perhitungan velocity lumpur tertentu. Yang mana total horse power tersebut
merupakan fungsi sari kehilangan tekanan diseluruh sistim sirkulasinya, untuk
mendapatkan tekanan maksimum yang diteruskan ke bit, maka kehilangan
tekanan diusahakan seminimal mungkin terjadi. Untuk mengetahui hal ini, maka
terlebih dahulu harus mengetahui rheologi dari lumpur pemboran.
Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi optimasi pemboran berkaitan
dengan hidrolika lumpur pemboran untuk menaikkan penetration rate antara lain :
1. Bit hydraulic.
Perkembangan yang paling signifikan dalam meningkatkan efisiensi
pemboran adalah pemakaian jet bit. Kendall dan Goins memberikan suatu
Gambar 4.3.
Kurva Hydraulic Drillability4)
Manufaktur bermacam-macam bit yang digunakan oleh perusahaanperusahaan minyak, dalam usaha meningkatkan bottomhole cleaning,
sekarang ini telah dilengkapi dengan two-cone insert bit dengan
Gambar 4.4.
Two-cone Insert Bit dengan Pengembangan Luas Nozzle untuk Soft-formation
Optimasi Bottomhole Cleaning4)
lebih
Gambar 4.1.
Grafik Rejim Aliran Laminar dan Turbulent11)
Gambar 4.2.
Kurva Ideal Model Aliran11)
Konsep yang melibatkan shear stress dan shear rate dan pengukurannya
memungkinkan dilakukannya deskripsi secara matematis aliran lumpur pemboran.
Besarnya tenaga yang dikenakan pada fluida akan menentukan besarnya shear
rate, yang mana diistilahkan dengan laju aliran (flow rate) fluida melalui
konfigurasi geometris tertentu. Tahanan fluida yang berlaku saat shear rate terjadi
disebut shear stress, yang kemudian diistilahkan melalui analogi tekanan pompa.
Besarnya shear rate tergantung pada konfigurasi geometris pipa atau annulus,
velocity lumpur keseluruhan, dan sifat viskositas lumpur. Shear rate () dapat
dituliskan secara matematis :
dv
dr ..............................................................................................(4.1)
dimana v adalah velocity dan r adalah jarak dari dinding pipa. Sedangkan shear
stress () ditentukan dengan persamaan berikut :
F
A ...............................................................................................(4.2)
dimana F adalah tenaga yang dilakukan dan A adalah luas permukaan yang
melakukan tenaga. Shear rate dan shear stress merupakan dua ukuran dasar yang
sering digunakan untuk industri perminyakn dan hubungannya terhadap
penentuan tipa aliran fluida.
4.1.1.1.
Aliran Laminar
Merupakan aliran dimana masing-masing partikel dalam fluida bergerak
silindris maju dalam suatu garis lurus dan pararel antara satu dengan yang lainnya.
Kecepatan pada dinding adalah nol dan kecepatan masing-masing partikel yang
semakin jauh dari dinding semakin bertambah hingga mencapai maksimum pada
pusat aliran. Aliran ini mempunyai pola yang tenang, dimana tahanan gesek
disebabkan adanya kerja gesek dan tak tergantung pada kekasaran dari pipa.
Aliran laminar ini menimbulkan kecepatan satu arah, yaitu komponen
longitudinal.
Perbedaan velocity pada masing-masing partikel yang dibatasi oleh jarak
disebut shear rate, sedangkan gaya aksial yang dikenakan pada seluruh luasan
fluida disebut shear stress. Dan perbandingan antara shear stress terhadap shear
rate disebut viscosity, yaitu ketahanan fluida untuk mengalir dalam satuan poise,
adalah gaya shear stress sebesar 1 dynes/cm2. Aliran laminar di sekitar pipa
digambarkan sebagai concentric cylinder, dimana velocity silindris naik dari nol
pada dinding pipa dan bernilai maksimum pada pusat pusat axis pipa sehingga
menghasilkan bentuk profil aliran laminar, yaitu parabolic velocity profile, seperti
tampak pada Gambar 4.5. berikut ini.
Gambar 4.5.
Profil Parabolik Velocity Aliran Laminar11)
Plotting antara shear stress versus shear rate dikenal dengan consistency
curve, seperti tampak pada Gambar 4.2.. Fluida yang tidak mengandung partikel
lebih besar dari ukuran molekul (misalnya air, larutan garam, minyak dan
glycerine) memiliki consistency curve yang relatif lurus dari titik semula, fluida
ini disebut Fluida Newtonian. Viskositas fluida Newtonian ditentukan dengan
menghitung slope kurva konsitensinya.
Suspensi fluida seperti halnya lumpur pemboran yang mengandung
partikel lebih besar daripada ukuran molekul tidak mengikuti kaidah fluida
Newtonian lagi, tapi dikelompokkan sebagai fluida Non-Newtonian Hubungan
antara shear stress sengan shear rate tergantung pada komposisi fluidanya. Teori
Bingham (selanjutnya dikenal dengan Bingham Plastic) menggunakan dua
parameter untuk mendeskripsikan fluida tersebut, yaitu yield point dan plastic
viscosity. Shear stress yang dikenakan pada shear rate fluida Non-Newtonian
menghasilkan plastic viscosity atau apparent viscosity atau effective viscosity,
perhatikan Gambar 4.2.
Lumpur pemboran yang mengandung polymer dan sedikit atau tidak sama
sekali partikel padatan memiliki shear rate yang besar meskipun juga memiliki
yield point, namun dapat diabaikan, dan kenyataannya bahwa consistency curve
dimulai pada titik mulanya, bukan dihitung setelah yield point. Perilkau ini
pseudo plastic fluida ini dideskripsikan dengan Power Law yang menyatakan
bahwa :
ShearStress K ShearRate ......................................................(4.3)
n
gD P
2V 2 L ..........................................................................................(4.4)
friction factor merupakan resistensi aliran terhadap dinding pipa, hal ini
berkaitan dengan Reynolds number seperti yang dinyatakan Karman.
2. Reynold number.
1
A log N Re
f
f C
......................................................................(4.5)
Harga konstanta A dan C tergantung pada kdinding pipa dan harus ditentukan
secara eksperimen. Gambar 4.7. menunjukkan kurva berdasarkan persamaan
Karman diatas pada berbagai grade pipa. Tekanan aliran turbulent dapat
ditentukan dengan memprediksikan perhitungan Reynolds number-nya (N Re),
kemudian ditentukan Fanning friction factor (f) berdasarkan Gambar 4.7.,
selanjutnya kehilangan tekanan (P) dengan Persamaan (4.4). Perlu
diperhatikan bahwa tekanan aliran turbulent hanya bisa ditentukan jika
Reynolds number diketahui.
Gambar 4.7.
Kurva Hubungan Antara Reynolds Number dengan Fanning Friction Factor 11)
Dengan menarik kesimpulan dari Persamaan (4.4) dan (4.5) antara Fanning
friction factor (f) dan Reynolds number (Nre) diperoleh persamaan baru :
f
16
N Re ...........................................................................................(4.6)
Gambar 4.6.
Profil Velocity Aliran Turbulent11)
Vdi
...............................................................................(4.7)
V D do
....................................................................(4.8)
Dimana :
Nre = bilangan Reynold, tidak berdimensi.
= viskositas, cp
= diameter lubang, in
do
di
Dari hasil percobaan diketahui bahwa untuk Nre > 3000 adalah aliran
turbulen dan Nre < 2000 adalah aliran laminar, sedangkan diantaranya adalah
aliran transisi.
Selain dengan bilangn Reynold diatas, untuk menentukan sifat aliran fliuda
pemboran dapat pula dengan menggunakan konsep velocity kritis, yaitu apabila
velocity kritisnya lebih kecil daripada velocity rata-rata fluida, maka alirannya
adalah turbulent. Sedangkan bila velocity kritisnya lebih besar dari velocity ratarata fluidanya, maka alirannya adalah laminar.
Kecapatan atau velocity rata-rata fluida (V) dalam feet per seconds,
umumnya ditentukan dari laju sirkulasi (Q) dalam gallon per minute dan diameter
pipa dalam inc. Secara matematis dinyatakan :
V
Q
A ..............................................................................................(4.9)
Q
2,448 di 2 ...................................................................................(4.10)
Q
2,448 D 2 do 2 .......................................................................(4.11)
0 ,5
...................................(4.12)
0 ,5
........................(4.13)
g c dVr / dr .............................................................................(4.14)
Dimana :
= viscositas, cp
................................................................................................(4.15)
Fluida Bingham plastic dengan memasukkan harga yield point (YP) dan plastic
viscosity (PV) yang menghasilkan slope, dapat digambarkan dengan pengukuran
600 dan 300 rpm pada alat ukur standard viscometer. Konsep pengukuran yield
point dan plastic viscosity pada lumpur pemboran dan deskripsi rotasi pada
viscometer dikemukakan oleh Melrose dan Lilienthal, dimana keuntungan
utamanya adalah perhitungan model Bingham plastic dapat dilakukan dengan
sederhana.
