Anda di halaman 1dari 25

1.

gradien tekanan

gradien tekanan dalam polimer cair adalah penurunan tekanan per satuan
panjang sepanjang jalur aliran. Penurunan tekanan dari satu lokasi ke
lokasi lain adalah kekuatan yang mendorong polimer cair mengalir selama
pengisian. Polimer selalu bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah,
mirip dengan air yang mengalir dari sudut lebih tinggi ke elevasi yang lebih
rendah. Mengisi dengan gradien tekanan lebih seragam yang diinginkan.
Non-seragam gradien tekanan sering menunjukkan masalah seperti aliran
ragu, lebih-kemasan (yang mengakibatkan di flash) dan di bawah-kemasan
(mengakibatkan penyusutan berlebihan).
Pov = 1 D, (D=Depth)

Tekanan fluida pada reservoir hidrokarbon ditentukan oleh tekanan fluida air (Pw) disekitar reservoir. Tekanan
fluida air (Pw) dinyatakan dalam persamaan berikut ini:

dimana gradien tekanan untuk tiap jenis fluida dipengaruhi oleh specific gravity jenis fluida tersebut. Gradien
tekanan untuk beberapa jenis fluida pada sistem reservoir adalah :

Berikut ini gambaran hubungan antara tekanan overburden dan tekanan kolom fluida pada sistem reservoir:
2. tekanan formasi

Apa yang dimaksud tekanan formasi? Tekanan formasi merupakan tekanan dari fluida yang
mengisi ruang pori pada batuan. Selama proses burial dan kompaksi, sedimen akan mengalami
konsolidasi dan mengakibatkan fluida yang ada di dalam batuan tersebut akan mengalami
dewatering (pengurasan fluida) sebagai akibat karena ruang pori di dalam batuan tersebut
semakin kecil. Semakin banyak sedimen yang terakumulasi di atas suatu formasi, maka tekanan
overburden semakin besar dan tekanan formasi akan cenderung meningkat seiring dengan
kedalaman. Hal ini akan menunjukkan adanya gradien hidrostatic pressure jika peningkatan
tekanan formasi sebanding dengan kedalaman. Setiap fluida memiliki nilai gradien tekanan yang
berbeda-beda karena tekanan berbanding lurus dengan massa jenis fluida. Air memiliki nilai
gradien paling besar diantara minyak dan gas yaitu sekitar 1,42 psi/m sedangkan minyak bernilai
1 psi/m dan gas memiliki gradien paling kecil yaitu 0,3 psi/m.

(Sumber http://www.glossary.oilfield.slb.com)
Terdapat tiga kondisi tekanan formasi / tekanan dalam reservoir dapat berupa kondisi normal
pressure, overpressure dan sub normal/depleted. Kondisi normal pressure atau hidrostatic
pressure terjadi ketika proses burial akan terjadi proses kompaksi, semakin dalam porositas
batuan akan menjadi lebih kecil. Karena porositas batuan semakin kecil, maka untuk
meimbanginya terdapat fluida keluar dengan mudah, tidak ada yang menghalangi jalan
keluarnya fluida tersebut.

Kondisi overpressure terjadi ketika terjadi kompaksi, fluida tidak dapat keluar dari ruang pori
sehingga terjadi undercompaction. Akibat adanya penambahan tekanan dari proses burial dan
fluida tidak dapat keluar maka tekanan akan ditopang oleh butir dan fluida di dalam batuan,
fluida akan menopang tekanan lebih besar sehingga terjadi kondisi overpressure. Dalam grafik,
kondisi overpressure dapat terlihat jika gradien tekanan formasi ada di sebelah kanan tekanan
normal. Kondisi geologi yang mempengaruhi terjadinya overpressure adalah ketika terjadi
pengendapan sedimen yang sangat cepat dan dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat
lama sehingga batuan mengalami kompaksi yang tidak normal (undercompaction). Umumnya
hal ini terjadi apabila batu serpih/lempung lebih dominan di banding batupasir, karena
permeabilitas betuserpih/ batulempung yang kecil sehingga fluida tidak dapat mengalir keluar.
Lingkungan pengendapan yang dapat mengakomodasi kondisi overpressure adalah delta dan
laut dalam.

Sub normal/depleted merupakan kondisi tekanan formasi di bawah kondisi tekanan hidrostatik.
Biasanya kondisi ini terjadi akibat di dalam formasi tersebut sudah diproduksi hidrokarbonnya
sehingga kondisinya di bawah normal.

(Sumber http://www.glossary.oilfield.slb.com)

Mengetahui kondisi tekanan formasi sangat penting karena perlu dilakukan pengawasan saat
proses pemboran, apabila melewati formasi dengan kondisi overpressure maka diperlukan
perawatan khusus agar tidak terjadi blowout. Ketika mengebor formasi dengan kondisi
overpressure, perlu diberikan lumpur pemboran yang densitasnya lebih besar untuk mengatasi
tekanan formasi tersebut. Ada beberapa kegunaan lain jika mengetahui kondisi tekanan formasi
yaitu untuk mengevaluasi maksimum kolom ketinggian hidrokarbon, mengevaluasi kontak antar
fluida dan gradien fluida untuk mengetahui tipe fluidanya dan dapat mengidentifikasi
kemungkinan terdapatnya barrier atau lapisan batuan yang memiliki permeabilitas yang kecil
atau shale yang tipis pada batuan reservoir sehingga dengan adanya barrier ini akan
mempengaruhi jumlah dan proses produksi hidrokarbon. Evaluasi kondisi tekanan formasi
sangat diperlukan karena operasi pemboran merupakan sesuatu yang sangat berisiko dan mahal.
Dengan keakuratan dalam mengestimasi tekanan formasi maka dapat dilakukan perencanaan
drilling dan well design (casing program) yang lebih baik dan lebih akurat serta pengoperasian
yang lebih aman dan efisien.
3. jika gf = 0.466 psi/ ft. kedalaman 10000 ft. hitung berapa tekanan formasi?

