Anda di halaman 1dari 14

KLASIFIKASI SISTEM PANAS BUMI

2014 MAY 2

by Vani Novita

Sistem Panas Bumi diklasifikasikan oleh para ahli berdasarkan parameter-parameter tertentu.
Dalam kelompok ini hanya akan dibahas klasifikasi sistem panas bumi oleh Marini, Kasbani,
Hochstein, dan Goff&Janik.

1.1 Klasifikasi Sistem Panas Bumi oleh Marini

Secara garis besar, Marini (2001) mengelompokkan model geologi daerah panasbumi di
dunia menjadi dua yaitu sistem magmatik vulkanik aktif dan sistem magmatik non-vulkanik
aktif. Berikut adalah penjelasannya.

A) Sistem Magmatik Vulkanik Aktif

Posisi Indonesia yang terletak di antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia menyebabkan
Indonesia memiliki potensi panasbumi yang cukup besar dan bertemperatur tinggi. Sistem ini
kurang baik untuk dikembangkan, karena hazard yang cukup tinggi (fluida sangat korosif,
kandungan gas tinggi). Indikasi adanya sistem ini adalah dengan ditemukannya gas HCl, dan
HF. Contoh sistem panas bumi magmatik vulkanik aktif adalah Alto Peak (Phil.)
Gambar 1 Penampang vertikal sistem magmatik-vulkanik aktif, DiPippo (2007)

Gambar 1 memperlihatkan penampang vertikal model geologi daerah magmatik volkanik aktif.
Akibat tumbukan antara lempeng samudra (oceanic crust) dan lempeng benua (continen- tal
crust), lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua. Temperatur tinggi di kerak bumi
menyebabkan lempeng samudra meleleh. Lokasi lelehan (zone of partial
melting) tersebut diperkirakan berada pada kedalaman 100 km dari permukaan bumi diantara
kerak bumi dan bagian luar mantel bumi. Densitas lelehan biasanya lebih rendah dari sumber
asalnya sehingga lelehan tersebut cenderung bergerak naik ke atas menjadi magma. Hampir
tidak pernah ditemukan magma yang berbentuk cair (liquid) murni. Semua magma merupakan
lelehan batuan panas dengan campuran yang begitu kompleks antara silikat cair dan kristal
mineral ditambah gas, karbon dioksida serta senyawa beracun lainnya. Proses kristalisasi bisa
jadi terbentuk dari komposisi liquid-nya atau bisa juga berasal dari mineral batuan yang
terbawa oleh pergerakan lelehan magma saat naik ke permukaan. Ketika magma mendekati
permukaan bumi, ia menyebabkan letusan volkanik. Magma yang sudah dimuntahkan ke
permukaan bumi disebut lava. Wujud lava masih berupa lelehan batuan panas yang
akhirnya enjadi dingin secara perlahan dan membentuk batuan beku volkanik dipermukaan
tanah. Alternatif lainnya, magma terperangkap di dalam bumi dan perlahan menjadi dingin
membentuk batuan beku yang seiring berjalannya waktu akan tersingkap oleh erosi. Oleh
karena itu, komposisi magma dapat ditentukan oleh komposisi batuan beku. Akan tetapi karena
proses volkanik melibatkan unsurunsur gas yang terkandung di magma mengakibatkan
komposisi batuan beku tidak selalu sama dengan komposisi magma aslinya. (Suparno, 2009)

b) Sistem Magmatik non vulkanik aktif

Ciri dari sistem ini adalah memiliki sumber panas yang salah satunya berasal dari intrusi
batuan granit yang sudah lama namun masih menghasilkan panas karena adanya proses
radioaktif yang masih berlangsung. (Marini, 2001)

1.2 Klasifikasi Sistem Panas Bumi oleh Kasbani

Berdasarkan asosiasi terhadap tatanan geologinya, sistem panas bumi di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu sistem vulkanik, vulkano-tektonik dan sistem non-
vulkanik.

