Anda di halaman 1dari 72

L

L
O
L
R
E T
W ON
C
K

IR

TA T O
S
U EN
M N
.
H YA
U
IT
M
D
A

MATERI WELL CONTROL


Potensi masalah well control dan blow out selalu
ada
pada
tahapan
manapun:
eksplorasi,
pengembangan atau workover, sumur dalam
ataupun dangkal, pada tekanan tinggi (12,000 psi)
atau rendah (15 psi). Apabila terjadi dapat
mengalami kerugian yang sangat besar bahkan
JIWA MANUSIA.
Teknik yang digunakan dalam operasi migas seperti
: pengeboran, workover, dan penyelesaian sumur
(well completion) dengan tujuan untuk menjaga
tekanan

hidrostatik

kolom

fluida

dan

tekanan

formasi agar cairan formasi tidak masuk ke dalam


lubang sumur.

PRINSIP DASAR WELL CONTROL


Berdasarkan

fungsinya,

well

control

dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu :


Primary well control
Secondary well control
Tertiary well control

dapat

PRIMARY WELL CONTROL


Well control paling utama yang dan selalu
digunakan pada saat pengeboran adalah
Hydrostatic Pressure yang terjadi akibat
Drilling Fluid (Mud/Lumpur) yang kita masukan
kedalam lubang. Fungsi Drilling Fluid ini pernah
saya bahas di beberapa bab sebelumnya.
Drilling Fuid berfungsi sebagai Well Control
dengan cara member tekanan kebawah yang
lebih besar dari tekanan Formasi, tapi harus
lebih kecil dari Fracture Gradient ,yang disebut
sebagai Hydrostatic Pressure.
Pengendalian tekanan formasi dengan
mengandalkan
lumpur
pemboran
dengan
pengertian bahwa : Ph > Pf.

SECONDARY WELL CONTROL


Diperlukan jika primary well control
gagal dalam
mengatasi masuknya
fluida formasi ke dalam lubang bor, yaitu
dengan cara penutupan sumur dengan
BOP dan pensirkulasian lumpur berat.
Salah satu contoh konfigurasi BOP, bila
dibaca dari atas Annular - Double Ram
Spool Single Ram. Isi/spesifikasi dari
Masing-masing ram sangat tergantung
dari tipe sumur yang akan di Bor.

TERTIARY WELL CONTROL


Bila Primary dan Secondary well Control gagal
maka sumur akan mengalir keluar tanpa bisa di
control, hal ini menyebabkan berbagai macam
masalah, seperti kebakaran, terbanjirnya areal
drilling dengan lumpur/cairan dari formasi
Macam Macam dari tertiary Well Control adalah:
1.Dynamic Kill, dengan cara memompakan Lumpur
berat kedalam dasar sumur.
2.Memompakan Barit untuk menyumbat (Plug)
sumur

Memompakan semen untuk menyumbat (Plug)


sumur

PRIMARY WELL CONTROL


Kegagalan Primary Control dapat terjadi,
karena :
1. Berat lumpur terlalu rendah
Pemboran menembus formasi dengan
tekanan
tinggi
Pengukuran densitas tidak teliti
Pengenceran lumpur yang berlebihan
Gas cut mud
2. Berkurangnya kolom lumpur :
Tidak ada pengisian lumpur dalam
lubang bor saat
pencabutan pipa
Swabbing effect Lost Circulation

SECONDARY WELL CONTROL


Sumur sudah mengalami kick, sehingga harus
segera ditutup dan dilakukan tindakan lanjutan
dalam waktu secepat mungkin.
1. Prosedur menutup sumur
Prosedur ini tergantung dari kondisi :
(a). Kick terjadi pada saat membor
Stop putaran meja
Angkat kelly sampai tool joint
keluar dari meja putar
Matikan pompa
Buka choke line
Tutup annular preventer
Baca tekanan drillpipe (SIDP),
tekanan annulus (SICP) dan pit gain

Ketika Mengebor
Jika anda mengamati salah satu:
1. Peningkatan aliran balik.
2. Peningkatan perolehan pit.
1. Tarik dari dasar dan naikkan tool joint ke atas rotary table.
2. Stop rotary dan stop pompa.
3. Cek aliran.
TIDAK
Apa sumur
mengalir?