PV R600 R300 ..............................................................................(4.17)
YP R300 PV ................................................................................(4.18)
Plastic viscosity diperoleh dengan pengurangan harga dial reading pada 600 rpm
oleh harga dial reading 300 rpm, sedangkan yield point diperoleh dengan
pengurangan harga dial reading pada 300 oleh yield point.
1.067 C .........................................................................................(4.19)
1.704 RPM ...................................................................................(4.20)
Dimana :
600 300
600 300 .....................................................................................(4.21)
= Plastic Viscosity, cp
C600
C300
y C 300 p
..................................................................................(4.23)
jika harga n pada Persamaan (4.24) bernilaki 1, maka persamaan berubah menjadi
Persamaan (4.15), yang berarti bahwa fluidanya adalah Newtonian, dimana harga
K sama dengan harga -nya.
Penentuan n dan K
Persamaan (4.24) dapat dipresentasikan dalam bentuk logaritma berikut ini :
log n log log K ............................................................................(4.25)
n 3.32 log
C 600
C 300 ...................................................................................(4.26)
C 600
1022 n , lb/100 ft2.........................................................................(4.27)
Gambar 4.8.
Logaritma Consistency Curve Fluida Power Law11)
hydrolika
merupakan
salah
satu
faktor
terpenting
yang
jet bit belum meluas, dewasa ini jet bit telah mencapai 60 70% dari semua bit.
Dahulu orang berfikir bahwa penggunaan bit mengharuskan penambahan tekanan
pompa. Hal ini dapat mempercepat kerusakan pompa. Tetapi pengontrolan sifatsifat fluida akan memperbaiki keadaan ini. Penggunaan jet bit didukung oleh
hasil-hasil praktek dimana jet bit mempertinggi penetration rate, karena adanya
pembersihan dasar lubang dengan baik dan cepat. Sehingga penggunaan jet bit
memerlukan perencanaan hidrolika yang lebih baik, yang berhubungan dengan
pembersihan cutting.
Untuk membersihkan cutting di dasar lubang dan mengangkatnya ke
permukaan dilakukan dengan cara mensirkulasikan lumpur pemboran dari
permukaan masuk ke dalam drill string, keluar dari dalam pahat kemudian melalui
annulus antara dinding luar drill stringdan dinding dalam lubang bor terus
membawa cutting dan kotoran lainnya.
Untuk itu sebelum membahas tentang perencanaan hidrolika, akan kami
bahas dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi pengangkatan cutting, yaitu pada:
o Kecepatan fluida di annulus antara drill pipa dengan dinding lubang bor.
o Kapasitas untuk menahan dari fluida pemboran tersebut, yang mana
merupakan fungsi dari density, distribusi aliran(laminar atau turbulen), dan
viscositasnya.
Didalam pekerjaan pemboran, besarnya kecepatan di annulus berkisar
antara 100 120 fpm telah diras cukup,akan tetapi kadang-kadang bisa mencapai
200fpm untuk suatu keadaan tertentu. Sirkulasi pemboran ini dilakukan pada
suatu rate yang tertentu dengan peralatan yang ada. Analisa pengangkatan serpih
ini memang jarang sekali dilakukan. Karena bila jumlah cutting terasa cukup
yang terangkat ke permukaan hal ini dianggap cukup aman.
Dari penyelidikan yang telah dilakukan, ternyata pengangkatan cutting ini
terutama dipengaruhi oleh kecepatan lumpur di annulus. William dan Bruce
melaporkan bahwa bila air merupakan fluida pemboran, kecepatan fluida
diannulus sebesar 120 fpm dengan distribusi aliran turbulen ini telah cukup untuk
mengangkat cutting yang ukurannya normal. Kecepatan ini sedikit lebih kecil
dari yang umum digunakan dalam praktek, walaupun fluida dalam praktek adalah
bukan air yang tentunya dengan kecepatan yang lebih rendah telah biasa untuk
menaikkan cutting.
