Anda di halaman 1dari 100

IDENTIFIKASI SHALE PROBLEM

DAN PENANGGULANGANNYA

ALLEN HARYANTO LUKMANA


113080060/TM
DEFINISI

Shale (serpih) merupakan clay


yang tidak kompak yang terdiri
batuan sedimen klastik yang
terbentuk oleh deposisi dan
kompaksi sedimen untuk jangka
waktu yang sangat lama.

komposisi utama shale adalah


lempung (clay), lanau (silt), air
dan sejumlah kecil quartz dan
feldspar.
Mineral clay komponen utama dari komposisi shale
PEMBAGIAN JENIS SHALE BERDASARKAN
SIFAT KEREAKTIFANNYA TERHADAP AIR

 Reactive shale
Shale jika tersuspensi dalam air maka
dapat menyebabkan swelling
(Hydrophilic)

contoh : Hydrophilic yaitu Bentonite.

 Non-Reactive Shale
Shale jika tersuspensi dalam air tidak
dapat mengembang atau swelling
(Hydrophobic)

contoh : Hydrophobic yaitu Kaolinite.


HIDRASI CLAY
HIDRASI OSMOSIS

perpindahan zat dari salinitas (konsentarsi garam) rendah ke tinggi.


Berkaitan dgn swelling. Utk mencegah swelling maka salinitas lumpur
diperbesar dgn cara menambah polymer spt KCL.
JENIS - JENIS PROBLEM SHALE

A. Masalah Pada Soft/ Firm Shale

1. Bit Balling
2. Mud Rings
3. Tight Hole (Swelling Clay)
B. Masalah Pada Hard/ Brittle Shale

1. Tight Hole (Oval Borehole)


2. Sloughing, Caving dan Pack Off

C. Masalah Pada Pressured Shale


Masalah Pada SOFT/ FIRM Shale

1. Bit Balling
• Beberapa shale dapat menempel pada BHA menyebabkan
penyumbatan pada drill bit, stabilizer dan drill collars.
• Umumnya terjadi di soft-firm shale dan khususnya plastic shale dan
ketika lumpur yang digunakan mempunyai inhibitor pada water base
mud yang jelek.
• Bit balling sangat jarang ditemui pada oil base mud

2. Mud Rings
• Cutting yang lembut dapat beranglomerasi pada annulus membentuk
ring donat yang dapat menghalangi aliran lumpur dan transportasi
cutting.
• Ring donat dapat berpindah ke atas atau ke bawah tergantung pada
aliran lumpur, dan dapat menghambat aliran.
• Cutting yang terakumulasi dapat memicu terjadinya hole pack-off.
• Dan mud rings ini cenderung terjadi pada water base mud.
Masalah Pada SOFT/ FIRM Shale…. (Lanjutan)

3. Tight Hole (Swelling Clay)


• Terjadinya saat pemboran menembus
lapisan shale yang sangat reaktif dengan air
dimana shale membentuk lempengan
terhidrasi (menghisap air) menyebabkan
diameter lubang sumur menjadi kecil.
Masalah Pada HARD/ BRITTLE Shale

1. Tight Hole (Oval Borehole)


• Tight hole akibat swelling tidak terjadi di Hard
shales, karena pada shale ini kadar swelling clay
sedikit.
• Akan tetapi tekanan downhole yang tinggi dapat
mengakibatkan tight hole, khususnya jika disertai
dengan tekanan pori yang tinggi.
• Lubang sumur yang oval kadang-kadang dapat
terjadi

2. Sloughing, Caving dan Pack Off


• Hard/brittle shales memiliki kecenderungan untuk
caving dan mengarah pada sloughing dan kadang
menyebabkan packing-off.
• Pelebaran sumur dapat terjadi sangat cepat dan sulit
untuk diprediksi dan dikendalikan.
• Tekanan formasi yang tinggi adalah masalah utama.
Masalah Pada Pressured Shale

Pressured Shale
1. pada proses pengendapan Batuan, akan
terendapkan pula batu pasir diantara endapan shale.
2. Sehingga terjadi penekanan lapisan shale oleh
batuan yang terendapkan diatasnya (overbuden
pressure).
3. Akibatnya dari lapisan shale timbul tekanan yang
disebut tekanan potensial untuk mengimbangi
tekanan lapisan batuan.
4. Pada saat shale ditembus dalam pemboran, dimana
lapisan shale yang terdapat disana bertekanan
relatif tinggi bahkan dapat menyamai tekanan
overburden akan mengakibatkan dinding lubang bor
runtuh.
TES PENGUJIAN IDENTIFIKASI
PROBLEM SHALE
 Defraksi Sinar-X
Analisa difraksi Sinar-X (XRD) digunakan untuk mengetahui jumlah jenis
mineral (termasuk lempung) didalam batuan.

 Methylene Blue Test


Methylene Blue Test dapat digunakan untuk menentukan cation exchange
capacity dari total low-density solids.

 Analisa Capillary Suction Time (CST)


Analisa CST digunakan untuk mengetahui kemampuan adsorbsi batuan
shale terhadap filtrat lumpur.

 Rolling Test
Rolling test merupakan peralatan yang digunakan untuk mensimulasikan
pengaruh komposisi lumpur pemboran dan komponen fluida secara
individual terhadap kemampuan shale untuk tetap bertahan
(kecenderungan dispersi dari shale).
IDENTIFIKASI TIMBULNYA
PROBLEM SHALE
 Tekanan pompa naik
 Serbuk bor bertambah
 Terjadi gumpalan pada pahat (bit balling)
 Terjadi perubahan sifat-sifat lumpur, antara lain : berat
jenis lumpur bertambah, viscositas lumpur naik, dan
bertambahnya air tapisan (air filtrat).
SEBAB-SEBAB TIMBULNYA PROBLEM
SHALE
Penyebab shale problem menurut J.L.Lumnus dan J.J. Azar (1986) dapat diklasifisikasikan sbb :
1. Hidrasi dan Swelling Clay.
Sifat mineral clay yang menyebabkan terjadinya pengembangan (swelling) adalah Bila
permukaan clay bersentuhan dengan air maka plat – plat clay akan terpisah adan kationya
akan terlepas.

2. Tekanan yang tinggi pada shale.


Lapisan shale memiliki tekanan yang cukup besar terhadap tekanan fluida pemboran sehingga
terjadi perbedaan tekanan yang mengakibatkan shale gugur dan jatuh kedalam lubang bor

3. Terdapatnya selang waktu yang terlewat pada kondisi lubang bor terbuka.
Sumur yang terbuka dengan selang waktu yang cukup lama akan menimbulkan masalah
karena kontaminasi antara shale/clay dengan lumpur akan menjadi lama.