4. ru,us tekanan hidrostatik lumpur

Ph = 0,052 x Pm x D

Dimana :
Ph = tekanan hidrostatik lumpur, psi
Ρm = densitas lumpur pemboran, ppg
D = kedalaman, ft

Perlu diketahui bahwa rumus diatas adalah berlaku untk keadaan statik. Tekanan pada
formasi yang diakibatkan oleh fluida pada saat mengalir adalah tekanan yang dihitung dengan
rumus diatas ditambah dengan pressure loss (kehilangan tekanan) pada annulus diatas
formasi yang bersangkutan.

Mengangkut cutting ke permukaan


Mengangkut cutting ke permukaan merupakan fungsi vital lumpur,
mengangkut cutting yang dihasilkan oleh pahat melaui annulus.Daya angkut ini
terutama dipengaruhi oleh profil aliran lumpur (annular velocity profile), berat jenis,
yield point serta gel strength.
Apabila cutting tidak segera terangkat dari dasar sumur, maka akan tergiling lembut
dan melekat pada bit ( bit balling )dan akan menurunkan efektifitas pemboran
Faktor yang mempengaruhi cutting transport :
         Velocity (kecepatan fluida)
Meningkatkan velocity dengan meningkatkan pump rate, ukuran borehole, dan
ukuran drillstring
         Density
Meningkatkan kapasitas angkut melalui efek pengapungan (bouyancy) pada cutting
         Viscosity
Meningkatkan pembuangan cutting
         Pipe rotation
Rotasi akan melempar cutting ke area berkecepatan tinggi pada area dinding lubang
bor dengan pipa bor
         Hole angle
Meningkatnya sudut lubang bor akan mempersulit cutting tranport
Fluida pemboran juga harus memiliki kemampuan mengapungkan material cutttng
selama proses pemboran berhenti karena pipe connection, bit trips, running logging.

         Kegagalan dalam mengapungkan material akan menyebabkan pengendapan


material ke bagian lebih rendah
         Penurunan density lumpur

 Mempertahankan stabilitas lubang bor


Tekanan hidrostatik lumpur pemboran bertindak seperti mengurung lubang
bor. Gaya mengurung diperoleh dari terbentuknya lapisan tipis (mud cake)
Lumpur bor yang memproduksi cake berkualitas buruk atau tebal akan
menyebabkan stuck pipe, kesulitan dalam running casing, dan menurunkan kualitas
penyemenan.

FUNGSI MINOR :
1.    Menahan sebagian berat pipa
2.    Mendinginkan dan melumasi bit dan drilling assembly
3.    Menyalurkan tenaga hidrolik ke bit
4.    Sebagai medium wireline logging
5.    Memungkinkan dilakukan evaluasi formasi dan pengumpulan data geologi

Menahan sebagian berat pipa

Gaya apung fluida pemboran (bouyancy) akan menahan sebagian berat dari
casing atau pipa bor, persamaan yang digunakan adalah :
              BF = (65,4-Mud Weight)/65,4
Mengalikan BF dengan berat pipa di udara akan mendapatkan berat pipa pada hook
load.

Mendinginkan dan melumasi bit dan drilling assembly

Panas dan friksi dapat timbul pada bit dan area antara drillstring dan lubang
bor ketika operasi pemboran berlangsung. Konduksi formasi umumnya kecil
sehingga sukar menghilangkan panas ini, tetapi dengan aliran lumpur telah cukup
untuk mendinginkan sistem.
Kontak antara drillstring dan dindng lubang sumur juga dapat menyebabkan torsi
(torque) ketika berputar dan seretan (drag) ketika tripping

Menyalurkan tenaga hidrolik ke bit

Hydraulic Horsepower (HHP) terjadi pada bit sebagai akibat dari aliran fluida
pemboran dan presusure drop melalui bit nozzle.
Energi tersebut dikonversi ke tenaga mekanik yang menyingkirkan cutting dari dasar
lubang bor dan memperbaiki Rate Of Penetration (ROP)

Sebagai medium wireline logging


Fluida pemboran berbahan dasar udara, air, atau minyak mempunyai sifat
karakteristik yang berbeda yang akan mempengaruhi dari pemilihan logging yang
sesuai.
Fluida pemboran harus dievaluasi untuk keperluan pemilihan program logging yang
sesuai

Memungkinkan dilakukan evaluasi formasi dan pengumpulan data geologi.

Pengumpulan dan intepretasi data geologi dari hasil pemboran , coring dan
electric log digunakan untuk menentukan nilai ekonomis dari sumur yang sedang
dibor.
Penetrasi oleh filtrat dari lumpur baik berbahan dasar air atau minyak akan
mempengaruhi ketelitian dari perolehan data commersial yang sesungguhnya.
Lumpur pemboran dipilih yang dapat mempertahankan kondisi lubang agar dapat
diperoleh pengukuran yang teliti

FUNGSI TAMBAHAN
1.    Meminimalkan kerusakan lubang bor
2.    Mengontrol korosi
3.    Meminimalkan Loss sirkulasi
4.    Menurunan kemungkinan stuck pipe
5.    Meminimalkan kemungkinan pressure loss
6.    Meningkatkan laju penembusan (ROP)
7.    Meminimalkan pengaruh pada lingkungan
8.    Meningkatkan keamanan dan keselamatan

Meminimalkan kerusakan lubang bor

Kerusakan formasi produktif dapat terjadi akibat lumpur yang buruk.


