Anda di halaman 1dari 50

BAB III

PEROLEHAN DATA PENILAIAN FORMASI UNTUK


IDENTIFIKASI KERUSAKAN FORMASI
Penilaian formasi adalah serangkaian kegiatan pencatatan atau pengukuran
data tentang sifat fisik batuan dan fluida formasi yang ditembus oleh lubang bor.
Kegiatan ini dapat dilakukan baik ketika pemboran sedang berlangsung maupun pada
saat pemboran dihentikan sementara atau setelah mencapai target yang dikehendaki.
Perolehan data penilaian formasi untuk identifikasi kerusakan formasi
menggunakan metode Analisa Inti Batuan, Well Logging dan Well Testing. Selain
itu, metode penilaian formasi juga berfungsi untuk mendapatkan lokasi dari
akumulasi hidrokarbon dengan cepat, menentukan jenis reservoir, menilai potensial
sumur serta untuk mengetahui penyebab adanya gangguan pada semua produksi.
3.1. Analisa Inti Batuan
Core atau inti batuan merupakan contoh batuan yang diambil dari formasi dan
kemudian dianalisa di laboratorium. Setiap core yang diterima di laboratorium setelah
disusun sesuai dengan nomor sampel dan urutan kedalamannya kemudian dianalisa
satu persatu. Analisa core ini untuk mengukur besaran-besaran petrofisik dari core
secara langsung meliputi pengukuran porositas, permeabilitas, saturasi fluida dan
tekanan kapiler. Core yang diambil dari formasi paling tidak telah mengalami dua
proses, yaitu proses pemboran dan proses perubahan kondisi tekanan dan temperatur,
dari kondisi formasi ke kondisi permukaan. Pada saat pemboran, core dipengaruhi
oleh air filtrat lumpur pemboran yang dipergunakan yang akan mengubah harga
saturasi, sedangkan adanya perubahan kondisi dari kondisi formasi ke permukaan,
mempengaruhi harga saturasi core akibat terjadinya ekspansi gas.
3.1.1. Penentuan Porositas
Pengukuran besarnya harga porositas dilakukan dengan cara menentukan
besarnya volume pori-pori dan volume bulk batuan dengan menggunakan dua
metode, yaitu:
a. Boyles Law Porosimeter
Pada boyles law porosimeter (Gambar 3.1), dua buah cell yang telah
diketahui volumenya, yaitu V
1
dan V
2
dihubungkan dengan manometer G melalui
kran A. Pada kondisi I kran B tertutup, sedang kran A yang berhubungan dengan
manometer dibuka, sehingga gas mengisi cell 1 sampai tekanannya menjadi (P1 + Pa).
Selanjutnya core ditempatkan pada cell 2 pada tekanan atmosfer, kemudian kran B
dibuka sehingga kedua cell itu saling berhubungan dan tekanan di cell 2 adalah
(P2 + Pa), keadaan ini disebut sebagai kondisi II. Dengan mengasumsikan terjadi
ekspansi isothermal dari gas tersebut maka besarnya volume butiran batuan
ditentukan dengan menggunakan persamaan:
V
s
= V1 + V2
(P1/P2
) V1 ................................................... (3-1)
dimana:
V
s
= volume butiran
V
1
= volume cell-1
V
2
= volume cell-2
P
1
, P
2
= tekanan manometer pada keadaan I dan II
Dengan mengetahui besarnya bulk volume batuan, maka volume pori dapat
diperoleh dengan cara sebagai berikut:
volume pori = bulk volume - volume butiran ......................... (3-2)
sedangkan untuk memperoleh besarnya bulk volume dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
1. Menggunakan dimensi sampel core untuk bentuk sampingan teratur
2. Menggunakan peralatan elektronik Hg picnometer yang telah dikalibrasikan
dengan pertolongan bola besi yang telah diketahui volumenya, untuk bentuk
sampel core yang tidak teratur.
Gambar 3.1
Skema Boyles Law Porosimeter
(Pirson, S.J.; Oil Reservoir Engineer)
b. Saturation Method
Pada saturation method ini volume pori-pori core diukur secara gravimetri,
yaitu dengan jalan menetesi core sampai jenuh dengan fluida yang telah diketahui
berat jenisnya. Kemudian core ditimbang, baik pada waktu kering maupun pada
waktu jenuh. Volume pori-pori core dicari dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

f
d s
p
W W
V

....................................................................... (3-3)
dimana:
V
p
= volume pori-pori
W
s
= berat sampel dalam keadaan jenuh
W
d
= berat sampel dalam keadaan kering

f
= berat jenis fluida
Secara skematis peralatan yang digunakan pada pengukuran porositas dengan
saturation method dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2
Skema Saturation Method
(Gatlin C.; Petroleum Engineering Drilling and Well Completion)
3.1.1.3. Penentuan Saturasi
Pengukuran saturasi fluida pada analisa core dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a. Metode Retort
Dalam metode ini, core yang akan dianalisa ditempatkan pada retort dan
dipanaskan pada temperatur 400 F selama satu jam. Fluida yang menguap
dikondensasikan kemudian minyak yang dihasilkan dipisahkan dengan centrifuge.
Selanjutnya temperatur dinaikkan sampai 1200
o
F dengan harapan minyak berat dapat
teruapkan dan hasil kondensasinya dicatat. Gambar 3.3 menunjukkan skema retort
apparatus yang biasa digunakan.
Gambar 3.3
Skema Retort Apparatus
(Helander, D.P.; Fundamental of Formation Evaluation)
Besarnya saturasi fluida dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:

P
w
w
V
V
S
................................................................................ (3-4)
p
o
o
V
V
S
................................................................................. (3-5)
dimana:
S
w
= saturasi air
S
o
= saturasi minyak
V
w
= volume air yang diperoleh dari kondensasi
V
o
= volume minyak yang diperoleh dari kondensasi
V
p
= volume pori-pori batuan
Kelemahan dari metode ini adalah pada temperatur tinggi, bukan hanya air
yang keluar tetapi juga hidrat dan kristal yang akan mengembun dalam tabung
pengukur. Cracking hidrokarbon dapat pula terjadi, demikian pula dengan
kemungkinan pengendapan bahan-bahan padat, sedangkan keuntungan metode ini
adalah cepat untuk dilakukan dan pengukuran air serta minyak dapat langsung dibaca.
b. Metode Destilasi
Dalam metode ini, core yang akan dianalisa ditimbang terlebih dahulu,
kemudian ditempatkan pada thimble yang telah diketahui beratnya, dan dimasukkan
ke dalam suatu flask yang berisi cairan toluena (C
6
H
5
CH
3
) yang bertitik didih 112
o
C.
Larutan toluena ini kemudian dipanaskan sehingga air dan toluena menguap, uap
yang terjadi dikondensasikan dan cairan yang didapat dicatat. Core dipanaskan terus
hingga volume cairan yang terkumpul konstan setelah itu core diambil dari thimble,
dikeringkan dan ditimbang. Saturasi fluidanya dapat dihitung dari berat total yang
hilang, volume air yang tertampung dan berat jenis minyak. Pada Gambar 3.4 dapat
dilihat skema dari Stark Dean Destilation Apparatus.
Saturasi fluidanya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
W
t
= W
o
+ W
w
........................................................................... (3-6)
W
w
= V
w
. D
w
.............................................................................. (3-7)
V
o
= {[(W
o
+ W
w
) W
w
]}/D
o
................................................... (3-8)
dimana:
W
o
= berat minyak
W
w
= berat air
W
t
= berat total yang hilang
V
o
= volume minyak
V
w
= volume air yang terbaca pada trap
D
w
= berat jenis air
D
o
= berat jenis minyak
Selanjutnya saturasi fluida dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan (3-4)
dan (3-5), dimana volume pori-pori telah diketahui sebelumnya.
Gambar 3.4
Skema Stark Dean Destilation Apparatus
(Helander, D.P.; Fundamental of Formation Evaluation)
3.1.3. Penentuan Permeabilitas
Permeabilitas yang diukur adalah permeabilitas absolut dari sampel core,
dengan menggunakan alat Permeability Plug Method (Fancher Core Holder).
Pengukurannya adalah dengan memberikan suatu test aliran pada core tersebut. Pada
test ini fluida yang biasa digunakan adalah gas atau udara, hal ini disebabkan aliran
steady state cepat tercapai, udara kering tidak mengubah komposisi mineral dalam
sampel core dan saturasi 100 % mudah diperoleh. Core yang akan diukur dimasukkan
ke dalam holder yang sesuai. Gas dialirkan melalui sampel core kemudian diukur
tekanan masuk dan tekanan keluar dengan manometer sebagai P
1
dan P
2
. Skema
pengukuran permeabilitas absolut ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5
Skema Penentuan Permeabilitas Absolut dengan Manometer
(Helander, D.P.; Fundamental of Formation Evaluation)
Harga permeabilitasnya kemudian ditentukan dengan persamaan Darcy
sebagai berikut:
K =
) (
2
2
2
2
1
2 2
P P A
P L Q