4. Aksi erosif dan mekanik.


Adanya kegiatan wash down akan mengakibatkan shale/clay yang sedang ditembus gugur dan
jatuh kelubang sumur.
DIAGNOSA PROBLEM SHALE
 Drilling Record : berupa catatan yang meliputi laporan pemboran, laporan harian
lumpur pemboran, geolograph, dan log dari sumur-sumur dimana terjadi
problem shale.
 Menentukan jenis problem, klasifikasikan shale :
 Melakukan sampling
 Melakukan Methylene Blue Test (tes MBT) dan analisa defraksi sinar-X
 Mendeskripsikan sifat-sifat fisik shale, yaitu : lunak, elastik, keras,
sensitivitas terhadap air, dsb.
 Melakukan pengujian terhadap sampel shale, yaitu : swell meter, capillary
filtration, shale rolling test, dsb.
 Pemilihan sistem lumpur yang sesuai : berdasarkan hasil-hasil analisa diatas.
 Mekanis :
 Jika problem shale tersebut berhubungan dengan hidrolika, maka harus
dibuat perencanaan program hidrolika yang baru.
 Melakukan surge program untuk mengoreksi kecepatan penurunan pipa.
 Tight hole, fill-up, dsb. Yang mungkin disebabkan oleh pembersihan dasar
lubang bor yang kurang baik.
 Rotary speed (RPM) yang tinggi dapat menyebabkan efek pengocokan dan
pada gilirannya mengakibatkan kerusakan lubang.
PENCEGAHAN PROBLEM SHALE

 Menggunakan lumpur dengan filtrat lumpur


yang tidak bereaksi dengan shale
 Menghindari terjadinya gesekan pipa bor
dengan dinding lubang bor
PENANGGULANGAN PROBLEM SHALE
SECARA UMUM
Menggunakan drilling practice
 Mengurangi kecepatan lumpur di annulus.
 Mengurangi gesekan antara pipa bor dengan dinding lubang
(mengurangi RPM)

Menggunakan mud practice


 Menaikan berat jenis lumpur agar mampu menahan dinding lubang
bor
 Filtrasi rendah.
 Menggunakan lumpur dengan kadar Ca tinggi, seperti gyps mud,
lime mud, yang menghalangi terhidratnya clay yang sensitif terhadap
air.
 Mengurangi water loss lumpur, problem shale berhubungan
langsung dengan adsorpsi air dari lumpur pemboran.
PENANGGULANGAN PROBLEM SHALE
DILIHAT DARI KEREAKTIFAN SHALE
 Apabila formasi yang bermasalah adalah
reactive shale, maka penanggulangannya
dilakukan dengan cara mengkomposisi lumpur
(mud practice).

 Apabila formasi yang bermasalah adalah non-


reactive shale maka penanggulangannya
dilakukan dengan menghindari kecepatan
sirkulasi fluida yang tinggi (drilling practice).
Penanggulangan Reactive Shale
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
problem pada formasi reactive shale antara lain:

 Menggunakan lumpur dengan kadar Ca tinggi seperti gyp, lime


yang menghalangi terhidratnya clay yang sensitive pada air
 Mengurangi waterloss lumpur
 Menaikkan densitas lumpur untuk menahan dinding lubang bor
 Menggunakan lumpur oil emulsion mud ataupun oil based mud

Jenis lumpur lain yang terbukti berhasil untuk menanggulangi


masalah ini antara lain : lime-mud, gyp-mud, calcium chloride
dan silicate mud, surfactant mud, polymer mud dan
lignosulphonate mud.
Penanggulangan Reactive Shale
 Oil based mud = Penggunaan oil based mud telah terbukti
berhasil mengurangi terjadinya pengembangan lapisan shale disekitar
lubang bor (swelling) karena oil based mud tidak beraksi dengan air
atau dengan kata lain fasa minyak memberikan adanya membran di
sekitar lubang yang mencegah adanya kontak antara air dan lapisan
shale.
Namun penggunaan oil based mud juga memiliki kekurangan.

 Water based mud = ditambah dengan polymer KCl berkaitan


dengan KTK(kapasitas tukar kation).

KCl + NaOH KOH +NaCl


H Li Na K Rb Cs Fr (golongan IA)
Ion Na+ dapat diganti dengan K+ karena K+ lebih non hydrate
dibandingkan dengan Na+ .
(K=2,66 0A dibanding Na=1,96 0A)
Penanggulangan Non-Reactive
Shale
Aliran Laminar
Pola aliran didalam
annulus
antara dinding lubang
dengan
Penanggulan rangkaian pipa bor
gan problem “sebaiknya”
shale pada dibuat aliran Laminar
sehingga
non reactive tidak mengikis dinding
shale lubang
sebaiknya:
° Menjaga .
Aliran Turbulent
kecepatan di Pola aliran didalam annulus
annulus antara dinding lubang
°Pola aliran dengan
rangkaian pipa bor bila
fluida laminer terjadi
aliran turbulent berakibat,
terkikisnya dinding lubang
maka
terjadi Sloghing (dinding
lubang
runtuh)
KESIMPULAN
 Gejala yang timbul yang sering tampak bila mengalami
masalah shale diantaranya: tekanan pompa naik, serbuk
bor bertambah, air filtrasi bertambah banyak, banyaknya
endapan serbuk bor di dalam lubang bor, terjadi gumpalan
pada pahat (bit bailing), dan terjadi perubahan sifat-sifat
lumpur (berat lumpur bertambah, viscositas lumpur naik,
dan bertambahnya air tapisan).
 Shale problem sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti : faktor mekanis (presssure surge/swabbing pada
saat tripping, erosi, pola aliran), faktor hidrasi (hidrasi
clay), serta faktor non mekanis dan hidrasi (kemiringan
lapisan).
 Sebab-sebab shale probem diantaranya seperti hidrasi dan
swelling clay ; dispersi clay, tekanan yang tinggi pada
shale, terdapatnya selang waktu lama pada kondisi lubang
bor yang terbuka, aksi erosi dan mekanik.
KESIMPULAN
 Tes pengujian untuk identifikasi adanya shale problem
meliputi : Defraksi Sinar-X, analisa CST, uji Methylene
Blue Test dan Rolling Test.
 Cara pencegahan terhadap shale problem terbagi dua
yaitu : Menggunakan lumpur dengan filtrat lumpur yang
tidak bereaksi dengan shale, serta menghindari
terjadinya gesekan pipa bor dengan dinding lubang bor.
 Cara-cara menanggulangi masalah shale terbagi dua, yaitu
dengan penggunaan komposisi lumpur yang tepat (apabila
formasi yang ditembus adalah reactive shale), dan
menjaga kecepatan lumpur di annulus, menghindari
swabbing dan pressure surge pada saat cabut dan masuk
pahat (apabila formasi yang ditembus adalah non-reactive
shale).
KANDUNGAN MATERIAL SHALE

Kandungan material shale berasal dari :