Untuk mempelajari pengangkatan cutting perlu diperkenalkan konsep slip
velocity(kecepatan menggelincir), dimana dapat diterangkan sebagai berikut :
Bila suatu partikel (cutting) dengan density kira-kira 20,8 sampai 22 lb/gal
dimasukkan ke dalam ember air (density 8,33 lb/gal), maka dia akan turun ke
bawah dengan kecepatan mula-mula, makin lama makin cepat, lalu setelah
mencapai kecepatan tertentu (terminal velocity) akan jatuh dengan kecepatan
tetap. Kecepatan yang tetap ini disebut slip velocity.
Padahal air dalam kasus diatas diam, tetapi bilamana ia bergerak ke atas,
konsep diatas masih berlaku. Dengan catatan bahwa turunnya cutting terhadap
fluida mempunyai rate seperti slip velocity dan rate turun terhadap dinding adalah
kecepatan naikknya fluida dikurangi slip velocitynya. Untuk di annulus secara
matematis kecepatan partikel dinyatakan :
V P VF Vs .....................................................................................(4.28)
dimana :
Vp = kecepatan naik partikel, ft/det = fps
Vf = kecepatan fluida, fps
Vs = slip velocity partikel, fps
Karena Vf dapat dikontrol dengan rate pompa, maka dalam menganalisa hal
tersebut persoalan yang utama adalah terletak pada penentuan Vs.
Walaupun adanya gravitasi akan menyebabkan cutting ini bergerak ke arah
dasar (merupakan slip velocity), jika kecepatan di annulus (ke arah atas) ini cukup
untuk mengatasi slip velocity, maka cutting dapat terangkat ke atas. Agar cutting
dapat mencapai permukaan, maka slip velocity harus lebih dari kecepatan rata-rata
aliran di annulus, dimana tergantung pada ukuran lubang out-put pompa serta
ukuran drill pipe dan drill collarnya.
Dengan pengangkatan cutting secara cepat ke permukaan, hal ini
mempunyai pertimbangan-pertimbangan pada efisiensi pemboran serta laju
pemboran itu sendiri.
kapasitas dari fluida untuk membawa cutting dan tergantung dari beberapa factor,
Gambar 4.9.
Pengaruh Densitas Lumpur terhadap Pengangkatan Cutting4)
Gambar 4.10.
Menurut Williams dan Bruce, lumpur dengan viskositas dan gel strength
yang rendah akan mempunyai kapasitas mengangkat cutting yang besar, dan akan
menjadi lebih optimal jika sirkulasi menggunakan model aliran turbulent.
Sirkulasi aliran turbulent akan cenderung meminimalisasi efek terselipnya cutting
(slippage) di dekat dinding pipa atau lubang sumur, karena sifat aliran turbulent
mampu yang berputar hingga menjangkau sisi-sisi yang tidak bisa dijagkau aliran
laminar, terutama pada sisi luar pusat axial aliran lumpur.
akan
tetapi
keburukan-keburukan
karena
tingginya
viscositas
menyebabkan usaha ini jarang dilakukan, kecuali bila tidak ada jalan lain.
Didalam fluida pemboran yang mempunyai viscositas rendah, untuk memperoleh
kapasitas membawa cutting sebesar maksimum ini dicapai bila system alirannya
turbulen serta jika kondisi sumur diijinkan.
Gambar 4.11.
Distribusi Kecepatan Partikel dalam Viscous Flow di Annulus4)
Gambar 4.12.
Pengaruh Rotasi Drillpipe terhadap Pengangkatan Cutting4)
Tabel IV-1.
Equivalensi Panjang Peralatan di Permukaan16)
Sebagai contoh,
misalkan pressure loss pada drill pipe adalah 0.1 psi/ft dan kombinasi no 4 dengan
drill pipe5 OD 19.5 lb/ft yang digunakan, maka pressure loss dipermukaan
adalah :
579 x 0.1 = 57.9 psi
32LV
gcD 2 .................................................................................(4.29)
dimana:
dP
= viscositas absolut, cp
= panjang pipa, ft
gc
LV
1500D 2 ...................................................................................(4.30)
dimana:
dP
= viscositas absolut, cp
= panjang pipa, ft
32VL 16yL
3D .......................................................................(4.31)
gc D2
VL
yL
2
225 D .....................................................................(4.32)
1500 D
dimana :
dP
= viscositas absolut, cp
= panjang pipa, ft
Kehilangan tekanan pada aliran ini, untuk fluida bingham plastic maupun
newtonian dalam unit lapangan adalah sebagai berikut :
fLV 2
dP
25,8 D ....................................................................................(4.33)
dimana :
dP
= viscositas absolut, cp
VL
yL
2
200 Do Di .............................................(4.34)
1000 Do di
VL
2
1000 Do di .......................................................................(4.35)
dimana :
dP
= viscositas absolut, cp
= viscositas plastic
= panjang pipa, ft
Do
Di
dP
fLV 2
25,8 Do Di .........................................................................(4.36)
dimana :
dP
= panjang pipa, ft
Do
Di
Dimana :
0,5
..................................................................(4.37)
Cd
= Coefisien of Discharge
P1
P2
Q 2
2 gcCd 2 A 2 ..............................................................................(4.38)
dimana :
dP
gc
= konstanta gravitasi
Q 2
12032Cd 2 A 2 ..........................................................................(4.39)
.....................................................................................(4.40)
dimana :
Vp
Vf
Vs
Gambar 4.13.
