Anda di halaman 1dari 94

Agus Suroso

14
B
Pekan Kuliah

Mekanika
(Catatan Kuliah FI­2104 Mekanika B)

Semester 1, 2017-2018
Agus Suroso

14
B
Pekan Kuliah

Mekanika
(Catatan Kuliah FI­2104 Mekanika B)

Semester 1, 2017-2018
Copyleft © 2017 Agus Suroso

Catatan kuliah ini merupakan naskah awal yang masih belum siap terbit, disusun secara
simultan dengan pelaksanaan kuliah FI2104 Mekanika B. Perbaikan dan penambahan materi
dilakukan secara berkala, sehingga isi naskah ini dapat berbeda dari satu versi ke versi yang
lain (lihat tanggal pembaruan di bawah).

Pembaca yang menemukan adanya kesalahan cetak maupun konsep, harap menyampaikan-
nya kepada penulis melalui agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran juga harap disampa-
ikan melalui email yang sama.

Ditulis menggunakan LATEX, dengan format tufte-book, pembaruan terakhir pada 31 Oktober 2017
Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala kemudahan
yang diberikannya, termasuk kemudahan dalam menyusun catatan kuliah ini.
Catatan kuliah ini disusun secara simultan dengan penyelenggaraan kuliah FI2104 Meka-
nika B pada semester 1 tahun akademik 2017-2018. Pada naskah ini, materi kuliah disusun
berdasarkan urutan topik tiap pekan sesuai silabus mata kuliah yang terdapat pada doku-
men kurikulum Program Studi Fisika ITB tahun 2013. Materi yang disajikan dalam naskah
ini terbatas pada materi yang dibahas di kelas maupun yang dijadikan PR atau kuis. Pem-
baca sangat disarankan untuk tetap merujuk pada buku teks Mekanika, agar mendapatkan
pemahaman yang lebih lengkap dan komprehensif.
Sebagai naskah awal, catatan kuliah ini tidak lepas dari kesalahan. Pembaca yang mene-
mukan kesalahan cetak maupun konsep, diharapkan dapat menyampaikannya kepada penu-
lis melalui email agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang
akan datang silakan disampaikan melalui alamat yang sama.
Akhirnya, penulis berharap semoga catatan kuliah ini bermanfaat bagi penulis dan pemba-
canya.

Bandung, 31 Oktober 2017


Penulis
Daftar Isi

1 Kinematika 1

2 Dinamika 7

3 Osilasi 13

4 Kerja dan Energi 21

5 Gaya Sentral (1) 27

6 Gaya Sentral (2) 33

7 Gaya Sentral (3) 37

8 Ujian tengah semester 47

9 Sistem Partikel (1) 49


8 agus suroso

10 Sistem Partikel (2) 57

11 Sistem Partikel (3) 67

12 Sistem Partikel (4) 69

13 Sistem Non Inersial 71

14 Ujian Akhir Semester 73

Beberapa solusi soal 75

Bibliografi 81

Indeks 83
Daftar Gambar

1.1 Besaran-besaran dalam koordinat polar. 2


1.2 Uraian vektor-vektor basis koordinat polar ke komponen-komponennya 2
1.3 Koordinat silinder. 4
1.4 Koordinat bola. 5

3.1 Grafik posisi benda terhadap waktu pada kasus osilasi underdamping 16
3.2 Pengaruh faktor redaman terhadap simpangan. 16
3.3 Perbandingan grafik posisi benda pada kasus overdamping dan critical damping 17
3.4 Resonansi pada osilasi paksa. 20

5.1 Gaya sentral antara dua benda. 27


5.2 Momentum sudut benda dalam pengaruh gaya sentral 28
5.3 Sembarang potensial efektif. 31

6.1 Potensial efektif untuk gaya gravitasi 34

7.1 Lintasan partikel untuk � = 0 38


7.2 Lintasan partikel untuk kasus 0 < � < 1 39
7.3 Lintasan partikel untuk � = 1. 40
7.4 Lintasan partikel untuk kasus � > 1 42

9.1 Posisi partikel dalam sistem menurut kerangka Q. Posisi partikel ke-k adalah �rk dan posisi
titik Q adalah �rQ , maka �rkQ = �rk −�rQ 52

1 Plot F ( x ) terhadap x. 77
2 Plot V ( x ) terhadap x. 77
3 Plot F ( x ) dan V ( x ) terhadap x. 77
4 Plot r terhadap θ pada bidang polar. 79
Penulis mempersembahkan catatan kuliah ini kepada
...
Kinematika 1
1­1 Kinematika benda titik
Mekanika membahas gerakan benda-benda fisis. Kita akan me- 1­2 Gerak dalam bidang
mulai pembahasan dengan kinematika benda titik. Kinematika 1­3 Gerak dalam ruang

yaitu topik yang membahas deskripsi gerak benda-benda tanpa


memperhatikan penyebab gerak. Sedangkan benda titik adalah
benda-benda yang ukuran, bentuk, dan struktur internalnya dia-
baikan.

