Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS JENIS KURVA PENURUNAN PRODUKSI DAN LAJU PRODUKSI YANG

AKAN DATANG DENGAN METODE SPIVEY DI LAPANGAN PANASBUMI DOMINASI


UAP PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGI AREA KAMOJANG

ANALYSIS OF THE TYPE OF PRODUCTION DECLINE CURVE AND FORCASTING


PRODUCTION FLOW RATE BY SPIVEY METHOD IN THE GEOTHERMAL FIELD OF
STEAM DOMINANCE PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGI AREA KAMOJANG

Rega Wijaya1, Maulana Yusuf2, Ubaidillah Anwar Prabu3


1,2,3
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, Indonesia
Email: regawidjaya@gmail.com

ABSTRAK
Suatu sumur panasbumi dirancang untuk mensuplai uap ke PLTP dengan rentang waktu 30 tahun kedepan. Penurunan
produksi telah terjadi seiring diproduksikannya sumur-A dan Sumur-B. Analisis kurva penurunan produksi dilakukan
dengan tujuan menormalisasi data laju alir guna mendapatkan tren penurunan (decline) yang benar, menentukan jenis
kurva penurunan produksi dan memprediksi laju produksi sumur masa yang akan datang. Metode perhitungan yang
digunakan adalah metode Spivey melalui regresi. Laju penurunan produksi setiap sumur dihitung pada tekanan
standar guna mendapatkan data tren decline yang benar (normalisasi laju alir). Analisis jenis kurva menghasilkan
decline exponential untuk kedua sumur, dengan nilai lost ratio (b) = 0,0091; R2 = 0,9761; dan SD = 3, 8 % untuk
sumur-A dan sumur-B didapat nilai lost ratio (b) = 0,0053; R2 = 0,8580; dan SD = 2,93 %. Laju produksi yang akan
datang (forcasting) ditentukan berdasarkan persamaan kuadrat dengan cara diubah dalam bentuk logaritma (sumur-A;
Qt = 123,3489 – 16,6528lnT, sumur-B; Qt = 183, 8129 – 7,2799lnT ), contoh pada bulan ke 43 yaitu Desember 2018
untuk sumur-A dengan decline rate 3,93 % adalah 60,7144 ton/jam dan untuk sumur-B dengan declina rate 1,55 %
adalah 156,4317 ton/jam.

Kata kunci: KurvaPenurunanProduksi,Spivey,Regresi, Forcasting.

ABSTRACT
A geothermal well is designed to supply steam to PLTP with a span of 30 years. Decline in production has occurred
along the production of well-A and Well-B. The production decline curve analysis is conducted to normalize flow rate
data to obtain the correct decline trend, determine the type of production decline curve and predict the forecasting well
production flow. The used method of calculation is Spivey method through regression. The production rate decline of
each well is calculated on the standard pressure to obtain the correct decline trend data (normalization of the flow
rate). The curve type analysis shows the exponential decline for both wells, with the value of the lost ratio (b) = 0.0091;
R2 = 0.9761; and SD = 3, 8% for well-A and well-B obtained the value of lost ratio (b) = 0.0053; R2 = 0.8580; and SD
= 2.93%. The forecasting production rate is determined based on the quadratic equation by being changed in the form
of logarithms (well-A: Qt = 123,3489 - 16,6528lnT, well-B; Qt = 183, 8129 - 7,2799lnT),for example at 43rd month is
December 2018 for A-well with 3.93% decline rate is 60.7144 ton / hour and for B-well with 1.55% declina rate is 156,
4317 ton / hour

Keyword: Decline Curve, Spivey, Linear Regression, Forcasting.


1. PENDAHULUAN
Pengembangan energi geothermal di Indonesia diawali dengan peresmian lapangan geothermal Kamojang pada tanggal
29 Januari 1983. Lapangan Kamojang termasuk dalam kategori sistem dominasi uap yaitu sistem panas bumi dimana
sumur-sumurnya memproduksikan uap kering atau uap basah karena rongga – rongga batuan reservoirnya sebagian
besar berisi uap panas. Batuan reservoir yang ada di Lapangan Kamojang diperkirakan 65% nya berisi uap sedangkan
sisanya berisi air [1].

