Anda di halaman 1dari 27

Hole Problem

TUJUAN

Mengerti Penyebab Ketidakstabilan Dalam Sumur Pemboran


Mengerti Dasar-Dasar Kerusakan Formasi
Porositas Batuan
Permeabilitas Tekanan Kapiler & Kebasahan Batuan
Skin Effect

Mengetahui Penyebab-Penyebab
CaraPenanggulangannya

Dril-007 Hole Problem

Terjadinya

Lost

Circulation

dan

1. Ketidakstabilan Dinding Sumur Pemboran


Usaha memelihara kestabilan lubang bor sewaktu pemboran menembus
formasi shale, akan dipersulit dengan adanya masalah yang ditimbulkan oleh
sifat-sifat shale tersebut (shale problem), dalam hal ini terutama masalah clay
swelling didalamnya. Clay swelling bersama dengan sifat-sifat shale yang lainnya
(dispersi dan lain- lainnya) menimbulkan masalah yang bervariasi yang
dilukiskan sebagai sloughing shale, heaving shale, running shale, gas bearing
shale dan pressure shale, pada umumnya secara geografis terbatas pada daerah
geologi yang berumur lebih tua dari Recent. Mud making shale atau shale yang
dapat menghidrate adalah jenis yang dapat menimbulkan pembesaran lubang
bor bila terjadi interaksi secara kimia dengan fluida pemboran, ini terjadi bila
didalamnya terkandung bentonitic shale yang sedikit atau dapat menghidrat
seperti seperti illite, chlorit atau caolinitic secara kimiawi hanya sedikit
dipengaruhi oleh lumpur pemboran.
Semua masalah shale yang dapat menimbulkan ketidakstabilan lubang
bor di atas adalah disebabkan oleh faktor fisika, kimia atau mekanis atau
gabungan dari faktor-faktor tersebut. Yang sering terjadi adalah gabungan dari
dua atau tiga faktor bersama-sama. Dalam hubungannya dengan swelling
(interaksi antara fluida pemboran dalam hal ini adalah filtrat air dengan clay
yang swelling ), faktor kimia sangat menonjol, dan yang paling umum terjadi
pada formasi shale yang mengandung kimia clay yang menghidrat (mineral non
morillonite misalnya bentonit), dimana formasi akan menghidrat filtrat lumpur
sehingga terjadi swelling diikuti gugurnya formasi ke dalam lubang bor. Keadaan
ini membahayakan karena akan menaikkan jumlah padatan dalam lumpur,
menimbulkan penyumbatan lubang bor, dan lebih jauh lagi akan menyebabkan
terjepitnya drill pipe (drill pipe sticking). Gugurnya formasi setelah terjadinya
swelling akan dipercepat oleh adanya aksi mekanis alat-alat bor seperti
perputaran drill string. Kejadian ini terutama disebabkan oleh perputarannya
yang akan konsentris.
Seperti telah kita ketahui pada bab sebelumnya, bahwa clay yang
mengalami swelling, pada batas tertentu akan mengalami dispersi.
Terdispersinya clay (yang terdistribusi dalam formasi shale) dalam lumpur
pemboran, secara tidak terkendali akan menaikkan kadar padatan dalam lumpur
dengan densitas yang rendah, sedangkan viscositasnya meningkat, sehingga
akan memperbesar kehilangan tekanan (pressure loss), dan ini akan
mengakibatkan turunnya laju pemboran. Keadaannya akan lebih buruk lagi
apabila rangkaian pipa bor terjepit (drill pipe sticking) dikarenakan terlalu
banyaknya partikel clay terdispersi dalam lumpur yang pemboran tidak
terangkat oleh sirkulasi lumpur ke permukaan.
Pada saat sedimentasi air terjebak dalam formasi shale akan mengalami
hidrasi, dengan demikian proses kompaksi tidak berlangsung secara normal,
tidak semua air yang terperas dialirkan melalui media yang porous, melainkan
sebagian masih terjebak diantara butiran-butiran dalam tubuh formasi, sehingga
tekanan pori-pori dalam tubuh formasi shale tersebut masih tetap tinggi, bahkan
bila ada gas terlarut masih tetap tinggi, bahkan bila gas terlarut dalam pori-pori
tersebut maka tekanannya akan mendekati tekanan overburden.

Dril-007 Hole Problem

2. Formation Damage
Terjadinya invasi mud filtrat ke dalam formasi produktif yang mengandung
clay (formasi shale atau formasi dirty sands dengan kandungan claynya lebih
tinggi) akan mengakibatkan terjadinya hidrasi air filtrat oleh clay sehingga
terjadi pembengkakan (swelling) dari partikel-partikel clay tersebut. Keadaan
tersebut mengakibatkan well bore damage (formation damage), yaitu
pengurangan permeabilitas dari formasi produktif disebabkan berubahnya sifatsifat fisik batuan reservoir karena swelling tadi di daerah formasi produktif.

2.1. Perubahan Pada Sifat-Sifat Fisik Batuan Reservoir


Pembentukan mud cake yang tipis dan kuat dengan permeabilitas
yang rendah pada dinding lubang bor, adalah merupakan salah satu fungsi
lumpur pemboran yang penting. Pembentukan mud cake yang terlalu tebal
pada dinding lubang bor akan mempersempit ruang gerak bahkan
terjepitnya drill string. Mud cake yang terlalu tebal ini tergantung dari
keberesan fungsi lumpur terutama dipengaruhi kondisi sifat-sifat dari batuan
reservoir. Tetapi dalam hal ini akan ditekankan pada pengaruh invasi mud
filtratnya terhadap sifat-sifat (batuan) reservoir terutama :
a. Porositas batuan
Seperti telah kita ketahui bahwa formasi mempunyai permeabilitas dan
lumpur pemboran memiliki sifat filtration loss, maka terjadi invasi mud
filtrat, dimana fasa cair dari lumpur akan tersaring masuk ke dalam
formasi yang permeabel di sekitar lubang bor tadi, sedangkan padatan
lumpur (mud solids) tertinggal dan akan membentuk mud cake pada
dinding lubang sumur bor. Sketsa dari invasi mud filtrat ke dalam formasi
permeabel ini dapat kita lihat pada (Gambar 1).

Gambar 1. Invasi Mud Filtrat Ke Dalam Formasi Melalui Dinding


Sumur Yang Permeabel.

