Anda di halaman 1dari 8

JTM Vol. XVI No.

4/2009

KEGAGALAN SCREENING PADA KASUS SAND CONTROL SUMUR


X-TWIN DI LAPANGAN MANGUNJAYA, SUMATRA-SELATAN
Omar Al Farouq1, Sudjati Rachmat1
Sari
Lapangan MangunJaya di Sumatra Selatan merupakan lapangan minyak tua yang telah berproduksi sejak 1936 oleh
Shell. Kondisi reservoir yang dangkal dan berupa formasi batu pasir (sandstones) membuat lapangan tersebut
mengalami masalah tingkat kepasiran yang tinggi. Di dalam makalah ini dibahas mengenai hasil pekerjaan di lapangan
dalam analisis kasus kepasiran (sand control) pada sumur X-twin. Ikut terproduksinya pasir pada saat memproduksikan
fluida minyak, gas, maupun air dibawah permukaan bumi adalah permasalahan yang lama dan sering terjadi di industri
migas. Hal ini tidak diharapkan karena berakibat terjadinya penurunan produksi sumur, kerusakan formasi, maupun
kerusakan peralatan. Secara umum, munculnya produksi pasir selain diakibatkan laju produksi yang tinggi yang tidak
terkendali juga karena kondisi dari formasi (reservoir) itu sendiri seperti faktor sementasi batuan, kekuatan formasi,
tegangan (stress) di sekitar lubang bor, dan penurunan tekanan formasi (draw-down). Dari hasil sieve analysis, saya
mencoba merekomendasikan stand alone screen pada sumur X-twin tanpa gravel-pack. Dipilih penggunaan screen
selain karena praktis dan mudah juga biayanya murah dibandingkan metode sand-control lainnya. Dalam
pengerjaannya bersama dengan PETRA sebagai pemilik lapangan, kegiatan ini mengalami kegagalan karena terjadi
penyumbatan pada screen sehingga produksi sama dengan nol. Selain itu, sumur X-twin yang baru selesai dibor pada
akhir Juli 2008 sudah tidak mampu berproduksi secara alami. Tekanan reservoir yang telah turun tidak bisa
mengangkat fluida sampai ke permukaan. Hal ini membuat metode pengangkatan buatan menjadi dominan pada
lapangan ini terutama penggunaan Progressive Cavity Pump (PCP) termasuk pada sumur X-twin.
Kata kunci: twin, kekuatan formasi, tekanan formasi, gravel-pack, pengangkatan buatan.
Abstract
MangunJaya is an oil field in South Sumatra. It was produced by Shell since 1936. High abrasive or sand problem
occurs from it because the condition of reservoir is shallow and sandstone formation. This paper discuss the result of my
job in this field about sand control case in well X-twin. Sand production at the times of producing fluids either that oil,
gas, or water in subsurface is old problem and very often in the industry. This case is not expected an occurs because a
decrease production well, formation damage, and also equipments failures. Generally, an appearance produce of sand
not only high production rate of not control but also condition from formation (reservoir) likes a cementation factor,
formation strength, tension in a around bore hole, and pressure drop formation (drawdown). From the sieve analysis, I
try to reccomendation using stand alone screen in well X-twin. The choise it because to easy, practice and more cheap
than the another methos of sand control. In working together with PETRA as owner of field, the testing activities is
failure because screen plugging or result of production is null. Besides, ability of reservoir pressure is very down so
needs using Progressive Cavity Pump (PCP) in production well. A methods of artificial lift is very dominant using in a
MangunJaya field because the fluids cannot be naturally productive.
Keywords: twin, formation strength, drawdown, gravel-pack, artificial lift.
1)

Program Studi Teknik Perminyakan ITB


Email : sudjati@tm.itb.ac.id

I. PENDAHULUAN
Pada umumnya lapangan yang masih baru
memiliki tekanan reservoir yang cukup besar
untuk mengalirkan minyak dari reservoir ke
permukaan. Dengan kata lain terdapat cukup
energi untuk mengalirkan minyak dari dasar
sumur ke permukaan sumur secara alamiah.
Seiring berjalannya waktu, tekanan reservoir
akan mengalami penurunan sebagai akibat
diproduksikannya minyak dari dalam reservoir.
Penurunan tekanan ini tentu saja menyebabkan
penurunan energi yang dihasilkan untuk
mendorong minyak dari dasar sumur hingga ke
permukaan. Penurunan energi ini akan terus
terjadi hingga minyak tidak dapat mengalir dari
dasar sumur ke permukaan secara alamiah.
Sehingga diperlukan metode pengangkatan
buatan yang dikenal dengan artificial lift.