Kerusakan yang terjadi :
         migrasi butiran halus
         invasi padatan
         perubahan wettability

Mengontrol korosi

Corrosion control dapat menurunkan kegagalan drill string dengan cara


menghilankan atau menetralkan kontaminasi zat corrosive Produk pengontrol korosi
khusus perlu ditambahkan pada lumpur

Meminimalkan Loss sirkulasi

Kehilangan lumpur melalui rekahan rekahan dapat menimbulkan biaya mahal


dan adanya resiko terjadi blow out, stuck pipe dan kerusakan formasi. Pemilihan
lumpur dengan densitas yang rendah dapat mengurangi resiko ini

Menurunan kemungkinan stuck pipe

Pipe sticking dapat terjadi karena beberapa faktor :


–   Pembersihan dasar sumur yang buruk
–   Hole sloughing
–   Loss sirkulasi
–   Differential pressure sticking
–   Key seating

Differential Pipe sticking dapat dikenali ketika pipa bor tidak dapat diputar atau
dinaik-turunkan tetapi sirkulasi lumpur berlangsung nornal dengan tekanan yang
juga normal.
Kondisi-kondisi yang menyumbang terjadinya differential pipe sticking adalah:
         Permeabilitas formasi yang tinggi
         Sudut kemiringan lubang pemboran
         Sifat filtration lumpur yang buruk
         Geometri pipa bor dan lubang sumur
         Masa/waktu drill string tidak bergerak(pipe connection, bit trips, running logging).

Meminimalkan kemungkinan pressure loss

 Penggunaan peralatan permukaan dapat dikurangi dengan mendesain lumpur


minim loss yang meningkatkan efisiensi dari tenaga hidraulic

Meningkatkan laju penembusan (ROP)

Penggunaan lumpur yang sesuai dapat meningkatkan laju penembusan dan


mengurangi waktu pemboran serta mengurangi problem selama operasi pemboran.
Peningkatan laju pemboran juga  dapat mengurangi biaya

Meminimalkan pengaruh pada lingkungan

Lumpur yang sesuai dapat mengurangi pengaruh buruk pada lingkungan


sebagai akibat dari penggunaan lumpur bor.
Pencemaran pada kasus seperti tumpahan, reklamasi dan biaya pembuangan dapat
ditekan dengan kontrol lumpur yang baik.

Meningkatkan keamanan dan keselamatan

Fluida pemboran perlu perancangan dalam hal keamanan akibat tekanan


formasi dan akibat dari adanya H2S.
Fungsi Lumpur Pembora
Mengendalikan tekanan formasi.
2.      Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor.
3.      Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake.
4.      Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran.
5.      Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan.

Tipe Lumpur Pemboran


1.      Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur tajak untuk
permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas.
2.      Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan berat jenis
yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu didispersikan
menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite serta Tannin
3.      Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion Calcium
untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me-nyerap air.
4.      Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl)) untuk
mengurangi pembasahan formasi oleh air.
5.      Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly Acrylate,
Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah terlarutnya cuttings
kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-puannya dengan menambahkan
daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut Salt Polymer System.
6.      Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air, digunakan
sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut. Bahan-bahan kimia yang
dipakai haruslah dapat larut atau  kompatibel dengan minyak., berbeda dengan bahan kimia
yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini  Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi
desintefrasi formasi, tahan suhu tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah
lingkungan
7.      Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan poly alha
olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini sekwaalitas dengan
Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap teralu mahal.

SIFAT-SIFAT LUMPUR PEMBORAN


Komposisi dan sifat-sifat lumpur sangat berpengaruh pada pemboran. Perencanaan casing,
drilling rate dan completion dipengaruhi oleh lumpur yang digunakan saat itu. Berikut sifat-
sifat lumpur, yaitu :
1. Densitas dan Sand Content
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting karena sebagai
penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur bor yang terlalu besar akan menyebabkan
lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan apabila terlalu kecil akan
menyebabkan “kick”. Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang
akan dibor.
Dalam perhitungan asumsi-asumsi yang digunakan ;
1. volume setiap material adalah additive :
Vs + Vml = Vmb
2. jumlah berat adalah additive, maka ;
ρs x Vs + ρml x Vml = ρmb x Vmb
keterangan :
Vs = volume solid, bbl
Vml = volume lumpur lama, bbl
Vm = volume lumpur baru, bbl
ρs = berat jenis solid, ppg
ρml = berat jenis lumpur lama, ppg
ρmb = berat jenis lumpur baru, ppg

Sand Content yaitu tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur


pemboran yang dapat membawa pengaruh pada operasi pemboran, karena akan menambah
densitas lumpur yang disirkulasikan, sehingga akan menambah beban pompa sirkulasi
lumpur. Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan
terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi.
Alat-alat ini biasanya disebut “Conditioning Equipment”, yaitu : Shale saker, degasser,
desander dan desilter.
Penggambaran sand content dari lumpur pemboran adalah persen volume dari partikel-
partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron. Jadi rumus yang digunakan untuk
menentukan kandungan pasir (sand content) pada lumpur pemboran adalah :
n = (Vs/Vm) x 100
dimana :
n = kandungan pasir, %
Vs = volume pasir dalam lumpur, bbl
Vm = volume lumpur, bbl
2. Viskositas dan Gel Strength
Viskositas dan gel strength merupakan bagian pokok dalam sifat-sifat rheology fluida
pemboran, yaitu viskositas sebagai keefektifan pengangkatan cutting dan gel strength
digunakan pada saat dilakukan round trip.
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Marsh Funnel. Viskositas ini
adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter (1 quart) untuk mengalir
keluar dari corong Marsh Funnel.
Penentuan harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk
penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM motor pada Fann VG viscometer,
harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik-1
agar diperoleh harga viskositas dalam satuan cp (centipoise). Adapun persamaan yang
digunakan :
ζ = 5.077 x C γ = 1.704 x N
dimana :
ζ = shear stress, dyne/cm2
γ = shear rate, detik-1
C = dial reading, derajat
N = revolution per minute RPM motor dari rotor

