Nim : 1501021
Kelas : T. Perminyakan A 2015
1. Pressure Drawdown
Pressure drawdown testing (PDD test) adalah suatu pengujian yang dilaksanakan
dengan jalan membuka sumur dan mempertahankan laju produksi tetap selama
pengujian berlangsung. Sebagai syarat awal, sebelum pembukaan sumur tersebut,
tekanan hendaknya seragam diseluruh reservoir yaitu dengan menutup sumur
sementara waktu agar tercapai keseragaman tekanan direservoirnya. Mengingat
hal tersebut, waktu yang paling ideal untuk melakukan pressure drawdown test
adalah pada saat-saat pertama suatu sumur berproduksi. Namun tentu saja
dasarnya, pengujian ini dapat dilakukan pada :
Sumur baru
Sumur-sumur lama yang telah ditutup sekian lama hingga dicapai
keseragaman tekanan reservoir
Sumur-sumur produktif yang apabila dilakukan build up test, si empunya
sumur akan sangat rugi.
1.1 Analisa Pressure Drawdown Test
Apabila didesain secara memadai, perolehan dari pegujian ini mencakup banyak
informasi yang berharga seperti permeabilitas formasi, faktor skin dan volume
pori-pori yang terisi fluida. Jika suatu sumur diproduksikan dengan laju alir yang
tetap, tiga rezim aliran akan terjadi yaitu : periode transient, periode late transient,
dan PSS (pseudo steady state).
Ada dua grafik yang selalu harus dilakukan didalam menganalisa PDD pada
periode infinite acting ini, yaitu :
Grafik ini merupakan log (Pi-Pwf) vs log (t) yang digunakan untuk
menentukan kapan saat berakhirnya efek dari wellbore storage.
Grafik ini adalah semi log antara Pwf vs log (t). Dengan membaca kemiringan
(m) maka permeabilitas formasi dapat ditentukan.
Jika garis lurus telah didapatkan dari grafik analisa PDD pada periode transient,
maka di periode late transient kita dapat menentukan permeabilitas formasi,
volume pori-pori sejauh daerah pengurasan (drainage volume) sumur yang
diujikan dralam satuan barrel, dan faktor skin.
c. Analisa PDD pada Periode Pseudo Steady State
d. Penentuan Bentuk Reservoir dari Data PDD Berdasarkan PSS dan Periode
Transient.
Dari data PSS dan periode transient kita bisa menentukan bentuk dari reservoir
serta letak sumur yang diuji.
2. Pressure Build-Up
Pressure Build-Up Testing adalah suatu teknik pengujian transien tekanan yang
paling dikenal dan banyak dilakukan orang. Pada dasarnya, pengujian dilakukan
pertama-tama dengan memproduksi sumur suatu selang waktu tertentu dengan
laju aliran yang tetap, kemudian menutup sumur tersebut. Penutupan sumur ini
menyebabkan naiknya tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu. Dari data yang
didapat, kemudian dapat ditentukan permeabilitas formasi, daerah pengurasan saat
itu, adanya karakteristik kerusakan atau perbaikan formasi, batas reservoir bahkan
keheterogenan suatu formasi.
Dasar analisa PBU ini diajukan oleh Horner, yang pada dasarnya adalah memplot
tekanan terhadap suatu fungsi waktu. Tetapi sebelum membicarakan lebih lanjut,
perlu kiranya kita mengetahui suatu prinsip yang mendasari analisa ini yaitu
terkenal dengan prinsip superposisi (superposition principle).
PBU dapat dilakukan saat periode pengeboran maupun selama periode produksi.
PBU yang dilakukan saat pengeboran biasanya dalam jangka waktu pendek,
sehingga kurang teliti. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Keterangan :
h = Tebal reservoir, ft
Pada test sumur yang aktual, penutupan sumur dilakukan di X-mas tree, sehingga
ada aliran masuk ke dalam lubang bor (wellbore storage effect). Kurva yang
didapat dari plot Pws vs. {(tp + ∆t) / ∆t} tidak berupa garis lurus akibat :
Pengujian yang digunakan untuk uji sumur sumur gas, adalah uji deliveribilitas .
Uji Deliverabilittas dibagi menjadi tiga yaitu back pressure test, Isochronal test
dan Modified Isochronal test.
Convensional back pressure atau disebut juga flow after flow test , metode
ini pertama kali ditemukan oleh Pierce dan Rawlins (1929) untuk mengetahui
kemampuan sumur berproduksi dengan memberikan tekanan balik
(back pressure) yang berbeda-beda. Pelaksanaan dari tes yang konvensional ini
dimulai dengan jalan menutup sumur, untuk menentukan harga Pr. Selanjutnya
sumur diproduksi dengan laju sebesar Qsc sehingga aliran mencapai stabil,
sebelum diganti dengan laju produksi lainnya. Setiap perubahan laju produksi
tidak didahului dengan penutupan sumur.
