Anda di halaman 1dari 23

BAB VI.

GERAK PARTIKEL DALAM RUANG TIGA DIMENSI

1. PENGANTAR
Pembahasan dalam bab ini akan ditekankan pada kasus umum untuk gerak partikel
dalam ruang. Kita telah melihat hubungan antara gaya dengan momentum yang dapat
dinyatakan dalam bentuk vektor berikut:
dp
F= (1)
dt
dimana p=mv adalah momentum linear. Persamaan di atas dapat dikembangkan pada ketiga
komponennya dalam ruang.
Dalam pembahasan ini dibatasi bahwa F merupakan fungsi waktu secara eksplisit,
dan momentum p dapat dicari dari implus, yakni dengan melakukan integrasi terhadap
waktu, seperti halnya dalam kasus gerak pada ruang satu dimensi
t

∫ F ( t ) dt = p ( t )− p ( 0 )=mv ( t )−mv (0) (2)


0

Integrasi yang kedua kalinya terhadap waktu akan diperoleh:


t

∫ v ( t ) dt=r ( t ) −r (0) (3)


0

Sekalipun metode yang dipakai di atas kelihatan sah dan dapat diterima, tetapi adalah
sesuatu hal yang sangat jarang dijumpai dimana gaya sebagai fungsi waktu. Dan tentu saja
dalam kasus dimana gaya sama dengan nol, yang berarti bahwa momentum dan
kecepatannya tetap maka persoalannya akan menjadi lebih sederhana.

2. MOMENTUM SUDUT
dp
Perhatikan sekali lagi persamaan umum gerak yang dinyatakan dengan F= . Jika
dt
persamaan tersebut dikalikan dengan operator r × pada kedua sisinya akan diperoleh
dp
r × F=r × (4)
dt
Ruas kiri persamaan di atas, menurut definisi, tak lain adalah momen gaya di sekitar
koordinat asal sistem. Ruas kanan dapat diuraikan sebagai berikut:
d dp
( r × p )=v × p+ r ×
dt dt
Akan tetapi r × p=v ×mv=mv × v=0, sehingga kita dapat menulis:
d
r × F= (r × p) (4)
dt
Besaran r × p disebut momentum sudut partikel di sekitar titik asal, atau dapat dinyatakan
dalam kalimat sebagai berikut: Laju perubahan terhadap waktu momentum sudut partikel
sama dengan momen gaya yang bekerja pada partikel tersebut. Konsep ini akan banyak kita
pakai pada pembahasan mengenai dinamika sistem partikel dan benda tegar.

3. PRINSIP KERJA
dp
Jika pada persamaan umum gerak F= dilakukan perkalian titik pada kedua ruas
dt
dengan vektor kecepatan v maka akan diperoleh:
dp
F.v= .v
dt
Dari aturan deferensial untuk perkalian titik diperoleh bahwa d ( v . v)/dt=2 v . dv /dt. Jika
massa m konstan, maka akan diperoleh:
d 1 dT
F.v= (
dt 2
mv . v = )
dt
(5)

dimana T =1/2 m v2 tak lain adalah energi kinetik. Oleh karena vdt=dr, kita dapat
integralkan persamaan di atas dan akan diperoleh:

∫ F .dr =∫ dT (6)
Ruas kiri dalam persamaan di atas tak lain adalah integral garis yang menyatakan kerja yang
dilakukan oleh gaya F sehingga partikel bergerak sepanjang lintasannya. Sedangkan ruas
kanan tak lain adalah energi kinetik partikel. Persamaan 6 dapat diungkapkan dalam bentuk
pernyataan bahwa kerja yang dilakukan oleh partikel sama dengan pertambahan energi
kinetiknya.

4. GAYA KONSERVATIF DAN MEDAN GAYA


Secara umum, nilai integral garis pada persamaan di atas, bergantung pada lintasan
integrasinya (perhatikan Gambar 1). Dengan kata lain kerja yang dilakukan bergantung pada
rute yang dilalui oleh partikel dari satu titik ke titik lainnya. Hal ini berarti bahwa jika kita
ingin menghitung kerja yang dilakukan oleh sebuah partikel, maka perlu diketahui terlebih
dahulu bentuk lintasannya. Akan tetapi persoalan umum yang kita hadapi dalam dinamika
partikel adalah bahwa bentuk lintasan partikel tidak diketahui. Oleh karena itu penggunaan
persamaan 6 akan sangat banyak membantu dalam persoalan ini. Jadi perlu diperkenalkan
suatu bentuk gaya yang bekerja pada sebuah sistem yang disebut dengan gaya konservatif,
dimana banyak persoalan fisika yang masuk dalam jenis gaya ini.

dr

B
Gambar 1. Gaya yang dilakukan oleh gaya F adalah nilai integral garis ∫ F .dr
A

Jika gaya F merupakan fungsi koordinat saja, maka kita dapat mendefinisikan
sebuah medan gaya statik. Selain itu dikenal juga jenis medan gaya yang lain, yakni apabila

∫ F .dr tidak bergantuk pada lintasan integrasi. Medan gaya seperti ini sifatnya konservatif.
Secara matematis, ungkapan F . dr merupakan deferensial eksak. Ketika partikel bergerak di
bawah pengaruh sebuah gaya konservatif, integral kerja dan pertambahan energi kinetiknya
dapat diketahui, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam meramalkan gerak partikel.