Untuk menentukan harga plastic viscosity (μp) dan yield point (Yp), yaitu :

μp = (ζ600- ζ300) : (ᵞ600-ᵞ300) atau μp = C600-C300

Yp = 300- μp
dimana :
μp = plastic viscosity, cp
Yp = yield point Bingham, lb/100ft2
C600 = Dial reading pada 600 RPM, derajat
C300 = Dial reading pada 300 RPM, derajat
3. Filtrasi dan Mud Cake
Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan tersebut akan
bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil
melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan tersebut disebut “filtrate”, sedangkan
lapisan partikel-partikel besar tertahan dipermukaan batuan disebut “filter cake”.
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka ia akan menimbulkan
berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun dalam evaluasi formasi dan tahap
produksi. Mud cake yang tipis merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan
permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit
diangkat dan diputar sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan
damage pada formasi.
Alat yang digunakan untuk menentukan filtration loss adalah Filtration Loss LPLT.

5. resevoir menurut patahannya


 Perangkap Struktur

Perangkap Struktural
Perangkap structural ini dibedakan menjadi dua macam yaitu fault traps (perangkap struktur yang
berupa sesar) dan anticlinal traps (perangkap structural yang berupa lipatan pada bagian antiklin).
perangkap ini banyak dipengaruhi oleh kejadian deformasi perlapisan dengan terbentuknya struktur
lipatan dan patahan yang merupakan respon dari kejadian tektonik dan merupakan perangkap yang
paling asli dan perangkap yang paling penting, pada bagian ini berbagai unsur perangkap yang
membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat menangkap minyak, disebabkan
oleh gejala tektonik atau struktur seperti pelipatan dan patahan (Koesoemadinata, 1980, dengan
modifikasinya).

 Perangkap Stratigrafi

Perangkap Stratigrafi

Perangkap stratigrafi merupakan perangkap yang terjadi karena adanya berbagai variasi lateral
dalam litologi suatu lapisan reservoir atau penghentian dalam kelanjutan penyaluran minyak dan gas
bumi. Jenis perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara vertikal dan lateral,
perubahan facies batuan dan ketidakselarasan dan variasi lateral dalam litologi pada suatu lapisan
reservoar dalam perpindahan minyak bumi. Prinsip dalam perangkap stratigrafi adalah minyak dan
gas bumi terperangkap dalam perjalanan ke atas kemudian terhalang dari segala arah terutama dari
bagian atas dan pinggir, hal ini dikarenakan batuan reservoar telah menghilang atau berubah fasies
menjadi batu lain sehingga merupakan penghalang permeabilitas (Koesoemadinata, 1980, dengan
modifikasinya). Jebakan stratigrafi tidak berasosiasi dengan ketidakselarasan
seperti Channels, Barrier Bar, dan  Reef, namun berasosiasi dengan ketidakselarasan seperti Onlap
Pinchouts, dan Truncations.

 Perangkap Kombinasi

Perangkap ini merupakan tipe perangkap reservoir yang terbentuk oleh adanya kombinasi antara
perangkap stratigrafi dan struktur dimana pada perangkap jenis ini merupakan faktor bersama dalam
membatasi bergeraknya atau menjebak minyak bumi. Pada jenis perangkap ini, terdapat lebih dari
satu jenis perangkap yang membentuk reservoir. Sebagai contohnya antiklin patahan, terbentuk
ketika patahan memotong tegak lurus pada antiklin. Dan, pada perangkap ini kedua perangkapnya
tidak saling mengendalikan perangkap itu sendiri.

9. sembur buatan

Artificial lift

Pengertian Artificial Lift

Artificial lift merupakan sebuah mekanisme untuk mengangkat hidrokarbon, umumnya


minyak bumi, dari dalam sumur keatas permukaan. Ini biasanya dikarenakan tekanan
reservoirnya tidak cukup mampu tinggi untuk mendorong minyak sampai ke atas permukaan
maupun tidak ekonomis jika mengalir secara alami. Artificial lift terdiri dari dua kelompok
komponen : fasilitas dipermukaan ( surface facilities ) dan dalam sumur ( down hole facilities
).

#. Surface production facility

Peralatan produksi permukaan merupakan peralatan yang berfungsi sebagai media


pengangkut, pemisah dan penimbun. Terdiri dari : Well Header, Gathering System, Manifold
System, Separator, Treating Facilities, Oil Storage, Pump.

#.Down hole production facility

Peralatan bawah tanah terdiri dari, rangkaian pipa produksi penyekat (packers) dan peralatan
pengontrol aliran. Termasuk : casing, tubing, liner, packer, down hole choke, sliding side
door, down hole safety valve, pompa dan lain sebagainya.

B. Jenis-jenis Artificial Lift :

Umumnya artificial lift terdiri dari lima macam yang digolongkan menurut jenis peralatannya
:

1. Electric Submersible Pump


2. Gas Lifting
3. Sucker Rod Pumping

B.1. Electric Submersible Pump


Jenis ini menggunakan pompa sentrifugal bertingkat yang digerakan oleh motor listrik dan
dipasang jauh didalam sumur. Mulai intensif digunakan didunia perminyakan karena mampu
mengangkat minyak dengan rate yang besar. Prinsip mengangkat fluida dengan energi motor
yang ditransfer ke subsurface pump yang semuanya diletakkan di dalam sumur.

