potensi bahaya yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Tahapan identifikasi bahaya secara
umum meliputi :
a. Pengenalan kegiatan untuk menemukan, mengenali, dan mendeskripsikan tahapan kegiatan
tertentu dari serangkaian pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi yang menghasilkan atau
mendukung satu atau lebih produk jasa;
b. Pengenalan bahaya untuk menemukan, mengenali, dan mendeskripsikan potensi bahaya yang
terdapat dalam setiap tahapan kegiatan atau pekerjaan (persiapan, pelaksanaan, penyelesaian)
dan akibatnya (kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja);
c. Pengukuran potensi bahaya;
d. Validasi daftar bahaya yang merupakan tahapan memasukkan setiap sumber bahaya ke dalam
suatu daftar bahaya.
Dalam melakukan tahapan-tahapan identifikasi bahaya ada beberapa metode yang dapat
digunakan (Wachyudi, 2010) :
1. Preliminary Hazard Analysis (PHA) atau Analisis Bahaya Awal, merupakan suatu sistem atau
metode yang biasanya digunakan untuk menjelaskan dengan teknik kualitatif untuk identifikasi
bahaya pada tahap awal dalam proses desain (Mannan, 2005). PHA ditujukan hanya pada tahap
awal pengembangan pabrik/ industri/ instalasi. Informasi yang dibutuhkan untuk dilakukan
penelitian adalah kriteria desain, spesifikasi bahan dan peralatan, dll. Prinsip dari PHA adalah
untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin akan berkembang menjadi kecelakaan. Ini
dilakukan dengan menimbulkan situasi atau proses yang tidak direncanakan atau dimaksud
terjadi. Ini penting untuk melakukan identifikasi bahaya dari awal pada proses desain bertujuan
untuk mengimplementasikan corrective measure pada desain, yang dikenal dengan manajemen
resiko atau reduksi pro aktif. Beberapa deviasi yang dapat terjadi ditandai dengan isyarat : more
of ...; less of ...; nothing of ...; part of ...; both ... and ...; another than ...; opposite direction ...;
later than ....
2. Hazard Operability Study (HAZOPS), merupakan metode yang banyak digunakan oleh industri
proses untuk mengidentifikasi bahaya pada tahap desain rekayasa (Mannan, 2005). Tujuannya
untuk menganalisis sistem bagian per bagian dan menjelaskan bagaimana kondisi ideal suatu
sistem bekerja. Langkah awal dilakukan dengan mendapatkan tinjauan dari sistem berupa
gambar teknis atau informasi lain dari sistem tersebut. Sistem harus dibagi menjadi bagian-
bagian yang dijelaskan pula kondisi ideal dari bagian-bagian tersebut. Pada sebuah sistem,
semua bagian atau subsistem merupakan dependen satu sama lain, dan ketergantungan ini harus
diidentifikasi. Langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi deviasi untuk tiap bagian dari
sistem. Untuk membantu mengidentifikasi deviasi, digunakan guideword. Ketika deviasi
teridentifikasi, maka penyebabnya pun dapat teridentifikasi.
3. Risk Based Inspection (RBI), adalah penilaian risiko dan manajemen proses yang terfokus pada
kegagalan peralatan karena kerusakan material. Fokus RBI adalah penilaian risiko yang
berkaitan dengan pengoperasian peralatan. RBI dapat memberikan masukan kepada
manajemen untuk merencanakan jadwal inspeksi dan pemeliharaan pada perlatan termasuk
penganggaran biayanya. Pendekatan RBI secara kualitatif menyediakan dasar analisis untuk
memprioritaskan program inspeksi berdasarkan risiko.
4. What-If merupakan metode identifikasi bahaya awal untuk meninjau desain dengan
menanyakan serangkaian pertanyaan awal yaitu bagaimana-jika (what-if). Analisis what-if
merupakan bagian dari cara checklist, yang kemungkinan merupakan metode identifikasi
bahaya tertua.
5. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) atau Analisis Pola Kegagalan dan Akibat, yaitu
metode untuk mengidentifikasi bahaya yang melibatkan analisis modus kegagalan dari suatu
entitas, penyebabnya, dampaknya, dan hubungan kritikalitas dari kegagalan (Mannan, 2005).
Tujuan dari FMEA adalah untuk mengidentifikasi kegagalan yang mempunyai dampak yang
tidak diinginkan pada sistem operasi.
6. Fault Tree Analysis (FTA) dan Event Tree Analysis (ETA) merupakan diagram logika yang
digunakan untuk mewakili masing-masing dampak dari suatu peristiwa dan penyebab dari
suatu peristiwa (Mannan, 2005). Diagram ini juga menyatakan ilustrasi bebas dari rangkaian
potensi kegagalan peralatan atau kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kerugian. FTA
bersifat deduktif dengan memunculkan akibat untuk mencari sebab, sedangkan ETA bersifat
induktif dengan menampilkan sebab (kejadian awal) untuk mencari akibat (kejadian akhir).
