Anda di halaman 1dari 60

AGUS SUROSO

FI2104 MEKANIKA B

SEMESTER 1, 2017-2018
Copyleft © 2017 Agus Suroso

Catatan kuliah ini merupakan naskah awal yang masih belum siap terbit, disusun secara
simultan dengan pelaksanaan kuliah FI2104 Mekanika B. Perbaikan dan penambahan materi
dilakukan secara berkala, sehingga isi naskah ini dapat berbeda dari satu edisi ke edisi yang
lain (lihat tanggal pembaruan di bawah).

Pembaca yang menemukan adanya kesalahan cetak maupun konsep, harap menyampa-
ikannya kepada penulis melalui agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran juga harap
disampaikan melalui email yang sama.

Ditulis menggunakan LATEX, dengan format tufte-book, pembaruan terakhir pada 23 Oktober 2017
Daftar Isi

1 Kinematika 1

2 Dinamika 7

3 Kerja dan Energi 13

4 Osilasi 19

5 Gaya Sentral 27

Ujian tengah semester 41

Bibliografi 47

Indeks 49
Daftar Gambar

1.1 Besaran-besaran dalam koordinat polar. 2


1.2 Uraian vektor-vektor basis koordinat polar ke komponen-komponennya 2
1.3 Koordinat silinder. 4
1.4 Koordinat bola. 5

4.1 Grafik posisi benda terhadap waktu pada kasus osilasi underdam-
ping 22
4.2 Pengaruh faktor redaman terhadap simpangan. 22
4.3 Perbandingan grafik posisi benda pada kasus overdamping dan
critical damping 23
4.4 Resonansi pada osilasi paksa. 26

5.1 Gaya sentral antara dua benda. 27


5.2 Momentum sudut benda dalam pengaruh gaya sentral 28
5.3 Sembarang potensial efektif. 31
5.4 Potensial efektif untuk gaya gravitasi 33
5.5 Lintasan partikel untuk � = 0 35
5.6 Lintasan partikel untuk kasus 0 < � < 1 37
5.7 Lintasan partikel untuk � = 1. 38
5.8 Lintasan partikel untuk kasus � > 1 40
5.9 Plot F ( x ) terhadap x. 43
5.10 Plot V ( x ) terhadap x. 44
5.11 Plot F ( x ) dan V ( x ) terhadap x. 44
5.12 Plot r terhadap θ pada bidang polar. 45
Dipersembahkan kepada istri dan anak-

anakku.
Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala kenikmatan, termasuk kemudahan dalam
menyusun catatan kuliah ini.
Catatan kuliah ini disusun secara simultan dengan penye-
lenggaraan kuliah FI2104 Mekanika B pada semester 1 tahun
akademik 2017-2018. Pada naskah ini, materi kuliah disusun
berdasarkan urutan Bab, sesuai silabus mata kuliah yang terda-
pat pada naskah kurikulum Program Studi Fisika 2013. Materi
yang disajikan dalam naskah ini terbatas pada topik-topik yang
dibahas di kelas maupun yang dijadikan PR atau kuis mahasis-
wa. Pembaca disarankan untuk tetap merujuk pada buku teks
Mekanika, agar mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap.
Sebagai naskah awal, catatan kuliah ini tidak lepas dari ke-
salahan. Pembaca yang menemukan kesalahan cetak maupun
konsep, diharapkan dapat menyampaikannya kepada penulis
melalui email agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran un-
tuk perbaikan di masa yang akan datang silakan disampaikan
melalui alamat yang sama.
Akhirnya, penulis berharap semoga catatan kuliah ini ber-
manfaat bagi penulis dan pembacanya.
Bab 1
Kinematika

Mekanika membahas gerakan benda-benda fisis. Kita akan me-


mulai pembahasan dengan kinematika benda titik. Kinematika
yaitu topik yang membahas deskripsi gerak benda-benda tanpa
memperhatikan penyebab gerak. Sedangkan benda titik adalah
benda-benda yang ukuran, bentuk, dan struktur internalnya
diabaikan.

Kinematika benda titik: posisi, kecepatan, percepatan

Kita mulai dengan meninjau gerak benda titik dalam satu di-
mensi. Andaikan posisi benda titik untuk tiap waktu diketahui
dan dinyatakan dengan variabel x sebagai fungsi waktu

x = x ( t ), (1.1)

maka kecepatan benda tersebut diperoleh dengan mengukur per-


ubahan posisi benda tiap satuan waktu, atau secara infinitesimal

dx
v= . (1.2)
dt

Perubahan kecepatan benda tiap satuan waktu kita sebut sebagai


percepatan,
dv
a= . (1.3)
dt
2 fi2104 mekanika b

Kinematika dalam bidang

Untuk mendeskripsikan gerak benda dalam bidang, kita dapat


menggunakan sistem koordinat Kartesis atau polar (tentu saja kita
bisa menggunakan sistem koordinat lain juga). Terlebih dahulu
kita bahas hubungan antara kedua sistem koordinat tersebut.
Tinjau suatu benda yang berada di titik P. Posisi benda ter-
sebut dalam koordinat Kartesis adalah ( x p , y p ) dan dalam ko-
ordinat polar (ρ, φ). Vektor basis koordinat Kartesis kita tulisk-
an sebagai { x̂, ŷ} dan vektor basis polar kita tuliskan sebagai
{ρ̂, φ̂}.
Vektor posisi titik P dalam koordinat Kartesis adalah

�r p = x p x̂ + y p ŷ, (1.4)

sedangkan dalam koordinat polar kita tuliskan

�r p = ρρ̂. (1.5) y
φ^
^
ρ

Berdasarkan Gambar 1.1, dapat kita tuliskan P



� ⃗
r yp

x p = ρ cos φ, y p = ρ sin φ, ρ= x2p + y2p . (1.6) φ


x
O
y^
xp
Vektor-vektor basis dari koordinat polar berubah sesuai arah x^
perubahan nilai ρ dan φ. Vektor basis koordinat polar {ρ̂, φ̂}
dapat diuraikan ke arah { x̂, ŷ} sebagai berikut,

ρ̂ = cos φ x̂ + sin φ ŷ, (1.7) Gambar 1.1: Besaran-besaran


dalam koordinat polar.
φ̂ = − sin φ x̂ + cos φ ŷ. (1.8)
y^

Terlihat bahwa besar komponen masing-masing vektor basis φ^


^
ρ
koordinat polar pada sumbu Kartesis { x̂, ŷ} bergantung pada
nilai φ. Perubahan vektor basis {ρ̂, φ̂} terhadap φ adalah φ
φ

dρ̂ P x^
= − sin φ x̂ + cos φ ŷ = φ̂, (1.9)

dφ̂
= − cos φ x̂ − sin φ ŷ = −ρ̂. (1.10)

Sekarang, kita telah siap mendeskripsikan gerak benda pa- Gambar 1.2: Uraian vektor-
vektor basis koordinat polar
da bidang menggunakan koordinat Kartesis dan polar. Dalam ke komponen-komponennya
koordinat Kartesis, posisi suatu benda dinyatakan sebagai (warna hijau).

�r (t) = x x̂ + y ŷ. (1.11)


BAB 1. KINEMATIKA 3

Kecepetan benda diperoleh dengan menurunkan posisi terhadap


waktu,
d�r
�v = = v x x̂ + vy ŷ, (1.12)
dt
dengan
dx dy
vx = , vy = . (1.13)
dt dt
Dan percepatan diperoleh dengan menurunkan kecepatan terha-
dap waktu,
d�v d2�r
�a = = 2 = a x x̂ + ay ŷ, (1.14)
dt dt
dengan
dv x d2 x dvy d2 y
ax = = 2, ay = = 2. (1.15)
dt dt dt dt
Dalam koordinat polar, posisi benda adalah

�r = ρρ̂. (1.16)

Kecepatan benda adalah


d�r dρ dρ̂ dφ
�v = = ρ̂ + ρ = ρ̇ρ̂ + ρφ̇φ̂. (1.17)
dt dt dφ dt
dφ̂ dρ̂ dφ
Kita telah menggunakan aturan rantai, dt = dφ dt , menerapkan
persamaan (1.9), serta menggunakan notasi titik di atas (over dot)
yang menyatakan turunan terhadap waktu. Kita memperoleh
komponen kecepatan benda pada arah ρ̂ dan φ̂, masing-masing

vr = ρ̇, vφ = ρφ̇. (1.18)

Lebih lanjut, kita dapatkan percepatan benda


d�v dρ̇ dρ̂ dφ dρ dφ̇ φ̂ dφ
�a = = ρ̂ + ρ̇ + φ̇φ̂ + ρ φ̂ + ρφ̇
dt dt dφ dt dt dt dφ dt
� �
2
= ρ̈ − ρφ̇ ρ̂ + (ρφ̈ + 2ρ̇φ̇) φ̂. (1.19)

Kita dapat mengidentifikasi perepatan benda arah radial (searah


ρ̂) dan tangensial (arah φ̂),

aρ = ρ̈ − ρφ̇2 , aφ = ρφ̈ + 2ρ̇φ̇. (1.20)