Di dalam kasus sumur X-twin, selain diperlukan


metode artificial lift berupa PCP dalam produksi
juga diperlukan metode sand control dalam
menghadapi kondisi karekteristik reservoir
berpasir.
1. 1 Lapangan Mangun-Jaya
Lapangan minyak Mangun-Jaya ditemukan oleh
Shell (Belanda) tahun 1934 yang berada pada
provinsi Sumatra Selatan. Produksi lapangan ini
dimulai dua tahun kemudian yang dilanjutkan
oleh Jepang tahun 1941
Secara regional,
lapangan ini termasuk pada cekungan Sumatra
Selatan pada posisi Corridor block. Saat ini
dioperasikan oleh Pertamina-Elnusa Tristar
Ramba Ltd (PETRA). Peta lokasi lapangan dapat
dilihat di Lampiran B (Gambar1 Peta Lokasi).

269

Omar Al Farouq, Sudjati Rachmat

Reservoir
MangunJaya
terdapat
pada
kedalaman 200 sampai 700 meter (656-2297
ft-subsea). Ini semua berupa batupasir
(sandstone) di dalam formasi Palembang.
Kondisi reservoir yang muda dan dangkal
tersebut membuat permasalahan utama dalam
lapangan adalah kepasiran. Selain itu,
Reservoir ini termasuk banyak lapisan (multi
layers) yang terdiri tujuh lapisan produktif (A,
B, C, D, E, F, dan G) dimana lapisan B yang
paling subur dengan kontribusi 66% dari total
produksi di lapangan MangunJaya.
Dari laporan Conoco Phillips sebagai pemilik
lapangan tahun 2005, produksi rata-rata
lapangan tersebut selama tahun tersebut adalah
309 BOPD dari enam sumur produksi. Pada
tahun 2008, PETRA membuka kembali sumursumur yang telah lama di-shut in pada
lapangan tersebut untuk menambah produksi
minyaknya.
1.2 Sumur X-twin
Sumur ini dilakukan secara twin-well (TW)
artinya bahwa sumur ini dibor berjarak
beberapa meter dari sumur sebelumnya
bernama sumur-X yang telah lama ditutup.
Sumur ini memiliki kedalaman (TD) 633
mKB, dengan
zona produktif F1 pada
kedalaman 564-566 mKB dan zona F2 pada
kedalaman 571-573 mKB.
Di dalam lampiran D. terdapat ringkasan
pemboran (drilling program summary) dan
well service program. Di bawah ini adalah
diagram sumur.
Tabel 1. Diagram Sumur X-twin
Hole
size
Driven
12-
8-

Casing
size
133/8
9-5/8
7

Casing
ID
12.615

From

To

Range

25

25

8.921
6.366

25
212

212
625

187
413

Melihat dari sejarahnya bahwa sumur ini


termasuk baru dan kemungkinan mengalami
kerusakan pada lubang sumur sehingga perlu
proses work-over. Hal ini terlihat dari proses
ulang dalam pemasangan PCP yang tersangkut
akibat tertimbun pasir dan juga melakukan
penyemenan kembali (re-cementing) pada
daerah perforasi.
Tabel 2 pada Lampiran C memberikan
keterangan tentang sejarah sumur X-twin.
Dari hasil produksi minyak tiga hari awal
setelah selesai pemboran, sumur ini sangat

