Anda di halaman 1dari 14

JTM Vol. XVIII No.

4/2011

EVALUASI PENGGUNAAN GLASS BUBBLE SPHERE PADA


SUMUR-X
Bonar Tua Halomoan Marbun 1, Peter Benson1, Satria Kumala Putra2, Samuel Zulkhifly2
Sari
Jenis baru fluida pemboran untuk pemboran underbalance telah berhasil dikembangkan dan telah berhasil digunakan
di lapangan. Fluida pemboran ini memanfaatkan hollow glass sphere (HGS), biasanya dikenal dengan glass bubble
yang digunakan untuk mereduksi densitas supaya berada di bawah densitas base mud dan menjaga kompresibilitas
dari fluida pemboran. Dari hasil uji lapangan glass bubble dapat diaplikasikan dan dicampur pada kondisi normal
dari pemboran, juga cocok dengan fluida pemboran dan peralatan konvensional, bit, dan perlengkapan pengatur
kadar padatan dengan sedikit sekali efek negatif. Keuntungan lain menggunakan fluida ini adalah tingginya kecepatan
penetrasi pemboran, mengurangi kerusakan pada formasi dan menanggulangi loss circulation. Jika dibandingkan
dengan pemboran aerasi maka kita dapat mengeliminasi kompresor sehingga hal ini akan membuat glass bubble lebih
murah selain itu penggunaan lumpur ini juga memungkinkan dilakukannya MWD. Pada paper ini akan dibahas
mengenai fungsi dari glass bubble sebagai materi yang mereduksi densitas dalam kaitannya dengan penanggulangan
loss circulation pada Sumur X-05 dan X-06 yang berada dalam satu cluster. Dari data yang ada, akan dibandingkan
performance dari fluida pemboran dengan menggunakan indeks Mud Quality Index (MQI) yang terbaru dimana
metode ini akan membandingkan performa dari masing-masing sumur dengan perlkuan yang berbeda. Di masa depan
diperlukan penelitian lebih lanjut agar loss yang terjadi dapat diminimalkan.
Kata kunci: glass bubble, loss circulation, indeks kualitas lumpur
Abstract
A new class of underbalanced drilling fluid has been developed and was recently field tested. The fluid utilizes hollow
glass sphere (HGS), also known as glass bubble, to decrease the fluid density to below that of the base mud while
maintaining incompressibility. The field tests demonstrated that glass bubble drilling fluids can be easily and safety
mixed under field operating conditions, compatible with conventional drilling muds and rig equipment, and can be
circulated through conventional mud motors, bits, and solid control equipment with little detrimental effect on either
mud or equipment. Potential benefit of using this fluid include higher penetration rate, decrease formation damage,
and lost circulation mitigation. When used in place of aerated fluid they can eliminate compressor usage and allow
mud pulse MWD tools. This paper will mainly discuss about the used of glass bubble in well X-05 and X-06 in case to
overcome total loss circulation that exist in the same cluster. From the data given, the lattest Mud Quality Index (MQI)
method will be used to compare diffrent well and diffrent treatment. In fact, it will need research to minimizing fluid
loss as low as we can achieve.
Keywords: total loss circulation, glass bubble, mud quality index
1)

Kelompok Keahlian Teknik Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas, Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp : +62-22-2504955, Fax.: +6222-2504955, Email: bonar.marbun@tm.itb.ac.id
2)
Pertamina Upstream Technology Center, Jl. Prof. Dr. Satrio No. 16 Jakarta 12950

I. PENDAHULUAN
Total loss circulation sering terjadi pada formasi
karbonat, diantaranya adalah Formasi mid mean
carbonat. Hal ini akan sangat merugikan sekali
ketika formasi sedang menembus formasi ini.
Sebagai contoh, waktu yang diperlukan untuk
menanggulangi total loss circulation dan akibat
yang muncul akibat total loss circulation
(misalnya: reaming, trip, stuck pipe, fishing job).
Selain waktu yang cukup lama untuk
menanggulangi total loss circulation, dibutuhkan
juga biaya yang banyak akibat dari pemakaian
loss circulating material (LCM), semen, biaya
untuk penyemenan, biaya tambahan untuk sewa
peralatan maupun jasa seperti rig, MLU, Mud
Eng, dan Top Drive.
Penggunaan glass bubble diharapkan sekali
dapat meningkatkan performa dari fluida
pemboran sekaligus mengeliminasi biaya yang
tidak produktif. Setelah mengaplikasikan glass
bubble ini di lapangan bukan berarti tugas kita
telah selesai sebagai engineer, tetapi lebih

daripada itu diharapkan terus dilakukan evaluasi


yang mendalam terhadap performance sumur
yang digunakan sehingga ke depannya pemboran
akan berjalan efektif dan dapat menghemat
biaya. Salah satu metode untuk mengevaluasi
kinerja dari lumpur pemboran yang kita gunakan
adalah metode mud quality index (MQI) yang
terbaru, di mana dengan metode ini kita dapat
membandingkan kinerja dari lumpur yang kita
gunakan dengan lapangan lain yang berbeda jauh
ataupun berbeda lokasi tanpa terhalang oleh
faktor kompleksitas dari sumur.
II. MID MEAN CARBONATE
Sebelum kita beranjak lebih jauh dalam
pembahasan evaluasi penggunaan glass bubble
pada sumur X, kita akan mengawalinya dengan
pokok persoalan yang menyebabkan penggunaan
glass bubble di lapangan. Pada kenyataannya
formasi
ini
sangat
merugikan
karena
kemungkinan terjadi total loss circulation ketika
menembus formasi ini cukup besar. Berdasarkan
proses pembentukannya batuan karbonat
197

Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly

termasuk kedalam batuan sedimen, dimana


batuan ini terbentuk sebagai akibat pengendapan
material-material dari batuan beku. Selain itu
batuan karbonat juga termasuk kedalam batuan
sedimen non klastik yang merupakan batuan
yang terbentuk dari proses kimiawi yaitu
material yang larut dalam air, terutama air laut.
Lingkungan pengendapan dari mid main
carbonat ini pada low energy edge shelf sampai
dengan outer energy edge shelf. Hal ini berarti
bahwa batuan mid main carbonate terbentuk
pada lingkungan marine dimana daerah low
energy shelf merupakan daerah lautan dalam
sedangkan high energy shelf merupakan daerah
batas benua dengan daerah marine. Batuan ini
memiliki
karakteristik
berupa
porositas
intergranular dan juga vuggy (Gambar 1). Hal ini
akan membuat batuan karbonat memiliki
saluran-saluran dan gerowong-gerowong yang
apabila dilalui oleh fluida pemboran maka akan
menyebabkan sebagian atau banyak fluida
pemboran yang mengalir pada daerah tersebut.

air. Sedang pada air dapat pula dibagi


menjadi air asin tak jenuh dan jenuh. Istilah
oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari
95%. Invert emulsions mempunyai komposisi
minyak 50 -70% (sebagai fasa kontinu) dan
air 30 - 50% (sebagai fasa terdispersi).
b. Reactive solids
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya
untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini
clay air tawar seperti bentonite menghisap
(absorp) air tawar dan membentuk lumpur.
Istilah "yield" digunakan untuk menyatakan
jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan
dari satu to clay agar viskositas lumpurnya 15
cp. Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100
bbl/ton. Dalam hal ini bentonit mengabsorp
air tawar pada permukaan partikelpartikelnya, hingga kenaikan volumenya
sampai 10 kali atau lebih, yang disebut
"swelling" atau "hidrasi". Untuk salt water
clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik
diair tawar atau di air asin dan karenanya
digunakan untuk pemboran dengan "salt
water muds". Baik bentonite ataupun
attapulgite akan memberi kenaikan viskositas
pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas
dinaikkan dengan penaikan kadar air dan
penggunaan aspal.
c. Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi)
Biasanya berupa barit (BaSO4) yang
digunakan untuk menaikkan densitas lumpur,
ataupun galena atau bijih besi. Inert solids
dapat pula berasal dari formasi-formasi yang
dibor dan terbawa lumpur seperti rijang, pasir
atau lempung non swelling, dan padatanpadatan seperti ini secara tidak sengaja
memberikan kenaikan densitas lumpur dan
perlu dibuang secepat mungkin (bisa
menyebabkan abrasi, kerusakan pompa dll).

Gambar 1. Porositas pada batuan karbonat


III. LUMPUR PEMBORAN

Keberhasilan operasi pemboran sangat


bergantung pada fluida dari pemboran.
Sehubungan dengan pengaplikasian glass
bubble sebagai aditif non reaktif ke dalam
base mud yang kita gunakan, penting bagi
kita untuk mengenal aditif dan komponen
yang terdapat dalam lumpur pemboran.
Fungsi utama dari fluida pemboran ini
antara lain mengimbangi tekanan formasi,
melumasi bit, dan media pengangkatan
cutting ke permukaan. Secara
umum
lumpur
pemboran
dapat
dipandang
mempunyai empat komponen atau fasa
antara lain:
a. Fasa cair
Ini dapat berupa minyak atau air. Air dapat
pula dibagi dua, tawar dan asin. Tujuh puluh
lima persen lumpur pemboran menggunakan
198

d. Fasa kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang
digunakan untuk mengontrol sifat-sifat
lumpur,
misalnya
dalam
dispersion
(menyebarnya partikel-partikel lempung)
atau flocculation (berkumpulnya partikelpartikel lempung). Efeknya terutama tertuju
pada peng "koloid"an lempung yang
bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang
digunakan untuk menurunkan viskositas,
mengurangi water loss, dan mengontrol fasa
koloid (disebut surface active agent). Zat-zat
kimia yang mendispersi (thinner =
menurunkan viskositas/mengencerkan).
IV. ADITIF LUMPUR PEMBORAN
Di dalam fluida pemboran terdapat aditif-aditif
dengan fungsinya masing-masing fungsi, fungsifungsi aditif tersebut antara lain 1. Fluid loss
control: menjaga integritas lubang dan
mengurangi fluid loss dalam formasi produktif,
contoh wyoming bentonite, starch, CMC, X-C

Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere pada Sumur-X

Polymer 2. Thinner (pengencer), contoh: air,


phospates, lignins, dan tannin 3. weighting agent
(bahan-bahan pemberat): Memiliki specify
gravity yang tinggi untuk menaikan densitas
fluida, contoh: barite, galena, calcium carbonat,
brine solution 4. pH adjuster (pengatur pH):
Untuk menetralkan pH, dikarenakan pada
umumnya aditif bersifat asam, contoh: Sodium
Hydroxide (caustic soda), potassium Hydroxide,
calcium h ydroxide. 5. Lost Circulation
Materials: Aditif yang ditambahkan untuk
mencegah lost circulation, contoh: fibrous
material, walnut shell dan ground mica.
V. LOW DENSITY AGENT (LDA) ATAU
GLASS BUBBLE SPHERE
Hampa, uniseluler, soda-lime borosilikat glass
merupakan materi yang sangat unik (Gambar 2).
Ukuran partikelnya bervariasi antara 8 sampai
dengan 125 mikron dan 90% ukurannya adalah
8-85 micron (Gambar 3). Aditif ini mempunyai
ketebalan dinding rata-rata sebesar 1-2 mikron
(Gambar 4). Berdasarkan fungsinya, glass
bubble sphere dapat dikategorikan sebagai loss
circulation material (Gambar 5) dan juga sebagai
penurun densitas. Material pembentuk glass
bubble sphere terdiri dari Soda Lime Boro
Silicate Glass (SiO2, CaO, B2O3, NaO2).