.................................................. (3-9)
dimana:
K = permeabilitas batuan, darcy
Q
2
= laju alir gas yang keluar, cc/dt
= viscositas gas pada temperatur test, cp
L = panjang sampel core, cm
A = luas penampang sampel core, cm
2
P
1
= tekanan masuk, atm
P
2
= tekanan keluar, atm
Pengukuran permeabilitas absolut dengan menggunakan gas diperlukan suatu
koreksi, Klinkernberg memberikan cara koreksi sebagai berikut:
K
g
= K
a
(1 + b / P
m
) ................................................................. (3-10)
dimana:
K
g
= permeabilitas batuan terhadap udara yang diukur pada tekanan P
m
K
a
= permeabilitas absolut batuan
B = konstanta yang tergantung pada ukuran pori
P
m
= tekanan rata-rata pada saat test dilakukan
Berdasarkan hasil yang didapat, plot antara K
g
terhadap 1/P
m
, harga K
a
diperoleh dari
ekstrapolasi grafik ke harga 1/P
m
= 0.
Gambar 3.6
Grafik K
g
vs 1/P
m
(Gatlin C.; Petroleum Engineering Drilling and Well Completion)
3.2. Well Logging
Metode logging pada dasarnya adalah pencatatan data sifat-sifat batuan
formasi, seperti sifat kelistrikan, radioaktifitas, cepat rambat gelombang suara dan
sebagainya ke dalam bentuk grafik terhadap kedalaman lubang bor. Grafik ini
digunakan untuk menginterpretasikan kondisi dari lubang bor atau formasinya untuk
dapat melakukan interpretasi dengan baik harus memahami sifat-sifat dari kurva
setiap log serta kondisi-kondisi yang mempengaruhinya. Dengan demikian
kesimpulan hasil interpretasi tidak akan menyimpang jauh dari kondisi yang
sebenarnya. Adapun metode logging yang akan dibicarakan di sini adalah:
1. Log Listrik (Elektric Log)
2. Log Radioaktif (Radioactive Log)
3. Log Akustik (Sonic Log)
3.2.1. Log Listrik
Log listrik (electric log) merupakan suatu plot antara sifat-sifat listrik lapisan
batuan yang ditembus oleh lubang bor terhadap kedalaman lubang bor tersebut. Sifat-
sifat ini diukur dengan berbagai variasi konfigurasi elektroda yang diturunkan
kedalam lubang bor dengan kabel baja.
Padatan batuan sedimen (butiran, matrik, semen) pada umumnya mempunyai
sifat tidak dapat menghantarkan arus listrik. Tetapi dengan adanya pori-pori yang
terisi fluida yang dapat menghantarkan arus listrik (air asin) atau terisi mineral clay,
maka batuan sedimen tersebut dapat menghantarkan arus listrik. Jika pori-pori batuan
sedimen tersebut hanya terisi minyak dan gas, maka batuan sedimen tersebut tidak
dapat menghantarkan arus listrik, karena minyak dan gas merupakan fluida yang
tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Tahanan listrik (resistivity) formasi berkisar antara 0.2 sampai 1000 ohm
meter. Batuan yang banyak mengandung air formasi (air asin) akan mempunyai
resistivity yang rendah, sedangkan apabila banyak mengandung minyak atau gas atau
air tawar, maka resistivitynya akan lebih tinggi daripada batuan yang mengandung air
asin. Untuk formasi batuan clean sand yang mengandung air asin, tahanan formasinya
dapat dinyatakan dengan suatu faktor formasi dalam hubungannya dengan
persamaan:
R
o
= F x R
w
........................................................................ (3-11)
dimana:
R
o
= tahanan formasi dengan saturasi air formasi sebesar 100 %
F = faktor formasi
R
w
= tahanan air formasi (air garam)
Tahanan batuan formasi akan tergantung pada jumlah fluida yang dapat
menghantarkan arus listrik pada ruang antar butiran. Jumlah fluida yang dapat
menghantarkan arus listrik dikontrol oleh porositas, sedangkan porositas yang
berhubungan dikontrol oleh sementasi dan distribusi ukuran butir, sehingga terdapat
hubungan antara faktor formasi dengan porositas dan sementasi. Hubungan tersebut
telah dikemukakan oleh Archie dan Humble, dapat dilihat pada pembahasan
mengenai sifat kelistrikan batuan. Pada umumnya log listrik dapat dibedakan menjadi
dua jenis:
1. Resistivity Log
2. Spontaneous Potensial Log (SP Log)
Pada Gambar 3.7 dapat dilihat mengenai simbol-simbol yang digunakan dalam
interpretasi log.
Gambar 3.7
Simbol yang Digunakan dalam Interpretasi Log
(Adi Harsono; Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log)
3.2.1.1. Resistivity Log
Kurva yang terbentuk pada resistivity log adalah sebagai akibat dari
pengukuran tahanan listrik formasi dengan dua atau tiga elektrode yang diturunkan
kedalam lubang bor. Dibandingkan dengan pengukuran SP log maka resistivity log
ini lebih sulit dan kompleks, karena peralatannya mempunyai elektrode ganda dan
Juga menggunakan sumber arus listrik. Dewasa ini banyak sekali jenis-jenis dari
resistivity log, diantaranya adalah:
1. Normal Log Device
Skema rangkaian dasar dari normal log device dapat dilihat pada Gambar 3.8,
dengan menganggap bahwa pengukurannya pada medium yang mengelilingi
elektrode-elektrode adalah homogen dengan tahanan batuan sebesar R ohm meter.
Elektrode A dan B pada rangkaian tersebut merupakan elektrode potensial, sedangkan
elektrode M dan N merupakan elektrode arus. Potensial P yang bersumber dari
generator mengalir dari elektrode A ke M, sehingga akan mengalir melingkar keluar
melalui formasi.
Gambar 3.8
Skema Rangkaian Dasar Normal Log
(Helander, D.P.; Fundamental of Formation Evaluation)
Besarnya potensi yang mengalir tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
V =
) ( 4 AM
i R

............................................................... (3-12)
dimana:
V = intensitas arus konstan dari elektrode A, volt
AM = jarak antara elektrode A ke M , inchi
R = tahanan formasi, ohm meter
= konstanta : 3,14
Jarak antara A ke M disebut spacing, dimana untuk log normal ini mempunyai dua
spacing, yaitu:
a) Short normal device, dengan spacing 16 inchi
b) Long normal device, dengan spacing 64 inchi
Spacing ini akan mempengaruhi jarak penyelidikan di sekitar lubang bor, semakin
panjang spacingnya akan semakin dalam pula kemampuan penyelidikannya. Pada log
yang mempunyai spacing sepanjang 64 biasanya digunakan untuk mengukur
tahanan formasi yang sebenarnya (R
t
). Sedangkan log dengan spacing pendek 16
digunakan untuk mengukur tahanan formasi yang terkena invasi air filtrat lumpur
(R
i
). Jadi pemilihan spacing ini akan tergantung pada tujuan atau jarak penyelidikan
yang diinginkan.
2. Lateral Log Device
Lateral log device ini mempunyai tiga elektrode yang dimaksudkan untuk
mendeteksi tahanan formasi yang tidak terinvasi oleh lumpur bor (R
t
). Skema dari
rangkaian dasar lateral log device ini dapat dilihat pada Gambar 3.9. Arus listrik
konstan dialirkan melalui elektrode A, sedangkan beda potensial antara elektrode M
dan N ditempatkan pada permukaan lingkaran ekuipotensial yang berpusat di A, di
tengah-tengah antara elektrode M dan N terdapat titik O, dengan jarak AO adalah 18
8.
Gambar 3.9
Skema Rangkaian Dasar Lateral Log Device
(Helander, D.P.; Fundamental of Formation Evaluation)
Besarnya perbedaan tegangan yang dipindahkan antara elektrode M dan N
adalah sebesar:
V =