Ciri – ciri ESP :

 Diameter kecil, sesuai dengan lubang sumur yang terbatas.


 Panjang, untuk mengimbangi diameter yang kecil untuk menghasilkan daya angkat
yang mencukupi.
 Jumlah stage sangat mudah diatur. Pompa dan motor bisa ditandem untuk
menghasilkan daya angkat hidrolika untuk mengatasi kedalaman sumur dan tekanan
pipa alir produksi.

umumnya terdiri dari :

1. Motor listrik

2. Protector

3. Multistage centrifugal pump

4. Separator gas

5. Lain – lain seperti : electric cable, surface switchboard, Junction box

Mekanisme kerja :

Pemindahan rongga-rongga yang terbentuk antara rotor dan strator saat berputar dengan arah
ke atas sehingga fluida mengalir kepermukaan
Gambar 2.1 Electric Submarsible Pump

B.2. Gas Lifting

Salah satu bentuk sistem pengangkatan buatan (artificial lift) yang lazim digunakan untuk
memproduksikan fluida dari sumur-sumur minyak bumi. Sistem ini bekerja dengan cara
menginjeksikan gas bertekanan tinggi kedalam annulus (ruang antara tubing dan casing), dan
kemudian kedalam tubing produksi sehingga terjadi proses aerasi (aeration) yang
mengakibatkan berkurangnya berat kolom fluida dalam tubing. Sehingga tekanan reservoir
mampu mangalirkan fluida dari lubang sumur menuju fasilitas produksi dipermukaan.
Dibandingkan dengan sistem pengangkatan buatan lainnya seperti ESP (electric submersible
pump), PCP (progressive cavity pump), SRP (sucker rod pump), dan Hydraulic Pump; dapat
dikatakan bahwa gas lift memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi. Sistem gas lift juga
lebih dapat mengakomodasi faktor kesalahan desain, dimana suatu sistem gas lift yang
didesain secara kurang baik pada umumnya masih dapat mengangkat fluida dari dalam
sumur. Performa sebuah sumur gas lift sangat dipengaruhi oleh dua parameter penting yaitu
kedalaman titik injeksi (injection depth) dan laju aliran gas yang diinjeksikan (injection rate).
Kedua parameter tersebut pada umumnya merupakan hasil perhitungan dari desainer dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti performa reservoir, ketersediaan gas injeksi,
tekanan kerja gas injeksi, kemiringan sumur, dan lain sebagainya.

#. Kelebihan Gas Lift

(+) Biaya peralatan awal buntuk instalasi gas-lift biasanya lebih rendah, terutama sekali untuk
pengangkatan sumur dalam

(+)  Pasir yang ikut terproduksi tidak merusak kebanyakan instalasi gas-lift

(+)  Gas-lift tidak tergantung/dipengaruhi oleh desain sumur


(+)  Umur peralatan lebih lama

(+)  Biaya operasi biasanya lebih kecil, terutama sekali untuk deep-lift

(+)  Ideal untuk sumur-sumur dengan GOR tinggi atau yang memproduksikan

buih gas

#. Keterbatasan Metode Gas-Lift

(-)  Gas harus tersedia

(-)  Sentralisasi kompresor sulit untuk sumur-sumur dengan jarak terlalu jauh

(-)  Gas injeksi yang tersedia sangat korosif, kecuali diolah sebelum digunakan

Gambar 2.2 Gas-lift

B.3. Sucker Rod Pumping

Menggunakan pompa elektrikal-mekanikal yang dipasang dipermukaan. Menggunakan


prinsip katup searah ( chech velve ), pompa ini akan mengangkat fluida formasi
kepermukaan. Karena pergerakannya naik turun seperti mengangguk, pompa ini terkenal juga
dengan julukan pompa angguk. Umum digunakan didunia perminyakan karena relative
murah dan mudah pengoperasiannya. Prinsip mengangkat fluida dengan energi dari prime
mover permukaan yang ditransfer ke subsurface pump yang diletakkan di dalam sumur.

KOMPONEN SUCKER ROD PUMP :


a. MESIN, merupakan penggerak mula dengan jenis mesin gas, diesel, dan listrik.

b. PERALATAN PERMUKAAN, meneruskan energi dari mesin ke alat bawah permukaan,


yaitu merubah gerak putar menjadi gerak naik-turun pada rod, dan kecepatan RPM mesin
harus disesuaikan dengan kecepatan pompa menggunakan gear reducer.

Peralatan permukaan antara lain :

1. Horse head

2. Walking beam

3. Gear Reducer

4. Prime Mover

5. Polished rod

c. PERALATAN BAWAH PERMUKAAN, pada gerak plunger ke bawah standing valve


tertutup, travelling valve terbuka, fluida masuk dari barrel ke plunger. Pada gerak ke atas
standing valve terbuka karena efek isap, dan travelling valve tertutup akibat beban fluida
diatasnya.

Ada 2 macam pompa, yaitu :

a. Tubing Pump, working barrel melekat pada tubing dan harus dipasang dengan tubing.

b. Rod Pump, working barrel dan plunger dapat diangkat dari rod-nya saja tanpa mengangkat
tubing

Keuntungan penggunaan sucker rod pump adalah :

1. Efisien dan mudah dalam pengoperasian di lapangan

2. Masih bisa digunakan untuk mengangkat fluida pada sumur yang mengandung pasir

3. Dapat digunakan untuk sumur yang memiliki tekanan rendah

4. Fleksibel karena kecepatan pompa dan stroke length dapat disesuaikan

5. Dapat digunakan pada berbagai ukuran tubing

6. Dapat menggunakan gas atau listrik sebagai sumber tenaga penggerak


Gambar 2.3 Sucker Rod Pump

Pengertian
Sistem panas bumi (geothermal system) secara umum dapat diartikan sebagai sistem
penghantaran panas di dalam mantel atas dan kerak bumi dimana panas dihantarkan dari
suatu sumber panas (heat source) menuju suatu tempat penampungan panas (heat sink).
Dalam hal ini, panas merambat dari dalam bumi (heat source) menuju permukaan bumi (heat
sink).

