, kemudian sungai itu dielakkan sesudah pelaksanaan selesai.
Metode ini disebut “pelaksanaan pada sudetan” (kopur).
Resiko kerusakan yang diakibatkan oleh penggenaan ruang kerja, kecil saja dan
dijumpai sedikit saja hambatan pelaksanaan.
Jika ternyata layak, maka metode pelaksanaan ini akan dipilih, bahkan Jika biayanya
mahal sekali pun. Baik resiko kerusakan bahan maupun kerusakan-kerusakan lain
selama pelaksanaan harus sedapat mungkin dihindari. Hal ini hendaknya mendapat
perhatian khusus.
Pembelokan aliran sungai setelah pembuatan bendung atau bendung gerak selesai,
dilakukan dengan tanggul penutup. Tanggul tersebut akan dibangun sedekat mungkin
dengan mulut sodetan. Guna mengurangi beda muka air pada tanggul penutup selama
pelaksanaan, muka air di depan bangunan utama yang baru harus dijaga agar tetap
rendah, dengan cara membuka pintu pengambilan dan melewatkan air sebanyak
mungkin melalui pintu-pintu itu. Tanggul penutup merupakan tanggul sementara saja,
jika tanggul permanen akan dibuat di tempat lain mungkin lebih ekonomis.
206 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Pustaka 207

DAFTAR PUSTAKA

BOS, M.G. (Ed); Discharge Measurement Structures. Publication 20, ILRI,


Wageningen 1977.
BOS, M.G., REPLOGLEJA., and CLEMMENS, A.J.: Flow Measuring Flumes for
Open Channel Systems. John Wiley, New York 1984.
BOUVARD,M: Barrages Mobiles et Ouvrages de Derivation, a Partie de Rivieres
Transportant des Materiaux Solides. Eyrolles, Paris 1984.
BRADLEY, J.N., and PETERKA,A.J: The Hydraulic Design of Stilling Basins.
Journal of the Hydraulics Division, ASCE, Vol.83, No.HY5, 1957.
CAMP, T.R.: Sedimentation and The Design of Settling Tanks. Transactions ASCE,
1946.
CHOW,V.T.: Open Channel Hydraulic. McGraw-Hill, New York 1959.
CHOW,V.T.: Handbook of Applied Hydrology. McGraw-Hill, London, 1964.
CREAGER,W.P., JUSTIN,J.D. & HINDS,J.: Engineering for Dams, Volumes I,II &
III. John Wiley & Sons, New York, 1945.
DAVIDENKOFF,R.: Unterlaufigkeit von Stauwerken. Wernerverlag Dusseldorf,
1970.
DPMA: Pengamanan Sungai Serta Pengendalian Aliran (Diutamakan Penggunaan
Konstruksi Bronjong), 1978.
FORSTER,J.W., SKRINDE,R.A.: Control of The Hydraulic Jump by Sills
Transactions ASCE, Vol.115, 1950.
JASSEN,P.P.(Ed).; Principles of River Engineering. Pitman, London 1979.
LANE,E.W.: Security from Under-Seepage of Masonry Dams on Earth Foundations.
Transactions ASCE, Vol.100, 1935.
LANGKEMME IRRIGATION PROJECT: Hydraulic Model Test and Related Study
Design Note, Nippon Koei, PT Buana Archicon.
MEMED,M.: Cara-cara Konstruksi untuk Mengurangi Angkutan Sedimen yang Akan
Masuk ke Intake dan Saluran Pengairan. DPMA Bandung, 1981.
208 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

