DINAMIKA ROTASI.
Pada pembahasan gerakan benda dalam kinematika maupun dinamika, perlu dianggap
bahwa benda tersebut merupakan titik materi atau partikel, dimensi benda diabaikan sehingga
gerakan rotasi suatu benda yang sedang melakukan translasi diabaikan.
Dalam bab ini gerakan benda di pandang lebih realistis, yaitu dimensinya diabaikan, benda
dipandang sebagai benda kaku atau benda tegar. Sebelum membahas benda kaku lebih jauh,
pandang dulu suatu sistem partikel banyak yang dihubungkan dengan batang-batang kaku tak
bermassa, (Gb. 5.1).
Dalam benda tegar, jarak antara massa-massa partikel dengan pusat massa selalu tetap.
F4
m4
m3
F3
m1
m2
F1 F2
Gbr. 5.1 Sistem partikel banyak yang membentuk benda tegar, masing-masing
partikel dipengaruhi oleh gaya sebarang.
Apabila sistem benda tegar ini dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada partikel-partikel
( tidak pada titik pusat massa ) , maka akan terjadi dua kemungkinan :
a) Apabila Σ F = 0 , maka titik pusat massa akan diam atau bergerak lurus beraturan, namun
benda tegar dapat melakukan gerakan rotasi terhadap pusat massa.
b) Apabila Σ F ≠ 0 , maka titik pusat massa akan bergerak dengan percepatan, dan benda
tegar juga akan melakukan gerakan rotasi.
Jadi benda tegar akan melakukan gerakan campuran.
Dalam pembahasan diatas, ditinjau benda tegar yang tersusun dari partikel-
partikel yang diskrit (terpisah) , sehingga sistem seperti diatas disebut SISTEM
DISKRIT. Apabila benda tegar tersusun dari partikel yang banyak sekali, sehingga
partikel-partikel memenuhi suatu ruang, maka sistem ini disebut SISTEM KONTINU
atau disebut sistem pejal.
101
V.1. PERNYATAAN VEKTOR DALAM GERAK ROTASI / MELINGKAR.
Dalam membahas gerak rotasi yang umum, maka besaran-besaran pergeseran sudut θ,
kecepatan sudut ω dan percepatan sudut α dinyatakan dalam bentuk vector. Pergeseran sudut θ
adalah positif bila gerak rotasi / melingkar berlawanan dengan putaran jarum jam, sedangakan
arah vektornya sejajar dengan sumbu putar, pada arah putaran sekrup maju berlawanan arah
dengan putaran jarum jam.
( lih. Gbr. 5.2 ).
dθ
ω=
dt
θ
(a) (b)
Gbr. 5.2 (a). arah vektor θ tegak lurus bidang.
(b). arah vektor ω sejajar dengan sumbu putar.
Dari definisi kecepatan, sudut, arah kecepatan sudut searah dengan θ. atau sejajar dengan sumbu
putar.
ω=lim ∆ θ=d θ
∆t
t →0
dt
α = lim ∆ ω=dω
∆∆t
t →0 dt
Vektor α bergantung pada perubahan arah ω ( kalau sumbu putar arahnya berubah ) dan
bergantung pada perubahan besar vektor ω.
Dalam gerak melingkar yang jari-jarinya r dan kecepatan sudutnya , besarnya kecepatan benda
adalah v=ω r , sedang arahnya merupakan arah garis singgung di titik dimana benda berada.
v
Gbr. 5.3
Benda terletak pada posisi r bergerak
melingkar dengan kecepatan sudutω.
102
Dalam notasi vektor kecepatan benda v dinyatakan sebagai
v=ω × r
Persamaan di atas menunjukan bahwa arah v tegak lurus ω dan r, dan searah dengan putaran
sekrup maju ( lihat gb. 5.3 ).
m3
Gbr. 5.4 Sistem 3 partikel yang
membentuk benda tegar dalam
kecepatan masing-masing v1 .
Jika benda tegar berputar terhadap sumbu melalui 0 ( pusat massa ) yang tegak lurus pada bidang
gambar dengan kecepatan sudut ω, maka kecepatan partikel ke 1 adalah v1 = ω r1
Mengingat besaran-besaran kecepatan, kecepatan sudut dan posisi merupakan besaran vektor,
maka hubungan tersebut di atass dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :
v1 = ω xr1
Oleh karena partikel bergerak dengan kecepatan v1 , momentum linier yang dipunyai oleh tiap
partikel adalah p1 = m1 v1
Selanjutnya didefinisikan momentum sudut, yaitu perkalian silang antara vektor posisi r dengan
momentum linier p, sehingga momentum sudut yang dipunyai tiap partikel adalah :
L1 = r1 x P1 = mr1 x v1 …. ( 5.1 )
Dari hokum kedua Newton :
d
F1 = m1 a1 = P1 …. ( 5.2 )
dt
103
Jika persamaan ( 5.2 ) ini dikalikan secara silang dengan r1 , diperoleh
P1
r1 x F 1 = r 1 x …. ( 5.3 )
dt
Sedangkan,
dP1
r1 x = r1 x dP1 + v1 x (m1v1)
dt dt
dP1 dr1
= r1 x + x P1
dt dt
d
= ( r1 x P 1 )
dt
= d L1
dt
Jadi :
d
r1 x F 1 = L1 …. ( 5.4 )
dt
dL
Jadi τ =r x F= …. ( 5.6 )
dt
Besar momen gaya adalah (¿ τ |) = r F sin θ, dengan θ adalah sudut yang dibuat oleh r dengan F,
arahya tegak lutus bidang selalui r dan F ( lihat bab 1.3 ) .
Dari persamaan ( 5.1 ) dan mengingat v1 = ω x r1 , maka persamaan tersebut dapat ditulis
menjadi :
L1 = m1 r1 x (ω1 x r1 ) …. ( 5. 7)
104
sehingga dapat ditunjukan :
L1 = m1 r21 ω …. ( 5. 8)
Momentum sudut total yang dipunyai oleh benda tegar, merupakan jumlah penjumlahan dari
masing-masing momentum sudut partikel pembentuknya sehingga :
L1 = m1 r21 ω …. ( 5. 9)
Apabila benda tegar tersebut tersusun dari N partikel maka momentum sudutnya menjadi :
L= m1 r21 ω …. ( 5. 10)
Selanjutnya deidefinisikan besaran bari I , yaitu momen inersia yang akan dibahas pada bab
berikutnya, dimana
I= m1 r21 …. ( 5. 11)
I=Iω …. ( 5. 12)
105
∆m1
0 Gbr. 5.5
r1 Benda tegar denga distribusi kontinu
yang berputar terhadap titik 0
v1 = r1 ω
Apabila elemen massa ∆m1 diambi sangat kecil (∆m → 0 ), maka bentuk jumlahan dalam
persamaan ( 5.13 ) dapat diganti dengan bentuk integral, jadi :
I= r2 dm …. ( 5. 14)
Dengan r adalah jarak dm ke sumbu putar
Contoh 5.1
Tiga benda kecil yang massanya masing-masing 0,1 ; 0,2 ; dan 0,3 kg, diletakan berturut-turut
pada titik A (0,0) , B (4,0) , dan C ( 2,3) seperti pada Gbr. 5.6 dan dihubungkan dengan batang-
batang kaku yang massanya dapatt diabaikan. Berapakah momen inersia dn momentum sudut
sistem ini bila diputar terhadap sumbu
y C Penyelesaian :
Bendanya diskrit, maka dari persamaan ( 5.13) :
A B
106
Dari persamaan ( 5.12 ), momentum sudutnya :
kg m 2 kg m2
L = 2,7 . Î 20 = Î 54 ,
det det
1 y
dm
x
dx
L
L-1
1
= λ x3
3 -1
1
= λ [ ( L- 1)3 – (-1)3]
3
1
= λ ( L3 -3L2 1 + 3L12 )
3
1
1= m ( L2 – 3 1.1 + 3 12 ) …. ( 5. 15)
3
Dari persamaan ( 5.15 ) jika batang diputar dengan titik putar ditengah tengah batang ( 1 = L )
1
akan didapatkan : I = m L2.
I2
107
Contoh 5.2
Sebuah batang dengan rapat massa 0,5 kg per meter diputar pada salah satu ujungnya seperti
pada Gbr. 5.8. Apabila panjang batang 2 meter dan kecepatan sudut dari putaran 20 Î rad/det.
Hitunglah I dan L nya.
108