Anda di halaman 1dari 20

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pompa Angguk (Sucker rod pump)

Hampir semua sumur minyak pada permulaan ditemukan lapangannya


dengan tekanan yang cukup besar sehingga akan menjadi sumur sembur alami
(natural flow). Dengan berjalannya waktu, maka tekanan reservoir akan
mengalami penurunan, demikian pula tekanan di formasi dekat sumur. Apabila
tekanan reservoir tidak mampu lagi mengalirkan fluida ke permukaan maka
dilakukan cara sembur buatan atau pengangkatan buatan (artificial lift).

Pompa angguk (sucker rod pump) adalah salah satu pengangkatan buatan
(artificial lift) paling banyak digunakan, 80% diseluruh dunia, atau 2/3 dari semua
sumur di dunia menggunakan pompa angguk ini. Pompa angguk bukan
memproduksi terbesar di dunia, karena produksinya tidak semua besar, karena
dalam pengoperasiannya pompa angguk memiliki banyak masalah yang sering
timbul, diantaranya adalah tidak sesuainya laju produksi yang diinginkan dengan
laju produksi sebenarnya (Hirschfeldt, 2007).

Gambar 2.1 BTPU & SRP (API Recommended Practice 11AR 4th Edition,
June 2000)
Gambar 2.1 memperlihatkan skematik dari komplesi dengan menggunakan
pompa angguk. Dapat dilihat bahwa terdapat tiga hal pokok dalam elemen pompa
angguk, yaitu bottom hole pump, rod string & pumping unit.

Karena sudah lama dipakai dan dikembangkan, maka SRP mendapat


perhatian yang sangat besar sehingga banyak studi dan teori yang muncul di studi
maupun literatur. Pompa angguk atau sering juga disebut dengan beam pumping
adalah salah satu metode artificial lift yang memanfaatkan gerakan naik-turun dari
plunger untuk mendorong fluida dari reservoir ke permukaan.

2.2 Jenis-Jenis Pompa Angguk

Ada 3 macam SRP yang paling umum:

1. Standar atau Tipe Conventional


Pada tipe ini, samson post menopang walking beam kira-kira pada
bagian tengah, jadi titik pusat putaran tuas di tengah walking beam.
pumping unit tipe ini paling banyak dipakai pada industri
perminyakan dan tersedia dalam bermacam-macam ukuran.
2. Low Torque Unit (Mark II)
Pada tipe ini, samson post menopang walking beam pada bagian
ujung belakang. Jadi titik pusat putaran tuas di ujung walking beam.
Pada ukuran kerangka yang sama biasanya unit ini membutuhkan
horse power yang lebih sedikit dibandingkan dengan conventional
unit. Tipe Mark II ini banyak dipakai untuk sumur-sumur minyak
yang dalam dan berproduksi besar, ukuran yang tersedia tidak
bervariasi banyak, dan yang terbesar sampai mencapai 125 HP
(Martinez, 2015).

3. Air Balance Unit


Pada tipe ini tabung udara yang bertekanan digunakan sebagai
pengganti counter weight dan titik pusat putaran tuas berada di ujung
walking beam. Pumping unit tipe ini lebih kecil dan ringan dari unit
yang lain dan dilengkapi dengan air compressor serta ukuran yang
dibuat terbatas, tetapi ada yang mencapai 150 HP. Beam balanced
termasuk conventional dengan counter balance berupa pemberat tak
berputar di ujung walking beam nya.

2.3 Masalah Pada Pompa Angguk

Pada pengoperasiannya di lapangan, banyak masalah-masalah yang terjadi


pada pompa angguk. Masalah pada pompa angguk, baik itu peralatan permukaan
(surface) ataupun bawah permukaan (subsurface) mengakibatkan tidak
optimalnya kerja dari pompa angguk dalam mengangkat fluida dari reservoir.
Bahkan pada beberapa problem, dapat mengakibatkan pompa angguk stuck atau
tidak dapat bergerak sama sekali. Berikut adalah masalah-masalah yang sering
terjadi pada pompa angguk:

