Anda di halaman 1dari 66

141

BAB III
KINERJA ALIRAN FLUIDA
3.1. Aliran Fluida Dalam Media Berpori
Perencanaan teknik produksi sumur minyak atau gas antara lain
diperlukan pengetahuan tentang kelakuan aliran fluida reservoir dari formasi
produktif masuk ke lubang sumur. Kelakuan aliran ini dinyatakan dalam bentuk
hubungan antara tekanan alir di dasar sumur dengan laju alir minyak atau gas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelakuan aliran fluida reservoir dari
formasi produktif masuk ke dasar lubang sumur, adalah:
1. Jumlah fasa yang mengalir
2. Sifat fisik batuan reservoir
3. Sifat fisik fluida reservoir
4. Konfigurasi disekitar lubang bor, yaitu adanya:

Lubang perforasi

Skin / kerusakan formasi

Gravel pack

Rekahan hasil perekahan hidrolik

5. Kemiringan lubang sumur di formasi produktif (vertikal, miring, atau


horizontal)
6. Bentuk daerah pengurasan
Aliran fluida dalam media berpori yang homogen dalam sistem radial,
dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan diferensial berikut ini :
1 d k dp
dp
C
.
.r.
r dr dr
dr

(3-1)
Persamaan diferensial tersebut berlaku untuk setiap fasa fluida reservoir,
baik gas, minyak ataupun air. Persamaan 3-1, merupakan persaman diferensial
tidak linear oleh karena baik di ruas kiri maupun ruas kanan merupakan fungsi
dari variabel tak bebas yaitu tekanan.
Pemecahan persamaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
secara analitis atau dengan metode analisa numerik. Pemecahan secara analitis,

142

memerlukan penyederhanaan persamaan differensial, dengan cara melakukan


anggapan-anggapan, misalnya :

Fluida satu fasa,

Kondisi aliran mantap (steady state),

Sifat fisik fluida dan batuan berpori homogen serta isotropis,

Reservoir tak terbatas.

Hasil solusi persamaan diferensial dengan cara analitis ini, tentunya hanya
dapat digunakan secara terbatas sesuai dengan anggapan-anggapan yang
diberlakukan. Pemecahan dengan metode numerik, memungkinkan dapat
diformulasikan suatu kondisi yang lebih rumit, misalnya :

Kondisi aliran fluida dua atau tiga fasa,

Kondisi aliran transien atau semi mantap (pseudo steady state),

Bentuk reservoir yang terbatas,

Ada atau tidaknya skin di sekitar lubang sumur.


Aliran fluida satu fasa terjadi pada kondisi tekanan reservoir di atas

tekanan saturasi, sedangkan apabila tekanan reservoir turun di bawah tekanan


saturasi, maka gas akan keluar dari minyak, dan dalam media berpori akan terjadi
aliran dua fasa. Hal ini terjadi selama proses produksi berlangsung, dan gas inilah
yang merupakan tenaga pendorong didalam reservoir atau disebut juga depletion
drive.
Kerusakan formasi dapat terjadi di daerah sekitar lubang sumur, yang
menyebabkan hambatan terhadap aliran fluida reservoir yang secara kuantitas
dinyatakan sebagai faktor skin yang dapat diperoleh dari analisa uji tekanan.
Penyebab utama terjadinya hambatan aliran di sekitar lubang bor adalah :

Adanya invasi filtrat lumpur pemboran ke formasi produktif

Adanya partikel lumpur pemboran yang menutup pori-pori batuan di sekitar


lubang bor

Lubang perforasi dan gravel pack

Hambatan aliran minyak yang disebabkan oleh penurunan saturasi minyak di


sekitar lubang bor, sebagai akibat peningkatan saturasi gas

143

Turbulensi aliran
Pengaruh skin ini, menimbulkan tambahan penurunan tekanan disekitar

lubang sumur, yang akan memperkecil laju produksi. Gambar 3-1 menunjukkan
distribusi tekanan dalam reservoir dan disekitar lubang sumur dengan ada atau
tidaknya pengaruh skin.
Untuk skin yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas di sekitar
lubang sumur, Hawkins menurunkan persamaan yang menghubungkan antara
faktor skin dengan harga permeabilitas formasi yang mengalami perubahan dan
harga permeabilitas formasi yang sebenarnya, yaitu :
k

rs
1 ln
rw
ks

.....(3-2)

keterangan:
S

= faktor skin

= permeabilitas absolut formasi yang tidak mengalami kerusakan

ks

= permeabilitas absolut formasi yang mengalami kerusakan

rs

= jari-jari formasi yang mengalami kerusakan

rw

= jari-jari sumur

Persamaan 3-2 menunjukkan bahwa apabila formasi mengalami


kerusakan, sehingga harga k mengecil dan lebih kecil dari permeabilitas formasi
sebenarnya, maka harga faktor skin adalah positif. Sebaliknya apabila
permeabilitas di sekitar lubang sumur mengalami perbaikan, sebagai hasil
stimulasi sumur yang berhasil, maka harga k akan meningkat atau lebih besar dari
harga permeabilitas formasi sebenarnya, dengan demikian harga faktor skin akan
negatif. Apabila fluida reservoir mengalir dengan kecepatan tinggi, maka akan
terjadi turbulensi aliran. Hal ini ditemukan baik dalam media berpori ataupun di
sekitar lubang sumur (lubang perforasi atau gravel pack). Pada kondisi ini,
persamaan Darcy tidak berlaku lagi. Forcheimer menurunkan persamaan aliran
turbulen dalam media berpori, sebagai berikut :
dp
dr

(3-3)
Keterangan :

.v . . v 2

.....

144

= koefisien hambatan inersia


v = kecepatan aliran
= viscositas
r = jari-jari
k = permeabilitas
= densitas
p = tekanan
Suku kedua di ruas kanan menunjukkan faktor turbulensi, yang harganya
meningkat dengan meningkatnya laju aliran. Uraian di atas akan digunakan
sebagai dasar pengelompokan metoda-metoda perhitungan kinerja aliran fluida
reservoir dan formasi produktif ke dalam lubang sumur. Kualitas kinerja aliran
fluida dari formasi produktif masuk ke lubang sumur dinyatakan sebagai suatu
indeks, yang disebut dengan index produktivitas (J), yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara perubahan laju produksi terhadap perubahan tekanan, yaitu :
J = dQ / dP .....(3-4)
Sesuai dengan definisi tersebut, J dapat berharga konstan atau tidak
konstan, tergantung pada kondisi aliran yang terjadi. Secara kuantitas, kinerja
aliran fluida dari formasi produktif ke lubang sumur dinyatakan dalam bentuk
grafik, yang menghubungkan antara laju aliran dengan tekanan alir dasar sumur.
Grafik ini sangat penting untuk perencanaan instalasi sumur produksi.
Sesuai dengan yang telah diuraikan di atas, metode-metode perhitungan
kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur untuk saat sekarang, dapat
dikelompokkan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Jumlah fasa yang mengalir
2. Pengaruh skin
1. Pengaruh turbulensi
Pengelompokan metoda adalah sebagai berikut :
1. Aliran satu fasa (minyak)
a. Dengan atau tanpa pengaruh skin
- Persamaan Darcy
1. Pengaruh lubang perforasi dan gravel pack

145

- Persamaan Jones, Blount dan Glaze


2. Aliran dua fasa (minyak dan gas)
a. Tanpa pengaruh skin
- Persamaan Darcy dalam bentuk Pseudo-Pressure Function
b. Dengan pengaruh skin
- Persamaan Standing
- Persamaan Couto
- Persamaan Harrison
- Persamaan Pudjo Sukarno
1. Pengaruh faktor turbulensi dan skin
- Persamaan Fetkovich
1. Aliran Tiga Fasa (Gas, Minyak dan Air)
Tanpa pengaruh skin
-

Persamaan Petrobras

Persamaan Pudjo Sukarno

Gambar 3.1.
Distribusi Tekanan di Sekitar Lubang Sumur
(Pudjo Sukarno., 1960)
3.1.1. Aliran Satu Fasa
Terdapat tiga kondisi penyelesaian persamaan diffusivitas untuk pola aliran radial
yaitu :
1. Kodisi Transient

146

2. Kondisi Semi-Steady State


3. Kondisi Steady State
A. Kondisi Transient
Kondisi ini terjadi dalam periode waktu yang singkat, setelah terjadi
perubahan tekanan di reservoir sebagai akibat diproduksikannya fluida di sumur
pada kondisi transien ini, perubahan tekanan belum mencapai batas reservoir
sehingga reservoir dianggap sebagai reservoir yang tidak terbatas.
Solusi persamaan diferensial (3-1), untuk kondisi transien ini sangat rumit
keterangan tekanan dan turunan tekanan (pressure derivative) keduanya
merupakan fungsi dari jarak dan waktu. Perhitungan ulah aliran fluida dari
formasi ke lubang sumur pada kondisi transien sangat diperlukan, terutama untuk
reservoir dengan permeabilitas yang sangat rendah. Pada kondisi ini grafik ulah
aliran fluida tersebut merupakan fungsi dari waktu.
B. Kondisi Semi Steady State
Kondisi ini ditemui di reservoir yang berproduksi setelah beberapa saat, yang
mana perubahan tekanan telah mencapai batas reservoir. Syarat batas yang
diberlakukan untuk memperoleh kondisi ini adalah :
a. Reservoir dibatasi oleh lapisan kedap air
1. Penurunan tekanan sebagai fungsi waktu dan jarak konstan
2. Tekanan di permukaan pasir, berjarak rw dari pusat sumur sebesar Pwf
saat kondisi semi steady state tercapai, solusi analitis menghasilkan
persamaan sebagai berikut :
q =

2 . k . h (Pe Pwf )
(ln (re /rw ) 0,5 S

..........

(3-5)
Dalam satuan lapangan dan di permukaan, persamaan 3-5 dapat dituliskan
sebagai berikut :
q=

0,00708. k o . h ( Pe Pwf )
...(3-6)
. Bo (ln ( r e / rw ) 0,5 S

Indeks produktivitas untuk kondisi ini, berdasarkan persamaan 3-6, dapat


dituliskan sebagai :

147

q
....(3Pe Pwf

J=
7)

Berdasarkan persamaan 3-7, Indeks Produktivitas dapat dinyatakan sebagai


persamaan berikut :
J=

0,00708. k o . h
.......
o .Bo (ln(re / rw )

(3-8)
Berdasarkan persamaan 3-7, Indeks Produktivitas suatu sumur dapat
ditentukan dari hasil uji tekanan dan produksi. Uji produksi memberikan laju
produksi (q) pada tekanan alir dasar sumur Pwf. Uji tekanan diharapkan dapat
memberikan tekanan di batas reservoir, tetapi dalam praktek sulit untuk dapat
menentukan tekanan di batas reservoir. Kesulitan ini dapat dipecahkan dengan
mendefinisikan tekanan rata-rata dalam reservoir, yang mana tekanan rata-rata ini
dapat ditentukan berdasarkan analisis respon tekanan. Apabila digunakan tekanan
rata-rata reservoir, dapat diturunkan persamaan seperti persamaan 3-5, yang
solusi akhirnya dinyatakan dalam persamaan berikut :
q=

2 . k . h (Pe Pwf )
(ln (re rw ) 0,75 S

....(3-

9)
Dalam satuan lapangan dan di permukaan, persamaan 3-9 dapat dituliskan
sebagai :
q=

0,00708. k o . h (Pav Pwf )


. Bo (ln (r e / rw ) 0,75 S

......