baik dengan WC 48%. Selanjutnya produksi


air tinggi mencapai WC 99% yang diikuti
kerusakan lubang sumur. Tabel 3 pada
lampiran C berupa production performance
sumur X-twin.
1.3 Pengangkatan buatan (Artificial Lift)
Pada sumur X-twin akan dipasang pompa pada
saat awal produksi. Hal ini dikarenakan
tekanan reservoir sudah rendah sehingga tidak
mampu mengangkat fluida ke permukaan.
Pemilihan pump yang efektif dan efisien
sangatlah penting untuk memberikan hasil
yang lebih baik.
Berdasarkan informasi PETRA, tahun 2008
terdapat 25 sumur aktif
di lapangan
MangunJaya dengan semuanya menggunakan
Progressive Cavity Pump (PCP) kecuali 1
sumur menggunakan Suck Rod Pump (SRP).
Secara umum, kandungan pasir yang tinggi
pada
formasi
tidak
direkomendasikan
penggunaan SRP karena dapat menimbulkan
permasalahan mekanis. Selain itu, pada sumur
X-twin yang produksi airnya besar (Water Cut
tinggi) akan membutuhkan volume atau
kapasitas pengangkatan yang besar. Hal ini
tidak direkomendasikan SRP karena akan
dibutuhkan luas plunger yang besar serta dapat
menimbulkan kelebihan beban pada polished
rod.
1.4 Progressive Cavity Pump
Pompa Cavity merupakan salah satu pilihan di
dalam metode artificial lift. Ada dua hal
penting PCP digunakan pada sumur X-twin
yaitu alasan ekonomis sebab PCP memiliki
komponen yang sederhana dan kompak
sehingga biaya pemasangan rendah, cepat dan
waktu pemakaian yang cukup lama. Yang
kedua alasan teknis yaitu penggunaan PCP
yang sudah lama dan dapat didesain serta
diaplikasikan pada lapangan MangunJaya.
PCP terdiri dari single helical rotor yang
berputar di dalam pipa internal helical stator
pada tubing. Tenaga pada pompa hanya
digunakan untuk pengangkatan fluida produksi
saja dimana keseragaman antara rotor dan
stator menghasilkan slip/ gesekan yang rendah
sehingga menjamin effisiensi volumetric yang
tinggi. Selain itu, belt atau control hidrolik
memudahkan dalam merubah kecepatan
pompa untuk berbagai laju produksi. Pada
Lampiran B terdapat Gambar 2. Sketsa
Progressive Cavity Pump (PCP).
Dengan putaran RPM yang tinggi, PCP dapat
membantu mengangkat pasir halus ke
permukaan bersamaan dengan fluida produksi.
270

Kegagalan Screening pada Kasus Sand Control Sumur X-Twin di Lapangan


Mangunjaya, Sumatra-Selatan
Dengan kondisi reservoir yang rentan
kepasiran, hal ini sangat penting agar pasir
tidak jatuh terus menerus di dalam lubang
sumur sehingga tidak terjadi keruntuhan
formasi dan terjepitnya pipa.
1. 5 Sand Problem
Terproduksinya pasir ke permukaan bersamasama dengan fluida reservoir sangat tidak
diharapkan karena sifatnya yang merugikan.
Dari kasus sumur X-twin, produksi yang tinggi
pada saat awal yang berarti rate (q) yang besar
menyebabkan batuan yang berada pada lubang
perforasi bercerai-berai/ hancur. Selain
merusak
semen
juga
mengakibatkan
membesarnya daerah plastis lubang juga
menyebabkan partikel-partikel pasir akan
dapat terproduksi walaupun dengan laju (rate)
alir yang kecil. Ini sering terjadi saat sumur
ditutup (shut in).
Berdasarkan literature yang Saya temukan,
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
kepasiran, dimana selain diakibatkan laju
produksi yang tinggi yang tidak terkendali juga
karena kondisi dari formasi (reservoir) itu
sendiri.
1.

Sementasi batuan
Merupakan keterikatan antar pori di dalam
formasi (matrix). Didalam konteks sumur
X-twin, kandungan clay (shale) pada
batuan reservoir secara teoritis menunjang
terhadap sementasi batuan, umumnya
mempunyai
kecenderungan
untuk
mengembang (swelling) jika kena air.
Clay yang mengembang tersebut akan
menyebabkan
penurunan
sementasi
batuan. Hal ini salah satu penyebab
kecenderungan dari partikel-partikel pasir
untuk terbawa bersama aliran fluida.
Persamaan yang menunjukan hubungan
antara derajat sementasi, porositas, dan
resistivitas batuan oleh Archie, sebagai
berikut:

(S w )n
F =

F .R w
Rt

(1)