MEMED,M. and ERMAN,M.: Penggunaan Lapisan Batu “Candi” Sebagai


Perkuatan Terhadap Bahaya Benturan Batu dan Mengurangi Kerusakan
Akibat Abrasi/Goresan oleh Pasir Batu yang Terbawa Aliran pada Bendung.
DPMA Bandung, 1980.
MEMED,M. and ERMAN,M., and SYARIF S.: Pengelak Angkutan Sedimen Tipe
Undersluice dengan Perencanaan Hidrolisnya, Jilid I & II. DPMA Bandung,
1981.
PETERKA,A.J.: Hydraulic Design of Stilling Basins and Energy Dissipators. USBR,
Washington DC 1958 (rev.1964)
PRESS,H.: Stauanlagen und Wasserkraftwerke, Teil II : Wehre. Wilhelm Ernst &
Sohn, Berlin 1959).
SCHOKLITSCH,A.: Handbuch des Wasserbaues, Volumes I and II. Springer Verlag,
Vienna, 1962.
SCS: Design of Open Channels, Technical Release No.25. USDA Soil Conservation
Service, Washington DC, 1977.
SOENARNO: Perhitungan Bendung Tetap. Directorate of Irrigation, Bandung 1972.
USBR: Design of Small Dams. Denver, USA
VLUGTER,H.: Het Transport van Vaste Stoffen Door Stroomend Water. De
Ingenieur in Ned-Indie No.3,1941.
Lampiran I 209

LAMPIRAN I

Daftar instansi-instansi yang dapat diminta data


Umum:
Perpustakaan PU Jl. Pattimura, 20 Jakarta
LIPI Jl. Jend. Sudirman, Jakarta
Jl. Sangkuriang Cisitu, Bandung

Data Topografi:
BAKOSURTANAL Jl. Raya Jakarta Bogor, Km. 46 Cibinong,
- Peta-peta topografi dan foto-foto udara Tlp. 82062-82063

DPUP Di Ibukota Propinsi


PU SEKSI PENGUKURAN Jl. Pattimura 20, Jakarta
PENGUKURAN GEOLOGI INDONESIA Jl. Diponegoro 59, Tlp. 73205/8, Bandung

Data Hidrologi:
DPMA seksi Hidrologi Jl. Ir.H.Juanda 193, Bandung
- Data sebagian besar sungai pusat koleksi data
juga kumpulan data-data dari masa sebelum
P.D.II
PLN Bagian Tenaga Air Jl. Hasan Mustopo 55, Tlp.72053, Bandung

