Anda di halaman 1dari 40

BAB III

TEORI DASAR PRESSURE BUILD-UP TEST

3.1. Drill Stem Test (DST)


Drill Stem Test (DST) adalah suatu pengujian produktivitas formasi yang
dilakukan pada sumur eksplorasi sebelum lapisan diproduksi. DST dilakukan
setelah pemboran selesai, kemudian uji DST dilakukan dari lapisan prospek yang
paling bawah. Contoh rangkaian alat Drill Stem Test (DST) dapat dilihat pada
Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1
Rangkaian Alat Drill Stem Test
(Gatlin, Carl,1960)
DST ini berfungsi sebagai penentuan kandungan reservoir hidrokarbon,
serta karakteristik dari reservoir tersebut. Untuk melakukan pengetesan zona
tersebut, maka rangkaian peralatan DST disambungkan dengan rangkaian drill
string kemudian diturunkan sampai zona pengujian. Zona tes diisolasi untuk
menghilangkan pengaruh tekanan hidrostatik lumpur, sehingga memungkinkan
fluida formasi mengalir melalui drill pipe dan secara kontinyu mencatat tekanan
selama pengujian berlangsung.

3.1.1. Prosedur Drill Syem Test (DST)


Pada prinsipnya, cara kerja atau prosedur pelaksanaan DST dibagi menjadi
lima bagian, yaitu:
1. Going in Hole
Prosedur going in hole ini adalah mempersiapkan lubang bor untuk
dilakukan pengujian.
a. Sebelum alat dimasukkan ke dalam lubang bor, diadakan sirkulasi lumpur
untuk membersihkan cutting dalam lubang bor.
b. Catat data-data sumur meliputi:
 Kedalaman sumur serta interval pengujian.
 Tebal lapisan yang akan diuji.
 Diameter sumur, baik sudah dipasang casing maupun belum.
 Berat jenis lumpur pemboran yang digunakan.
 Karakteristik umum lapisan yang akan diuji.
Pencatatan data ini dilakukan untuk menentukan jenis alat yang akan
dipergunakan, misalnya berapa panjang anchor, dimana packer diletakkan,
dan sebagainya.
c. Turunkan alat secara pelan-pelan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya break down formation.
d. Pasang flow line yang akan mengalir fluida hasil pengujian ke separator
test.
2. Making Test
Prosedur making test adalah sebagai berikut:
a. Setelah mencapai lapisan yang akan diuji, kembangkan packer dan buka
tester valve.
b. Fluida yang masuk ke dalam lubang bor akan mendesak bantalan air
(water cushion) serta udara di atasnya. Bila aliran udara telah habis, maka
choke dibuka untuk mengalirkan fluida formasi menuju separator test.
Laju aliran diukur pada separator test. Bila tidak terjadi semburan udara,
berarti terjadi kelainan pada sistem kerja alat penguji. Bila aliran terhenti,
berarti tekanan reservoir tidak mampu mengangkat fluida reservoir ke
permukaan.
3. Taking Closed in Pressure
Setelah tahapan making test selesai, maka langkah berikutnya adalah
mengoperasikan closed in valve bila laju aliran telah stabil, untuk
mengakumulasikan tekanan reservoir. Pada saat ini terjadi suatu pressure build-
up.
4. Equalizing
Tahapan ini terjadi setelah periode penutupan akhir selesai. Adapun
langkahnya adalah membuka equalizer valve untuk menyeimbangkan tekanan di
atas dan di bawah packer.
5. Reversing
Reversing merupakan tahapan terakhir dari tes sebelum rangkaian dicabut.
Untuk menyamakan kondisi lubang bor sebelum dan sesudah pengujian, maka
perlu diadakan sirkulasi lumpur. Kemudian cabut alat pelan-pelan untuk
menghindari terjadinya swab effect. Pengujian lapisan telah selesai.

3.1.2. Grafik Pencatatan Drill Stem Test (DST)


Secara umum, hasil pencatatan tekanan alir dasar sumur terhadap waktu
selama Drill Stem Test (DST) berlangsung dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik
seperti pada Gambar 3.2. Terdapat beberapa pencatatan tekanan yang sering
dijumpai dimana masing-masing bentuk tersebut dapat menunjukkan keadaan
yang terjadi selama tes berlangsung.
Gambar 3.2.
Hasil Pencatatan Tekanan terhadap Waktu DST
(Gatlin, Carl,1960)

Keterangan:
1. Menunjukkan besarnya tekanan hidrostatik lumpur mula-mula sebelum tes
(initial hydrostatic pressure, IHP)
2. Menunjukkan besarnya tekanan penutupan mula-mula setelah packer
dipasang (initial closed in pressure, ICIP)
3. Menunjukkan besarnya tekanan alir paling rendah yang dapat direkam
tepat setelah valve dibuka (initial flowing pressure, IFP)
4. Menunjukkan besarnya tekanan aliran terakhir yang dapat direkam
sebelum valve ditutup (final closed in pressure, FCIP)
5. Menunjukkan besarnya tekanan saat akhir build-up
6. Menunjukkan besarnya tekanan hidrostatik lumpur setelah alat dibuka
kembali dan packer dilepas (final hydrostatic pressure, FHP)
Pembacaan grafik pencatatan tekanan hasil DST dilakukan dengan
micrometer. Murphy, Timmerman dan Van Poolen memberi suatu kriteria dari
pembacaan grafik tekanan hasil DST yang baik, antara lain:
 Pressure base merupakan garus lurus yang jelas.
 Tekanan hidrostatik mula-mula (IHP) dan akhir (FHP) yang dicatat sama
dan tetap terhadap kedalaman serta berat jenis lumpur yang sama.
 Tekanan aliran dan tekanan penutupan yang dicatat merupakan kurva yang
jelas dan menerus (smooth)
Dengan mengetahui kriteria-kriteria di atas, maka adanya kondisi lubang
bor/sumur yang buruk, alat yang tidak bekerja/berfungsi dengan baik dan
kesukaran lainnya dapat diketahui dari grafik pencatatan tekanan test DST.
Perencanaan, pengoperasian dan analisa hasil tes sumur yang tepat akan
melengkapi data tentang permeabilitas, kerusakan formasi, tekanan reservoir,
kemungkinan batas-batas reservoir dan heterogenitas formasi.