Suatu sumur panas bumi dirancang untuk mensuplai uap ke PLTP dengan rentang waktu 30 tahun kedepan. Suplai uap
tersebut harus dijaga agar bisa secara continue terus memasok uap ke PLTP. Namun pada kenyataanya produksi sumur
panasbumi akan mengalami penurunan. Contohnya, Masalah besar di lapangan Geyser terjadi penuruanan 50% dalam 8
dan 12 tahun [2].

Pertamina Geothermal area Kamaojang saat ini memliki 55 sumur produski yang digunakan dalam pembangkitan 5
unit pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Unit 1, 2,dan 3 di operasikan oleh PT. PLN melalui anak
perusahaannya yaitu Indonesia Power dimana kapasitas dari 3 unit PLTP tersebut adalah 140 MWe sedangkan unit 4
dan 5 dioperasikan oleh PT. Pertamina Geothermal sendiri dengan kapasistas 95 MWe. Sumur-A yang pada awalnya
sebesar 108.26 ton/jam turun menjadi 65,76 ton/jam sedangkan Sumur-B dari 178.96 ton/jam turun menjadi 115.13
ton/jam (Pertamina Geothermal Energi Area Kamojang, 2017).

Pengembangan metode decline curve analisis sangan penting dilakukan, hal ini bertujuan untuk mencegah penurunan
produksi yang cepat dan juga untuk meramalkan penurunan produksi dimasa depan serta merupakan salah satu cara
untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi di suatu sumur panasbumi.

Suatu lapangan atau sumur panasbumi yang telah selesai dilakukan proses pengembangannya, laju produksinya akan
menurun secara teratur yang relatif konstan pada kurun waktu yang tertentu. Produksi fluida dari suatu reservoir panas
bumi akan menurun dengan sendirinya secara alamiah. Namun terkadang terdapat hal-hal lain juga yang dapat
mempercepat terjadinya peristiwa tersebut. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan produksi itu antara
lain:(1)Penurunan Tekanan Reservoir, (2)Terjadinya Kerusakan di Area Reservoir, (3)Injeksi fluida yang tidak
terencana,(4)Problem Mekanis [3].

Metode decline curve merupakan metode yang palling efektif dan metode sederhana yang dapat digunakan dalam
pengawasan produksi dan penurunan tekanan pada reservoir geothermal. Metode ini berasumsi bahwa aliran masssa
sumur menurun sedikit baik itu secara eksponen atau harmonic sebagai perkiraan penurunan tekanan reservoir. Hal
tersebut memprediksikan aliran massa sumur masa yang akan datang dengan mengamati sejarah sumur sebagai
rangkaian waktu, kemudian mencocokkannya pada rumus yang akurat untuk digunakan pada ekstrapolasi data [4].

Analisi kurva penurunan menyediakan proyeksi terbaik untuk ekstrapolasi jangka pendek dengan syarat bahwa kondisi
tidak berubah. Tetapi walaupun ini telah dijelaskan bahwa fungsi interppolasi sejarah produksi tidak memiliki arti
penting secara fisik, bagaimanapun ini berguna dalam management lapangan panasbumi untuk merumuskan perkiraan
produksi dimasa mendatang [5].

Problema utama didalam menentukan jenis kurva penurunan produksi adalah besarnya nilai loss ratio adalah tidak
diketahui. Analisis kurva penurunan dapat dilihat pada (Tabel 1), mengacu pada estimasi beberapa ukuran kinerja
sumur panasbumi. Pelinieran kurva penurunan hiperbolik Arps berdasarkan estimasi nilai awal eksponen penurunan.
Kajian ini mengusulkan metodegrafik untuk mengestimasi nilai awal eksponen penurunan dan menggunakan uraian
binomial untuk mengestimasi laju penurunan dan nilai awal produksi. Apabila dilakukan plot hubungan laju produksi
dan waktu, secara umum bentuk kurva penurunan produksi ini adalah berupa suatu lengkungan. Selanjutnya
berdasarkan nilai loss ratio, Arps membagi kurva penurunan produksi dalam 3 (tiga) jenis yaitu exponential decline,
harmonic decline dan hyperbolic decline [6].