1.1 Kinematika benda titik

Kita mulai dengan meninjau gerak benda titik dalam satu dimen-
si. Andaikan posisi benda titik untuk tiap waktu diketahui dan � posisi
dinyatakan dengan variabel x sebagai fungsi waktu

x = x ( t ), (1.1)

maka kecepatan benda tersebut diperoleh dengan mengukur per- � kecepatan


ubahan posisi benda tiap satuan waktu, atau secara infinitesimal

dx
v= . (1.2)
dt

Perubahan kecepatan benda tiap satuan waktu kita sebut sebagai


percepatan, � percepatan

dv
a= . (1.3)
dt
2 14 pekan kuliah mekanika b

1.2 Gerak dalam bidang

Untuk mendeskripsikan gerak benda dalam bidang, kita dapat


menggunakan sistem koordinat Kartesis atau polar (tentu saja kita
bisa menggunakan sistem koordinat lain juga). Terlebih dahulu
kita bahas hubungan antara kedua sistem koordinat tersebut.
Tinjau suatu benda yang berada di titik P. Posisi benda terse-
but dalam koordinat Kartesis adalah ( x p , y p ) dan dalam koordinat
polar (ρ, φ). Vektor basis koordinat Kartesis kita tuliskan sebagai � koordinat polar
{ x̂, ŷ} dan vektor basis polar kita tuliskan sebagai {ρ̂, φ̂}. Vektor
posisi titik P dalam koordinat Kartesis adalah

�r p = x p x̂ + y p ŷ, (1.4)

sedangkan dalam koordinat polar kita tuliskan

�r p = ρρ̂. (1.5) y
φ^
^
ρ

Berdasarkan Gambar 1.1, dapat kita tuliskan P



� ⃗
r yp
x p = ρ cos φ, y p = ρ sin φ, ρ= x2p + y2p . (1.6) φ
x
O
y^
xp
Vektor-vektor basis dari koordinat polar berubah sesuai arah x^
perubahan nilai ρ dan φ. Vektor basis koordinat polar {ρ̂, φ̂} dapat
diuraikan ke arah { x̂, ŷ} sebagai berikut,

ρ̂ = cos φ x̂ + sin φ ŷ, (1.7) Gambar 1.1: Besaran-besaran


dalam koordinat polar.
φ̂ = − sin φ x̂ + cos φ ŷ. (1.8)
y^

Terlihat bahwa besar komponen masing-masing vektor basis φ^


^
ρ
koordinat polar pada sumbu Kartesis { x̂, ŷ} bergantung pada ni-
lai φ. Perubahan vektor basis {ρ̂, φ̂} terhadap φ adalah φ
φ

dρ̂ P x^

= − sin φ x̂ + cos φ ŷ = φ̂, (1.9)



dφ̂
= − cos φ x̂ − sin φ ŷ = −ρ̂. (1.10)

Gambar 1.2: Uraian vektor-
Sekarang, kita telah siap mendeskripsikan gerak benda pada vektor basis koordinat polar
bidang menggunakan koordinat Kartesis dan polar. Dalam koo- ke komponen-komponennya
rdinat Kartesis, posisi suatu benda dinyatakan sebagai (warna hijau).

�r (t) = x x̂ + y ŷ. (1.11)


PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 3

Kecepetan benda diperoleh dengan menurunkan posisi terhadap


waktu,
d�r
�v = = v x x̂ + vy ŷ, (1.12)
dt
dengan
dx dy
vx = , vy = . (1.13)
dt dt
Dan percepatan diperoleh dengan menurunkan kecepatan terha-
dap waktu,
d�v d2�r
�a = = 2 = a x x̂ + ay ŷ, (1.14)
dt dt
dengan
dv x d2 x dvy d2 y
ax = = 2, ay = = 2. (1.15)
dt dt dt dt
Dalam koordinat polar, posisi benda adalah

�r = ρρ̂. (1.16)

Kecepatan benda adalah


d�r dρ dρ̂ dφ
�v = = ρ̂ + ρ = ρ̇ρ̂ + ρφ̇φ̂. (1.17)
dt dt dφ dt
dφ̂ dρ̂ dφ
Kita telah menggunakan aturan rantai, dt = dφ dt , menerapk-
an persamaan (1.9), serta menggunakan notasi titik di atas (over
dot) yang menyatakan turunan terhadap waktu. Kita memperoleh
komponen kecepatan benda pada arah ρ̂ dan φ̂, masing-masing

vr = ρ̇, vφ = ρφ̇. (1.18)

Lebih lanjut, kita dapatkan percepatan benda


d�v dρ̇ dρ̂ dφ dρ dφ̇ φ̂ dφ
�a = = ρ̂ + ρ̇ + φ̇φ̂ + ρ φ̂ + ρφ̇
dt dt dφ dt dt dt dφ dt
� �
= ρ̈ − ρφ̇2 ρ̂ + (ρφ̈ + 2ρ̇φ̇) φ̂. (1.19)

Kita dapat mengidentifikasi perepatan benda arah radial (searah


ρ̂) dan tangensial (arah φ̂),

aρ = ρ̈ − ρφ̇2 , aφ = ρφ̈ + 2ρ̇φ̇. (1.20)

Suku ρφ̇2 = v2φ /ρ disebut sebagai percepatan sentripetal. Pada kon-


disi ρ̈ = ρ̇ = 0 maka ρ konstan yang berarti benda bergerak dalam
lintasan lingkaran. Suku 2ρ̇φ̇ sering disebut sebagai percepatan ko-
riolis.
4 14 pekan kuliah mekanika b

