HYDRAULIC FRACTURING
4.1.1.1.Overbuden Pressure
Overburden pressure merupakan tekanan total dari total formasi yang
berada di atas formasi batuan tertentu yang dikenakan overburden pressure tersebut.
Total berat merupakan kombinasi berat dari matrik batuan dan fluida formasi yang
terdapat di pori-pori batuan. Secara matematis, overburden pressure dapat
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑜 = 𝑃𝑓 + 𝑃𝑐 ………………………………………….(4-1)
Keterangan:
Po = overburden pressure, psi
Pf = pore pressure, psi
Pc = rock matrix pressure, psi
atau
𝜎𝑣 = 0.052 × 𝜌𝑏 × 𝐷 ………………………………….(4-2)
Keterangan:
𝜎𝑣 = overburden pressure, psi
𝜌𝑏 = densitas bulk formasi, ppg
D = true vertical depth, ft
atau jika dalam gradien (EMW)
0.433×𝜌𝑏
𝜎𝑣𝑔 = ………………………………….(4-3)
0.052
𝜎𝑣𝑔 = overburden pressure gradient, ppg
𝜌𝑏 = densitas bulk formasi, gr/cc
Densitas bulk dapat diperoleh dari analisa density log. Ketike density log
tidak berjalan karena pada formasi dangkal, metode korelasi sonic log dapat
digunakan bersama-sama dengan evaluasi litologi dan mineralogy untuk
menentukan densitas bulk.
Ketika air formasi tidak dapat lepas ke permukaan secepat ruang pori
berkurang akibat produksi, air formasi akan terperangkap dalam formasi. Hal
tersebut mengakibatkan overburden pressure meningkat dan formasi yang ditembus
akan ditekan seara abnormal. Dalam situasi ini, porositas formasi tidak akan
mengikuti trend kompaksi alami, artinya porositas pada formasi abnormal akan
lebih tinggi daripada formasi normal. Seiring dengan porositas yang tinggi, densitas
bulk pada formasi serta resistivitasnya akan lebih rendah pada formasi abnormal.
Keadaan ini sering diterapkan untuk mendeketsi dan memperkirakan tekanan
formasi yang abnormal.
4.1.1.2.Pore Pressure
Pori-pori formasi yang di bor memiliki tekanan yang disebut dengan
tekanan formasi (Formation Pressure). Pada perencanaan dan pelaksanaan operasi
pemboran, tekanan formasi akan mempengaruhi desain casing, berat lumpur
pemboran (mud weight) dan berpengaruhi terhadap kemungkinan pipa kejepit
(stuck pipe), hole instability dan masalah well control. Penting juga untuk
mendeteksi zona-zona bertekanan tinggi yang beresiko menyebabkan terjadinya
blow-out.
Pore pressure adalah tekanan dari fluida yang terkandung di dalam pori-pori
batuan. Jadi, pore pressure tergantung dari fluida dalam pori suatu formasi. Pada
awalnya, tekanan pada batuan sedimen adalah karena kolom hidrostatik air laut
(0.442 psi/ft). karena batuan tersebut terpendam, hal ini menyababkan batuan harus
berbagi beban dengan air laut yang terjebak di dalam batuan.
Bila isi dari kolom yang terisi berbeda fluida nya, maka besarnya tekanan
hidrostatiknyapun berbeda. Gradien tekanan formasi sebesar 0.433 psi/ft untuk air
tawar dengan berat jenis 8.33 ppg (lb/gal), dan 0.465 psi/ft untuk air asin (80,000
ppm salt content) dengan berat jenis 9 ppg (lb/gal), yang merupakan gradien
tekanan normal karena biasanya fluida pada pori formasi berisi garam atau dikenal
sebagai brine.
Untuk tekanan formasi yang nilai nya diatas atau dibawah gradien tersebut
(0.465 ft/gal) disebut sebagai tekanan abnormal dan subnormal (abnormal and
subnormal pressure). Tekanan overburden terjadi akibat berat dari matriks batuan
dan fluida yang yang mengisi rongga batuan tersebut yang berada diatas suatu
batuan. Secara umum, gradien tekanan overburden diasumsikan sebesar 1 psi/ft
dengan berat jenis 19.23 lb/gal.
