Anda di halaman 1dari 15

RESUME

KOMBINASI HUKUM PERTAMA


DAN
KEDUA TERMODINAMIKA

Oleh :
Nofi Rahmayanti
15302241047
Pendidikan Fisika A 2015

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


2016
A. Hukum Pertama Termodinamika
Hukum pertama termodinamika adalah suatu pernyataan mengenai hukum
universal dari kekekalan energi dan mengidentifikasikan perpindahan panas sebagai
suatu bentuk perpindahan energi. Pernyataan paling umum dari hukum pertama
termodinamika ini berbunyi: Kenaikan energi internal dari suatu sistem
termodinamika sebanding dengan jumlah energi panas yang ditambahkan ke dalam
sistem dikurangi dengan kerja yang dilakukan oleh sistem terhadap lingkungannya.
Hukum kekekalan energi: Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dihancurkan/dihilangkan. Tetapi dapat ditransfer dengan berbagai cara. Aplikasi:
Mesin-mesin pembangkit energi dan pengguna energi. Semuanya hanya mentransfer
energi, tidak menciptakan dan menghilangkan.
B. Hukum Kedua Termodinamika
Hukum kedua termodinamika adalah Proses suatu sistem terisolasi yang
disertai dengan penurunan entropi tidak mungkin terjadi. Dalam setiap proses yang
terjadi pada sistem terisolasi, maka entropi system tersebut selalu naik atau tetap
tidak berubah.
Hukum kedua termodinamika terkait dengan entropi. Hukum ini menyatakan
bahwa total entropi dari suatu sistem termodinamika terisolasi cenderung untuk
meningkat seiring dengan meningkatnya waktu, mendekati nilai maksimumnya.
Hukum keseimbangan / kenaikan entropi: Panas tidak bisa mengalir dari
material yang dingin ke yang lebih panas secara spontan. Entropi adalah tingkat
keacakan energi. Jika satu ujung material panas, dan ujung satunya dingin, dikatakan
tidak acak, karena ada konsentrasi energi. Dikatakan entropinya rendah. Setelah rata
menjadi hangat, dikatakan entropinya naik.

C. Kombinasi Hukum Termodinamika Pertama dan Kedua


Hukum termodinamika pertama dituliskan dengan persamaan :
d(nU) = dQ + dW (1.2)
Sedang pada hukum termodinamika kedua untuk proses reversible telah
diperoleh hubungan :
Untuk kasus khusus dari proses reversibel,
d(nU) = dQrev + dWrev (5.12)
Persamaan (1,2) dan (5.12) ditulis di sini :
dWrev= - P d(nV) dQrev = T d(nS)
Bersama-sama, tiga persamaan ini memberikan :
d(nU) = T d(nS) - P d(nV) (6.1)
Persamaan ini, menggabungkan hukum pertama dan kedua yang diperoleh
untuk kasus khusus dari proses reversibel. Namun, itu hanya mengandung sifat-sifat
sistem. Sifat-sifat sistem tergantung pada keadaan saja, dan bukan pada jenis proses
yang mengarah ke keadaan. Oleh karena itu, persamaan diatas tidak terbatas di
aplikasi untuk proses reversibel.
Namun, pembatasan pada sifat sistem tidak bisa tenang. Dengan demikian
persamaan diatas berlaku untuk setiap proses dalam sistem konstan massa yang
mengakibatkan perubahan diferensial dari keseimbangan satu keadaan ke keadaan
lain. Sistem dapat terdiri dari satu tahap (homogen sistem), atau itu dapat terdiri dari
beberapa tahapan (sistem heterogen); itu mungkin inert kimia, atau mungkin
mengalami reaksi kimia. Dengan memakai persamaan di atas, maka hubungan-
hubungan termodinamika yang lain dapat diturunkan dengan mengambil sepasang-
sepasang dari P,V, dan T sebagai variabel.
Semua sifat-sifat termodinamika yang utama -P, V, T, U, dan S - disertakan
dalam persamaan (6.1). Sifat termodinamika tambahan muncul hanya oleh definisi
dalam kaitannya dengan sifat-sifat utama ini. Entalpi didefinisikan sebagai persoalan
yang bermanfaat oleh persamaan:
H U + PV (2.11)
Dua sifat tambahan, juga didefinisikan sebagai persoalan yang bermanfaat,adalah
energi Helmholtz,
A U TS (6.2)
dan energi Gibs,
G H TS (6.3)
Masing-masing sifat yang didefinisikan ini mengarah langsung ke sebuah
persamaan seperti persamaan (6.1). Berdasarkan perkalian oleh n, persamaan (2.11)
menjadi:
nH= nU + P(nV)
Diferensiasi memberikan:
d(nH) = d(nU) + P d(nV) + (nV)dP
Ketika d(nU) diganti oleh persamaan (6.1), hal ini mengurangi ke :
d(nH) = T d(nS) + (nV) dP (6.4)
Demikian pula, dari persamaan (6.2),
d(nA) = d(nU) T d(nS) (nS)dT
Menghilangkan d(nU) oleh persamaan (6.1) memberikan:
d(nA) = -P d(nV) (nS) dT (6.5)
Dalam mode analog, persamaan (6.3) dan (6.4) menggabungkan untuk menghasilkan:
d(nG)= (nV) dP (nS) dT (6.6)
Persamaan (6.4) melalui (6.6) dikenakan pembatasan sama sebagai persamaan (6.1).
Semua ditulis untuk massa seluruh sistem tertutup.
Aplikasi dekat persamaan ini adalah untuk satu mol (atau ke unit massa) cairan
homogen komposisi konstan. Untuk kasus ini, mereka menyederhanakan ke:
dU = T dS P dV (6.7)
dH = T dS + V dP (6.8)
dA = -P dV S dT (6.9)
dG = V dP S dT (6.10)
Satu set dari persamaan menindaklanjuti dari persamaan (6.7) (6.10) oleh
aplikasi dari kriteria ketepatan untuk sebuah pernyataan diferensial. Jika F = F (x, y),
maka total diferensial f didefinisikan sebagai:
F F
dF=( )y dx + ( )x dy (6.11)
x y
atau
Df = M dx + N dy
Oleh diferensiasi lebih lanjut :
M N
( )y=( )x dy (6.12)
y x
Ketika F adalah fungsi dari x dan y, sisi kanan persamaan (6.11) adalah
pernyataan diferensial yang tepat; sejak persamaan (6.12) memenuhi, ini berfungsi
sebagai kriteria ketepatan.
Sifat termodinamika, U, H, A dan G dikenal sebagai fungsi variabel pada sisi
kanan dari persamaan (6.7) melalui (6.10); karena itu dapat ditulis hubungan yang
diungkapkan oleh persamaan (6.12) untuk setiap persamaan ini:
Ini adalah persamaan Maxwell
Sehingga dapat disimpulkan bahwa:
S dan V merupakan variabel alami U
S dan P merupakan variabel alami H
Vdan T merupakan variabel alami A
Pdan T merupakan variabel alami G

Entalpi dan Entropi sebagai Fungsi T dan P


Hubungan sifat yang paling berguna untuk entalpi dan entropi dari hasil fase
homogen ketika sifat-sifat ini dinyatakan sebagai fungsi T dan P. Yang perlu kita tahu
adalah bagaimana H dan S bervariasi dengan suhu dan tekanan. Informasi ini
terkandung dalam derivatif (H/T)P, (S /T)P , (H/P)T , and (S/P)T .
Pertama mempertimbangkan derivatif suhu, persamaan (2.20) mendefinisikan
kapasitas panas tekanan konstan:

Satu lagi pernyataan untuk kuantitas ini diperoleh dengan pembagian


persamaan (6.8) dengandTdan pembatasan hasil untuk konstan P:

Derivatif yang sesuai untuk entalpi ditemukan dengan pembagian persamaan


(6.8) oleh dPdan pembatasan untuk konstan T:

Sebagai akibat dari persamaan (6.18) ini menjadi:


Hubungan fungsional yang dipilih di sini untuk H dan S adalah:
H = H(T,P) dan S =S (T,P)
Dimana,

Turunan parsial dalam persamaan dua ini diberikan oleh persamaan (2.20) dan
(6.17) melalui (6.19):

Persamaan-persamaan umum ini berkaitan dangan sifat cairan homogen


komposisi konstan pada suhu dan tekanan.

D. Energi Dalam sebagai Fungsi P


Ketergantungan tekanan energi dalam diperoleh dengan diferensiasi dari
persamaan,
U = H - PV:

Kemudian oleh persamaan (6.19),

E. T dan v sebagai variabel bebas


Persamaan-persamaan dibawah ini menyangkut nilai jenis berbagai besaran,
sehingga hasilnya tak tergantung pada massa atau jumlah mol sistem, tetapi hanya
menyangkut zat yang menyusun sistem tersebut. Dari pers. (2-6) dapat diperoleh
1
ds= ( du+ p dv )
T
Jika u=u ( T , v ) , maka

du= ( Tu ) dT +( uv ) dv
v T

Karena itu maka

ds=
1 u
( )
T T v
dT +
1
T ([ uv ) + p ] dv
T
(2-10)

Sementara itu ds adalah diferensial eksak, sehingga pada persamaan diatas


dapat diterapkan pendiferensialan parsial secara silang. Misalnya ialah
1 2u
(
T v T
=
1
T) [( 2 u
T v
+) ( ) ] T1 [( uv ) + p]
p
T v
2
T

Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi

( uv ) + p=T ( Tp ) = Tx
T v
(2-11)

Bila persamaan (2-11) ini dimasukkan kedalam pers. (2-10) dan kedua ruas
dikalikan dengan T, diperoleh

T ds= ( T u ) dT + T ( Tp ) dv
v v

Yang juga dapat dirumuskan dalam bentuk lain menjadi

T ds=c v dT +T ( Tp ) dv
v
(2-12)

Pers. (2-12) ini disebut persamaan T ds dengan variabel bebas T dan v yang
banyak digunakan dalam perhitungan.
F. T dan P sebagai variabel bebas
Berdasarkan entalpi h = u + Pv , persamaan kombinasi hukum pertama dan
kedua termodinamika dapat ditulis :
1
ds = (dh v dP )
T
Dan mempertimbangkan h sebagai fungsi T dan P, maka :
h h
dh =
T ( )
p dT +
P
T dP( )
Maka ds ,

ds =
1 h
T P [( ) ]
T dP -
T
1
v dP

1 h
ds=
T T p ( ) [( ) ]
dT +
1 h
T p T
v dp (2-13)

Karena ds adalah diferensial eksak, maka pada kedua suku diruas kanan dapat
dilakukan diferensial parsial silang dan selanjutnya disamakan. Karena ada yang
saling melenyapkan maka hasilnya adalah

( hp ) v=T ( T v ) =Tv
T p
(2-14)

Jika pers. (2-14) ini dimasukkan kedalam pers. (2-13) akan diperoleh hasil
1 h
ds= ( ) dT v dp
T T p

Yang dapat dirumuskan dalam bentuk lain menjadi


T ds=c p dT T ( T v ) dp
p
(2-15)

Inilah persamaan T ds yang kedua dalam variabel bebasT dan p.

( Cp
P )
T = -T ( Tv ) p

Sebagai contoh, untuk cairan He4 pada 6 K dengan 19.7 atm


s
( )
P
T = (5.35 x 10-2) (2.64 x 10-2 ) = -14.1 x 10-4 m3 kilomole-1K-1
G. P dan v sebagai variabel bebas
Sebagai fungsi v dan p, maka

dT =( Tv ) dv +( Tp ) dp
p v

Jika persamaan terakhir ini dimasukkan kedalam pers. (2-15) dan disusun
kembali akan diperoleh

T ds=c p ( Tv ) dv+[ c ( Tp ) Tv ] dp
p
p
v

Atau

T ds=c p ( Tv ) dv+[ c x Tv ] dp
p
p

Atau

T ds=c p
T
( )
v p
dv+ [ c p xTv 2

dp ] (2-16)

Dalam sub bab (6-2. Variabel bebas T dan v) telah didapatkan bahwa

c pc v =
[( ) ] ( )
u
v T
+p
v
T p
(2-17)

Pers. (2-11) dimasukkan ke dalam pers. (2-17) ini, maka akan diperoleh hasil
p v Tv 2
c pc v =T ( )( )
T v T p
=
x
(2-18)

Hasil ini dimasukkan kedalam pers. (2-16)


c p xx ( c pc v )
T ds=c p ( ) (
T
v p
dv+
) dp

Atau
T xc v
T ds=c p ( )
v p
dv+

dp
Yang juga dapat dirumuskan daalm bentuk

T ds=c p ( Tv ) dv+ c ( Tp ) dp
p
v
v
(2-19)

Persamaan (2-16) ini merupakan persamaan T ds yang ketiga dalam variabel bebas p
dan v.
Sebagai contoh, untuk cairan He4,
s
( )
P
v = 2.92 x 10-3 m3 kilomole-1 K-1
s
( ) v
p = 1.74 x 106 J K-1m-3
H. Persamaan T ds
Ketiga macam persamaan T ds seperti yang telah dijabarkan, merupakan rumus-
rumus terpenting di dalam termodinamika. Rangkuman ketiga persamaan tersebut
dicantumkan lagi di bawah ini.

( Tp ) dv
T ds=c v dT +T
v
(2-20)

v
T ds=c dT T (
T )
p dp (2-21)
p

T T
T ds=c (
v )
dv+ c (
p)
p dp
v (2-22)
v v

Ketiga persamaan itu juga dapat dirumuskan secara lain, sehingga


persamaannya menjadi :

T ds=c v dT +T dv (2-23)
x
T ds=c p dT Tv dp (2-24)
cp x
T ds= dv+ c v dp (2-25)
v
Persamaan T ds ini memungkinkan kita misalnya untuk menghitung aliran
kalor, kenaikan suhu zat cair atau zat padat bila dimampatkan secara adiabatik, dan
lain-lain.
I. Sifat dari Van Der Waals Gas
Cara perhitungan yang sama seperti yang sudah dibahas dalam bab
sebelumnya, dapat pula diterapkan untuk gas Van der Waals. Nanti akan terlihat
bahwa sifat-sifat gas nyata dapat dicari jika persamaan keadaan dan kalor jenisnya
diketahui. Gas Van der Waals secara relatif mempunyai persamaan keadaan yang lebih
sederhana.
( p+ va ) ( vb)=RT
2

Oleh karena dari persamaan keadaan gas ini, volume v tak dapat dibuat
eksplisit, maka tidak dapat menjadikan tekanan dan suhu sebagai variabel bebas.
Variabel bebas hendaknya dipilih p dan v atau T dan v.
Dari rumus T ds fungsi T dan v dapat ditulis
cv p
ds=
T
dT + ( )
T v
dv

Karena ds adalah diferensial eksak, maka dari persamaan ini dapat ditulis
1 cv
2

( ) ( )
=
p
T v T T 2 v

atau
cv 2 p
( ) ( )
v T
=T
T2 v
(2-54)

Ruas kanan pada persamaan di atas untuk gas Van der Waals sama dengan nol,
sebab pada tekanan p adalah linear dengan suhu T atau berbanding langsung dengan T
pangkat satu. Karena itu ruas kiri juga sama dengan nol. Hal ini berarti bahwa cv
gas Van der Waals pada suhu yang tetap bukan merupakan fungsi dari volume. Jadi
cv hanya merupakan fungsi suhu saja.
Dari persamaan keadaan gas Van der Waals

( Tp ) = vb
v
R

dan dari rumus T ds


dT p
ds=c v
T
+ ( )
T v
dv

dapat diperoleh
dT R
ds=c v + dv
T vb
Bila diintegralkan dengan batas yang sesuai dan c v dianggap tetap
s T v
dT dv
ds=c v T
+ R
vb
so To v o

atau
T vb
s=c v ln + R ln +s (2-55)
To v ob o
Telah diperoleh, seperti pada Pers. (2-49), bahwa

du=c v dT + T
[( ) ]p
T v
p dv

Bila diterapkan pada gas Van der Waals, diperoleh

du=c v dT + T
[ R
vb
p dv
]
a
du=c v dT + dv
v2
Bila diintegralkan dengan batas integral yang sesuai dan cv dapat dianggap
tetap, diperoleh

u=c v ( T T o ) a ( 1v v1 )+u
o
o (2-56)

Dari hasil di atas tampaklah bahwa hanya tetapan Van der Waals a saja yang
muncul, sedangkan tetapan b tidak muncul. Tetapan a sebenarnya merupakan koreksi
terhadap sifat gas ideal yang didefinisikan sebagai gas yang molekul-molekulnya
tidak tarik-menarik, Apabila persamaan keadaannya hendak diterapkan pada gas
nyata. Dengan demikian maka gas nyata juga mempunyai energi potensial dalam,
sehingga berpengaruh terhadap energi dalam total u. Sementara itu tetapan b adalah
merupakan koreksi terhadap sifat gas ideal yang didefinisikan sebagai gas yang
molekul-molekulnya berbentuk titik matematis, yaitu mempunyai massa tetapi tidak
mempunyai volume. Tetapan b berbanding lurus dengan volume yang ditempati oleh
molekul-molekul itu sendiri dan tidak ada interaksi antar molekul. Jadi tidak
berpengaruh terhadap energi dalam u.
Selisih kalor jenis pada tekanan tetap dan pada volume tetap c pc v
menurut Pers. (2-18) dan bila diterapkan pada gas Van der Waals adalah
2 vT 1
c pc v = =R 2
x 2 a ( v b )
1 3
RT v
Jika volume jenis v besar, maka b boleh diabaikan terhadap v dan secara
pendekatan persamaan keadaannya sama dengan untuk gas ideal, pv=RT ,
sehingga persamaan menjadi lebih sedehana, yaitu
2 ap
c pc v R 1+
( R2 T 2 ) (2-57)
Hubungan antara suhu T dengan volume jenis v pada proses adiabatik
reversibel dapat diperoleh dari persamaan T ds bentuk pertama, dengan memberikan
nilai tetap pada s, dan bila c v juga boleh dianggap tetap,
maka
c v ln T + R ln ( vb ) =tetap
atau
T ( vb ) R /c =tetap
v
(2-57)
Perlu dicermati bahwa untuk gas Van der Waals, R/c v tidak sama dengan
1 seperti untuk gas ideal.
Rumus T ds juga dapat digunakan untuk menghitung kalor yang diserap pada
proses isotermal reversibel. Dengan rumus T ds yang pertama, maka diperoleh
d vT
d ' qT =T dsT =RT (2-58)
vb
Bila diintegralkan dengan batas yang sesuai, diperoleh
v 2b
qT =RT ln (2-59)
v 1b
Perubahan energi dalam apabila diterapkan pada proses isotermal, maka
a a
duT =c v dT T + 2
dv T = 2 dv T (2-60)
v v
Dari Pers. (2-58) dan (2-60), dapat dihitung besar kerja pada proses isotermal.
RT a
wT = q T duT =
( vb
v )
2
dv T

Bila diintegralkan diperoleh


v 2b 1 1
w T =RT ln
v 1b
+a
(
v2 v1 ) (2-61)

J. Sifat dari zat padat dan cair dibawah tekanan hidrostatis


Sifat-sifat zat cair atau zat padat dapat diketahui dengan melibatkan , x dan
cp pada persamaan-persamaan umum sebagai fungsi T dan p, T dan v, atau p dan
v. Untuk zat cair dan zat padat, dan x adalah kecil sehingga dapat dianggap tetap.
Jika dan x kecil maka ini berarti bahwa perubahan volumenya v juga kecil,
sehingga volume v dapat dianggap tetap dan sama dengan vo. Jika dipilih T dan p
sebagai variable bebas, maka

dv= ( T v ) dT +( vp ) dp=v dT xv dp
p T
(2-62)
Jika diintegralkan dari keadaan T o , po ke keadaan T, p, diperoleh
v =v o [ 1+ ( T T o ) x ( p po ) ] (2-63)
Entropi sebagai fungsi T dan p dapat diperoleh dari rumus T ds dari bentuk
yang kedua, apabila dibagi dengan T menjadi
dT v
ds=c p
T

T( ) dp p
(2-64)

Telah didapatkan dari Pers. (2-43) bahwa


p
2 v
c p =c p +T
o
po
( ) T2 p
dp

2
Secara pendekatan:
v
( )
T p
= v o ;
( )
v
2
T p
=0 sehingga c p =c p
o

Jika hasil terakhir ini dimasukkan ke dalam Pers. (2-64) dan kemudian
diintegralkan, diperoleh
T
s=c p ln v o ( pp o ) +s o (2-65)
To
Untuk entalpi h, telah didapatkan dari Pers. (2-44)
T p
h= c p dT + vT
To po
[ ( )] v
T p
dp+ ho

dan ini akan memberikan hasil


p
h=c p ( T T o ) + v o ( p po ) v o T dp+h o (2-66)
po

Selisih kalor jenis dicari dari rumus


2 Tv
c pc v = (2-67)
x
K. Percobaan Joule dan Thomson
Jika energi dalam u dinyatakan sebagai fungsi v dan T, yaitu u=u (u ,T )
atau f ( u , v , T ) =0 , maka
T
( v )

( v ) T =( Tu ) ( Tv )
u
= u

( u )
T

v
v u

atau

( uv ) =c ( Tv )
T
v
u

Definisi koefisien Joule:


= ( Tv )
u
(2-68)

Jadi dapat pula diperoleh hubungan


1 u
= ( )
cv v T
(2-69)

Jika h diketahui sebagai fungsi p dan T atau f ( h , p ,T )=0 , maka


T
( p)

( p ) T =( T h ) ( Tp )
h
= h

( h )
T

p
p h

atau

( hp ) =c ( Tp )
T
p
h

Definisi koefisien Joule-Thomson:

= ( Tp ) h
(2-70)

Dengan persamaan sebelumnya dapat pula diperoleh hubungan


1 h
= ( )
cp p T
(2-71)

( uv )
T
dan ( hp ) T
dapat dihitung dari persamaan keadaan dan gabungan hukum

pertama dan kedua. Dari Pers. (2-11) dan (2-14) sudah didapatkan

( uv ) =T ( Tp ) p
T v

( hp ) =T ( T v ) + v
T p

Untuk gas Van der Waals

( uv ) = va
T
2

3 2

( hp ) = RTRTv vb2
T
av ( vb )
2a ( vb ) 3 2

Karena itu untuk gas Van der Waals dalam ekspansi Joule

= ( Tv ) =1c ( uv ) = cav
u v T v
2

Pada perubahan volume yang terhingga, maka dengan mengintegralkan


persamaan ruas kedua dengan ruas keempat (terakhir) diperoleh
a 1 1
T 2 T 1= (
c v v 2 v1 ) (2-73)

Untuk gas ideal, a = 0, sehingga T 2 =T 1 yang berarti bahwa pada ekspansi


bebas gas ideal tidak mengalami perubahan suhu. Untuk gas nyata, karena v2 > v1
maka ruas kanan pada Pers. (2-73) menjadi negatif, sehingga ini berarti bahwa
T 2 <T 1 . Jadi pada ekspansi bebas gas nyata mengalami penurunan suhu.
Untuk gas Van der Waals yang menjalani ekspansi Joule-Thomson
3 2
T 1 RT v b2 av ( vb )
= ( ) =
p h c p RT v 32 a ( v b )2
(2-74)

Anda mungkin juga menyukai