a) Vulkanik

Sistem vulkanik adalah sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunungapi api Kuarter
yang umumnya terletak pada busur vulkanik Kuarter yang memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali
dan Nusa Tenggara, sebagian Maluku dan Sulawesi Utara. Pembentukan sistem panas bumi ini
biasanya tersusun oleh batuan vulkanik menengah (andesit-basaltis) hingga asam dan
umumnya memiliki karakteristik reservoir sekitar 1,5 km dengan temperature reservoir tinggi
(~250 – ≤ 370°C). Pada daerah vulkanik aktif biasanya memiliki umur batuan yang relatif muda
dengan kondisi temperatur yang sangat tinggi dan kandungan gas magmatik besar. Ruang antar
batuan (permeabilitas) relatif kecil karena faktor aktivitas tektonik yang belum terlalu dominan
dalam membentuk celah-celah / rekahan yang intensif sebagai batuan reservoir. Daerah
vulkanik yang tidak aktif biasanya berumur relatif lebih tua dan telah mengalami aktivitas
tektonik yang cukup kuat untuk membentuk permeabilitas batuan melalui rekahan dan celah
yang intensif. Pada kondisi tersebut biasanya terbentuk temperatur menengah – tinggi dengan
konsentrasi gas magmatik yang lebih sedikit. Sistem vulkanik dapat dikelompokkan lagi
menjadi beberapa tipe, misal : sistem tubuh gunung api strato jika 68 hanya terdiri dari satu
gunungapi utama, sistem komplek gunung api jika terdiri dari beberapa gunungapi, sistem
kaldera jika sudah terbentuk kaldera dan sebagainya. Hal ini untuk menunjukkan bahwa tipe
yang sama akan memberikan potensi yang jauh berbeda jika lingkungannya berbeda. Gambar
4 adalah salah satu contoh tipe sistem kaldera.(Kasbani,-)
Gambar 2 Model sistem panasbumi dan fasilitas produksi Darajat, Kabupaten Garut yang
merupakan contoh sistem panas bumi Kaldera. (CGI, 1998)

b) Vulkano-tektonik

Sistem Vulkano-tektonik merupakan sistem yang berasosisasi antara struktur graben dan
kerucut vulkanik, umumnya ditemukan di daerah Sumatera pada jalur sistem sesar sumatera
(Sesar Semangko). Contoh sistem panas bumi ini ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Model tentatif sistem panas bumi Bonjol, Sumatera Barat (Badan Geologi, 2007)

c) Non-vulkanik

Sistem panas bumi Non vulkanik adalah sistem panas bumi yang tidak berkaitan langsung
dengan vulkanisme dan umumnya berada di luar jalur vulkanik Kuarter (Gambar 4).
Lingkungan non-vulkanik di Indonesia bagian barat pada umumnya tersebar di bagian
timur sundaland (paparan sunda) karena pada daerah tersebut didominasi oleh batuan yang
merupakan penyusun kerak benua Asia seperti batuan metamorf dan sedimen. Di Indonesia
bagian timur lingkungan non-vulkanik berada di daerah lengan dan kaki Sulawesi serta daerah
Kepulauan Maluku hingga Irian didominasi oleh batuan granitik, metamorf dan sedimen laut.

Lingkungan non-vulkanik di Indonesia bagian barat pada umumnya tersebar di bagian


timur sundaland (paparan sunda) karena pada daerah tersebut didominasi oleh batuan yang
merupakan penyusun kerak benua Asia seperti batuan metamorf dan sedimen. Di Indonesia
bagian timur lingkungan non-vulkanik berada di daerah lengan dan kaki Sulawesi serta daerah
Kepulauan Maluku hingga Irian didominasi oleh batuan granitik, metamorf dan sedimen laut.
(Kasbani,-)

Gambar 4 Model tentatif panas bumi Wapsalit, Buru (Badan Geologi, 2007)