5. FUNGSI ENERGI POTENSIAL PADA GERAK DALAM RUANG TIGA


DIMENSI. OPERATOR DEL
Jika partikel bergerak di bawah pengaruh sebuah gaya konservatif F, pernyataan
bahwa pertambahan kerja F . dr sebagai suatu diferensial eksak bermakna bahwa persamaan
tersebut harus dapat dinyatakan sebagai bentuk diferensial atau suatu fungsi skalar dari
posisi r, yakni
F . dr =−dV (r ) (7)
Hal ini analog dengan kasus satu dimensi dimana F x dx=−dV . Fungsi V adalah energi
potensial. Menurut prinsip kerja, persamaan (6), secara sederhana dapat dinyatakan
∆ T =−∆ V atau:
∆ ( T +V )=0 (8)
Yang berarti bahwa nilai T + V adalah tetap sama selama partikel bergerak. Kita menamakan
total E, dan kita dapat tulis
1
m v 2+ V ( r )=E (9)
2
Dalam kasus gaya non konservatif pertambahan kerja bukanlah merupakan sebuah
deferensial eksak, oleh karena itu tidak dapat disamakan dengan −dV . Salah satu contoh
gaya non konservatif adalah gaya gesekan. Jika dala sistem terdapat gaya non konservatif,
kita dapat menyatakan jumlah gaya F+ F ' dimana F adalah gaya konservatif dan F ' adalah
gaya non konservatif. Pertambahan kerjanya dalah dT =F .dr + F ' . dr =−dV + F ' . dr atau:
d ( T +V ) =F' . dr
Nampah bahwa nilai T + V tidaklah tetap, tetapi bertambah atau berkurang jika partikel
bergerak bergantung pada tanda F ' . dr . Dalam kasus gaya disipatif, maka arah gaya F '
berlawanan arah dengan dr, F ' . dr bernilai negatif dan energi total T + V berkurang jika
partikel bergerak.

Operator Gradien dan Operator Del dalam Mekanika


Dalam koordinat rectangular, ungkapan F . dr =−dV (r ) dapat diuraikan sebagai berikut:
−∂ V ∂V ∂V
F x dx+ F y dy + F z dz= dx− dy − dz
∂x ∂y ∂z
Yang berarti bahwa:
−∂ V −∂ V −∂ V
F x= F y= F z= (10)
∂x ∂y ∂z
Jika diungkapkan dalam kalimat: Untuk medan gaya konservatif, maka komponen gaya tak
lain adalah negatif dari turunan parsil gungsi energi potensialnya.
Kita dapat menyatakan F secara vektor
∂V ∂V ∂V
F=(−i )+(− j )+(−k ) (11)
∂x ∂y ∂z
Lebih singkat ditulis:
F=−∇ V (12)
Kita perkenalkan sebuah opereator diferensial vektor
∂ ∂ ∂
∇=i +j +k (13)
∂x ∂y ∂z
Operator tersebut diberi nama del. Ungkapan ∇ V juga disebut gradien V dan sering ditulis
grad V . Secara matematis, gradien dari suatu fungsi adalah suatu vektor yang menyatakan
turunan ruang terhadap waktu yang maksimum baik arah maupun besarnya. Secara fisis,
gradien negatif fungsi energi potensial menunjukkan bahwa arah dan besar yang bekerja
pada partikel yang berada dalam medan ditimbulkan oleh partikel lain. Pengertian negatif di
sini berarti bahwa partikel bergerak dalam arah dengan memperkecil energi potensialnya.
Ilustrasinya ditunjukkan dalam Gambar 2. Di sini fungsi energi potensial digambarkan dalam
bentuk garis kontur yang menyatakan kurva dengan energi potensial yang sama. Gaya yang
bekerja pada suatu titik arahnya selalu normal terhadap kurva ekipotensial.

konstan

tinggi rendah

Gambar 2. Medan gaya yang digambarkan dengan kurva kontur eksponensial

Syarat Keberadaan Fungsi Potensial. Konsep Curl


Kita telah mengetahui dalam kasus satu dimensi bahwa sistem akan konservatif jika
gaya yang bekerja merupakan fungsi posisi saja. Pertanyaan yang muncul, apakah hal yang
sama juga berlaku untuk kasus dua dan tiga dimensi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
mari kita bahas kembali persamaan 10.
Anggap bahwa fungsi potensial ada, yang berarti bahwa persamaan 10 tetap berlaku.
Selanjutnya:
∂ F x −∂2 V ∂ F y −∂2 V
= =
∂ y ∂ y ∂x ∂ x ∂ x∂ y
Urutan kedua persamaan deferensial dapat dibalik, kedua pernyataan bernilai sama, sehingga
∂ F x ∂ F y ∂ Fx ∂ Fz ∂ F y ∂ Fz
= = = (14)
∂y ∂x ∂z ∂x ∂z ∂y
Persamaan di atas merupakan syarat yang diperlakukan adanya fungsi potensial.
Persyaratan gaya konservatif lebih mudah dinyatakan dalam bentuk operator del.
Dalam hal ini kita gunakan perkalian silang operator del:
∇ × F=i ( ∂∂Fy − ∂∂Fx )+ j ( ∂∂Fz − ∂∂Fx )+k ( ∂∂Fx − ∂∂Fy )
x y x z y x
(15)

Perkalian silang seperti yang didefinisikan di atas dinamakan curlF. Menurut persamaan 14,
komponen-komponen curl sama dengan nol jika gayanya konservatif. Oleh karena itu syarat
yang harus dipenuhi agar gaya konservatif adalah:
∇ × F=0 (16)
Secara matematis persamaan di atas ditafsirkan bahwa persyaratan agar ungkapan F . dr
merupakan deferensial eksak, atau dengan kata lain integral F . dr tak bergantung pada
lintasan integrasi. Secara fisis dapat ditafsikan bahwa nilai nol curl F berarti bahwa kerja
yang dilakukan oleh gaya F pada partikel yang sedang bergerak tidak bergantung pada
lintasan partikel ketika bergerak dari satu titik ke titik lain.
Satu jenis ungkapan yang terkait dengan operator del adalah perkalian titik ∇ . F
yang disebut dengan divergensi F. Dalam kaitannya dengan medan gaya, divergensi
memberi ukuran kerapatan sumber medan pada sebuah titik. Operator ini juga memegang
peranan yang sangat penting dalam teori listrik dan magnet.

Contoh:
1. Diberikan sebuah fungsi potensial yang dinyatakan dengan:
V ( r )=α x2 + βxy + γz+ C
Dimana α, β dan γ adalah tetapan-tetapan. Carilah fungsi gayanya.
Penyelesaian:
Jika kita gunakan operator del:

F=−∇=− i ( ∂∂Vx + j ∂∂ Vy +k ∂V∂z )


¿ i ( 2 xα + yβ ) − j ( xβ )−kγ
Nampak bahwa tetapan C tidak muncul dalam fungsi gaya, seperti halnya dalam kasus
satu dimensi tetapan C dapat berharga berapapun. Nilainya sama dengan potensial pada
titik asal: C=V ( 0 ) .
2. Misalkan sebuah partikel bermassa m bergerak di bawah pengaruh medan gaya di atas dan
pada saat t=0 partikel melewati titik asal dengan kecepatan v o. Berapakah kecepatan
partikel ketika melewati titik yang dinyatakan oleh vektor posisi r =i+2 j + k?
Penyelesaian:
Untuk menjawab soal ini, cukup kita gunakan kenyataan bahwa gaya yang bekerja adalah
konservatif (kita tahu bahwa ada fungsi energi potensial) sehingga energi totalnya tetap,
yakni T + V =E=tetap. Jadi:
1 1
E= m v2 +V ( r )= mv 2o +V ( 0), sehingga
2 2
2
v 2=v 2o + [V ( 0 )−V ( r ) ]
m
2
¿ v 2o+ [ C−( α x 2+ βxy + γz+C ) ]
m
2
¿ v 2o− (α +2 β + γ )
m
adalah kecepatan partikel pada titik yang dimaksud.
3. Apakah medan gaya F=i xy + j xz +k yz konservatif?
Penyelesaian:
i j k
∇ × F=

∂x
xy
| ∂
∂y
xz

∂z
yz
|
=i ( z− x ) + j0+ k ( z−x )

Ternyata harganya tidak sama dengan nol, yang berarti bahwa medannya tidak konservatif.
4. Berapakah nilai a, b dan c agar vektor F=i ( ax+ b y 2 )+ j cxy konservatif?
Penyelesaian:
i j k
∇ × F=
| ∂
∂x
2

∂y
x +b y cxy

∂z
0
|
=k ( c−2 b ) y

Jadi agar gaya tersebut konservatif, makaa=2 b. Nilai a dapat bernilai berapa saja.
5. Tunjukkan bahwa gaya yang mengikuti hukum yang berbanding terbalik pangkat dua
(inverse-square law of force) dalam tiga dimensi F=(−k /r 2 )e r adalah konservatif dengan
menggunakan konsep curl. Gunakan koordinat bola.
Penyelesaian:
er eθ e ϕ r sin θ
∇ × F= 2
1 ∂
r sin θ ∂ r
Fr
| ∂
∂θ

∂ϕ
r F θ r Fϕ sinθ
|
Dalam hal ini F r=−k /r 2, F θ=0 dan F ϕ =0. Sehingga:
e θ ∂ −k e ϕ ∂ −k
∇ × F=
( )
r sin θ ∂ ϕ r 2

r ∂ θ r2
=0
( )
Oleh karena gaya tersebut adalah konservatif.