3.2. Analisa Uji Sumur


Analisa uji sumur (well test analysis) merupakan operasi pengujian sumur
hidrokarbon baik sumur eksplorasi maupun sumur produksi untuk menentukan
kemampuan suatu lapisan atau formasi untuk berproduksi. Prinsip dasar dari
pengujian ini yaitu memberikan gangguan keseimbangan tekanan terhadap sumur
yang diuji dengan cara memproduksikan sumur dengan laju alir konstan
(drawdown) atau dengan menutup sumur selama selang waktu tertentu (build-up).
Apabila pengujian ini dirancang secara baik dan memadai, kemudian hasilnya
dianalisis secara tepat, maka dapat diperoleh informasi-informasi seperti:
 Tekanan reservoir
 Permeabilitas
 Skin Factor
 Radius investigasi atau batas reservoir
 Productivity Index (PI)
 Flow Efficiency
Dengan adanya gangguan keseimbangan tekanan terhadap sumur, impuls
perubahan tekanan (pressure transient) akan disebarkan ke seluruh reservoir.
Apabila perubahan tekanan diplot dengan fungsi waktu, maka dapat dianalisa pola
aliran yang terjadi serta besaran-besaran dan karakteristik reservoirnya. Grafik
plot antara laju alir dan tekanan terhadap waktu dari hasil uji sumur dengan
metode drawdown test dan build-up test dapat dilihat pada Gambar 3.3. berikut
ini.

Gambar 3.3.
Perekaman Tekanan dan Laju Alir Drawdown Test dan Build-up Test
(Bourdet, Dominique., 2002)

Pada umumnya, laju alir diukur di permukaan pada saat yang bersamaan
tekanan dicatat di sumur. Sebelum dibuka, tekanan inisial (Pi) konstan dan
seragam di seluruh reservoir. Selama periode alir, drawdown tekanan didefiniskan
sebagai berikut.
.......................................................................................(3.1)

Pada saat sumur ditutup, perubahan tekanan selama build-up, ∆p diestimasi dari
tekanan alir yang terakhir sebelum ditutup p(∆p=0):
.........................................................................(3.2)

Respon tekanan dianalisa terhadap lamanya waktu ∆t sejak dimulainya periode


(waktu buka atau tutup sumur).

3.3. Pressure Build-Up (PBU)


PBU adalah suatu teknik pengujian transien tekanan yang paling dikenal
dan banyak diilakukan orang, pada dasarnya pengujian ini dilakukan pertama-
tama dengan memproduksi sumur selama suatu selang waktu tertentu dengan laju
aliran yang tetap (konstan), kemudian menutup sumur tertsebut. Penutupan sumur
ini menyebabkan naiknya tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu (tekanan
yang dicatat ini biasanya adalah tekanan dasar sumur).
Dari data tekanan yang didapat kemudian dapat ditentukan permeabilitas
formasi, daerah pengurasan saat itu, adanya kerusakan atau perbaikan formasi.
Dasar analisa PBU ini diajukan oleh Horner (1951), yang pada dasarnya adalah
memplot tekanan terhadap suatu fungsi waktu. Prinsip yang mendasari analisa ini
adalah yang dikenal dengan prinsip superposisi (superposition principle).

3.3.1. Prinsip Superposisi


Teori yang mendasari secara matematis menyatakan bahwa penjumlahan
dari solusi-solusi individu suatu persamaan differential linier berorde dua adalah
juga merupakan solusi dari persamaan tersebut. Misalkan suatu kasus dimana
sebuah sumur berproduksi dengan seri laju produksi tetap untuk setiap selang
waktu seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1. berikut ini.

Gambar 3.3
Ulah Produksi Sumur yang Memperlihatkan Aliran
dan Tekanan Alir Dasar Sumur sebagai Fungsi Waktu
(Jhon Lee, 1982)
Untuk menentukan tekanan lubang sumur (Pwf) pada tn sewaktu laju saat
itu qn, dapat dipakai prinsip superposisi dengan metode sebagai berikut :
q1 dianggap berproduksi selama tn
q2 dianggap berproduksi selama tn – t1
q3 dianggap berproduksi selama tn – t2
q4 dianggap berproduksi selama tn – t3
... ..... - .....
qn dianggap berproduksi selama tn – tn-1

3.3.2. Teori Pressure Build-Up


Dari prinsip superposisi diatas kemudian dikembangkan analisa PBU Test.
Gambar 3.1 merupakan tinjauan suatu sejarah produksi. Mula – mula sumur
diproduksikan dengan laju tetap sebesar (q), selama waktu (tp), kemudian sumur
tersebut ditutup selama waktu ( t ).

Np, kumulatif produksi


tp 
qo, produksi rata - rata terakhir sebelum test

Gambar 3.4
Ulah Aliran dan Sejarah Tekanan pada Analisa Pressure Build-Up
(Jhon Lee, 1982)
qB   1688ct rw  
2

 70.6 ln
   2 s 
kh   k  t p  t  
Pi  Pws 
 
 

 70.6
 0  q  B   1688ct rw 
ln
2

 2s 
    ………. (3 – 1)
kh   k .t  
Kemudian didapat persamaan :

qB  tp  t 
Pws  Pi  70,6 ln  ................................................. (3 – 2)
kh  t 

atau

qB  tp  t 
Pws  Pi  162,6 log  ............................................ (3 – 3)
kh  t 

dimana :
Pws = tekanan dasar sumur selama penutupan, psi
Pi = tekanan reservoir mula – mula sebelum shut-in, psi
q = laju produksi sebelum sumur ditutup, bbl/day
ct = Compressibilitas total, psi-1 = viscositas minyak, cp
Bo = Faktor Volume Formasi, bbl/STB
k = Permeabilitas effektif, mD
h = ketebalan formasi produktif, ft
tp = waktu produksi sebelum dilakukan uji sumur, jam
∆t = waktu penutupan sumur, jam

Persamaan diatas memperlihatkan bahwa Pws, shut-in BHP, yang dicatat

t  t
selama penutupan sumur, apabila diplot terhadap log merupakan garis
t
lurus dengan kemiringan :
162,6 q B
m ..................................................................... (3 – 4)
kh
Contoh yang ideal dari pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5.
Teknik Plot Tekanan dan Ulah Aliran pada Analisa PBU

Terlihat jelas bahwa permeabilitas dapat ditentukan dari slope,


sedangkan apabila garis ini diekstrapolasi ke harga Horner time akan sama dengan
satu (tp + ∆t/∆t) = 1 (equivalent dengan penutupan yang tidak terhingga lamanya),
maka tekanan pada saat ini teoritis sama dengan tekanan awal reservoir tersebut.
Pada Gambar 3.5 dapat dilihat bahwa besarnya slope (m) merupakan
selisih antara besarnya tekanan shut-in pada (tp + ∆t/∆t)n dengan (tp + ∆t/∆t)n-1.
Sesaat sumur ditutup akan berlaku hubungan :

qB  1688ct rw 
2
wf  i  70.6 ln  2s
kh 
 k .t p  

qB  1688ct rw 2 
= i  16206 log  0.869s 
kh  k .t p 

 1688     ct  rw 2 
Pws  Pi  m log   0.87 S ...................... (3 – 5)
 k  tp 
Pada saat waktu penutupan sama dengan ∆t, berlaku hubungan :
Pws  Pi  m log  tp  t  / t  ................................................. (3 – 6)
Apabila Persamaan (3 – 5) dan (3 – 6) dikombinasikan, maka dapat dihitung
faktor skin, sehingga :