1.3 Klasifikasi Sistem Panas Bumi oleh Hochstein

Sistem panasbumi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter. Berdasarkan suhu


rata-rata reservoir, sistem panasbumi dibagi menjadi tiga yaitu low temperature
reservoir (T<125oC), intermediate temperature reservoir (T 125-225oC), dan high
temperature reservoir (T>225oC)

a) Low Temperature

Sistem panasbumi low temperature reservoir merupakan sistem yang rata-rata temperatur
reservoirnya adalah kurang dari 125oC. Sistem ini dibagi lagi menjadi empat sistem yaitu
Akuifer Cekungan Sedimen, Akuifer Dasar di bawah Cekungan Sedimen, Sistem Mata air
Panas dan Sistem Tekanan.

– Akuifer Cekungan Sedimen (Aquifers in sedimentary basin)


Pada sistem ini akuifer/reservoir dapat meliputi daerah yang luas (500km2 atau lebih).
Fluidanya bersifat stagnan/tidak bergerak, biasanya termineralisasi dan saline (marine pore
fluids). Perpindahan panasnya secara konduktif, dan suhu akuifer dikontrol oleh terrestrial heat
flux, konduktivitas panas batuan dan kedalaman akuifer, dengan kisaran
suhu reservoirbiasanya 60-75oC. Contoh dari system ini misalnya di Panonian Basin
(Hungaria), Aquitaine Basin (Prancis), Wyoming Sedimentary Basin (USA)

– Akuifer Dasar Dibawah Cekungan Sedimen (Basement aquifer beneath sedimentary


basins)

Merupakan akuifer dengan permeabilitas tinggi yang berada pada basement yang tertutup oleh
sekuen batuan sedimen dengan permeabilitas rendah. Yang biasanya terjadi adalahforced
convection di mana fluida bergerak dari tengah ke tepi cekungan. Suhu reservoir biasanya
berkisar 50-65oC. System ini terdapat di cina, Italia, swiss, dan amerika

– Sistem Mataair panas ( Warm spring systems )

Sistem ini umum dijumpai di kaki-kaki gunung, yang berasosiasi dengan deep reaching
fracture berpermeabilitas tinggi. Panas berasal dari terrestrial heat flow yang dipindahkan
secara forced convection. Suhu 60-80oC

– Sistem Tekanan (Geopressured systems)

Sistem ini terdapat pada bagian dalam dari cekungan sedimen. Akibat pengendapan cepat dan
pembentukan sesar listrik, pada beberapa bagian cekungan akan terbentuk penudung sehingga
menghasilkan tekanan litostatik. Panas terbentuk karena adanya pressure
gradientsmenghasilkan anomalous temperature. Suhu pada sistem ini dapat mencapai 100-
120oC (pada kedalaman 2-3 km).

b) Intermediate Temperature Reservoir

Merupakan sistem yang perpindahan panasnya biasanya konvektif dengan reservoir jenuh air,
kehilangan panas alamiah (natural heat loss) biasanya cukup besar (3-30MWt). Bila tranfer
panas pada reservoir >10 MWt dan dijumpai manifestasi boiling spring, maka fluida dapat
diproduksi langsung dari mataair tersebut. Sumber panas berupa intrusi dalam atau hot upper
crust (kerak bagian atas yang panas). Contohnya Cisolok-Cisukarame, Citaman-Banten, Aluto
Lagano (Ethiopia), El Tatio (Cili).

c) High Temperature Reservoir


Sistem ini hanya terdapat dalam tatanan tektonik lempeng active plate margin, yang umumnya
berasosiasi dengan vulkanisme dan deformasi kerak bumi. Contoh jenis sistem ini adalah di
New Zealand, Filipina, Jepang, Amerika Latin, Afrika dan Indonesia. Sistem temperatur tinggi
dibagi lagi menjadi empat sistem yaitu :

– Sistem Air Panas (hot water systems)

Pada medan datar sistem ini ditemukan apabila sebagian besar panas yang mengalami
perpindahan di dalam sistem dikeluarkan kepermukaan. Reservoir yang produktif berada di
bawah zona manifestasi permukaan, dan pengendapan mineral hidrotermal umumnya terjadi
pada bagian atas reservoir dan pada bagian sistem di mana fluida panas bertemu dengan air
permukaan yang dingin. Contohnya diWairakei (NZ).