Gambar 3. Distribusi ukuran partikel (Burnett,


2003)

Gambar 4. Ketebalan dinding glass bubble


(Mashar, 2011)

Gambar 2. Bentuk fisik glass bubble sphere


(Burnett, 2003)

Gambar 5. Efek pada zona loss (Burnett, 2003)


5.1 Komponen Pembentuk Glass bubble
Sphere
199

Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly

Ada beberapa komponen dalam pembuatan glass


bubble, diantaranya adalah:
1. Silika sebagai pemberi warna bening pada
glass bubble
2. Diboron trioksida sebagai zat yang
memperkuat ikatan kaca
3. Soda sebagai zat untuk menurunkan titik
didih silica
4. Kapur zat yang digunakan sebagai pelindung
dari kaca agar kaca tidak bereaksi dengan
zat-zat lainnya.
5.2 Silika
Secara kimia, material silikat yang paling
sederhana adalah silikon dioksida atau silica
(SiO2). Secara struktur membentuk ikatan 3
dimensi yang dihasilkan ketika setiap sudut dari
atom oksigen dalam tetrahedron saling berikatan
dengan atom oksigen lain yang berdekatan.
Akibat hal tersebut material ini bersifat netral
dan mempunyai struktur elektronik yang stabil.
Dibawah kondisi ini, perbandingan antara atom
Si dan O adalah 1 : 2, sesuai dengan rumus
kimianya (Gambar 6).

Gambar 7. Kristal ikatan (SiO44-) (Callister,


2007)

Gambar 6. siliconoxygen tetrahedron (SiO44-)


(Callister, 2007)
Jika tetrahedral ini disusun maka akan terbentuk
struktur kristal. Terdapat tiga bentuk kristal yang
dapat terbentuk antara lain : kuarsa, kristobalit,
dan tridimit. Strukturnya menjadi berantakan dan
terbuka. Atomnya juga tidak terbungkus dengan
rapi. Sebagai akibatnya silika kristal mempunyai
densitas yang rendah sebagai contohnya kuarsa
yang mempunyai densitas 2,65 gr/cm3. Ikatan
antar atomnya mempunyai temperatur yang
tinggi untuk memutuskannya yaitu 17100C.
5.3 Kaca Silika
Silika dapat juga dibentuk tanpa struktur kristal
atau bisa dikatakan kaca. Kaca
silika
mempunyai penyebaran atom yang merata yang
merupakan karakteristik dari fluida. Bahan dasar
pembuatan kaca silika yang terbaik adalah
dengan menggunakan SiO44-. Perlu ditambahkan
oksida lainnya seperti B2O3 dan GeO2 untuk
pembentuk ikatan. Kaca inorganik seperti kaca
yang digunakan pada kontainer, jendela, dan
juga kaca silika juga ditambahkan material
seperti CaO dan Na2O. Oksida ini tidak
membentuk
ikatan
berupa
polyhedral.
Sebaliknya oksida ini memperbaiki ikatan antar
SiO4 4-, untuk itulah oksida ini dapat dikatakan
sebagai pengubah ikatan (Gambar 7).

200

Gambar 8. Struktur kaca sodium silica (Callister,


2007)
5.4 Kalsium Oksida
Disebut juga kapur atau kapur bakar, biasa
digunakan pada reaksi-reaksi kimia. Berwarna
putih, sangat merusak, bersifat alkali kristalin
dan berbentuk padatan pada suhu kamar.
Kalsium oksida biasanya dibuat dengan
dekomposisi secara termal dari batu kapur yang
mengandung kalsium karbonat (CaCO3) pada
dapur pengering. Hal ini dapat dijalankan dengan
memanaskan hingga mencapai suhu 8250C,
prosesnya
dinamakan
calcination
atau
pembakaran kapur, untuk membebaskan molekul
CO2. Kapur ini tidak stabil dan ketika
didinginkan secara spontan akan bereaksi dengan
CO2 dari udara maka akan kembali ke bentuk
kalsium karbonat.
5.5 Sodium Karbonat
Dikenal juga sebagai soda pembersih atau abu
soda, Na2CO3 adalah garam sodium dari asam

Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere pada Sumur-X

karbonat. Zat ini dapat diekstraksi dari berbagai


macam abu tanaman. Secara sintetis dibuat dari
garam dapur dan batu kapur dengan proses yang
dinamakan solvay. Industri gelas merupakan
aplikasi terpenting dari zat ini.
Ada beberapa cara untuk menghasilkan zat ini,
diantaranya:
1. Metode Nicolas Leblanc:
NaCl + H2SO4 Na2SO4 + 2 HCl
Na2SO4 + CaCO3 + 2 C Na2CO3 + 2 CO2
+ CaS
2. Proses Solvay:
2 NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2
CaO + H2O Ca(OH)2
Ca(OH)2 + 2 NH4Cl CaCl2 + 2 NH3 + 2
H2O
5.6 Diboron Trioksida
Zat ini merupakan salah satu oksida dari Boron.
Berwarna putih, berupa kaca padatan yang
memiliki formula B2O3. Banyak dijumpai dalam
bentuk kaca, meskipun demikian zat ini dapat
dikristalkan dengan proses pendinginan. Zat ini
merupakan salah satu zat yang paling sulit untuk
dikristalkan.
Kaca boron oksida dibentuk dari cincin boroxol
yang mempunyai 6 komponen, yaitu 3 kordinat
boron dan 3 kordinat oksigen. Model ini masih
merupakan kontroversi, tetapi karena belum ada
model yang mendeskripsikan densitas yang
tepat.
Boron trioksida dibuat dengan perlakuan
terhadap asam sulfat dan tungku pencampuran.
Asam boraks akan dibentuk menjadi uap air dan
asam metaborik HBO2 pada suhu sekitar 1700C
dan pemanasan sampai dengan suhu 3000C akan
menghasilkan Boron Trioksida. Reaksinya
seperti dibawah ini:
H3BO3 HBO2 + H2O
2HBO2 B2O3 + H2O
5.7 Komponen Tambahan
Cullet: merupakan pecahan-pecahan kaca atau
kaca yang berasal dari produk tak lolos quality
control. Cullet berfungsi untuk menurunkan
temperatur leleh dari bahan baku. Cullet yang
diumpankan sebanyak 25% dari total bahan
baku.
Borax: menurunkan koefisien ekspansi dan
menaikkan ketahanan terhadap bahan kimia.
Feldspar: mempunyai formula umum: R2O,
Al2O, 6 SiO2 di mana R2O dapat berupa Na2O

abu K2O abu campuran dari kedua oksidasi


tersebut.
Bahan stabilizer: merupakan bahan yang
mampu menurunkan kelarutan di dalam air,
tahan terhadap serangan bahan kimia lain
termasuk materi-materi lain yang terdapat di
atmosfer. Contoh bahan stabilizer:
1. Kalsium karbonat, membuat produk akhir
menjadi tidak larut di dalam air.
2. Barium karbonat, meningkatkan berat
spesifik dan indeks bias.
3. Timbal oksida, membuat produk menjadi
transparan, mengkilat, dan memilikiindeks
bias yang tinggi.
4. Seng oksida, membuat gelas tahan terhadap
panas yang mendadak, memperbaiki sifatsifat fisik dan mekanik, dan meningkatkan
indeks
bias.
Aluminium
oksida,
meningkatkan viskositas gelas, kekuatan
fisik, dan ketahahan terhadap bahan kimia.
VI. PROSES
PEMBUATAN
GLASS
BUBBLE SPHERE
Setelah
mengetahui
komponen-komponen
penyusun glass bubble sphere, maka pembuatan
dari glass bubble sphere sangat mirip sekali
dengan proses pembuatan kaca untuk kebutuhan
sehari-hari, yang membedakan hanyalah proses
pembentukannya.
Sebelum kita menuju proses pembuatan ada
beberapa sifat-sifat fisik dari kaca yang perlu
diketahui dalam kaitannya pembentukan material
tersebut,sifat-sifat fisik ini penting untuk
diketahui untuk memaksimalkan hasil yang
diperoleh dari pembuatan kaca tersebut. Sifat
fisik tersebut antara lain:
1. Melting Point: Temperatur dimana viskositas
mencapai 10 Pa-s (100 P); pada kondisi ini
kaca bisa dianggap sebagai fluida.
2. Working Point: Temperatur dimana vikositas
bernilai 103 Pa-s (104 P); kaca akan mudah
dibentuk pada viskositas ini.
3. Softening Point: Temperatur dimana
viskositas bernilai 4 x 106 Pa-s (107P);
merupakan temperatur maksimum dimana
lembaran gelas dapat dibentuk tanpa
menyebabkan beberapa perubahan.
4. Annealing Point: Temperatur dimana
viskositas bernilai 1012 Pa-s (1013 P); pada
tempratur ini, penggabungan atom-atom
berlangsung secara cepat dimana stress yang
tersisa dapat dihilangkan dalam waktu sekitar
15 menit.
5. Straint Point: Tempertatur dimana viskositas
bernilai 3 x 1013 Pa-s (3 x 1014 P); untuk
tempratur dibawah straint point, akan terjadi
retakan pada permulaan perubahaan secara
plastik. Temperatur transisi gas akan berada
diatas straint point.
Dalam pembuatan kaca diperlukan penurunan
tekanan yang optimum dan sangat dihindari
201

Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly

terjadinya kristal (Gambar 9). Terdapat beberapa


jenis kaca yang umum pada industri-industri,
Gambar 10 menunjukan sifat-sifat fisik beberapa
material.

Na2SO3 Na2O + CO2


CaCO3 CaO + CO2
Na2SO4 Na2O + SO2
MgCO3.CaCO3 MgO + CaO + 2CO2
Reaksi antara SiO2 dengan Na2CO3 pada suhu
6300C 7800 C
Na2CO3 +aSiO2 Na2O.aSiO2 + CO2
Reaksi antara SiO2 dengan CaCO3 pada suhu
600o C
CaCO3 +bSiO2 CaO.bSiO2 + CO2

Gambar 9. Karakteristik gelas dan kristal


(Callister, 2007)

Reaksi antara CaCO3 dengan Na2CO3 pada suhu


di bawah 600o C
CaCO3 + Na2CO3 Na2Ca(CO3)2
Reaksi antara Na2SO4 dengan SiO2 pada suhu
884o C
Na2SO4 + nSiO2 NaO.nSiO2 + SO2 + 0.5O2
Reaksi utama:
aSiO2 + bNa2O + cCaO
aSiO2.bNa2O.cCaO.dMgO

Gambar 10. Sifat-sifat fisik gelas (Callister,


2007)
Setelah mengetahui temperatur optimum dalam
pembuatan glass, maka akan mudah untuk kita
melakukan atau mendapatkan bentuk yang kita
inginkan. Proses tersebut antara lain:
1. Persiapan bahan baku (batching)
Pada tahap ini dilakukan penggilingan,
pengayakan bahan baku serta pemisahan dari
pengotor-pengotornya. Serbuk bahan baku
ditimbang sesuai komposisi, termasuk bahanbahan aditif lain yang diperlukan seperti zat
pewarna atau zat-zat sesuai dengan produk
kaca yang dikendaki. Pengadukan campuran
bahan baku dalam suatu mixer dilakukan agar
campuran menjadi homogen sebelum
dicairkan.
2. Pencairan (melting/fusing)
Bahan baku yang sudah homogen, diayak
dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tungku
(furnace) bersuhu sekitar 1500oC sehingga
campuran akan mencair. Selama proses
pencairan, masing-masing bahan baku akan
saling berinteraksi membentuk reaksi-reaksi
kimia berikut:
Reaksi-reaksi penguraian:
202

dMgO

3. Pembentukan (forming/shaping)
Bahan kaca yang berbentuk cair lalu dialirkan ke
dalam alat-alat yang berfungsi untuk membentuk
kaca padat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa
jenis dalam proses pembentukan kaca:
1. Proses Fourcault
Bahan cair dialirkan secara vertikal ke atas
melalui sebuah bagian yang dinamakan
"debiteuse". Bagian ini terapung di
permukaan kaca cair dengan celah sesuai
dengan ketebalan kaca yang diinginkan. Di
atas debiteuse terdapat bagian sirkulasi air
pendingin yang akan mendinginkan kaca
hingga 650 670oC. Pada suhu tersebut kaca
berubah menjadi pelat padat dan akan
bergerak dengan didukung oleh roda pemutar
(roller) yang menarik kaca tersebut ke atas.
2. Proses Colburn (Libbey-Owens)
Jika proses Fourcault, gerakan kaca
berlangsung secara vertikal, maka pada
prosesColburn kaca akan bergerak secara
vertical kemudian diikuti gerakan horizontal
setelah melewati roda-roda penjepit yang
membentuk leburan gelas menjadi lembaranlembaran.
3. Proses Pilkington (float process)
Bahan cair dialirkan ke dalam sebuah kolam
berisi cairan timah (Sn) panas. Kecepatan
aliran bahan cair ini merupakan pengatur
tebal tipisnya kaca lembaran yang akan
diproses. Kaca akan mengapung di atas
cairan timah karena perbedaan densitas di
antara keduanya. Kaca ini tetap berupa cairan

Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere pada Sumur-X

dengan pasokan panas yang berasal dari


pembakar di bagian atas kolam. Pengendalian
temperatur di dalam kolam dilakukan agar
kaca tetap rata di kedua sisinya serta pararel.
Bahan yang biaanya digunakan untuk
keperluan ini adalah gas nitrogen murni.
Selanjutnya, aliran kaca melewati daerah
pendinginan (masih di dalam kolam) dan
keluar dalam bentuk kaca lembaran bersuhu
600o C.
4. Proses tiup (blow)
Proses ini digunakan untuk membuat botol
kaca, gelas kemasan, atau aneka bentuk kaca
seni lainnya.
5. Proses Foaming (Gambar 11)
Cara ini merupakan cara untuk pembuatan
Glass bubble Sphere dimana udara hasil dari
pembakaran berupa CO2 akan dimanfaatkan
untuk pembentukan kaca yang berbentuk
bola-bola kecil yang kemudian dapat
dimanfaatkan untuk aditif lumpur Pemboran
(Gambar 12).

pada kaca yang tidak merata sehingga dapat


menimbulkan kepecahan. Termasuk kedalam
tahap ini adalah proses pendinginan.
VII.

KEUNTUNGAN GLASS BUBBLE


SPHERE
Struktur kimia ini sangat stabil sehingga tidak
dapat dipecahkan (insoluble) dalam air maupun
minyak serta bersifat non-compressible. Sifat
alkalinitasnya yang rendah membuat glass
bubble sphere cocok dengan sebagian besar
resin. Glass bubble sphere berbentuk bulat
sempurna (spherical) dengan luas permukaan
yang minimum sehingga meningkatkan aliran
dan non abrasive (Ball Bearing Effect).
Glass bubble sphere mampu menghasilkan
densitas 0,38 0,66 gr/cc. Keuntungan lain dari
glass bubble sphere yaitu incompressible
sehingga mampu menghasilkan densitas yang
stabil, bisa digunakan untuk measurement while
drilling (MWD), menjaga kesatabilan lubang
bor, mempunyai hole cleaning yang baik,
meminimalisasi differential sticking, mengurangi
loss circulation, mengurangi kerusakan formasi,
mudah diproses, dan compatible / cocok dengan
surface cleaning equipment (Solid control
equipment)
VIII. APLIKASI GLASS BUBBLE SPHERE
DI LAPANGAN
Di lapangan, Glass bubble sphere digunakan
dengan mencampurkan base mud dengan aditif
glass bubble sphere pada hopper (Gambar 14).