1.3 Gerak dalam ruang

Kita akan membahas kinematika dalam ruang tiga dimensi ini


menggunakan koordinat Kartesis, silinder, dan bola. Dalam koo-
rdinat Kartesis, posisi benda tiap waktu kita tuliskan sebagai

�r (t) = x x̂ + y ŷ + z ẑ, (1.21)

dengan x, y, dan z adalah fungsi waktu. Kecepatan benda adalah

d�r
�v = = v x x̂ + vy ŷ + vz ẑ, (1.22)
dt
dengan
dx dy dz
vx = , vy = , vz = . (1.23)
dt dt dt
Serta percepatan benda

d�v
�a = = a x x̂ + ay ŷ + az ẑ, (1.24)
dt
dengan
d2 x d2 y d2 z
ax = , ay = , az = . (1.25)
dt2 dt2 dt2
Koordinat silinder tidak lain merupakan koordinat polar (ρ, φ) � koordinat silinder
yang ditambah dengan sumbu vertikal z. Hubungan antara vektor-
vektor basis pada koordinat silinder dengan koordinat Kartesis
adalah

ρ̂ = cos φ x̂ + sin φ ŷ, (1.26)


φ̂ = − sin φ x̂ + cos φ ŷ, (1.27)
ẑ = ẑ. (1.28)

Seperti pada koordinat polar, pada koordinat silinder juga berlaku z


z^
^
ϕ

dρ dφ̂ ^
ρ
= φ̂, = −ρ̂. (1.29) r P

dφ dφ
z^
z
Posisi suatu benda dalam koordinat silinder dapat dituliskan y^
 y
x^
x ϕ
dalam bentuk y
x
�r = ρρ̂ + zẑ. (1.30)
Gambar 1.3: Koordinat silin-
der.
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 5

Perhatikan bahwa posisi dalam koordinat silinder sama dengan


posisi pada bidang xy dalam koordinat silinder ditambah dengan
posisi arah sumbu-z. Sehingga, kecepatan dan percepatan benda
masing-masing akan sama dengan kecepatan benda pada bidang
polar ditambah kecepatan arah sumbu-z,

d�r d (ρρ̂) dz
�v = = + ẑ = ρ̇ρ̂ + ρφ̇φ̂ + żẑ, (1.31)
dt dt dt
�v � �
�a = = ρ̈ − ρφ̇2 ρ̂ + (ρφ̈ + 2ρ̇φ̇) φ̂ + z̈ẑ. (1.32)
dt
Koordinat bola pada dasarnya sama dengan koordinat silin- � koordinat bola
der, namun dengan mengambil parameter θ yang merupakan su-
dut yang dibentuk oleh vektor posisi �r dengan sumbu-z. Posisi
suatu titik dalam ruang kemudian dinyatakan dalam koordinat
(r, θ, φ). Nilai dari komponen ρ dan z pada koordinat polar selan-
jutnya dinyatakan dalam r dan θ,

ρ = r sin θ, z = r cos θ. (1.33)

Sedangkan nilai ( x, y, z) koordinat Kartesis terhubung dengan (r, θ, φ) z


r^
melalui ^
ϕ

^
θ
x = r sin θ cos φ, y = r sin θ sin φ, z = r cos θ. (1.34) r P

� � z^ θ z
Arah vektor-vektor basis r̂, θ̂, φ̂ adalah searah dengan arah y^
x  y
perubahan positif dari masing-masing r, θ, dan φ. Vektor-vektor x^ ϕ
y
� � x
basis r̂, θ̂, φ̂ dapat diuraikan dalam arah vektor-vektor basis ko-
ordinat silinder sebagai berikut, Gambar 1.4: Koordinat bola.

r̂ = cos θ ẑ + sin θ ρ̂, (1.35)


θ̂ = − sin θz + cos θ ρ̂, (1.36)
φ̂ = φ̂. (1.37)

Selanjutnya, dengan memanfaatkan persamaan (1.7) dan (1.8), di-


peroleh uraian vektor-vektor basis koordinat bola dalam arah vektor-
vektor basis koordinat Kartesis sebagai berikut,

r̂ = sin θ cos φ x̂ + sin θ sin φŷ + cos θ ẑ, (1.38)


θ̂ = cos θ cos φ x̂ + cos θ sin φŷ + sin θ ẑ, (1.39)
φ̂ = − sin φ x̂ + cos φφ̂. (1.40)
6 14 pekan kuliah mekanika b

Tugas 1

Buktikan hubungan-hubungan berikut:


dr̂ dr̂
= θ̂, = sin θ φ̂,
dθ dφ
dθ̂ dθ̂
= −r̂, = cos θ φ̂, (1.41)
dθ dφ
dφ̂ dφ̂ � �
= 0, = − sin θ r̂ + cos θ θ̂ .
dθ dφ
Kita sudah siap untuk menuliskan posisi, kecepatan, dan per-
cepatan benda dalam koordinat bola. Posisi:
�r = rr̂. (1.42)
Kecepatan,
d�r dr dr̂
�v = = r̂ + r
dt dt �dt �
dr̂ dθ dr̂ dφ
= ṙr̂ + r +
dθ dt dφ dt
= ṙr̂ + r θ̇ θ̂ + r φ̇ sin θ φ̂. (1.43)
Pada baris kedua dari persamaan di atas, aturan rantai diterapkan
dengan melibatkan variabel θ dan φ karena vektor basis r̂ adalah
fungsi dari kedua variabel tersebut. Selanjutnya, dengan menu-
runkan kecepatan terhadap waktu, akan diperoleh percepatan
�a = ar r̂ + aθ θ̂ + aφ φ̂, (1.44)
dengan
ar = r̈ − r θ̇ 2 − r sin θ φ̇2 , (1.45)
aθ = r θ̈ + 2ṙ θ̇ − r φ̇2 sin θ cos θ, (1.46)
aφ = r φ̈ sin θ + 2ṙ φ̇ sin φ + 2r θ̇ φ̇ cos θ. (1.47)