Pada medan terjail, perbedaan utama dengan hot water system pada medan datar adalah pola
aliran fluidanya (ingat gradien hidrologi, lihat gambar). Pengeluaran panas alamiah umumnya
terjadi melalui mekanisme “concealed lateral outflow” (semacam seepage pada zona lateral).
Pada sistem ini biasanya terdapat uap (minor) hasil evaporasi pada bagian atas reservoir yaitu
kondensasi uap dan oksidasi H2S yang menghasilkan kondensat asam, dan batuan yang
terdapat di atas reservoir utama umumnya teralterasi oleh aktivitas uap tersebut.

– Sistem air Asin (Hot brine systems)

Brine pada sistem ini kemungkinan terbentuk dari konveksi air pada hot water systemyang
melarutkan evaporit, atau juga adanya hypersaline brine yang mengalami advective rise. Pada
sistem ini suhu reservoir umumnya tinggi (di Salton Sea, Utah mencapai 300oC), dengan
transfer panas secara konduktif dan heat loss relatif kecil (< 30 MWt). Karena fluidanya
bersifat salin, maka sangat korosif. Contoh sistem ini antara lain Salton Sea, Cesano (Italia),
Milos (Yunani)

– Sistem Dominasi Uap Air (Vapor-dominated systems)

Keterdapatan sistem ini termasuk langka di dunia. Dapat terbentuk apabila natural
recharge sangat kecil karena permeabilitas di luar reservoir rendah. Umumnya pada bagian
atas reservoir terbentuk lapisan kondensat yang tebal, di mana bagian atas kondensat bersifat
asam. Heat loss lebih kecil dibandingkan hot water system pada ukuran yang sama. Contoh
dari sistem ini antara lain Kamojang, Darajat (Garut), The Geyser (USA), Lardrello (Italia),
Matsukawa (Jepang) dan Ketetahi (NZ)
– Sistem Panasbumi Gunungapi (Volcanic geothermal system)

Ciri khas dari sistem ini adalah adanya kondensat tebal di atas reservoir dengan kandungan gas
vulkanik yang reaktif misalnya HF dan HCl. System ini sering dikatagorikan dalam sesumber
yang sub-ekonomis. Contoh model sistem ini terdapat di Tangkuban Parahu, Sibayak, Pinatubo
(Filipina), Nevado del Ruiz (Kolombia), Tatun (Taiwan).

1.4 Klasifikasi Sistem Panas Bumi oleh Goff&Janik

Berdasarkan kriteria geologi, geofisika, hidrologi dan engineringnya, Goff& Janik


(2000) mengklasifikasikan sistem panas bumi sebagai berikut :

a) Young Igneous System

Merupakan sistem yang berhubungan dengan quarternary volcanism dan intrusi magma.
Sekitar 95% dari aktifitas vulkanik terjadi sepanjang batas lempeng dan di hot spot. Umumnya
yang paling panas (≤370°C) dengan kedalaman reservoir ≤1,5 km.
Gambar 5 Model Konseptual panasbumi sistem batuan beku muda yang terdaat di andesitic
stratovolcano.