1. Hasil pelapukan.
Khususnya feldspar dan ferromagnesian silikat, umumnya akan membentuk
material-material lempung jenis kaolin dan monmorillonit, juga bauksit dan
laomontit.
2. Mineral sisa (relict material) yang tidak lapuk.
Mineral yang terbentuk adalah kuarsa dan mika feldspar, terutama illite dan
hydrousmika.
3. Authigenic mineral.
Umumnya klasit dan dolomite, opal, kalsedon, pirit, glaukonit, klorit dan illit.
Klorit dan illit merupakan hasil ubahan dari mineral lempung pada proses
diagenesa, khususnya pada lingkungan marine.
4. Mineral-mineral organic.
Sebagai komponen aksesoris. Biasanya terdapat pada batulumpur dan
batulempung hitam karbonatan, kalsit datau aragonite yang berasal dari
cangkang foraminifera, opal yang berasal cangkang radiolarian dan diatomae.
KOMPOSISI KIMIA BATUAN SHALE
POROSITAS BATUAN SHALE
MINERAL CLAY
Clay merupakan mineral yang
bersifat plastik yang umumnya
adalah hydrous silicate dari alumina,
yang terbentuk akibat dekomposisi
dari feldspar dan mineral aluminum
silikat yang lain. Mineral ini termasuk
dalam phyllosilikat (sillicate layers)
yang terdiri dari beberapa struktur
lapisan yang terdiri dari beberapa
struktur lapisan. Dikenal dua tipe
dasar yaitu T-O dan T-O-T, dimana T
adalah struktur tetrahedral dan O
adalah struktur oktahedral.
Tetrahedral dan oktahedral adalah
lembaran-lembaran yang terdiri atas
koordinasi dari atom-atom penyusun
struktur perlapisan silikat (layer
sillicate structures).
DISTRIBUSI MINERAL CLAY DALAM
BATUAN SHALE

 Laminated atau Continous


 Dispersed
 Struktural
KLASIFIKASI MINERAL CLAY

 Mineral Allophone
 Mineral Halloysite
 Mineral Kaolinite
 Mineral Illite
 Mineral Montmorillonite
 Mineral Clay Lainnya
Mineral Allophone
Berbentuk- bulatan dan seperti bulu halus pads
permukaannya, kadang-kadang berbentu serpih
atau vibrous ( serat ). Struktur amorp seperti
gelas, sehingga sulit mendeteksi kehadirannya
dan juga kandungannya dalam material clay.
Pada diskripsi material clay, jika tidak 100 %
kristalin, maka sisanya dianggap sebagai mineral
allophone. Struktur kristalnya terdiri dan silika
pada, smiktur tetrahedral dan metalik ion pada
struktur oktahedral, misalnya pada phosphate
tetrahedron.
Mineral Halloysite
Mempunyai bentuk memanjang dan seperti
tubular, tetapi ada juga yang berbentuk serabut
dan kristal memanjang, merupakan transisi dan
allophone ke halloysite. Struktur mineral ini
menyerupai kaolinite, hanya perbedaannya pada
mineral halloysite kelebihan air. Kelebihan air ini
menyebabkan ikatan pada mineral halloysite
lebih lemah.
Mineral Kaolinite
Memiliki kristal dan sudut sisi yang baik, namun
ada juga yang berbentuk kristal tidak sempurna
dengan tepi bergerigi. Mineral kaolinite
merupakan gabungan dari satu sheet silika
tetrahedral dan satu sheet silika oktahedral
dalam satu unit, sehingga ujung dari sheet
tetrahedral dan oktahedral membentuk struktur.
Komposisi kaolinite adalah Al2Si2O5(OH)4
dengan komposisi dari perhitungan teoritis adalah
46,54% SiO2, 39,5% Al2O3 dan 12,96% H2O.
Ketebalannya kira-kira 7 Angstrom- Ikatan
(hydrogen bounding) antar kristal/sheet sangat
lemah dan penyerapan molekul-molekul H2O
sangat kecil sekali. Karena itu kaolinite tidak
swelling pada kondisi dalam formasi.
Pengelompokkan partikel-partikel kaolinite
biasanya berbuku-buku. Bentuk partikelnya lebih
teratur (persegi). Mineral ini tidak mudah larut ke
dalam air karena superposisi antara atom-atom
oksigen dan gugus hidroksil. Anggota dari
kelompok mineral kaolinite adalah dickite dan
nacrit.
Mineral Illite
Illite disebut juga sebagai three-layer clay
seperti halnya dengan montmorillonite karena
struktur sheetnya sama (yaitu dua silica
tetrahedral sheet dan satu octahedral sheet).
Bedanya adalah bahwa permukaan unit kristal
mengikat kation kalium (K+) dan sifatnya
relative tetap. Walaupun K+ dapat menarik
molekul-molekul H2O tetapi karena ikatan
antara unit-unit kristalnya kuat maka
penyerapan molekul-molekul H2O sangat
terbatas dan tidak menyebabkan pengembangan
partikel-partikel illite secara signifikan.
Ujung tiap sheet silica oktahedral menuju ke
pusat bergabung dengan ujung sheet tetrahedral
dimana pada bagian ini terjadi penggantian
hidroksil oleh oksigen, dimana mineral ini kurang
reaktif terhadap air. Partikel-partikel illite
berbentuk panjang (rambut) dan
montmorillonite berbentuk pipih kecuali yang
“stacked” (pelapisan). Ukuran bervariasi, mulai
dari yang lebih kecil dari 1 micron sampai
beberapa micron.
Mineral Montmorillonite
Mineral ini yang paling banyak terdapat pada lumpur
bor. Mineral ini terdiri dari dua unit silika tetrahedral
sheet dengan pusatnya adalah sheet aluminat
oktahedral, dimana semua ujung unit tetrahedral
menuju ke pusat unit, sehingga masing-masing
bertemu dengan gugusan hidroksil dari unit
oklahedral. Komposisi mineral montmorillonite adalah
: 66,7% SiO2, 28,31% Al2O3, dan 5% H2O.
Pergantian kation terjadi pada pelapisan silika yang
mengalami hidrasi dengan sempurna. Bilamana
sebagian atau seluruh unsur Al3+ digantikan oleh
Fe2+ atau Mg2+, dan Si4+ oleh Al3+ maka
permukaan partikel-partikel montmorillonite akan
bermuatan negatif. Muatan negatif ini biasanya
diimbangi dengan mengikat (ikatan kimiawi) ion-ion
Ca2+ dan atau Mg2+, H+, K+, Na+. Ikatan (fisik)
antar layer (kristal) yang lemah mengakibatkan
kemudahan bagi molekul-molekul air untuk masuk
terabsorbsi kedalam celah-celah antar layer/kristal.
Hal ini sebetulnya diakibatkan oleh kecenderungan
kation-kation (Ca2-, Na+ dsb.) untuk terhidrasi (yaitu
mengikat molekul-molekul H2O). Setiap unit-unit
struktur / kristal montmorillonite yang ukurannya
sekitar 9 – 12 oA bisa mencapai mengembang dua
kalinya pada kondisi terhidrasi. Derajat hidrogen
(swelling affinity) tergantung pada jenis kationnya dan
komposisi airnya.
Mineral Clay Lainnya
Mineral clay tersusun atas unit silika dan aluminat
dimana tiap susunan tersebut spesifik untuk
suatu mineral tertentu. Disamping itu mineral
clay mengandung magnesium, besi dan alkali
dalam jumlah yang cukup besar, disamping
mineral tambahan non clay dan mineral organik,
SIFAT KIMIA MINERAL CLAY

 Pertukaran Kation
 Pertukaran Anion
SIFAT KELISTRIKAN MINERAL CLAY

Sifat mengabsorpsi dan mempertukarkan kation dan anion


mengakibatkan mineral clay mempunyai sifat - sifat
kelistrikan. Sifat tersebut ditunjukkan dengan adanya
membran potensial yang merupakan perbedaan potensial
antara suspensi clay dengan larutan, dan mineral clay juga
bersifat konduktif.

Sifat kelistrikan mineral clay meliputi :


 Membran Potensial
 Sifat Konduktif
SIFAT HIDRASI MINERAL CLAY

 Hidrasi Permukaan
Apabila suatu mineral clay berhubungan dengan
air dan dianggap sebagai satu plat clay terpisah
dari matrik, maka ion-ion positif (kation) akan
memisahkan diri dari permukaan mineral clay
tersebut (plat clay bermuatan negatif). Oleh
karena molekul air adalah polar, maka baik
kation maupun permukaan plat clay saling
menarik molekul-molekul air. Molekul-molekul air
yang positif akan mengelilingi ion-ion yang
bermuatan negatif pada permukaan plat clay,
sedangkan molekul-molekul air yang bermuatan
negatif mengelilingi ion-ion yang bermuatan
positif.
HIDRASI CLAY
 Lempung (Clay) adalah material dari tanah
dengan ukuran koloid yang mengembang bila
basah dan bersifat mengabsorbsi terhadap air.
Bentuk partikel lempung merupakan plat - plat
datar tipis yang terikat satu diatas lainnya,
dimana ikatan antara plat - platnya lemah hanya
dikarenakan oleh ion Na+ pada batas-batas
permukaan yang memungkinkan masuknya air ke
dalam ruang antar plat - plat. Proses ini
menyebabkan hidrasi dan pengembangan pada
clay dan clay akan menjadi koloid yang akan
menaikan viscositas lumpur.
 Apabila posisi ion Na+ dalam clay diganti ion
Ca++, maka pada clay tidak akan terjadi swelling
dan partikel clay tidak akan membentuk koloid.
Hal ini dikarenakan ion Ca++ lebih kuat menahan
perpecahan di antara pertikel - partikel clay.
 Hidrasi Osmosis
Hidrasi osmosis terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi ion yang ada pada permukaan plat
clay dengan konsentrasi ion dalam lumpur.
Karena itu hidrasi clay tergantung pada
konsentrasi elektrolit dalam cairan pemboran.
Hidrasi osmosis ini dapat menyerap air dalam
jumlah besar, yang akan mengakibatkan
lemahnya ikatan-ikatan ion yang ada pada kisi-
kisi mineral yang bersangkutan, sehingga volume
dapat membengkak atau swelling.
ASOSIASI PARTIKEL CLAY

 Dispersi
Lempengan-lempengan yang tersuspensi di dalam larutan dalam keadaan
tersebar merata dan tidak terdapat ikatan antara permukaan maupun tepi
dari lempengan-lempengan. Menyebabkan kenaikan viscositas dan gel
strenght, karena jumlah dari partikel yang tersuspensi besar.
 Flokulasi
Lempengan clay bergabung, dimana terdapat ikatan muka dengan tepi
lempeng, tepi dengan tepi lempengyang tidak tersebar secara merata di
dalam fasa cairnya. Menghasilkan clay yang menggupal, sehingga akan
menghasilkan gel yang berlebihan.
 Agregasi
Terjadi antar muka dengan muka atau tepi dengan tepi lempeng claysaling
berikatan satu dengan yang lainnya dan tersebar dalam fasa cairnya.
 Deflokulasi
Bila larutan yang terflokulasi terjadi pemutusan ikatan antara muka dengan
tepi, yaitu dengan penambahan thinner kedalam sistem, sehingga sistem
kembali ke dalam fasa terdispersi.
MEKANISME FLOKULASI
LUMPUR PEMBORAN

 Lumpur pemboran merupakan fluida pemboran yang


memiliki fungsi-fungsi tertentu, antara lain :

a. Mengangkat cutting ke permukaan.


b. Mendinginkan dan melumasi pahat dan rangkaian pipa.
c. Membentuk mud cake yang tipis dan licin.
d. Mengontrol tekanan formasi.
e. Menahan cutting dan material-material pemberat pada suspensi
bila sirkulasi terhenti untuk sementara .
f. Melepaskan pasir dan cutting dipermukaan.
g. Menahan sebagian berat drillpipe dan casing.
h. Mengurangi efek pada formasi.
i. Media informasi.
 Pengontrolan lumpur pemboran dilakukan hingga mendapat fungsi yang
diharapkan dengan mengatur :

 Sifat-sifat fisik :

- Densitas, ppg.
Pm  0.052   m  Depth

- Viskositas, cp.
600 rpm reading
n  3.32  log
300 rpm reading

600 rpm reading


K
1022n

- Gel strength, lb/100 ft2

dial reading 10 sec


G
dial reading 10 min
Lumpur Dasar

22,5 gr bentonite + 350 cc aquadest.


Menambahkan additives, aduk selama
20 menit.
KOMPONEN PEMBENTUK LUMPUR PEMBORAN

Komponen cair (terdiri dari air dan minyak)

Komponen padatan (solids), Inert solids dan Reaktif solids

Additive, yaitu berupa material-material tambahan yang dapat


berbentuk padatan maupun cairan.
KOMPONEN CAIR

Komponen cair (terdiri dari air dan minyak)


Fasa cair dari lumpur pemboran merupakan fase dasar dari lumpur yang mana dapat berupa air
atau minyak atau pun keduanya yang disebut dengan emulsi. Emulsi ini dapat terdiri dari dua jenis
yaitu emulsi minyak didalam air atau emulsi air didalam minyak. Fasa cair lumpur pemboran
meliputi :
o Air
Lebih dari 75% Lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua, yaitu
air tawar dan air asin, sedangkan air asin sendiri dapat dibagi menjadi dua, air asin jenuh (brine)
dan air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini tentu disesuaikan dengan lokasi setempat,
manakah yang mudah didapat dan disesuaikan juga dengan formasi yang akan ditembus.
o Emulsi
Invert emulsions adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai komposisi minyak 50-
70 % (sebagai fasa continyu) dan air 30-50 % (sebagai fasa discontinyu) emulsi terdiri dari dua
macam, yaitu : Water in oil Emulsion dan Oil in water emulsion.
o Minyak
KOMPONEN PADAT
Komponen padat
Fasa solid merupakan fasa padatan yang ditambahkan dalam lumpur yang berfungsi untuk memberikan
kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan tertentu. Secara garis besar,
berdasarkan daya kerekatifannya terhadap komponen – komponen dalam lumpur dan kondisi formasinya,
fasa solid lumpur pemboran dikelompokkan menjadi dua, yaitu : inert solid dan reactive solid.

