Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN UMUM LAPANGAN

2.1. Letak Geografis Lapangan Kawengan


Lapangan minyak Kawengan merupakan salah satu bagian dari unit kerja
PERTAMINA Operasi EP Cepu. Secara administrasi daerah Cepu termasuk ke
dalam wilayah Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Ada lima lapangan minyak
di daerah cepu, yaitu : Kawengan, Ledok, Nglobo, Semanggi dan Balun.
Struktur Kawengan merupakan struktur antiklin dengan arah sumbu Barat
Laut Tenggara, panjang 15 km dengan lebar 1,5 km dengan lapisan penghasil dari
Formasi Wonocolo dan Anggota Ngrayong Formasi Tawun. Struktur Kawengan
berjarak  22 km sebelah Timur Laut kota Cepu,  176 km sebelah Timur Laut kota
Semarang dan  145 km sebelah Barat kota Surabaya, seperti terlihat pada Gambar
2.1. Secara geografis lapangan Kawengan berada pada 07 o 15’ Lintang Selatan dan

111o 42’ Bujur Timur.

2.2. Kondisi Geologi Lapangan Kawengan


Lapangan Kawengan termasuk didalam zona Rembang (Van Bemmelen,
1949). Sedangkan berdasarkan karakteristik, struktur lapangan Kawengan
termasuk kedalam antiklinorium Rembang bagian tengah.
Struktur Kawengan merupakan struktur antiklin dengan arah Barat Laut –
Tenggara, panjang 15 km dan lebar 1,5 km dengan lapisan penghasil dari formasi
Wonocolo dan anggota Ngrayong, formasi Tuban. Struktur ini dibagi menjadi 8
blok yang dipisahkan oleh beberapa patahan baik patahan naik maupun normal.

2.2.1. Stratigrafi Lapangan Kawengan


Lapangan Kawengan merupakan bagian dari Cekungan Jawa Timur
Utara (North East Java Basin). Menurut Harsono Pringgoprawiro (1983), urutan
stratigrafi cekungan Rembang seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2.
Stratigrafi dan Lithologi Lapangan Kawengan 12)

Secara umum stratigrafi lapangan Kawengan meliputi :


a. Lapisan Ledok
Lapisan Ledok terdiri dari pasir napal dan batu pasir kapuran, dimana
makin ke bawah lapisan batu kapur makin hilang. Di daerah Kidangan,
stage Ledok setebal  180 m dengan lithologi pasir napal dan napal pasiran.
Di daerah Dandangilo, stage Ledok setebal  220 m dengan lithologi batu
pasir yang mengandung napal dan kapur.
b. Lapisan Wonocolo
Pada lapisan Wonocolo ini puncak antiklinnya sudah terlepas dengan top
lapisannya, dengan lithologi terdiri dari napal abu-abu, hijau dan napal
pasiran, lempung napalan dan diselingi dengan batu kapur pasiran. Lapisan
Wonocolo setebal  700 m ini terbagi atas :
1. Wonocolo atas (ketebalannya  330 m). Lapisan ini terutama terdiri
dari lapisan napal biru, abu-abu , napal pasiran diselingi batu kapur.
2. Wonocolo tengah (tebal lapisan  120 m – 140 m). Lapisan ini
terdiri dari batu kapur dan batu pasir.
3. Wonocolo bawah (tebal lapisan  120 m – 150 m). Lapisan ini
terdiri dari batu pasir berkapur dan merupakan lapisan produktif.
c. Lapisan Ngrayong
Lapisan Ngrayong ini terdiri dari batu pasir berkapur dan batu kapur.
Lapisan Ngrayong mempunyai ketebalan antara 66 – 106 m.

Lapisan yang tersingkap di permukaan adalah formasi Ledok berupa


Calcarenite dengan ketebalan  180 m. Di bawah formasi Ledok ini terdapat
formasi Wonocolo yang lithologinya kaya akan napal dan lapisan-lapisan batu
gamping pasiran, ketebalan formasi ini dapat mencapai  700 m. Di beberapa
tempat, formasi ini tersingkap pada bagian puncak antiklin.
Batuan tertua yang tersingkap ialah Formasi Kujung yang terdiri dari
lempung dan napal berwarna kelabu kehijauan sampai kuning kecoklatan dengan
sisipan batu gamping bioklastik, berumur Oligosen. Selanjutnya, secara selaras di
atas Formasi Kujung diendapkan Formasi Prupuh yang dicirikan oleh perselingan
antara batu gamping pasiran berwarna putih keruh dan batu gamping bioklastik
berwarna abu-abu, berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Di atas Formasi Prupuh
secara selaras diendapkan Formasi Tuban yang terdiri dari lempung dengan
sisipan-sisipan batu gamping dan napal pasiran, berumur Miosen Awal-Miosen
Tengah. Secara selaras di atas Formasi Tuban diendapkan Formasi Tawun dengan
Anggota Ngrayong. Formasi ini dicirikan oleh lempung pada bagian bawah yang
selanjutnya ke atas berkembang perulangan antara batu gamping pasiran dan batu
pasir gampingan. Umur formasi ini adalah Miosen Tengah bagian tengah.
Di atas Formasi Tawun secara selaras diendapkan Formasi Bulu yang
dicirikan oleh batu gamping pasiran, berumur Miosen Tengah. Selanjutnya di atas
Formasi Bulu diendapkan Formasi Wonocolo yang dicirikan oleh napal pasiran
berwarna kelabu kehijauan dengan sisipan batu gamping pasiran. Umur formasi
ini adalah Miosen Tengah bagian Atas-Miosen Akhir. Di atas Formasi Wonocolo
secara selaras diendapkan Formasi Ledok yang berumur Miosen Akhir. Formasi
ini merupakan endapan laut dangkal dengan ciri lithologi yang terdiri dari
perselingan antara batu gamping pasiran dan batu pasir gampingan.
Secara selaras di atas Formasi Ledok diendapkan Formasi Mundu dengan
ciri lithologi napal pasiran berwarna kelabu kehijauan, berumur Miosen Akhir
Pliosen. Pada bagian atas formasi ini berkembang Anggota Selorejo yang
dicirikan oleh perselingan antara batu gamping pasiran dengan batu pasir
gampingan. Selanjutnya di atas Formasi Mundu diendapkan secara selaras
Formasi Lidah, dengan ciri lithologi yang terdiri dari batu lempung dengan
sisipan batu pasir gampingan. Umur formasi ini adalah Pleistosen.
Formasi Tawun merupakan formasi tertua yang ditembus sumur di
Kawengan dan juga lapangan lain di Cepu. Hanya beberapa sumur pemboran
yang menembus Formasi Tawun yaitu antara lain sumur KWG-101, KWG-P.01
dan KWG-P.04. Sumur-sumur di Kawengan dan lapangan lainnya pada umumnya
merupakan sumur dangkal yang hanya menembus sampai Anggota Ngrayong
(Anggota Formasi Tawun bagian atas).
Anggota Ngrayong merupakan lapisan produktif utama di lapangan
Kawengan, terdiri atas pasir kwarsa mengandung glaukonit, lignit dan cangkang
fosil dengan sisipan serpih dan batu gamping. Anggota Ngrayong dibagi kedalam
lapisan ; L1a, L1b, L2a, L2b, L3, L4, L5 dan L6 yang ditandai oleh SP dengan
resistivity yang tinggi.

2.2.2. Struktur Geologi Lapangan Kawengan


Lapangan Kawengan merupakan antiklin asimetri yang mempunyai arah
sumbu Tenggara - Barat Laut yang merupakan zona Antiklinorium Rembang
Tengah yang menghasilkan lapangan-lapangan minyak penting di Jawa Timur.
Panjang antiklin  20 km, dari desa Kidangan di bagian Tenggara, sampai dengan
desa Kedewan di bagian Barat Laut. Lebar antiklin  2,5 km dengan sayap Selatan
lebih curam dari sayap Utara-nya. Bagian barat antiklin Kawengan ini dikenal
dengan antiklin Dandangilo (berada 1 km sebelah barat desa Wonocolo).
Sepanjang sayap Selatan antiklin Kawengan ini dipotong oleh sesar naik dimana
blok Utara relatif naik dibanding blok Selatan, zona sesar searah dengan sumbu
antiklin.
Selain sesar ini ada sekelompok sesar naik berarah Barat-Timur, dan
sesar turun berarah Barat Daya - Timur Laut terbentuk sebagai sesar antitetik.
Kemiringan lapisan antara 10o – 15o di sayap Timur Laut dan mencapai 60o atau
lebih di sayap Barat Daya. Struktur ini di bagian selatan dibatasi dengan Mayor
Thrust Fault dengan pergeseran vertical sekitar 300 m. Patahan ini berkembang ke
seluruh blok sejajar dengan sumbu lipatan. Kedua jenis sesar ini membagi
lapangan menjadi 5 blok yaitu blok I, II, III, IV dan V.

2.3. Sejarah Pengembangan Struktur Kawengan


Struktur Kawengan merupakan salah satu dari 4 struktur penghasil
minyak di daerah Operasi Produksi Cepu. Struktur ini berbentuk antiklin berarah
Barat Laut – Tenggara dengan lapisan penghasil minyak dari Formasi Wonocolo
dan Anggota Ngrayong Formasi Tawun.
Survey geologi pertama kali dilakukan tahun 1896 oleh BPM. Pemboran
minyak pertama pada sumur KWG-001, dibor pada bulan Maret 1926 di Blok I
dengan kedalaman 531 m dengan statusnya “dry hole”. Setelah dilakukan
pendalaman sampai interval perforasi 536 m sumur ini berhasil menghasilkan
minyak. Sampai tahun 1940 BPM telah membor sebanyak 80 sumur. Pada tahun
1941-1945 struktur ini dikuasai oleh Jepang dengan menambah pemboran 19
sumur. Tahun 1945 hingga 1962 struktur Kawengan dikelola oleh BPM kembali
dan terdapat penambahan 38 sumur pemboran. Periode 12 April 1962 sampai
dengan Januari 1966 struktur Kawengan dikelola oleh PN, PERMIGAN. Tahun
1966-1978 oleh PPT MIGAS. Sejak tahun 1988 struktur Kawengan beserta
struktur lain di lapangan Cepu dikelola oleh PERTAMINA.
Sampai tahun 1999 PERTAMINA telah berhasil melakukan pemboran
sebanyak 16 sumur baru (KWG-P.01 – KWG-P.16). Status produksi terakhir dari
struktur Kawengan (Februari 1999) adalah 311 m3/h, dengan jumlah produksi

yang terbanyak dihasilkan dari blok I dan II yaitu sebesar 230.5 m3/h.
Sumur KWG – HZ 11 merupakan sumur pengembangan yang ditujukan
untuk menambah titik serap guna meningkatkan influx dari lapisan L3 Blok I
Kawengan dengan pemboran horizontal, mengingat cadangan yang masih tersisa
pada lapisan ini diperkirakan sebesar 376 MSTB per 1 Januari 2000. KWG – HZ 11
dibor pada tanggal 18 Mei 2002 hingga kedalaman 140 m (dibor vertikal), lalu
dibor horizontal dengan KOP pada 500 m tanggal 10 Juni 2002 sampai dimana
terjadinya pipa terjepit tanggal 17 Juni 2002. Kemudian sumur ditutup dan diganti
dengan program pemboran baru yaitu KWG – HZ 11A dengan pemboran side
track.

Anda mungkin juga menyukai