Gambar 5 menampilkan model konseptual sistem panasbumi di daerah andesitic


stratovolcano aktif. Temperatur intrusi magma andesit biasanya berkisar antara 850 to 1050
◦C. Air meteorik turun dari ke bawah tanah dan terpanaskan oleh batuan intrusi yang
menyebabkan terjadinya sirkulasi air panas. Dengan terjadinya sirkulasi, air panas tersebut
menjadi kaya akan unsur-unsur kimia seperti Cl, F, Br, B, SO4 , HCO3 , silika, kation, and
metal yang terlarut sebagai hasil dari reaksi dengan batuan asal. Uap-uap yang terkandung di
magma seperti H2O, CO2 , senyawa sulfur, HCl, HF, Hg, and As sangat mungkin terlepas dan
mengalir menjadi fluida. Fluida tersebut secara umum menjadi “neutral-chloride” dan
mencoba menerobos ke atas melalui celah-celah batuan dikarenakan densitasnya yang
menurun. Alterasi mineral dan vein terbentuk di dalam batuan reservoir. Seringkali fluida
panas naik ke atas melalui rekahan hingga mencapai level kedalaman titik didih dimana vapor
phase yang berisi steam dan gas non-condensible terbentuk. Gas-gas inilah yang muncul ke
permukaan sebagai fumarole. Ketika steam mengalami kondensasi dan bercampur dengan air
meteorik dangkal, H2S mengalami oksidasi menjadi asam sulfat (H2SO4) yang mana secara
kimiawi mengalterasi batuan dan membentuk mata air “asam sulfat”. Air neutral-
chloride biasanya berada lebih dalam dibandingkan air asam sulfat, dan jika keduanya bertemu
dan bercampur akan menghasilkan air asam-sulfat-chloride. Kondisi topografi dan hydrologic
gradient menyebabkan fluida cenderung mengalir secara lateral menjauhi puncak gunung
membentuk aliran outflow. Mata air neutral-chloride biasanya muncul beberapa kilometer dari
sumber panas dan reservoir utama. Jika temperatur batuan intrusi telah menurun karena usia;
atau karena ukurannya yang kecil; atau terletak terlalu dalam, makan kontribusi uap magma
terhadap sistem panasbumi relatif kecil dan bisa jadi tidak terdeteksi. (Suparno, 2009)

b) Tectonic System

Tectonic system berhubungan dengan adanya pergerakan lempeng. Sistem ini terdapat
di lingkungan backarc, daerah rekahan, zona subduksi, dan sepanjang zona patahan.
Sistem tekonik biasanya memiliki temperature reservoir ≤250°C dan terdapat pada
kedalaman ≥1,5 km. System panas bumi yang berasosiasi dengan pergerakan lempeng yaitu
system sumber energy panas yang dihasilkan bumi yang terjadi karena adanya pergerakan
lempeng atau yang berhubungan dengan pergerakan lempeng bumi. perlu diketahui bahwa
bumi ini terdiri dari lapisan-lapisan lempeng bumi yang bersifat elastis dan mengalami
pergerakan. Pergerakan tersebut bisa berupa konvergen, divergen dan sesar. Berikut ini adalah
gambar formasi lempeng yang ada di bumi pada saat sekarang ini sekaligus jalur gunung
vulkaniknya.

Lempeng-lempeng ini bergerak secara perlahan-lahan dan menerus. Di beberapa tempat


lempeng-lempeng bergerak
memisah sementara di beberapa tempat lainnya lempeng-lempeng saling mendorong dan
salah satu diantaranya akan menujam di bawah lempeng lainnya. Karena panas di
dalam astenosfere dan panas akibat gesekan, ujung dari lempengan tersebut hancur meleleh
dan mempunyai temperatur tinggi (proses magmatisasi). Hal ini lah salah satu sumber
terbentuknya system panas bumi yang berasosiasi dengan lempeng. Keadaan dimana kedua
lempeng saling bertumbukan disebut konvergen dan proses penumbukannya disebut subduksi
ata subduction.

Selain konvergen, ada juga pergerakan lempeng yang dapat menyebabkan terjadinya system
panas bumi yaitu sesar. Sesar adalah rekahan dimana terjadi pergeseran masa batuan secara
relatif satu bagian terhadap yang lainnya. Letaknya yang dahulu telah mengalami dislokasi atau
perpindahan. Sesar terdiri dari berbagai macam bergantung dari penyebabnya, seperti
kompresi, tarikan atau torsi. Sesar biasanya terbatas namun dapat berukuran dari bebrapa
milimeter sampai ratusan kilometer. Pergeseran biasanya terbesar terjadi di bagian tengah
sesar. Jika sesar dijumpai permukaan, akan dihasilkan garis sesar atau jejak sesar yang dapat
dipetakan.

Jadi, system panas bumi dapat berasosiasi atau berhubungan dengan pergerakan lempeng
dimana pergerakan lempeng tersebut terjadi akibat proses subduksi (konvergen) dan sesar
(patahan). Biasanya adanya system panas bumi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng ini
ditandai dengan adanya aktivitas vulkanik karena panas yang ada di dalam perut bumi ini dapat
keluar lewat rekahan lapisan batuan dan tanah sehingga apabila tekanan dari dalam sangat kuat
akhirnya magma akan keluar lewat letusan gunung berapi.

c) Geopressure System

Sistem panas bumi yang berasosiasi dengan sedimen atau geo pressure ini dapat disebut juga
sistem tekanan geopressure, system ini terdapat pada bagian dalam cekungan sedimen akibat
proses pengendapan yang cepat dan pembentukan sesar atau patahan yang pada beberapa
bagian cekungan terbentuk penudung sihingga menghasilkan tekanan litostastik karena adanya
pressure gradient dan menghasilkan anomalous temperature. Suhu pada system ini dapat
mencapai 1000-1200 pada kedalaman 2-3 km. sistem panas bumi yang berasosiasi dengan
sedimen ini bersifat non vulkanik dan non tektonik.

Proses ini terjadi seperti di daerah Reservoir panas bumi di Sumatera yang umumnya
menempati batuan sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau
pensesaran setidak-tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya
porositas atau permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya
menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan dengan
permeabilitas reservoir pada lapangan-lapangan panas bumi di Pulau Jawa ataupun di
Sulawesi. Inilah asosiasi atau keterkaitan antara sistem panas bumi dengan sedimentasi atau
geo pressure. Contoh lokasi yang lain yaitu tentatif sumber panas bumi Wapsalit, Buru yang
merupakan contoh tipe non vulkanik. Tipe non vulkanik ini banyak berlokasi di kawasan
Indonesia bagian Timur. Tipe sumber panas bumi ini biasanya tidak terkait dengan gunung
api. Secara umum bisa disampaikan bahwa dari penampakan bisa dilihat potensi sumber panas
api.

d) Hot Dry Rock System

Hot dry rock system mengandung panas yang tersimpan di porositas rendah atau
batuan impermeable pada kedalaman dan temperatur yang bervariasi. Air dari permukaan
di pompa turun melalui sumur injeksi hingga ke patahan dan keluar
melalui sumur produksi. Temperatur pada reservoir 120 – 225°C dengan kedalaman 2 –
4 km. Menerapkan pertukaran panas, dan sirkulasi fluida yang mana temperatur magma
≤1200°C.

e) Magma Tap System

Klasifikasi sistem panas bumi yang terakhir oleh Goff&janik adalah sistem perangkap magma.
Sistem magma tap yang memanfaatkan panas yang keluar daritubuh magma dangkal, pada
sistem ini, magma merupakan bentukpaling murni panas alamiah yang mempunyai
temperatur<1200°C.