1. Beritahukan Drilling Supv


2. Teruskan mengebor

YA
1. Buka HCR Choke valve dan tutup
annular.
2. Beritahukan Drilling Supv. dan Toolpusher.
3. Kirim orang untuk monitor kebocoran.
4. Catat Shut-in DP, CP dan perolehan pit.

(b). Kick terjadi saat tripping


Dudukkan top tool joint pada slips
Pasang safety valve (open) pada DP
Tutup safety valve dan annular prev
Sambungkan kelly
Buka safety valve
Baca shut in pressure dan pit gain

Ketika Tripping
Jika anda mengamati salah satu:
1. Lubang tidak mengambil volume yang benar.
2. Peningkatan aliran balik.
1. Stop trip dan naikkan tool joint ke atas rotary table
2. Cek aliran.
TIDAK
Apakah sumur
mengalir?
YA

1. Beritahu Drilling Supv aliran


kembali yang tidak benar.

1. Pasang slip dan pasang FOSV.


2. Tutup FOSV.
3. Buka HCR Choke valve dan tutup annular.
4. Beritahu Drilling Supv dan Toolpusher.
5. Pasang Top Drive.
6. Catat Shut-in CP dan perolehan pit.
7. Kirim orang untuk monitor kebocoran.

TANDA-TANDA KICK
Kick adalah masuknya fluida formasi
kedalam lubang bor (disebabkan karena
kegagalan primary control)

1. Indikator Primer :
Kenaikan flow rate
Disebabkan masuknya fluida formasi
ke dalam lubang bor karena tekanan
hidrostatis sumur lebih kecil dari
tekanan formasi.
Pertambahan volume lumpur (pit
gain)
Menunjukkan bahwa fluida formasi
sudah masuk ke dalam lubang bor.
Terjadi aliran pada saat stop pompa
Disebabkan masuknya fluida formasi
ke dalam lubang bor sehingga adanya
tekanan dari fluida formasi ke

2. Indikator Sekunder :
Perubahan tekanan pompa
Gas cut mud
Drilling break

SEBAB-SEBAB TERJADINYA KICK


1. Tekanan formasi lebih besar dari tekanan hidrostatis
Tekanan formasi yang melebihi tekanan hidrostatis lumpur
menyebabkan fluida formasi mengalir masuk ke dalam
lubang bor dan mendorong lumpur keluar dari dalam
lubang bor
2. Tinggi Kolom Lumpur Turun

2.1. Lumpur masuk ke dalam formasi


. Formasi rekahan secara alamiah atau adanya
gua-gua
. Formasi rekah karena kesalahan kerja dalam
operasi pemboran atau karena sifat-sifat
lumpur yang digunakan tidak sesuai

Sifat-sifat lumpur yang digunakan tidak sesuai :


Berat jenis lumpur yang tinggi
Viscositas lumpur yang tinggi
Gel strength yang tinggi
2.2. Formasi rekah karena kesalahan waktu
operasi pengeboran yang disebabkan oleh :
Squeeze Effect / Efek Tekan
Pemompaan yang mengejut

3. Tekanan Formasi Abnormal


Biasanya terjadi jika pemboran menembus
formasi abnormal yang mempunyai gradien
tekanan lebih besar dari 0.465 psi/ft sedangkan
lumpur pemboran hanya direncanakan untuk
formasi normal.
Akibat dari tekanan hidrostatis lumpur yang lebih
kecil dari tekanan formasi, maka akan terjadi kick
3.1. Patahan (Faults)
Patahan menyebabkan pengangkatan atau
penurunan
suatu
formasi
sehingga
memungkinkan tekanan di sekitar patahan
tersebut menjadi abnormal.

3.2. Struktur reservoir yang luas


o Suatu reservoir yang luas dan terdapat
gas
cap
dipuncaknya,
akan
terjadi
tekanan
yang
abnormal
sewaktu
menembus formasi gas tersebut.
o Suatu lapisan formasi yang mempunyai
sumber air yang letaknya lebih tinggi, air
akan mendorong reservoir minyak atau
gas. Hal ini akan menyebabkan reservoir
tersebut mempunyai tekanan abnormal.

3.4. Lensa-lensa pasir


Lensa-lensa pasir yang terdapat dalam lapisan
shale yang tebal, umumnya mempunyai
tekanan yang tinggi. Fluida yang semula
berada di dalam shale masuk ke dalam lensalensa
pasir,
sehingga
lensa-lensa
pasir
tersebut bertekanan tinggi.
3.5. Komunikasi tekanan antar lapisan
Suatu sumur yang menembus dua lapisan
yang
porous
dan
permeable,
tekanan
abnormal berada di lapisan bawah dan
tekanan normal di lapisan atasnya sehingga
terdapat komunikasi antara dua lapisan
tersebut yang mengakibatkan lapisan di atas
mempunyai tekanan abnormal.

TANDA-TANDA TERJADINYA KICK


1. Drilling Break
Bertambahnya kecepatan laju pemboran (ROP) secara
mendadak karena menembus formasi yang lunak, porous,
bertekanan abnormal atau rekahan-rekahan.
Drilling break tidak selalu menandakan terjadinya kick di dalam
lubang. Tetapi drilling break harus diwaspadai dan dilakukan
pengamatan lebih lanjut.
2. Kecepatan aliran lumpur bertambah
Disebabkan masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor
karena tekanan hidrostatis sumur lebih kecil dari tekanan
formasi.
Dideteksi melalui flow sensor yang terpasang di flow line.

3. Volume lumpur di tangki bertambah


Menunjukkan bahwa fluida formasi sudah masuk ke dalam
lubang bor.
Peralatan untuk mengamati perubahan volume lumpur yang
dipasang pada tangki lumpur adalah mud volume totalizer
(PVT)
4. Berat jenis lumpur turun
Disebabkan oleh masuknya fluida formasi sehingga berat
jenis dan tekanan hidrostatis lumpur pemboran mengalami
penurunan.
5. Stroke pemompaan lumpur bertambah
Masuknya fluida formasi yang menyebabkan berat jenis
lumpur pemboran di dalam lubang menurun sehingga
penahan dorongan pompa akan berkurang. Hal ini
mengakibatkan stroke pemompaan bertambah.

6. Tekanan sirkulasi lumpur turun


Karena tekanan hidrostatis turun akibat masuknya fluida
formasi dalam lubang, maka tekanan sirkulasi akan
turun juga karena tekanan yang diperlukan untuk
mendorong lumpur di annulus makin ringan.
7. Temperatur lumpur meningkat
Naiknya temperatur lumpur pada flowline dapat pula
menunjukkan kemungkinan adanya formasi tekanan
tinggi (abnormal pressure). Pada formasi dengan
tekanan tinggi (abnormal pressure) akan dijumpai
kenaikan temperatur yang tidak mengikuti pola sesuai
dengan gradient temperatur.
8. Gas cut mud
Adanya gas di dalam lumpur. Gas ini dapat mengurangi
berat lumpur dan tidak selalu berbahaya, tergantung
asal dan jumlah gas tersebut.

9.Gas dalam lumpur


a. Pemboran menembus formasi yang
mengandung gas (back ground gas)
b.Connection gas
c. Gas dari formasi
d.Sloughing shale
e. Shale density
f. Flow properties
g.Chloride content

METHODE WELL CONTROL


Ditinjau dari cara pensirkulasian lumpur untuk
mematikan kick, secara umum dikenal ada 2
metoda, yaitu :
1. One Circulation
Method)

Method

(Wait

&

Weight

2. Two Circulation Method (Drillers Method)

Teknik Well Control


Menahan tekanan formasi, agar fluida formasi tidak masuk
ke dalam lubang. Setelah diketahui bahwa terjadi well kick,
maka sumur segera ditutup dimana setelah persiapan cukup
tahap selanjutnya adalah mematikan sumur.
3 cara utama mematikan sumur adalah :
1. Drillers Method (Two Circulation Method)
Sirkulasi 1 : sirkulasikan dan keluarkan fluida formasi
dengan lumpur lama (original mud)
Sirkulasi 2 : sirkulasi dengan lumpur baru (kill mud
weight) untuk mengganti lumpur lama

2. Wait & Weight Method (Engineer Method)


-. Menunggu selama membuat lumpur berat (Kill Mud
Weight / KMW)
-. Sirkulasikan fluida kick (influx) keluar dari lubang bor
dengan lumpur berat
3. Concurrent Method
Pompakan lumpur lama untuk mengeluarkan cairan
formasi sambil memperberat lumpur

DRILLERS METHOD

RKULASI PERTAMA (Membuang Influks)


Monitor sumur yang ditutup sambil bersiap mulai sirkulasi

menggunakan lumpur awal. Catat tekanan Drill pipe (SIDPP) &


tekanan Casing (SICP).
Jaga tekanan Casing konstan sambil mempercepat pompa ke
kecepatan kill. KECEPATAN INI DIJAGA AGAR TETAP KONSTAN.
Jaga tekanan Casing konstan beberapa menit sampai tekanan
DP stabil.
Baca tekanan DP dan jaga tekanan ini konstan sampai kick
tersirkulasi ke luar dari lubang.
Jaga tekanan Casing konstan dengan menurunkan kecepatan
pompa. Ketika kecepatan pompa turun sampai pompa hampir
berhenti:
-Matikan pompa dahulu -Selesai menutup choke
Baca tekanan. Jika semua influks telah keluar dari sumur,
tekanan besarnya hampir sama.

Sirkulasi - 2 (Mengganti Berat lumpur)


Hitung berat KWM dan naikkan berat lumpur sampai nilai

tersebut.
KMW = (Ph + SIDPP) / (0.052 x TVD) atau
KMW = (SIDPP / (0.052 x TVD)) + OMW
Jaga tekanan Casing konstan sambil mempercepat pompa ke
kecepatan kill. KECEPATAN INI HARUSLAH DIJAGA KONSTAN.
Jaga tekanan Casing konstan sampai volume drill string telah
dipompa.
Baca tekanan DP dan jaga tekanan ini konstan sampai lumpur
kembali beratnya sebesar KWM.
Matikan pompa dan sumur.
Baca tekanan. Seharusnya nol.
Cek aliran melewati jalur choke.
Buka preventer jika sumur mati.

WAIT & WEIGHT METHOD


Hitung Kill Mud Weight (KMW)

KMW (ppg) = FP (psi) / (0.052 x TVD (ft)) atau


KMW (ppg) = (SIDPP (psi) / (0.052 x TVD (ft)) + OMW (ppg)
Hitung Initial Circulating Pressure (ICP) / Tekanan Awal Sirkulasi

ICP (psi) = KRP (psi) + SIDPP (psi)


Hitung Final Circulating Pressure (FCP) / Tekanan Akhir Sirkulasi

FCP (psi) = KMW (ppg) / OMW (ppg) x KRP (psi)


Hitung Surface to Bit Strokes (SBS)

SBS (stroke) = Drill String Volume (bbl) / Pump Output (bbl/strk)

Hitung Total Strokes (ST)

ST = (drill string volume (bbls) + annulus volume (bbls)) /


pump output (bbl/strk)
Hitung Surface to Bit Time (SBT)

SBT (menit) = SBS (stroke) / SPM


Hitung Total Time (TT)

TT (menit) = SBT (menit) + BST (menit)


Tentukan harga N (N stroke)

Dalam stroke :
N = SBS / kolom tersedia atau nilai SPM

Hitung penurunan tekanan Drill Pipe setiap periode (N)

P dp (psi) = (ICP (psi) FCP (psi)) / SBS (strk) x N (spm) , atau


P dp (psi) = (ICP (psi) FCP (psi)) / SBT(menit) x N (spm)
Buat Kill Sheet atau Pressure Reduction Schedule

Plot ICP dan FCP terhadap stroke atau waktu dalam grafik

CONCURRENT METHOD
Disebut juga circulate and weight atau slow weight up method
Jalankan

pompa sampai dengan kill rate speed dengan


menjaga tekanan casing konstan.
Pompakan original mud sambil menambahkan barite secara
periodik.
Berat jenis lumpur dinaikan secara bertahap sambil
mengeluarkan influx sehingga tekanan hidrostatis akan naik
secara bertahap.
Tekanan casing akan mencapai maksimum di saat puncak
influx tiba di permukaan dan akan mulai turun saat influx
keluar dari annulus.
Apabila berat lumpur sudah mencapai KMW dan lubang sudah
terisi penuh, matikan pompa, kecilkan choke dengan menjaga
tekanan casing konstan.
Tekanan Drill Pipe akan sama dengan tekanan casing ( = 0)

BIT OFF BOTTOM PRINCIPLES OF WELL


CONTROL
1. Volumetric Method
Metoda yang digunakan untuk mengontrol ekspansi gas
selama bermigrasi. Dimulai dari sumur ditutup setelah
terjadi kick sampai metoda sirkulasi dapat dilaksanakan dan
dapat digunakan untuk mendorong gas kick ke permukaan
tanpa melakukan pemompaan.
Beberapa situasi dimana metoda Volumetrik dapat
digunakan :
. Di dalam lubang tidak ada rangkaian pipa
. Pompa tidak berfungsi
. Rangkaian tersumbat
. Bit tidak di dasar lubang dan kick di bawah bit
. Selama operasi stripping dan snubbing

Umumnya ditentukan dari tekanan casing beberapa menit


setelah sumur ditutup dengan asumsi :
a. Tekanan casing tidak naik setelah 30 menit, mungkin
tidak ada gas yang tergabung dengan kick (kecuali
menggunakan oil base mud atau directional well).
b. Tekanan casing bertambah secara terus menerus di
atas shut in pressure, berarti ada gas.
Jika kondisi (b) yang terjadi mungkin diperlukan metoda
volumetrik karena adanya keterlambatan dalam memulai
metoda sirkulasi utama.

Prinsip dasar yang diperlukan untuk melaksanakan metoda


volumetrik secara tepat :
1. Hukum Gas (Hukum Boyle)
Dengan

mengabaikan

temperatur

compressibility
Persamaan : P1 x V1 = P2 x V2
2. Teori Gelembung Tunggal
3. Menentukan Tekanan Dasar Lubang

danfaktor

WELL CONTROL EQUIPMENT


Diverter
Peralatan Umum
Susunan BOP
Akumulator
Masalah Choke Manifold
Pemisah Lumpur/Gas
Hal lain yang perlu

diperhatikan
Mengetes BOP

PERALATAN KONTROL SUMUR


Satu dari aspek kritis dalam merencanakan sumur
ialah tekanan teoritis permukaan maksimum yang
dipakai dalam mendesain casing, wellhead, BOP
stack, choke manifold, gas buster, tes, dan peralatan
lainnya.
Cek batasan suhu untuk elastomer, terutama pada
beragam bore ram. Jika shear ram terpasang,
pastikan bahwa shear ram mampu menangani
berbagai grade dari drill pipe yang digunakan.

SUSUNAN BOP
ANNULAR

PIPE
RAMS
BLIND
RAMS

KE KILL LINE

KE CHOKE LINE
PIPE
RAMS

WELLHEAD

HYDRIL GK

CAMERON DL ANNULAR

Weepholes

SHAFFER SPHERICAL

BOTOL SURGE

Wellbore
Pressure

CAMERON DS SHEAR RAM

CAMERON FLEXPACKER RAM

CAMERON PIPE RAM

CAMERON SHEARING BLIND RAM

CAMERON VARIABLE BORE RAM

CAMERON TYPE U RAM

PERALATAN KONTROL SUMUR


Akumulator Harus memiliki volume yang
cukup untuk menutup dan menahan
semua preventer tertutup dan menjaga
tekanan akumulator di atas tekanan
minimum sistem.

PERALATAN KONTROL SUMUR


Selang Fleksibel Bertekanan Tinggi Pastikan bahwa selang
fleksibel mampu digunakan pada lumpur yang tidak biasa
dijumpai atau digunakan dan mampu digunakan pada batasan
temperatur tertentu.

CHOKE MANIFOLD

Semua peralatan
yang menangani
lumpur sumur di
bagian hilir dari
choke sebaiknya
didesain untuk
menahan
temperatur rendah
yang diakibatkan
adanya ekspansi
gas selama
prosedur kontrol
Prosedur kelaikan
sumur.
choke
manifold
dan perawatannya
sangat
penting.
Lakukan
cek
secara
periodik
untuk mengetahui
ketebalan
pipa
dan manifold.

CAMERON FLS MANUAL


GATE VALVE

CAMERON TAILROD
HYDRAULIC GATE VALVE

CAMERON HYDRAULIC CHOKE

CAMERON MANUAL CHOKE

SWACO SUPERCHOKE

FOSV

PERALATAN KONTROL SUMUR


Pemisah Lumpur/Gas Pembaca tekanan di badan
separator
sebaiknya dipasang untuk memastikan
separator beroperasi dalam batasan kapasitasnya dan
tidak ada gas yang dibolehkan untuk lewat" ke area
pemrosesan lumpur. Lakukan inspeksi menyeluruh
integritas struktur separator dan kondisi internalnya.

GAS BUSTER

Diameter & panjang jalur vent


mengatur jumlah tekanan di
separator

GAS

Jalur Vent
TIDAK ADA
VALVE!

Tutup Inspeksi

Pembaca
Tekanan Plate
Impingement

dari Choke
Baffle Plates

Siphon Breaker

Tinggi, Diameter &


Desain internal mengatur
efisiensi pemisahan
d

ke Mud Degasser
TIDAK ADA VALVE!
D

Jalur drain dengan valve

Tinggi dari Pipa U (D) & jarak dari


bawah separator ke atas dari Pipa U (d)
mengatur level lumpur di separator dan
menjaga agar gas tidak masuk ke jalur
aliran

PEMISAH
LUMPUR/GAS

PERALATAN KONTROL SUMUR


Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan Kompatibilitas elastomer
dengan lumpur pengeboran, completion, & pengetesan harus
dicek. Cek batasan runtuh dari drill string terhadap beban
runtuh selama operasi kontrol sumur. Beban yang paling besar
sering ditemukan saat pipe ram tertutup.

SOAL DAN JAWABAN


1. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam menangani
fluida
JAWABAN

Transportasi : Pergunakan vaccuum truck yang bersih, kalau


perlu dicuci dulu sebelum dipakai untuk mengangkut Fluida.

Rig Pit atau Stock Tank juga harus selalu dalam keadaan
bersih, begitu juga pompa yang dipakai untuk sirkulasinya.

Saringlah Fluida agar benar-benar bersih sebelum


dipompakan. Ingat bahwa Fluida yang kotor akan merusak
formasi.

Kotoran juga dapat terakumulasi dari work String, misal


lumpur, scale, karat dan kotoran lainnya. Karena itu work
string (tubing, drill pipe dsb) harus diletakan pada rak-rak
yang bersih, yang dibersihkan lagi dengan wire brush, dan
babbit sebelum dimasukkan.

2. Jelaskan emulsion block


JAWABAN
Emulsion block ( hambatan Emulsi ) biasanya terjadi
akibat bercampurnya beberapa macam fluida yang berbeda2 didalam atau sekitar sumur Bor. Emulsi yang
terjadi biasanya berbentuk molekul air diselimuti oleh
lapisan minyak dari campuran Crude oil dan Formation
water, juga air-air lain dari luar. Surfactant dapat
memecah emulsi ini menjadi bentuk cairan minyak dan
air yang terpisah, dengan mengurangi daya tarik
menarik antara minyak dan air dan menyatukan butiranbutiran emulsi itu.

3. Mengapa fluida yang dipergunakan harus di tes


terlebih dahulu
JAWABAN
Sebelum dipergunakan fluida harus di test terlebih
dahulu, dengan cara mencampurnya dengan formation
fluid, untuk mengetahui kalau-kalau terjadi emulsi yang
tidak
diharapkan
atau
terbentuk
presipitasi
( pengendapan ) pada saat bercampur. Pengendapan
dan emulsi yang terbentuk pada formasi bisa merusak
producing zone. Beberapa kasus kerusakan yang
diakibatkan terjadinya emulsi dan pengendapan sangat
sulit atau sama sekali tidak bisa diperbaiki lagi.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai