Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA VERTIKAL

4.1. Kelakuan Aliran Fluida Dalam Pipa


Teori dasar untuk persamaan aliran fluida dalam pipa adalah persamaan kesetimbangan, yang
menyatakan kesetimbangan energi antara dua buah titik dalam satu sistem. Secara sederhana
kesetimbangan energi tersebut dapat dinyatakan bahwa, ”energi dari fluida yang masuk kedalam sistem
ditambah dengan kerja yang dilakukan oleh atau pada fluida dan ditambah dengan pertambahan energi
panas yang masuk kedalam atau keluar sistem, ditambah dengan setiap perubahan energi terhadap waktu,
harus sama dengan energi yang meninggalkan sistem”.
Dengan menganggap sistem adalah steady state, maka kesetimbangan energi dapat dituliskan
sebagai berikut :

mv12 mgZ1 mv 2 mgZ 2


U 1  PV
1 1    q  Ws  U 2  P2V2  2 
2 gc gc 2 gc gc (4-1)
dimana :
U = energi dalam
PV = energi ekspansi atau energi kompresi
mv 2
2 g c = energi kinetik
mgZ
g c = energi potensial
q = energi panas yang ditambahkan (masuk) ke dalam fluida
Ws = kerja yang dilakukan terhadap fluida
Z = ketinggian yang dihitung dari suatu datum tertentu.

Jika persamaan (4-1) dibagi dengan m untuk mendapatkan energi per unit massa, maka persamaan
(4-1) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk differensial, yaitu :

 P  vdv g
dU  d     dZ  dq  dWs  0
   gc gc
(4-2)

Persamaan (4-2) tersebut masih dalam bentuk energi dalam, dengan demikian masih sulit untuk
dipecahkan. Untuk itu persamaan (4-2) perlu diubah menjadi bentuk kesetimbangan energi mekanik,
dengan menggunakan persamaan termodinamika, yaitu sebagai berikut :

 P
dU  dH  d  
 
(4-3)
dP
dH  TdS 
 (4-4)
atau :
 P  dP
dU  TdS  d   
  
(3-5)
dimana :
H = enthalpi
S = entropi
T = temperatur.
Dengan mensubstitusikan persamaan (4-5) kedalam persamaan (4-2), maka akan diperoleh :
dP  P  P  vdv g
TdS   d   d    dZ  dq  dWs  0
      gc gc
(4-6)

Untuk proses irreversible, ketidaksamaan Claussius menyatakan bahwa :

dq
dS 
dT atau TdS  dq  dLw (4-7)

dimana dLw adalah loss yang disebabkan adanya proses irreversibilitas, misalnya adanya gesekan.
Dengan menggunakan hubungan tersebut dan menganggap tidak ada kerja yang dilakukan baik
terhadap fluida maupun oleh fluida, maka persamaan (4-6) dapat diubah menjadi :

dP vdv g
  dZ  dLw  0
 gc gc (4-8)

Untuk pipa miring, dengan sudut kemiringan sebesar  terhadap bidang horizontal, seperti pada Gambar
4.2, dimana dZ = dL sin , maka :

dP vdv g
  dL sin   dLw  0
 gc gc (4-9)

Dengan mengalikan persamaan (4-9) dengan /dL, maka akan diperoleh :

dP vdv g dL
   sin    w  0
dL g c dL g c dL (4-10)

Persamaan (4-10) dapat digunakan untuk menghitung gradien tekanan dan dengan menganggap
penurunan tekanan adalah positif dalam arah aliran, maka :
dP vdv g  dP 
   sin    
dL g c dL g c  dL  f
(4-11)
dimana :
 dP  dLw
   
 dL  f dL
gradien tekanan yang disebabkan adanya gesekan.

