Anda di halaman 1dari 127

Agus Suroso

14
Mekanika B
Pekan Kuliah

(Catatan Kuliah FI2104/FI2182 Mekanika B)

Prodi Fisika, FMIPA-ITB


Juni 2022
Copyleft © 2022 Agus Suroso

Catatan kuliah ini merupakan naskah awal yang masih belum siap terbit, disusun secara
simultan dengan pelaksanaan kuliah FI2104/FI2182 Mekanika B. Perbaikan dan penambahan
materi dilakukan secara berkala, sehingga isi naskah ini dapat berbeda dari satu versi ke versi
yang lain (lihat tanggal pembaruan di baris terakhir halaman ini).

Pembaca yang menemukan adanya kesalahan cetak maupun konsep, harap menyampaikan-
nya kepada penulis melalui agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran juga harap disampa-
ikan melalui email yang sama.

Ditulis menggunakan LATEX, dengan format tufte-book, pembaruan terakhir pada 15 Juni 2022.
Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah, penulis memuji dan bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas se-
gala kemudahan yang diberikan kepadanya, termasuk dalam menyusun catatan kuliah ini.
Penulis juga mohon maaf kepada keluarganya karena penulisan catatan kuliah ini tak jarang
mengambil waktu dan perhatian yang mestinya dicurahkan kepada mereka. Semoga Allah
senantiasa menjaga mereka dalam kebaikan.
Catatan kuliah ini disusun secara simultan dengan penyelenggaraan kuliah FI2104/FI2182
Mekanika B. Pada naskah ini, materi kuliah disusun berdasarkan urutan topik tiap pekan
sesuai silabus mata kuliah yang terdapat pada dokumen kurikulum Program Studi Fisika
ITB tahun 2013. Materi yang disajikan dalam naskah ini terbatas pada materi yang dibahas
di kelas, diambah dengan beberapa soal PR atau kuis. Pembaca sangat disarankan untuk
tetap merujuk pada buku teks Mekanika agar mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap
dan komprehensif. Penulis menggunakan buku-buku yang tercantum dalam daftar pustaka
sebagai rujukan utama.
Sebagai naskah awal, catatan kuliah memiliki banyak kekurangan. Pembaca yang mene-
mukan kesalahan cetak maupun konsep, diharapkan dapat menyampaikannya kepada penu-
lis melalui email agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang
akan datang silakan disampaikan melalui alamat yang sama.
Akhirnya, penulis berharap semoga catatan kuliah ini bermanfaat bagi penulis dan pemba-
canya.

Bandung, 15 Juni 2022


Penulis
Daftar Isi

1 Kinematika 1

2 Dinamika 11

3 Osilasi 23

4 Kerja dan Energi 35

5 Gaya Sentral (1) 43

6 Gaya Sentral (2) 51

7 Gaya Sentral (3) 55

8 Ujian tengah semester 65

9 Sistem Partikel (1) 69


6 agus suroso

10 Sistem Partikel (2) 77

11 Tumbukan Dua Dimensi 89

12 Osilasi Terkopel 93

13 Sistem Non Inersial 99

14 Ujian Akhir Semester 105

Beberapa solusi soal 109

Daftar Pustaka 117


Daftar Gambar

1.1 Besaran-besaran dalam koordinat polar. 2


1.2 Uraian vektor-vektor basis koordinat polar ke komponen-komponennya 2
1.3 Koordinat silinder. 4
1.4 Koordinat bola. 5

3.1 Grafik posisi benda terhadap waktu pada kasus osilasi underdamping 26
3.2 Pengaruh faktor redaman terhadap simpangan. 26
3.3 Perbandingan grafik posisi benda pada kasus overdamping dan critical damping 27
3.4 Resonansi pada osilasi paksa. 30

5.1 Gaya sentral antara dua benda. 44


5.2 Momentum sudut benda dalam pengaruh gaya sentral 46
5.3 Sembarang potensial efektif. 48

6.1 Potensial efektif untuk gaya gravitasi 53

7.1 Lintasan partikel untuk ϵ = 0 56


7.2 Lintasan partikel untuk kasus 0 < ϵ < 1 58
7.3 Lintasan partikel untuk ϵ = 1. 59
7.4 Lintasan partikel untuk kasus ϵ > 1 61
7.5 Daerah yang disapu oleh vektor jari-jari orbit untuk selang waktu dt tertentu. 63
7.6 Geometri elips. 63

9.1 Posisi partikel dalam sistem menurut kerangka Q 72

12.1 Osilasi terkopel dua benda dalam pengaruh gaya tiga pegas. 93

1 Plot F ( x ) terhadap x. 111


8 agus suroso

2 Plot V ( x ) terhadap x. 111


3 Plot F ( x ) dan V ( x ) terhadap x. 111
4 Plot r terhadap θ pada bidang polar. 113
Penulis mendedikasikan catatan kuliah ini untuk
Bapak Sutoyo, S.Pd (1961-2017, guru Fisika SMPN
1 Jatilawang), salah satu guru yang menginspirasinya
untuk menekuni Fisika.
Kinematika 1
1-1 Kinematika benda titik
Mekanika membahas gerakan benda-benda fisis. Kita akan me- 1-2 Gerak dalam bidang
mulai pembahasan dengan kinematika benda titik. Kinematika 1-3 Gerak dalam ruang

yaitu topik yang membahas deskripsi gerak benda-benda tanpa


memperhatikan penyebab gerak. Sedangkan benda titik adalah
benda-benda yang ukuran, bentuk, dan struktur internalnya dia-
baikan.

1.1 Kinematika benda titik

Kita mulai dengan meninjau gerak benda titik dalam satu dimen-
si. Andaikan posisi benda titik untuk tiap waktu diketahui dan ◀ posisi
dinyatakan dengan variabel x sebagai fungsi waktu

x = x ( t ), (1.1)

maka kecepatan benda tersebut diperoleh dengan mengukur per- ◀ kecepatan


ubahan posisi benda tiap satuan waktu, atau secara infinitesimal

dx
v= . (1.2)
dt

Perubahan kecepatan benda tiap satuan waktu kita sebut sebagai


percepatan, ◀ percepatan

dv
a= . (1.3)
dt
2 14 pekan kuliah mekanika b

1.2 Gerak dalam bidang

Untuk mendeskripsikan gerak benda dalam bidang, kita dapat


menggunakan sistem koordinat Kartesis atau polar (tentu saja kita
bisa menggunakan sistem koordinat lain juga). Terlebih dahulu
kita bahas hubungan antara kedua sistem koordinat tersebut.
Tinjau suatu benda yang berada di titik P. Posisi benda terse-
but dalam koordinat Kartesis adalah ( x p , y p ) dan dalam koordinat
polar (ρ, ϕ). Vektor basis koordinat Kartesis kita tuliskan sebagai ◀ koordinat polar
{ x̂, ŷ} dan vektor basis polar kita tuliskan sebagai {ρ̂, ϕ̂}. Vektor
posisi titik P dalam koordinat Kartesis adalah

⃗r p = x p x̂ + y p ŷ, (1.4)

sedangkan dalam koordinat polar kita tuliskan

⃗r p = ρρ̂. (1.5) y
φ^
^
ρ

Berdasarkan Gambar 1.1, dapat kita tuliskan P



r
⃗ yp
q
x p = ρ cos ϕ, y p = ρ sin ϕ, ρ= x2p + y2p . (1.6) φ
x
O
y^
xp
Vektor-vektor basis dari koordinat polar berubah sesuai arah x^
perubahan nilai ρ dan ϕ. Vektor basis koordinat polar {ρ̂, ϕ̂} dapat
diuraikan ke arah { x̂, ŷ} sebagai berikut,

ρ̂ = cos ϕ x̂ + sin ϕ ŷ, (1.7) Gambar 1.1: Besaran-besaran


dalam koordinat polar.
ϕ̂ = − sin ϕ x̂ + cos ϕ ŷ. (1.8)
y^

Terlihat bahwa besar komponen masing-masing vektor basis φ^


^
ρ
koordinat polar pada sumbu Kartesis { x̂, ŷ} bergantung pada ni-
lai ϕ. Perubahan vektor basis {ρ̂, ϕ̂} terhadap ϕ adalah φ
φ
P x^
dρ̂
= − sin ϕ x̂ + cos ϕ ŷ = ϕ̂, (1.9)

dϕ̂
= − cos ϕ x̂ − sin ϕ ŷ = −ρ̂. (1.10)

Gambar 1.2: Uraian vektor-
Sekarang, kita telah siap mendeskripsikan gerak benda pada vektor basis koordinat polar
bidang menggunakan koordinat Kartesis dan polar. Dalam koo- ke komponen-komponennya
rdinat Kartesis, posisi suatu benda dinyatakan sebagai (warna hijau).

⃗r (t) = x x̂ + y ŷ. (1.11)


PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 3

Kecepetan benda diperoleh dengan menurunkan posisi terhadap


waktu,
d⃗r
⃗v = = v x x̂ + vy ŷ, (1.12)
dt
dengan
dx dy
vx = , vy = . (1.13)
dt dt
Dan percepatan diperoleh dengan menurunkan kecepatan terha-
dap waktu,
d⃗v d2⃗r
⃗a = = 2 = a x x̂ + ay ŷ, (1.14)
dt dt
dengan
dv x d2 x dvy d2 y
ax = = 2, ay = = 2. (1.15)
dt dt dt dt
Dalam koordinat polar, posisi benda adalah

⃗r = ρρ̂. (1.16)

Kecepatan benda adalah


d⃗r dρ dρ̂ dϕ
⃗v = = ρ̂ + ρ = ρ̇ρ̂ + ρϕ̇ϕ̂. (1.17)
dt dt dϕ dt
dϕ̂ dρ̂ dϕ
Kita telah menggunakan aturan rantai, dt = dϕ dt , menerapk-
an persamaan (1.9), serta menggunakan notasi titik di atas (over
dot) yang menyatakan turunan terhadap waktu. Kita memperoleh
komponen kecepatan benda pada arah ρ̂ dan ϕ̂, masing-masing

vr = ρ̇, vϕ = ρϕ̇. (1.18)

Lebih lanjut, kita dapatkan percepatan benda


d⃗v dρ̇ dρ̂ dϕ dρ dϕ̇ ϕ̂ dϕ
⃗a = = ρ̂ + ρ̇ + ϕ̇ϕ̂ + ρ ϕ̂ + ρϕ̇
dt dt dϕ dt dt dt dϕ dt
 
2
= ρ̈ − ρϕ̇ ρ̂ + (ρϕ̈ + 2ρ̇ϕ̇) ϕ̂. (1.19)

Kita dapat mengidentifikasi perepatan benda arah radial (searah


ρ̂) dan tangensial (arah ϕ̂),

aρ = ρ̈ − ρϕ̇2 , aϕ = ρϕ̈ + 2ρ̇ϕ̇. (1.20)

Suku ρϕ̇2 = v2ϕ /ρ disebut sebagai percepatan sentripetal. Pada kon-


disi ρ̈ = ρ̇ = 0 maka ρ konstan yang berarti benda bergerak dalam
lintasan lingkaran. Suku 2ρ̇ϕ̇ sering disebut sebagai percepatan ko-
riolis.
4 14 pekan kuliah mekanika b

1.3 Gerak dalam ruang

Kita akan membahas kinematika dalam ruang tiga dimensi ini


menggunakan koordinat Kartesis, silinder, dan bola. Dalam koo-
rdinat Kartesis, posisi benda tiap waktu kita tuliskan sebagai

⃗r (t) = x x̂ + y ŷ + z ẑ, (1.21)

dengan x, y, dan z adalah fungsi waktu. Kecepatan benda adalah

d⃗r
⃗v = = v x x̂ + vy ŷ + vz ẑ, (1.22)
dt
dengan
dx dy dz
vx = , vy = , vz = . (1.23)
dt dt dt
Serta percepatan benda

d⃗v
⃗a = = a x x̂ + ay ŷ + az ẑ, (1.24)
dt
dengan
d2 x d2 y d2 z
ax = 2
, ay = 2 , az = 2 . (1.25)
dt dt dt
Koordinat silinder tidak lain merupakan koordinat polar (ρ, ϕ) ◀ koordinat silinder
yang ditambah dengan sumbu vertikal z. Hubungan antara vektor-
vektor basis pada koordinat silinder dengan koordinat Kartesis
adalah

ρ̂ = cos ϕ x̂ + sin ϕ ŷ, (1.26)


ϕ̂ = − sin ϕ x̂ + cos ϕ ŷ, (1.27)
ẑ = ẑ. (1.28)
z
Seperti pada koordinat polar, pada koordinat silinder juga berlaku z^
^
ϕ

^
ρ
dρ dϕ̂ r P

= ϕ̂, = −ρ̂. (1.29)
dϕ dϕ z^
z
Posisi suatu benda dalam koordinat silinder dapat dituliskan y^
 y
x^
x ϕ
dalam bentuk y
x
⃗r = ρρ̂ + zẑ. (1.30)
Gambar 1.3: Koordinat silin-
Perhatikan bahwa posisi dalam koordinat silinder sama dengan
der.
posisi pada bidang xy dalam koordinat silinder ditambah dengan
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 5

posisi arah sumbu-z. Sehingga, kecepatan dan percepatan benda


masing-masing akan sama dengan kecepatan benda pada bidang
polar ditambah kecepatan arah sumbu-z,
d⃗r d (ρρ̂) dz
⃗v = = + ẑ = ρ̇ρ̂ + ρϕ̇ϕ̂ + żẑ, (1.31)
dt dt dt
⃗v  
⃗a = = ρ̈ − ρϕ̇2 ρ̂ + (ρϕ̈ + 2ρ̇ϕ̇) ϕ̂ + z̈ẑ. (1.32)
dt
Koordinat bola pada dasarnya sama dengan koordinat silin- ◀ koordinat bola
der, namun dengan mengambil parameter θ yang merupakan su-
dut yang dibentuk oleh vektor posisi ⃗r dengan sumbu-z. Posisi
suatu titik dalam ruang kemudian dinyatakan dalam koordinat
(r, θ, ϕ). Nilai dari komponen ρ dan z pada koordinat polar selan-
jutnya dinyatakan dalam r dan θ,

ρ = r sin θ, z = r cos θ. (1.33)


z
Sedangkan nilai ( x, y, z) koordinat Kartesis terhubung dengan (r, θ, ϕ) r^
^
ϕ
melalui
^
θ
r P

x = r sin θ cos ϕ, y = r sin θ sin ϕ, z = r cos θ. (1.34)
z^
 θ z
Arah vektor-vektor basis r̂, θ̂, ϕ̂ adalah searah dengan arah y^
x  y
ϕ
perubahan positif dari masing-masing r, θ, dan ϕ. Vektor-vektor x^
y
 x
basis r̂, θ̂, ϕ̂ dapat diuraikan dalam arah vektor-vektor basis ko-
ordinat silinder sebagai berikut, Gambar 1.4: Koordinat bola.

r̂ = cos θ ẑ + sin θ ρ̂, (1.35)


θ̂ = − sin θz + cos θ ρ̂, (1.36)
ϕ̂ = ϕ̂. (1.37)

Selanjutnya, dengan memanfaatkan persamaan (1.7) dan (1.8), di-


peroleh uraian vektor-vektor basis koordinat bola dalam arah vektor-
vektor basis koordinat Kartesis sebagai berikut,

r̂ = sin θ cos ϕ x̂ + sin θ sin ϕŷ + cos θ ẑ, (1.38)


θ̂ = cos θ cos ϕ x̂ + cos θ sin ϕŷ + sin θ ẑ, (1.39)
ϕ̂ = − sin ϕ x̂ + cos ϕϕ̂. (1.40)

Kita sudah siap untuk menuliskan posisi, kecepatan, dan per-


cepatan benda dalam koordinat bola. Posisi:

⃗r = rr̂. (1.41)
6 14 pekan kuliah mekanika b

Kecepatan,

d⃗r dr dr̂
⃗v = = r̂ + r
dt dt dt 
dr̂ dθ dr̂ dϕ
= ṙr̂ + r +
dθ dt dϕ dt
= ṙr̂ + r θ̇ θ̂ + r ϕ̇ sin θ ϕ̂. (1.42)

Pada baris kedua dari persamaan di atas, aturan rantai diterapkan


dengan melibatkan variabel θ dan ϕ karena vektor basis r̂ adalah
fungsi dari kedua variabel tersebut. Selanjutnya, dengan menu-
runkan kecepatan terhadap waktu, akan diperoleh percepatan

⃗a = ar r̂ + aθ θ̂ + aϕ ϕ̂, (1.43)

dengan

ar = r̈ − r θ̇ 2 − r sin θ ϕ̇2 , (1.44)


2
aθ = r θ̈ + 2ṙ θ̇ − r ϕ̇ sin θ cos θ, (1.45)
aϕ = r ϕ̈ sin θ + 2ṙ ϕ̇ sin ϕ + 2r θ̇ ϕ̇ cos θ. (1.46)

Dapatkan persamaan (1.43) hingga (1.46) dengan menurunkan


persamaan (1.42) terhadap waktu.

Soal

1. Sebuah partikel P bergerak menyusuri sumbu x dengan posisi


tiap saat t diberikan oleh x = 6t2 − t3 + 1, dengan x diukur
dalam meter dan t dalam sekon. Tentukan kecepatan dan per-
cepatan dari P pada waktu t. Tentukan waktu saat P diam dan
tentukan posisinya pada saat tersebut.

2. Sebuah partikel P bergerak sepanjang sumbu x dengan perce-


patan a setiap saat t yang diberikan oleh

a = 6t − 4 m s−2 .

Pada awalnya, P berada pada x = 20 m dan bergerak dengan


kelajuan 15 m s −1 pada arah sumbu x negatif. Tentukan ke-
cepatan dan posisi dari P pada waktu t. Tentukan kapan P
berhenti dan perpindahannya pada saat tersebut.
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 7

3. Rumus percepatan konstan. Sebuah partikel P bergerak sepan-


jang sumbu x dengan percepatan konstan a pada arah x posi-
tif. Pada awalnya P di berada di pusat dan bergerak menyusuri
sumbu x positif dengan kecepatan u. Tunjukkan bahwa kece-
patan v dan perpindahan x dari P pada suatu saat tertentu t
diberikan oleh
1
v = u + at x = ut + at2 ,
2
dan simpulkan bahwa

v2 = u2 + 2ax.

4. Sebuah mobil balap, Fiasco I, dapat mencapai kelajuan 120


mil/jam dalam 30 detik. Perlambatan maksimum dari rem
mobil ini adalah 0.7 g. Berapakah waktu minimum yang di-
butuhkan untuk mencapai jarak 1/2 mil, jika mobil dimulai
dan diakhiri dalam keadaan diam? (Petunjuk: grafik kecepat-
an terhadap waktu dapat berguna)

5. Seorang pengendara motor mendekati lampu lalulintas hijau


dengan kelajuan v0 ketika lampu tersebut berubah menjadi ku-
ning.

(a) Jika waktu reaksinya adalah τ, pada saat dia memutuskan


untuk berhenti dan menginjak rem, dan jika perlambatan
maksimum remnya adalah a, berapakah jarak minimum smin
dari persimpangan ketika lampu lalulintas berubah menjadi
kuning yang ditempuh motor tersebut sampai berhenti?
(b) Jika lampu kuning tersebut bertahan untuk waktu t sampai
berubah menjadi merah, berapakah jarak maksimum smaks
dari persimpangan ketika lampu berubah menjadi kuning,
sehingga dia bisa melanjutkan perjalanan menuju persim-
pangan pada kelajuan v0 tanpa melalui lampu merah ?
(c) Tunjukkan bahwa jika kelajuan awal v0 lebih besar dari

v0maks = 2a(t − τ ), (1.47)

maka akan ada rentang jarak terentu dari persimpangan se-


hingga dia tidak bisa berhenti tepat waktu atau melanjutkan
perjalanan tanpa melewati lampu merah.
8 14 pekan kuliah mekanika b

(d) Buatlah sebuah estimasi logis untuk τ, t, dan a, serta hitu-


nglah v0maks dalam mil per jam. Jika v0 = 32 v0maks , hitunglah
smin dan smaks .

6. Ketika kita melemparkan benda ke atas, maka benda akan men-


capai ketinggian tertentu sebanyak dua kali, yaitu saat benda
naik dan saat turun. Misalkan selang waktu sejak benda mele-
wati titik A saat bergerak naik hingga melewati A sambil berge-
rak turun adalah TA . Kemudian, selang waktu benda melewati
titik B yang berjarak h di atas A, sebanyak dua kali adalah TB .
Dengan mengasumsikan bahwa percepatan gravitasi konstan,
buktikan bahwa besar percepatan gravitasi adalah

8h
g= .
TA2 − TB2

7. Sebuah partikel bergerak pada sebuah bidang dengan kecepat-


an radial konstan ṙ = 4 m/s. Kecepatan angular juga konstan
dengan besar θ̇ = 2 rad/s. Ketika partikel berada 3 m dari
pusat, tentukan besar (a) kecepatan dan (b) percepatan benda.

8. Laju perubahan dari percepatan biasanya disebut "jerk". Ten-


tukan arah dan besar dari jerk untuk partikel yang bergerak
melingkar dengan jari-jari lintasan R dan kecepatan angular ω.
Gambarkan diagram vektor yang menunjukkan posisi, kece-
patan, percepatan, dan jerk dari benda pada setiap saat.

9. Sebuah mobil balap bergerak mengitari lintasan berbentuk ling-


karan dengan jari-jari b. Mobil tersebut bergerak dari diam de-
ngan kelajuan yang meningkat secara konstan sebesar α. Ten-
tukan sudut yang dibentuk dari vektor kecepatan dan perce-
patan pada waktu t.

10. Sebuah ban menggelinding pada lintasan lurus tanpa slip. Pu-
satnya bergerak dengan kelajuan konstan V. Sebuah kerikil
yang berada pada ban tersebut menyentuh jalan pada t = 0.
Tentukan posisi, kecepatan, dan percepatan dari kerikil seba-
gai fungsi yang bergantung waktu.

11. Sebuah tong dengan jari-jari R menggelinding pada sebuah bi-


dang miring tanpa slip. Sumbu tong tersebut memiliki per-
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 9

cepatan a yang sejajar dengan kemiringan bidang. Berapakah


percepatan angular α dari tong tersebut?

12. Kecepatan relatif didefinisikan sebagai kecepatan terhadap su-


atu sistem koordinat tertentu. (Kecepatan sendiri, dimengerti
sebagai kecepatan relatif koordinat pengamat)

(a) Sebuah titik diamati memiliki kecepatan v A relatif sistem


koordinat A. Berapakah kecepatan relatifnya terhadap sis-
tem koordinat B, yang dipisahkan terhadap A sejauh R? (R
dapat bergantung waktu)
(b) Partikel a dan b bergerak pada arah berlawanan sepanjang
lingkaran dengan kelajuan angular ω, seperti gambar ??. Pa-
da t = 0 kedua partikel berada pada titik r = l ĵ, dengan l
adalah jari-jari lingkaran. Tentukan laju relatif a terhadap b.

13. Sebuah serangga terbang mengikuti lintasan spiral sedemikian


rupa sehingga lintasan tersebut pada setiap waktu t dinyatakan
dalam koordinat polar seperti berikut

r = beΩt θ = Ωt,

dengan b dan Ω adalah konstanta positif. Tentukan vektor ke-


cepatan dan percepatan dari serangga tersebut pada waktu t,
dan tunjukkan bahwa sudut yang dibentuk dari kedua vektor
ini selalu bernilai π/4.

14. Perubahan basis koordinat bola. Buktikan hubungan-hubungan


berikut:

dr̂ dr̂
= θ̂, = sin θ ϕ̂,
dθ dϕ
dθ̂ dθ̂
= −r̂, = cos θ ϕ̂, (1.48)
dθ dϕ
dϕ̂ dϕ̂ 
= 0, = − sin θ r̂ + cos θ θ̂ .
dθ dϕ

d⃗a
15. Tentukan komponen pada r dan θ dari dt pada koordinat bola,
dengan ⃗a adalah percepatan benda.
10 14 pekan kuliah mekanika b

16. Sebuah partikel dengan muatan Q dan massa m mula-mula


memiliki kecepatan ⃗v0 = v0y ŷ + v0z ẑ. Muatan kemudian ma-

suk ke daerah bermedan
 magnet B = Bŷ, sehingga mengalami
Q
percepatan ⃗a = ⃗v × ⃗B . Tentukan fungsi posisi partikel tiap
m
waktu, ⃗r (t).

17. Gerak sikloid terjadi pada partikel bermuatan Q yang bera-


da dalam pengaruh medan listrik ⃗E dan medan magnetik ⃗B
yang saling tegaklurus. Anggap kecepatan partikel setiap wak-
tu adalah
⃗v = vy ĵ + vz k̂
Partikel tersebut kemudian mengalami percepatan dengan m
massa partikel, ⃗E = Ek̂ dan ⃗B = Bî.

(a) Jika partikel mula-mula diam, tentukan fungsi kecepatan


partikel tiap waktu, ⃗v(t).
(b) Jika partikel mula-mula berada di titik asal koordinat, ten-
tukan fungsi posisi partikel tiap waktu, ⃗r (t).
(c) Tentukan persamaan lintasan partikel dalam bidang-yz, dan
sketsakan lintasannya
Dinamika 2
2-1 Hukum-hukum Newton
Pekan lalu kita telah membahas deskripsi gerak suatu parti- 2-2 Gaya bergantung waktu
kel dalam ruang, baik dalam satu, dua maupun tiga dimensi de- 2-3 Gaya bergantung
kecepatan
ngan cara menentukan posisi, kecepatan, dan percepatan parti- 2-4 Gaya bergantung posisi
kel. Pada pembahasan tersebut, kita tidak tahu-menahu tentang
penyebab dari geraka partikel tersebut. Pada bab ini, diperkenalk-
an gaya sebagai penyebab gerak lurus serta (sedikit tentang) tor-
si sebagai penyebab gerak melingkar partikel. Persamaan gerak
yang menghubungkan antara gaya dengan variabel-variabel kine-
matika (posisi, kecepatan, percepatan) akan berasal dari hukum-
hukum Newton tentang gerak. Sang penyebab gerak sendiri, se-
cara umum juga dapat merupakan fungsi dari variabel-variabel
kinematika tersebut. Pada bab ini, dibahas gerak akibat gaya yang
bergantung pada variabel kinematika tersebut.

2.1 Hukum-hukum Newton tentang gerak

Pada 1687 Newton mempublikasikan tiga hukumnya,

1. Hukum ke-1: Sebuah benda akan bergerak dengan kecepatan konstan


(yang bisa saja bernilai nol) kecuali jika dikenai gaya.

2. Hukum ke-2: Laju perubahan momentum sebuah benda akan sama


dengan gaya yang bekerja padanya.
Momentum suatu benda adalah ⃗p = m⃗v, sehingga

d⃗p ⃗
= F ⇒ ⃗F = m⃗a. (2.1)
dt
12 14 pekan kuliah mekanika b

3. Hukum ke-3: Untuk setiap gaya yang dikerjakan oleh suatu benda
ke benda lain, terdapat suatu gaya yang sama besar dan berlawanan
arah yang dikerjakan oleh benda kedua terhadap pertama.
Tinjau sistem dua benda yang saling berinteraksi dan terisola-
si dari dunia luar. Momentum total sistem ini adalah ⃗ptotal =
⃗p1 + ⃗p2 , sehingga menurut hukum kedua laju perubahan mo-
mentum total adalah
d⃗ptotal d⃗p d⃗p
= 1+ 2
dt dt dt
= ⃗F1 + ⃗F2 , (2.2)

dengan ⃗F1 dan ⃗F2 masing-masing adalah gaya yang bekerja pa-
da benda pertama dan kedua. Hukum ketiga mengharuskan
⃗F1 = −⃗F2 , sehingga persamaan di atas memberikan d⃗ptotal = 0,
dt
yang berarti bahwa momentum total sistem bernilai konstan.

Kita menyebut ketiga hukum Newton tersebut sebagai hukum-


hukum Newton tentang Gerak1 . Hukum tersebut menjadi jem- 1
selain hukum ini, New-
batan yang menghubungkan antara gaya sebagai penyebab gerak ton juga mengusulkan hu-
kum tengan gravitasi
dengan variabel kinematika. Deskripsi gerak suatu partikel secara
umum diperoleh dengan menyelesaikan hukum-hukum Newton
tersebut.

2.2 Teorema momentum

Hukum kedua Newton,


d⃗p ⃗
= F, (2.3)
dt
menunjukkan pada kita bahwa laju perubahan momentum benda
sama dengan gaya yang bekerja padanya. Ini adalah pernyataan
teorema momentum dalam bentuk diferensial. Persamaan di atas
juga menghasilkan hubungan
Z ⃗p2 Z t2
d⃗p = ⃗Fdt, (2.4)
⃗p1 t1

yang memberi kita perubahan momentum yang dialami oleh ben-


da jika dikenai gaya F pada selang waktu [t1 , t2 ]. Suku ruas kanan
pada persamaan di atas kita sebut sebagai impuls yang diberikan
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 13

oleh gaya F selama selang waktu tersebut. Besarnya impuls ter-


sebut hanya bisa dievaluasi jika gaya sebagai fungsi waktu F (t)
diketahui. Jika gaya F berupa fungsi posisi F ( x ) atau kecepatan
F (v), maka integral pada ruas kanan di atas hanya dapat die-
valuasi jika posisi x (t) atau kecepatan v(t) sebagai fungsi waktu
diketahui.
Lebih lanjut, pada kasus ⃗F = 0, yang berarti benda tidak dike-
nai gaya atau resultan gaya yang dikenakan padanya bernilai nol,
diperoleh Z
d⃗p = ∆⃗p = 0, (2.5)

yang berarti momentum benda tidak berubah. Dengan demikian


kita memperoleh pernyataan untuk hukum konservasi momentum
linear,
⃗F = 0 ⇒ ⃗p konstan. (2.6)
Pada kasus gerak melingkar, kita memiliki besaran momen ga-
ya atau torsi
⃗τ = ⃗r × ⃗F, (2.7)
yang berperan sebagai penyebab rotasi suatu benda. Hukum II
Newton untuk gerak rotasi dapat ditulis sebagai

⃗τ = I⃗α, (2.8)

dengan I adalah momen inersia benda dan ⃗α adalah percepatan


sudut benda. Momen inersia memiliki kedudukan yang setara
dengan massa m pada gerak linear, yakni menyatakan sifat iner-
sia/kelembaman benda terhadap gerakan. Pada gerak melingkar,
momentum sudut didefinisikan dengan cara

⃗L = I ω
⃗, (2.9)

dengan ω adalah kecepatan sudut. Mengingat ⃗α = ddtω ⃗ , maka

hukum Newton pada gerak rotasi dapat ditulis sebagai

d d⃗L
⃗τ = ⃗)=
(Iω . (2.10)
dt dt
Dengan demikian, dapat pula dituliskan hukum konservasi momen-
tum sudut,
∑ ⃗τ = 0 ⇒ ⃗L konstan. (2.11)
14 14 pekan kuliah mekanika b

Hukum Newton juga dapat membawa kita pada teorema ener-


gi. Jika persamaan hukum II Newton (2.1) dikalikan dengan ke-
cepatan, diperoleh
d⃗v ⃗
m⃗v · = F · ⃗v. (2.12)
dt
Dengan mendefinisikan energi kinetik sebagai

1 2 1
K= mv = m⃗v · ⃗v, (2.13)
2 2
persamaan di atas dapat ditulis ulang dalam bentuk

dK
= ⃗F · ⃗v. (2.14)
dt
Persamaan di atas menunjukkan laju perubahan energi kinetik,
dan dapat disebut sebagai teorema energi dalam bentuk diferensi-
al. Jika persamaan terakhir dikalikan dengan dt kemudian diinte-
gralkan, diperoleh
Z t2
K2 − K1 = ⃗F · ⃗vdt. (2.15)
t1

Mengingat, ⃗vdt = d⃗r persamaan terakhir dapat ditulis ulang da-


lam bentuk Z t2
K2 − K1 = ⃗F · ⃗vdt. (2.16)
t1

Ruas kanan persamaan di atas disebut sebagai kerja yang dilakuk-


an oleh gaya ⃗F dalam selang waktu tersebut. Mengingat ⃗vdt = d⃗r
persamaan terakhir dapat ditulis ulang menjadi
Z t2
K2 − K1 = ⃗F · d⃗r. (2.17)
t1

Kita akan mempelajari hubungan antara energi dan kerja di atas


pada pembahasan mengenai teorema kerja-energi pada Bab 4.

2.3 Gerak satu dimensi dalam pengaruh berbagai ben-


tuk gaya

Hukum II Newton dapat dipandang sebagai persamaan diferen-


sial orde 2 untuk variabel posisi. Jika kita mengetahui bentuk
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 15

eksplisit dari gaya ⃗F maka secara umum solusi untuk posisi ⃗r da-
pat dicari. Gaya ⃗F secara umum dapat merupakan fungsi da-
ri salah satu atau kombinasi dari variabel-variabel kinematika,
yakni waktu, posisi, dan kecepatan. Kemudian jika gaya meru-
pakan fungsi dari semua variabel tersebut, DAN bentuk eksplisit
masing-masing posisi dan kecepatan sebagai fungsi waktu diketa-
hui, maka kita dapat mengubah bentuk dari gaya menjadi sebuah
fungsi yang hanya merupakan fungsi dari waktu.
Untuk mempermudah pembahasan, pada bagian selanjugnya
kita akan meninjau gerak satu dimensi dan mengambil bentuk
gaya sebagai fungsi dari masing-masing variabel t, x, dan v.

Gaya bergantung waktu, F = F (t)

Jika kita mendapati sebuah benda yang dikenai gaya yang bergan-
tung waktu, maka kita dapat menggunakan hukum kedua New-
ton untuk memperoleh gambaran tentang perilaku (yaitu posisi
dan kecepatan) benda. Misal, pada sebuah benda berlaku gaya
F = F (t), maka hukum kedua Newton memberikan
Z v(t) Z t
dv
m = F (t) ⇒ mdv′ = F (t′ )dt′ , (2.18)
dt v0 t0

sehingga diperoleh kecepatan benda


Z t
v ( t ) = v ( t0 ) + F (t′ )dt′ . (2.19)
t0

Posisi benda dapat dipeoleh dari integrasi kecepatan terhadap


waktu,
Z x (t) Z t

dx = v(t′ )dt′ . (2.20)
x0 t0

▼ Contoh 2.3.1 — Efek gelombang radio pada elektron di iono-


sfer

Ionosfer, yang berada sekitar 200 km di atas permukaan bumi, se-


cara total bersifat netral dan tersusun atas ion-ionbermuatan posi-
tif dan elektron-elektron yang bermuatan negatif. Jika gelombang
radio melewati ionosfer, maka medan listriknya akan mempercepat
16 14 pekan kuliah mekanika b

partikel-partikel muatan pada ionosfer. Karena medan listrik bero-


silasi terhadap waktu, maka partikel beruatan akan bergerak bolak-
balik. Anggaplah medan listrik pada gelombang radio berbentuk
⃗E = ⃗E0 sin ωt, dengan ω adalah frekuensi osilasi dengan satuan
radian per detik. Diketahui bahwa gaya yang dialami oleh elektron
akibat medan listrik adalah

⃗F = −e⃗E, (2.21)

dengan e adalah muatan elektron. Tentukan posisi elektron sebagai


fungsi waktu.

Gaya bergantung kecepatan, F = F (v)

Contoh paling umum untuk gaya yang bergantung pada kecepat-


an adalah gaya gesek fluida, yang besarnya sebanding dengan vn
untuk n tertentu dan arahnya berlawanan dengan arah gerak ben-
da. Untuk benda yang bergerak dengan kecepatan rendah, nilai
gaya gesek tersebut akan kecil, namun akan cukup besar pada
benda-benda yang bergerak dengan kecepatan yang tinggi. Se-
bagai contoh, seseorang yang berjalan kaki mungkin tidak meng-
alami gaya gesek yang cukup besar, berbeda dengan ketika dia
mengendara sepeda motor, katakanlah dengan laju 60 km/jam.
Untuk banyak kasus di alam, gesekan fluida bernilai cukup be-
sar dan tidak dapat diabaikan. Misalnya gesekan yang dialami
oleh butir-butir air hujan. Sebutir air hujan yang turun dari awan
cumulonimbus dengan ketinggian 1 km2 di atas permukaan bu- 2
awan nimbus tergo-
long awan yang rendah
p
mi akan mencapai bumi dengan kecepatan 2gh ≈ 140 m/s jika
dan tingginya di bawah
tidak mengalami gesekan udara. 2000 meter. [sumber: ht-
Untuk menyelesaikan kasus dinamika dengan gaya bergantung tps://www.nationalgeographic.org/
encyclopedia/cloud/ ]
kecepatan, terlebih dahulu kita ubah penulisan hukum kedua New-
ton seperti berikut

dv′
Z v(t) Z t
dv
F (v) = m ⇒m = dt′ . (2.22)
dt v0 F (v′ ) t0

Integrasi di atas dapat diselesaikan untuk mendapatkan sebuah


persamaan, yang dengan aljabar secukupnya, dapat menghasilk-
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 17

an fungsi kecepatan terhadap waktu v(t). Selanjutnya, fungsi ke-


cepatan diintegralkan sekali lagi terhadap waktu untuk mengha-
silkan fungsi posisi terhadap waktu. Pada Contoh 2.3.2 berikut,
kita meninjau gaya gesek yang linear terhadap kecepatan.

▼ Contoh 2.3.2 — Gaya gesek pada perahu


Sebuah perahu mesin yang sedang bergerak dengan kecepatan v0
tiba-tiba dimatikan mesinnya saat t = t0 dan posisinya x0 . Jika ga-
ya gesek yang dialami perahu adalah bv dengan b suatu konstanta
positif, tentukan (a) kecepatan benda tiap waktu, (b) posisi benda
tiap waktu, (c) posisi akhir perahu untuk t → ∞.

Solusi. Gaya hambat air selalu berlawanan dengan arah gerak


benda, sehingga f = −bv. Selanjutnya hukum II Newton memberi
kita
dv b dv
F = ma ⇔ −bv = m ⇔ − dt = . (2.23)
dt m v
Selanjutnya, kita integralkan persamaan di atas dengan memper-
timbangkan syarat batas yang diberikan oleh soal yaitu v(t0 ) = v0 ,

Z t Z v  
b dv b v
− dt = ⇔− (t − t0 ) = ln . (2.24)
m t0 v0 v m v0

(a) Dari persamaaan terakhir diperoleh kecepatan perahu sebagai


fungsi waktu,
b
v ( t ) = v 0 e − m ( t − t0 ) . (2.25)

(b) Posisi benda tiap waktu diperoleh dengan mengintegralkan ke-


cepatan terhadap waktu,
Z t
mv0 h b
i
x ( t ) = x0 + v(t)dt = x0 + 1 − e − m ( t − t0 ) . (2.26)
t0 b

(c) Posisi akhir perahu untuk t → ∞.


mv0
lim x (t) = x0 + . (2.27)
t→∞ b
18 14 pekan kuliah mekanika b

Dengan demikian, kita peroleh perpindahan perahu sejak mesin ma-


ti hingga berhenti, sebesar ∆x = mvb 0 .

Pada contoh di atas, dengan terlebih dahulu menuliskan va-


riabel percepatan pada hukum II Newton sebagai dv dt , diperoleh
persaman yang jika diintegralkan terhadap waktu menghasilkan
fungsi-fungsi v(t) dan x (t). Kemudian jika tertarik untuk meli-
hat profil kecepatan benda untuk posisi tertentu, kita perlu un-
tuk mengkomposisikan kedua fungsi tersebut untuk mendapatk-
an fungsi v( x ). Terlebih dahulu kita cari t( x ) yang merupakan
balikan (invers) dari x (t) kemudian mensubsitusikannya ke fung-
si v(t). Cara ini tidaklah terlalu praktis, terlebih jika bentuk dari
fungsi x (t) sulit untuk dicari inversnya. Kita perlu manipulasi lain
yang memudahkan kita untuk mendapatkan fungsi kecepatan se-
bagai fungsi posisi, tanpa perlu menentukan v(t) dan x (t) secara
eksplisit. Untungnya hal ini bisa dilakukan dengan cara menu-
dv
liskan suku percepatan pada hukum Newton menjadi a = v dx ,
sehingga diperoleh

Z v( x ) ′
v dv′
Z x
dv
ma = mv = F (v) ⇒ m = dx ′ . (2.28)
dx v0 F (v′ ) x0

Pada contoh berikut, kita akan melakukan prosedur ini untuk


mendapatkan posisi akhir perahu profil kecepatan terhadap posisi
perahu seperti pada contoh sebelumnya tanpa perlu menentukan
fungsi v(t) dan x (t).

▼ Contoh 2.3.3 — Gaya gesek pada perahu (2)


Untuk cerita yang sama seperti pada Contoh 2.3.2, tentukan posisi
saat kapal berhenti tanpa terlebih dahulu menentukan fungsi posisi
terhadap waktu.

Solusi. Kita tuliskan hukum II Newton dalam bentuk


dv
−bv = mv . (2.29)
dx
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 19

Integralkan persamaan tersebut pada rentang kecepatan mulai v =


v0 hingga v = 0 (perahu berhenti),
Z x Z 0
m mv0
dx = − dv ⇔ x = x0 + . (2.30)
x0 b v0 b

Kita dapatkan hasil yang sama persis dengan sebelumnya.

Gaya bergantung posisi, F = F ( x )

Pada kasus ini, kita akan memanfaatkan aturan rantai,


dv dv dx dv
a= = =v . (2.31)
dt dx dt dx
Sehingga hukum kedua Newton dapat kita tuliskan menjadi
dv
ma = mv = F ( x ), (2.32)
dx
dan kita selesaikan
Z v(t) Z x
mv′ dv′ = F ( x ′ )dx ′ . (2.33)
v0 x0

Ruas kiri dari persamaan di atas menghasilkan suku yang meng-


andung v2 /2. Setelah diakarkan, diperoleh v( x ). Untuk menda-
patkan posisi benda, kita gunakan
dx ′
Z x Z t
dx
v= ⇒ = dt′ . (2.34)
dt x0 v( x′ ) t0

▼ Contoh 2.3.4 — Gaya gravitasi


Benda yang berada di atas bumi mengalami percepatan gravitasi
sebesar g = ( RGM
+ y )2
, dengan G konstanta gravitasi universal, M
massa bumi, R jari-jari bumi, dan y ketinggian benda dihitung dari
permukaan bumi. Untuk benda-benda di permukaan bumi, berlaku
g konstan sekitar g0 = 9, 8 m/s2 . Untuk y << R, kita dapat
melakukan pendekatan

g R2  y  −2 2y
= 2
= 1 + ≈ 1− . (2.35)
g0 ( R + y) R R
20 14 pekan kuliah mekanika b

Atau diperoleh
 
2y
g(y) ≈ 1− g0 . (2.36)
R

Dengan menggunakan fungsi g(y) di atas, tentukan kecepatan se-


bagai fungsi ketinggian dari sebuah benda yang jatuh dari keting-
gian awal h.

Solusi. Dari hukum II Newton, dengan terlebih dahulu meng-


ubah percepatan vertikal menjadi ay = dv dv
dt = v dy seperti pada
penjelasan di atas, dapat diperoleh hubungan

2y′
Z v Z y 
′ ′
v dv = − g0 1− dy′ . (2.37)
0 h R

Perhatikan bahwa batas bawah integral adalah kondisi awal benda


(v = 0 dan y = h) dan batas atasnya adalah situasi akhir (yaitu saat
benda mencapai ketinggian y tertentu). Dari persamaan tersebut,
diperoleh kecepatan sebagai fungsi dari ketinggian benda,
r
2g0
v(y) = ( h − y ) ( R − h − y ). (2.38)
R
Bagaimana jika benda dijatukan dari titik yang sangat dekat dengan
permukaan bumi? Pada kasus ini, h << R sehingga faktor dalam
kurung yang paling kanan akan menuju R, dan diperoleh v(y) =
p
2g0 (h − y).

Soal

1. Sebuah massa m semula diam pada pusat sistem koordinat.


Saat t = 0, sebuah gaya F = F0 1 − te−λt dikerjakan pada


partikel. Tentukan percepatan, kecepatan, dan posisi partikel


sebagai fungsi waktu.

2. Sebuah benda m dikenakan gaya dengan besar

F = F0 e−λt sin(ωt + ϕ).


PEKAN KE- 2. DINAMIKA 21

Tetukan bentuk persamaan dari v(t) dan x (t) serta hitung nlai
kecepatan terminalnya!

3. Sebuah balok massa m mula-mula diam di atas sebuah bidang


licin. Benda kemudian dikenakan gaya F = F0 te−λt . Hitung
nilai x (t) dan v(t) untuk t >> 0 dan t ≈ 0!

4. Sebuah mesin jet mampu memberikan gaya dorong maksimum


sebesar F0 pada pesawat yang bergerak melawan gaya gesek
udara yang besarnya sebanding dengan akar dari kecepatan-
nya. Jika t = 0 pesawat saat berada dalam keadaan diam dan
dipercepat dengan gaya dorong maksimum, tentukan kecepat-
an pesawat v(t).

5. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang garis lurus di-


pengaruhi oleh sebuah gaya retardasi(gaya yang selalu berarah
melawan arah gerak benda) F = be av , dengan b dan a meru-
pakan konstanta dan v adalah kecepatan. Saat t = 0 partikel
memiliki kecepatan sebesar v0 . Tentukan kecepatan sebagai
fungsi waktu!

6. Sebuah mobil diperlambat oleh sebuah gaya F (v). Pengurang-


an kelajuannya memenuhi persamaan v = k(t − ts )2 dengan k
dan ts masing-masing merupakan konstanta dan waktu yang
diperlukan oleh mobil untuk berhenti. Tentukan F (v)!

7. Sebuah bola m dilempar dengan kelajuan awal v0 pada sebuah


permukaan datar sehingga bola mengalami gaya hambat yang
1
besarnya sebanding dengan v 3 . Tentukan kecepatan dan posisi
benda sebagai fungsi waktu!

8. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2 dengan


a dan b adalah konstanta.

(a) tentukan energi potensial V ( x )


(b) gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu sis-
tem koodinat

9. Sebuah massa m berada pada suatu pengaruh gaya yang meng-


arah ke pusat koordinat dengan besar F = −k/r2 dengan k
22 14 pekan kuliah mekanika b

adalah suatu konstanta. Jika massa ini dilepas dari jarak L da-
ri pusat koordinat, tunjukkan bahwa waktu t yang diperlukan
massa untuk sampai di pusat koordinat adalah
1/2
mL3

t=π .
8k

10. Kecepatan dari sebuah partikel m yang dikenai suatu gaya me-
menuhi persamaan v = K/x n dengan K adalah suatu konstan-
ta. Anggap pada saat t = 0, x = x0 .

(a) tentukan F ( x )!
(b) tentukan F (t)!
(c) tentukan x (t)!
Osilasi 3
3-1 Persamaan diferensial
linear
3-2 Osilasi harmonik
3.1 Persamaan diferensial linear sederhana
3-3 Osilasi teredam
3-4 Osilasi paksa
Misal kita memiliki sebuah fungsi bergantung waktu x (t). Per-
samaan diferensial linear dalam x adalah persamaan yang meng-
andung variabel x dan turunannya terhadap waktu dalam ben-
tuk pangkat satu. Contohnya, ẍ + 2ẋ + 3x = 0. Jika ruas kanan
persamaan tersebut bernilai nol, maka persamaan itu kita sebut
sebagai persamaan diferensial homogen, jika sebaliknya kita sebut
persamaan diferensial takhomogen. Secara umum persamaan di-
ferensial dapat memiliki lebih dari satu solusi. Pada persamaan
diferensial linear, jumlah dari solusi-solusinya juga merupakan
solusi. Misalnya, jika x1 (t) dan x2 (t) masing-masing adalah solu-
si dari persamaan diferensial ẍ + 2ẋ + 3x = 0, maka x3 = x1 + x2
juga merupakan solusi. Sebagai bukti, kita substitusikan x3 ke
persamaan diferensial tersebut,

0 = ẍ3 + 2ẋ3 + 3x3 = ( x¨1 + ẍ2 ) + 2 ( ẋ1 + ẋ2 ) + 3 ( x1 + x2 )


= ( ẍ1 + 2ẋ1 + 3x1 ) + ( ẍ2 + 2ẋ2 + 3x2 ) (3.1)
| {z } | {z }
0 0

3.2 Osilasi harmonik sederhana

Tinjau sebuah benda yang terikat pada salah satu ujung pegas ho-
rizontal dan ujung lainnya menempel pada dinding. Posisi benda
24 14 pekan kuliah mekanika b

saat pegas dalam keadaan teregang maupun tertekan kita tandai


sebagai posisi setimbang dan x = 0. Jika kemudian benda disim-
pangkan sedikit sejauh x dari posisi setimbangnya, maka pegas
akan memberikan gaya tarik atau dorong F = −kx, dengan k
konstanta pegas. Menurut hukum kedua Newton,

F = ma ⇒ m ẍ + kx = 0. (3.2)

Baik fungsi sinus maupun cosinus memenuhi persamaan difern-


sial di atas. Sehingga solusi umumnya dapat berupa penjumlahan
dari kedua fungsi tersebut.

x (t) = A cos (ωt + ϕ) + B sin (ωt + ϕ) , (3.3)

dengan A dan B merupakanq konstanta yang berkaitan dengan


k
amplitudo osilasi, ω = m kita kenali sebagai frekuensi sudut, dan
konstanta ϕ adalah sudut fasa yang bergantung pada posisi awal
benda. Lebih lanjut, jumlahan fungsi sinus dan cosinus dapat
kita nyatakan dalam bentuk fungsi sinus saja atau cosinus saja.
Misalnya, jika kita ingin mengubah solusi di atas menjadi bentuk
cosinus, kita nyatakan A dan B sebagai

A = C cos β dan B = C sin β, (3.4)

sehingga solusi di atas berubah menjadi

x (t) = C cos β cos (ωt + ϕ) + C sin β sin (ωt + ϕ)


= C cos (ωt + ϕ − β) . (3.5)

3.3 Osilasi teredam

Sekarang, mari kita tinjau pegas yang berosilasi di atas permu-


kaan lantai yang datar dan kasar. Anggaplah besar gaya gesek
antara benda dengan lantai sebanding dengan kecepatan benda,

Fgesek = −bv = −b ẋ, (3.6)

dengan b suatu konstanta. Persamaan gerak benda menjadi

ΣF = −kx − bv = ma ⇒ m ẍ + b ẋ + kx = 0, (3.7)
PEKAN KE- 3. OSILASI 25

atau dapat dibuat lebih ringkas sebagai


ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = 0, (3.8)
dengan γ = b/2m. Terlihat bahwa persamaan gerak benda ma-
sih berupa persamaan diferensial linear. Faktor redaman diwakili
oleh konstanta γ, dengan semakin besar nilai γ berarti semakin
besar gesekan yang dialami benda. Sementara itu, cepat lambat-
nya gerakan osilasi benda ditentukan oleh seberapa besar nilai ω,
semakin besar ω berarti semakin cepat gerakan osilasi benda.
Melihat bentuk persamaan (3.8), solusi yang paling mudah ada-
lah jika x, ẋ dan ẍ berupa fungsi yang sama bentuknya. Satu-
satunya fungsi yang berbentuk sama dengan turunan-turunannya
adalah fungsi eksponensial. Jadi sebagai tebakan awal, kita ambil
solusi berbentuk x (t) = Aeαt , dengan A dan α adalah konstanta.
Substitusikan fungsi tersebut ke persamaan diferensial di atas,
α2 Aeαt + 2γαAeαt + ω 2 Aeαt = 0
⇔ α2 + 2γα + ω 2 = 0. (3.9)
Persamaan di atas memberi kita nilai konstanta α,
q
α1,2 = −γ ± γ2 − ω 2 . (3.10)
Jadi, baik Aeα1 t maupun Beα2 t , dengan B konstanta yang dapat
berbeda dengan A, merupakan solusi. Karena persamaan dife-
rensial kita linear, maka kedua solusi dapat dijumlahkan untuk
membentuk solusi umum
 
x (t) = e−γt AeΩt + Be−Ωt , (3.11)

dengan Ω ≡ γ2 − ω 2 .
p

Terdapat tiga kasus yang berkaitan dengan nilai γ dan ω, yaitu


kasus dengan γω (yang berarti redaman mendominasi osilasi),
γ < ω (osilasi mendominasi redaman), dan γ = ω. Mari kita
tinjau satu per satu.
Kasus 1: γ < ω (underdamping). Pada kasus ini, faktor redaman
lebih kecil dibanding frekuensi osilasi. Secara matematis, ni-
lai Ω menjadi imajiner sehingga fungsi x (t) menjadi berbentuk
 
x (t) = e−γt Aeiψt + Be−iψt

= e−γt C cos (ψt + ϕ) , (3.12)


26 14 pekan kuliah mekanika b

p
dengan ψ = ω 2 − γ2 . Baris terakhir diperoleh dengan meng-
ambil A = Ceϕ /2 dan B = Ce−ϕ /2 dan mengingat bahwa x
e-γt cos(ψt)
2 cos θ = eiθ + e−iθ . Terlihat dari persamaan di atas bahwa x (t) e-γt
berupa fungsi osilasi dengan frekuensi sudut ψ dan amplitudo
yang meluruh terhadap t. Grafik posisi benda terhadap waktu
diberikan pada Gambar 3.1. t

Semakin besar nilai faktor redaman γ, maka frekuensi osila-


Gambar 3.1: Grafik posisi
si semakin kecil dan amplitudo getaran meluruh lebih cepat,
benda terhadap waktu pa-
seperti terlihat pada Gambar 3.2. da kasus underdamping (γ <
ω). Garis biru adalah posisi
Kasus 2: γ = ω. Pada kasus ini, konstanta α, γ dan ω sama besar, benda, sedangkan garis me-
rah adalah amplitudo osila-
si yang selalu meluruh terha-
α = −γ = −ω, (3.13) dap waktu.
sehingga solusi untuk x tereduksi menjadi x γ = 0,5
γ = 1,0
x (t) = Ae−γt . (3.14) γ = 1,2

Namun marilah kita periksa apakah itu merupakan satu-satunya


t
solusi. Untuk keperluan ini, kita perumum solusi tebakan kita
Aeαt dengan mengambil A sebagai fungsi waktu A(t), sehing-
Gambar 3.2: Pengaruh fak-
ga tor redaman γ terhadap sim-
x (t) = A(t)e−αt . (3.15) pangan. Terlihat bahwa ji-
ka γ semakin besar, frekuensi
Substitusikan persamaan ini ke persamaan (3.8), diperoleh osilasi (ψ) semakin kecil dan
  amplitudo osilasi meluruh le-
Ä + 2 (γ + α) Ȧ + ω 2 + 2γα + α2 A = 0. (3.16) bih cepat.

Karena α = −γ = −ω, maka persaman tersebut tereduksi


menjadi
Ä = 0. (3.17)
Dengan demikian, A haruslah berbentuk fungsi linear terha-
dap waktu A = Bt atau konstan. Jadi, selain persamaan (3.14),
fungsi x (t) = Bte−γt juga merupakan solusi. Dengan demiki-
an, kita peroleh solusi umum untuk kasus ini yang merupakan
jumlah dari kedua solusi,

x (t) = e−γt ( A + Bt) . (3.18)

Kasus 3: γ > ω (overdamping). Pada kasus ini, faktor redaman men-


dominasi osilasi. Solusi x (t) menjadi berbentuk

x (t) = Ae−(γ−Ω)t + Be−(γ+Ω)t . (3.19)


PEKAN KE- 3. OSILASI 27

Dengan demikian, simpangan benda meluruh tanpa mengala-


mi osilasi.
Jika diperhatikan, baik pada kasus critical damping maupun ove-
rdamping simpangan benda sama-sama mengalami peluruhan x
tanpa mengalami osilasi, dan akan mencapai titik setimbang
pada t → ∞. Namun, waktu yang diperlukan benda untuk
mencapai titik setimbang pada kasus overdamping lebih lama
dibanding pada kasus critical damping. Hal ini terjadi karena
gaya pemulih (yang berupa gaya pegas F = −kx) pada ka-
sus overdamping harus melawan gaya redaman yang lebih be- t
Gambar 3.3: Grafik posisi
sar dibanding pada critical damping. Gambar 3.3 memberikan benda pada kasus overdam-
gambaran bagaimana simpangan benda meluruh seiring waktu ping (merah) dan critical dam-
pada dua kasus tersebut. ping (biru). Pada kasus cri-
tical damping, benda sempat
bergerak ke satu sisi, kemu-
dian berbalik arah dan akhir-
⋆ Tugas 3.3.1 — Diagram fasa nya simpangannya meluruh
seiring waktu menuju titik
Buatlah diagram fasa, yaitu grafik kecepatan benda terhadap po- setimbang. Semetara pada
sisi untuk kasus critical damping dan overdamping. Buat juga kasus overdamping, simpang-
an benda langsung meluruh
grafik perbandingan antara kecepatan dengan posisi ( vx ) terhadap
menuju titik setimbang, na-
waktu untuk kedua kasus tersebut. Buatlah analisis yang men- mun benda mencapai titik se-
jelaskan perbedaan kedua kasus tersebut berdasarkan dua jenis timbang dalam waktu yang
lebih lama dibanding pada
grafik yang telah dibuat. kasus critical damping.

3.4 Osilasi paksa

Tinjau sebuah benda yang dipaksa mengalami berosilasi oleh ga-


ya berbentuk C0 = C0 eiω0 t . Jika benda juga mengalami gesekan
(redaman) yang sebanding dengan kecepatan, persamaan gerak
untuk benda ini akan berbentuk

ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = C0 eiω0 t . (3.20)

Ketika C0 = 0, yang berarti gaya bernilai nol, persamaan di atas


akan menjadi persamaan homogen yang menggambarkan kasus
osilasi teredam yang telah dibahas di bagian sebelumnya. Karena
osilasi dipaksa oleh gaya C0 dengan dengan frekuensi osilasi ω0 ,
28 14 pekan kuliah mekanika b

maka kita dapat berharap benda akan berosilasi dengan frekuensi


yang sama dengan gaya yang memaksanya. Sehingga kita dapat
berharap solusi kita akan berbentuk x (t) = Aeiω0 t . Substitusikan
fungsi ini ke persamaan gerak, menghasilkan
 
−ω02 A + 2γ (iω0 ) A + ω 2 A = C0 , (3.21)

yang menghasilkan
C0
A= . (3.22)
ω 2 − ω02 + 2iγω0
Sehingga solusi kita menjadi
!
C0
x (t) = eiω0 t (3.23)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Solusi umum diperoleh dari solusi di atas ditambah dengan solusi


homogen pada persamaan (3.12),
!
−γt

iψt −iψt
 C0
x (t) = e Ae + Be + eiω0 t . (3.24)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Karena posisi adalah besaran riil, maka kita memilih bagian riil
dari solusi di atas. Mula-mula kita uraikan persamaan di atas
menjadi

x (t) = e−γt [( A + B) cos ψt + i ( A − B) sin ψt]


" #
C0 ω 2 − ω02 − 2iγω0
+ 2 (cos ω0 t + i sin ω0 t) . (3.25)
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02
Kemudian ambil bagian riilnya,

ω 2 − ω02 cos ω0 t + 2γω0 sin ω0 t



−γt
Re( x ) = e ( A + B) cos ψt + C0 2 .
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02
(3.26)
Untuk menyederhanakan, kita definisikan A + B ≡ C, ω 2 − ω02 ≡
R cos ϕ, dan 2γω0 ≡ R sin ϕ, sehingga persamaan di atas tereduksi
menjadi
C0
Re( x ) = Ce−γt cos ψt + (cos ω0 t cos ϕ + sin ω0 t sin ϕ)
R
C
= Ce−γt cos ψt + 0 cos (ω0 t − ϕ) . (3.27)
R
PEKAN KE- 3. OSILASI 29

Suku pertama berupa fungsi osilasi dengan amplitudo meluruh


p
seiring waktu, dan frekuensi osilasi ψ = ω 2 − γ2 yang nilainya
bergantung pada konstanta pegas, massa benda, dan faktor re-
daman. Sementara itu, suku kedua adalah fungsi osilasi dengan
frekuensi sama dengan frekuensi gaya pemaksa ω0 . Terlihat bah-
wa pada waktu yang cukup lama, t → ∞, suku pertama akan
menuju nol dan suku kedua akan menjamin benda benda berosi-
lasi murni,
C0
lim Re( x ) = cos (ω0 t − ϕ) . (3.28)
t→∞ R
Amplitudo osilasi ini akan maksimum jika nilai besaran
q
2
R= ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02 (3.29)

bernilai minimum. Kondisi ini disebut resonansi dan terjadi jika


r
k
ω0 = ω = . (3.30)
m
Dengan kata lain, jika gaya pemaksa memiliki frekuensi yang sa-

ma dengan frekuensi alamiah sistem (yaitu k/m), maka amplitudo
osilasi akan maksimum. Gambar 3.4 menggambarkan pengaruh
frekuensi alamiah ω dan faktor redaman γ terhadap frekuensi re-
sonansi dan amplitudo osilasi 1/R.
30 14 pekan kuliah mekanika b

Gambar 3.4: Pengaruh fre-


0 2 4 6 8 10 kuensi alamiah ω dan dan
faktor redaman γ terhadap
frekuensi resonansi dan am-
plitudo osilasi 1/R. Terli-
ω = 3, γ = 0,1 hat bahwa nila γ yang be-
1.5 ω = 3, γ = 0,5 1.5 sar membuat amplitudo osi-
lasi berkurang dan frekuen-
ω = 7, γ = 0,1
si resonansi sama dengan fre-
kuensi ω0 alamiah ω.

1 1
1/R

0.5 0.5

0 0
0 2 4 6 8 10
ω0

3.5 Soal

1. Sebuah osilator memenuhi persamaan

ẍ + 4x = 0.

Awalnya partikel berada pada titik x = 3 ketika begerak me-
nuju titik pusat dengan kelajuan 2. Tunjukkan bahwa geraknya
memenuhi √
x = 3 cos 2t − sin 2t.
Tentukan amplitudo osilasinya. Berapa lama waktu yang dibu-
tuhkan partikel untuk pertama kali sampai ke titik pusat.

2. Ketika sebuah benda digantung di sebuah titik dengan sebu-


ah pegas linier, frekuensi sudut dari osilasi vertikalnya adalah
Ω1 . Ketika pegas linier yang berbeda digunakan, frekuensi su-
dut osilasinya adalah Ω2 . Tentukan frekuensi sudut dari osila-
PEKAN KE- 3. OSILASI 31

si vertikal ketika kedua pegas digunakan bersamaan secara (i)


paralel dan (ii) seri. Tunjukkan bahwa frekuensi dari susunan
pertama paling tidak dua kali dari susunan kedua.

3. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang sumbu x dan


dikenai gaya pemulih −m(n2 + k2 ) x dan gaya gesek −2mk ẋ,
dengan n, k adalah konstanta positif. Jika partikel dilepaskan
dari keadaan diam di x = a, tunjukkan bahwa geraknya me-
menuhi
a
x = e−kt (n cos nt + k sin nt).
n
Cari berapa jauh partikel bergerak sebelum kembali ke keadaan
diam selanjutnya.

4. Sebuah osilator harmonik yang redamannya bersifat overdam-


ped memenuhi persamaan

ẍ + 10ẋ + 16x = 0.

Pada waktu t = 0 partikel tersebut bergerak dari titik x = 1


menuju titik pusat dengan kelajuan u. Tentukan x dari gerak-
nya.
Buktikan bahwa partikel akan sampai ke titik pusat pada suatu
waktu t nanti jika
u−2
= e6t .
u−8
Berapa besarkah u agar partikel tersebut dapat melewati titik
pusat?

5. Sebuah osilator teredam memenuhi persamaan

ẍ + 2K ẋ + Ω2 x = 0

dengan K dan Ω adalah konstanta positif dengan K < Ω (under-


damping). Pada saat t = 0, sebuah partikel dilepaskan dari da-
lam keadaan diam dari titik x = a. Tunjukkan bahwa geraknya
memenuhi
 
−Kt K
x = ae cos Ω D t + sin Ω D t ,
ΩD

dengan Ω D = (Ω2 − K2 )1/2 .


Tentukan seluruh titik balik dari fungsi x (t) dan tunjukkan
32 14 pekan kuliah mekanika b

bahwa rasio dari maksimum berturutan dari nilai x adalah


e−2πK/ΩD .
Sebuah osilator teredam dengan massa 10 kg, periode 5 s, dan
nilai maksimum berturutan dari perpindahannya memiliki ra-
sio 3 : 1. Tentukan nilai konstanta pegas dan konstanta redam
α dan β dengan
α ≡ mΩ, β ≡ 2mK.

6. Tentukan solusi umum dari persamaan osilator hamonik seder-


hana teredam
d2 x dx
2
+ 2K + Ω2 x = 0,
dt dt
untuk kasus khusus redaman kritis, yaitu saat K = Ω. Tunjukk-
an bahwa, jika pada awalnya partikel dilepaskan dari keadaan
diam di x = a, buktikan bahwa geraknya memenuhi

x = ae−Ωt (1 + Ωt). (3.31)

Gambarkan grafik x terhadap t.

7. Osilasi dari sebuah galvanometer memenuhi

ẍ + 2K ẋ + Ω2 x = 0. (3.32)

Galvanometer dilepaskan dari keadaan diam di x = a dan kita


meminginkan agar jarum pembacanya berada secara perma-
nen diantar −ϵa ≤ x ≤ ϵa secepat mungkin, dengan ϵ adalah
sebuah konstanta positif kecil. Berapakah nilai K yang harus
dipilih? Salah satu kemungkinan adalah memilih sebuah nilai
subkritis K sehingga nilai minimum pertama dari x (t) terjadi
pada x = −ϵa [Gambarkan grafik x (t) untuk kasus ini.] Tun-
jukkan bahwa hal ini dapat dicapai dengan mengambil nilai K
seperti berikut
"  2 #−1/2
π
K = Ω 1+ .
ln(1/ϵ)

Jika K memiliki nilai tersebut, tunjukkan bahwa waktu yang


dibutuhkan agar x mencapai minimum pertamanya dapat di-
hampiri dengan Ω−1 ln(1/ϵ) ketika ϵ kecil.
PEKAN KE- 3. OSILASI 33

8. Sebuah balok bermassa M terhubung dengan balok kedua ber-


massa m dengan sebuah pegas linier dengan panjang awal 8a.
Ketika sistem berada dalam kesetimbangan dengan balok per-
tama berada di lantai, dan pegas serta balok kedua berada se-
cara vertikal diatasnya, panjang pegasnya menjadi 7a. Blok
yang di atas kemudian ditekan ke bawah sampai panjang pe-
gasnya menjadi setengah dari panjang awalnya dan kemudian
dilepaskan dari keadaan diam. Tunjukkan bahwa balok yang
di bawah akan meninggalkan lantai jika M < 2m. Untuk ka-
sus dengan M = 3m/2, tentukan kapan balok yang di bawah
meninggalkan lantai.

9. Sebuah blok dengan massa 2 kg ditahan sebuah pegas dengan


k = 2000 N m −1 . Blok tersebut dikenai gaya vertikal 36 cos pt
N. Apabila pegas rusak jika regangannya lebih dari 4 cm, ten-
tukan rentang frekuensi yang dapat diberikan secara aman.

10. Sebuah osilator memenuhi

ẍ + Ω2 x = F0 cos [Ω(1 + ϵ)t] , (3.33)

dengan ϵ adalah konstanta positif. Tunjukkan bahwa solusi


yang memenuhi kondisi awal x = 0 dan ẋ = 0 ketika t = 0
adalah
 
F0 1 1
x=   sin ϵΩt sin Ω 1 + ϵ t.
ϵ 1 + 1 ϵ Ω2 2 2
2

Berikan sketsa dari grafik solusi untuk ϵ yang kecil.


Kerja dan Energi 4
4-1 Hukum-hukum Newton
4-2 Teorema kerja-energi
kinetik
4.1 Teorema kerja-energi kinetik 4-3 Gaya konservatif
4-4 Fungsi energi potensial
Pada pembahasan tentang hukum-hukum Newton, kita telah me-
ninjau gaya yang bergantung posisi, F ( x ). Hukum kedua Newton
diselesaikan dengan cara

dv dv dx dv
F = ma ⇒ F ( x ) = m =m = mv ,
dt dx dt dx
yang memberi kita
F ( x )dx = mvdv. (4.1)
Integral dari persamaan terakhir untuk kondisi awal (initial, i) dan
akhir (final, f ) tertentu menghasilkan
Z x Z v
f f 1 1
F ( x )dx = mvdv = mv f 2 − mvi 2 . (4.2)
xi vi 2 2

Selanjutnya dengan mendefinisikan energi kinetik

1 2
K= mv (4.3)
2
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai
Z x
f
F ( x )dx = K f − Ki = ∆K (4.4)
xi

Ruas kiri persamaan terakhir kita sebut sebagai kerja atau usaha
yang dilakukan oleh gaya F kepada benda, saat benda bergerak
36 14 pekan kuliah mekanika b

dari posisi awal xi ke posisi akhir x f .


Z x
f
W= F ( x )dx (4.5)
xi

Sehingga sekarang kita memiliki hubungan

Wi→ f = K f − Ki (4.6)

yang disebut sebagai teorema kerja-energi kinetik, dalam satu ◀ teorema kerja-energi ki-
dimensi. netik

Kita dapat memperluas hubungan diatas untuk tiga dimensi,


dengan cara yang serupa seperti sebelumnya. Dari hukum New-
ton untuk tiga dimensi

⃗F = m⃗a = m d⃗v . (4.7)


dt
Jika perpindahan benda adalah ∆⃗r, maka hasil perkalian titik (dot
product) antara gaya dan perpindahan adalah

⃗F · ∆⃗r = m d⃗v · ∆⃗r. (4.8)


dt
∆⃗r
mengingat ⃗v = dt ⇒ ∆⃗r = ⃗v∆t, dapat dituliskan

⃗F · ∆⃗r = m d⃗v · ⃗v∆t (4.9)


dt

Gaya ⃗F bekerja terhadap benda pada suatu lintasan tertentu, se-


hingga kerja ⃗F · ∆⃗r dihitung sepanjang lintasan yang dilalui benda.
Dengan demikian kerja total oleh gaya ⃗F adalah

N
W= ∑ ⃗F · ∆⃗ri . (4.10)
i =1

Untuk ∆⃗r yang sangat kecil, jumlahan pada ruas kanan dapat di-
tulis dalam bentuk integral, sehingga
Z f Z f Z f
⃗F · d⃗r = d⃗v m
W= m · ⃗vdt = d (⃗v · ⃗v)
i i dt i 2
1 1
= mv f 2 − mvi 2
2 2
= ∆K. (4.11)
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 37

Persamaan terakhir adalah ungkapan untuk teorema kerja-energi


kinetik dalam tiga dimensi.
Hal penting yang tetap harus diingat dari besaran kerja adalah
bahwa kerja yang dilakukan oleh suatu benda dihitung dengan
mengevaluasi integral di ats sepanjang garis lintasan yang dilalui
oleh benda yang dikenai kerja.
Untuk meyakinkan kita bahwa teorema kerja-energi juga berse-
suaian dengan konsep kinematika dan dinamika yang telah kita
bahas sebelumnya, pada Contoh 4.1.1 berikut ini akan disajikan
contoh sederhana berupa kerja yang dilakukan oleh suatu gaya
konstan pada satu dimensi.

▼ Contoh 4.1.1 — Kerja oleh gaya konstan


Tinjau suatu benda bermassa M yang dikenai gaya konstan F. Me-
F
nurut hukum Newton, percepatan benda adalah a = m . Kemudian
pada kinematika, kita memiliki hubungan antara kecepatan, perce-
patan, dengan posisi berupa

v f 2 = vi 2 + 2ax. (4.12)

F
Substitusi a = m pada hubungan tersebut memberi kita

F 1 1
v f 2 = vi 2 + 2 x ⇔ mv f 2 − mvi 2 = Fx
m 2 2
⇔ ∆K = W, (4.13)

yang tidak lain merupakan ungkapan untuk teorema kerja-energi


kinetik. Dengan demikian, bahwa teorema kerja-energi kinetik ber-
sesuaian dengan konsep kinematika dan dinamika yang telah kita
pelajari sebelumnya.

⋆ Tugas 4.1.1 — Kerja oleh berat


Sebuah benda dipindahkan dari titik A yang terletak di permuka-
an lantai ke titik B yang terletak di ketinggian h. Titik B berada
38 14 pekan kuliah mekanika b

pada jarak horizontal x dari buku. Tentukan kerja yang dilakukan


oleh gaya berat untuk memindahkan benda dari posisi A ke B me-
lalui lintasan (a) dari A langsung lurus ke B, (b) dari A ke C yang
terletak di permukaan lantai dan tepat di bawah titik B, kemudian
menuju B.

4.2 Potensial

Secara umum, kerja yang dilakukan oleh gaya ⃗F selama memin-


dahkan benda adalah W = ⃗F.dr, ⃗ dengan integral pada ruas kan-
R

an dihitung sepanjang lintasan benda. Namun ada suatu kondisi


khusus dimana usaha tersebut tidak perlu dihitung sepanjang lin-
tasan, namun hanya perlu memperhatikan titik akhir dan awal,
Z f Z f  
W= ⃗F.d⃗r = − dV = − Vf − Vi = −∆V. (4.14)
i i

Pada kondisi diatas, kita memiliki fungsi energi potensial V ◀ energi potensial
(yang berupa skalar), yang terhubung dengan gaya ⃗F melalui

Z ⃗r
− ⃗F.d⃗r ′ = V (⃗r ) ⇔ ⃗F = −∇
⃗V (4.15)
acuan

Tanda negatif didepan definisi diatas akan dijelaskan kemudian.


Gaya yang memenuhi kondisi khusus diatas kita sebut sebagai
gaya konservatif. Jadi gaya konservatif adalah gaya yang usahanya
tidak bergantung lintasan, atau gaya yang memiliki fungsi poten-
sial sehingga gaya tersebut dapat dinyatakan sebagai turunan dari
potensial.
Pada bagian sebelumnya, telah kita dapatkan bahwa
Z f
W= ⃗ = ∆K
⃗F.dr (4.16)
i

Untuk sistem konservatif, W = −∆U, sehingga dapat dituliskan

−∆U = ∆K ⇒ ∆K + ∆U = 0, (4.17)

atau
∆E = 0. (4.18)
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 39

Ungkapan terakhir adalah hukum konservasi energi, dengan ◀ hukum konservasi energi
energi E adalah jumlahan dari energi kinetik K dan energi poten-
sial V,
E = K + V = konstan (4.19)

⋆ Tugas 4.2.1 — Kerja oleh gaya pegas


Tentukan kerja yang dilakukan oleh gaya pegas, ketika menarik ben-
da bermassa m sehingga pegas berubah panjang dari x1 menjadi x2 .

4.3 Persamaan Bernoulli

Sejauh ini, objek yang kita tinjau hanyalah berupa partikel titik
berjumlah tunggal. Untuk bagian ini, marilah kita sedikit melang-
kah lebih jauh dengan meninjau sistem fluida ideal tak termam-
patkan. Kita dapat memandang fluida tersebut sebagai kumpulan
dari banyak partikel titik dengan massa dan volume total tertentu.
Sifat tak termampatkan mengharuskan massa jenis fluida bernilai
konstan. Kemudian ketika fluida mengalir pada sebuah pipa, si-
fat tak termampatkan juga menjamin berlakunya kontinuitas flu-
ida yang mengalir di sepanjang pipa. Andaikan pipa memiliki
dua ujung terbuka, maka setiap saat massa atau volume fluida
yang masuk dari satu ujung pipa akan sama dengan massa atau
volume fluida yang keluar dari pipa lainnya. Seringkali kita me-
nuliskan hukum kontinuitas tersebut dalam variabel debit (yaitu
volume per satuan waktu),

Q1 = Q2 , (4.20)

dengan Q1 dan Q2 masing-masing adalah debit fluida di ujung


pertama dan kedua. Dengan menuliskan volume infinitesimal
fluida sebagai perkalian antara luas penampang pipa (A) dengan
panjang potongan pipa (dl), besaran debit dapat dituliskan seba-
gai
Adl
Q= = Av. (4.21)
dt
40 14 pekan kuliah mekanika b

Sehingga persamaan kontinuitas dapat ditulis dalam bentuk

A1 v1 = A2 v2 , (4.22)

dengan v1 dan v2 menyatakan kecepatan fluida di masing-masing


ujung pipa.
Pada pembahasan mengenai dinamika fluida, besaran yang me-
nyebabkan gerakan fluida seringkali dinyatakan sebagai tekanan,
yang didefinisikan sebagai gaya per satuan luas,

F
P≡ . (4.23)
A
Tekanan adalah besaran skalar, sedangkan gaya dan luas penam-
pang merupakan vektor. Dalam bentuk vektor, ketiga besaran ini
dihubungkan oleh ⃗F = P A.⃗
Sekarang, mari kita tinjau sebuah pipa dengan dua ujung yang
berbeda ketinggiannya. Ketinggian masing-masing ujung pipa ki-
ta beri nama h1 dan h2 , serta anggaplah h1 < h2 . Ketika ujung
perama pipa dikenai tekanan sebesar P1 dan ujung kedua diberi
tekanan sebesar P2 , maka pada fluida bekerja gaya netto sebesar

F = P1 A1 − P2 A2 . (4.24)

Gaya ini membuat setiap bagian kecil fluida dengan volume dV


bergeser sejauh dl di sepanjang pipa. Dengan demikian, kita da-
pat menghitung kerja yang dilakukan oleh gaya F sebesar

W = Fdl = P1 A1 dl − P2 A2 dl = ( P1 − P2 ) dV. (4.25)

Fluida merupakan kumpulan dari banyak partikel titik, yang


pada masing-masingnya juga berlaku teorema kerja-energi. Se-
hingga, teorema kerja-energi juga berlaku pada fluida. Dengan
demikian, dapat kita tuliskan

W = ∆K + ∆V. (4.26)

Ketika membahas partikel tunggal, notasi ∆ pada persamaan kerja-


energi menyatakan perubahan energi partikel tersebut.
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 41

Soal

1. (Symon, ch.3 no.40) Tentukan komponen gaya untuk fungsi po-


tensial berikut

(a) V = axy2 z3 .
(b) V = 21 kr2 .
(c) V = 12 k x x2 + 12 k y y2 + 12 k z z2 .

2. (Gregory, 6.8) Partikel m bergerak sepanjang sumbu-x dalam


pengaruh dua benda M yang terletak pada titik ( x, y, z) =
(0, ± a, 0). Gaya yang dialami oleh m saat berada pada titik
x tertentu adalah
2GMm x
F(x) = − 3/2
( x 2 + a2 ) .

Jika mula-mula benda dilepaskan dari titik ( x0 , y0 , z0 ) = ( 34 a, 0, 0),


tentukan:

(a) fungsi potensial V ( x ),


(b) kecepatan maksimum yang dicapai m.
Gaya Sentral (1) 5
5-1 Definisi gaya sentral
Pada bab Dinamika, telah dibahas berbagai jenis gaya berda- 5-2 Persamaan gerak
sarkan ketergantungannya terhadap variabel kinematika waktu, 5-3 Konservasi momentum
sudut
posisi, maupun kecepatan. Pada bab ini, akan dipelajari jenis khu- 5-4 Konservasi energi
sus dari gaya bergantung posisi, yaitu gaya antara dua benda yang 5-5 Persamaan gerak radial
5-6 Solusi persamaan gerak
besarnya bergantung bergantung jarak pisah keduanya dan arah-
5-7 Solusi osilasi di sekitar
nya sejajar dengan posisi relatif satu benda terhadap yang lain. titik potensial minimum
Gaya tersebut dinamakan gaya sentral. efektif
5-8 Osilasi di sekitar titik
Pembahasan dimulai dengan definisi gaya sentral, kemudian minimum fungsi energi
dilanjutkan dengan meninjau gerak benda dalam pengaruh gaya potensial efektif

sentral dengan memanfaatkan hukum-hukum Newton dan hukum-


hukum konservasi. Definisi energi potensial yang telah diberikan
pada bab sebelumnya juga akan digunakan.

5.1 Definisi gaya sentral

Tinjau sebuah sistem yang terdiri dari dua benda yang posisinya
masing-masing ⃗r1 dan ⃗r2 . Posisi relatif benda perama terhadap
kedua kita tuliskan sebagai ⃗r12 ≡ ⃗r1 −⃗r2 , dan sebaliknya posisi
relatif benda kedua terhadap yang pertama ⃗r21 = −⃗r12 . Interaksi
kedua benda dikatakan sebagai gaya sentral jika arah gaya yang
dialami oleh tiap benda searah dengan vektor posisi relatif satu
sama lain. Gaya yang dialami oleh partikel pertama akibat yang
kedua kita tuliskan dalam bentuk

⃗F12 = F (r12 ) r̂12 , (5.1)


44 14 pekan kuliah mekanika b

dengan F (r12 ) adalah sembarang fungsi dari variabel jarak kedua


benda (r12 ). Fungsi tersebut dapat bernilai positif (jika kedua ben-
da saling tolak menolak) mempunyai negatif (jika kedua benda
tersebut saling tarik menarik). Seringkali, untuk mempermudah
pembahasan dipilih koordinat dengan salah satu benda (misal-
nya benda pertama) berada di titik asal (O) sehingga gaya sentral
yang dialami oleh benda kedua dapat dituliskan dalam bentuk
yang sederhana ⃗F = F (r )r̂.
Contoh gaya sentral yang telah sering kita pelajari adalah gaya
gravitasi dan gaya elektrostatik (gaya Coulomb). Gaya gravitasi
yang dialami oleh dua benda dengan massa masing-masing m1 Gambar 5.1: Gaya sentral an-
tara dua benda.
dan m2 adalah

⃗F12 = −⃗F21 = − Gm1 m2 r̂12 , (5.2)


2
r12

dengan G = 6, 67 × 10−11 Nm2 /kg2 adalah konstanta gravitasi


universal. Karena massa benda selalu bernilai positif, maka un-
tuk gaya gravitasi selalu berlaku F (r12 ) < 0 yang berarti selalu
bersifat tarik menarik. Sementar itu, gaya elektrostatik antara dua
benda bermuatan q1 dan q2 adalah

⃗F12 = −⃗F21 = kq1 q2 r̂12 , (5.3)


2
r12
dengan k = 9 × 109 NC2 /m2 . Karena muatan listrik dapat ber-
nilai positif atau negatif, maka suku q1 q2 dapat bernilai positif
atau negatif. Jika kedua muatan memiliki jenis yang sama (kedu-
anya positif atau keduanya negatif), maka q1 q2 > 0 yang berarti
F (r12 ) > 0 atau kedua benda saling tolak menolak. Demikian
juga sebaliknya, jika kedua muatan berbeda jenis maka q1 q2 < 0
yang menghasilkan gaya tarik menarik.
Gaya sentral tidak menghasilkan torsi pada benda, karena arah-
nya sama sejajar dengan vektor posisi relatif satu benda terhadap
yang lain. Dengan demikian, momentum sudut sistem akan ber-
nilai konstan dan benda akan bergerak pada bidang dua dimensi.
Selain itu, gaya sentral juga bersifat konservatif. Terdapat sebu-
ah fungsi potensial V (r ) sedemikian sehingga gaya sentral dapat
dinyatakan sebagai gradien dari fungsi tersebut

⃗ V (r ) = − dV (r ) r̂.
⃗F = −∇ (5.4)
dr
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 45

5.2 Persamaan Gerak

Setelah memahami definisi gaya sentral, kita akan mempelaja-


ri bagaimana gerak benda yang dipengaruhi gaya sentral. Un-
tuk mempermudah pembahasan, kita akan meninjau gerak benda
menggunakan koordinat polar. Lebih lanjut, kita akan menjadik-
an benda pertama sebagai pengamat dan pergerakan benda kedua
semua ditinjau dalam kerangka benda pertama. Dengan demiki-
an benda pada pertama akan diam titik asal koordinat dan posisi
benda kedua dituliskan sebagai ⃗r. Dengan cara ini, penulisan un-
tuk formulasi persamaan gerak akan menjadi lebih ringkas.
Percepatan benda kedua dalam koordinat polar (ingat kembali
kinematika dalam koordinat polar yang telah dibahas pada Bab 1)
berbentuk

⃗a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (θ̈r + 2ṙ θ̇ )θ̂


= ar r̂ + aθ θ̂ (5.5)

Karena gaya sentral hanya memiliki komponen arah radial, maka


hukum Newton bagi benda kedua akan berbentuk
⃗F = m⃗a ⇒ F (r )r̂ = m( ar r̂ + aθ θ̂ ) (5.6)

atau
 
F (r ) = mar = m r̈ − r θ̇ 2 , (5.7) ◀ persamaan gerak ga-
ya sentral
0 = maθ = m(r θ̈ + 2ṙ θ̇ ). (5.8)

Gambaran tentang pergerakan benda diperoleh dengan meme-


cahkan kedua persamaan tersebut.

5.3 Konservasi momentum sudut

Mari kita memulai dengan meninjau persamaan (5.8) yang me-


miliki bentuk lebih sederhana. Persamaan tersebut dapat diubah
bentuknya dengan mengambil definisi

L = mr2 θ̇, (5.9)

menjadi
dL  
= m 2rṙ θ̇ + r2 θ̈ = r m r θ̈ + 2ṙ θ̇ = 0
 
dt
46 14 pekan kuliah mekanika b

atau
dL
= 0 ⇔ L = Konstan. (5.10)
dt

Konstanta L kita sebut sebagai momentum sudut. Sehingga, kita


telah mendapatkan konservasi momentum sudut dari menginte-
grakan persamaan (5.8).
Mengingat r θ̇ = vθ , maka | L| = m|vθ ||r |. Karena vθ ⊥ r, dapat
Gambar 5.2: Momentum su-
juga dituliskan dut benda dalam pengaruh
⃗L = ⃗r × m⃗v. (5.11) gaya sentral.

Dari pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan bahwa pada sistem


dua benda yang berinteraksi dengan gaya sentral, berlaku konservasi
momentum sudut.

5.4 Konservasi Energi

Selain konservasi momentum, pada sistem dengan gaya sentral


juga berlaku konservasi energi

E = V + K, (5.12)

dengan E energi total, V potensial dan K energi kinetik. Mengi-


ngat kecepatan dalam koordinat polar adalah

⃗v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ → v2 = ⃗v · ⃗v = ṙ2 + r2 θ̇ 2 ,

konservasi energi dapat dituliskan dalam bentuk

1  
E = V (r ) + m ṙ2 + r2 θ̇ = konstan (5.13)
2

5.5 Persamaan gerak radial

Kedua hukum konservasi di atas dapat dikombinasi untuk meng-


hasilkan sebuah persamaan tunggal. Dari definisi momentum su-
dut L = mr2 θ̇, dapat dituliskan

L
θ̇ = , (5.14)
mr2
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 47

sehingga persamaan energi (5.13) dapat ditulis ulang dalam ben-


tuk
L2
 
1
E = V (r ) + m ṙ2 +  r2
2 m2 r42


L 2 
1
= V (r ) + + mṙ2
2m2 r2 2
atau
1
E = V ∗ (r ) + mṙ2 , (5.15)
2
dengan
L2
V ∗ (r ) = V (r ) + , (5.16)
2m2 r2
disebut dengan potensial efektif sistem.. ◀ potensial efektif
Perhatikan bahwa sekarang persamaan gerak kita menjadi sa-
tu dimensi. Awalnya, persamaan gerak mengandung potensial r
dan θ, namun dengan memanfaatkan konservasi momentum su-
dut, persamaan gerak benda tereduksi menjadi satu dimensi saja.
Persamaan (5.15) dapat diselesaikan untuk mendapatkan fungsi
radial r (t). Selanjutnya solusi untuk variabel sudut θ (t) didapat
dengan memanfaatkan konservasi momentum sudut. Dengan de-
mikian gerakan benda dapat digambarkan secara eksak.

5.6 Solusi persamaan gerak

Persamaan (5.15) dapat diselesaikan untuk mendapatkan fungsi


r (t)
 2
1 2 dr
E = V ∗ (r ) + mr˙2 ⇒ (E − V ∗ ) =
2 m dt
r
2( E − V ∗ ) dr
⇔ =
m dt
dr
Z Z
⇔ dt = q . (5.17)
2( E −V ∗ )
m

Jika kita dapat menyelesaikan ruas kanan integral di atas, akan di-
peroleh t sebagai fungsi r atau t(r ). Kemudian kita dapat mencari
balikan (invers) dari fungsi tersebut untuk mendapatkan, r (t). Se-
lanjutnya fungsi r (t) yang didapat digunakan untuk menentukan
48 14 pekan kuliah mekanika b

θ (t). Langkah ini sepertinya tidak selalu mudah untuk dilakukan,


bergantung pada bagaimana bentuk dari fungsi potensial efektif
V ∗ . Untuk bentuk V ∗ tertentu, kita mungkin dapat menyelesaikan
integral di ruas kanan persamaan (5.17) secara eksak. Jika langkah
tersebut berhasil dilakukan, kita akan berhadapan dengan kesu-
litan berikutnya, yaitu mencari r (t) dari t(r ) yang sudah didapat.
Jadi, rencana awal kita untuk mencari r (t) dan θ (t) tampaknya
secara umum sulit dilakukan.

5.7 Solusi osilasi di sekitar titik potensial minimum

Sebagai usaha pertama untuk mendapatkan solusi persamaan ge-


rak, kita akan meninjau daerah di sekitar titik minimum potensial.
Mari kita tinjau sembarang fungsi potensial efektif yang berben-
tuk seperti pada Gambar 5.3.
Sembarang fungsi potensial dapat diuraikan dalam deret Ta-
ylor,
Gambar 5.3: Sembarang po-
V (r ) = V (r0 ) + V ′ (r0 )(r − r0 ) + V ′′ (r0 )(r − r0 )2 + . . . . (5.18) tensial efektif.

Misalnya titik r0 adalah titik minimum potensial, maka

V ′ (r0 ) = 0 dan V ′′ (r ) > 0.

Sehingga untuk daerah yang cukup dekat di sekitar r0 , potensial


benda dapat didekati dengan

V ′′ (r0 )
V ′ (r ) ≃ V (r0 ) + 0 + (r − r0 )2 .
2
Jika V ′′ (r0 ) konstan, misalnya k, maka
1
V (r ) ≃ V (r0 ) + k (r − r0 )2 . (5.19)
2
Ambil titik r0 sebagai acuan sehingga V (r0 ) = 0, akibatnya
1
V (r ) ≃ k∆r2 ,
2
dengan ∆r = r − r0 . Potensial ini memiliki bentuk yang sama
dengan potensial untuk osilasi harmonik sederhana. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pada daerah disekitar titik minimum potensi-
al benda mengalami osilasi harmonik sederhana pada arah radial.
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 49

Sekarang, kita telah siap untuk memecahkan persamaan (5.17).


Terlebih dahulu kita misalkan ∆r = x sehingga dr = dx. Substitusi
potensial efektif di sekitar titik minimum potensial, V ∗ = 21 kx2 , ke
persamaan (5.17) menghasilkan
r
m dx
Z Z
r = dt. (5.20)
2E k 2

1 − 2E x

kx2
Kita misalkan 2E = sin2 θ, sehingga
r r
2E 2E
x= sin θ ⇒ dx = cos θ dθ. (5.21)
k k
Sehingga persamaan persamaan sebelumnya menjadi
r Z r r Z
m 2E cos θdθ m
Z
1 = dθ = dt
2E k k
1 − sin2 θ 2
(5.22)

Hasil integral di atas adalah

θ = θ0 + ωt, (5.23)
q
m
dengan ω = k. Jadi solusi untuk fungsi posisi benda adalah
r r
2E 2E
x (t) = sin θ = sin (θ0 + ωt) , (5.24)
k k
dan posisi radial benda di sekitar titik minimum potensialnya
adalah
r
2E
r = r0 + x = r0 + sin (θ0 + ωt) . (5.25)
k
Terlihat bahwa benda mengalami osilasi di sekitar orbit lingka-
rannya.
Gaya Sentral (2) 6
6-1 Lintasan benda dalam
Pada pekan sebelumnya telah dibahas definisi gaya sentral dan ruang
persamaan gerak yang dihasilkan. Dengan memanfaatkan kon- 6-2 Gaya berbentuk 1/r2

servasi momentum sudut, persamaan konservasi energi benda


dapat dibentuk menjadi sebuah persamaan integral yang jika di-
pecahkan dapat memberikan variabel jarak benda sebagai fungsi
waktu. Variabel jarak kemudian dapat disubstitusikan kembali
ke persamaan energi untuk mendapatkan variabel posisi sudut θ
sebagai fungsi waktu. Namun, seringkali bentuk integral terse-
but tidak mudah untuk dipecahkan, sehingga solusi untuk r (t)
dan θ (t) secara umum sulit untuk diperoleh. Pada bab ini, kita
mencari alternatif untuk mendapatkan solusi persamaan gerak,
dengan cara mengubah persamaan gerak menjadi sebuah persa-
maan yang menghubungkan variabel r dan θ, kemudian mencari
solusi untuk r (θ ) yang menggambarkan bentuk lintasan benda
dalam ruang. Sebagai aplikasi, kita akan menentukan orbit benda
yang terpengaruh oleh gaya sentral berbentuk 1/r2 .

6.1 Lintasan benda dalam ruang

Solusi untuk r (θ ) yang menggambarkan lintasan benda dalam ru-


ang. Kita tuliskan kembali persamaan konservasi momentum su-
dut

L = mr2 θ̇, (6.1)


52 14 pekan kuliah mekanika b

dan persamaan konservasi energi


1
E = V ∗ + mr˙2 , (6.2)
2
dengan

L2
V∗ = V + , (6.3)
2mr2
adalah potensial efektif sistem.
Dari kedua persamaan konservasi di atas, diperoleh

L2 L2
θ˙2 = = (6.4)
(mr2 )2 m2 r 4
2
r˙2 = ( E − V ∗ ) (6.5)
m
Selanjutnya kita bandingkan kedua persamaan terakhir

dr/dt 2 2
(E − V ∗ )
 
= m 2 2 4
dθ/dt L /m r
 2
dr 2m
⇔ = 2 ( E − V ∗ ) r4 . (6.6)
dθ L
Persamaan terakhir dapat di selesaikan untuk memperoleh solusi
untuk orbit partikel, r = r (θ ).

6.2 Gaya sentral berbentuk 1/r2

Kedua gaya yang diberikan sebagai contoh pada bab sebelumnya,


yaitu gaya gravitasi dan gaya elektrostatik, memiliki bentuk yang
serupa yaitu sebanding dengan 1/r2 , dengan r adalah jarak kedua
benda yang berinteraksi. Kita akan mengambil gaya gravitasi se-
bagai contoh pada bagian ini. Metode yang sama juga akan dapat
diterapkan pada gaya elektrostatik.
Gaya dan potensial gravitasi berbentuk

− GMm GMm
F (r ) = ⇔ V=− . (6.7)
r2 r
Dengan demikian potensial efektifnya akan berbentuk

− GMm L2 −α β
V ∗ (r ) = + 2
= + 2, (6.8)
r 2mr r r
PEKAN KE- 6. GAYA SENTRAL (2) 53

2
dengan α = GMm, β = 2m L
. Bentuk kurva V ∗ terhadap r diberikan
pada Gambar 6.1. Gaya elektrosatik memiliki bentuk potensial
efektif yang serupa dengan fungsi di atas, namun dengan α dan β
berbeda.

⋆ Tugas 6.2.1 5

Tentukan nilai koefisien α dan β pada potensial efektif untuk gaya

Potensial efektif (V*)


2

elektrostatik. 0

-1

-2

-3

-4
1 10 100
Jarak (r)

Persamaan orbit benda diperoleh dengan mensubstitusikan per- Gambar 6.1: Potensial efek-
tif untuk gaya gravitasi, V ∗ =
samaan (6.8) ke persamaan (6.6), yaitu
− αr + rβ2 . Terlihat bahwa po-
 2   tensial potensial memiliki ni-
dr 1 α β
= E+ − 2 r4 . (6.9) lai minimum pada titik r ter-
dθ β r r tentu, dan menuju nol untuk
jarak yang cukup jauh, r →
Dengan mengambil pemisalan u = 1r ⇒ du = − r12 , dr = −u2 dr, ∞.
persamaan (6.9) dapat ditulis menjadi
 2
2 du
1 
−u E + αu − βu2 u4
=
dθ β
 2   
4 du 1 2 α
⇔u = E−β u − u u4
dθ β β
 2 " #
α 2 α2
 
du 1
⇔ = E−β u− + . (6.10)
dt β 2β 4β

Kemudian dengan mengambil z = u − α


2β ⇒ du = dz,
2 2
α2 α2
     
dz 1 dz 1
= E+ − βz2 ⇒ 2
+z = E+ (6.11)
.
dθ β 4β dθ β 4β
Solusi persamaan (6.11) adalah

z = A cos θ, (6.12)
dengan
s
α2
 
1
A= E+ , (6.13)
β 4β
54 14 pekan kuliah mekanika b

sehingga

1 α α
= u = z+ = A cos θ +
r 2β 2β
1
⇔ r= α
2β + A cos θ
2β 1 ro
⇔ r= = . (6.14)
α 1 + ϵ cos θ 1 + ϵ cos θ

dengan r0 = α dan
r
2β 4βE
ϵ= A= 1+ . (6.15)
α α2
Konstanta ϵ disebut sebagai eksentrisitas. Persamaan (6.14) meru- ◀eksentrisitas
pakan persamaan orbit untuk benda yang berada dalam pengaruh
gaya sentral berbentuk 1/r2 .
Pada bab berikutnya, akan dibahas berbagai kemungkinan ben-
tuk orbit/lintasan benda yang semuanya merupakan bentuk dari
potongan kerucut, yaitu lingkaran, elips, parabola, dan hiperbo-
la.
Gaya Sentral (3) 7
7-1 Orbit/lintasan irisan
Pada bab sebelumnya, telah diperoleh solusi yang menggam- kerucut
barkan orbit benda dalam pengaruh gaya sentral berbentuk 1/r2 . 7-2 Orbit elips dan
pembuktian
Solusi tersebut diberikan pada persamaan (6.14) dan berbentuk hukum-hukum Kepler
r0
r= ,
1 + ϵ cos θ
dengan r0 dan ϵ bernilai konstan. Pada bab ini, akan dibahas
berbagai bentuk lintasan (yang semuanya merupakan bentuk iris-
an kerucut) untuk semua kemungkinan nilai ϵ. Selain itu, secara
khusus akan dibahas mengenai orbit elips dan aplikasinya dalam
pembuktian hukum-hukum Keppler tentang gerak planet.

7.1 Orbit/lintasan irisan kerucut

Bentuk lintasan partikel akan bergantung pada eksentrisitas (ϵ).


Untuk mempermudah identifikasi bentuk lintasan, kita akan meng-
ubah koordinat polar yang telah kita gunakan sebelumnya men-
jadi koordinat kartesius dalam bidang ( x, y). Secara umum, nilai
eksentrisitas berada pada rentang 0 ≤ ϵ < ∞. Nilai ϵ = 0 meng-
hasilkan orbit lingkaran, 0 < ϵ < 1 elips, ϵ = 1 parabola, dan
ϵ > 1 parabola.

7.1.1 ϵ=0
Jika ϵ = 0, persamaan orbit benda akan tereduksi menjadi
2β L2
r = ro = = . (7.1)
α GMm2
56 14 pekan kuliah mekanika b

Dengan demikian, jarak antara dua benda yang berinteraksi ber-


nilai konstan untuk semua nilai θ. Dalam koordinat Kartesius,
p
r = x2 + y2 , sehingga lintasan partikel akan berupa lingkaran
dengan persamaan garis

x2 + y2 = r02 . (7.2)

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5 Gambar 7.1: Lintasan parti-


kel untuk ϵ = 0.
1 1

0.5 0.5

e=0
x + y 2 = r02
2

0 0

−0.5 −0.5

−1 −1

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5

7.1.2 0 < ϵ < 1

Terlebih dahulu kita ubah persamaan lintasan dari koordinat po-


p
lar menjadi kartesius. Seperti sebelumnya, r = x2 + y2 . Cosinus
sudut θ kemudian dinyatakan sebagai cos θ = xr . Substitusikan
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 57

kedua variabel tersebut ke persamaan lintasan benda,

ro
r= ⇔ r + ϵx = ro
1 + ϵ xr
⇔ r2 = (ro − ϵx )2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2ϵr0 x + ϵ2 x2
 
⇔ y2 = ro2 + ϵ2 − 1 x2 − 2ϵr0 x
2 2
y2 r2
 
2ϵr ϵr0 ϵr0
⇔ 2 = 2 o + x2 − 2 0 x + 2
− 2
ϵ −1 ϵ −1 ϵ −1 ϵ −1 ϵ −1
2 2
y2 r2
 
2ϵ ϵr0 ϵr0
⇔ 2
= 2 o + x2 − 2 x+ −
ϵ −1 ϵ −1 ϵ −1 ϵ2 − 1 ϵ2 − 1
| {z }
 2
ϵr
x− 2 0
ϵ −1
2 !
y2 ro2 ϵ2 r02

ϵr0
⇔ 2 = +x− 2 −
ϵ −1 ϵ2 − 1 ( ϵ2 − 1)2
ϵ −1
2  2
y2

ϵr0 r0
⇔ 2 = x− 2 − (7.3)
ϵ −1 ϵ −1 ϵ2 − 1

Karena 0 < ϵ < 1, maka ϵ2 − 1 < 0, sehingga persamaan terakhir


dapat ditulis dalam bentuk

( x + x0 )2 y2
+ 2 = 1, (7.4)
a2 b

dengan

ϵr0
x0 = , (7.5)
1 − ϵ2
r0
a= , (7.6)
1 − ϵ2
r0
b= √ . (7.7)
1 − ϵ2

Persamaan terakhir tidak lain merupakan persamaan elips de-


ngan sumbu semi mayor a dan berpusat di titik ( x, y) = (− x0 , 0).
Bentuk lintasannya diberikan pada Gambar 7.2.
58 14 pekan kuliah mekanika b

−3 −2 −1 0 1 Gambar 7.2: Jika 0 < ϵ <


2 2 1, lintasan partikel berbentuk
elips dengan sumbu semima-
0<e<1
yor a = 1−r0ϵ2 .
y2 = r0(r0 - 2x)

1 1

0 0

−1 −1

−2 −2
−3 −2 −1 0 1
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 59

7.1.3 ϵ=1
x
p
Seperti sebelumnya kita gunakan r = x2 + y2 dan cos θ = r,
pada persamaan lintasan benda,

ro ro r
r= x ⇔r= ⇔ r = ro − x
1+ r r+x
⇔ r2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ y2 = r0 (r0 − 2x ) . (7.8)

Persamaan terakhir adalah persamaan parabola, yang memotong


sumbu-x di titik x = r20 .

Gambar 7.3: Lintasan par-


tikel untuk ϵ = 1 berupa
kurva parabola, dengan ti-
−10 −8 −6 −4 −2 0 2 tik potong terhadap sumbu-x
6 6 terjadi pada titik x = r20 .

e=1
y2 = r0(r0 -2x)
4 4

2 2

0 0

−2 −2

−4 −4

−6 −6
−10 −8 −6 −4 −2 0 2
60 14 pekan kuliah mekanika b

7.1.4 ϵ>1

Perhatikan kembali persamaan (7.3). Jika ϵ > 1, maka suku ϵ2 −


1 bernilai positif, sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan
ulang menjadi

( x − x̃ )2 y2
− 2 = 1, (7.9)
ã2 b̃

dengan

ϵr0
x̃ = , (7.10)
ϵ2 − 1
r0
ã = 2 , (7.11)
ϵ −1
r0
b̃ = √ , (7.12)
ϵ2 − 1

yang merupakan persamaan hiperbola. Bentuk lintasan partikel


diberikan pada Gambar 7.4.

7.2 Orbit elips dan pembuktian hukum-hukum Kepler

Dalam model heliosentris, matahari dianggap sebagai pusat ta-


ta surya dan planet-planet bergerak mengelilinginya. Matahari
dan planet berinteraksi melalui gaya sentral berupa gravitasi. De-
ngan mengambil matahari sebagai acuan, maka kita dapat men-
deskripsikan lintasan planet-planet. Pada tahun 1600an, Johannes
Kepler menerbitkan hukum-hukumnya tentang lintasan planet-
planet di mengelilingi matahari. Hukum-hukum tersebut disim-
pulkannya antara lain berdasarkan data-data astronomis tentang
jarak planet-planet yang telah dikumpulkan oleh Tycho Brahe.
Pada bagian ini, kita akan membuktikan hukum-hukum Kepler
menggunakan pengetahuan tentang orbit benda yang terpenga-
ruh gaya sentral.
Terlebih dahulu kita hitung nilai ϵ untuk interaksi gravitasi an-
tara planet dan Matahari. Anggap massa Matahari M, massa pla-
net m, dan jarak kedua benda R. Persamaan gaya pada arah radial
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 61

Gambar 7.4: Lintasan parti-


kel untuk kasus ϵ > 1 ber-
−4 −2 0 2
bentuk hiperbola.
4 4

2 2
e>1
- (x-x0)2/a2 + y2/b2 = 1

0 0

−2 −2

−4 −4
−4 −2 0 2

adalah

v2 GMm v2
ΣF (r ) = m ⇔ = m
R R2 R
GMm
⇔ mv2 = . (7.13)
R

Sementara itu, energi planet akan berupa energi kinetik dan po-
tensial gravitasi,

E = K+V
 
1 2 GMm
= mv + −
2 R
1 GMm
=
2 R
1 GMm
= − < 0. (7.14)
2 R
62 14 pekan kuliah mekanika b

Momentum sudut planet adalah


⃗L = ⃗R × ⃗v ⇔ | L| = mvR sin ϕ
L2
⇒ v2 = 2 2 2 . (7.15)
m r sin ϕ

dengan ϕ adalalah sudut antara vektor posisi ⃗R dan kecepatan


planet ⃗v.
Subtitusi persamaan (7.15) ke persamaan (7.13)
GMm mL2
mv2 = ⇒ = GMm
R m2 R2 sin2 ϕ R
L2 1
⇒R= GMm2 sin2 ϕ
1 GMm2
⇒ R = L2
sin2 ϕ. (7.16)

Substitusikan nilai 1/R di atas ke persamaan energi, kemudian ke


persamaan untuk eksentrisitas menghasilkan
s
α2
 
2β 2m
ϵ = E +
α L2 4β
s
L2 /m 2m GMm G2 M2 m2
 
= − +
GMm L2 2R 4L2 /2m
s
L2 GMm GMm2 G 2 M 2 m2
 
2m 2
= − sin ϕ +
GMm2 L2 2 L2 2L2 /m
s
L2 G 2 M 2 m3 G 2 M 2 m3
 
2m 2
= − sin ϕ +
GMm2 L2 2L2 2L2
s
L2 2m G2 M2 m3
 
− sin2 ϕ + 1

=
GMm2 L2 2L2
r
L2 G 2 M 2 m4
q
= 1 − sin2 ϕ
GMm2 L4
= | cos ϕ|. (7.17)

Karena 0 < | cos ϕ| < 1, maka diperoleh 0 < ϵ < 1. Dengan


demikian, orbit planet berbentuk elips.

Hukum-hukum Kepler
1. Planet-planet mengelilingi Matahari dalam lintasan elips, dengan
Matahari di salah satu pusat/titik fokus elips.
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 63

Bukti untuk hukum ini baru saja kita dapatkan.

2. Vektor jari-jari orbit planet menyapu daerah dengan luas yang sama
untuk tiap selang waktu yang sama, di manapun planet berada.
Perhatikan Gambar 7.5. Misal dA adalah luas daerah yang diar-
sir. Daerah tersebut dapat di dekati sebagai segitiga, sehingga
luasnya dA = 21 rdθ
Jika dibagi dengan selang waktu dt, diperoleh Gambar 7.5: Daerah yang di-
sapu oleh vektor jari-jari orbit
dA 1 dθ
= r2 . (7.18) untuk selang waktu dt terten-
dt 2 dt tu.
Ingat kembali definisi momentum sudut L = mr2 θ̇ sehingga
r2 θ̇ = mL yang merupakan konstanta. Jadi, persamaan di atas
menjadi
dA L2
= = konstan.
dt 2m
Dengan kata lain, hukum II Keppler tidak lain merupakan per-
nyataan konservasi momentum sudut planet.

3. Kuadrat dari planet sebanding dengan pangkat tiga dari panjang se-
mimayor elips.
Dengan memanfaatkan hukum II Kepler, kita dapat menentuk-
an luas seluruh daerah elips dengan cara mengintegralkan per-
samaan dAdt di atas pada selang waktu satu periode T.

L2 L2 t
Z A
dA
Z
= ⇒ dA = dt
dt 2m o 2m 0
L2
⇔ A= T = βT. (7.19)
2m
Secara matematis, luas daerah elips adalah A = πab dengan a
dan b ditunjukkan pada Gambar 7.6. Sebelumnya telah dipero-
leh persamaan orbit elips berbentuk
Gambar 7.6: Geometri elips.
( x + x o )2 y2
2
= 2 = 1, (7.20)
a b
dengan
ϵ ro
xo = 1− ϵ2
,
ro
a= 1− ϵ2
b = √ ro 2
1− ϵ
64 14 pekan kuliah mekanika b

Sehingga hubungan antara a dengan b adalah

a ro /1 − ϵ2 1 √
= = ⇒ b = aro (7.21)
b2 ro2 /1 − ϵ2 2

Subtitusikan hasil ini ke persamaan luas elips didapat


p
A = πab = π a3 ro . (7.22)

Samakan hasil di atas dengan luas elips yang diperoleh dari


hasil integrasi hukum II Kepler,

A = βT (7.23)

sehingga diperoleh
 
π 2 r0 a3 = β2 T 2 , (7.24)

atau
a3 ∼ T 3 . (7.25)
Ujian tengah semester 8
2018, semester 1

1. Seekor lebah terbang pada lintasan tertentu sedemikian sehingga posisinya dalam koordi-
nat polar untuk setiap waktu t diberikan oleh

bt t
r= (2τ − t) , θ= , (0 ≤ t ≤ 2τ ) ,
τ2 τ
dengan b dan τ konstanta positif. Tentukan,
(a) vektor kecepatan lebah tiap waktu ⃗v(t),
(b) laju minimum lebah,
(c) percepatan lebah saat mencapai laju minimum.
2. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2 dengan a dan b adalah konstanta
positif.
(a) Tentukan energi potensial V ( x ). Anggaplah V (0) = 0.
(b) Gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu sistem koodinat.
(c) Pada posisi x berapakah potensial V ( x ) bernilai minimum?
(d) Tentukan periode osilasi benda di sekitar titik minimum potensialnya.
3. Dilakukan percobaan osilasi menggunakan sebuah bernda bermassa yang terikat pada sa-
lah satu ujung pegas. Pada percobaan pertama, benda mula-mula disimpangkan dari titik
setimbangnya sejauh x0 kemudian dilepaskan tanpa kecepatan awal sehingga mengalami
osilasi harmonik sederhana. Pada percobaan kedua, percobaan pertama diulangi namun
sistem pegas dicelupkan ke dalam fluida sehingga benda mengalami osilasi teredam kritis.
Jika diketahui massa benda m, konstanta pegas k, dan gaya redaman −bv (dengan v adalah
kecepatan benda), tentukanlah
66 14 pekan kuliah mekanika b

(a) perbandingan laju maksimum benda yang dicapai pada percobaan pertama dengan per-
cobaan kedua,
(b) usaha total yang dilakukan oleh gaya redaman (damping force) pada percobaan kedua
sejak benda dilepas hingga berhenti.
4. Sebuah partikel berada dalam pengaruh gaya sentral sehingga bergerak dengan orbit yang
diberikan oleh r = Ae aθ , dengan A dan a konstanta positif. Momentum sudut partikel
adalah L dan energi totalnya E.
(a) Gambarkanlah lintasan partikel dalam bidang polar.
(b) Tentukanlah energi potensial partikel.

2018, semester 3

1. Sebuah serangga terbang mengikuti lintasan spiral sedemikian rupa sehingga lintasan ter-
sebut pada setiap waktu t dinyatakan dalam koordinat polar seperti berikut

r = beΩt θ = Ωt, (8.1)

dengan b dan Ω adalah konstanta positif.


(a) Tentukan vektor kecepatan dan percepatan dari serangga tersebut pada waktu t,
(b) tunjukkan bahwa sudut yang dibentuk dari kedua vektor ini selalu bernilai π/4.
2. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang sumbu x dan dikenai gaya pemulih −m(n2 +
k2 ) x dan gaya gesek −2mk ẋ, dengan n, k adalah konstanta positif. Partikel dilepaskan dari
keadaan diam di x = a.
(a) Tuliskan persamaan gerak partikel tersebut.
(b) Tentukan periode osilasi partikel untuk kasus k = 0.
(c) Untuk kasus k ̸= 0, tunjukkan bahwa posisi partikel tiap saat adalah
a −kt
x (t) = e (n cos nt + k sin nt). (8.2)
n

(Petunjuk: gunakan syarat batas yang diberikan pada soal dan hubungan eiθ = cos θ + i sin θ
jika diperlukan.)
(d) Untuk kasus k ̸= 0, tentukan energi mekanik partikel setiap saat.
3. Sebuah kapal dengan kecepatan awal v0 diperlambat oleh sebuah gaya gesek

F = −bv. (8.3)

(a) Terapkan hukum II Newton dan tuliskan persamaan gerak kapal.


PEKAN KE- 8. UJIAN TENGAH SEMESTER 67

(b) Tentukan kecepatan kapal sebagai fungsi waktu.


(c) Tentukan perpindahan maksimum yang dicapai oleh kapal.
4. Sebuah partikel bermassa m bergerak dalam pengaruh gaya sentral dengan potensial ber-
bentuk
V (r ) = Kr4 , K > 0. (8.4)

(a) Tentukan vektor gaya dan torsi yang bekerja pada partikel.
(b) Tuliskan persamaan gerak radial dan energi mekanik total partikel.
(c) Tuliskan potensial efektif partikel.
(d) Jika partikel bergerak dalam orbit lingkaran berjari-jari a, tentukan kecepatan sudut,
momentum sudut, dan energi total partikel.
(e) Jika partikel disimpangkan sedikit dari orbit lingkarannya, apakah partikel tersebut akan
berosilasi? Jelaskan.

2021, semester 1

1. Seorang anak melemparkan sebuah cakram berwarna putih dari jendela rumahnya dengan
kecepatan awal u yang arahnya horizontal. Anggap posisi pusat massa cakram mula-mula
adalah h dari tanah dan selama melayang di udara cakram berputar dengan laju konstan
sebesar ω. Di tepi cakram terdapat sebuah titik berwarna hitam yang berjarak R dari pusat
cakram.
(a) Pilihlah sebuah sistem koordinat yang sesuai dan gunakan untuk menuliskan posisi dari
titik hitam sebagai fungsi waktu.
(b) Tuliskan vektor percepatan total dari titik hitam.
2. Sebuah meteorit bermassa m jatuh ke laut sehingga membuat suhu air laut sedikit bertam-
bah. Misal kecepatan meteorit saat menyentuh permukaan air laut adalah v dan setelahnya
ia mengalami gaya gesek yang sebanding dengan kecepatannya, f = −v/τ dengan τ suatu
konstanta.
(a) Tentukanlah kecepatan meteorit sebagai fungsi waktu.
(b) Perkirakanlah kapan meteorit mulai bergerak dengan kecepatan konstan di dalam air
dan berapa kedalaman yang dicapainya saat itu.
3. Seorang mahasiswa melakukan percobaan osilasi menggunakan pegas dengan konstanta k
yang dipasangi massa m di ujungnya. Percobaan pertama dilakukan di permukaan yang
licin sedangkan percobaan kedua dilakukan di atas permukaan yang kasar sehingga benda
mengalami kondisi overdamped. Untuk kedua percobaan, benda dilepaskan dari keadaan
diam dengan simpangan awal x0 .
68 14 pekan kuliah mekanika b

(a) Untuk percobaan pertama, tentukan posisi benda sebagai fungsi waktu dan kecepatan
maksimum yang dapat dicapai oleh benda.
(b) Untuk percobaan kedua, tentukan kecepatan maksimum benda.
4. Sebuah asteroid bermassa m mula-mula berada di x → −∞ dari suatu koordinat kartesius,
dan bergerak dengan kecepatan v menuju titik asal koordinat. Pada titik (0, Y ) terdapat
sebuah bintang bermassa M. Anggap massa bintang jauh lebih besar dibanding massa
asteroid dan kedua objek hanya berinteraksi melalui interaksi gravitasi. Tentukan
(a) gaya dan torsi total yang bekerja pada asteroid,
(b) energi dan momentum sudut total asteroid,
(c) bentuk lintasan dari asteroid dan jelaskan alasannya.
Sistem Partikel (1) 9
9-1 Pusat massa sistem
Pada pekan-pekan sebelumnya, kita telah membahas berbagai gerak pusat massa
aspek mekanika dari partikel tunggal. Pekan ini kita membahas 9-2 Momentum linear sistem
9-3 Momentum sudut dan
aplikasi mekanika pada sistem yang terdiri dari banyak (misal- torsi sistem
nya sejumlah N) partikel. Sistem partikel dapat dipandang seba- 9-4 Energi sistem

gai benda tunggal yang diwakili oleh titik pusat massa. Kita ak-
an mempelajari bagaimana momentum linear, momentum sudut,
dan torsi pada yang bekerja pada sistem, jika antarpartikel da-
lam sistem saling berinteraksi dengan gaya internal (disimbolkan
dengan G)⃗ dan sistem mengalami gaya eksternal total (⃗F).

9.1 Pusat massa sistem

Tinjau sebuah sistem yang terdiri atas N partikel bermassa. Massa


dan posisi partikel ke-i secara berurutan adalah mi dan ⃗ri , dengan
posisi tiap partikel diukur diukur terhadap suatu acuan tertentu.
Kita definisikan posisi pusat massa ⃗R dengan cara

(m1 + m2 + . . . + m N ) ⃗R = m1⃗r1 + m2⃗r2 + . . . + m N⃗r N , (9.1)

atau
N
⃗R = ∑i=1 mi⃗ri , (9.2)
M
dengan M ≡ ∑iN=1 mi adalah massa total seluruh partikel dalam
sistem. Pada persamaan (9.1), seolah-olah kita memandang selu-
ruh partikel sebagai benda tunggal dengan massa M = ∑ mi dan
posisi ⃗R.
70 14 pekan kuliah mekanika b

Dari persamamaan (9.2), kita dapat mendefinisikan kecepatan


pusat massa,
N d⃗ri
⃗ = d R = ∑ i =1 i
⃗ m dt ∑iN=1 mi⃗vi
V = , (9.3)
dt M M
dengan ⃗vi adalah kecepatan masing-masing partikel dalam sis-
tem. Selanjutnya, kita dapatkan percepatan pusat massa dari tu-
runanan kecepatan pusat massa,
N
m d⃗vi N
⃗ = dV = ∑i=1 i dt = ∑i=1 mi⃗ai ,

A (9.4)
dt M M

9.2 Momentum linear sistem

Ketika membahas partikel tunggal, kita mendefinisikan momen-


tum linear partikel sebagai ⃗p = m⃗v, dan jika massa partikel kon-
stan, hukum Newton memberikan

⃗F = d⃗p = m d⃗v = m⃗a. (9.5)


dt dt
Jika ⃗F = 0, maka momentum linear sistem akan konstan. Pernya-
taan ini adalah hukum konservasi momentum linear partikel.
Kita akan memperluas konsep di atas untuk sistem yang terdiri
dari banyak partikel. Seperti sebelumnya, kita tinjau sebuah sis-
tem yang terdiri atas N partikel. Sistem kemudian dikenai gaya
dari luar, dengan total ⃗F (e) dan interaksi antarpartikel mengha-
silkan gaya internal ⃗F (i) . Tinjau partikel ke-k yang bermassa mk .
Gaya internal yang dialami oleh partikel ini akibat ( N − 1) parti-
kel lain kita tuliskan sebagai

⃗F (i) = ∑ ⃗Fkl
(i )
k , (9.6)
l ̸=k

(i )
dengan ⃗Fkl adalah gaya antara partikel ke-k dengan partikel ke-l.
Sehingga, gaya total yang bekerja pada partikel ke-k adalah

⃗Fk = ⃗F (e) + ⃗F (i) = ⃗F (e) + ∑ ⃗F (i) (9.7)


k k k kl
l ̸=k

Jika kita menjumlahkan gaya total yang dialami oleh semua par-
tikel, maka diperoleh Dengan demikian, gaya total yang bekerja
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 71

pada sistem adalah


N N N
∑ ⃗Fk = ∑ ⃗Fk + ∑ ∑ ⃗Fkl
⃗F = (e) (i )

k =1 k =1 k =1 l ̸ = k
| {z } | {z }
⃗F (e) ⃗F (i)

= ⃗F (e) + ⃗F (i) . (9.8)

Sekarang mari kita tinjau momentum sistem dan perubahan-


nya akibat gaya yang diberikan pada sistem. Momentum partikel
ke-k adalah
⃗pk = mk⃗vk . (9.9)
Hukum II Newton memberikan hubungan

⃗Fk = d⃗pk . (9.10)


dt
Karena kita memiliki N partikel dalam sistem, maka sejatinya kita
memiliki N persamaan yang serupa dengan bentuk di atas. Jika
semua persamaan tersebut dijumlahkan, diperoleh
!
N N N
⃗F = ∑ ⃗Fk = ∑ d⃗p d d⃗
P
dt
k
= ∑
dt k=1
⃗pk =
dt
, (9.11)
k =1 k =1

dengan
N
⃗P = ∑ ⃗pk (9.12)
k =1

adalah momentum total sistem. Mengingat ⃗F = ⃗F (e) + ⃗F (i) , maka


dapat dituliskan

⃗F (e) + ⃗F (i) = d P . (9.13)
dt
Berdasarkan hukum ketiga Newton, interaksi antara dua par-
tikel menghasilkan pasangan aksi-reaksi, ⃗Fkl = −⃗Flk . Total gaya
internal sistem adalah
N
∑ ∑ ⃗Fkl
⃗F (i) = (i )
. (9.14)
k =1 l ̸ = k

Ruas kanan persamaan di atas menjumlahkan semua gaya yang


bekerja pada seluruh pasangan partikel pada sistem. Untuk sem-
barang pasangan partikel ke-k dan ke-l gaya ⃗Fkl dan ⃗Flk muncul
dalam deret di atas. Karena jumlah kedua gaya tersebut nol, maka
jumlahan total dari deret di atas bernilai nol.
72 14 pekan kuliah mekanika b

9.3 Momentum Sudut dan Torsi pada Sistem

Tinjau sistem N partikel dan sebuah titik Q di luar sistem. Posisi Q


adalah ⃗rQ dan posisi partikel ke-k adalah ⃗rk . Posisi relatif partikel
ke-k terhadap titik Q adalah

⃗rkQ = ⃗rk −⃗rQ . (9.15)

Jika kecepatan partikel ke-k adalah ⃗vk dan kecepatan titik Q Gambar 9.1: Posisi partikel
adalah ⃗vQ , maka momentum sudut partikel ke-k terhadap titik Q dalam sistem menurut ke-
adalah rangka Q. Posisi partikel ke-
k adalah ⃗rk dan posisi titik Q
adalah ⃗rQ , maka ⃗rkQ = ⃗rk −
⃗LkQ = mk ⃗rk −⃗rQ × ⃗vk − ⃗vQ ,
 
(9.16) ⃗rQ

laju penambahan momentum sudut tersebut adalah:

d⃗LkQ d⃗rQ d⃗vQ


   
d⃗rk   d⃗vk
= mk − × ⃗vk − ⃗vQ + mk ⃗rk −⃗rQ × −
dt dt dt dt dt
 
d⃗vk
= mk (⃗vk − ⃗vQ ) × (⃗vk − ⃗vQ ) +mk (⃗rk −⃗rQ ) × −⃗aQ
| {z } dt
=0
d
= (⃗rk −⃗rQ ) × (mk⃗vk ) −mk (⃗rk −⃗rQ ) ×⃗aQ
dt | {z }
⃗Pk

d⃗
Pk
= (⃗rk −⃗rQ ) × − mk (⃗rk −⃗rQ ) ×⃗aQ . (9.17)
dt
Ingat kembali bahwa partikel ke-k dikenai gaya eksternal ⃗Fk dan
⃗ kl , sehingga
gaya internal ∑l G

d⃗
Pk
= ⃗Fk + ∑ G
⃗ kl . (9.18)
dt l

Subtitusikan persamaan (9.18) ke persamaan (9.17),

d⃗LkQ
= (⃗rk −⃗rQ ) × ⃗Fk +(⃗rk −⃗rQ ) × ∑ G
⃗ kl − mk (⃗rk −⃗rQ ) ×⃗aQ
dt | {z } l
⃗k
N

= ⃗ k + (⃗rk −⃗rQ ) × ∑ G
N ⃗ kl − mk (⃗rk −⃗rQ ) ×⃗ak , (9.19)

⃗ k adalah torsi pada partikel ke- k terhadap titik Q dise-


dengan N
babkan gaya eksternal ⃗Fk .
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 73

Jika kita jumlahkan untuk semua partikel,


d
∑ dt (⃗LkQ ) = ∑N
⃗ k + ∑(⃗rk −⃗rQ ) × ∑ G
⃗ kl − ∑ mk (⃗rk −⃗rQ ) ×⃗aQ
k k k l
d  ⃗ 
dt ∑ kQ
⇔ L = ⃗ k + ∑(⃗rk −⃗rQ ) × ∑ G
N ⃗ kl − ∑ mk (⃗rk −⃗rQ ) ×⃗aQ
k l
d⃗L ⃗ k + ∑(⃗rk −⃗rQ ) × ∑ G
⇔ k = N ⃗ kl − M(⃗R −⃗rQ ) ×⃗aQ , (9.20)
dt k l

dengan ∑ mk⃗rk = M⃗R, ∑ mk⃗rQ = M⃗rQ , dan R sebagai posisi pusat


massa.
Mari kita periksa suku kedua.

∑(⃗rk −⃗rQ ) × ∑ G⃗ k = ∑ ∑(⃗rk −⃗rQ ) × G⃗ kl


k l k l
N k −1  
= ∑ ∑ (⃗rk −⃗rQ ) × ⃗ kl + G
G ⃗ lk .
k =1 l =1
(9.21)

berdasarkan hukum III Newton, G ⃗ kl = G⃗ lk sehingga suku di atas


menjadi nol. Pada kasus dengan titik Q tidak dipercepat (⃗aQ = 0)
atau Q adalah titik pusat masa sistem (⃗rQ = ⃗R), berlaku

∑ M(⃗R −⃗rk ) ×⃗aQ = 0, (9.22)


k

sehingga diperoleh

d⃗LQ

=N (9.23)
dt

9.4 Energi Sistem

Gaya internal secara umum bergantung pada posisi relatif satu


partikel terhadap lainnya. Sebagai contoh, gaya yang bekerja pada
partikel ke-k karena partikel ke-l adalah fungsi dari posisi relatif
kedua paritkel,
⃗ kl = G
G ⃗ kl (⃗rkl ), (9.24)
dengan ⃗rkl = ⃗rk −⃗rl . Anggap terdapat fungsi potensial U sehing-
ga gaya internal dinyatakan dengan fungsi potensial tersebut,

G ⃗ Ukl ,
⃗ kl = −∇ (9.25)
74 14 pekan kuliah mekanika b

dengan Ukl adalah fungsi dari ⃗rkl . Hukum II Newton memberik-


an:
d⃗v
mk k = ⃗Fk + ∑ G ⃗ kl = ⃗Fk − ∑ ∇
⃗ Ukl . (9.26)
dt l
d⃗rk dx
Kalikan persamaan (9.26) dengan kecepatan ⃗vk = dt = dt î +
dy dz
dt ĵ + dt k̂,
 
d⃗v d⃗r ∂Ukl dx ∂Ukl dy ∂Ukl dz
dt ∑
mk k · ⃗vk = ⃗Fl · − + +
dt l
dx dt dy dt dz dt
 
d 1 d⃗r dUkl
dt ∑
⇔ mk v2k = ⃗Fk · − . (9.27)
dt 2 l
dt
Jumlahkan persamaan (9.27) untuk semua partikel,
 
d 1 d
∑ dt 2 mk vk = ∑ ⃗Fk · ⃗vk − ∑ ∑ dt (Ukl )
2
k k k l
   

 1   
d d 
∑ 2 
∑ Fk · ⃗vk − dt ∑ ∑ Ukl 


⇔ m v =

2 k k 

dt  k k l


| {z } | {z }
K U
d

dt
( K + U) = ∑ ⃗Fk · ⃗vk (9.28)
k
Perhatikan bahwa kita telah mengidentifikasi suku ∑k ∑l Ukl seba-
gai energi potensial total sistem. Selanjutnya, jumlah dari energi
kinetik (K) dengan energi potensial (U) kita identifikasi sebagai
energi total sistem (E), sehingga persamaan terakhir memberikan

d
dt
( E) = ∑ ⃗Fk · ⃗vk . (9.29)
k

Pada kasus ∑k ⃗Fk · ⃗vk = 0, berlaku


K + U = E = konstan. (9.30)

Soal

1. Find the center of mass, the velocity of the center of mass, the
linear momentum, and the kinetic energy of the following sys-
tem:
m1 = 1kg, r1 = î + 2 ĵ + 3k̂, v1 = 2î + 3 ĵ
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 75

m2 = 2kg, r2 = î − ĵ + k̂, v2 = 2 ĵ + 3k̂

2. Consider the following three particles:

m1 = 1kg, r1 = 2t2 î + 3t ĵ + 4k̂

m2 = 3kg, r2 = (1 + t2 )î + (2 + 5t) ĵ


m3 = 5kg, r3 = (1 + 2t2 )î + 4t2 k̂

Calculate the following at t = 0 and f = 10s. (a) The position


of the center of mass, (b) the velocity of the center of mass, (c)
the linear momentum, and (d) the kinetic energy of the system.

3. Find the velocity and acceleration of the center of mass of a


system consisting of the following two objects at t = 0 and
t = 10s.
m1 = 2kg, r1 = 2î + 3t ĵ + 4t2 k̂
m2 = 4kg, r2 = t2 î + 5 ĵ + 6t3 k̂
Sistem Partikel (2) 10
10-1 Gerak relatif pada sistem
dua partikel
10-2 Tumbukan satu dimensi
10.1 Gerak relatif pada sistem dua partikel

Posisi relatif
Tinjau dua partikel masing-masing bermassa m1 dan m2 . Jika po-
sisi masing-masing benda menurut kerangka O adalah ⃗r1 dan ⃗r2 ,
maka posisi relatif partikel 1 terhadap partikel 2 adalah

⃗r1,2 = ⃗r1 −⃗r2 . (10.1)

Misalnya terdapat kerangka acuan lain, O′ , yang posisinya ada-


⃗ terhadap O. Posisi partikel 1 dan 2 menurut kerangka O′
lah R
adalah ⃗r ′ 1 dan ⃗r ′ 2 . Vektor posisi masing-masing partikel menurut
kedua kerangka terhubung oleh persamaan

⃗ + ⃗r ′ 1 ,
⃗r1 = R (10.2)
⃗ + ⃗r ′ 2 .
⃗r2 = R (10.3)

Jika kita hitung selisih dua persamaan di atas, diperoleh

⃗r1 −⃗r2 = ⃗r ′ 1 − ⃗r ′ 2 ⇔ ⃗r1,2 = ⃗r ′ 1,2 . (10.4)

Terlihat bahwa posisi relatif partikel 1 terhadap partikel 2, baik


menurut kerangka O maupun O′ sama. Hal ini menunjukkan
bahwa posisi relatif satu partikel terhadap yang lain sama bagi
semua kerangka acuan. Dengan menurunkan persamaan di atas
terhadap waktu, kita daapt memperluas keberlakuan persamaan
78 14 pekan kuliah mekanika b

di atas pada besaran kecepatan dan percepatan relatif. Jadi posi-


si, kecepatan, dan percepatan relatif satu partikel terhadap yang
lain sama bagi semua kerangka acuan. Dengan demikian, ketika
meninjau sistem dua partikel, kita dapat menggunakan kerangka
acuan manapun yang dikehendaki, dan besaran kinematika relatif
kedua partikel dijamin sama.
Kerangka acuan yang kita pilih dapat berada di luar sistem
yang ditinjau, maupun di dalam sistem. Pada pembahasan ini,
kita akan memilih kerangka laboratorium sebagai kerangka acuan
di luar sistem, dan kerangka pusat massa sebagai kerangka acuan
di dalam sistem.
Kita telah menamai posisi tiap partikel pada kerangka labora-
torium sebagai ⃗r1 dan ⃗r2 . Dan sekarang kita akan menentukan
posisi tiap partikel menurut kerangka pusat massa. Untuk keper-
luan ini, terlebih dahulu kita tentukan posisi pusat massa sistem,

⃗R = m1⃗r1 + m2⃗r2 . (10.5)


m1 + m2

Kemudian kita dapat menentukan posisi relatif tiap partikel ter-


hadap pusat massa,

⃗R1 = ⃗r1 − ⃗R = m2 µ
(⃗r −⃗r2 ) = ⃗r , (10.6)
m1 + m2 1 m1 1,2

dengan
m1 m2
µ≡ (10.7)
m1 + m2

kita sebut sebagai massa tereduksi. Dengan cara yang sama, kita
dapatkan posisi relatif benda 2 terhadap pusat massa,

⃗R2 = − µ ⃗r1,2 . (10.8)


m2

Dapat dibuktikan bahwa posisi relatif partikel pertama terhadap


partikel kedua menurut kerangka pusat massa adalah

⃗R1,2 = ⃗R1 − ⃗R2 = ⃗r1,2 . (10.9)


PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 79

Kecepatan relatif
Persamaan posisi relatif masing-masing benda terhadap pusat mas-
sa dapat didiferensialkan untuk menghasilkan

V ⃗ = µ ⃗v1,2 ,
⃗ 1 = ⃗v1 − V (10.10)
m1
V ⃗ = − µ ⃗v1,2 ,
⃗ 2 = ⃗v2 − V (10.11)
m2

⃗1 ≡ d⃗R1 ⃗2 ≡ d⃗R2
dengan V dt dan V dt adalah kecepatan masing-masing

⃗ ≡ d R adalah kecepatan pusat
benda terhadap pusat massa dan V dt
massa sistem. Dapat kita buktikan bahwa

⃗ 1,2 = ⃗v1,2 .
V (10.12)

Percepatan relatif
Diferensial dari persamaan kecepatan relatif tiap partikel terha-
dap pusat massa menghasilkan

A ⃗ = µ ⃗a1,2 ,
⃗ 1 = ⃗a1 − A (10.13)
m1
A ⃗ = − µ ⃗a1,2 ,
⃗ 2 = ⃗a2 − A (10.14)
m2

⃗1 ≡ d2 ⃗R1 ⃗2 ≡ d2 ⃗R2
dengan A dt2
dan A adalah percepatan masing-
dt2
masing benda terhadap pusat massa dan A ⃗ ≡ d2 ⃗R2 adalah perce-
dt
patan pusat massa sistem. Lagi-lagi dapat dibuktikan bahwa

⃗ 1,2 = ⃗a1,2 .
A (10.15)

Anggaplah dua partikel dalam sistem mengalami interaksi me-


⃗ (⃗r ). Gaya pada partikel pertama akibat partikel kedua
lalui gaya G
kita tuliskan sebagai G ⃗ 1,2 yang menurut hukum kedua Newton
memenuhi
⃗ 1,2 = m1⃗a1 .
G (10.16)

Hal yang sama juga berlaku pada partikel kedua,

⃗ 2,1 = m2⃗a2 ,
G (10.17)
80 14 pekan kuliah mekanika b

dengan ⃗F2,1 adalah gaya pada partikel kedua akibat partikel per-
tama. Menurut hukum ketiga Newton, kedua gaya tersebut me-
rupakan pasangan aksi-reaksi,

⃗ 1,2 = − G
G ⃗ 2,1 . (10.18)

Dari ketiga persamaan terakhir, dapat kita peroleh


m2
⃗a1 = − ⃗a2 . (10.19)
m1
Sehingga percepatan relatif partikel pertama terhadap kedua ada-
lah  
m1 + m2
⃗a1,2 = ⃗a1 −⃗a2 = ⃗a2 . (10.20)
m1
m2
Kalikan persamaan terakhir dengan m2 = 1, diperoleh

m1 + m2
 ⃗ 1,2
G
⃗a1,2 = (m2⃗a2 ) = , (10.21)
m1 m2 µ

dengan µ1 ≡ m1 + m12 . Besaran µ telah kita gunakan sebelumnya,


1
dan menyatakan massa tereduksi dari dua partikel. Dari persa-
maan terakhir, kita lihat bahwa ternyata percepatan relatif partikel
pertama terhadap kedua bukanlah gaya yang dialami dibagi de-
ngan massa partikel pertama, namun gaya dibagi dengan massa
tereduksi. Persamaan terakhir juga dapat kita manfaatkan untuk
memperoleh

G
⃗a2,1 = 2,1 . (10.22)
µ

10.2 Tumbukan dua partikel

Mari kita pelajari lebih jauh sistem dua partikel di atas, dengan
mengandaikan dua partikel tersebut mengalami tumbukan satu
sama lain. Jika sistem mengalami gaya eksternal sebesar ⃗F, maka
berlaku

⃗F = d P , (10.23)
dt
dengan ⃗P adalah momentum pusat massa sistem yang juga sama
dengan total momentum sistem. Gaya luar dapat berupa, misal-
nya gaya gesek antara benda dengan lantai atau gaya gesek udara.
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 81

Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka berlaku

⃗P = konstan, (10.24)

atau
⃗p1i + ⃗p2i = ⃗p1 f + ⃗p2 f , (10.25)

dengan indeks i (singkatan dari intial) menyatakan besaran sebe-


lum tumbukan dan f (final) menyatakan besaran setelah tumbuk-
an. Persamaan terakhir tidak lain menyatakan konservasi momen-
tum linear sistem menurut kerangka laboratorium. .
Lalu bagaimanakah bentuk persamaan untuk konservasi mo-
mentum linear dalam kerangka pusat massa? Kita dapat me-
manfaatkan besaran kecepatan tiap partikel menurut pusat massa,
yang telah kita peroleh pada bagian sebelumnya, untuk menghi-
tung momentum total sistem sebelum tumbukan, ◀ konservasi momentum
dalam kerangka pusat mas-
⃗P′ = ⃗p1i
′ ′
+ ⃗p2i ⃗ 1 + m2 V
= m1 V ⃗2 sa

= µ⃗v1,2 − µ⃗v1,2
= 0. (10.26)

(Tanda aksen kita gunakan untuk membedakan momentum da-


lam kerangka pusat massa dengan momentum dalam kerangka
laboratorium). Terlihat bahwa momentum total sistem menurut
kerangka pusat massa adalah nol. Hal ini sangatlah logis. Mo-
mentum total sistem sama dengan momentum pusat massa (yaitu
massa total kedua partikel, m1 + m2 , dikalikan dengan kecepat-
⃗ Ketika kita menganggap pusat massa sistem
an pusat massa V).
sebagai kerangka acuan, artinya kita meminta seorang pengamat
untuk berada di titik pusat massa. Jelas bahwa pengamat tersebut
akan mengamati titik pusat massa diam terhadap dirinya, sehing-
ga momentum sistem bernilai nol.
Selanjutnya, karena momentum linear konstan (akibat tidak
adanya gaya luar yang bekerja pada sistem), maka momentum
akhir sistem setelah tumbukan adalah

⃗p1′ f + ⃗p2′ f = 0. (10.27)

Dari dua persamaan terakhir, terlihat bahwa persamaan konse-


rvasi momentum menurut kerangka pusat massa memiliki bentuk
82 14 pekan kuliah mekanika b

yang lebih sederhana dibandingkan persamaan yang sama menu-


rut kerangka laboratorium.
Sekarang, mari kita tinjau energi kinetik sistem. Kita mulai
dari kerangka acuan pusat massa. Menurut kerangka acuan pusat
⃗ 1 dan V
massa, kecepatan tiap partikel adalah V ⃗ 2 , sehingga energi
kinetik sistem adalah
1 ⃗2 1 ⃗2
K′ = m V + m2 V2 . (10.28)
2 1 1 2
Tanda aksen kita gunakan kembali untuk menyatakan besaran
⃗1 =
energi kinetik (K) terhadap pusat massa sistem. Mengingat V
⃗ dapat kita peroleh
⃗v1 − V,

V12 = V ⃗ 1 = v21 + V 2 − 2⃗v1 · V.


⃗1 · V ⃗ (10.29)

⃗ 2 = ⃗v2 − V
Demikian pula untuk partikel kedua, V ⃗ sehingga

V22 = V ⃗ 2 = v22 + V 2 − 2⃗v2 · V.


⃗2 · V ⃗ (10.30)

Gunakan dua persamaan terakhir ke persamaan energi kinetik,


1 1
K′ = m v2 + m V 2 − m1⃗v1 · V

2 1 1 2 1
1 1
+ m2 v22 + m2 V 2 − m2⃗v2 · V.

2 2
1 1 1
= m1 v21 + m2 v22 + (m1 + m2 ) V 2 − (m1⃗v1 + m2⃗v2 ) · V.

2 2 2
(10.31)

Kita tuliskan M = m1 + m2 sebagai massa total sistem dan m1⃗v1 +


m2⃗v2 = MV,⃗ serta
1 1
K= m v2 + m2 v22 , (10.32)
2 1 1 2
sebagai energi kinetik menurut kerangka laboratorium, sehingga
1
K′ = K − MV 2 . (10.33)
2
Atau dapat juga dituliskan
1
K − K′ = MV 2 , (10.34)
2
yang berarti bahwa besarnya energi kinetik sistem menurut pe-
ngamat di laboratorium dan di pusat massa sistem tidak sama,
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 83

dan selisih keduanya sama dengan energi kinetik dari pusat mas-
sa sistem, 21 MV 2 .
Akibat peristiwa tumbukan, energi kinetik sistem dapat beru-
bah. Tumbukan dikatakan sebagai tumbukan yang elastik (len-
ting) jika energi kinetik sistem sebelum dan setelah tumbukan ti-
dak berubah. Jika setelah tumbukan energi kinetik sistem bertam-
bah, maka peristiwanya disebut sebagai tumbukan elastik super
(superelastic). Penambahan energi kinetik ini bisa jadi berasal da-
ri energi internal sistem. Tumbukan dikatakan tidak lenting jika
energi kinetik sistem setelah tumbukan berkurang dibanding se-
belum tumbukan. Jadi, secara umum dapat kita tuliskan

Ki + Q = K f , (10.35)

dengan Q < 0 (tumbukan tidak elastik), Q = 0 (elastik), dan


Q > 0 (elastik super).
Momentum linear dan energi kinetik adalah dua besaran uta-
ma yang diukur pada peristiwa tumbukan (misalnya pada ekspe-
rimen tumbukan antarpartikel elementer). Jika massa dan kece-
patan kedua partikel sebelum tumbukan diketahui, maka secara
umum persamaan konservasi momentum dan persamaan ener-
gi kinetik di atas dapat digunakan untuk menentukan kecepatan
akhir sistem.

10.3 Tumbukan elastik satu dimensi

Sebagai aplikasi konsep sebelumnya kita akan mempelajari peris-


tiwa tumbukan satu dimensi antara dua partikel bermassa m1 dan
m2 . Anggap kecepatan masing-masing partikel dalam kerangka
laboratorium sebelum tumbukan adalah v1i dan v2i , sedangkan
kecepatan keduanya setelah tumbukan adalah v1 f dan v2 f . Peru-
bahan momentum sistem dikaitkan dengan keberadaan gaya luar
yang bekerja pada benda,
dp
F= . (10.36)
dt
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem kedua partikel
selama tumbukan, maka momentum sistem bernilai konstan,

m1 v1i + m2 v2i = m1 v1 f + m2 v2 f . (10.37)


84 14 pekan kuliah mekanika b

Pada kasus tumbukan elastik berlaku

Ki = K f
1 1 1 1
⇔ m v2 + m2 v22i = m1 v2i f + m2 v22 f . (10.38)
2 1 i1 2 2 2
Persamaan (10.37) dan (10.38) dapat kita sederhanakan sebagai
berikut. Pertama kita susun ulang kedua persamaan menjadi
   
m1 vi1 − v1 f = −m2 v2i − v2 f , (10.39)
   
m1 v2i1 − v2i f = −m2 v22i − v22 f . (10.40)

Bagi persamaan energi dengan persamaan momentum,


       
− −m −
 
m
 1v
i1  v1 f vi1 + vi f  
2v
2i  v2 f v2i + v2 f
   =   
− −m −
 
m1v
1i  v1 f  2v2i  v2 f

⇔ vi1 + vi f = vi1 + vi f , (10.41)

atau

(v1 − v2 )i = − (v1 − v2 ) f ⇔ (v1,2 )i = − (v1,2 ) f . (10.42)

Terlihat di sini bahwa kecepatan relatif partikel pertama terhadap


kedua sebelum dan setelah tumbukan sama besar dan saling ber-
lawanan arah.
Sekarang, kita beralih ke kerangka pusat massa. Konservasi
momentum menurut kerangka ini adalah

m1 V1i + m2 V2i = 0
m1 V1 f + m2 V2 f = 0. (10.43)

Jumlah dua persamaan tersebut adalah


   
m1 V1i + V1 f + m2 V2i + V2 f = 0, (10.44)

dengan solusi

V1i = −V1 f dan V2i = −V2 f . (10.45)

Artinya menurut kerangka pusat massa, setelah tumbukan tiap


partikel berbalik arah dengan laju yang sama dengan laju sebelum
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 85

tumbukan. Tentu saja, kita dapat juga mencari selisih dari dua
persamaan konservasi momentum di atas untuk mendapatkan
   
m1 V1i − V1 f + m2 V2i − V2 f = 0, (10.46)

yang menghasilkan solusi

V1i = V1 f dan V2i = V2 f . (10.47)

Namun, hal ini berarti kedua partikel tidak mengalami tumbukan


sama sekali.

Soal

1. Tinjau tumbukan satu dimensi, sebuah massa 2m bergerak ke


kanan dan massa lain m bergerak ke arah kiri. Keduanya mela-
ju dengan kelajuan v. Jika tumbukannya elastik maka tentukan
kecepatan setelah tumbukkan terhadap kerangka lab untuk ti-
ap massa dengan cara:

(a) kerjakan dengan meninjau kerangka lab.


(b) kerjalan dengan meninjau kerangka pusat massa.

2. Tinjau dua partikel dengan massa m1 , m2 dan kecepatan masing-


masingnya v⃗1 dan v⃗1 . Keduanya bertumbukan dan kemudian
dua massa tersebut bergabung menjadi satu. Tentukan kece-
patan akhir sistem dan tunjukkan bahwa besar energi kinetik
yang hilang karena tumbukkan sebesar
m1 m2
v − v⃗2 |2 .
|⃗
2 ( m1 + m2 ) 1

3. Dua partikel m1 dan m2 masing-masing bergerak dengan kece-


patan v⃗1 dan v⃗2 terhadap kerangka lab. Kedua partikel kemu-
dian bertumbukan sehingga energi kinetik sistem berkurang
sebesar Q. Tentukanlah momentum akhir tiap partikel setelah
tumbukan! Anggap kedua partikel hanya bergerak dalam arah
satu dimensi.

4. Sebuah benda bermassa M pecah menjadi dua bagian, masing-


masing bermassa m1 dan m2 . Jika energi kinetik sistem bertam-
bah sebesar Q, tentukanlah kecepatan akhir tiap bagian benda
terhadap pusat massa sistem!
86 14 pekan kuliah mekanika b

5. Sebuah peluru bermassa m ditembakkan dengan kecepatan 50


m/s pada sudut 60◦ terhadap bidang horizontal. Ketika men-
capai titik tertingginya, peluru melaedak menjadi dua bagian
dan menghasilkan tambahan energi sebesar E, sehingga mem-
buat salah satu bagian peluru bergerak lurus ke atas. Tentukan
arah gerak dari potongan kedua. Hitunglah kecepatan kedua
potongan peluru.

6. A projectile of mass M (= m1 + m2 ) is fired with velocity v


making an angle θ with the horizontal. At the top it explodes
into two masses, m1 and m2 , creating an additional energy E.
Show that the two fragments strike the ground at a distance
apart equal to   
vsinθ 1 1
2E +
g m1 m2

7. A neutron of mass m, moving with velocity v collides with an


atomic nucleus of mass m2 at rest. Calculate the maximum
fractional loss in kinetic energy of the neutron if the atomic
nucleus is (a) hydrogen, (b) carbon, (c) iron, and (d) lead.

8. A particle of mass ml and velocity v1 i collides with a particle


of mass m2 moving with velocity v2 i exactly in the opposite
direction. If, after collision, mass ml leaves at an angle θ1 with
the initial direction, what is the value of v1 f ?

9. A particle of mass m1 moving with velocity v0 collides elasticity


with a particle of mass m2 at rest. At what scattering angle will
be momentum of the mass m1 be half its initial value? What
are the restrictions in terms of m1 /m2 ?

10. A billiard ball of mass m collides with an identical ball at rest.


After collision, the two balls leave at angles θ with the initial
direction. Prove that for this to happen the two balls have a
rotational kinetic energy of [1 − (cos−2 θ )/2]Ki , where Ki is the
initial kinetic energy. Assume that there are no frictional losses
in energy.

11. Consider a perfect elastic collision between two balls, one of


mass m and the other of unknown mass, each moving with a
speed v0 but in opposite directions. After collision, the ball of
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 87

unknown mass comes to rest. Calculate the unknown mass and


the velocity of the ball of mass m.

12. A ball of mass m with energy E strikes a ball of mass M at rest.


After collision, the ball of mass m is scattered at an angle of
90◦ from its original direction. Calculate the energy of mass M
after collision.

13. A particle of mass m1 moving with velocity v1 , collides with


a particle of mass m2 moving with a velocity v2 , both having
the same initial kinetic energy. Find the conditions in terms of
v1 /v2 and ml /m2 so that mass m1 is at rest after collision.

14. A particle of mass m moving with velocity v0 collides with a


mass M moving in the opposite direction. After collision, the
mass m has velocity v0 /2 and moves at right angles to the initial
direction, while mass M moves in a direction making an angle
of 30◦ with the initial path of m. Find the ratio m/M.

15. Show that the loss in kinetic energy when two objects collide
is 21 µV 2 (1 − e2 ), where µ, is the reduced mass, V is the relative
speed before collision, and e is the coefficient of restitution.

16. A particle of mass ml moving at right angles to mass m2 collides


as shown in figure below. Calculate the velocity of each particle
after an elastic collision, m1 = 3 kg, m2 = 2 kg, v1i = 2 m/s, and
v2i = 3 m/s.

17. Consider the situation shown in figure below. Ball A of mass Soal 16.

2m is raised to a height of h so that its string makes an angle of


45◦ with the vertical, and it is then let go. To what height will
ball B of mass m rise if the coefficient of restitution is 0.5?

18. A ball of 1-kg mass moving with a speed of 2 m/s strikes a


wooden bar of 2-kg mass moving to the right, with a center-
of-mass velocity of 1.5 m/s, as shown in figure below. If the Soal 17
coefficient of restitution is 0.4, and the plane is which this co-
llision takes place is smooth, calculate the following quantities
just after collision: (a) velocity of the ball, and (b) linear velocity
and angular velocity of the bar.

Soal 18.
88 14 pekan kuliah mekanika b

19. A neutron in a nuclear reactor moving with an initial speed of


120 m/s collides with a deuteron (heavy hydrogen in which the
nucleus is made of a proton and a neutron) at rest. The neutron
is scattered at an angle of 30◦ . Calculate the recoil angle for the
deuteron and the speed of both the neutron and deuteron after
the collision. Draw a diagram showing this collision in the
CMCS and the corresponding angles in the CMCS.
Tumbukan Dua Dimensi 11
11-1 Tumbukan dua dimensi
dalam kerangka
laboratorium
11.1 Tumbukan dua dimensi dalam kerangka labora- 11-2 Tumbukan dua dimensi
torium dalam kerangka pusat
massa
11-3 Hamburan Ruthterford
Pada pekan sebelumnya telah dibahas bahwa pada sistem dua
partikel tanpa gaya luar berlaku konservasi momentum,

⃗p1i + ⃗p2i = ⃗p1 f + ⃗p2 f . (11.1)

Energi kinetik sistem sebelum dan setelah tumbukan terhubung


oleh persamaan

Ki + Q = K f
p21i p22i p21 f p22 f
+ +Q = + . (11.2)
2m1 2m2 2m1 2m2
JIka partikel kedua mula-mula diam (kita sebut sebagai partiketl
target), maka persamaan konservasi momentum memberikan

⃗p2 f = ⃗p1i − ⃗p1 f


p22 f = p21i + p22 f − 2p1i p1 f cos θ1 , (11.3)

dengan θ1 adalah sudut hambur partikel pertama, yaitu sudut


yang dibentuk oleh arah gerak partiel pertama setelah tumbukan
terhadap arah geraknya sebelum tumbukan. Persamaan di atas
dapat disubsitusikan ke persamaan energi kinetik dan diperoleh
hubungan antara Q dengan sudut hambur θ.
90 14 pekan kuliah mekanika b

Selain sudut hambur, kita juga dapat menentukan sudut bu-


kaan (opening angle), yaitu sudut yang dibentuk oleh arah gerak
kedua partikel setelah tumbukan. Mari kita hitung sudut buka-
an untuk tumbukan dua partikel secara lenting sempurna. Dari
persamaan konservasi momentum diperoleh

p21i = p21 f + p22 f + 2p1 f p2 f cos θ, (11.4)

dengan p1 f p2 f cos θ = ⃗p1 f · ⃗p2 f dan θ adalah sudut bukaan kedua


partikel setelah tumbukan. Sementara itu persamaan konservasi
energi (dengan Q = 0 untuk tumbukan elastik) memberikan

m1 2
p21i = p21 f + p . (11.5)
m2 2 f

Dari kedua terakhir diperoleh

m1 − m2 p2 f m1 − m2 v2 f
   
1 1
cos θ = = . (11.6)
2 m2 p1 f 2 m1 v1 f

Pada kasus kedua partikel bermassa sama, m1 = m2 diperoleh


cos θ = 0 atau setelah tumukan kedua partikel bergerak saling te-
gaklurus. Kemudian pada kasus partikel kedua (target) jauh lebih
kecil massanya dibanding partikel pertama diperoleh cos θ =≈
v1 f
v .
2f

11.2 Tumbukan dua dimensi dalam kerangka pusat


massa

Dilihat dari kerangka pusat masa, persamaan konservasi momen-


tum akan berbentuk

⃗P1i + ⃗P2i = 0, (11.7)


⃗P1 f + ⃗P2 f = 0. (11.8)

Artinya, baik sebelum maupu setelah tumbukan kedua partikel


bergerak saling berlawananan arah. Sudut hambur kedua partikel
juga selalu sama,

V̂1i · V̂1 f = V̂2i · V̂2 f = cos ψ. (11.9)


PEKAN KE- 11. TUMBUKAN DUA DIMENSI 91

Persamaan energi menurut kerangka pusat massa adalah

P1i2 P2i2 P12f P22f


+ +Q = + . (11.10)
2m1 2m2 2m1 2m2
Dari persamaan momentum diperoleh ⃗ P2i = −⃗
P1i dan ⃗
P2i = −⃗ P1i ,
sehingga persamaan energi di atas dapat ditulis ulang dalam ben-
tuk
P1i2 P12f
+Q = , (11.11)
µ µ
1 1
dengan µ adalah massa tereduksi dari kedua partikel, µ = m1 +
1
m2 . Dari persamaan terakhir diperoleh

1 2 
Q= P1 f − P1i2 . (11.12)
µ
Besaran Q dapat juga dinyatakan dalam besaran momentum par-
tikel kedua,
1 2 
Q= P2 f − P2i2 . (11.13)
µ
Jadi perubahan energi sistem dapat diukur jika momentum salah
satu partikel sebelum dan setelah tumbukan diketahui.

11.3 Hamburan Rutherford

Soal

1. Sebuah partikel bermassa m1 , energi K1i bertumbukkan dengan


secara elastik dengan partikel bermassa m2 yang berada pada
keadaan diam. Jika setelah tumbukkan benda bermassa m2 ber-
gerak dengan sudut θ2 terhadap arah gerak awal benda m1 , be-
rapa energi K2 f yang ditransfer kepada partikel m2 ? Tunjukkan
bahwa K2 f akan maksimum untuk tumbukan ‘head on’ dan pa-
da kasus ini energi yang hilang dari partikel yang menumbuk
dalam tumbukkan ialah
4m1 m2
K1i − K1 f = K
m1 + m2 1i

2. Sebuah partikel bermassa m1 , momentum p1i bertumbukkan


secara elastik dengan partikel bermassa m2 , momentum p2i ber-
gerak dalam arah yang berlawanan. Jika m1 bergerak pada arah
92 14 pekan kuliah mekanika b

θ1 terhadap arah gerak awalnya setelah tumbukan, tentukan


momentum akhirnya.

3. Reaksi nuklir dengan Q diketahui terjadi pada plat fotografik


dimana lintasan dari partikel datang m1 dan dua partikel akhir
yang terbentuk m3 dan m4 dapat terlihat. Dapatkan energi dari
partikel yang datang dalam suku-suku m1 , m3 , m4 , Q dan sudut
yang terukur θ3 dan θ4 antara lintasan partikel yang datang dan
lintasan dua partikel akhir. Apa yang terjadi bila Q = 0?

4. Sebuah bola bilyar meluncur pada meja licin dan menumbuk


bola yang identik yang berada dalam keadaan diam. Kedua
bola bergerak pada sudut ±θ terhadap arah gerak awal. Tun-
jukkan bahwa setelah tumbukan gabungan energi kedua bola
tersebut harus memilikki energi rotasi sebesar 1 − 12 cos−2 θ da-
ri energi kinetik awal, dengan asumsi tidak ada energi yang
terdisipasi dalam gesekan.

5. Sebuah benda bermassa 4m berada pada keadaan diam keti-


ka dia meledak dan menjadi beberapa pecahan dengan massa
masing-masing 2m, m dan m. Setelah ledakan kedua pecah-
an yang bermassa m teramati bergerak dengan kecepatan yang
sama dalam arah membentuk sudut 120◦ satu sama lain. Ten-
tukan proporsi dari total energi kinetik yang dibawa masing-
masing pecahan.

6. Dalam tumbukan elastik antara proton yang bergerak dengan


kecepatan u dan inti nukleus dalam keadaan diam, proton ter-
hambur dengan sudut 45◦ . Berapakah porsi energi awal yang
hilang? Berapakah sudut terhambur dari inti Helium?
Osilasi Terkopel 12
12-1 Osilasi Terkopel
Tinjau susunan dua benda dan tiga pegas seperti pada gambar.

Gambar 12.1: Osilasi terko-


pel dua benda dalam penga-
ruh gaya tiga pegas.

Jika pegas k3 dihilangkan, maka benda m1 dan m2 masing-masing


dapat berosilasi secara bebas dalam pengaruh pegas k1 dan k2 .

Kita gunakan koordinat x1 untuk menggambarkan posisi m1


dan koordinat x2 untuk benda m2 . Titik asal (O) untuk tiap ko-
ordinat diambil pada masing0masing titik setimbang, dan arah
positif diambil sedemikian sehingga x1 dan x2 yang positif meng-
gambarkan pegas bertambah panjang. Dengan demikian, arah
positif x1 adalah ke kanan sedangkan x2 arah positifnya ke kiri.
Persamaan gerak tiap benda adalah

−k1 x1 = m1 ẍ1 dan − k2 x2 = m2 ẍ2 . (12.1)


94 14 pekan kuliah mekanika b

Frekuensi masing-masing benda adalah


s s
k1 k2
ω01 = danω02 = . (12.2)
m1 m2

Sekarang kita pelajari situasi saat pegas k3 terpasang. Jika pe-


gas k1 dan k2 masing-masing memanjang sejauh x1 dan x2 , maka
pegas k3 akan tertekan/memendek sejauh x1 + x2 .

Pegas k3 mendorong benda m1 ke kiri dan m2 ke kanan, masing-


masing dengan gaya sebesar k ( x1 + x2 ). Persamaan gerak tiap
benda menjadi

−k13 x1 − k3 x2 = m1 ẍ1 , (12.3)


−k3 x1 − k23 x2 = m2 ẍ2 , (12.4)

dengan k ij ≡ k i + k j . Dua persamaan di atas membentuk set per-


samaan diferensial terkopel. Kita ambil solusi berbentuk

x1 = C1 e pt , x2 = C2 e pt , (12.5)

dengan C1 , C2 , dan p adalah konstanta-konstanta yang akan kita


tentukan kemudian. Substitusikan kedua solusi tersebut untuk
mendapatkan

C1 k3 k + m1 p2
=− 2
= − 23 . (12.6)
C2 k13 + m1 p k3
Tanda sama dengan paling kanan dari persamaan di atas memberi
kita   
k23 = k13 + m1 p2 k23 + m2 p2 . (12.7)
PEKAN KE- 12. OSILASI TERKOPEL 95

Persamaan di atas dapat diuraikan menjadi persamaan kuadrat


dalam p2 (atau persamaan pangkat empat dalam p),

p4 + αp2 + β = 0, (12.8)

dengan
k13 k
α= + 23 , (12.9)
m1 m2
k k2 + k1 k3 + k2 k3
β= 1 . (12.10)
m1 m2
Solusi persamaan kuadrat di atas adalah

p1 = +iΩ1 , p2 = −iΩ1 , p3 = +iΩ2 , p4 = −iΩ2 , (12.11)


p p
dengan 2Ω21 = −α + α2 − 4β dan 2Ω22 = −α − α2 − 4β. Kare-
na β bernilai positif, maka baik Ω21 maupun Ω22 bernilai negatif.
Keempat nilai p memberi kita empat solusi untuk x1 maupun
x2 . Karena persamaan gerak sistem berupa persamaan diferensial
linear, maka solusi total untuk posisi tiap benda berupa jumlahan
dari keempat solusi. Untuk benda pertama, kita tuliskan
4
x1 ( t ) = ∑ C1i e pi t = C11 eiΩ1 t + C12 eiΩ1 t + C12 eiΩ2 t + C12 eiΩ2 t ,
i =1
(12.12)
dengan C pada keempat suku merupakan konstanta. Bentuk eks-
ponensial dari fungsi imajiner pada keempat suku di atas dapat
kita ubah menjadi fungsi trigonometri (sinus atau cosinus) yang
merupakan fungsi riil. Untuk keperluan ini, kita ambil konstanta-
konstanta C berbentuk
A1 eiϕ1 A1 e−iϕ1 B1 e−iϕ2
B1 eiϕ2
C11 = , C12 = , C13 = , C14 =
,
2 2 2 2
(12.13)
dengan A, B, dan ϕ masing-masing merupakan konstanta. De-
ngan pemilihan tersebut, solusi x1 dapat ditulis ulang dalam ben-
tuk

x1 (t) = A1 cos (Ω1 t + ϕ1 ) + B1 cos (Ω2 t + ϕ2 ) . (12.14)

Dengan cara yang sama seperti di atas, diperoleh solusi untuk


posisi benda kedua,

x2 (t) = A2 cos (Ω1 t + ϕ1 ) + B2 cos (Ω2 t + ϕ2 ) . (12.15)


96 14 pekan kuliah mekanika b

Hubungan antara A1 dengan A2 dan antara B1 dengan B2 di-


peroleh dari persamaan (12.6). Jika p = ±Ω1 , didapat
C1 A k3
= 1 =− . (12.16)
C2 A2 k13 + m1 Ω21
Sedangkan jika p = ±Ω2 , diperoleh
C1 B k3
= 1 =− . (12.17)
C2 B2 k13 + m1 Ω22
Sehingga, solusi umum posisi kedua benda dapat ditulis ulang
dalam bentuk

x1 (t) = A1 cos (Ω1 t + ϕ1 ) + B1 cos (Ω2 t + ϕ2 ) , (12.18)


!
k13 + m1 Ω21
x2 ( t ) = − A1 cos (Ω1 t + ϕ1 )
k3
!
k13 + m1 Ω22
+ − B1 cos (Ω2 t + ϕ2 ) . (12.19)
k3

▼ Contoh 12.0.1 — Dua massa satu pegas


Sepasang massa m1 dan m2 dihubungkan dengan sebuah pegas
dengan konstanta k, meluncur tanpa gesekan sepanjang sumbu-x
(atau sejajar dengan arah perubahan panjang pegas). Tentukan fre-
kuensi osilasi dari kedua benda.

Solusi. Pada sistem ini, hanya ada pegas k3 = k sedangkan dua


 k1 = k2 = 0). Dengan
pegas lain tidak ada (dengan kata lain
hasil ini, diperoleh koefisien α = k m1 + m12 ≡ µk dan β = 0.
1
Sehingga persamaan kuadrat untuk p2 menjadi

k 2 k
p4 + p = 0 ⇒ p2 = − . (12.20)
µ µ

Dengan demikian hanya diperoleh satu frekuensi sudut,


s s  
k m1 + m2
q
Ω= | p2 | = = k .
µ m1 m2
PEKAN KE- 12. OSILASI TERKOPEL 97

Soal

1. Tentukan solusi osilasi terkopel seperti pada gambar 12.1 de-


ngan

(a) k1 = k2 = k3 = k dan m1 = m2 = m,
(b) k1 = k2 = k3 = k dan 2m1 = m2 = 2m,
(c) k1 = k3 = k, k2 = 0, dan m1 = m2 = m.

2. Sebuah sistem terdiri dari dua benda, dengan posisi masing-


masing x dan y mengalami osilasi terkopel dengan persamaan
gerak berbentuk,

ẍ + ω 2 (3x + y) = 0,
2ÿ + ω 2 ( x + 2y) = 0.

Tentukan posisi tiap benda tersebut sebagai fungsi dari waktu.


Sistem Non Inersial 13
13-1 Kerangka bertranslasi
Pekan ini kita membahas gerakan partikel yang berada dalam dipercepat
kerangka noninersial. Kerangka inersial adalah kerangka yang di- 13-2 Kerangka berotasi
13-3 Pasang-Surut
am atau bergerak dengan kecepatan konstan (atau secara singkat
kerangka yang tidak dipercepat), sehingga kerangka noninersi-
al berarti kerangka yang dipercepat. Contoh benda yang berada
pada kerangka noninersial antara lain seseorang yang berada di
dalam mobil yang bergerak dipercepat. Percepatan mobil dipero-
leh baik ketika laju mobil bertambah, berkurang, maupun ketika
mobil berbelok. Mobil yang berbelok pada dasarnya bergerak me-
lingkar terhadap suatu titik acuan tertentu, sehingga mengalami
percepatan sentripetal menuju pusat putaran.

13.1 Gerak benda pada kerangka yang bertranslasi

Sebagai contoh pertama, mari kita tinjau dua kerangka masing-


masing O yang diam dan O′ yang bergerak. Anggap vektor basis
kedua kerangka koordinat sama dan kerangka O bergerak pada
arah sejajar sumbu-x. Dalam kasus mobil pada paragraf sebelum-
nya, kerangka O mewakili pengamat yang diam di tepi jalan dan
O′ adalah pengamat yang berada di dalam mobil. Anggap mobil
bergerak di jalan lurus searah dengan sumbu-y kedua koordiant.
Misal sebuah benda bermassa m berada pada posisi y menurut
kerangka O dan x ′ menurut kerangka O′ . Jika posisi titik asal
koordinat O′ menurut O adalah Y, maka berlaku

y = Y + y′ . (13.1)
100 14 pekan kuliah mekanika b

Hubungan kecepatan dan percepatan benda menurut kedua


kerangka diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan posisi
terhadap waktu,

dy dY dy′
= + , (13.2)
dt dt dt
d2 y d2 Y d2 y ′
= + . (13.3)
dt2 dt2 dt2

Sekarang, mari kita tinjau hukum II Newton yang berlaku pa-


da benda. Misal benda dikenai gaya sebesar F pada arah sejajar
sumbu-x. Maka menurut kerangka O, hukum II Newton akan
berbentuk
d2 y
ΣF = m 2 = F. (13.4)
dt
Sementara itu, menurut kerangka O′ berlaku

d2 y ′ d2 Y
ΣF ′ = m 2
= F−m 2 . (13.5)
dt dt

Terlihat bahwa menurut kerangka O′ benda mengalami tambahan


2
gaya sebesar −m ddtX2 .Suku tersebut adalah gaya fiktif yang mun-
cul akibat kerangka O′ mengalami percepatan. Besar gaya fiktif
tersebut sebanding dengan percepatan kerangka dan massa ben-
da, sedangkan arahnya berlawanan dengan arah percepaan ke-
rangka. Kita akan menamai gaya fiktif akibat translasi dipercepat
dari kerangka tersebut sebagai gaya translasi,

d2 Y
Ftranslasi = −m . (13.6)
dt2

Jika O′ tidak dipercepat (dengan demikian kerangka O′ menjadi


kerangka inersial), maka suku tersebut bernilai nol.
PEKAN KE- 13. SISTEM NON INERSIAL 101

13.2 Gerak benda pada kerangka yang berotasi

Mari perumum pembahasan kita pada bagian sebelumnya, de-


ngan meninjau kerangka noninersial yang berotasi. Seperti sebe-
lumnya kita tinjau dua kerangka koordinat O dan O′ yang ter-
pisah satu sama lain. Namun alih-alih hanya bergerak translasi,
kerangka O′ juga mengalami rotasi terhadap suatu sumbu tetap.
Posisi sembarang benda dalam ruang menurut kedua kerangka
kita tuliskan sebagai vektor ⃗r dan ⃗r ′ . Misalnya titik asal koordinat
O′ berada pada posisi ⃗R menurut O, maka dapat kita tuliskan

⃗r = ⃗R +⃗r ′ . (13.7)

Untuk mempermudah pembahasan, marilah kita pilih sistem


koordinat kartesius untuk menguraikan ketiga vektor di atas,

⃗r = x x̂ + yŷ + zẑ, (13.8)


⃗R = X x̂ + Y ŷ + Z ẑ, (13.9)
′ ′ ′ ′ ′ ′ ′
⃗r = x x̂ + y ŷ + z ẑ . (13.10)

Perhatikan bahwa kita menuliskan basis koordinat O′ dengan no-


tasi aksen, karena secara umum arah sumbu-sumbu { x ′ , y′ , z′ } pa-
da koordinat O′ dapat berbeda dengan arah sumbu-sumbu { x, y, z}
pada koordinat O. Perbedaan tersebut terjadi akibat gerak rotasi
yang dialami kerangka O′ . Sebagai ilustrasi, misalnya kerangka
O′ adalah sebuah kereta api sedangkan kerangka O adalah stasi-
un. Masinis kereta mengambil basis-basis koordinatnya menurut
arah relatif kereta, mislanya sumbu x ′ positif ke arah kanan ke-
reta dan sumbu y′ positif ke depan. Sementara itu, orang yang
diam di stasiun mengambil basis-basis koordinatnya sesuai arah
mata angin, misalnya x positif ke arah timur dan y positif ke arah
102 14 pekan kuliah mekanika b

utara. Jelas bahwa secara umum basis-basis kedua kereta akan


berbeda. Ketika kereta api berbelok, dengan sendirinya sumbu
{ x ′ , y′ } berubah.
Berbekal ilustrasi di atas, kita dapat menentukan kecepatan
benda menurut kerangka O′ ,

d⃗r ′ dx ′ ′ dy′ ′ dz′ ′ d x̂ ′ dŷ′ dẑ′


= x̂ + ŷ + ẑ + x ′ + y′ + z′
dt |dt dt
{z dt } | dt {zdt dt}
δ⃗r ′ =⃗v′ ⃗ξ
δt

= ⃗v′ + ⃗ξ. (13.11)

Secara umum diferensial dari sembarang vektor dalam koordinat


O′ akan menghasilkan dua suku seperti di atas. Suku pertama
berkaitan dengan perubahan komponen vektor dan suku kedua
berkaitan dengan perubahan basis koordinat O′ (dinyatakan de-
ngan vektor ⃗ξ). Selanjutnya dari persamaan (13.7) diperoleh hu-
bungan kecepatan benda menurut dua kerangka,

⃗ + ⃗v′ + ⃗ξ,
⃗v = V (13.12)

dengan ⃗v = ddt⃗r adalah kecepatan benda menurut O dan V ⃗ = d⃗R


dt
adalah kecepatan kerangka O′ terhadap O.
Karena perubahan basis koordinat O′ disebabkan oleh gerak
rotasi dari kerangka O′ , maka vektor ⃗ξ haruslah terkait dengan ge-
rak rotasi dari O′ . Misalnya kerangka O′ berotasi terhadap sumbu
z′ dengan kecepatan sudut ω ⃗ = ω ẑ′ , maka perubahan basis koo-
rdinat O′ dapat dituliskan sebagai

d x̂ ′ dŷ′ dẑ′
⃗ × x̂ ′ ,
=ω ⃗ × ŷ′ ,
=ω = 0. (13.13)
dt dt dt

(Ingat kembali pembahasan hal ini pada kuliah Pekan 1 tentang


koordinat polar.) Secara umum, jika kerangka O′ berputar terha-
dap sumbu sembarang, maka perubahan basis ẑ′ akan berbentuk

dẑ′
⃗ × ẑ′ .
=ω (13.14)
dt
PEKAN KE- 13. SISTEM NON INERSIAL 103

Dari ketiga persamaan terakhir kita dapatkan vektor ⃗ξ,

⃗ξ = x ′ ω
⃗ × x̂ ′ + y′ ω
⃗ × ŷ′ + z′ ω ⃗ × ẑ′
⃗ × x ′ x̂ ′ + y′ ŷ′ + z′ ẑ′


| {z }
⃗r ′

⃗ ×⃗r .
=ω (13.15)

Sehingga persamaan (13.11) dapat ditulis ulang sebagai

d⃗r ′ δ⃗r ′
= ⃗ ×⃗r ′ .
+ω (13.16)
dt dt
Persamaan di atas dapat diperluas untuk sembarang vektor (mi-
⃗ ′ ) yang terletak di O′ ,
salnya A

dA⃗′ ⃗′
δA
= +ω ⃗ ′.
⃗ ×A (13.17)
dt dt
Akhirnya, diperoleh persamaan yang menghubungkan kecepatan
benda menurut kedua kerangka,

⃗ + ⃗v′ + ω
⃗v = V ⃗ ×⃗r ′ . (13.18)

Selanjutnya kita cari percepatan benda menurut kedua kerang-


ka. Percepatan benda diperoleh dengan mendiferensialkan persa-
maan kecepatan terhadap waktu,
 ′ 
⃗ d⃗r ′
  
d⃗v dV d⃗v ⃗

= + + ×⃗r ′ + ω ⃗ ×
dt dt dt dt dt
 ′  ′
d ⃗R
2     
δ⃗v ′ ⃗
dω ′ δ⃗r ′
= 2 + +ω ⃗ × ⃗v + ×⃗r + ω ⃗ × ⃗ ×⃗r

dt δt dt δt
d2 ⃗R δ⃗v′ dω ⃗
= 2 + ⃗ × ⃗v′ +
+ 2ω ×⃗r ′ + ω
⃗ ×ω ⃗ ×⃗r ′ . (13.19)
dt δt dt
Percepatan benda menurut kerangka O dan O′ secara berurutan
adalah Dengan demikian, hubungan percepatan di kedua kerang-
ka adalah
d2 ⃗R ⃗

⃗a = ⃗a′ + ⃗ × ⃗v′ +
+ 2ω ×⃗r ′ + ω ⃗ ×⃗r ′ ,
⃗ ×ω (13.20)
dt2 dt
d2⃗r
dengan ⃗a = dt2
adalah percepatan benda menurut kerangka O
δ2⃗r ′
dan ⃗a′
= adalah percepatan benda menurut kerangka O′ . Ji-
δt2
ka gaya yang bekerja pada benda adalah ⃗F dan massa benda m,
104 14 pekan kuliah mekanika b

Hukum II Newton menurut O berbentuk

∑ ⃗F = ⃗F = m⃗a, (13.21)

sementara menurut kerangka O′ ,

Σ⃗F ′ = ⃗F + ⃗Ftranslasi + ⃗FCoriolis + ⃗Fazimutal + ⃗Fsentri f ugal = m⃗a′ ,


(13.22)
dengan
2⃗
⃗Ftranslasi = −m d R , (13.23)
dt2
⃗FCoriolis = −2mω⃗ × ⃗v′ , (13.24)

⃗Fazimutal = − dω⃗
×⃗r ′ , (13.25)
dt
⃗Fsentri f ugal = −mω
⃗ ×ω⃗ ×⃗r ′ . (13.26)

Keempat gaya di atas adalah gaya fiktif, yang muncul akibat trans-
lasi dipercepat dan gerak rotasi yang dialami oleh O′
Ujian Akhir Semester 14
2018, semester 1

1. Sebuah bola biliar dengan energi E meluncur di atas meja yang licin dan menumbuk bola
lain yang mula-mula dalam keadaan diam. Setelah tumbukan, kedua bola bergerak dengan
sudut hambur masing-masing sebesar θ dan −θ, terhadap arah gerak bola pertama sebelum
tumbukan. Jika tidak ada energi yang hilang akibat
 gesekan, buktikan
 bahwa energi kinetik
rotasi sistem setelah tumbukan adalah sebesar 1 − 12 cos−2 θ E.
2. Sebuah partikel bermassa m tergantung pada titik O melalui sebuah tali sepanjang l yang
ringan dan tidak mulur. Partikel kemudian digerakkan hingga mengalami ayunan konis.
(a) Tentukan torsi terhadap O akibat semua gaya yang bekerja pada partikel.
(b) Buktikan bahwa momentum sudut partikel bernilai konstan.
(c) Jika mula-mula tali membentuk sudut β terhadap garis vertikal, dan partikel bergerak
dengan laju horizontal u yang tegaklurus tali, tentukan kecepatan sudut partikel, atau ϕ̇,
untuk sembarang θ.

ϕ
u
106 14 pekan kuliah mekanika b

3. Sepasang massa m1 dan m2 dihubungkan dengan sebuah pegas dengan konstanta k, me-
luncur tanpa gesekan sepanjang sumbu-x (atau sejajar dengan arah perubahan panjang
pegas).
(a) Buktikan bahwa pusat massa kedua benda bergerak dengan kecepatan konstan.
(b) Tentukan frekuensi osilasi dari kedua benda.
4. Mari menganggap bumi bulat dengan jari-jari R dan berotasi dengan kecepatan sudut kon-
stan ω terhadap sumbu diametral yang melalui kutub utara. Sembarang objek yang berada
di permukaan bumi mengalami percepatan gravitasi ⃗g yang arahnya menuju pusat bumi,
dan percepatan akibat gaya fiktif ⃗a f . Objek A dengan massa m diam di permukaan bumi
pada suatu tempat dengan posisi lintang θ.
(a) Dengan mengabaikan gerakan bumi terhadap objek lain di alam semesta, identifikasi
nilai dari semua gaya-gaya fiktif yang bekerja pada A.
(b) Didefinisikan percepatan gravitasi efektif di permukaan bumi sebagai ⃗ge f f = ⃗g + ⃗a f .
Tentukan besar percepatan gravitasi efektif yang dialami oleh A.
(Petunjuk: posisi lintang kutub utara dan selatan masing-masing adalah +90◦ dan −90◦ .)

2018, semester 3

1. Sebuah partikel bermassa m1 = 1 kg dan kecepatan v1i = 1 m/s bertumbukan dengan


partikel bermassa m2 = 2 kg yang bergerak dengan kecepatan v2i = 2 m/s dengan arah
berlawanan. Setelah tumbukan massa m1 bergerak pada sudut θ1 = 30◦ dari arah semula
dan energi sistem bertambah sebesar Q = 9/4 J.
(a) Tentukan kecepatan pusat massa sistem.
(b) Tentukan kecepatan tiap partikel sebelum tumbukan, relatif terhadap pusat massa sis-
tem.
(c) Tuliskan persamaan konservasi momentum sistem menurut kerangka pusat massa.
(d) Manfaatkan persamaan energi dan konservasi momentum dalam kerangka pusat massa
untuk mendapatkan kecepatan tiap partikel setelah tumbukan.
2. Dua pegas dengan konstanta masing-masing k1 dan k2 serta dua balok dengan massa
masing-masing m1 dan m2 disusun seperti pada gambar di bawah ini. Sistem diletakkan pa-
da permukaan lantai horizontal yang licin. Gambar atas (a) adalah situasi ketika kedua ba-
lok dalam keadaan setimbang, dan gambar bawah (b) adalah situasi ketika masing-masing
balok disimpangkan ke kanan dari keadaan setimbangnya.
(a) Pada situasi seperti gambar (b), yaitu kedua pegas teregang ke kanan masing-masing
sejauh x1 dan x2 ,gambarkan diagram gaya untuk masing-masing balok dan gunakan
hukum Newton untuk menuliskan persamaan gerak tiap benda.
PEKAN KE- 14. UJIAN AKHIR SEMESTER 107

(b) Jika m1 = m2 = m dan k1 = k2 = k, tentukan posisi tiap benda sebagai fungsi waktu.

3. Sebuah drone sedang terbang dalam keadaan statik di udara pada ketinggian h (yang nila-
inya jauh lebih kecil dari jari-jari bumi Re ) dari tanah di sekitar Tugu Khatulistiwa. Secara
tiba-tiba, kamera yang menempel pada drone terlepas sehingga jatuh bebas menuju bumi.
Bumi dapat dianggap sebagai kerangka yang berputar, dengan kecepatan sudut konstan
⃗ yang arahnya sejajar sumbu rotasi bumi dan menuju utara. Akibatnya, kamera akan
ω
mengalami gaya fiktif sehingga tidak jatuh tepat di bawah drone.
(a) Buatlah diagram benda bebas dengan menampilkan semua gaya (termasuk gaya fiktif)
yang bekerja pada kamera.
(b) Tentukan percepatan total radial menuju pusat bumi yang dialami oleh kamera karena
gaya gravitasi dan gaya fiktif. Anggap percepatan gravitasi pada ketinggian h << Re
konstan sebesar g.
(c) Tentukan waktu yang diperlukan oleh kamera sejak terlepas hingga mencapai permuka-
an bumi.
(d) Perkirakan pergeseran titik jatuhnya kamera akibat semua gaya fiktif yang bekerja.

2021, semester 1

1. Sebuah partikel dengan massa m1 dan momentum p1i menumbuk secara elastik partikel
lain bermassa m2 yang sedang bergerak berlawanan dengan momentum p2i . Jika setelah
tumbukan partikel m1 bergerak dengan sudut θ1 terhadap arahnya sebelum tumbukan,
tentukan p1 f , yakni momentum akhir dari partikel m1 .
(Anda dapat menggunakan kerangka lab atau kerangka pusat massa untuk menyelesaikan
soal di atas).
2. Sebuah roket ditembakkan secara vertikal. Massa awalnya adalah M0 , kecepatan semburan
−u konstan dan laju semburan massanya −dM/dt = A juga konstan. Setelah kehilangan
massanya sebesar ∆M, roket kehabisan bahan bakarnya.
108 14 pekan kuliah mekanika b

(a) Abaikan hambatan udara dan anggap percepatan gravitasi yang dialami oleh roket ber-
nilai konstan. Tuliskan persamaan gerak roket dan tentukan solusinya (berupa fungsi
ketinggian terhadap waktu, y(t)).
(b) Tentukan ketinggian maksimum yang dapat dicapai oleh roket, kemudian periksa apa-
kah nilai A yang besar akan menghasilkan ketinggian yang lebih besar atau lebih kecil.
3. Dua balok identik bermassa m dihubungkan satu sama lain melalui sebuah pegas dengan
konstanta k yang panjangnya dalam keadaan tidak termampat maupun teregang (atau da-
lam keadaan relaxed) adalah L. Sistem balok-pegas kemudian meluncur di atas bidang
miring licin yang memiliki sudut elevasi θ, sambil berosilasi harmonik sederhana. Awalnya
(atau saat t = 0) pusat massa kedua balok dalam keadaan diam di ketinggian h dan pegas
dibuat teregang sejauh 2A. Tentukan
(a) posisi pusat massa sistem, diukur terhadap posisi awalnya, sebagai fungsi waktu,
(b) frekuensi osilasi balok,
(c) posisi balok bawah (yakni balok yang paling dekat dengan dasar bidang miring) sebagai
fungsi waktu, diukur terhadap posisi awalnya.
4. Sebuah ember berisi air meluncur di atas lantai horizontal yang licin dengan percepatan
konstan sebesar 1 m/s2 . Tentukan sudut kemiringan permukaan air, diukur terhadap bi-
dang horizontal.
5. Sebuah objek bermassa m = 100 kg berada di kota Bandung yang terletak pada posisi 6
derajat lintang selatan dan sedang bergerak horizontal menuju utara dengan kecepatan 40
m/s. Tentukan percepatan akibat gaya fiktif yang dialami oleh objek tersebut dan ban-
dingkan nilainya dengan percepatan gravitasi g = 9, 78 m/s. Catatan: Anda memerlukan
data terkait ukuran dan rotasi bumi.
Beberapa solusi soal

Pekan 4

1. Dari hubungan gaya dengan potensial, ⃗F = −∇V, diperoleh


 
(a) ⃗F = − a y2 z3 î + 2xyz3 ĵ + 3xy2 z2 k̂ ,

(b) ⃗F = −krr̂,
(c) ⃗F = − k x xî + k y y ĵ + k z zẑ .


2.(a) Potensial benda adalah


Z x
2GMm 2GMm
V (x) = − F ( x ′ )dx ′ = √ −p .
xs 2
x +a 2 xs2 + a2

Kita ambil titik xs → ∞ sebagai acuan sehingga suku ter-


akhir (yang tidak lain adalah V ( xs )) tereduksi menjadi nol,
V ( xs ) = 0.
(b) Melalui konservasi energi, ∆V + ∆K = 0, kita peroleh V +
K = E = konstan, dengan E adalah energi total partikel.
Sehingga energi kinetik akan maksimum ketika energi po-
tensial benda minimum, yaitu saat x = 0. Energi kinetik
partikel m saat x = 0 adalah

2GMm 1
K = E−V = E− = mv2maks. ,
a 2
sehingga
r
2E 4GM
vmaks. = − .
m a
110 14 pekan kuliah mekanika b

Pekan 8 (UTS)

1. Dari soal diperoleh


bt 2b bt2
r = ( 2τ − t ) = t −
τ2 τ τ
2

2b 2b 2b t
⇔ ṙ = − 2t = 1−
τ τ τ τ
2b
⇔ r̈ = −
τ
t 1
θ = ⇒ θ̇ = ⇒ θ̈ = 0.
τ τ
(a) vektor kecepatan lebah:
t bt
⃗v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ = 2b

τ 1 − τ r̂ + τ 3 (2τ − t ) θ̂ .

(b) laju: p
|⃗v| = ṙ2 + r2 θ̇ 2 .
Laju minimum:
d 2ṙr̈ + 2rṙ θ̇ 2 + 2r2 θ̇ θ̈
|⃗v| = √
dt ṙ2 + r2
⇔ ṙr̈ + rṙ θ̇ 2 = 0
⇔ ṙ (r̈ + r θ̇ 2 ) = 0.
Solusi dari persamaan di atas adalah
t
ṙ = 0 ⇒ 1 − =0⇒ t=τ ,
τ
atau
bt2 1
 
2b 2b
r̈ = −r θ̇ 2 ⇔ − = − t −
τ2 τ τ2 τ2
b 2 2b
⇔ = t − t + 2b = 0
τ2 τq
2b 4b2 8b2
τ ± τ2
− τ2 √
⇔ t= 2b
= 1± −1.
τ
Jadi laju minimum terjadi saat t = τ. Kecepatan saat itu
adalah
2b  τ b
⃗v(τ ) = 1− r̂ + (2τ − τ )θ̂
τ τ τ
b
= θ̂.
τ
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 111

b
Sehingga lajunya adalah τ .
(c) Percepatan saat t = τ: Ingat percepatan pada koordinat po-
lar
⃗a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (r θ̈ + 2ṙ θ̇ )θ̂.

Saat t = τ:
−2b 1
r̈ = 2
, r = b, θ̇ = , θ̈ = 0, ṙ = 0.
τ τ
Sehingga
 
2b b
⃗a(τ ) = − 2− 2 r̂ + (0 + 0)θ̂
τ τ
= − τ3b2 r̂ .

2.(a) Potensial V ( x )
Z x  x
a b
V (x) = − F ( x )dx = − − x ′2 + x ′3
′ ′
= a 2
2x − 3b x3 . Gambar 1: Plot F ( x ) terha-
0 2 3 0
dap x.

(b) Gaya F ( x ) berupa fungsi kuadrat yang terbuka ke atas dan


memotong sumbu-x pada:
a
F ( x ) = 0 ⇒ x (− a + bx ) = 0 ⇒ x = 0 atau x = .
b

Potensial V(x) berupa fungsi kubik (x3 ). Pada x → −∞,


V → ∞. Sedangkan pada x → +∞, V → −∞. Kurva V ( x )
memotong sumbu x pada
Gambar 2: Plot V ( x ) terha-
dap x.
ax2 bx3
 
a bx
V (x) = 0 ⇒ − = 0 ⇒ x2 − =0
2 3 2 3

3a
⇔ x = 0 atau x = .
2b
dV
Titik kritis potensial terletak pada dx = −F = 0 ⇒ x = 0
atau x = ba .
Gabungan kedua grafik diberikan pada Gambar 3.
(c) Terlihat pada grafik bahwa V ( x ) bernilai minimum secara Gambar 3: Plot F ( x ) dan
lokal pada x = 0 . V ( x ) terhadap x.
112 14 pekan kuliah mekanika b

(d) Kita uraikan V ( x ) di sekitar x = 0 dengan deret Taylor

1
V (x) ≃ V (0) + V ′ (0) x + V ′′ (0) x2 + ...
2
1
= 0 + 0 + ( a) x2
2
1 2
= ax .
2
Ini adalah potensial osilator harmonik dengan "konstanta"
pegas k = a. Sehingga perioda osilasi benda adalah
q q
m m
T = 2π k = 2π a

3.(a) Pada percobaan pertama, energi benda bernilai konstan. Ke-


cepatan maksimum diperoleh saat semua energi potensial
awal pegas diubah menjadi energi kinetik, sehingga

E = Vmax = Kmax
r
1 2 1 k
⇔ kx0 = mv2max ⇒ vmax = x0 = ωx0 .
2 2 m
Pada percobaan kedua, benda mengalami teredam kritis, se-
hingga simpangannya berbentuk fungsi

x (t) = e−ωt ( A + Bt),

diketahui bahwa x (0) = x0 sehingga x0 = A,

x (t) = e−ωt ( x0 + Bt).

Kecepatan benda adalah

d
v(t) = x (t) = −ωe−ωt ( x + 0 + Bt) + e−ωt ( B)
dt
= e−ωt [−ωx0 − ωBt + B] .

Diketahui v(0) = 0 ⇒ B = ωx0 . Sehingga fungsi simpangan


dan kecepatannya

x (t) = x0 e−ωt (1 + ωt)


v(t) = −ω 2 x0 te−ωt .
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 113

dv
Kecepatan maksimum terjadi jika dt = 0, atau
1
−ω 2 x0 e−ωt + ω 3 x0 e−ωt = 0 ⇒ t = .
ω
 
Sehingga vmax = v = v ω1 = −ωx0 e−1 . Jadi perbandingan
kecepatan maksimum kedua percobaan adalah
v
max(1) ωx0
v = ωx0 e−1
=e
max (2)

(b) Berdasarkan teorema usaha energi, usaha oleh gaya redam-


an besarnya sama dengan perubahan enegi mekanik sistem,

Wnon-konservatif = ∆E.

Energi awal sistem adalah Ei = 21 kx02 , sedangkan energi akhir-


nya(yaitu energi saat t → ∞) adalah

Kf = 0 (sebab lim v(t) = 0)


t→∞
Vf = 0 (sebab lim x (t) = 0).
t→∞

Sehingga

Wnon-konservatif = E f − Ei = − 21 kx02 .

4.(a) Terlihat bahwa jari-jari r bertambah seiring pertambahan ni-


lai θ. Sehingga lintasan partikel akan berbentuk spiral.
(b) Pada kasus gaya sentral, momentum sudut sistem konstan
L
L = mr2 θ̇ ⇒ θ̇ =
.
mr2
Gambar 4: Plot r terhadap θ
Energi sistem kosntan sebesar E, sehingga pada bidang polar.

E = K+V
1 2 1
= mṙ + mr θ̇ 2 + V
2 2
 2 
1 2 1 2 L
= mṙ + mr +V
2 2 m2 r 4
1 2 1 L2
= mṙ + + V.
2 2 mr2
Karena r = Ae aθ ⇒ ṙ = ar θ̇ = ar mrL 2 = mr
aL
, sehingga
 2
1 aL 1 L2 a2 L2 L2 (1+ a2 ) L2
V (r ) = E − m − 2
= E− 2
− = E− 2mr2
.
2 mr 2 mr 2mr 2mr2
114 14 pekan kuliah mekanika b

Pekan 14 (UAS)

1. Bola pertama mula-mula meluncur (tanpa rotasi), kemudian


menumbuk bola kedua. Setelah tumbukan, sebagian energi ki-
netik translasi bola pertama dikonversi menjadi energi kinetik
rotasi sistem. Dengan demikian, besarnya energi kinetik rota-
si sistem setelah tumbukan adalah selisih dari energi kinetik
translasi sebelum dan setelah tumbukan.

Ki,translasi = K f ,translasi + K f ,rotasi . (1)

Karena tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada arah gerak,
maka momentum sistem konstan,

⃗p1i = ⃗p1 f + ⃗p2 f . (2)

Jika diuraikan pada arah yang sejajar dan tegaklurus kecepatan


awal bola pertama,
 
mv1i = m v1 f + mv2 f cos θ, (3)
 
0 = m v1 f − v2 f sin θ. (4)

Dari kedua persamaan tersebut, diperoleh


v1i
v1 f = v2 f = . (5)
2 cos θ
Akhirnya diperoleh,
 
1 2 1 2 1
K f ,rotasi = mv1i − mv1 f + mv22 f
2 2 2
 
1 2 1
= mv1i 1 −
2 2 cos2 θ
 
1
= E 1 − cos−2 θ . (6)
2

2.(a) Gaya yang bekerja pada benda hanya berupa gaya berat dan
gaya tegangan tali. Kita gunakan sistem koordinat polar, se-
hingga saat tali membentuk sudut θ terhadap vertikal, kedua
gaya dapat dituliskan sebagai
⃗T = − T sin θ r̂ + T cos θ k̂, (7)
⃗ = m⃗g = mgk̂.
w (8)
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 115

Vektor lengan torsi terhadap titik O adalah

⃗l = −l sin θ r̂ + l cos θ k̂. (9)

Perhatikan bahwa ⃗T searah dengan ⃗l, sehingga torsi akibat


gaya tegangan tali bernilai nol. Torsi total terhadap O adalah

⃗τ = ⃗|l × ⃗T +⃗l × w
{z }

0
= mgl sin θ ϕ̂. (10)

(b) Benda bergerak melingkar pada bidang horizontal, sehingga


momentum sudut benda adalah searah ⃗k. Karena torsi pada
arah k̂ bernilai nol, maka momentum sudut partikel pada
arah tersebut bernilai konstan.
(c) Momentum sudut benda mula-mula adalah

Li = |⃗r × m⃗u| = mul sin β. (11)

Momentum sudut saat tali membentuk sudut theta adalah

L f = I ϕ̇ = m (l sin θ )2 ϕ̇. (12)

Karena momentum sudut benda konstan, maka


u sin β
mul sin β = ml 2 sin2 θ ϕ̇ ⇔ ϕ̇ = . (13)
l sin2 θ

3.(a) Gaya yang bekerja pada benda hanya gaya pegas, yang pada
masing-masing benda besarnya sama dan berlawanan arah.
Sehingga, gaya total pada sistem bernilai nol. Percepatan
pusat massa sistem,

m1⃗a1 + m2⃗a2 ⃗F + ⃗F2


⃗a pm = = 1 = 0. (14)
m1 + m2 m1 + m2
Sehingga, pusat massa bergerak dengan kecepatan konstan.
(b) Periode getaran tiap benda adalah
m1 m2
r
T = 2π . (15)
k ( m1 + m2 )

Lihat pembahasan tentang frekuensi osilasi sistem ini pada


materi pekan ke-12.
116 14 pekan kuliah mekanika b

4.(a) Karena benda diam di permukaan bumi, gaya fiktif yang


bekerja pada benda hanya berupa gaya sentrifugal,

Fs f = mω 2 R cos θ. (16)

Gaya-gaya fiktif yang lain bernilai nol.


(b) Sudut yang dibentuk antara vektor percepatan sentrifugal
dengan percepatan gravitasi adalah π − θ. Percepatan akibat
gaya fiktif adalah

Fs f
af = = ω 2 R cos θ (17)
m
Besar percepatan total yang bekerja pada benda adalah
q
ge f f = g2 + a2f + 2ga f cos (π − θ )
q
= g2 + a2f − 2ga f cos θ
q
= g2 + (ω 2 R − 2g) ω 2 R cos2 θ. (18)
Daftar Pustaka

A.P. Arya. Introduction to Classical Mechanics. Prentice Hall international editions. Prentice-Hall
International, 1998. ISBN 9780139066863.

R.D. Gregory. Classical Mechanics. Cambridge University Press, 2006. ISBN 9781139450041.

D. Kleppner and R.J. Kolenkow. An Introduction to Mechanics. Cambridge University Press,


2010. ISBN 9780521198219.

D. Morin. Introduction to Classical Mechanics: With Problems and Solutions. Cambridge University
Press, 2008. ISBN 9781139468374.

K.R. Symon. Mechanics. Addison-Wesley World student series. Addison-Wesley Publishing


Company, 1971. ISBN 9780201073928.

Anda mungkin juga menyukai