AN AM
i R 1 1
4
................................................. (3-13)
Persamaan (3-13) di atas diturunkan berdasarkan anggapan bahwa lapisan batuan
formasinya cukup tebal dan merupakan formasi homogen.
Normal log dan lateral log sering disebut konvensional resistivity log, yang
hanya dapat digunakan dalam lumpur jenis water base mud. Dalam lumpur yang
salinitasnya besar, hasil pengukuran dengan konvensional resistivity log ini akan
menghasilkan data yang kurang akurat. Pembacaan yang baik akan didapatkan pada
lapisan tebal dan resistivity yang relatif tinggi. Harga tahanan yang dicatat oleh
konvensional resistivity log adalah harga tahanan semu bukan tahanan yang
sebenarnya. Hal ini karena harga tahanan yang tercatat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu diameter lubang bor, ketebalan lapisan, tahanan lumpur, diameter invasi
air filtrat lumpur, tahanan zone invasi dan tahanan lapisan batuan diatas dan
dibawahnya. Untuk mengoreksi pengaruh-pengaruh tersebut dapat digunakan suatu
set kurva seperti pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10
Contoh Kurva Departure untuk Normal Log dan Lateral Log
(Helander, D.P.; Fundamental of Formation Evaluation)
Untuk menggunakan kurva tersebut diperlukan data resistivity lumpur Rm pada
temperatur formasi dan diameter lubang bor. Cara penggunaan kurva departure
adalah sebagai berikut:
a) Untuk Short Normal
Hitung harga R
16
/ R
m
dan masukkan ke margin kiri, kemudian tarik garis
hingga memotong ukuran diameter lubang bor yang sesuai, dan baca harga
R
i
/R
m
di dasar kurva. Maka akan diperoleh harga R
i
.
b) Untuk Lateral Log
Hitung harga R
188
/ R
m
, selanjutnya langkah pengerjaannya sama dengan short
normal, hingga didapatkan harga R
t
.
3. Induction Log
Pengukuran tahanan listrik batuan formasi dengan konvensional resistivity log
memerlukan adanya lumpur bor yang bersifat konduktif agar dapat digunakan untuk
menghantarkan arus listrik ke formasi. Akibatnya tidak satupun peralatan tersebut
yang dapat digunakan apabila lubang bor kosong, terisi minyak, gas, oil base mud
atau udara. Untuk mengatasi hal-hal semacam ini, maka dikembangkan peralatan
khusus yang dapat digunakan tanpa terpengaruh oleh kondisi-kondisi tersebut di atas.
Peralatan tersebut adalah Induction Log.
Prinsip kerja alat ini adalah arus bolak balik dengan frekuensi tinggi, yang
mempunyai intensitas konstan dikirimkan melalui kumparan pengirim (transmitter
coil) sehingga menghasilkan medan elektromagnetik yang akan menimbulkan arus
induksi di dalam formasi. Arus induksi yang berputar ini juga akan menimbulkan
medan magnet kedua yang dapat dideteksi oleh receiver coil. Besarnya medan
magnet yang kedua ini akan sebanding dengan konduktifitas formasi. Konduktifitas
formasi itu sendiri sebenarnya adalah kebalikan dari resistivity formasi. Skema
rangkaian induction log dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11
Skema Peralatan Induction Log
(Helander, D.P.; Fundamental of Formation Evaluation)
Tujuan utama dari induction log adalah menghasilkan suatu daerah investigasi
yang jauh di dalam lapisan tipis untuk menentukan R
t
dan kadang-kadang untuk
korelasi, tanpa memandang jenis lumpur yang digunakan. Induction log ini akan
optimum pada kondisi berikut:
a) Dalam susunan batuan sand shale dengan R
t
lebih kecil dari 100 ohm meter
b) Ketebalan lapisan lebih dari 5 feet.
c) Perbandingan antara R
mf
terhadap R
w
lebih dari 20
d) R
xo
lebih besar dari harga R
t
Kelebihan dari induction log adalah dapat memperkecil pengaruh diameter
lubang bor, lapisan batuan di sekitarnya dan invasi air filtrat lumpur bor. Induction
log bila dikombinasikan dengan SP log dan Short normal 16, akan membentuk
sebuah kombinasi yang lazim disebut dengan Induction Elektrical Survey (IES). Pada
kombinasi ini short normal 16 merupakan log pelengkap induction log dalam
menentukan Rt, selain itu juga dapat digunakan untuk mengoreksi induction log. IES
log ini akan memberikan harga Rt yang cukup akurat, kecuali bila invasi lumpur bor
terlalu jauh masuk ke dalam formasi, atau dalam lapisan yang mempunyai resistivity
yang lebih tinggi. Kondisi operasi yang baik adalah pada lumpur tanpa kandungan
garam dan formasi yang tidak terlalu resistif.
4. Laterolog (Guard Log)
Laterolog digunakan untuk mengukur R
t
, terutama bila pengukuran R
t
dengan
induction log banyak mengalami kesalahan, di samping itu juga dapat digunakan
untuk korelasi batuan. Laterolog ini hanya dapat digunakan dalam lumpur jenis water
base mud dan dianjurkan pada kondisi harga R
t
/R
m
serta R
t
/R
s
yang besar (salt mud
dan resistivitas formasi tinggi). Laterolog tidak dapat bekerja pada oil base mud,
inverted emulsion dan dalam case hole. Dalam laterolog terdapat beberapa macam
rangkaian, yaitu jenis laterolog 3, laterolog 7 dan laterolog 8. Perbedaan dari ketiga
jenis tersebut adalah pada jumlah elektrodanya dan penggunaannya pada lapisan dan
ketebalan yang berbeda.
Dasar pengukuran laterolog yaitu mengukur tahanan listrik batuan formasi
dan sekitarnya, sehingga dapat memperkecil pengaruh lubang bor, lapisan yang
berdekatan dan ketebalan lapisan.
Penggunaan laterolog ini untuk mengukur R
t
akan optimum pada kondisi-
kondisi sebagai berikut:
a) Pada batuan karbonat dengan lumpur salt mud
b) Ketebalan lapisan lebih dari 2 feet
c) Range resistivity batuannya antara 1 - 200 ohm meter
Apabila harga R
mf
rendah dan ketebalan formasi mencapai 5 ft atau lebih, maka
pencatatan resistivity akan mendekati harga R
t
sehingga dapat dianggap sebagai R
t
tanpa perlu mengoreksi. Pengaruh dari invasi lumpur dapat dirumuskan sebagai
berikut:
R
LL
= J x R
xo
+ (1 - J) R
t
..................................................... (3-14)
dimana:
R
LL
= hasil pembacaan resistivity laterolog
J = faktor pseudo geometri yang merupakan fungsi dari diameter air filtrat
lumpur.
Hubungan antara porositas, diameter invasi dan faktor pseudo-geometris dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Hubungan antara Porositas, Diameter Invasi dan Faktor Pseudo-Geometris
(Pirson, S.J.; Handbook of Well Log Analysis for Oil and Gas Formation Evaluation)
Porositas, % Diameter invasi (Di) Pseudo Geometris (J)
5 10 10 dh
*
0.6
10 15 5 dh 0.4
15 20 2,5 dh 0.2


*)
dh = diameter lubang bor
5. Micro Resistivity Log
Micro resistivity log dirancang untuk memperoleh harga tahanan formasi pada
daerah flush zone (R
xo
) dan sebagai indikator untuk mengetahui adanya lapisan
porous dan permeabel yang ditandai dengan adanya mud cake. Hasil pembacaan R
xo
oleh alat ini dipengaruhi oleh tahanan mud cake (R
mc
) dan ketebalan mud cake
(h
mc
). Ketebalan mud cake dapat dideteksi dari besar kecilnya diameter lubang bor
yang direkam oleh caliper log.
Terdapat 3 jenis micro resistivity log yang biasa digunakan:
a. Microlog
Kurva microlog dihasilkan dari alat yang dilengkapi dengan suatu pad yang dapat
mengembang atau menyusut sesuai dengan ukuran diameter lubang bor, dimana
pad ini menempel pada dinding lubang bor. Pada permukaan pad dipasang tiga
buah elektroda yang terletak dalam satu garis, dengan jarak masing-masing
elektroda 1 inch.
Microlog hanya dapat digunakan didalam lumpur jenis water base mud. Pada
keadaan pad tertutup, microlog dapat digunakan untuk mengukur tahanan lumpur
R
m.
Kriteria yang harus diperhatikan agar pengukuran microlog dapat optimum
adalah:
1. Sebagai indikator lapisan porous permeabel di dalam susunan sand shale
dengan range resistivity batuan formasi antara 0.5 sampai 100 ohm meter.
2. Porositas batuan lebih besar dari 15 %.
3. R
xo
/R
mc
lebih kecil dari 15.
4. Ketebalan mud cake kurang dari 0.5 inch.
5. Kedalaman invasi lumpur 4 inch atau lebih besar.
b. Microlaterolog
Microlaterolog mempunyai sebuah lempeng karet yang dapat menekan ke dinding
lubang bor dan sebuah elektroda pusat A
o
, serta 3 buah ring elektroda M
1
, M
2
dan
A
1
yang masing-masing letaknya konsentris terhadap A
o
. Jarak antar elektroda
sekitar 0.5 sampai 1 inch. Microlaterolog hanya dapat merekam satu kurva yaitu
flush zone R
xo
dengan kedalaman penyelidikan sekitar 3 - 4 inch. Alat ini
merupakan R
xo
tool yang terbaik dalam kondisi lumpur salt mud dan formasi
dengan resistivity yang relatif tinggi.
Agar didapat hasil pengukuran yang optimum, maka pada microlaterolog ini perlu
diperhatikan beberapa faktor, yaitu :
1. Pada batuan karbonat yang terinvasi
2. Porositas batuan medium (lebih kecil dari 15 %)
3. Range tahanan formasi 0.5 sampai 100 ohm meter
4. Ketebalan mud cake lebih kecil dari 0.25 inch
5. R
xo
/R
mc
lebih besar dari 15
6. Kedalaman invasi filtrat lumpur lebih besar atau minimal sama dengan
4 inch
c. Proximity Log
Alat ini lebih sesuai untuk menentukan R
xo
pada kondisi ketebalan mud cake sama
atau kurang dari inch. Kedalaman daerah penyelidikan bisa sampai 16 inch.
Satu-satunya faktor yang mempengaruhinya yaitu kedalaman invasi air filtrat
lumpur yang dangkal. Dalam hal ini pembacaan proximity log lebih dipengaruhi
oleh harga tahanan batuan pada uninvaded zone (R
t
), sehingga harus dilakukan
koreksi. Hasil pembacaan proximity log dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut:
R
PL
= J x R
xo
+ (1 - J) R
t
................................................... (3-15)
dimana J adalah faktor pseudo geometris dari uninvaded zone.
Proximity log akan mengukur R
t
apabila invasi lumpur sangat dangkal,
sehingga secara praktis harga R
PL
sama dengan R
t
. Optimasi penggunaan
proximity log adalah:
1. Pada batuan karbonat atau pasir yang terinvasi
2. Porositas batuan medium
3. Jenis lumpurnya adalah water base mud
4. Range tahanan batuan antara 0.5 sampai 100 ohm meter
5. Invasi lumpur cukup dalam
6. Ketebalan mud cake lebih kecil dari inch
Dari ketiga jenis log tersebut, hanya kombinasi microlog dan caliper log yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya lapisan porous dan permeabel, ketebalan lapisan
produktif dan ketebalan mud cake. Microlaterolog dan proximity log dapat mengukur
R
xo
secara langsung sedangkan microlog tidak dapat menunjukkan harga R
xo
secara
langsung.
3.2.1.2. Spontaneous Potential Log
SP Log merupakan pencatatan perbedaan potensial antara elektrode tetap di
permukaan dengan elektrode yang bergerak di dalam lubang bor, terhadap kedalaman
lubang bor. Skema rangkaian dasar pengukuran SP log dapat dilihat pada Gambar
3.12. Kurva yang terjadi dihasilkan dari sebuah sirkuit sederhana yang terdiri dari dua
buah elektrode dan sebuah galvanometer. Elektrode referensi (N) ditanam di
permukaan dan elektrode satunya lagi (M) diturunkan ke dalam lubang sumur.
Sebuah baterai dan sebuah potensiometer dipasang untuk menguatkan potensial yang
konstan pada kedua elektrode tersebut.
Manfaat dari SP log antara lain adalah untuk mendeteksi lapisan-lapisan
porous dan permeabel serta untuk menentukan letak batasnya, mengestimasi harga
tahanan air formasi (R
w
)

