JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” YOGYAKARTA 2020 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM PERAGAAN PERALATAN PRODUKSI WELL COMPLETION
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Praktikum Peragaan Peralatan Produksi
Minggu ke-1, 2020, Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
OLEH :
NAMA : BENEDECTA THALASYA SA
NIM : 113180055 PLUG :I
Disetujui untuk Praktikum
Peragaan Peralatan Produksi Oleh : Asisten Praktikum
Nyimas Dwifa Amalia
113160177 2.4. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini ialah membahas tentang “Well Completion”. Yang akan praktikan bahas meliputi pengertian secara umum, tahapan, peralatan yang digunakan serta fungsi alat-alat yang digunakan dalam kegiatan well completion. Well completion merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan setelah pemboran menembus zona produktif dengan tujuan mempersiapkan sumur untuk diproduksi. Tahapan well completion yaitu pemasangan production casing dan penyemenan, tahap perforasi dan atau pemasangan liner serta tahap swabbing. Well completion dibagi menjadi tiga yaitu formation completion, tubing completion dan wellhead completion. Formation completion terbagi atas open hole completion, perforated casing completion (cased hole) dan sand exclusion type (SET) completion. Faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan well completion yaitu, faktor sementasi, kekompakan batuan, volume shale, jumlah lapisan produktif, productivity index dan sifat fluida formasi. Untuk formasi produktif yang kompak (sementasi = 1,8, maksimal sementasi = 2), sumur dapat dikomplesi dengan metode open hole completion yaitu production casing hanya dipasang sampai bagian atas zona produksi sedangkan untuk formasi produktif yang kurang kompak, komplesi dapat dilakukan dengan perforated casing completion (sementasi sebesar 1,4) ataupun sand exclusion completion (sementasi sebesar 1,4 - 1,7). Untuk volume shale pada praktiknya dihitung volume shale pada formasi produktifnya sehingga dapat menentuka metode komplesinya (vshale maksimal sebesar 25% untuk open hole completion, apabila melebih itu maka dapat menggunakan completion yang lain). Untuk kekompakan batuan, formasi produktif akan dikatakan kompak apabila mempunyai range nilai kekompakan sekitar 0,8 x 1012. Selain faktor tersebut well completion juga dipengaruhi oleh karakter formasi, karakter fluida dan keekonomiannya. Tubing completion terdiri dari single completion, commingle completion, multiple completion dan permanent completion. Single completion yaitu komplesi yang hanya menggunakan satu tubing pada sumur yang hanya memiliki satu zona produktif. Commingle completion diterapkan jika sumur memiliki lebih dari satu zona produktif dan akan diproduksikan dengan satu tubing. Multiple completion digunakan jika beberapa zona produktif ingin diproduksikan secara bersamaan dengan tubing yang berbeda pada satu sumur. Untuk penggunaan cased / perforated completion, harus dilakukan perforasi agar fluida produksi dapat masuk ke dalam lubang sumur. Perforasi dapat dilakukan dengan gun perforator maupun jet perforator. gun perforator digunakan saat formasi tidak kompak, sedangkan jet perforator digunakan saat batuan formasi sangat keras. Perforasi dapat dilakukan baik dalam kondisi overbalance yaitu kondisi dimana tekanan hidrostatik lumpur lebih besar dari tekanan formasi maupun kondisi underbalance yaitu kondisi dimana tekanan hidrostatik lumpur lebih kecil dari tekanan formasi. Setelah tahapan perforasi, tahapan selanjutnya adalah swabbing yaitu tahapan penghisapan fluida komplesi dan fluida sumur agar fluida produksi dari formasi dapat masuk ke dalam lubang sumur. Swabbing dapat dilakukan dengan menurunkan densitas cairan dan penuruan kolom cairan. Peralatan bawah permukaan pada well completion berupa screen liner, gravel pack, packer, dan perforator. Screen liner digunakan untuk mencegah terproduksinya pasir secara berlebihan yang terbawa bersama dengan minyak. Screen liner dipasang didepan formasi dan menggantung pada casing menggunakan liner hanger. Sedangkan