Gambar 11. Proses pembuatan foaming glass


(Laimbock, 1998)

Drilling
Fluid

Glass
Bubbles

LDDF

Gambar 14. Prinsip low density agent (Arco et


al., 2000)

Gambar 12. Proses masuknya udara ke dalam


gelas (Laimbock, 1998)
6. Annealing
Fungsi tahapan ini adalah untuk mencegah
timbulnya tegangan-tegangan antar molekul

Proses pencampurannya terdiri dari dua cara,


cara pertama adalah dengan mencampurkannya
secara gravitasi kedalam mixing tank sedangkan
cara kedua adalah dengan menggunakan
diaphragm pump yang dihubungkan ke dalam
hopper. Kedua cara tersebut telah berhasil
digunakan namun apabila menggunakan cara
pencampuran secara gravitasi akan banyak
menghemat
waktu.
Prosedur
dengan
pencampuran secara gravitasi adalah sebagai
203

Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly

berikut, pertama bag (Gambar 15) yang berisi


glass bubble sphere didatangkan. Bag ini dilapisi
dengan polyethilene plastic film untuk
melindungi dari air hujan. Segera setelah itu
dialirkan kedalam mixing tank dengan dialirkan
udara ke dalamnya (Gambar 16) untuk
memudahkannya bergerak. Dengan metoda ini
akan terjadi pentransportasian material sejumlah
700 lb bag dalam waktu 6 menit. Segera setelah
ada kontak dengan lumpur pada hopper (Gambar
17) maka glass bubble sphere akan segera
menyebar. Cara kedua adalah dengan
menggunakan diaphragm pump (Gambar 18)
yang dilengkapi suction wand yang digunakan
untuk memudahkan glass bubble sphere untuk
bergerak ke dalam mixing hopper. Ternyata
glass bubble sphere yang masuk ke dalam
hopper tidak terlalu banyak dan tidak kontinu
sehingga akan memakan lebih banyak waktu,
namun metoda ini memiliki keuntungan dimana
pemasangan diaphragm pump cukup mudah.
Gambar 17. Glass sampai pada Hopper
(Devadass, 2010)

Gambar 15. Bag glass bubble sphere (Devadass,


2010)

Gambar 18. Diaphragm pump (Devadass, 2010)

Gambar16. Pengaliran udara (Devadass, 2010)

IX. METODOLOGI PENELITIAN


9. 1 Pencarian Pengukuran Performance dari
Fluida Pemboran
Selama beberapa tahun belakangan telah banyak
usaha untuk menemukan Indeks Kunci
Pengukuran
Performa
(KPI)
yang
memungkinkan untuk melakukan perbandingan
aktivitas pemboran pada lokasi yang berbeda.
Pada kasus dimana tidak model dari fluida
pemboran yang telah dapat diterima secara
universal dan pengukuran terhadap aktivitas ini
telah menuntun pada cara mudah untuk
mendapatkan cost/m atau cost/m3 per setiap
interval yang dibor pada basis kampanye dari
sumur pada suatu lapangan tertentu.
Biaya untuk fluida pemboran berkisar antara 525% dari biaya total pembangunan. Jika kita

204

Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere pada Sumur-X

Shell Well Engineers Data Model (EDM)


versi 2006 mengidentifikasi 4 level pada
NPT yang menyangkut pada problem dari
lumpur antara lain:

melanjutkan pada indeks harga tradisional


kemudian pada bagian bawah dari range ini tidak
ada rangsangan untuk mengurangi biaya ini dan
untuk itu tidak ada penggerak untuk mengukur
peningkatan perfrmance dari banyak lokasi kita.
Penggerak untuk meningkatkan performa
terletak pada dampak pada sumur secara
kesluruhan dan pengembangan lapangan yang
ekonomis dalam kaitannya dengan Non
Productive Time (NPT) dan penundaan produksi
dan ini bisa menjadi sangat signifikan.
Dari data yang ada, akan ditentukan Mud Quality
Index (MQI) dari masing-masing sumur dengan
langkah-langkah berikut ini:
1. Tentukan Perkirakan Kualitas Lumpur
TerbaikBiaya
lumpur
untuk sumur
diasumsikan sama dengan biaya aktual
yang digunakan untuk bahan kimia lumpur
pemboran dengan tidak adanya bahan yang
terbuang dari pengontrolan bahan kimia
pada lapanganQMC = Mud Chemical Cost
(MCC) + Waste Disposal Cost (MWC) +
Equipment/Engineering Cost
2. Tentukan Actual Drilling Mud Cost
QMC = Mud Chemical Cost (MCC) +
Waste
Disposal
Cost
(MWC) +
Equipment/Engineering Cost
3. Tentukan Mud Related NPT Cost

4.

5.

6.

Masalah yang berhubungan dengan lumpur:


1. Lost Circulation - Formation
2. Lost Circulation Self induced
3. Bore Hole
Actual Drilling Chemical Cost
Termasuk ke dalam biaya ini adalah bahan
kimia pembersihan lubang sumr dan juga
biaya servis.
Menentukan Mud Impairment Cost (MDC)
Biaya ini adalah biaya yang terbuang akibat
tertundanya produksi. Biaya terbuang ini
dapat diakibatkan oleh biaya untuk fracture
dalam kaitannya untuk penanggulangan
damage. Tetapi dikarenakan tidak ada
waktu untuk penanggulangan damage maka
MDC = 0.
Mud Quality Index (MQI)
MQI = (
)

Dari prosedur di atas akan dibandingkan kedua


sumur yang memiliki perlakuan yang berbeda
terutamaq dalam penggunaan glass bubble.
Prosedur perhitungan selengkapnya dari MQI
dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Diagram alir penentuan MQI (Osode et al., 2007)