17)

Apabila mud filtratnya adalah air (dari water base mud) dan formasinya
mengandung clay yang menghidrate (formasi shale atau formasi dirty
sands), maka akan terjadi hidrasi dan swelling (pembengkakan) dari
partikel clay tadi sehingga menyebabkan berkurangnya ruang pori-pori
Dril-007 Hole Problem

mula-mula dari batuan reservoir, seperti yang kita lihat pada (Gambar 2),
dimana didalam formasi yang bersangkutan terdistribusi material clay
yang dapat mengembang (material expandable clays).

Gambar 2. Pengecilan ruang pori-pori batuan akibat swelling clay. 17)


Dengan mengecilnya pori-pori batuan tadi maka akan mengakibatkan
mengecilnya porositas batuan tersebut.
b. Saturasi, permeabilitas, tekanan kapiler dan sifat kebasahan batuan.
Seperti telah dibicarakan diatas, bahwa dengan terjadinya swelling clay
di dalam formasi, maka akan terjadi penyumbatan ruang pori-pori batuan
dalam formasi tersebut, sehingga akan menyebabkan terhambatnya
aliran fluida melalui media berpori tadi. Sebagaimana diketahui bahwa
permeabilitas suatu batuan reservoir adalah merupakan ukuran
kemampuan batuan tersebut untuk mengalirkan fluida melalui media
berpori yang saling berhubungan di dalamnya.
Pengaruh porositas terhadap aliran fluida di dalam media berpori tidak
langsung, tetapi porositas akan mempengaruhi harga permeabilitas.
Pada umumnya untuk suatu lapangan dengan formasi sand stone dalam
suatu lapisan, sering didapatkan hubungan yang linier antara log
permeabilitas dan porositas seperti, pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan permeabilitas dengan Porositas Batuan. 17)


Adanya material clay yang expandable dalam batuan reservoir dapat
memperkecil porositas batuan tersebut. Dari hubungan di atas dapat
dilihat bahwa dengan mengecilnya porositas maka permeabilitas akan

Dril-007 Hole Problem

turun, dan ini tidak dikehendaki, sebab dengan mengecilnya


permeabilitas efektif minyak maka produktivitasnya akan turun.
Saturasi fluida dalam media berpori adalah persentase volume fluida
tersebut terhadap volume ruang pori-pori. Adanya material clay yang
menghidrat "irreducible water saturation". Saturasi air yang terikat oleh
material clay ini merupakan karakteristik formasi shaly sands. Keadaan
tersebut dapat ditunjukkan dalam (Gambar 4).
Persentase air yang terikat tadi sebesar dari ruang pori-pori sehingga
bila dijumlahkan dengan Swi (ireducible water saturation) mula-mula
menjadi total non movable water saturation (Swnm) sebesar :

wnm

S wi h

clean sand

Gambar 4. Hidrasi air oleh partikel clay pada formasi shaly sands 17).
Dengan terpengaruhnya harga saturasi oleh adanya hidrasi clay, maka
"Performance" saturasi terhadap aliran fluida juga akan berubah. Terjadinya
clay swelling juga akan mempengaruhi tekanan kapiler, dimana
pembengkakan partikel clay yang memperkecil jari-jari ruang pori-pori
mengakibatkan turunnya permeabilitas. Dengan demikian tekanan kapiler
akan meningkat, karena hubungannya berbanding terbalik dengan jari-jari
ruang pori-pori sehingga akan menghambat pergerakan fluida yang
terkandung di dalam media berpori tersebut.
Secara tidak langsung, terjadinya clay swelling di dalam formasi juga
akan mempengaruhi sifat kebasahan (wettability) batuan, karena
hubungannya merupakan fungsi dari tekanan kapiler dan permeabilitas
batuan tadi.
Tentang perubahan harga saturasi dan permeabilitas batuan akibat
adanya invasi mud filtrat ke dalam formasi produktif, dapat kita lihat dari
data testing pengaruh lumpur pemboran terhadap kerusakan formasi
(formation damage) pada formasi "Steven sand Paloma Field USA", seperti
yang ditunjukan pada (Tabel 1).
Dari Tabel 1. dapat kita lihat :
1. Efek invasi filtrat dari lumpur fresh water, starch menimbulkan
kerusakan yang cukup besar terhadap formasi, dimana interstitial
water naik dari 34,5 % menjadi 45,3 %, sedangkan permeabilitas
minyak turun dari 100 % menjadi 30 %.

Dril-007 Hole Problem

2. Pemakaian calcium chlorida mud memberikan efek perbaikan formasi,


dimana interstitial turun dari 32,3% menjadi 25,7 %, sedangkan
permeabilitas minyak naik dari 100 % menjadi 110 %.
3. Efek dari invasi oil base mud menurunkan interstitial water dari 25,2%
menjadi 24,9 %, sedangkan permeabilitas minyak tetap; jadi tidak
menimbulkan kerusakan formasi.
4. Penggunaan jenis lumpur lainnya ternyata menimbulkan kerusakan
formasi, ini dapat dilihat dari penurunan permeabilitas minyak.

Tabel 1. Efek invasi filtrat terhadap permeabilitas minyak pada


lapangan Paloma USA12)

Kedalaman invasi mud filtrat ke dalam formasi telah dibicarakan


dalam bab sebelumnya (mengenai filtration dinamik), tetapi selain itu jarak
invasi mud filtrat dapat diketahui secara kualitatif dari porositas formasi.
Porositas yang kecil pada suatu tempat menunjukkan jarak invasi mud filtrat
ke dalam formasi tersebut. Gambar 5 menunjukan distribusi fluida secara
kualitatif setelah terjadi invasi mud filtrat di sekitar lubang bor.

Gambar 5. Distribusi Radial Fluida Di Sekitar Lubang Bor Sesudah


Invasi Mud Filtrat (kualitatif)17)
Luas daerah invasi mud filtrat di sekitar lubang bor tergantung dari
karakteristik filtrasi lumpur, tekanan differensial antara formasi dengan

Dril-007 Hole Problem

lubang bor (tekanan hidrostatik), lama kontak lumpur pemboran dengan


dinding lubang bor serta karakteristik batuan dalam formasi. Gambar 6
menunjukan kondisi di sekitar lubang bor sesudah terjadinya invasi mud
filtrat ke dalam formasi.

