Anda di halaman 1dari 24

Macam Kontrak Perminyakan

Terdapat tiga macam kontrak perminyakan yaitu (Campbells,


1987):
• Concession (konsesi)
• Producrion Sharing Cost Recovery (bagi produksi)
• Service (jasa)
• PSC Gross Split
Kontrak Konsesi

Pada kontrak konsesi hak pengelolaan migas ada di


tangan pemegang konsesi. Pemegang konsesi
mempunyai kewajiban membayar royalty, pajak
pendapatan, dan pajak lainnya. Kontraktor lebih
menyukai kontrak ini, karena tidak adanya campur
tangan pemerintah dalam pengelolaan bahan tambang.
Audit pemerintah hanya dilakukan sesudah pekerjaan
dilaksanakan (post audit).
Kontrak Production Sharing
• Pada Kontrak Production Sharing hak pengelolaan migas
tetap ada di tangan pemerintah walaupun pengusahaannya
bisa dilakukan oleh kontraktor. Di sini kontraktor
mengajukan usulan pengembangan lapangan atau POD
(Plan of De­velopment) dan mengisi formulir untuk
persetujuan pengeluaran dana atau AFE (Authorization for
Expenditure) untuk disetujui oleh pemerintah. Audit
pemerintah adalah pre, current, and post audit.
Ketransparanan dari segala sesuatu yang dikerjakan
kontraktor jauh lebih baik di sini daripada pada Kontrak
Karya karena pengawasannya dilakukan setiap saat.
Walaupun demikian perlu disadari bahwa pengawasan
yang tidak efisien dapat mengakibatkan biaya tinggi.
Pengawasan yang efisien membutuhkan lembaga
pengawasan dan peraturan yang baik, aparat pengawasan
yang profesional serta sistem informasi yang mendukung.
Kontrak Jasa

Pada kontrak jasa, operator mendapatkan balas jasa dari jaminan (investasi
yang di­keluarkan) berupa persentase dari investasi yang telah dikeluarkan.
Sebagai perbandingan, kontrak untuk negara‑negara Asia Pasifik diberikan
pada Tabel 1.
 
Tabel 1
B. Kriteria Evaluasi Kontrak (UN, 1984)
1. Stabilitas
Kontrak yang stabil adalah kontrak yang tidak memerlukan perubahan pada
kondisi apapun. Dengan sendirinya, kontrak yang stabil adalah kontrak
yang fleksibel sehingga tidak perlu berubah dengan perubahan
keuntungan.

2. Netralitas
Suatu kontrak disebut netral jika keputusan investasi kontraktor tidak dipenga­
ruhi oleh pendapatannya. Secara prinsip, pajak yang memaksimumkan
pendapatan adalah netral. Prakteknya, sulit merencanakan pajak yang
benar‑benar ne­tral.

3. Mudah untuk Dikenakan


Sistem royalty lebih mudah dikenakan dibandingkan pajak
pendapatan.

4. Mudah untuk Diadministrasikan


Adanya jaminan penerimaan pemerintah seperti royalty atau adanya cost
recovery ceiling menyebabkan suatu kontrak lebih mudah
diadministrasikan.
C. Berbagai Pungutan Pemerintah dalam Pengusahaan Migas
(UN, 1984).
1. Fixed Fee (FE) atau Bayaran Tetap
Untuk mendapatkan hak mengelola atau mengusahakan daerah
pertambangan, maka bagi kontraktor dikenakan bonus
penandatanganan (signature bonus). Demikian pula apabila terdapat
penemuan maka dikenakan bonus penemuan (discovery bonus) dan
untuk produksi yang memenuhi target dikenakan bonus pro­duksi
(production bonus).
2. Specific or Ad Valorem Duty (SAVD) atau Kewajiban Khusus
Biasa disebut royalty yaitu pungutan yang berdasarkan persentase
volume produksi atau pendapatan. SAVD adalah tidak netral karena
untung atau tidak un­tung kontraktor wajib membayamya. Pada
Kontrak Production Sharing dikenal FTP (First Tranche Petroleum)
dimana persentase pendapatan dibagi antara pemerintah dan
kontraktor.
3. Higher Rate of Income Tax (HRIT) atau Pajak yang Lebih Tinggi
Pajak pertambangan biasanya lebih tinggi dari pajak untuk industri.
4. Progressive Profits Tax (PPT) atau Pajak Progresif
PPT memajak keuntungan tertentu dengan pajak yang lebih rendah (misal
pajak normal), tetapi untuk keuntungan diatasnya diberlakukan pajak
yang lebih tinggi.
5 Resource Rent Tax (RRT)
Pajak ini diusulkan oleh Gamaut dan Clunies Ross dan hanya memajak NPV
(Net Present Value) yang positif, sesudah didiskon dengan MARR
(Minimum Attractive Rate of Retum). Sebagai akibatnya RRT ini lebih
netral dari SAVD, HRIT atau PPT, tetapi tidak benar‑benar netral karena
investor tidak mendapat kompensasi apabila memperoleh NPV negatif.
6. Brown Tax (BT)
Ini pajak teoritis (tidak pemah ada pemerintah yang mau
mengaplikasikannya) karena pemerintah memajak apabila NPV kontraktor
positif dan memberikan kompensasi apabila NPV kontraktor negatif.
 
Fiscal Regime

Indonesian Production Sharing


Regime
PENDAHULUAN
• Government Take
• Dasar struktur Regim (Guy Allinson)

Gambar 1:
Struktur dasar
Regim PSC
(Production
Shearing
Contract)
dengan Share
First Tranche
Petroleum
Komponen-komponennya
• a.First Tranche Petroleum.
Klaim pertama dari pendapatan kotor (gross
revenue/GR) yg diimplementasikan dalam
Regim PSC dinamakan FTP, besarnya 20% dari
GR, yang di bagi sesuai dengan sharenya
(before tax) (dinamakan FTP share, sharenya
antara negara /GOI dan contraktor, besarnya
20%).
Hubungan FTP share dengan bagian kontraktor
berdasarkan rate produksi, tabel dibawah ini.
Company & State Shares of FTP
• Besarnya pendapatan kontrakdor dari FTP,
yang dinyatakan setelah pajak, dengan tax
48%, dinyatakan pada tabel di bawah ini.
• Dari tabel diatas hubungan sebelum pajak dan
setelah pajak, dengan tax 48%, sbb
b.Cost Recovery
• Psc mengijinkan pengembalian biaya ekplorasi
dan biaya operasi, dinamakan cost recovery.
• Komponen-komponennya biaya intangible di
kembalikan secara langsung.
• Biaya tangible dibayarkan melalui depresiasi
selama 5 tahun dengan metoda decline balance
dan tahun ke-5 dengan metoda balon.
• Investment Credit (IC) diberikan 17% dari
tangible cost (untuk laut dalam /kedalaman air >
200 m 127% IC)

Anda mungkin juga menyukai