Tugas 2

Dapatkan persamaan (1.44) hingga (1.47) dengan menurunkan


persamaan (1.43) terhadap waktu.
Dinamika 2
Pekan lalu kita telah membahas deskripsi gerak suatu partikel
2­1 Hukum­hukum Newton
dalam ruang, baik dalam satu, dua maupun tiga dimensi. Desk- 2­2 Gaya bergantung waktu
ripsi gerak satu partikel diperoleh dengan mengetahui informasi 2­3 Gaya bergantung posisi
2­4 Gaya bergantung
mengenai posisi, kecepatan, dan percepatan benda. Pekan ini kita kecepatan
akan membahas penyebab gerak, yaitu gaya.

2.1 Hukum-hukum Newton tentang gerak

Pada 1687 Newton mempublikasikan tiga hukumnya,

1. Hukum ke-1: Sebuah benda akan bergerak dengan kecepatan konstan


(yang bisa saja bernilai nol) kecuali jika dikenai gaya.

2. Hukum ke-2: Laju perubahan momentum sebuah benda akan sama


dengan gaya yang bekerja padanya.

Momentum suatu benda adalah �p = m�v, sehingga

d�p �
= F ⇒ �F = m�a. (2.1)
dt

3. Hukum ke-3: Untuk setiap gaya yang dikerjakan oleh suatu benda
ke benda lain, terdapat suatu gaya yang sama besar dan berlawanan
arah yang dikerjakan oleh benda kedua terhadap pertama.
8 14 pekan kuliah mekanika b

Tinjau sistem dua benda yang saling berinteraksi dan terisola-


si dari dunia luar. Momentum total sistem ini adalah �ptotal =
�p1 + �p2 , sehingga menurut hukum kedua laju perubahan mo-
mentum total adalah

d�ptotal d�p d�p


= 1+ 2
dt dt dt
� �
= F1 + F2 , (2.2)

dengan �F1 dan �F2 masing-masing adalah gaya yang bekerja pa-
da benda pertama dan kedua. Hukum ketiga mengharuskan
�F1 = −�F2 , sehingga persamaan di atas memberikan d�ptotal = 0,
dt
yang berarti bahwa momentum total sistem bernilai konstan.

2.2 Teorema momentum dan energi

Dari hukum kedua Newton,

dp
= F, (2.3)
dt

dapat diperoleh hubungan

� p2 � t2
dp = Fdt, (2.4)
p1 t1

yang memberi kita perubahan momentum yang dialami oleh ben-


da jika dikenai gaya F pada selang waktu [t1 , t2 ]. Suku ruas kanan
pada persamaan di atas kita sebut sebagai impuls yang diberikan
oleh gaya F selama selang waktu tersebut. Besarnya impuls ter-
sebut hanya bisa dievaluasi jika gaya sebagai fungsi waktu F (t)
diketahui. Jika gaya F berupa fungsi posisi F ( x ) atau kecepatan
F (v), maka integral pada ruas kanan di atas hanya dapat die-
valuasi jika posisi x (t) atau kecepatan v(t) sebagai fungsi waktu
diketahui.
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 9

2.3 Gaya bergantung waktu, F = F (t)

Jika kita mendapati sebuah benda yang dikenai gaya yang bergan-
tung waktu, maka kita dapat menggunakan hukum kedua New-
ton untuk memperoleh gambaran tentang perilaku (yaitu posisi
dan kecepatan) benda. Misal, pada sebuah benda berlaku gaya
F = F (t), maka hukum kedua Newton memberikan

� v(t) � t
dv
m = F (t) ⇒ mdv� = F (t� )dt� , (2.5)
dt v0 t0

sehingga diperoleh kecepatan benda

� t
v ( t ) = v ( t0 ) + F (t� )dt� . (2.6)
t0

Posisi benda dapat dipeoleh dari integrasi kecepatan terhadap


waktu,
� x (t) � t

dx = v(t� )dt� . (2.7)
x0 t0

� Contoh 2.3.1
Efek gelombang radio pada elektron di ionosfer. Ionosfer,
yang berada sekitar 200 km di atas permukaan bumi, secara total
bersifat netral dan tersusun atas ion-ionbermuatan positif dan
elektron-elektron yang bermuatan negatif. Jika gelombang ra-
dio melewati ionosfer, maka medan listriknya akan memperce-
pat partikel-partikel muatan pada ionosfer. Karena medan listrik
berosilasi terhadap waktu, maka partikel beruatan akan bergerak
bolak-balik. Anggaplah medan listrik pada gelombang radio ber-
bentuk �E = �E0 sin ωt, dengan ω adalah frekuensi osilasi dengan
satuan radian per detik. Diketahui bahwa gaya yang dialami oleh
elektron akibat medan listrik adalah