2.3.1 Masalah Pada Komponen Bawah Permukaan (sub-surface)


1. Travelling valve (TV) bocor: Pada waktu up-stroke, travelling valve tidak
menutup rapat dan akibatnya fluida kembali turun ke silinder dibawah
plunger.
2. Standing valve (SV) bocor: Pada waktu downstroke, standing valve tidak
menutup rapat dan akibatnya fluida kembali ke wellbore.
3. Plunger rusak atau aus: Plunger rusak atau aus sehingga fluid yang slip
diantara plunger dan pump barrel menjadi banyak, sebagian minyak turun
melalui celah-celah antara plunger dan tubing ketika plunger bergerak
keatas.
4. Tubing bocor: Jika tubing bocor, maka fluida yang terdapat didalam tubing
akan keluar dan jatuh kembali ke dalam ruangan casing.
5. Gas yang terkurung dalam pump barrel (gas lock): Pada upstroke, fluida
masuk ke pump barrel dimana gas memecah fluida atau gas lebih banyak
jumlahnya dari fluida. Pada downstroke, gas yang berada dibawah plunger
terkompres dan travelling valve tidak terbuka di mana fluida tidak masuk
ke pump barrel karena adanya gas yang terkurung dan tekanan di bawah
plunger tidak sanggup membuka travelling valve.
6. Gas Pound: Ketika pompa bergerak keatas (upstroke) fluida akan mengisi
barrel dan tidak menyentuh bagian bawah plunger, akan terdapat ruangan
kosong dan akan diisi oleh gas/steam ketika pompa kembali bergerak
(downstroke), gas akan terkompresi.
7. Liquid Pounding: adalah kondisi dimana pump barrel tidak terisi penuh
sewaktu pompa upstroke. Ini diakibatkan karena kurang mampunya
support fluida dari reservoir.
8. Plunger Hitting Up atau Hitting Down: Jika pompa tidak diberi jarak
(spacing) yang dengan benar, maka akan terjadi tubrukan ke dasar pompa.
Kondisi ini akan menyebabkan kehilangan beban pada sesaat pada akhir
langkah downstroke.
9. Plunger menabrak standing valve pada waktu downstroke sehingga terjadi
benturan keras, atau dapat juga plunger menabrak barrel pada waktu
upstroke. Jika hal ini dibiarkan dalam waktu yang lama, maka standing
valve dan barrel akan rusak. Pada kondisi ini terjadi suara benturan yang
kuat akibat benturan tersebut.
10. Scale dan Paraffin Deposite: Terbentuknya scale dan paraffin menjadi
masalah utama pada sumur produksi di lapangan. Scale atau endapan
paraffin dapat menyebabkan pompa stuck (macet) karena terjepit scale
atau paraffin. Problem scale dalam sistim air disebabkan adanya
perubahan tekanan, suhu dan pH sehingga terbentuk endapan atau padatan
pada reservoir, lubang sumur maupun pipa alir produksi minyak dan gas
bumi. Paraffin (wax) terbentuk akibat adanya penurunan temperatur
dibawah pour point, sehingga paraffin akan membentuk wax dan
menghambat aliran.
11. Kondisi bent/sticking pump barrel: Pada kondisi ini, tubing melengkung
atau barrel pompa terjepit, beban plunger meningkat pada upstroke karena
tertahan pada bagian lengkungan atau jepitan. Beban kembali normal
ketika plunger berhasil melewati bagian ini. Kejadian sama akan terjadi
pada saat downstroke, hanya saja saat ini beban turun ketika plunger
melewati bagian lengkungan atau jepitan.
12. Sanded Up: Pompa bergerak keatas / upstroke dimana fluida membawa
pasir dan mengisi pump barrel sehingga terjadi penyempitan antara
plunger dan pump barrel yang mana dapat menjadi plunger terjepit dan
tidak dapat bergerak (pump stuck).
13. Pump stuck: Pada kondisi ini pompa tidak dapat lagi bergerak (stuck).
Pada umumnya pump stuck disebabkan oleh pasir/gravel yang terbawa
dari runtuhan formasi sehingga mengisi celah dari plunger atau
temperature sumur yang terlampau tinggi maka terjadi pemuaian pada
plunger dan barrel pump, dimana muai plunger lebih besar dari muai
barrel shingga plunger tidak dapat bergerak bebas (terjepit).
14. Adanya scale atau paraffin.
2.3.2 Masalah Pada Komponen Permukaan (Surface)
1. Pumping unit unbalance: Hal ini dapat diakibatkan oleh gempa dan
turunnya tanah yang mengakibatkan tanah permukaan tumpuan pompa
angguk tidak rata dan berdampak pada miringnya pumping unit. Hal ini
bisa berakibat rusaknya peralatan surface dari pompa karena beban yang
unbalance.
2. Pit-man arm: aus atau kendor.
3. Bearing: Kerusakan terjadi pada bearing akibat sistem pelumasan yang
kurang tepat, kontaminasi dan kelelahan dari material tersebut.
4. Gearbox: Masalah yang sering terjadi pada gearbox adalah ausnya roda
gigi yang terdapat pada gearbox karena kurangnya atau tidak adanya
pelumasan yang terjadi. Kerusakan pada gearbox juga sering terjadi saat
terjadi fluid pound/pump off yang mengakibatkan umurnya lebih pendek
dari umur desain. Hal tersebut mengakibatkan beban yang tidak seimbang
(unbalance) pada pompa angguk dan menyebabkan rusaknya bearing,
roda gigi, dan poros pada gearbox. Semakin besar massa unbalance maka
semakin parah kerusakan yang terjadi pada gearbox dan semakin pendek
umur dari gearbox.
5. Wrist pin: Apabila wrist pin kendor pada saat bekerjanya pompa, maka
akan mengakibatkan lubang crank pin akan membesar dan mengakibatkan
kerusakan pada wrist pin.
6. Motor: Kerusakan pada motor juga terjadi akibat unbalance-nya beban
yang terjadi pada pumping unit

