Anda di halaman 1dari 20

MOMENTUM SUDUT DAN BENDA TEGAR

I. IDENTITAS
Mata kuliah : Fisika Umum
Program Studi : Fisika/Pendidikan Fisika
Jurusan : Fisika
Fakultas : MIPA
Dosen : Tim Fisika Umum
SKS : 4 sks
Kode : FMA 019
Minggu ke : 7 dan 8

II. CAPAIAN PEMBELAJARAN


Mengaplikasikan konsep dasar tentang momentum sudut dan benda tegar serta
menerapkannya pada persoalan fisika sederhana

III. MATERI

A. Pendahuluan
Pada Pokok Bahasan sebelumnya, mulai dari Kinematika, Dinamika, Usaha dan
Energi, sampai Momentum Linier, pembahasan masih dibatasi pada partikel atau titik
materi, di mana ukuran partikel tidaklah diperhitungkan. Ini berarti semua benda dianggap
sebagai partikel atau titik, sebuah kelereng, sebuah bola volly, atau sebuah mobil, sebuah
kapal api atau sebuah pesawat terbang semua dianggap sebuah titik, berapapun besarnya.
Pada Pokok Bahasan Momentum Sudut dan Benda Tegar yang akan dibahas
selanjutnya, adakalanya ukuran benda tidak lagi bisa diabaikan, harus diperhitungkan.
Pembahasan akan dimulai dari momentum sudut partikel, sistem partikel, dan benda tegar,
dilanjutkan dengan perbandingan antara gerak translasi dan gerak rotasi, terutama tentang
hukum-hukum Newton, uasaha dan energi, termasuk momentum. Terakhir, akan dibahas
tentang keseimbangan benda tegar atau statika benda tegar
B. Momentum Sudut Partikel Tunggal


L Y


r


m

Gambar (6- 1). Momentum sudut Partikel

84
Jika sebuah benda melakukan gerak lurus atau gerak translasi, sebuah partikel yang
  
bergerak dengan kecepatan v , diketahui mempunyai momentum sebesar p = m v , yang
arahnya sama dengan arah kecepatan partikel. Bagaimana pula jika benda melakukan
gerak melingkar atau gerak lengkung lainnya ? Sama halnya dengan pada gerak lurus,
partikel yang bergerak melingkar atau gerak lengkung lainnya juga mempunyai

momentum p , tetapi arahnya selalu berubah tergantung arah kecepatannya setiap saat. Di
samping itu, partikel tersebut juga mempunyai momentum sudut yang disimbulkan

dengan L dan didefenisikan sebagai :
    
L  r x p  mrx v , (6-1)

di mana r adalah vektor posisi, yang menunjukkan posisi di mana partikel itu berada,
sedangkan besar momentum sudut partikel tersebut adalah :

L L rp sin α = m r v sin α (6-2)
Dari defenisi tersebut, jelaslah bahwa momentum sudut adalah besaran vektor, yang
 
dihasilkan dari perkalian silang antara vektor posisi r dan momentum p , sehingga arahnya
tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut, sesuai dengan
kaidah tangan kanan, seperti diperlihatkan pada Gambar (6-1). Dalam sistem Satuan
Internasional (SI), momentum sudut dinyatakan dalam kg m2 /sec.

C. Hubungan Perubahan Momentum Sudut dengan Momen Gaya



Pada Pokok Bahasan Momentum Linier, gaya F yang bekerja pada sebuah benda
bermassa m, didefenisikan sebagai perubahan momentum linier benda persatuan waktu,
sesuai dengan hukum Newton II, yakni :
 
 dp
F  ma 
dt
Bagaimana pula kaitannya dengan momentum sudut benda ?

Jika terhadap persamaan (6-3) dilakukan perkalian silang dengan vektor posisi r , akan
diperoleh :

   dp
r x F = r x (6-3)
dt

Sebetulnya dari persamaan (6-3), dapat ditulis dalam bentuk lain, yakni :
  d  
r x F = ( r x p ),
dt

yang dapat dibuktikan dengan pembuktian terbalik berikut ini :

85
 
d   dr   dp
( r x p ) = x p + r x .
dt dt dt

 dr  
Dengan mengubah v = , dan p = m v , persamaan (6-5) dapat ditulis :
dt

d      dp
( r x p ) = v x m v + r x .
dt dt
 
Karena v x m v = 0, maka :

d    dp
( r x p ) = r x .
dt dt

  d  
atau r x F = ( r x p )
dt

Dengan demikian persamaan ( 6-3 ) dapat ditulis :



  dL
r x F (6-4)
dt
  
Besaran r x F disebut vektor momen gaya atau torsi (  ), jadi :

   dL
r x F (6-5)
dt

Persamaan (6-5) ini menyatakan hubungan antara momen gaya  dengan perubahan
 
momentum sudut d L , tepat seperti hubungan antara gaya F dengan perubahan momentum

linier d p yang dinyatakan oleh hukum II Newton .
Sama halnya dengan hukum Newton I, maka apabila resultan momen gaya yang
bekerja pada benda sama dengan nol, maka perubahan momentum sudut juga sama dengan
nol, artinya momentum sudut sama dengan nol untuk benda yang sedang diam, atau
momentum sudut konstan untuk benda yang sedang bergerak. Secara matematis dapat
ditulis :

L = 0

 dL
Jika Σ  = 0, maka = 0, atau (6-6)
dt
L = konstan

Persamaan (6-6) di atas, merupakan perluasan hukum Newton I, yang diperoleh dari
pengertian momentum sudut.