Tabel 1. Jenis Kurva Penurunan Produksi

No Loss ratio ( b) JenisKurva


1 0 Exponential decline
2 1 Harmonic decline
3 0<b<1 Hyperbolic decline
Guna mengatasi hal ini, perlu dilakukan suatu model matematika kurva penurunan produksi berdasarkan persamaan
kuadrat (parabola) [7].
bo/b
 1  (1)
Qt - bo  Qo- bo x  
 1  bDT 

 D2 x bobo - b  2 
Qt- bo  Qo- bo x 1  bo x D xT  T  (2)
 2 

Keterangan:
Qt = laju produksi pada waktu ke-t
Q0 =laju produksi pada waktu awal
D = decline rate
T = waktu produksi

Variabel - variabel Q0, b0, D dan b adalah berupa suatu konstanta sehingga dapat didefinisikan bahwa:
Y = Qt-b0
p = Q0-b0
q = Q0-b0 x b0 x D
r = Q0-b0 x D2 x b0(b0 – b)/2

persamaan (2) akan menjadi persamaan kuadrat yaitu:


Y= p + qX + rX2 (3)

Decline curve analysis dalam penggunaannya membutuhkan data tekanan static kepala sumur dan laju alir fluida
produksi yang menerus (‘continous’), namun pada kenyataannya data-data tersebut tidak tersedia secara lengkap
Normalisasi dilakukan dengan persamaan berikut [8]:

Qt = c × (ps2- pstd2)n (4)


Ps  Pf 2  Qt* / c 1/n
(5)
Keterengan:
Qt = laju air yang telah di normalisasi (ton/jam)
pf =tekanan kepal sumur
c = konstanta
ps = tekanan satik (bar)
pstd = tekanan alir standar (bar)
n = factor turbulensi

Dengan bantuan analisa decline ini juga dapat diperkirakan laju produksi pada suatu waktu tertentu sehingga dapat
direncanakan kapan sumur baru perlu dibor agar produksi total lapangan dapat memenuhi yang diharapkan [9].

Kualitas persamaan garis lurus yang telah didapatkan dari proses regresi ini dapat diketahui melalui uji statistik yang
terdiri dari nilai-nilai konstanta korelasi (R), konstanta determinasi (R2) dan standar deviasi absolut (SD) [10].

̂−y 2
∑(yi ̅)
R2 = (6)
∑(yi−y̅)2

Qtakt− Qtreg
SD = | | x 100 % (7)
Qtakt
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 Agustus 2017 dan berakhir pada tanggal 5 Spetember 2017. PT Pertamina
Geothermal Energi Area Kamojang terletak di Wilayah Kerja Pengusahaan (WKP) Kamojang-Darajat, Jawa barat.
Mempelajari literatur yang ada baik berupa text book maupun berbagai referensi laporan penelitian yang berhubungan
dengan produksi panas bumi.