Gambar 6. Penampang horizontal melalui lapisan (oil bearing)


permeabel, (Sw 60%)17)

2.2. Skin Effect


Pada pembahasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa akibat adanya
invasi mud filtrat ke dalam formasi dapat menimbulkan kerusakan dalam
formasi tersebut. Kedalam invasi tersebut akan menentukan luas daerah
formasi yang mengalami damage ini relatif tipis (hanya di sekitar lubang bor)
dibandingkan dengan luas keseluruhan formasi (sehingga dengan alasan ini
maka formation damage disebut juga sebagai skin effect), tetapi ia cukup
berpengaruh terhadap kelancaran operasi teknik reservoir, yaitu terhadap
recovery.

Hidrasi filtrat lumpur (air) oleh mineral clay yang terdistribusi di


dalam formasi (sehingga terjadi swelling) adalah salah satu sebab
terjadinya skin effect. Sebab lain adalah karena adanya invasi mud
solids ke dalam formasi. Tetapi pada hakekatnya skin effect ini
disebabkan oleh adanya invasi liquid sendiri ke dalam formasi, selain
dapat menimbulkan terjadinya swelling akibat lain yang erat
hubungannya dengan terjadinya skin effect adalah:
1. Terbentuknya endapan garam, parafin (wax) yang menimbulkan akibat
yang sama dengan akibat adanya invasi solids ke dalam formasi.
2. Terbentuknya emulsi dengan fluida formasi yang ada sehingga
mengakibatkan kenaikan viskositas sistem fluida keseluruhan, dan ini
dapat menimbulkan "Capillary blocking".
Invasi keseluruhan filtrat juga dapat mempengaruhi (mengubah)
resistivity formasi sesuai dengan jarak invasinya (mempengaruhi kurva
electric logging).

Dril-007 Hole Problem

Besar kecilnya skin effect pada zona damage tersebut dinyatakan


dengan skin effect factor, dimana ini dinyatakan dengan notasi "S". Untuk
pembahasan selanjutnya mengenai skin effect ini, kita lihat Gambar 7 yang
menunjukkan penampang horizontal sekitar lubang bor yang mengalami
pengubahan akibat invasi mud filtrat ke dalam formasi.

dimana :
ke = Permeabilitas undamage reservoir
ka = Permeabilitas zonal damage (altered zone)
ra = Jari-jari zonal damage

Pe = Tekanan pada batas pengurasan


Pw = Tekanan pada batas sumur
q = Rate aliran ke lubang sumur

Gambar 7. Sketsa ideal sekitar daerah pengurasan sumur 17)

Menurut Everdingen dan Hurst besarnya harga skin factor "S" adalah :

ra
ke
1 ln
rb .........................................................................(1)
ka

Dimana harga "S" menunjukkan kondisi (kerusakan) sekitar lubang bor


yang dipe-ngaruhi langsung oleh harga permeabilitas sesudah dan sebelum
ada gangguan.
Persamaan standar untuk menentukan besar skin factor "S" ini dapat
ditentukan dari hasil Pressure Build Up Test , yaitu sebagai berikut:

P1 jam Pwf

ko

S 1.151
log
2
m
Crw 3.23


.................................(2)
dimana :
P1 jam = Tekanan setelah satu jam test, psi
m
= Kemiringan kurva build up test

= Porositas, fraksi

= Permeabilitas, md
= Viscositas, cp
Dril-007 Hole Problem

C
rw

= Compressibilitas batuan ,psi-1


= Jari-jari lubang sumur, ft

Dari persamaan itu juga dapat kita mengetahui, bila harga :


S > 0 berarti ada kerusakan Ka < Ke
S = 0 berarti tidak ada kerusakan Ka = Ke
S < 0 berarti ada perbaikan Ka > Ke
Kurva pressure build up test menetukan P skin dapat kita lihat pada
(Gambar 8) sedangkan (Gambar 9) menunjukan pola aliran radial fliuda
dalam reservoir.

Gambar 5.8. Kurva dari PBU test untuk menentukan harga skin

Gambar 9. Pola aliran radial fluida reservoir.17)

Harga dari P skin dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Pskin = 0.87( S )( m ) ...................................................................(3)

Dril-007 Hole Problem

Dimana m adalah kemiringan kurva build up test, ditentukan dari


persamaan berikut :

162.6qo o Bo
ko h
.........................................................................(4)
dimana

q o = Laju produksi minyak, BPD


= Viskositas minyak, cp
Bo = Formation volume factor, BPD/STB
k o = Permeabiltas minyak, mD
h = Ketebalan formasi produktif, ft
sedangkan P skin sendiri didefinisikan sebagai pressure drop pada
zona damage, psi. Sebagai fungsi langsung dari harga skin effect tadi maka
harga Pskin dapat ditentukan dengan persamaan :

Pskin S

141.46qo o Bo
ko h
...............................................................(5)

Dimana semua satuan dinyatakan dalam Darcy unit, dengan K adalah


permeabilitas rata-rata. Dengan demikian maka distribusi tekanan dalam
reservoir setelah terjadinya skin effect dapat ditunjukkan oleh Gambar 10.

Gambar 10. Distribusi tekanan dalam resevoir setelah terjadinya skin


effect.17)
Dengan adanya skin effect, juga akan menyebabkan turunnya
productivity ratio. Productivity ratio merupakan perbandingan antara rate
aliran sesudah dan sebelum adanya skin effect. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Productivity index adalah perbandingan antara rate aliran produksi
dengan draw-down pressure (tekanan differensial antara tekanan statik dan

10

Dril-007 Hole Problem

tekanan alir sumur,


sebelumnya adalah:

= Ps Pwf ),

draw-down

PI.

Productivity

indeks

q
Ps Pwf .......................................................................(6)

PI actual

Sedangkan productivity indeks setelah adanya skin effect adalah:

PI ideal

q
Ps Pwf Pskin ............................................................(7)

Dengan demikian maka productivity ratio adalah :

PR

PI actual Ps Pwf Ps

PI ideal
Ps Pwf
......................................................(8)

Turunnya harga productivity indeks ini dapat pula dihitung dengan


persamaan:

PI
PI mula mula

k o / o Bo
ln re / ra k e / k a ln ra / rw ..........................................(9)

dengan demikian maka productivity ratio dapat dihitung dengan


persamaan:

PR

k avg
ko

ln re / rw
ln re / ra k e / k a ln ra / rw ...........................................(10)

dimana

k avg

= Permeabilitas formasi dengan adanya skin effects.

ke

= Permeabilitas mula-mula

ka

=Permeabilitas zona damage

ra

= Jari-jari zone damage

rw

= Jari-jari sumur

Dril-007 Hole Problem

11

3. Penyebab Lost Circulation Dan Cara Penanggulangannya

Sebagaimana diketahui lost circulation adalah hilangnya semua atau


sebagian lumpur dalam sirkulasinya dan masuk ke formasi. Berdasarkan keadaan
ini lost circulation dapat dibagi dua, yaitu:
Partial Lost
Total Lost
Partial Lost adalah bila lumpur yang hilang hanya sebagian saja, dan
masih ada lumpur yang mengalir ke permukaan. Sedangkan total lost adalah
hilangnya seluruh lumpur dan masuk kedalam formasi. Adanya lost dapat
diketahui dari flow sensor, dan berkurangnya jumlah lumpur dalam mud pit.

3.1. Penyebab Lost Circulation


Penyebab lost circulation adalah adanya celah terbuka yang cukup
besar di dalam lubang bor, yang memungkinkan lumpur untuk mengalir
kedalam formasi, dan tekanan didalam lubang lebih besar dari tekanan
formasi. Celah tersebut dapat terjadi secara alami dalam formasi yang
cavernous, fracture, fissure, unconsolidate, atau tekanan yang terlalu besar.

3.1.1. Formasi Natural Yang Dapat Menyebabkan Lost


Walau formasi yang menyebabkan lost ciculation tidak diketahui
secara nyata, namun dapat dipastikan bahwa formasi tersebut mesti
berisi lubang pori yang lebih besar dari ukuran partikel lumpur. Hal ini
ditunjukkan dalam banyak kasus bahwa phase solid dari lumpur tidak
akan masuk ke pori dari formasi yang terdiri dari clay, shale, dan sand
dengan permeabilitas normal.
Formasi yang mempunyai formasi alami cukup besar untuk
mengalirkan lumpur adalah:
a. Coarse dan Gravel yang mempunyai variasi permeabilitas
Studi menunjukkan bahwa formasi memerlukan permeabilitas
yang tinggi untuk dimasuki lumpur. Permeabilitas yang tinggi ini
dapat terjadi pada shallow sand dan lapisan gravel. Formasi yang
tidak berkonsolidasi dengan baik, dapat menyebabkan keguguran
dinding sumur yang membentuk gua-gua.
Hal ini dapat terjadi karena tekanan overburden atau berat rig
(Gambar 11).

12

Dril-007 Hole Problem

Gambar 11. Coarse dan Gravel Sebagai Zona Lost17)


b. Breksiasi
Breksiasi terjadi karena adanya earth stress yang menghasilkan
rekahan. Rekahan yang terjadi dapat menyebabkan lost
circulation. Gambar 5.12 menunjukkan rekahan yang ditimbulkan
oleh breksiasi.

Gambar 15. Dimensi Rekahan Akibat Breksiasi17)


c. Cavernous atau vugular formation
Pada prinsipnya zone cavernous atau vugular terjadi pada
formasi limestone. Pada formasi limestone, vugs dihasilkan oleh
aliran yang kontinu dari air alami, yang menghancurkan bagian
dari matriks batuan menjadi encer dan larut. Ketika formasi ini
ditembus, lumpur akan hilang ke formasi dengan cepat. Volume
lumpur yang hilang tergantung pada derajat vug yang saling
berhubungan. Sedangkan cavernous dapat terjadi karena
pendinginan magma (Gambar 13)

Dril-007 Hole Problem

13

Gambar 13. Cavernous dan Vugs Sebagai Zona Lost17)


d.. Cracked dan fracture
Lost Circulation dapat juga terjadi pada sumur yang tidak
mengandung zona coarse yang permeabel atau formasi yang
cavernous. Loss seperti ini mungkin terjadi karena adanya
cracked atau fracture yang dapat terjadi secara alami, atau
adanya tekanan hidrostatik lumpur yang terlalu besar (Gambar
14).

Gambar 14.Fracture Horizontal Sebagai Zona Lost

14

Dril-007 Hole Problem

Selain itu, lost circulation dapat terjadi pada depleted zone.


Depleted sand sangat potensial untuk terjadinya lost. Formasi produksi
dalam lapangan yang sama dapat menyebabkan tekanan subnormal
akibat produksi dari fluida formasi. Dalam kasus ini, berat lumpur yang
diperlukan untuk mengontrol tekanan formasi yang lebih dangkal,
mungkin terlalu tinggi untuk lapisan sand dibawahnya. Akibatnya
lapisan sand menjadi rekah dan akan dimasuki lumpur. Kasus seperti
ini sering dijumpai pada pemboran sumur pengembangan, dimana
tekanan formasi telah turun akibat sumur-sumur yang telah ada sudah
lama berproduksi (Gambar 15).

Gambar 15. Depleted Zones

3.1.2. Lost Circulation Karena Tekanan


Selain karena adanya formasi natural yang dapat menyebabkan
lost, lost circulation dapat juga terjadi karena kesalahan yang
dilakukan pada saat opersi pemboran yang berkaitan dengan tekanan,
misalnya:
a. Memasang intermediate casing pada tempat yang salah
Jika casing dipasang di atas zona transisi antara zona yang
bertekanan normal dengan zona yang bertekanan tidak normal,
maka diperlukan lumpur yang berat untuk mengimbangi tekanan
yang abnormal. Lumpur yang berat ini dapat memecahkan
formasi.
b. Pelanggaran downhole pressure
Pelanggaran downhole pressure yang sering dilakukan adalah:
o Mengangkat atau menurunkan pipa yang terlalu cepat.
o Pipe whipping
o Sloughing shale
o Peningkatan tekanan pompa yang terlalu cepat.
o Lumpur yang terlalu berat.

3.2. Penanggulangan Lost Circulation


Lost circulation dapat menimbulkan beberapa masalah dan kerugian,
misalnya:

Dril-007 Hole Problem

15

Hilangnya lumpur.
Bahaya terjepitnya pipa.
Formation demage.
Kehilangan waktu.
Tidak diperolehnya cutting untuk sample log.
Penurunan permukaan lumpur dapat menyebabkan blowout pada
formasi berikutnya.

Untuk menghindari masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya


lost circulation, maka lost circulation harus dicegah atau ditanggulangi bila
sudah terjadi. Beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk
menanggulangi lost circulation adalah:

3.2.1. Mengurangi tekanan pompa


Terjadinya lost circulation dapat diketahui dari flow sensor, atau
berkurangnya lumpur di mud pit. Bila berat lumpur normal dan
tekanan abnormal bukanlah faktor penyebab, langkah pertama dan
paling mudah dilakukan adalah mengatur tekanan pompa dan berat
lumpur.
Tekanan sirkulasi lumpur berkisar antara 900 psi sampai 3000
psi. Fungsi dari tekanan ini adalah untuk menanggulangi kehilangan
tekanan selama pengaliran lumpur. Tekanan total pada dasar lubang
adalah besarnya tekanan permukaan ditambah dengan tekanan
tekanan kolom lumpur, dan dikurangi dengan kehilangan tekanan
untuk mensirkulasikan lumpur dalam pipa bor dari permukaan sampai
dasar. Misalnya tekanan permukaan sebesar 1500 psi. Bila 70%
kehilangan tekanan untuk sirkulasi lumpur dari atas sampai dasar pipa
bor termasuk pahat, dan tekanan kolom lumpur seimbang dengan
tekanan formasi, maka perbedaaan tekanan antara lumpur dengan
fluida formasi adalah 450 psi (30% x 1500 psi), sehingga tekanan
dasar lubang adalah tekanan hidrostatik lumpur 450 psi. Pada saat lost
circulation terjadi, semakin besar perbedaan tekanan, semakin banyak
lumpur yang hilang. Untuk itu bila lost circulation terjadi, tekanan
pompa harus dikurangi sebesar mungkin tanpa mengurangi laju
sirkulasi lumpur. Karena pengurangan tekanan ini akan mengurangi
differensial pressure antara lumpur dan fluida formasi.
Misalnya pada contoh diatas, bila tekanan permukaan dikurangi
sampai 700 psi, maka perbedaan tekanan yang terjadi antara lumpur
dan fluida formasi hanya 210 psi. Penurunan ini tentunya akan
mengurangi banyaknya lumpur yang hilang ke formasi. Keuntungan
dari metode ini adalah dapat dilakukan dengan cepat.

3.2.2. Mengurangi berat lumpur


Salah satu fungsi lumpur pemboran adalah untuk mengimbangi
tekanan formasi. Semakin besar berat lumpur, semakin besar
differensial pressure antara kolom lumpur dan formasi. Lumpur yang
terlalu berat dapat menyebabkan pecahnya formasi. Jika lost
circulation terjadi pada zona yang normal, laju aliran yang hilang
adalah fungsi differensial pressure. Pengurangan berat lumpur akan
mengurangi differensial pressure antara lumpur dan fluida formasi,
sehingga aliran lumpur yang hilang akan menurun.

3.2.3. Menaikkan Viskositas dan Gel Strength

16

Dril-007 Hole Problem

Pada shallow depth, lost circulation umumnya disebabkan oleh


formasi yang porous yang terdiri dari coarse, gravel atau cavernous.
Peningkatan viskositas dan gel strength akan membantu memecahkan
masalah ini. Ketika lost terjadi, pola aliran fluida pada lubang bor tidak
diketahui. Jika formasi yang porous terdiri dari lapisan sand, gravel,
cavernous dalam sebuah permukaan horizontal yang datar sebagai
hasil pengangkatan dari tekanan overburden, pola alirannya adalah
radial. Jika porositas berupa fissures atau fractures, atau formasi
dipecahkan pada bidang vertikal, pola alirannya adalah numerous
channels. Dalam kasus ini pola aliran adalah antara aliran radial dan
tubular.
Untuk aliran radial Muskat telah merumuskan:

2kh Pw Pf

ln Rw / R f

.........................................................(11)

dimana :

= Laju Volume, bbl/dt

h
k
Pw
Pf

= Tinggi lapisan, ft
= Permeabilitas, md
= Tekanan lubang bor, psi
= Tekanan radius efektif, psi

Rw

= Radius lubang bor, pft

Rf

= Radius efektif lubang bor


= Viskositas fluida, cp

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan


viskositas fluida pemboran akan menurunkan volume lumpur yang
hilang ke formasi.

3.2.4. Mengurangi Tekanan Surge Lubang Bor


Tekanan surge dihasilkan dari penurunan pipa kedalam lubang
bor yang terlalu cepat. Kondisi ini dapat memecahkan formasi. Untuk
itu drill string mesti diturunkan dengan lambat untuk mengurangi
tekanan surge yang dapat memecahkan formasi.

3.2.5. Sealing Agent


Bila beberapa metode yang diuraikan sebelumnya gagal untuk
me-ngatasi lost, biasanya ditambahkan Lost Circulation Material (LCM),
bahan pengurang kehilangan lumpur.
Ada tiga cara additive LCM untuk mengatasi masalah lost circulation, yaitu:
1. Menjaga agar tidak terjadi rekahan akibat penyemenan.
Dalam hal ini tekanan hidrostatik harus kecil. LCM jenis ini
antara lain adalah extenders.
2. Mengatasi lost circulation dengan menempatkan material
yang mampu menahan hilangnya semen/sumur. Material ini
antara lain granular, flake dan fibrous.
3. Kombinasi dari kedua cara diatas.
Menurut CHILINGARIAN, 1983, tipe granular adalah jenis LCM
yang sangat baik digunakan. Namun demikian, untuk lebar rekahan

Dril-007 Hole Problem

17

yang lebih dari 0,22 inch material ini tidak berguna lagi. Penggunaan
bahan plug yang dapat terhidrasi dengan cepat jika bercampur
dengan air atau water base mud, seperti bentonit + diesel oil (BDO)
akan memberikan efektivitas penyumbatan yang baik.

Bentonit Diesel Oil (BDO) termasuk penyumbatan jenis


lunak dan biasanya digunakan untuk mengatasi hilangnya
lumpur yang disebabkan rusaknya formasi akibat fluida
pemboran. Lumpur (water base mud) + BDO dicampur dengan
perbandingan 1:3 sebelum dipompakan dalam zone hilang
lumpur melalui rangkaian pipa bor.
Gambar 16 menunjukkan pengaruh jumlah lumpur (persen
volume) yang digunakan terhadap yield strength mempunyai
harga yang maksimum.
Polymer plug digunakan baik untuk menyumbat zona
lumpur pada rekahan yang disebabkan operasi pemboran
maupun rekahan alami. Campuran polymer bentonit 10:90 dapat
mengembang, baik menggunakan air tawar maupun air asin,
membentuk suatu jaringan yang dapat menyumbat zona hilang
lumpur.

Gambar 16. Pengaruh persentase lumpur pada M+BDO terhadap


Yield strength

3.2.6. Cement plug


Penggunaan semen untuk mengatasi hilang lumpur terutama
didaerah yang banyak mengandung gerowong (vuggy) sebagaimana
terdapat pada formasi karbonat merupakan langkah terakhir dimana
hilang lumpur yang terjadi sudah tidak dapat diatasi dengan lumpur.

18

Dril-007 Hole Problem

Cement plug adalah material (semen) yang dipompa ke dalam


zone yang porous, dengan harapan bahwa material akan menutup pori
dengan membentuk plastik yang kuat atau solid. Cement plug
biasanya tidak cukup hanya dilakukan sekali, tetapi harus berkali-kali.
Sebenarnya Cement plug sangat efektif untuk menutup ruang pori.
Hanya saja penggunaan cement plug ini menimbulkan kendala karena
semen lebih keras dari formasi, yang tentunya akan menurunkan laju
penembusan.
Semen yang akan digunakan pada sumur-sumur minyak
biasanya ditambahkan suatu aditif untuk mendapatkan karakteristik
semen yang sesuai de ngan kebutuhan. Berikut ini adalah jenis-jenis
aditif yang biasanya digunakan:
a. Accelerator
Thickening time bubur semen (cement slurry) portland
tergantung pada temperatur dan tekanan, sesuai dengan
kekuatan tekanan (compressive strength) dari semen tersebut,
yang juga tergantung pada temperatur dan tekanan. Suatu saat
additive accelerator dapat ditambahkan untuk mempercepat
tercapainya thickening time sehingga semen mempunyai
kekuatan tekan yang mampu menahan beban uji sebesar 500
psi.
Mekanisme acceleration didalam bubur semen sehingga saat ini
belum dipahami secara seluruhnya. Akan tetapi suatu studi telah
menemukan pengaruh dari CaCl 2 terhadap laju hidrasi dan
pengembangan kekuatan tekan yang lebih dini. Kesimpulan
umum dari studi ini adalah bahwa acceleration seperti CaCl 2 tidak
menyatu
dengan
produk
hidrasi
baru
tetapi
hanya
mempengaruhi laju hidrasi dimana semen tersebut ditempatkan.
Dengan kata lain CaCl2 mempercepat pembentukan Ca(OH)5.
Kondo et all, telah menemukan mekanisme tersebut berdasarkan
laju difusi dari Alkalikhlorida melalui selaput tipis semen portland
ke dalam larutan kalsium hidroksida. Hasil studi menunjukkan
bahwa laju difusi ion-ion Cl - adalah empat kali lebih cepat
daripada kation alkali. Hal ini berarti bahwa pada dasarnya
penetralan elektrik dijaga oleh difusi ion OH - dari larutan Ca(OH)5.
b. Retarder
Retarder adalah zat kimia yang digunakan untuk memperlambat
setting semen (kebalikan dari accelerator), yang diperlukan untuk
mendapatkan waktu yang cukup dalam penempatan semen.
Retarder yang tersedia dipasaran antar lain : salt (D44),
lignosulfonate dan turunannya (D13, D81, D800, dan D801,
turunan sellulosa (D8), dan polyhydroxy organik acid dan sugar
additive (D25, D109).
c. Dispersant
Dispersant biasanya digunakan untuk mengontrol rheologi bubur
semen agar pada pemompaan yang rendah menghasilkan aliran
turbulen. Hal ini diperlukan untuk mengangkat sisa-sisa lumpur
yang masih terdapat dalam kolom annulus. Selain itu dispersant
juga dapat menurunkan kadar air dalam semen, sehingga akan
menaikkan kekuatan semen tersebut.
d. Extenders

Dril-007 Hole Problem

19

Extenders digunakan untuk menurunkan densitas bubur semen,


sehingga tekanan hidrostatik dasar sumur relatif lebih kecil
selama penyemenan. Selain itu, extanders dapat menaikkan
yield bubur semen. Material yang termasuk extenders antara lain
bentonit, D-75, silicates, litepi D-124 dan lain-lain.
e. Zat Pemberat
Zat pemberat digunakan untuk menjaga tekanan hidrostatik,
agar tekanan pori yang tinggi dapat diimbangi. Pada kondisi
demikian biasanya berat lumpur yang digunakan berkisar antara
18 - 18,5 lb/gal. Material yang termasuk zat pemberat antara lain
ilmenite, hematite, dan barite.

3.2.6.1. Penyemenan Multi Stage


Penyemenan banyak tahap diperlukan untuk menghindari
hilangnya semen ke dalam formasi Karbonate yang banyak
mengandung rekahan. Gambar 3.17 menunjukkan skema
kedudukan semen untuk mengurangi hilangnya semen ke dalam
rekahan. Tahap awal dari penyemenen dengan teknik ini
biasanya dirancang sebagaimana pada penyemenan satu tahap.
Semen dipompa dibawah melalui tubing dan naik melalui
annulus. Tahap selanjutnya semen dipompa melalui suatu special
port collar yang akan membuka jika tahap pertama telah selesai.

3.2.6.2. Semen Busa


Semen jenis ringan ini diperlukan terutama pada zonazona lunak untuk mengurangi kerusakan formasi lebih lanjut
akibat tekanan hidrostatik semen. Selain itu, jenis semen ini juga
sangat baik untuk zona yang banyak mengandung rekahan atau
gerowong.
Semen busa menggunakan gas N2 (Nitrogen) sebagai
extender yang berfungsi menurunkan densitas. Gelombang
Nitrogen di dalam bubur semen tidak akan pecah jika tekanan
hidrostatik naik. Gelembung-gelembung tersebut akan menyusut,
sehingga memerlukan tambahan konsentrasi nitrogen untuk
menjaga tekanan hirostatik.

20

Dril-007 Hole Problem

Gambar 17. Skema Kedudukan Penyemenan Multi Stage Untuk


Mengatasi Lost Circulation.
Ada beberapa kelebihan penggunaan semen busa ini
antara lain :
a). Penyemenan formasi lunak
Densitas semen bisa mencapai 7 lb/gal. Gambar 5.18
menunjukkan perubahan tekanan hidrostatik semen pada
semen busa. Hal ini sangat cocok untuk penyemenan
casing pada formasi lunak.
b). Mengatasi hilang sirkulasi
Gambar 5.19 menunjukan sifat thixotropic semen busa.
Sifat ini dapat mencegah hilangnya lumpur ke zona
gerowong karena semen mampu membentuk gel dalam
keadaan statik. Sifat thixotropic ini disebabkan adanya
campuran CaSO4 hemihydrate dan CaCl2 dengan semen
portland.

Dril-007 Hole Problem

21

Gambar 18. Tekanan hidrostatik semen dengan dan tanpa busa

Gambar 19. Sifat thixotropic semen busa.

3.2.6.3. Quick Setting Cement


Quick setting cement adalah jenis semen yang mempunyai
tingkat pengerasan yang sangat cepat. Semen ini umumnya
terdiri dari campuran semen portland dan gypsum dengan
perbandingan 5:95 sampai 15:85. Semen gypsum ini adalah jenis
semen dengan kekuatan yang tinggi dan setting semen yang
sangat cepat. Hal ini sangat berguna untuk menanggulangi
masalah hilang lumpur pada kedalaman yang relatif dangkal.
Semen ini mempunyai waktu setting sekitar 20-40 menit.

22

Dril-007 Hole Problem

3.2.6.4. High-filter-loss slurry squeeze (HFLSS)


Semen HFLSS sangat efektif untuk mengatasi masalah
hilang lumpur, baik partial lost atau total lost. Bahan- bahan
seperti attapulgite, serbuk gamping, LCM jenis granular (coarsa,
walnut), LCM fiber (kertas, nylon), dan LCM flake (cellophone)
ditambahkan kedalam bubur semen untuk kemudian dipompakan
ke dalam zona hilang melalui rangkaian pipa bor.

3.2.6.3. Down hole-mixed soft/hard pug (M+BDO2C)


Lumpur + minyak diesel, bentonit, dan semen (M+BDO2C)
digunakan untuk menanggulangi lost circulation total. Jenis
lumpur yang digunakan adalah water base mud. Sedangkan
komponen BDO2C terdiri dari 100 lb sak bentonit, 2x94 lb sak
semen portland dicampur dengan 26,5 gal minyak diesel.
Penambahan minyak diesel ditujukan agar bubur semen lebih
mudah untuk dipompa, mengingat bubur semen terdiri dari
padatan-padatan yang tersuspensi.

Pemilihan perbandingan bentonit terhadap semen


didasarkan pada karakteristik bubur semen yang
mempunyai kemampuan untuk membentuk gel jika
bercampur dengan lumpur, yang diperlukan untuk menutup
daerah hilang lumpur. Dalam keadaan statik, kekuatan
tekan akan berkembang sa-ngat cepat. Berdasarkan hal ini,
ditentukan suatu komposisi bentonit dan semen yang
optimum, yaitu pada perbandingan 1:5.
Gambar 20 menunjukkan pengaruh persentase
lumpur yang digunakan terhadap shear strength maksimum
yang dapat dicapai akan lebih besar. Sedangkan
penambahan Q-Broxin pada BDOC akan menurunkan
viskositas campuran yang mengakibatkan kecilnya shear
strength maksimum yang dapat dicapai.

Gambar 20. Pengaruh Persentase Lumpur Pada M+BDO2C Terhadap


Shear Strength.

3.2.6.7. Drilling blind


Dril-007 Hole Problem

23

Drilling blind adalah pemboran yang dilakukan secara


membabi buta, dimana sirkulasi lumpur tidak ada karena semua
lumpur hilang ke formasi. Fluida umumnya membawa cutting
masuk ke dalam zona loss, sehingga cutting ini dapat menutup
formasi. Drilling blind sangat bahaya karena cutting yang tidak
terangkat kepermukaan dapat menjepit pipa/stuck. Disamping itu
, tidak diperolehnya cutting di permukaan menyebabkan log
sample batuan tidak bisa dilakukan. Setelah zona lost dilalui,
perlu dipasang casing untuk menghindari terjadinya lost lebih
lanjut. Metode drilling blind biasanya dilakukan bila tekanan
normal, dan air tersedia dalam jumlah yang banyak.

3.2.6.8. Aerated drilling


Aerated drilling mud dilakukan dengan tujuan untuk
menurunkan densitas lumpur. Metoda ini sangat cocok
diterapkan untuk mengatasi lost circulation yang dijumpai pada
formasi yang cavernous, vug yang besar, khususnya pada bagian
atas lubang bor. Bila lumpur yang digunakan mempunyai kadar
solid yang rendah, dan tekanan formasi normal, mungkin tekanan
formasi telah cukup untuk menempatkan fluida formasi masuk
kedalam zona loss. Penanggulangan dengan semen sering kali
mengalami kegagalan karena ukuran pori yang terbuka cukup
besar dan adanya pengenceran dari campuran semen yang
terjadi. Dalam hal ini penambahan udara ke dalam fluida
pemboran biasanya dapat memecahkan masalah.
Metoda ini dilakukan dengan memompa campuran air dan
udara kedalam lubang. Jumlah air yang dipompa ke dalam lubang
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Setelah daerah vugular
dilewati, pipa dapat diset atau aerated water drilling dapat
diteruskan.

24

Dril-007 Hole Problem

DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN


ke

= Permeabilitas undamage reservoir

ka

= Permeabilitas zonal damage (altered zone)

ra

= Jari-jari zonal damage

Pe

= Tekanan pada batas pengurasan

Ps

= Tekanan reservoir

Pw
q

= Tekanan pada batas sumur


= Rate aliran ke lubang sumur

P1 jam = Tekanan setelah satu jam test, psi

= Kemiringan kurva build up test

= Permeabilitas, md
= Viscositas, Cp

C
rw

= Compressibillitas batuan ,psi-1

qo

= Porositas, fraksi

= Jari-jari lubang sumur, ft


= Laju produksi minyak, BPD
= Viskositas minyak, cp

Bo

= Formation volume factor, BPD/STB

ko

= Permeabiltas minyak, md

h
k avg

= Ketebalan formasi produktif, ft


= Permeabilitas formasi dengan adanya skin effects.

ke

= Permeabilitas mula-mula

ra

= Jari-jari zone damage

rw

= Jari-jari sumur

Dril-007 Hole Problem

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, N.J., "Drilling Engineering A Complete Well Planning Aproach", Company,Tulsa
Oklahoma.
2. Aguilera R., "Horizontal Wells: Formation Evaluation, Drilling, and Production,Including
Heavy Oil Recovery", Gulf Publishing Company, Houston,1991.
3. Alliquander, "Das Moderne Rotarybohren", VEB Deutscher Verlag Fuer
Grundstoffindustrie,Clausthal-Zellerfeld, Germany, 1986
4. Azar J.J., "Drilling in Petroleum Engineering", Magcobar Drilling Fluid Manual.
5. Amyx J.W., ".Petroleum Reservoir Engineering", Penn Well Publishing
6. Arthur, W.,Mc. Cray and Frank Cole, "Oil Well Drilling Technology", University of Norman,
Oklahoma Press, 1979.
7. Bland F. William., and Robert L. Davidson., "Petroleum Processing Handbook"., Mc Graw
Hill Book Company. Inc, USA, 1967.Petroleum Engineers, Richardson
TX, 1986.
8. Booth J.E., Provost C.E., "Drilling Abnormal Pressure", Courtesy of Mobil Oil Corporation.
9. Bourgoyne A.T. et.al., "Applied Drilling Engineering", First Printing Society of Pe7.
10. Doddy Abdassah, "Analisa Metoda-Metoda Perencanaan dan Perhitungan Koordinat
Titik-Titik Sutvey di Dalam pemboran Berarah".
11. Dyna Drill, Div. of Smith International, Inc.
12. Gatlin C., "Petroleum Engineering: Drilling and Well Completions", Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey, 1960.
13. Goodman.R.E.,"Introduction to: Rock Mechanics", John Wiley & Sons, Second Edition,
New York, 1989.Hole Problem (Dril-007) 33
14. Gorman, "The Petroleum Industry : Drilling Equipment and Operations", Third Edition,
Smith International Inc. Dallas - Texas, 1982.
15.Lapeyrouse N.J., "Formulas and Calculations for Drilling", Production and Workover",
Gulf Publishing Company, Houston, 1992.
16.Lummus. J.L, J.J Azar.,"Drilling Fluids Optimization A Practical Field Approach",PennWell
Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1986.
17.Lynch E.J., "Formation Evaluation", Harper & Row Publishers, New York,1962.
18. Magcobar, "Data Engineering Manual", Dresser Industries Inc.
19. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, TulsaOklahoma, 1974.
20. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company,Second Edition,
Tulsa-Oklahoma, 1986.
21.McCray A.W., Cole F.W., "Oil Well Drilling Technology", The University of Oklahoma
Press,1979.
22.Mian M.A., "Petroleum Engineering Handbook for Practicing Engineer", Vol.1,Penn Well
Publishing Company, Tulsa-Oklahoma, 1992.
23. Mian M.A., "Petroleum Engineering Handbook for Practicing Engineer", Vol.2,Penn Well
Publishing Company, Tulsa-Oklahoma, 1992.
24.Nelson E.B., "Well Cementing", Schlumberger Educational Series, Houston-Texas, 1990.
25. n.n. "Offshore Technology Yearbook", Energy Communications Inc.
26. n.n. "Lesson In Rotary Drilling, The Bit", Petroleum Extension Service, The University of
Texas - Division of Extension, Austin, Texas, 1966.
27.nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.
28.nn., "Cementing Tables", Halliburton Servives, 1981.
29.nn., "Cementing Technology", Dowel Schlumberger, London, 1984. 34 Hole Problem (Dril007)

30. nn., "Principles of Drilling Fluid Control", Twelfth Edition, Petroleum Extension Service
The University of Texas of Austin, Texas, 1969.
31. nn., "Powerpak Steerable Motor Handbook", Anadrill Educational Services, Sugarland,
Texas, 1993.

26

Dril-007 Hole Problem

32.

nn.,"Selected

Reading On Drilling Mud", Magnet Cove Barium Corp,


Houston,Texas,1957.
33.Paxson J., "Casing and cementing", Second Edition, Petroleum Extension Service,
Texas, 1982.
34. Pearson R.M., "Well Completion Design and Practices", IHRDC, USA, 1987.
35. Pettus. D.S., "Horizontal Drilling: High-Angle and Extended-Reach", Southwest
Geoservices, USA, 1992. 36. Rabia. H., "Oil Well Drilling Engineering :
Principles & Practice", University of Newcastle upon Tyne, Graham &
Trotman, 1985.
37. Rudi Rubiandini RS.Dr.Ir ,Ir. Bagus Budiarta, "Basic Offshore Drilling Completion and
Production", 1993.
38. Rudi Rubiandini R.S, 1987,"Memilih Bit Nozzle Dengan Program Komputer dan
Nomograph", Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi No.2,1987.
39. Schlumberger Log Interpretation Chart, Schlumberger Oilfield Services 1998.
40.Simpson, M.A.Sr." The Drilling Expert System : A Microcomputer Approach to Drilling
Engineering Problem Solving", Lousiana: Drill-Right Inc,1985
41.Short J., "Introduction to Directional And Horizontal Drilling", Penn Well Publishing
Company, Tulsa, 1993.
42.Smith D.K., "Worldwide Cementing Practices", First Edition, American Petroleum Institute
(API), Johston Printing Company, 1991.
43.Smith D.K., "Cementing", SPE of AIME, New York, 1976. Hole Problem (Dril-007) 35
44.Stag K.G., Zienkiewicz O.C., "Rock Mevhanics in Engineering Practice", John Willey &
Sons, London, 1975.
45.Tiraspolsky W., "Hydraulic Downhole Drilling Motors", Gulf Publishing Company,Houstontexas, 1985.
46. Wischers, G., "Zement Taschenbuch", 48. Ausgabe, Verein Deutscher Zementwerkee.V.
(VDZ), Bauverlag Gmbh., Duellesdorf, Germany,1984

Dril-007 Hole Problem

27

Anda mungkin juga menyukai