205

Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly

X. HASIL DAN PEMBAHASAN


10.1 Evaluasi Hasil Pemakaian LDA dalam
Sistem Lumpur LDM
Pemboran lapisan MMC di Sumur X-06
dilakukan dengan menggunakan pahat PDC 6 +
BHA DD + MWD sedangkan lumpur yang
digunakan adalah sistem LDM .Jenis LDA yang
digunakan adalah HGS 8000X. Hasil penggunaan
LDA di sumur RDL-06 dalam pemboran trayek
6.
1. SG lumpur yang digunakan 0,83 0,85, rate
dynamic loss 0,2-0,3 bpm, sedangkan rate
static loss 0,18 bpm. Total lumpur yang hilang
selama pemboran lapisan MMC sampai
penyemenan liner 4-1/2 adalah 912 bbls
(lumpur yang hilang selama pemboran trayek
6 yaitu 514 bbls selama 28 jam). Dalam
pemboran ini masih terjadi loss circulation
meskipun
sudah
menggunakan
LDM
dikarenakan SG yang digunakan adalah 0.84
sedangkan hasil perhitungan SG yang
diharapkan berdasarkan tekanan reservoir
sumur-sumur referensi adalah 0,747 0,788.

Hal ini masih lebih baik dibandingkan dengan


pemboran sumur sebelumnya (X-05) dimana
terjadi total loss circulation (tidak ada aliran
balik sama sekali) yang harus ditanggulangi
dengan pemompaan LCM sebanyak 38 kali
dengan berbagai jenis LCM dan konsentrasi
serta penyemenan plug balance sebanyak 5
kali namun tetap belum berhasil mengatasi
total loss circulation.
2. Pemboran lapisan MMC sumur X-06 dengan
lumpur LDM jauh lebih cepat dibandingkan
dengan pemboran lapisan MMC sumur X-05
dengan lumpur KCl Polymer. Perbandingan
waktu pemboran untuk sumur X-06 dan X-05
dapat dilihat di Tabel 1 dan 2. Dari Tabel 1
dan 2 terlihat perbedaan waktu yang sangat
signifikan dimana untuk sumur X-06 hanya
memerlukan waktu 102 jam sedangkan untuk
sumur RDL-05 memerlukan waktu 911 jam
(286,5 jam untuk combating loss, semen plug
34,5 jam).

Tabel 1. Waktu pada setiap kegiatan Sumur X-06


No.

Activity

Status

Code

Hours

Days

Drilling Actual

PT

2a

30,5

1,27

Circ-Hole Clean

PT

5a

11,5

0,48

Circ-Cond Mud

PT

5b

3,5

0,15

Trips-Drilling BHA

PT

6a

25,5

1,06

Prepare BHA

PT

6c

1,0

0,04

Wireline-Prep

PT

11a

2,0

0,08

Wireline Job

PT

11b

6,0

0,25

Pipe Sticking

NPT

20c

18,0

0,75

NPT-Operator Material/tools

NPT

21f

4,0

0,17

102,00

4,25

Total

Days

Tabel 2. Waktu pada setiap kegiatan pada Sumur X-05


Activity
Status
Code
Hours
Drill actual
PT
2a
62,0

Reaming

PT

155,0

6,46

Circulate Hole Clean

PT

5a

3,5

0,15

Trip - Drilling BHA

PT

6a

24,0

1,00

Trip - Prepare BHA

PT

6c

1,0

0,04

Cut off Drilling Line

PT

2,0

0,08

No.

206

2,58

Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere pada Sumur-X

Cement Plug Back

PT

18

34,5

1,44

Combating Loss

NPT

20a

286,5

11,94

Pipe Sticking

NPT

20c

206,5

8,60

10

Fishing Job

NPT

20d

116,5

4,85

11

NPT - Top Drive

NPT

21e

1,5

0,06

12

NPT - Operator Material/tools

NPT

21f

18,0

0,75

911,00

37,96

Total
3. Biaya pemboran lapisan MMC di sumur X-06
jauh lebih murah dibandingkan dengan sumur
X-05. Untuk sumur X-06 biayanya US $
500.607,28 (selama 102 jam) sedangkan untuk
sumur X-05 biayanya US $ 1.877.754.45
(selama 911 jam). Biaya yang sangat mahal ini

adalah akibat dari total loss circulation yang


menyebabkan
munculnya
permasalahanpermasalahan yang lain yaitu combating loss,
stuck pipe, severing job, whipstock untuk side
track, dan fishing job. Lihat pada Tabel 3 dan
Table 4.

Tabel 3. Biaya yang dikeluarkan untuk Sumur X-06


NO

Jenis Kegiatan

Biaya ($)

Persentase(%)

Lumpur,bahan kimia, dan service

365640,12

73,04

Top Drive

14664,53

2,93

Directional drilling dan Survey

23205,08

4,64

MLU

1980

0,4

Pengawasan

1344,76

0,27

Bahan Bakar dan Lubricant

24818,95

4,98

Service Line dan Komunikasi

95,24

0,02

Kontrak Rig OW - 700/40

68758,59

13,74

Total Biaya

500507,27

100

Tabel 4. Biaya Pemboran Sumur X-05


No.