2.4 Optimasi Pompa Angguk

Seiring penurunan produksi dari sumur minyak, diperlukan metode-metode


untuk meningkatkan perolehan minyak. Agar menghasilkan pengangkatan yang
efektif, Sucker rod pump (SRP) harus dioptimasi berdasarkan parameter-
parameter yang bekerja di dalamnya. Setelah berproduksi dalam rentang waktu
yang panjang, data desain awal pada pompa angguk sudah seharusnya
dibandingkan dengan kegiatan produksi di lapangan saat ini. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui apakah pompa yang digunakan dapat memberikan laju alir yang
sudah optimal atau belum.

Dalam melakukan optimasi produksi dengan menggukan sucker rod pump,


cara yang dilakukan adalah merancang kembali pompa dengan mengubah
parameter pompa yaitu mencari harga kecepatan pemompaan (N) yang optimum
dan panjang stroke (SL) optimum pompa sehingga didapatkan laju air yang
optimal, dimana tujuan optimasi adalah mengoptimalkan kinerja pompa untuk
mendapatkan laju produksi yang sebesar-besarnya tanpa menimbulkan kerusakan
dan masalah, baik pada sumur maupun pada pompa itu sendiri.

Tujuan pengoptimasian pompa yang akan dilakukan, yaitu untuk:

1. Memberikan hasil desain SRP yang optimum yang menghasilkan


laju alir yang maksimal serta menggunakan daya yang minimum.
2. Memvalidasi data dengan melihat hubungan antara parameter desain
SRP dengan kebutuhan dayanya.
3. Memberikan usulan pedoman optimasi suatu sumur dengan
menggunakan data yang tersedia.
Dalam optimasi produksi sumur sering kali timbul beberapa masalah-
masalah umum di antaranya tekanan reservoir kerap kali berubah yang
berdampak pada ketidaksesuian terhadap kecepatan pompa dan panjang langkah
pompa sehingga produksi tidak sesuai dengan target yang dinginkan. Ketika
kecepatan pompa dan panjang langkah (stroke length) pompa tidak sesuai
terhadap tekanan sumur, porositas, dan permeabilitas reservoir, ke dalam sumur
serta sifat fluida yang mencangkup viskositas fluida yang berdampak akan timbul
masalah di antaranya tubing pecah atau bocor bola-bola pada standing valve dan
travelling valve pecah, penyumbatan kotoran travelling valve dan standing valve
serta terjadi kerusakan pada peralatan rangkain pompa.

