Anda di halaman 1dari 10

4

BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN KAWENGAN

Lapangan minyak Cepu tergolong lapangan tua yang meliputi minyak


Kawengan, Ledok, Nglobo, Semanggi, dan Balun. Lapangan minyak Kawengan
merupakan bagian dari lapangan minyak Cepu, terletak sekitar 22 km Timur-Laut
Kota Cepu dengan ketinggian antara 100 350 meter dari permukaan laut.
Lapangan ini mempunyai area seluas 15 x 3 km yang membujur dari rah barat ke
timur dan menurut penyelidikan diduga bahwa daerah produktifnya mempunyai
panjang 13,2 km 1 km di sebelah barat serta 1,5 km di bagian timur. Secara
astronomis struktur ini berada pada 070 15 LS dan 1110 42 BT.
Lapangan kawengan apabila dilihat dari letak geografisnya termasuk di
dalam wilayah Propinsi Jawa Timur. Gambar 2.1. diperlihatkan Peta Wilayah
kerja Pertamina Cepu dan sekitarnya.
2.1.

Keadaan Geologi
Lapangan Kawengan terletak pada struktur yang dikenal dengan nama

antiklinal Kadewan. Puncak struktur Kadewan terletak dari arah Timur tenggara
sampai Barat-Laut sepanjang 25 km dan dikenal dengan nama : Kindangan,
Ngudal, Wonosari, Kawengan, Wonocolo, dan Dandangilo, dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Peta Lokasi Lapangan Cepu.
2.1.1. Stratigrafi
2.1.1.1.

Formasi Kujung
Batuan penyusun Formasi Kujung terdiri dari napal dan lempung napalan

dengan sisipan batu Gamping bioklastik yang mengandung foraminifera besar dan
ganggang, sedangkan di bagian atasnya terdiri dari batu lempung dan batu
lempung napalan yang di dalamnya banyak dijumpai konkresi lempung besian
dengan sisipan batu gamping bioklastik.

Batuan batuan tersebut diedapkan pada lingkungan laut trbuka dengan


kedalaman 200 500 m atau pada zona bathyal atas. Ketebalan formasi ini
mencapai 680 m.

Gambar 2.1.
Peta Lokasi Lapangan Cepu8
2.1.1.2.

Formasi Prupuh
Formasi ini berumur Oligosin Atas sampai Miosen Bawah. Batuan

penyusun formasi ini terdiri dari perselingan antara batu camping kapuran
berwarna putih kotor dengan batu camping bioklastik yang kaya akan orbitoid dan
ganggang. Tebal dari Formasi Prupuh berkisar antara 50 100 m.

2.1.1.3.

Formasi Tuban
Berumur Meosin Bawah bagian tengah, formasi ini terletak selaras diatas

formasi prupuh, sedangkan batuan penyusunnya terdiri dari batu lempung dengan
sisipan batu gamping dan napal pasiran yang kaya akan foraminifera besar.
Batuan - batuan tersebut diendapkan pada lingkungan pada paparan dangkal, pada
zona neoritik luar dengan kedalaman 50 150 m. Tebal formasi ini mencapai 655
meter.
2.1.1.4.

Formasi Tawun
Berumur Miosen Awal bagian atas sampai Miosen Tengah. Batuan

penyusun dari formasi ini terdiri dari batu lempung dengan sisipan batu gamping
pasiran, batu pasir, dan lignit, yang diendapkan pada lingkungan tidak jauh dari
pantai pada suatu paparan dangkal yang terlindung dengan kedalaman 0 50 m.
2.1.1.5.

Formasi Ngrayong
Formasi ini berumur Miosen Tengah yang tersusun oleh batu pasir kwarsa

dengan selingan batu lempung, lanau, lignit, dan batu gamping bioklastik. Pada
batu pasir kwarsanya kadang kadang mengandung cangkang moluska laut.
Batuan penyusun formasi ini diendapkan pada lingkungan daerah dangkal
dekat pantai yang makin ke atas lngkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga
sublitoral pinggir. Tebal dari formasi ini mencapai 90 m. Dicekungan Jawa Timur
Utara, formasi ini merupakan batuan reservoir minyak yang potensial.
2.1.1.6.

Formasi Bulu
Berumur Miosen Tengah, diendapkan selaras di atas Formasi Ngrayong.

Formasi ini disusun oleh batu gamping pasiran berlapis tipis yang berbentuk pelat
pelat dan batu gamping terumbu. Pada batu gamping pasiran berlapis tipis
kadang kadang memperlihatkan struktur silang siur skala besar, dan sisipan
napal.

Batu gamping pasiran mengandung mineral kwarsa mencapai 30%, foraminifera


besar, ganggang, bryzoa dan echinoid. Satuan batuan ini di endapkan pada
lingkungan laut dangkal antara 50 100 m.
2.1.1.7.