gravel pack memiliki fungsi yang sama dengan screen liner. Metode gravel pack dilakukan untuk memperbaiki kegagalan screen liner maupun sebagai metode komplesi yang dipilih. Dari hasil diskusi pada saat pratikum diketahui bahwa tahapan pemasangan gravel packing adalah pertama dengan membersihkan lubang terlebih dahulu untuk memberi ruang bagi gravel, sesudah lubang dibersihkan kemudian screen liner dimasukkan, serta gravel pack diinjeksikan sampai mengisi ruang dimuka formasi produktif sehingga butiran pasir tertahan oleh gravel dan akhirnya fluida masuk kedalam tubing. Keberhasilan dalam pemasangan gravel pack dapat dilihat dari analisa skin. Selain itu tedapat packer, yang merupakan peralatan untuk menyekat annulus antara casing dan tubing. Terdapat tiga jenis packer, yaitu retrievable packer, permanent packer, dan inflatable packer. Terdapat dua cara pemasangan packer yaitu secara hidrolik (dengan menggunakan tekanan yang berasal dari lumpur) dan mekanis (dengan menggunakan tekanan yang berasal dari beban tubing itu sendiri). Perforator merupakan peralatan yang digunakan untuk melubangi casing sehingga fluida dapat masuk ke dalam lubang bor. Perforator dibedakan atas dua tipe yaitu Bullet (Gun) perforator dan Shape Charge (Jet) perforator. Perbedaan Bullet (Gun) perforator dan Shape Charge (Jet) perforator yaitu apabila Bullet (Gun) perforator ada wireline untuk menembakan, ada ignitor untuk memancarkan sehingga mekanisme nya yaitu perforasi menembus perforasi powder kemudian meledak dan akhirnya menembus formasi, biasanya alat ini digunakan untuk formasi yang lunak. Sedangkan Shape Charge (Jet) perforator yaitu powdernya yang langsung dapat menembus formasi, biasanya alat ini digunakan pada formasi yang keras dan formasi dengan tingkat temperature yang tinggi. Bullet (Gun) perforator memiliki kelebihan yaitu lebih murah dan lebih mudah dalam penggunaanya, dapat menyebabkan perekahan pada formasi yang tebal, perforasi yang dihasilkan bersifat burrless (rata pada bagian dalam) serta lubang berbantuk bulat dengan kondisi ini maka sebagian perforasi dapat ditutup dengan klep-klep bola /ball sealer sementara waktu saat diperlukan, sedangkan kekurangnnya yaitu efek fracturing dapat merugikan bila lapisan produktif tipis- tipis dan air atau fluida formasi lainnya ikut terproduksi, tidak dapat digunakan pada temperature yang tinggi (lebih dari 250°F), sukar menembus formasi yang keras dan untuk casing yang tebal/berlapis-lapis, gun (bullet) yang kecil tidak memberikan hasil yang baik, sedangkan Shape Charge (Jet) perforator memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan pada temperature sampai dengan 400°F, rekahan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga cocok untuk formasi yang tipis, lebih banyak tembakan yang dilakukan untuk sekali penurunan ke dalam sumur sehingga untuk formasi dengan interval yang panjang akan lebih baik dan murah, dapat menenmbus formasi yang keras tapi baik, dan untuk operasi dalam tubing hanya jet yang cocok karena alat bullet memerlukan diameter yang besar, untuk kekurangannya yaitu rekahan yang terbentuk tidak terlalu lebar sehingga tidak banyak membantu meningkatkan permeabilitas pada lapisan yang tebal, penggunaan ball sealer tidak dapat dipakai karena hasil pelubangan yang runcing dibagian dalam dan tidak bulat di bagian luar jet lebih mahal jika dibandingkan dengan bullet bila dipakai pada interval perforasi yang pendek atau sedikit jumlah penembakannya. Dalam pembuatan lubang perforasi terdapat dua kondisi kerja, yaitu overbalance condition, dimana digunakan fluida komplesi yang memiliki tekanan hidrostatik yang lebih besar dari tekanan formasi, sehingga saat lubang dibuat fluida reservoir tidak langsung mengalir ke lubang sumur. Cara overbalance ini salah satunya digunakan pada komplesi gravel-pack (cased hole). Lalu untuk kondisi kerja underbalance condition yaitu menggunakan fluida komplesi dengan tekanan hidrostatik yang lebih rendah dari tekanan formasi. Cara ini sangat cocok digunakan untuk formasi yang sensitif/reaktif dan umumnya lebih baik dibandingkan overbalance. Teknik atau cara perforasi dibedakan menjadi 4 berdasarkan kondisi dari lubang sumur. Wireline conveyed perforation / high shoot density pada sistem ini gun diturunkan kedalam sumur dengan menggunakan wireline, biasanya menggunakan gun berdiameter besar. Kondisi kerja perforasi dengan teknik ini adalah overbalance, sehingga tidak terjadi aliran setelah perforasi dan menara pemboran dengan BOP masih tetap terpasang untuk penyelesaian sumur lebih lanjut. Wireline conveyed tubing gun / enerjet, gun berdiameter kecil dimasukkan kedalam sumur melalui X-Mastree dan tubing, setelah tubing dan packer terpasang diatas interval perforasi. Penyalaan gun dilakukan pada kondisi underbalance dan untuk operasi ini umumnya tidak diperlukan menara pemboran tetapi cukup dengan pressure control equipment. Tubing conveyed perforation / tcp, gun berdiameter besar dipasang pada ujung bawah tubing yang diturunkan kedalam sumur bersama tubing string. setelah pemasangan x-mastree dan packer, perforasi dilakukan secara mekanik dengan menjatuhkan bar atau go-devil melalui tubing yang akan menghantam firing head yang ditempatkan dibagian atas perforator. perforasi dapat dilakukan baik pada kondisi underbalance maupun overbalance dan setelah perforasi dilakukan, gun dibiarkan tetap tergantung atau dijatuhkan kedasar sumur (rat hole). HSD (high shoot density) adalah salah satu kegiatan perforasi, dimana kegiatan ini dilakukan pada sumur dengan kondisi overbalance yaitu dimana tekanan hidrostatik lebih besar sedikit daripada tekanan formasi. Aplikasi lapangan pada well completion adalah mengetahui metode mana yang cocok untuk mempersiapkan sumur setelah operasi pemboran dan untuk mempersiapkan operasi produksi fluida hidrokarbon ke permukaan. Well completion dilakukan agar pemilihan peralatan produksi baik surface maupun subsurface suatu sumur dapat optimum. 2.5 KESIMPULAN 1. Well completion merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan setelah pemboran menembus zona produktif dengan tujuan mempersiapkan sumur untuk diproduksi. 2. Proses komplesi ini bertujuan untuk mempersiapkan sumur agar dapat memproduksikan fluida dari reservoir ke permukaan. 3. Adapun tahapan dari komplesi sumur meliputi Tahap pemasangan serta penyemenan Production Casing, Tahap perforasi serta pemasangan pipa liner dan Tahap penimbaan (Swabbing) sumur setelah perforasi, dengan tujuan agar fluida produksi dari formasi dapat mengalir masuk kedalam lubang sumur dan selanjutnya diproduksikan ke atas permukaan. 4. Faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan well completion yaitu, faktor sementasi, kekompakan batuan, volume shale, jumlah lapisan produktif, productivity index dan sifat fluida formasi. Selain faktor tersebut well completion juga dipengaruhi oleh karakter formasi, karakter fluida dan keekonomiannya. 5. Klasifikasi metode well completion didasarkan pada beberapa faktor, yaitu: a. Down-Hole Completion atau Formation Completion, dibagi atas tiga metode, yaitu Open-Hole Completion, Cased-Hole Completion atau Perforated Completion dan Well-Head Completion b. Tubing Completion c. Well-head Completion 6. Perforasi merupakan pembuatan lubang menembus Casing dan semen sehingga terjadi hubungan/koneksi antara formasi dengan lubang sumur yang mengakibatkan fluida formasi dapat mengalir ke dalam lubang sumur. Perforasi dapat dilakukan dengan perforator yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Bullet (Gun) Perforator dan Shape Charge (Jet) Perforator 7. Swabbing adalah penghisapan fluida sumur maupun fluida komplesi setelah perforasi pada kondisi overbalance dilakukan, sehingga fluida produksi dari formasi produktif dapat mengalir masuk ke dalam lubang sumur dan kemudian diproduksikan ke atas permukaan. 8. Aplikasi lapangan pada well completion adalah mengetahui metode mana yang cocok untuk mempersiapkan sumur setelah operasi pemboran dan untuk mempersiapkan operasi produksi fluida hidrokarbon ke permukaan. Well completion dilakukan agar pemilihan peralatan produksi baik surface maupun subsurface suatu sumur dapat optimum.