Jenis Kegiatan

Biaya ($)

Persentase(%)

Kontrak Rig NT-45/II

367032,19

19,55

Lumpur, Bahan Kimia, dan Engineering Service

225987,46

12,03

23700

1,26

Bit

Top Drive

127111,98

6,77

Whipstock

95000

5,07

Fishing Job

35689

1,9

Directional Drilling dan Survei

71355,2

3,8

Penyemenan Plug balance

56880,6

3,14

Back Off Operation

22990,63

1,22
207

Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly

10

Logging GR-CCI untuk Sidetrack

3885,28

0,21

11

Loss pada Lubang

622592

33,16

12

MLU

20037,36

1,55

13

Pengawasan

11113,52

0,59

14

Fuel dan Lubricant

176483,24

9,4

15

Service Line dan Komunikasi

6896

0,37

1866754,46

100

Total

6. Penggunaan KPI ini sangat membantu dalam


perhitungan
terutama
tingkat
kekompleksannya sangat rendah dan dapat
mengeliminasi
parameter-parameter
kekompleksannya.
7. Penggunaan KPI terbaru ini dapat memicu
untuk mengoptimalkan waktu pemboran dan
mereduksi biaya untuk lumpur pemboran
8. Dari hasil Perhitung MQI didapat bahwa
sumur X-6 memiliki MQI 0.94 sedangkan
sumur X-5 bernilai 0.5. Hal ini menunjukan
bahwa kinerja glass bubble di lapangan dalam
menanggulangi total loss circulation sangat
baik dan dapat mengeliminasi banyak Non
productive Time.

4. Nilai MQI yang terbaik adalah yang paling


mendekati satu. Apabila terlalu kecil maka
mengindikasikan banyak waktu yang terbuang
selama proses pemboran. Apabila nilainya
terlalu besar maka mengindikasikan bahwa
pendesainan sumur tidak baik atau dapat
dikatakan memiliki safety factor dalam desain
yang terlalu besar.
5. Keberhasilan dari prediksi dengan metode KPI
ini sangat dipengaruhi oleh desain biaya awal
yaitu QMC, dikarenakan biaya ini sebagai
biaya pembanding dan disinilah titik tumpu
dari penggunaan MQI dengan KPI yang
terbaru.

SG
0,83-0,85

Tabel 5. Properties dari lumpur X-6 dengan glass bubble


Gels 10
Gels 10
Vis
PV
YP
PH
sec
Min
50-58

15-17

17-19

XI. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Mud Quality Index yang baru dapat
membandingkan performa satu sumur dengan
sumur
lain
tanpa
terkendala
oleh
kekompleksan dari sumur, lokasi, dll.
2. Performa glass bubble sphere
dalam
menanggulangi loss circulation sudah cukup
baik dan dapat mengeliminasi non productive
time (NPT) pada saat pemboran berlangsung.
3. Perlu penyempurnaan dalam glass bubble
sphere baik dari segi materi, diameter, dll
sehingga nantinya dapat digunakan untuk
menanggulangi total loss circulation.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arco, M. J., Blanco, J. G., Marquez, R. L.,
Garavito, S. M., Tovar, J. G., Farias, A. F.,
and Capo, J. A., 2000. Field Application of
Glass bubble Sphere as a Density-Reducing
Agen, presented at the SPE Annual
Technical Conference and Exhibition, 1-4
October 2000, Dallas, Texas (paper SPE
62899).

208

6-7

14-16

2.

API FL

Mud
Cake

4,9-5,4

Burnett, D., Improving Performance of Low


Density Drill in Fluid with Hollow Glass
Sphere , (paper SPE 82276).
3. Callister, W.D., 2007. Materials Science and
Engineering an Introduction. Seven Edition,
America.
4. Devadass, M., 2010. Tambun Field LDA
Drilling Program, presentation.
5. 3M, Product Information, 3M Glass bubbles
HGS Series.
6. Drilling Dept., 2010. Standard Operting
Procedur Pemboran.
7. Drilling Dept., 2010. Laporan Akhir
Pemboran Sumur RDL-06.
8. Drilling Dept., 2010. Laporan akhir
Pemboran Sumur RDL-05.
9. Laimbock, P., 1998. Foaming of Glass
Melts, Technische Universiteit Eindhoven.
10. Medley, Jr., George, H., William. C., and
Garkasi, A. Y., 1995. Use of Hollow Glass
for Underbalance Drilling Fluids, presented
at the SPE Annual Technical Conference
and Exhibition, 22-25 October 1995, Dallas,
Texas (paper SPE 30500).
11. Medley, Jr., George, H., Haston, J. E.,
Richard, L., Martindale, I. D., and Duda, J.

Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere pada Sumur-X

R., 1997. Field Application of Light Weight


Hollow Glass Sphere Drilling Fluid,
presented at the SPE Annual Technical
Conference and Exhibition, 5-8 October
1997, San Antonio, Texas (paper SPE
38637)
12. Osode, P., Mohamed A. F., and Stevenson,
E., 2009. Quest for a Pragmatic Drilling
Fluid Performance Index-Key to Improving
Fluid Performance and Optimising Quality
Well Delivery Economics, presented at the
SPE Middle East Oil and Gas Show and
Conference, 15-18 March 2009, Bahrain,
(paper SPE 120646).
13. Quintero, L., 1997. Formation Stability and
Formation damage of gas oil in water

emulsion, presented at the 1997 SPE


International Symposium on Oilfield (paper
SPE 37290).
14. Thyagaraju, B. A., Pratap, K. K., Pangtey,
K. S., Trivedi, Y. N., Georges, G. P., Goff,
D. A., and Deadass, M., 2009. Case Study
Using Hollow Glass Microsphere to Reduce
the Density of Drilling Fluid in the Mumbai
High, India and Subsequent Field Trial at
GTI Catoosa Test Facility, presented at the
SPE/IADC Middle East Drilling Technology
Conference & Exhibition, 26-28 October
2009, Manama, Bahrain (paper SPE/IADC
125702).

209

Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly

210

Anda mungkin juga menyukai