Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PENDEKATAN GEOMEKANIKA

3.1. Geomekanika Batuan


Geomekanik adalah ilmu tentang deformasi tanah dan batuan sebagai
respon dari perubahan stress, tekanan, temperatur dan parameter lingkungan
lainnya. Pada awal penggunaannya di industri migas, geomekanik hanya berpusat
pada penentuan kekuatan batuan untuk mengetaui bagaimana kerja bit dalam
menyingkirkan batuan dan stabilitas pemboran. Namun dewasa ini, geomekanik
menjadi ilmu yang merambat ke bidang reservoir dan produksi dalam hal
memodelkan dan memonitor program stimulasi hydraulic fracturing untuk reservoir
konvensional maupun non-konvensional.
Sebagian besar batuan diklasifikasikan sebagai material rapuh (brittle),
yakni material yang dapat hancur bila diberi suatu beban yang melebihi daya tahan
material tersebut. Penghancuran suatu batuan tidak melalui tahap aliran plastis
(plastic flow) seperti halnya pada material ductile. Dengan kata lain, dengan
pemberian suatu gaya, maka batuan akan berubah bentuk secara plastis (plastic
flow)
3.1.1. Stress dan Strain
3.1.1.1.Stress
Stress atau tegangan adalah gaya (F) yang bekerja pada bidang seluas satu
satuan (A). pengertian tersebut sama dengan pengertian tekanan, yang membedakan
adalah bahwa stress memiliki arah dan dapat bernilai negatif, sedangkan pada
tekanan tidak dapat bernilai negatif. Secara matematis, stress merupakan
perbandingan antara gaya terhadap bidang luasan. Stress dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut:
𝐹
𝜎 = …………………………………………………... (3-1)
𝐴
Keterangan:
σ = stress, Pa
F = force, N
A = luasan bidang, m2

Jika stress bekerja pada bidang yang tegak lurus dengan arah stress, maka
stress dapat bersifat compressive maupun tensile. Namun jika stress bekerja pada
bidang bersudut, maka stress akan mengalami dekomposisi menjadi normal stress
dan shear stress (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Force Decompotition (Fjær, Holt, Horsrud, Raaen, & Risnes, 2008)

Terzaghi (1936) mengemukakan bahwa stress yang terjadi di bumi


(overburden pressure) merupakan penjumlahan antara effective stress dengan pore
pressure (Gambar 3.2). Overburden pressure adalah tekanan yang ditimbulkan oleh
beban batuan dengan tinggi kolom tertentu yang memberikan beban terhadap
batuan dibawahnya. Overburden pressure dapat ditentukan dengan gradien tekanan
berdasarkan jenis batuannya. Pore pressure adalah tekanan yang ditimbulkan oleh
fluida yang mengisi pori-pori batuan. Pore pressure dapat ditentukan dengan
gradien tekanan berdasarkan jenis fluidanya maupun dengan Eaton method, Bowers
method maupun Equivalent Depth yang memanfaatkan data logging. Sedangkan
effective stress adalah stress yang timbul dari matrik batuan yang saling berinteraksi
satu dengan lainnya. Effective stress dapat ditentukan dengan persamaan
Terzaghi’s effective stress:
𝜎 ′ = 𝜎𝑣 − 𝑃 …………………………………………... (3-2)
Keterangan:
𝜎′ = effective stress, psi
𝜎𝑣 = overburden pressure, psi
P = pore pressure, psi

Gambar 3.2. Terzaghi’s Effective Stress (Terzhagi, Peck, & Mesri, 1996)

3.1.1.2.Strain
Strain atau regangan adalah ukuran deformasi batuan yang diakibatkan oleh
adanya stress yang bekerja (Gambar 3.3). Strain merupakan dimensionless unit atau
tidak bersatuan. Setiap material apabila dikenai beban akan mengalami perubahan
bentuk (deformasi). Strain terdiri atas tiga macam, yaitu lateral strain, axial strain
dan volumetric strain. Lateral strain merupakan perubahan bentuk batuan pada arah
lateral terhadap diameter batuan, sedangkan axial strain merupakan perubahan
bentuk batuan pada arah axial terhadap tinggi batuan. Volumetric strain merupakan
perubahan bentuk batuan secara volumetrik berdasarkan lateral strain dan axial
strain.
Lateral strain, axial strain dan volumetric strain dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
 Lateral strain
∆𝑑
𝜀𝑥 = ……………………………………………(3-3)
𝑑𝑜