1.6 Laboratory Testing


Didalam percobaan ini, kita ingin mengetahui
kondisi sementasi batuan dari hasil pengujian
bersama BJ service terhadap sampel pasir yang
diambil pada zona perforasi. Berikut sampel
pasir sumur X-twin dan sampel pasir yang
diambil didekat sumur yang kita analisis yaitu
sumur-Y. Di dalam percobaan ini, sampel pasir
yang diperoleh dari kedua sumur berada pada
lapisan yang sama (daerah perforasi).
Percobaan menggunakan sieve analysis, yaitu
metode dengan proses pengayakan dari suatu
sampel pasir yang telah dibersihkan
(pemakaian toluene) dengan menggunakan
beberapa tingkatan saringan yang mempunyai
ukuran (skala mesh) berbeda. Dimana ukuran
saringan terbesar terletak di atas dan
seterusnya makin mengecil ke arah bawah.
Berikut ini langkah kerjanya:
1.
2.
3.
4.

5.

(2)

Harga faktor sementasi setiap batuan


berbeda berkisar 1.3 - 2.2. Semakin tinggi
menunjukan sementasi yang kuat.
2.

3.

Kekuatan formasi
Berhubungan dengan ketahanan formasi
dalam menahan gaya-gaya yang bekerja
padanya. Beban overburden dari lapisanlapisan diatasnya maupun gaya di

sekitarnya sebagai akibat dari kegiatan


produksi.
Penurunan (draw-down) tekanan formasi
Perbedaan tekanan yang besar antara
reservoir dan tekanan dasar sumur
(Pdrawdown = Pr - Pwf) memiliki
kemungkinan
yang
tinggi
untuk
terproduksinya pasir. Tetapi sebenarnya
drawdown bukan parameter utama dalam
keberhasilan sand control well, tetapi
lebih dalam menentukan kekuatan matrix.
Dari kasus di Gulf of Mexico dengan
pengamatan 211 sumur yang mengalami
sand control, secara umum bahwa
drawdown yang besar tidak menyebabkan
problem pasir.

6.
7.

8.

Ambil contoh pasir yang telah dibersihkan


dan dikeringkan.
Sediakan dan timbang sampel pasir
seberat 100 gram.
Siapkan sieve analysis yang telah bersih.
Susun sieve di atas alat penguncang,
dimana sieve diatur yang paling kecil/
halus berada paling bawah.
Tuangkan sampel ke dalam sieve paling
atas, kemudian pasang tutup, dan
goncangkan kurang lebih 30 menit.
Tuangkan masing-masing isi sieve ke
dalam mangkuk secara terpisah.
Timbang berat masing-masing sampel
pada setiap sieve. (hati-hati tercampur).
Teruskan cara tersebut sampai isi seluruh
sieve ditimbang secara kumulatif.
Membuat hubungan antara persentase
butiran yang lolos dengan diameter
saringan dalam skala logaritmik.

271

Omar Al Farouq, Sudjati Rachmat

Gambar 4 dan 5 pada Lampiran B adalah


contoh masing-masing sampel pasir sebelum
dan sesudah dikeringkan. Sedangkan Tabel 4
dan 5 pada Lampiran C adalah hasil pengujian
sampel.

sehingga lubang tapisan yang dipilih adalah


0.012 inci.
Di dalam industri perminyakan ada tiga jenis
tapisan yang digunakan yaitu Slotted Pipe,
Wire Wrapped Screen, dan Prepacked Screen.

Dari hasil perhitungan koefisien keseragaman


ukuran atau Uniformity Coefficient (C):

Gambar 8 adalah salah satu jenis tapisan


(screen) yang dipasang pada pipa tubing di
sumur X-twin. Di dalam pelaksanaannya, kita
melapisi kembali screen dengan kawat
saringan besi sebanyak dua lapis dengan
mengingat sampel pasir yang diperoleh sangat
halus seperti bubuk susu.

Sumur X-twin adalah

D 40
0 . 137922
(3)
=
1 . 83
D 90
0 . 075438
Sumur-Y adalah
D 40
0 . 078
(4)
C =
=
5 .2
D 90
0 . 015
Hal ini menunjukan bahwa sumur X-twin
tersebut memiliki jenis pasir yang ukuran
pemilahan yang baik, well sorted formation
(D40/D90) < 3. Sebaliknya sumur-Y yang
berada dekat dengan sumur pengamatan
merupakan poorly sorted (D40/D90) > 5.
C =

Dibawah ini adalah gambar hasil plot


cumulative berat pasir (%) pada arah vertikal
terhadap ukuran mesh (mm) pada arah
horizontal dalam skala logaritmik.
Dari hasil ini menunjukan bahwa karakteristik
ukuran pasir dapat berbeda pada setiap sumur
yang berjarak sangat dekat dan pada
kedalaman yang sama. Oleh karena itu, perlu
kajian yang lebih dalam sebelum diadakan
penanggulangan kepasiran.
1.7 Screen Size
Perencanaan penentuan ukuran screen yang
tepat
dan optimum dalam menahan
terproduksinya pasir telah dilakukan oleh
beberapa ahli Saucier. Di dalam konteks sumur
X-twin, apabila nantinya digunakan screen
maka kita coba mendasarkan desain kepada
konsep median ukuran butiran.
Berdasarkan metode Saucier. Pada sumur Xtwin, Ukuran D50 berdasarkan hasil plot diatas
adalah 0.127 mm. Maka didapatkan:

BA = 4 * (D 50 ) = 0 . 508

(5)

BB = 8 * (D 50 ) = 1 . 016

(6)

Dari keterangan tabel 6 (lampiran C) untuk


menentukan ukuran U.S.MESH adalah batas
atas mesh (BA) = 18 dan batas bawah mesh
(BB) = 35
Dan keterangan Tabel 7 (lampiran C), harga
ukuran gravel 18-35 mesh tidak ada di pasaran,
maka ambil yang lebih kecil yaitu 20-40 mesh,

I.
REKOMENDASI
Sesuai
dengan
status
dari
lapangan
MangunJaya yang telah berproduksi sangat
lama dan saat ini mengalami kepasiran.
Diperlukan suatu cara untuk menemukan
solusi yang efektif dalam control kepasiran.
Gravel-pack adalah salah satu cara yang
digunakan untuk mencegah kepasiran. Akan
tetapi sumur X-twin yang memiliki zona
perforasi yang pendek sehingga penggunaan
gravel-pack kurang efektif. Selain itu,
kegagalan penggunaan gravel-pack pada
sumur lain di lapangan MangunJaya membuat
metode ini tidak dipakai lagi.
Penanggulangan kepasiran dapat juga dengan
fracture pack. Tujuan untuk menghilangkan
kerusakan yang terjadi disekitar sumur dengan
membuat rekahan agar menghasilkan zone
yang kondusif dalam mengalirkan fluida. Akan
tetapi, biaya proses ini sangat mahal yang tidak
sesuai dengan cost effective dari PETRA.
Berdasarkan hasil sieve analysis bahwa sumur
tersebut memiliki pasir yang well sorted. Salah
satu cara yang cocok dengan stand alone
screen, dengan biaya ekonomis dan sesuai
dengan kondisi sumur. Prinsipnya dengan
hanya melapisi pipa produksi tubing (2.875
inci) dengan ukuran screen tertentu (0.012
inci) sehingga pasir tidak dapat masuk ke
dalam pipa produksi (daerah perforasi).
Panjang screen diletakan pada 1 joint End of
Tubing (EOT) pada daerah perforasi atau
sepanjang 2 m.
Pada saat ini, kurang baik apabila sumur Xtwin dibiarkan tutup terlalu lama karena dapat
terjadi akumulasi pasir pada lubang sumur. Hal
ini yang telah terjadi dimana pompa
mengalami kerusakan akibat tertimbun
sehingga perlu dilakukan pembersihan lubang
sumur dengan cara backsurge atau dengan
underbalance perforation.