�F = −e�E, (2.8)

dengan e adalah muatan elektron. Tentukan posisi elektron seba-


gai fungsi waktu.
10 14 pekan kuliah mekanika b

2.4 Gaya bergantung kecepatan, F = F (v)

Dari hukum kedua Newton, kita dapatkan


� v(t) � t
dv dv�
m = F (v) ⇒ m = dt� . (2.9)
dt v0 F (v� ) t0

Hasil intergrasi tersebut adalah fungsi kecepatan terhadap waktu,


v(t). Jika kita ingin mendapatkan kecepatan sebagai fungsi posisi,
dv
maka kita tuliskan a = v dx , sehingga
� v( x ) � � x
dv v dv�
ma = mv = F (v) ⇒ m = dx � . (2.10)
dx v0 F (v� ) x0

Contoh paling umum untuk gaya yang bergantung pada kecepat-


an adalah gaya gesek, yang besarnya sebanding dengan vn untuk
n tertentu dan arahnya berlawanan dengan arah gerak benda.

� Contoh 2.4.1
Sebuah perahu mesin yang sedang bergerak dengan kecepatan v0
tiba-tiba dimatikan mesinnya saat t = t0 dan posisinya x0 . Jika
gaya gesek yang dialami perahu adalah bv dengan b suatu kon-
stanta, tentukan (a) kecepatan benda tiap waktu, (b) posisi benda
tiap waktu, (c) posisi akhir perahu untuk t → ∞.

2.5 Gaya bergantung posisi, F = F ( x )

Pada kasus ini, kita akan memanfaatkan aturan rantai,

dv dv dx dv
a= = =v . (2.11)
dt dx dt dx
Sehingga hukum kedua Newton dapat kita tuliskan menjadi

dv
ma = mv = F ( x ), (2.12)
dx
dan kita selesaikan
� v(t) � x
� �
m mv dv = F ( x � )dx � . (2.13)
v0 x0
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 11

Ruas kiri dari persamaan di atas menghasilkan suku yang meng-


andung v2 /2. Setelah diakarkan, diperoleh v( x ). Untuk menda-
patkan posisi benda, kita gunakan
� x � t
dx dx �
v= ⇒ = dt� . (2.14)
dt x0 v( x� ) t0

� Contoh 2.5.1
Gaya gravitasi. Benda bermassa m di permukaan bumi meng-
alami gaya sebesar F = −mg atau mengalami percepatan − g.
Dengan menuliskan − g = a = v dv dy (y adalah ketinggian ben-
da), tentukan kecepatan benda sebagai fungsi posisi (y) dan posisi
(y) sebagai fungsi waktu (t).

Soal

1. Sebuah massa m semula diam pada pusat sistem koordinat.


� �
Saat t = 0, sebuah gaya F = F0 1 − te−λt dikerjakan pada
partikel. Tentukan percepatan, kecepatan, dan posisi partikel
sebagai fungsi waktu.

2. Sebuah benda m dikenakan gaya dengan besar

F = F0 e−λt sin(ωt + φ).

Tetukan bentuk persamaan dari v(t) dan x (t) serta hitung nlai
kecepatan terminalnya!

3. Sebuah balok massa m mula-mula diam di atas sebuah bidang


licin. Benda kemudian dikenakan gaya F = F0 te−λt . Hitung
nilai x (t) dan v(t) untuk t >> 0 dan t ≈ 0!

4. Sebuah mesin jet mampu memberikan gaya dorong maksimum


sebesar F0 pada pesawat yang bergerak melawan gaya gesek
udara yang besarnya sebanding dengan akar dari kecepatan-
nya. Jika t = 0 pesawat saat berada dalam keadaan diam dan
dipercepat dengan gaya dorong maksimum, tentukan kecepat-
an pesawat v(t).
12 14 pekan kuliah mekanika b

5. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang garis lurus di-


pengaruhi oleh sebuah gaya retardasi(gaya yang selalu berarah
melawan arah gerak benda) F = be av , dengan b dan a meru-
pakan konstanta dan v adalah kecepatan. Saat t = 0 partikel
memiliki kecepatan sebesar v0 . Tentukan kecepatan sebagai
fungsi waktu!

6. Sebuah mobil diperlambat oleh sebuah gaya F (v). Pengurang-


an kelajuannya memenuhi persamaan v = k(t − ts )2 dengan k
dan ts masing-masing merupakan konstanta dan waktu yang
diperlukan oleh mobil untuk berhenti. Tentukan F (v)!

7. Sebuah bola m dilempar dengan kelajuan awal v0 pada sebuah


permukaan datar sehingga bola mengalami gaya hambat yang
1
besarnya sebanding dengan v 3 . Tentukan kecepatan dan posisi
benda sebagai fungsi waktu!

8. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2 dengan


a dan b adalah konstanta.

(a) tentukan energi potensial V ( x )


(b) gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu sis-
tem koodinat

9. Sebuah massa m berada pada suatu pengaruh gaya yang meng-


arah ke pusat koordinat dengan besar F = −k/r2 dengan k
adalah suatu konstanta. Jika massa ini dilepas dari jarak L da-
ri pusat koordinat, tunjukkan bahwa waktu t yang diperlukan
massa untuk sampai di pusat koordinat adalah
� �1/2
mL3
t=π .
8k

10. Kecepatan dari sebuah partikel m yang dikenai suatu gaya me-
menuhi persamaan v = K/x n dengan K adalah suatu konstan-
ta. Anggap pada saat t = 0, x = x0 .

(a) tentukan F ( x )!
(b) tentukan F (t)!
(c) tentukan x (t)!
Osilasi 3
3­1 Persamaan diferensial
linear
3­2 Osilasi harmonik
sederhana
3­3 Osilasi teredam
3­4 Osilasi paksa

3.1 Persamaan diferensial linear

Misal kita memiliki sebuah fungsi bergantung waktu x (t). Per-


samaan diferensial linear dalam x adalah persamaan yang meng-
andung variabel x dan turunannya terhadap waktu dalam ben-
tuk pangkat satu. Contohnya, ẍ + 2ẋ + 3x = 0. Jika ruas kanan
persamaan tersebut bernilai nol, maka persamaan itu kita sebut
sebagai persamaan diferensial homogen, jika sebaliknya kita sebut
persamaan diferensial takhomogen. Secara umum persamaan di-
ferensial dapat memiliki lebih dari satu solusi. Pada persamaan
diferensial linear, jumlah dari solusi-solusinya juga merupakan
solusi. Misalnya, jika x1 (t) dan x2 (t) masing-masing adalah solu-
si dari persamaan diferensial ẍ + 2ẋ + 3x = 0, maka x3 = x1 + x2
juga merupakan solusi. Sebagai bukti, kita substitusikan x3 ke
persamaan diferensial tersebut,

0 = ẍ3 + 2ẋ3 + 3x3 = ( x¨1 + ẍ2 ) + 2 ( ẋ1 + ẋ2 ) + 3 ( x1 + x2 )


= ( ẍ1 + 2ẋ1 + 3x1 ) + ( ẍ2 + 2ẋ2 + 3x2 ) (3.1)
� �� � � �� �
0 0
14 14 pekan kuliah mekanika b

3.2 Osilasi harmonik sederhana

Tinjau sebuah benda yang terikat pada salah satu ujung pegas ho-
rizontal dan ujung lainnya menempel pada dinding. Posisi benda
saat pegas dalam keadaan teregang maupun tertekan kita tandai
sebagai posisi setimbang dan x = 0. Jika kemudian benda disim-
pangkan sedikit sejauh x dari posisi setimbangnya, maka pegas
akan memberikan gaya tarik atau dorong F = −kx, dengan k
konstanta pegas. Menurut hukum kedua Newton,

F = ma ⇒ m ẍ + kx = 0. (3.2)

Baik fungsi sinus maupun cosinus memenuhi persamaan difern-


sial di atas. Sehingga solusi umumnya dapat berupa penjumlahan
dari kedua fungsi tersebut.

x (t) = A cos (ωt + φ) + B sin (ωt + φ) , (3.3)

dengan A dan B merupakan� konstanta yang berkaitan dengan


amplitudo osilasi, ω = mk kita kenali sebagai frekuensi sudut, dan
konstanta φ adalah sudut fasa yang bergantung pada posisi awal
benda. Lebih lanjut, jumlahan fungsi sinus dan cosinus dapat
kita nyatakan dalam bentuk fungsi sinus saja atau cosinus saja.
Misalnya, jika kita ingin mengubah solusi di atas menjadi bentuk
cosinus, kita nyatakan A dan B sebagai

A = C cos β dan B = C sin β, (3.4)

sehingga solusi di atas berubah menjadi

x (t) = C cos β cos (ωt + φ) + C sin β sin (ωt + φ)


= C cos (ωt + φ − β) . (3.5)

3.3 Osilasi teredam

Sekarang, mari kita tinjau pegas yang berosilasi di atas permu-


kaan lantai yang datar dan kasar. Anggaplah besar gaya gesek
antara benda dengan lantai sebanding dengan kecepatan benda,

Fgesek = −bv = −b ẋ, (3.6)


PEKAN KE- 3. OSILASI 15

dengan b suatu konstanta. Persamaan gerak benda menjadi

ΣF = −kx − bv = ma ⇒ m ẍ + b ẋ + kx = 0, (3.7)

atau dapat dibuat lebih ringkas sebagai

ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = 0, (3.8)

dengan γ = b/2m. Terlihat bahwa persamaan gerak benda ma-


sih berupa persamaan diferensial linear. Faktor redaman diwakili
oleh konstanta γ, dengan semakin besar nilai γ berarti semakin
besar gesekan yang dialami benda. Sementara itu, cepat lambat-
nya gerakan osilasi benda ditentukan oleh seberapa besar nilai ω,
semakin besar ω berarti semakin cepat gerakan osilasi benda.
Melihat bentuk persamaan (3.8), solusi yang paling mudah ada-
lah jika x, ẋ dan ẍ berupa fungsi yang sama bentuknya. Satu-
satunya fungsi yang berbentuk sama dengan turunan-turunannya
adalah fungsi eksponensial. Jadi sebagai tebakan awal, kita ambil
solusi berbentuk x (t) = Aeαt , dengan A dan α adalah konstanta.
Substitusikan fungsi tersebut ke persamaan diferensial di atas,

α2 Aeαt + 2γαAeαt + ω 2 Aeαt = 0


⇔ α2 + 2γα + ω 2 = 0. (3.9)

Persamaan di atas memberi kita nilai konstanta α,



α1,2 = −γ ± γ2 − ω 2 . (3.10)

Jadi, baik Aeα1 t maupun Beα2 t , dengan B konstanta yang dapat


berbeda dengan A, merupakan solusi. Karena persamaan dife-
rensial kita linear, maka kedua solusi dapat dijumlahkan untuk
membentuk solusi umum
� �
x (t) = e−γt AeΩt + Be−Ωt , (3.11)

dengan Ω ≡ γ2 − ω 2 .
Terdapat tiga kasus yang berkaitan dengan nilai γ dan ω, yaitu
kasus dengan γω (yang berarti redaman mendominasi osilasi),
γ < ω (osilasi mendominasi redaman), dan γ = ω. Mari kita
tinjau satu per satu.
16 14 pekan kuliah mekanika b

Kasus 1: γ < ω (underdamping). Pada kasus ini, faktor redaman


lebih kecil dibanding frekuensi osilasi. Secara matematis, ni-
lai Ω menjadi imajiner sehingga fungsi x (t) menjadi berbentuk
� �
x (t) = e−γt Aeiψt + Be−iψt

= e−γt C cos (ψt + φ) , (3.12)



dengan ψ = ω 2 − γ2 . Baris terakhir diperoleh dengan meng- x
e-γt cos(ψt)
ambil A = Ceφ /2 dan B = Ce−φ /2 dan mengingat bahwa e-γt
2 cos θ = eiθ + e−iθ . Terlihat dari persamaan di atas bahwa x (t)
berupa fungsi osilasi dengan frekuensi sudut ψ dan amplitudo
yang meluruh terhadap t. Grafik posisi benda terhadap waktu t
diberikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1: Grafik posisi
Semakin besar nilai faktor redaman γ, maka frekuensi osila- benda terhadap waktu pa-
si semakin kecil dan amplitudo getaran meluruh lebih cepat, da kasus underdamping (γ <
seperti terlihat pada Gambar 3.2. ω). Garis biru adalah posisi
benda, sedangkan garis me-
rah adalah amplitudo osila-
Kasus 2: γ = ω. Pada kasus ini, konstanta α, γ dan ω sama besar, si yang selalu meluruh terha-
dap waktu.
x
α = −γ = −ω, (3.13) γ = 0,5
γ = 1,0
γ = 1,2
sehingga solusi untuk x tereduksi menjadi

x (t) = Ae−γt .
t
(3.14)

Namun marilah kita periksa apakah itu merupakan satu-satunya Gambar 3.2: Pengaruh fak-
tor redaman γ terhadap sim-
solusi. Untuk keperluan ini, kita perumum solusi tebakan kita pangan. Terlihat bahwa ji-
Aeαt dengan mengambil A sebagai fungsi waktu A(t), sehing- ka γ semakin besar, frekuensi
osilasi (ψ) semakin kecil dan
ga
amplitudo osilasi meluruh le-
x (t) = A(t)e−αt . (3.15) bih cepat.

Substitusikan persamaan ini ke persamaan (3.8), diperoleh


� �
Ä + 2 (γ + α) Ȧ + ω 2 + 2γα + α2 A = 0. (3.16)

Karena α = −γ = −ω, maka persaman tersebut tereduksi


menjadi
Ä = 0. (3.17)
PEKAN KE- 3. OSILASI 17

Dengan demikian, A haruslah berbentuk fungsi linear terha-


dap waktu A = Bt atau konstan. Jadi, selain persamaan (3.14),
fungsi x (t) = Bte−γt juga merupakan solusi. Dengan demiki-
an, kita peroleh solusi umum untuk kasus ini yang merupakan
jumlah dari kedua solusi,

x (t) = e−γt ( A + Bt) . (3.18)

Kasus 3: γ > ω (overdamping). Pada kasus ini, faktor redaman men-


dominasi osilasi. Solusi x (t) menjadi berbentuk

x (t) = Ae−(γ−Ω)t + Be−(γ+Ω)t . (3.19)

Dengan demikian, simpangan benda meluruh tanpa mengala-


mi osilasi.

Jika diperhatikan, baik pada kasus critical damping maupun ove-


rdamping simpangan benda sama-sama mengalami peluruhan x
tanpa mengalami osilasi, dan akan mencapai titik setimbang
pada t → ∞. Namun, waktu yang diperlukan benda untuk
mencapai titik setimbang pada kasus overdamping lebih lama
dibanding pada kasus critical damping. Hal ini terjadi karena
gaya pemulih (yang berupa gaya pegas F = −kx) pada ka-
sus overdamping harus melawan gaya redaman yang lebih be- t
Gambar 3.3: Grafik posisi
sar dibanding pada critical damping. Gambar 3.3 memberikan benda pada kasus overdam-
gambaran bagaimana simpangan benda meluruh seiring waktu ping (merah) dan critical dam-
pada dua kasus tersebut. ping (biru). Pada kasus cri-
tical damping, benda sempat
bergerak ke satu sisi, kemu-
dian berbalik arah dan akhir-
Tugas: Buatlah diagram fasa, yaitu grafik kecepatan benda ter-
nya simpangannya meluruh
hadap posisi untuk kasus critical damping dan overdamping. Bu- seiring waktu menuju titik
at juga grafik perbandingan antara kecepatan dengan posisi ( vx ) setimbang. Semetara pada
kasus overdamping, simpang-
terhadap waktu untuk kedua kasus tersebut. Buatlah analisis an benda langsung meluruh
yang menjelaskan perbedaan kedua kasus tersebut berdasark- menuju titik setimbang, na-
mun benda mencapai titik se-
an dua jenis grafik yang telah dibuat.
timbang dalam waktu yang
lebih lama dibanding pada
kasus critical damping.
18 14 pekan kuliah mekanika b