 Axial strain
∆𝑙
𝜀𝑧 = ……………………………………………(3-4)
𝑙𝑜

 Volumetric strain
𝜀𝑣 = 2𝜀𝑥 + 𝜀𝑧 ……………………………………(3-5)
Keterangan:
∆𝑑 = deformasi lateral, cm
𝑑𝑜 = diameter batuan mula-mula, cm
∆𝑙 = deformasi axial, cm
𝑙𝑜 = tinggi batuan mula-mula, cm

Gambar 3.3. Strain

3.1.2. Poisson’s Ratio


Pemberian kuat tekan pada suatu bidang material di sepanjang bidang
horizontal akan mengakibatkan material tersebut menjadi semakin pendek dan
mengembang kea rah yang tegak lurus dengan bidang horizontal. Poisson‘s ratio
adalah ukuran perubahan bentuk geometri yaitu perbandingan antara perubahan
bentuk lateral strain dengan axial strain yang disebabkan oleh penekanan arah
axial dengan beban tertentu yang dapat mengubah menjadi bentuk yang tidak
terbatas (Gambar 3.4). Poisson’s ratio dapat ditentukan dalam kondisi statik dan
dinamik. Pada kondisi static, poisson’s ratio dapat dapat diperoleh dari analisa
Stress-Strain curve dari uniaxial compression test, yang dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut (Kumar, 1976):
𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 𝜀𝑥
𝑣= = ……………………………..(3-6)
𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑎𝑖𝑛 𝜀𝑧

Gambar 3.4. Poisson’s Ratio

Pada kondisi dinamik, poisson’s ratio dapat dinyatakan dengan


menggunakan data sonic log, yaitu P-wave velocity dan S-wave velocity. Poisson’s
ratio dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Zoback, 2007):
𝑉𝑝 2 −2𝑉𝑠 2
𝑣= …………………………………… (3-7)
2(𝑉𝑝 2 −𝑉𝑠 2 )

Keterangan:
𝑣 = Poisson’s ratio, dimensionless unit
Vp = P-wave velocity, km/s
Vs = S-wave velocity, km/s
Dimana P-wave velocity dan S-wave velocity dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut (Castagna, Batzle, & Eastwood, 1985):
Vp = 0.826 Vs + 1.172 …………………………………...(3-8)

3.1.3. Young’s Modulus


Jumlah strain yang disebabkan oleh stress merupakan fungsi dari kekakuan
(stiffness) material. Young’s modulus adalah ukuran stiffness batuan jika dikenai
stress pada satu arah atau ketahanan batuan jika ditekan dengan uniaxial stress
(Gambar 3.5). Young’s modulus dapat ditentukan dalam kondisi statik dan dinamik.
Pada kondisi static, Young’s modulus dapat diperoleh dari analisa Stress-Strain
curve dari uniaxial compression test pada lekukan atau kemiringan kurvanya, yang
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 𝜎
𝐸= = …………………………………… (3-9)
𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 𝜀

Gambar 3.5. Young’s Modulus

Pada kondisi dinamik, Young’s modulus dapat dinyatakan dengan


menggunakan data sonic log, yaitu P-wave velocity dan S-wave velocity yang dapat
ditentukan dengan persamaan 3-8. Young’s modulus dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:
𝜌𝑉𝑝 2 (3𝑉𝑝 2 −4𝑉𝑠 2 )
𝐸= …………………………… (3-10)
(𝑉𝑝 2 −𝑉𝑠 2 )

E = Young’s modulus, Pa
ρ = densitas batuan, gr/cc
Vp = P-wave velocity, km/s
Vs = S-wave velocity, km/s

3.1.4. Compressive Strength


Compressive strength adalah kuat tekan maksimal yang dapat diterima oleh
batuan untuk mempertahan keutuhannya sebelum batuan mengalami kehancuran
seutuhnya. Kebanyakan batuan yang bersifat brittle, seperti concrete, kaca, ceramic,
dan lainnya, akan hancur bila dibebani dengan tekanan mencapai limit compressive
strength, tetapi ada batuan yang hanya berubah bentuk secara permanen, yaitu tidak
kembali ke bentuk asalnya terutama batuan yang bersifat ductile, seperti logam dan
plastik. Compressive strength dapat diperoleh dari analisa Stress-Strain curve dari
uniaxial compression test, yang merupakan peak stress (Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Compressive Strength dari Stress-Strain Curve (Fjær, Holt,


Horsrud, Raaen, & Risnes, 2008)
3.1.5. Friction Angle
Friction angle merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara normal
stress dengan shear stress di dalam material tanah atau batuan. Friction angle adalah
sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai stress atau gaya
terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar friction angle suatu
material, maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang
dikenakan terhadapnya.
Friction angle juga merupakan parameter yang dapat digunakan untuk
menentukan kestabilan suatu batuan. Nilai friction angle dapat diperoleh dari
pengujian laboratorium, yaitu pengujian triaxial (triaxial compression test). Friction
angle secara matematis dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dari
Mohr-Coulomb criterion,

