Anda di halaman 1dari 8

Nama : Dewi Rizki Fitriani

NIM : 11180940000046

Kelas :Matematika – 5C

Mata Kuliah : Komputasi Sains

PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

 Misalkan terdapat suatu persamaan yang diturunkan berdasarkan Hukum Newton II


untuk menghitung suatu kecepatan v dari jatuhnya parasut sebagai suatu fungsi waktu t :

dv c
=g− v (1)
dt m
Keterangan :

- g : Konstanta kecepatan gravitasi,


- m : Massa
- c : Koefisien
- v : variabel tak bebas
- t : variabel bebas

 Persamaan seperti itu, yang terdiri dari fungsi dan turunannya disebut sebagai
Persamaan differensial.

 Persamaan (1) disebut juga sebagai persamaan laju karena persamaan itu
menunjukkan laju perubahan dari suatu variabel sebagai suatu fungsi variabel
dan parameter. Serta persamaan tersebut memiliki peran yang mendasar dalam
bidang teknik. Karena kasus kasus nyata ( secara fisik )-nya sangat baik di
modelkan dalam bentuk matematika model laju perubahan.

 Persamaan differensial berdasarkan variabel bebasnya dibagi menjadi dua macam:

- Persamaan Differensial Biasa yaitu Ketika suatu fungsi hanya


melibatkan satu variabel bebas
- Persamaan Differensial Parsial yaitu Ketika suatu fungsi melibatkan
dua atau lebih variabel bebas.

 Persamaan differensial diklasifikasikan berdasarkan ordenya


- Persamaan Orde-Satu karena turunan dengan orde tertingginya adalah
turunan pertama. Sebagai contoh persamaan (1).
- Persamaan Orde-Dua karena memiliki turunan kedua. Sebagai contoh ,
persamaan berikut menjelaskan posisi x dari system pegas-massa
dengan redaman adalah bentuk persamaan berderajat dua. Dan
persamaan ini sama halnya dengan suatu persamaan berorde-n.

d2 x dx
m 2
+c +kx=0 (2)
dt dt

Keterangan:
 c : Koefisien redaman
 k : Konstanta pegas
 Persamaan berderajat lebih tinggi dapat direduksi ke persmaan berderajat-satu.
Untuk persamaan (2), hal ini terselesaikan dengan mendefinisikan variabel y,
dimana
dx
y= (3)
dt
dimana turunan y

dy d 2 x
= (4)
dx dt 2

 Persamaan (3) dan (4) disubtitusikan ke persamaan (2), diperoleh


dy
m +cy +kx =0 (5)
dx
Atau
dy −cy +kx
= (6)
dx m
Dengan demikian, persamaan (3) dan (6) merupakan sepasang persaamn
berderajat- satu yang ekuivalen dengan persamaan orde-2.

1. Metode Noncomputer untuk Menyelesaikan PDB(Persamaan Differensial


Biasa)

 Dengan menghitung manual ( tanpa computer ), Persamaan Differensial Biasa


diselesaikan dengan teknik integrasi. Sebagai contoh, persamaan (1) dapat
dikalikan dengan dt dan dinintegralkan untuk memperoleh
c
v=∫ g−( m )
v dt (7)

- Sisi kanan disebut sebagai Integral tak tentu karena batas dari
integralnya tidak ada.
 Suatu solusi analitik untuk persamaan (7) dapat diperoleh jika integral tak tentu
dapat diubah menjadi bentuk persamaan yang sebenarnya. Sebagai contoh kasus
jatuhnya parasut, persamaan (7) diselesaikan secara analitik dengan persamaan
(1.10) ( asumsikan bahwa v = 0 pada saat t = 0):

gm
v(t)= (1−e−(c/ m)t ) (a)
c

 Metode yang digunakan untuk mencari solusi PDB adalah linearisasi. Bentuk
umum dari persamaan differensial linear adalah

a n (x) y(n) +...+a 1(x ) y '+ a0 (x) y=f ( x ) (8)

Keterangan:
- y(n) : turunan ke n dari y terhadap x
- a dan f : merupakan fungsi tertentu dari x.

Persamaan ini disebut linear karena tidak terdapat perkalian atau fungsi nonlinear dari
variabel tak bebas y dengan turunannya

 Ini berbeda, sebgaian besar persamaan non linear tidak dapat di selesaikan dengan tepat.
Dengan demikian, satu taktik untuk menyelesaikan persamaan nonlinear dengan
melakukan pelinearisasi terhadap persamaan tersebut.

 Contoh sederhana, pengaplikasian PDB untuk memprediksi gerakan dari bandul berayun.
Dengan cara yang sama pada kasus parasut jatuh , Hukum Newton II digunakan unutk
mengembangkan persamaan differensial berikut

d2θ g
+ sin θ=0 (9)
d t2 I
Keterangan :

- θ : Sudut dari perpindahan bandul


- g : Konstanta gravitasi
- I : Panjang bandul

Persamaan ini merupakan persamaan non linear karena terdapat sin θ. Satu cara untuk
memperoleh solusi analitik dengan memahami bahwa untuk perpindahan kecil pada
bandul dari titik ekuilibrium ( dimana, untuk nilai lebih kecil dari 0,
sin θ=θ (10)

Jika diasumsikan pada θ bernilai kecil, subtitusikan persamaan (10) ke persamaaan (9),
diperoleh,

d2θ g
+ θ=0 (11)
d t2 I
B. Persamaan Differensial Biasa dan Praktek Teknik
 Dibawah ini merupakan contoh hukum-hukum dasar yang tertulis dengan bentuk laju
perubahan variabel ( t : waktu dan x : posisi )

Hukum Bentuk Matematika Variabel dan Parameter


Hukum kedua Newton dv f Kecepatan (v), gaya (F), dan
 massa (m)
dt m
Hukum Konduksi Panas dT Kuat konduksi (q),
Fourier q  k ' konduktivitas panas (k’), dan
Bentuk Umum Hukum dx PDB
temperatur (T)Solusi
Hukum Difusi Fick Flux massa gm
dc v(t)= (J), ¿ koefisien
atau
J   D dv c difusi (D), danc konsentrasi
F=ma dx=g− v
dx m (c) v =v +( g− c v ) ∆ t
i +1 i
Hukum Faraday (penurunan di m ( i V )
tegangan pada induktor) VL  L Penurunan tegangan t ,
dt induktansi (L), dan arus (i)


Urutan kejadian dalam penerapan PDB untuk pemecahan masalah teknik. Contohnya
kecepatan jatuhnya penerjun paying.

 Hubungan matematis seperti itu adalah dasar solusi untuk jumlah besar masalah
teknik. Namun banyak persamaan differensial yang tidak dapat diselesaikan
dengan menggunakan metode analitik kalkulus. Sehingga, metode yang dibahas
berikut ini sangat penting dalam semua bidang teknik.

C. Latar Belakang Matematika

 Solusi dari persamaan differensial biasa merupakan fungsi spesifik dari variabel
dan parameter independent yang memenuhi persamaan diffrensial asli. Misalkan
diberikan fungsi tertentu untuk menggambarkan konsep ini

y=−0.5 x 4+ 4 x 3−10 x 2 +8.5 x+1 (12)

dy
 =−2 x3 +12 x 2−20 x+8.5 (13)
dx
Merupakan penurunan rumus dari persamaan (12) sehinnga diperoleh PDB
 Persamaan ini juga menjelaskan perilaku polynomial, tetapi dengan cara yang
berbeda dengn persamaan (12). Persamaan (13) memberikan laju perubahan y
terhadap x (kemiringan) pada setiap nilai x.

 Gambar (1) , Plot dari [a] y terhadap x dan [b] dy/dx terhadap x untuk fungsi
y=−0.5 x 4+ 4 x 3−10 x 2 +8.5 x+1
 Bagaimana nilai nol dari turunannya bersesuaian dengan rtitik dimana fungsi
aslinya datar, yaitu memiliki kemiringan sama dengan nol. Demikian juga, nilai
maksimum mutlak dari turunannya berada di ujung interval dimana kemiringan
fungsinya paling besar.
 Seperti yang baru saja ditunjukkan, kita dapat menentukan persamaan diferensial yang
diberikan pada fungsi aslinya, tujuannya adalah untuk menentukan fungsi asli
berdasarkan persamaan diferensial yang diberikan. Fungsi asli ini yang
merepresentasikan solusinya. Untuk kasus sekarang, kita dapat menentukan solusi
persamaannya secara analitik dengan menginteralkan Persamaan 13:
y   (2 x 3  12 x 2  20 x  8.5) dx

 Menggunakan teknik pengintegralan

n +1
u
∫ u n du= n+1 +C n ≠−1
Sehingga diperoleh solusi
y=−0.5 x 4+ 4 x 3−10 x 2 +8.5 x+C (14)
 yang mana solusi ini identik dengan fungsi aslinya dengan satu pengecualiaan
penting. Dalam tahap diferensiasi lalu kemudian integrasi, kita kehilangan nilai
konstanta 1 pada persamaan asli dan memperoleh nilai C. Nilai C ini disebut
sebagai konstanta integrasi. Kenyataan bahwa konstanta integrasi ini bernilai
berubah-ubah, maka hal ini menunjukkan bahwa solusi yang diperoleh tidaklah
tunggal. Nyatanya, ini hanyalah salah satu dari sejumlah tak hingga kemungkinan
fungsi (sesuai dengan sejumlah tak terhingga nilai C) yang memenuhi persamaan
diferensial. Sebagai contoh, Gambar (2) menunjukkan enam kemungkinan yang
memenuhi Persamaan (14).
 Gambar (2).
Enam kemungkinan solusi untuk integral dari  2 x  12 x  20c  8.5 . Masing-masing
3 2

sesuai dengan nilai C yang berbeda-beda pada integralnya.

 Oleh karena itu, untuk menentukan solusi secara lengkap, persamaan diferensial
biasanya disertai dengan kondisi tambahan. Untuk PDB orde satu, jenis kondisi
tambahan yang disebut nilai awal diperlukan untuk menentukan konstanta dan
memperoleh solusi tunggal. Misalnya, Persamaan 13 dapat disertai dengan
kondisi awal bahwa pada saat x = 0, y = 1. Nilai-nilai ini dapat disubstitusikan ke
Persamaan 14:
1=−0.5 ( 0 )4 + 4 ( 0 )3−10 ( 0 )2+8.5 (0)+ C (15)

C = 1, Sehingga solusi tunggal yang memenuhi persamaan differensial dan juga


kondisi awal dapat diperoleh dengan mensubtitusikan C=1 ke dalam persamaan
14. Untuk mendapatakan
y=−0.5 x 4+ 4 x 3−10 x 2 +8.5 x+1(16)
Maka didapat solusi tunggal untuk PDB tersebut
 Kondisi awal biasanya memiliki penafsiran yang sangat jelas untuk persamaan
diferensial yang diperoleh dari permasalahan-permasalahan fisika. Sebagai
contoh, pada permasalahan penerjun payung, kondisi awal menunjukkan bahwa
pada saat kecepatannya adalah nol, kecepatan vertikalnya adalah 0. Jika penerjun
payung sudah dalam posisi vertikal pada waktu sama dengan nol, sehingga solusi
akan dimodifikasi untuk memperoleh kecepatan awalnya.
Ketika berhadapan dengan persamaan diferensial orde n, diperlukan n kondisi
untuk memperoleh solusi tunggal. Jika semua kondisi telah ditentukan pada nilai
yang sama dari variabel bebas (misalnya, pada x atau t = 0), maka masalahnya
disebut sebagai masalah nilai awal. Hal ini berbeda dengan masalah nilai batas
di mana penentuan kondisi terjadi pada nilai variabel independen yang berbeda
D. ORIENTASI
 Sebelum melanjutkan menggunakan metode numerik untuk menyelesaikan
persamaan diferensial biasa, beberapa pedoman mungkin dapat membantu. Selain
itu, telah dirumuskan juga tujuan agar pembelajaran lebih fokus ke bidang
utamanya.
 Metode Euler : digunakan untuk mendapatkan interpretasi langsung secara grafik
- Metode Heun
- Metode Nilai Tengah
 Dua kategori metode numerik untuk masalah nilai awal
 Metode Satu Langkah :
- Menghitung y i+1 dari y i yang diberikan.
- Dapat disebut sebagai Metode Runge-Kutta. Kita harus mempelajari
Metode Heun dan Metode Nilai Tengah untuk membentuk konsep
pendekatan Runge-Kutta (atau RK) dan mendemostrasikan bagaimana
teknik selanjutnya merupakan metode RK orde pertama dan kedua.
- Metode RK Adaptif : metode yang menyesuaikan ukuran langkah untuk
pemotongan eror dari komputasi

Kekakuan PDB (stiff PDB) merupakan individual dan sistem PDB yang memiliki
komponen cepat dan lambat untuk solusinya. Masalah ini dapat diselesaikan
dengan metode solusi implisit yang sering digunakan.

 Metode Banyak Langkah : membutuhkan nilai y selain saat di i


 Algoritma dari metode ini menyimpan langkah-langkah sebelumnya dan
akan memperoleh solusi yang lebih efektif.
 Metode ini juga memperoleh estimasi pemotongan galat yang digunakan
untuk kontrol step-size
 Metode ini dapat divisualisasikan dengan pendekatan intuitif dengan
menggunakan metode sederhana―metode non-self-starting Heun―untuk
memperkenalkan fitur yang dibutuhkan pada pendekatan banyak Langkah.

 Nilai Batas dan Nilai Eigen


Terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan masalah nilai batas dan nilai eigen :
- Metode Tembakan (shooting methods)
- Metode Beda Hingga (finite-difference methods)
- Metode Polinomial
- Metode Power

Anda mungkin juga menyukai