Pore pressure dapat ditentukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
Eaton’s method, Bower’s method dan equivalent depth method:
Eaton’s Method
Dalam teorinya, Eaton (1975) menjelaskan jika mayoritas tekanan bawah
permukaan berasal dari pengaruh overburden atau disebut dengan primary
overpressure. Overpressure ini terjadi karena penimbunan akibat cepatnya suplay
sedimen yang berfungsi sebagai seal sehingga fluida yang ada sebelumnya tidak
dapat bergerak. Fluida yang terperangkap dalam sebuah kolom batuan akan
memberikan balasan sebagai aksi reaksi terhadap energi yang datang akibat beban
yang makin bertambah di atasnya yang disebut overpressure primer.
Eaton (1975) mengandalkan data transit time untuk mendapatkan Normal
Compaction Trend (NCT). NCT merupakan garis yang menunjukkan bagaimana
porositas berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman. Bila suatu kompaksi
berjalan dengan normal maka akan mengikuti garis NCT dimana porositas akan
berkurang, effective stress bertambah dan pore pressure dalam kondisi normal akan
sama dengan normal hidrostatik (Ramdhan, 2017). Gambar 4.3 menunjukkan
adanya penyimpangan pore pressure dari NCT.
Keterangan
σ = effective stress aktual, psi
σn = effective stress normal, psi
V = velocity interval dari pengukuran sonic log, m/s
Vn = velocity interval normal, m/s
Bowers’ Method
Metode yang dikembangkan oleh Bowers (1995) ini pada dasarnya
menggunakan konsep yang hampir sama dengan metode Eaton, yaitu persamaan
untuk menentukan nilai effective stress. Namun persamaan yang dikemukakan oleh
Bowers ini lebih baik dibandingkan dengan Eaton, karena persamaan Bowers lebih
mempertimbangkan faktor unloading. Karenanya, membuat metode Bowers ini
lebih cocok untuk memprediksi formasi yang memiliki nilai tekanan pori yang
tinggi.
Bowers (1995), menentukan hubungan antara kecepatan sonik dan effective
stress. Hasil penelitiannya dapat digunakan untuk menentukan zona overpressure
akibat mekanisme loading dan unloading. Menurut Bowers, overpressure akibat
mekanisme pembebanan dicirikan dengan grafik yang cenderung stagnan
mengikuti virgin curve. Sementara overpressure yang diakibatkan oleh mekanisme
unloading akan melenceng dari virgin curve dan membentuk kurva unloading baru
(Gambar 4.4.). Secara empiris Bowers merumuskan besarnya effective stress
sebagai berikut (Bowers, 1995):
1⁄
𝑉𝑚𝑎𝑥 −𝑉𝑚𝑙 𝐵
𝜎𝑚𝑎𝑥 = ( ) …………………………...(4-6)
𝐴
Keterangan
σmax = effective stress maksimal, psi
Vmax = velocity interval yang melalui zona overpressure, m/s
Vml = velocity interval mudline, m/s
A & B = koefisien empiris Bowers
Gambar 4.5. Ilustrasi Equivalent Depth Method dengan Sonic Log (Adam,
1985)
Ketika data hasil pengukuran log diplot sebagai fungsi kedalaman, NCT
dapat ditampilkan sebagai garis lurus yang diplot pada data melalui compacted
interval yang normal. Karena nilai dari sifat fisik yang diukur adalah fungsi dari
effective stress, pore pressure pada setiap kedalaman dimana nilai terukur tidak
pada NCT dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑧 = 𝑃𝑎 + (𝑆𝑧 − 𝑆𝑎 ) ……………………………………(4-7)
Keterangan
Pz = pore pressure pada kedalaman z, psi
Pa = pore pressure pada kedalaman interest a, psi
Sz = stress pada kedalaman z, psi
Sa = stress pada kedalaman interest a, psi
Kedalaman sepanjang NCT dimana parameter yang diukur adalah sama
seperti pada kedalaman interest. Satu-satunya asumsi yang diperlukan oleh metode
equivalent depth adalah bahwa effective stress merupakan fungsi linear dari
kedalaman.