oInert Solid.
Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor.
Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya
untuk menahan tekanan dari formasi.
Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang di bor dan terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir
atau clay-clay nonswelling, dan padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density lumpur dan
perlu dibuang secepat mungkin (biasanya menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa dan lain-lain).
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur pemboran adalah :
Barite (BaSO4).
Oksida Besi (Fe2O3).
Calcium Carbonat (CaCO3).
Galena (PbS).
KOMPONEN PADAT

o Reactive Solid.
Reactive Solid atau fasa koloid adalah merupakan suspensi reaktif terdispersi dalam
fasa kontinyu (sifat koloid lumpur yang merupakan lembaran clay (lempung) yang
berukuran 10 – 20 Amstrong dan terdispersi dalam fasa kontinyu air. Semakin kecil
ukuran partikelnya, maka luas bidang kontak antara partikel solids dengan cairan
mediumnya, sehingga interconnected properties (sifat saling berhubungan) dengan
medianya besar.
ADDITIVE LUMPUR PEMBORAN

1. Menaikan densitas
• Barite (BaSO4)
• Galena (PbS)
• Carbonat (CaCO3)
2. Menaikan viskositas (Viscosifier)
• Wyoming Bentonite (Montmorilonite)
• Attapulgite
• Asbestos
3. Menurunkan viskositas (Thinner)
• Phospat
• Surfactant
• Air
4. Menurunkan filtration loss
• Starch (Pregelantized)
• Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC)
• Lignins
ADDITIVE LUMPUR PEMBORAN

5. Mengatasi lost circulation


• Milmica
• Kwik Seal
• Mill-Plug
6. Mencegah korosi
• Inhibitor Sodium sulfida
7. Mengontrol Ph
• Caustic Soda (NaOH)
• Potassium Hidroxide
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
 Viscosifier (Pengental)
berfungsi untuk menaikkan viskositas lumpur

Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan


• Bentonite • Mampu menaikkan • Tidak cocok digunakan
(0,33 Na (Al 1,07 Mg 0,33 O3) 0,4 viskositas lumpur dan pada konsentrasi ion
SiO2 H2O Menurunkan flluid loss Na,Ca, atau Potassium
• Cocok digunakan pada yang tinggi
lumpur dasar air tawar • Rentan terhadap
kontaminasi garam atau
anhydrite (CaSO4)
• Lumpur clay rentan
terhadap temperatur tinggi
• Attapulgite • Mampu menghasilkan • Tidak dapat berfungsi
(Hydrous Magnesium Silicate) viskositas jika digunakan sebagai filtration control,
pada lumpur dasar air asin. sehingga untuk mengontrol
filtration loss harus
ditambahkan Starch atau
polyanionic cellulose (CMC)
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan
• Asbestos • Dapat digunakan pada air • Bersifat carcinogen yang
(Calcium Magnesium Silicate) tawar (fresh water mud) sangat berbahaya bagi
dan lumpur air asin kesehatan
(saltwater mud)
• Polimer (Extender, HEC, • Sebagai pengontrol • Sangat mudah terserang
CMC.Starch, Xanthan filtration loss bakteri pada pH yang
Gum Polimer) • Sebagai pengotrol rendah
flokulasi
• Sebagai penstabil shale
• Polimer tidak menaikkan
kadar padatan dan tidak
menaikkan densitas
lumpur

• Lime atau semen • Untuk menaikkan • Terjadi flokulasi dan akan


viskositas lumpur menyebabkan cutting
susah dipisahkan
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
 Viscosity Reducer/Thinner (pengencer)
Berfungsi untuk menurunkan viskositas lumpur

Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan


• Phosphate • Thinner yang sangat efektif • Hanya stabil pada
pada berbagai harga pH temperatur rendah (150°F)
dan untuk gel mud pada • Tidak mampu mengontrol
pemboran dangkal fluid loss seperti thinner
lainnya
• Lignosulfonate (untuk • Stabil pada temperatur • Pada kondisi tekanan dan
menetralisir valensi tepi 400°F temperatur yang sangat
yang terputus, ditambahkan • Sebagai Dispersant tinggi, lignosulfonate dapat
ion-ion calcium, besi, • Sebagai fluid loss control terdegradasi dan
chrome) agent menghasilkan racun gas
H2S

• LIgnite • Dapat digunakan dalam • Rentan terhadap


water base mud pada kontaminasi Garam dan
temperatur tinggi (350- kalsium
450°F)
• Fluid loss reducer
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
 Weighting Material (Material Pemberat)
berfungsi untuk menaikkan densitas lumpur
Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan
• Barite ( BaSO4) • Mampu menaikkan • Suspensi barite
densitas lumpur sehingga memerlukan viskositas
dapat mengontrol tekanan yang tinggi
formasi • Barite dalam packer fluid
yang tinggi akan
menyebabkan
pengendapan,sehingga
menyebabkan kesulitan
dalam pekerjaan workover
• Oksida Besi (Fe2O3) • Untuk menaikkan densitas • Dapat menaikkan filtration
lumpur. loss dan tebal mud cake
• Abrasi terhadap
bit,drillstring, dan liner
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan
• Galena (Lead Sulfide,(PbS)) • Digunakan dalam kondisi • Tidak cocok dalam operasi
darurat jika diperlukan pemboran karena adanya
densitas lumpur yang problem suspensi
tinggi sampai 32 lb/ppg

• Calcium Carbonate • Untuk menaikkan densitas • Cenderung memadat pada


(CaCO3) lumpur pada oil base mud temperatur tinggi sehingga
• Sebagai Loss Circulation dapat menurunkan laju
Material pemboran

• Larutan Garam (Brine • Digunakan sebagai • Bersifat korosif.


Solution) material pemberat lumpur
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)

Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan

• Tannate (C14H10O9) • Sangat efektif sampai • Dalam kondisi basah


temperatur 250°F dapat membengkak dan
• Sebagai dispersant dan dapat larut dalam air
Fluid loss control secara lambat
• Efektif untuk pengencer
lumpur lime dan lumpur
yang terkontaminasi
semen

• Air • Sebagai pengencer yang -


efektif pada lumpur
pemboran
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
 Fluid loss reducer
Berfungsi untuk mengurangi filtration loss, melindungi shale
yang sensitif terhadap air

Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan


• Bentonite • Mampu menaikkan • Tidak cocok digunakan pada
(0,33 Na (Al 1,07 Mg 0,33 O3) 0,4 viskositas lumpur dan konsentrasi ion Na,Ca, atau
SiO2 H2O Menurunkan flluid loss Potassium yang tinggi
• Cocok digunakan pada • Rentan terhadap
lumpur dasar air tawar kontaminasi garam atau
anhydrite (CaSO4)
• Lumpur clay rentan
terhadap Temperatur tinggi
• Starch (Pregelantized) • Sebagai fluid loss control • Kenaikan viskositas sering
agent yang efektif dengan terjadi jika menggunakan
hadirnya ion Ca atau Na. starch
• Cocol digunakanuntuk • Rentan terhadap temperatur
lumpur salt water atau tinggi (>250°F)
lumpur lime
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan

• Sodium Carboxy methyl • CMC sangat aktif • Harus menggunakan


Cellulose (CMC) meskipun terkontaminasi thinner untuk mengatasi
dengan ion tinggi pengaruh viskositas
• Sangat efektif sampai additive
temperatur >350°F
• Sangat cocok digunakan
pada inhibited muds
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
 Emulsifier
Berfungsi untuk mengurangi tegangan antar permukaan

Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan


• Oil in water emulsion mud • Mengurangi filtrate loss • Pencemaran lingkungan
• Mud cake tipis
• Sifat fisik lumpur mudah
dikontrol
• Bit lebih tahan lama
• Mengurangi bit balling

• Water in oil emulsion mud • Dapat digunakan pada • Dapat terjadi bahaya
pemboran dalam dan kebakaran
temperatur tinggi • Sebuk bor lebih sukar
• Untuk pemboran yang diambil dibanding dengan
mengalami Problem shale water base mud, karena
plastic viscosity dari emulsi
sangat tinggi
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
 Additive Khusus
Additive yang digunakan merupakan bahan yang ditambahkan
pada kondisi tertentu yang menjadi keharusan,

Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan


• Flocculant • Untuk mengikat padatan •-
yang berasal dari serbuk
bor agar menggumpal,
sehingga mudah diambil
• Corrosion Control Agent • Untuk mencegah korosi •-

• Defoamer (surfactant) • Untuk memecah busa •-


dalam lumpur pemboran
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
 Loss Circulation Material
berfungsi Untuk mencegah problem hilang lumpur

Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan


• Fibrous Material (bahan • Efefktif untuk menutup •-
berserat seperti serat rongga-rongga yang besar
kayu, dll) karena mengandung serat
kasar yang dapat
memberikan kemampuan
membungkus dengan baik.

• Granular Material (Bahan • Bahan ini cocok untuk •-


berbutir halus seperti menutup zona porous
Walnut shell, ground mica,
dll)
• Flakes Material (bahan • Untuk menyumbat zona •-
berbentuk serpih seperti porous
cellophane atau
poliethylene flake
JENIS-JENIS ADDITIVE LUMPUR
(lanjutan)
Jenis-jenisnya Kelebihan Kekurangan

• Pengatur pH (seperti • Untuk mengontrol pH • Dapat menyebabkan kulit


Sodium Hydroxide/Caustic lumpur terbakar
soda, Potassium Hydroxide
• Sangat korosif
dan Calcium Hydroxide)

• Pelumas lumpur • Sebagai pelumas bagi •-


(Mud lubricant seperti pahat dan drill string
surfactant, emulsified-oil, dll) akibat adanya gesekan
dengan batuan
• Antidifferential sticking • Digunakan untuk •-
Additive (seperti diesel mencegah atau
oil,dll) mengatasi problem pipa
terjepit
SIFAT FISIK LUMPUR PEMBORAN
• Densitas
Densitas lumpur pemboran atau berat lumpur didefinisikan sebagai

perbandingan berat per unit volume lumpur. Sifat ini berpengaruh terhadap
pengontrolan tekanan subsurface dari formasi, sehingga dalam operasi
pemboran densitas lumpur harus selalu dikontrol terhadap kondisi
formasinya agar diperoleh performance atau kelakuan lumpur yang sesuai
dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor.

Pengaturan densitas lumpur merupakan faktor penunjang keberhasilan


pemboran. Densitas lumpur yang relatif terlalu berat bagi suatu formasi
memungkinkan terjadinya lost circulation, sebaliknya densitas lumpur yang
relatif terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya blow out
• Densitas

Ketidaknormalan yang relatif besar dari harga gel strength akan


mengganggu jalannya operasi pemboran, karena menyebabkan masalah-
masalah seperti :
 Terganggu pompa untuk memulai sirkulasi karena membutuhkan tenaga
pompa yang besar.
 Kecenderungan dari lumpur untuk lost circulation.
 Pelepasan cutting, material solid dan pasir ke permukaan akan tidak
efektif lagi sehingga dapat mempertinggi abrasifitas lumpur terhadap
peralatan di permukaan, seperti pompa lumpur.
 Filtration loss merupakan kehilangan fasa cair lumpur yang masuk ke
formasi permeable yang diukur dengan peralatan standard filter press
yang merupakan hasil pada kondisi statik (sirkulasi dihentikan).
• Viskositas

Viskositas plastic (Plastic Viscosity) sering digambarkan sebagai


bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan friksi mekanik,
atau Viskositas didefinisikan sebagai tahanan lumpur pemboran untuk
mengalir saat dipompakan yakni perbandingan tegangan (shear stress)
dengan regangan (shear strain) yang diukur dengan Marsh funnel atau
rational viscometer. Viskositas merupakan sifat penting bagi lumpur
karena berpangaruh terhadap efisiensi kemampuan pengangkatan.
• Viskositas

Viskositas lumpur pemboran yang terlalu tinggi menyebabkan :


 Penetration rate menurun kerana viskositas yang tinggi memilki kohesi
partikel yang kuat sehingga menghalangi efektifitas penembusan oleh bit.
 Pressure loss karena sebagian distribusi tekanan digunakan untuk
memompakan dan menentang resistansi lumpur.
 Lumpur sukar melepaskan gas, cutting dan pasir dalam sirkulasi di
permukaan.
 Beban pompa bertambah dengan bertambahnya luas kontak dengan
partikel sehingga efek friksi dan resistansi lumpur menjadi sangat besar.
Sebaliknya viskositas yang terlalu kecil dapat menimbulkan :
 Pengangkatan cutting menjadi tidak efektif karena lifting capacity
partikel-partikel lumpur terlau kecil untuk menahan berat cutting.
 Terjadinya flokulasi padatan.
• Gel Strength

Densitas atau berat jenis, didefinisikan sebagai berat lumpur per satuan
volume total lumpur. Densitas ini menyebabkan kemungkinan untuk
membantu dalam pengaturan tekanan-tekanan di lubang subsurface
formasi, sehingga dalam operasi pemboran densitas lumpur ini harus selalu
dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh kelakuan lumpur yang
sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor.
Densitas lumpur yang relatif berat bagi suatu formasi kemungkinan akan
menyebabkan terjadinya lost circulation, sebaliknya jika densitas lumpur
relatif kecil dapat menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan densitas
lumpur dapat dilakukan dengan menambahkan zat-zat aditif, yang bersifat
menaikkan maupun menurunkan densitas lumpur.
• Yield Point

Yield Point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya
tarik – menari antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan
oleh muatan – muatan pada permukaan partikel yang didispersi
dalam fasa fluida. yield point adalah parameter fluida dinamik,
sedangkan sifat mengagar (gel strength) adalah parameter fluida
static.
Titik keliatan (yield point) dilapangan disebutkan dalam satuan
lb/100ft2
Dan diukur dengan fann VG meter. Harga YP pada Fann VG
meter. Harga YP pada Fann VG meter adalah pembacaan skala
pada putaran 300 rpm dikurangi harga µp.
• pH Lumpur

pH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur


bor. PH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8,5 sampai 12. jadi
lumpur pemboran yang digunakan adalah dalam suasana basa. Kalau
lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang bor
akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah
yang ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan
informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-peralatan yang dilalui
oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau tidak mudah berkarat. Kalau
lumpur bor terlalu basa juga tidak baik, karena karena akan menaikkan
viskositas dan gel strength dari lumpur.
JENIS LUMPUR PEMBORAN

 Water Base Mud


 Oil Emulsion Base Mud
 Oil base Mud
 Gasseous Drilling Fluid
Water Base Mud

Bila bahan dasar lumpur adalah air maka lumpur disebut dengan water
base mud. Air yang digunakan dapat berupa air tawar maupun air asin.
Lumpur yang mempunyai bahan dasarnya air disebut dengan Fresh Water
Mud dan jika bahan dasarnya adalah air asin lumpur tersebut disebut Salt
Water Mud.

Fresh Water Mud : Lumpur yang fasa cairnya berupa air tawar dengan kadar
garam yang kecil yaitu( kurang dari 1% berat garam = 10000 ppm )

Salt Water Base Mud =Disebut juga dengan lumpur air asin, Lumpurnini
menghasilkan pH dibawah 8 , dan jenis lumpur ini menghasilkan mud cake
yang tebal jika tidak ditambahkan organik kolloid seperti stach / cmc.
Oil Base Muds

Oil base mud adalah emulsi air didalam minyak dimana

minyak mentah (crude oil) sebagai fasa kontinyu dan air


sebagai fasa yang teremulsikan / terdispersi. Air digunakan
terutama untuk menghasilkan emulsi yang diperlukan untuk
menghasilkan sifat gel strength. komposisinya diatur agar
kadar air rendah (3-5% volume).
Oil Base Emulsion Mud

`
Mempunyai faedah yang sama dengan seperti oil base mud yaitu
fitratnya minyak dan karena itu tidak menghidratkan shale/clay yang
sensitive. Perbedaan utamanya dgn OBM bahwa air ditambahkan sebagai
tambahan yang berguna (bukan kontaminasi) air yang teremulsi dapat
antara 15-50% volume. Tergantung density dan temperature yang
diinginkan dalam pemboran. Karena air merupakan bagian lumpur ini
maka lumpur ini mempunyai sifat lain dari OBM Mengurangi bahaya api,
toleran terhadap air, dan pengontrolan flow propertisnya dapat seperti
pada water base mud.
Gaseous Drilling Fluid

Lumpur ini berupa gas atau udara yang dipompakan pada


annulus dengan syarat salurannya tidak boleh bocor.
Aerated Mud Drilling

adalah suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas, yaitu

sejumlah udara lebih dari 95 % ditekan pada sirkulasi lumpur untuk


merendahkan tekanan hidrostatik lumpur untuk lost circulation zone yang
berfungsi untuk mempercepat pemboran dan mengurangi biaya pemboran.
Peralatan Sirkulasi berfungsi untuk memproses lumpur yang keluar
dari dalam lubang bor dengan cara memisahkan padatan-padatan
serbuk bor yang terbawa oleh lumpur di permukaan.
RHEOLOGI LUMPUR PEMBORAN
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan bentuk dan
sifat - sifat aliran dari suatu fluida. Apabila gaya dikenakan
pada suatu fluida maka fluida tersebut akan mengalir. Rheologi
lumpur pemboran berkaitan dengan tekanan geser (shear
stress) dan laju geser aliran fluida (shear rate) yang
berpengaruh terhadap karakteristik lumpur pemboran, yang
menyebabkan terjadinya perubahan bentuk (deformation)
RHEOLOGI LUMPUR PEMBORAN
Dalam rheologi yang terpenting adalah hubungan antara shear stress (tegangan geser) dan
shear rate (laju geser). Apabila gaya dikenakan pada suatu fluida, maka fluida tersebut akan
bergerak.

1. Aliran Laminer
merupakan aliran dimana masing-masing partikel dalam fluida bergerak
maju dalam suatu garis lurus.
2. Aliran Turbulen
fluida bergerak dengan kecepatan aliran yang lebih besar dan partikel-
partikel bergerak dengan garis-garis tidak teratur sehingga menghasilkan
aliran yang berputar.
SIFAT ALIRAN
 Aliran laminer, NRe < 2000  Aliran turbulent, NRe > 3000
- Gerak aliran partikel- - Fluida bergerak
partikel fluida yang
bergerak pada rate yang
dengan kecepatan
lambat, adalah teratur aliran yang lebih
dan gerakannya sejajar besar dan
dengan aliran (dinding). partikel-pertikel
- Distribusi kecepatan fluida bergerak
aliran maksimum dengan garis-garis
terdapat pada fluida
yang tidak teratur,
yang mengalir di pusat,
sehingga cutting di pusat
sehingga
aliran tersebut lebih menghasilkan
cepat mencapai aliran yang
permukaan. berputar.
keterangan :
 vd  = density fluida, ppg.
N Re  928 V = kecepatan aliran, fps.
 d = diameter pipa, in.
 = viscositas, cp.
Konsep Reynold Number
Untuk dapat menentukan pola atau tipe aliran tersebut laminar
atau turbulen, digunakan bilangan Reynold (Re)

vD Dari percobaan pada fluida

Re  928 Newtonian diketahui bahwa Re >


3000 adalah turbulen flow, dan
 untuk Re < 2000 adalah laminer
flow, sedangkan diantaranya
adalah transitional flow (plug flow)

dimana :
Re : Bilangan Reynold, dimensionless
 : Viscositas fluida, cp
v : Kecepatan aliran,fps
 : Densitas fluida,ppg
D : Diameter pipa,inch
 Klasifikasi lumpur pemboran berdasarkan rheologi fluidanya :

 Fluida Newtonian, viskositas dipengaruhi tekanan dan temperatur.

 Fluida Non-Newtonian, viskositas konstan.