Pengangkatan Partikel Cutting di Annulus16)
Vs 113 ,4
1,5 f
0,5
............................................................(4.41)
Vs 86 ,5
0 ,5
..............................................................(4.42)
atau :
Vs 175
D p p f
f
0 ,667
0 , 333
0 ,333
...............................................................(4.43)
dimana:
Vs
Dp
= diameter cutting, in
1,5
2,4Vm 2 N 1
D do 3 N
200 K D do
Vm
............................................(4.44)
dimana :
N 3,32 log
K
2 p
p .......................................................................(4.45)
p
511N ......................................................................................(4.46)
= viscositas plastic, cp
Vm
= diameter lubang, in
Do
= konsisten indeks
24,51Q
D 2 do 2 ................................................................................(4.47)
ROP
Qm 86 ,5 D p p / f 1 0 ,5
A
2
1 dp / dh Ca
.....................(4.48)
Q 0,00679SN 2 D 2 d 2 e ............................................................(4.49)
dimana :
Qm
dp
= diameter pipa, in
dh
= diameter lubang, in
= panjang stroke, in
= diameter liner, in
= efisiensi volumetric
hidrolika
merupakan
salah
satu
faktor
terpenting
yang
aliran akan memperbaiki keadaan tersebut, dimana pemakaian jet bit akan
mempertinggi penetration rate sebab adanya pembersihan lubang yang lebih baik
sehingga tidak terjadi regrinding.
Pada jet bit dipasang nozzle, yaitu lubang yang mempunyai diameter
keluaran lebih kecil daripada masukkan sehingga mempertinggi rate. Penentuan
ukuran nozzle yang merupakan fungsi fari densitas lumpur, rate optimum dan
kehilangan tekanan pada bit dijabarkan dalam persamaan berikut :
Q 2 opt
A m
10858 Pb
0.5
.........................................................................(4.50)
Diameter nozzle bersatuan 1/32 inch. Kerja aliran lumpur yang keluar dar bit
menuju batuan formasi merupakan pokok pembicaraan dalam sub bab ini, yang
disebut konsep bit hydraulic. Dimana dalam usaha mengoptimalisasi hidrolika ini
ada tiga metode, yaitu :
o Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)
o Bit Hidraulic Impact (BHI)
o Jet Velocity (JV)
Dalam optimasi hidrolika ini pembicaraannya meliputi beberapa
perhitungan yang berkaitan denan :
o Kecepatan jet nozzle, yaitu kecepatan aliran pada nozzle.
o Impact force, yaitu besarnya kecepatan gaya lumpur dalam menumbuk
dasar lubang bor.
o Bit hydraulic horse power, yaitu tenaga lumpur yang keluar dari bit karena
pembersihan cutting tergantung dari energi lumpur yang keluar dari bit.
fluida
terhadap
batuan,
maka
akan
semakin
besar
efek
log Pp1 / Pp 2
log Q1 / Q2 ...........................................................................(4.51)
Kp Pp2 Q2
Kp
..............................................................................(4.53)
Pp1
z
Q1 .........................................................................................(4.54)
Selain itu perlu diketahui terlebih dahulu rate minimum (Qmin), rate
maksimum (Qmax), daya maksimum pompa dan densitas lumpur.