86
D. Momentum Sudut Sistem Partikel
Misalkan suatu sistem yang terdiri dari tiga partikel dan pada sistem tersebut tidak
ada gaya luar yang bekerja, jadi yang ada hanya gaya internal, yaitu gaya interaksi antara
partikel-partikel dalam sistem, seperti terlihat pada Gambar (6-2). Gaya yang dialami oleh
partikel 1 adalah :
  
F1  F12  F13
 
di mana F12 adalah gaya yang disebabkan oleh partikel 2 dan F13 adalah gaya yang
disebabkan oleh partikel ke 3, begitu juga untuk partikel-partikel lainnya.. Jika massa
  
partikel-partikel berturut-turut m1, m2, dan m3, terletak pada posisi r1 , r2 , dan r3 , dan
  
bergerak dengan kecepatan v 1 , v 2 , dan v 3 , maka momentum sudut dari masing-masing
partikel adalah :

y m1 m2

m3

Gambar (6-2). Momentum Sudut Sistem Partikel


  
L1  m1 r1  v1
  
L 2  m 2 r2  v 2 (6-7)
  
L3  m3 r3  v3
Sedangkan momen gaya partikel tersebut berturut-turut adalah :

       dL1
 1  r1 x F1  r1 x F12  r1 x F13 
dt

       dL 2
 2  r2 x F2  r2 x F21  r2 x F23 
dt

       dL 3
 3  r3 x F3  r3 x F31  r3 x F32 
dt

maka momen gaya resultan pada sistem adalah :

87
   
  1  2  3

(6-8)
   L1  L 2  L 3  
 d    dL
dt dt

   
di mana L  L1  L2  L3 adalah momentum sudut total dari sistem partikel.

E. Momentum Sudut Benda Tegar


Suatu sistem banyak partikel, di mana setiap partikelnya bergerak secara bebas,
sehingga jarak antara partikel dapat berubah-ubah setiap saat, disebut sistem partikel
bebas. Jika partikel-partikel dalam sistem tersebut dihubungkan dengan sebuah kawat
kaku, seperti diperlihatkan oleh 3 partikel pada Gambar (6-3) , maka sistem ini disebut
benda tegar, karena jarak antar partikel tidak akan berubah, meskipun sistem ini bergerak.
v2
m1
m2
v1

m3 v3

Gambar (6-3). Momentum Sudut Sistem Partikel

Jika benda tegar ini diputar dengan sumbu putar tegak lurus terhadap pusat massa
sistem ini, maka kecepatan linier ketiga partikel berbeda, sedangkan kecepatan sudutnya
haruslah sama. Momentum sudut partikel pertama adalah :

      
L 1 = r1 x p1 = m1 r1 x v1 = m1 ri x (  x r1 ).

       
Dengan menggunakan sifat perkalian silang a  (b  c)  b(a  c)  c(a  b) , maka persamaan ini
dapat dibuat lebih sederhana menjadi :
        
r1  (1  r1 )  1 ( r1  r1 )  r1 ( r1  1 ) .
 
Jika vektor r terletak pada bidang di mana benda bergerak melingkar, maka r1 tegak lurus

 , sehingga :

88
 
r1    r1cos 900  0 ,
   
maka : r1  (  r1 )  r 21 ,
artinya momentum sudut partikel 1 dapat ditulis sebagai :
 
L1  m1r 21 .
Dengan cara yang sama dapat disimpulkan bahwa momentum sudut partikel 2 dan 3 ,
adalah :
 
L 2  m 2 r 2 2 ,
 
L3  m3r 23 ,
sedangkan momentum sudut total sistem ini adalah :
   
L  L1  L 2  L 3 ,
 
L  (m1 r 21  m 2 r 2 2  m 3 r 2 3 ) , . (6-7)

Besaran ( m1r 21  m2r 2 2  m3r 23 ) disebut momen inersia sistem, biasa disimbulkan
dengan I, di mana :
3
I   mi ri .
2
(6-8)
i 1

Dengan demikian, persamaan (6-7) dapat ditulis :

 
L = I. (6-9)

 
Persamaan (6-9) ini menunjukkan bahwa hubungan antara L , I dan  mirip dengan
 
hubungan antara momentum linier p , m dan v pada gerak translasi, yaitu :
 
p = mv.
Karena masing-masing partikel pada sistem di atas terpisah, maka partikel-partikel
dalam sistem tersebut dikatakan terdistribusi secara diskrit. Jika jumlah partikel dalam
sistem besar sekali, sehingga memenuhi ruangan sekitar pusat massa, maka sistem ini
disebut benda pejal, sedangkan distribusi partikel dalam sistem ini disebut kontinu. Perlu
diingat, bahwa tidak semua sistem partikel dengan distribusi kontinu bersifat sebagai
benda tegar, contohnya air. Momen inersia benda pejal adalah :

I =  r2 dm (6-10)

Berikut ini adalah momen inersia dari beberapa bentuk benda tegar bermassa M, dan
berjari-jari R, yang diputar dengan sumbu tegak lurus pusat massa.
89
Tabel 1. Momen Inersia Benda Tegar
Bentuk Benda Pejal Momen Inersia
2
Silinder tipis atau roda I = MR
Silinder tebal I = ½ M (R12 +R12)
Silinder pejal I = ½ MR2
Batang/tongkat tipis I = ½ ML2
Bola pejal I = 2/5 MR2
Bola tipis I = 2/3 MR2

Jika sumbu putar tidak melalui pusat massa benda, maka momen inersia benda dapat
dihitung dengan menggunakan dalil atau theorema sumbu sejajar berikut ini :
I = Io + Ma2 (6-11)
di mana I = Momen inersia benda dengan sumbu putar tidak melalui pusat massa,
Io = Momen inersia benda dengan sumbu putar tidak melalui pusat massa,
M = Massa benda,
a = Jarak antara sumbu putar dengan pusat massa.
Agar lebih jelas marilah kita coba untuk menghitung momen inersia sebuah benda yang
diputar melalui pusat massa, dan penggunaan dalil sumbu sejajar untuk menghitung
momen inersia benda, melalui contoh soal berikut ini :
Contoh soal 1
Sebuah batang homogen yang panjangnya L dan massanya M dan luas penampangnya A berputar pada suatu
sumbu di tengah-tengah batang.
1
a). Tunjukkan bahwa momen inersia batang tersebut adalah ML2.
12
1
b), Jika batang ini diputar dengan sumbu putar di ujung batang, momen inersianya menjadi : ML2. c).
3
Tunjukkan jawaban soal b dengan menggunakan dalil sumbu sejajar.

dm
1
Io = M L2 (terbukti)
12
..................... r.................... dr .......................
b). Jika batang diputar di tengah-tengah batang,
----------------- L ----------------- batas integral yang digunakan adalah dari
1 1
- L ke + L, sedangkan jika diputar di
Gambar (6-4) 2 2
ujung kiri, batasnya adalah dari 0 ke L, jadi :

90
L

a). Ambil bagian kecil batang yang berjarak r


I =  r2 dm
0
dari ujung kiri, sepanjang dr, dan bermassa L
dm, di mana : =  r2 ρ A dr,
dm = ρ A dr. 0

Momen inersia batang : 1


I = M L2.
3
1
L
2 c). Dalil sumbu sejajar :
Io =  r2 dm
I = I o + M a2
1
 L
2
1 
2
1
= M L2 + M  L  ,
1
L 12 2 
2
=  r2 ρ A dr,
I =
1
M L2. (terbukti)
1
 L 3
2

1
atau Io = ρ A L3,
12
dan karena M = ρ A L, maka :


Selanjutnya, jika suatu benda tegar berotasi dengan kecepatan sudut  , maka laju
dari bagian benda tegar yang terletak pada jarak r dari sumbu putar adalah :
ds d d
v  (r)  r  r ,
dt dt dt
Vektor kecepatan sudut didefinisikan :
 
  d
  lim   .
t  0 t dt
 
Arah pergeseran sudut  sejajar dengan arah sumbu putar, sedangkan arah  akan
 
sejajar dengan arah d seperti pada Gambar (6-3). Arah vektor  sejajar dengan sumbu
putar, sesuai arah perpindahan sekrup, jika diputar ke kanan akan maju, dan jika diputar
ke kiri, akan mundur.gerak rotasi.
Vektor kecepatan linier dari benda yang bergerak melingkar dengan kecepatan
 
sudut  dan berada pada posisi r , mempunyai arah tangensial, dalam notasi vektor dapat
ditulis :
  
v   r

91
Gambar (6-4)
  
Persamaan ini menunjukkan bahwa v adalah tegak lurus  dan r , dan pada arah sejajar
 
dengan perpindahan sekrup jika diputar dari arah  ke arah r . Hubungan ini
juga berlaku untuk hal yang lebih umum, yaitu jika titik asal 0 dari sumbu koordinat tidak
 
terletak pada pusat lingkaran gerak. Dalam hal ini maka arah v adalah tegak lurus arah 
 
dan r , sedangkan besar v diberikan oleh:
v = r sin θ
 
di mana θ adalah sudut yang dibentuk antara  dan r .

F. Analogi Gerak Rotasi dengan Gerak Translasi


Jika dibandingkan antara gerak rotasi dan gerak translasi, terlihat banyak besaran-
besaran yang identik, yang bisa dianalogikan satu sama lain, misalnya besar perpindahan
sudut ( θ ), identik dengan perpindahan linier (x), melalui persamaan x = R θ, kecepatan
sudut ω dengan kecepatan linier v, melalui persamaan v = ωR, dan lain sebagainya. Di
samping itu, selanjutnya juga akan terlihat bahwa persamaan-persamaan yang berlaku pada
gerak translasi, juga dapat digunakan untuk gerak rotasi, dengan mengganti besaran linier
menjadi besaran anguler atau besaran sudut. Untuk lebih jelasnya analogi besaran-besaran
pada kedua jenis gerak tersebut dapat dilihat pada Tabel 1, berikut ini.
Tabel 1. Analogi besaran sudut dan besaran linier

Gerak Rotasi Gerak Translasi Persamaan


Perpindahan sudut : θ Perpindahan linier : x x = Rθ
Kecepatan sudut : ω Kecepatan linier : v v = ωR
Percepatan sudut : α Percepatan linier : a a = Rα
Momen gaya : τ Gaya : F τ = RF

92
n
I =  mR 2

Momen inersia : I Massa : m i

I = R 2
dm

Momentum sudut : L Momentum linier : p L = pR

G. Dinamika Benda Tegar


Pada gerak translasi, hubungan antara gaya dan percepatan dinyatakan oleh hukum
II Newton, yakni :
 
F = m a , atau F = ma
Bagaimana pula jika hukum ini dikaitkan dengan dinamika benda tegar ?
Jika ruas kiri dan ruas kanan sama-sama dikali dengan R, dan mengganti a dengan R
α, diperoleh :
F R = m R2 α (6-12)
Besaran FR adalah momen gaya (τ), sedangkan mR2 adalah momen inersia, maka
persamaan di atas dapat ditulis :
τ = I α (6-13)
atau bila dinyatakan dalam bentu vektor :
 
 = I 
Persamaan (6-13) memperlihatkan hubungan antara besar momen gaya (τ) yang dikerjakan
pada benda, dengan besar percepatan sudut (α) benda yang dihasilkan oleh momen gaya
tersebut. Hubungan ini identik dengan hubungan antara gaya F dengan percepatan a yang
dihasilkannya. Oleh sebab itu, persamaan (6-13) disebut sebagai pernyataan matematis
hukum II Newton untuk gerak rotasi benda tegar. Untuk selanjutnya, dalam menyelesaikan
permasalahan yang ditemui pada gerak rotasi, kita dapat mempedomani persamaan-
persamaan yang ada pada gerak translasi, tentu saja dengan mengganti besaran-besaran
linier dengan besaran anguler, sesuai persamaan yang berlaku, seperti tertera pada Tabel 1.
Selanjutnya, bagaimana pula dengan usaha dan energi pada benda tegar ?
Pada gerak translasi, usaha yang dilakukan oleh sebuah gaya F, yang menyebabkan benda
berpindah sejauh x, secara umum dirumuskan dengan :
x2


 
W = F• dx
x1

93

Dengan mengganti F dengan , dan dx dengan Rdθ, maka diperoleh usaha W yang
R
dilakukan oleh momen gaya τ, yang mengakibatkan terjadinya perpindahan sudut dari θ 1
ke θ2, yakni :
2
 
W     d (6-14)
1

Benda tegar yang melakukan gerak rotasi, mempunyai energi kinetik yang disebut energi
kinetik rotasi, yang dapat diperoleh berdasarkan energi kinetik translasi, yakni
1
Ek = mv2.
2
Jika v2 diganti dengan ω2R2, diperoleh :
1
Ek = m R2 ω2,
2
dan karena kuantitas mR2 adalah bentuk umum rumusan momen inersia, maka energi
kinetik rotasi sebuah benda tegar yang bermomen inersia I, dan berotasi dengan kecepatan
sudut ω, adalah :
1
Ek = I ω2 . (6-15)
2
Tidaklah berbeda halnya dengan gerak translasi, pada gerak rotasi juga berlaku hubungan
antara usaha dan energi.
Jika dalam sebuah sistem terdapat beberapa bagian, satu bagian bergerak translasi,
sedangkan bagian lain bergerak rotasi, maka dalam menyelesaikan masalah ini, kita dapat
menggunakan persamaan gerak translasi untuk bagian yang bertranslasi, dan persamaan
gerak rotasi untuk bagian yang berotasi. Agar lebih jelas, marilah kita bahas contoh-contoh
soal di bawah ini.
Contoh soal 2
Mesin Atwood seperti terlihat pada Gambar (6-5), mempunyai katrol berbentuk silinder pejal dengan massa
2 kg. Massa m1 dan m2 itu berturut-turut adalah 5 kg dan 3 kg. Jika jari-jari katrol 15 cm , tentukanlah : a).
percepatan linier benda b). Tegangan dalam tali. c). Tegangan pada tali yang menahan katrol.

94
Jawab :
/////////////////////////////////////// ///////////////////////////////////////
T

T1 T2

T2
T1

w2
Gambar (6-5) a w1 Gambar (6-5) b

Jika massa katrol diabaikan, tegangan tali T 1 dan • Benda m1 (gerak translasi )
T2 sama besar. Karena massa katrol tidak Σ F = ma
diabaikan, T1 tdak sama dengan T2. w1 - T1 = m1 a
• Katrol (gerak rotasi) 50 - T1 = 5 a................................2)
Σ τ = I α • Benda m2 (gerak translasi )
1 a Σ F =ma
(T1 - T2 ) R = mk R2
2 R T2 - w2 = m1 a
1 T2 - 30 = 3 a................................3)
(T1 - T2 ) = . 2. a
2
Dari persamaan 1, 2, 3, diperoleh :

(T1 - T2 ) = a ................................1)
c) Tegangan tali penahan katrol
a). percepatan linier masing-masing benda
T = T1 + T2
20 T = 75,6 N
a = m/s2 = 2,22 m/s2.
9
b). Tegangan pada masing-masing tali
T1 = 38,9 N
T2 = 36,7 N.

Contoh soal 3
Suatu momen putar konstan sebesar 20 Nm bekerja pada roda yang dapat berputar, selama 10 detik. Selama
waktu ini, kecepatan roda berubah dari nol sampai 100 rpm. Setelah 10 detik, momen ini tidak bekerja lagi,
dan seterusnya roda berhenti akibat gesekan dengan bantalannya dalam waktu 100 detik. Hitunglah a).
Momen kelembaman roda. b), Momen putar gesekan, c). Jumlah putaran yang dilakukan roda.

95
Jawab :

a). Untuk gerak rotasi berlaku : b). Momen putar gesekan :


ω = ωo + α t, τ2 = I α2
100.2  
= 0 + α. 10 τ2 = 17. -
60 30
 diperoleh τ2 = - 1,8 Nm
α = rad/s2.
3 Karena τ1 = I α1
α adalah percepatan sudut total akibat 11 
20 = I. ,
momen putar (α1) dan gaya gesekan roda 30
dengan bantalannya (α2). diperoleh I = 17 kg m2.
Roda berhenti setelah 100 detik, jadi :
c). Jumlah putaran yang dialami benda adalah
ω = ωo + α2 t, jumlah putaran 10 detik pertama, ditambah
100 detik berikutnya, sehingga :
100.2 
0 = + α2 . 100
60 1 1
θ = α t12 + ( ωot2 - α2 t22 ) ,
 2 2
diperoleh : α2 = - rad/s2.
30 1  10  1 
= . . 102 + ( .100 - 1002 ) ,
α = α1 + α2 2 3 3 2 30
 
= α1 - 1100 
3 30 = radian,
6
11  θ = 92 putaran.
α1 = rad/s2.
30

H. Hukum Kekekalan Momentum Sudut


Seperti sudah dibahas sebelumnya, jika resultan momen gaya yang bekerja pada
suatu sistem partikel sama dengan nol, maka momentum sudut total dari sistem partikel itu
tetap, baik besar maupun arahnya. Secara matematis hal ini dirumuskan sebagai berikut :
n
 
L = L i = konstan.
i 1

Begitu juga halnya dengan sebuah benda tegar, momentum sudutnya juga kekal, apabila
resultan momen gaya yang bekerja padanya sama dengan nol, atau dapat ditulis :
 
L = I  = konstan.

Momen inersia I, bisa berubah ketika benda bergerak, sehingga  , ikut pula berubah,

karena I  konstan. Kenyataan ini dapat dilihat pada penari balet, yang bila ingin
memperlambat putarannya, misalnya ketika mau berhenti, ia akan mengembangkan kedua
tangannya. Ini berarti, untuk memperkecil ω, ia harus memperbesar momen inersia I

96
dengan cara mengembangkan kedua tangannya, agar jari-jari putarannya juga makin besar.
Begitu juga sebaliknya, bila ia ingin mempercepat putarannya, ia akan merapatkan kedua
tangannya ke tubuhnya, dengan maksud agar momen inersianya menjadi lebih kecil,
sehingga kecepatan sudutnya menjadi lebih besar. Contoh lain dapat pula dilihat misalnya
pada seorang atlit loncat indah, seperti diperlihatkan pada gambar (6-6).

I. Gerak Menggelinding
Menggelinding (terguling) adalah kombinasi dari gerak translasi dan gerak rotasi
yang sekaligus dilakukan oleh sebuah benda pada saat yang bersamaan, misalnya sebuah
silinder pejal seperti ditunjukkan pada Gambar (6-7).

fs x
w
Gambar (6-7). Menggelinding

Kalau diperhatikan gaya-gaya yang bekerja pada silinder ini, gaya berat w dan gaya
normal N, tidaklah menghasilkan momen putar pada silinder, karena bekerja di pusat
massa. Satu-satunya gaya yang menghasilkan momen putar adalah gaya gesekan statis fs,
gaya inilah yang menyebabkan silinder berputar, artinya jika gaya gesekan tidak ada,
misalnya karena permukaan licin, peristiwa menggelinding tidak akan terjadi. Hal ini dapat
dicontohkan dengan roda mobil yang bergerak di jalanan licin akibat hujan, roda tidak
bisa menggelinding, tetapi meluncur yang diistilahkan dengan slip. Hal ini jelas sangat
berbahaya, karena bisa menimbulkan kecelakaan.
Sama halnya dengan pada gerak translasi murni, dan gerak rotasi murni,
penyelesaian masalah tentang peristiwa menggelinding, dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan-persamaan yang berlaku pada masing-masing gerak, baik untuk
masalah Kinematika, Dinamika, maupun masalah kaitan antara usaha dan energi. Untuk
lebih jelasnya, kita perhatikan contoh-contoh soal berikut ini.

97
Contoh soal 4
Sebuah silinder pejal berjari-jari 20 cm dan bermassa 10 kg ditarik dengan sebuah tali yang dililitkan pada
silider tersebut. Jika tali ditarik dari keadaan diam dengan gaya 30 N, tentukanlah a). Berapa percepatan
linier dan percepatan sudut silinder ? b). Berapa laju silinder setelah menempuh jarak 32 m? c). Berapa
jarak yang ditempuh silinder ketika lajunya 40 m/s?

Jawab :
a). Perhatikan Gambar (6-9)
• Gerak translasi F v
ΣF = ma
F- f = ma
30 - f = 10 a ..........................(1) f x
• Gerak rotasi Gambar (6-9)
Σ τ = I α b). Selanjutnya berlaku hubungan :
1 a v2 - vo2 = 2 a x,
(F + f)R = mR2.
2 R v2 - 0 = 2. 4. 32,
1 v = 16 m/s.
( 30 + f ) = . 10. a
2
c). dengan menggunakan persamaan yang sama,
( 30 + f ) = 5 a ...................(2)
v2 - vo2 = 2 a x,
Dari pers. (1) dan (2), diperoleh :
402 - 0 = 2. 4. x,
2
a = 4 m/s ,
x = 200 m
a
dan α =
R
atau α = 8 rad/s2.

Selanjutnya karena gaya F yang menyebabkan terjadinya dua macam gerak sekaligus,
yakni gerak rotasi dan gerak translasi, maka usaha yang dilakukan oleh gaya F yang
menyebabkan sebuah benda menggelinding, adalah jumlah dari usaha pada gerak rotasi
(Wrot) dan usaha pada gerak translasi (Wtrns), jadi :
W = Wrot + Wtrns,
atau W = τ θ + F. x.
Timbul pertanyaan, bagaimana kaitan antara usaha dan energi kinetik benda ? Sama halnya
dengan kaitan antara usaha dan energi kinetik pada gerak translasi atau gerak rotasi,
namun karena benda menggelinding, maka energi kinetik benda tersebut merupakan
jumlah energi kinetik translasi dan energi kinetik rotasi, jadi :
1 1
Ek = m v2 + I ω2 .
2 2
{Lihat Fisika Dasar (Mekanika) Sutrisno, hal. 217 s.d 218}

98
Contoh soal 5
Dengan menggunakan prinsip energi, tunjukkan bahwa usaha yang dilakukan oleh gaya F pada contoh soal 4
di atas sama dengan perubahan energi kinetik silinder.
Jawab :
W = Wrot + Wtrns, 1 1
Δ Ek = m v2 + I ω2,
W = τ θ + F. x. 2 2

x 1 1 1 v2
= F.R + F. x = m v2 + . m R2 ,
R 2 2 2 R2
= 2Fx 3
= m v2,
= 2 30. 32 4
W = 1920 J. 3
= 10 162,
Ketika x = 32 m, laju silinder v = 16 m/s, maka 4

energi kinetik silinder adalah : ΔEk = 1920 J.


Cat : Energi kinetik awal = 0.
Bagaimana dengan gaya gesekan f, adakah pengaruhnya terhadap energi benda ? Gaya gesekan f adalah gaya
gesekan statis yang bekerja pada titik singgung antara silinder dan lantai. Titik singgung ini tidak begerak
relatif terhadap lantai, oleh sebab itu, gaya f tidak menambah atau mengurangi energi kinetik benda.
Apakah pada peristiwa mmenggelinding berlaku pula hukum kekekalan energi
mekanik ? Jawabannya adalah : Ya. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh soal berikut ini
:
Contoh soal 6
Sebuah bola pejal bermassa 5 kg menggelinding dari keadaan diam, dari puncak sebuah bidang miring yang
sudut miringnya 53o, seperti diperlihatkan pada Gambar (6-9). Jika panjang bidang miring adalah 35 m,
tentukanlah : a). Laju bola ketika sampai di kaki bidang miring, dengan menggunakan prinsip dinamika. b).
Tunjukkan pula dengan menggunakan prinsip kekekalan energi.

• Gerak translasi : N
ΣF = ma f
mg sin θ - f = m a mg sinθ
5. 10.0,8 - f = 5 a mg cosθ
40 - f = 5 a ..........................(1) mg
• Gerak rotasi h
Σ τ = I α
2 a 53o
f R = mR2.
5 R
2 Gambar (6-10)
f = m a
5 40
a = m/s2 = 5,71 m/s2.
f = 2a .......................(2) 7
• Dari pers. (1) dan (2), diperoleh : 1 1
mgx sin 53o = m v2 + I ω2,
2 2

99
a). Laju bola di kaki bidang miring diperoleh 1 1 2 v2
5. 10. 35. 0,8 = m v2 + . m R2 ,
dengan menggunakan persamaan : 2 2 5 R2
v2 - vo2 = 2 a x, 7
= m v2,
40 10
v2 - 0 = 2. . 35
7 7
1400 = .5. v2,
diperoleh 10
v = 20 m/s. diperoleh :
b). Energi potansial bola di puncak bidang mi- v = 20 m/s
ring, sama dengan energi kinetik bola di kaki
bidang miring, jadi,
mgh = Δ Ek

Bagaimana pula bila benda digelindingkan dari kaki bidang miring ? Lihat contoh soal
berikut ini :
Contoh soal 7
Sebuah silinder pejal massa 4 kg digelindingkan dari kaki sebuah bidang miring, yang sudut miringnya 53 o,
dengan kecepatan awal 20 m/s. sampai berapa jauh silinder ini bisa naik di bidang miring ?
Jawab :
• Gerak translasi :
ΣF = ma
- (mg sin θ + f ) = m a
- (4. 10.0,8 + f ) = 4 a
- 32 - f = 4 a ..........................(1)
• Gerak rotasi h
Σ τ = I α N
o
1 a 53
f R = mR2.
2 R mgsinθ
1 Gambar (6-11) mgcosθ f
f = m a
2
mg
f = 2a .......................(2)
kan persamaan :
• Dari pers. (1) dan (2), diperoleh :
vo2 - v2 = 2 a x,
32
a = - m/s2 = - 5,33 m/s2. 32
6 202 - 0 = 2. .x
6
a negatif, artinya benda diperlambat
diperoleh
x = 37,5 m.
a). Sampai berapa jauh silinder naik di bidang
3
miring dapat ditentukan dengan mengguna- m v2 = 32 x
4
b). Energi kinetik bola di kaki bidang miring sama 3
.4. 202 = 32 x
dengan,energi potansial bola di puncak bidang 4

100
miring, jadi, diperoleh :
Δ Ek = mgh x = 37,5 m.
1 1
m v2 + I ω2 = mgx sin 53o
2 2

1 1 1 v2
m v2 + . m R2 = 4. 10. x. 0,8
2 2 2 R2

Contoh soal 8

Sebuah silinder 12 kg ditarik oleh gaya F v


yang besarnya 81 N, sehingga silinder itu
berpindah sejauh 50 m sepanjang bidang
yang miring 37o terhadap garis mendatar.
Jika silinder itu diberi kecepatan awal vo
sebesar 20 m/s, tentukanlah besar F x
kecepatan akhir silinder dengan h
o
menggunakan : a). prinsip dinamika 37

b). prinsip energi.


Jawab : v
a). Prinsip dinamika :
• Σ F = ma
o
F - f - mg sin 37 = ma
81 – f – 120. 0,6 = 12 a vo F x
h
9- f = 12 a........1) N
• Σ τ = Iα
o
1 a mg sin 37o 37
(F+f)R = m R2.
2 R f w
o
mgcos 37
1
F + f = ma
2
Gambar (6-12)
81 + f = 6 a ................2)
diperoleh : = 30 m/s
Dari persamaan 1, dan 2 diperoleh :
a = 5 m/s2. b) Prinsip energi
Dengan menggunakan persamaan : Usaha yang dilakukan oleh gaya F, berubah menjadi
v2 - vo2 = 2 a x tambahan energi kinetik dan energi potensial, jadi :
2 2
v - 20 = 2.5.50 W = Δ E k + Δ E P,

Wtrans + Wrot = Δ Ek trans + Δ Ek rot + Δ EP

1 1
F.x + τ θ = m(v2 – vo2) + I (ω2 – ωo2) + m g x sin 37o,
2 2

101
x 1 1 1 v2 vo2
F.x + F.R = m(v2 – vo2) + . mR2 ( 2 – 2 ) + m g x sin 37o,
R 2 2 2 R R
3
2 F.x = m(v – vo ) + m g x sin 37 ,
2 2 o
4
3
2.81.50 = .12 (v2 – 202) + 12.10. 50. 0,6,
4
diperoleh besar kecepatan silinder, setelah menggelinding sejauh 50 m sepanjang bidang miring , yakni : v
= 30 m/s.

J. Statika Benda Tegar

Sesuai dengan hukum Newton I, jika resultan gaya yang bekerja pada sebuah benda
sama dengan nol, sebuah benda akan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan.
Sekarang, hukum ini dapat diperluas lagi menjadi : Jika resultan momen gaya yang
bekerja pada sebuah benda sama dengan nol, maka benda akan diam atau bergerak
dengan kecepatan sudut konstan. dalam keadaan ini, secara umum benda dikatakan berada
dalam keseimbangan mekanik. Khusus untuk benda yang sedang diam, dikatakan berada
dalam keadaan setimbang statik.
Jika benda dianggap sebagai sebuah titik, maka sesuai dengan hukum Newton I,
benda akan berada dalam keadaan seimbang statik atau diam, bila resultan gaya yang
bekerja pada benda sama dengan nol. Jika benda tidak lagi bisa dianggap sebagai sebuah
titik, pernyataan tersebut belumlah cukup, karena meskipun resultan gaya yang bekerja
pada benda tersebut sama dengan nol, tidak menjamin benda akan diam, mungkin saja
benda berotasi. Contohnya sebuah tongkat pada Gambar (6-13).
F Meskipun resultan gaya yang bekerja pada
tongkat sama dengan nol, benda tidaklah
F diam, tetapi akan berputar terhadap pusat
massanya, karena momen gaya yang bekerja
Gambar (6-13) pada benda tersebut saling memperkuat,
tidak saling meniada
kan. Oleh sebab itu, di samping resultan gaya harus nol, resultan momen gaya juga
harus nol. Jadi, secara matematis, syarat terjadinya keseimbangan statik adalah :
1. Σ Fx = 0,
2. Σ Fy = 0, …………………………(6-17)
3. Σ τ = 0.
Sebelum pembahasan tentang statika benda tegar dilanjutkan, ada baiknya dibahas
terlebih dahulu tentang titik berat benda. Titik berat sebuah benda dapat diartikan dengan

102
titik tangkap gaya gravitasi yang bekerja pada sebuah benda, jika massa benda itu
terkumpul di pusat massa benda. Bagaimana menentukan titik berat benda ?
Titik berat sebuah benda dapat ditentukan berdasarkan dalil momen, yakni :
Resultan momen beberapa buah gaya, sama dengan momen resultan gaya-gaya
tersebut. Jika dalil momen tersebut diterapkan untuk menentukan titik berat 3 buah
partikel yang beratnya w1, w2, dan w3, yang terletak berturut-turut pada posisi (x1,y1) ;
(x2,y2) ; dan (x3,y3) seperti pada Gambar(6-14), maka :
Berat total 3 partikel, adalah jumlah berat
Y masing-masing partikel, jadi :
y3 x3 w = w1 + w2 + w3,
w3 dengan vektor gaya berat dimisalkan
y2 x2 terletak pada posisi ( x , y ).
y x w2 Menurut dalil momen :
y1 x1 w1 w. x = w1 x1 + w2 x2 + w3 x3,
atau
x w1 x1  w 2 x 2  w 3 x 3
x = ,
w w1  w 2  w 3

Gambar (6-14)
Dalam bentuk lain dapat ditulis :
n


wi xi
x = (6-18)
i 1
w1
Dengan cara yang sama diperoleh :
w 1 y1  w 2 y 2  w 3 y 3
y =
w1  w 2  w 3


wi xi
y = (6-19)
i 1
wi

Persamaan-persamaan di atas dapat dikembangkan sesuai kebutuhan, misalnya untuk


menentukan pusat massa, dengan mengganti gaya berat w dengan massa m, atau
menentukan titik berat benda yang luas bagian-bagiannya diketahui, dengan cara
mengganti gaya berat w dengan luas A. Untuk benda-benda dengan distribusi partikel
kontinu, tanda penjumlahan Σ diganti dengan tanda integral.
Selanjutnya akan dibahas beberapa contoh soal berkaitan dengan Statika Benda
Tegar, termasuk titk berat benda.

103

Anda mungkin juga menyukai