(3-10)
Persamaan 3-10 berlaku untuk daerah pengurasan radial. Apabila daerah
pengurasan tidak radial, persamaan 3-10 diubah dalam bentuk sebagai berikut :
q=
(3-11)

0,00708. k o . h ( Pav Pwf )


o .Bo (ln(X ) 0,75 S

....

148

keterangan, X adalah shape factor yang harganya tergantung dari bentuk daerah
pengurasan, seperti dicantumkan dalam Tabel 3-1. Pada kondisi tekanan rata-rata
ini, Indeks Produktivitas dinyatakan sebagai :

J=

0,00708. k o . h
o . Bo (ln ( r e / rw ) 0,075 S

.......

(3-12)
Untuk daerah pengurasan yang tidak berbentuk lingkaran, persamaan Indeks
Produktivitas dapat ditulis sebagai :
J=

0,00708. k o . h
o . Bo (ln (X ) 0,075 S

....(3-

13)
C. Kondisi Steady State
Pemecahan persamaan diferensial untuk kondisi steady state (mantap),
menggunakan langkah yang sama seperti pemecahan pada metode semi steady
state, hanya pada kondisi steady state, berlaku persyaratan :
dp / dt = 0,0 ,sehingga :
q=

0,00708 . k o . h ( Pe Pwf )
o .Bo (ln(re / rw ) S)

.....

(3-14)
Dalam bentuk Pav dan satuan lapangan, persamaan 3-14 dapat dituliskan sebagai
berikut :
q=

0,00708 . k o . h (Pav Pwf )


o .Bo (ln(re / rw ) 0,5 S)

......(3-

15)
Dengan cara yang sama untuk daerah pengurasan tidak berbentuk lingkaran,
persamaan 3-15 dapat diubah sebagai :
q=

0,00708. k o . h ( Pav Pwf )


o .Bo (ln(X) 0,5 S)

....

(3-16)
Indeks Produktivitas untuk kondisi steady state dalam satuan lapangan adalah
sebagai berikut :

149

J=

0,00708 . k o . h
o . Bo (ln ( re / rw ) 0,5 S)

J=

0,00708. k o . h
o . Bo (ln (X ) 0,5 S)

.....(3-

17)
atau :
......(3-

18)

Tabel III-1.
Shape Faktor dan Posisi Sumur Dalam Daerah Pengurasan

150

3.1.1.1. Tanpa Pengaruh Skin Dengan Menggunakan Persamaan Darcy


Persamaan umum untuk aliran fluida horizontal, linier, steady state
(mantap) dan incompressible adalah sebagai berikut:
k dp

v = dl

.....(3-

19)
kA dp

q = dl

.......(3-

20)
Untuk aliran radial, maka persamaan menjadi:
q =
21)
Keterangan:

kA dp
dl

......(3-

151

= Kecepatan aliran fluida, cm/det

= Laju alir fluida, cm3/det

= Luas penampang lapisan, cm2

= Permeabilitas lapisan, md

= Viscositas fluida, cp

dp/dl = Gradien tekanan alir, atm/cm


Dengan menganggap aliran konstan A= 2rh, maka persamaan menjadi:
q=

2 rkh dp

dr

(3-22)

Dengan memisahkan variabel-variabelnya dan mengintegrasikan persamaan


diatas, maka :
P2

dp

P1

q
2kh

r2

dr
.....(3-23)
r
r1

Bila k dan konstan pada P1 dan P2 maka persamaannya menjadi ;

2 k h P2 P1
....(3-24)
ln r2 / r1

Jika P1 = Pwf, P2 = Pe, r1 = rw dan r2 = re, maka persamaan diatas menjadi:


q 0,007082

kh Pe Pwf
......(3-25)
ln re / rw

Pada kondisi standart dipermukaan maka persamaannya menjadi:

q O 0,007082

k o h Pe Pwf
.........(3-26)
o BO ln re / rw

Keterangan:
q

= Laju aliran fluida, bbl/hari

qo

= Laju aliran fluida dipermukaan, STB/hari

= Ketebalan lapisan, ft

= Permeabilitas batuan, md

= Viscositas minyak, cp

Bo

= Faktor volume formasi minyak, bbl/STB

Pwf

= Tekanan alir dasar sumur, psi

Pe

= Tekanan formasi pada jarak re, psi

152

re

= Jari-jari pengurasan sumur, ft

rw

= Jari-jari sumur, ft

Persamaan-persamaan diatas digunakan dengan anggapan reservoir


adalah homogen untuk setiap sifat fisik batuan dan reservoir bersifat isotropis,
yaitu permeabilitas batuan sama besar di segala arah, sedangkan untuk lapisan
yang non homogen yang berbentuk paralel maupun seri, maka harga
permeabilitas batuannya harus diambil harga rata-ratanya.
Untuk aliran radial yang melalui zona non homogen yang parallel,harga
permeabilitas rata-ratanya adalah :
k 1h1 k 2 h 2 k 3 h 3
.....(3-27)
h1 h 2 h 3

Sedangkan untuk aliran radial yang melalui lapisan dengan permeabilitas


bervariasi secara seri, permeabilitas rata-ratanya adalah :

ln re /rw
ln r1 /rw ln r2 /r1 ln r3 /r2
k1
k2
k3

.......(3-

28)
3.1.1.2.

Pengaruh

Lubang

Perforasi

dan

Gravel

Pack

Dengan

Menggunakan Persamaan Jones, Blount dan Glaze


1. Tanpa Gravel Pack
Untuk aliran minyak
Pwfs-Pwf = C qo D qo 2

..(3-

29)
keterangan:
C = koefisien aliran laminer
=

o Bo ln (re/rp)
....(37,08x10 3 Lp Kp

30)
D = koefisien aliran turbulen

153

2,30x10 4 Bo 2 o (1/rp 1/re)


Lp

.....

(3-31)
Untuk aliran gas:
Pwfs2-Pwf2 C q g D q g

.....(3-32)

keterangan:
C = koefisien aliran laminer
=

1,424.103 g TZ ln rc / rp

...(3-

kcLp

33)
D = koefisien aliran turbulen
=

3,16.10 12 g TZ
Lp

1 / r

1 / rc

...(3-

34)
Keterangan:
Pwfs

= Tekanan alir dasar sumur di permukaan perforasi, psi

Pwf

= Tekanan alir dasar sumur, psi

qo

= Laju alir minyak, STB/day

qg

= Laju alir gas, MSF/day

Bo

= Faktor volume formasi, bbl/STB

ro

= Densitas minyak, lbm/cuft

= Spesific gravity gas

= Viscositas minyak, cp

= Viscositas gas, cp

= Temperatur formasi, R

= Faktor deviasi gas

kc

= Permeabilitas zona terkompaksi, md


= 0,1 kf untuk teknik perforasi overbalanced
= 0,4 kf untuk teknik perforasi underbalanced

kf

= Permeabilitas formasi, md

rc

= Jari-jari zona terkompaksi, ft

154

rp

= Jari-jari lubang terkompaksi, ft

Lp

= Panjang lubang perforasi, ft

= Faktor turbulensi, keterangan pendekatan untuk harganya dapat

diperkirakan dengan salah satu persamaan berikut:


1. Persamaan Firoozabadi dan Katz
Untuk unconsolidated sand:
2,33.10
=
kc1, 201

10

.....(3-

35)
Untuk unconsolidated sand:
1,47.10
=
kc 0,55

......(3-

36)
2. Persamaan Choke Untuk Unconsolidated Sand
7

2,33.10
e .(3-37)
=
kc f

Keterangan e dan f adalah konstanta yang tergantung dari ukuran butir pasir,
dan ditunjukkan dalam tabel III-2 berikut:
Tabel III-2
Harga e dan f untuk Persamaan Cooke
Ukuran Pasir

8-12

3,32

1,24

10-20

2,63

1,34

20-40

2,65

1,54

40-60

1,10

1,60

2. Memakai Gravel Pack


Untuk aliran minyak:
Pwfs-Pwf = C q o D q o 2 ...(3-38)
Keterangan:
C = Koefisien aliran laminer

155

BooL
1,127.10 3 k G A

(3-

39)
D = Koefisien aliran turbulen
9,08.10 13 Bo 2 ro L
=
.....(3A2

40)
Untuk aliran gas:
2
Pwfs2-Pwf2 = C q g D q g ....(3-41)

keterangan:
C = Koefisien aliran laminer
8,93.103 g TZL

kGL

..(3-

42)
D = Koefisien aliran turbulen
=

1,247.10 10 g TZL
A2

(3-

43)
Parameter-parameter di atas sama dengan sebelumnya (tanpa gravel
pack) kecuali:
Kg = Permeabilitas gravel, md
A = Luas penampang aliran total
= (luas satu lubang perforasi)x (kerapatan perforasi) x (selang
perforasi)
L = Panjang aliran linier, ft

1,47.10 7
=
( k G ) 0,55

.....(3-

44)
3.1.2. Aliran Dua Fasa
3.1.2.1. Tanpa Pengaruh Skin Dengan Menggunakan Persamaan Vogel

156

Untuk memudahkan perhitungan kelakuan aliran fluida dua fasa dari


formasi ke lubang sumur, Vogel mengembangkan persamaan berdasarkan analisa
terhadap grafik-grafik IPR yang dihasilkan dari model reservoir yang
disimulasikan dengan tenaga dorong gas terlarut. Dalam pengembangan
simulator dilakukan anggapan bahwa:
1. Reservoir bertenaga dorong gas terlarut
2. Harga skin disekitar lubang bor sama dengan nol
3. Tekanan reservoir dibawah tekanan saturasi
Vogel memperoleh persamaan yang digunakan untuk membuat grafik kelakuan
aliran fluida dari formasi ke lubang sumur berdasarkan data uji produksi dan
tekanan, sebagai berikut:
q
Pwf
Pwf
1,0 0,2
0,8

Qmax
Pr
Pr

...(3-45)

Dari data uji produksi diperoleh laju produksi dan tekanan alir dasar sumur (Pwf)
sedangkan dari data uji tekanan diperoleh tekanan statik sumur.
Apabila keadaan keterangan tekanan reservoir lebih besar daripada
tekanan saturasi maka persamaan Vogel dimodifikasi dan kurva IPR terdiri dari
dua bagian, yaitu bagian kurva yang linier (untuk harga Pwf diatas tekanan
saturasi) dan kurva yang tidak linier (untuk harga Pwf dibawah tekanan saturasi).
Untuk bagian yang linier, kurva IPR mengikuti hubungan qo dan dan Pwf yang
linier, yaitu:
qo = J (Ps Pwf) ../(3-46)
Keterangan :
J = Jndeks produktivitas
Sedangkan untuk bagian yang tidak linier, persamaan kurva IPR adalah sebagai
berikut:

Pwf
Pwf
0,8

Pb
Pb

q= q b Q max q b 1,0 0,2

Keterangan:
qb

= Laju alir minyak

Pb

= Tekanan saturasi

Qmax = qb + J Pb/1,8

..(3-47)

157

= Indeks produktivitas

Gambar 3.2.
Kurva IPR Dua Fasa, Pwf-test > Pb
(Pudjo Sukarno., 1960)

Gambar 3.3.
Kurva IPR Dua Fasa, Pwf-test < Pb
(Pudjo Sukarno., 1960)

158

3.1.2.2. Dengan Pengaruh Skin


A. Persamaan Standing
Persamaan Standing merupakan modifikasi persamaan Vogel, sesuai
dengan kenyataan bahwa banyak sumur yang mengalami kerusakan formasi
disekitar lubang sumur. Hubungan antara tekanan alir dasar sumur ideal, Pwf dan
tekanan alir dasar sumur yang dipengaruhi faktor skin adalah:
Pwf = Pr FE (Pr Pwf,a) ....(3-48)
Keterangan:
FE

= Efisiensi aliran, yang merupakan perbandingan antara Indeks


Produktivitas sebenarnya dengan Indeks Produktivitas ideal.
FE < 1

apabila sumur mengalami kerusakan

FE > 1

apabila sumur mengalami perbaikan sebagai hasil operasi

stimulasi
Pwf

= Tekanan alir dasar sumur ideal, tidak dipengaruhi oleh adanya faktor
skin

Pwf,a = Tekanan dasar sumur sebenarnya yang dipengaruhi oleh faktor skin
Dengan menggunakan hubungan tersebut, maka harga Pwf sebenarnya
(yang dipengaruhi oleh faktor skin) dapat diubah menjadi Pwf ideal, dengan
demikian dapat dimasukkan kedalam persamaan Vogel. Prosedur perhitungan
kurva IPR untuk kondisi sumur yang mempunyai faktor skin, sama seperti
pemakaian persamaan Vogel yang telah diuraikan sebelumnya, hanya saja perlu
ditambah perhitungan mengubah tekanan alir dasar sumur sebenarnya (Pwfa)
menjadi tekanan alir dasar sumur ideal (Pwf). Harga FE yang diperlukan dalam
perhitungan ini dapat diperoleh dari hasil analisa uji build up atau draw down.
Harga laju produksi maksimum yang dihasilkan dalam perhitungan adalah
harga laju produksi maksimum pada harga skin sama dengan nol, bukan laju
produksi pada harga FE yang dimaksud. Untuk menghitung harga laju produksi
maksimum pada harga FE yang dimaksud, maka harga Pwfa (tekanan alir dasar
sumur pada kondisi sebenarnya) yang berharga sama dengan nol diubah menjadi

159

Pwf (tekanan alir dasar sumur pada kondisi ideal). Selanjutnya dihitung laju
produksinya.
Kelemahan dari persamaan Standing adalah dihasilkan kurva IPR, yang:
1. hampir lurus, untuk harga FE << 1, meskipun kondisi aliran dua fasa.
2. berlawanan dengan definisi kelakuan aliran fluida dari formasi kelubang
sumur.
Kedua hal tersebut diatas disebabkan penggabungan antara dua
persamaan yang tidak selaras, yaitu persamaan Vogel dikembangkan untuk
kondisi aliran dua fasa sedangkan FE (efisiensi aliran) didefinisikan untuk
kondisi satu fasa.
Dengan demikian perlu disadari tentang hal tersebut diatas apabila
persamaan Standing ini akan digunakan.

Gambar 3.4.
Kehilangan Tekanan di Sekitar Lubang Bor
(Pudjo Sukarno., 1960)

160

Gambar 3.5.
Kelemahan Pertama Metoda Standing
(Pudjo Sukarno., 1960)

Gambar 3.6.
Kelemahan Kedua Metoda Standing
(Pudjo Sukarno., 1960)

B.

Persamaan Couto

161

Couto memanipulasi persamaan Standing untuk kinerja aliran fluida dari


formasi ke lubang sumur, dengan cara menggabungkan definisi indeks
produktivitas. Persamaan yang dihasilkannya adalah sebagai berikut :
qo

0,00419
ln(0,472 re / rw )

ko
o Bo

Pr ( FE) (1 R )(1,8 0,8( FE)(1 R )) .

(3-49)
Keterangan :
R = Pwf / Pr
Dengan mengetahui sifat fisika batuan (ko) dan sifat fisika fluida
(minyak), maka dapat dibuat kurva IPR berdasarkan satu uji tekanan. Persamaan
Couto ini mempunyai kelemahan, yaitu diperlukannya sifat fisika batuan dan
fluida reservoir (minyak), yang agak sulit untuk diperoleh di lapangan dengan
berjalannya produksi. Disarankan persamaan Couto ini digunakan di awal sumur
berproduksi (setelah completion), dengan demikian harga ko, o , dan Bo
diperoleh dengan mudah dan teliti.
C.

Persamaan Horrison
Harrison

menurunkan

persamaan

kurva

IPR,

dengan

tujuan

menghilangkan bentuk kurva IPR yang tidak semestinya, seperti yang diperoleh
dengan metoda Standing. Persamaan ini bersifat empiris, dan tetap menggunakan
definisi efisiensi aliran (FE) untuk kondisi aliran satu fasa. Persamaan Harrison
tersebut adalah sebagai berikut :

qo
P
1,2 0,2 Exp 1,791759 wf

Qo max
Pr


..(3-50)

Keterangan Pwf' dihitung dengan menggunakan persamaan (3-48).


Pemakaian definisi FE yang tidak sesuai dengan kondisi persamaan dasar, maka
ketelitian dari metoda ini, juga diragukan.
D.

Persamaan Pudjo Sukarno

162

Persamaan ini dikembangkan dengan menggunakan simulasi reservoir


hipotesis seperti persamaan Vogel, tetapi pengaruh skin diperhitungkan. Harga
faktor skin berkisar antara 4 sampai dengan 10. Hasil analisa regresi
menghasilkan persamaan untuk menghitung kurva IPR sebagai berikut:
qo
a1 a 3Pd a 5Pd 2

Q max@ S 0
1 a 2Pd a 4Pd 2

.....(3-51)

Keterangan:
Pd = Pwf / Pr
a1, .., a5 adalah konstanta persamaan yang merupakan fungsi dari faktor
skin, dan dicari dengan persamaan berikut:
an = c1 exp (c2S) + c3 exp (c4S) .......(3-52)
Keterangan:
n = 1, 2, 3, 4 dan 5
S = Faktor skin
Harga c1 sampai dengan c5 ditentukan dari Tabel 3-3 dibawah ini:
Tabel III-3
Konstanta c1, c2, c3, dan c4
An
a1

c1
0,182922

c2
-0,364438

c3
0,814541

c4
-0,55873

a2

-1,476950

-0,456632

1,646246

-0,442306

a3

-2,149274

-0,195976

2,289242

-0,220333

a4

-0,021783

-0,0088286

-0,260385

-0,210801

a5

-0,552447

0,032449

-0,583242

-0,306962

163

Gambar 3.7.
Kurva IPR Tak Berdimensi Untuk Skin = -2
(Pudjo Sukarno., 1960)

Gambar 3.8.
Kurva IPR Tak Berdemensi Untuk Skin = 0
(Pudjo Sukarno., 1960)

164

Gambar 3.9.
Kurva IPR Tak Berdimesi Untuk Skin = 4
(Pudjo Sukarno., 1960)
3.1.2.3. Dengan Pengaruh Skin dan Turbulensi Menggunakan Persamaan
Fetkovich
Fetkovich mengemukakan metoda perhitungan inflow performance untuk
sumur minyak menggunakan perhitungan yang sama untuk analisa sumur gas.
Prosedur pengujiannya dengan analisa isochronal dan flow-after-flow test dengan
permeabilitas reservoir antara 6 md sampai lebih besar dari 1.000 md. Kondisi
tekanan reservoir dari undersaturated pressure ke saturated pada initial
pressurenya dan sebagai gas terlarut dengan saturasi gas di atas titik kritis.
Persamaannya pada umumnya sama dengan persamaan inflow
performance yang digunakan pada sumur gas, yaitu :
2

q o C( PR 2 Pwf ) n ..........(3-53)
Keterangan :
qo

= laju produksi, bbl/day

PR

= tekanan rata-rata reservoir, psi

Pwf

= tekanan dasar sumur, psi

= koefisien aliran

= exponent, tergantung dari karekteristik sumur

165

Nilai n berkisar dari 0.568 sampai dengan 1.000 menurut analisa test
Fetkovich.
Nilai C dan n ditentukan dengan data test. Untuk Persamaan diatas, paling
sedikit dilakukan dua test untuk mengevaluasi C dan n dengan assumsi P R
diketahui. Sedangkan untuk sumur gas dilakukan empat kali test untuk
menentukan C dan n, untuk menghindari data errors.
Dari persamaan (3-48) dengan menambah log maka dapat juga ditulis,
Persamaannya sebagai berikut :

log PR Pwf

n1 logq

1
logC .....(3-54)
n

Plot PR2 Pwf2 versus qo pada skala log-log akan menghasilkan garis lurus
dengan slope 1/n and qo = C pada PR2 - Pwf

= 1. Nilai C dapat juga dihitung

dengan menggunakan titik dari plot garis lurus dengan nilai n yang sudah
ditentukan, Persamaannya yaitu :

qo
2

Pwf

2 n

........(3-55)

Ada tiga macam test yang digunakan untuk test sumur gas untuk
menentukan C dan n. Test ini juga digunakan utuk sumur minyak. Pemilihan
macam test yang digunakan ini tergantung dari waktu stabilisasi sumur, yang
merupakan fungsi dari permeabilitas reservoir. Jika tingkat stabilisasi sumur
cepat, maka test conventional flow-after-flow dapat dilakukan. Untuk sumur
dengan stabilisasi pendek menggunakan isochronal test. Untuk sumur dengan
waktu stabilisasi sangat panjang, maka isochronal test dapat digunakan. Waktu
stabilisasi untuk sumur yang terletak ditengah circular atau square daerah
pengurasan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
ts

380 o C t A
...........(3-56)
ko

Keterangan :
ts

= waktu stabilisasi, jam

= porositas

Ct

= kompresibilitas total fluida, psi-1

Ko

= permeabilitas minyak. Md

166

= viscositas minyak, cp

1. Flow -After-Flow Testing


Test dimulai denan menutup sumur, sehingga tekanan diseluruh area
pengurasan menyamai PR . Sumur ditempatkan dengan laju produksi konstan
sampai dengan tekanan dasar menjadi konstan, kemudian tekanan alir dasar
sumur dapat diukur dengan pressure gage. Jika Pwf sudah stabil, maka laju
produksi berubah dan prosedur pengukurannya dapat diulangi untuk beberapa
laju produksi selanjutnya.
Sifat dari laju produksi dan tekanan alir dasar sumur terhadap waktu dapat
dilihat dari Gambar 4.10. Test ini juga dapat digunakan untuk penurunan laju
produksi selanjutnya.
2

Analisa test ini dilakukan dengan plot PR Pwf versus qo pada log-log
coordinates dan menarik garis lurus. Nilai n ditentukan dari slop, yaitu :

logq o

log PR Pwf

...(3-57)

2. Isochronal Testing
Prosedurnya adalah :
a. Dimulai dengan kondisi sumur ditutup, kemudian

membuka sumur

dengan laju produksi konstan dan mengukur Pwf untuk periode waktu
tertentu.
b. Tutup sumur lagi dan berikan tekanan untuk menambah PR
c. Buka sumur dengan laju produksi yang lain dan ukur tekanannya untuk
interval waktu yang sama.
d. Tutup sumur lagi sampi dengan Pws = PR
e. Ulangi prosedur ini untuk beberapa laju produksi.