Bina Program Pengairan Jl. Pattimura 20, Jakarta


210 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Lampiran II 211

LAMPIRAN II

Tabel A.2.1 . Nilai-Nilai Banding Tanpa Dimensi untuk Loncat Air


(dari Bos, Replogle dan Clemmens, 1984)
∆H Yd Yu vu2 Hu Yd vd2 Hd
H1 Yu H1 2gH1 H1 H1 2gH1 H1
0,2446 3,00 0,3669 1,1006 1,4675 1,1006 0,1223 1,2229
0,2688 3,10 0,3599 1,1436 1,5035 1,1157 0,1190 1,2347
0,2939 3,20 0,3533 1,1870 1,5403 1,1305 0,1159 1,2464
0,3198 3,30 0,3469 1,2308 1,5777 1,1449 0,1130 1,2579
0,3465 3,40 0,3409 1,2749 1,6158 1,1590 0,1103 1,2693
0,3740 3,50 0,3351 1,3194 1,6545 1,1728 0,1077 1,2805
0,4022 3,60 0,3295 1,3643 1,6938 1,1863 0,1053 1,2916
0,4312 3,70 0,3242 1,4095 1,7337 1,1995 0,1030 1,3025
0,4609 3,80 0,3191 1,4551 1,7742 1,2125 0,1008 1,3133
0,4912 3,90 0,3142 1,5009 1,8151 1,2253 0,0987 1,3239
0,5222 4,00 0,3094 1,5472 1,8566 1,2378 0,0967 1,3345
0,5861 4,20 0,3005 1,6407 1,9412 1,2621 0,0930 1,3551
0,6525 4,40 0,2922 1,7355 2,0276 1,2855 0,0896 1,3752
0,7211 4,60 0,2844 1,8315 2,1159 1,3083 0,0866 1,3948
0,7920 4,80 0,2771 1,9289 2,2060 1,3303 0,0837 1,4140
0,8651 5,00 0,2703 2,0274 2,2977 1,3516 0,0811 1,4327
0,9400 5,20 0,2639 2,1271 2,3910 1,3723 0,0787 1,4510
1,0169 5,40 0,2579 2,2279 2,4858 1,3925 0,0764 1,4689
1,0957 5,60 0,2521 2,3299 2,5821 1,4121 0,0743 1,4864
1,1763 5,80 0,2467 2,4331 2,6798 1,4312 0,0723 1,5035
1,2585 6,00 0,2417 2,5372 2,7789 1,4499 0,0705 1,5203
1,3429 6,20 0,2367 2,6429 2,8796 1,4679 0,0687 1,5367
1,4280 6,40 0,2321 2,7488 2,9809 1,4858 0,0671 1,5529
1,5150 6,60 0,2277 2,8560 3,0837 1,5032 0,0655 1,5687
1,6035 6,80 0,2235 2,9643 3,1878 1,5202 0,0641 1,5843
1,6937 7,00 0,2195 3,0737 3,2932 1,5368 0,0627 1,5995
1,7851 7,20 0,2157 3,1839 3,3996 1,5531 0,0614 1,6145
1,8778 7,40 0,2121 3,2950 3,5071 1,5691 0,0602 1,6293
1,9720 7,60 0,2085 3,4072 3,6157 1,5847 0,0590 1,6437
2,0674 7,80 0,2051 3,4723 3,7254 1,6001 0,0579 1,6580
2,1641 8,00 0,2019 3,6343 3,8361 1,6152 0,0568 1,6720
2,2620 8,20 0,1988 3,7490 3,9478 1,6301 0,0557 1,6858
2,3613 8,40 0,1958 3,8649 4,0607 1,6446 0,0548 1,6994
212 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel A.2.1 . Nilai-Nilai Banding Tanpa Dimensi untuk Loncat Air


(dari Bos, Replogle dan Clemmens, 1984) (Lanjutan)
∆H Yd Yu vu2 Hu Yd vd2 Hd
H1 Yu H1 2gH1 H1 H1 2gH1 H1
2,4615 8,60 0,1929 3,9814 4,1743 1,6589 0,0538 1,7127
2,5630 8,80 0,1901 4,0988 4,2889 1,6730 0,0529 1,7259
2,6656 9,00 0,1874 4,2171 4,4045 1,6869 0,0521 1,7389
2,7694 9,20 0,1849 4,3363 4,5211 1,7005 0,0512 1,7517
2,8741 9,40 0,1823 4,4561 4,6385 1,7139 0,0504 1,7643
2,9801 9,60 0,1799 4,5770 4,7569 1,7271 0,0497 1,7768
3,0869 9,80 0,1775 4,6985 4,8760 1,7402 0,0489 1,7891
3,1949 10,00 0,1753 4,8208 4,9961 1,7530 0,0482 1,8012
3,4691 10,50 0,1699 5,1300 5,2999 1,7843 0,0465 1,8309
3,7491 11,00 0,1649 5,4437 5,6087 1,8146 0,0450 1,8594
4,0351 11,50 0,1603 5,7623 5,9227 1,8439 0,0436 1,8875
4,3267 12,00 0,1560 6,0853 6,2413 1,8723 0,0423 1,9146
4,6233 12,50 0,1520 6,4124 6,5644 1,9000 0,0411 1,9411
4,9252 13,00 0,1482 6,7437 6,8919 1,9268 0,0399 1,9667
5,2323 13,50 0,1447 7,0794 7,2241 1,9529 0,0389 1,9917
5,5424 14,00 0,1413 7,4189 7,5602 1,9799 0,0379 2,0178
5,8605 14,50 0,1381 7,7625 7,9006 2,0032 0,0369 2,0401
6,1813 15,00 0,1351 8,1096 8,2447 2,0274 0,0361 2,0635
6,5066 15,50 0,1323 8,4605 8,5929 2,0511 0,0352 2,0863
6,8363 16,00 0,1297 8,8153 8,9450 2,0742 0,0345 2,1087
7,1702 16,50 0,1271 9,1736 9,3007 2,0968 0,0337 2,1305
7,5081 17,00 0,1247 9,5354 9,6601 2,1190 0,0330 2,1520
7,8498 17,50 0,1223 9,9005 10,0229 2,1407 0,0323 2,1731
8,1958 18,00 0,1201 10,2693 10,3894 2,1619 0,0317 2,1936
8,5438 18,50 0,1180 10,6395 10,7575 2,1830 0,0311 2,2141
8,8985 19,00 0,1159 11,0164 11,1290 2,2033 0,0305 2,2339
9,2557 19,50 0,1140 11,3951 11,5091 2,2234 0,0300 2,2534
9,6160 20,00 0,1122 11,7765 11,7765 2,2432 0,0295 2,2727
Lampiran III 213