Untuk pengoptimasian pompa, hal pertama yang harus dilakukan adalah


pengumpulan data dari pompa tersebut dan analisis dengan dynamometer atau
data dapat dilihat dari dyno card terakhir dari pompa tersebut. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui besaran-besaran parameter yang bekerja pada pompa dan
memeriksa kembali apakah ada permasalahan pompa yang menyebabkan pompa
bekerja tidak optimal, baik itu standing atau travelling valve yang bocor, tubing
yang bocor atau karena rod yang putus.

2.5 Interpretasi Dynamometer Card/ Dynograph

Umumnya dynamometer digunakan untuk analisis beban rod. Disini akan


dibicarakan beberapa penggunaan dari dynamometer tersebut. Pada saat ini
dynamometer telah dihubungkan dengan komputer untuk mendapatkan analisis
secara tepat dan praktis.

Dynamometer adalah peralatan untuk mengukur beban dari sucker rod


string dan beban lainnya dan akan memberikan pencatatan continue semua gaya
sepanjang polished rod pada segala waktu dari pumping cycle. Informasi yang
langsung didapat dari dynamometer card adalah beban sebenarnya pada segala
titik cycle pompanya (Marietta, 2005).
Pompa angguk dipengaruhi oleh gaya-gaya seperti:
1. Beban Rangkaian (Rod Load)
2. Beban Fluida (Fluid Load)
3. Gerak Getar Harmonis (Simple Harmonic Motion)
4. Torsi (Torque) dan Gesekan (Friction)
2.5.1 Peralatan utama Dynamometer
1. Load cell
Load cell adalah suatu alat berupa sensor beban yang berisi strain gauge di
dalamnya dan diletakkan atau dipasang carrier bar dengan clamp polished
rod, sehingga benar-benar terjepit. Untuk pemasangannya memerlukan
keahlian khusus dan pengalaman tertentu
2. Position Transducer
Position Transducer adalah suatu alat yang di dalamnya berisi
potensiometer dan beberapa peralatan lainnya berfungsi untuk membantu
load cell dalam mencatat beban rod dari setiap cycle pompa
3. ADC ( Analog Digital Converter)
ADC atau Analog Digital Converter adalah suatu peralatan elektronika yang
merubah sinyal analog dari sensor Load cell dan Position Transducer ke
hardware komputer, kemudian computer dapat membaca dan mencatat
harga-harga beban rod dari tiap cycle pompa.
4. Komputer Portable
Komputer disini sebaiknya menggunakan computer portable sehingga
mudah pengoperasiannya dan pelaksanaannya di lapangan, serta berisi suatu
program analisis untuk pembacaan beban rod dari cycle pompa
5. Peralatan pendukung lainnya
Peralatan lainnya berupa pressure gauge untuk membaca tekanan di kepala
tubing dan di kepala casing, serta temperatur di kepala tubing dan kepala
casing
Gambar 2.2 Peralatan Utama Dynamometer (Chevron O&M certification)

2.5.2 Prinsip Kerja Dynamometer


Penggunaan dynamometer pada pompa angguk diperlihatkan pada gambar
2.3 dan dijelaskan sebagai berikut:

Load cell dipasang diantara polished rod clamp dan carrier bar. Load cell
merupakan sebuah sensor pengukur beban yang merubah satuan berat menjadi
resistansi listrik. Position transducer mempunyai tali senar yang dipasang pada
polished rod dan di dalam Position Transducer terdapat potensiometer yaitu alat
elektronika yang dapat berubah-ubah resistansinya dan dihubungkan dengan tali
senar dan akan memanjang dan memendek sesuai dengan naik-turunnya rod yang
berguna menentukan posisi rod pada perekam di dalam Position.