Gambar 4.7. Penentuan Koefisien Stress Matriks Pada Matthews and Kelly
Method (Adam, 1985)
Gambar 4.8. Penentuan Fracture Gradient dengan Matthews and Kelly
Method (Adam, 1985)
Eaton Method
Eaton (1969) mempublikasikan metode yang merupakan perbaikan dari
metode Matthews dan Kelly dengan memperkenalkan parameter Poisson’s ratio
dalam penentuan gradien tekanan rekah formasi. Eaton mengasumsikan bahwa
Poisson’s ratio dan tekanan overburden bukan merupakan besaran tetap seiring
bertambahnya kedalaman.
Penentuan gradien tekanan rekah formasi dapat dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut:
𝑆−𝑃 1−𝑣 𝑃
𝐹= ( )+𝐷 …………………………..(4-11)
𝐷 𝑣
Keterangan:
F = fracture gradient, psi/ft
S = overburden pressure, psi
P = pore pressure, psi
D = depth, ft
𝑣 = Poisson’s ratio
Dimana tekanan overburden dapat ditentukan dengan Gambar 4.9,
sedangkan Poisson’s ratio dapat ditentukan dengan Gambar 4.10. Gradien tekanan
rekah formasi dengan metode Eaton ditampilkan pada Gambar 4.11. yang mana,
metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan di industri migas
karena keberhasilannya dalam mementukan gradien tekanan rekah formasi pada
beberapa wilayah.
4.1.2.1.Rekahan Horizontal
Dengan asumsi bahwa gaya dari komponen-komponen vertikal digunakan
untuk melawan suatu formasi, maka kondisi yang penting untuk pembentukan
rekahan horizontal adalah bahwa tekanan lubang sumur harus melampaui stress
vertikal ditambah dengan tensile strength vertikal dari batuan, atau dapat dituliskan
sebagai berikut:
(Pi)h = σv + Sv + Pr ………………………………………(4-)
Keterangan:
(Pi)h = tekanan lubang bor yang diperlukan tuntuk membentuk awal
rekahan horizontal, psi
σv = overburden pressure, psi
Sv = tensile strength vertikal dari batuan, psi
Pr = reservoir pressure, psi
Rekahan horizontal akan terjadi jika harga Phf lebih besar dari overburden pressure.
Rekahan horizontal pada umumnya efektif untuk kondisi-kondisu formasi
sebagai berikut:
Kondisi formasi homogeny
Pada reservoir minyak, terdapat tenaga pendorong air yang aktif di bagian
bawah reservoir dan terdapat tudung gas pada bagian atas reservoir
Mekanisme pendorong berupa gravity drainage dan diperlukan saluran
pengurasan dengan kapasitas yang besar
Diperlukan suatu injeksi fluida yang seragam ke dalam area reservoir yang
luas
Diperlukan lebih dari satu rekahan ntuk menguras lapisan yang massif
4.1.2.2.Rekahan Vertikal
Kondisi untuk pembentukan rekahan vertikal tergantung pada kekuatan
relatif dari kedua stress horizontal. Untuk menyebabkan rekahnya formasi, tekanan
di lubang sumur harus lebih besar daripada stress minimum pada lubang bor dan
harus juga mengatasi tensile strength dari batuan. Hal tersebut dapat dituliskan:
(Pi)v = 3σh - σH + Sh + Pr ………………………………(4-)
Keterangan:
(Pi)v = tekanan lubang bor yang diperlukan tuntuk membentuk awal
rekahan vertikal, psi
σh = stress horizontal minimal, psi
σH = stress horizontal maksimal, psi
Sv = tensile strength horizontal dari batuan, psi
Pr = reservoir pressure, psi
Suatu rekahan vertikal pada umumnya efetif untuk kondisi-kondisi formasi
sebagai berikut:
Reservoir produksi memiliki lapisan-lapisan horizontal dengan jarak antar
lapisan yang sangat dekat
Rekahan dimaksudkan untuk memberikan suatu azimuth yang
mempermudah pengurasan atau injeksi
Fluida injeksi dibantu oleh distribusi vertikal dalam interval produksi
Diperlukan suatu rekahan yang menenmbus dengan dalam
4.1.2.3.Azimuth Rekahan
Untuk formasi yang dalam, perekahan biasanya dilakukan secara vertikal
sehingga sebelum dimulai proses pelaksanaannya, perlu diprediksi arah atau
azimuth rekahan. Hal ini penting terutama bila perekahan tersebut direncanakan
untuk dilaksanakan pada sumur-sumur pengembangan. Pada bagian sebelumnya
telah dianggap bahwa stress utama pada arah horizontal akan berharga sama, namun
pergerakan lapisan bumi selama aktivitas geologi akan mengakibatkan deformasi
berulang kali, sesar dan juga patahan di dala formasi sehingga variasi secara
substansi pada ketiga komponen stress utama akan selalu ada.
Aktivitas tektonik local merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam
menentukan azimuth rakahan. Untuk mengetahui arah perkembangan dari rekahan
dapat digunakan cara-cara pengukuran seperti dari pengaruh packer, caliper log,
tiltmeter, analisa core dan metode seismik. Caliperlog pada suatu lubang terbuka
dapat memberikan indikasi dari arah stress horizontal minimum dimana lubang bor
tersebut akan terdeformasi oleh in-situ stress. Oleh sebab itu, bila diberikan aliran
fluida yang berlebihan baik itu ke dalam maupun ke luar formasi yang
mengakibatkan terjadinya pengikisan dinding sehingga lubang bor akan berbentuk
elips, maka caliper log akan menampakkan garis lurus untuk arah stress horizontal
sebagai stress minimum.
Tersedianya sampel core yang masih segar dapat digunakan untuk
menentukan arah stress horizontal minimum, yakni dengan menggunakan metode
relaksasi pada saat core diangkat dari dasar lubang menuju permukaan. Kemudian
dapat ditentukan strain utama yang mana akan dapat pula dihitung besar stress
utama, yakni dengan asumsi bahwa stress utama akan berkurang sesuai dengan
penurunan besar strain utama.
4.1.6. Datafrac
Datafrac adalah data yang perlu diketahui untuk suatu rencana hydraulic
fracturing. Data tersebut seperti tekanan menutup rekahan (closure pressure) yang
sangat penting dalam perencanaan perekahan, pengukuran leak off, dan efisiensi
fluida. Selama pemompaan berlangsung, harga tekanan penutupan (Pc) akan
diperlukan untuk menganalisa grafik-grafik log secara kualitatif. Perubahan-
perubahan pada kemiringan log dari suatu variabel seperti ΔPf, akan merupakan
selisih dari suatu variabel misalnya Pw dan suatu konstanta misalnya Pc apabila
harganya berubah. Suatu harga yang tidak teliti seperti pada Pc akan mengakibatkan
kesalahan pembacaan pada kemiringan log-log tersebut.
Demikian juga bila memilih waktu nol yang salah untuk waktu pemompaan
maka akan mengubah kemiringan log-log juga. Kesalahan pemilihan waktu nol
dapat disebabkan oleh sumur yang biasanya pernah dilakukan fluida komplesi
(completion fluid) sebelum perekahan. Untuk ini, waktu nol bukan pada saat
pemompaan dimulai atau saat fluida komplesi diinjeksikan ke dalam formasi, tetapi
waktu nol adalah waktu di mana fluida perekah mencapai formasi. Perlu diketahui
bahwa fluida komplesi tidak efektif untuk merekahkan suatu formasi dikarenakan
fluid loss-nya besar dan juga karena sering diabaikannya waktu injeksi fluida
tersebut. Jadi harga net pressure (Pw – Pc) dapat dikalibrasikan dari parameter
desain dengan mencocokkan data observasi dengan simulasi net pressure.
Prosedur Datafrac
Prosedur pada datafrac antara lain adalah :
1. Formation breakdown (pecahnya formasi)
2. Data lapangan yang lalu
3. Step rate test (uji laju bertingkat)
4. Shut-in decline test (uji penutupan)
5. Backflow test (uji aliran balik)
6. Minifrac (rekahan mini)
7. Leak-off test (uji kebocoran)
4.1.6.1. Formation Breakdown
Formation breakdown atau pecahnya formasi dapat dilakukan dengan
menggunakan asam atau fluida perekah. Gambar 4.16 memperlihatkan plot tekanan
dasar sumur dan laju injeksi terhadap waktu untuk uji tersebut.