dan dapat untuk membuat korelasi batuan dari beberapa
sumur yang berdekatan. Sebaiknya SP log diturunkan di dalam kondisi lumpur water
base mud, hal ini karena SP log hanya dapat bekerja pada kondisi lumpur yang
konduktif. SP log ini juga tidak dapat digunakan di dalam lubang bor yang sudah
dicasing.
Gambar 3.12
Skema Rangkaian Dasar SP Log
(Helander D.P; Fundamentals of Formation Evaluation)
Bentuk kurva SP log dengan berbagai kondisi batuan dan kandungan di
dalamnya adalah sebagai berikut:
a) Pada lapisan shale, kurva lapisan konstan dan mengikuti suatu garis lurus yang
disebut dengan shale base line.
b) Pada lapisan permeabel mengandung air asin, defleksi akan berkembang ke arah
kiri dari garis shale atau negatif.
c) Pada lapisan permeabel mengandung hidrokarbon, defleksi akan berkembang
negatif.
d) Pada lapisan permeabel mengandung air tawar, defleksinya positif (ke arah kanan
garis shale base line).
Jadi pada prinsipnya defleksi negatif akan terjadi apabila salinitas kandungan
lapisan lebih besar daripada salinitas lumpur. Sedangkan defleksi positif terjadi
apabila salinitas kandungan lebih kecil daripada salinitas lumpur. Bila salinitas
kandungan lapisan sama dengan salinitas lumpur, maka defleksi kurva akan
merupakan garis lurus seperti pada shale. Selain pada shale dan salinitas yang sama,
kurva SP juga akan lurus pada lapisan batuan yang kompak. Besarnya defleksi kurva
SP selalu diukur dari garis shale. Bentuk dan besarnya defleksi dipengaruhi oleh
ketebalan lapisan, tahanan shale dalam formasi, tahanan lapisan batuan dan lumpur
bor, diameter lubang bor, invasi mud filtrat dan kandungan fluida dalam formasi.
Pada formasi yang mempunyai resistivity tinggi dan jenis batuan kompak
maka batas-batas lapisan permeabel umumnya tidak dapat didefinisikan. Pada lapisan
permeabel yang tebal dan bersih defleksi kurva akan konstan dan disebut dengan sand
base line. Persamaan yang digunakan dalam interpretasi kurva SP log yaitu:
w
mf
R
R
F t
K SSP log
537
460 +

......................................... (3-16)
dimana:
SSP = static spontaneous potensial, mV
Rmf = tahanan air filtrat lumpur, ohm meter
Rw = tahanan air formasi
K = faktor lithologi batuan
= 70.7 pada temperatur F
t = temperatur formasi, F
3.2.2. Log Radioaktif
Hampir semua batuan sedimen mengandung jejak-jejak garam radioaktif,
sebagai akibatnya garam-garam ini dapat menimbulkan radiasi radioaktif secara
alamiah. Batuan sedimen dengan butiran halus lebih banyak mengandung unsur
radioaktif dibandingkan dengan yang berbutir kasar, karena unsur-unsur radioaktif
banyak terserap oleh partikel-partikel clay. Unsur-unsur yang termasuk radioaktif
adalah seri Uranium-Radium, seri Thorium, seri Aktinium dan isotop Pothassium.
Unsur radioaktif mempunyai kemampuan untuk melakukan desintegrasi
nuklir, yaitu dengan memancarkan energi dalam bentuk partikel-partikel alpha, beta
dan gamma. Partikel alpha adalah inti atom helium (He
2
4
), sedangkan partikel beta
adalah elektron (e1). Kedua partikel ini mempunyai daya tembus yang relatif rendah,
dengan ketebalan material relatif kecil secara efektif partikel tersebut sudah dapat
dihentikan. Sinar gamma mirip dengan sinar X (keduanya merupakan gelombang
elektromagnetik) yang dapat menembus atau baja sampai beberapa inch.
Perbandingan daya tembus ketiga partikel tersebut adalah 1:100:10.000, jadi
peralatan pelindung hanya digunakan untuk melindungi radiasi sinar gamma,
mengingat daya tembusnya yang sangat besar.
Berdasarkan sifat-sifat batuan formasi yang mengandung unsur radioaktif
inilah maka log radioaktif digunakan. Salah satu keuntungan log radioaktif adalah
bahwa log tersebut dapat digunakan pada sumur yang sudah dicasing, tidak seperti
pada log listrik yang hanya dapat digunakan pada sumur yang belum dicasing.
Jenis log radioaktif yang biasa digunakan di lapangan adalah :
1. Log Density (Density Log)
2. Log Sinar Gamma (Gamma Ray Log)
3. Log Neutron (Neutron Log)
3.2.2.1. Density Log
Density log disebut juga dengan gamma ray log, tujuannya adalah untuk
menentukan porositas batuan formasi, dengan jalan mengukur densitas batuan.
Prinsip kerjanya adalah dengan jalan memancarkan sinar gamma dari sumber radiasi
sinar gamma yang diletakkan pada dinding lubang bor. Pada saat sinar gamma
menembus batuan, sinar tersebut akan bertumbukkan dengan elektron pada batuan
tersebut, yang mengakibatkan sinar gamma akan kehilangan sebagian dari energinya
dan yang sebagian lagi akan dipantulkan kembali, yang kemudian akan ditangkap
oleh detektor yang diletakkan diatas sumber radiasi. Intensitas sinar gamma yang
dipantulkan tergantung dari densitas batuan formasi.
Gambar 3.13
Skema Rangkaian Density Log
(Helander D.P; Fundamentals of Formation Evaluation)
Berkurangnya energi sinar gamma tersebut sesuai dengan persamaan:
S k
N
N
In
t
o