Langkah-langkah utnuk menentukan optimasi perhitungan adalah sebagai
berikut :
A. Kondisi Tekanan Maksimum (Pmax).
1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan
Pb
z
Pm
z 1
.................................................................................(4.55)
Pm
z 1 K p
1/ z
.......................................................................(4.56)
3. Perhatikan apakan Qopt lebih besar dari rate minimum (Qmin), Qopt > Qmax.
Pb Pm K p Q z opt
........................................................................(4.57)
4. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmax), Qopt < Qmax.
Jika tidak terpenuhi, Qopt = Qmax
Pb Pm K p Q z opt
........................................................................(4.58)
Pm Qopt
1714
...............................................................................(4.59)
Q 2 opt
A m
10858 Pb
0.5
.........................................................................(4.50)
Pb 1714
HPm
K p Q z min
Qmin
...........................................................(4.60)
Ps
1714 HPm
Qmin
..............................................................................(4.61)
C. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum (Qopt ) dengan persamaan :
Qopt
1714 HPm
Pm
...........................................................................(4.62)
.................................................................................(4.63)
Pb Qopt
1714 Ab .............................................................................(4.64)
Pb Qopt
1346 Ab .............................................................................(4.65)
Gambar 4.14.
Diagram Alir Konsep BHHP19)
Z
Pm
Z 2
................................................................................(4.66)
2 Pm
z 2 K p
.......................................................................(4.67)
Pb Pm K p Q z opt
........................................................................(4.68)
Pm Qopt
1714
...............................................................................(4.69)
6. Perhatikan apakah HPs < HPm, jika tidak coba dengan kondisi lain.
7. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan :
m Q 2 opt
A
10858 Pb
0. 5
.........................................................................(4.50)
1714 HPm
z 2 K p
z 1
................................................................(4.70)
z 1 1714 HPm
z 2
Qopt
.................................................................(4.71)
3. Periksa apakah Qopt < Qmax, jika tidak terpenuhi maka Qopt = Qmax
1714 HPm
z
K p Q max
Qmax
Pb
.....................................................(4.72)
4. Periksa apakah Qopt > Qmin, jika tidak terpenuhi maka Qopt = Qmin
1714 HPm
z
K p Q min
Q
min
Pb
.....................................................(4.73)
1714 HPm
Qopt
..............................................................................(4.74)
6. Perhatikan apakah Ps < Pm, jika tidak coba dengan kondisi lain.
7. Hitung luas nozzle total optimum dengan Persamaan (4.50)
C. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum dengan persamaan
Qopt
1714 HPm
Pm
...........................................................................(4.75)
Pm
...........................................................(4.76)
BIF Ki Q Pb ..........................................................................(4.77)
dikonversikan dengan kondisi lapangan menjadi :
BIF 1.73 10 2 Q m Pp
0. 5
.................................................(4.78)
Gambar 4.15.
Diagram Alir Konsep BHI19)
Metode ini berprinsip, semakin besar rate yang terjadi pad abit akan berarti
semakin besar efektifitas pembersihan dasar lubang. Maka metode ini berusaha
untuk mengoptimalkan rate pompa supaya rate di bit maksimum.
Langkah-langkah utnuk menentukan optimasi dalam konsep Jet Velocity
hanya dibagi menjadi diua bagian, yaitu :
A. Kondisi Tekanan Maksimum (Pmax).
1. Tentukan dengan rate optimum dengan persamaan :
Qopt Qmin
.......................................................................................(4.79)
Pb Pm K p Q z min
.......................................................................(4.80)
HPs
Pm Qmin
1714 ..............................................................................(4.81)
4. Periksa apakah HPs < HPm pompa, jika tidak terpenuhi coba dengan
kondisi lain.
5. Hitung luas nozzle total dengan menggunakan Persamaan :
m Qopt
A
10858 Pb
0.5
.........................................................................(4.50)
.......................................................................................(4.82)
Pb
1714 HPm
K p Q z min
Qmin
.........................................................(4.83)
Ps
1714 HPm
Qmin
..............................................................................(4.84)
10858 Pb
0.5
.........................................................................(4.50)
Dalam konsep Jet Velocity ini, evaluasi bisa dilakukan melalui kecepatan
aliran di bit (Vb).
Vb K v Pb
0.5
..................................................................................(4.85)
Qopt
An ................................................................................(4.86)
Gambar 4.16.
Keterangan :
Qopt
Qmax
Qmin
Pb
Pm
HPs
Setelah kita mengetahui total luas nozzle, maka dapat dipilih masingmasing diameter nozzle dengan Tabel IV-2.
Tabel IV-2.
Optimasi Diameter Nozzle19)