Anda di halaman 1dari 46

Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T.

, Jurusan Teknik Kimia,


Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

BAB 6
SIFAT-SIFAT TERMODINAMIKA FLUIDA

Aturan fasa (subbab 2.7) menyatakan bahwa jika kita menetapkan spesifikasi
(harga-harga) dari sejumlah sifat-sifat (variabel-variabel) intensif tertentu pada suatu
sistim, maka sesuai dengan aturan fasa kita akan memperoleh harga-harga seluruh
sifat-sifat intensif lainnya. Tetapi aturan fasa tidak memberi penjelasan bagaimana
harga-harga intensif yang lain tersebut dihitung.
Harga-harga numerik sifat-sifat termodinamika sangat penting untuk menghitung
kuantitas kalor dan kerja pada berbagai proses di industri. Sebagai contoh: ingin
diketahui berapa besar kerja yang diperlukan oleh sebuah kompressor yang
beroperasi secara adiabatik untuk menaikkan tekanan gas dari P1 ke P2. Kerja yang
diperlukan dapat dihitung dengan persamaan (2.33), dan dengan mengabaikan
perubahan yang kecil yang terjadi pada energi kinetika dan energi potensial gas,
persamaan (2.33) dapat disederhanakan sebagai berikut:

W S  H  H 2  H 1

Persamaan ini menjelaskan besarnya kerja poros (shaft work) ditentukan hanya oleh
selisih antara harga entalpi akhir dan awal.
Tujuan pertama kita pada bab ini adalah untuk mengembangkan berbagai
hubungan (relation) sifat yang mendasar sebagai basis struktur matematik dari
termodinamika. Hubungan tersebut dibangun bersumberkan hukum-hukum pertama
dan kedua termodinamika. Dari berbagai hubungan tersebut kita peroleh berbagai
persamaan. Persamaan-persamaan yang dimaksud bersama dengan data PVT dan
data kapasitas kalor dapat digunakan untuk perhitungan harga-harga entalpi dan
entropi. Selain itu kita akan membicarakan berbagai diagram dan tabel yang
menyajikan harga-harga sifat untuk kemudahan dalam penggunaan. Terakhir, kita
akan mengembangkan berbagai korelasi yang berlaku umum yang dapat digunakan
untuk menaksir harga-harga sifat jika informasi atau data eksperimen yang lengkap
tidak tersedia.

163
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

6.1 HUBUNGAN ANTAR SIFAT BERBAGAI FASA HOMOGEN

Hukum pertama termodinamika untuk sistim tertutup dengan jumlah n mole


dinyatakan sebagai berikut (2.6):

d  nU   dQ  dW

Untuk proses reversible:

d  nU   dQrev  dWrev

Dari persamaan-persamaan (1.2) dan (5.12) diperoleh:

dWrev   P d (nV ) dQrev  T d (nS )

Ketiga persamaan di atas digabung dan menghasilkan:

d ( nU )  T d (nS )  P d (nV ) (6.1)

Dengan U, S dan V sebagai harga-harga per satuan mol. Persamaan ini memadukan

hukum-hukum pertama dan kedua, dan diturunkan khusus untuk proses reversible.

Namun demikian, persamaan ini hanya menghubungkan antar sifat-sifat sistem.

Sifat-sifat ini hanya bergantung pada keadaan bukan pada jalan (jenis) proses dalam

mencapai keadaan tertentu. Karena itu persamaan (6.1) tidak dibatasi pemakaainnya

hanya untuk proses reversible. Namun demikian, pembatasan yang ditujukan pada

kelakuan sistem tidak dapat dilonggarkan. Dengan demikian, persamaan (6.1) dpat

dipakai untuk sembarang proses yang terjadi karena adanya perubahan secara

diferensial antara suatu keadaan kesetimbangan dengan keadaan kesetimbngan yang

lain dalam suatu sistim bermassa konstan. Sistim boleh saja terdiri dari fasa tunggal

(suatu sistim homogen) atau dari berbagai fasa (suatu sistim heterogen); sistim dapat

juga terdiri dari bahan yang inert atau bahan yang dapat bereaksi.

164
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Persamaan (6.1) mensyaratkan bahwa sistim mesti tertutup dan perubahan hanya
terjadi diantara keadaan yang setimbang.

Seluruh sifat-sifat termodinamika yang utama P,V,T,U, dan S tercakup dalam


persamaan (6.1). Sifat-sifat termodinamika yang lain diturunkan dengan jalan
mendefinisikan hubungan antar sifat-sifat termodinamika yang utama tersebut.
Penurunan sifat-sifat termodinamika tambahan ini bertujuan untuk memudahkan
dalam analisis, seperti entalpi didefinisikan sebagai:

H  U  PV (2.11)

Sifat-sifat termodinamika tambahan yang lain adalah energi Helmholt,

A  U  TS (6.2)

dan energi Gibbs,

G  H  TS (6.3)

Masing-masing sifat termodinamika tersebut (entalpi, energi Helmholt dan Gibbs)


dapat didefferensialkan mengikuti persamaan (6.1). Berikut differensiasi untuk
entalpi, persamaan (2.1) dikalikan dengan n menjadi,

nH  nU  P (nV )
Kemudian didifferensialkan menghasilkan,

d (nH )  d ( nU )  P d (nV )  (nV ) dP

Bila suku d (nU ) dari persamaan di atas digantikan dengan persamaan (6.1), maka p
ersamaan menjadi,

d (nH )  T d (nS )  (nV ) dP


(6.4)

Dengan cara yang sama persamaan (6.2) didifferensialkan menghasilkan,

d (nA)  d (nU )  T d (nS )  (nS ) dT

165
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Bila suku d (nU ) dari persamaan di atas digantikan dengan persamaan (6.1), maka
menghasilkan,

d ( nA)   P d (nV )  (nS ) dT (6.5)


Dengan cara yang sama, persamaan (6.3) dan (6.4) dikombinasikan menghasilkan,

d (nG )  ( nV ) dP  ( nS ) dT (6.6)

Persamaan-persamaan (6.4) sampai (6.6) diarahkan memiliki batasan yang sama


seperti pada persamaan (6.1). Persamaan-persamaan itu ditulis untuk semua massa
suatu sistem tertutup.
Tujuam kita selanjutnya adalah menjadikan persamaan-persamaan ini
diterapkan untuk satu mol (atau satu satuan massa) fluida homogen dengan
komposisi yang konstan. Untuk kasus ini, persamaan-persamaan itu disederhanakan
menjadi

dU  T dS  P dV (6.7)
dH  T dS  V dP (6.8)

dA   P dV  S dT (6.9)

dG  V dP  S dT (6.10)

Relasi-relasi (hubungan) sifat dasar ini merupakan persamaan-persamaan umum


untuk suatu fluida yang homogen dengan komposisi yang konstan.

Sejumlah persamaan yang lain diturunkan mengikuti persamaan (6.7) sampai (6.10)
dan dengan menggunakan kriteria eksak pada ungkapan differensial. Bila F = F(x,y),
maka differensial F keseluruhan didefinisikan sebagai,

 F   F 
dF    dx    dy
 x  y  y  x
Atau
dF  M dx  N dy (6.11)

 F   F 
Dengan, M   N   
 x  y  y  x

166
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Differensiasi berikutnya,
 M  2F  N  2F
     
 y  x y x  x  y x y
Karena order differensiasi dalam turunan kedua campuran adalah immaterial,
persamaan-persamaan ini di kombinasikan menghasilkan,

 M   N 
     (6.12)
 y  x  x  y

Bila F adalah suatu fungsi x dan y, sisi kanan persamaan (6.11) adalah suatu
ungkapan differensial exact; karena persamaan (6.12) memenuhi persyaratan, maka
persamaan tersebut dijadikan sebagai kriteria eksak.
Sifat-sifat termodinamika U,H,A, dan G diketahui sebagai fungsi variabel-variabel
pada sisi bagian kanan persamaan (6.7) sampai (6.10); dengan mengikuti penurunan
persamaan (6.12), kita dapat membuat hubungan seperti itu untuk persamaan (6.7)
sampai (6.10):

 T   P 
     (6.13)
 V  S  S V
 T   V 
    (6.14)
 P  S  S  P

 P   S 
    (6.15)
 T V  V  T

 V   S 
     (6.16)
 T  P  P  T

Persamaan-persamaan di atas dikenal sebagai persamaan Maxwell.


Persmaan-persamaan (6.7) sampai (6.10) bukan hanya sebagai dasar penurunan
persamaan Maxwell, tetapi juga untuk penurunan sejumlah besar persamaan-
persamaan lain yang berkaitan dengan sifat-sifat termodinamika. Di sini kita hanya
mengembangkan beberapa persamaan yang berguna untuk mengevaluasi sifat-sifat
termodinamika dari data eksperimen. Penurunan persamaan yang dimaksud
dilakukan dengan menerapkan persamaan-persamaan (6.7), (6.8), (6.15), dan (6.16).
Entalpi dan entropi sebagai fungsi T dan P

167
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Persamaan entalpi dan entropi untuk fasa homogen adalah sangat berguna bila
persamaan-persamaan itu dibangun sebagai fungsi T dan P. Apa yang ingin kita
ketahui adalah bagaimana H dan S bervariasi terhadap temperatur dan tekanan.
Informasi ini terkandung dalam derivat-derivat berikut ini:

 H / T  P ,  S / T  P ,  H / P  T , dan  S / P  T .

Pertama mari kita perhatikan entalpi sebagai turunan (derivative) temperatur.


Persamaan (2.20) mendefinisikan kapasitas panas pada tekanan konstan sebagai
berikut:

 H 
   CP (2.20)
 T  P

Ungkapan lain dari besaran ini diperoleh dengan membagi persamaan (6.8) dengan
dT dan dengan batasan tekanan adalah konstan, sebagai berikut:

 H   S 
  T  
 T  P  T  P

Kombinasikan persamaan ini dengan persamaan (2.20) menghasilkan:

 S  C
   P (6.17)
 T  P T

Derivat tekanan dari entropi dihasilkan langsung dari persamaan (6.16):

 S   V 
    (6.18)
 P  T  T  P

Derivativ tekanan dari entalpi diperoleh dengan membagi persamaan (6.8) dengan
dP dan dengan batasan T adalah konstan:
 H   S 
  T   V
 P  T  P  T
Dengan mensubstitusikan persamaan (6.18), persamaan ini menjadi:
 H   V 
   V T   (6.19)
 P  T  T  P

168
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Hubungan-hubungan fungsi H dan S dipilih sebagai berikut:


H = H(T,P) dan S = S(T,P)

 H   H   S   S 
dH    dT    dP dS    dT    dP
 T  P  P  T  T  P  P  T

Derivativ parsil pada kedua persamaan ini diberikan oleh persamaan (2.20) dan
(6.17) sampai (6.19):

  V  
dH  C P dT  V  T    dP (6.20)
  T  P 

dT  V 
dS  C P   dP
T  T  P (6.21)

Persamaan-persamaan yang bersifat umum ini (6.20 dan (6.21) menghubungkan


sifat-sifat fluida yang homogen dan berkomposisi konstan dengan temperatur dan
tekanan.

Energi Dalam sebagai fungsi P

Energi dalam sebagai fungsi P diperoleh dengan mendifferensialkan persamaan


U  H  PV , sebagai berikut:

 U   H   V 
     P  V
 P  T  P  T  P  T

Dengan menggabungkan persamaan (6.19) ke dalam persamaan ini diperoleh,

 U   V   V 
      P  (6.22)
 P  T  T  P  P  T

Keadaan gas ideal

169
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Koefisien-koefisien dari dT dan dP dalam persamaan (620) dan (6.21) dievaluasi


dengan menggunakan data kapasitas kalor dan PVT. Berikut ini, diberikan contoh
tentang kelakuan sifat-sifat PVT dari keadan gas ideal:

 V ig  R
PV ig  RT   
 P P P
Substitusikan persamaan-persamaan ini ke dalam persamaan (6.20) dan (6.21) maka
diperoleh:

dH ig  C Pig dT (6.23)

dT dP
dS ig  C Pig R (6.24)
T P

dengan superscript “ig” sebagai menandakan harga-harga untuk gas ideal.


Persamaan-persamaan ini semata-semata sebagai perulangan pernyataan persamaan
untuk gas ideal yang telah disampaikan pada subbab 3.3 dan 5.5.

Bentuk Persamaan Alternatif untuk Cairan

Persamaan (6.18) sampai (6.20) dapat diungkapkan sebagai bentuk alternatif

dengan menghilangkan suku (  V / T  P dan menggantikannya dengan ekpansivitas

volume β (persamaan 3.2) dan (  V / P  T digantikan oleh kompressibilitas


isotermal κ (persamaan 3.3).

 S 
  V (6.25)
 P  T

 H 
   1 - β T  V (6.26)
 P  T

 U 
    P - β T  V (6.27)
 P  T

170
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Persamaan-persamaan ini, beserta β dan κ meskipun bersifat umum, tetapi biasanya


diterapkan hanya untuk cairan. Namun, untuk cairan-cairan yang keadaannya jauh
dari titik kritis, volumenya bernilai kecil, begitu juga nilai β dan κ. Dengan demikian,
pada kebanyakan kondisi, pengaruh tekanan terhadap sifat-sifat cairan sangat kecil.
Kasus khusus dan penting tentang fluida yang tidak mampat (incmropressible fluid,
subbab 3.1) dibahas pada contoh 6.2.
Bila suku (V / T ) P didalam persamaan (6.20) dan (6.21) digantikan dengan
ekspansivitas volume, maka persamaan-persamaan tersebut menjadi:

dH  C P dT  1   T  V dP (6.28)

dT
dS  C P   V dP (6.29)
T

Oleh karena β dan V sebagai fungsi tekanan yang lemah untuk cairan, maka β dan V
biasanya dianggap konstan, dan masing-masing pada harga rata-rata untuk integrasi
suku-suku terakhir dari persamaan (6.28) dan (6.29).

Contoh 6.1

Tentukan perubahan entalpi dan entropi dari air (fasa cair) yang mengalami
perubahan keadaan dari 1 bar dan 25oC ke 1.000 bar dan 50oC. Data tentang air
disajikan pada tabel berikut:

t / P CP/J mol-1 K-1 V/cm3 mol-1 β/K-1


o
C /bar
25 1 75,305 18,071 256 x 10-6
25 1.000 ........... 18,012 366 x 10-6
50 1 75,314 18,234 458 x 10-6
50 1.000 ........... 18,174 568 x 10-6

Penyelesaian 6.1
Penerapan persamaan (6.28) dan (6.29) pada perubahan keadaan tersebut
memerlukan integrasi. Karena entalpi dan entropi adalah fungsi-fungsi keadaan,
maka lintasan untuk intgrasi dapat dipilih sembarangan; salah satu lintasan yang

171
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

paling sesuai dengan data yang disajikan adalah seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 6.1. Karena data yang tersedia mengindentifikasikan bahwa CP merupakan
fungsi yang lemah terhadap T , dan V serta β keduanya adalah fungsi yang lemah
terhadap P, maka harga rata-rata arimatik untuk besaran –besaran tersebut dapat
dipakai untuk integrasi. Integrasi persamaan (6.28) dan (6.29) menghasilkan:
H  C P  T2  T1   1   T2  V  P2  P1 
T2
S  C P ln   V  P2  P1 
T1
Untuk P = 1 bar
75,305  75,314
CP   75,310 J mol -1 K -1
2
dan untuk t = 50oC,
18,234  18,174
V   18,204 cm 3 mol -1
2
458  568
   10 6  513  10 6 K -1
2
Untuk mendapatkan harga H , substitusikan harga-harga numerik ini ke dalam
persamaan:
H  75,310(323,15  298,15)


1 - 513  10   323,15 18,204 1.000  1
-6

10 cm 3 bar J -1
 1.883  1.517  3.400 J mol-1
Harga S didapatkan dengan cara yang sama, sebagai berikut:

S  75,310 ln
 
323,15 513  10 6 18,204  1.000  1

298,15 10 cm 3 bar J -1
 6,06  0,93  5,13 J mol -1 K -1

Gambar 6.1 Lintasan perhitungan contoh 6.1

172
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Sebagai catatan, pengaruh dari perubahan tekanan yang besarnya hampir1000 bar
terhadap entalpi dan entropi air adalah lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh
perubahan temperatur yang besarnya hanya 25oC.

Energi dalam dan entropi sebagai fungsi T dan V

Temperatur dan volume sering lebih mudah dimanfaatkan sebagai peubah-peubah


(variable) bebas dibandingkan temperatur dan tekanan. Peubah-peubah bebas
tersebut dimanfaatkan untuk membangun relasi-relasi sifat yang sangat berguna
untuk energi dalam dan entropi. Relasi yang diperlukan di sini adalah derevati-

derivativ  U / T  V ,  U / V  T ,  S / T  V , dan  S / V  T . Dua dari derivativ-


derivativ yang pertama digunakan dengan mengikuti persamaan (6.7) secara
langsung:
 U   S   U   S 
   T     T  P
 T V  T V  V  T  V  T

Dengan persamaan (2.16), derivative yang pertama dari kedua ini menjadi:

 S  C
   V (6.30)
 T V T

Dengan persamaan (6.15), derivativ kedua menjadi:

 U   P 
   T  P (6.31)
 V  T  T V

Hubungan fungsional yang dipilih di sini adalah:

U  U T , V  S  S T , V 

Dengan demikian,

 U   U   S   S 
dU    dT    dV dS    dT    dV
 T V  V  T  T V  V  T

173
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Derivativ-derivativ parsil pada kedua persamaan ini diberikan oleh persamaan (2.16),
(6.30), (6,31), dan (6.15):
  P  
dU  CV dT  T    P  dV (6.32)
  T V 

dT  P 
dS  CV   dV (6.33)
T  T V

Persamaan-persamaan ini merupakan persamaan umum yang menghubungkan energi


dalam dan entropi fluida homogen berkomposisi yang konstan dengan temperatur
dan volume.
Bila persamaan (3.4) diterapkan untuk perubahan keadaan yang berlangsung
pada volume konstan, maka persamaan ini menjadi:

 P  
   (6.34)
 T V 

Dengan persamaan ini, diperoleh bentuk alternatif persamaan-persamaan (6.32) dan


(6.33) sebagai berikut:
 
dU  CV dT   T  P  dV (6.35)
 

dT 
dS  CV  dV (6.36)
T 

Contoh 6.2

Bangunlah hubungan-hubungan sifat yang sesuai untuk fluida yang tek


termampatkan, yaitu suatu model fluida yang harga-harga β dan κ adalah nol (subbab
3.1). Model ini merupakan idealisasi, dan sering dipakai dalam mekanika fluida.

Penyelesaian 6.2

174
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Persamaan (6.28) dan (6.29) untuk fluida yang tak termampatkan dituliskan
menjadi:

dH  C P dT  V dP (A)
dT
dS  C P
T
Karenanya entalpi fluida yang tak termampatkan adalah suatu fungsi temperatur dan
tekanan, sedangkan entropi adalah hanya fungsi temperatur, dan bebas dari pengaruh
P. Persamaan (6.27) menunjukkan bahwa energi dalam juga hanya sebagai fungsi
temperatur, dan karenanya diberikan oleh persamaan berikut:

dU  CV dT

Persamaan (6.12) sebagai kriteria exactness, kita terapkan pada persamaan (A),
diperoleh

 C P   V 
   
 P  T  T  P

Meskipun demikian, defnisi β, yang diberikan oleh persamaan (3.2), menunjukkan


bahwa derivativ yang disebelah kanan dari persamaan ini sama dengan βV, yang
berharga nol untuk fluida yang tak termampatkan. Ini berarti CP adalah hanya suatu
fungsi temperatur, dan bebas dari pengaruh P.
Hubungan CP ke CV untuk fluida yang tak termampatkan merupakan tujuan
yang dinginkan. Untuk perubahan keadaan tertentu, persamaan (6.29) dan (6.36)
mestilah memberikan hasil yang sama untuk dS, dan karenanya kedua persamaan itu
adalah sama. Setelah disusun kembali, kedua persamaan tersebut menghasilkan
ungkapan sebagai berikut:

 C P  CV  dT   T V dP  T dV

Jika dibatasi untuk V konstan, persamaan ini menjadi lebih sederhana:

 C P  CV    T V  P 
 T V

175
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Gantikan derivative dari persamaan ini dengan persamaan (6.34) menghasilkan:

 C P  CV    T V    (B)
 

Karena β = 0, maka sisi kanan dari persamaan ini adalah nol, dan mengakibatkan
rasio β/κ yang merupakan besaran yang tidak ditentukan mempunyai harga tertentu.
Karena rasio ini berharga tertentu untuk fluida-fluida nyata, maka praduga yang
berlawanan dengan model fluida akan irrasional. Dengan demikian, definisi fluida
yang tak termampatkan menduga bahwa harga rasio ini adalah tertentu, dan kita
menyimpulkan untuk fluida yang demikian kapasitas kalornya pada volume konstan
dan pada tekanan konstan adalah sama.