Analisis deliverability didasarkan pada kondisi aliran yang stabil. Untuk
keperluan ini diambil tekanan alir di dasar sumur (Pwf), pada akhir dari periode
suatu laju produksi.
2. Sumur diproduksi dengan laju aliran tertentu (q1) hingga mencapai tekanan
stabil dan catat laju alir serta tekanan alir sebagai q1dan Pwf1.
3. Kemudian ubah laju aliran menjadi q2 hingga mencapai tekanan stabil dan catat
laju alir serta tekanan alir sebagai q2 dan Pwf2.
2. Isochronal Test
Back Pressure Test hanya dapat memberikan hasil yang baik bila
dilangsungkan pada reservoir dengan permeabilitas tinggi. Sedang untuk reservoir
dengan permeabilitas rendah, akan diperlukan waktu yang cukup lama untuk
mencapai kondisi yang stabil, sehingga apabila uji dilakukan pada sumur
yang belum mempunyai fasilitas produksi, jumlah gas yang dibakar cukup besar.
Bertolak dari kelemahan back-pressure test, maka Cullender
mengembangkan isochronal test untuk memperoleh harga deliverability pada
sumur dengan permeabilitas rendah yang memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai kondisi stabil. Cullender juga mengusulkan suatu cara tes berdasarkan
anggapan, bahwa jari-jari daerah penyerapan yang efektif (efektive drainage
radius), rd adalah fungsi dari tD dan tidak dipengaruhi oleh laju produksi. Ia
mengusulkan laju yang berbeda tetapi dengan selang waktu yang sama, akan
memberikan grafik log ∆p2 vs log Qsc yang linier dengan harga eksponen n yang
sama, seperti pada kondisi aliran yang stabil.
Tes ini terdiri dari serangkaian proses penutupan sumur sampai tekanan
reservoir (Pr) mencapai stabil, yang diusulkan dengan pembukaan sumur,
sehingga menghasilkan laju produksi tertentu selama jangka waktu t, tanpa
menanti kondisi stabil. Setiap perubahan laju produksi didahului oleh penutupan
sumur sampai tekanan reservoir (Pr) mencapai stabil.
1. Waktu alir, kecuali pengaliran yang terakhir, berlangsung dalam selang waktu
yang sama.
2. Sumur diproduksikan dengan laju aliran q1 selama waktu t1, dan catat laju
aliran serta tekanan alir sebagai q1dan Pwf1.
4. Sumur diproduksi selama waktu t2 (sama dengan t1) dengan ukuran choke yang
berbeda dan catat laju aliran dan tekanan alir sebagai q2 dan Pwf2.
5. Ulangi langkah 3 dan 4 beberapa kali (umumnya cukup sampai empat titik)
dengan waktu alir t1.
Katz dkk (1959) telah mengusulkan suatu metode untuk memperoleh hasil yang
mendekati hasil tes isochronal. Perbedaan metode ini dengan metode lain terletak
pada persyaratan bahwa penutupan sumur tidak perlu mencapai stabil.Selain dari
itu , selang waktu penutupan dan pembukaan sumur dibuat sama besar.
Pengolahan data untuk analisa deliverabilitas tes modified isochronal sama seperti
pada metode isochronal, kecuali untuk harga Pr diganti dengan Pws, yaitu harga
tekanan yang dibaca pada akhir dari setiap massa penutupan sumur. Dari Gambar
dibawah . terlihat bahwa untuk suatu harga q diperoleh pasangan ∆p2 dengan
kondisi sebagai berikut :
1. Sumur ditutup dan tekanan terukur dicatat sebagai tekanan rata-rata reservoir
Pwf1 (=Pr). Selama periode penutupan sumur, tekanan statik sumur
akan membentuk beberapa harga Pws yang mana harga Pws ini akan semakin
kecil untuk periode aliran berikutnya.
2. Sumur diproduksi dengan laju aliran tertentu (q1) selama waktu t1 dan catat
laju aliran serta tekanan alir sebagai q1 dan Pwf1.
3. Sumur ditutup kembali selama waktu t, dan catat tekanannya sebagai Pwf2.
5. Ulangi langkah 3 dan 4 beberapa kali (umumnya cukup sampai empat titik)
dengan waktu aliran dan waktu penutupan sama dengan t1 hingga mencapai
kondisi extended flow.