Pengambilan data yang digunakan dalam pembuatan laporan, seperti data uji produksi (nilai n dan c), lajuproduksi, dan
tekanan kepala sumur. Data-data yang dibutuhkan dalam penilitian ini berupa data sekunder yakni, (1) Data Teknik
Penunjang (data uji produksi) merupakan salah satu variabel penting yang diigunakan dalam perhitungan normalisasi
laju alir dan perhitungan tekanan statistik yang meliputi nilai c (konstanta), n (faktor turbulensi), tekanan atmosfirik,
dan tekanan standar. (2) Data history produksi sumur-A dan sumur-B yang meliputi: Nilai parameter empiris (c) dan
faktor turbulensi (n) dari hasil uji produksi, tekanan atmosifirik dan tekanan standar, laju produksi (Qt*;
sebelumnormalisasi) dan tekanan kepala sumur (pf).Menentukan laju alir normalisasi (Qt*) pada tekanan alir standar
(pstd), dalam penelitian ini digunakan tekanan alir standar 10 bar.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Normalisasi Laju Alir Guna Mendapatkan Tren Decline Yang Benar
Dari data teknik penunjang (sumur-A: c = 0,0579 ; n = 1,1672 ; patm = 0,84 atm, sumnur-B : c = 1,48859 ; n 0,7465 ; patm
= 0,84 atm), tekanan kepala sumur dan laju alir aktual dihitung laju alir normalisasi. Sebelum dilakukan perhitungan
laju alir normalisasi, tekanan statatik terelbih dahulu dihitung menggunakan persamaan 5. Selanjutnya dilakukan
perhitungan laju alir normalsasipada tekanan standar 10 bar dengan mengunakan persamaan 4. Hasil perhitungan
normalisasi dapat dilihat pada (Tabel 2). Dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara laju alir sebelum normalisasi
dan setelah normalisasi, contoh pada pada bulan September 2015 untuk sumur-A yang tidak diproduksikan yang artinya
produksiny 0, setelah dilakukan normalisasi ternyata jika diproduksikan sumur tersevut akan menghasilkan 105, 262
ton/jam uap.

Tabel 2. Hasil Normalisasi Data Produksi

Sumur-A Sumur-A Sumur-B Sumur-B


T
No Waktu Qt* Qt** Qt* Qt**
(bulan) (ton/jam) (ton/jam) (ton/jam) (ton/jam)
1 Juni-2015 1 108.2635 114.3578 178.9587 195.5372
2 Juli-2015 2 85.0668 90.3417 163.0464 182.6892
3 Agustus-2015 3 132.8000 140.3351 104.6844 184.0316
4 September-2015 4 0.0000 105.2624 105.0906 186.5018
5 0ktober-2015 5 93.8845 108.1851 88.7100 184.9038
6 Novermber-2015 6 85.5172 96.1356 75.7130 186.0196
7 Desember-2015 7 81.9018 90.9962 76.5066 185.4721
8 Januari-2016 8 79.1839 87.2818 78.0548 184.4562
9 Februari-2016 9 76.8817 84.2889 79.8091 183.4379
10 Maret-2016 10 75.0504 81.9228 81.5783 181.7569
11 April-2016 11 75.0631 81.1299 91.2904 180.3168
12 Mei-2016 12 72.0531 79.4494 120.5738 175.6140
13 Juni-2016 13 71.3681 78.3687 124.7730 170.7592
14 Juli-2016 14 76.1102 81.1254 72.9495 148.2314
15 Agustus-2016 15 74.1319 79.0428 106.9168 173.0982
16 September-2016 16 72.1860 76.7192 114.9304 176.9452
17 0ktober-2016 17 70.2935 77.1232 115.1026 175.4492
18 Novermber-2016 18 68.5087 73.0592 114.8180 173.2638
19 Desember-2016 19 68.6055 72.6275 117.4223 172.4711
20 Januari-2016 20 67.7974 72.3805 116.1006 172.8586
21 Februari-2016 21 67.8954 72.1289 114.7840 171.6376
22 Maret-2016 22 67.4776 71.5265 115.0553 171.5646
23 April-2016 23 66.8285 70.7356 113.5295 169.7768
24 Mei-2016 24 66.1326 69.9730 113.2858 168.5098
25 Juni-2016 25 66.2353 69.8061 114.4568 168.9337
26 Juli-2016 26 65.8992 69.4008 114.4905 168.5871
27 Agustus-2016 27 65.7603 69.1544 115.1336 168.4674