272

Kegagalan Screening pada Kasus Sand Control Sumur X-Twin di Lapangan


Mangunjaya, Sumatra-Selatan
II. ANALISIS HASIL
Pada saat selesai pemboran, sumur X-twin
berproduksi sangat tinggi selama 3 hari
mencapai 731 bbl fluids dengan 347 bbl
minyak. Akan tetapi selanjutnya mulai tidak
berproduksi
dan
direkomendasikan
pemasangan PCP. Bukannya lebih baik justru
water cut (WC) mencapai 99% selama
beberapa hari.
Dari hasil run-log Cement Bond Log (CBL)
bahwa terjadi kerusakan pada lapisan perforasi
sehingga perlu dilakukan kembali recementing. Ini menunjukan bahwa telah
terbentuk daerah plastis di sekitar lubang
perforasi akibat tegangan (stress) besar saat
laju alir yang tinggi.
Selain itu, pemasangan ulang PCP yang
terjepit (stuck) di dalam lubang sumur
dikarenakan tersumbat dari pasir formasi, sisa
cutting, maupun cement sebelumnya. Hal ini
terlihat di lapangan pada saat dilakukan
pembersihan lubang sumur X-twin dengan
menggunakan sand pump. Keluarnya semua
sampel tersebut ketika disedot dengan pompa
pasir menunjukan bahwa komponen tersebut
menumpuk di dasar lubang sumur.
Pada kondisi setelah screen dipasang pada
sumur, hasilnya bukan hanya pasir yang tidak
masuk ke dalam tubing tetapi juga fluida atau
produksi sama dengan nol.
Dari hasil pengamatan di lapangan, pipa
produksi dicabut (trip) ke permukaan untuk
melihat screen problem. Berdasarkan analisa
Saya, ini terjadi penyumbatan (screen
plugging). Meskipun tidak umum, ini dapat
terjadi akibat ketidaksesuaian dengan fluida
formasi atau kondisi pasir halus pada reservoir
(fines formation). Dalam kondisi seperti ini,
kita dapat membersihkannya dengan bahan
kimia
(chemical)
melalui pengasaman
(acidizing),
secara
mekanik
melalui
pembersihan sumur (back-washing), atau
seperti yang kita lakukan dengan mengangkat
pipa dalam lubang dan membersihkan di
permukaan. Pada lampiran B gambar 9 adalah
screen pada sumur X-twin.
Berdasarkan paper SPE-38190 tentang Causes
of Sand Control Screen Failures and Their
Remedies, fungsi utama screen dalam sand
control adalah menyaring dan melindungi pipa
produksi dari
material lubang sumur.
Kerusakan pada screen akan menjadi masalah
di dalam sand control seperti:
1.

Erosive failure

terjadi bolong/ berlubang pada screen


akibat karatan (corrosive) atau laju alir
yang tinggi.

2.

3.

4.

5.

Screen collapse
bentuk screen tidak sempurna (tidak
lingkaran) akibat perbedaan tekanan yang
besar pada salah satu sisi. Hal ini tidak
kritis tetapi awal dari terbentuknya
erosive.
Screen plugging
terjadi penyumbatan sama seperti kasus
pada sumur X-twin.
Wrap failure
kerusakan pada susunan lapisan screen
(wrap). Potensial terjadi pada kasus sumur
pendek miring karena faktor gaya hambat
(drag) yang menyentuh permukaan luar
dari screen saat pemasangan.
Premature bridging
terjadi erosive karena pada saat
pemasangan gravel ke dalam formasi
terutama sumur miring. Maka gravel akan
mengisi bagian bawah terlebih dahulu
yang dapat terjadi ketidakseimbangan
pada annulus.

Kerusakan screen terutama terjadi pada bagian


bawah screen (bottom end) berupa lepasnya
susunan wrap. Hal ini dapat dimengerti karena
pada bagian bawah lebih tinggi kecepatan
fluida dan tekanan dibandingkan pada bagian
atas screen. Faktor partikel pasir yang bergerak
radial juga memberi efek pada bagian bawah
screen selain dipengaruhui juga fluida, ukuran
dan massa partikel, atau kehilangan tekanan
(pressure drop).
Pada kasus sumur X-twin, ini sebuah pengujian
yang apabila berhasil akan dicoba pada semua
sumur kepasiran di lapangan MangunJaya.
Hasilnya gagal dan selanjutnya stand alone
screen tidak digunakan kembali pada sumur Xtwin. Sampai saat ini, sumur X-twin tetap
berproduksi tanpa control kepasiran dimana
apabila terjadi stuck-PCP terus menerus
dilakukan pembersihan lubang dengan sand
pump.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis, rekomendasi, dan
percobaan diatas, maka kesimpulan sebagai
berikut:
1.