Dari kedua sensor beban (Load cell) dan Position transducer dikirim ke
perekam atau ADC (Analog to Digital Converter), kemudian dihubungkan dengan
unit computer yang telah berisi program dynamometer dari computer tersebut
dapat dilihat kurva sumbu-x dan sumbu-y, atau kurva load (lbs) terhadap
displacement (inch). Maka kurva tersebut inilah yang dinamakan dynamometer
card atau dynograph, kemudian dynograph ini dapat menentukan kondisi sumur
tersebut (Gitano.2015).
Gambar 2.3 Prinsip kerja dynamometer (Chevron O&M certification)

2.5.3 Bentuk Dynamometer Card


Gambar 2.4 sampai dengan gambar 2.5 memperlihatkan perkembangan
teoritis dari suatu dynamometer dimana pada sumbu horizontal diberikan
displacement rod dan sumbu vertical digambarkan bebannya(Lindh, 2015).

(a) (b)
Gambar 2.4 Gross displacement pompa: a. tubing yang dengan anchored,
b. tubing tanpa anchored (Chevron O&M certification)

Pada gambar di bawah ini menunjukkan pembacaan kartu dynograph


dimana kondisi pompa mengalami masalah pada travelling valve. Kondisi ini juga
dapat menggambarkan slippage pada plunger. Hal ini menyebabkan pengambilan
cairan tertunda dari A ke B dan terlalu cepat mengalirnya cairan dari C ke D.
(a) (b)
Gambar 2.5 Traveling Valve Bocor (a) tubing anchored, (b) Tubing tanpa
anchored (Chevron O&M certification)
Sedangkan pada gambar 4.5 kartu dyno menunjukkan bahwa ada masalah
kebocoran pada standing valve. Kebocoran pada standing valve menyebabkan
pengambilan cairan terlalu cepat dari A ke B, dan tertundanya pengaliran cairan
dari C ke D.

(a) (b)
Gambar 2.6 Standing valve bocor (Chevron O&M certification)
Pada sumur produksi, tidak selamanya bekerja efektif 100%. Hal ini
disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi pada waktu pemompaan. Ini yang
dinamakan dengan istilah fluid pound atau pump off. Sumur produksi yang masih
bekerja 60-80% masih dalam kategori efektif, tetapi apabila dibawah index
tersebut, maka sumur sudah dikatakan tidak efektif lagi. Bahkan ada fluid pound
yang parah yang berproduksi hanya dibawah 25% saja.

(a) (b)
Gambar 2.7 Fluid pound (a) anchored tubing, (b) unanchored tubing (Chevron
O&M certification)
Ada juga kondisi yang dinamakan Gas pound. Ketika pompa bergerak ke
atas (upstroke) fluida akan mengisi barrel dan tidak menyentuh bagian bawah
plunger, akan terdapat ruangan kosong dan akan diisi oleh gas/steam ketika
pompa kembali bergerak (downstroke), gas akan terkompresi.

(a) (b)
Gambar 2.8 Gas Pound (a) tubing anchored, (b)unanchored tubing
(Chevron O&M certification)

Jika pompa tidak diberi jarak (spacing) yang dengan benar, maka akan
terjadi tubrukan ke dasar pompa. Kondisi ini akan menyebabkan kehilangan beban
pada sesaat pada akhir langkah downstroke.

(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Pompa membentur standing valve pada saat downstroke & (b)
pompa membentur pada saat upstroke (Chevron O&M certification)

Gambar 2.10 Pompa mengalami fatigue (Chevron O&M certification)


Gambar 2.11 Traveling Valve tidak menutup dengan baik(Chevron O&M
certification)

Gambar 2.12 Tubing anchore tidak berfungsi(Chevron O&M certification)

Gambar-gambar di atas adalah beberapa jenis kartu dyno test, dan ada dua
kondisi spesial yaitu kondisi gas locked pump dan flumping well.

Gas locked pump adalah keadaan dimana kedua valve dalam kondisi
tertutup disebabkan tekanan statik tubing (Pt) lebih besar dari tekanan discharge
pompa (Pd) dan juga lebih besar dari tekanan intake pompa (Pint). Pada umunya
rasio kompresi pada pompa sucker rod kecil sekali, akibatnya tidak ada valve
yang terbuka sampai clearance space antara valve pengisian dengan kebocoran
cairan melalui plunger, atau fluid level dinaikkan sehingga rasio kompresi menjadi
lebih kecil agar gas dari pompa masuk ke tubing.
Gambar 2.13 Gas Locked Pump (Chevron O&M certification)

Flumping well adalah keadaan dimana kedua valve dalam kondisi terbuka
karena tekanan statik tubing (Pt) lebih kecil dari tekanan discharge pompa (Pd)
dan juga lebih kecil dari tekanan intake pompa (Pint), atau kondisi ini juga dapat
berarti bahwa rod lepas (putus). Tetapi dengan memeriksa valve ini dapat
didiagnosa dengan cepat.

Gambar 2.14 Flumping well (not Pumping) (Chevron O&M certification)

Karena sucker rod tidak benar-benar padat atau tidak flexible, maka akan
ada time lag atau keterlambatan pada beban yang ditransfer dari plunger pompa
ke polished rod. Hal ini mempengaruhi gambar dynamometer adalah vibrasi, efek
dinamik, friksi, aksi gerak pompa, Jika semuanya ini effisiensinya mencapai
100% maka bisa dihasilkan gambar 2.7.

Pada titik A permulaan upstroke, travelling valve akan menutup dan dari A
ke B beban akan ditransfer ke rod. Dari B ke C beban konstan dan C adalah
puncak upstroke pada saat mana travelling valve terbuka dan standing valve
menutup D sehingga beban akan ditahan oleh tubing. Lalu pada akhir downstroke
sampai kembali ke A, maka travelling valve akan menutup dan beban ditahan
kembali oleh rod tersebut.

Walaupun material sucker rod adalah baja, tetapi masih mempunyai tingkat
elastisitas walaupun kecil (modulus young tinggi), maka akan terjadi stretch
(perpanjangan) kalau terjadi pembebanan dan mengkerut kalau beban hilang,
Gambar 4.3 (b) juga dapat menggambarkan suatu card dimana rod-nya elastik.
Perubahan yang terlambat dikarenakan rod memanjang (stretch) dan mengkerut
(contraction), Card ini masih termasuk “ideal” dan tidak akan didapat di
lapangan.

Pada keadaan sebenarnya, efek dinamika akan mempunyai efek besar pada
bentuk card tersebut. Sebagian karena time lag tersebut dan transmisi impulse dari
plunger ke polished rod. Juga gerakan polished rod akan bergerak sebagian waktu
downstroke sebelum travelling valve terbuka dan sebagian upstroke sebelum
travelling valve tertutup. Vibrasi alamiah rod juga berpengaruh.

2.5.4 Optimasi Motor Penggerak (Prime Mover) Pada Sucker rod pump
Untuk pengoperasian komponen pompa angguk yang ada di permukaan dan
dibawah permukaan, dibutuhkan daya penggerak. Salah satu tantangan terbesar
dalam pengoptimasian pompa angguk adalah menghasilkan desain dengan
kenaikan laju alir yang optimal dengan kebutuhan daya yang tidak terlalu besar,
sehingga optimasi akan memberikan nilai yang ekonomis terkhusus pada motor
penggerak yang digunakan.
Optimasi juga dapat dilakukan dengan mengubah parameter pada pompa
untuk mengurangi dan mengoptimalkan daya motor tanpa mengurangi produksi
minyak yang dihasilkan perharinya. (Chevron O&M certification)
Dalam hubungannya dengan pedoman optimasi pompa angguk, dibutuhkan
suatu hubungan dan pengelompokan yang jelas atas sumur-sumur yang
berproduksi menggunakan pompa angguk agar dapat menghasilkan penjelasan
yang cepat dan jelas mengenai keadaan suatu sumur berdasarkan laju alir dan
kebutuhan dayanya. Sehingga bila suatu saat data sumur ditambah, maka dari
pengelompokan ini dapat menghasilkan justifikasi optimasi yang dapat
dipertanggung jawabkan.

Desain kebutuhan daya didasarkan pada parameter yang telah dipilih dan
dihitung pada desain SRP. Parameter desain SRP yang menjadi input pada desain
kebutuhan daya antara lain: diameter tubing, diameter plunger, panjang dan
diameter rod, panjang stroke, dan kecepatan pemompaannya. Kondisi baik
sebelum maupun sesudah optimasi desain SRP dihitung dayanya untuk kemudian
dilakukan perbandingan. Hasil yang diharapkan dari perhitungan kebutuhan daya
adalah hasil yang tidak terlalu jauh perbedaannya antara sebelum dan sesudah
optimasi. Apabila terjadi penurunan daya, makan akan semakin baik.

Tujuan bagian ini adalah untuk memvalidasi data dengan membuktikan


hasil yang diapatkan sesuai dengan teori mengenai SRP. Fokus parameter yang
akan dicari hubungannya dengan kebutuhan daya adalah: ukuran tubing, panjang
stroke dan kecepatan pemompaan. Hubungan akan diidentifikasi dengan
melakukan perbandingan antara perubahan yang terjadi pada parameter sebelum
dan sesudah optimasi dengan rata-rata perubahan kebutuhan daya.

Tujuan akhirnya adalah untuk memberikan usulan optimasi pada suatu


sumur dengan menggunakan data berupa laju alir dan kebutuhan daya.

2.5.5 Pola Perubahan Ukuran Tubing Pump


Untuk menghasilkan pengangkatan yang lebih besar, umumnya digunakan
ukuran tubing pump yang lebih besar pula. Tapi kondisi ini hanya digunakan
apabila kondisi sumur mengalami peningkatan laju alir (fluid over the pumping),
maka penggunaan ukuran pompa yang lebih besar akan dibutuhkan. Tetapi
apabila kondisi sumur mengalami laju alir yang kecil, mengganti ukuran pompa
ke ukuran yang lebih kecil dapat menjadi opsi untuk mengoptimalkan daya yang
digunakan. Tapi kendalanya adalah, apabila opsi yang dipilih adalah dengan
mengganti ukuran pompa, biaya yang digunakan cukup besar. Oleh karena itu,
sangat jarang sekali ukuran pompa diperkecil untuk pengoptimasian daya, kecuali
kalau pompa sudah stuck atau rusak, perbaikan bisa sekaligus untuk mengganti
ukuran pompa. Hal ini dapat memperkecil biayanya. (Chevron O&M certification)

Dari berbagai kenaikan ataupun penurunan ukuran pompa diharapkan dapat


diidentifikasi suatu pola perubahan dalam hubungannya dengan perubahan
kebutuhan daya. Semakin besar perubahan diameter tubing pompa maka daya
yang dibutuhkan semakin besar pula, sebaliknya bila tubing pompa yang
digunakan lebih kecil maka daya yang dibutuhkan semakin menurun.
2.5.6 Pola Perubahan Panjang Langkah / Stroke Length
Klasifikasi perubahan panjang stroke dilakukan dengan menghitung selisih
antara panjang stroke sebelum dan sesudah optimasi. Biasanya pada pumping unit
sudah terdapat dua sampai lima pilihan stroke length yang terdapat pada crank
pompa. Misalnya untuk panjang langkah maksimum 240 Inch, middle 210, dan
minimum 180 inch, pompa dengan langkah maksimal 100 inch, middle 86 dan
minimumnya 72 inch, dan banyak lagi.

Semakin besar kenaikan perubahan panjang stroke, maka kebutuhan daya


akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan logika dasar desain yang menyatakan
bahwa semakin besar parameter stroke length maka semakin besar kebutuhan
daya, sesuai dengan prinsip mechanical yaitu bahwa torsi akan semakin besar.
Torsi besar akan mengakibatkan kebutuhan daya yang meningkat.

2.5.7 Pola perubahan Kecepatan Pemompaan / Stroke Per Minute


Parameter terakhir yang diidentifikasi adalah kecepatan pemompaan. Untuk
ROMEO field, biasanya kecepatan pemompaan adalah 12, 10 dan 8 SPM (stroke
per minute). Pola yang ditunjukkan pada dasarnya tidak berbeda dengan dua
parameter sebelumnya, yaitu semakin besar kecepatan pemompaan maka
kebutuhan daya akan semakin besar. (Chevron O&M certification).