167

Nilai PR Pwf ditentukan pada periode waktu tertentu diplot dengan qo dan
didapat harga n dari slope garis. Untuk menentukan nilai C, suatu test harus
menjadi test stabilisasi. Kemudian harga C dihitung dari test stabilisasi.
3. Modified Isochronal Testing
Jika waktu yang diutuhkan untuk penutupan sumur untuk menambah PR
antara periode aliran menjadi berlebihan, maka isochronal test dapat
dimodifikasi. Modifikasi ini terdiri dari penutupan sumur antara tiap periode
aliran untuk periode waktu sampai dengan menyamai waktu produksi. Tekanan
statik dasar sumur (Pws) tidak mencapai harga PR , tetapi plot Pwsi2 Pwfi2 versus
qo akan selalu menghasilkan garis lurus keterangan harga n dapat dihasilkan. Test
stabilisasi masih dibutuhkan untuk menghitung nilai C.

Gambar 3.10.
Conventional Test

168

Gambar 3.11.
Isochronal Test

Gambar 3.12.
Modified Isochronal Test

3.1.3. Aliran Tiga Fasa


3.1.3.1. Persamaan Petrobras
Petrobras adalah perusahaan minyak negara di Brazilia,. Petrobras telah
mengembangkan persamaan kurva IPR untuk aliran tiga fasa, dengan cara
menggabungkan persamaan Vogel untuk aliran minyak dan persamaan index

169

produktivitas , J, yang konstan untuk aliran air. Kurva IPR gabungan ditentukan
secara geometris berdasarkan perbandingan minyak dan air.
Persamaan kurva IPR gabungan diturunkan untuk dua tujuan perhitungan, yaitu
untuk menentukan laju alir total (minyak dan air) pada suatu harga tekanan alir
dasar sumur tertentu dan menentukan tekanan alir dasar sumur pada laju aliran
tertentu, pada tekanan reservoir d iatas atau di bawah tekanan saturasi, Pb.
A. Perhitungan Awal untuk menentukan Kurva IPR Tiga Fasa
Data yang diperlukan untuk menghitung kurva IPR gabungan adalah :
a. Tekanan reservoir
b. Tekanan saturasi
c. Tekanan alir dasar sumur
d. Laju produksi total pada tekanan alir dasar sumur
e. Fraksi air
data tersebut diatas diperoleh dari uji tekanan dan uji produksi, sedangkan data
tekanan saturasi diperoleh dari hasil analisis PVT di laboratorium.
Berdasarkan data yang tersedia tersebut, dapat terjadi dua kemungkinan, sesuai
dengan hasil uji produksi, yaitu :
a. Tekanan alir dasar sumur lebih besar dari tekanan saturasi
b. Tekanan alir dasar sumur lebih kecil dari tekanan saturasi
perhitunagan awal untuk menentukan kurva IPR gabungan akan dibedakan
menjadi dua kemungkinan diatas.
1. Tekanan Alir Dasar Sumur Lebih Besar Dari Tekanan Saturasi
Variabel-variabel yang perlu untuk dihitumg terlebih dahulu adalah :
a. Indek Produktivitas hasil uji, yaitu dihitung dengan persamaan
b. Laju produksi pada tekanan saturasi,yaitu dihitung dengan persamaan :
qb J ( Pr Pb ) .........(3-58)

c. Laju produksi maksimum, yaitu dihitung dengan persamaan :


q o , max qb ( JPb ) / 1.8 .......(3-59)

d. Laju produksi total (minyak dan air) yaitu dihitung dengan persamaan :
q L ,max qo ,max Fw Pr (qo ,max / J ) tan( ) ....(3-60)

170

Keterangan :
tan () = CD/CG
CG = 0.001qo,max

CD F 0.001(qo ,max / J ) 0.125Fo Pb 1 81 80 0.999qo ,max qb / qo ,max qb


....(3-61)
2. Tekanan Alir Dasar Sumur Lebih Kecil Dari Tekanan Saturasi
Selain harga J, perhitungan qb, qo,max dan

qt,max sama

seperti persamaan

sebelumnya . persamaan yang digunakan untuk menentukan J, adalah :


J

ql ,test
X

....(3-62)

Keterangan :

X Fo Pr Pb Pb A / 1.8) Fr ( Pr Pwf ,test ) .........(3-63)


A 1 0.2( Pwf ,test / Pb ) 0.8( Pwf ,test / Pb ) 2 ......(3-

64)
B. Perhitungan Tekanan Alir Dasar Sumur
Untuk setiap laju produksi total, yang berharga antara laju produksi minyak
maksimum (dihitung dengan persamaan 3-59) dan laju produksi total maksimum
(dihitung dengan persamaan 3-60), harga tekanan alir dasar sumur dapat dihitung
dengan persamaan berikut :

Pwf Fw Pr qo ,max / J q1 ( qo,max / J ) tan( ) (3-65)


Keterangan :
tan () = 1/tan ()
tan ()= persamaan (3-60)
A. perhitungan laju alir total

0.5

171

Perhitungan laju alir total terbagi menjadi tiga kelompok, sesuai dengan harga
tekanan alir dasar sumurnya. Ketiga kelompok tekanan alir dasar sumur tersebut
adalah :
a. Pb < Pwf < Pr
b. Pwf(G) < Pwf < Pb
Keterangan

Pwf(G) adalah tekanan alir dasar sumur, pada harga laju

produksi total sama dengan laju produksi minyak maksimum.


c. 0 < Pwf < Pwf(G)
a. Pb < Pwf < Pr
Untuk tekanan alir dasar sumur lebih besar dari tekanan saturasi dan dibawah
tekanan reservoir, laju alir total dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
indek produktivitas konstan (persamaan 3-7)
b. Pwf(G) < Pwf < Pb
Perhitungan laju produksi total pada selang harga tekanan ini, perlu dihitung
terlebih dahulu, variabel B yang diperlukan untuk memilih persamaan yang akan
digunakan yaitu ;
B Fw (0.125 Fo Po J ) .......(3-

66)
Apabila diperoleh harga B :

B tidak sama dengan nol :

q1 C (C 2 4 B 2 D) 0.6 /(2 B 2 ) .....(3-67)

B sama dengan nol ;


q1 D / C ....(3-68)

Keterangan :
A ( Pwf 0.125 Fo Pb Fw Pr ) /(0.125 Fo Pb ) ..(3-

69)
C 2 AB 80 /( q l , max q b ) ..(3-70)

172

D A 2 (80qb ) /( q o ,max qb ) 81 ....(3-71)

c. 0 < Pwf < Pwf(G)


pada tekanan-tekanan yang terletak pada selang ini, laju produksi total dihitung
dengan persamaan berikut.

q1 Pwf (G ) q o ,max (tan ) Pwf / tan( ) ...(3-72)

C. Perhitungan kurva IPR untuk Pr<Pb


Persamaan-persamaan sebelumnya telah diturunkan untuk keaadaan tekanan
reservoir lebih tinggi dari tekanan saturasi (Pr<Pb ). Apabila keadaaan reservoir
adalah tekanan reservoir lebih rendah dari tekanan saturasi maka perhitungan
kurva IPR masih menggunakan persamaan-persamaan diatas dengan merubah :

Tekanan saturasi, Pb menjadi tekanan reservoir, Pr.

Harga laju produksi pada tekanan saturasi, qb= 0.

Penyelesaian selanjutnya sama seperti diatas.


3.1.3.2. Persamaan Pudjo Sukarno
Pengembangan persamaan ini dilakukan dengan anggapan:
1. Faktor skin sama dengan nol.
2. Gas, minyak, dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama,
secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.
Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan
parameter water cut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi
cairan total. Harga water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar
sumur, yaitu makin rendah tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga water
cut.
Hasil analisa regresi didapat persamaan:
qo
Pwf
Pwf
Ao A1
A 2

qt, max
Pr
Pr

....(3-73)

Keterangan:
An (n=0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda
untuk water cut yang berbeda.

173

An = Co + C1 (water cut) + C2 (water cut) 2


Cn (n = 0, 1, dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel 3-4,
sebagai berikut:
Tabel III-4.
Konstanta Cn untuk masing-masing An
An

Co

C1

C2

Ao

0,980321

-0,115661.10-1

0,179050.10-4

A1

-0,414360

0,392799.10-2

0,237075.10-5

A2

-0,564870

0,762080.10-2

-0,202079.10-4

Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut
dapat dinyatakan sebagai Pwf / Pr terhadap WC ( WC @ Pwf = Pr) keterangan ( WC
@ Pwf

= Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi yang menghasilkan

persamaan berikut ;
WC
WC @ PWF PR

P1 Exp P2 Pwf / Pr

.....(3-74)

keterangan P1 dan P2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis regresi
menghasilkan persamaan berikut :
P1 1.606207 ln(WC ) ...(3-75)
P2 0.517792 0.110604 ln(WC ) ......(3-

76)
keterangan water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji
produksi
3.2. Kinerja Aliran Fluida Dalam Pipa Vertikal
Aliran ini terutama ditemui pada tubing yang digunakan untuk memproduksi
suatu sumur. Dalam hal ini distribusi tekanan aliran sepanjang tubing harus
diketahui agar dapat dilakukan perencanaan ukuran tubing yang sebaiknya
digunakan, untuk memperkirakan laju produksi yang dapat dihasilkan ataupun
untuk tujuan perencanaan instalasi gas lift.