Keterengan : * Sebelum normalisasi


** Setelah normalisasi

3.2. Menentukan Jenis Decline Curve Dengan Metode Spivey Melalui Regresi
Hasil-hasil perhitungan normalisasi data produksi sumur-A dan sumur-B (Tabel 2), selanjutnya dilakukan proses
analisis regresi dengan tujuan untuk dapat :
1. Menentukan konstanta-konstanta regresi p, q dan r sehingga akan dapat bentuk persamaan regresinya.
2. Menentukan nilai laju produksi mula-mula hasil regresi (Q0reg)
3. Menentukan nilai decline rate (D)
4. Menentukan loss ratio (b)
5. Menentukan standar deviasi rata-rata (SDavg)

Proses untuk mendapatkan ke-5 tujuan diatas adalah dengan cara mengambil asumsi-asumsi secara trial and error nilai
b0. Berdasarkan hasil-hasil analisis regresi yang telah dilakukan untuk sumur-A dan sumur-B adalah seperti yang
tertera pada (Tabel 3) dan (Tabel 4).

Cara untuk menentukan hasil analisis regresi yang memenuhi persyaratan adalah berdasarkan penilaian laju produksi
mula-mula regresi (Qoreg) adalah mendekati sama dengan nilai laju produksi mula-mula (Qot). Besarnya laju produksi
mula-mula (Qot) adalah diambil berdasarkan data normalisasi laju produksi aktual (Qt) padasaat T = 1. Hasil
perhitungan data normalisasi laju produksi aktual (Qt) padasaat T =1 didapatkan Q0t untuk sumur-A dan sumur-B
adalah masing-masing sebesar 114,3578 ton/jam dan 195,5675 ton/jam.

Berdasarkan perbandingan kesetaraan nilai Q0t terhadap nilai Q0reg dapat diketahui bahwa:
1. Hasil proses regresi yang memenuhi persyaratan untuk sumur-A adalah dengan asumsi b0 = 0,0091, dimana bentuk
persamaannya dapat ditulis menjadi :
Y = 0,9573 + 0,000373X – 0,00000X2
keterangan:
Q0reg = 114,7935 ton/jam
D = 0,0393 ton/jam
b = 0,0091
SDavg = 3,8242%

2. Hasil proses regresi yang memenuhi persyaratan untuk sumur-B adalah deng asumsi b0 = 0,0053, dimana bentuk
persamaannya dapat ditulis menjadi :
Y = 0,9727 + 0,000084X – 0,000002 X2
keterangan:
Q0reg = 193,9796 ton/jam
D = 0,0155 ton/jam
b = 0,0053
SDavg = 2,9355%
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Untuk Sumur-A

b0 SDavg
No p Q r Q0reg D b R2
asumsi %
1 0.0010 0.9952 4.3×10-5 -8 ×10-7 1004.8086 0.0423 0.0010 0.9760 3.8266
2 0.0030 0.9857 1.3×10-4 -2.5×10-6 338.1651 0.0414 0.0030 0.9760 3.8260
3 0.0050 0.9763 2.1×10-4 -4.1×10-6 204.8551 0.0407 0.0050 0.9761 3.8254
4 0.0080 0.9624 3.3×10-4 -6.4×10-6 129.8903 0.0396 0.0080 0.9761 3.8246
5 0.0100 0.9532 4.1×10-4 -7.9×10-6 104.9140 0.0390 0.0100 0.9761 3.8240
6 0.0090 0.9577 3.7×10-4 -7.2×10-6 116.0133 0.0393 0.0090 0.9761 3.8243
7 0.0091 0.9573 3.7×10-4 -7.3×10-6 114.7935 0.0393 0.0091 0.9761 3.8242
8 0.0092 0.9568 3.8×10-4 -7.3×10-6 113.6002 0.0392 0.0092 0.9761 3.8242
9 0.0093 0.9564 3.8×10-4 -7.4×10-6 112.4326 0.0392 0.0093 0.9761 3.8242

Tabel 4. Hasil Analisis Regresi Untuk Sumur-B

b0 SDavg
No p Q r Q0reg D b R2
asumsi %
1 0.0020 0.9896 3.2×10-5 -8.9×10-7 505.2547 0.0160 0.0020 0.8580 2.9356
2 0.0030 0.9844 4.8×10-5 -1.3×10-6 338.6018 0.0158 0.0030 0.8580 2.9355
3 0.0040 0.9793 6.4×10-5 -1.8×10-6 255.2823 0.0157 0.0040 0.8580 2.9355
4 0.0050 0.9742 7.9×10-5 -2.2×10-6 205.2962 0.0155 0.0050 0.8580 2.9355
5 0.0051 0.9737 8.1×10-5 -2.2×10-6 201.3760 0.0155 0.0051 0.8580 2.9355
6 0.0052 0.9732 8.3×10-5 -2.3×10-6 197.6067 0.0155 0.0052 0.8580 2.9355
7 0.0053 0.9727 8.4×10-5 -2.3×10-6 193.9796 0.0155 0.0053 0.8580 2.9355
8 0.0055 0.9717 8.7×10-5 -2.4×10-6 187.1213 0.0154 0.0055 0.8580 2.9355
9 0.0056 0.9712 8.9×10-5 -2.5×10-6 183.8760 0.0154 0.0056 0.8580 2.9355

Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya bahwa Arps (1945) membagi jenis kurva penurunan produksi
berdasarkan nilai loss ratio (b) menjadi 3 (tiga) bagian yaitu exponential decline, harmonic decline dan hyperbolic
decline. Adapun criteria nilai loss ratio (b) untuk menentukan jenis kurva penurunan produksi yang telah dibuat oleh
Arps (1945) adalah sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas.

Hasil dari analisis regresi menunjukkan bahwa nilai loss ratio (b) untuk sumur-A dan sumur-B adalah masing-masing
sebesar 0.0091 dan 0.0053. Kedua nilai loss ratio kedua sumur tersebut adalah berkecenderungan mendekati nol,
sehingga berdasarkan (Tabel 1) yang telah dibuat oleh Arps (1945) artinya bahwa jenis kurva penurunan produksi
kedua sumur tersebut adalah exponential decline. Adapun bentuk kurva penurunan produksi sumur-A dan sumur-B
hasil proses regresi adalah sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

3.3 Prediksi Laju Produksi Masa Yang Akan Datang


Pada kurva produksi (Gambar 1) dan (Gambar 2) dapat dilihat tren penurunan produksi dari awal produksi sampai
perkiraan produksi yang akan datang. Kegunaan dari mempelajari kurva penurunan produksi ini adalah salah satunya
untuk memprediksi laju produksi pada masa yang akan datang. Pengubahan bentuk kedua persamaan kuadrat hasil
regresi dalam bentuk logaritma berguna untuk memprediksi laju produksi masa yang akan datang, didapatkan berikut
ini:
Sumur-A :
Qt = 123.3489 – 16.6528lnT
Dimana nilai konstanta determinasi (R2) adalah sebesar 0.9761 (Gambar 1)
Sumur-B :
Qt = 183.8129 – 7.2799lnT
Dimana nilai konstanta determinasi (R2) adalah sebesar 0.8580 (Gambar 2)
Adapun hasil-hasil prediksi laju produksi masa yang akan datang untuk kedua sumur A dan B tahun periode September
2017 hingga Desember 2018 adalah sebagaimana yang tertera pada (Tabel 5).