P -P   1688      c t  rw 2  tp  t 
S  1,151 ws wf   1,151log   1,151 log 
 m  k  t   t 
 
(3 – 7)
Didalam industri perminyakan biasanya dipilih Δt sama dengan satu jam,
sehingga log (tp + ∆t/∆t) dapat diabaikan, Pws pada persamaan diatas menjadi
P1jam, yang diambil dari garis lurus ekstrapolasi, sehingga persamaan diatas
menjadi :

  P1jam  Pwf   k  
S  1,151   log 
2 
 3, 23 ........ (3 – 8)
 m      ct   rw   
dimana :
S = faktor kerusakan formasi
m = slope/ kemiringan, psi/ cycle
P1jam = tekanan pada saat Δt = 1 jam, psi
Pwf = tekanan aliran sumur (saat sumu ditutup), psi
Φ = porositas, fraksi
μ = viscositas, cp
ct = compressibilitas batuan total, psi-1
rw = jari – jari sumur, ft
k = permeabilitas efektif, mD

Apabila S ini berharga positif berarti ada kerusakan (damage), yang


pada umumnya dikarenakan adanya invasi filtrat lumpur pemboran kedalam
formasi. S yang berharga negatif menunjukkan adanya perbaikan (stimulated),
biasanya setelah dilakukan pengasaman (acidizing) atau perekahan hidrolik
(hydraulic fracturing).
Sedangkan adanya hambatan aliran yang terjadi pada formasi produktif
akibat adanya skin effect, biasanya diterjemahkan kepada besarnya penurunan
tekanan, Ps yang ditentukan menggunakan persamaan :
Ps = 0.87 m s , psi.................................................................... (3 - 9)
Maka besarnya produktifitas formasi (PI) dan atau flow effisiensi (FE)
berdasarkan analisa pressure build-up ini dapat ditentukan menggunakan
persamaan :
q
PI 
P  Pwf  Ps ,BPD / Psi........................................................
 (3-10)

Dan
 P   Pwf  Ps 
FE    x100% ........................................................ (3-11)
 P   Pwf 
Sedangkan untuk mengetahui besarnya radius of investigation (ri) dapat
ditentukan menggunakan persamaan :
kt
ri  , ft ............................................................................ (3-12)
948ct

Keterangan :
ct : kompresibilitas , psi-1.
Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, tekanan rata-rata reservoir ini
adalah P* = Pi = Pave.
Gambar 3.6.
Grafik Ideal Analisa Pressure Build-Up
(Jhon Lee, 1982)

Pada Gambar 3.6 menunjukkan grafik yang ideal dari suatu sumur
tanpa adanya pengaruh awal dari wellbore storage.
Untuk kasus yang ideal dimana suatu sumur berproduksi pada laju aliran
yang konstan sebelum ditutup, maka harga tp dapat mewakili waktu produksi,
akan tetapi kasus yang terjadi dilapangan adalah laju aliran produksi tidak dijaga
konstan selama selang waktu tertentu, maka tp dapat dihitung dengan rumus :
Np
tp   24 Jam .................................................................... (3– 13)
qo

dimana :
Np = produksi kumulatif sebelum shut-in
qo = laju produksi yang konstan sebelum shut-in
tp = waktu produksi tp, dalam Horner time

3.3.3. Pressure Build-Up Yang Nyata


Pada kenyataan kurva respon tekanan Horner plot tidaklah sesederhana
seperti tersebut diatas, banyak faktor yang mempengaruhi bentuk kurva tersebut.
Pada Gambar 3.7 menunjukkan bahwa kurva respon tekanan dari PBU pada
kondisi yang tidak ideal dimana ada penyimpangan terhadap garis lurus pada
Horner plot.
Gambar 3.7
Actual Pressure Build-Up Curve
(Jhon Lee, 1982)

3.4. Karakteristik Kurva Pressure Buildup Test


Karakteristik kurva Pressure Buildup Test dapat menggambarkan bagian-
bagian dari ulah tekanan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.8.,
sedangkan Gambar 3.9. mengilustrasikan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan pada segmen data awal dan data lanjut.

Gambar 3.8.
Grafik Pressure Build-up Test Sebenarnya
(Jhon Lee, 1982)
Gambar 3.9.
Tipe Pressure Build-up Bawah Lubang untuk Produksi
Pseudo Steady State Sebelum Shut-in
(Jhon Lee, 1982)
Dari gambar tersebut terlihat bahwa garis tersebut dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu segmen Data Awal (Early Time), segmen Data Tengah (Middle
Time), dan segmen Data Lanjut (Late Time).

3.4.1. Segmen Data Awal (Early Time)


Saat sumur ditutup, pressure build-up test memasuki segmen data awal
atau early time dimana aliran didominasi oleh adanya pengaruh wellbore storage,
skin dan phase segregation (gas hump). Gas hump sendiri adalah fenomena
redistribusi fasa dalam lubang bor yang terjadi ketika penutupan sumur di
permukaan dimana gas, minyak, dan air mengalir bersama-sama dalam tubing.
Bentuk kurva yang dihasilkan oleh bagian ini merupakan garis
melengkung pada kertas semilog, dimana terjadinya penyimpangan garis lurus
akibat adanya kerusakan formasi di sekitar lubang sumur atau adanya pengaruh
wellbore storage.

3.4.2. Segmen Waktu Pertengahan (Middle Times)


Dengan bertambahnya waktu, radius pengamatan akan bergerak semakin
jauh menjalar masuk ke dalam formasi. Setelah pengaruh data awal terlampaui
maka tekanan akan masuk bagian waktu pertengahan atau middle time. Pada saat
inilah reservoir bersifat infinite acting atau tak terbatas dimana garis lurus pada
semilog terjadi. Dengan garis lurus ini dapat ditentukan beberapa parameter
reservoir yang penting, seperti: kemiringan garis atau slope (m), permeabilitas
efektif (k), storage capacity (kh), faktor kerusakan formasi (s), dan tekanan rata-
rata reservoir.