- Bingham-plastic Model

- Power Law Model


Kurva Shear Stress Vs Shear Rate untuk Fluida Newtonian
(James L. Lummus)
Kurva Shear Stress Vs Shear Rate untuk Fluida Non Newtonian
(James L. Lummus)
Plot Model Bingham Plastik
sifat rheologi lumpur yang diinginkan. Pada kondisi standard, yaitu pada 14.7 psi
dan 60 °F, viskositas air sama dengan 1.1 cp.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Stabilitas Lubang Bor
o Kecepatan aliran
Kecepatan aliran merupakan fungsi penurunan tekanan aliran
formasi.ini berarti menunjukan bahwa semakin besar penurunan
tekanan pada lubang bor, maka semakin besar pula aliran fluida
dan semakin besar pula gaya seret fluida yang bekerja pada
lengkung busur kestabilan yang dapat menyebabkan formasi
runtuh.
o Sementasi batuan
Sementasi batuan sangat berpengaruh terhadap ikatan antar
butir atau konsolidasi dari butiran batuan, dengan demikian akan
berpengaruh juga terhadap kestabilan butiran tersebut. Semakin
tinggi derajat sementasinya maka suatu formasi akan semakin
kompak.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Stabilitas Lubang Bor
o Kandungan Lempung Formasi
Dengan adanya clay pada batuan memang menunjang proses
sementasi,yaitu bertindak sebagai mineral penyemenan. Namun
umumnya lempung mempunyai sifat yang water wet,sehingga apabila
terkena air akan menimbulkan dua akibat, yaitu : lempung akan
menjadi lembek dan gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap
material yang dilaluinya akan naik. akibat dari semua itu,sementasi
batuan akan menurun dan butiran pasir cenderung untuk bergerak
kelubang sumur dan air formasi akan masuk sehingga menyebabkan
ketidak stabilan lubang sumur.
o Kekuatan Formasi
Kekuatan formasi dalam hal ini merupakan kemampuan formasi untuk
menahan butiran batuan pada tempatnya akibat gaya yang bekerja
padanya.kekuatan formasi ini dipengaruhi oleh friksi dan kohesi antar
butir pasir,friksi akan bertambah besar jika overburden bertambah
besar.jadi semakin kuat suatu formasi akan memberikan stabilitas
yang baik tetapi laju penetration berturun.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Hidrolika Lumpur Pemboran
 Densitas
Kenaikan densitas menambah daya buoyancy mengangkat cutting.
 Viskositas dan Gel Strength
Kenaikan viskositas dan gel strength menyebabkan penetration rate
turun, pressure loss tinggi, kesulitan melepaskan cutting dan
pengendapan material di bottomhole.
 Distribusi tekanan di annulus
Efek scavenging tekanan aliran turbulent memperkecil terjadinya cutting
page namun beresiko terjadi erosi dan pengikisan lubang bor.
 Bentuk partikel
Cutting dengan diemeter kurang 0.3mm sulit terangkat karena cenderung
bergerak dan menempel pada bagian sisinya.
 Efek rotasi drillpipe
Pengaruh gaya centrifugal rotasi melempar cutting keluar dari aliran .
Rolling Test
Prosedurnya yaitu shale dikeringkan, selanjutnya dihaluskan dengan ukuran
tertentu, dan ditempatkan dalam jars dengan porsi 50 gram shale/350 ml lumpur
dengan komposisi khusus. Campuran shale dan lumpur dimasukkan rolling selama 16
jam pada temperatur tinggi. Setelah itu. campuran tersebut dituangkan melalui
saringan 30-mesh. Shale yang diperoleh dikeringkan dan ditimbang, dan dilaporkan
dalam persen berat. Shale yang diperoleh dari saringan 30-mesh kemudian
dimasukkan kedalam 350 ml air dan dimasukkan kedalam rolling selama 2 jam.
Kemudian disaring lagi melalui 30-mesh sieve, dipanaskan dan ditimbang lagi. Berat
akhir shale dilaporkan sebagai persen berat
Langkah pertama pada prosedur pengujian ini, yaitu rolling shale dalam
komposisi fluida tertentu, memberikan hasil percobaan sebagai pengaruh relatif
lingkungan fluida yang berbeda terhadap integritas shale. Langkah kedua adalah
rolling shale dalam air tawar, untuk mengevaluasi efek pembungkusan dalam
mencegah air dari pembasahan shale. Informasi tersebut menunjukkan bahwa data
yang sangat berguna dapat diperoleh dari aditif untuk mencegah rusaknya shale.
Korelasi hasil rolling test dengan defraksi sinar-X dan MBT akan memberikan
indikasi yang baik terhadap pengaruh dari berbagai lumpur pemboran dan aditif,
dalam menstabilkan formasi shale.
Penggunaan Oil based mud
pada Reactive Shale
Penggunaan oil based mud telah terbukti berhasil mengurangi terjadinya
pengembangan lapisan shale disekitar lubang bor (swelling) karena oil based
mud tidak beraksi dengan air atau dengan kata lain fasa minyak
memberikan adanya membran di sekitar lubang yang mencegah adanya
kontak antara air dan lapisan shale.
Lapisan antar muka yang mengemulsi air didalam minyak dapat bertindak
sebagai lapisan semipermeabel dan dapat menjadi suatu mekanisme
osmosis. Osmosis adalah aliran air dari konsentrasi garam yang rendah
menuju konsentrasi garam yang lebih tinggi melalui membran
semipermeabel.
Jika kadar salinitas air pada oil base mud lebih rendah dari kadar salinitas
pada lapisan shale, maka akibat dari mekanisme osmosis akan terjadi
swelling pada lapisan shale. Oleh karena itu untuk mencegah swelling
dilakukan dengan membuat komposisi lumpur dasar minyak dengan
salinitas yang sama atau bahkan lebih tinggi dari lapisan shale, sehingga
swelling dapat diatasi dan mencapai stabilisi shale.
Penggunaan Oil Based Mud
pada Reactive Shale
Namun dalam hal ini penggunaan oil based mud juga memiliki
kekurangan yaitu diantaranya :

 Dapat mengurangi laju alir pada beberapa formasi.


 Kesulitan dalam logging (khususnya elektrik logging)
 Kesulitan dalam analisa cutting
 Membutuhkan persiapan yang khusus dan program perawatan
 Tidak ramah lingkungan
Penggunaan Water Based Muds
pada Reactive Shale
Pada saat ini dikenal beberapa macam jenis Lumpur WBM
yang digunakan dalam menanggulangi masalah reactive shale,
diantaranya :

 Calcium mud
Jenis lumpur tersebut sangat baik digunakan untuk formasi
clay yang bersifat swelling (dan Clay Hydration). Selain itu sangat
baik untuk pemboran gypsum dan Anhydrite. Kalsium yang
ditambahkan pada suspensi air dan bentonite akan menggantikan
Kation sodium pada Lempengan Clay. Secara umum dengan
penambahan Kalsium akan menurunkan derajat hidrasi Clay (Clay
Hydration) dan Clay Swelling. Sebagai gambaran jika kandungan
Kalsium dalam sistem sebanyak 150 ppm akan menurunkan
pemebentukan Clay Swelling sebanayk 50%. Jenis Calcium Mud
yang dikenala adalah : Lime Mud, jika konsentrasi Kalsium terlarut
maksimum 120 ppm, dan Gyp Mud, jika konsentrasi Kalsium
terlarut maksimum 1200 ppm.
Penggunaan Water Based Muds
pada Reactive Shale
 Lignosulphonate mud
Jenis lumpur ini digunakan jika :
(1) memerlukan densitas lumpur (> 14 ppg atau SG > 1.68),
(2) dipakai pada pemboran formasi dengan suhu tinggi (250 oF (121-149
oC),

(3) Tolerans terhadap kandungan solid yang tinggi,


(4) Kondisi Filter Loss Rendah.
Jenis lumpur ini terdiri dari freshwater atau saltwater, bentonite, chrom
atau ferrochrome lignosulphonate, caustic soda, CMC atau starch. Kekurangan
jenis lumpur ini adalah dapat menyebabkan kerusakan formasi (permeability
formasi).
 KCl / Polymer muds
Jenis lumpur ini terdiri dari : freshwater atau seawater, KCl, Polymer,
Polymer yang berfungsi menaikkan viskositas seperti jenis Xanthane, CMC
atau starch, caustic soda atau caustic potash, dan pelumas, dan lain-lain.
Jenis lumpur ini sangat baik digunakan untuk pemboran shale, karena
dapat mencegah terjadinya clay swelling karena adanya KCl dan inhibitting
polymer. Selain itu jenis lumpur ini juga baik digunakan untuk pemboran
formasi pasir karena dapat mengurangi efek kerusakan formasi

Anda mungkin juga menyukai