LAMPIRAN III

Tabel A.3.1. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Atas Sungai
214 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel A.3.2. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Tengah Sungai
Lampiran III 215
Tabel A.3.2. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Tengah Sungai (Lanjutan)

Lokasi dan Tata Pekerjaan Bentuk Mercu Pengambilan dan Saluran Pengarah
Data Sungai Kolam Olak Eksploitasi Pintu
Letak Umum Pengaturan Sungai Bendung Pembilas dan Kantong Lumpur
- Bendung Gerak - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan model - penyelidikan - penyelidikan
- Lebar Dasar sungai 50 - 150 mmodel dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan
- debit Q 10 - 15 m3/dt/m - tata letak dan - pekerjaan - untuk pintu-pintu - verifikasi hasil - aturan eksploitasi pintu- sebaiknya dipakai - selidiki tata letak &
- sungai mengangkut pasir lokasi di cek pengaturan sungai di khusus (tipe perencanaan - sedimen yang masuk pembilas bawah morfologi saluran
dan kerikil sampai ukuran 64 dengan model optimasi gabungan aliran atas pendahuluan saluran irigasi sedikit pengarah &
- debit saluran 10 - 50 m3/dt dan aliran bawah), dengan model - gerusan lokal terbatas peralihan untuk
- elevasi pengempangan uji untuk fungsi kolam yang sangat
tinggi gabungan lebar
216 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel A.3.3. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Bawah Sungai

Lokasi dan Tata Pekerjaan Bentuk Mercu Pengambilan dan Saluran Pengarah
Data Sungai Kolam Olak Eksploitasi Pintu
Letak Umum Pengaturan Sungai Bendung Pembilas dan Kantong Lumpur
- Bendung Gerak - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan model - penyelidikan - penyelidikan
- Lebar Dasar sungai 50 - 150 mmodel dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan
- debit Q 10 - 15 m3/dt/m - tata letak dan - pekerjaan - untuk pintu-pintu - verifikasi hasil - aturan eksploitasi pintu- selidiki & - untuk kantong yg
- sungai mengangkut pasir lokasi di cek pengaturan sungai di khusus (tipe perencanaan tingkatkan efisiensi lebar, selidiki tata
dan lanau dengan model optimasi gabungan aliran atas pendahuluan sistem pengelak letak & morfologi
- debit saluran < 10 m3/dt dan aliran bawah), dengan model - dianjurkan saluran pengarah &
- elevasi pengempangan uji untuk fungsi pembilas bawah, peralihan ke kantong
lebih tinggi dari tanah gabungan kecuali sungai lumpur dengan
sekitarnya hanya mengangkut model, jika
pasir, lanau, dan diperkirakan ada
lempung sangat masalah

Anda mungkin juga menyukai