3.4.3. Segmen Waktu Lanjut (Late Times)


Bagian akhir dari suatu kurva sentara tekanan adalah bagian waktu lanjut
(late times) yang dinampakan dengan berlangsungnya garis lurus semilog
mencapai batas akhir sumur yang diuji dan kemungkinan adanya penyimpangan
kurva garis lurus. Hal ini disebabkan karena respon tekanan sudah mencapai batas
reservoir dari sumur yang diuji atau pengaruh sumur produksi maupun injeksi
yang berada disekitar sumur yang diuji.
Periode ini merupakan selang waktu diantara periode transient (peralihan)
dengan awal periode semi steady state. Selang waktu ini adalah sangat sempit atau
kadang-kadang hampir tidak pernah terjadi.

3.5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Bentuk Kurva Tekanan


Pada kenyataannya kurva respon tekanan tidaklah ideal. Banyak faktor
yang mempengaruhi bentuk kurva tersebut. Adanya penyimpangan dari asumsi-
asumsi yang berbeda dari kondisi idealnya. Sebenarnya disinilah letak manfaat
dari asumsi-asumsi yang diberikan, karena terjadinya anomali kurva respon
tekanan yang terjadi akan memberikan gambaran adanya kelainan, faktor-faktor
tersebut antara lain pengaruh wellbore storage, redistribusi fasa dalam lubang bor
maupun heterogenitas reservoir.

3.5.1. Wellbore Storage


Pengaruh dari wellbore storage akan mendominasi data awal dari suatu
pengujian sumur, dimana lamanya pengaruh wellbore storage ini tergantung pada
ukuran maupun konfigurasi lubang bor serta sifat – sifat fisik fluida maupun
batuan formasinya. Untuk menentukan kapan wellbore storage berakhir maka
dibuat plot antara ΔP = (Pws – Pwf) vs Δt pada kertas log – log, seperti terlihat
pada Gambar 3.10. dibawah ini.

Gambar 3.10.
Grafik ΔP vs Δt pada Kertas Log-log
(John Lee, 1982)
Pada saat dilakukan penutupan sumur, tekanan reservoir akan menopang
kolom fluida di dalam sumur sebatas mana ditentukan oleh kesetimbangan antara
tekanan formasi dan berat kolom fluida tersebut. Apabila sumur diproduksikan
kembali dengan membuka kerangan di permukaan, maka mula-mula fluida yang
diproduksikan hanya berasal dari apa yang ada di dalam sumur sehingga laju
produksi mula-mula dari formasinya sama dengan nol (q sf=0). Gejala inilah yang
sering disebut dengan wellbore storage effect atau after flow. Dengan
bertambahnya waktu aliran pada suatu tekanan permukaan yang tetap, laju aliran
di dasar sumur akan berangsur-angsur sama dengan laju aliran di permukaan
(qsf=q) dan banyaknya fluida yang tersimpan di dalam lubang sumur akan
mencapai harga yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa gejala wellbore storage
berakhir.
Pada Gambar 3.10. Grafik ΔP vs Δt pada yang diplot pada kertas log-log
akan menunjukkan waktu end of wellbore storage serta dimulainya boundary
effect pada hasil perekaman tekanan pressure build up.
Garis lurus dengan kemiringan 45º (slope = 1) pada data awal
menunjukkan adanya pengaruh wellbore storage. Dari garis ini, tentukan titik
awal penyimpangan dan ukur 1 - 1,5 cycle dari titik tersebut untuk menentukan
awal dari tekanan yang tidak dipengaruhi oleh wellbore storage (end of wellbore
storage).
Dengan diketahuinya wellbore storage yang terlihat dengan adanya unit
slope tersebut dapat diperkirakan wellbore storage coefficient (cs) dalam satuan
bbl/psi.
q  B  t
cs  ......................................................................... (3 – 14)
24  P

dimana :
q = laju produksi, STB/D
B = faktor volume formasi, bbl/STB
∆t = waktu, jam
∆P = perbedaan tekanan, psi
∆P dan ∆t berasal dari sembarang titik yang dipilih dari unit slope.
3.5.2. Redistribusi Fasa Dalam Lubang Bor (Gas Hump)
Fenomena redistibusi fasa dalam lubang bor terjadi ketika penutupan
sumur dipermukaan dimana gas, minyak dan air mengalir bersama-sama didalam
tubing. Karena adanya pengaruh gravitasi maka cairan akan bergerak kebawah
sedangkan gas akan bergerak naik ke permukaan. Oleh karena cairan yang relatif
tidak dapat mampat serta gas tidak dapat berkembang didalam sistem yang
tertutup ini, redistribusi fasa ini akan menambah kenaikkan tekanan pada lubang
bor sehingga dapat mencapai keadaan yang lebih tinggi dari tekanan formasinya
sendiri dan menyebabkan terjadinya hump disaat awal.

3.5.3. Heterogenitas Reservoar


Salah satu sifat heterogenitas reservoar yang mempengaruhi bentuk kurva
ulah tekanan untuk uji sumur adalah ketidak seragaman permeabilitas. Pengecilan
permeabilitas dapat disebabkan oleh penyumbatan dari scale atau kotoran,
maupun hidrasi clay dan swelling, sedangkan pembesaran permeabilitas dapat
dikarenakan oleh adanya stimulasi pada sumur seperti pengasaman ataupun
hydraulic fracturing.

3.6. Analisa Pressure Build-Up Test


Untuk menganalisa data – data hasil pengujian didasarkan pada teori
analisa ulah tekanan bentuk (Pressure Build-Up curve), yang dikemukakan oleh
Horner, dimana untuk memberlakukan teori ini digunakan anggapan sebagai
berikut :
1. Sumur berproduksi pada laju aliran tetap dari pusat reservoir tak terbatas
dengan tekanan yang tetap pada batas luar reservoir.
2. Aliran fluida hanya satu fasa.
3. Kompressibilitas dan viscositas fluida konstan pada interval tekanan dan
temperatur yang bervariasi.
4. Sumur ditutup pada muka batupasir dan tidak terjadi aliran after flow
production kedalam lubang sumur.
5. Formasi mempunyai permeabilitas homogen dalam arah aliran.