3.1.6. Cohesive Strength


Cohesive strength adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan
yang dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Cohesive strength batuan akan
semakin besar jika kekuatan gesernya semakin besar. Nilai cohesive strength dapat
diperoleh dari pengujian laboratorium, yaitu pengujian triaxial (triaxial
compression test). Cohesive strength secara matematis dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan dari Mohr-Coulomb criterion.
Salah satu aspek yang memengaruhi nilai cohesive strength adalah
kerapatan dan jarak antar molekul dalam suatu benda. Cohesive strength
berbanding lurus dengan kerapatan suatu benda, sehingga bila kerapatan semakin
besar maka cohesive strength yang akan didapatkan semakin besar. Dalam hal ini,
benda berbentuk padat memiliki cohesive strength yang paling besar dan sebaliknya
pada cairan.
3.2. Uniaxial dan Triaxial Compression Test
3.2.1. Uniaxial Compression Test
Uniaxial compression test merupakan pengujian metode laboratorium yang
dilakukan pada sampel core batuan untuk menentukan parameter seperti kekuatan
tertinggi batuan (compressive strength), batas elastisitas, Young’s Modulus dan Poisson’s
ratio. Adapun metodologi dari pengujian tersebut antara lain: persiapan sampel core
batuan, pelaksanaan uniaxial compression test dan analisa Stress-Strain Curve.
Gambar 3.7 menunjukkan rangkaian uniaxial compression test apparatus.
Pengujian ini menggunakan mesin tekan (compression machine) untuk
menekan contoh batuan yang berbentuk silinder, balok atau prisma dari satu arah
(uniaxial). Penyebaran tegangan di dalam contoh batuan secara teoritis adalah
searah dengan gaya yang dikenakan pada batuan tersebut karena ada pengaruh dari
plat penekan mesin tekan yang menghimpit sampel batuan, sehingga bentuk
pecahan tidak berbentuk bidang pecah yang searah dengan gaya melainkan
berbentuk cone

Gambar 3.7. Skema Alat Uniaxial Compression Test (Rubiandini, 2010)

Pada tahan persiapan sampel core batuan, uniaxial compression test


dilakukan pada sampel core batuan yang diperoleh dari sampel bongkah batuan.
Sampel core batuan dapat dibentuk menggunakan alat bor dengan core bit. Sampel
core yang akan dilakukan uji berbentuk silinder dengan minimal perbandingan
antara panjang dengan diameter adalah 2 atau kira-kira berdiameter 1,5 inch dan
panjang 3 inch.

Uniaxial compression test menggunakan alat tekan yang bersatuan


kiloNewton (kN). Sampel core diletakkan memanjang vertikal tepat pada platform
penekan. Pengujian dilakukan dengan memberikan penambahan tekanan uniaxial
tertentu pada sampel atau satu arah (arah z). Lakukan pembacaan setiap
pertambahan tekanan 200 kN terhadap deformasi axial dan lateral dari sampel core
akibat penekanan tersebut. Pembacaan dilakukan melalui dial gauge yang
diletakkan pada bagian atas sampel yang ditekan oleh platform penekan, serta sisi
kanan dan kiri bagian tengah sampel core. Penekanan dihentikan ketika sampel
core pecah.
Hasil data yang diperoleh dari uniaxial compression test adalah data
deformasi axial dan lateral dari dial gauge serta variasi harga beban yang diberikan
pada sampel core. Berdasarkan data tersebut dilakukan pengolahan data tekanan
untuk memperoleh data stress. Stress dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan 3-1. Pengolahan juga dilakukan pada data yang menghasilkan data
lateral strain, axial strain dan volumetric strain menggunakan persamaan 3-3,
persamaan 3-4 dan persamaan 3-5.
Hasil pengolahan data tersebut digunakan untuk membuat Stress-Strain
Curve dengan memplot antara data stress dengan data strain (Gambar 3.8).
Berdasarkan Stress-Strain Curve, dilakukan analisa untuk penentuan harga
Poisson’s ratio dengan persamaan 3-6, Young’s modulus dengan persamaan 3-9,
dan compressive stress dari peak stress pada kurva axial strain.
Gambar 3.8. Stress-Strain Curve (Budi, 2011)

Perilaku mekanik batuan tidak hanya dipengaruhi oleh sifat yang melekat
pada batuan tersebut. Melainkan ada parameter-parameter lingkungan yang
berpengaruh, seperti mineralogy, ukuran butir, porositas, lebar dan kepadatan
rekahan, tekanan keliling, temperatur, waktu, fluida yang ada dalam batuan, dan
lain-lainnya. Sehingga perlu diperhatikan kondisi lingkungan saat sebelum
melakukan uniaxial compression test.

