Anda di halaman 1dari 35

BAB IV

HYDRAULIC FRACTURING

Hydraulic fracturing adalah suatu teknik stimulasi yang digunakan untuk


memperbaiki atau meningkatkan produktivitas sumur. Produktivitas sumur yang
menurun atau kecil ini dapat berupa adanya zona skin di sekitar lubang sumur
dimana harga permeabilitas zona skin (kskin) lebih kecil dari harga permeabilitas
formasi (kformasi), formasi dengan cadangan yang besar tetapi memiliki harga
permeabilitas formasi relatif kecil atau adanya penurunan permeabilitas akibat
subsidence yang merupakan imbas dari tidak adanya fluida yang menggantikan
ruang pori batuan yang ditinggalkan oleh fluida hidrokarbon yang terproduksi.
Tujuan dari hydraulic fracturing adalah terbentuknya saluran konduktif dan
kontinyu yang menembus zona yang memiliki harga permeabilitas kecil, jauh ke
dalam reservoir. Untuk mencapai tujuan itu, perlu dilakukan perencanaan dalam
penentuan tekanan rekah formasi, arah rekah, geometri rekah, komposisi dan
volume fluida perekah, serta volume proppant yang tepat. Sehingga pelaksanaan
hydraulic fracturing dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
4.1. Perencanaan Hydraulic Fracturing
4.1.1. Pressure Window
Geomekanik sangat erat kaitannya dengan studi mengenai tekanan bawah
permukaan. Tekanan bawah permukaan juga berhubungan erat dengan formasi
yang ditembus. Pengetahuan mengenai formasi yang ditembus, sifat kekuatannya
serta perilakunya ketika berinteraksi dengan berbagai fluida pemboran sangat
penting untuk diketahui.
Selain untuk kegunaan wellbore stability, pressure window digunakan
untuk menentukan fracture pressure pada operasi hydraulic fracturing untuk
stimulasi maupun pada unconventional reservoir. Gambar 4.1 menunjukkan
beberapa parameter yang terdapat pada pressure windown, antara lain: overburden
pressure, stress horizontal maksimal, stress horizontal minimum, fracture pressure,
shear failure pressure dan pore pressure.

Gambar 4.1. Pressure Window

Pressure window menunjukkan peranannya untuk stabilitas lubang bor


dalam rangka desain lumpur pemboran ataupun fluida perekah untuk hydraulic
fracturing (Gambar 4.2). Dimana jika tekanan fluida dibawah pore pressure, maka
akan terjadi keruntuhan lubang bor. Jika tekanan fluida berada diantara pore
pressure dan shear failure pressure, maka akan terjadi caving pada lubang bor.
Lubang bor akan stabil jika tekanan fluida berada diantara shear failure pressure
dan fracture pressure. Dalam operasi hydraulic fracture untuk perekahan awal
formasi, digunakan fluida dengan tekanan di atas fracture pressure. Tekanan fluida
tersebut kemudian ditingkatkan lagi hingga melebihi stress horizontal maksimal
untuk melebarkan rekahan.
Gambar 4.2. Stabilitas Lubang Bor (Zhang, Standifird, & Lenamond, 2008)

4.1.1.1.Overbuden Pressure
Overburden pressure merupakan tekanan total dari total formasi yang
berada di atas formasi batuan tertentu yang dikenakan overburden pressure tersebut.
Total berat merupakan kombinasi berat dari matrik batuan dan fluida formasi yang
terdapat di pori-pori batuan. Secara matematis, overburden pressure dapat
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑜 = 𝑃𝑓 + 𝑃𝑐 ………………………………………….(4-1)
Keterangan:
Po = overburden pressure, psi
Pf = pore pressure, psi
Pc = rock matrix pressure, psi

atau
𝜎𝑣 = 0.052 × 𝜌𝑏 × 𝐷 ………………………………….(4-2)
Keterangan:
𝜎𝑣 = overburden pressure, psi
𝜌𝑏 = densitas bulk formasi, ppg
D = true vertical depth, ft
atau jika dalam gradien (EMW)
0.433×𝜌𝑏
𝜎𝑣𝑔 = ………………………………….(4-3)
0.052
𝜎𝑣𝑔 = overburden pressure gradient, ppg
𝜌𝑏 = densitas bulk formasi, gr/cc

Densitas bulk dapat diperoleh dari analisa density log. Ketike density log
tidak berjalan karena pada formasi dangkal, metode korelasi sonic log dapat
digunakan bersama-sama dengan evaluasi litologi dan mineralogy untuk
menentukan densitas bulk.
Ketika air formasi tidak dapat lepas ke permukaan secepat ruang pori
berkurang akibat produksi, air formasi akan terperangkap dalam formasi. Hal
tersebut mengakibatkan overburden pressure meningkat dan formasi yang ditembus
akan ditekan seara abnormal. Dalam situasi ini, porositas formasi tidak akan
mengikuti trend kompaksi alami, artinya porositas pada formasi abnormal akan
lebih tinggi daripada formasi normal. Seiring dengan porositas yang tinggi, densitas
bulk pada formasi serta resistivitasnya akan lebih rendah pada formasi abnormal.
Keadaan ini sering diterapkan untuk mendeketsi dan memperkirakan tekanan
formasi yang abnormal.

4.1.1.2.Pore Pressure
Pori-pori formasi yang di bor memiliki tekanan yang disebut dengan
tekanan formasi (Formation Pressure). Pada perencanaan dan pelaksanaan operasi
pemboran, tekanan formasi akan mempengaruhi desain casing, berat lumpur
pemboran (mud weight) dan berpengaruhi terhadap kemungkinan pipa kejepit
(stuck pipe), hole instability dan masalah well control. Penting juga untuk
mendeteksi zona-zona bertekanan tinggi yang beresiko menyebabkan terjadinya
blow-out.
Pore pressure adalah tekanan dari fluida yang terkandung di dalam pori-pori
batuan. Jadi, pore pressure tergantung dari fluida dalam pori suatu formasi. Pada
awalnya, tekanan pada batuan sedimen adalah karena kolom hidrostatik air laut
(0.442 psi/ft). karena batuan tersebut terpendam, hal ini menyababkan batuan harus
berbagi beban dengan air laut yang terjebak di dalam batuan.
Bila isi dari kolom yang terisi berbeda fluida nya, maka besarnya tekanan
hidrostatiknyapun berbeda. Gradien tekanan formasi sebesar 0.433 psi/ft untuk air
tawar dengan berat jenis 8.33 ppg (lb/gal), dan 0.465 psi/ft untuk air asin (80,000
ppm salt content) dengan berat jenis 9 ppg (lb/gal), yang merupakan gradien
tekanan normal karena biasanya fluida pada pori formasi berisi garam atau dikenal
sebagai brine.
Untuk tekanan formasi yang nilai nya diatas atau dibawah gradien tersebut
(0.465 ft/gal) disebut sebagai tekanan abnormal dan subnormal (abnormal and
subnormal pressure). Tekanan overburden terjadi akibat berat dari matriks batuan
dan fluida yang yang mengisi rongga batuan tersebut yang berada diatas suatu
batuan. Secara umum, gradien tekanan overburden diasumsikan sebesar 1 psi/ft
dengan berat jenis 19.23 lb/gal.
Pore pressure dapat ditentukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
Eaton’s method, Bower’s method dan equivalent depth method:
 Eaton’s Method
Dalam teorinya, Eaton (1975) menjelaskan jika mayoritas tekanan bawah
permukaan berasal dari pengaruh overburden atau disebut dengan primary
overpressure. Overpressure ini terjadi karena penimbunan akibat cepatnya suplay
sedimen yang berfungsi sebagai seal sehingga fluida yang ada sebelumnya tidak
dapat bergerak. Fluida yang terperangkap dalam sebuah kolom batuan akan
memberikan balasan sebagai aksi reaksi terhadap energi yang datang akibat beban
yang makin bertambah di atasnya yang disebut overpressure primer.
Eaton (1975) mengandalkan data transit time untuk mendapatkan Normal
Compaction Trend (NCT). NCT merupakan garis yang menunjukkan bagaimana
porositas berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman. Bila suatu kompaksi
berjalan dengan normal maka akan mengikuti garis NCT dimana porositas akan
berkurang, effective stress bertambah dan pore pressure dalam kondisi normal akan
sama dengan normal hidrostatik (Ramdhan, 2017). Gambar 4.3 menunjukkan
adanya penyimpangan pore pressure dari NCT.

Gambar 4.3. Ilustrasi Eaton’s Method (Ramdhan, 2017)

Untuk melakukan prediksi pore pressure dengan menggunakan metode ini


pada suatu daerah tertentu cukup menggunakan data hasil pengukuran geofisika
seperti data seismik dan data sonic. Data seismik didapat dari hasil survey seismik
pada wilayah tersebut dan data sonic bisa digunakan dari sumur-sumur yang sudah
ada di sekitar lokasi yang akan diprediksi. Berikut persamaan dari teori Eaton yang
dalam memprediksi pore pressure yang menggunakan data geofisika untuk
melakukan prediksi pore pressure suatu formasi (Eaton, 1975):
∆𝑡𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑥
𝑃 = 𝜎𝑣 − (𝜎𝑣 − 𝑃ℎ ) [ ] ……………(4-4)
∆𝑡𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒𝑑
Keterangan:
P = pore pressure, psi
σv = overburden pressure, psi
Ph = hydrostatic pressure, psi
∆𝑡𝑛 = transite time dari normal compaction time, m/s
∆𝑡𝑜 = transite time dari pengukuran sonic log, m/s
x = koefisien empiris Eaton (1,2-3)

Metode Eaton (1975) juga mempresentasikan hasil perhitungan pore


pressure gradient menggunakan waktu transit. Nilai effective stress aktual
dikurangkan dengan nilai effective stress normal. Secara empiris nilai effective
stress menurut Eaton dirumuskan sebagai berikut:
𝑉 𝑥
𝜎 = 𝜎𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 [ ] …………………..............(4-5)
𝑉𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙

Keterangan
σ = effective stress aktual, psi
σn = effective stress normal, psi
V = velocity interval dari pengukuran sonic log, m/s
Vn = velocity interval normal, m/s

 Bowers’ Method
Metode yang dikembangkan oleh Bowers (1995) ini pada dasarnya
menggunakan konsep yang hampir sama dengan metode Eaton, yaitu persamaan
untuk menentukan nilai effective stress. Namun persamaan yang dikemukakan oleh
Bowers ini lebih baik dibandingkan dengan Eaton, karena persamaan Bowers lebih
mempertimbangkan faktor unloading. Karenanya, membuat metode Bowers ini
lebih cocok untuk memprediksi formasi yang memiliki nilai tekanan pori yang
tinggi.
Bowers (1995), menentukan hubungan antara kecepatan sonik dan effective
stress. Hasil penelitiannya dapat digunakan untuk menentukan zona overpressure
akibat mekanisme loading dan unloading. Menurut Bowers, overpressure akibat
mekanisme pembebanan dicirikan dengan grafik yang cenderung stagnan
mengikuti virgin curve. Sementara overpressure yang diakibatkan oleh mekanisme
unloading akan melenceng dari virgin curve dan membentuk kurva unloading baru
(Gambar 4.4.). Secara empiris Bowers merumuskan besarnya effective stress
sebagai berikut (Bowers, 1995):
1⁄
𝑉𝑚𝑎𝑥 −𝑉𝑚𝑙 𝐵
𝜎𝑚𝑎𝑥 = ( ) …………………………...(4-6)
𝐴
Keterangan
σmax = effective stress maksimal, psi
Vmax = velocity interval yang melalui zona overpressure, m/s
Vml = velocity interval mudline, m/s
A & B = koefisien empiris Bowers

Gambar 4.4. Pengaruh Unloading pada Effective Stress Selama Mekanisme


Overpressure (Bowers, 1995)
 Equivalent Depth Method
Salah satu contoh analisis menggunakan trendline adalah metode equivalent
depth yang diilustrasikan pada Gambar 4.3. Metode ini pertama mengasumsikan
bahwa ada bagian kedalaman dimana pore pressure adalah hidrostatik dan batuan
sedimen biasanya dipadatkan karena peningkatan effective stress yang sistematis
pada bagian kedalaman.

Gambar 4.5. Ilustrasi Equivalent Depth Method dengan Sonic Log (Adam,
1985)

Ketika data hasil pengukuran log diplot sebagai fungsi kedalaman, NCT
dapat ditampilkan sebagai garis lurus yang diplot pada data melalui compacted
interval yang normal. Karena nilai dari sifat fisik yang diukur adalah fungsi dari
effective stress, pore pressure pada setiap kedalaman dimana nilai terukur tidak
pada NCT dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑧 = 𝑃𝑎 + (𝑆𝑧 − 𝑆𝑎 ) ……………………………………(4-7)
Keterangan
Pz = pore pressure pada kedalaman z, psi
Pa = pore pressure pada kedalaman interest a, psi
Sz = stress pada kedalaman z, psi
Sa = stress pada kedalaman interest a, psi
Kedalaman sepanjang NCT dimana parameter yang diukur adalah sama
seperti pada kedalaman interest. Satu-satunya asumsi yang diperlukan oleh metode
equivalent depth adalah bahwa effective stress merupakan fungsi linear dari
kedalaman.

4.1.1.3.Formation Fracture Pressure


Menurut Hubbert and Willis, tekanan rekah formasi merupakan fungsi dari
overburden pressure, pore poressure dan hubungan antara stress horizontal dan
vertikal (Adam, 1985). Atau dalam pengertian lain, tekanan rekah formasi
merupakan total tekanan yang dapat ditahan oleh formasi sebelum suatu formasi
tersebut hancur. Prediksi tekanan rekah formasi harus lebih kecil daripada
overburden pressure dan lebih besar daripada pore pressure. Tekanan rekah formasi
digunakan sebagai acuan untuk dilakukannya stimulasi hydraulic fracturing atau
eksploitas pada unconventional reservoir.
Terdapat tiga metode dalam melakukan prediksi tekanan rekah formasi,
antara lain Hubber and Willis method, Matthews and Kelly method dan Eaton
method:
 Hubbert and Willis Method
Hubbert dan Willis mengasumsikan bahwa hubungan antar stress dan
gradien overburden selalu konstan seiring bertambahnya kedalaman (Gambar 4.6)
Prediksi tekanan rekah formasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
𝑃 1 𝑆𝑧 2𝑝
(𝑚𝑖𝑛) = ( + ) ………………………….(4-8)
𝑍 3 𝑍 𝑍
atau
𝑃 1 𝑝
(𝑚𝑎𝑥) = (1 + ) ………………………….(4-8)
𝑍 2 2
Keterangan:
P = fracture pressure, psi
Z = depth, ft
Sz = overburden pressure pada kedalaman Z, psi
p = pore pressure, psi

Gambar 4.6. Penentuan Fracture Gradient Hubbert and Willis Method


(Adam, 1985)

 Matthews and Kelly Method


Matthews dan Kelly (1967) mempelajari suatu data lapangan di daerah Gulf
Coast serta menganalisa dan memprediksi tekanan rekah di daerah tersebut secara
empiris. Berdasarkan hasil analisanya, harga tekanan rekah maksimum yang
diperoleh sama dengan tekanan overburden. Didasarkan dari perilaku stress dari
matriks yang dipengaruhi oleh cohesive strength atau matriks yang kompak,
sehingga akan mempengarungi derajat kompaksi yang terjadi. Perilaku ini dapat
digunakan untuk menghitung besarnya gradien tekanan rekah formasi. Adapun
persamaan untuk prediksi gradien tekanan rekah formasi adalah sebagai berikut:
𝑃 𝐾𝑖 𝜎
𝐹= + …………………………………………..(4-9)
𝐷 𝐷
dimana
σ = 0,535 Di …………………………………………..(4-10)
Keterangan:
F = fracture gradient, psi/ft
P = pore pressure, psi
D = depth, ft
Ki = koefisien stress matriks
σ = stress matriks, psi

Gambar 4.7 menunjukkan grafik koefisien stress matriks versus kedalaman


yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien stress matriks berdasarkan Soth
Texas Gulf Coast dan Louisiana Gulf Coast.

Gambar 4.7. Penentuan Koefisien Stress Matriks Pada Matthews and Kelly
Method (Adam, 1985)
Gambar 4.8. Penentuan Fracture Gradient dengan Matthews and Kelly
Method (Adam, 1985)

 Eaton Method
Eaton (1969) mempublikasikan metode yang merupakan perbaikan dari
metode Matthews dan Kelly dengan memperkenalkan parameter Poisson’s ratio
dalam penentuan gradien tekanan rekah formasi. Eaton mengasumsikan bahwa
Poisson’s ratio dan tekanan overburden bukan merupakan besaran tetap seiring
bertambahnya kedalaman.
Penentuan gradien tekanan rekah formasi dapat dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut:
𝑆−𝑃 1−𝑣 𝑃
𝐹= ( )+𝐷 …………………………..(4-11)
𝐷 𝑣
Keterangan:
F = fracture gradient, psi/ft
S = overburden pressure, psi
P = pore pressure, psi
D = depth, ft
𝑣 = Poisson’s ratio
Dimana tekanan overburden dapat ditentukan dengan Gambar 4.9,
sedangkan Poisson’s ratio dapat ditentukan dengan Gambar 4.10. Gradien tekanan
rekah formasi dengan metode Eaton ditampilkan pada Gambar 4.11. yang mana,
metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan di industri migas
karena keberhasilannya dalam mementukan gradien tekanan rekah formasi pada
beberapa wilayah.

Gambar 4.9. Penentuan Overburden Pressure (Adam, 1985)

Gambar 4.10. Penentuan Poisson’s Ratio (Adam, 1985)


Gambar 4.11. Penentuan Fracture Gradient dengan Eaton Method (Adam,
1985)

4.1.2. Arah Rekahan


Pada hydraulic fracturing, perekahan pada formasi dilakukan dengan
menginjeksikan fluida perekah yang memiliki kecepatan fluida melebihi kecepatan
fluida formasi, sehingga tekanannya akan melebihi tekanan formasi. Tekanan yang
diperlukan untuk menghancurkan formasi pada permulaan proses perekahan
disebut tekanan rekah formasi.
Pada dasarnya rekahan terbentuk tergantung pada harga stress minimal.
Dimana arah rekahan akan terbentuk tegak lurus dari arah stress minimal tersebut.
Reservoir yang relatif dangkal pada umumnya stress minimal biasanya merupakan
stress arah vertikal sehingga rekahan yang terbentuk cenderung ke arah horizontal.
Sedangkan pada reservoir yang dalam, stress minimal biasanya merupakan stress
arah horizontal sehingga rekahan yang terbentuk cenderung ke arah vertikal.
Gambar 4.12 menunjukkan arah rekahan berdasarkan stress horizontal.
Gambar 4.12. Arah Rekahan Berdasarkan Stress Horizontal (Emmanuel,
2017)

4.1.2.1.Rekahan Horizontal
Dengan asumsi bahwa gaya dari komponen-komponen vertikal digunakan
untuk melawan suatu formasi, maka kondisi yang penting untuk pembentukan
rekahan horizontal adalah bahwa tekanan lubang sumur harus melampaui stress
vertikal ditambah dengan tensile strength vertikal dari batuan, atau dapat dituliskan
sebagai berikut:
(Pi)h = σv + Sv + Pr ………………………………………(4-)
Keterangan:
(Pi)h = tekanan lubang bor yang diperlukan tuntuk membentuk awal
rekahan horizontal, psi
σv = overburden pressure, psi
Sv = tensile strength vertikal dari batuan, psi
Pr = reservoir pressure, psi

Pada kedalaman yang dangkal sering terjadi perekahan horizontal. Untuk


itu Craft, Holden dan Graves menunjukkan bahwa stress tangensial sepanjang
tepian sumur adalah dua kali stress horizontal kompresif di dekatnya. Untuk
membuat rekahan, stress ini dan tensile stress batuan harus dilawan, sehingga
tekanan perekahan adalah:
2𝑣
𝑃ℎ𝑓 = 2𝜎ℎ + 𝑇𝜎 = [(1−𝑣)𝜎 ] + 𝑇𝜎 ……………………(4-)
𝑣

Rekahan horizontal akan terjadi jika harga Phf lebih besar dari overburden pressure.
Rekahan horizontal pada umumnya efektif untuk kondisi-kondisu formasi
sebagai berikut:
 Kondisi formasi homogeny
 Pada reservoir minyak, terdapat tenaga pendorong air yang aktif di bagian
bawah reservoir dan terdapat tudung gas pada bagian atas reservoir
 Mekanisme pendorong berupa gravity drainage dan diperlukan saluran
pengurasan dengan kapasitas yang besar
 Diperlukan suatu injeksi fluida yang seragam ke dalam area reservoir yang
luas
 Diperlukan lebih dari satu rekahan ntuk menguras lapisan yang massif

4.1.2.2.Rekahan Vertikal
Kondisi untuk pembentukan rekahan vertikal tergantung pada kekuatan
relatif dari kedua stress horizontal. Untuk menyebabkan rekahnya formasi, tekanan
di lubang sumur harus lebih besar daripada stress minimum pada lubang bor dan
harus juga mengatasi tensile strength dari batuan. Hal tersebut dapat dituliskan:
(Pi)v = 3σh - σH + Sh + Pr ………………………………(4-)
Keterangan:
(Pi)v = tekanan lubang bor yang diperlukan tuntuk membentuk awal
rekahan vertikal, psi
σh = stress horizontal minimal, psi
σH = stress horizontal maksimal, psi
Sv = tensile strength horizontal dari batuan, psi
Pr = reservoir pressure, psi
Suatu rekahan vertikal pada umumnya efetif untuk kondisi-kondisi formasi
sebagai berikut:
 Reservoir produksi memiliki lapisan-lapisan horizontal dengan jarak antar
lapisan yang sangat dekat
 Rekahan dimaksudkan untuk memberikan suatu azimuth yang
mempermudah pengurasan atau injeksi
 Fluida injeksi dibantu oleh distribusi vertikal dalam interval produksi
 Diperlukan suatu rekahan yang menenmbus dengan dalam

4.1.2.3.Azimuth Rekahan
Untuk formasi yang dalam, perekahan biasanya dilakukan secara vertikal
sehingga sebelum dimulai proses pelaksanaannya, perlu diprediksi arah atau
azimuth rekahan. Hal ini penting terutama bila perekahan tersebut direncanakan
untuk dilaksanakan pada sumur-sumur pengembangan. Pada bagian sebelumnya
telah dianggap bahwa stress utama pada arah horizontal akan berharga sama, namun
pergerakan lapisan bumi selama aktivitas geologi akan mengakibatkan deformasi
berulang kali, sesar dan juga patahan di dala formasi sehingga variasi secara
substansi pada ketiga komponen stress utama akan selalu ada.
Aktivitas tektonik local merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam
menentukan azimuth rakahan. Untuk mengetahui arah perkembangan dari rekahan
dapat digunakan cara-cara pengukuran seperti dari pengaruh packer, caliper log,
tiltmeter, analisa core dan metode seismik. Caliperlog pada suatu lubang terbuka
dapat memberikan indikasi dari arah stress horizontal minimum dimana lubang bor
tersebut akan terdeformasi oleh in-situ stress. Oleh sebab itu, bila diberikan aliran
fluida yang berlebihan baik itu ke dalam maupun ke luar formasi yang
mengakibatkan terjadinya pengikisan dinding sehingga lubang bor akan berbentuk
elips, maka caliper log akan menampakkan garis lurus untuk arah stress horizontal
sebagai stress minimum.
Tersedianya sampel core yang masih segar dapat digunakan untuk
menentukan arah stress horizontal minimum, yakni dengan menggunakan metode
relaksasi pada saat core diangkat dari dasar lubang menuju permukaan. Kemudian
dapat ditentukan strain utama yang mana akan dapat pula dihitung besar stress
utama, yakni dengan asumsi bahwa stress utama akan berkurang sesuai dengan
penurunan besar strain utama.

4.1.3. Geometri Rekahan


Salah satu hal yang perlu dipahami adalah tentang ketahanan dari suatu
rekahan untuk tidak menutup kembali setelah direkahkan. Dalam kenyataannya,
rekahan yang terjadi biasanya cenderung untuk bertambah panjang ke arah
horizontal atau semakin bertambah tinggi untuk arah vertikal. Rekahan yang terjadi
ke arah vertikal akan terus bertambah tinggi sampai pada akhirnya akan mencapai
seluruh daerah produktif. Namun dapat juga rekahan tersebut akan menembus
daerah-daerah yang tidak diinginkan seperti daerah aquifer atau menembus daerah
yang berada di bagian bawah atau bagian atas dari daerah produktif.
Seperti yang telah dikemukakan, in-situ stress merupakan faktor yang
paling penting dalam menentukan ketahanan dari berkembangnya suatu rekahan.
Simonson et al. (1978) mengemukakan bahwa besarnya in-situ stress horizontal
merupakan faktor yang paling penting dalam menahan suatu rekahan yang sedang
berkembang. Hal tersebut telah diuji coba di laboratorium dan proses
pengembangan tersebut disimulasikan dengan menggunakan software yang mana
diperoleh bahwa besarnya stress untuk bisa menahan suatu rekahan adalah berkisar
2 sampai 3x103 kPa.
Stress horizontal dalam formasi berhubungan dengan kemungkinan dari
rekahan untuk bergerak ke atas atau bawah di luar zona yang ditentukan. Suatu zona
stress horizontal yang rendah atau dengan Poisson’s ratio yang rendah,
kemungkinan tidak aka nada penghalang yang efektif untuk pembentukan rekahan
suatu plastic shale dengan Poisson’s ratio yang tinggi dapat membatasi rekahan
pada zona produksi dari limestone atau dolomite. Parameter Poisson’s ratio sendiir
berhubungan dengan stress horizontal dan gradien rekah di formasi produktif,
sedangkan Young’s modulus berhubungan dengan lebar rekahan dan kemungkinan
untuk mendapatkan kondukvifitas rekahan yang tinggi dengan teknik perekahan
tertentu (Gambar 4.13). Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh stress contrast
terhadap geometri rekahan.

Gambar 4.13. Pengaruh Young’s Modulus terhadap Geometri Rekahan


(Emmanuel, 2017)

Gambar 4.14. Pengaruh Stress Contrast terhadap Geometri Rekahan


(Emmanuel, 2017)
Selain itu, dalam teori linier perekahan, stress di sekitar rekahan dapat
diprediksi secara singular dengan suatu besaran jarak menuju ujung rekahan.
Kekuatan dari stress tersebut diukur dengan menentapkan faktor intensitas rekahan
atau fracturabilitas. Dimana harga fracturabilitas tergantung pada besarnya beban
yang diberikan. Suatu rekahan akan terus berkembang kapanpun pada saat harga
fracturabilitas mencapai harga kritisnya. Jika didapati suatu zona dengan harga
fracturabilitas di bawah harga kritisnya, maka zona tersebut akan sulit untuk
direkahkan. Termasuk jika perekahan dilakukan pada zona dengan stress horizontal
minimum yang paling tinggi sekalipun akan menghasilkan suatu rekahan yang
terbatas.

4.1.4. Fluida Perekah


Fluida perekah atau fracturing fluids adalah fluida yang digunakan pada
proyek perekahan. Fluida yang dipompakan pada hydraulic fracturing pertama kali
adalah adalah fluida perekah pertama yang disebut pad. Pad adalah jenis fluida
perekah yang tidak diberi proppant. Tekanan di mana batuan pertama kali pecah
disebut breakdown pressure. Selanjutnya fluida perekah digunakan untuk membuat
rekahan dengan cakup lebar sehingga proppant dapat masuk tanpa terjadi
pemampatan (bridging) dan juga tidak mengendap (stelling).
Sementara rekahan berkembang, terjadi fluid loss atau leak-off ke dalam
formasi dan dianggap tegak lurus dengan dinding formasi, sambil membentuk filter
cake. Untuk itu fluida perekah tersebut haruslah berviskositas besar. Selain itu
kehilangan fluida (fluid loss) harus diperkecil dengan sifat wall building properties
dengan menggunakan polymer. Volume leak-off ini akan sebanding dengan akar
kuadrat dari waktu fluida bersatu. Jadi, pad ini akan dikorbankan sehingga leak-off
oleh slurry dengan proppant akan berkurang. Setelah pad, slurry dengan proppant
akan mulai ditambahkan pada fluida perekah yang akan naik terus sampai pada
harga maksimum yang telah ditentukan.
Secara umum, leak-off yang berlebihan dapat disebabkan oleh heterogenitas
reservoirnya yang tinggi, seperti rekahan alamiah. Hal lain yang bisa terjadi adalah
meluasnya rekahan karena rekahan bergerak keluar dari zona produktif yang
diinginkan. Bisa saja terjadi bila diantara dua formasi produktif terdapat lapisan
shale yang tipis, maka rekahan akan bergerak melewati shale tersebut walaupun di
shale rekahan akan menipis dan ini mungkin tidak akan bisa dilewati oleh proppant
seghingga akan terjadi screen out (propan berkumpul tertahan karena cairannya
hilang).
Slurry tidak bisa mentransport proppant, dan tekanan injeksi akan naik
tinggi sehingga perekahan lebih lanjut ke dalam formasi tidak bisa dilakukan.
Secara umum, bila rekahan kurang dari tiga kali diameter proppant, maka proppant
akan tertahan. Setelah slurry dipompakan, maka paling belakang akan diberi flush,
agar slurry dengan proppant alan masuk ke dalam formasi dan tidak tertinggal di
dalam sumur. Dalam prakteknya, harus ada proppant slurry yang tertinggal di
sumur karena kalau flush terlalu banyak maka akan menyebabkan sumur rekahan
di sekitarnya akan menutup kembali sehingga peningkatan produktivitas tidak
efektif (disebut “choked” fracture).
Sifat dari fluida perekah bergantung dari flow regime. Pada perekahan,
fluida mengalir pada beberapa bentuk geometri dengan kondisi shear dan
temperatur yang bermacam-macam, misalnya kalau di frac tank, statik dengan
temperatur sekeliling. Kalau dipompa shearnya tinggi, waktunya singkat saja.
Kalau ditubing, biasanya turbulent dan sering berhenti dari waktu ke waktu sekitar
1 – 10 menit dengan terkena panas dari sekelilingnya, shear rate-nya sekitar 500 –
3000 sec-1. Bila di perforasi, shear akan tinggi dan waktu pemompaan pendek. Di
rekahannya, aliran akan laminar yang terjadi dalam waktu cukup lama yakni sampai
3 – 4 jam lebih.
Adapun fluida perekah mempunyai komposisi sebagai berikut :
1. Fluida dasar (base fluid), misalnya air atau minyak ditambah polymer.
2. Crosslinker (penyatu atau pengikat molekul sehingga rantai menjadi
panjang).
3. Breaker (pemecah).
4. Viscosity stabilizer (penstabil viskositas).
5. Fluid Loss additive (zat tambahan untuk mencegah kehilangan fluida).
6. Surfactant (surface active agent)
7. Buffers (pengontrol pH).
8. Radioactive tracers.
9. Biocides (anti bacteri).
10. Friction reducer (pengecil friksi).
11. Clay stabilizer (penstabil clay).
12. Crosslinker control agents (mengontrol zat untuk pengikat molekul).
13. Iron control agents (pencegah pengendapan besi di formasi).
14. Paraffin control
15. Scale inhibitors (pencegah scale)
16. Extender, clean up, dan energizing agents (mempermudah produksi
kembali).

4.1.5. Material Pengganjal (Proppant)


Proppant atau pengganjal digunakan untuk mendapatkan saluran untuk
aliran menuju sumur dengan permeabilitas tinggi. Kontras antara rekahan dan
formasi menentukan kenaikan produksi dari suatu proyek perekahan (dihitung
dengan grafik McGuire/Sikora). Konduktivitas rekahan sama dengan lebar rekahan
dikalikan permeabilitas. Pemilihan proppant akan menentukan hasil konduktivitas,
wkf. Makin kontras permeabilitas di rekahan akan makin besar hasil produktivitas,
tetapi tetap harus dicari jalan yang paling ekonomis, baik dalam pemilihan proppant
atau ukuran rekahan.
Bila proppant mengalami stress yang melewati kekuatannya maka terjadi
crushing dan akan merugikan dalam hal produktivitasnya. Makin keras suatu
formasi, makin diperlukan proppant juga yang juga keras. Selain itu kesalahan pada
pemilihan proppant dapat mempengaruhi kesuksesan proyek hydraulic fracturing
tergantung pada ukuran, distribusinya (seragam/tidak), kualitasnya (jumlah
kotoran/tambahan yang tidak diperlukan), roundness (kehalusan permukaannya)
dan sphericity (bentuk bulatannya).
Dalam masa produksinya nanti, akan ada proppant yang terlepas atau
crushed (hancur) atau embedment (tenggelam masuk ke formasi), fines, dan lain-
lain yang akan dapat menurunkan produksi secar aperlahan-lahan. Dalam bab ini
akan dibicarakan mengenai jenis proppant, ukurannya, konduktivitas versus stress
untuk setiap jenis dan ukuran. Juga mekanisme damage serta transportasi proppant-
nya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konduktivitas suatu rekahan yang
telah diuji di labolatorium dan dianggap pasti, sedangkan pengaruh lain tidak dapat
diuji dan pengaruhnya tidak jelas.
1. Clossure Stress
Stress ini yang diteruskan oleh formasi ke proppant pada waktu tertutupnya
rekahan dapat menyebabkan proppant hancur (crushing), mengurangi ukuran
proppant, dan menambah surface area proppant, yang mana keduanya
menyebabkan menurunnya permeabilitas rekahan tersebut. Hal tersebut kalau
stress-nya relatif besar.
Clossure stress adalah gradien rekahan kedalaman x dikurangi tekanan
dasar sumur. Selain itu stress yang ada akan memadatkan lapisan proppatnya,
mengurangi propositas dan permeabilitasnya. Pengaruh kedua ini bila didapat dari
stress kecil di mana pengaruh pertama tadi (crushing) tidak terjadi, tetapi tetap aka
nada. Bila dari stress ini terjadi naik turun (cycling), yaitu kalau sumur dibuka atau
ditutup, juga dapat mengurangi permeabilitas rekahan.
2. Ukuran Proppant
Ukuran Proppant mempunyai pengaruh pada pemadatan. Semakin besar
proppant (12/20 mehs) semakin besar pula konduktivitasnya walaupun pada
tekanan tinggi (di atas 4000 – 5000 psi) akan berbalik pengaruhnya. Hal ini
disebabkan oleh hancurnya partikel (crushed) sehingga perbedaan konduktivitas
menurun dengan stress dan distribusi partikel, prositas dan luas permukaan akan
berubah (Gambar 4.15).
Gambar 4.15. Ilustrasi Ukuran Butir Proppant serta Pengaruhnya Pada
Strength dan Conductivity

Ukuran proppant penting dalam hubungannya dengan proyek perekahan,


pada umumnya lebar rekahan harus dua sampai tiga kali diameter proppant.
Mislanya dua kali, untuk proppant 8/16, 20/40, dan 40/70 maka rekahannya perlu
0,187, 0,066 dan 0,033 in (SPE Monograph Volume 12). Dengan ini maka makin
dalam sumurnya, di mana rekahan semakin sempit, proppant-nya akan semakin
kecil. Dalam diskusi mengenai transportasi proppant akan terlihat bahwa proppant
besar sukar ditranspor, sehingga pemilihan proppant nantinya juga harus didasarkan
pada kemampuan untuk mentranspor.
3. Konsentrasi Proppant
Kadar proppant atau proppant concentration didefinisikan sebagai jumlah
proppant per unit luas rekahan (dari satu dinding saja), atau pound proppant / luas
(lb/ft2). Jika proppant mengendap ke dasar rekahan vertical, maka konsentrasi
ditentukan oleh lebar rekahan pada saat pemompaan. Jika proppant melayang di
fluida perekah sampai rekahan menutup, maka konsentrasi ditentukan oleh baik
lebar rekahan waktu pemompaan maupun konsentrasi proppant di fluida.
Konduktivitas rekahan dengan naiknya konsentrasi proppant.
4. Bentuk Ukuran Proppant
Bentuk butiran proppant (proppant grain shape) yang ditentukan oleh
roundness (halusnya permukaan) dan sphericity (bulatnya butiran) yang sangat
penting tergantung dari closure stress-nya. Karena stress permukaan akan merata
pada bentuk yang bulat, halus maka pada harga stress tinggi, makin halus/bulat,
maka makin tahan tekanan, sehingga konduktivitas akan tetap tinggi. Roundness
dan sphericity ditentukan oleh skala Krumbein.
Roundness dapat memberi pengaruh pada stress yang tinggi mungkin tidak
pada stress rendah. Sebagai contoh, Brady sand kurang bulat dibanding Ottawa,
tetapi lebih baik konduktivitasnya pada closure stress di bawah 500 psi, tetapi
Ottawa akan lebih baik konduktivitasnya daripada Brady kalau stress yang
digunakan di atas 500 psi.

4.1.6. Datafrac
Datafrac adalah data yang perlu diketahui untuk suatu rencana hydraulic
fracturing. Data tersebut seperti tekanan menutup rekahan (closure pressure) yang
sangat penting dalam perencanaan perekahan, pengukuran leak off, dan efisiensi
fluida. Selama pemompaan berlangsung, harga tekanan penutupan (Pc) akan
diperlukan untuk menganalisa grafik-grafik log secara kualitatif. Perubahan-
perubahan pada kemiringan log dari suatu variabel seperti ΔPf, akan merupakan
selisih dari suatu variabel misalnya Pw dan suatu konstanta misalnya Pc apabila
harganya berubah. Suatu harga yang tidak teliti seperti pada Pc akan mengakibatkan
kesalahan pembacaan pada kemiringan log-log tersebut.
Demikian juga bila memilih waktu nol yang salah untuk waktu pemompaan
maka akan mengubah kemiringan log-log juga. Kesalahan pemilihan waktu nol
dapat disebabkan oleh sumur yang biasanya pernah dilakukan fluida komplesi
(completion fluid) sebelum perekahan. Untuk ini, waktu nol bukan pada saat
pemompaan dimulai atau saat fluida komplesi diinjeksikan ke dalam formasi, tetapi
waktu nol adalah waktu di mana fluida perekah mencapai formasi. Perlu diketahui
bahwa fluida komplesi tidak efektif untuk merekahkan suatu formasi dikarenakan
fluid loss-nya besar dan juga karena sering diabaikannya waktu injeksi fluida
tersebut. Jadi harga net pressure (Pw – Pc) dapat dikalibrasikan dari parameter
desain dengan mencocokkan data observasi dengan simulasi net pressure.

Penentuan Closure Pressure


Closure Pressure (tekanan penutupan) dapat dicari dari stress minimum
σmin. Hal ini dikarenakan harga stress bervariasi sepanjang formasi antara barier
sehingga dapat dikatakan bahwa stress adalah lokal tetapi net pressure adalah
global yang mendefinisikan tekanan fluida di mana rekahan dapat menutup tanpa
proppant. Jadi, closure pressure adalah rata-rata dari ketidakhomogennya formasi
dan merupakan sifat keseluruhan dari formasi yang direkahkan. Pengukuran di
lapangan dengan menggunakan local stress (microfractures) dan global stress
berbeda dalam dua hal, yaitu :
1. Untuk local stress maka rekahan yang terjadi akan kecil. Jadi mungkin
terjadi hanya mewakili suatu tempat tertentu dan bukan untuk rekahan yang
lebih besar yang akan meliputi ketidakseragaman batuan.
2. Karena sifatnya yang lokal dan bisa “memilih yang terlemah”, maka harga
(Pw – σmin) pada saat shut-in adalah sangat kecil. Jadi pada persamaan (Pw –
Pc), harga Pc tidak akan sama dengan harga σmin. Pada perekahan yang
sebenarnya harusnya lebih besar dari harga tersebut.

Prosedur Datafrac
Prosedur pada datafrac antara lain adalah :
1. Formation breakdown (pecahnya formasi)
2. Data lapangan yang lalu
3. Step rate test (uji laju bertingkat)
4. Shut-in decline test (uji penutupan)
5. Backflow test (uji aliran balik)
6. Minifrac (rekahan mini)
7. Leak-off test (uji kebocoran)
4.1.6.1. Formation Breakdown
Formation breakdown atau pecahnya formasi dapat dilakukan dengan
menggunakan asam atau fluida perekah. Gambar 4.16 memperlihatkan plot tekanan
dasar sumur dan laju injeksi terhadap waktu untuk uji tersebut.

Gambar 4.16. Datafrac (Gaaresnstroom et al., 1993)

4.1.6.2. Data Lapangan yang Telah Lalu


Data lapangan di mana pernah dilakukan hydraulic fracturing atau di mana
pernah terjadi loss karena formasi pecah dapat menjadi landasan untuk
memperkirakan tekanan rekah.

4.1.6.3. Step Rate Test


Pada step rate test dilakukan sebanyak enam kali injeksi dengan laju injeksi
yang berlainan. Injeksi ini bisa 1 -10 bbl/menit untuk permeabilitas yang agak besar
atau setengah dari harga tersebut untuk permeabilitas yang kecil. Pada setiap proses
penginjeksian perlu dimantapkan laju alirnya agar tekanan injeksi menjadi mantap
yang sama besar dan jangan terlalu banyak kenaikan tekanannya untuk setiap
kenaikan. Jika untuk mencari penurunan tekanan dan flow back maka dimantapkan
selama 5 menit/langkah dan 10 menit untuk step terakhir. Sedangkan bila hanya
untuk mengetahui berapa besarnya breakdown pressure maka lama pengujiannya
cukup 2-3 menit.
Dalam pengujian ini akan dicari sampai didapatkan tekanan rekah
sedangkan tekanan maksimumnya harus di atas tekanan tersebut, yakni 50 sampai
200 psi. Tekanan harus lebih tinggi karena harus melawan friksi dan dapat
memperluas rekahan tersebut dan juga agar Pc dapat ditentukan. Fluida yang
diinjeksikan harus yang bersifat tidak merusak formasi (non-damage) seperti air
garam, fluida formasiitu sendiri (setelah difilter), atau liner gel (bila permeabilitas-
nya besar).

4.1.6.4. Uji Shut-in Decline


Uji shut-in decline dapat dibuat setelah dilakukan uji step rate dan dapat
digunakan sebagai uji kalibrasi. Data hasil pengujian ini dapat digunakan untuk
grafik akar. Closure pressure (tekanan menutup, Pc) didefinisikan dari pergantian
kemiringan seperti yang terlihat pada Gambar 4.16.
Walaupun demikian pengaruh terhadap closure pressure akan sangat
banyak sehingga hasilnya tidak akan diteliti. Dari pengalaman di lapangan ternyata
untuk fluid loss yang kecil, maka plot p versus akar waktu akan lebih baik namun
untuk fluid loss yang besar akan lebih cocok bila menggunakan G-plot.

4.1.6.5. Uji Backflow


Metode paling baik untuk menentukan pc adalah kombinasi uji step rate
(dengan perluasan pada akhir langkah) yang selanjutnya menggunakan uji
backflow. Prinsipnya adalah menghitung periode aliran balik dengan laju konstan
antara 1/6 sampai 1/4 dari laju injeksinya (misalnya untuk step rate dihitung dari
laju terakhir). Bila rekahan sudah terjadi maka pengujian ini akan memberikan dua
profil yakni waktu rekahan menutup dan setelah menutup.
4.1.6.6. Minifrac
Minifrac adalah suatu perekahan kalibrasi dan ukurannya lebih kecil dari
perekahan yang sebenarnya. Ukurannya sekitar 30 – 80% dari rekahan yang
sebenarnya (bila dilakukan dengan proppant) sehingga akan dapat diukur koefisien
leak-off sekaligus efisiensinya. Dalam pelaksanaannya fluida injeksi dipompakan
pada laju konstan sampai rekahan terjadi dan selanjutnya ditutup atau dihentikan.
Sebaiknya dipasang alat pencatat di dasar sumur sehingga semua tekanan dasar
sumur dapat diketahui karena bila alat pencatatnya ada di permukaan maka dapat
menimbulkan kesalahan-kesalahan.
Dalam prosedurnya biasanya membutuhkan waktu 45 – 60 menit
pemompaan dari 3 – 4 jam total ditambah pre dan post frac logging. Disini cairan
yang dipakai adalah crosslink gel dengan FLA (Fluid Loss Additive) tanpa
menggunakan proppant. Gambar 5.4. menunjukkan grafik tekanan dan laju injeksi
versus waktu. Dengan microfrac diusahakan agar mendapatkan banyak hal untuk
diketahui seperti σmin, CI, cf, ɳ, Wmax, dan lain-lain. Karena volumenya relatif kecil
(biasanya 10 bbl dianggap sudah cukup), maka kadang-kadang hanya akan didapat
model radial atau model KGD.

4.1.6.7. Uji Leak-off


Pada pemboran yakni setelah pemasangan casing selesai kadang digunakan
untuk pelaksaan uji leak-off. Dalam hal ini tekanan akan dinaikkan di permukaan
sampai lumpur di dasar lubang masuk dan mendadak turun. Pengujian semacam ini
tidak akan menggunakan pengukur tekanan di dasar sumurnya dan yang didapatkan
adalah σmin di tempat dan biasanya di kaki casing. Atau dengan kata lain di lapisan
shale atau formasi keras lainnya dan bukannya di formasi produktif. Untuk
mengukur harga stress batuan dengan cara lain adalah dengan pengukuran pada
cores dan disini ada dua macam pengujian yaitu Differential Strain Curve Analysis
(DSCA) dan Anelastic Strain Recovery (ASR).
4.1.7. Penentuan Zona Interfal Hydraulic Fracturing
Ada beberapa kriteria untuk menentukan suatu sumur ataupun zona interfal
yang cocok untuk dilakukan hydraulic fracturing. Karena tujuan hydraulic
fracturing untuk menaikkan produksi, maka tentunya sebelum dilakukan pekerjaan
perekahan, pada sumur tersebut harus diketahui terlebih dahulu apakah volume
hidrokarbon (volume minyak atau gas) dalam lapisan tersebut masih cukup
ekonomis untuk distimulasi dengan cara perekahan.
Apakah sumur tersebut masih mempunyai tekanan yang cukup untuk
mengalirkan fluida dari reservoir ke dalam rekahan kemudian masuk ke lubang bor.
Keterangan ini bisa diperoleh dari hasil tes tekanan yang dilakukan pada saat awal
mula sumur dikomplesi, yakni dari hasil DST (Drill Stem Test) atau uji PBU
(Pressure Build-up Test). Kedua jenis tes tersebut dapat juga dilakukan terhadap
sumur-sumur tua, untuk menentukan seberapa besar tenaga pendorong yang
tersedia, permeabilitas zona produktif, dan permeabilitas sekitar lubang bor.
Sumur yang diproduksikan dari lapisan yang mempunyai permeabilitas
rendah adalah tepat untuk distimulasi dengan cara hydraulic fracturing. Suatu
sumur yang diproduksikan dari lapisan yang mempunyai permeabilitas rendah tidak
akan memberikan produksi yang cukup ekonomis, karena aliran fluidanya
terhambat, sehingga kehilangan tekanan sebelum minyak masuk ke dalam lubang
bor cukup besar. Perekahan akan membesar atau membuka jalan baru bagi minyak
untuk bisa lebih mudah mengalir menuju ke lubang bor.
Perekahan juga baik untuk dilakukan pada sumur yang diproduksi dari
lapisan dengan kadar lempung yang tinggi, atau lapisan tercemar oleh filtrat lumpur
pemboran, walaupun lapisan tersebut sebetulnya mempunyai permeabilitas yang
cukup besa. Jika kerusakan yang terjadi begitu parah dan masuk ke dalam lapisan
yang jauh dari lubang bor, stimulasi dengan pengasaman atau surfaktan untuk
membersihkan lapisan mungkin tidak memperoleh hasil yang memuaskan.
Perekahan perlu dilakukan pada lapisan yang mengalami kerusakan tersebut.
Sumur yang diproduksi dari lapisan yang telah memiliki rekahan-rekahan
alamiah akan bisa memberikan tambahan jumlah perolehan hidrokarbon bila
dilakukan stimulasi dengan cara hydraulic fracturing. Perekahan ini akan
menghubungkan rekahan-rekahan alamiah yang telah ada, sehingga ada tambahan
kapasitas aliran dari formasi menuju ke lubang sumur, dengan demikian
produksinya dapat diharapkan akan bertambah. Perekahan tidak hanya dilakukan
pada sumur produksi, tetapi juga pada sumur injeksi atau sumur pembuangan
(disposal well).

4.2. Pelaksanaan Hydraulic Fracturing


Hydraulic fracturing berhubungan dengan pemakaian fluida bertekanan
untuk merekahkan batuan reservoir atau menghubungkan rehakan yang sudah ada
sebelumnya. Setelah batuan atau formasi rekah, diteruskan dengan pemakaian
fluida bertekanan untuk memperbesar rekahan. Akhirnya terbentuk rekahan baru
atau saluran aliran fluida yang lebih besar. Rekahan ini mungkin bergabung dengan
rekah alami yang sudah ada sebelumnya sehingga memperluas daerah pengurasan
reservoir.
Dengan tekanan tinggi, fluida dilanjutkan untuk masuk kedalam formasi
batuan untuk membentuk rekahan selanjutnya. Lanjutan ini sampai ke dalam
formasi yang lebih dalam. Fungsi pertama kali fluida yang masuk ke dalam rekahan
adalah sebagai pengisi untuk memecah dan menyangga rekahan. Agar rekahan
tidak tertutup saat pompa dihentikan, diharuskan menambahkan fluida berisi
pengganjal (proppant) kedalam fluida perakah. Proppant akan menjaga rekahan
agar tetap terbuka setelah pekerjaan pemompaan dilakukansehingga rekahan akan
lebih mempermudah aliran minyak atau gas menuju lubang bor.
Pada pekerjaan hydraulic fracturing digunakan empat macam fluida perekah
yang mempunyai komposisi yang berbeda berdasarkan fungsinya. Fluida-fluida
tersebut adalah prepad, pad, slurry, dan flush fluida yang dipompakan ke dalam
sumur. Pada bab akan dijelaskan urutan pemompaan sebagai berikut:
1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya
berupa air, minyak, atau foam, dengan gel berkadar rendah atau friction
reducer agents, fluid loss additive, dan surfactant atau KCL, untuk
mencegah kerusakan, dan ini dipompakan ke bagian paling depan untuk
membantu memulai membuat rekahan. Viskositas yang rendah dapat lebih
mudah masuk ke matriks batuan dan selanjutnya mendinginkan formasi
untu kmencegah degradasi gel. Tetapi prepad tidak dipakai untuk
temperature relative reservoir yang rendah ataupun gradien rekah relatif-nya
rendah.
2. Pad, yaitu luida dengan viskositas yang lebih tinggi, juga tanpa proppant,
dipompakan untuk membuka rekahan dan membuat persiapan awal agar
lubang dapat dimasuki slurry dengan proppant. Viskositas yang lebih tinggi
dapat mengurangi leak-off, yakni kebocoran fluida karena meresap masuk
ke dalam formasi. Pad diperlukan dalam jumlah yang cukup agar tidak
terjadi 100% leak-off sebelum rekahan terjadi dan proppant ditempatkan.
Kemungkinan screen-out premature yakni kemacetan injeksi proppant
karena fluidanya hilang secara premature, dapat dikurangi dengan menaikan
laju injeksi, volume pad, atau efisiensi system fluida. Volume pad
dilaporkan sebagai presentasi dari total slurry dengan proppant yang
umumnya 25-45% namun bisa lebih tinggi lagi untuk pekerjaan di mana
terdapat rekahan alamiah sehingga screen-out sangat mungkin terjadi.
Walau demikian, bila terlalu banyak pad akan membutuhkan banyak air,
biaya, maupun dapat menyebabkan formation damage.
3. Slurry, dimana proppant dicampur dengan fluida kental. Proppant akan
ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan pada fluida kental dan
penambahan propan ini dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya,
tergantung dari karakteristik formasi, system fluida, dan gelling agent.
Pekerjaan yang efisien adalah dapat menempatkan banyak propant dengan
fluida perekah minimum sehingga biayanya akan rendah.
4. Flushing, yaitu fluida untuk mendesak slurry sampai mendekati perforasi,
dan merupakan fluida dengan viskositas yang tidak terlalu tinggi (seperti
prepad) dengan tingkat friksi yang rendah.
Selama masuk ke formasi, fluida akan mengalami leak-off yaitu fluida bocor
dan meresap ke formasi. Karena prepad memiliki viskositas yang rendah, maka
akan banyak terjadi peresapan, sedang pada pad juga akan meresap walau tidak
sebesar prepad. Leak-off terutama terjadi pada ujung rekahan. Makin lama maka
akan semakin banyak prepad atau pad yang masuk ke formasi sehingga fluida yang
berada di belakangnya akan menyusul dan juga mengalami leak-off, akan naik
kadar proppantnya. Di sini dapat dikatakan bahwa dengan mendekati tip (ujung)
rekahan, maka proppant kadar proppant akan mendadak tinggi.
Setelah pemompaan slurry maka kemudian dilakukan flushing. Flushing
adalah penginjeksian fluida biasa untuk mendesak slurry agar masuk ke formasi.
Overflushing yakni pengusahaan agar semua proppant dapat masuk ke formasi,
namun ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan choke di dekat sumur, yaitu
menutupnya rekahan akibat proppant yang lewat dan terdesak oleh overflushing
tersebut. Jangan dibiarkan semua proppant masuk ke dalam rekahan namun sisakan
sebagian di sumur. Penekanan (pressure up) terhadap proppant jangan terus
dilakukan karena akan menyebabkan overflush. Volume flush sama dengan
kapasitas pipa dikurangi 100 ft atau kapasitas pipa dikurangi 2-3 bbl. Konsentrasi
proppant dimonitor dengan menggunakan densimeter yang diletakan di kepala
sumur, dan jika konsentrasi proppant sudah menurun maka itu berarti flushing harus
mulai dihitung.
Setelah dilakukan shut-in (penutupan sumur setelah pemompaan fluida
selesai) dilakukan tahap pengaliran kembali (flowback operation). Pengaliran
kembali dilakukan jika rekahan telah ditutup dan fluida perekah telah mencair
(break), kecuali kalau dikhawatirkan proppant di bagian atas rekahan akan
mengendap pada interval rekahan yang panjang. Waktu break biasa diuji di
lapangan dari sampel yang diambil. Salah satu cara adalah dengan menambah
jumlah breaker dalam fluida yang terakhir masuk. Flowback langsung terjadi tetapi
pada laju yang rendah (1.8-1/4 bpm) tekanan setelah perekahan dapat dimonitor
dengan alat Martin Decker Gange % Recorder. Flowback yang salah dari screen-
out adalah dua hal yang dapat menyebabkan kerusakan proppant, karena itu aliran
fluida ke dalam sumur secara perlahan dan mantapkan dengan tekanan yang cukup
tinggi, selama proses clean-up (pengaliran kembali). Apabila proppant ikut
terproduksi (tergantung banyaknya), maka choke dikecilkan atau sumur ditutup
(shut-in).

Anda mungkin juga menyukai