6. GAYA DENGAN TIPE YANG DAPAT DIPISAHKAN. GERAK PELURU


Dalam beberapa kasus tertentu pemakaian sistem koordinat Cartesian banyak
membantu untuk memisahkan gaya pada masing-masing koordinat, yakni:
F=i F x ( x )+ j F y ( y )+ k F z ( z) (17)
Gaya seperti ini masuk dalam tipe separable (dapat dipisahkan). Kita telah membuktikan
bahwa curl gaya seperti ini sama dengan nol:
i j k
∇ × F=
|
∂x

∂y

∂z

F x ( x) F y ( y ) F z (z )
=0
|
Komponen x adalah ∂ F z (z )/∂ y −∂ F y ( y )/∂ z, komponen y dan z dapat dicari dari
persamaan di atas. Oleh karena itu medan ini adalah konservatif sebab tiap turunan
parsialnya merupakan tipe campuran dan berharga sama dengan nol, karena koordiinat x, y,
dan z merupakan variabel-variabel yang independen.
Integrasi persamaan diferensial geraknya sangat sederhana, karena tiap komponen
dan persamaan tersebut adalah jenis m ẍ =F x ( x). Persamaan ini telah kita selesaikan pada
bab sebelumnya. Berikut adalah contoh tipe gaya yang dapat dipisahkan.

Gerak Peluru di Bawah Pengaruh Medan Gaya Serbasama (Uniform).


Salah satu persoalan dalam dinamika partikel yang sangat terkenal adalah gerakan
peluru. Kita akan mempelajari gerak ini secara detail.
(a). Tanpa Gesekan Udara
Untuk sederhananya, pertama kita akan tinjau kasus gerak peluru tanpa gesekan
udara. Dalam situasi ideal, hanya terdapat satu gaya yang bekerja yakni gaya gravitasi.
Ambil sumbu z dalam arah vertikal, sehingga persamaan deferensialnya ditulis
d2 r
m =−mgk
dt 2
Kita asumsikan lebih lanjut bahwa percepatan gravitasi g konstan, sehingga fungsi gayanya
merupakan tipe yang dapat dipisahkan dan konservatif, seperti yang ditunjukkan dalam
persamaan 17. Jika kecepatan awal peluru adalah v o dan kedudukan awalnya adalah pada
saat t=0, maka persamaan energi menurut persamaan 9 adalah:
1 1
m ( ẋ 2 ẏ 2 ż 2 ) +mgz= m v 2o
2 2
atau sama dengan
v 2=v 2o −2 gz (18)
yang menyatakan kecepatan sebagai fungsi dari ketinggian. Informasi ini dapat diperoleh
langsung dari persamaan energi.
Untuk membahas selanjutnya, kita kembali ke persamaan diferensial gerak
d dr
( )
dt dt
=−gk (19)

Persamaan di atas dapat diintegralkan secara langsung. Kita peroleh


dr
=−gk +v o (19a)
dt
Dimana tetapan integrasi adalah v o sebagai kecepatan awal. Integrasi selanjutnya
menghasilkan
1
r = g t 2 k +v o t+ r o (19b)
2
Tetapan integrasi r o adalah nol, karena posisi awal peluru berada di titik asal. Jadi
komponen-komponennya adalah
x= ẋ o t
y= ẏ o t (19c)
1
z= ż o t− g t 2
2
Dalam hal ini ẋ o, ẏ o dan ż o adalah komponen-komponen awal v o. Kita telah menyelesaikan
persamaan kedudukan sebagai fungsi waktu.
Untuk mempelajari bentuk lintasan peluru, dapat dilakukan dengan mengeliminasi
waktu t dari persamaan x dan y. Hasilnya adalah:
y=bx
dengan teteapan b
ẏ o
b=
ẋ o
Jadi, lintasannya seluruhnya berada pada sebuah bidang jika ẏ o =0, lintasannya berada pada
bidang xz. Selanjutnya, jika kita eleminasi t pada persamaan x dan z, kita dapatkan
persamaan lintasan
z= Ax−B x 2
dimana A= ż o / ẋ o dan B=g /2 ẋ 2o. Oleh karena itu lintasannya berbentuk parabola yang
berada pada bidang y=bx seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Lintasan gerak peluru dalam tiga dimensi

(b). Adanya Gesekan Udara


Kita akan membahas sekarang gerak peluru yang dalam kenyataan sebenarnya
mengalami gesekan udara. Dalam kasus ini gerakannya tidak lagi konservatif. Energi total
secara kontinyu akan berkurang akibat adanya gesekan.
Untuk sederhanaya, kita asumsikan bahwa besarnya gesekan berbanding linear
dengan kecepatan v. Oleh karena itu gaya yang bekerja pada gerak peluru dibedakan atas
gaya oleh gesekan udara yang besarnya −mγv dan gaya oleh gravitasi yang besarnya sama
dengan −mgk, sehingga persamaan deferensial geraknya dapat ditulis
d2 r
m =−mγv−mgk
dt 2
dan setelah m dieleminasi:
d2r
=−γv−gk (20)
dt 2
Integrasi persamaan di atas dalam komponen-komponennya menghasilkan:
ẍ=−γ ẋ
ÿ=−γ ẏ (20a)
z̈=−γ ż−g
Nampak bahwa kita memiliki tiga persamaan yang saling terpisah. Oleh karena itu ketiganya
dapat dipecahkan sendiri-sendiri. Dengan mengambil γ /m yang merupakan koefisien
penghambat (drag coefficinet). Hasilnya adalah:
ẋ= ẋ o e−ϰ
ẏ= ẏ o e−ϰ (20b)
g
ż= ż o e−ϰ− (1−e−ϰ )
γ
Untuk posisinya dapat diperoleh dengan mengitegralkan sekali lagi:
ẋ o −ϰ
x= (1−e )
γ
ẏ o −ϰ
y= (1−e ) (20c)
γ
ż o g g
z= ( ) −ϰ
+ ( 1−e )− t
γ γ2 γ
Solusi persamaan di atas untuk kasus gerak peluru dengan adanya gesekan udara dapat
ditulis dengan notasi vektor:
ż o g g
r= ( γ γ )
+ 2 ( 1−e−ϰ ) −k t
γ
(20d)

Jangkauan Mendatar
Jangkauan mendatar peluru dengan kehadiran gaya gesekan udara dapat dicari
dengan mengambil z=0 pada persamaan 20c dan selanjutnya mengeliminasi t diantara
ketiga persamaan. Selanjutnya kita ambil y o =0, sehingga lintasaanya berada pada bidang xz.

γx −ϰ γx
Dari persamaan pertama 20c diperoleh bahwa 1−
ẋ o (
=e , sehingga t=−γ ln 1−
ẋ o )
. Jadi

jarak mendatar dapat dicari dari


ż o g γ xh g γ xh
( + 2 )
γ γ ẋ o γ
+ 2 ln 1− (
ẋ o
=0 ) (21)
Ini merupakan persamaan trasendetal dan mesti dipecahkan dengan metode aproksimasi
untuk mencari x h. Kita dapat menguraikan bentuk logaritma dengan menggunakan deret
u 2 u3
ln ( 1−u )=−u− − −…
2 3
Yang berlaku jika |u|< 1. Jika u=γ x h / ẋ o, maka dapat ditunjukkan bahwa persamaan untuk
jangkauan mendatarnya dapat ditulis
2 ẋ o ż o 8 ẋ o ż 2o
x h= − +… (22)
g 3g
Jika perlu ditembakkan dengan sudut α dengan kecepatan awal v o, maka ẋ o=v o cos α

, ż o=v o sin α , dan 2 ẋ o ż o=2 v 2o sin α cos α =v2o sin 2 α. Selanjutnya jangkauan mendatar dapat
ditulis:
v o cos α 4 v 3o sin2 α sin α
x h= − 2
γ +… (23)
2g 3g
Suku pertama adalah jangkauan horisontal tanpa adanya gesekan udara. Sedangkan suku-
suku berikutnya adalah penurunan jangkauan horisontal oleh pengaruh gesekan udara.

lintasan tanpa
gesekan udara

asimtot vertikal

lintasan dengan
gesekan udara

Gambar 4. Perbandingan lintasan gerak peluru dengan adanya gesekan udara dan tanpa
gesekan udara

Contoh:
Jangkauan bola golf. Untuk benda seukuran bola basket atau bola golf yang bergerak dengan
kecepatan normal, hambatan oleh gesekan udara umumnya berbentuk kuadrat dalam v. Akan
tetapi dengan linearisasi fungsinya gayanya, seperti yang telah dibahas, maka, kita dapat
menuliskan
F ( v )=−v ¿)
Untuk melinearkankannya, kita ambil |v| sebagai kecepatan awal v o sehingga tetapan γ
dapat ditulis:
c 1 +c 2 v o
γ=
m
Untuk bola golf dengan diameter D=0,042m dan massa m=0,046 kg, diperoleh (dengan
mengabaikan c 1)
c2 vo
γ= =0,0084 v o
m
Dengan sebuah pukulan cepat, misalnya v o=20 m/s , maka γ =0,17 s−1, dan jangkauan
horisontal untuk sudut eleveasi 30o
v 2o sin 2 α (20)2 sin 60o
x h= = =27,1 m
2g 9,8

7. OSILATOR HARMONIK DALAM RUANG DUA DAN TIGA DIMENSI


Tinjaulah gerak partikel yang dilakukan oleh gaya sebauh gaya pemulih F. Gaya
seperti dapat dirumuskan:
F=kr
Dalam bentuk persamaan deferensial dapat ditulis
d2 r
m =−kr (23)
dt 2
Persoalan ini dapat didekati dengan meninju gerak partikel yang dipasang pada sekumpulan
pegas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Persamaan di atas dapat dikembangkan
untuk mempelajari gerak osilator isotropik linear.

Osilator Isotropik Dua Dimensi


Untuk gerak dalam sebuah bidang, persamaan deferensial di atas dapat ditulis menjadi:
m ẍ =−kx
m ÿ=−ky (23a)

Gambar 5 Model osilator harmonik tiga dimensi


Keduanya merupakan persamaan yang terpisah, dan solusi keduanya dapat dinyatakan
dengan
x= A cos (ωt +α ) x=B cos(ωt + β ) (23b)
k
Dimana ω=
√ m
Tetapan A, B, α dan β dapat dicari dari syarat awal.
Untuk mencari persamaan lntasannya, pertama kita lakukan eleminasi t pada kedua
persamaan di atas. Untuk maksud tersebut, kita nyatakan persamaan kedua dalam bentuk
x=β cos ( ωt +α + ∆ )
dimana ∆=β−α
Jadi y=B ¿
Dari persamaan pertama 23b, diperoleh
1
y x x2 2
(
= cos ∆− 1− 2 sin ∆
B A A )
Dan setelah diatur, diperoleh
x2 2 cos ∆ y 2 2
2
−xy + 2 =sin ∆ (24)
A AB B
yang merupakan persamaan kuadrat dalam x dan y. Persamaan umumnya adalah:
ax 2 +bxy +cy 2 +dx +ey =0
yang dapat berupa elips, parabola atau hiperbola tergantung pada harga determinan b 2−4 ac
apakah bernilai negatif, nol atau positif. Dalam persamaan di atas, determinannya sama
dengan −( 2sin ∆ AB)2 adalah negatif, sehingga lintasannya adalah berupa elips seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 6. Lintasan elips osilator dua dimensi

Khusus untuk perbedaan fase ∆ sama denganπ /2, persamaan lintasannya dapat ditulis
x2 y2
+ =1
A2 B2
adalah merupakan persamaan elips dimana sumbu-sumbunya berimpit dengan sumbu
koordinat. Dan jika perbedaan fasenya 0 atau π, maka persamaan lintasannya dapat direduksi
menjadi persamaan garis
B
y=± x
A
Tanda positif diambil jika ∆=0, maka tanda negatif diambil jika ∆=π. Dapat ditunjukkan
bahwa sudut yang dibentuk oleh sumbu x dengan sumbu elips memenuhi hubungan
2 AB cos φ
tan φ= (25)
A 2−B2
Tugas: buktikan persamaan 24 di atas.

Osilator Harmonik Isotropik Tiga Dimensi


Untuk gerak osilator garmonik isotropik tiga dimensi persamaan deferensialnya
dapat ditulis secara terpisah:
m ẍ =−kxm ÿ=−kym z̈=−kz (26)
Solusinya dapat dinyatakan secara terpisah pula
x= A1 sin ωt +B 1 cos ωt
y= A 2 sin ωt + B2 cos ωt (26a)
z= A3 sin ωt + B3 cos ωt
Enam tetapan integrasi dalam persamaan di atas dapat dicari dari kedudukan dan kecepatan
awal partikel. Persamaan 26a dapat dinyatakan dalam bentuk vektor
r =A sin ωt+ B cos ωt (26b)
Nampak bahwa gerakannya berada pada satu bidang yang berbentuk elips. Dalam kasus ini
metode penyelesaian dalam dua dimensi dapat diterapkan pada tiga dimensi.

Osilator Non Isotrop


Dalam pembahasan di atas, gerak osilator yang ditinjau sifatnya isotrop, dimana
gaya pemulihannya tak bergantung pada arah pergeseran. Jika gaya pemulihannya
bergantung pada arah pergeseran, maka osilatornya disebut non isotroik. Untuk mudahnya
kita tuliskan persamaan deferensial gerak osilator non isotrop dalam bentuk terpisah sebagai
berikut:
m ÿ=−k 2 y m z̈=−k 3 z (27)
Dalam hal ini kita memiliki tiga frekuensi osilasi yakni:
k1 k k
ω1
√ √ √
m
ω 2 2 ω1 1
m m
Solusinya dinyatakan dalam persamaan-persamaan berikut ini:
x= A cos (ω1 t+ α )
y=B cos (ω2 t+ β ) (28)
z=C cos(ω 3 t +γ )
Tetapan-tetapan integrasi dalam persamaan tersebut dapat ditentukan dari posisi dan
kecepatan awal. Lintasannya osilasinya dibatasi oleh kotak persegi dengan masing-masing
sisi 2 A, 2 B, dan 2 C dimana pusatnya berada pada titik asal. Jika kejadian osilasinya adalah
commensure yakni jika
ω1 ω2 ω 3
(29)
n 1 n2 n3
dimana n1, n2 dan n3 adalah bilangan bulat, maka lintasaanya berupa grafik Lissajous,
tertutup sebab setelah selang waktu 2 π n 1 /ω 1=2 π n 2 /ω2=2 π n 3 /ω3 maka partikel akan
kembali ke posisi asalnya dan gerakannya akan berulang kembali melewati lintasan tersebut.
Disisi lain jika gerakannya tidak commensurate, maka lintasannya tidak akan tertutup.

Gambar 7. Salah satu contoh gambar Lissajous

Tinjauan Energi
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa fungsi energi osilator

1 2
harmonik satu dimensi adalah sebanding dengan kuadrat pergeserannya, V ( x )= k x .
2
Secara umum untuk osilator harmonil tiga dimensi:
1 1 1
V ( x , y , z ) = k 1 x 2 + k 2 y 2+ k 3 z 2
2 2 2
−∂ V
Oleh karena, F x = =−k 1 x (demikian juga untuk komponen lainnya). Jika osilatornya
∂x
isotropik, maka
1 1 1 1
V ( x , y , z ) = k 1 x 2 + k 2 y 2 + k 3 z 2= k r 2
2 2 2 2
Jadi energi total osilator harmonik dapat ditulis sebagai berikut:
1 1
E= m v2 + k r 2
2 2
Contoh:
Partikel dengan massa m bergerak dalam sebuah bidang dengan fungsi energi potensial:
1
V ( r )= k (x2 + 4 y 2)
2
Carilah persamaan geraknya, jika syarat awal pada saat t=0, x=a, y=0, ẋ=0, ẏ=v
˙ 0

Penyelesaian:
Nampak dari persamaan fungsi potensialnya, bahwa osilatornya non isotropik. Fungsi
gayanya adalah:
F=−∇ V =−ikx− j 4 ky=m r̈
Komponen-komponen persamaan deferensialnya adalah:
m ẍ + kx=0 m ÿ + 4 ky =0
Gerak dalam arah x memiliki frekuensi sudut ω x =(k /m)1/ 2, sedangkan dalam arah y

frekuensi sudutnya ω y =( 4 k /m)1 /2=2 ω. Solusinya adalah:


x= A1 cos ωt + B1 sin ωt
y= A 2 cos ωt+ B2 sin 2 ωt
Untuk menggunakan syarat awal, kita perlu mendeferensialkan terhadap t kedua persamaan
di atas. Hasinya adalah:
ẋ=− A 1 ω sin ωt + B1 ω cos ωt
ẏ=−2 A 2 ω sin 2 ωt +2 B2 ω cos 2 ωt
Jadi pada saat t=0, dari keempat persamaan akan diperoleh:
a= A1 0= A 2 0=B 1 ω v o=2 B2 ω
Dengan menggunakan persamaan di atas maka nilai koefisien-koefisien dapat diperoleh:
A1=a, A2=B1 =0, B2=v o /2ω , sehingga diperoleh persamaan yang menyatakan gerak
partikel.
x=a cos ωt
vo
y= sin2 ωt

Lintasannya berupa gambar Lissajous seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

8. GERAK PARTIKEL BERMUATAN DALAM MEDAN LISTRIK DAN MAGNET


Ketika sebuah partikel bermuatan berada di dekat benda lain yang juga bermuatan,
maka partikel tersebut akan mengalami suatu gaya. Gaya F yang timbul disebabkan oleh
medan listrik E yang ditimbulkan oleh muatan lain.
F=qE
dimana q adalah muatan listrik dari benda yang ditinjau. Persamaan gerak partikelnya
adalah:
d2 r
m =−qE (30)
dt 2
atau jika dinyatakan dalam bentuk komponen-komponennya:
m ẍ =q E x m ÿ=q E y m z̈=q E z (30a)
Komponen-komponen medannya merupakan fungsi dari posisi x, y dan z.
Marilah kita tinjau kasus sederhana, dalam hal ini medan listriknya homogen. Kita
dapat memilih salah satu sumbunya, katakanlah sumbu z searah dengan arah medan. Jadi
E x =E y =0 dan E z=E . Maka persamaan deferensialnya menjadi:
ẍ=0 ÿ =0 z̈=qE/m=konstan
Bentuknya persis sama dengan gerak peluru dalam medan gravitasi seragam. Lintasannya
berbentuk parabola, jika ẋ dan ẏ mula-mula tidak sama dengan nol. Sebaliknya, lintasannya
akan berupa garis lurus, jika bendanya jatuh bebas secara vertikal.
Menurut teori elektromagnetik
∇ × E=0
jika medan E ditimbulkan oleh muatan statis. Hal ini berarti bahwa medannya konservatif,
dan dalam kasus ini terdapat fungsi potensial ϕ sedemikian sehingga E=−∇ ϕ. Energi
potensial sebuah partikel bermuatan q dalam medan seperti ini adalah qϕ, dan energi

1
totalnya adalah konstan m v 2+ qϕ.
2
Dengan kehadiran medan magnetik B (yang disebut juga dengan induksi magnetik),
gaya yang bekerja pada partikel yang bergerak dinyatakan dalam bentuk perkalian silang:
F=q (v × B) (31)
dimana v adalah kecepatan parikel dan q adalah muatan partikel. Persamaan diferensial
geraknya adalah:
d2 r
m =q (v × B) (32)
dt 2
Persamaan di atas menyatakan bahwa percepatan partikel selalu tegaklurus dengan arah
gerak. Hal ini juga berarti bahwa komponen tangensial percepatan adalah nol, sehingga
partikel bergerak dengan kecepatan konstan.
Contoh:
Marilah kita tinjau gerak partikel bermuatan dalam satu medan magnetik konstan seragam.
Ambil sumbu z searah dengan arah medan, sehingga
B=kB
Persamaan deferensialnya adalah:
i j k
d2 r
m 2 =q ( v × kB )=qB ẋ ẏ ż
dt 0 0 1 | |
m (i ẍ+ j ÿ+ k z̈ ) =qB(i ẏ− j ẋ)
Persamaan komponen-komponennya menghasilkan:
m ẍ =qB ẏ
m ÿ=−qBx
z̈=0
Disini, kita jumpai persamaan deferensial yang bukan merupakan jenis yang dapat
dipisahkan (separable). Solusinya adalah:
m ẋ =qBy+ c 1
m ẏ=−qBx +c 2
z̈=konstan= ż o
atau: ẋ=ωy + C1, ẏ=ωx +C2 dan ż= ż o (34)
Dalam hal ini kita gunakan ω=qB /m. C 1 dan C 2 merupakan tetapan-tetapan integrasi, C 1=
c 1 /m dan C 2=c 2 /m. Dengan mensubtitusi ẏ dari persamaan 34 pada persamaan 33 kita
peroleh:
ẍ +ω2 x=ω 2 a (35)
dimana a=C 2 /ω . Nyatalah bahwa solusinya adalah:
x=a+ A cos(ωt+θ o) (36)
dimana A dan θo adalah tetapan-tetapan integrasi. Jika dideferensialkan terhadap t akan
diperoleh:
ẋ=− Aω sin(ωt +θ o) (37)
Jika persamaan di atas disubtitusi pada ruas kiri dalam persamaan 34 (persamaan pertama),
maka y dapat dinyatakan
y=b− A sin (ωt +θo ) (38)
Dimana b=−C 1 / ω. Untuk mencari bentuk lintasannya, kita eliminasi t dari persamaan 36
dan 38 dan kita peroleh:
( x−a)2 +( y−b)2= A 2 (39)
Oleh karena itu lintasan geraknya berada pada bidang xy berupa lingkaran dengan jejari A
dengan pusat pada titik (a , b). Karena dari persamaan dalam persamaan 34, kecepatan
partikel dalam arah z, maka dapat disimpulkan bahwa lintasannya berupa heliks. Sumbu
lintasan searah dengan medan magnetik, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 8. Dari
persamaan 38 diperoleh:
ẏ= Aω cos (ωt +θo ) (40)

Gambar 8. Lintasan heliks partikel yang bergerak dalam medan magnet


Dengan mengeliminasi t dari persamaan 37 dan 40, diperoleh:
2
qB
ẋ 2+ ẏ 2= A2 ω2= A 2 ( )
m
(41)

1/ 2
Jika vi ( ẋ 2+ ẏ 2 ) maka jejari heliks A dapat dinyatakan
v i vi m
A= = (42)
ω qB
Jika tidak ada komponen kecepatan dalam arah z, maka lintasannya berupa lingkaran jejari
A. Nyatalah bahwa A berbanding langsung dengan kecepatan vi , dan frekuensi sudut ω dari
gerak melingkar tak bergantung pada kecepatan.

SOAL-SOAL
1. Carilah gaya untuk setiap fungsi energi potensial berikut:
a. V =cxyz +C
b. V =α x 2+ β y 2+ γ z 2
c. V =c e−(αx+βy+ γz)
d. V =c r n dalam koordinat bola
Kunci:
1. F=−c ( yz i+ xz j+ xy k )
2. F=−2(αx i+ βy j +γz k )
3. F=−c e−(αx+ βy+γz ) (α i+ β j+ γ k )
4. F=−c mn−1 e r
2. Dengan mencari curl, tentukan yang mana persamaan gaya berikut konservatif.
a. F=ix+ jy+kz
b. F=iy− jx+ k z 2
c. F=iy+ jx+k z 3
d. F=−k r n e r dalam koordina t bola
3. Carilah besar tetapan c sedemikian sehingga setiap gaya berikut konservatif.
a. F=i xy + j c x 2+ k z 3
b. F=i(z / y)−cj(xz / y 2)+k ( x / y )
Kunci: a. c=1 /2 b. c=−1
4. Sebuah partikel bermassa m bergerak dalam ruang tiga dimensi dibawah pengaruh
sebuah fungsi energi potensial V ( x , y , z )=αx+ β y 2 + γ z 2 dengan kecepatan v o ketika
melewati titik asal.
a. Berapakah kecepatannya ketika melewati titik (1,1,1)?
b. Jika (1,1,1) adalah titik balik gerak ( v=0), berapakah v o?
c. Bagaimanakah komponen-komponen persamaan deferensial gerak partikel?
5. Perhatikan dua fungsi gaya
1. F=ix+ jy
2. F=iy− jx
Tentukan bahwa (a). konservatif dan (b). tidak konservatif dengan membuktikan bahwa

∫ F dr tidak bergantung pada lintasan integrasi untuk (a) tetapi tidak untuk (b) dengan
mengambil lintasan titik awal (0,0) dan titik akhir (1,1). Salah satu lintasannya ambil
garis x= y. Untuk lintasan lainnya ambil sumbu x kemudian menuju ke titik (1,0) dan
garis x=1 menuju titik (1,1)
6. Sebuah meriam diletakkan di dasar bukit dengan sudut kemiringan φ. Tunjukkan bahwa
jangkauan tembakan di ukur oleh kemiringan bukit adalah:
2 v 2o sin α cos( α −φ)
g cos 2 φ
dimana α adalah sudut elevasi meriam, dan nilai maksimum jangkauan pada bidang
miring adalah:
v 2o
g (l+sin φ)
7. Tuliskan kembali persamaan deferensial gerak peluru jika gesekan udara sebanding
dengan pangkat dua kelajuannya. Apakah persamaan-persamaan dapat dipisahkan.
Tunjukkan bahwa komponen kecepatan dalam arah x dan y adalah
ẋ= ẋ o e−γs ẏ = ẏ o e−γs
dimana s adalah yang ditempuh oleh peluru sepanjang lintasannya dan γ =c2 /m .

Anda mungkin juga menyukai