3.6.1. Langkah Kerja Metode Horner


Pressure buildup test pada prinsipnya dilakukan dengan cara
memproduksikan sumur selama selang waktu tertentu dengan laju produksi yang
tetap, kemudian menutup sumur tersebut. Penutupan ini menyebabkan naiknya
tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu waktu. Data tekanan yang diperoleh
dari test tersebut dan data-data pendukung lainnya dikumpulkan dan kemudian
dianalisa. Analisa dengan metode horner secara manual yaitu dengan cara
memplot data tekanan (Pws) pada saat penutupan sumur (shut in) vs Horner time
((tp + t ) / t ), dari plotting ini didapatkan harga m, P1jam dan P*. Penggunaan
metode horner secara manual dalam penerapannnya sering kali dijumpai
kesulitan, terutama bila data tekanan sebagian besar didominasi oleh efek
wellbore storage dan skin efek sehingga tidak dapat menginterpretasikan sifat
reservoir yang sebenarnya.
Tahapan – tahapan interpretasi Pressure Build-Up Test dengan
menggunakan metode Horner adalah sebagai berikut :
1. Siapkan data – data pendukung, antara lain :
- Kumulatif Produksi
- Produksi rata – rata
- Porositas
- Compressibilitas batuan
- Jari – jari sumur
- Faktor Volume Formasi
- Viscositas fluida
- Ketebalan lapisan produktif
2. Hitung berapa lama sumur telah diproduksikan dengan rumus :

Np, kumulatif produksi


tp 
qo, produksi rata - rata terakhir sebelum test

3. Buat tabel data uji tekanan dasar sumur (P ws), waktu penutupan (dt),
((tp + dt)/ dt), dan Pws – Pwf, dimana Pwf adalah tekanan dasar sumur
pada waktu t = 0.
4. Plot antara ΔP = (Pws – Pwf) vs log t pada kertas log-log. Garis lurus
dengan kemiringan 45˚ (slope = 1) pada data awal menunjukkan
adanya pengaruh wellbore storage. Dari garis ini, tentukan titik awal
penyimpangan dan ukur 1 – 1,5 cycle dari titik tersebut untuk
menentukan awal dari tekanan yang tidak terpengaruh oleh wellbore
storage.
5. Pengaruh wellbore storage terlihat dengan adanya unit slope yang
dibentuk oleh data awal. Dari unit slope tersebut dapat diperkirakan
wellbore storage coefficient (cs) dalam satuan bbl/psi.

q  B  t
cs  ...............................................................................(3-1
24  P
6. Buatlah Horner plot antara log ((tp + dt)/ dt) vs Pws. Tarik garis lurus
dimulai dari data yang tidak dipengaruhi oleh wellbore storage.
Tentukan sudut kemiringan (m) dicari dengan membaca harga
kenaikan tekanan (ΔP) untuk setiap satu log cycle. P* diperoleh
dengan mengekstrapolasikan garis lurus tersebut hingga mencapai
harga waktu penutupan (dt)tak terhingga atau harga ((tp + dt)/ dt) = 1.
7. Hitung harga permeabilitas (k) dengan persamaan :

162,6  q o    Bo
ko  ..................................................................(3-1
mh

8. Baca Pws pada dt = 1 jam.


9. Hitung harga faktor skin dengan persamaan :

  P1jam  Pwf   k  
S  1,151   log   3,23 ..................(3-1
2 
 m      ct   rw   

10. Hitung ri (radius of investigation) dengan persamaan :


1
 kt 
2

ri    ...................................................................(3-1
 948      c t 

11. Hitung Flow Efficiency (FE) dengan persamaan :


(P * - Pwf ) - Pskin
FE  .................................................................(3-1
(P * - Pwf )

ΔPskin = 0,87 x m x s .........................................................................(3-20

FE < 1 menunjukkan permeabilitas formasi disekitar lubang sumur


mengecil akibat adanya kerusakan.
FE > 1 menunjukkan permeabilitas formasi disekitar lubang sumur
telah diperbaiki dan harganya lebih besar dari harga
semula..
12. Hitung Productivity Index (PI) dengan persamaan :
qo
PI 
P *  Pwf ..................................................................................(3-21

3.6.2. Penentuan Tekanan Rata – Rata Reservoir


Seperti diketahui bersama bahwa tekanan rata – rata reservoir merupakan
suatu besaran fisik yang mendasar untuk diketahui pada proses primary recovery
maupun enhanced recovery, yaitu sangat berguna untuk karakterisasi suatu
reservoir, penentuan cadangan dan peramalan kelakuan reservoir tersebut.
Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, tekanan rata – rata reservoir

ini adalah P* = Pi = yang dapat diperkirakan dengan mengekstrapolasikan

segmen garis lurus Horner plot sampai ke harga (tp + dt)/dt = 1. Tetapi pada
reservoir yang terbatas, hal diatas tidak dapat dilakukan mengingat bahwa dengan
adanya pengaruh dari batas reservoir maka tekanan pada umumnya akan jatuh
berada dibawah garis lurus Horner.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya
tekanan rata – rata reservoir ini, yaitu:
1. Metode Matthews – Brons – Hazebroek (Metode
MBH)
2. Metode Miller – Dyes – Hutchinson (Metode MDH)
3. Metode Dietz.

3.6.2.1. Metode Matthews – Brons – Hazebroek (Metode MBH)


Penulis menggunakan metode ini, dilakukan dengan asumsi bahwa
mobilitas dan kompresibilitas fluida tidak bervariasi sampai sebatas radius
pengurasan atau dapat dikatakan bahwa tidak ada variasi sifat – sifat fluida dan
batuan reservoirnya.
Langkah – langkah pengerjaan metode ini adalah sebagai berikut:
a. Mendapatkan harga P* dari metode Horner (untuk reservoir yang
terbatas, P* ini dikernal sebagai “False Pressure”) dan mendapatkan
harga kemiringannya (slope, m).
b. Memperkirakan besanya harga tekanan rata – rata reservoir ( )

menggunakan persamaan:

...............................................(3-22

c. atau dikenal sebagai “MBH Dimensionless Pressure” dibaca

pada ordinat Gambar (pada Lampiran A), tergantung pada bentuk dari

daerah pengurasannya, sedangkan harga absisnya ( didapat

dengan persamaan :

.....................................................(3-23

3.6.2.2. Metode Miller-Dyes-Hutchison ( MDH )


Metode ini hanya dapat menghitung tekanan rata-rata pada reservoir
yang berbentuk lingkaran atau bujur sabgkar dengan sumur produksi pada
pusatnya. Salah satu syarat mutlak untuk menggunakan metode MDH ini adalah
anggapan bahwa sebelum shut-in ( sumur ditutup ), kondisi telah mencapai
pseudosteady state.
Langkah – langkah pengerjaan metode ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat MDH plot yaitu antara Pws versus Log Δt, untuk
kemudian menentukan m dan k .
2. Memilih sembarang Δt yang masih terletak pada semi log
straight line, kemudian baca Pws dari Δt tersebut.
0,0002637 k ( t ' )
Menghitung t ' DA  ...........................................(3-24
C t A

3. Membaca harga PDMDH dari grafik untuk reservoir yang


sesuai dengan pendekatan lingkaran dan kondisi pada batasnya
( Constant Pressure)
4. Tekanan rata-rata dihitung dengan persamaan :
mPDMDH (t DA )
P  PWS  ....................................................................(3-25
C t A

3.6.2.3. Metode Dietz


Syarat untuk menggunakan metode ini adalah :

o Pseudosteady state telah tercapai sebelum sumur ditutup

o Telah diketahui Shape factor , C A

o Skin factor harus lebih besar dari -3

Langkah – langkah pengerjaan metode ini adalah sebagai berikut:


1. Membuat MDH plot yaitu antara Pws versus Log Δt, untuk kemudian
menentukan m dan k .
2. Menurut Dietz, P akan terjadi pada saat (Δt ) P yaitu pada saat :
tP C t A
(t ) P   ...............................................(3-26
C A t PDA 0,0002637C A k

3. Kemudian tekanan rata-rata dibaca pada waktu (Δt ) P, yang dihitung


pada semilog straight line.

3.7. Pressure Derivative


Metoda pressure derivative ini muncul oleh karena pada penentuan akhir
dari efek wellbore storage dengan menggunakan metoda analisa Horner tidak
dapat memberikan harga yang tepat dan juga metoda analisa Horner tidak bisa
memberikan hasil yang akurat apabila digunakan untuk menganalisa reservoir
yang begitu kompleks. Pada metoda analisa Horner, penentuan akhir dari efek
wellbore storage ditandai dengan perubahan deviasi (pembelokan) pada kurva
tekanan atau yang biasa disebut dengan unit slope, kemudian unit slope ini
ditambahkan dengan satu setengah cycle.
Umumnya plot kurva pressure derivative terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama merupakan plot antara beda tekanan penutupan (Pws) dengan tekanan
aliran dasar sumur (Pwf) yang dinyatakan sebagai ΔP terhadap waktu penutupan
(Δt) pada kertas grafik log-log, plot kurva pertama ini berfungsi untuk mengetahui
flat curve, disamping mengetahui berakhirnya wellbore storage. Bagian kedua
merupakan plot antara slope (m) terhadap waktu penutupan (Δt) juga pada kertas
grafik log-log.
Untuk kurva ke dua secara praktis derivative dari perubahan tekanan
berdasarkan fungsi superposisi waktu. Dari persamaan PBU, dapat dinyatakan :
P  f (ln H ) ...........................................................................................(3-27)

Jika Pws dinyatakan sebagai :


q B
Pws  Pi  70.6 ln( H ) .........................................................(3-28)
kh

Persamaan diatas identik dengan persamaan garis lurus :


y  a  mx ........................................................................................(3-29)

Perolehan slope dari kurva kedua ini berdasarkan cara statistik cara least
square, yang merupakan garis seminimumkan jumlah pangkat dua penyimpangan,
dengan syarat : untuk meminimumisasi fungsi, turunan pertamanya haruslah nol,
ini menghendaki turunan pertama terhadap a (Pi) sama dengan nol dan turunan
pertama pertama terhadap slope (a) juga sama dengan nol. Slope suatu garis
berdasarkan superposisi titik sebelumnya dinyatakan :

 n (ln H i Pi )  ( Pi ) (ln H i )
m ...................................(3-30)
( ln H i ) 2  n (ln H i ) 2
Keterangan :
Pi : tekanan penutupan dari data ke i, psi.
 t  t p 
Hi :   waktu horner untuk data ke i.
 t 
m : slope kurva.
a : tekanan initial, psi.
n : jumlah data.
3.7. Pengenalan Program Ecrin versi 4.02
Perangkat lunak Ecrin versi 4.02 dikembangkan untuk menganalisis hasil
uji sumur dengan beberapa metode, diantaranya metode Horner, metode pressure
derivative dan metode lainnya. Langkah kerja analisis Pressure Build Up dengan
perangkat lunak tersebut terdiri dan empat tahap utama, yaitu: inisialisasi, input
data, ektrak Delta P dan analisis model. Diagram alir langkah kerja tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.10. berikut.

Inisialisasi

Input Data

Ekstrak DeltaP

Log-Log Plot Superposition Plot Hystory Plot

Derivative dan Pemilihan Model Perbaikan Model


Horner Plot

Analisis
Model N
o
Yes/Matchh
h
Interpretation Report

STOP

Gambar 3.11.
Diagram Alir Perangkat Lunak Ecrin v 4.02
(Simulator Ecrin v 4.02)

Hasil analisis Pressure Build Up adalah valid, jika tahapan kerja analisis
dilakukan dengan benar dan semua data yang dibutuhkan adalah valid.
Penjelasan lebih lengkap tentang langkah kerja analisis pressure build up
menggunakan perangkat lunak Saphir versi 4.02 dijelaskan dalam sub bab berikut
ini.

A. Inisialisasi
Inisialisasi merupakan tahap awal dalam langkah kerja analisis dengan
perangkat lunak Saphir 4.02. Tahap ini terdiri dan empat bagian, yaitu : Main
Options, Information, Units dan Comments.
1. Main Options
Pada tampilan layar Main option, input data yang dilakukan adalah jenis uji
sumur, jari-jari lubang sumur (rw), ketebalan lapisan produktif (h), porositas,
reference time dan reference phase yang diperoleh dari welltesting data sheet.

Gambar 3.12.
Layar Main Options
(Simulator Ecrin v 4.02)

2. Information
Berisi keterangan tentang uji sumur yang akan dianalisis, nama perusahaan
yang melaksanakan, nama formasi, nama sumur, waktu pelaksanaan PBU,
jenis pressure gauge yang digunakan, kedalaman pengukuran dan informasi -

informasi yang perlu untuk dilengkapi.


Gambar 3.13.
Layar information
(Simulator Ecrin v 4.02)

3. Units
Tampilan layar pada Gambar 3.14. berikut berfungsi untuk memilih satuan
yang digunakan.

Gambar 3.14.
Layar Pemilihan Satuan
(Simulator Ecrin v 4.02)
4. Comments
Comment digunakan untuk memberi catatan atau note di print out hasil
interpretasi.
Pada tahap inisialisai ini di-input data PVT, seperti : Faktor Volume Formasi
(Bo), Viskositas (μo) dan Kompresibilitas total (Ct).

Gambar 3.15.
Layar Input data PVT
(Simulator Ecrin v 4.02)

B. Interpretasi Tahap Pertama


Setelah tahap inisialisasi langkah kerja selanjutnya adalah interpretasi
tahap pertama. Pada tahap ini langkah kerja yang dilakukan, yaitu :
1. Load Q dan Load P,
2. Extract delta P,
3. Generate model,
4. Improvement.
Pada Gambar 3.16. berikut dapat dilihat tampilan layar interpretasi,
sedangkan penjelasarn lebih lengkap mengenai interpretasi tahap pertama akan
dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
Gambar 3.16.
Layar Interpretasi Main Screen
(Simulator Ecrin v 4.02)
 Input Parameter Laju Alir (Q) dan Tekanan (P)
Data tekanan didapat dari hasil pembacaan memory gauge selama
Pressure Build-Up dan disimpan dalam format Ascii, sedangkan harga laju alir
(Q) didapat dari kegiatan swabing dan di-input-kan secara manual.

Gambar 3.17.
Layar Pemilihan Data
(Simulator Ecrin v 4.02)

 Ekstrak DeltaP
Setelah data tekanan dan laju alir di-input-kan. Kemudian dilakukan
Ekstrak delta P. Langkah kerja yang dilakukan adalah menginputkan harga
smooling faktor (L), jumlah Filtration dan harga dari Pwf pada saat sumur ditutup
dt =0.

Gambar 3.18.
Layar Ekstraksi Parameter Delta P
(Simulator Ecrin v 4.02)
Dari Ekstrak delta P tersebut, dihasilkan log-log plot, history plot dan
semi-log plot (superposision plot) Gambar 3.18. merupakan contoh tampilan
layar hasil Ekstrak Delta P.

Gambar 3.19.
Layar Hasil Ekstraks DeltaP
(Simulator Ecrin v 4.02)
 Pemilihan Model
Plot derivative yang dihasilkan dari Ekstrak delta P merupakan kurva yang
menggambarkan kondisi reservoir tersebut. Oleh karena itu, model yang dipilih
harus sesuai (match). Pemilihan model dilakukan dengan mernbandingkan plot
derivative data lapangan dan hasil ekstraksi, dengan katalog model kurva pressure
derivative yang tersedia (Lampiran B). Kemudian input data yang berhubungan
dengan model tersebut, diantaranya :
1. Model sumur (well models)
- storage dan skin.
- Fracture Uniform flux.
- Fracture Infinite Conductivity.
- fracture finite Conductivity.
- Sumur Horizontal.
- Limited Entry.
- Changing Weilbore Storage. dapat diterapkan untuk seluruh model.
- Rate Dependent Skin, dapat diterapkan untuk semua jenis fluida.
2. Model reservoir (reservoir models)
- Homogen.
- Double Porosity Pseudosteady State.
- Double Porosity Transient.
- Two Layers With Cross Flow.
- Radial Composite.
- Linear composite.
3. Model Batas Reservoir (boundary models)
- Infinite.
- Circle.
- One Fault.
- Intersecting Faults.
- Parallel Faults.
- Rectangle.
- Leaky Fault.
Setelah semua data di-inputkan, kemudian model yang dipilih dapat
ditampilkan. Langkah kerja selanjutnya adalah menyelaraskan model kurva
derivative dengan plot derivative data lapangan.

Gambar 3.19.
Layar Proses Matching
(Simulator Ecrin v 4.02)
Bila plot data derivative dan data lapangan belum selaras dengan model
kurva derivative, maka dapat digunakan fasilitas KIWI (Kappa Intelligent Well
Test Interpretation) yang berfungsi untuk mempercepat proses penyelarasan.

 Improvement
Improvement dilakukan untuk memperbaiki hasil match antara derivative
dan data lapangan dengan model derivative yang kita pilih, dengan metode regresi
non-linier. Prinsip metode ini adalah memperbaiki match point dan/atau parameter
lainnya yang bertujuan untuk meminimalkan standar deviasi. Kurva dapat
dikatakan selaras apabila kurva derivative memiliki bentuk yang sama dengan plot
derivative dan data lapangannya, dimana kedua kurva tersebut saling berhimpit.
Kondisi itu menunjukkan bahwa model kurva derivative reservoir yang kita pilih
sudah mendekati gambaran reservoir yang sesungguhnya.
C. Algoritma
Penentuan pressure derivative dan sejumlah “N” data pengukuran waktu

tekanan terhadap waktu, [(t1,∆p1)} iN1 berdasarkan algoritma Bourdet dkk adalah
berikut ini :
 P   P 
t    
 t  i   ln t  i

 ln t i / t i k  Pi  j
 
 2
ln t i  j .t i k / t i Pi 
ln t i  j / t i  Pi  k 

 ln t i  j / t i  ln t i  j / t i k  ln t i  j / t i  ln t i / t i k  ln t i / t i  k  ln t i  j / t i  k  
.......................................................................................................................(3-31

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa untuk mengetahui ∆pi pada ti


memerlukan data (ti-1, ∆pi-1) dan (ti-1, ∆pi+1). Jika selang waktu antara dua data
tekanan pengukuran kecil dan mendekati nol, maka akan dihasilkan plot pressure
derivative yang mempunyai banyak gangguan (noise). Untuk mengurangi noise
tersebut, Bourdet, dkk memperkenalkan parameter “L” yang digunakan dalam
pemilihan data tekanan pengukuran, sebagai berikut:
t i 1 ti
L ≤ min[ln( ), ln( )]
ti t i 1

Dimana 0 ≤ L ≤ 0.5 ; L = 0 berarti metode Bourdet diaplikasi tanpa normalisasi.


Dalam banvak kasus L = 0. 1 memberikan hasil plot yang terbaik.

3.8. Tekanan Reservoir


Tekanan reservoir adalah tekanan yang diberikan oleh zat yang mengisi
rongga reservoir baik berupa gas, minyak, atau air. Tekanan reservoir ini hanya
diberikan oleh fluida yang ada dan bergerak dalam pori-pori batuan. Dengan
adanya tekanan reservoir ini akan menyebabkan terjadinya aliran fluida didalam
formasi kedalam lubang sumur yang mempunyai tekanan relatif rendah dan
besarnya tekanan reservoir ini akan berkurang jika adanya kegiatan produksi.
Tekanan yang bekerja didalam reservoir pada dasarnya disebabkan oleh
tiga hal, yaitu :
1. Tekanan Hidrostatik
Adalah tekanan yang berasal dari fluida yang berada didalam pori-pori batuan
formasi. Faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatik adalah jenis dari fluida
itu sendiri dan kondisi geologi.

2. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler disebabkan oleh adanya gaya-gaya yang dipengaruhi
tegangan antar permukaan antar fluida yang bersinggungan, besar volume dan
bentuk pori serta sifat kebasahan batuan reservoir.

3. Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah tekanan yang terjadi akibat berat batuan yang
berada diatasnya. Besarnya pertambahan tekanan overburden sebanding dengan
bertambahnya kedalaman.