Formasi Wonocolo
Berumur Miosen Akhir dan terletak selaras di atas Formasi Bulu. Batuan

penyusun formasi ini terdiri dari perulangan napal pasiran dan napal dengan
sisipan kalkarenit dan batu lempung. Pada napal pasiran sering memperlihatkan
struktur paralel laminasi. Formasi ini diendapkan pada kondisi laut terbuka
dengan kedalaman antara 100 500 m.
2.1.1.8.

Formasi Ledok
Berumur Miosen Akhir bagian atas, terletak selaras di atas Formasi

Wonocolo. Batuan penyusun formasi ini terdiri dari perulangan batu pasir
gampingan, kalkarenit, dan napal pasiran. Pada batuan tersebut dicirikan oleh
banyaknya glaukonit terutama pada batu pasirnya, dan secara setempat kalkarenit,
batu pasir gampingan dan napal pasiran memperlihatkan struktur silang siur skala
besar. Ketebalan formasi ini mencapai 230 m diendapkan pada lingkungan neritik
pinggir sampai neritik luar.
2.1.1.9.

Formasi Mundu
Berumur Pleosen Bawah-Pleosen Tengah, terletak selaras di atas Formasi

Ledok. Batuan penyusun formasi ini terdiri dari napal masif berwarna abu abu
sampai kehijauan. Pada bagian atas dari formasi ini berkembang berselingan
antara batu gamping pasiran dan pasiran napalan. Bagian atas dari formasi ini
dikenal dengan anggota Selorejo. Lingkungan pengendapan dari formasi ini
adalah diendapkan pada laut terbuka, pada zona kedalaman bathyal tengah.
Ketebalan dari formasi ini berkisar antara 75 dan 342 m.

2.1.1.10.Formasi Paciran
Berumur Pliosen sampai Plistosen. Formasi ini semula dikenal dengan
nama Karren dan Formasi Madura. Batuan penyusun formasi ini terutama terdiri
dari batu gamping terumbu, dan kadang kadang dijumpai batu gamping
kapuran. Tebal dari formasi ini berkisar antara 105 150 m. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan laut dangkal dekat dengan pantai, beriklim hangat,
airnya jernih, zona euphotic, pada kedalaman tidak melebihi 50 m, pada zona
littoral hingga sublittoral pinggir.
2.1.1.11.Formasi Lidah
Formasi ini berumur Pliosen Atas hingga Plistosen, terletak selaras di atas
Formasi Mundu. Batuan penyusun dari formasi ini didominasi oleh batu lempung,
di beberapa tempat pada bagian tengah dari formasi ini berkembang batu gamping
bioklastik yang diberi nama anggota Dander. Tebal formasi ini antara 130 575
m.
Formasi stratigrafi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2. Stratigrafi
Daerah Cepu dan Sekitarnya.
2.1.2.

Struktur Geologi
Lapangan kawengan merupakan daerah dengan banyak patahan dan

antiklin yang memanjang dan asimetris terbentang dari arah Barat-Laut menuju
Timur-Tenggara, sumbu utama sepanjang 11 km dengan lebar maksimum daerah
yang dihasilkan hanya 1 km. Kemiringan berkisar antara 10 sampai 15 derajat
pada sayap sebelah barat daya.
Struktur ini dibatasi pada bagian barat daya oleh patahan yang besar dan
bergeser vertikal sebesar 300 meter. Anggota

Ngrayong

merupakan

lapisan

produktif utama dilapangan Kawengan, terdiri atas pasir kwarsa yang


mengandung glaukonit, lignit, dan cangkang fosil dengan sisipan serpih dan
batuan gamping.

2.2. Keadaan Reservor


Adapun macam peta yang dihasilkan meliputi peta struktur, peta isopach,
dan peta net minyak. Sebagai dasar untuk menentukan sifat batuan reservoar dari
anggota Ngrayong adalah hasil analisa inti batuan yang diambil dari 22 sumur,
meliputi 7 blok pada struktur Kawengan (Blok I sampai blok VA) dan 6 lapisan
(L1 sampai dengan L6) hasil analisa tersebut menunjukkan besaran besaran
porositas, permeabilitas, faktor formasi dan saturasi minyak. Harga faktor
sementasi rata rata berkisar antara 1,2 sampai dengan 1,8. Porositas batuan
bervariasi antara 12% sampai dengan 29,7%. Saturasi air mula-mula bervariasi
antara 13% sampai dengan 29,5%. Permeabilitas batuan bervariasi antara 6
milidarcy hingga 1656 milidarcy.
Menentukan

mekanisme

pendorong

pada

Struktur

Kawengan

dipergunakan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : Sumber daya dorong