Pada aliran fluida di dalam pipa, adanya kehilangan tekanan disebabkan oleh gesekan, perbedaan
ketinggian serta adanya perubahan energi kinetik. Karena umumnya gesekan terjadi pada dinding pipa,
perbandingan antara shear stress (w) dengan energi kinetik per satuan volume (v2/2gc) menunjukkan
peran shear stress terhadap kehilangan tekanan secara keseluruhan. Perbandingan ini membentuk suatu
kelompok tidak berdimensi yang dikenal sebagai faktor gesekan Fanning :
w 2 g
f   w2 c
v 2 g c
2
v (4-12)

Besarnya gradien tekanan yang disebabkan oleh faktor gesekan dinyatakan dalam persamaan
Fanning, yaitu sebagai berikut :

 dP  2 fv 2
  
 dL  f gc d
(3-13)

Dalam bentuk faktor gesekan Moody (f m), dimana fm = 4  f, maka persamaan (4-13) berubah
menjadi :

 dP  f v 2
   m
 dL  f 2 gc d
(4-14)
Penentuan faktor gesekan untuk aliran fluida satu fasa tergantung pada tipe alirannya (laminer atau
turbulen).
Pada aliran satu fasa laminer faktor gesekan ditentukan berdasarkan penggabungan persamaan (4-
14) dan persamaan Hagen-Poiseuille, yaitu :

d 2 gc  dP 
v  
32   dL  f
(4-15)

Dari persamaan (4-14) dan (4-15) tersebut, secara analitis faktor gesekan dapat ditentukan sebagai berikut :

64  64
fm  
vd N Re (4-16)

atau apabila dinyatakan dalam faktor gesekan Fanning :

16
f 
N Re (4-17)

Untuk pembahasan selanjutnya, faktor gesekan Moody selalu digunakan dan subscript m akan dihilangkan.
Pendekatan untuk penentuan faktor gesekan untuk aliran satu fasa turbulen dimulai dari persoalan
yang sederhana, yaitu untuk pipa halus (smooth pipe), kemudian untuk pipa kasar (rough wall pipe). Untuk
pipa yang halus, telah banyak korelasi yang dikembangkan, dimana masing-masing berlaku untuk selang
bilangan Reynold (NRe) yang berbeda-beda. Persamaan yang umum digunakan, yang berlaku untuk selang
harga NRe yang luas, yaitu 3000  NRe  3  106, dikembangkan oleh Drew, Koo dan Mc Adam (1932),
yaitu sebagai berikut :

0.32
f  0.0056  0.5 N Re (4-18)
Sedangkan untuk pipa yang kasar, ternyata kekasaran pipa tersebut sangat mempengaruhi faktor
gesekan. Kekasaran pipa tersebut merupakan fungsi dari bahan dasar pembuat pipa, metoda pembuatan
dan lingkungan dimana pipa tersebut berada. Sehubungan dengan penentuan faktor gesekan untuk pipa
yang kasar, kekerasan dinyatakan sebagai kekerasan absolut, . Secara analisis dimensi dapat ditunjukkan
bahwa pengaruh kekasaran tidak disebabkan oleh dimensi absolutnya, tetapi oleh dimensi relatifnya, yaitu
perbandingan kekasaran absolut dengan diameter pipa, /d, yang disebut kekasaran relatif.
Nikuradse berdasarkan percobaan dengan menggunakan butiran pasir, membuat korelasi
penentuan faktor gesekan untuk pipa kasar sebagai berikut :

1  2 
 174
.  2 log 
f d
(4-19)

Persamaan (4-19) tersebut selanjutnya disempurnakan oleh Colebrook dan White (1939) menjadi :

1  2 18.7 
.  2 log 
 174 
f d N Re f  (4-20)
Untuk memudahkan, persamaan (4-20) dapat diubah menjadi :

2
 
 
 1 
fc   
  2 
174
.  2 log  18.7 
 d 
  N Re f g  
(4-21)
dimana :
fg = faktor gesekan yang dimisalkan
fc = faktor gesekan sebagai hasil perhitungan.
Dengan demikian pemecahan persamaan (4-21) adalah dengan trial and error, dimana harga f g
yang pertama ditentukan dengan menggunakan persamaan Drew, Koo dan Mc Adam, yaitu persamaan (4-
18).
Perubahan faktor gesekan untuk aliran satu fasa terhadap bilangan Reynold dan kekasaran relatif
diperlihatkan secara grafis dalam Gambar 4.3, yang dikenal dengan diagram Moody. Sedangkan hubungan
faktor gesekan dengan kekasaran pipa diperlihatkan dalam Gambar 4.4.
Untuk aliran fluida satu fasa, persamaan gradien tekanan yang dapat digunakan untuk setiap fluida
yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu diperoleh dengan menggabungkan persamaan (4-11)
dan (4-14), yaitu sebagai berikut :

dP g fv 2 vdv
  sin   
dL g c 2 g c d g c dZ (4-22)

dimana harga f merupakan fungsi dari kekasaran relatif dan bilangan Reynold, seperti yang terlihat pada
diagram Moody.
Secara umum, persamaan gradien tekanan total dapat dinyatakan dalam tiga komponen, yaitu :
dP  dP   dP   dP 
     
dL  dL  el  dL  f  dL  acc
(3-23)

Dimana :
 dP  g
    sin 
 dL  el g c
, merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya perubahan energi potensial
atau perubahan ketinggian (elevasi).
 dP  fv 2
  
 dL  f 2 g c d
, merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya gesekan.
 dP  vdv
  
 dL  accl g c dZ
, merupakan gesekan yang ditimbulkan oleh perubahan energi kinetik.

Persamaan (4-23) berlaku untuk setiap fluida pada kondisi steady state, aliran satu dimensi,
dimana f,  dan v dapat ditentukan.
Tinjauan lebih luas tentang aliran fluida satu fasa ini adalah sebagai berikut :
1. Komponen Perubahan Ketinggian
Komponen ini sama dengan nol untuk aliran horisontal dan mempunyai harga untuk aliran compressible
atau incompressible atau transient, baik dalam aliran pipa vertikal atau pun miring. Untuk aliran pipa
vertikal kebanyakan harga sin  berharga negatip dan tekanan hidrostatik akan bertambah pada arah
aliran.
2. Komponen Friction Loss
Komponen ini berlaku untuk semua jenis aliran pada setiap sudut kemiringan pipa dan menyebabkan
penurunan tekanan dalam arah aliran. Pada aliran laminer, friction loss berbanding lurus dengan
kecepatan fluida. Sedangkan pada aliran turbulen, friction loss adalah sebanding dengan v n, dimana 1.7
< n < 2.
3. Komponen Percepatan
Komponen ini berlaku untuk setiap kondisi aliran transient, tetapi berharga nol untuk luas penampang yang
konstan dan aliran incompressible. Pada setiap kondisi aliran dimana terjadi perubahan kecepatan,
seperti dalam aliran compressible, penurunan tekanan terjadi dalam arah pertambahan kecepatan.
Perhitungan gradien tekanan untuk aliran fluida dua fasa memerlukan harga-harga kondisi aliran
seperti kecepatan aliran dan sifat-sifat fisik fluida (seperti berat jenis, viskositas, dan dalam beberapa hal,
tegangan permukaan). Apabila harga-harga tersebut telah dapat ditentukan untuk masing-masing fasa yang
mengalir, maka perlu dilakukan penggabungan-penggabungan.

4.1.1. Liquid Hold-Up dan No-Slip Liquid Hold-Up


Untuk melakukan penggabungan sifat-sifat fisik pada fasa yang mengalir, dalam aliran dua fasa,
perlu digunakan suatu parameter yang disebut liquid hold-up dan no-slip liquid hold-up tergantung pada
anggapan kondisi aliran yang terjadi. Liquid hold-up didefinisikan sebagai perbandingan antara bagian
volume pipa yang diisi oleh cairan dengan volume keseluruhan pipa.

Volume cairan dalam pipa


HL 
Volume pipa (4-24)

Liquid hold-up merupakan fraksi yang berharga nol (untuk aliran yang seluruhnya adalah gas)
sampai berharga satu (untuk aliran yang seluruhnya adalah cairan). Bagian pipa yang tidak terisi oleh
cairan, yang berarti berisi gas, apabila volume yang berisi gas dibandingkan dengan volume pipa
keseluruhan, disebut sebagai gas hold-up. Dengan demikian :

Hg  1  HL
(4-25)

No-slip liquid hold-up atau disebut juga dengan input liquid content, didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume cairan yang mengisi pipa dengan volume pipa keseluruhan, apabila gas dan
cairan bergerak dengan kecepatan yang sama. Harga no-slip liquid hold-up (L), dapat dihitung langsung
dari harga laju aliran gas dan cairan, yaitu :

qL
L 
qL  qg
(4-26)

dimana qL dan qg masing-masing adalah laju cairan dan gas yang diamati. Sedangkan no-slip gas hold-up
adalah :

qg
 g  1  L 
qL  qg
(4-27)

Berdasarkan kedua persamaan diatas, maka dapat dilakukan penggabungan sifat-sifat fisik fasa
yang mengalir bersama-sama dalam pipa.

4.1.2. Berat Jenis


Berat jenis total antara cairan dan gas yang mengalir bersama-sama dalam pipa, dapat ditentukan
dengan tiga cara, yaitu :
a. Slip density, s
b. No-slip density, n
c. Kinetic density, k
dimana masing-masing densitas tersebut dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :

 s   L HL   g Hg
(4-28)
 n   L L   g g
(4-29)
 L 2L  g  g
2

k  
HL Hg
(4-30)

Dalam hal cairan yang mengalir terdiri dari minyak dan air, maka densitas cairan merupakan
penggabungan antara densitas minyak dan air, sesuai dengan kadar masing-masing dalam cairan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

 L  o fo  w fw (4-31)

dimana :
qo
fo 
qo  q w (4-32)
fw  1 f o (4-33)

Persamaan (4-28) digunakan untuk perhitungan gradien tekanan yang disebabkan perubahan ketinggian,
persamaan (4-29) digunakan apabila dalam perhitungan gradien tekanan dianggap tidak terjadi slippage,
dan persamaan (4-30) digunakan dengan pemakaian besaran friction loss dan bilangan Reynold.

4.1.3. Kecepatan Aliran


Banyak perhitungan gradien tekanan aliran dua fasa didasarkan pada variabel kecepatan yang
disebut superficial velocity, yang didefinisikan sebagai kecepatan suatu fasa jika mengalir melewati
seluruh penampang pipa. Superficial velocity dihitung dari persamaan :

qg
v sg 
A (4-34)
qg
vg 
AH g
(4-35)

dimana :
A = luas penampang pipa.
Sedangkan superficial liquid velocity (vsL) dihitung dari :

qL
v sL 
A (4-36)

dan kecepatan cairan sebenarnya :

qL
vL 
AH L (4-37)

Sedangkan untuk aliran dua fasa, kecepatan campuran adalah :

v m  v sL  v sg
(4-38)

Apabila terjadi perbedaan antara kecepatan gas sebenarnya dengan kecepatan cairan sebenarnya,
maka :

v sg v sL
vs  vg  v L  
Hg HL
(4-39)

dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas, maka bentuk lain persamaan no-slip hold-up adalah
:

v sL
L 
vm (4-40)
4.1.4. Viskositas
Harga viskositas sangat diperlukan dalam perhitungan gradien tekanan aliran, terutama untuk
menentukan bilangan Reynold atau pun untuk menentukan gradien tekanan dari komponen gesekan.
Viskositas campuran air dengan minyak ditentukan dengan persamaan :

 L  o fo  w fw (4-41)

Sedangkan viskositas dua fasa (cairan dan gas) ditentukan sesuai dengan adanya slip atau tidak, yaitu :
a. No-slip viscosity, n

 n   L L   g  g
(4-42)

b. Slip viscosity, s

s   L  
HL Hg
g
(4-43)

4.1.5. Tegangan Permukaan


Kadang-kadang tegangan permukaan diperlukan pula untuk menentukan gradien tekanan aliran.
Apabila fasa cair terdiri dari air dan minyak, maka tegangan permukaan cairan (L) ditentukan dari :

 L   o fo   w fw (4-44)
dimana :
o, w = tegangan permukaan minyak, air
fo, fw = fraksi aliran minyak, air.
Persamaan (4-20) merupakan persamaan gradien tekanan yang berlaku untuk setiap fluida yang
mengalir dalam pipa dengan sudut kemiringan  dari bidang horizontal. Persamaan tersebut dapat
digunakan untuk aliran dua fasa dengan menganggap bahwa campuran gas dan cairan merupakan
campuran yang homogen untuk seluruh pipa dengan panjang tak terhingga.
Oleh karena sifat-sifat fisik yang mengalir untuk aliran dua fasa telah berubah, maka komponen
elevasi menjadi :

 dP  g
    sin 
 dL  el g c s
(4-45)

dimana s adalah berat jenis gas-cairan dalam pipa, dan harga ini dapat ditentukan dari persamaan (4-28).
Sedangkan komponen friction loss untuk aliran dua fasa ditentukan secara percobaan dengan melakukan
analogi terhadap aliran satu fasa.
Metoda-metoda yang ada selama ini semuanya menitik beratkan pada penentuan faktor dua fasa.
Bentuk persamaan-persamaan untuk komponen friction loss adalah sebagai berikut :

 dP  f L  L v sL
2

  
 dL  f 2 gc d
(4-46)
 dP  f g  gv 2
sg
  
 dL  f 2 gc d
(4-47)
 dP  f tp  f v m2
  
 dL  f 2 gc d
(4-48)
Umumnya metoda-metoda penentuan gradien tekanan aliran sebagai akibat friction loss ini
berbeda dalam hal menentukan faktor gesekan. Sedangkan faktor gesekan umumnya dihubungkan dengan
bilangan reynold (NRe), dimana :

vd
N Re  1488
 (4-49)
dimana :
 = berat jenis, lb/cuft
v = kecepatan, ft/sec
d = diameter dalam pipa, ft
 = viskositas, cp.
Komponen percepatan, (dP/dL)acc, biasanya diabaikan dalam perhitungan gradien tekanan.
Aliran multifasa didefinisikan sebagai gerakan serentak dari gas bebas dengan cairan dalam pipa.
Aliran ini dapat bergerak sembarang arah, dan gas bisa dalam bentuk campuran yang homogen atau cairan
berbentuk sebagai slug dan gas mendorong slug (kolom cairan) tersebut. Cairan yang mengalir tersebut
bisa merupakan campuran antara dua macam cairan (biasanya minyak dan air) atau dalam bentuk emulsi.
Persoalan aliran multifasa dalam pipa dapat dibagi dalam empat kategori, yaitu sebagai berikut :
a. aliran multifasa vertikal
b. aliran multifasa horizontal
c. aliran multifasa dalam pipa miring
d. aliran multifasa dalam pipa berarah.
Penggunaan korelasi aliran multifasa dalam pipa adalah untuk memperkirakan kehilangan tekanan
yang terjadi selama aliran dalam pipa, dan dalam industri perminyakan, korelasi tersebut digunakan untuk :
1. Perencanaan sumur yang berproduksi secara alamiah.
2. Perencanaan slim-hole completion.
3. Perencanaan sumur-sumur gas yang telah mengalami dewatering.
4. Perencanaan instalasi artificial lift.
5. Perencanaan sistem pengumpul dan pemisahan (gathering & separation sistem).
6. Menentukan ukuran flowline di permukaan yang sesuai.
7. Menentukan ukuran transmission line yang sesuai.
8. Menentukan ukuran pipa gas.
9. Perencanaan tubing untuk sumur-sumur miring.
10. Perencanaan pipa-pipa miring di permukaan.
11. Perencanaan heat excanger.

3.2. Metoda-Metoda Yang Digunakan Dalam Menganalisa Aliran Fluida Didalam Pipa Vertikal
Aliran fluida vertikal terutama ditemui pada tubing yang digunakan untuk memproduksi suatu
sumur. Dalam hal ini distribusi tekanan aliran sepanjang tubing harus diketahui, agar dapat dilakukan
perencanaan ukuran tubing yang sebaiknya digunakan, untuk memperkirakan laju produksi yang dapat
dihasilkan atau untuk tujuan perencanaan instalasi metoda produksi dengan pengangkatan buatan.
Dengan tujuan seperti diatas, banyak ahli yang berusaha untuk dapat membuat suatu metoda yang
dapat digunakan untuk memperkirakan distribusi tekanan aliran sepanjang tubing. Dasar dari metoda
tersebut secara umum dinyatakan dalam persamaan (4-23). Perbedaan metoda-metoda tersebut terletak
pada teknik penentuan variabel yang ada dalam persamaan tersebut (misalnya faktor gesekan, densitas dan
viskositas). Hal ini disebabkan adanya perbedaan anggapan yang digunakan untuk memecahkan
persamaan (4-23) tersebut.
Anggapan-anggapan yang dilakukan oleh para ahli untuk mengembangkan korelasi tersebut
pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Tanpa memperhatikan adanya slip serta pola aliran.
2. Memperhitungkan slip tetapi pola aliran diabaikan.
3. Memperhitungkan slip maupun pola aliran.
Tabel 4-1 memperlihatkan sebagian metoda-metoda perkiraan penurunan tekanan aliran sepanjang
pipa serta kelompok anggapan dari metoda tersebut.

Tabel 4-1. Metoda-Metoda Perkiraan Kehilangan Tekanan dan Anggapan yang Digunakan 7)
No Metoda Kelompok Anggapan
1 Poetmann dan Carpenter 1
2 Baxendall dan Thomas 1
3 Fancher dan Brown 1
4 Hagedorn dan Brown 2
5 Duns dan Ross 3
6 Orkiszewski 3
7 Beggs dan Brill 3

3.2.1. Metoda Poetmann dan Carpenter


Poetmann dan Carpenter mengembangkan metoda semi empiris, yaitu berdasarkan persamaan
kesetimbangan energi serta data dari 34 sumur minyak flowing dan 15 sumur gas lift yang menggunakan
ukuran tubing 2, 1½ dan 3 in. Minyak, air dan gas dianggap sebagai satu fasa dan tidak dilakukan korelasi
liquid hold-up.
Selain itu dianggap juga bahwa, aliran gas, air dan minyak merupakan aliran
turbulen. Kehilangan energi yang terjadi sepanjang aliran tersebut oleh Poetmann dan Carpenter
dikorelasikan dengan pembilang dari bilangan Reynold seperti pada Gambar 4.5.
Beberapa hal yang harus diingat mengenai penggunaan metoda ini adalah :
1. Korelasi ini dapat digunakan untuk pipa-pipa yang digunakan dalam studi ini (2, 2½ dan 3 in.).
Sedangkan penggunaan metoda ini untuk ukuran pipa yang lain, harus mempertimbangkan mengenai
hasil yang diperoleh.
2. Laju aliran total digunakan untuk menghitung densitas pada setiap titik dalam pipa.
3. Pola aliran diabaikan.
4. Pengaruh viskositas diabaikan. Studi oleh Ros, Hagedorn dan Brown menunjukkan bahwa, pengaruh
viskositas diatas 6 cp (atau 10 cp) perlu diperhitungkan.
5. Komponen percepatan dalam persamaan energi diabaikan. Hal ini benar untuk kondisi tertentu, tetapi
jika kecepatan aliran sangat tinggi, maka komponen percepatan perlu diperhitungkan.
6. Faktor gesekan dianggap merupakan harga rata-rata untuk seluruh panjang tubing, sedangkan
sebenarnya harga faktor gesekan berubah dari dasar sumur sampai ke permukaan.

Poetmann dan Carpenter mengembangkan korelasinya berdasarkan persamaan energi umum, yang
kemudian diubah dalam bentuk total laju aliran massa, yaitu :

dP 1   f  w 2 
   
dL 144  7.413  1010 d 5 
(4-50)
dimana :
w = masa laju aliran total, lb/hari
 = densitas campuran, lb/cuft
d = diameter dalam pipa, ft
f = faktor gesekan yang diperoleh dari Gambar 4.5.
Prosedur perhitungan penurunan tekanan sepanjang pipa vertikal dengan metoda Poetmann dan
Carpenter adalah sebagai berikut :
1. Data yang harus tersedia adalah sebagai berikut :
a. Gas Liquid Ratio
b. Specific Grafity Gas
c. Formation Volume Factor terhadap tekanan
d. Kelarutan gas dalam minyak (Rs) terhadap tekanan
e. oAPI minyak
f. Laju aliran minyak dan air
g. Specific Gravity air
h. Tekanan aliran di permukaan
i. Temperatur di permukaan dan gradien temperatur
j. Kedalaman tubing/sumur
k. Ukuran tubing.
Tidak semua data tersebut harus tersedia, misalnya data c dan d dapat dicari dengan menggunakan
korelasi Standing.
2. Pada kertas grafik milimeter, plot kedalaman pada sumbu vertikal, dengan titik nol di atas dan plot
harga tekanan aliran di permukaan pada sumbu horisontal atau tekanan aliran dasar sumur pada
kedalaman sumur.
3. Berdasarkan satu STB minyak, tentukan masa minyak, air dan gas per STB sebagai berikut :
m  ( Berat min yak )  ( Berat gas)  ( Berat air )
   GOR  350    WOR
m  350  o   0.0764  g w

4. Tentukan berat total fluida yang terproduksi per hari, yaitu (langkah 3)  (laju aliran minyak).
5. Dimulai dari tekanan di permukaan (atau dasar sumur), anggap beberapa titik pada tubing sesuai
dengan pertambahan tekanan. Pertambahan tekanan ini harus cukup kecil, agar diperoleh garis yang
baik.
6. Hitung volume campuran minyak, gas dan air pada tekanan yang sesuai dengan langkah 5 per STB
minyak (atau dalam satuan cuft).
Volume total  (Volume min yak )  (Volume air )  (Volume gas)
14.7 T
Vm  5.615 Bo   5.615 WOR  (Volume gas bebas)  Z
P 520
Volume gas bebas ditentukan berdasarkan (GOR  Rs).
7. Hitung densitas campuran pada tekanan yang bersangkutan, yaitu :
m

Vm
8. Hitung pembilang dari bilangan Reynold, yaitu :
14737
.  10 5 q o m
vd 
d
9. Tentukan faktor gesekan f, dengan menggunakan Gambar 4.5.
10. Hitung gradien tekanan dP/dL dengan persamaan (4-50).
11. Ulangi prosedur di atas, mulai dari langkah 5 untuk titik tekanan berikutnya dan tentukan gradien
tekanannya.
12. Rata-ratakan hasil perhitungan gradien tekanan dari dua titik tekanan di atas dan bagi dengan
perbedaan tekanan tersebut dengan gradien tekanan rata-rata, maka akan dihasilkan jarak antara kedua
titik tekanan tersebut.
13. Plot jarak tersebut dalam kertas grafik sesuai dengan tekanannya.
14. Ulangi langkah tersebut di atas, sampai kedalaman sumur tercapai.

3.2.2. Metoda Baxendall dan Thomas


Baxendall dan Thomas mengembangkan metoda Poetmann dan Carpenter untuk laju produksi
yang tinggi. Pengembangan ini berdasarkan percobaan yang dilakukan di lapangan La Paz, Venezuela,
dimana hasil dari percobaan tersebut memungkinkan dapat ditentukannya harga faktor gesekan untuk laju
produksi yang tinggi, seperti yang terlihat dalam Gambar 4.6.
Prosedur perhitungan gradien tekanan untuk metoda Baxendall dan Thomas, sama seperti prosedur
perhitungan oleh Poetmann dan Carpenter.

3.2.3. Metoda Fancher dan Brown


Metoda ini juga merupakan perluasan dari metoda Poetmann dan Carpenter. Fancher dan Brown
melakukan percobaan pada sumur percobaan dengan kedalaman 8000 ft yang menggunakan tubing dengan
ukuran 1.995 in (ID). Metoda ini merupakan penyesuaian metoda Poetmann dan Carpenter, terutama untuk
tubing ukuran 2 in dan memberi hasil yang memuaskan terutama untuk laju produksi yang rendah dan
GLR yang tinggi.
Hasil yang teliti dapat dihasilkan apabila GLR kurang dari 5000 SCF/BBL dan laju produksi
kurang dari 400 BBL/hari. Batasan metoda ini adalah tidak dianjurkan untuk digunakan pada pipa dengan
3 7
ukuran kurang dari 2 8 in (OD) dan tidak lebih besar dari 2 8 in (OD).
Perhitungan gradien tekanan dengan menggunakan metoda ini, menggunakan persamaan yang
sama dengan persamaan (4-50), hanya saja faktor gesekan, f, ditentukan dengan Gambar 4.7. Prosedur
perhitungannya tetap sama seperti pada prosedur perhitungan metoda Poetmann dan Carpenter, yaitu
sebagai berikut :
1. Tentukan masa fluida (m) dalam lbm/STB.
4. Tentukan berat total fluida (w) yang terproduksi per hari.
5. Pilih tekanan awal (P1) untuk memulai perhitungan. Tekanan ini dapat dimulai dari tekanan aliran di
permukaan ke bawah atau dari dasar sumur (kedalaman total) ke atas sampai permukaan.
6. Hitung volume campuran minyak, gas dan air pada tekanan yang sesuai dengan langkah 3 dalam
satuan STB (diasumsikan tidak terjadi slip).
7. Hitung densitas campuran pada kondisi P1, yaitu :
m

Vm
6. Hitung pembilang dari bilangan Reynold, yaitu :
14737
.  10 5 q o m
vd 
d
7. Tentukan faktor gesekan f, dengan menggunakan Gambar 4.7.
9. Hitung gradien tekanan dP/dL dengan persamaan (4-50).
10. Ulangi prosedur di atas, mulai dari langkah 3 untuk titik tekanan berikutnya (P 2), dimana pertambahan
tekanan ini harus cukup kecil untuk mendapatkan garis kurva yang baik, dan tentukan gradien
tekanannya.
11. Rata-ratakan hasil perhitungan gradien tekanan dari dua titik tekanan di atas dan bagi dengan
perbedaan tekanan tersebut dengan gradien tekanan rata-rata, maka akan dihasilkan jarak antara kedua
titik tekanan tersebut.
12. Plot jarak tersebut dalam kertas grafik sesuai dengan tekanannya.
13. Ulangi langkah tersebut di atas, sampai kedalaman sumur tercapai.

Anda mungkin juga menyukai