Goff&Janik juga mengklasifikasikan sistem panasbumi berdasarkan fase fluida di


dalam reservoir. Berikut penjelasannya :
a) Single Phase System

Reservoir mengandung air panas dengan temperatur sekitar 90°C hingga 180°C namun tidak
ada pendidihan yang terjadi di reservoir. Reservoir pada sistem ini termasuk sistem
panasbumi bertemperatur rendah. Jika reservoir ini dibor, maka
yang keluar dari sumur produksi berupa air karena tekanannya masih sangat tinggi.

b) Two Phase System

Merupakan sistem dua fase yang kemudian dibagi lagi menjadi Vapour dominated
system dan water dominated system. Vapour dominated
system merupakan sistem tertutup dimana sangat sedikit rechargeable water (air) bisa
meresap namun sangat lama akibat permeabilitas lapisan batuannya yang
sangat rendah). Air yang masuk berputar-
putar di reservoir dan tidak ada outflow sehingga mengakibatkan adanya arus konveksi.
Hal ini lama-kelamaan akan mengakibatkan batuan di reservoir menjadi homogen dan
temperatur maupun tekanan fluida menjadi relatif konstan. Fluida di
reservoir yang didominasi oleh uap akibat temperatur dan tekanan yang sangat tinggi,
menghasilkan manifestasi berupa fumarol dan acid hot spring. Karakteristik reservoir tipe ini
adalah memiliki permeabilitas rendah dengan temperatur ~ 240 °C. Fluida yang masuk
kedalam reservoir langsung berubah menjadi fasa uap di dalam reservoir. Pengoperasian
lapangan lebih mudah. Contoh: Kamojang, Darajat

Water Dominated System atau sistem dominasi air merupakan sistem terbuka yang mana
terdapat rechargeable water. Reservoir mengandung air dan uap namun lebih didominasi oleh
air. Pada sistem ini
terdapat outflow sehingga jenis manifestasinya lebih beragam. Adanya outflow dan recha
rgeable water membuat energi terlepas sebagian sehingga temperatur dan tekanan di
reservoir berubah seiring dengan kedalamannya. Semakin dalam kedalamannya maka
semakin tinggi tekanannya (hydrostatic
pressure system). Sedangkan temperatur di reservoir memiliki gradient
panasbumi yang sangat kecil. Di atas reservoir terjadi arus konduksi sama seperti pada
sistem vapour dominated. Dalam sistem ini daerah Recharge dan reservoir mempunyai
permeabilitas yang relatif sama. Laju penguapan di reservoir dapat diimbangi oleh
laju recharge sehingga pori-pori batuan terisi oleh air panas. Permasalahan teknis lebih banyak
(scaling, masalah air buangan) dengan temperatur ~ 280 °C. Contoh: Wairakei (NZ), G. Salak.
(Goff, 2000)

Pengelompokan sistem memberikan gambaran atau estimasi awal besarnya potensi energinya.
Sistem komplek gunung api dan sistem kaldera, karena telah mengalami proses geologi yang
panjang dan lama, memungkinkan potensi energinya akan jauh lebih besar dibandingkan
dengan sistem tubuh gunung api tunggal. Perkiraan awal mengenai besar potensi panas bumi
suatu daerah berdasarkan lingkungan geologinya dapat menjadi panduan dalam menentukan
prioritas penyelidikan pendahuluan panas bumi (Kasbani,-)

DAFTAR PUSTAKA

DiPippo, R. 2007. Geothermal Power Plant, 2nd Ed. McGraw-Hill

Goff, F. and Cathy J.J., 2000. Encyclopedia of Volcanoes: Geothermal system, Academic
Press. 817-834 pp

Hochstein, Manfred P., Sudarman S. 2008. History of geothermal exploration in Indonesia


from 1970 to 2000. Geothermics 37, 220-266 pp

Kasbani. Tipe Sistem Panasbumi di Indonesia dan Estimasi Energinya. Kelompok Program
Penelitian Panas Bumi – Badan Geologi

Marini, Luigi. 2001. Geochemical techniques for the exploration and exploitation of
geothermal energy, Dipartimento per lo Studio del Territorio e delle sue Risorse. Universita
degli Studi di Genova : Italy

Suparno, Suprayitno. 2009. Energi Panasbumi. Departemen Fisika-FMIPA Universitas


Indonesia

from → Geofisika, Geologi, Kuliah

Anda mungkin juga menyukai