.............................................................. (3-17)
dimana:
N
o
= intensitas sumber energi
N
t
= intensitas sinar gamma yang ditangkap detektor
= densitas batuan formasi
k = konstanta
S = jarak yang ditembus sinar gamma
Sinar gamma yang menyebar dan mencapai detektor dihitung dan akan
menunjukkan besarnya densitas batuan formasi. Formasi dengan densitas tinggi akan
menghasilkan jumlah yang rendah pada detektor. Yang ditentukan di sini sebenarnya
adalah densitas elektron, yaitu jumlah elektron per cm
3
batuan formasi. Densitas
elektron akan berhubungan dengan densitas batuan sebenarnya,
b
yang besarnya
tergantung pada densitas matrik, porositas dan densitas fluida yang mengisi pori-
porinya. Kondisi penggunaan yang baik untuk density log adalah pada formasi
dengan densitas rendah dimana tidak ada pembatasan penggunaan lumpur bor tetapi
tidak dapat digunakan pada lubang bor yang sudah di casing (cased hole). Kurva
density log hanya terpengaruh sedikit oleh salinitas maupun ukuran lubang bor.
Kondisi optimum dari density log adalah pada formasi unconsolidated sand
dengan porositas antara 20 - 40 %. Kondisi optimum ini akan diperoleh dengan baik
apabila operasi penurunan peralatan ke dalam lubang bor dilakukan secara
perlahan-lahan agar alat tetap menempel pada dinding lubang bor, sehingga pada
rangkaian peralatan tersebut biasanya dilengkapi dengan spring.
Hubungan antara densitas batuan density log dengan porositas dan lithologi
batuan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
f ma
b ma

........................................................................... (3-18)
dimana:

ma
= densitas matrik batuan, gr/cc

b
= densitas batuan density log, gr/cc

f
= densitas fluida rata-rata, gr/cc
= 1.0 1.1 gr/cc (mud filtrat)
Adanya pengaruh shale dalam batuan formasi dapat dinyatakan dalam persamaan:
ma clay clay clay f b
V V ) 1 ( + +
.................... (3-19)
Pada shale ini akan tidak terlalu besar apabila densitas shale tidak banyak berbeda
dengan densitas matriknya. Densitas matrik dari beberapa jenis batuan dapat dilihat
pada Tabel 3.2, dimana untuk clean sandstone harga densitasnya 2.65 gr/cc,
sedangkan densitas shale rata-rata 2.70 gr/cc.
Tabel 3.2
Grain Density
( _______; Log Interpretation Principle/Applications)
Jenis Batuan Densitas (gr/cc)
Anhydrite 2.95
Dolomite 2.85
Calcite 2.71
Limestone 2.70
Quartz 2.66
Kaolinite 2.63
Illite 2.76
Montmorillonite 2.00
Halite 2.17
Coal 1.00 1.80
3.2.2.2. Gamma Ray Log
Prinsip kerja dari gamma ray log adalah sonde dari log sinar gamma yang
terdiri dari sebuah detektor yang mencatat emisi sinar gamma yang dipancarkan oleh
formasi, kemudian ditransmisikan ke permukaan dengan kabel sebagai impuls listrik
dan dicatat sebagai fungsi dari kedalaman. Detektor yang dapat digunakan ada
beberapa jenis, yaitu:
1. Ionization Chamber
Merupakan tabung ionisasi sederhana yang terdiri dari sebuah tabung berisi gas
bertekanan tinggi dan ditengahnya terdapat kawat bertekanan, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.14. Sinar gamma yang masuk pada chamber akan
berinteraksi dengan gas yang kemudian akan menimbulkan gerakan elektron yang
cepat. Karena tabrakan dengan gas maka gerakan elektron tersebut makin lama
makin lambat, akibatnya dapat ditangkap oleh kawat yang bermuatan positif.
Akibatnya akan timbul arus listrik dalam chamber tersebut. Arus yang
ditimbulkan atau dihasilkan dari sinar gamma inilah yang akan dideteksi.
Gambar 3.14
Ionization Chamber
(Lynch J. Edward : Formation Evaluation)
2. Geiger Muller Counter
Prinsipnya sama dengan ionisasi namun tegangan kawatnya lebih tinggi dan
tekanan gas lebih rendah. Pada alat ini sinar gamma yang masuk akan
melemparkan elektron kedalam gas dimana elektron tersebut akan membebaskan
elektron pada saat gerakannya mulai lambat. Elektron-elektron sekunder ini akan
ditarik oleh kawat dengan cepat, sehingga diperoleh tenaga untuk melemparkan
elektron tambahan pada saat bertabrakan dengan gas. Keadaan ini berulang
sampai terjadi ionisasi.
3. Scintillation Counter
Terdiri dari 2 komponen utama yaitu:
- Kristal transparan yang dapat mengeluarkan kilatan cahaya sangat kecil bila
dilewati sinar gamma.
- Sebuah photo multiplier tube, yang menghasilkan dorongan listrik bila
kilatan cahaya melanggarnya.
Prinsip kerja alat ini adalah, radiasi sinar gamma yang masuk ke counter dengan
melewati kristal transparan, sehingga akan menimbulkan photon-photon cahaya.
Photon cahaya ini akan dipancarkan berupa elektron oleh elektroda ke multiplier
yang akan memancarkan dan memantulkan kembali elektron tersebut dalam
jumlah yang lebih banyak ke multiplier berikutnya. Proses ini berlangsung sampai
10 tingkat, sehingga jumlah elektron akan semakin banyak. Getaran-getaran
cahaya elektron inilah yang kemudian dicatat.

Gambar 3.15 Gambar 3.16
Geiger Muller Counter Scintillation Counter
(Lynch J. Edward : Formation Evaluation) (Lynch J. Edward : Formation Evaluation)
Keuntungan dan kelemahan dari masing-masing jenis detektor tersebut
adalah:
a. Ionization chamber, keuntungannya adalah konstruksinya sederhana dan
tegangan kawat yang dibutuhkan rendah. Kelemahannya adalah kesulitan
dalam menciptakan dan mengukur arus sebesar 10
-3
ampere, serta adanya
kebocoran pada insulator.
b. Geiger muller counter, keuntungannya adalah menghasilkan getaran-getaran
yang besar dan mudah ditransmisikan. Kesulitannya adalah dalam
memperoleh tekanan kawat yang sangat tinggi.
c. Scintillation counter, keuntungannya adalah mempunyai effisiensi
tinggi (50 - 60 %) dan peralatannya kecil. Sedangkan kelemahannya adalah
pada multiplier tube yang sangat sensitif terhadap perubahan temperatur,
tetapi hal semacam ini dapat diatasi dengan insulasi.
Kandungan radioaktif pada batuan shale umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan batuan lainnya, sehingga log sinar gamma akan dapat membedakan lapisan-
lapisan shale dengan jelas. Dengan demikian gamma ray log dapat digunakan untuk
mengukur porositas. Selain itu juga dapat digunakan untuk korelasi dan mengontrol
kedalaman lubang sumur untuk perforasi karena log ini dapat digunakan pada lubang
bor yang sudah dicasing serta tidak ada pembatasan dalam penggunaan lumpur.
Selain itu dapat juga untuk mengindikasi adanya lapisan shaly sand pada interpretasi
log listrik. Gamma ray log dapat menggantikan SP log bila kondisi lubang bor tidak
cocok untuk SP log. Akan tetapi kurva gamma ray log tidak begitu teliti apabila
digunakan untuk menghitung parameter formasi secara kuantitatif.
3.2.2.3. Neutron Log
Prinsip kerja dari alat ini yaitu menembakkan partikel neutron berenergi tinggi
ke dalam formasi secara terus menerus dan konstan dari suatu sumber radioaktif.
Neutron merupakan partikel listrik yang netral dengan massa yang hampir sama
dengan massa atom hidrogen. Partikel neutron yang menembus formasi akan
bertumbukkan dengan material-material formasi. Akibat tumbukan ini neutron akan
kehilangan sedikit energi, yang besarnya tergantung dari perbedaan massa neutron
dengan massa material formasi tersebut. Kehilangan energi yang terbesar yaitu pada
saat neutron bertumbukan dengan material yang memiliki massa hampir sama atau
sama misalnya atom hidrogen.
Sampai kehilangan energi pada jumlah tertentu, maka neutron akan menyebar
secara tidak teratur di dalam formasi tanpa mengalami kehilangan energi lagi, dan
akhirnya dapat tertangkap oleh inti-inti batuan formasi seperti atom hidrogen
chlorine, silikon dan sebagainya. Penangkapan partikel neutron (gamma ray capture)
ini akan dapat dicatat oleh detektor, yang terletak 10-18 inch dari sumber radioaktif.
Apabila kerapatan atom hidrogen (jumlah) dalam formasi cukup tinggi maka hampir
semua partikel neutron mengalami kehilangan energi dan dapat ditangkap tidak jauh
dari sumber radioaktifnya, akibatnya hanya sedikit radiasi sinar gamma yang dapat
dicatat oleh detektor. Sebaliknya bila jumlah atom hidrogen sedikit maka partikel
partikel neutron akan memancar lebih jauh kedalam formasi sebelum ditangkap,
sehingga kecepatan mencatat pada detektor akan meningkat sesuai dengan jumlah
atom hidrogen yang semakin kecil. Hal inilah yang dijadikan dasar hubungan antara
jumlah sinar gamma yang dicatat oleh detektor per detik dengan porositasnya. Bila
jumlah sinar gamma yang dicatat tinggi berarti porositas batuan tersebut rendah,
sedangkan apabila yang dicatat hanya sedikit maka porositas batuan tersebut cukup
tinggi. Rangkaian dasar neutron log dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17
Skema Rangkaian Neutron Log
(Helander D.P; Fundamentals of Formation Evaluation)
Neutron log mempunyai kedudukan yang penting pada penilaian formasi,
karena dapat diturunkan dalam semua jenis lumpur bor dan gas filled hole, serta pada
kondisi case hole maupun open hole. Neutron log ini dapat digunakan sebagai
porosity tool pada batuan dengan porositas rendah sampai sedang, dan dapat juga
digunakan untuk korelasi batuan. Variasi ukuran lubang bor dan casing, serta semen
di belakang casing akan mengurangi ketelitian pengukuran neutron log.
Terdapat beberapa jenis neutron log yang dapat digunakan yaitu:
a) Thermal neutron log, yang optimalnya digunakan untuk formasi non shaly yang
mengandung liquid dengan porositas antara 1 - 10 %.
b) Ephithermal neutron log (SNP), yang mempunyai kondisi optimum pada formasi
non shaly yang mengandung liquid dengan porositas kurang dari 30 %.
c) Compensated neutron log (CNL), yang merupakan pengembangan dari kedua alat
sebelumnya.
Adanya shale dalam batuan akan memperbesar pembacaan harga porositas batuan,
oleh karena itu perlu adanya koreksi. Pengaruh adanya shale dalam batuan formasi
dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
clay N clay N
x V
.
+
................................................................ (3-20)
dimana:

N
= porositas kurva neutron log
= porositas batuan sebenarnya
V
clay
= kandungan clay dalam batuan formasi

N.clay
= pembacaan kurva neutron log pada formasi shale 100 %
Karena neutron log mengukur porositas batuan tanpa memandang apakah pori-pori
tersebut berisi hidrokarbon atau air, maka neutron log dapat digolongkan sebagai
porosity tool.
3.2.3. Sonic Log
Sonic log dirancang untuk mengukur porositas batuan formasi dengan cara
mengukur interval transite time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara
untuk merambat di dalam batuan formasi sejauh satu feet. Peralatan sonic log
menggunakan sebuah transmitter (pemancar gelombang suara) dan dua buah receiver
(penerima). Jarak antara keduanya adalah satu feet.
Bila pada transmitter dipancarkan gelombang suara, maka gelombang tersebut
akan merambat ke dalam batuan formasi dengan kecepatan tertentu yang akan
tergantung pada sifat elastisitas batuan, kandungan fluida, porositas dan tekanan
formasi. Kemudian gelombang ini akan terpantul kembali menuju lubang bor dan
akan diterima oleh kedua receivernya, dimana receiver pertama akan menerima yang
pertama kali kemudian baru diterima oleh receiver yang kedua. Selisih waktu
penerimaan ini direkam oleh log dengan satuan microsecond per feet (s/ft) yang
dapat dikonversikan dari kecepatan merambat gelombang suara dalam ft/sec.
Interval transite time (t) suatu batuan formasi tergantung dari lithologi dan
porositasnya. Sehingga bila lithologinya diketahui, maka tinggal tergantung pada
porositasnya. Ketergantungan pada porositas inilah yang menyebabkan sonic log
dapat digunakan untuk menentukan porositas. Pada Tabel 3.3 ditunjukkan kecepatan
rambat gelombang suara longitudinal dari beberapa jenis batuan formasi.
Tabel 3.3
Transite Time untuk Beberapa Jenis Batuan
(Wyllie, M.P.,Gregor, A.R. and Gardner,G.H.F.; An Experimental Investigation
of Factors Affecting Elastic Wave Velocities in Porous Media)
MATERIAL SONIC
VELOCITY
(FT/SEC)
TRANSITE
TIME
(S/FT)
Oil 4300 232
Water (mud) 5000 - 5300 200 - 189
Shale 6000 - 16000 167 - 62.5
Sandstone > 18000 55.6
Anhydrite 20000 50
Carbonate 21000 - 23000 47.6 - 43.5
Dolomite 24000 42
Didalam batuan formasi yang bersih dan terkonsolidasi dengan baik, dengan
distribusi porositas yang kecil dan uniform dapat diberlakukan hubungan
sebagai
berikut (Wyllie formula):

ma f
ma
t t
t t

log

......................................................................... (3-21)
dimana:
= porositas batuan formasi, %
t
log
= transite time kurva sonic log, s/ft
t
ma
= transite time matrik batuan, s/ft
t
f
= transite time fluida atau filtrat lumpur, 189 s/ft
Kedalaman penyelidikan sonic log terhadap batuan relatif dangkal. Alat ini
tidak bergantung pada jenis lumpur bor yang digunakan, tetapi tidak dapat diturunkan
pada gas filled hole. Adanya gas cut pada lumpur bor akan mengurangi efisiensi
pengukurannya. Log ini juga tidak dipengaruhi oleh lapisan-lapisan di luar spacing
kedua receivernya. Pada laminasi lapisan yang tipis hasil rekamannya akan kurang
baik, akan tetapi log ini dapat digunakan sebagai porosity tool yang baik dalam
batuan pasir dan karbonat. Kondisi optimum dari sonic log adalah bila digunakan di
dalam batuan formasi yang terkonsolidasi dengan baik dengan porositas antara 10 -
20 %. Kelemahan sonic log adalah tidak dapat mendeteksi adanya porositas sekunder.
Adanya shale dalam batuan akan juga mengurangi kecepatan rambat gelombang
suara, sehingga akan memperbesar harga transite time batuan. Menurut Wyllie,
pengaruh adanya shale dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