air dari arah utara untuk semua blok, kelakuan produksi dan tekanan, adanya
patahan-patahan yang mengisolasi lapisan atau blok. Berdasarkan pertimbanganpertimbangan tersebut, diperkirakan daya dorong reservoar umumnya berdaya
dorong air yang tidak begitu besar.
2.3. Sejarah Produksi
Eksplorasi minyak di wilayah Jawa Bagian Timur dimulai sejak 1890
bersamaan dengan berdirinya Royal Dutch Shell. Hasil pemboran yang
diperoleh ditemukan minyak di daerah Danedangilo dan Wonocolo (1896) dan di
Ngudal (1897).
BPM didirikan pada tahun 1907, pada tahun 1925 BPM melakukan
eksplorasi pemboran di Kidangan dengan nama sumur KD-1, pada top perforasi
348 m, dan memprodukskan minyak mula-mula 16 m3/hari. Pada bulan februari
1929, sumur KW-3 telah selesai dibor dengan top perforasi 675 m dan
menghasilkan minyak 450 m3/hari pada awal produksi. Sampai tahun 1929 telah
dilakukan pemboran sumur KW-5, KW-6 dan KW-8.
Didaerah Kidangan sendiri telah dibor sebanyak 8 sumur yaiu KD-1
sampai KD-8, tiga sumur ternyata dry hole. Dari tahun 1936 sampai 1940

10

Gambar 2.2.
Stratigrafi Daerah Cepu dan Sekitarnya8

11

dilakukan banyak pemboran dan telah ditentukan batas-batas seluruh permukaan


zone produktif dari daerah Kidangan sampai Kawengan.
Pemboran eksplorasi di aktifkan lagi pada pertengahan tahun 1950 setelah
penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Sumur-sumur yang sementara
ditutup mulai diproduksikan lagi dengan beberapa sumur menggunakan sistem
pompa. Sampai tahun 1951 produksi menngkat sampai 680.000 m3.
Tahun 1954 1957 pemboran sumur baru diaktifkan lagi dan bulan juli
1957 telah dibor sumur KW-92 dengan kedalaman 73 m dan KW-129 merupakan
sumur terakhir dibor di Kawengan. Pada akhir tahun 1957 jumlah sumur yang
berproduksi dengan sistem pompa sebanyak 85 sumur. Pada tahun 1957 jumlah
produksi kumulatif sebesar 11.611,8 m3. sejak April 1962 Januari 1966 lapangan
di Kawengan berada dibawah PN Permigan. Dalam periode ini produksi lapangan
menurun sampai 180 m3/hari dengan jumlah 37 sumur produktif. Sesudah PN
Permigan melepas lapangan Kawengan, pengelolaan lapangan Kawengan
dipegangoleh Pusdik Migas.
Dalam tahun 1969 1970, produksi rata-rata naik berkisar 145% perhari
tetapi selanjutnya menurun terus, yang pada tahun 1976 produksi minyak rata-rata
52,2 m3/hari. Produksi minyak kumulatif sampai akhirtahun 1978 sebesar
13.444.880,60 m3/hari. Hasil ini tercapai berkat usaha-usaha yang dilakukan
seperti KUREP (Kerja Ulang Reparasi), KUPL (Kerja Ulang Pi dah Lapisan),
reopening dan stimulasi.

Sejarah Produksi Pada Sumur KWG-040


Dari history produksi diambil rata-rata produksi terakhir dan di dapatkan

nilai gross q = 619,8 BFPD dengan existing menggunakan pompa ESP IND1300
50Hz :

12

Gambar 2.3
History Sumur KWG-04013
Tabel II-1
Tabel rata-rata Produksi Terakhir Sumur KWG-04013
Day
28-Mei-14
29-Mei-14
30-Mei-14
31-Mei-14
01-Jun-14
02-Jun-14
03-Jun-14
04-Jun-14
05-Jun-14
06-Jun-14
07-Jun-14
08-Jun-14
09-Jun-14

Gross (BFPD)
628,0
628,0
628,0
628,0
611,1
611,1
611,1
621,1
621,1
621,1
616,1
616,1
616,1

Nett (BOPD)
23,9
23,9
23,9
23,9
21,4
21,4
21,4
23,9
23,9
23,9
26,4
26,4
26,4

13

Sejarah Produksi Pada Sumur KWG-080

Gambar 2.4
History Sumur KWG-08013
Dari history tersebut diambil rata-rata produksi terakhir dan di dapatkan
nilai gross q = 270,5 BFPD untuk merencanakan pompa ESP:
Tabel II-2
Tabel rata-rata Produksi Terakhir Sumur KWG-08013
Day

Gross (BFPD)

Nett (BOPD)

01-Jun-14
02-Jun-14
03-Jun-14
04-Jun-14
05-Jun-14
06-Jun-14
07-Jun-14
08-Jun-14
09-Jun-14

280,7
280,7
261,2
261,2
278,2
278,2
261,8
266,2
266,2

16,4
16,4
16,4
16,4
16,4
16,4
16,4
16,4
16,4

Anda mungkin juga menyukai