3.2.2. Triaxial Compression Test


Triaxial compression test adalah salah satu cara untuk menentukan
parameter friction angle dan cohesive strength. Pada pengujian ini, sample batuan
dalam bentuk core dibebani pada ke-tiga sumbunya (sumbu Cartesian) dengan
beban stress σ1, σ2, dan σ3. Pengujian ini bertujuan untuk mensimulasikan kondisi
yang sebenarnya di lapangan, yaitu bahwa suatu elemen batuan menerima beban
tekan vertikal yang terdiri dari beban tanah di atasnya (overburden pressure) dan
beban lainnya (σ1), serta tekanan tanah dari arah radial yang mengekang atau
menghimpit elemen batuan tersebut (σ2 dan σ3) (Budi, 2011).
Pada pengujian ini, digunakan sampel berbentuk silinder dengan minimal
perbandingan antara panjang dengan diameter adalah 2 atau kira-kira berdiameter
1,5 inch dan panjang 3 inch. Sampel core tersebut ditutup dengan membran karet
yang dimasukkan ke bejana silinder dan kemudian bejana tersebut diisi dengan air
atau larutan gliserin sebagai stress dari arah radial. Di dalam bejana, sampel core
tersebut akan mendapat tekanan hidrostatis. Untuk menyebabkan terjadinya shear
failure pada sampel core, stress arah vertikal (axial) diberikan melalui piston
vertikal. Beban axial tersebut diukur untuk kemudian dianalisa (Das, Endah, &
Mochtar, 1993). Gambar 3.9 menunjukkan bagaimana rangkaian alat untuk triaxial
compression test.

Gambar 3.9. Skema Alat Triaxial Compression Test (Yeol et al., 2000)

Analisa data hasil pengujian dengan triaxial compression test dapat


dilakukan dengan menggunakan Mohr-Coulomb criterion. Mohr mengembangkan
teorinya untuk menganalisa tegangan yang terjadi pada pecahan batuan. Pemecahan
secara geometri untuk analisa tegangantegangan dengan arah yang berbeda
diperoleh dari lingkaran Mohr, sedangkan Coulomb mengembangkan teorinya dari
analisa kuat geser batuan pada tegangan normal tertentu, sehingga diperoleh garis
Coulomb. Mohr (1900) mengemukakan teori keruntuhan tentang material yang
menyatakan bahwa keruntuhan pada suatu mineral adalah akibat dari kombinasi
kritis antara normal stress dan shear stress, bukan hanya akibat dari normal stress
maksimal dan shear stress maksimal saja. Hubungan antara normal stress dan shear
stress pada suatu bidang keruntuhan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
𝜏𝑓 = 𝑓(𝜎) …………………………………………..(3-11)
Kemudian dijabarkan menjadi persamaan sebagai berikut:
𝜏𝑓 = 𝑐 + 𝜎 tan ф ………………………………….(3-12)
Keterangan:
𝜏𝑓 = shear stress, Pa
c = cohesive strength, Pa
σ = normal stress, Pa
ф = friction angle, °

Dimana normal stress dan shear stress kemudian dapat ditentukan


menggunakan persamaan sebagai berikut:
 Normal stress
1 1
𝜎𝑛 = 2 (𝜎1 + 𝜎3 ) + 2 (𝜎1 − 𝜎3 ) cos 2𝜃 ……………(3-13)

 Shear stress
1
𝜏𝑓 = 2 (𝜎1 − 𝜎3 ) sin 2𝜃 ……………………………(3-14)

Keterangan:
𝜎𝑛 = normal stress, Pa
𝜏𝑓 = shear stress, Pa
𝜎1 = stress vertikal atau axial, Pa
𝜎3 = stress radial, Pa
𝜃 = sudut antara bidang runtuhan dan arah stress utama
Garis keruntuhan (failure envelope) yang dinyatakan oleh persamaan di atas
sebenarnya berbentuk lengkung, namun untuk sebagian besar masalah-malasah
mekanika kekuatan batuan, garis tersebut didekati dengan garis lurus yang
menunjukkan hubungan linier antara normal stress dan shear stress (Coulomb,
1776). Gambar 3.10 menunjukkan skema lingkaran untuk Mohr-Coulomb criterion.
Cohesive strength merupakan harga intersect dari failure envelope pada sumbu y
(shear stress), sedangkan friction angle merupakan harga slope dari failure
envelope.

Gambar 3.10. Diagram Mohr-Coulomb Criterion (Fjær, Holt, Horsrud,


Raaen, & Risnes, 2008)

Anda mungkin juga menyukai