( )
ma clay clay clay f
t V t V t t + + 1
......................... (3-22)
dimana:
V
clay
= ketebalan lapisan clay, ft
t
clay
= transite time clay, s/ft
3.2.4. Log Tambahan
Selain jenis log yang telah dibicarakan sebelumnya dimana log-log tersebut
adalah merupakan log utama, masih terdapat log-log lain yang berfungsi untuk
menunjang keberhasilan kegiatan penilaian formasi. Log-log tersebut adalah Caliper
Log dan Dipmeter Log.
3.2.4.1. Caliper Log
Caliper log menyajikan hasil pengukuran terhadap ukuran lubang bor sebagai
fungsi dari kedalaman lubang bor. Pada log ini digunakan suatu pegas yang dapat
mengembang secara fleksibel, untuk menyesuaikan kondisi lubang bor yang tidak
rata. Ujung paling bawah dari pegas ini dihubungkan dengan rod yang posisinya
tergantung pada kompresi pegasnya, oleh karenanya akan tergantung juga pada
ukuran lubang bornya. Arus dan kumparan perekam merupakan coupling induksi
sehingga potensial yang diinduksi dalam kumparan perekam akan tergantung pada
posisi rod. Hal inilah yang akan menghasilkan pencatatan voltage yang bervariasi
dengan ukuran lubang bor, dimana selanjutnya dicatat oleh alat di permukaan. Skema
peralatan dari caliper log dapat dilihat pada Gambar 3.18.
Gambar 3.18
Skema Peralatan Caliper Log
(Gatlin,C.; Petroleum Engineering Drilling and Well Completion)
Manfaat utama dari caliper log adalah untuk membantu perhitungan volume
lubang bor dengan tepat pada kegiatan penyemenan, selain itu dapat berguna untuk:
a) Menentukan letak dari setting packer yang tepat pada operasi DST
b) Membantu interpretasi log listrik dengan memberikan ukuran lubang bor yang
tepat, karena ukuran lubang bor yang digunakan pada interpretasi log listrik
biasanya diasumsikan sama dengan ukuran pahatnya
c) Estimasi ketebalan mud cake didepan zone permeabel yang akan memberikan
dukungan pada analisa logging secara kualitatif
d) Perhitungan kecepatan lumpur di annulus, dalam hubungannya dengan
pengangkatan cutting
e) Menentukan atau memperkirakan litologi batuan
3.2.4.2. Dipmeter Log
Tujuan pengukuran dengan dipmeter log adalah untuk menentukan
kemiringan (dip) formasi, baik sudut maupun arahnya. Peralatan dipmeter ada
beberapa jenis tergantung pada sistem elektroda yang digunakan, yaitu resistivity
dipmeter, SP continous dipmeter dan microlog continous dipmeter. Peralatan yang
terakhir ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan yang lainnya.
Gambar 3.19
Skema Dipmeter Log
(Gatlin,C.; Petroleum Engineering Drilling and Well Completion)
Microlog continous dipmeter menggunakan sistem tiga elektroda yang
masing-masing mempunyai sudut 120 terhadap bidang tegak lurus lubang bor, yang
dapat mencatat tiga kurva sekaligus secara serentak. Salah satu dari elektroda yang
mencatat variasi kedalaman, sedangkan yang lainnya akan mencatat batas zona atau
lapisan. Orientasi kemiringan elektroda dan kemiringan serta arah lubang bor juga
akan mencatat sekaligus. Skema peralatan dipmeter log dapat dilihat pada Gambar
3.19.
3.2.4.3. Log Resonansi Magnetik
Banyak kemajuan teknologi yang telah dicapai dalam sejarah logging, namun
beberapa sifat penting reservoir belum juga dapat diukur secara langsung, diantaranya
adalah permeabilitas, saturasi air sisa dan saturasi minyak sisa. Dan berkat kemajuan
teknologi dan didukung oleh penelitian laboratorium yang intensif, akhirnya masalah
tersebut di atas dapat terpecahkan. Log NMR (Nuclear Magnetic Resonance) hadir
dan telah banyak mengambil posisi penting dalam beberapa pengukuran yang
tentunya tidak dapat dilakukan oleh logging konvensional.
Log NMR mengacu pada prinsip fisika yaitu bahwa tanggapan dari suatu inti
atom terhadap medan magnet dapat menghasilkan sinyal-sinyal yang dapat diukur.
Sinyal yang terdeteksi pada sebagian besar unsur adalah kecil. Namun demikian,
hidrogen memiliki momentum magnetik yang relatif besar dan banyak sekali terdapat
pada air maupun hidrokarbon dalam celah pori batuan. Dengan menala alat NMR
pada frekuensi resonansi magnetik dari atom hidrogen, sinyalnya menjadi optimal
dan dapat diukur.
Parameter yang terukur adalah amplitudo dan pelapukan sinyal. Amplitudo
sinyal NMR berbanding langsung terhadap jumlah inti atom hidrogen yang ada dan
dikalibrasikan untuk memberikan porositas yang bebas dari sumber radioaktif dan
efek lithologi, sedang peristiwa pelapukan sinyal NMR selama tiap siklus pengukuran
yang disebut waktu relaksasi, itu tergantung pada ukuran pori-pori, pori-pori kecil
memperpendek waktu relaksasi. Waktu yang terpendek berasosiasi dengan air-ikat
lempung dan air-ikat kapiler. Pori-pori besar memberikan waktu relaksasi panjang
dan biasanya mengandung fluida yang dapat diproduksi. Jadi agihan waktu relaksasi
merupakan suatu pengukuran agihan ukuran pori-pori sesuatu yang baru dalam
petrofisika. Waktu relaksasi dan agihannya dapat diinterpretasikan untuk memberikan
nilai-nilai petrofisika seperti permeabilitas, porositas efektif dan saturasi air sisa.
Aplikasi lain mencakup kurva tekanan kapiler, identifikasi jenis hidrokarbon dan
sebagai alat bantu analisa fasies batuan.
Dua jenis waktu relaksasi dan agihan dapat diukur selama percobaan NMR.
Instrumen laboratorium biasanya mengukur waktu relaksasi longitudinal, agihan T
1
dan T
2
, sedangkan instrumen logging membuat pengukuran yang lebih cepat atas
waktu relaksasi transversal T
2
dan agihan T
2
. Jadi T
2
bisa diartikan sebagai waktu
relaksasi transversal.
Gambar 3.20
Skema Peralatan NMR
(Adi Harsono; Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log)
Seperti dipaparkan di atas bahwa selain dapat menentukan porositas dengan
lebih baik, NMR juga mampu untuk menghasilkan log permeabilitas secara langsung
di lapangan, sehingga mengurangi pengambilan core dan pengujian kandung lapisan.
Alat CMR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.20, panjangnya hanya 14
ft dan dapat disambungkan dengan alat log lainnya. Kontak dilakukan oleh suatu
pegas penyamping atau caliper dari alat logging lain. Daerah pengukuran dirancang
berkisar antara 0.5 inch hingga 1.25 inch ke dalam formasi dan merentangkan
panjang antena sekitar 6 inch, sehingga memberikan resolusi vertikal yang sangat
baik.
3.3. Well Testing
Tujuan utama dari uji sumur yaitu untuk mengukur kemampuan formasi
dalam memproduksikan fluida yang dikandungnya atau dengan kata lain mengukur
produktivitas formasi. Prinsip dasar pengukuran adalah membuat perbedaan tekanan
antara formasi dengan lubang bor. Perencanaan, pengoperasian dan analisa hasil uji
sumur yang tepat akan membantu melengkapi data tentang permeabilitas, derajat
kerusakan sumur, tekanan reservoir, kemungkinan batas-batas reservoir dan
heterogenitas formasi.
3.3.1. Drill Stem Test
DST mula-mula diperkenalkan pada tahun 1926 oleh Halliburton untuk
memastikan apakah suatu formasi produktif atau tidak, dapat dilakukan pada sumur-
sumur yang sedang dibor maupun pada sumur pengembangan
Penentuan zona test didasarkan pada petunjuk adanya minyak dari analisa
cutting dan logging. Untuk melakukan pengetesan zona tersebut, maka rangkaian
peralatan DST disambungkan dengan rangkaian drill string kemudian diturunkan
sampai zona test. DST ini merupakan temporary completion dan zona test diisolasi
untuk menghilangkan pengaruh tekanan hidrostatik lumpur, sehingga memungkinkan
fluida formasi mengalir melalui drill pipe dan secara kontinu mencatat tekanan
selama test berlangsung.
Umumnya prosedur DST meliputi periode aliran mula-mula yang pendek (the
initial flow period), suatu periode penutupan mula-mula yang pendek (the initial built
up), suatu periode aliran periode kedua yang panjang (the final built up). Jika test
DST ini hanya dilakukan satu periode penutupan dan satu periode penutupan, cara ini
disebut sebagai satu cycle dan apabila test ini meliputi the initial built up dan the
final built up sebagai dua cycle.
Cara Kerja/Operasi Pelaksanaan Test
Pada prinsipnya cara kerja atau prosedur pelaksanaan test dibagi menjadi lima
bagian, yaitu:
A. Going in Hole
Prosedur going in hole ini adalah mempersiapkan lubang bor untuk dilakukan
test:
1. Sebelum alat dimasukkan ke dalam lubang bor, diadakan sirkulasi untuk
membersihkan lubang bor.
2. Catat data-data sumur meliputi:
a. Kedalaman sumur serta interval pengujian
b. Tebal lapisan yang akan diuji
c. Diameter sumur, baik sudah dicasing maupun belum
d. Berat jenis lumpur pemboran yang digunakan
e. Karakteristik umum lapisan yang akan diuji
Hal ini dilakukan untuk menentukan jenis alat yang akan dipergunakan, misalnya
berapa panjang anchor, dimana packer diletakkan dan sebagainya
3. Turunkan alat secara pelan-pelan untuk menghindari kemungkinan terjadinya
break down formation.
4. Pasang flow line yang akan mengalir fluida hasil pengujian ke separator test.
B. Making Test
Prosedur making test adalah sebagai berikut:
1. Setelah mencapai lapisan yang akan diuji, kembangkan packer dan buka tester
valve.
2. Fluida yang masuk kedalam lubang bor akan mendesak bantalan air (water
cushion) serta udara di atasnya.
Bila aliran udara telah habis, maka kerangan dibuka untuk mengalirkan fluida
formasi menuju separator test. Laju aliran diukur pada separator test. Bila tidak
terjadi semburan udara berarti terjadi kelainan pada sistem kerja alat penguji atau
bila aliran terhenti berarti tekanan reservoir tidak mampu mengangkat fluida
reservoir ke permukaan.
Gambar 3.21
Rangkaian Peralatan DST
(Gatlin, C.; Petroleum Engineering Drilling and Well Completion)
C. Taking Closed in Pressure
Setelah tahapan making test maka langkah berikutnya adalah sebagai berikut:
Bila laju aliran tidak stabil, maka operasikan Closed in Valve untuk
mengakumulasikan tekanan reservoir. Pada saat ini terjadi suatu Pressure Build Up
dari tekanan.
D. Equalizing
Tahapan ini terjadi setelah periode penutupan akhir selesai, adapun
langkahnya adalah membuka Equalizer Valve untuk menyeimbangkan tekanan di
atas dan di bawah packer.
E. Reversing
Merupakan tahapan terakhir dari test sebelum rangkaian dicabut, perlu
diadakan sirkulasi lumpur, sehingga kondisi lubang sebelum dan sesudah pengujian
adalah sama. Kemudian cabut alat pelan-pelan untuk menghindari terjadinya swab
effect. Maka pengujian lapisan telah selesai.
Ada tiga kriteria tentang karakteristik hasil pencatatan tekanan yang baik dari
DST, yang dianjurkan oleh Murphy, Timmeran dan Van Poolen, yaitu sebagai
berikut:
1. Pressure base line adalah merupakan garis lurus dan jelas.
2. Tekanan hidrostatik mula-mula dan akhir yang dicatat sama dan tetap
terhadap kedalaman dan berat lumpur sama.
3. Tekanan aliran dan build up pressure yang dicatat merupakan kurva yang
smooth.
Dengan mengetahui karakteristik-karakteristik tersebut di atas, maka adanya
kondisi lubang bor/sumur yang buruk, alat yang tidak bekerja/berfungsi dengan baik
dan kesukaran lainnya dapat diketahui dari grafik pencatatan tekanan test DST.
Perencanaan, pengoperasian dan analisa hasil test sumur yang tepat akan melengkapi
data tentang permeabilitas, derajat kerusakan sumur (S), tekanan reservoir,
kemungkinan batas-batas reservoir dan heterogenitas formasi.
3.3.2. Pressure Build Up Test
Pressure build up test adalah suatu teknik pengujian transien tekanan yang
paling dikenal dan banyak dilakukan orang. Pada dasarnya, pengujian ini dilakukan
pertama-tama dengan memproduksikan sumur selama suatu selang waktu tertentu
dengan laju aliran yang tetap, kemudian menutup sumur tersebut (biasanya dengan
menutup kepala sumur di permukaan). Penutupan sumur ini menyebabkan naiknya
tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu (tekanan yang dicatat ini biasanya adalah
tekanan dasar sumur).
Berdasarkan data tekanan yang didapat dari hasil analisa pressure build up
tersebut, maka dapat ditentukan:
1. Permeabilitas formasi (k)
2. Adanya karakteristik kerusakan atau perbaikan formasi (faktor skin)
3. Produktivitas formasi (PI)
4. Tekanan statis (P
*
) dan tekanan rata-rata (P) reservoir
Dasar analisa PBU test ini dikemukakan oleh Horner, yang pada prinsipnya
adalah memplot tekanan terhadap suatu fungsi waktu berdasarkan suatu prinsip yang
dikenal dengan superposisi (superposition principle).
Berdasarkan prinsip superposisi tersebut, maka sumur diproduksi dengan laju
alir tetap selama waktu tp, kemudian sumur ditutup selama waktu t, sehingga
didapat bentuk umum persamaannya adalah:

,
_

t
t tp
log
h k
B q
162.6 - Pi Pws

............................ (3-23)
dimana:
P
ws
= tekanan dasar sumur, psi
P
i
= tekanan mula-mula reservoir, psi
q = laju produksi sebelum sumur ditutup, bbl/d
= viskositas minyak, cp
B = faktor volume formasi, bbl/STB
k = permeabilitas, mD
h = ketebalan formasi, ft
t
p
= waktu produksi sebelum sumur ditutup, jam = (N
p
/q) x 24
t = waktu penutupan sumur, jam
Dari Persamaan 3.23, terlihat bahwa apabila P
ws
diplot terhadap
log [(tp + t)/t ] akan merupakan garis lurus dengan kemiringan (slope, m):
h k
B q
162.6 m


.......................................................... (3-24)
Berdasarkan konsep tersebut, maka harga permeabilitas dapat ditentukan dari
slope m, sedangkan apabila garis tersebut diekstrapolasi ke harga Horner
Time [(tp + t) /t] = 1, maka secara teoritis harga P
ws
sama dengan tekanan awal
reservoir .
Untuk menentukan apakah terjadi kerusakan atau perbaikan formasi yang
ditandai oleh harga skin factor (S), maka digunakan persamaan:
1
1
]
1

3.23 +

2
w
wf jam 1
r Ct
k
log -
m
) P - P
1.151 S

(3-25)
Selanjutnya apabila S ini:
Berharga positif (+) berarti ada kerusakan (damage) yang pada umumnya
dikarenakan adanya filtrat lumpur pemboran yang meresap ke dalam formasi atau
mud cake di sekeliling lubang bor pada formasi produktif yang kita amati.
Berharga negatif () berarti menunjukkan adanya perbaikan, yang biasanya terjadi
setelah dilakukan pengasaman atau suatu perekahan hidraulik.
Adanya hambatan aliran yang terjadi pada formasi produktif akibat adanya
skin effect, biasanya diterjemahkan kepada besarnya penurunan tekanan, P
s
yang
ditentukan menggunakan persamaan:
P
s
= 0.87 x m x S, psi ............................................................ (3-26)
sehingga besarnya produktifitas formasi (PI) dan flow efficiency (FE) berdasarkan
analisa pressure build up ini dapat ditentukan menggunakan persamaan:
s wf
P - P - * P
q
PI

, BPD/Psi .............................................. (3-27)


dan

% 100
*
*

,
_

wf
s wf
P P
P P P
FE
............................................. (3-28)
sedangkan untuk mengetahui besarnya radius of investigation (r
i
) dapat ditentukan
menggunakan persamaan:

ft
C
t k
r
t
i
, 03 . 0


................................................... (3-29)
dimana C
t
= kompresibilitas, Psi
-1
3.3.3. Pressure Drawdown Test
Pressure drawdown test adalah suatu pengujian yang dilaksanakan dengan
jalan membuka sumur dan mempertahankan laju produksi tetap selama pengujian
berlangsung. Sebagai syarat awal, sebelum pembukaan sumur tersebut tekanan
hendaknya seragam di seluruh reservoir yaitu dengan menutup sumur sementara
waktu agar dicapai keseragaman tekanan di reservoirnya. Pada dasarnya pengujian ini
dilakukan pada:
a. Sumur baru
b. Sumur-sumur lama yang telah ditutup sekian lama hingga dicapai
keseragaman tekanan reservoir
c. Sumur-sumur produktif yang apabila dilakukan build up test, akan
mengalami kerugian
Informasi-informasi yang dapat dihasilkan dari analisa pressure drawdown
test diantaranya untuk menentukan:
a. Menentukan permeabilitas formasi (k)
b. Menentukan faktor skin (S)
c. Menentukan volume pori yang terisi fluida (Vp)
Metode analisa pressure drawdown test dibagi menjadi tiga (3), yaitu:
1. Pada saat periode transient (Infinite Acting)
Apabila suatu sumur diproduksi dengan laju aliran tetap dan tekanan awal
reservoir = P
i
, maka persamaan tekanan pada lubang bor (rD = 1) yang dinyatakan
dalam variabel tidak berdimensi, adalah:
PD = ln ( tD
) + 0.81................................................................ (3-30)
Setelah tD / rD
2
> 100 dan setelah efek wellbore storage menghilang, maka akhirnya
akan didapat:

S
r C
t k
h k
B q
P P
w
i wf
87 . 0 23 . 3 log
6 . 162
2
+

,
_

(3-31)
Dari Persamaan (3-29), terlihat bahwa plot antara P
wf
vs log (t) merupakan
garis lurus dengan kemiringan (slope = m)
h k
B q
162.6 - m


....................................................... (3-32)
Harga skin ditentukan dengan persamaan:
1
1
]
1

,
_

23 , 3 log 151 , 1
2
1
w
jam
r Ct
k
m
P Pi
S

...........(3-33)
2. Periode tansient lanjut
Persamaan umumnya:

,
_



2
69 . 14
2
84 . 0
e t
r C
t k
wf
e
h k
B q
P P

................................. (3-34)
atau:

2
00168 , 0
2
6 , 118 log ) ( log
e t
wf
r C
t k
h k
B q
P P

1
]
1

,
_

.(3-35)
Jika log (P
wf
- P) vs t diplot harus merupakan garis lurus dengan kemiringan:
2
e t
r C
t k
0.00168

................................................ (3-36)
dan titik potongnya terhadap sumbu tegak (b), adalah:
h k
B

q
118.6 b
.............................................................. (3-37)
Plot antara log (P
wf
- P) vs t akan linier asalkan P diketahui besarnya. Tetapi
sayangnya tidak, sehingga pada metode ini harus dilakukan coba-coba menggunakan
suatu harga P. Apabila harga P tadi cocok dengan kondisi yang ada, maka akan
didapatkan garis lurus dan apabila garis lurus telah didapatkan, maka permebilitas
dihitung dengan:
h b
B

q
118.6 k
............................................................ (3-38)
lalu untuk volume pori:
V
p
= 0.1115
C b
B q

........................................................... (3-39)
Faktor skin didapat dari persamaan:
75 . 0 ln 84 . 0 +

,
_

,
_

w
e
r
r
b
P P
S
.............................................. (3-40)
84 . 0
S x b
P
s
................................................................................. (3-41)
3. Periode semi mantap (Pseudo Steady State atau Semi Steady State)
Pengujian terutama untuk menentukan volume reservoir yang berhubungan
dengan sumur yang diuji, oleh sebab itu disebut Reservoir Limit Testing.
Persamaan dasar yang digunakan adalah:

1
1
]
1

,
_


4
3
000527 . 0
2 . 141
2
ED
e t
i wf
r In
r C
t k
B q P P

.... (3-42)
Dari Persamaan (3-42), plot antara P
wf
vs t merupakan suatu garis lurus dengan
kemiringan:
2
e t
L
r C
q


.............................................................. (3-43)
kemudian dari kemiringan tersebut akan dapat ditentukan drainage volume (bbl):

C
B q
V
L
p

0418 . 0
.............................................................. (3-44)

Anda mungkin juga menyukai