Suku ρφ̇2 = v2φ /ρ disebut sebagai percepatan sentripetal. Pada


kondisi ρ̈ = ρ̇ = 0 maka ρ konstan yang berarti benda berge-
rak dalam lintasan lingkaran. Suku 2ρ̇φ̇ sering disebut sebagai
percepatan koriolis.
4 fi2104 mekanika b

Kinematika dalam ruang tiga dimensi

Kita akan membahas kinematika dalam ruang tiga dimensi ini


menggunakan koordinat Kartesis, silinder, dan bola. Dalam
koordinat Kartesis, posisi benda tiap waktu kita tuliskan sebagai

�r (t) = x x̂ + y ŷ + z ẑ, (1.21)


dengan x, y, dan z adalah fungsi waktu. Kecepatan benda adalah

d�r
�v = = v x x̂ + vy ŷ + vz ẑ, (1.22)
dt
dengan
dx dy dz
vx = , vy = , vz = . (1.23)
dt dt dt
Serta percepatan benda
d�v
�a = = a x x̂ + ay ŷ + az ẑ, (1.24)
dt
dengan
d2 x d2 y d2 z
ax = , a y = , a z = . (1.25)
dt2 dt2 dt2
Koordinat silinder tidak lain merupakan koordinat polar � koordinat silinder
(ρ, φ) yang ditambah dengan sumbu vertikal z. Hubungan anta-
ra vektor-vektor basis pada koordinat silinder dengan koordinat
Kartesis adalah

ρ̂ = cos φ x̂ + sin φ ŷ, (1.26)


φ̂ = − sin φ x̂ + cos φ ŷ, (1.27)
ẑ = ẑ. (1.28)
z
Seperti pada koordinat polar, pada koordinat silinder juga berla- z^
^
ϕ

ku ^
ρ
dρ dφ̂ r P

= φ̂, = −ρ̂. (1.29)
dφ dφ z^
z
Posisi suatu benda dalam koordinat silinder dapat dituliskan y^
 y
x^
x ϕ
dalam bentuk y
x
�r = ρρ̂ + zẑ. (1.30)
Perhatikan bahwa posisi dalam koordinat silinder sama dengan Gambar 1.3: Koordinat
silinder.
posisi pada bidang xy dalam koordinat silinder ditambah de-
ngan posisi arah sumbu-z. Sehingga, kecepatan dan percepatan
BAB 1. KINEMATIKA 5

benda masing-masing akan sama dengan kecepatan benda pada


bidang polar ditambah kecepatan arah sumbu-z,

d�r d (ρρ̂) dz
�v = = + ẑ = ρ̇ρ̂ + ρφ̇φ̂ + żẑ, (1.31)
dt dt dt
�v � �
2
�a = = ρ̈ − ρφ̇ ρ̂ + (ρφ̈ + 2ρ̇φ̇) φ̂ + z̈ẑ. (1.32)
dt

Koordinat bola pada dasarnya sama dengan koordinat silin- � koordinat bola
der, namun dengan mengambil parameter θ yang merupakan
sudut yang dibentuk oleh vektor posisi �r dengan sumbu-z. Posisi
suatu titik dalam ruang kemudian dinyatakan dalam koordi-
nat (r, θ, φ). Nilai dari komponen ρ dan z pada koordinat polar
selanjutnya dinyatakan dalam r dan θ,

ρ = r sin θ, z = r cos θ. (1.33)

Sedangkan nilai ( x, y, z) koordinat Kartesis terhubung dengan


(r, θ, φ) melalui z
r^
^
ϕ

x = r sin θ cos φ, y = r sin θ sin φ, z = r cos θ. (1.34) r P



^
θ

� � z^ θ z
Arah vektor-vektor basis r̂, θ̂, φ̂ adalah searah dengan arah y^
x  y
perubahan positif dari masing-masing r, θ, dan φ. Vektor-vektor x^ ϕ
y
� � x
basis r̂, θ̂, φ̂ dapat diuraikan dalam arah vektor-vektor basis
koordinat silinder sebagai berikut, Gambar 1.4: Koordinat bola.

r̂ = cos θ ẑ + sin θ ρ̂, (1.35)


θ̂ = − sin θz + cos θ ρ̂, (1.36)
φ̂ = φ̂. (1.37)

Selanjutnya, dengan memanfaatkan persamaan (1.7) dan (1.8),


diperoleh uraian vektor-vektor basis koordinat bola dalam arah
vektor-vektor basis koordinat Kartesis sebagai berikut,

r̂ = sin θ cos φ x̂ + sin θ sin φŷ + cos θ ẑ, (1.38)


θ̂ = cos θ cos φ x̂ + cos θ sin φŷ + sin θ ẑ, (1.39)
φ̂ = − sin φ x̂ + cos φφ̂. (1.40)
6 fi2104 mekanika b

Tugas #1. Buktikan hubungan-hubungan berikut:

dr̂ dr̂
= θ̂, = sin θ φ̂,
dθ dφ
dθ̂ dθ̂
= −r̂, = cos θ φ̂, (1.41)
dθ dφ
dφ̂ dφ̂ � �
= 0, = − sin θ r̂ + cos θ θ̂ .
dθ dφ

Kita sudah siap untuk menuliskan posisi, kecepatan, dan


percepatan benda dalam koordinat bola. Posisi:

�r = rr̂. (1.42)

Kecepatan,

d�r dr dr̂
�v = = r̂ + r
dt dt �dt �
dr̂ dθ dr̂ dφ
= ṙr̂ + r +
dθ dt dφ dt
= ṙr̂ + r θ̇ θ̂ + r φ̇ sin θ φ̂. (1.43)

Pada baris kedua dari persamaan di atas, aturan rantai dite-


rapkan dengan melibatkan variabel θ dan φ karena vektor basis
r̂ adalah fungsi dari kedua variabel tersebut. Selanjutnya, de-
ngan menurunkan kecepatan terhadap waktu, akan diperoleh
percepatan
�a = ar r̂ + aθ θ̂ + aφ φ̂, (1.44)

dengan

ar = r̈ − r θ̇ 2 − r sin θ φ̇2 , (1.45)


2
aθ = r θ̈ + 2ṙ θ̇ − r φ̇ sin θ cos θ, (1.46)
aφ = r φ̈ sin θ + 2ṙ φ̇ sin φ + 2r θ̇ φ̇ cos θ. (1.47)

Tugas #2. Dapatkan persamaan (1.44) hingga (1.47) dengan


menurunkan persamaan (1.43) terhadap waktu.
Bab 2
Dinamika

Hukum-hukum Newton tentang gerak

Pada 1687 Newton mempublikasikan tiga hukumnya,

1. Hukum ke-1: Sebuah benda akan bergerak dengan kecepatan konst-


an (yang bisa saja bernilai nol) kecuali jika dikenai gaya.

2. Hukum ke-2: Laju perubahan momentum sebuah benda akan sama


dengan gaya yang bekerja padanya.
Momentum suatu benda adalah �p = m�v, sehingga
d�p �
= F ⇒ �F = m�a. (2.1)
dt

3. Hukum ke-3: Untuk setiap gaya yang dikerjakan oleh suatu benda
ke benda lain, terdapat suatu gaya yang sama besar dan berlawanan
arah yang dikerjakan oleh benda kedua terhadap pertama.
Tinjau sistem dua benda yang saling berinteraksi dan ter-
isolasi dari dunia luar. Momentum total sistem ini adalah
�ptotal = �p1 + �p2 , sehingga menurut hukum kedua laju peru-
bahan momentum total adalah
d�ptotal d�p d�p
= 1+ 2
dt dt dt
� �
= F1 + F2 , (2.2)

dengan �F1 dan �F2 masing-masing adalah gaya yang bekerja


pada benda pertama dan kedua. Hukum ketiga mengha-
ruskan �F1 = −�F2 , sehingga persamaan di atas memberikan
8 fi2104 mekanika b

d�ptotal
dt= 0, yang berarti bahwa momentum total sistem bernilai
konstan.

Teorema momentum dan energi

Dari hukum kedua Newton,


dp
= F, (2.3)
dt
dapat diperoleh hubungan
� p2 � t2
dp = Fdt, (2.4)
p1 t1

yang memberi kita perubahan momentum yang dialami oleh


benda jika dikenai gaya F pada selang waktu [t1 , t2 ]. Suku ruas
kanan pada persamaan di atas kita sebut sebagai impuls yang
diberikan oleh gaya F selama selang waktu tersebut. Besarnya
impuls tersebut hanya bisa dievaluasi jika gaya sebagai fungsi
waktu F (t) diketahui. Jika gaya F berupa fungsi posisi F ( x ) atau
kecepatan F (v), maka integral pada ruas kanan di atas hanya
dapat dievaluasi jika posisi x (t) atau kecepatan v(t) sebagai
fungsi waktu diketahui.

Gaya bergantung waktu, F = F (t)

Jika kita mendapati sebuah benda yang dikenai gaya yang ber-
gantung waktu, maka kita dapat menggunakan hukum kedua
Newton untuk memperoleh gambaran tentang perilaku (yaitu
posisi dan kecepatan) benda. Misal, pada sebuah benda berlaku
gaya F = F (t), maka hukum kedua Newton memberikan
� v(t) � t
dv
m = F (t) ⇒ mdv� = F (t� )dt� , (2.5)
dt v0 t0

sehingga diperoleh kecepatan benda


� t
v ( t ) = v ( t0 ) + F (t� )dt� . (2.6)
t0

Posisi benda dapat dipeoleh dari integrasi kecepatan terhadap


waktu,
� x (t) � t
dx � = v(t� )dt� . (2.7)
x0 t0
BAB 2. DINAMIKA 9

Contoh:
1. Efek gelombang radio pada elektron di ionosfer. Ionosfer,
yang berada sekitar 200 km di atas permukaan bumi, secara
total bersifat netral dan tersusun atas ion-ionbermuatan positif
dan elektron-elektron yang bermuatan negatif. Jika gelom-
bang radio melewati ionosfer, maka medan listriknya akan
mempercepat partikel-partikel muatan pada ionosfer. Karena
medan listrik berosilasi terhadap waktu, maka partikel beruat-
an akan bergerak bolak-balik. Anggaplah medan listrik pada
gelombang radio berbentuk �E = �E0 sin ωt, dengan ω adalah
frekuensi osilasi dengan satuan radian per detik. Diketahui
bahwa gaya yang dialami oleh elektron akibat medan listrik
adalah
�F = −e�E, (2.8)

dengan e adalah muatan elektron. Tentukan posisi elektron


sebagai fungsi waktu.

2. Sebuah massa m semula diam pada pusat sistem koordinat.


� �
Saat t = 0, sebuah gaya F = F0 1 − te−λt dikerjakan pada
partikel. Tentukan percepatan, kecepatan, dan posisi partikel
sebagai fungsi waktu.

3. Sebuah benda m dikenakan gaya dengan besar

F = F0 e−λt sin(ωt + φ).

Tetukan bentuk persamaan dari v(t) dan x (t) serta hitung nlai
kecepatan terminalnya!

4. Sebuah balok massa m mula-mula diam di atas sebuah bi-


dang licin. Benda kemudian dikenakan gaya F = F0 te−λt .
Hitung nilai x (t) dan v(t) untuk t >> 0 dan t ≈ 0!

Gaya bergantung kecepatan, F = F (v)

Dari hukum kedua Newton, kita dapatkan


� v(t) � t
dv dv�
m = F (v) ⇒ m = dt� . (2.9)
dt v0 F (v� ) t0
10 fi2104 mekanika b

Hasil intergrasi tersebut adalah fungsi kecepatan terhadap wak-


tu, v(t). Jika kita ingin mendapatkan kecepatan sebagai fungsi
dv
posisi, maka kita tuliskan a = v dx , sehingga
� v( x ) � � x
dv v dv�
ma = mv = F (v) ⇒ m = dx � . (2.10)
dx v0 F (v� ) x0

Contoh paling umum untuk gaya yang bergantung pada kece-


patan adalah gaya gesek, yang besarnya sebanding dengan vn
untuk n tertentu dan arahnya berlawanan dengan arah gerak
benda.

Contoh:
1. Sebuah perahu mesin yang sedang bergerak dengan kecepat-
an v0 tiba-tiba dimatikan mesinnya saat t = t0 dan posisinya
x0 . Jika gaya gesek yang dialami perahu adalah bv dengan b
suatu konstanta, tentukan

(a) kecepatan benda tiap waktu,


(b) posisi benda tiap waktu,
(c) posisi akhir perahu untuk t → ∞.

2. Sebuah mesin jet mampu memberikan gaya dorong maksi-


mum sebesar F0 pada pesawat yang bergerak melawan gaya
gesek udara yang besarnya sebanding dengan akar dari kece-
patannya. Jika t = 0 pesawat saat berada dalam keadaan diam
dan dipercepat dengan gaya dorong maksimum, tentukan
kecepatan pesawat v(t).

3. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang garis lurus


dipengaruhi oleh sebuah gaya retardasi(gaya yang selalu
berarah melawan arah gerak benda) F = be av , dengan b dan
a merupakan konstanta dan v adalah kecepatan. Saat t = 0
partikel memiliki kecepatan sebesar v0 . Tentukan kecepatan
sebagai fungsi waktu!

4. Sebuah mobil diperlambat oleh sebuah gaya F (v). Pengu-


rangan kelajuannya memenuhi persamaan v = k(t − ts )2
dengan k dan ts masing-masing merupakan konstanta dan
BAB 2. DINAMIKA 11

waktu yang diperlukan oleh mobil untuk berhenti. Tentukan


F ( v )!

5. Sebuah bola m dilempar dengan kelajuan awal v0 pada sebu-


ah permukaan datar sehingga bola mengalami gaya hambat
1
yang besarnya sebanding dengan v 3 . Tentukan kecepatan dan
posisi benda sebagai fungsi waktu!

Gaya bergantung posisi, F = F ( x )

Pada kasus ini, kita akan memanfaatkan aturan rantai,


dv dv dx dv
a= = =v . (2.11)
dt dx dt dx
Sehingga hukum kedua Newton dapat kita tuliskan menjadi

dv
ma = mv = F ( x ), (2.12)
dx
dan kita selesaikan
� v(t) � x
m mv� dv� = F ( x � )dx � . (2.13)
v0 x0

Ruas kiri dari persamaan di atas menghasilkan suku yang meng-


andung v2 /2. Setelah diakarkan, diperoleh v( x ). Untuk menda-
patkan posisi benda, kita gunakan
� x � t
dx dx �
v= ⇒ = dt� . (2.14)
dt x0 v( x� ) t0

Contoh:
1. Gaya gravitasi. Benda bermassa m di permukaan bumi meng-
alami gaya sebesar F = −mg atau mengalami percepatan − g.
Dengan menuliskan − g = a = v dv dy (y adalah ketinggian ben-
da), tentukan kecepatan benda sebagai fungsi posisi (y) dan
posisi (y) sebagai fungsi waktu (t).

2. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2


dengan a dan b adalah konstanta.

(a) tentukan energi potensial V ( x )


12 fi2104 mekanika b

(b) gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu


sistem koodinat

3. Sebuah massa m berada pada suatu pengaruh gaya yang


mengarah ke pusat koordinat dengan besar F = −k/r2 de-
ngan k adalah suatu konstanta. Jika massa ini dilepas dari
jarak L dari pusat koordinat, tunjukkan bahwa waktu t yang
diperlukan massa untuk sampai di pusat koordinat adalah
� �1/2
mL3
t=π .
8k

4. Kecepatan dari sebuah partikel m yang dikenai suatu gaya


memenuhi persamaan v = K/x n dengan K adalah suatu
konstanta. Anggap pada saat t = 0, x = x0 .

(a) tentukan F ( x )!
(b) tentukan F (t)!
(c) tentukan x (t)!
Bab 3
Kerja dan Energi

Teorema kerja-energi kinetik

Pada pembahasan tentang hukum-hukum Newton, kita telah


meninjau gaya yang bergantung posisi, F ( x ). Hukum kedua
Newton diselesaikan dengan cara
dv dv dx dv
F = ma ⇒ F ( x ) = m =m = mv
dt dx dt dx
⇔ F ( x )dx = mvdv (3.1)

Integralkan persamaan terakhir untuk kondisi awal (initial, i) dan


akhir (final, f ),
� x � v � x
f f f 1 1
F ( x )dx = mvdv ⇔ F ( x )dx = mv f 2 − mvi 2 (3.2)
xi vi xi 2 2
Dengan mendefinisikan energi kinetik
1 2
K= mv (3.3)
2
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai
� x
f
F ( x )dx = K f − Ki = ΔK (3.4)
xi

Ruas kiri persamaan terakhir kita sebut sebagai kerja yang di-
lakukan oleh gaya F kepada benda, saat benda bergerak dari
posisi awal xi ke posisi akhir x f .
� x
f
W= F ( x )dx (3.5)
xi
14 fi2104 mekanika b

Sehingga sekarang kita memiliki hubungan

Wi→ f = K f − Ki (3.6)

yang disebut sebagai teorema usaha-energi kinetik, dalam satu � teorema usaha-energi
dimensi. kinetik

Kita dapat memperluas hubungan diatas untuk tiga dimen-


si, dengan cara yang serupa seperti sebelumnya. Dari hukum
Newton untuk tiga dimensi

�F = m�a = m d�v (3.7)


dt
Jika berpindah sebesar Δ�r, maka hasil perkalian titik antara gaya
dan perpindahan adalah

�F.Δ�r = m d�v .Δ�r (3.8)


dt
Δ�r
mengingat �v = dt ⇒ Δ�r = �vΔt, dapat dituliskan

�F.Δ�r = m d�v .�vΔt (3.9)


dt
Jika gaya bekerja terhadap benda pada suatu lintasan tertentu,
maka kerja �F.Δ�r dihitung sepanjang lintasan. Sehingga kerja
total oleh gaya �F adalah
N
W= ∑ �F.Δ�ri (3.10)
i =1

Jika Δ�r diambil infinitesimal kecil, dapat ditulis


� f � f � f
�F.d�r = d�v m
W= m .�vdt = d (�v.�v)
i i dt i 2
1 1
= mv f 2 − mvi 2
2 2
= ΔK (3.11)

Persamaan terakhir adalah ungkapan untuk teorema kerja-energi


dalam tiga dimensi.
Hal penting yang tetap harus diingat adalah bahwa kerja
dihitung dengan mengevaluasi integral sepanjang garis. Garis
yang dimaksud adalah garis lintasan benda yang dikenai kerja.
BAB 3. KERJA DAN ENERGI 15

Contoh-contoh

1. Kerja oleh gaya konstan Tinjau suatu benda bermassa M yang


F
dikenai gaya konstan F. Percepatan benda adalah a = m . Pada
percepatan kinematika terdapat hubungan

v f 2 = vi 2 + 2ax. (3.12)

F
Jika kita substitusi a = m didapat

F 1 1
v f 2 = vi 2 + 2 x ⇔ mv f 2 − mvi 2 = Fx
m 2 2
⇔ ΔK = W. (3.13)

Kita dapati teorema kerja-energi kinetik berlaku pada kasus


ini.

2. Kerja oleh Pegas

3. Kerja oleh gravitasi

Potensial

Secara umum, usaha yang dilakukan oleh gaya �F selama memin-



dahkan benda adalah W = �F.dr, � dengan integral pada ruas
kanan dihitung sepanjang lintasan benda. Namun ada suatu
kondisi khusus dimana usaha tersebut tidak perlu dihitung se-
panjang lintasan, namun hanya perlu memperhatikan titik akhir
dan awal,
� f � f � �
W= �F.d�r = − dV = − Vf − Vi = −ΔV. (3.14)
i i

Pada kondisi diatas, kita memiliki fungsi energi potensial V � energi potensial
(yang berupa skalar), yang terhubung dengan gaya �F melalui

� �r
− �F.d�r � = V (�r ) ⇔ �F = −∇
�V (3.15)
acuan

Tanda negatif didepan definisi diatas akan dijelaskan kemudian.


Gaya yang memenuhi kondisi khusus diatas kita sebut sebagai
gaya konservatif. Jadi gaya konservatif adalah gaya yang usahanya
16 fi2104 mekanika b

tidak bergantung lintasan, atau gaya yang memiliki fungsi po-


tensial sehingga gaya tersebut dapat dinyatakan sebagai turunan
dari potensial.
Pada bagian sebelumnya, telah kita dapatkan bahwa
� f
W= � = ΔK
�F.dr (3.16)
i

Untuk sistem konservatif, W = −ΔU, sehingga dapat dituliskan

−ΔU = ΔK ⇒ ΔK + ΔU = 0, (3.17)

atau
ΔE = 0. (3.18)

Ungkapan terakhir adalah hukum konservasi energi, dengan � hukum konservasi energi
energi E adalah jumlahan dari energi kinetik K dan energi poten-
sial V,
E = K + V = konstan (3.19)

Latihan

Soal
1. (Symon ch.3 no.40) Tentukan komponen gaya untuk fungsi
potensial berikut

(a) V = axy2 z3 .
(b) V = 12 kr2 .
(c) V = 12 k x x2 + 12 k y y2 + 12 k z z2 .

2. (Gregory 6.8) Partikel m bergerak sepanjang sumbu-x dalam


pengaruh dua benda M yang terletak pada titik ( x, y, z) =
0, ±, 0. Gaya yang dialami oleh m saat berada pada titik x
tertentu adalah
2GMm x
F(x) = − 3/2
( x 2 + a2 ) .
Tentukan:

(a) fungsi potensial V ( x ),


(b) kecepatan maksimum yang dicapai m.
BAB 3. KERJA DAN ENERGI 17

Solusi

1. Dari hubungan gaya dengan potensial, �F = −∇V, diperoleh


� �
(a) �F = − a y2 z3 î + 2xyz3 ĵ + 3xy2 z2 k̂ ,

(b) �F = −krr̂,
� �
(c) �F = − k x xî + k y y ĵ + k z zẑ .

2. (a) Potensial benda adalah


� x
2GMm 2GMm
V (x) = − F ( x � )dx � = √ −� .
xs 2
x +a 2 xs2 + a2

Kita ambil titik xs → ∞ sebagai acuan sehingga suku


terakhir (yang tidak lain adalah V ( xs )) tereduksi menjadi
nol, V ( xs ) = 0.
(b) Melalui konservasi energi, ΔV + ΔK = 0, kita peroleh
V + K = E = konstan, dengan E adalah energi total
partikel. Sehingga energi kinetik akan maksimum ketika
energi potensial benda minimum, yaitu saat x = 0. Energi
kinetik partikel m saat x = 0 adalah

2GMm 1
K = E−V = E− = mv2maks. ,
a 2
sehingga �
2E 4GM
vmaks. = − .
m a
Bab 4
Osilasi

Persamaan diferensial linear

Misal kita memiliki sebuah fungsi bergantung waktu x (t). Persa-


maan diferensial linear dalam x adalah persamaan yang mengan-
dung variabel x dan turunannya terhadap waktu dalam bentuk
pangkat satu. Contohnya, ẍ + 2ẋ + 3x = 0. Jika ruas kanan
persamaan tersebut bernilai nol, maka persamaan itu kita sebut
sebagai persamaan diferensial homogen, jika sebaliknya kita sebut
persamaan diferensial takhomogen. Secara umum persamaan di-
ferensial dapat memiliki lebih dari satu solusi. Pada persamaan
diferensial linear, jumlah dari solusi-solusinya juga merupakan
solusi. Misalnya, jika x1 (t) dan x2 (t) masing-masing adalah solu-
si dari persamaan diferensial ẍ + 2ẋ + 3x = 0, maka x3 = x1 + x2
juga merupakan solusi. Sebagai bukti, kita substitusikan x3 ke
persamaan diferensial tersebut,

0 = ẍ3 + 2ẋ3 + 3x3 = ( x¨1 + ẍ2 ) + 2 ( ẋ1 + ẋ2 ) + 3 ( x1 + x2 )


= ( ẍ1 + 2ẋ1 + 3x1 ) + ( ẍ2 + 2ẋ2 + 3x2 ) (4.1)
� �� � � �� �
0 0

Osilasi harmonik sederhana

Tinjau sebuah benda yang terikat pada salah satu ujung pegas
horizontal dan ujung lainnya menempel pada dinding. Posisi
benda saat pegas dalam keadaan teregang maupun tertekan
kita tandai sebagai posisi setimbang dan x = 0. Jika kemudian
20 fi2104 mekanika b

benda disimpangkan sedikit sejauh x dari posisi setimbangnya,


maka pegas akan memberikan gaya tarik atau dorong F = −kx,
dengan k konstanta pegas. Menurut hukum kedua Newton,

F = ma ⇒ m ẍ + kx = 0. (4.2)

Baik fungsi sinus maupun cosinus memenuhi persamaan difern-


sial di atas. Sehingga solusi umumnya dapat berupa penjumlah-
an dari kedua fungsi tersebut.

x (t) = A cos (ωt + φ) + B sin (ωt + φ) , (4.3)

dengan A dan B merupakan � konstanta yang berkaitan dengan


k
amplitudo osilasi, ω = m kita kenali sebagai frekuensi sudut,
dan konstanta φ adalah sudut fasa yang bergantung pada posisi
awal benda. Lebih lanjut, jumlahan fungsi sinus dan cosinus
dapat kita nyatakan dalam bentuk fungsi sinus saja atau cosinus
saja. Misalnya, jika kita ingin mengubah solusi di atas menjadi
bentuk cosinus, kita nyatakan A dan B sebagai

A = C cos β dan B = C sin β, (4.4)

sehingga solusi di atas berubah menjadi

x (t) = C cos β cos (ωt + φ) + C sin β sin (ωt + φ)


= C cos (ωt + φ − β) . (4.5)

Osilasi teredam

Sekarang, mari kita tinjau pegas yang berosilasi di atas permu-


kaan lantai yang datar dan kasar. Anggaplah besar gaya gesek
antara benda dengan lantai sebanding dengan kecepatan benda,

Fgesek = −bv = −b ẋ, (4.6)

dengan b suatu konstanta. Persamaan gerak benda menjadi

ΣF = −kx − bv = ma ⇒ m ẍ + b ẋ + kx = 0, (4.7)

atau dapat dibuat lebih ringkas sebagai

ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = 0, (4.8)
BAB 4. OSILASI 21

dengan γ = b/2m. Terlihat bahwa persamaan gerak benda


masih berupa persamaan diferensial linear. Faktor redaman
diwakili oleh konstanta γ, dengan semakin besar nilai γ berarti
semakin besar gesekan yang dialami benda. Sementara itu, cepat
lambatnya gerakan osilasi benda ditentukan oleh seberapa besar
nilai ω, semakin besar ω berarti semakin cepat gerakan osilasi
benda.
Melihat bentuk persamaan (4.8), solusi yang paling mudah
adalah jika x, ẋ dan ẍ berupa fungsi yang sama bentuknya.
Satu-satunya fungsi yang berbentuk sama dengan turunan-
turunannya adalah fungsi eksponensial. Jadi sebagai tebakan
awal, kita ambil solusi berbentuk x (t) = Aeαt , dengan A dan α
adalah konstanta. Substitusikan fungsi tersebut ke persamaan
diferensial di atas,

α2 Aeαt + 2γαAeαt + ω 2 Aeαt = 0


⇔ α2 + 2γα + ω 2 = 0. (4.9)

Persamaan di atas memberi kita nilai konstanta α,



α1,2 = −γ ± γ2 − ω 2 . (4.10)

Jadi, baik Aeα1 t maupun Beα2 t , dengan B konstanta yang dapat


berbeda dengan A, merupakan solusi. Karena persamaan dife-
rensial kita linear, maka kedua solusi dapat dijumlahkan untuk
membentuk solusi umum
� �
x (t) = e−γt AeΩt + Be−Ωt , (4.11)

dengan Ω ≡ γ2 − ω 2 .
Terdapat tiga kasus yang berkaitan dengan nilai γ dan ω,
yaitu kasus dengan γω (yang berarti redaman mendominasi
osilasi), γ < ω (osilasi mendominasi redaman), dan γ = ω. Mari
kita tinjau satu per satu.
Kasus 1: γ < ω (underdamping). Pada kasus ini, faktor redaman
lebih kecil dibanding frekuensi osilasi. Secara matematis, nilai
Ω menjadi imajiner sehingga fungsi x (t) menjadi berbentuk
� �
x (t) = e−γt Aeiψt + Be−iψt

= e−γt C cos (ψt + φ) , (4.12)


22 fi2104 mekanika b


dengan ψ = ω 2 − γ2 . Baris terakhir diperoleh dengan
mengambil A = Ceφ /2 dan B = Ce−φ /2 dan mengingat x
e-γt cos(ψt)
bahwa 2 cos θ = eiθ + e−iθ . Terlihat dari persamaan di atas e-γt
bahwa x (t) berupa fungsi osilasi dengan frekuensi sudut ψ
dan amplitudo yang meluruh terhadap t. Grafik posisi benda
terhadap waktu diberikan pada Gambar 4.1. t

Semakin besar nilai faktor redaman γ, maka frekuensi osilasi


Gambar 4.1: Grafik posisi
semakin kecil dan amplitudo getaran meluruh lebih cepat,
benda terhadap waktu pada
seperti terlihat pada Gambar 4.2. kasus underdamping (γ < ω).
Garis biru adalah posisi
Kasus 2: γ = ω. Pada kasus ini, konstanta α, γ dan ω sama benda, sedangkan garis
besar, merah adalah amplitudo
osilasi yang selalu meluruh
α = −γ = −ω, (4.13) terhadap waktu.
sehingga solusi untuk x tereduksi menjadi x γ = 0,5
γ = 1,0
x (t) = Ae−γt . (4.14) γ = 1,2

Namun marilah kita periksa apakah itu merupakan satu-


t
satunya solusi. Untuk keperluan ini, kita perumum solusi
tebakan kita Aeαt dengan mengambil A sebagai fungsi waktu
Gambar 4.2: Pengaruh faktor
A(t), sehingga redaman γ terhadap sim-
x (t) = A(t)e−αt . (4.15) pangan. Terlihat bahwa jika
γ semakin besar, frekuensi
Substitusikan persamaan ini ke persamaan (4.8), diperoleh osilasi (ψ) semakin kecil dan
� � amplitudo osilasi meluruh
Ä + 2 (γ + α) Ȧ + ω 2 + 2γα + α2 A = 0. (4.16) lebih cepat.

Karena α = −γ = −ω, maka persaman tersebut tereduksi


menjadi
Ä = 0. (4.17)
Dengan demikian, A haruslah berbentuk fungsi linear ter-
hadap waktu A = Bt atau konstan. Jadi, selain persamaan
(4.14), fungsi x (t) = Bte−γt juga merupakan solusi. Dengan
demikian, kita peroleh solusi umum untuk kasus ini yang
merupakan jumlah dari kedua solusi,

x (t) = e−γt ( A + Bt) . (4.18)

Kasus 3: γ > ω (overdamping). Pada kasus ini, faktor redaman


mendominasi osilasi. Solusi x (t) menjadi berbentuk

x (t) = Ae−(γ−Ω)t + Be−(γ+Ω)t . (4.19)


BAB 4. OSILASI 23

Dengan demikian, simpangan benda meluruh tanpa mengala-


mi osilasi.
Jika diperhatikan, baik pada kasus critical damping maupun
overdamping simpangan benda sama-sama mengalami pelu- x
ruhan tanpa mengalami osilasi, dan akan mencapai titik se-
timbang pada t → ∞. Namun, waktu yang diperlukan benda
untuk mencapai titik setimbang pada kasus overdamping lebih
lama dibanding pada kasus critical damping. Hal ini terjadi
karena gaya pemulih (yang berupa gaya pegas F = −kx) pada
t
kasus overdamping harus melawan gaya redaman yang lebih Gambar 4.3: Grafik posisi
besar dibanding pada critical damping. Gambar 4.3 memberik- benda pada kasus overdam-
ping (merah) dan critical
an gambaran bagaimana simpangan benda meluruh seiring
damping (biru). Pada kasus
waktu pada dua kasus tersebut. critical damping, benda sem-
pat bergerak ke satu sisi,
Tugas: Buatlah diagram fasa, yaitu grafik kecepatan benda kemudian berbalik arah dan
terhadap posisi untuk kasus critical damping dan overdamping. akhirnya simpangannya me-
Buat juga grafik perbandingan antara kecepatan dengan posisi luruh seiring waktu menuju
titik setimbang. Semetara
( vx ) terhadap waktu untuk kedua kasus tersebut. Buatlah pada kasus overdamping,
analisis yang menjelaskan perbedaan kedua kasus tersebut simpangan benda lang-
sung meluruh menuju titik
berdasarkan dua jenis grafik yang telah dibuat. setimbang, namun benda
mencapai titik setimbang
dalam waktu yang lebih
Osilasi paksa lama dibanding pada kasus
critical damping.
Tinjau sebuah benda yang dipaksa mengalami berosilasi oleh ga-
ya berbentuk C0 = C0 eiω0 t . Jika benda juga mengalami gesekan
(redaman) yang sebanding dengan kecepatan, persamaan gerak
untuk benda ini akan berbentuk

ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = C0 eiω0 t . (4.20)

Ketika C0 = 0, yang berarti gaya bernilai nol, persamaan di atas


akan menjadi persamaan homogen yang menggambarkan kasus
osilasi teredam yang telah dibahas di bagian sebelumnya. Kare-
na osilasi dipaksa oleh gaya C0 dengan dengan frekuensi osilasi
ω0 , maka kita dapat berharap benda akan berosilasi dengan fre-
kuensi yang sama dengan gaya yang memaksanya. Sehingga
kita dapat berharap solusi kita akan berbentuk x (t) = Aeiω0 t .
Substitusikan fungsi ini ke persamaan gerak, menghasilkan
� �
−ω02 A + 2γ (iω0 ) A + ω 2 A = C0 , (4.21)
24 fi2104 mekanika b

yang menghasilkan

C0
A= . (4.22)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Sehingga solusi kita menjadi


� �
C0
x (t) = eiω0 t (4.23)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Solusi umum diperoleh dari solusi di atas ditambah dengan


solusi homogen pada persamaan (4.12),
� �
� � C 0
x (t) = e−γt Aeiψt + Be−iψt + eiω0 t . (4.24)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Karena posisi adalah besaran riil, maka kita memilih bagian riil
dari solusi di atas. Mula-mula kita uraikan persamaan di atas
menjadi

x (t) = e−γt [( A + B) cos ψt + i ( A − B) sin ψt]


� � ��
C0 ω 2 − ω02 − 2iγω0
+ � �2 (cos ω0 t + i sin ω0 t) . (4.25)
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02

Kemudian ambil bagian riilnya,


� �
ω 2 − ω02 cos ω0 t + 2γω0 sin ω0 t
Re( x ) = e−γt ( A + B) cos ψt + C0 � �2 .
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02
(4.26)
Untuk menyederhanakan, kita definisikan A + B ≡ C, ω 2 −
ω02 ≡ R cos φ, dan 2γω0 ≡ R sin φ, sehingga persamaan di atas
tereduksi menjadi

C0
Re( x ) = Ce−γt cos ψt + (cos ω0 t cos φ + sin ω0 t sin φ)
R
C
= Ce−γt cos ψt + 0 cos (ω0 t − φ) . (4.27)
R
Suku pertama berupa fungsi osilasi dengan amplitudo melu-

ruh seiring waktu, dan frekuensi osilasi ψ = ω 2 − γ2 yang
nilainya bergantung pada konstanta pegas, massa benda, dan
faktor redaman. Sementara itu, suku kedua adalah fungsi osilasi
BAB 4. OSILASI 25

dengan frekuensi sama dengan frekuensi gaya pemaksa ω0 . Ter-


lihat bahwa pada waktu yang cukup lama, t → ∞, suku pertama
akan menuju nol dan suku kedua akan menjamin benda benda
berosilasi murni,
C0
lim Re( x ) = cos (ω0 t − φ) . (4.28)
t→∞ R
Amplitudo osilasi ini akan maksimum jika nilai besaran

� �2
R= ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02 (4.29)

bernilai minimum. Kondisi ini disebut resonansi dan terjadi jika



k
ω0 = ω = . (4.30)
m
Dengan kata lain, jika gaya pemaksa memiliki frekuensi yang

sama dengan frekuensi alamiah sistem (yaitu k/m), maka am-
plitudo osilasi akan maksimum. Gambar 4.4 menggambarkan
pengaruh frekuensi alamiah ω dan faktor redaman γ terhadap
frekuensi resonansi dan amplitudo osilasi 1/R.
26 fi2104 mekanika b

Gambar 4.4: Pengaruh


0 2 4 6 8 10 frekuensi alamiah ω dan
dan faktor redaman γ
terhadap frekuensi resonansi
dan amplitudo osilasi
ω = 3, γ = 0,1 1/R. Terlihat bahwa nila
1.5 ω = 3, γ = 0,5 1.5 γ yang besar membuat
amplitudo osilasi berkurang
ω = 7, γ = 0,1
dan frekuensi resonansi
sama dengan frekuensi ω0
alamiah ω.
1 1
1/R

0.5 0.5

0 0
0 2 4 6 8 10
ω0
Bab 5
Gaya Sentral

Definisi

Tinjau sebuah sistem yang terdiri dari dua benda yang saling
berinteraksi melalui sebuah gaya �F. Misal benda pertama berada
di pusat koordinat (O) sedangkan benda kedua benda pada
posisi �r.
Interaksi kedua benda dikatakan sebagai gaya sentral jika
arah gaya yang dialami oleh tiap benda searah dengan �r, atau
Gambar 5.1: Gaya sentral
�F = F (r )r̂, antara dua benda.
(5.1)

dengan F (r ) adalah sembarang fungsi dari variabel jarak kedua


benda (r ). Fungsi tersebut dapat bernilai positif (jika kedua
benda saling tolak menolak) mempunyai negatif (jika kedua
benda tersebut saling tarik menarik)
Contoh gaya sentral:

1. gaya gravitasi,

�F = − Gm1 m2 r̂
r2

2. gaya elektrostatik

�F = − kq1 q2 r̂
r2
28 fi2104 mekanika b

Persamaan Gerak

Ketika membahas kinematika pada koordinat polar, kita telah


mendapatkan percepatan benda dalam koordinat polar dinyatak-
an sebagai

�a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (θ̈r + 2ṙ θ̇ )θ̂


= ar r̂ + aθ θ̂ (5.2)

Karena gaya sentral hanya memiliki komponen berarah radial,


maka hukum Newton akan memberikan:

�F = m�a ⇒ F (r ) = m( ar r̂ + aθ θ̂ ) (5.3)

atau
F (r ) = mar = m(r̈ − r θ¨2 ), (5.4)

0 = maθ = m(r θ̈ + 2ṙ θ̇ ). (5.5)

Konservasi momentum sudut

Persamaan (5.5) dapat diubah bentuknya dengan mengambil


definisi
L = mr2 θ̇, (5.6)

menjadi

dL � � � � ��
= m 2rṙ θ̇ + r2 θ̈ = r m 2ṙ θ̇ + r θ̈
dt
atau
dL
= 0 ⇐⇒ L = Konstan. (5.7)
dt
Konstanta L kita sebut sebagai momentum sudut.
Mengingat r θ̇ = vθ , maka | L| = m|vθ ||r |. Karena vθ ⊥ r, dapat
Gambar 5.2: Momentum su-
juga dituliskan dut benda dalam pengaruh
�L = �r × m�v. (5.8) gaya sentral.

Dari pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan bahwa pada


sistem dua benda yang berinteraksi dengan gaya sentral, berlaku
konservasi momentum sudut.
BAB 5. GAYA SENTRAL 29

Konservasi Energi

Gaya sentral bersifat konservatif, dengan energi potensial V (r )


sedemikian sehingga

� V = − dV (r ) r̂.
�F = −∇ (5.9)
dr
Konservasi energi mengharuskan

E = V + K, (5.10)

bernilai konstan. Mengingat kecepatan dalam koordinat polar


adalah

�v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ → v2 = �v · �v = r˙2 + r2 θ˙2 ,

konservasi energi dapat dituliskan dalam bentuk

1 � �
E = V (r ) + m ṙ2 + r2 θ̇ = konstan (5.11)
2

Persamaan Gerak Radial

Dari definisi momentum sudut L = mr2 θ̇, dapat dituliskan

L
θ̇ = , (5.12)
mr2
sehingga persamaan energi (5.11) dapat ditulis ulang dalam
bentuk
� 2 �
1 2 2 L
E = V (r ) + m ṙ + ✓ r✓
2 ✄
m2 r42
� 2 �
L 1 2
= V (r ) + + mṙ
2m2 r2 2
atau
1
E = V ∗ (r ) + mṙ2 , (5.13)
2
dengan
L2
V ∗ (r ) = V (r ) + , (5.14)
2m2 r2
disebut dengan potensial efektif sistem.
30 fi2104 mekanika b

Perhatikan bahwa sekarang persamaan gerak kita menjadi


satu dimensi. Awalnya, persamaan gerak mengandung potensial
r dan θ, namun dengan memanfaatkan konservasi momentum
sudut, persamaan gerak benda tereduksi menjadi satu dimensi
saja. Persamaan (5.13) dapat diselesaikan untuk mendapatkan
fungsi radial r (t). Selanjutnya solusi untuk variabel sudut θ (t)
didapat dengan memanfaatkan konservasi momentum sudut.
Dengan demikian gerakan benda dapat digambarkan secara
eksak.

Solusi Persamaan Gerak

Persamaan (5.13) dapat diselesaikan untuk mendapatkan fungsi


r (t)
� �2
1 2 dr
E = V ∗ (r ) + mr˙2 ⇒ (E − V ∗ ) =
2 m dt

2( E − V ∗ ) dr
⇔ =
m dt
� �
dr
⇔ dt = � . (5.15)
2( E −V ∗ )
m

Jika kita dapat menyelesaikan ruas kanan integral di atas, ak-


an diperoleh t sebagai fungsi r atau t(r ). Kemudian kita dapat
mencari balikan (invers) dari fungsi tersebut untuk mendapatk-
an, r (t). Selanjutnya fungsi r (t) yang didapat digunakan untuk
menentukan θ (t). Langkah ini sepertinya tidak selalu mudah un-
tuk dilakukan, bergantung pada bagaimana bentuk dari fungsi
potensial efektif V ∗ . Untuk bentuk V ∗ tertentu, kita mungkin
dapat menyelesaikan integral di ruas kanan persamaan (5.15)
secara eksak. Jika langkah tersebut berhasil dilakukan, kita akan
berhadapan dengan kesulitan berikutnya, yaitu mencari r (t) dari
t(r ) yang sudah didapat. Jadi, rencana awal kita untuk mencari
r (t) dan θ (t) tampaknya secara umum sulit dilakukan.

Solusi osilasi di sekitar titik potensial minimum

Sebagai usaha pertama untuk mendapatkan solusi persamaan


gerak, kita akan meninjau daerah di sekitar titik minimum po-
BAB 5. GAYA SENTRAL 31

tensial. Mari kita tinjau sembarang fungsi potensial efektif yang


berbentuk seperti pada Gambar 5.3.
Sembarang fungsi potensial dapat diuraikan dalam deret
Taylor,

V (r ) = V (r0 ) + V � (r0 )(r − r0 ) + V �� (r0 )(r − r0 )2 + . . . . (5.16)


Gambar 5.3: Sembarang
Misalnya titik r0 adalah titik minimum potensial, maka potensial efektif.

V � (r0 ) = 0 dan V �� (r ) > 0.

Sehingga untuk daerah yang cukup dekat di sekitar r0 , potensial


benda dapat didekati dengan

V �� (r0 )
V � (r ) � V (r0 ) + 0 + (r − r0 )2 .
2
Jika V �� (r0 ) konstan, misalnya k, maka

1
V (r ) � V (r0 ) + k (r − r0 )2 . (5.17)
2
Ambil titik r0 sebagai acuan sehingga V (r0 ) = 0, akibatnya

1
V (r ) � kΔr2 ,
2
dengan Δr = r − r0 . Potensial ini memiliki bentuk yang sama
dengan potensial untuk osilasi harmonik sederhana. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pada daerah disekitar titik minimum po-
tensial benda mengalami osilasi harmonik sederhana pada arah
radial.
Sekarang, kita telah siap untuk memecahkan persamaan
(5.15). Terlebih dahulu kita misalkan Δr = x sehingga dr = dx.
Substitusi potensial efektif di sekitar titik minimum potensial,
V ∗ = 12 kx2 , ke persamaan (5.15) menghasilkan
� �
dx
� � � = dt
2E k 2
m 1− 2E x
� �
dx
⇔ � � � = dt,
2E k 2
m 1− 2E x
32 fi2104 mekanika b

misal:

kx2 2E
= sin2 θ ⇒ x= sin θ
2E k

2E
⇔ dx = cos θdθ.
k
Maka, persamaan di atas menjadi:
� � � �
m 2E cos θdθ
= dt
2E k � �1
1 − sin2 θ 2
�� �
2
� √ m
2
1 − sin θ = cos θ; ω =
k
� � �
m
⇔ dθ = dt
k

m
⇔ Δθ = Δt ⇒ Δθ = ωΔt.
k
⇔ θ = θ0 + ωt. (5.18)

Jadi, diperoleh solusi


� �
2E 2E
x= sin θ = sin (θ0 + ωt) , (5.19)
k k
dan posisi radial benda di sekitar titik minimum potensialnya
adalah

2E
r = r0 + x = r0 + sin (θ0 + ωt) . (5.20)
k

Orbit/lintasan benda

Sebagai alternatif untuk mendapatkan gambaran tentang ge-


rakan benda kita akan mencari solusi untuk r (θ ) yang meng-
gambarkan lintasan benda dalam ruang. Kita tuliskan kembali
persamaan konservasi momentum sudut

L = mr2 θ̇, (5.21)

dan persamaan konservasi energi

1
E = V ∗ + mr˙2 , (5.22)
2
BAB 5. GAYA SENTRAL 33

dengan

L2
V∗ = V + , (5.23)
2mr2

adalah potensial efektif sistem.


Dari kedua persamaan konservasi di atas, diperoleh

L2 L2
θ˙2 = = (5.24)
(mr2 )2 m2 r 4
2
r˙2 = ( E − V ∗ ) (5.25)
m

Selanjutnya kita bandingkan kedua persamaan terakhir


� �
dr/dt 2 2
(E − V ∗ )
= m 2 2 4
dθ/dt L /m r
� �2
dr 2m
⇔ = 2 ( E − V ∗ ) r4 . (5.26)
dθ L

Persamaan terakhir dapat di selesaikan untuk memperoleh solu-


si untuk orbit partikel, r = r (θ ).

Gaya sentral berupa gravitasi

Pada gaya sentral berupa gaya gravitasi,

− GMm GMm
F (r ) = ⇔ V=− , (5.27)
r2 r 5

atau potensial efektifnya:


3
Potensial efektif (V*)

L2
0

− GMm −α β
V ∗ (r ) =
-1

+ 2
= + 2, (5.28)
r 2mr r r
-2

-3

-4
1 10 100

L2 Jarak (r)

dengan α = GMm, β = 2m .
Bentuk kurva V∗
terhadap r adalah:
Persamaan orbit didapat dari substitusi persamaan (5.28) ke Gambar 5.4: Potensial
efektif untuk gaya gravitasi,
(5.26) β
� �2 � � V ∗ = − αr + r2 . Terlihat
dr 1 α β bahwa potensial potensial
= E + − 2 r4 . (5.29) memiliki nilai minimum
dθ β r r
pada titik r tertentu, dan
1 menuju nol untuk jarak yang
Dengan mengambil pemisalan y = r ⇒ dy = − r12 , dr = −y2 dr, cukup jauh, r → ∞.
34 fi2104 mekanika b

persamaan (5.29) dapat ditulis menjadi


� �
dy 2 1� �
− y2 = E + αy − βy2 y4
dθ β
� �2 � � ��
4 dy 1 2 α
⇔y = E−β y − y y4
dθ β β
� �2 � � � �
dy 1 α 2 α2
⇔ = E−β y− + . (5.30)
dt β 2β 4β
α
Kemudian dengan mengambil z = y − 2β ⇒ dy = dz,
� �2 � � � �2 � �
dz 1 α2 dz 1 α2
= E+ − βz2 ⇒ + z2 = E+ (5.31)
.
dθ β 4β dθ β 4β
Solusi persamaan (5.31) adalah

z = A cos θ, (5.32)
dengan
� � �
1 α2
A= E+ , (5.33)
β 4β
sehingga

1 α α
= y = z+ = A cos θ +
r 2β 2β
1
⇔ r= α
2β + A cos θ
2β 1 ro
⇔ r= = . (5.34)
α 1 + � cos θ 1 + � cos θ

dengan ro = α dan

2β 4βE
�= A= 1+ (5.35)
α α2
disebut sebagai eksentrisitas eksentrisitas.

Bentuk lintasan r (θ )

Bentuk lintasan partikel akan bergantung pada eksentrisitas.


Secara umum, nilai eksentrisitas berada pada rentang 0 ≤ � < ∞.
BAB 5. GAYA SENTRAL 35

Jika � = 0

Kita peroleh

2β L2
r = ro = = , (5.36)
α GMm2

yang merupakan konstanta. Dalam koordinat Kartesius, r =



x2 + y2 , sehingga lintasan partikel akan berupa lingkaran
dengan persamaan garis

x2 + y2 = r02 . (5.37)

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5 Gambar 5.5: Lintasan parti-


kel untuk � = 0.
1 1

0.5 0.5

e=0
x + y2 = r02
2

0 0

−0.5 −0.5

−1 −1

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5


36 fi2104 mekanika b

Jika 0 < � < 1



Seperti sebelumnya, r = x2 + y2 dan cos θ = xr , sehingga

ro
r= ⇔ r + �x = ro
1 + � xr
⇔ r2 = (ro − �x )2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2�r0 x + �2 x2
� �
⇔ y2 = ro2 + �2 − 1 x2 − 2�r0 x
� �2 � �2
y2 r2 2�r �r0 �r0
⇔ 2 = 2 o + x2 − 2 0 x + 2
− 2
� −1 � −1 � −1 � −1 � −1
� �2 � �2
y2 r2 2� �r0 �r0
⇔ 2
= 2 o + x2 − 2 x+ −
� −1 � −1 � −1 �2 − 1 �2 − 1
� �� �
� �2
�r
x− 2 0
� −1
� �2 � �
y2 ro2
�r0 �2 r02
⇔ 2 = +x− 2 −
� −1 �2 − 1 ( �2 − 1)2
� −1
� �2 � �2
y2 �r0 r0
⇔ 2 = x− 2 − (5.38)
� −1 � −1 �2 − 1

Karena 0 < � < 1, maka �2 − 1 < 0, sehingga persamaan terakhir


dapat ditulis dalam bentuk

( x + x0 )2 y2
+ 2 = 1, (5.39)
a2 b

dengan

�r0
x0 = , (5.40)
1 − �2
r0
a= , (5.41)
1 − �2
r0
b= √ . (5.42)
1 − �2

Persamaan terakhir tidak lain merupakan persamaan elips de-


ngan sumbu semi mayor a dan berpusat di titik ( x, y) = (− x0 , 0).
Bentuk lintasannya diberikan pada Gambar 5.6.
BAB 5. GAYA SENTRAL 37

−3 −2 −1 0 1 Gambar 5.6: Jika 0 <


2 2 � < 1, lintasan partikel
berbentuk elips dengan
0<e<1
sumbu semimayor a = 1−r0�2 .
y2 = r0(r0 - 2x)

1 1

0 0

−1 −1

−2 −2
−3 −2 −1 0 1
38 fi2104 mekanika b

Jika � = +1

Kita gunakan koordinat Kartesius, sehingga r = x2 + y2 dan
cos θ = xr , maka

ro ro r
r= x ⇔r= ⇔ r = ro − x
1+ r r+x
⇔ r2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ y2 = r0 (r0 − 2x ) . (5.43)

Persamaan terakhir adalah persamaan parabola, yang memotong


sumbu-x di titik x = r20 .

Gambar 5.7: Lintasan par-


tikel untuk � = 1 berupa
kurva parabola, dengan titik
−10 −8 −6 −4 −2 0 2 potong terhadap sumbu-x
6 6 terjadi pada titik x = r20 .

e=1
y2 = r0(r0 -2x)
4 4

2 2

0 0

−2 −2

−4 −4

−6 −6
−10 −8 −6 −4 −2 0 2
BAB 5. GAYA SENTRAL 39

Jika � > 1
Lihat kembali persamaan (5.38). Jika � > 1, maka suku �2 − 1
bernilai positif, sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan
ulang menjadi

( x − x̃ )2 y2
− 2 = 1, (5.44)
ã2 b̃

dengan
�r0
x̃ = , (5.45)
�2
−1
r0
ã = 2 , (5.46)
� −1
r0
b̃ = √ , (5.47)
�2 − 1
yang merupakan persamaan hiperbola. Bentuk lintasan partikel
diberikan pada Gambar 5.8.
40 fi2104 mekanika b

Gambar 5.8: Lintasan par-


tikel untuk kasus � > 1
−4 −2 0 2
berbentuk hiperbola.
4 4

2 2
e>1
- (x-x0)2/a2 + y2/b2 = 1

0 0

−2 −2

−4 −4
−4 −2 0 2
Ujian tengah semester

Soal

1. Seekor lebah terbang pada lintasan tertentu sedemikian sehingga posisinya dalam koordi-
nat polar untuk setiap waktu t diberikan oleh

bt t
r= (2τ − t) , θ= , (0 ≤ t ≤ 2τ ) ,
τ2 τ
dengan b dan τ konstanta positif. Tentukan,
(a) vektor kecepatan lebah tiap waktu �v(t),
(b) laju minimum lebah,
(c) percepatan lebah saat mencapai laju minimum.
2. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2 dengan a dan b adalah konstanta
positif.
(a) Tentukan energi potensial V ( x ). Anggaplah V (0) = 0.
(b) Gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu sistem koodinat.
(c) Pada posisi x berapakah potensial V ( x ) bernilai minimum?
(d) Tentukan periode osilasi benda di sekitar titik minimum potensialnya.
3. Dilakukan percobaan osilasi menggunakan sebuah bernda bermassa yang terikat pada sa-
lah satu ujung pegas. Pada percobaan pertama, benda mula-mula disimpangkan dari titik
setimbangnya sejauh x0 kemudian dilepaskan tanpa kecepatan awal sehingga mengalami
osilasi harmonik sederhana. Pada percobaan kedua, percobaan pertama diulangi namun
sistem pegas dicelupkan ke dalam fluida sehingga benda mengalami osilasi teredam kri-
tis. Jika diketahui massa benda m, konstanta pegas k, dan gaya redaman −bv (dengan v
adalah kecepatan benda), tentukanlah
(a) perbandingan laju maksimum benda yang dicapai pada percobaan pertama dengan
percobaan kedua,
42 fi2104 mekanika b

(b) usaha total yang dilakukan oleh gaya redaman (damping force) pada percobaan kedua
sejak benda dilepas hingga berhenti.
4. Sebuah partikel berada dalam pengaruh gaya sentral sehingga bergerak dengan orbit
yang diberikan oleh r = Ae aθ , dengan A dan a konstanta positif. Momentum sudut parti-
kel adalah L dan energi totalnya E.
(a) Gambarkanlah lintasan partikel dalam bidang polar.
(b) Tentukanlah energi potensial partikel.

Solusi

1. Dari soal diperoleh

bt 2b bt2
r = ( 2τ − t ) = t −
τ2 τ �τ
2

2b 2b 2b t
⇔ ṙ = − 2t = 1−
τ τ τ τ
2b
⇔ r̈ = −
τ
t 1
θ = ⇒ θ̇ = ⇒ θ̈ = 0.
τ τ
(a) vektor kecepatan lebah:

2b
� t
� bt
�v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ = τ 1− τ r̂ + τ3
(2τ − t) θ̂ .

(b) laju:

|�v| = ṙ2 + r2 θ̇ 2 .

Laju minimum:

d 2ṙr̈ + 2rṙ θ̇ 2 + 2r2 θ̇ θ̈


|�v| = √
dt ṙ2 + r2
⇔ ṙr̈ + rṙ θ̇ 2 = 0
⇔ ṙ (r̈ + r θ̇ 2 ) = 0.

Solusi dari persamaan di atas adalah

t
ṙ = 0 ⇒ 1 − =0⇒ t=τ ,
τ
BAB 5. GAYA SENTRAL 43

atau
� �
2 2b 2b bt2 1
r̈ = −r θ̇ ⇔ − 2 =− t− 2
τ τ τ τ2
b 2 2b
⇔ = t − t + 2b = 0
τ2 τ�
2b 4b2 8b2
τ ± τ2
− τ2 √
⇔ t= 2b
= 1± −1.
τ

Jadi laju minimum terjadi saat t = τ. Kecepatan saat itu


adalah
2b � τ� b
�v(τ ) = 1− r̂ + (2τ − τ )θ̂
τ τ τ
b
= θ̂.
τ
b
Sehingga lajunya adalah τ .
(c) Percepatan saat t = τ: Ingat percepatan pada koordinat
polar
�a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (r θ̈ + 2ṙ θ̇ )θ̂.
Saat t = τ:
−2b 1
r̈ = , r = b, θ̇ = , θ̈ = 0, ṙ = 0.
τ2 τ
Sehingga
� �
2b b
�a(τ ) = − − 2 r̂ + (0 + 0)θ̂
τ2 τ
= − τ3b2 r̂ .

2. (a) Potensial V ( x )
� x � �x
a b
V (x) = − F ( x � )dx � = − − x �2 + x �3 = a 2
2x − 3b x3 .
0 2 3 0

(b) Gaya F ( x ) berupa fungsi kuadrat yang terbuka ke atas


dan memotong sumbu-x pada:
a
F ( x ) = 0 ⇒ x (− a + bx ) = 0 ⇒ x = 0 atau x = .
b

Gambar 5.9: Plot F ( x )


terhadap x.
44 fi2104 mekanika b

Potensial V(x) berupa fungsi kubik (x3 ). Pada x → −∞,


V → ∞. Sedangkan pada x → +∞, V → −∞. Kurva V ( x )
memotong sumbu x pada
� �
ax2 bx3 a bx
V (x) = 0 ⇒ − = 0 ⇒ x2 − =0
2 3 2 3

3a
⇔ x = 0 atau x = .
2b
dV
Titik kritis potensial terletak pada dx = −F = 0 ⇒ x = 0
atau x = ba .
Gabungan kedua grafik diberikan pada Gambar 5.11.
(c) Terlihat pada grafik bahwa V ( x ) bernilai minimum secara
lokal pada x = 0 . Gambar 5.10: Plot V ( x )
terhadap x.
(d) Kita uraikan V ( x ) di sekitar x = 0 dengan deret Taylor

1
V (x) � V (0) + V � (0) x + V �� (0) x2 + ...
2
1 2
= 0 + 0 + ( a) x
2
1 2
= ax .
2
Ini adalah potensial osilator harmonik dengan "konstanta"
Gambar 5.11: Plot F ( x ) dan
pegas k = a. Sehingga perioda osilasi benda adalah V ( x ) terhadap x.
� �
m m
T = 2π k = 2π a

3. (a) Pada percobaan pertama, energi benda bernilai kosntan.


Kecepatan maksimum diperoleh saat semua energi potensi-
al awal pegas diubah menjadi energi kinetik, sehingga

E = Vmax = Kmax

1 2 1 k
⇔ kx0 = mv2max ⇒ vmax = x0 = ωx0 .
2 2 m
Pada percobaan kedua, benda mengalami teredam kritis,
sehingga simpangannya berbentuk fungsi

x (t) = e−ωt ( A + Bt),


BAB 5. GAYA SENTRAL 45

diketahui bahwa x (0) = x0 sehingga x0 = A,

x (t) = e−ωt ( x0 + Bt).

Kecepatan benda adalah


d
v(t) = x (t) = −ωe−ωt ( x + 0 + Bt) + e−ωt ( B)
dt
= e−ωt [−ωx0 − ωBt + B] .

Diketahui v(0) = 0 ⇒ B = ωx0 . Sehingga fungsi simpang-


an dan kecepatannya

x (t) = x0 e−ωt (1 + ωt)


v(t) = −ω 2 x0 te−ωt .
dv
Kecepatan maksimum terjadi jika dt = 0, atau
1
−ω 2 x0 e−ωt + ω 3 x0 e−ωt = 0 ⇒ t = .
ω
� �
Sehingga vmax = v = v ω1 = −ωx0 e−1 . Jadi perbanding-
an kecepatan maksimum kedua percobaan adalah
v
max(1) ωx0
v = ωx0 e−1
=e
(2)
max

(b) Berdasarkanteorema usaha energi, usaha oleh gaya re-


daman besarnya sama dengan perubahan enegi mekanik
sistem,
Wnon-konservatif = ΔE.
Energi awal sistem adalah Ei = 12 kx02 , sedangkan energi
akhirnya(yaitu energi saat t → ∞) adalah

Kf = 0 (sebab lim v(t) = 0)


t→∞
Vf = 0 (sebab lim x (t) = 0).
t→∞

Sehingga

Wnon-konservatif = E f − Ei = − 12 kx02 .

4. (a) Terlihat bahwa jari-jari r bertambah seiring pertambahan


nilai θ. Sehingga lintasan partikel akan berbentuk spiral.

Gambar 5.12: Plot r terhadap


θ pada bidang polar.
46 fi2104 mekanika b

(b) Pada kasus gaya sentral, momentum sudut sistem konstan

L
L = mr2 θ̇ ⇒ θ̇ = .
mr2
Energi sistem kosntan sebesar E, sehingga

E = K+V
1 2 1
= mṙ + mr θ̇ 2 + V
2 2
� 2 �
1 2 1 2 L
= mṙ + mr +V
2 2 m2 r 4
1 2 1 L2
= mṙ + + V.
2 2 mr2

Karena r = Ae aθ ⇒ ṙ = ar θ̇ = ar mrL 2 = aL
mr , sehingga
� �2
1 aL 1 L2 a2 L2 L2 (1+ a2 ) L2
V (r ) = E − m − = E − − = E− 2mr2
.
2 mr 2 mr2 2mr2 2mr2
Bibliografi

[1] Keith R. Symon, Mechanics, Addison Wesley, 1980.

[2] David Morin, "Introductory Classical Mechanics, with Pro-


blems and Solutions", 2014

[3] R. Douglas Gregory, "Classical Mechanics", Cambridge Uni-


versity Press, 2006.

[4] Daniel Kleppner dan Robert J. Kolenkow, "An Introduction


to Mechanics", McGraw-Hill, 1973.
Indeks

gaya konservatif, 15 koordinat silinder, 4 potensial efektif, 29

konservasi energi, 16
koordinat bola, 5 license, i resonansi, 25

Anda mungkin juga menyukai