C P  CV  C

Energi Gibbs sebagai penghasil fungsi

Hubungan antar sifat-sifat yang mendasar untuk fluida pada keadaan yang
homogen dan dengan komposisi konstan diberikan oleh persamaan (6.7) sampai
(6.10). Persamaan-persamaan tersebut meperlihatkan hubungan fungsi antar sifat-
sifat termodinamika U, H, A, dan G dengan sepasang variabel tertentu. Salah satunya
adalah,

dG  V dP  S dT (6.10)

Persamaan ini mengungkapkan hubungan fungsi berikut:

G  G  P, T 

Karena variabel-variable P dan T langsung dapat diukur dan dikendalikan, maka


energi Gibbs merupakan sifat termodinamika yang potensial dalam penerapan.
Bentuk lain dari persamaan (6.10), yaitu suatu hubungan sifat yang mendasar, dan
dirumuskan mengikuti identitas matematik sebagai berikut:

176
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

 G  1 G
d  dG  dT
 RT  RT RT 2

Substitusikan dG dari persamaan (6.10) dan G dari persamaan (6.3) kedalam


persamaan ini, dan setelah disederhanakan secara aljabar diperoleh persamaan
berikut:

 G  V H
d  dP  dT (6.37)
 RT  RT RT 2

Keuntungan persamaan ini adalah seluruh sukunya tidak berdimensi. Persamaan-


persamaan (6.10) dan (6.37) terlalu umum untuk langsung diterapkan dalam praktek,
maka diperlukan suatu batasan untuk dapat digunakan. Sehubungn dengan itu, untuk
batasan temperatur konstan, persamaan (6.37) menjadi:

V    G / RT  
 (6.38)
RT  P  T

dan untuk batasan tekanan konstan, persamaan (6.37) menjadi:

H    G / RT  
 T   (6.39)
RT  T P

G/RT dikenal sebagai suatu fungsi dari T dan P, V/RT dan H/RT. Sifat-sifat yang lain
diperoleh dari persamaan-persamaan yang terdifinisi. Antara lain adalah,

S H G U H PV
   
R RT RT RT RT RT

Dengan demikian, bila kita mengetahui bagaimana G/RT (atau G) dihubungkan


dengan variabel-variabel, T dan P yaitu G/RT = g(T, P), maka kita dapat
mengevaluasi sifat-sifat termodinamika lainnya dengan operasi metematik yang
sederhana.

177
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Energi Gibbs jika ditetapkan sebagai fungsi T dan P, dapat digunakan sebagai
penghasil fungsi untuk sifat-sifat termodinamika lainnya, dan secara tersirat
energi Gibbs menyampaikan informasi sifat yang lengkap.

Seperti halnya persamaan (6.10) yang menghasilkan ungkapan fungsi


(persamaan) untuk seluruh sifat-sifat termodinamika, begitu juga dengan persamaan
(6.9) menghasilkan persamaan-persamaan yang menghubungkan sifat-sifat
termodinamika dengan mekanika statistik (subbab 16.4).

6.2 SIFAT-SIFAT RESIDUAL (Residual Properties)

Sayang, tidak ada satu pun metoda eksperimen yang diketahui untuk dapat
mengukur langsung harga-harga numerik G atau G/RT, disamping itu, persamaan-
persamaan yang langsung diperoleh dari energi Gibss secra praktis sedikit
penggunaannya. Namun demikian, konsep energi Gibbs sebagai penghasil fungsi
untuk sifat-sifat termodinamika dapat digunakan untuk membuat suatu hubungan
sifat sehingga harga-harga numerik tersebut dapat diperoleh. Sehubungan dengan
itu, didefinisikan energi Gibbs residual sebagai berikut:

G R  G  G ig

Dengan G dan Gig masing-masing sebagai harga energi Gibss aktual dan ideal pada
temperatur dan tekanan yang sama. Sifat-sifat residual lainnya didefinisikan dengan
cara yang sama. Contoh nya volume residual didefinisikan sebagai:
RT
V R  V  V ig  V 
P
Karena V  ZRT / P , maka residual volume dan faktor kompressibilitas dihubungkan
sebagai berikut:

RT
VR  ( Z  1) (6.40)
P

Sifat-sifat residual secara umum didefinisikan sebagai,

M R  M  M ig (6.41)

178
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

M adalah sifat-sifat termodinamika yang ekstensiv seperti V, U, H, S atau G dan


berbasis pada satu satuan molar. Catatan, M dan Mig masing-masing adalah sifat-sifat
gas aktual dan ideal, serta pada temperatur dan tekanan yang sama.
Untuk kasus gas ideal, persamaan (6.37) ditulis sebagai berikut:

 G ig  V ig H ig
d    dP  dT
 RT  RT RT 2

Selisih persamaan (6.37) dengan persamaan di atas ini menghasilkan:

 GR  V R HR

d 
 dP  dT (6.42)
 RT  RT RT 2

Persamaan ini merupakan persamaan sifat mendasar untuk sifat-sifat residual dan
diterapkan untuk fluida-fluida berkomposisi konstan. Untuk batasan temperatur
konstan atau tekanan konstan, persamaan (6.42) ditulis masing-masing sebgai
berikut:


V R   G R / RT 

 (6.43)

RT  P T

HR
 T 

  G R / RT   (6.44)

RT  T P

Sebagai tambahan, persamaan terdifinisi untuk enegrgi Gibbs, G  H  TS , juga


dapat ditulis untuk kasus gas ideal sebagai berikut: G ig  H ig  TS ig . Dengan cara
pengurangan diperoleh residual energi Gibbs sebagai berikut:

G R  H R  TS R

Berdasarkan pesamaan ini diperoleh entropi residual sebagai berikut:


S R H R GR
  (6.45)
R RT RT

179
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Dengan demikian, energi Gibbs residual berperan sebagai penghasil fungsi


untuk sifat-sifat residual lainnya, dan berikut ini diperlihatkan hubungan langsung
dengan data eksperimen. Dari persamaan (6.43) diperoleh:

 GR  V R
d    dP (T konstan)
 RT  RT

Integrasi dari tekanan nol ke sembarang tekanan P diperoleh:


GR PV
R

RT 0 RT
 dP (T konstan)

pada limit bawah G R / RT berharga sama dengan nol, karena keadaan pada tekanan
nol adalah keadaan gas ideal. Dengan persmaan (6.40), persamaan tersebut menjadi:

GR P dP
  ( Z  1) (T konstan) (6.46)
RT 0 P

Differnsiasi persamaan (6.46) terhadap temperatur dan disesuaikan dengan


persamaan (6.44) menghasilkan:

HR P  Z  dP
 T    (T konstan) (6.47)
RT 0
 T  P P

Residual entropi diperoleh dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan dari


(6.45) sampai (6.47):

SR  Z  dP dP
   Z  1
P P

R
 T 0
 
 T  P P 0 P
(T konstan) (6.48)

Faktor kompressibilitas didefinisikan sebagai Z = PV / RT ; oleh karenanya harga-


harga Z dan (Z / T ) P diperoleh dari data PVT hasil eksperimen, dan integral-
integral dalam persamaan (6.46) sampai persamaan (6.48) dievaluasi secara metoda
numerik atau grafik. Integral-integral tersebut dapat juga dievaluasi dengan cara
analitik jika Z diungkapkan sebagai fungsi T dan P oleh suatu persamaan volume.
Maka, dengan data PVT atau persamaan-persamaan keadaan yang sesuai, kita dapat

180
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

mengevaluasi HR dan SR dan juga seluruh sifat-sifat residual lainnya. Karena


berkaitan langsung dengan data eksperimen, maka sifat-sifat residual menjadi
penting dalam penerapan praktis termodinamika.
Penerapan persamaan (6.41) untuk entalpi dan entropi ditulis sebagai berikut:

H  H ig  H R S  S ig  S R

Dengan demikian, H dan S masing-masing merupakan perjumlahan antara sifat-sifat


gas ideal dan sifat-sifat residual. Ungkapan yang bersifat umum untuk Hig dan Sig
diperoleh dari hasil integrasi persamaan (6.23) dan (6.24) dari keadaan gas ideal pada
kondisi baku (reference) T0 dan P0 sampai pada kedaan gas ideal pada kondisi T dan
P:
T dT T dT P
H ig  H 0ig   C Pig S ig  S 0ig   C Pig  R ln
T0 T T0 T P0
Substitusikan persamaan-persamaan ini ke dalam persamaan semula maka
dihasilkan:

T
H  H 0ig   C Pig dT  H R (6.49)
T0

T dT P
S  S 0ig   C Pig  R ln  S R (6.50)
T0 T P0

Integral-integral dalam persamaan (6.49) dan (6.50) diselesaikan dengan cara yang
telah dijelaskan dalam subbab 4.1 dan 5.5, sebagai berikut:

T
T0
C Pig dT  R  ICPH (T0, T; A, B, C, D)

T dT
T0
C Pig
T
 R  ICPS (T0, T; A, B, C, D)

Persamaan-persamaan (6.49) dan (6.50) dapat diungkapkan dengan cara lain


yaitu dengan memasukkan kapasitas kalaor rata-rata sebagaimana yang telah
diperkenalkan pada subbab 4.1 dan 5.5, sebagai berikut:
H  H 0ig  C Pig
H
 T  T0   H R (6.51)

181
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

T P
S  S 0ig  C Pig ln  R ln  S R (6.52)
S T0 P0

Harga-harga HR dan SR diberikan oleh persamaan (6.47) dan (6.48). Untuk tujuan
komputasi, kapasitas kalor rata-rata dinyatakan sebagai berikut:

C Pig  R  MCPH(T0, T; A, B, C, D)
H

C Pig  R  MCPS(T0, T; A, B, C, D)
S

Berhubung persamaan-persamaan termodinamika yang dihasilkan dari hukum


pertama dan kedua bukan ditujukan untuk menghitung harga-harga mutlak entalpi
dan entropi, disamping itu, di dalam praktek hanya harga-harga relatif yang
diperlukan, maka kondisi rujukan (reference) T0 dan P0 ditetapkan sedemikian rupa
ig ig
sehingga memudahkan, dan harga-harga untuk H 0 dan S 0 ditetapkan secara
sembarang. Data yang diperlukan untuk penerapan persamaan (6.51) dan (6.52)
adalah kapasitas kalor gas ideal dan data PVT. Sekali harga-harga V, H, S diketahui
pada kondisi P dan T tertentu, maka sifat-sifat termodinamika yang lain dapat
ditentukan mengikuti persmaan-persamaan yang didefinisikan.