Hasil sieve analysis bahwa keseragaman


sampel pasir sumur X-twin adalah baik
(well sorted) sedangkan sampel pasir
sumur-Y adalah jelek (poorly sorted).

273

Omar Al Farouq, Sudjati Rachmat

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Karekteristik dan ukuran pasir pada setiap


sumur dapat berbeda walaupun berada
pada lapangan yang sama dan berjarak
dekat. Jadi, perlu kajian yang dalam
sebelum penanggulangan kepasiran.
Adanya perbedaan ukuran sampel pasir
pada sumur X-twin dan sumur-Y bisa
disebabkan
kemiringan
lapisan
(stratigrafi) batuan walaupun dengan
kedalaman zona perforasi yang sama.
Sumur X-twin belum dapat dilakukan
sand control seperti gravel-pack, dan fracpack. Karena kondisi pendeknya interval
perforasi sumur dan masih mengalami
kegagalan lubang sumur.
Metode stand alone screen digunakan
pada sumur X-twin untuk menyaring dan
mengurangi kepasiran.
Kerusakan screen pada sumur X-twin
berupa susunan (wrap failure) dan
penyumbatan (screen plugging) karena
pengaruh partikel pasir yang halus (size
dan mass) serta pressure drop pada bagian
bawah screen.
PCP
(Progressive
Cavity
Pump)
digunakan pada saat awal produksi untuk
membantu
mengangkat
fluida
ke
permukaan karena tekanan reservoir
rendah dan tidak mampu.

3.

4.
5.
6.

7.

8.

Hamid, S., and Ali, S.A., 1997. Causes of


Sand Control Screen Failures and Their
Remedies, paper SPE 38190 presented at
the 1997 SPE European Formation
damage Conference, The Netherlands.
PCM Moineau, Progressive Cavity Pumps
(PCP), internet: www.pcmpompes.com
RAMBA PETRA, 2008. Well Service
Program.
Tjondoro, B, 2007. Well Completion and
Workover, Petroleum Engineering Study
Program ITB.
Yudi, S., Santoso, S.I., and Sufyadi, Y.,
2008. Sand Control Recommendation, BJ
Services.
David L.T., M. H.Stein, Wang X.,
Drawdown Guidelines for Sand Control
Completions, paper SPE 84495 presented
SPE Annual Technical Conference in
Denver, Colorado, USA.

DAFTAR SIMBOL
BA
BB
C
D 40

= Batas Atas Gravel; US Mesh


= Batas Bawah Gravel; US Mesh
= Uniformity Coefficient
= Diameter 40 butiran pasir; mm, inci

D 50
D 90
F
m
n
Pr
Pwf

= Median Diameter butiran pasir


= Diameter 90 butiran pasir; mm, inci
= Faktor formasi
= Derajat sementasi batuan; 1.3 2.2
= Eksponen saturasi
= Tekanan reservoir; psia
= Tekanan dasar sumur; psia

Rt
Rw
Sw

= Resistivitas batuan; ohm-meter

= Porositas; %

= Resistivitas air formasi; ohm-meter


= Saturasi air; %

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

AlFajrian A., and G N Windu, 2008.


Laporan Kerja Praktek di Well Service &
Produksi PETRA, UPNVeteran.
Boyun, G., Lyons W. C., and Ali, G.,
2007. Petroleum Production Engineering,
Elsevier Science & Technology Books.
274

Kegagalan Screening pada Kasus Sand Control Sumur X-Twin di Lapangan


Mangunjaya, Sumatra-Selatan

Gambar 1. Peta Lokasi (Al Fajrian and Windu, 2008)

275

Omar Al Farouq, Sudjati Rachmat

Gambar 2. Sketsa Progressive Cavity Pump (PCP) (Boyun, 2007)

Gambar 3. Meknisme Terproduksinya Pasir (Tjondoro, 2007)

Cum. Weight, %

100
80
60
40
20
0
1

0.1

0.01
Grain Size, mm

Gambar.6 Hasil plot sumur X-twin

Cum. Weight, %

80
60
40
20
0
1

0.1

Grain Size, mm

0.01

Gambar.7 Hasil plot sumur Y

Gambar 8. Wire Wrapped Screen (Tjondoro, 2007)

276

Anda mungkin juga menyukai