7. Qualitative Risk Assessment merupakan pendekatan nilai risiko terhadap suatu sistem dengan
pemberian skor secara kualitatif (iya/ tidak; baik/ buruk; tinggi/ rendah) terhadap faktor
kemungkinan dan akibat kegagalan dari suatu kejadian (Wachyudi, 2010).
8. Semi-quantitave Risk Assessment merupakan pengembangan penilain risiko dengan
menggunakan suatu pemodelan untuk kejadian tertentu untuk mendapatkan rate event.
Pemodelan tersebut bertujuan untuk mendapatkan akurasi data berdasarkan informasi awal
yang diolah dengan mempertimbangkan parameter-parameter yang ada (Wachyudi, 2010).
9. Quantitative Risk Assessment merupakan penilaian penuh dengan melakukan pemodelan semua
kejadian sehingga kemungkinan dan akibat dari suatu kegagalan dapat diketahui secara
numerik sehingga mendapatkan tingkat risiko yang cukup akurat (Wachyudi, 2010).
Reff : BATAN. (2012). Lampiran PerKa BATAN 020/KA/I/2012 Pedoman Penilaian Risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: BATAN.
Wachyudi, Y. (2010). Identifikasi Bahaya, Analisis, dan Pengendalian Risiko dalam Tahap
Desain Proses Produksi Minyak & Gas di Kapal Floating Production Storage & Offloading
(FPSO) untuk Projek Petronas Bukit Tua Tahun 2010 . Depok: Universitas Indonesia.
Apa itu Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (Job Safety Analysis & Risk
Assessment) ??
Merupakan suatu program kerja yang didalamnya terdapat proses mengenali bahaya pada
suatu pekerjaan, membuat identifikasi bahaya dan nilai dari resiko bahaya tersebut kemudian
melakukan pengendalian terhadap resiko bahaya yang telah teridentifikasi.
Apa Tujuan Dilakukan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (Job Safety Analysis
& Risk Assessment) ??
1. Memantau resiko-resiko bahaya yang jarang diketahui atau beberapa resiko bahaya
yang tidak dihiraukan dalam pekerjaan, padahal beresiko kecelakaan atau pada
kesehatan.
2. Menentukan cara laksana kedali bahaya dan mengurangi resiko kecelakaan.
3. Acuan dalam menentukan APD (Alat Pelindung Diri) dan dasar pengajuan ke
Manajemen.
4. Tujuan akhir dari program ini adalah menurunkan angka kecelakaan kerja dan
meningkatkan produktifitas.
Bagaimana Metode untuk melakukan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (Job
Safety Analysis & Risk Assessment)??
– Pekerjaan yang memerlukan JSA&RA adalah pekerjaan yang potensi bahaya yang
berdampak pada kecelakaan kerja
– Merupakan pekerjaan baru dengan potensi bahaya untuk terjadi kecelakaan kerja
– Pekerjaan lama dengan alat-alat baru sehingga menimbulkan perubahan pada langkah kerja.
– Batasi secara umum langkah-langkah kerja tersebut, misal : maksimal 10 langkah kerja
Tahap kerja kritis adalah tahap kerja dimana pada tahap tersebut dinilai memiliki potensi
bahaya yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja.
– Sumber bahaya mekanik : Putaran mesin, angkat-angkut, roda gigi, rantai, beban,
handling,dll.
– Sumber bahaya fisik&kimia : Listrik, Tekanan, Vibrasi, Suhu, Kebisingan, bahan kimiadll.
– Pertimbangkan cidera akibat Jatuh, Ledakan, Paparan gas/kimia, asap, regangan otot, dll.
5. Pengendalian
Tentukan tindakan pengendalian bahaya berdasarkan hirarki pengendalian atau biasa disebut
urutan langkah pengendalian. antara lain :
– Rekayasa teknik yaitu melakukan pengamanan terhadap mesin yang dinilai memiliki
bahaya berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.
– Administratif yaitu memberikan pelatihan dan sertifikasi, Briefing K3, rotasi kerja, dll.
6. Pencatatan
– Pengendalian
7. Komukasikan
8. Tinjau Ulang
dari langkah-langkah tersebut sudah bisa dilaksanakan sebuah program JSA&RA idealnya
pembuatan JSA&RA dapat dibentuk tim antara lain :
3. Ahli K3 Perusahaan.
Resiko (R) :
Merupakan suatu nilai yang ditetapkan untuk menentukan suatu tingkatan dampak/akibat
berdasarkan keparahan yang disebabkan oleh kecelakaan kerja.