Manfaat yang sejati dari persamaan-persamaan gas ideal terlihat jelas


sekarang. Persamaan-persamaan tersebut adalah penting karena memberikan
suatu landasan (base) yang memudahkan perhitungan sifat-sifat gas nyata.

Sifat-sifat residual memiliki validitas, baik untuk gas maupun cairan. Namun
demikian, keuntungan persamaan (6.49) dan (6.50) adalah dalam penerapan pada
gas-gas adalah HR dan SR, besaran-besaran yang mengandung seluruh perhitungan
yang komlek, adalah residual yang secara umum adalah sangat kecil. Besaran-
besaran ini memiliki sifat natural untuk mengoreksi terhadap besaran-besaran H ig
ig
dan S . Untuk cairan-cairan, keuntungan ini adalah besar sekali hilang, karena HR
dan SR mesti memasukkan perubahan entalpi dan entropi dari penguapan. Perubahan-
perubahan sifat cairan biasanya dihitung dengan bentuk integrasi persamaan (6.28)
dan (6.29) seperti dijelaskan pada contoh 6.1.

182
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Contoh 6.3

Hitunglah entalpi dan entropi uap isobutan jenuh pada 360 K berdasarkan informasi
berikut:
1. Tabel 6.1 menyajikan data faktor kompressibilitas (harga Z) untuk uap
isobutan.
2. Tekanan uap isobutan pada 360 K adalah 15,41 bar.
ig ig
3. Tetapkan H 0 = 18.115,0 J mol-1 dan S 0 = 295,976 J mol-1 K-1 untuk gas ideal
dengan kondisi rujukan pada 300 K dan 1 bar. [Harga-harga ini sesuai dengan
basis yang diadopsi oleh R. D. Goodwin and W. M. Haynes, Nat. Bur. Standa.
(U.S.), Tech. Note 1051, 1982).
4. Kapasitas kalor gas ideal dari uap isobutan pada temperatur yang diinginkan
adalah:

C Pig / R  1,7765  33,037  10 3 T (T / K )

Tabel 6.1 Faktor kompressibilitas Z untuk isobutan


P/ bar 340 K 350 K 360 K 370 K 380 K
0,10 0,99700 0,99719 0,99737 0,99753 0,99767
0,50 0,98745 0,98830 0,98907 0,98977 0,99040
2 0,95895 0,96206 0,96483 0,96730 0,96953
4 0,92422 0,93069 0,93635 0,94132 0,94574
6 0,88742 0,89816 0,90734 0,91529 0,92223
8 0,84575 0,86218 0,87586 0,88745 0,89743
10 0,79659 0,82117 0,84077 0,85695 0,87061
12 .......... 0,77310 0,80103 0,82315 0,84134
14 .......... ........... 0,75506 0,78531 0,80923
15,41 .......... ........... 0,71727

Penyelesaian 6.3

Perhitungan untuk HR dan SR pada 360 K dan 15,41 bar dilakukan dengan
menggunakan persamaan (6.47) dan (6.48). Penylesaian persamaan-persamaan
tersebut memerlukan evaluasi dua integral berikut:

P  Z  dP P dP
0
 
 T  P 
0
( Z  1)
P

183
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Integrasi secara grafik memerlukan plot (Z / T ) P / P dan ( Z  1) / P versus P.

Harga-harga ( Z  1) / P diperoleh dari data faktor kompressibilitas pada 360 K.

Kuantitas (Z / T ) P / P memerlukan evaluasi derivativ parsil (Z / T ) P , harga


derivativ ini adalah slope dari plot Z versus T pada tekanan konstan. Untuk maksud
ini, dibuat plot Z versus T secara terpisah untuk masing-masing tekanan yang
memberikan data faktor kompressibilitas, dan harga slope ditentukan pada
temperatur 360 K untuk masing-masing kurva (sebagai contoh, dengan membuat
tangen pada 360 K). Data yang untuk membuat slope yang diperluka disediakan
dalam Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Harga-harga pengintegral untuk contoh 6.3

P/ [(∂Z / ∂T)P /P] x 104 / K-1 bar-1 [-(Z - 1)/P] x 102/ bar-1 Harga-
harga bar di
0 (1.780) (2,590)
dalam 0,10 1,700 2,470 kurung
adalah 0,50 1,514 2,186 harga
2 1,293 1,759
4 1,290 1,591
6 1,395 1,544
8 1,560 1,552
10 1,777 1,592
12 2,073 1,658
14 2,432 1,750
15,41 (2,720) (1,835)
ekstrapolasi

Harga-harga kedua integral adalah::

P  Z  dP P dP
0
 
 T  P
 26,37  10  4 K -1 0
( Z  1)
P
 0,2596

Dengan persamaan (6.47),


HR
 (360)(26,37  10  4 )  0,9493
RT
dan dengan persamaan (6.48),

184
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

SR
 0,9493  (0,2596)  0,6897
R
Untuk R = 8,314 J mol-1 K-1
H R  (0,9493)(8,314)(360)  2.841,3 J mol -1

S R  (0,6897)(8,314)  5,734 J mol -1 K -1


Harga-harga integral pada persamaan (6.49) dan (6.50) adalah:
8,314  ICPH(300,360;1.7765,33.037E - 3,0.0,0.0)  6,324.8 J mol-1

8,314  ICPS(300,360;1.7765,33.037E - 3,0.0,0.0)  19.174 J mol-1 K -1


Substitusikan harga-harga numerik ini ke dalam persamaan (6.49) dan (6.50)
menghasilkan:
H  18.115,0  6.324,8  2.841.3  21.598,5 J mol -1

S  295,976  19,174  8,314 ln15,41  5,734  286,676 J mol-1 K -1


Walaupun perhitungan ini dilakukan untuk hanya satu keadaan, entalpi dan entropi
dapat dievaluasi untuk sejumlah keadaan sesuai dengan data yang tersedia.

6.3 SIFAT-SIFAT RESIDUAL DARI PERSAMAAN KEADAAN

Pilihan lain yang menarik selain metoda numerik untuk mengevaluasi integral
yang terdapat dalam persamaan (6.46) sampai (6.48) adalah evaluasi secara analitik
dengan menggukan persamaan keadaan. Metoda ini memerlukan suatu persamaan
yang dapat langsung diselesaikan untuk harga Z (atau V) yang merupakan fungsi P
pada T konstan. Persamaan keadaan yang dimaksud disebut sebagai volume explicit,
salah satu contohnya adalah ekspansi virial dalam P yang disampaikan dalam Bab 3.
Persamaan keadaan yang lain adalah pressure explicit, yaitu persamaan yang dapat
diselesaikan untuk Z (atau P) yang merupakan fungsi V pada T konstan. Persamaan
keadaan ini tidak sesuai jika digunakan langsung pada persamaan (6.46) sampai
(6.48). Ekspansi virial dalam V dan semua persamaan keadaan kubik adalah
termasuk dalam kelompok pressure explicit, dan penggunaannya dalam evaluasi
sifat-sifat residual memerlukan formulasi ulang persamaan (6.46) sampai (6.48).
Selanjutnya, kita akan melakukan perhitungan terhadap sifat-sifat residual untuk

185
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

berbagai gas dan uap dengan menggunakan persamaan keadaan virial dan persamaan
keadaan kubik.

Sifat-sifat Residual dari Persamaan Keadaan Virial

Bila faktor kompressibilitas diberikan oleh persaman virial dengan dua suku,
BP
Z 1  (3.37)
RT
Persamaan (6.46) disederhanakan menjadi:

G R BP
 (6.53)
RT RT
Diferensial persamaan (6.53) disubstitusikan ke persamaan (6.44), dihasilkan:

HR
 T 

  G R / RT  
 P  1 dB B 
  T    2
RT  T  P, x  R  T dT T 

H R P  B dB 
atau     (6.54)
RT R  T dT 

Substitusikan persamaan (6.53) dan (6.54) ke dalam persamaan (6.45) menghasilkan:

SR P dB
 (6.55)
T R dT

Evaluasi entalpi residual dan entropi residual dengan persamaan (6.54) dan (6.55)
secara langsung dapat dilakukan untuk harga-harga T dan P yang ditetapkan dan
komposisi tertentu, dan dengan data yang cukup seseorang dapat mengevaluasi B dan
dB/dT. Tingkat keandalan (the range of applicability) persamaan-persamaan tersebut
sama seperti persamaan (3.37) sebagaimana telah dibahas dalam subbab 3.4.
Persamaan (6.46) sampai (6.48) tidak pas jika langsung dikombinasikan dengan
persamaan keadaan pressure explicit, maka persamaan-persamaan tersebut perlu
ditransformasi untuk memasukkan V (atau berat jenis ρ) sebagai variabel integrasi.
Dalam penerapan, penggunaan ρ sebagai variabel integrasi lebih mudah

186
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

dibandingkan dengan V, dengan demikian, PV  ZRT ditulis dalam bentuk lain


sebagai berikut:

P  Z  RT (6.56)

Diferensiasikan persamaan ini pada T konstan menghasilkan:

dP  RT  Z dP   dZ  ( konstan T )

Kombinasikan persamaan (6.56) dengan persamaan ini menjadi:

dP d dZ
  ( konstan T )
P  Z

Dengan substitusi dP/P, persamaan (6.46) menjadi:

GR  d
  ( Z  1)  Z  1  ln Z (6.57)
RT 0 

integral dievaluasi pada T konstan. Catatan,   0 bila P  0.


Dengan persamaan (6.42) dan persamaan (6.40) persamaan untuk HR ditulis
sebagai berikut:

HR dP  GR 
dT   Z  1  d  
RT 2 P  RT 
Dibagi dengan dT dan dibatasi untuk ρ konstan, persamaan ini menjadi:

HR Z  1  P    (G R / RT ) 
     
RT 2 P  T    T 

Diferensiasi persamaan (6.56) memberikan harga derivativ yang pertama pada sisi
kanan persamaan ini, dan diferensiasi persamaan (6.57) memberikan harga derivativ
yang kedua. Substitusi harga-harga derivativ ke persamaan ini menghasilkan:

HR   Z  d
RT
 T 0
 
 T   
 Z 1 (6.58)

187
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Residual entropi diperoleh dari persamaan (6.45).


Persamaan (3.39) adalah persamaan virial dengan tiga suku yang merupakan
persamaan keadaan pressure explicit yang paling sederhana:

Z  1  B  C 2

Substitusi ke dalam persamaan (6.57) dan (6.58) menghasilkan:

GR 3
 2 B  C 2  ln Z (6.59)
RT 2
HR   B dB   C 1 dC  2 
RT
T   T  dT     T  2 dT    (6.60)
    

Persamaan-persamaan ini berguna untuk gas-gas yang bertekanan rendah sampai


sedang, penerapannya memerlukan data koefisien virial kedua dan ketiga.

Sifat-sifat Residual dari Persamaan Keadaan Kubik

Beberapa persamaan yang bersifat umum dihasilkan dari penerapan persamaan


keadaan kubik generik yang diberikan oleh persamaan (3.41):

RT a (T )
P  (3.41)
V  b (V   b) (V   b)

Dervativ jauh lebih mudah dihasilkan jika persamaan ini dirubah formulanya
sehingga mengandung Z dengan berat jenis ρ sebagai variabel bebas. Sehubungan
dengan ini, kita bagi persamaan (3.41) dengan ρRT dan substitusikan V = 1/ρ.
Setelah dilakukan penyederhanaan secara aljabar, hasilnya adalah:

1 b
Z q
1  b 1   b  1   b 

a (T )
dengan definisi q  (3.48)
bRT

188
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Besaran-besaran yang diperlukan untuk mengevaluasi integral Z-1 pada persamaan

(6.57) dan  Z / T   pada persamaan (6.58) langsung dapat diperoleh dari


persamaan ini:

b b
Z 1  q (6.61)
1  b 1   b  1   b 

 Z   dq  b
    
 T    dT  1   b  1   b 

Integral-integral dalam persamaan (6.57) dan (6.58)dievaluasi sebagai berikut:

 d  b d ( b)  d ( b)
0
( Z  1)


0 1  b b
q 
0 (1   b) (1   b)
  Z  d dq  d ( b)
0
 
 T   

dT  1   b 1   b 
0

Kedua persamaan ini disederhanakan sebagai berikut:

 d   Z  d dq
0
( Z  1)

  ln(1  b)  qI 
0
 
 T   

dT
I

Dengan definisi:
 d ( b)
I  1   b  1   b
0
( T konstan )

Persamaan keadaan generik menghadirkan dua kasus untuk mengevaluasi integral


ini:

Kasus I:   
1  1  b 
I ln   (6.62a)
   1  b 

Pemakaian persamaan ini dan persamaan-persamaan berikutnya lebih mudah jika ρ


digantikan dengan Z dengan menggunakan persamaan (3.47) dan Z didefinisikan
sebagai:

189
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

bP P 
 Z dengan demikian  b
RT RT Z

1  Z   
I ln   (6.62b)
   Z   

b 
Kasus II:    I 
1  b Z  

Persamaan van der Waals satu-satunya yang ditinjau di sini, jika Kasus II diterapkan
untuk persamaan tersebut, maka persamaan ini disederhanakan menjadi: I   / Z .
Dengan memanfaatkan hasil evaluasi dari integral-integral, persamaan (6.57)
dan (6.58) disederhanakan menjadi:
GR
 Z  1  ln(1  b) Z  qI (6.63a)
RT

atau
GR
 Z  1  ln(Z   )  qI (6.63b)
RT

HR  dq   dq 
dan  Z 1  T   I  Z  1  Tr   I
RT  dT  dT
 r

SR  dq 
Dengan persamaan (6.45),  ln ( Z   )   q  Tr  I
R  dTr 

Besaran Tr ( dq / dTr ) langsung diperoleh dari persamaan (3.51):

dq  d ln  (Tr ) 
Tr   1 q
dTr  d ln Tr 

Substitusikan besaran ini ke dalam dua persamaan sebelumnya maka dihasilkan:


HR  d ln  (Tr ) 
 Z 1    1 q I (6.64)
RT  d ln Tr 

SR d ln  (Tr )
 ln(Z   )  qI (6.65)
R d ln Tr

190
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Sebelum menggunakan persamaan-persamaan ini , seseorang mestilah mendapatkan


harga Z dan β dengan penyelesaian persamaan (3.49) untuk fasa uap atau persamaan
(3.53) untuk fasa cair.

Contoh 6.4

Carilah harga-harga entalpi residual HR dan entropi residual SR untuk gas n-butan
pada 500 K dan 50 bar seperti yang diberikan oleh persamaan Redlich/Kwong:

Penyelesaian 6.4
Untuk kondisi yang telah ditetapkan:

500 50
Tr   1,176 Pr   1,317
425,1 37,96
Dengan persamaan (3.50), dengan harga Ω untuk persamaan Redlich/Kwong
diperoleh dari Tabel 3.1,
Pr (0,08664)(1,317)
    0.09703
Tr 1,176

Dengan harga-harga Ψ dan Ω, dan ungkapan  (Tr )  Tr1 / 2 yang diperoleh dari Tabel
3.1, persamaan (3.51) menjadi:

 (Tr ) 0,42748
q   3,8689
Tr (0,08664)(1,176)1,5

Substitusikan β, q, ε = 0, dan σ = 1 ke dalam persamaan (3.49) menghasilkan:


Z  0,09703
Z  1  0,09703  (3,8689)(0,09703)
Z ( Z  0,09703)
Penyelesaian persamaan ini menghasilkan Z = 0,6850. Selanjutnya:

Z
I  ln  0,13247
Z

191
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

1
Dengan ln  (Tr )   ln Tr , d ln  (Tr ) / d ln Tr  (1 / 2). Kemudian persamaan
2
(6.64) dan (6.65) menjadi:

HR
 0,6850  1  (0,5  1)(3,8689)(0,13247 )  1,0838
RT

SR
 ln(0,6850  0,09703)  (0,5)(3,8689)(0,13247 )  0,78735
R
Dengan

demikian, H R  (8,314)(500)(1,0838)  4,505 J mol -1

S R  (8,314)(0,78735)  6,546 J mol -1 K -1

Hasil-hasil ini dibandingkan dengan hasil-hasil yang dihitung dengan metoda lain
ditampilkan dalam Tabel 6.3.
Tabel 6.3 Harga-harga Z, HR, dan SR untuk n-butan pada 500 K dan 50 bar

Metoda Z HR/ J mol-1 SR/ J mol-1 K-1


Pers. vdW 0,6608 -3,937 -5,424
Pers. R K 0,6850 -4,505 -6,546
Pers. SRK 0,7222 -4,824 -7,413
Pers. PR 0,6907 -4,988 -7.426
Pers. Lee/Kesler+ 0,6988 -4,966 -7,632
Handbook++ 0,7060 -4,760 -7,170
+
Dijelaskan pada subbab 6.7

6.4 SISTEM-SISTEM DENGAN DUA FASA

Kurva-kurva yang ditunjukkan oleh diagram PT dalam Gambar 3.1 menjelaskan


batas-batas antar fasa untuk suatu zat murni. Fasa transisi pada tempratur dan
tekanan konstan terjadi kapan saja dari salah satu kurva ini jika dilintasi/dipotong
(jika kita menarik sebuah garis memotong salah satu kurva), dan akibatnya harga-
harga molar atau spesifik dari sifat-sifat termodinamika ekstensif berubah sacara
derastis. Dengan demikian, volume molar atau spesifik suatu cairan jenuh adalah
sangat berbeda dibandingkan dengan volume molar atau spesifik uap jenuh pada T

192
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

dan P yang sama. Hal ini juga berlaku untuk energi dalam, entalpi dan entropi.
Pengecualian untuk energi Gibbs molar atau spesifik dari zat-zat murni, harganya
tidak berubah selama terjadinya transisi fasa, sperti pencairan (pelelehan),
penguapan, atau sublimasi. Perhatikan suatu cairan murni yang sedang dalam
kesetimbangan dengan uapnya, dalam suatu silinder berpiston pada temperatur T dan
tekanan uapnya Psat. Bila sejumlah kecil (ukuran diferensial) cairan tersebut
mengalami penguapan pada temperatur dan tekanan konstan, dan bila persamaan
(6.6) diterapkan pada proses ini, maka persamaan menjadi d ( nG )  0. Berhubung

jumlah mol n konstan, maka dG  0, persamaan ini menjelaskan bahwa energi Gibbs
molar atau spesifik dari uap sama dengan energi Gibbs cairannya. Dengan kata lain,
suatu zat murni dengan dua fasa α dan β yang berada dalam kestimbangan, energi
Gibbs kedua fasa tersebut adalah:
G  G  (6.66)

dengan G  dan G  adalah energi Gibbs molar atau spesifik masing-masing fasa.
Persamaan Clapeyron, yang dijelaskan untuk pertama kali pada subbab 4.2,
mengikuti konsep kesamaan ini. Jika temperatur suatu sistem dengan dua fasa
berubah, maka tekanannya mesti berubah mengikuti hubungan antara tekanan uap
dan temperatur selama kesetimbangan antara dua fasa itu tetap berlanjut. Bila
persamaan (6.66) diterapkan pada proses perubahan ini, maka:

dG   dG 

Substitusikan persamaan (6.10) untuk dG  dan dG  maka dihasilkan:


V  dP sat  S  dT  V  dP sat  S  dT

Pengaturan kembali persamaan ini menghasilkan:

dP sat S   S  S 
  
dT V  V  V 

Perubahan entropi S  dan perubahan voulme V  adalah perubahan-perubahan


yang terjadi bila sejumlah satuan zat kimia murni berpindah dari fasa α ke fasa β
pada temperatur dan tekanan kesetimbangan. Integrasi persamaan (6.8) untuk
perubahan ini menghasilkan kalor laten transisi (perubahan) fasa:

193
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

H   T S  (6.67)

Dengan demikian, S   H  / T , dan ini disubstitusikan ke dalam persamaan


sebelumnya, meberikan:

dP sat H 
 (6.68)
dT T V 

persamaan ini adalah persamaan Clapeyron. Untuk kasus perubahan fasa cair l ke
uap v, ditulis sebagai,

dP sat H l v
 (6.69)
dT T V l v

Contoh 6.5
Untuk penguapan pada tekanan rendah, persamaan (6.69) mungkin dapat
disederhanakan dengan melakukan pendekatan yang sesuai, yaitu fasa uap dianggap
sebagai gas ideal dan volume molar fasa cair dapat diabaikan, karena nilainya terlalu
kecil dibandingkan dengan volume molar fasa uap. Jelaskanlah bagaimana merubah
persamaan Clapeyron sesuai dengan asumsi-asumsi tersebut?

Penyelesaian 6.5

Berdasarkan asumsi,
RT
V l v  V v 
P sat
dP sat H l v dP sat / P sat H l v
 atau 
dT RT 2 / P sat dT / T 2 R

d ln P sat
Dengan demikian, H lv
 R
d (1 / T )
Persamaan pendekatan ini, dikenal sebagai persamaan Clausius/Clayperon, yang
menghubungkan langsung kalor laten penguapan dengan kurva tekanan uap. Secara

194
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

khusus persamaan tersebut menunjukkan bahwa H l v berbanding lurus dengan slope


(garis miring) dari grafik hasil plot antara ln P sat vs. 1/T. Hasil plot data eksperimen
yang demikian menghasilkan garis yang hampir lurus untuk banyak zat. Dengan
demikian, persamaan Clausius/Clayperon memberikan suatu kesimpulan yaitu H l v
hampir selalu konstan, dan terlihat tidak berpengaruh pada T. Hal ini tidak benar,
H l v menurun secara monoton (tetap) dengan kenaikan temperatur dari titik triple
ke titik kritis, dan berharga nol pada titik kritis. Asumsi-asumsi yang diterapkan pada
persamaan Clausius/Clayperon mendekati benar hanya pada tekanan rendah.

Kebergantungan Tekanan Uap Cairan padaTemperatur

Persamaan Clapeyron adalah suatu hubungan termodinamika yang eksak, yang


memberikan keterkaitan yang penting antar sifat-sifat dari fasa-fasa yang berbeda.
Jika persamaan tersebut diterapkan untuk perhitungan kalor laten penguapan, maka
penggunaannya bergantung pada pengetahuan tentang hubungan antara tekanan uap
dan temperatur. Berhubung termodinamika tidak memperkenalkan model kelakuan
bahan, baik secara umum ataupun spesifik, maka hubungan antara tekanan dan
teperatur tersebut bersifat empiris. Sebagaimana dijelaskan pada Contoh 6.5, suatu
sat
hasil plot antara P vs. 1/T biasanya menghasilkan sepotong garis yang hampir
lurus:

B
ln P sat  A  (6.70)
T
dengan A dan B adalah konstanta-konstanta untuk zat tertentu. Persamaan ini
memberikan pendakatan yang kasar atas hubungan tekanan uap dengan temperatur
pada seluruh rentang dari titik triple sampai titik kritis. Walaupun demikian,
persamaan ini memberikan suatu basis yang baik untuk ekstrapolasi antara harga-
harga pada rentang yang sesuai.
Persamaan Antoine, lebih memuaskan untuk pemakaian secara umum, dengan
bentuk persamaannya sebagai berikut:

B
ln P sat  A  (6.71)
T C

195
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Keuntungan yang mendasar dari persamaan ini adalah harga-harga konstanta A, B,


dan C tersedia untuk sejumlah besar zat-zat.5 Masing-masing kelompok (A, B, dan C)
konstanta berlaku hanya untuk rentang temperatur tertentu, dan tidak boleh
digunankan di luar rentang tersebut.
Penyampaian data tekanan-uap dalam rentang temperatur yang lebar dan teliti
memerlukan suatu persamaan dalam bentuk yang lebih rumit. Persamaan Wagner
adalah salah satu yang terbaik yang ada; persamaan tersebut mengungkapkan
tekanan uap reduksi sebagai fungsi temperatur reduksi:

A   1,5  C 3  D 6
ln Prsat  (6.72)
1 
dengan   1  Tr
dan A, B, C, dan D adalah konstanta-konstanta. Harga-harga konstanta untuk
persamaan ini atau persamaan (6.71) untuk sebagian besar zat diberikan oleh Reid,
Prausnits, dam Poling.

Sistem dengan Dua Fasa Cair/ Uap

Jika suatu sistem terdiri dari fasa cairan jenuh dan fasa uap jenuh dan keduanya
berada dalam kesetimbangan, maka harga keseluruhan sifat ekstensiv dari kedua fasa
adalah jumlah keseluruhan sifat-sifat dari fasa-fasa tersebut. Untuk volume,
hubungannya ditulis sebagai berikut:
nV  n l V l  n v V v

dengan V sebagai volme sistem berbasis molar, dan jumlah mol keseluruhan adalah
n  nl  nv .

Dibagi dengan n, persamaan di atas menjadi:

V  xl V l  xv V v

dengan xl dan xv masing-masing adalah fraksi cairan dan uap dari sistem keseluruhan.
Karena x l  1  x v ,
V  (1  x v ) V l  x v V v

196
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Dalam persamaan ini, sifat-sifat V, V l, dan V v harga-harganya dapat berbasis molar


atau satuan massa. Fraksi massa atau molar dari sistem yaitu uap xv disebut kualiti.
Persamaan-persamaan yang analog dapat ditulis untuk sifat-sifat termodinamika
ekstensiv lainnya. Semua hubungan sifat-sifat ini dinyatakan dalam persamaan
generik berikut:

M  (1  x v ) M l  x v M v (6.73a)

dengan M mewakili V, U, H, S, dan seterusnya. Bentuk lain dari persamaan ini yang
kadang kala berguna adalah:

M  M l  x v M l v (6.73b)

6.5 DIAGRAM TERMODINAMIKA

Diagram termodinamika menjelaskan temperatur, tekanan, volume, entalpi, dan


entropi dari suatu zat pada selembar grafik tunggal. Diagram yang paling umum
adalah: temperatur/entropi, tekanan/entalpi (biasanya sebagai ln P vs. H), dan
entalpi/entropi (disebut sebagai daigram Mollier). Perancangan diagram bergantung
pada peubah-peubah yang diplih sebagai koordinat-koordinat. Diagaram-diagaram
selain yang disebutkan tadi, mungkin saja dibuat, tetapi jarang digunakan.
Gambar 6.2 sampai dengan Gambar 6.4 menunjukkan bentuk umum dari tiga
macam diagram yang biasa digunakan. Diagram-diagram ini dibuat berdasarkan data
air, namun kharakter umum dari diagram-diagram itu sama untuk semua zat.
Keadaan-keadaan dua fasa yang dilukiskan oleh garis-garis pada diagram dalam
Gambar 3.1, pada diagram-diagram ini (6.2 sampai dengan 6.4) dilukiskan sebagai
luasan, dan titik triple pada Gambar 3.1, pada diagram ini dilukiskan sebagai garis.
Garis-garis pada daerah caira/uap memberikan secara langsung harga-harga sifat
untuk campuran dua fasa. Titik kritis ditandai sebagai huruf C, dan suatu kurva
(bergaris tebal) memotong titik ini, bagian kurva disebelah kiri titik C mewakili fasa
cairan jenuh, dan kurva disebelah kanan titik C mewakili fasa uap jenuh. Diagram
Mollier (Gambar 6.4) biasanya tidak mencantumkan data volume. Pada derah uap
atau gas, garis untuk temperatur konstan dan lewat jenuh konstan muncul. Lewat

197
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

jenuh adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan antara
temperatur nyata dan temperatur jenuh pada tekanan yang sama.
Lintasan proses mudah diikuti dengan diagram termodinamika. Contoh,
perhatikan pengoperasian suatu boiler pada unit pembangkit listrik tenaga uap.
Keadaan awal proses: adalah air yang bertemperatur di bawah titil didihnya: keadaan
akhir proses adalah: uap air (kukus) pada daerah lewat jenuh. Air masuk ke dalam
boiler dan dipanaskan pada tekanan konstan (garis 1-2 pada Gambar 6.2 dan 6.3) ke
temperatur jenuhnya. Dari titik 2 ke titik 3 air menguap, temperatur tetap konstan
selama berlansung proses ini. Semakin banyak kalor ditambahkan, uap air menjadi
uap lewat-jenuh sepanjang garis 3-4. Pada diagram tekanan/entalpi (Gambar 6.2)
seluruh proses diwakili oleh garis mendatar (horizontal) yang menjelaskan tekanan
boiler. Karena kemampatan cairan adalah kecil untuk temperatur dibawah Tc,
perubahan sifat-sifat cair sangat lambat terhadap tekanan. Dengan demikian, pada
diagram T S Gambar 6.3, Garis-garis tekanan konstan dalam daerah cair terletak
bersama sangat dekat, dan garis 1-2 hampir bertemu dengan kurva cairan jenuh.
Proses adiabatik reversible adalah isentropik dan karenanya diwakili oleh oleh
garis vertikal pada diagram T S. Jika demikian, lintasan diikuti oleh fluida dalam
turbin adiabatik reversible dan kompressor pada diagram H S atau Mollier.

Gambar 6.2 Diagram P-H Gambar 6.3 Diagram T-S

198
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Gambar 6.4 Diagram Mollier

6.6 TABEL SIFAT-SIFAT TERMODINAMIKA

Di dalam berbagai contoh, sifat-sifat termodinamika ditampilkan dalam berbagai


Tabel. Keuntungannya adalah data dapat disajikan dengan lebih teliti dibandingkan
pada diagram, namun demikian, penggunaan tabel memerlukan ekstrapolasi.
Tabel-tabel termodinamika untuk kukus jenuh mulai dari titik beku normal
sampai titik kritis, dan juga kukus kelewat jenuh dalam rentang tekanan tertentu,
dalam satuan SI dan satuan Inggris, tersedia dalam Appendik F(Smith et al, 2005).
Harga-harga yang disajikan memiliki interval yang cukup kecil satu dengan yang
lain, sehingga interpolasi linear antara harga-harga itu dapat dilakukan.(Prosedur
interpolasi linear di tunnjukkan pada halaman permulaan Appendik F.). Tabel
pertama untuk masing-masing sistem satuan menampilkan sifat-sifat kesetimbangan
cairan jenuh dan uap jenuh untuk tiap kenaikan temperatur. Harga-harga entalpi dan
entropi untuk cairan jenuh pada titik triple ditetapkan sama dengan nol. Tabel kedua
menampilkan sifat-sifat kukus kelewat jenuh pada temperatur yang lebih tinggi dari
pada temperatur jenuh untuk tekanan tertentu. Volume, energi dalam, entalpi, dan
entropi ditabulasi sebagai fungsi tekanan untuk berbagai temperatur. Tabel-tabel
kukus yang disajikan pada buku ini merupakan kumpulan data berbagai sifat bahan

199
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

tunggal yang palinglengkap. Berbagai tabel yang menyajikan sifat-sifat bahan


tertentu dapat diperoleh pada berbagai rujukan.7.

Contoh 6.6

Kukus kelewat jenuh dengan kondisi awal P1 dan T1 berekspansi (mengembang)


melewati sebuah nozzle ke pembuangan sehingga tekanannya menjadi P2.
Asumsikan proses berlangsung secara reversible dan adiabtik. Tentukanlah keadaan
kukus pada ruang pembuangan dan ∆H untuk kondisi berikut:
(a) P1 = 1.000 kPa, t1 = 250oC, dan P2 = 200 kPa.
(b) P1 = 150(psia), t1 = 500(oF), dan P2 = 50(psia).

Penyelesaian 6.6

Karena proses berlangsung secara reversible dan adiabatik, maka perubahan entropi
kukus adalah nol.
(a) Harga-harga entalpi dan entropi untuk kukus kelewat jenuh pada keadaan
awal yaitu pada temperatur 250oC dan tekanan 1.000 kPa ditentukan dengan
cara intrapolasi antara temperatur 240 dan 260oC pada tekanan 1000 kPa,
hasilnya sebagai berikut:
H1 = 2.942,9 kJ kg-1 S1 = 6,9252 kJ kg-1K-1
Untuk keadaan akhir, yaitu pada tekanan 200 kPa,
S2 = S1 = 6,9252 kJ kg-1K-1
Dari Tabel dapat diketahui bahwa harga entropi untuk uap jenuh pada 200 kPa lebih
besar dibandingkan dengan harga S2, ini berarti kukus pada keadaan akhir terdiri dari
dua fasa yaitu cairan jenuh dan uap jenuh. Dengan demikian t2 pada keadaan akhir
adalah temperatur jenuh pada 200 kPa, pada Tabel kukus jenuh (satuan SI) diperoleh
t2 = 120.23oC. Persamaan (6.73a) diterapkan pada entropi, menjadi:
S 2  (1  x 2v ) S 2l  x 2v S 2v

Dengan demikian, 6,9252  1,5301 (1  x 2v )  7,1268 x 2v


Harga-harga 1,5301 dan 7,1268 masing-masing adalah entropi cairan jenuh dan
entropi uap jenuh pada 200 kPa. Hasil penyelesaian persamaan ini adalah:

200
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

x 2v  0,9640
Berpatokan pada basis massa, kukus pada keadaan akhir adalah campuran dari 96,40
% uap dan 3,6% cairan. Entalpi dari campuran ini dihitung dengan menggunakan
persamaan (6.73a):
H2 = (0,0360)(504,7) + (0,9640)(2.706,3) = 2,627.0 kJ kg-1
Akhirnya,
∆H = H2 − H1 = 2.627,0 − 2.942,9 = −315,9 kJ kg-1
(b) Untuk kondisi awal pada 150 (psia) dan 500(oF), dari Tabel kukus kelewat
jenuh (sistem Inggris) diperoleh data:
H1 = 1.274,3 (Btu)(lbm)-1 S1 = 1,6602 (Btu)(lbm)-1(R)-1.
Untuk keadaan akhir pada 50 (psia),

S2 = S1 = 1,6602 (Btu)(lbm)-1(R)-1.
Dari Tabel kukus diketahui bahwa harga S2 ini lebih besar dibandingkan dengan
entropi uap jenuh pada 50(psia). Dengan demikian, kukus pada keadaan akhir adalah
kukus kelewat jenuh. Interpolasi entropi pada tekanan 50 (psia) menghasilkan:
t 2  283,28( o F) H 2  1.175,3 (Btu) (lbm) -1
Dengan demikian,
H  H 2  H 1  1.175,3  1.274,3  99.0(Btu )(lbm)-1
Neraca energi aliran yang melewati suatu nozzle ditentukan berdasarkan
persamaan (2.32a). Sesuai dengan assumsi yang telah ditetapkan, maka persamaan
ini menjadi:
1 2
H  u  0
2
Dengan demikian, penurunan nilai entalpi pada proses tersebut semata-mata sebagai
kompensasi dari peningkatan energi kinetik pada fluida. Dengan kata lain, kecepatan
fluida meningkat saat melewati nozzle, dan itulah gunanya nozzle. Pembahasan
secara rinci tetang nozzle diberikan pada subbab 7.1.

Contoh 6.7

201
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Sebuah tangki dengan volume 1,5 m3 berisi 500 kg air yang berada dalam
kesetimbangan dengan uap air. Air mengisi sebagian ruang tangki dan sisanya
ditempati oleh uap air. Temperatur dan tekanan dalam tangki adalah 100 oC dan
101,33 kPa. Air bertemperatur 70oC dan bertekanan sedikit lebih tinggi dari 101,33
kPa sebanyak 70 kg dialirkan melalui pipa ke dalam tangki. Jika temperatur dan
tekanan di dalam tangki dipertahankan tidak berubah akiabat pengaliran air tersebut,
berapakah jumlah energi dalam bentuk kalor mesti ditambahkan ke dalam tangki?.

Penyelesaian 6.7

Tetapkan tangki sebagai volume atur. Tidak ada kerja yang dilakukan, disamping itu,
diassumsikan pengaruh energi kinetik dan energi potensial dapat diabaikan. Dengan
demikian persmaan (2.29) dapat ditulis sebagai berikut:
d ( mU ) tank
 H  m   Q
dt

tanda petik (pada H dan m ) menyatakan aliran masuk. Neraca massa volume atur
adalah:
dmtank
m  
dt
dikombinasikan dengan neraca energi menghasilkan :
d ( mU ) tank dm  
 H Q
dt dt
Dikalikan dengan dt dan diintegrasikan terhadap waktu (dengan H  konstan)
menghasilkan:
Q   (mU ) tank  H  mtank

Definisi entalpi dapat diterapkan pada semua isi tangki dan menghasilkan:
 (mU ) tank   (mH ) tank   ( P mV ) tank

Karena volume tangki keseluruhan mV dan tekanan konstan,  ( P mV ) tank  0 .


Karenanya,
Q  (mH ) tank  H  m tank  (m2 H 2 ) tank  (m1 H 1 ) tank  H  mtank

dengan m tank adalah750 kg air masuk ke dalam tangki, dan subscript 1 dan 2
menanda kondisi dalam tangki pada awal dan akhir proses. Pada akhir proses tangki

202
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

masih mengandung cairan jenuh dan uap jenuh dalam keadaan kesetimbangan pada
100oC dan 101,33 kPa. Dengan demikian m1H1 dan m2H2 masing-masing terdiri dari
dua fasa, satu untuk fasa cair dan satu lagi untuk fasa uap.
Perhitungan selanjutnya memerlukan data entalpi yang diperoleh dari Tabel
kukus, adapun entalpi tersebut adalah:
H   293,0 kJ kg -1 ; cairan jenuh pada 70oC
l
H tank  419,1 kJ kg -1 ; cairan jenuh pada 100oC
v
H tank  2.676,0 kJ kg -1 ; uap jenuh pada 100oC

Volume uap mula-mula dalam tangki adalah 1,5 m3 dikurang volume yang ditempati
oleh 500 kg air. Maka,
1,5  (500)(0,001044)
m1v   0,772 kg
1,673
nilai 0,001044 dan 1,673 m3 kg-1 masing-masing adalah volume jenis dari cairan
jenuh dan uap jenuh pada 100oC, diperoleh dari Tabel kukus. Selanjutnya,
( m1 H 1 ) tank  m1l H 1l  m1v H 1v  500(419,1)  0,772(2.676,0)
 211,616 kJ
Jumlah massa air dan uap air pada akhir proses ditentukan dengan neraca massa,
berkaitan dengan ini mesti dingat bahwa volume tangki tidak berubah selama proses
yaitu tetap sebesar 1,5 m3.
m2  500  0,772  750  m2v  m2l

1,5  1,673m2v  0,001044m2l


Penyelesaian kedua persamaan ini menghasilkan:
m2l  1.250,65 kg m2v  0,116 kg

Karena H 2l  H 1l dan H 2v  H 1v
Maka,
(m2 H 2 ) tank  (1.250,65)(419,1)  (0,116)(2.676,0)  524.458 kJ

Dengan mensubstitusikan harga-harga di atas ke dalam persamaan, maka diperoleh


harga Q sebagai berikut:

Q  524.458  211 .616  (750)(293,0)  93.092 kJ

203
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

6.7 KORELASI SIFAT GAS-GAS YANG BERSIFAT UMUM

Dua macam data yang diperlukan untuk mengevaluasi sifat-sifat termodinamika


yaitu kapasitas kalor dan data PVT, namun data PVT sering tidak tersedia.
Untunglah korelasi-korelasi untuk faktor kompressibilitas yang bersifat jeneral yang
dikembangkan pada subbab 3.6 dapat juga diterapkan pada sifat-sifat residual.
Persamaan-persamaan (6.47) dan (6.48) dirubah dalam bentuk persamaan
yang bersifat jeneral dengan jalan mensubstitusikan hubungan-hubungan berikut:

P  Pc Pr T  Tc Tr

dP  Pc dPr dT  Tc dTr

Dari substitusi dihasilkan persamaan-persamaan berikut:

HR Pr  Z  dPr
RTc
 Tr2  0

 Tr

 Pr Pr
(6.74)

SR  Z  dPr dP
   Z  1 r
Pr Pr

R
 Tr 0

 Tr

 Pr Pr 0 Pr
(6.75)

Harga suku-suku di sisi kanan persamaan-persamaan ini bergantung oleh Pr dan


R
oleh temperatur reduksi. Penentuan harga-harga H / RTc dan S R / R dilakukan
dengan menggunakan data faktor kompressibilitas yang dijeneralkan, dan dikerjakan
hanya sekali saja untuk semua pada temperatur dan tekanan reduksi.

Korelasi untuk Z didasarkan pada persamaan (3.54):

Z  Z 0   Z1

Setelah dideferensialkan persamaan ini menjadi:

 Z   Z 0   Z 1 
        
 Tr  Pr  Tr  Pr T
 r  Pr

204
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Substitusikan Z dan (Z / Tr ) Pr ke dalam persamaan (6.74) dan (6.75) menghasilkan:

HR Pr  Z 0  dPr Pr  Z 1  dPr
RTc
 Tr2 0

 Tr

 Pr Pr
 Tr2 
0
 
 Tr  Pr Pr

SR Pr   Z 0   dP Pr   Z 1   dP
   Tr    Z 0  1 r    Tr    Z 1  r
R 0
  Tr  Pr  Pr 0
  Tr  Pr  Pr

Integral-integral pertama di sisi kanan dari kedua persamaan di atas dapat dievaluasi
secara numerik atau grafik untuk berbagai harga Tr dan Pr dari data Z0 yang disajikan
dalam Tabel-tabel E.1 dan E.3 (Smith et al, 2005), dan integral-integral yang kedua
dievaluasi dengan cara yang sama dari data Z1 yang disajikan pada Tabel-tabel E.2
dan E.4 (Smith et al, 2005).
Jika suku-suku pertama (termasuk tanda kurang) pada sisi kanan dari kedua
R 0
persamaan di atas masing-masing digantikan oleh besaran ( H ) / RTc dan

( S R ) 0 / R , dan suku-suku keduanya (termasuk tanda kurang dan ω)masing-masing


R 1
digantikan oleh ( H ) / RTc dan ( S R )1 / R , maka persamaan-persamaan itu menjadi:

H R (H R )0 ( H R )1
  (6.76)
RTc RTc RTc

S R (S R ) 0 ( S R )1
  (6.77)
R RTc RTc

Harga-harga dari besaran-besaran ( H R ) 0 / RTc , ( H R )1 / RTc , ( S R ) 0 / R , dan

( S R )1 / R seperti yang telah ditentukan oleh Lee dan Kesler disajikan sebagai fungsi
Tr dan Pr dalam Tabel E.5 sampai dengan Tabel E.12 (Smith et al, 2005). Harga
besaran-besaran ini bersama dengan persamaan-persamaan (6.76) dan (6.77) dapat
digunakan untuk menaksir entalpi dan entropi residual dengan berbasis pada tiga
parameter keadaan yang berkaitan seperti yang telah dikembangkan oleh Lee dan
Kesler (subbab 3.6). Harga-harga Z, HR, dan SR untuk n-butanan pada 500 K dan 50
bar yang dihitung berdasarkan korelasi Lee dan Kesler disajikan dalam Tabel 6.3.

205
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

R 0
Tabel E.5 dan E.6 (Smith et al, 2005) menyajikan harga ( H ) / RTc dan Tabel

E.9 dan E.10 (Smith et al, 2005) menyajikan harga ( S R ) 0 / R , tabel-tabel tersebut
menyediakan dua parameter dari korelasi-korelasi keadaan yang dapat digunakan
untuk menaksir secara cepat harga kasar sifat-sifat residual. Jatidiri (nature) korelasi-
korelasi ini dijelaskan oleh Gambar 6.5 yang meperlihatkan grafik hubungan antara

( H R ) 0 / RTc vs. Pr untuk enam garis isotermal (isotherms). Seperti korelasi faktor
R 0
kompressibilitas yang dijeneralkan, kompleksitas fungsi-fungsi ( H ) / RTc ,

( H R )1 / RTc , ( S R ) 0 / R , dan ( S R )1 / R mengakibatkan tidak dapat menyajikanya

secera jeneral dalam persamaan-persamaan sederhana. Namun demikian, oleh karena


korelasi koefisien virial yang dijeneralkan valid pada tekanan rendah, maka hal ini
menjadi dasar untuk membuat korelasi analitik sifat-sifat residual. Persamaan yang
menghubungi B dengan fungsi-fungsi B0 dan B1 diperoleh dari subbab 3.6:

R 0
Gambar 6.5 Korelasi Lee/Kesler untuk ( H ) / RTc sebagai fungsi Tr dan Pr

BPc
 B 0   B1 (3.59)
RTc
Karena B, B0, dan B1 adalah hanya sebagai fungsi-fungsi temperatur, diferensiasi
parameter-parameter ini menghasilkan:

206
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

Pc dB dB 0 dB 1
 
RTc dTr dTr dTr

Persamaan (6.54) dan (6.55) dapat ditulis sebagai:

HR P dB  SR P dB
  B  Tr  
R R dTr  R RTc dTr

Kombinasikan masing-masing persamaan ini dengan persamaan sebelumnya, dan


setelah direduksi menghasilkan:

HR  0 dB 0  1 dB1 
 Pr  B  Tr 
   B  Tr  (6.78)
R  dTr  dTr 

SR  dB 0 dB 1 
  Pr    (6.79)
R dT
 r dTr 

Hubungan antara paramter-parameter B0 dan B1 dengan temperatur reduksi


diberikan oleh persamaan (3.61) dan (3.62). Deferensiasi kedua persamaan ini

menghasilkan ungkapan dB 0 / dTr dan dB 1 / dTr . Dengan demikian, hubungan-


hubungan yang diperlukan untuk dapat menerapkan persamaan (6.78) dan (6.79)
adalah sebagai berikut:

0.422
B 0  0.083  (3.61)
Tr1,6

dB 0 0,675
 2,6 (6.80)
dTr Tr

0.172
B 1  0.139  (3.62)
Tr4, 2

dB 1 0,722
 5, 2 (6.81)
dTr Tr

Gambar 3.15 digambarkan secara khusus untuk korelasi faktor kompressibilitas,


gambar tersebut juga diperuntukan sebagai patokan (guide) dari tingkat kepercayaan
korelasi sifat-sifat residual yang dihasilkan berdasarkan koefisien virial kedua yang

207
Buku Ajar : Termodinamika Teknik Kimia I. Disusun Oleh Dr. Ir. Syahiddin D.S., M.T., Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh

dijeneralkan. Namun demikian, semua korelasi sifat residual kurang teliti


dibandingkan dengan korelasi-korelasi faktor kompressibilitas dan tentu saja kurang
dipercaya untuk molekul-molekul yang sangat polar dan yang sejenis (associating).
Hubungan-hubungan yang bersifat jeneral yang dihasilkan dari besaran-besaran
HR, SR dan kapasitas kalor gas ideal dapat diterapkan ke dalam persamaan-
persamaan (6.49) dan (6.50) untuk menghitung harga-harga entalpi dan entropi dari
gas-gas pada sembarang temperatur dan tekanan. Untuk perubahan keadaan 1 ke
keadaan 2, persamaan (6.49) ditulis sebagai berikut:
T2 T1
H 2  H 0ig   C Pig dT  H 2R H 1  H 0ig   C Pig dT  H 1R
T0 T0

Perubahan entalpi karena proses, H  H 2  H 1 , adalah selisih kedua persamaan-


persamaan ini:

T2
H   C Pig dT  H 2R  H 1R (6.82)
T1

Dengan cara yang sama, persamaan (6.60) ditulis sebagai berikut:


T2 dT P
S   C Pig  R ln 2  S 2R  S1R (6.83)
T1 T P1

Persamaan-persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut:

H  C Pig (T2  T1 )  H 2R  H 1R (6.84)


H

T2 P
S  C Pig ln  R ln 2  S 2R  S1R (6.85)
S T1 P1

Seperti nama yang telah diberikan kepada fungsi-fungsi yang digunakan untuk
evaluasi integral-integral dalalam persamaan (6.82) dan (6.83) dan kapasitas kalor
rata-rata dalam persamaan (6.84) dan (6.85), juga kita menamai fungsi-fungsi yang
berguna untuk evaluasi HR dan SR . Persamaan-persamaan (6.78), (3.61), (6.80),
(3.62), dan (6.81) bersama memberikan fungsi untuk evaluasi dari HR/RT, dan diberi
nama HRB(TR, PR, OMEGA);

208

Anda mungkin juga menyukai