TEKANAN FORMASI
DAN TEKANAN REKAH
1. Jenis-Jenis Tekanan
Dibawah ini akan diterangkan jenis-jenis tekanan yang berpengaruh pada
keadaan bawah permukaan.
1.1. Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang disebabkan oleh berat kesatuaan
dan tinggi vertikal kolom fluida. Ukuran dan bentuk fluida ini tidak berpengaruh
pada besarnya tekanan ini. Tekanan hidrostatik (Phy) sama dengan jumlah dari
densitas fluida rata-rata dan tinggi vertikalnya, maka :
P = .g.D .......................................................................................... (1-
1)
Dimana :
P = tekanan.
= densitas rata-rata.
g = nilai grativasi.
D = tinggi kolom.
Dalam operasi pemboran dapat ditulis sebagai :
Phy (psi) = C.M.W.D ........................................................................... (1-2)
Dimana :
D = tinggi vertikal kolom fluida dalam feet.
MW = densitas fluida atau berat lumpur dalam lb/gal atau lb/ft3.
C = kostanta (0.052 jika MW dalam lb/gal, dan 0.00695 jika MW
dalam lb/ft3.
Dalam sistem metric
Phy = 0,093 M.W.D ............................................................................ (3.3)
Dimana :
D = tinggi kolom fluida dalam meter dan
1
MW = berat lumpur dalam kg/dm3.
2
berat matrik batuan fluida
Po = ................................... (1-
Area
5)
Dimana : D = kedalaman (meter atau feet).
= porositas batuan formasi (fraksi).
ma = densitas matrik batuan (lb/ft3 atau kg/dm3).
n = densitas fluida (lb/ft3 atau kg/dm3).
Umumnya tekanan overbuden akan bertambah dengan bertambahnya
kedalaman. Besar gradient tekanan adalah 1,0 psi/ft pe kedalaman.
Berdasarkan pengalaman diindikasikan bahwa gradien overburden
maksimum dalam batuan klastik sebesar 1,35 psi/ft.
Gambar 1.1.
Gabungan Beban Overbuden Untuk Formasi Kompak
3
1.3. Tekanan Formasi
Tekanan formasi (Pf) adalah aktifitas tekanan yang tergantung dari fluida
(air, minyak, dan gas) dalam pori suatu formasi. Tekanan formasi normal adalah
setiap satuan geology akan sama dengan tekanan hidrostatik air dari permukaan
sampai bawah permukaan.
Besar tekanan hidrostatik sama dengan 0,465 psi/ft. Setiap tekanan
formasi diatas atau dibawah gradient ini disebut dengan tekanan abnormal.
4
Tanpa memperhatikan densitas fluida, tekanan formasi normal dapat
diterangkan sebagai suatu sistem hidrolik yang terbuka dimana dengan mudah
tekanannya saling berhubungan seluruhnya. Pada formasi abnormal tidak
mempunyai hubungan tekanan yang bebas. Bila hal ini terjadi maka tekanan
tinggi akan mengalir dengan cepat dan tidak teratur yang kemudian baru akan
kembali normal setelah terjadi keseimbangan disekitarnya.
Dengan demikian maka akan terjasi tekanan abnormal memerlukan
mekanisme tertentu yang dapat menjebak tekanan. Dengan adanya mekanisme
tersebut maka penyebab tekana abnormal tergantung lithologi, mineralogi, gaya-
gaya tektonik dan kecepatan sedimentasi.
5
Gambar 1.2.
Efek dari potentiometric surface terhadap permukaan tanah yang
menyebabkan overpresure dan subnormal pressure
6
Mineral-mineral dapat mengalami perubahan fasa dengan bertambahnya
tekanan seperti gipsum + anhidrite + freewater. Hal ini telah diperkirakan
bahwa gipsum setebal 50 ft akan menghasilkan kolom air setinggi 24 ft.
Sebaliknya anhidrit dapat dihindari pada kedalaman tertentu untuk
menghasilkan gipsum yang meningkatkan volume batuan yang sebesar 40 %.
d. Pengendapan Batuan Garam Yang Padat
Pengendapan garam dapat terjadi dibeberapa tempat. Karena garam bersifat
impermeable maka fluida pada formasi dibawahnya menjadi over pressure.
Tekanan abnormal sering dijumpai pada zona-zona yang berada dibawah
lapisan garam.
e. Kubah Garam
gerakan keatas (intrusi) kubah garam dengan densitas rendah karena bouyance
(gaya apung) yang menerobos perlapisan sedimen normal akan menghasilkan
anomali tekanan. Garam juga dapat berfungsi sebagai penyekat impermeabel
untuk dewatering clays secara lateral.
f. Kompresi Tektonik
Kompresi sedimen secara lateral dapat menghasilkan pengangkatan sedimen,
rekahan atau patahan untuk sedimen yang lebih kuat. Biasanya formasi
terkompaksi pada kedalaman tertentu dapat muncul pada level yang lebih
tinggi. Jika tekanan mula-mula tetap terjaga maka pengangkatan formasi dapat
menyebabkan adanya over pressure.
g. Repressuring From Deeper Levels
Disebabkan oleh adanya migrasi fluida dari zona bertekanan tinggi ke zona
bertekanan rendah pada zona yang tidak terlalu dalam. Hal ini terjadi karena
adanya patahan atau pekerjaan casing atau semen yang jelek. Tekanan yang
tinggi ini dapat menyebabkan terjadinya kick karena tidak ada lithologi yang
mengindikasikan. Tekanan yang tinggi ini dpat terjadi pada batu pasir yang
dangkal, jika dialiri gas dari formasi dibawahnya.
h. Generation od Hidrokarbons
Shale yang terendapkan dengan jumlah besar kandungan organik akan
menghasilkan gas karena adanya proses kompaksi. Ketika gas terperangkap
akan menyebabkan terjadinya over pressure. Produk organik juga membentuk
7
garam di dalam ruang pori, yang dapat menyebabkan berkurangnya porositas
dan membentuk suatu penyekat.
8
Korelasi umur offset (sumur lama) telah digunakan secara luas. Sumur
offset adalah sumur yang telah diketahui kondisi tekanannya. Korelasi biasanya
didasarkan pada persamaan lithologi dengan menganggap tekanannya sama pada
suatu zona dengan kondisi geologi yang sama.
Walaupun hanya korelasi anatara laju penetrasi dan SP log dari well log
offset, tetapiparameter lainnya dapat digunakan untuk korelasi. Parameter-
parameter lainnya meliputi drilling rate, perbandingan cutting, kandungan gas
serta fluida di zona yang diamati.
c. Anomali Temperatur
Anomali temperatur telah dikemukakan oleh beberapa penulis sebagai
sarana yang effektif untuk pendeteksi tekanan abnormal. Wilson dan Bush telah
mengemukakan penerapannya. Walaupun sulit untuk dimonitor, anomali ini dapat
digunakan untuk pendeteksi lapisan transisi ke lapisan tekanan tinggi.
Anomali temperatur di zona tekanan abnormal tergantung pada fluida yang
mengisi pori. Karena radiasi panas dari bumi menyebar secara konstan maka
perubahan konduktivitas thermal pada batuan menyebabkan terjadinya anomali
ini. Karena sebagaimana clay menyerap panas ± 60 % maka zona dengan
kandungan air yang tinggi akan bertindak sebagai tahanan terhadap aliran panas,
sehingga suhu yang lebih tinggi dari suhu nomal adalah zona dengan porositas
tinggi yang diidentifikasikan sebagai bertekanan tinggi.
Temperatur flowline biasanya dipakai sebagai ukuran suhu formasi.
Sebuah alat diletakkan pada mud flowline, dan temperatur sirkulasi dicatat. Hasil
pencatatannya digunakan untuk menghitung gradient temperatur dengan
menggunakan persamaan 3-6.
G = 100 (T2 – T1) / D2 – D1 .............................................................. (3-6)
Dimana :
D = Kedalaman, ft.
T = Temperatur flowline, °F.
G = Gradient geothermal, °F/100 ft.
”1 = Subkrip untuk bagian dangkal.
”2 = Subkrip untuk bagian yang lebih dalam.
9
d. Resistivity Cutting
Resistivity lumpur dan cutting dikaitkan dengan konsep delta chloride
merupakan indikator untuk lapisan abnormal pressure. Bila bertemu dengan
porositas batuan yang tinggi pada waktu pemboran, batuan yang ditembus akan
membebaskan fluida formasinya ke aliran lumpur. Harus diperhitungkan
resistivity lumpur dan kandungan Cl dari fluida pemboran, dengan menganggap
salinitas lumpur. Sebagai tambahan, resistivity cutting akan berubah dengan
bertambahnya porositas. Gambar 3.2. menunjukan plot delta chloride.
Kesulitan utama dari konsep delta chloride adalah dalam mendeteksi
kandungan Cl di zona transisi pendek resistivity lumpur diakibatkan oleh
kenaikkan jumlah air, additive lumpur, salinitas air formasi. Metode ini dapat
digunakan sebagai indikator sekunder untuk memonitor zona transisi.
e. Cutting
Cutting dapat digunakan untuk indikasi tekanan abnormal. Perbedaan
tekanan sangat berperan dalam pendeteksiaan tekanan. Bila terjasi perbedaaan
tekanan yang besar, cutting akan bertahan di bawah bit dan akan terus digerus
sampai ukurannya menjadi kecil dan dapat terangkat ke permukaan. Kejadiaan ini
dikenal sebagai ”chip hold down effect”.
Bila perbedaan tekanan hanya kecil, maka cutting akan terangkat dari
bawah bit sebelum mengalami penggerusan lagi. Hal ini dapat dilihat pada
cutting yang berada di shale shaker. Cutting yang lebih besar menunjukkan bahwa
perbedaan tekanan berkuran. Bila berat lumpur konstan, diasumsikan bahwa
tekanan formasi baik.
10
a. Analisa Seismic
Metode analisa seismic adalah metode geofisik yang digunakan untuk
mendeteksi keberadaan dan puncak dari tekanan abnormal. Metode ini didasarkan
pada elemen-elemen analisa refleksi dari pennebaker, seperti yang ditunjukkan
oleh gambar 1.3., misalnya shot point O adalah permukaan tanah. Ketika
peledakan pada SP, energi gelombang suara terjadi dalam bentuk tekanan
gelombang, energi seismic bergerak seimbang ke segala arah. Energi bergerak
vertikal mengenai garis RR (subsurface) dan di refleksikan kembali ke SS sejauh
garis vertikal OPO. Energi tembakan juga menyebar sepanjang diagonal pada RR
pada subsurface dan direfleksikan ke permukaan sepanjang garis TW. Waktu yang
diperlukan untuk jalannya energi dicatat oleh geophone pada titik O dan W, secara
horisontal dipisahkan dengan titik X, kecepatan rata-rata V, dapat dihitung dengan
persamaan1-7.
V
2
2
= X2 t x t v ................................................................................. (1-
7)
Kedalaman lapisan dapat ditentukan dari persamaan 3-8.
Z = V (to / 2) ..................................................................................... (1-8)
Interval kecepatan dari profil seismic berbanding terbalik dengan interval
perjalanan waktu (interval travel time). Harga-harganya dapat diplot vs kedalaman
untuk menentukan adanya tekanan abnormal. Suatu lingkungan yang normal yang
menunjukkan penurunan porositas merupakan terjadibya kompaksi. Oleh karena
itu trevel time turun. Zona tekanan abnormal mempunyai porositas yang lebih
besar daripada porositas yang normal untuk kedalaman tertentu. Sehingga travel
time-nya akan mendadak naik. Gambar 1.4., menunjukkan plot dari suatu seismik
dan sonic suatu sumur bertekanan abnormal.
11
Gambar 1.3.
Konsep Dasar Prinsip Refleksi
Gambar 1.4.
Perbandingan perubahan travel time yang diterima seismic dan data
kecepatan aktual pada suatu sumur
12
b. Analisa Log
Analisa log umumnya untuk menentukan tekanan pori-pori dalam sumur
offset dan pemboran sumur aktual. Perangkat MWD (Measurement While
Drilling) merupakan pengangkatan teknis analisa log dalam menentukan realtime
pemboran. Teknik analisa menggunakan efek dari porositas abnormal pada suatu
batuan seperti conductivitas electric, sonic travel time dan densitas bulk. Baik
resistivity log maupun sonic log keduanya didasarkan pada suatu prinsip.
Resistivity log pada mulanya digunakan untuk mendeteksi tekanan. Respon
lognya didasarkan pada resistivity electrik dari total sampel, termasuk matrik
batuan dan fluida yang mengisi porositas. Respon tersebut dapat dilihat pada
gambar 1.5.
Gambar 1.5., menggambarkan beberapa titik penting. Tekanan formasi
tinggi pada mulannya berkembang dalam bagian shale, akhirnya tekanannya
seimbang di zona pasir. Hanya zona clean shale yang digunakan sebagai titik plot,
bukan resistivity sand, silt shale, lime atau lime shale tau lainnya dari batuan yang
dijumpai. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.5., garis trend normal akan
berkembang dari awal sampai akhir dalam zona bertekanan.
Pada penetrasi suatu zona bertekanan abnormal, suatu penyimpangan akan
dicatat. Tingkat penyimpangan digunakan untuk menghitung besarnnya tekanan
formasi. Konsep ini digunakan degan banyak cara deteksi tekanan.
Pada kenyataan di lapangan dapat dilihat pada gambar 3.6., dimana bagian
shale yang impermeable kira-kira 9500 ft meskipun bagian ini tekanan normalnya
berkisar 9500 ft – 9800 f, dibuktikan dengan adanya kenaikan resistivity pada
trend normal, tapi sebaliknya pada kedalaman 9800 ft sampai 10900 ft berat
lumpurnya bertambah dari 9.0 ppg ke 13,5 ppg. Plot dari titik resistivity
diperlihatkan di gambar 1.7.
13
Gambar 1.5.
Plot Resistivity Shale
14
Gambar 1.6.
Penggambaran hasil log elektrik pada suatu sumur dimana lapisan shale
impermeable telah terjadi penyekat tekanan abnormal pada interval bawah
pada sumur in, barier berada pada kedalaman 9500 ft – 9700 ft
15
Hottman dan Johnson telah mengembangkan suatu teknik yang didasarkan
dari hubungan empiris dimana perkiraan tekanan formasi dibuat dengan mencatat
perbandingan antara pengamatan dan resistivity batuan normal. Caranya adalah
sebagai berikut :
Gambar 1.7.
Resistivitydari Log Gambar 1.6. Diplot Terhadap Kedalaman 1
16
Gambar 1.8.
Korelasi Empiris Dari Gradien Tekanan Formasi Vs Perbandingan
Resistivity Shale Normal Dengan Hasil Pengamatan
c. Overlay
Overlay adalah chart yang terdiri dari serangkaian garis paralel yang
menggambarkan tekanan formasi dalam besaran berat lumpur. Overlay dapat
mempercepat evaluasi tekanan formasi secara langsung. Metode ini
dikembangkan oleh Hottman dan Johnson.
Untuk mengetahui tekanan pada suatu kedalaman, overlay digeser kekiri
dan kekanan sampai tekanan formasi normal berhimpit dengan trend normal.
Tekanan formasi dibaca langsung pada kedalaman yang sedang diamati dari plot
resistivity pada garis paralel. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.9. gambar 3.10.
adalah overlay resistivity dari suatu data lapangan (gambar 3.11). ada beberapa
kelemahan dalam penggunaan overlay hanya dapat digeser ke kiri dan ke kanan
tetapi tidak dapat ke arah vertikal, overlay biasanya dibuat untuk suatu tipe kertas
semilog dan tidak dapat digunakan untuk tipe yang lain dan overlay tidak dapat
menghitung perumahan salinitas air formasi abnormal. Untuk menormalkan efek
salinitas tersebut diperlukan cara yang berbeda.
17
Gambar 1.9.
Plot Overlay Dari Suatu Data Lapangan
18
Gambar.10.
Overlay Resistivity Shale
Gambar. 1.11.
Plot Resistivity Shale
19
d. Densitas Bulk
Ketika pemboran mencapai daerah bertekanan normal, densitas bulk dari
batuan yang dibor bertambah kompaksinya atau pengecilan porositas. Seperti
pada porositas bertekanan tinggi yang dijumpai, asosiasi porositas yang tinggi
akan menyebabkan penyimpangan tren densitas bulknya. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 1.12. Perubahan tekanan dari normal ke abnormal.
Gambar 1.12.
Plot Densitas Shale Secara Umum
20
Terjadi pada kedalaman dimana perbedaan dari tren normal hasil
pengamatan. Hasil dari suatu kasus lapangan dapat dilihat pad agambar 3.13.
Resistivity di plot pada kedalaman 10.700 ft dan 12.500 ft, densitas log
mendeteksi di zona transisi bagian bawah tetapi tidak dapat mendeteksi bagian
atasnya.
Gambar 1.13.
Hasil plot data densitas shale dari data lapangan
e. Driling Equation
Banyak persamaan matematika diajukan dalam usaha untuk melukiskan
hubungan dari parameter–parameter pemboran terhadap laju penetrasi. Sebagiana
dirancang untuk pemakaian di lapangan secara sederhana. Sedangkan yang
lainnya memerlukan perhitungan dengan menggunakan komputer. Ketika
diterapkan, banyak persamaan-persamaan tersebut ternyata dapat digunakan
untuk mendeteksi ketelitian dan kwantitas tekanan abnormal.
21
Untuk perhitungan differential pressure merupakan dasar dari persamaan-
persamaan tersebut. Bila besarnya diketahui, tekanan formasi dapay dihitung.
Garnier dan Van Lingen menunjukan bahwa differential pressure berpengaruh
terhadap penetrasi. Dalam studi lapangan, Benit dan Vendrine menemukan bukti
bahwa selang differential pressure berkisar 0 sampai 500 psi, paling besar
pengaruhnya dalam laju penetrasinya.
Persamaan yang paling banyak digunakan adalah ”d-exponent”. Dasar dari
persamaan ini adalah rumus Bingham tentang proses permboran. Persamaannya
sebagai berikut :
b
R 12W
a .................................................................................
60 N dB
(1-9)
Dimana :
R = Laju penetrasi, ft/jam.
N = Kecepatan putaran, rpm.
W = Berat bit, 1.000 lb.
dB = Diameter bit, inch.
B = Exponent berat bit, dimensionless.
A = Konstanta drillibility formasi, dimensionle.
22
d (tekanan formasi normal )
dc = (beart lumpur actual )
................................................... (1-
11)
Dimana :
dc = d-exponent terkoreksi.
d = Harga mula-mula dari persamaan 1-10.
Gambar 1.14.
Plot d-exponent dari suatu kedalaman
23
menyebar ke arah tegak lurus terhadap stress minimum (lihat gambar 1.15). Untuk
memprediksi ketiga stress yangbekerja pada suatu area harus diamati, seperti
diperlihatkan pada gambar 1.16.
Untuk memulai rekah, tekanan fluida harus ditransmisikan ke formasi.
Untuk mengetahui arah tekanan harus dijaga lebih besar dari stress minimum. Jika
lumpur digunakan filter cake harus dipecahkan. Oleh sebab itu, penggunaan fluida
yang viscositasnya rendah lebih baik untuk menentukan gradieb rekah formasi.
Dalam praktek gradien rekah formasi ditentukan dengan Leak-off test. Test
ini biasanya dilakukan setelah casing shoe dibor dengan maksud untuk
mengetahui gradien lumpur maksimum yang diizinkan untuk rayek lubang bor
berikutnya.
Gambar 1.15.
Arah Stress Pada Batuan
Gambar 1.16.
Orientasi Rekahan dihubungkan dengan aktivitas patahan
24
Prosedur leak-off test adalah sebagai berikut :
1. Bor 5-19 ft dibawah casing shoe.
2. Tutup BOP.
3. Naikkan tekanan ke permukaan pada slow steady test.
Pada titik dimana tekanan mulai bleed of, pompa dihentikan hasil test ini
biasanya diplot seperti diperlihatkan pada gambar 1.18. tekanan dimana terjadi
leak-off dapat dirubah menjadi gradien lumpur maksimum. Biasanya dikurangi
dengan safety factor sebesar 0,5 ppg. Karena biasanya casing diset pada zona
shale dan shale dianggap sebagai batuan yang lebih mudah rekah dibandingkan
dengan batuan yang lain pada kondisi yang sama. Dari casing leak=off test dapat
diperkirakan gradien rekah.
14)
Dimana :
ECD = effective circukating density (ppg).
MW = berat lumpur (ppg).
Pd = annular pressure drop (psi).
D = kedalaman.
ECD harus dipantau untuk menjaga agar tekanan hidrostatik dinamis tidak lebih
besar dari tekanan rekah.
25
Gambar 1.17.
Tipe Leak-Off Test
26
Poisson’s ratio adalah sifat fisik batuan yang menunjukkan perilaku stress batuan
(1), dalam satu arah (stress minimum). Jika tekanan (P) dikenakan dari arah lain
(stress utama).
1 v
............................................................................................. (1-
p 1 v
16)
Dari hasil test laboratorium menunjukkan bahwa batuan unconsolidated :
1 1
................................................................................................... (1-
p 3
17)
Test lapangan menunjukkan ’v’ bervariasi antara 0,25 – 0,50 pada titik dimana
batuan menjadi plastic (stress segala arah sama). Poisson’s ratio bervariasi
terhadap kedalaman dan tingkatan kompaksi (lihat gambar 1.18).
Mattew dan Kelly memberikan persamaan yang digunakan untuk batuan
sedimen.
Gf = Gp + (Ki / D) ....................................................................... (1-18)
Dimana :
D = Kedalaman pengamatan (ft).
Gf = Gradien rekah (psi/ft).
Gp = Gradein tekanan pori (psi/ft).
Ki = Koefisient stress matrix.
Stress mayrix dapat dihitung sebagai perbedaan antara S (tekanan overbuden) dan
P (tekanan pori).
Strees matrix = S – P .......................................................................... (1-19)
Koefisien K1 menghubungkan stress matrix nyata dengan stress matrix normal
dan dapat ditentukan dari charts.
27
Gambar 1.18.
Variasi dari Poisson’s Ratio dengan kedalaman
28