160

140

120
Qt = -16.6528ln(T) + 123.3489
R² = 0.9761
100
Qt , ton/jam

Aktual
80
Regresi
60

40

20

0
0 10 20 30 40 50
T , bulan

Gambar 1. Kurva penurunan produksi untuk sumur-A

250

225 y = -8.2216ln(x) + 195.8991


R² = 0.9660
200
Qt , ton/jam

175

150 Aktual

125 Regresi
Log. (Regresi)
100

75

50
0 10 20 30 40 50
T , bulan

Gambar 2. Kurva penurunan produksi untuk sumur-B


Tabel 5. Prediksi Laju Produksi Masa Yang Akan Datang

Sumur-A Sumur-B
T
No Waktu Qt Qt
(bulan) (ton/jam) (ton/jam)
1 September-2017 28 67.8584 159.5548
2 0ktober-2017 29 67.2740 159.2993
3 Novermber-2017 30 66.7094 159.0525
4 Desember-2017 31 66.1634 158.8138
5 Januari-2018 32 65.6347 158.5827
6 Februari-2018 33 65.1223 158.3587
7 Maret-2018 34 64.6251 158.1413
8 April-2018 35 64.1424 157.9303
9 Mei-2018 36 63.6733 157.7252
10 Juni-2018 37 63.2170 157.5258
11 Juli-2018 38 62.7729 157.3316
12 Agustus-2018 39 62.3403 157.1425
13 September-2018 40 61.9187 156.9582
14 0ktober-2018 41 61.5075 156.7785
15 Novermber-2018 42 61.1062 156.6030
16 Desember-2018 43 60.7144 156.4317

Adapun hasi-hasil prediksi laju produksi masa yang akan datang untuk kedua sumur pada periode September 2017
hingga Desember 2018 adalah sebagaimana yang tertera pada (Tabel 5).

3. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Laju alir produksi normalisasi digunakan dalam regresi untuk mendapatkan tren decline yang benar.
2. Jenis kurva penurunan produksi sumur-A dan Sumur-B adalah Exponential decline.
3. Prediksi laju produksi pada bulan Desemeber 2018 untuk sumur-A dengan decline rate 3,93 % adalah sebesar
60,7144 ton/jam dan untuk sumur b dengan decline rate sebesar 1,55 % adalah 156, 4317 ton.jam.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Saptadji, Neny M. (2001). Teknik Panasbumi. Bandung: Dapertemen Teknik Perminyakan, Intstitut Teknologi
Bandung.
[2] Riperda, M.,Bodvarson,G.S.(1987). Decline Curve Analsysis of Production Data From The Geysers Geothermal
Field. Berkeler, CA94720.
[3] Abdillah, Muthi. (2008). Evaluasi Penurunan Produksi Sumur di Lapangan Panasbumi pX. Skripsi. Fakultas
Teknik Pertambangan dan Perminyakan: Institut Teknologi Bandung
[4] Grant, Malcolm. (2011). Geothermal Reservoir Engineering: Second Edition. USA, Elsevier inc.
[5] Berdiyansyah, Aldeo. (2017). Analisis Decline Curve Produksi Lapangan Panasbumi Dominasi Uap untuk
Optimasi dan Prediksi ProduksI PT. Pertamina Geothermal Energy, Area Kamojang. Skripsi, Fakultas
Teknik: Universitas Sriwijaya.
[6] Arps, J.J. (1945). Analisys of Decline Curve. Trans. AIME
[7] Spivey, J.P. (1986). A New Algoritma for Hyperbolic Decline Curce Fitting. Sociaty of Petroleum Engineer of
Symposium On Petroleum Industry Aplicationof Micromputers, Silver Croek, CO (June 18-20, 1986)
[8] Sanyal,S. K., Menzies, A, J.,Brown, P. JEnedy K. L., dan Enedy, S. L.(1992). A Systematic Approach to Decline
Curve Analysis for The GeysersnDteam Field, California. Monograph on The Geysers geothermal Field,
Spcial Report No. 17, pp.189 – 192).
[9] Hidayat, I. (2016). Decline Curve Ananlysis for Production Forcast and Optimation of Liquid-Dominated
Geothermal Reservoir. 5th ITB Internatioanl Geothermal Workshop Conf. Series: Earth and Environmental
Science 42. IOP Publishing. Doi:10.1088/1755-1315/42/1/012024.
[10] SSembiring, R. K. (2003). Analisisis Regresi Edisi Kedua. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai