Anda di halaman 1dari 35

4.4.2.

Kerusakan Formasi Akibat Penyelesaian Sumur


4.4.2.1. Kerusakan Formasi pada Operasi Penyemenan
Semen sebagai bahan dan operasi penyemenan sebagai aktivitas ternyata
memiliki potensi untuk menimbulkan kerusakan formasi. Penyemenan yang tidak
sempurna dapat menyebabkan aliran dan invasi fluida antar zona. Hal ini dapat
dideteksi dengan teknologi akuisisi data (perbandingan antara interpretasi cased
dan open hole). Adapun faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya invasi filtrat
semen adalah:

Rate sirkulasi yang tinggi

Mud cake tidak ada karena sebelum dilakukan cementing, mud cake
terhilangkan

Mutu dari semen yang dipakai

Tekanan hidrostatik kolom semen

Viskositas semen
Beberapa mekanisme penyebab kerusakan formasi selama aktivitas

penyemenan antara lain :


1. Filtrat semen, fluid spacer, preflush fluid yang masuk ke dalam formasi
akan

meningkatkan

saturasi

fluida

di

sekitar

lubang

bor

dan

mempengaruhi ikatan alami lempung.


2. Tambahan beban, seperti gerakan naik turun maupun putaran pipa,
pemakaian scratcher dan centralizer akan meningkatkan hilangnya filtrat
ke dalam formasi.
3. Semen yang kurang sempurna menyebabkan komunikasi fluida antar zona
(yang seharusnya terisolasi) selama produksi maupun pada waktu
treatment sumur.
4. Gas dalam semen dapat menyebabkan komunikasi antar zona.
5. Semen dengan berat berlebihan dapat menyebabkan rekahnya formasi
sehingga menyebabkan komunikasi antar zona.

6. Fluid loss (biasanya air) selama squezee cementing yang umumnya kotor,
dapat mengurangi permeabilitas formasi, baik secara fisika maupun
kimiawi.
Partikel-partikel semen yang berukuran 20-100 mikron terlalu besar untuk dapat
masuk ke dalam sebagian besar ukuran pori atau rekahan alami. Oleh karenanya
semen sendiri biasanya tidak menyebabkan kerusakan formasi, tetapi filtrat yang
masuk ke dalam formasi selama penyemenan yang merupakan sumber kerusakan.

4.4.2.1.1. Pengaruh Filtrat Semen


Pada kondisi statik, fluid loss terjadi setelah semen berada di tempatnya,
yaitu di annulus antara dinding sumur dengan casing. Kelebihan kandungan air
dalam semen akan menyebabkan invasi air ke dalam formasi saat semen kering.
Bila kelebihan air dalam adonan semen tidak banyak, maka jumlah air yang
terinvasi hanya sedikit begitu juga sebaliknya. Umumnya volume air yang
menginvasi formasi selama operasi penyemenan lebih sedikit dibandingkan
dengan water loss selama operasi pemboran atau pendorongan lumpur sewaktu
penyemenan. Ini menunjukkan penetrasi filtrat semen lebih dangkal dari invasi
filtrat lumpur bor.
Jumlah air maksimum sebagai air bebas (free water) yang masih mungkin
ditambahkan ke dalam adonan semen tidak lebih dari 1.5 %. Jumlah air optimum
pada adonan semen harus memenuhi persyaratan adonan baik, dapat dipompakan
dan menghasilkan volume semen kering maksimum tanpa air bebas. Kelebihan air
akan mengurangi viskositas semen, kurangnya kekuatan semen dan daya hambat
korosi yang rendah. Dengan jumlah air yang optimum atau menggunakan additif
untuk mengikat kelebihan air, maka hanya sejumlah kecil air yang dapat
menyebabkan kerusakan formasi.
Dynamic fluid loss dari semen terjadi pada waktu semen melewati zona
permeabel yang memungkinkan akumulasi semen dalam jumlah yang cukup
banyak. Jika pre-flush atau usaha mekanik lainnya dilakukan untuk membersihkan
filter cake, maka akan cukup banyak filtrat semen hilang masuk ke dalam formasi.
Fluid loss ini memungkinkan semen mengalami dehidrasi prematur dan

menyebabkan kesulitan tambahan dalam penyelesaian operasi penyemenan.


Karenanya, penambahan filtrate loss additives harus dilakukan agar kemungkinan
kerusakan tersebut dapat diminimasi.
Sebagai kesimpulan, fluid loss selama proses penempatan dan pengerasan
semen relatif tidak berati jika dibandingkan dengan potensi kerusakan formasi
oleh mekanisme lainnya. Hal yang perlu diwaspadai adalah pengaruh filtrat semen
(berupa air tawar/fresh water) terhadap lempung dalam formasi. Hidrasi lempung
merupakan kemungkinan kerusakan utama dari formasi yang terinvasi oleh filtrat
semen.

4.4.2.1.2. Pengaruh Penyemenan yang Tidak Sempurna


Salah satu fungsi utama penyemenan adalah mengisolasi zona produktif,
yang berarti mengeliminasi kemungkinan fluida reservoir yang tidak dikehendaki
masuk ke dalam sumur. Kerusakan formasi dapat terjadi dalam zona produktif
yang disebabkan air dari zona lain mengalir ke dalam zona produktif minyak dan
gas, baik melalui belakang casing produksi maupun dari dalam sumur (back-flow
ke dalam zona bertekanan lebih rendah dari tekanan sumur). Komunikasi antar
zona akibat penyemenan tidak sempurna yang dapat menyebabkan kerusakan
formasi:
1. Air masuk ke dalam zona minyak dan gas memungkinkan terjadinya water
block, emulsion block, clay dan scale.
2. Invasi minyak dari suatu zona ke dalam zona minyak lainnya dapat
menimbulkan endapan aspalt atau parafin.
3. Invasi minyak ke dalam zona gas akan menurunkan permeabilitas relatif
terhadap gas.
4. Daya/kemampuan bahan kimia stimulasi/treatment untuk mencegah scale
atau parafin akan berkurang akibat bahan kimia tersebut keluar dari
formasi disebabkan adanya komunikasi antar zona.
Komunikasi di belakang casing setelah penyemenan umumnya disebabkan
mud channel yang tertinggal di dalam lubang dan kemudian terdisplace oleh

fluida stimulasi atau oleh fluida terproduksi. Hal ini semakin mungkin terjadi pada
sumur dengan kemiringan tinggi karena kesulitan untuk menempatkan pipa agar
berada tepat di tengah. Evaluasi terhadap beberapa sistem pre-flush dan spacer
menghasilkan berbagai rekomendasi mengenai campuran adonan semen yang
dapat meningkatkan keberhasilan pekerjaan penyemenan. Desain centralizers,
scratchers, rotasi pipa, gerakan naik turun pipa dan aliran turbulen yang baik akan
memperbaiki pendesakan lumpur dan ikatan semen.
4.3.2.2. Kerusakan Formasi Selama Perforasi
Tujuan pengerjaan perforasi adalah menghubungkan zona produktif
dengan lubang sumur agar terjadi aliran fluida formasi. Hal ini baru efektif bila
perforasi dapat menembus zona terinvasi (zona dimana terdapat kerusakan
formasi). Dalam hal tertentu, upaya perforasi justru menambah kerusakan
meskipun secara teoritis perforasi didesain agar selalu dapat menembus zona
terinvasi. Masalahnya terletak pada jumlah perforasi yang efektif (berhasil) dan
jumlah kegagalan (tidak sempurna/berhasil baik) atau bahkan menghambat aliran.
Setiap analisis tingkat keefektifan perforasi harus dilatarbelakangi oleh analisis
pengaruh dari kerusakan formasi sebelumnya (pre-analysis) terhadap kinerja
perforasi.
Pengujian terhadap Core Flow Efficiency (CFE) memperlihatkan bahwa
dengan menggunakan fluida perforasi yang bersih, tidak merusak dan beda
tekanan negatif maka akan didapatkan kerusakan formasi minimum akibat
pekerjaan perforasi. Contoh teoritis efektivitas pengamatan di atas ditunjukkan
dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Pengaruh Kondisi Perforasi pada Produktivitas Sumur
(OH-Potential 800 BOPD)
(S.Sudomo; Mitigasi Kerusakan Formasi)
Perforating Conditions
CFE
0.3

Fluid
Hi solids, mud in hole

Pressure
Overbalanc

Well Productivity
BPD, Perforation
Depth
4 in
8 in
115 0.1 154 0.19

0.5

Unfilterred salt water

0.7

Filterred salt water

0.8

Filterred salt water

0.9

Clean non damaging


fluid

e
Overbalanc
e
Overbalanc
e
Underbalan
ce
Underbalan
ce

253
429
538
653

8
0.3
9
0.6
6
0.8
2
1.0
0

330

0.42

569

0.71

689

0.87

792

1.00

SPE 4654, Klotz, etc


Assumes no drilling damage, perforated with 4 spf

Tabel tersebut memperlihatkan perbedaan produktivitas sumur dan sebagai


acuannya adalah kasus dimana fluida perforasi bersih, tidak merusak dan perforasi
underbalance. Kesimpulan adalah perforasi underbalance lebih baik dari
overbalance, dan penggunaan fluida perforasi bersih, tidak merusak meminimasi
kerusakan formasi. Sehingga direkomendasikan untuk selalu mengacu pada
kombinasi penggunaan fluida perforasi bersih, tidak merusak dan perforasi
underbalance.
Faktor-faktor utama yang paling besar pengaruhnya terhadap produktivitas
formasi dalam kaitannya dengan upaya meminimasi kerusakan formasi dari sisi
pandang perforasi dan fluida komplesi adalah sebagai berikut:
1. Fluida perforasi/komplesi
2. Crushed (compacted) zone dan pecahan perforasi (perforation debris)
3. Besar dan arah beda tekanan antara sumur formasi sewaktu perforasi
4. Jangkauan penetrasi dengan ekstensi kerusakan
5. Diameter dari lubang perforasi
6. Jumlah spf (shot per foot, shot density)
7. Fase penembakan (shot pashing)
Meskipun sulit untuk mempelajari faktor-faktor tersebut secara terpisah,
tetapi pengaruhnya perlu dimengerti sehingga hasil perforasi dari sumur dapat
dioptimalkan.
1. Fluida Perforasi/Komplesi
Setiap fluida yang kontak dengan formasi mempunyai potensi untuk merusak.
Pengaruh ini akan semakin besar bila fluida terinvasi melalui perforasi
sehingga mencapai kedalaman tertentu. Lumpur bor dan semen mungkin

mengandung aditif yang dimaksudkan untuk mengurangi fluid loss ke dalam


formasi, tetapi fluid loss additive di dalam fluida perforasi dapat menyumbat
lubang perforasi dan sulit dihilangkan.
Tindakan mitigasi yang harus dilakukan untuk menghindari penyumbatan
perforasi dan pori formasi dengan jalan membersihkan secara keseluruhan
casing, rangkaian peralatan dan alat-alat permukaan dengan bahan kimia
pencuci, asam, caustic serta bahan abrasive sebelum casing diperforasi. Sumur
harus diisi dengan fluida yang bersih dan telah disaring. Jika setelah perforasi,
fluid loss terlihat berlebihan, maka densitas dari fluida harus diturunkan
seminimum mungkin dalam kadar aman. Fluid loss additive berupa padatan
harus dihindari, untuk itu hanya padatan yang cukup kasar yang dipakai agar
invasinya minimal dan harus larut dengan air, asam atau minyak agar mudah
dihilangkan.
2. Pecahan Perforasi, Compacted dan Crushed Zone
Kerusakan formasi pada saat perforasi menembus suatu formasi akibat injeksi
material dari perforating gun. Tembaga, timbal (lead) dan karbon merupakan
komponen-komponen pecahan yang paling banyak dijumpai dari pengujian
Jet Perforating Gun. Gambar 4.19 menunjukkan perbedaan hasil perforasi
oleh bullet perforator dan jet perforator. Area hitam pada perforasi adalah
dehydrate mud plug, sedangkan area terang di sekitar perforasi adalah pecahan
pada compacted batuan.

Gambar 4.19
Hasil Pelubangan Pada Berea Cores [Dia. 4 in. (10 cm)]
Dengan (A) Bullet Perforator, (B) Jet Perforator
(Krueger, Ronald F.; An Overview of Formation Damage
and Well Production in Oilfield Operations)

Bila peluru perforasi ditembakkan, maka peluru perforasi akan menembus


casing, semen, formasi dan membuat lubang. Material pada alur peluru tidak
hilang, sebagian logam dan semen mengalami disintegrasi/hancur dan
sebagian lainnya dalam bentuk pecahan.
Di lain pihak, batuan formasi yang terkena ledakan berubah dengan
terbentuknya lubang. Uji terhadap Berea Sandstone yang ditunjukkan oleh
Gambar 4.20 menunjukkan terjadinya kehancuran batuan (crushed) setebal
0.1 inch di sekitar lubang perforasi, dan selanjutnya dikelilingi bagian setebal
0.1-0.2 inch yang mengandung retakan/rekahan dan bagian lain dimana
butiran menjadi kompak. Kedua zona tersebut masih dikelilingi oleh bagian
setebal 0.4 inch dengan kerusakan minimal akibat penekanan/penetrasi peluru
perforasi. (Saucier dan Lands).

Gambar 4.20
Zonasi Perforasi
(S.Sudomo; Mitigasi Kerusakan Formasi)

Partikel crushed zone umumnya ikut terproduksi bersama fluida reservoir,


sedangkan compacted zone berpermeabilitas hingga 10 % dari permeabilitas
alaminya. Diperkirakan pengaruh secara keseluruhan adalah Kd/Ko = 0.2,
dimana Kd/Ko adalah rasio permeabilitas damage-undamage zone. Bila
sebelumnya terjadi kerusakan formasi akibat lumpur maka permeabilitas dari
compacted zone akan jauh lebih rendah lagi.
Secara fisik, crushed compacted akan menyebabkan perubahan terhadap
sistem pori (porositas termasuk porethroatnya). Oleh karenanya maka keadaan
ini memungkinkan terdapat hambatan lain berupa penyumbatan porethroats
oleh partikel halus. Bila compacted zone dapat dipecah dengan tekanan
underbalance yang cukup dan dihilangkan dari lubang perforasi, maka
masalah gerakan partikel halus dapat diatasi.
3. Underbalance Perforation
Ekstensi compacted zone dan permeabilitasnya tergantung pada sifat fisik
batuannya, perforating charge dan kerusakan sebelum perforasi. Perforasi
underbalance dapat mengurangi pengaruh kerusakan dengan jalan memecah
compacted zone tersebut, dengan kata lain semakin kuat suatu batuan, semakin
tinggi beda tekanan yang dibutuhkan.
4. Surging Perforation
Perforasi kadang-kadang dilakukan pada saat sumur sedang flowing, akan
tetapi hal ini tidak memberikan cukup tenaga untuk memecah compacted zone
pada beberapa formasi. Cara lain yang lebih baik digunakan adalah
menggunakan surge tool, dengan chamber bertekanan atmosfer. Cara ini
berhasil baik dalam penyiapan sumur-sumur gravel packing dan dipakai untuk
perforasi balance atau overbalance.
5. Kedalaman Penetrasi

Saucier menyimpulkan bahwa kedalaman penetrasi dari suatu perforasi tidak


dipengaruhi oleh beda tekanan selama perforasi. Kedalaman dan diameter
perforasi ditentukan oleh ukuran dan desain dari perforating gun, ukuran
charge, jarak gun dengan dinding casing dan kekuatan formasi. Kinerja sumur
meningkat bila dipakai perforating gun yang penetrasinya melampaui zona
terinvasi dan perforasi terbatas dan dalam lebih efektif dibanding dengan
perforasi banyak tapi dangkal.
6. Diameter Perforasi
Untuk ukuran gun dan charge tetap, maka penetrasi akan berkurang bila
diameter bertambah. Diameter lebih dipentingkan pada formasi pasir
unconsolidated, karena penetrasi akan dalam jika batuannya lunak dan aliran
melewati perforasi gravel pack akan makin baik jika diameter perforasinya
lebih besar. Pada formasi keras, penetrasi lebih dipentingkan dibanding
diameter, sehingga lubang perforasi cenderung 3/8 inci atau lebih kecil.
7. Densitas Perforasi
Well Flow Analysis atau Nodal Analysis (Mach) adalah cara yang paling baik
untuk menghitung pengaruh shot density terhadap kapasitas produksi sumur.
Dua uji analisis hasil, pertama memberikan data se-realistik mungkin dan
hitung kinerja perforasi optimum. Kedua menghitung perforation density
berdasar kondisi ideal dan usahakan mencapai sedekat mungkin dengan hasil
sebelumnya (matched) dengan meminimalkan kerusakan formasi dan
memaksimalkan keefektifan perforasi.

4.4.3. Kerusakan Formasi Akibat Produksi


Yang dimaksudkan kerusakan formasi akibat produksi adalah kerusakan
yang diakibatkan oleh adanya pengecilan permeabilitas yang disebabkan oleh
adanya perpindahan butiran formasi, pengembangan clay dan adanya bakteri
dalam formasi.

4.4.3.1. Pengembangan Clay

Clay sebagian besar dapat ditemukan di semua batuan reservoir. Clay


mempunyai sifat dan karakter yang spesifik sehingga perlu dipelajari. Clay dapat
menimbulkan pengaruh negatif baik dalam reservoir, operasi pemboran maupun
dalam operasi produksi. Lapisan clay dapat berupa lapisan tebal atau lapisan tipis
berselang-seling dengan lapisan batupasir atau lapisan karbonat. Clay tersebar
dalam batupasir sebagai butiran-butiran yang mengisi celah antar butiran pasir
yang bertindak sebagai semen.
Clay umumnya terdapat di dalam batupasir. Di dalam batuan karbonat clay
tidak bereaksi dalam jumlah yang besar. Material yang dapat diklasifikasikan ke
dalam clay adalah butiran yang mempunyai ukuran lebih kecil dari pada 2 mikron.
Clay bisa mempunyai bermacam-macam komposisi kimia, reaktivitas yang
berbeda terhadap pori batuan dan secara fisik mempunyai banyak susunan. Clay
mempunyai sifat plastis, dengan perkataan lain ia dapat mengisap air dan dapat
dibentuk suatu benda yang dapat dibentuk sesuka hati (seperti lempung). Sifat
plastik clay bila basah tidak akan menghidrat (inert solid) dan akan
mempengaruhi viskositas dan densitas bahkan dapat membentuk gumpalan.
Mineral-mineral clay seperti montmorillonite, illite dan chlorite di dalam
batuan formasi terdapat sebagai lempung detril atau diagenetik, yaitu lempung
yang tersemen dengan material pada saat yang bersamaan sewaktu lapisan
diendapkan. Lempung diagenetik atau sering disebut authigenetic clay terbentuk
sebagai hasil pengendapan dari air formasi sebagai hasil interaksi air formasi
dengan lempung yang ada sebelumnya. Keberadaan authigenetic clay (Gambar
4.21) dalam formasi dibedakan menjadi:
1. Pengisian rongga (pore filling), dimana butir-butir lempung mengisi
rongga pori, biasanya pada lempung kaolinit.
2. Melapisi butiran (pore lining), dimana lempung melapisi/melekat atau
menutupi dinding pori butiran. Terjadi pada lempung montmorillonite,
illite dan chlorite.
3. Pore bridging, hampir sama dengan pore lining, tetapi kristal tumbuh
melintang menyeberangi pori atau poretrhoats menimbulkan bridging
(penyumbatan). Pore bridging menyebabkan penurunan permeabilitas

terbesar.
Kenampakan clay tidak berarti bahwa akan terjadi masalah selama
produksi berlangsung. Clay akan menjadi masalah apabila dalam reservoir
terdapat dalam jumlah yang besar dan bereaksi terhadap aliran fluida yang melalui
pori-pori batuan. Tabel 4.6 menunjukkan komponen penyusun utama clay yang
umum terjadi pada sumur produksi. Luas permukaan clay per unit berat
menggambarkan pentingnya analisa clay terhadap sumbatan yang ditimbulkan
pada sumur.

Gambar 4.21
Cara Pengisian pada Pori Batuan Sedimen
(S.Sudomo; Mitigasi Kerusakan Formasi)

Tabel 4.6
Komposisi Penyusun Utama Clay pada Masing-masing Tipe Clay

(King, George E.; Acidizing Concepts-Matrix vs Fracturing Acidizing)


Particle

Major Components

Quartz
Kaolinite
Chlorite
Illite
(Smectile or
Montmorillonite)

Si,O
Al,Si,O,H
Mg,Fe,Al,Si,O,H
K,Al,Si,O,H
Na,Mg,Ca,Al,Si,O,H

Common Surface
Area, m2/gm
0.000015
22
60
113
82

Perbandingan antara massa dan luas permukaan dari clay membuat clay
menjadi sangat penting. Clay dapat dilibatkan dalam penyerapan dan reaksi kimia.
Perbedaan tipe-tipe clay digolongkan menurut penyusun utama dari clay tersebut.
1. Tipe Clay
Ada empat macam tipe clay yang umum, yaitu:
a. Kaolinite [(OH)8Al4Si4O10]
Kaolonite mempunyai struktur kimia seperti clay yang stabil, karena tidak
dapat bereaksi dengan HCl tetapi dapat larut dalam HF + HCl. Kaolinite tidak
mempunyai sifat swelling seperti pada tipe clay yang lain. Kaolinite dapat
menjadi masalah

utama dalam produksi jika membentuk struktur dan

menggumpal di dalam reservoir sehingga menutupi lubang pori.


b. Montmorillonite [(OH)4Al4Si8O20.nH2O]
Montmorillonite atau yang lebih dikenal dengan bentonite banyak dipakai
dalam lumpur pemboran. Lempung ini memiliki sifat strongly swelling clay.
Swelling pada lempung merupakan akibat dari pengabsorbsian molekul air
pada basal planenya karena penggantian kation yang ada di antara kristal
lempung dengan molekul clay. Dari semua jenis clay hanya bentonite yang
memiliki kemampuan mengembang jika kontak dengan air, khususnya fresh
water. Bentonite terbagi menjadi dua jenis, yaitu Na-Bentonite (smectite) dan
Ca Bentonite. Smectite mempunyai daya serap yang tinggi terhadap air karena
mampu mengembang sampai 8 kali bila tercampur dengan air. Swelling clay
ditentukan oleh besarnya komposisi Na (sodium). Smectite menjadi

penghambat/masalah produksi dalam dua cara yaitu membeku terhadap air


sehingga mengakibatkan penyumbatan dan dapat menjadi butiran clay dengan
porositas yang sangat kecil.
c. Illite [((OH)4KyAl4Fe4Mg6)(Si8-yAly)O20]
Illite sering dijumpai dalam bentuk yang menyerupai smectite dalam
campuran clay. Masalah yang ditimbulkan adalah membentuk mikroporosity
(porositas kecil) yang tinggi. Illite terbentuk seperti jerami atau serabut yang
menyerupai rambut. Pembentukan serabut yang banyak dan padat sehingga
membentuk perangkap dan membentuk porositas yang sangat kecil sehingga
dapat menutupi laju aliran fluida. Gambar 4.5 menunjukkan foto secara
mikroskopis dari bentuk serabut illite dalam pori batupasir. Gambar 4.6 foto
secara mikroskopis dari illite yang menutupi pori batupasir.

Gambar 4.22
Mineral-mineral Clay yang Ada dalam Batupasir
(King, George.; An Introduction to Basic of Well Completion,
Stimulations and Workovers)

d. Chlorite [(Al,Mg,Fe)3(OH)2[(Al,Si)4O10]Mg3(OH)6]
Chlorite mempunyai hubungan yang sangat erat hubungan dengan butiran
batuan dan tidak ada hubungan dengan perpindahan clay. Chlorite dapat larut
dalam HCl secara lambat. Chlorite dapat menyebabkan masalah dengan cara
bereaksi secara kimia pada reservoir yang mengandung unsur besi yang tinggi.
Seandainya asam klorit tidak dipisahkan maka besi dapat berikatan membentuk
hidroksida yang berupa padatan yang akan menutupi pori batuan. Gambar 4.22
menunjukkan macam-macam clay di dalam batupasir

Gambar 4.23
Contoh Mineral Clay
(King, George.; An Introduction to Basic of Well Completion,
Stimulations and Workovers)
2. Klasifikasi Clay
Klasifikasi mineral clay didasarkan pada sifat menyerap air dibagi
menjadi:
a. Expandable (swelling) Clay
Pada jenis ini clay dibedakan antara smectite dan vermiculte. Perbedaan antara
keduanya adalah bahwa smectite terus mengembang selama menyerap air.
Pada golongan ini mineralnya adalah montmorillonite saponite, bentonite dan
beidelite. Sedangkan vermiculite tingkat pengembangannya terbatas dan
contoh mineralnya adalah illite dan kaolinite.
b. Nonexpandable Clay
Pada jenis ini pada dasarnya adalah dapat menyerap air tetapi karena dalam
jumlah yang sedikit sekali sehingga dianggap tidak menyebabkan swelling.
Mineral yang termasuk jenis ini adalah illite chlorite dan kaolinite chlorite.
3. Mineralogi Clay
Kebanyakan clay mempunyai struktur jenis mika, serpih-serpihnya
tersusun dari plat-plat kristal tipis yang tersusun berhadapan. Satu plat disebut
sebagai satu unit lapisan yang terdiri dari:
Satu lembar octahedral
Kationnya terdiri dari atom Al atau Mg dalam koordinasi octahedral dengan
atom oksigen seperti pada Gambar 4.24. Jika atom logamnya adalah Al,
strukturnya akan sama dengan mineral gibsite [Al 2(OH)6]. Dalam hal ini
hanya dua dari tiga kemungkinan terdapat pada struktur yang diisi oleh atom

logam, sehingga lembaran tersebut membentuk dioctahedral. Jika atom


logamnya Mg, maka strukturnya adalah brucite dengan rumus kimia
Mg3(OH)6 yang mana seluruh tempat diisi oleh atom logam dan strukturnya
membentuk trioctahedral.
Silica tetrahedron sheet
Seperti atom silicon akan bergabung dengan empat atom O, lempenglempeng terikat bersama oleh kumpulan atom-atom O biasa. Ketika terdapat
dua lempeng tetrahedral, lempeng octahedral akan bergabung dengannya
seperti pada Gambar 4.25. Permukaan tetrahedral akan masuk ke dalam dan
membagi atom O pada puncaknya pada lempeng octahedral, yang akan
menggantikan dua dari tiga hidroksil yang semula ada. Struktur ini dikenal
sebagai struktur Hoffman.

Gambar 4.24
Lempeng Octahedral Brucite
(R. E. Grim; Clay Mineralogy)

Gambar 4.25
Ikatan Antara Lempeng Octahedral dengan Lempeng Tetrahedral
Pada Pemakaian Bersama Atom O
(R. E. Grim; Clay Mineralogy)

Mineral-mineral clay berdasarkan mineraloginya, dijelaskan sebagai


berikut:
a. Smectite
Prophyllite dan talc adalah mineral prototype dari smectite group. Pada
kristal lattice-nya lempeng tetrahedral pada satu lapisan berdekatan dengan
lempeng tetrahedral pada lapisan selanjutnya, sehingga atom oksigennya saling
berhadapan. Akibat ikatan antar lapisannya lemah dan mudah pecah sehingga air
dapat masuk ke dalamnya, akibat selanjutnya dapat terjadi hidrasi dan pertukaran
ion. Prototype mineral ptophyllite mempunyai rumus 2Al 2Si4O10(OH)2. Jika satu
atom Al di lempeng octahedral digantikan dengan satu atom Mg, dan satu atom Si
di lempeng tetrahedral digantikan oleh satu atom Al, maka formula di atas dapat
ditulis sebagai: 2[(Al1.67Mg0.33)(Si3.5Al0.5)O10(OH)2].
Seperti anggota smectite lainnya montmorillonite dapat mengembang
dengan cepat karena pengembangan atom-atomnya. Beberapa mineral dari group
smectite dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Mineral Anggota Smectite Group
(R. E. Grim; Clay Mineralogy)

b. Illite
Illite adalah hydrous mica, prototype dari muscovite (dioctahedral mica)
dan biotite (trioctahedral mica). Illite merupakan clay tiga lapisan dengan struktur
sama dengan montmorillonite kecuali pergantian Al untuk Si di lempeng
tetrahedral. Biasanya pertukaran selalu terjadi di lempeng octahedral, khususnya
Mg dan Fe sedangkan untuk Al kation penyeimbangnya adalah potassium.
Pertukaran ionnya hanya terjadi di bagian luarnya saja sehingga pertambahan
volume (karena swelling) yang terjadi akan lebih kecil daripada hidrasi pada
montmorillonite. Illite menyebar dalam air membentuk partikel dengan jari-jari
sekitar 0.7 mikron serta ketebalan 720 A.
c. Kaolinite
Kaolinite merupakan mineral clay dua lapis dengan struktur yang sama
seperti pada Gambar 4.26. Satu lempeng octahedral diikat dengan satu lempeng
tetrahedral dengan cara yang biasa, sehingga hydroxide octahedral yang berada di
depan lempeng yang bersejajaran dengan oksigen tetrahedral di permukaan
lapisan selanjutnya, sehingga akan terdapat kenaikan hidrogen yang kuat antar
lapisannya, yang mana dapat menahan membengkaknya pola geometris molekulmolekulnya.

Gambar 4.26
Susunan Atom Pada Satu Unit Sel Dari Dua Lapisan Mineral
(R. E. Grim; Clay Mineralogy)

Kebanyakan kaolinite terjadi dalam bentuk yang besar, kristal-kristalnya tidak


dapat menyebar mengecil dalam air. Lebar kristal berkisar antara 0.3-0.4 mikron
dengan ketebalan 0.05-2 mikron. Dictite dan nacrite adalah dua anggota group
kaolinite lainnya.
d. Chlorite
Chlorite merupakan kelompok mineral clay dengan struktur tediri dari satu
lapisan brucite yang diselingi dengan tiga lempeng pyropilite, seperti pada
Gambar 4.27. Terdapat beberapa pergantian dari Al3+ untuk Mg2+ pada lapisan
brucite yang akan memberikan beban (+) dan dikeseimbangkan oleh beban (-)
pada tiga lapisan lempeng tersebut sehingga jumlah bebannya menjadi rendah.
Beban (-) yang diperoleh dari subtitusi Al3+ untuk Si4+ pada lempeng hedral
dengan rumus umumnya adalah 2[(Si,Al)4(Mg,Fe)3.10(OH)2 +(Mg,Al)6(OH)12].

Gambar 4.27
Diagram Keberadan Chlorite
(R. E. Grim; Clay Mineralogy)

Adanya perbedaan dari anggota-anggota chlorite tergantung dari


pergantian atom, orientasi dan susunan dari kedua lapisannya. Secara normal tidak
terdapatnya lapisan air, tetapi pada penurunan chlorite tertentu, sebagian lapisan
brucite akan terusir dikarenakan adanya hidrasi antar lapisan dan ekspansi
susunan geometris atom-atomnya. Chlorite dapat terjadi baik di kristal
mikroskopis, tetapi juga terjadi pada pencampuran mineral-mineral lainnya. Jarak
c-spacing seperti yang diukur dari kristal mikroskopisnya adalah 14 Ao , yang
menunjukkan adanya kehadiran lapisan brucite.
e. Attapulgite
Partikel-partikel attapulgite sangat berbeda struktur dan ukurannya dengan
mineral-mineral jenis mica sebelumnya. Terdapat subtitusi atom yang sangat
sedikit pada strukturnya, sehingga susunan permukaan pada partikel dan
permukaan spesifiknya rendah. Akibat sifat rheologis kelarutan attapulgite akan
tergantung pada interferensi mekanis antara lath (bilahnya) yang agak lebih besar
dari pada tenaga elektrostatis antar partikelnya. Akibatnya attapulgite merupakan
suspending agent yang baik pada air asin.
Spiolite adalah mineral clay yang analog dengan subtitusi yang berbeda
pada strukturnya dan lath yang lebih besar dari attapulgite. Spiolite base mud
banyak digunakan pada pemboran sumur dalam karena sifat rheologisnya tidak
dipengaruhi oleh temperatur yang tinggi.

4.4.3.2. Kepasiran
Kepasiran adalah peristiwa ikut terproduksinya pasir bersama-sama
dengan fluida produksi dari formasi yang mengandung pasir itu sendiri ke dalam
lubang sumur. Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan ikatan antar
butir-butir pasir. Hal ini disebabkan karena adanya gaya gesekan serta tumbukan
yang ditimbulkan oleh suatu aliran fluida, dimana laju alir yang terjadi melampaui
batas maksimum dari laju alir kritis yang diperbolehkan, sehingga butiran-butiran
pasir akan ikut terproduksi ke permukaan.

Butiran-butiran pasir yang terkumpul dalam suatu sistem akan membentuk


suatu ikatan antar butiran-butiran itu sendiri dalam suatu ikatan sementasi.
Semakin besar harga faktor sementasi, maka akan semakin kuat ikatan antar
butiran. Demikian sebaliknya, semakin rendah faktor sementasinya, maka tingkat
konsolidasi antar butiran pasir juga semakin rendah dan akhirnya butiran-butiran
pasir tersebut akan mudah lepas.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kestabilan formasi adalah:


1. Derajat Sementasi Batuan
Derajat sementasi batuan digunakan untuk menentukan besar kecilnya
kestabilan formasi lapisan produktif. Hubungan faktor sementasi batuan
terhadap porositas dinyatakan oleh Archie sebagai berikut:
F = -m ................................................................................ (4-46)
dimana:
F = faktor formasi
= porositas batuan, fraksi
m = faktor sementasi batuan
Untuk menghitung besarnya harga faktor formasi batuan yang mempunyai
sifat clean, Archie memberikan persamaan:
(Sw)2 = (F x Rw)/Rt................................................................(4-47)
dimana:
Sw = saturasi air, fraksi
Rw = resistivitas air formasi, ohm meter
Rt = true resistivity, ohm meter

2. Kandungan Lempung
Lempung (clay) merupakan mineral yang biasanya mengendap bersama
batupasir. Pada batuan sedimen, lempung berfungsi sebagai semen. Menurut
Allen, apabila kadar kandungan clay dalam batuan sebesar 1-5 % batuan
dikatakan baik (clean), sedangkan bila kadar clay antara 5-20 %, batuan
tersebut dikatakan mengandung clay yang tinggi. Kadar clay dapat dihitung
dengan Spontaneous Potential Log atau Gamma Ray Log.

Gambar 4.28
Hubungan Faktor Formasi (F) dengan Porositas ()
(S.J. Pirson; Oil Reservoir Engineering)

Kandungan clay dari data SP Log dihitung dengan persamaan:

Vclay 1

SP log
SSP

................................................................ (4-48)

dimana:
Vclay

= kadar lempung (clay), fraksi

SP Log = defleksi kurva SP log, mV


SSP

= defleksi kurva maksimum dari SP Log, mV

Kadar lempung yang diperoleh dari data SP Log akan memberikan harga yang
cukup baik selama batuan formasi tidak mengalami kompaksi, dimana batuan
formasi yang bersih yang terkompaksi akan mempengaruhi tinggi rendahnya
harga defleksi kurva SP, sehingga kadar lempung yang diperoleh dari data SP
Log pada batuan formasi yang mengalami kompaksi akan memberikan hasil
yang lebih tinggi dari kondisi yang sebenarnya.
Untuk data yang diperoleh dari Gamma Ray Log digunakan persamaan:
Vclay

GRlog GRmin
GRmaks GRmin

........................................................ (4-49)

dimana:
GR maks = Gamma Ray unit maksimum, API unit
GR min

= Gamma Ray unit minimum, API unit

GR log

= Gamma Ray unit pembacaan, API unit

Dalam menentukan kadar lempung yang terkandung pada batuan formasi, data
yang diperoleh dari gama ray log merupakan hasil yang mendekati jumlah
yang sebenarnya. Hal ini disebebkan defleksi kurva yang dihasilkan dari
gamma ray log tidak dipengaruhi jenis kandungan fluida maupun komposisi
dari batuan formasinya.
Log NGT yang termasuk dalam Log Gamma Ray dapat berfungsi sebagai
salah satu alat untuk membedakan jenis lempung yaitu illite, montmorillonite

dan kaolinite di samping beberapa mineral lain. Hasil dari log NGT disebut
log NGS. Metode interpretasi mineral yang sering digunakan adalah gambar
silang, misalnya gambar silang Potasium dan Thorium seperti yang terlihat
pada Gambar 4.29.

Gambar 4.29
Gambar Silang Thorium-Potasium dari alat NGT
(Adi Harsono; Evaluasi Formasi)

3. Kestabilan Formasi

Kestabilan atau kekuatan formasi adalah kemampuan formasi untuk menahan


butiran pasir yang akan terlepas dari formasi, akibat diproduksikannya fluida
dalam reservoir. Dalam masalah kepasiran, Tixier menyatakan bahwa
kekuatan dasar formasi atau Instrinsic strength of formation dan
kemampuan pasir formasi untuk membentuk lengkungan yang stabil di sekitar
lubang perforasi.

Besarnya kekuatan formasi batuan dapat ditentukan dengan menggunakan


persaman-persamaan sebagai berikut:
V

= 0.125 Vclay + 0.27 .................................................... (4-50)

1.34 x 1010 1 2V ( b )
2 1 V t

1.34 x 1010 1 V ( b )
3 1 V t

....................................... (4-51)

.......................................... (4-52)

sehingga:
Cb = 1/K .............................................................................. (4-53)
dimana:
Vclay

= kandungan clay, fraksi

1/Cb

= bulk modulus, psi-1

= bulk density, gr/cc

= shear modulus, psi

= poissons ratio

Untuk menentukan apakah suatu formasi bersifat labil atau stabil, menurut
Tixier sebagai berikut:

G/Cb > 0.8 x 1012 psi2, maka formasi akan stabil


G/Cb < 0.8 x 1012 psi2, maka formasi tidak stabil

4. Laju Aliran Kritis


Kecepatan aliran fluida adalah fungsi penurunan tekanan aliran formasi.
Semakin besar aliran fluida, makin besar pula gaya seret fluida yang bekerja
pada busur kestabilan. Laju produksi maksimum tanpa menimbulkan
kepasiran dapat ditentukan dengan anggapan bahwa gradien tekanan
maksimum di permukaan kelengkungan pasir, yaitu pada saat laju produksi
maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan kekuatan formasi.
Dengan

kata

lain

bahwa

apabila

produksi

menyebabkan

tekanan

kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasinya, maka butiran pasir
formasi akan mulai bergerak atau ikut terproduksi.
Untuk menentukan laju produksi maksimum yang diperkenankan atau
maximum sand free flow rate dari suatu formasi batuan, Stein memberikan
persamaan untuk laju aliran kritis sebagai berikut:
Qz

0.025 x 10

K z N z G z Az

B z z At

.................................................. (4-46)

dimana:
Qz

= laju produksi kritis, STB/hari

Kz

= permeabilitas batuan, md

Nz

= jumlah lubang perforasi

Bz

= faktor volume formasi fluida, bbl/STB

= viskositas fluida, cp

Gz

= shear modulus

At

= luas kelengkungan pasir pada kondisi test, sq-ft

Az

= luas kelengkungan pasir formasi, sq-ft

Faktor-faktor yang menyebabkan ikut terproduksinya pasir friable, pasir


unconsolidated dan sandstone adalah:
1. Hydrodinamic drag

Partikel-partikel sandstone yang tersemen lemah dapat terlepas dan bergerak


bebas kemudian tertransportasikan oleh adanya gaya gesekan hidrodinamik
yang berlebihan sebagai akibat penurunan tekanan yang tinggi, rate aliran
yang tinggi atau akibat viskositas fluida reservoir yang besar. Mekanisme
gerakan pasir ini hampir sama dengan migrasi fines yang bergerak bebas oleh
karena gaya gesek hidrodinamik melampaui kekuatan koloidal antara partikel
pasir (Gambar 4.30). Pada formasi yang unconsolidated memiliki berat jenis
(gravity) yang rendah, sehingga crude oil yang memiliki viscositas yang tinggi
akan berada bersama-sama dengan butiran pasir.

Gambar 4.30
Lengkungan Stabil Beban Tegangan Butiran ke Butiran
(DR. Jude O. Amaefule; Advances in Formation Damage Assessment
and Control Strategies)

2. Penurunan kekuatan formasi akibat kenaikan saturasi air, hal ini sering
dihubungkan dengan produksi air karena akan melarutkan material penyemen
atau pengurangan gaya kapiler dengan meningkatnya saturasi air.
3. Penurunan

tekanan

reservoir

akibat

penurunan

permeabilitas

relatif

hidrokarbon, dengan penurunan ini akan mengganggu sifat semen antar


batuan.
4. Peningkatan kekuatan kompaksi yang dihasilkan dari penurunan tekanan pori
reservoir. Penurunan tekanan pori reservoir selama produksi, matriks batuan
di dekat sumur bor berpengaruh menyebabkan kenaikan vertikal beban
intergranular, akibat butiran pasi terkompaksi dan menjadi tidak stabil.
5. Penurunan silika selama operasi thermal recovery dengan uap panas. Kontak
butiran pasir dengan kondesat steam pH tinggi selama thermal recovery pada
pasir yang mengandung minyak berat dapat menimbulkan produksi pasir.
Identifikasi problem kepasiran dilakukan dengan analisa core spesial yang
akan diperoleh harga faktor sementasinya. Harga faktor sementasi yang diperoleh
dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya kemungkinan problem
kepasiran yang akan timbul. Secara umum, problem kepasiran dapat diindikasikan
dengan kriteria parameter sebagai berikut :
a. Faktor sementasi batuan yang relatif kecil (kurang dari 1.8)
b. Kekuatan formasi yang relatif kecil (kurang dari 0.8 x 1012 psi 2)
c. Laju produksi yang besar (lebih besar dari laju produksi kritis)
menyebabkan gaya seret fluida yang besar. Hal ini mengakibatkan
lengkungan kestabilan pasir menjadi runtuh.
d. Pertambahan saturasi air akan menyebabkan clay yang ada dalam formasi
mengembang. Hal ini mengakibatkan lengkungan kestabilan pasir menjadi
berkurang, sehingga lengkungan kestabilan pasir mudah runtuh.

4.4.3.3. Kerusakan Formasi Akibat Bakteri

Kemampuan bakteri yang dapat memproduksikan polymer, dimanfaatkan


untuk penyumbatan (selective plugging) pada zone berpermeabilitas besar.
Selective plugging dapat juga memanfaatkan bioproduk, misalnya endapan sulfida
logam oleh sulfat reducing bacteria (SRB). Dalam batas wajar, pertumbuhan
bakteri khususnya pada batuan dengan permeabilitas besar memberikan
keuntungan, namun apabila pertumbuhan bakteri tidak dikontrol, bakteri dapat
menyebabkan problem yang serius dalam industri perminyakan, karena bakteri
bisa berkembang yang akibatnya akan bergerak dan menutupi pori batuan. Bakteri
dapat hidup pada temperatur 12 oF sampai 250 oF bahkan kadang-kadang lebih.
Penyumbatan pori dan throat pada batuan selain oleh bioproduk juga dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang dipengaruhi oleh jumlah dan
ukurannya. Penyumbatan terjadi bila sel mikroorganisme terjebak dalam pori atau
throat batuan. Material penyumbat dapat berupa mikroorganisme yang telah mati
(plugging by dead bacteria) maupun mikroorganisme yang masih hidup (plugging
by live bacteria).
Penyumbatan

oleh

mikroorganisme

hidup

dapat

terjadi

karena

pertumbuhan mikroorganisme berkembang pesat sehingga dapat menutup ruang


pori atau porethroat. Kalish menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
penyumbatan adalah ukuran dan bentuk mikroorganisme serta ukuran throat.
Sekelompok mikroorganisme dengan bentuk rod akan dengan diameter 1
m dan panjang 5 m, lebih potensial menimbulkan penyumbatan dibanding
sekelompok mikroorganisme dengan bentuk sperical dengan diameter 1 m.
Pada operasi di lapangan yang ada dalam formasi umumnya bakteri
anaerob. Bakteri yang sering dijumpai dan menimbulkan masalah dalam industri
perminyakan adalah sulfat reducing bacteria, slime formes dan iron bacteria.
Mikroorganisme yang sering menimbulkan plugging adalah SRB dari genus
desulfovibrio dan desulfotomaculum, yang ditemukan pada sampel batuan,
minyak dan air formasi.
Berdasarkan mekanismenya, penyumbatan ruang pori batuan oleh mikroba
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Penyumbatan oleh sel-sel mikroba

Dari hasil studi Merkt tentang pengaruh mikroorganisme (sulfur-oxidizing


bacteria, sulphate reducing bacteria, iron bacteria dan blue-green algae)
dalam reservoir, ternyata ada penurunan permeabilitas antara 20-70 % dari
formasi untuk sampel batupasir dan limestone. Sharpley juga melihat bahwa
ada hubungan antara konsentrasi mikroba dalam air injeksi dengan
permeabilitas batuan.
b. Penyumbatan oleh hasil metabolisme mikroba
Berbagai mikroba dapat menghasilkan produk metabolisme yang dapat
mengakibatkan penyumbatan. Plummer menyatakan bahwa mikroba yang
dapat

menghasilkan

bioproduk

yang

mungkin

dapat

menyebabkan

penyumbatan, yaitu ferric hidroksida, metallic sulphide, sulphur, CaCO3 serta


material chitin dan gelatine. Sulfat Reducing Bacteria (SRB) membutuhkan
asam organik dan molekul hidrogen dari pembusukan bahan organik alami.
SRB akan menghasilkan gas H2S. H2S bila akan bereaksi dengan
minyak/endapan besi dan menghasilkan ferrous sulfida dapat menutupi poripori batuan. Selain SRB, bakteri besi dan bakteri penghasil lumpur merupakan
bakteri yang berpotensi untuk menimbulkan masalah penyumbatan.

(A) d1/d2 13; (B) d1/d2 = 4-6; (C) d1/d2 2.6

Gambar 4.31
Penyumbatan Berdasarkan Ratio Diameter Porethroat
Dengan Mikroorganisme
(Huntoro; Studi Laboratorium Pengaruh Mikroorganisme
Pada Kualitas Material Reservoir, Dalam MEOR)

Gambar 4.32
Desulfovibrio Vulgaris
(Widdel, F. Cord-Ruwisch,R.; SRB and Their Activities in Oil Production)

Gambar 4.33
Spesies Desulfobacter
(Widdel, F. Cord-Ruwisch,R.; SRB and Their Activities in Oil Production)
Tabel 4.8
Karakteristik Sulfate Reducing Bacteria (SRB)
(Widdel, F. Cord-Ruwisch,R.; SRB and Their Activities in Oil Production)

4.4.4. Kerusakan Formasi Akibat Workover

Meskipun kerja ulang (workover) secara umum adalah untuk memperbaiki


produktivitas, dalam prakteknya kerja ulang menggunakan fluida yang mungkin
dapat mengakibatkan kerusakan formasi. Fluida yang dimaksud adalah cairancairan yang digunakan untuk keperluan pengasaman, pencucian dengan solvent,
sand control treatment, atau cairan untuk keperluan perubahan artificial lift yang
sederhana.
Kerusakan formasi dapat diminimalkan dengan pemilihan fluida-fluida
yang tidak merusak formasi atau tidak menimbulkan kerusakan permanen. Proses
seleksi harus dilakukan sejak dari cairan pertama kontak dengan formasi termasuk
filtrat lumpur bor dan selanjutnya dengan semua fluida yang digunakan di dalam
lubang sumur.
Fluida kerja ulang dapat menyebabkan kerusakan formasi oleh satu atau
lebih mekanisme berikut:
a) Invasi dari padatan yang terkandung dalam fluida ke dalam formasi dan
menyumbat ruang pori atau lubang perforasi
b) Invasi dari fluida yang incompatible ke dalam formasi yang menyebabkan:

Terjadinya swelling dalam lempung formasi

Mobilisasi lempung formasi

Terjadinya water blocking

Terbentuknya emulsi

Terjadinya perubahan wettabilitas

Terjadinya presipitasi padatan

Dirty Fluids
Fluida kerja ulang yang dibuat dengan fluida kotor (tidak bersih) atau
dengan garam berkualitas rendah cenderung mengandung padatan yang dapat
menyumbat

formasi

produktif,

sehingga

akan menurunkan

kemampuan

alir/permeabilitasnya, karena pori-pori pada formasi produktif merupakan filter


yang baik. Semua padatan atau kotoran jenis apapun yang ukurannya lebih besar
dari ukuran pori akan tersaring begitu fluida masuk formasi. Padatan kecil akan
masuk formasi dan akan mengalami bridging pada porethroat, atau mengumpul di

dalam pori karena kecepatannya menurun akibat pola aliran radial di sekitar
lubang bor. Oleh karenanya sebagian lubang perforasi dapat tersumbat oleh
padatan ini. Kotoran-kotoran ini dapat sangat sulit untuk dihilangkan dari lubang
perforasi dan lubang porethroat. Penggunaan fluida kerja ulang yang bersih dan
bekualitas tinggi merupakan keharusan untuk meminimasi dampak negatifnya
terhadap kemampuan alir alaminya.

Swelling atau Migrasi lempung


Clay problem dapat terjadi oleh lautan air yang hilang ke dalam formasi selama
operasi kerja ulang. Fluida-fluida tersebut kemungkinan dapat menyebabkan
swelling atau migrasi. Masalah ini umumnya terjadi pada batuan pasir lempungan
(shaly-sandstone), tetapi ada beberapa formasi karbonat mengandung lempung
yang sensitif. Tingkat masalah lempung erat berhubungan dengan jumlah dan
jenis dari fluida air dan aditif yang masuk formasi, jumlah dan tipe lempung serta
kondisi dan keberadaan lempung dalam keadaan alaminya.
Water blocks dan Perubahan Wettabilitas Formasi
Masuknya fluida kerja ulang ke dalam formasi akan menambah saturasi air
yang menyebabkan turunnya permeabilitas relatif terhadap hidrokarbon,
fenomena ini dikenal dengan sebutan water block. Perubahan saturasi ini dapat
bersifat sementara, permeabilitas tehadap hidrokarbon biasanya akan kembali bila
air invasi ini didesak oleh hidrokarbon yang terproduksi.
Beberapa surfaktan yang dipakai untuk menghilangkan water block akan
mengubah wettabilitas alami formasi. Formasi alami water wet akan berubah
menjadi oli wet, yang berarti menambah permeabilitas relatif terhadap air dan
menurunkan permeabilitas relatif terhadap minyak. Hal ini akan memudahkan
menghilangkan air, tetapi akan mendapat kesulitan dalam memproduksikan
minyak.
Pada keadaan sebaliknya, bila surfaktan merubah matriks yang alami oil
wet menjadi water wet maka water block lebih sulit dihilangkan, tetapi lebih

mudah memproduksikan minyak. Kondisi optimum akan dicapai dengan


penggunaan water wetting surfactant untuk mengurangi tegangan permukaan
larutan air dan mempertahankan kondisi water wet matriks formasi. Dengan
demikian maka waktu yang diperlukan untuk menghilangkan water block akan
minimal dan sekaligus memaksimalkan permeabilitas relatif terhadap minyak.
Minyak mungkin telah ditreatment dengan surfaktan pada saat mulai
sumur diproduksikan untuk memecah emulsi atau memisahkan air. Surfaktan ini
dapat membuat crude menjadi tidak kompatibel dengan crude alaminya.
Secara teoritis crude yang diproduksikan langsung dari formasi bila digunakan
sebagai fluida kerja ulang, crude tersebut mungkin tidak lagi kompatibel karena
crude terproduksi tersebut telah kehilangan sebagian fraksi ringannya, telah
mengalami oksidasi, dan mengkin mengandung beberapa aditif yang dapat
menyebabkan pengendapan aspal, resin atau menyebabkan formasi menjadi oil
wet.
Surfaktan
Surfaktan sering ditambahkan pada fluida komplesi ataupun fluida kerja
ulang untuk mengurangi potensi yang berhubungan dengan water blocking, oil
wetting dan emulsi. Surfaktan adalah bahan surface active yang menurunkan
tegangan permukaan dan tegangan antar muka dari fluida dan mengontrol
wettabilitas matriks untuk membantu mencegah terjadinya ketiga masalah di atas.
Surfaktan tidak boleh digunakan tanpa uji coba lebih dahulu karena dapat
menyebabkan kerusakan formasi makin parah.
Tertutupnya pori batuan akibat tekanan pada saat stimulasi sehingga
butiran tertekan dan menutupi pori-pori batuan. Surfaktan, reaktan dan fluida yang
lain yang digunakan untuk stimulasi dapat bereaksi dengan batuan formasi dan
membentuk endapan yang akan menyumbat aliran fluida produksi karena
permeabilitas batuan tersumbat.

Anda mungkin juga menyukai