Level-1 (Sangat Ringan) Tidak ada cedera, kerugian biaya rendah, kerusakan peralatan
ringan.
Level-2 (Ringan) Cedera ringan (hanya membutuhkan P3K), peralatan rusak
ringan.
Level-3 (Sedang) Menyebabkan cidera yang memerlukan perawatan medis ke
rumah sakit, peralatan rusak sedang.
Level-4 (Berat) Menyebabkan cidera yang menyebabkan cacatnya angota tubuh
permanen, peralatan rusak berat.
Level-5 (Fatal) Menyebabkan kematian 1 orang atau lebih, kerusakan berat
pada mesin sehingga mengganggu proses produksi.
Peluang (P) :
Merupakan suatu nilai yang ditetapkan sebagai untuk menentukan tingkat keseringan
terhadap kejadian kecelakaan.
Tingkat Bahaya :
Merupakan hasil perkalian dari Resiko (R) dan Peluang (P) sehingga dapat ditetapkan sebagai
tingkat bahaya dari suatu pekerjaan yang dilakukan.
Tingkat Bahaya = R x P
5 5 10 15 20 25
4 4 8 12 16 20
3 3 6 9 12 15
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5
RxP 1 2 3 4 5
Tingkat Bahaya Score Keterangan
Rendah 1-4 Masih dapat ditoleransi
Sedang 5-10 Dikendalikan sampai batas toleransi
Tinggi 12-25 Pemantauan intensif & Pengendalian
Demikian mengenai program JSA & RA (Job Safety Analysis & Risk Assessment) yang
mungkin singkat dapat dipaparkan semoga bermanfaat
Reff : https://alenhyp05.wordpress.com/identifikasi-bahaya-dan-penilaian-resiko-jsa-ra-job-safety-
analysis-risk-assessment/
Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Pengendalian Resiko merupakan salah satu
syarat elemen Sistem Manajemen Keselamatan Kerja OHSAS 18001:2007 klausul 4.3.1.
Penilaian resiko menggunakan pendekatan metode matriks resiko yang relatif sederhana serta
mudah digunakan, diterapkan dan menyajikan representasi visual di dalamnya.
Reff : https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/10/identifikasi-bahaya-
penilaian-resiko.html
Setiap pengguna laboratorium harus mempunyai rasa tanggung jawab yang penuh akan
keselamatan dan kesehatan kerja didalam laboratorium. Untuk itu perlu di buat peraturan-
peraturan dan prosedur-prosedur yang di tetapkan dan harus ditaati selalu pada setiap
kegiatan yang dilakukan didalam laboratorium. Penyelenggra terhadap peraturan-peraturan
dan prosedur kerja dapat dikenakan sanksi
A.Perencanaan (Planning)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa
mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan
dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi :
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
d. siapa yang mengerjakan
e. kapan harus dikerjakan
f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup
kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai
makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan resiko bahaya yang dapat terjadi dalam
laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di laboratorium
harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja laboratorium
B.Organisasi (O rganizing )
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam beberapa
jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau
nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak
langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam
organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah),
disamping memberlakukan Undang- Undang Keselamatan Kerja.
C.Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah tempat
kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja dalam laboratorium wajib
mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber
kecelakaan kerja dalam laboratorium, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang
cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut.
Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen
reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan,
keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil keputusan
penyelesaiannya.
D.Pengawasan (Controlling)
Dalam mengelola laboratorium yang baik, harus dikenal perangkat-perangkat yang harus
dikelola yaitu :
1 .Tata ruang
Untuk tata ruang, dapat dilakukan sedemikian sehingga dapat berfungsi dengan baik. Tata
ruang yang baik harus mempunyai antara lain :
a. Pintu masuk
b. Pintu keluar
c. Pintu darurat
d. Ruang persiapan
e. Ruang peralatan
f. Ruang penyimpanan
g. Ruang staf/dosen
h. Ruang teknisi/laboran/tenaga administrasi
i. Ruang seminar/diskusi
j. Ruang bekerja (praktikum dan penelitian)
k. Ruang istirahat/ibadah
l. Ruang prasarana alat laboratorium
m. Ruang prasarana kebersihan
n. Ruang keselamatan kerja
o. Lemari praktikan
p. Lemari gelas
q. Lemari alat optik
r. Pintu dan jendela diberi kawat kassa untuk menjaga tidak masuknya hewan
s.F an ( Kipas angin )
t. Ruang AC untuk alat tertentu yang memerlukan persyaratan tertentu.
a. Laboratory assessment
Hal ini mencakup tentang lokasi, konstruksi laboratorium dan fasilitas lain
termasuk pintu utama, pintu darurat, jenis meja, jenis atap, jenis dinding, jenis lantai, jenis
pintu, jenis lampu yang dipakai, jenis ventilasi, jenis AC, jenis tempat penyimpanan, jenis
lemari bahan kimia, optic, timbangan, instrument lain, kondisi laboratorium, pembuangan
limbah dan sebagainya
b. Fasilitas Umum
Fasilitas ini mencakup bahasan tentang kebutuhan listrik, sumber listrik,
stabilitas tegangan, distribusi arus, jenis panel listrik, jenis soket, sumber air, jenis keran yang
dipakai, jenis pembuangan air, instalasi air, instalasi listrik, keadaan toilet, jenis rung
persiapan, ruang perbaikan/workshop, penyediaan
teknisi, penyediaan dana dan sebagainya.
4.Administrasi Laboratorium
Tujuan administrasi laboratorium adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan
laboratorium denga cepat dan mudah. Administrasi laboratorium meliputi segala kegiatan
administrasi yang ada dilaboratorium antara lain:
a.I nventarisasi peralatan laboratorium yang ada
b. Daftar kebutuhan alat baru, alat tambahan, alat – alat yang rusak , alat-alat yang dipinjam
dan alat ± alat yang dikembalikan.
c. Keluar masuk surat menyurat
d. Daftar pemakaian laboratorium, sesuai jadwal kegiatan praktikum dan penelitian
e. Daftar inventaris bahan ± bahan kimia dan non kimia, bahan ± bahan gelas
f. Daftar inventaris alat ± alat mebel lain
g. Sistem evaluasi dan pelapora
Kegiatan administrasi ini adalah kegiatan rutin dan kesinambungan karena itu perlu
dipersiapkan dan dilaksanakan secara teratur dan baik.
a. Tanggung Jawab
Kepala laboratorium bertanggung jawab penuh terhadap segala kecelakaan yang mungkin
timbul di laboratorium.
b. Kerapian
Letak alat pemadam harus diletakkan sedemikian sehingga bebas dari hambatan, demikian
juga lantai harus bersih dan bebas minyak, air dan material lain yang mungkin menyebabkan
lantai licin.
c. Pertolongan Pertama
Semua kecelakaan bagaimanapun ringannnya harus ditangani ditempat pertolongan pertama.
Sehingga setiap laboratorium harus memiliki kotak P3 K yang isinya selalu dikontrol.
d. Pakaian
Setiap bekerja di laboratorium harus memperhatikan pakain, misalnya jangan memakai baju
ketat, berlengan panjang dan kancing terbuka ketika bekerja dengan mesin ± mesin yang
bergerak.
f. Alat ± alat
Alat ± alat disimpan sesuai dengan kelompok atau jenis, misalnya peralatan yang
menggunakan listrik seharusnya diletakkan dekat dengan sumber listrik. Alat yang terbuat
dari kaca perlu mendapat perhatian khusus.
g. Tabung gas
Tabung ± tabung gas harus mendapat perhatian yang khusus.
Penyimpanannya ditempatkan ditempat yang sejuk dan terhindar dari tempayang panas. Kran
gas harus selalu tertutup jika tidak dipakai demikian juga dengan kran pengaturan. Alat ± alat
yang berhubungan dengan tabung gas harus memakai pengaman terhadap tekanan.
7.Organisasi Laboratorium
Organisasi laboratorium meliputi struktur organisasi, deskripsi pekerjaan, serta susunan
personalia yang mengelola laboratorium tersebut. Penanggung jawab tertinggi organisasi di
laboratorium adalah Kepala Laboratorium. Anggota Laboratorium yang berada di bawah
Kepala Laboratorium harus sepenuhnya bertanggung jawab terhadap semua pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
Setiap kegiatan kerja selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat terjadinya
kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi pada suatu kegiatan industri merupakan hasil akhir dari
suatu aturan yang ada kondisi kerja yang tidak aman. Walaupun demikian terjadinya
kecelakaan seharusnya dapat dicegah dan diminimalisasikan, karena kecelakaan tidak dapt
terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan pada umumnya ditimbulkan oleh beberapa
faktor penyebab, oleh karena itu terjadinya kecelakaan harus diteliti faktor-faktor
penyebabnya denggan tujuan untuk menetukan usaha-usaha pembinaan dan pengawasan
keselatan kerja yang tepat secara efektif dan efisien sehingga terjadinya kecelakaan dapat di
cegah.
Penutup
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan utama dari program keselamatan
dan kesehatan kerja adalah memberikan perlindungan kepada pekerja dari bahaya kesehatan
dan keselamatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja.. Upaya tersebut bisa dilakukan
dengan mengelola risiko yang teridentifikasi di lingkungan kerja.