3.9. Produktivity Index (PI)


Produktivity indeks (PI) adalah indeks yang digunakan untuk menyatakan
kemampuan dari suatu sumur untuk berproduksi pada suatu kondisi tertentu
secara kwalitatif. Secara definisi PI adalah perbandingan antara laju produksi (q)
suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu (Pwf) dengan
perbedaan tekanan statik formasi (Ps). Secara matematis dapat dituliskan dalam
persamaan :
q bbl / hari
PI  .......................................................................(3-32)
 Ps  Pwf  psi

Keterangan :
PI = Produktivity index, bbl/day.
q = Laju produksi, bbl/day.
Ps = Tekanan statik reservoir, psia.
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga PI dapat ditentukan dengan
penurunan persamaan PI dari persamaan Darcy, untuk aliran radial dapat
berbentuk:
0.007082kh Ps  Pwf 
q
r  .......................................................................(3-33)
B ln e 
 rw 
Jika yang dialirkan minyak, maka persamaan menjadi :
0.007082kh
q
 r  .......................................................................................(3-34)
 o Bo ln e 
 rw 
Bila yang dialirkan terdiri dari minyak dan air maka persamaan menjadi :

0.007082kh  k o k 
q   w 
r   B  w Bw  ..............................................................(3-35)
 o Bo ln e   o o
 rw 
Keterangan :
k = Permeabilitas, md.
ko = Permeabilitas minyak, md.
kw = Permeabilitas air, md.
μo = Viskositas minyak, cp.
μw = Viskositas air, cp.
Bo = Faktor volume vormasi minyak, bbl/STB.
Bw = Faktor folume formasi air,bbl/STB.
re = Jari-jari pengurasan, ft.
rw = Jari-jari sumur, ft.
h = Ketebalan formasi, ft.
Bentuk lain yang sering digunakan untuk mengukur produktivitas sumur
adalah Specific Produktivity Indeks (SPI) yaitu perbandingan antara PI dengan
ketebalan. Bisa dirumuskan sebagai berikut
PI
SPI  ............................................................................................(3-36)
h
Keterangan :
h = Ketebalan, ft.
PI = Produktivitas formasi.
SPI ini biasanya digunakan untuk membandingkan produktivitas formasi
pada sumur-sumur yang berbeda tetapi masih dalam satu lapangan.
Untuk perencanaan suatu sumur atau untuk melihat ulah laku suatu sumur
untuk berproduksi, maka hubungan antara kapasitas produksi minyak dengan
tekanan alir dasar sumur biasanya digambarkan secara grafis dan sering disebut
sebagai kurva Inflow Performance Relationship (IPR). Untuk aliran fluida, jika
tekanan aliran lebih besar dari tekanan gelembung, maka harga PI akan tetap.
Kurva IPR dapat dibuat dengan persamaan :
qo
wf  s  ......................................................................................(3-37)

Berdasarkan dari persamaan diatas maka secara grafis dapat dapat
diperoleh garis lurus seperti yang terlihat pada Gambar 3.20., maka qo = PI x Ps
dan harga laju produksi ini merupakan harga yang maksimum yang disebut
sebagai potensial sumuran, yang merupakan laju produksi maksimum yang
diperbolehkan dari suatu sumur. Harga PI merupakan kemiringan dari garis IPR.

Gambar 3.20.
Grafik IPR yang Linear 8)
Bentuk dari garis IPR akan linier jika fluida yang mengalir satu fasa, tapi
jika fluida yang mengalir terdiri dari dua fasa (fasa minyak dan fasa air) maka
bentuk grafik IPR akan melengkung, dan harga PI tidak konstan lagi. Karena
kemiringan grafik IPR akan berubah secara kontinyu untuk setiap harga P wf, maka
dalam hal ini Vogel memberikan pemecahannya yaitu dengan mengeplot IPR
antara Pwf/Ps vs q/qmax. Persamaan yang diberikan oleh Vogel adalah sebagai
berikut :
2
qo  wf   wf 
 1  0.2    0.8  ...........................................................(3-38)
q o max  s   s 

Keterangan :
qo = Laju produksi minyak, bbl.
qo max = Laju produksi maksimum, bbl.
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psia.
Pr = Tekanan rata-rata reservoir, psia.

Berikut merupakan grafik dari IPR dua fasa yang ditampilkan pada
Gambar 3.22. dibawah.

Gambar 3.21.
Grafik IPR untuk Aliran Dua Fasa 8)
3.10. Flow Efficiency
Flow efficiency adalah perbandingan antara selisih tekanan statik reservoir
dengan tekanan alir reservoir jika disekitar lubang tidak terjadi perubahan
permeabilitas (ideal drawdown) terhadap besar penurunan sebenarnya (actual
drawdown). Secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
J 
FE   actual  ......................................................................................(3-39)
 J ideal 
Dimana :
q
J actual   ................................................................................(3-40)
P  Pwf

q
J ideal  .......................................................................(3-41)
P   Pwf   skin

Sehingga :
P   Pwf  Pskin
FE  .......................................................................(3-42)
P   Pwf

Dimana, ΔPskin = Kehilangan tekanan pada zone damage.


Dengan mengetahui harga FE maka dapat diperkirakan kondisi formasi di
sekitar lubang bor yaitu dengan adanya kerusakan formasi, maka besarnya FE
akan berkurang. Harga laju produksi maksimum yang dihasilkan adalah harga laju
produksi maksimum pada harga skin sama dengan nol.

3.11. Skin Effect


Skin adalah suatu besaran yang menunjukkan ada atau tidaknya kerusakan
pada formasi sebagai akibat dari operasi pemboran. Biasanya ini diakibatkan oleh
adanya filtrat lumpur pemboran yang masuk kedalam formasi atau adanya
endapan lumpur (mud cake) disekeliling lubang bor pada formasi produktif
tersebut. Secara matematis besarnya perubahan skin dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut ini :

 ws  wf   1688ct rw 2   t  t 


s  1.151   1.151log   1.151log p 
m  kt   t 
     p  .....(3-43)
Biasanya harga t dipilih satu (1) jam, sehingga P ws pada persamaan (3-43)
menjadi P1jam. P1jam ini harus diambil pada garis lurus atau garis ekstrapolasinya.

 t p  t 
Kemudian faktor log   dapat diabaikan sehingga :

 t p 

 1 jam  wf k 
s  1.151  log  
 m 
ct rw
2
3 .

23 
 ..........................................(3-44)
Dimana, harga m harus berharga positif.
Apabila S berharga positif maka dalam formasi produktif tersebut terjadi
kerusakan (damaged), bila s = 0 maka tidak terdapat kerusakan maupun perbaikan
pada formasinya, dan bila s berharga negatif maka formasi produktif tersebut
menunjukkan adanya perbaikan (stimulated) yang biasanya setelah dilakukan
pengasaman (acidizing) atau suatu perekahan hidraulik (hydraulic fracturing).

Anda mungkin juga menyukai