Sumber gambar: http://geothermal.marin.org/GEOpresentation/sld00x.htm

Proses penghantaran panas pada sistem panas bumi melibatkan fluida termal yang bisa
berupa batuan yang meleleh, gas, uap, air panas, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, fluida
termal yang berupa uap dan atau air panas dapat tersimpan dalam suatu formasi batuan yang
berada diantara sumber panas dan daerah tampungan panas. Formasi batuan ini selanjutnya
dikatakan sebagai reservoir.

Sistem panas bumi yang terpengaruh kuat oleh adanya uap dan atau air panas dikatakan
sebagai sistem hydrothermal. Sistem ini sering berasosiasi dengan pusat vulkanisme atau
gunung api di sekitarnya. Jika fluida magmatik dari gunung api lebih mendominasi sistem
hidrotermal, maka dikatakan sebagai sistem vulkanik hidrotermal (volcanic hydrothermal
system). Sistem panas bumi dapat berada pada daerah bermorfologi datar (flat terrain) dan
dapat pula berada pada daerah bermorfologi curam (step terrain). Di Indonesia, sistem panas
bumi yang umum ditemukan adalah sistem hidrotermal yang berasosiasi dengan pusat
vulkanisme pada daerah bermorfologi step terrain.

Selain sistem hidrotermal, terdapat pula jenis lain dari sistem panas bumi, seperti: hot dry
rock system, geopressured system, heat sweep system.

Komponen – Komponen Sistem Panas Bumi


Komponen sistem panas bumi yang dimaksud di sini adalah komponen-kompenen dari sistem
panas bumi jenis hidrotermal, karena sistem inilah yang paling umum ditemukan di
Indonesia. Sistem hidrotermal didefenisikan sebagai jenis sistem panas bumi dimana transfer
panas dari sumber panas menuju permukaan bumi adalah melalui proses konveksi bebas yang
melibatkan fluida meteorik dengan atau tanpa jejak fluida magmatik. Fluida meteorik
contohnya adalah air hujan yang meresap jauh ke bawah permukaan tanah.

Komponen-komponen penting dari sistem hidrotermal adalah: sumber panas, reservoir


dengan fluida termal, daerah resapan (recharge), daerah luahan (discharge) dengan
manifestasi permukaan.

1. Sumber Panas
Sepanjang waktu panas dari dalam bumi ditransfer menuju permukaan bumi dan seluruh
muka bumi menjadi tempat penampungan panas (heat sink). Namun begitu, di beberapa
tempat energi panas ini dapat terkonsentrasi dalam jumlah besar dan melebihi jumlah energi
panas per satuan luas yang rata-rata ditemui.

Gunung api merupakan contoh dimana panas terkonsentrasi dalam jumlah besar. Pada
gunung api, konsentrasi panas ini bersifat intermittent yang artinya sewaktu-waktu dapat
dilepaskan dalam bentuk letusan gunung api. Berbeda dengan gunung api, pada sistem panas
bumi konsentrasi panas ini bersifat kontinu. Namun demikian, pada kebanyakan kasus,
umumnya gunung api baik yang aktif maupun yang dormant, adalah sumber panas dari
sistem panas bumi. Hal ini ditemui di Indonesia dimana umumnya sistem panas buminya
adalah sistem hidrotermal yang berasosiasi dengan pusat vulkanisme atau gunung api. Dalam
hal ini, gunung api menjadi penyuplai panas dari sistem panas bumi di dekatnya.

Oleh karena gunung api merupakan sumber panas potensial dari suatu sistem panas bumi,
maka daerah yang berada pada jalur gunung api berpotensi besar memiliki sistem panas bumi
temperatur tinggi (di atas 225 Celcius). Itulah kenapa Indonesia yang dikenal berada pada
jalur cincin api (ring of fire) diklaim memiliki potensi panas bumi atau geothermal terbesar di
dunia.

Daerah lain yang berpotensi menjadi sumber panas adalah: daerah dengan tekanan litostatik
lebih besar dari normal (misal pada geopressured system), daerah yang memiliki kapasitas
panas tinggi akibat peluruhan radioaktif yang terkandung di dalam batuan, daerah yang
memiliki magmatisme dangkal di bawah basemen. Namun pada kasus-kasus ini, intensitas
panasnya tidak sebesar panas dari gunung api.
2. Reservoir
Reservoir panas bumi adalah formasi batuan di bawah permukaan yang mampu menyimpan
dan mengalirkan fluida termal (uap dan atau air panas). Reservoir biasanya merupakan
batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas yang baik. Porositas berperan dalam
menyimpan fluida termal sedangkan permeabilitas berperan dalam mengalirkan fluida termal.

Reservoir panas bumi dicirikan oleh adanya kandungan Cl (klorida) yang tinggi dengan pH
mendekati normal, adanya pengayaan isotop oksigen pada fluida reservoir jika dibandingkan
dengan air meteorik (air hujan) namun di saat bersamaan memiliki isotop deuterium yang
sama atau mendekati air meteorik, adanya lapisan konduktif yang menudungi reservoir
tersebut di bagian atas, dan adanya gradien temperatur yang tinggi dan relatif konstan
terhadap kedalaman.

Reservoir panas bumi bisa saja ditudungi atau dikelilingi oleh lapisan batuan yang memiliki
permeabilitas sangat kecil (impermeable). Lapisan ini dikenal sebagai lapisan penudung atau
cap rock. Batuan penudung ini umumnya terdiri dari minera-mineral lempung yang mampu
mengikat air namun sulit meloloskannya (swelling). Mineral-mineral lempung ini
mengandung ikatan-ikatan hidroksil dan ion-ion seperti Ka dan Ca sehingga menyebabkan
lapisan tersebut menjadi sangat konduktif. Sifat konduktif dari lapisan ini bisa dideteksi
dengan melakukan survei magneto-tellurik (MT) sehingga posisi lapisan konduktif ini di
bawah permukaan dapat terpetakan. Dengan mengetahui posisi dari lapisan konduktif ini,
maka posisi reservoir dapat diperkirakan, karena reservoir panas bumi biasanya berada di
bawah lapisan konduktif ini.

3. Daerah Resapan (Recharge)


Daerah resapan merupakan daerah dimana arah aliran air tanah di tempat tersebut bergerak
menjauhi muka tanah. Dengan kata lain, air tanah di daerah resapan bergerak menuju ke
bawah permukaan bumi.

Dalam suatu lapangan panas bumi, daerah resapan berada pada elevasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan elevasi dari daerah dimana sumur-sumur produksi berada. Daerah
resapan juga ditandai dengan rata-rata resapan air tanah per tahun yang bernilai tinggi.

Menjaga kelestarian daerah resapan penting artinya dalam pengembangan suatu lapangan
panas bumi. Menjaga kelesatarian daerah resapan berarti juga menjaga keberlanjutan hidup
dari reservoir panas bumi untuk jangka panjang. Hal ini karena daerah resapan yang terjaga
dengan baik akan menopang tekanan di dalam formasi reservoir karena adanya fluida yang
mengisi pori di dalam reservoir secara berkelanjutan. Menjaga kelestarian daerah resapan
juga penting artinya bagi kelestarian lingkungan hidup. Sehingga dari sini dapat dikatakan
juga bahwa pengembangan panas bumi bersahabat dengan lingkungan.

4. Daerah Discharge dengan Manifestasi Permukaan


Daerah luahan (discharge area) merupakan daerah dimana arah aliran air tanah di tempat
tersebut bergerak menuju muka tanah. Dengan kata lain, air tanah di daerah luahan akan
bergerak menuju ke atas permukaan bumi. Daerah luahan pada sistem panas bumi ditandai
dengan hadirnya manifestasi di permukaan. Manifestasi permukaan adalah tanda-tanda yang
tampak di permukaan bumi yang menunjukkan adanya sistem panas bumi di bawah
permukaan di sekitar kemunculannya.
Manifestasi permukaan bisa keluar secara langsung (direct discharge) seperti mata air panas
dan fumarola. Fumarola adalah uap panas (vapor) yang keluar melalui celah-celah batuan
dengan kecepatan tinggi yang akhirnya berubah menjadi uap air (steam). Tingginya
kecepatan dari fumarola sering kali menimbulkan bunyi bising.

Manifestasi permukaan juga bisa keluar secara terdifusi seperti pada kasus tanah beruap
(steaming ground) dan tanah hangat (warm ground), juga bisa keluar secara intermittent
seperti pada manifestasi geyser, dan juga bisa keluar secara tersembunyi seperti dalam bentuk
rembesan di sungai.

Secara umum, manifetasi permukaan yang sering muncul pada sistem-sistem panas bumi di
Indonesia adalah: mata air panas, fumarola, steaming ground, warm ground, kolam lumpur
panas, solfatara, dan batuan teralterasi. Solfatara adalah uap air (steam) yang keluar melalui
rekahan batuan yang bercampur dengan H2S, CO2, dan kadang juga SO2 serta dapat
mengendapkan sulfur di sekitar rekahan tempat keluarnya. Sedangkan batuan teralterasi
adalah batuan yang terubahkan karena adanya reaksi antara batuan tersebut dengan fluida
panas bumi.

Gaya

Hukum Newton  adalah hukum yang menggambarkan hubungan antara gaya yang bekerja
pada suatu benda dan gerak yang disebabkannya. Hukum gerak ini merupakan dasar
mekanika klasik yang dijabarkan dalam tiga Hukum Fisika.

Sesuai namanya, hukum Newton pertama kali dikemukakan oleh Sir Isaac Newton (1643 –
1722), seorang ahli fisika, matematika, dan filsafat asal Inggris. Kala itu, ia menerbitkan
sebuah karya berjudul Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica, yang kemudian
digunakan untuk menjelaskan dan meneliti gerak dari bermacam-macam benda fisik maupun
sistem.

Suatu benda yang bergerak tidak bisa dijelaskan dengan logika, tetapi jika menggunakan
hukum ini dapat dihitung berapa kecepatan serta jaraknya. Hal yang sama berlaku ketika
benda jatuh dari atas ke bawah, atau benda berpindah dari suatu titik ke titik lain.
Hukum Newton I
“Jika resultan gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol, maka benda yang awalnya
diam akan tetap diam. Benda yang awalnya bergerak lurus beraturan akan tetap lurus
beraturan dengan kecepatan tetap.”

Berdasarkan hukum ini, kamu dapat memahami bahwa suatu benda cenderung
mempertahankan keadaannya. Benda yang diam akan cenderung untuk tetap diam dan benda
yang bergerak akan cenderung untuk tetap bergerak. Oleh karena itu, Hukum Newton I juga
disebut sebagai hukum kelembaman atau hukum inersia (dideskripsikan oleh Galileo).

Contoh penerapan Hukum Newton I

1. Ketika kendaraan yang sedang bergerak berhenti secara tiba-tiba, maka penumpang
yang ada di dalamnya akan terdorong ke depan.
2. Ketika kendaraan yang sedang berhenti tiba-tiba bergerak, secara otomatis
penumpang yang ada di dalamnya akan terdorong ke belakang.

Rumus

Hukum Newton II
“Percepatan dari suatu benda akan sebanding dengan jumlah gaya (resultan gaya) yang
bekerja pada benda tersebut dan berbanding terbalik dengan massanya.”

Contoh penerapan hukum Newton II

1. Mobil Truk yang membawa Massa (Benda) sedikit maka bisa mendapatkan
percepatan yang lebih besar, daripada Mobil Truk yang membawa Muatan sangat
banyak.
2. Mengiring bola pada permukaan datar.

Rumus

Dimana F adalah gaya total yang bekerja pada benda (N); m merupakan massa benda (kg);
dan a adalah percepatan benda (m/s2).

Hukum Newton III


“Ketika suatu benda memberikan gaya pada benda kedua, benda kedua tersebut memberikan
gaya yang sama besar tetapi berlawanan arah terhadap benda pertama.”

Contoh penerapan hukum Newton III

1. Saat kita menekan Hidung, maka hidung juga menekan tangan kita dengan
mendatangkan rasa sakit. Semakin keras kita menekannya, semakin besar sakit yang
kita rasakan.
2. Saat tangan kita memukul meja, maka meja tersebut akan memberikan gaya kembali
kepada tangan kita dengan besar yang sama dan berlawanan arah dengan arah gaya
yang kita berikan. Semakin keras kita memukul meja, maka semakin sakit juga tangan
kita.

Tekanan

 Kondisi normal pressure atau hidrostatic pressure

Kondisi normal pressure atau hidrostatic pressure terjadi ketika tekanan pori seimbang
dengan tekanan hidrostatik. Kondisi ini terjadi ketika porositas batuan semakin kecil dengan
bertambahnya kedalaman akibat efek kompaksi. Untuk menjaga keseimbangan dalam
formasi maka terdapat fluida yang keluar melalui pori dan tidak ada yang menghalangi jalan
keluarnya fluida tersebut.

 Kondisi overpressure
Kondisi overpressure terjadi ketika mekanisme yang terjadi pada normal pressure tidak
terjadi. Fluida tidak dapat keluar dari ruang pori sehingga terjadi undercompaction. Akibat
adanya penambahan tekanan dari proses burial dan fluida tidak dapat keluar maka tekanan
akan ditopang oleh butir dan fluida di dalam batuan, fluida akan menopang tekanan lebih
besar sehingga terjadi kondisi overpressure. Dalam grafik (lihat Gambar 2), kondisi
overpressure dapat terlihat jika gradien tekanan formasi ada di sebelah kanan tekanan
normal. Kondisi geologi yang mempengaruhi terjadinya overpressure adalah ketika terjadi
pengendapan sedimen yang sangat cepat dan dalam jumlah signifikan dalam waktu yang
sangat lama sehingga batuan mengalami kompaksi yang tidak normal (undercompaction).
Umumnya hal ini terjadi apabila batu serpih/lempung lebih dominan di banding batupasir,
karena permeabilitas betuserpih/ batulempung yang kecil sehingga fluida tidak dapat
mengalir keluar. Lingkungan pengendapan yang dapat mengakomodasi kondisi overpressure
umumnya adalah delta dan laut dalam.

 Kondisi Sub normal/depleted

Kondisi Sub normal/depleted merupakan kondisi tekanan formasi di bawah kondisi tekanan
hidrostatik. Biasanya kondisi ini terjadi akibat di dalam formasi tersebut telah dilakukan
eksploitasi/produksi hidrokarbon sehingga kondisi tekanannya di bawah normal.

Secara konsep, tekanan yang membebani tekanan pori adalah tegangan litostatik (total
stress / vertical stress / overburden stress / Sv). Tegangan litostatik merupakan tegangan yang
mengenai suatu formasi pada kedalaman tertentu akibat berat total dari batuan dan fluida
yang berada di atas kedalaman tersebut.  Tegangan litostatik merupakan kombinasi dari
densitas matriks, porositas, dan densitas fluida yang terkandung didalam pori. Dengan
mengacu bahwa densitas massa batuan rata-rata (average bulk density) dibawah 4 hingga 5
km adalah 2,3 g/cm3, maka dapat ditentukan bahwa gradien litostatik adalah 1 psi/ft. [2]

Selain menekan batuan secara vertikal, tegangan litostatik juga memberikan tegangan
horizontal pada batuan disekitarnya. Pada kondisi normal, tegangan horizontal (SH Sh)
memiliki besaran yang sama. Namun pada daerah pemboran yang berdekatan dengan struktur
masif seperti salt dome atau pada daerah tektonik aktif, tegangan horizontal akan memiliki
nilai yang berbeda yaitu tegangan minimum (Sh) dan tegangan maksimum (SH).

Tegangan efektif (effective stress) merupakan selisih antara tegangan litostatik (tegangan
yang diakibatkan oleh pembebanan sedimen/overburden secara vertikal) terhadap tekanan
pori [1] yang dirumuskan sebagai berikut :

σ = S – Pp

σ          = effective stress

S          = tegangan litostatik

Pp        = tekanan pori

Porositas merupakan volume pori yang terdapat didalam batuan. Peningkatan porositas
mengindikasikan peningkatan dari volume fluida didalam batuan, sedangkan volume matriks
dalam batuan mengalami penurunan. Pada keadaan normal, seiring dengan bertambahnya
kedalaman, nilai porositas akan semakin menurun akibat kompaksi dan keluarnya fluida dari
pori batuan.

Anda mungkin juga menyukai