2.6 Fasilitas Automatic Well Test

Automatic Well Test (AWT) adalah sebuah fasilitas yang berfungsi untuk
mengukur produksi dari sebuah sumur dengan durasi test selama 3 jam. Setelah
fluid ditampung dalam sebuah gauging vessel selama 3 jam atau ketika level
mencapai posisi pump on, maka fluida yang berada di dalam gauging vessel akan
dipompakan ke production header. Selama proses pemompaan, dilakukan
pengukuran oleh sebuah alat flowmeter yang terpasang pada discharge line pompa
AWT. Dari pegukuran ini akan diperoleh data total fluid, water cut dan total oil.
Untuk mendapatkan jumlah produksi 24 jam, maka hasil test tersebut dikali 8.
(Chevron O&M Certification)
Gambar 2.15 Automatic Well Test (Chevron O&M Certification)

2.6.1 Pengaruh Pressure dan Temperature terhadap hasil Well Test


Pressure dan temperature fluid yang mengalir dari sumur sangat
berpengaruh terhadap hasil well test. Fluid dialirkan oleh pompa dari sumur
menuju well test facility melalui tubing production dengan ukuran 3”, tubing ini
biasa disebut dengan production invidual line. Jarak antara sumur terhadap
fasilitas cukup bervariasi, antara 1-3 km. Didalam fasilitas AWT, individual line
ini memiliki 2 jalur yang diatur secara otomatis oleh on-off valve. 1 valve disebut
production valve akan mengarahkan fluid ke dalam sebuah manifold pipe header
dengan ukuran 12”, semua well yang tidak sedang dalam proses well test akan
mengalirkan fluid-nya ke dalam manifold pipe header 12” ini dan selanjutnya
akan masuk ke pipe header dengan ukuran 24 inch di luar test station. Pipe
header 24” ini akan mengalirkan minyak langsung ke Central Gathering Station.
Kemudian 1 valve lainnya, disebut test valve, akan mengarahkan fluid ke gauging
facility untuk aktifitas well test.

Pada inlet gauging vessel tersedia sebuah back pressure control valve yang
berfungsi untuk mem-build up pressure pada inlet gauging vessel agar sama
dengan pressure header 12”, sehingga banyaknya fluid yang masuk ke gauging
vessel dari sebuah sumur akan sama dengan banyak nya fluid yang masuk ke
manifold header, karena hambatan pressure yang diterima sudah disamakan oleh
back pressure control valve.

Untuk 3 sumur yang dibahas pada tugas akhir ini, pressure pada pipe header
di test station berkisar 60-85 psi. Artinya pressure pada sumur harus melebihi
pressure manifold header untuk bisa membuka check valve dan mengalirkan fluid
ke dalam pipe header 12”. Jika sucker rod pump tidak bisa melebihi pressure
pada manifold header, maka sumur tersebut berada dalam status not pumping.

Selama proses produksi berlangsung, faktor pressure dan temperature fluid


akan berpengaruh terhadap jumlah fluid yang bisa masuk ke dalam pipe header
maupun gauging vessel. Pressure dan temperature dapat dipengaruhi oleh cuaca.
Jika dalam kondisi hujan, maka temperature fluid pada individual line dapat turun
secara drastis, penurun temperature akan menyebabkan naiknya viskositas fluid.
Kenaikkan viskositas fluid akan berbanding lurus dengan kenaikan pressure pada
individual line tersebut. Akibatnya jumlah fluid yang masuk kedalam gauging
vessel bisa lebih sedikit dibanding pada saat cuaca normal.

Selain pengaruh cuaca, pressure tubing juga dapat dipengaruhi oleh faktor
lain, seperti terjadinya scaling yang menyebabkan mengecilnya inside diameter
tubing atau permasalahan lainnya.

Oleh karena faktor-faktor di atas, data AWT yang analisis biasanya adalah
rata-rata dari 3-5 test terakhir.
2.7 Perhitungan Gross & Net Displacement Sucker Rod Pump secara
Volumetric

Gross & Net Displacement pompa dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

Gross displacement: ( ) ................................... (1)

Net displacement: ………………………… (2)

Keterangan:

K =0,116609, konstanta volumetric convertion.

Pump size = ukuran tubing pump

SL = Stroke Length dalam satuan inch

SPM = Stroke per minute.

Anda mungkin juga menyukai