174

Dengan tujuan seperti tersebut di atas, banyak ahli yang berusaha untuk
mencari metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan distribusi tekanan
aliran sepanjang tubing. Anggapan- anggapan yang dilakukan oleh para ahli
untuk mengembangkan korelasi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok :
1. Tanpa memperhatikan adanya slip dan pola aliran.
2. Memperhatikan slip tetapi pola aliran diabaikan.
3. Memperhatikan baik slip maupun pola aliran.
Kelakuan Aliran Fluida dalam Pipa
Teori dasar untuk persaman aliran fluida dalam pipa adalah persamaan
kesetimbangan yang menyatakan kesetimbangan energi antara dua buah titik
dalam satu sistem. Secara sederhana kesetimbangan energi tersebut dapat
dinyatakan bahwa energi fluida yang masuk ke dalam masuk ditambah dengan
kerja yang dilakukan oleh atau pada fluida dan ditambah dengan penambahan
energi panas yang masuk kedalam atau keluar sistem, ditambah dengan setiap
perubahan energi terhadap waktu , harus sama dengan energi yang meninggalkan
sistem.
Dengan menganggap sistem adalah steady state, maka kesetimbangan energi
dapat ditulis sebagai berikut :
UA

m vA2 m g zA
m vB2 m g z B

p A VA q W U B

p B VB ...
2 gc
gc
2 gc
gc

(3-77)
Keterangan :
m = massa, lbm
v = kecepatan, ft/sec
p = tekanan, atm
V = volume, cu ft
q = laju alir, cu ft / sec
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = konstanta konversi ( = 32,174 lbm ft / lbf sec2)

175

Parameter-parameter yang bekerja pada sistem kesetimbangan tersebut


antara lain adalah :
a. Energi Dalam Fluida ( internal energy, U )
Merupakan energi yang terbawa bersama dengan aliran fluida. Energi ini
dapat berupa akumulasi energi-energi yang timbul akibat adanya pergerakan
molekul

fluida,

baik

itu

energi

putaran

(rotational),

perpindahan

(translational), maupun energi getaran (vibrational).


m v2
b. Energi Kinetic (
)
2 gc

Merupakan energi yang timbul berkaitan dengan kecepatan aliran fluida.


c. Energi Potensial (

mgz
)
gc

Merupakan energi yang berhubungan dengan perubahan ketinggian aliran


fluida, keterangan z merupakan besarnya ketinggian yang dihitung terhadap
titik tertentu.
d. Energi Ekspansi ( pV )
Sering juga disebut dengan energi kompresi atau energi tekanan, yaitu energi
yang menunjukkan besarnya kerja selama fluida mengalir, atau besarnya
energi potensial jika dihubungkan dengan perubahan tekanan.
e. Perpindahan Panas ( q )
Merupakan parameter yang menyatakan besarnya energi panas yang masuk
maupun yang meninggalkan sistem.
f.

Kerja ( work, W )
Menyatakan besarnya kerja yang dilakukan terhadap ataupun oleh sistem.
Parameter W dapat berharga positif ataupun negatif, tergantung dari
kedudukan kerja itu sendiri. Apabila kerja yang ada mengakibatkan aliran
fluida, seperti halnya pada pompa, maka W berharga negatif. Sedangkan W
akan berharga positif apabila kerja timbul karena adanya aliran fluida, seperti
pada sistem turbin.

jika persamaan (3-77) dibagi dengan m untuk mendapatkan energi perunit massa,
maka persamaan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk deferensial :
P
vdv g dZ d q d Ws 0 .....(3-78)

gc
gc

dU d

176

Persamaan (3-79) tersebut maih dalam bentuk energi dalam, dengan demikian
masih sulit untuk dipecahkan. Untuk itu persamaan (3-79) perlu diubah menjadi
bentuk kesetimbangan energi mekanik, dengan menggunakan persamaan
termodinamika, yaitu sebagai berikut :
P
....(3-79)
dU dH d

dP
.........(3-80)
dH TdS d

atau :
P
dP

dU TdS d
..........(3-81)

Keterangan :
H = enthalpi
S = entropi
T = temperatur
Dengan mensubsitusikan persamaan (3-81) kedalam persamaan (3-78) , maka
akan diperoleh :
TdS

P
P vdv g
dP
d d

dZ dq dWs 0 ..(3-82)

gc
gc

Untuk proses irreversible, ketidaksamaan Claussius menyatakan bahwa :


dS

dq
atauTds dq dLw ...(3-83)
dT

Keterangan dLw adalah loss yang disebabkan adanya proses irreversibilitas,


misalnya adanya gesekan.
Dengan menggunakan hubungan tersebut dan menganggap tidak ada kerja yang
dilakukan baik terhadap fluida maupun oleh fluida , maka persamaan (3-82)
dapat diubah menjadi :
dP vdv g

dZ dLw 0 ....(3-84)

gc
gc

Untuk pipa miring, dengan sudut kemiringan sebesar terhadap bidang


horizontal, seperti pada gambar 3., keterangan dZ = dL sin , maka

177

dP vdv g

dL sin dLw 0 ....(3-85)

gc
gc

dengan mengalikan persamaan (3-85) dengan /dL, maka akan diperoleh :


dL
dP vdv g

sin w 0 .....(3-86)
dL g c dL g c
dL

persamaan (3-86) dapat digunakan untuk menghitung gradien tekanan dengan


menganggap penurunan tekanan adalah positif dalam arah aliran, maka :
dP vdv g
dP

sin

dL g c dL g c
dL

(a )

....(3-87)
f

(b )

Gambar 3.13.
Konfigurasi Aliran Fluida pada Pipa Miring
(a) terhadap bidang horizontal ,(b) terhadap bidang vertikal
Keterangan :
dP

dL

dLw
= gradien tekanan yang disebabkan adanya gesekan.
dL

pada aliran di dalam pipa, adanya kehilanga tekanan disebabkan oleh gesekan,
perbedaan ketinggian serta adanya perubahan energi kinetik. Karena umumnya
gesekan terjadi pada dinding pipa, perbandingan antara shear stress (e) dengan
energi kinetik persatuan volume (v2/2gc) menunjukkan peran shear stress
terhadap kehilangan tekanan secara keseluruhan. Perbandingan ini membentuk
suatu kelompok tidak berdimensi yang dikenal sebagai faktor gesek fanning :

w
2 g
w 2 w .....(3-88)
2
v 2 g c
v

178

besarnya gardien tekanan yang disebabkan oleh faktor gesekan dinyatakan dalam
persamaan fanning, yaitu sebagai berikut :
dP

dL

2 fv 2
......(3-89)
gcd

Dalam bentuk faktor gesekan Moody (fm)

keterangan fm = 4 x f, ,maka

persamaan (3-89) berubah menjadi ;


dP

dL

2 f m v 2

........(3-90)
gcd

Penentuan faktor gesekan untuk aliran fluida satu fasa tergantung pada tipe
alirannya (laminer atau turbulen).
Pada aliran satu fasa laminer faktor gesekan ditentukan berdasarkan
penggabungan persamaan (3-90) dan persamaan Hagen-Poiseuille :
v

d 2 g c dP

32 dL

......(3-91)
f

Dari persamaan (3-90) dan (3-91) tersebut, secara analitis faktor gesekan dapat
ditentukan sebagai berikut :
fm

64
64

.........(3-92)
dv N Re

Atau apabila dinyatakan dalam faktor gesekan Fanning ;


f

16
......(3-93)
N Re

Untuk pembahasan selanjutnya, faktor gesekan Moody selalu digunakan dan


subscript m akan dihilangkan.
Pendekatan untuk penentuan faktor gesekan untuk aliran satu fasa turbulen
dimulai dari persoalan yang sederhana, yaitu untuk pipa halus (smooth pipe),
kemudian untuk pipa kasar (rough wall pipe). Untuk pipa yang halus telah
banyak korelasi yang dikembangkan, keterangan masing-masing berlaku untuk
selang bilangan Reynold (Nre) yang berbeda-beda. Persamaan yang umun
digunakan, yang berlaku untuk selang harga NRe yang luas yaitu 3000 < N Re < 3
x 106, dikembangkan oleh Drew, Koo dan Mc Adam (1932), yaitu sebagai berikut
:
0.32
f 0.0056 0.5 N Re
.....(3-94)

179

Sedangkan untuk pipa yang kasar, ternyata kekasaran pipa tersebut sangat
mempengaruhi faktor gesekan. Kekasaran pipa tersebut merupakan fungsi dari
bahan dasar pembuatan pipa, metoda pembuatan dan lingkungan keterangan pipa
tersebut berada. Sehubungan dengan penentuan faktor gesekan unuk pipa yang
kasar, kekerasan dinyatakan sebagai kekerasan absolut, . Secara analisis dimensi
dapat ditunjukkan bahwa pengaruh kekasaran tidak disebabkan oleh dimensi
absolutnya, tetapi oleh dimensi relatifnya.
Nikuradse berdasarkan percobaan dengan menggunakan butiran pasir, membuat
korelasi penentuan faktor gesekan untuk pipa kasar sebagai berikut :
2
1.74 2 log
.......(3-95)
f
d

Persamaan (3-95) tersebut selanjutnya disempurnakan oleh Colebrook dan White


(1939) menjadi :

2 18,7
,1 74 2 Log ......(3-96)
d N f
f
Re

Untuk memudahkan, persamaan (3-96) dapat diubah menjadi :

fc

1
2
18.7

1.74 2 log

d
N Re
fg

..(3-97)

Keterangan :
fg = faktor gesekan yang dimisalkan
fc = faktor gesekan sebagai hasil perhitungan.
Dengan demikian pemecahan Persamaan (3-97) adalah dengan trial and error,
keterangan harga fg yang pertama ditentukan dengan menggunakan persamaan
Drew, Koo dan Mc Adam, yaitu Persamaan (3-94)
Perubahan faktor gesekan untuk aliran satu fasa terhadap bilangan Reynold dan
kekasaran relatif diperlihatkan secara grafis pada Gambar 3.14, yang dikenal
denga diagram Moody. Sedangkan hubungan faktor gesekan dengan kekerasan
pipa diperlihatkan pada Gambar 3. 15

180

F r i c t io n F a c t o r

R e la t i v e R o u g h n e s s

R e y n o ld s N u m b e r

Gambar 3.14.
Kurva Faktor Gesekan
Untuk aliran fluida satu fasa, persamaan gradien tekanan yang digunakan
untuk setiap fluida yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu diperoleh
dengan menggabungkan Persamaan (3-87) dan (3-91), yaitu sebagai berikut :
v v
f v2
p
g

sin

L
gc
g c z
2 gc d

..... (3-

98)
keterangan harga f merupakan fungsi dari kekasaran relatif dan bilangan
Reynold, seperti yang terlihat pada diagram Moody.
Secara umum, persamaan gardien tekanan total total dapat dinyatakan
dalam tiga komponen berikut :
dP dP

dL dL

dP

dL

el

dP

dL

........(3-99)
acc

181

0 ,1

,0 5

0 ,2 0 ,3

0 ,5

P ip e D ia m e te r, f e e t
1
2 3
5

10

20 25

,0 7
,0 6

,0 3

,0 5

CO NCRETE

,0 0 5
C

,0 0 3

ST

LT

ER

ED

,0 0 0 3

IA

AS

IR

UG

IR

,0 1 4
,0 1 2

=
6

00

01

IR

,0

HT

,0

,0 1

,0 0 0 0 3

ZE

,0 0 0 0 5

NI

85

RO

00

,0 0 0 1

,0 1 6
LV

,0

03

,0

EE

ST

,0 2
,0 1 8
1

,0 0 0 5

HA

,0

,0 2 5

,0 0 1

R IV E T E D
STEEL
,0

SP

IR

,0 3

R e la t i v e R o u g h n e s s

,0 3 5

W OO D
S TA V E

F r ic t i o n F a c t o r ( f o r c o m p l e t e t u r b u l e n c e , r o u g h p i p e s )

,0 4

,0 1

,0
5

,0 0 9

,0 0 8

,0

,0

IN

,0 0 0 0 1

TU

00

,0

AW

00

00

00

15

00
5

,0 0 0 0 0 5

10

10
2
3
5
P ip e D ia m e te r, in c h e s

10

Gambar 3.15.
Kurva Faktor Gesekan untuk Aliran Turbulen
Keterangan :
p

el

g
sin , merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya
gc

perubahan energi potensial atau perubahan ketinggian (elevasi).

182

f v2
, merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya
2 gc d

gesekan.
p

acc

v v
g c z

, merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya

energi kinetik.
3.2.1.1. Hold-Up (H) dan No-Slip Hold-Up ()
Perhitungan gradien tekanan untuk aliran fluida multi fasa dalam pipa
lebih kompleks, keterangan semua parameter yang digunakan merupakan
parameter gabungan dari fasa-fasa yang mengalir. Aliran multi fasa dapat berupa
aliran fluida minyak dan air ataupun aliran minyak gas, atau bahkan dari ketiga
fasa tersebut.
Untuk menentukan parameter gabungan digunakan suatu parameter penghubung
yang disebut hold-up, yang jenisnya tergantung dari asumsi kondisi kecepatan
masing-masing fasa yang mengalir.
a. Hold-Up (H)
Asumsi yang digunakan dalam penggunaan parameter ini adalah kecepatan
aliran antara fluida dan fasa gas berbeda.
Hold-up untuk cairan (liquid hold-up, HL) didefinisikan sebagai perbandingan
antara volume pipa yang terisi oleh fluida dengan volume pipa secara
keseluruhan.
Sedangkan untuk gas hold-up, merupakan perbandingan antara volume pipa
yang terisi oleh gas dengan volume pipa secara keseluruhan.
Kedua pengertian tersebut secara matematis dapat dituliskan dengan
persamaan :
VL

HL = V
p

(3-100)

Vg

Hg = V = 1 HL . (3-101)
p
b. No-Slip Hold-Up ()
Asumsi yang digunakan dalam penggunaan parameter ini adalah fluida dan
gas mengalir dengan kecepatan yang sama.

183

Besarnya no-slip hold-up untuk cairan (no-slip liquid hold-up, L) dapat


ditentukan dengan membandingkan besarnya laju aliran volumetrik fluida
dengan laju aliran volumetrik seluruh fasa (gas dan fluida).
Sedangkan harga no-slip gas hold-up (g) ditentukan dengan membandingkan
besarnya laju aliran volumetrik gas dengan laju aliran volumetrik seluruh
fasa.
Secara matematis dituliskan dengan persamaan :
qL

L = q q
L
g

.... (3-102)

qL

g = q q = 1 L .. (3-103)
L
g
Densitas Campuran ( m)
Pada kondisi keterangan terdapat perbedaan kecepatan aliran fluida dan gas,
maka densitas campuran ditentukan dengan persamaan :
m L H L g 1 H L

.... (3-104)

Sedangkan pada kondisi keterangan fluida dan gas mengalir dengan


kecepatan yang sama, maka densitas campuran ditentukan dengan
persamaan :
m L L g 1 L

... (3-105)

keterangan :
L = densitas cairan, ditentukan dengan persamaan :
L o Fo w Fw

Parameter Aliran
Parameter aliran yang digunakan dalam perhitungan kehilangan tekanan
adalah variabel kecepatan (superficial velocity, vs), yang didefinisikan sebagai
besarnya kecepatan suatu fasa untuk mengalir melewati keseluruhan
penampang pipa, yang secara matematis adalah sebagai berikut :
q

vs = A H

.... (3-106)

keterangan :
vs = kecepatan superfisial fluida, ft/sec

184

q = laju alir, cu ft/sec


A = luas penampang pipa, ft2
H = hold-up
Besarnya kecepatan superfisial untuk fluida multi fasa (vm) ditentukan dengan
persamaan :
vm = vsL + vsg . (3-107)
keterangan :
vsL = kecepatan superfisial cairan, besarnya ditentukan dengan persamaan
vsL =

qL
....(3-108)
A HL

vsg = kecepatan superfisial gas, besarnya ditentukan dengan persamaan


qg

vsL = A H ........(3-109)
g
Viskositas Campuran ( m)
Pada kondisi keterangan terdapat perbedaan kecepatan aliran fluida dan gas,
maka viskositas campuran ditentukan dengan persamaan :
m L H L g 1 H L

.... (3-110)

dan

m L HL . g 1 HL ...... (3-111)
Sedangkan pada kondisi keterangan fluida dan gas mengalir dengan
kecepatan yang sama, maka viskositas campuran ditentukan dengan
persamaan :
m L L g 1 L ..... (3-112)

keterangan :
L = viskositas cairan, ditentukan dengan persamaan :
L o Fo w Fw ......(3-113)

keterangan F merupakan fraksi volume untuk masing-masing


komponen
HL = hold-up cairan

185

L = no-slip hold-up cairan


subscript,
m = campuran (mixture)
L = cairan (liquid)
o = minyak (oil)
g = gas
w = air (water)
Tegangan Permukaan
Kadang-kadang tegangan permukaan diperlukan pula untuk untuk menetukan
gradien tekanan aliran. Apabila fasa cair terdiri dari air dan minyak, maka
tegangan permukaan cairan ditentukan dari :
L o f o w f w .....(3-114)

Keterangan :
o, w = tegangan permukaan minyak, air.
fo, fw = fraksi aliran minyak, air
Komponen perhitungan faktor gesekan yang berubah pada aliran multi fasa
adalah bilangan Reynold, yang merupakan gabungan dari fluida yang mengalir.
Persamaan untuk menentukan bilangan Reynold pada fluida multi fasa adalah
sebagai berikut :
(NRe)m
Analisa Aliran Fluida Dalam Pipa Vertikal pada dasarnya bertujuan untuk
memperkirakan kehilangan tekanan selama terjadi aliran yang melalui pipa
vertikal atau tubing di dalam sumur. Untuk menganalisa aliran fluida dalam pipa
vertikal ada beberapa metoda yang dapat digunakan.
Metode perhitungan kehilangan tekanan oleh para ahli pada dasarnya
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Kelompok yang tidak memperhatikan adanya slip serta pola aliran,
metoda
yang digunakan adalah :

Metode Poettman & Carpenter

186

Metode Baxendall & Thomas

Metode Fancher Danbrown

2. Kelompok yang memperhatikan slip tapi pola aliran diabaikan, metoda


yang digunakan adalah Metode Hagedorn dan Brown.
3. Kelompok yang memperhatikan slip maupun pola aliran, metoda yang
digunakan

Metode Orkiszewski

Metode Duns dan Ros

Metode Beggs Dan Brill

3.2.1. Tanpa Adanya Slip dan Pola Aliran


3.2.1.1. Metoda Poetman & Carpenter
Pendekatan oleh Poettman dan Carpenter adalah pendekatan semi teoritis
dengan dasar analisa adalah persamaan energi dengan ketentuan:
1. Effek perubahan viskositas dan perubahan energi kinetik diabaikan.
2. Kerja luar oleh fluida diabaikan
3. Tidak dibedakan macam-macam bentuk aliran.
4. Dipergunakan variabel flowing density rata-rata per interval.
Persamaan energi secara umum:
2

U1 p1.V1

m.v1 m.g.z1
m.v 2
m.g.z 2

q w U 2 p 2 .v 2

(1-115)
2g c
gc
2g c
gc

keterangan:
U

= energi dalam

PV

= energi ekspansi/energi kompresi

mv 2

2g c

= energi kinetik/gerak

mgz

= energi potensial
gc

= energi panas ditambahkan (masuk) ke dalm fluida

= kerja yang dilakukan terhadap fluida

= ketinggian

187

Metoda Poettman dan Carpenter dikembangkan menggunakan data


lapangan dari 334 sumur minyak flowing dan 15 sumur continuous flow gas lift
dengan menggunakan ukuran tubing yang berkisar dari 2 3/8 inch sampai dengan
3 inch. Sumur-sumur berproduksi kurang dari 500 STB / hari pada GLR
kurang dari 1500 scf / STB.
Poetman dan Carpenter mengembangkan persamaannya dari persamaan
energi umum sehingga tekanan tubing dipermukaan (THP) dapat ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut:

dP
1
f (qLm) 2

10
5

dL 144
7,413 10 d

......(1-116)

keterangan:

densitas rata-rata fluida pada interval tersebut, lb / cuft

qL m =

laju masa cairan, lb / hari

faktor kehilangan energi friksi

diameter dalam tubing, ft

Poettman dan Carpenter membuat hubungan d dengan f seperti terlihat


pada Gambar 3.16, untuk menyelesaikan persamaan tersebut.

188

Gambar 3.16
Korelasi Faktor Gesekan Oleh Poettman dan Carpenter

3.2.1.2. Metoda Baxendall & Thomas


Dari test dilapangan Baxendall dan Thomas mendapatkan bahwa
hubungan d dan f dari Poettman dan Carpenter tidak cocok dengan sebenarnya
untuk harga f lebih kecil dari 0,008 atau q m/d lebih besar dari 3x10 6 atau laju
produksi yang tinggi.
Dengan demikian Baxendall dan Thomas telah memperbaiki kurva
Poettman dan Carpenter untuk laju produksi tinggi, walaupun dasar pendekatan
Baxendall dan Thomas adalah persamaan Poettman dan Carpenter.
3.2.1.3. Metoda Fancher & Brown
Metoda ini merupakan perluasan dari metoda Poettman dan Carpenter.
Fancher dan Brown melakukan percobaan pada sumur dengan kedalaman 8000 ft
dengan menggunakan tubing ukuran 1,995 inch (ID). Metode ini merupakan

189

penyesuaian dari metode Poettman dan Carpenter, terutama untuk tubing ukuran
2 inch dan memberikan hasil yang memuaskan terutama untuk laju produksi
rendah dan GLR tinggi. Hasil yang teliti dapat dihasilkan apabila GLR kurang
dari 5000 scf / bbl dan laju produksi kurang dari 400 bbl / hari. Batasan metoda
ini adalah tidak untuk digunakan pada pipa ukuran kurang dari 2 3/8 inch (OD)
dan tidak lebih besar dari 2 7/8 inch (OD).
Perhitungan gradien tekanan dengan menggunakan metoda ini dengan
menggunakan persamaan yang sama dengan metoda Poettman dan Carpenter,
yang berbeda hanya dalam hal menentukan harga faktor gesekan (f).
3.2.2. Dengan Slip tanpa Pola Aliran dengan Menggunakan Metoda
Hagedorn & Brown
Metode ini dikembangkan berdasarkan hasil pengukuran di sumur
percobaan 1500 ft. Tubing yang digunakan berukuran 1 1/4 sampai dengan 2 7/8
inch (OD). Range GLR yang luas juga digunakan serta efek dari viscositas cairan
dipelajari dengan menggunakan minyak dan air sebagai fasa cairan. Minyak yang
digunakan di stock tank mempunyai viscositas 10,35 cp dan 110 cp.
Metode ini memperhitungkan adanya slip, yaitu perbedaan kecepatan
antara gas dan cairan, tetapi tidak memperhitungkan adanya pola aliran. Dasar
penurunan persamaan keseimbangan energi dengan memasukkan semua energi
kecuali energi We.

P
f (qLm) 2
Vm / 2g c
144
m
m
11 5
h
h
2,965 10 d m
keterangan:

....(3-117)

m L H L g (1 H L )

HL = liquid hold up factor


m = total masa oil, water, gas pada 1 bbl cairan (lb/cuft)
HL ditentukan berdasarkan hubungan yang merupakan fungsi GLR, WOR, d dan
sebagainya seperti pada gambar bilangan Reynold untuk dua fasa.
Harga NRe dihitung dengan menggunakan Persamaan :

190

N Re 2,2 10 2

qLm
......(3-118)
d L H L g 1 H L

keterangan:
f = faktor gesekan ditentukan sebagai fungsi NRe dan kekasaran pipa.
Harga liquid hold-up ditentukan secara empiris, yang merupakan fungsi
dari 4 parameter tak berdimensi, yaitu :
1. Liquid Velocity Number, NLv
NLv = 1,938 vSL ( L/)0.25 ...................................................(3-119)
2. Gas Velocity Number, Ngv
Ngv = 1,938 vsg (L/)0.25 .....................................................(3-120)
3. Pipe Diameter Number, Nd
Nd = 120,872 d ( L/)0.5 .....................................................(3-121)
4. Liquid Viscosity Number, NL
NL = 0.15726 L (1/ L 3)0.25 .....................................................(3-122)
keterangan:
vsL = kecepatan superficial cairan = ft/sec
vsg = kecepatan superficial gas

= ft/sec

L = densitas cairan, lb/cuft


g = densitas gas, lbm/cuft
= tegangan permukaan, dyne/cm
L = viscositas cairan, cp
d = diameter pipa, ft
Untuk menghubungkan keempat faktor parameter tak berdimensi diatas,
maka dapat dibuat sistem hubungan faktor hold-up, seperti pada Gambar 3.17.
Pengaruh viscositas cairan diperhitungkan dalam bentuk CNL yang ditentukan
berdasarkan hubungan antara CL dan CNL , seperti pada Gambar 3.18.
Pendekatan-pendekatan diatas digunakan untuk mengetahui friksi yang
timbul pada aliran dua fasa dalam pipa vertikal, maka dapat pula diketahui selisih
tekanan berapa yang akan memberikan flow rate tertentu. Dengan demikian
produktivitas aliran fluida dua fasa dalam pipa vertikal diketahui

191

Gambar 3.17
Korelasi Faktor Hold-Up
(Dale Beggs., 1991)

Gambar 3.18
Korelasi untuk Koefisien Bilangan Viscositas 9)

192

Gambar 3.19
Korelasi untuk Menentukan Faktor Koreksi Sekunder

3.2.3. Dengan Slip dan Pola Aliran


3.2.3.1. Metoda Duns &Ros
Menurut Ros, metoda Poettman dan Carpenter tidak cocok untuk laju
aliran yang kecil, karena untuk laju aliran yang kecil ada energi yang hilang
akibat gas slippage atau gelembung gas naik mendahului cairan.
Ros mengemukakan teori yang berdasarkan keseimbangan tekanan pada
persamaan energi untuk aliran 1 fasa.
dP
1 / 2 2
.......(3-123)
g 4f
dh
d

Untuk aliran dua fasa , Duns & Ros melakukan percobaan laboratorium
dengan menggunakan tekanan rendah dan komponen fluida yang digunakan
adalah udara, minyak, dan air. Pipa yang digunakan dengan panjang 10 meter dan
diameter 3,2 cm sampai dengan 8,02 m.
Sesuai dengan pengamatan, pola aliran ditentukan berdasarkan kecepatan
yang rendah dari fasa cairan dan gas. Pola aliran yang tejadi dibagi dalam tiga
pola, yaitu:
Daerah I

Fasa cair kontinyu dan fasa gas diskontinyu, berupa bubble atau
plug.

Daerah ini disebut pola aliran bubble.

193

Daerah II :

Fasa cair dan gas diskontinyu, disebut pola aliran slug.

Daerah III :

Fasa gas kontinyu dan fasa cair terbubarkan kedalam gas


disekitar dalam pipa. Daerah ini disebut pola aliran mist.

Duns and Ros membuat korelasi liquid hold up untuk slip velocity tak
berdimensi yang dapat dihitung dengan:
Ns = S (L/g)0,25 .......(3-124)
keterangan:
Ns = slip velocity tak berdimensi
S = actual slip velocity

vs

vsg
1 HL

vSL
........(3-125)
HL
volume cairan / satuan panjang
volumepipa / satuanpanjang
volume gas / satuan panjang

volume pipa / satuan panjang

H L liquid hold up
H g gas hold up

volume cairan + volume gas = volume pipa


HL + Hg = 1 ..(3-126)
Menurut Ross gradien tekanan total adalah penjumlahan dari gradien
tekanan statik, gradien gesekan, dan gradien percepatan. Sedangkan besarnya
gradien statik adalah sebagai berikut:
HL L g + (1-HL) g g ........(3-127)
Gradien percepatan umumnya diabaikan dengan demikian,
dP
H LL g (1 H L )g g friction term ..(3-128)
dh

apabila gradien tekanan dinyatakan dalam fraksi dari gardien hidrostatik cairan
Lg maka Persamaan (3-128) menjadi :

1 dP
H L (1 H L ) g friction term ......(3-129)
L g dh
L

g L , sehingga g / L 0 , maka:

194

G=

1 dP
H L friction term .........(3-130)
L g dh

Keterangan G adalah gradien tekanan tak berdimensi.


Ternyata hasil percobaan Ros dilaboratorium mendekati hasil test
dilapangan oleh Baxendall dan Thomas.

Gambar 3.20
Daerah Pola Aliran dari Korelasi Duns and Ros
3.2.3.2. Metoda Beggs & Brill
Beggs dan Brill mengembangkan metode perhitungan kehilangan tekanan
aliran fluida dua fasa dalam pipa, berdasarkan hasil pengukuran di laboratorium.
Pengukuran kehilangan tekanan dilakukan di aliran dalam pipa acrylic dengan
diameter 1 inch dan 1,5 inch dengan panjang pipa 90 feet. Pipa tersebut dapat
diubah-ubah sudut kemiringannya. Range parameter-parameter yang diukur
adalah:
Empat pola aliran yang dipertimbangkan dalam perhitungan ini, yaitu:
1. Pola Aliran Segregated, terdiri dari:
- Stratified
- Wavy
- Annular
2. Pola Aliran Intermittent, terdiri dari:

195

- Plug
- Slug
3. Pola Aliran Distributed, terdiri dari:
- Bubble
- Mist
4. Pola Aliran Transition, terdiri dari:
-

Interplasi antara pola aliran segregated dan intermittent


Tabel III-5
Macam-macam Range Parameter yang diukur
No

Parameter

Range

Laju alir gas

0-300 MSCF / hari

Laju alir cairan

0-30 gal / menit

Tekanan sistem rata-rata

35-95 psia

Diameter pipa

1 dan 1,5 inch

Liquid hold up

0-0,870

Gradien tekanan

0-0,8 psi / ft

Sudut kemiringan

-90 - +90

Pola aliran

Horizontal

196

Gambar 3.21
Pola Aliran Horizontal
Hubungan antara liquid hold-up dengan sudut kemiringan pipa dapat
dilihat pada Gambar 3.8 keterangan liquid hold-up mencapai harga maksimum
pada sudut +50 dari bidang horizontal dan mencapai harga minimum pada sudut
-50 dengan bidang horizontal.
Faktor gesekan dua fasa dihitung dengan menggunakan persamaan dan
tidak tergantung pola aliran, tetapi tergantung dari liquid hold-up dan input liquid
content.

197

Gambar 3.22
Hubungan Liquid Hold-up dengan Sudut Kemiringan
Parameter-parameter yang diperlukan untuk menentukan pola aliran adalah :
NFR = (Vm)2/ (gd)
L

= vsL / vm

L1 = 316 (yL) 0.302


L2

= 0.0009252 (yL)-2.4684

L3

= 0.10 (yL)-1.4516

L4

= 0.50 (yL)-6.738

Batasan pola aliran adalah sebagai berikut :


1. Pola Aliran Segregated :
yL < 0.01 dan NFR < L1 atau
yL 0.01 dan NFR < L2
2. Pola Aliran Transisi :

198

yL 0.01 dan L2 NFR L3


3. Pola Aliran Intermittent :
0,01 yL < 0.4 dan L3 < NFR L1 atau
yL 0.4 dan L3 < NFR < L4
4. Pola Aliran Distributed :
yL < 0.4 dan NFR L1 atau
yL 0.4 dan NFR L4
Apabila aliran mempunyai pola aliran transisi, maka liquid hold-up harus
diinterpolasi antara harga liquid hold-up untuk pola aliran segregated dan
intermittent, dengan menggunakan persamaan:
HL (transisi) = A HL (segregated) + B HL (intermittent)................(3-131)
keterangan :
A

L 3 N FR
....(3-132)
L3 L 2

B = 1.0 A......(3-133)
Bentuk persamaan untuk menghitung liquid hold-up pada setiap pola
aliran adalah sama, yang berbeda hanyalah koefisien dari persamaan tersebut.
Persamaan (3-131) adalah persamaan untuk menghitung liquid hold-up pada
suatu sudut kemiringan pipa tertentu. Harga liquid hold-up

ini merupakan

koreksi dari liquid hold-up pada pipa horizontal, yaitu:


HL () = HL (0) ..........................................................................(3-134)
keterangan :
HL ()

= liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa keterangan

sebesar
HL (0)

= liquid hold-up pada pipa horizontal, yang ditentukan dengan

persamaan berikut:

199

a ( L ) b
HL (0) =
.........(3-135)
(N FR ) c
Keterangan konstanta a, b dan c tergantung pada pola aliran, yang mana besarnya
dapat dilihat pada tabel III-5.
= Faktor koreksi terhadap pengaruh kemiringan pipa, yang ditentukan
dengan persamaan :
= 1 + C [sin (1.8) 0.333 sin3 (1.8)](3-136)
keterangan:
adalah sudut kemiringan pipa sebenarnya terhadap bidang horizontal.
Untuk aliran vertikal, keterangan = 90, maka:
= 1 + 0.3 C.....(3-137)
keterangan:
C = Konstanta persamaan, yang ditentukan berdasarkan persamaan :
C = (1 L) ln [ d (L)e (NLV)f (NFR)g ] ....(3-138)
keterangan d, e, f dan g adalah koefisien-koefisien persamaan yang besarnya
tergantung dari pola aliran yang terjadi. Tabel III-6 menunjukkan harga koefisien
d sampai dengan g.
Batasan harga C adalah C 0.
Harga liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa tertentu digunakan
untuk menghitung densitas campuran, yang diperlukan untuk menentukan
gradien tekanan sebagai akibat perbedaan elevasi.
Beggs dan Brill mendefinisikan faktor gesekan dua fasa, ftp yang
dinyatakan dengan persamaan berikut:
Ftp =

f tp
fn

(f n ) ...........................................................................(3-139)

keterangan fn adalah faktor gesekan 'no slip' yang dapat ditentukan dengan
menggunakan Diagram Moody untuk 'smooth' pipe atau dengan menggunakan
persamaan :

200

fn


N Re

f n 2 log

4,5223 log ( N Re ) 3.8215

.........................(3-140)

Bilangan Reynold no-slip, dihitung dengan persamaan :


NRen =

n vmd
......(3n

141)
n

= L yL + g yg .....(3-142)

Sedangkan harga ftp / fn dihitung dengan persamaan berikut :


f tp
fn

eS

...........................................................................(3-143)

keterangan :
S

144)
y =

ln (y)
....(3 0.0523 3.182 ln(y) 0.8725 (ln y)2 0.01853 (ln y)4

L
[H L ( )]2

......(3-

145)
Untuk harga 1 y 1.2, parameter S dihitung dengan persamaan :
S = ln (2,2 y 1,2) ....(3-146)
Berdasarkan persamaan (3-134) maka harga ftp dapat dihitung.
Gradien tekanan sebagai akibat gesekan dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
(dp/dz)f =

f tp n ( v m ) 2
2 g cd

..............................................................(3-

147)
keterangan harga n = L L +g g
Gradien tekanan ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

201

f tp G m Vm
g
tp sin
dP
gc
2 gcd

.....(3-148)

V
V
dZ
tp m sg
1
gcd

Tabel III-6
Konstanta a, b dan c untuk Setiap Pola Aliran
Pola aliran
a
B
Segregated
0.9800
0.4846
Intermediated
0.8450
0.5351
Distributed
1.0650
0.5824
Tabel III-7
Konstanta d, e, f dan g untuk Setiap Pola Aliran
Pola aliran
d
e
F
Segregated Up-hill
0,011
-3,768
3,539
Intermittent Up-hill
2,960
0,305
-0,4473
Distributed Up-hill
Tidak perlu dikoreksi, C = 0
Semua Pola
Aliran Down-hill

4,700

-0,3692

0,1244

c
0.0868
0.0173
0.0609

g
-1,6140
0,0978
-0,5056

3.2.3.3. Metoda Orkiszewski


Orkiszewski mengevaluasi metode-metode perhitungan gradien tekanan
yang telah dipublikasikan pada saat itu dan hasil evaluasinya menunjukkan
bahwa tidak satupun metode yang dapat memberikan hasil yang memuaskan
untuk semua pola aliran. Berdasarkan hal tersebut, Orkiszewski memilih metode
yang dianggapnya terbaik untuk menghitung gradien tekanan aliran dan
mengembangkan korelasi baru yang digunakan untuk pola aliran slug dan pola
aliran gelembung (slug) dengan menggunakan data Hagedorn dan Brown.
Orkiszewski juga menganjurkan untuk menggunakan Metoda Duns dan Ros
untuk pola aliran mist.
Berikut ini akan diuraikan tentang perhitungan liquid hold-up dan faktor
gesekan untuk setiap pola aliran.
A. Pola aliran gelembung (Bubble Flow)
Batasan untuk pola aliran gelembung adalah sebagai berikut:
(Vsg / Vm) LB ............................................................................(3-149)

202

keterangan:
LB = 1,071 - (0,2218 (Vm)2 / d) .......................................................(3-150)
Batasan harga LB adalah :
LB 0,13
Harga liquid hold-up (HL), ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

HL = 1 0,5 1 m {(1 v m / vs ) 2 4( vsg / vs )}


vs

0,5

.....(3-151)

Keterangan Vs adalah slip velocity, yang mana untuk metode Orkinszewski


berharga konstan sebesar 0.8.
Harga HL ini digunakan untuk menghitung densitas campuran (gas dan
cairan) yang diperlukan untuk menentukan gradien tekanan cairan sebagai akibat
perbedaan elevasi.
Gradien tekanan aliran sebagai akibat gesekan, ditentukan dengan
menggunakan persamaan :
dp
dz

f L ( vsL / H L ) 2

......................................................(3-152)
2 gc d

Faktor gesekan, f, ditentukan dari diagram Moody dengan bilangan Reynold


dihitung dari persamaan berikut :
NRe = 1488

L d vsL
H L L

..................................................................(3-

153)
B. Pola aliran slug
Orkiszewski mengembangkan korelasi gradien tekanan aliran khusus
untuk pola aliran slug. Batasan pola aliran slug adalah :
s

L ( vsL v b ) g ( vsg )
vm vb

..........................................(3-154)

keterangan :
Vb = C1 C2 (g.d)0.5 ........(3-155)
C1dan C2 ditentukan secara grafis dengan menggunakan Gambar 3.11 dan 3.12,
keterangan masing-masing sebagai fungsi dari NReb dan NReL, keterangan :
NReb = 1488 (L Vb d/L) .....(3-156)

203

NReL = 1488 (L Vm d/L) ........(3-157)


Oleh karena Vb = f (NReb) dan NReb = f (Vb) maka perhitungan Vb
memerlukan prosedur iterasi, yaitu sebagai berikut ini :
1. Anggap harga Vb Untuk anggapan pertama dapat digunakan hubungan Vb=
0.5 (g.d)0.5.
2. Hitung NReb dengan menggunakan harga Vb anggapan.
3. Tentukan Vb secara grafis dengan menggunakan Gambar 3.11. Apabila Vb
tidak dapat ditentukan secara grafis, dapat digunakan persamaan-persamaan
berikut:

Apabila NReb 3000, maka :


Vb = (0,546 + 8,74 x 10-6 NReL (gd)0.5) ............................(3-158)

Apabila NReb 8000, maka :


Vb = (0,35 + 8,74 x 10-6 NReL (gd)0.5 ........................................(3-159)

Apabila 3000 NReb 8000, maka :


= (0,251 + 8,74 x 10-6 NReL (gd)0.5 ............................(3-160)
Vb = 0,5 [ + (2 + 13,59 L / L do,5 )]0.5 ............................(3-161)

4. Bandingkan harga Vb hasil perhitungan dengan harga Vb anggapan. Apabila


lebih besar dari toleransi yang diberikan ulangi perhitungan, kembali ke
langkah 2 dengan menggunakan Vb hasil perhitungan sebagai anggapan
berikutnya. Jika perbedaannya lebih kecil dari toleransi maka Vb hasil
perhitungan adalah Vb yang dicari.
Harga pada persamaan (3-122) tergantung dari fasa cair (minyak atau air) yang
kontinyu serta harga Vm. Secara umum harga dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
= [A log (L+ B) / dc ]+ D + E log (Vm) + F log (d) + X .............(3-162)
Harga A, B, C, D, E dan F ditentukan dari Tabel III-7.

Fasa cair
kontinyu
Air

Vm
10

Tabel III-8
Konstanta A, B, C, D, E dan F
Untuk Menghitung Harga
A
B
C
D
0.013

0.0

1.380

-0.681

0.232

-0.423

204

Air
Minyak
Minyak

10
10
10

0.045
0.0127
0.0274

0.0
1.0
1.0

0.799
1.415
1.371

-0.709
-0.284
0.161

-0.162
0.167
0.000

-0.888
0.112
0.565

Harga X di persamaan (3-130) sama dengan nol untuk fasa kontinyu air
dan fasa kontinu minyak dengan Vm <10. Sedangkan untuk fasa kontinu minyak
dengan Vm > 10, harga X ditentukan dengan Persamaan :
X = - log (Vm) [ 0,01 log (L+ 1) / d1,571 ]+ 0,397 + 0,63 log (d) .....(3-163)
Harga mempunyai batasan sebagai berikut :
a. Apabila Vm 10, maka :
- 0.065 vm ....(3-164)
b. Apabila Vm 10, maka :

Vb
(1-s /L) ..(3-165)
Vm Vb

Batasan ini sangat diperlukan untuk menghilangkan diskontinuitas fungsi


tekanan, oleh karena persamaan untuk menghitung tidak kontinu di harga vm =
10 ft/det.
Faktor gesekan f untuk pola aliran slug ditentukan dengan Diagram
Moody, berdasar harga Bilangan Reynold sebagai berikut:
NRe = 1488

L d Vm
L

................................................................(3-

166)
Faktor gesekan f untuk pola aliran slug ditentukan dengan Diagram
Moody, berdasar harga Bilangan Reynold sebagai berikut:
NRe = 1488

L d Vm
..........................................(3-167)
L

C. Pola Aliran Transisi


Densitas rata-rata pada pola aliran transisi ditentukan berdasarkan interpolasi
antara densitas untuk pola aliran slug dengan densitas untuk pola aliran mist
sepeti halnya yang dilakukan oleh Dunns dan Ros.

205

L M NGV L GV L S
L M L S slug L M L S mist ..(3-168)

Gradien tekanan akibat gesekan juga dihitung seperti cara diatas, yaitu :

Pf

L M N GV P L GV L S P
slug
L M L S
L M L S f mist ....(3-169)

Untuk memperoleh hasil yang lebih teliti dalam penentuan gradien tekanan akibat
gesekan untuk pola aliran mist, sebaiknya digunakan laju aliran gas volumentrik,
yaitu sebagai berikut :
L
q AP ( L) M
g

0.25

....(3-170)

D. Pola Aliran Mist


Batasan untuk pola aliran mist adalah sebagai berikut:
Ngv Lm
Densitas rata-rata dihitung dengan persamaan berikut
L H L g H g .......(3-171)

Oleh karena pada mist flow merupakan kondisi no-slip, maka :


Hg

1
1 qL / qg

qg
qL

v sg
vm

.....(3-172)

Gradien tekanan akibat friksi seperti yang telah dinyatakan oleh Duns dan Ros :
Pf

f g dv sg2

......(3-173)

Keterangan :
Vsg = superficial gas velocity.
F = faktor gesekan, dinyatakan sebagai fungsi dari bilangan Reynold gas, yang
ditentukan dengan menggunakan Gambar 3-23
NRe = 1488

g dv sg
g

....(3-174)

206

Gambar 3.23
Kurva faktor gesekan oleh Orkiszewski
Kekasaran relatif. /d, ditentukan berdasarkan korelasi Duns dan Ros, dengan
batasan harga /d antara 0.001 < /d < 0.5. untuk range /d ini, harga /d
ditentukan sebagai berikut :
Apabila NW < 0.005 :

34
.......(3-175)
2
d
s v sg
d

Apabila NW >0.005 :
( N w ) 0.302

174.8
........(3-176)
d
s v sg2 d

keterangan :
N w 4.52 10

v sg L

s
.(3-177)
L

Anda mungkin juga menyukai