3.4 Osilasi paksa

Tinjau sebuah benda yang dipaksa mengalami berosilasi oleh ga-


ya berbentuk C0 = C0 eiω0 t . Jika benda juga mengalami gesekan
(redaman) yang sebanding dengan kecepatan, persamaan gerak
untuk benda ini akan berbentuk

ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = C0 eiω0 t . (3.20)

Ketika C0 = 0, yang berarti gaya bernilai nol, persamaan di atas


akan menjadi persamaan homogen yang menggambarkan kasus
osilasi teredam yang telah dibahas di bagian sebelumnya. Karena
osilasi dipaksa oleh gaya C0 dengan dengan frekuensi osilasi ω0 ,
maka kita dapat berharap benda akan berosilasi dengan frekuensi
yang sama dengan gaya yang memaksanya. Sehingga kita dapat
berharap solusi kita akan berbentuk x (t) = Aeiω0 t . Substitusikan
fungsi ini ke persamaan gerak, menghasilkan
� �
−ω02 A + 2γ (iω0 ) A + ω 2 A = C0 , (3.21)

yang menghasilkan
C0
A= . (3.22)
ω2 − ω02 + 2iγω0
Sehingga solusi kita menjadi
� �
C0
x (t) = eiω0 t (3.23)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Solusi umum diperoleh dari solusi di atas ditambah dengan solusi


homogen pada persamaan (3.12),
� �
� � C 0
x (t) = e−γt Aeiψt + Be−iψt + 2 2
eiω0 t . (3.24)
ω − ω0 + 2iγω0

Karena posisi adalah besaran riil, maka kita memilih bagian riil
dari solusi di atas. Mula-mula kita uraikan persamaan di atas
menjadi

x (t) = e−γt [( A + B) cos ψt + i ( A − B) sin ψt]


� � ��
C0 ω 2 − ω02 − 2iγω0
+ � �2 (cos ω0 t + i sin ω0 t) . (3.25)
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02
PEKAN KE- 3. OSILASI 19

Kemudian ambil bagian riilnya,


� �
−γt ω 2 − ω02 cos ω0 t + 2γω0 sin ω0 t
Re( x ) = e ( A + B) cos ψt + C0 � �2 .
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02
(3.26)
Untuk menyederhanakan, kita definisikan A + B ≡ C, ω − ω02 ≡
2

R cos φ, dan 2γω0 ≡ R sin φ, sehingga persamaan di atas tereduksi


menjadi

C0
Re( x ) = Ce−γt cos ψt + (cos ω0 t cos φ + sin ω0 t sin φ)
R
C
= Ce−γt cos ψt + 0 cos (ω0 t − φ) . (3.27)
R
Suku pertama berupa fungsi osilasi dengan amplitudo meluruh

seiring waktu, dan frekuensi osilasi ψ = ω 2 − γ2 yang nilainya
bergantung pada konstanta pegas, massa benda, dan faktor re-
daman. Sementara itu, suku kedua adalah fungsi osilasi dengan
frekuensi sama dengan frekuensi gaya pemaksa ω0 . Terlihat bah-
wa pada waktu yang cukup lama, t → ∞, suku pertama akan
menuju nol dan suku kedua akan menjamin benda benda berosi-
lasi murni,
C0
lim Re( x ) = cos (ω0 t − φ) . (3.28)
t→∞ R
Amplitudo osilasi ini akan maksimum jika nilai besaran

� �2
R= ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02 (3.29)

bernilai minimum. Kondisi ini disebut resonansi dan terjadi jika



k
ω0 = ω = . (3.30)
m
Dengan kata lain, jika gaya pemaksa memiliki frekuensi yang sa-

ma dengan frekuensi alamiah sistem (yaitu k/m), maka amplitudo
osilasi akan maksimum. Gambar 3.4 menggambarkan pengaruh
frekuensi alamiah ω dan faktor redaman γ terhadap frekuensi re-
sonansi dan amplitudo osilasi 1/R.
20 14 pekan kuliah mekanika b

Gambar 3.4: Pengaruh fre-


0 2 4 6 8 10 kuensi alamiah ω dan dan
faktor redaman γ terhadap
frekuensi resonansi dan am-
plitudo osilasi 1/R. Terli-
ω = 3, γ = 0,1 hat bahwa nila γ yang be-
1.5 ω = 3, γ = 0,5 1.5 sar membuat amplitudo osi-
lasi berkurang dan frekuen-
ω = 7, γ = 0,1
si resonansi sama dengan fre-
kuensi ω0 alamiah ω.

1 1
1/R

0.5 0.5

0 0
0 2 4 6 8 10
ω0
Kerja dan Energi 4
4­1 Hukum­hukum Newton
4­2 Teorema kerja­energi
kinetik
4.1 Teorema kerja-energi kinetik 4­3 Gaya konservatif
4­4 Fungsi energi potensial
Pada pembahasan tentang hukum-hukum Newton, kita telah me-
ninjau gaya yang bergantung posisi, F ( x ). Hukum kedua Newton
diselesaikan dengan cara
dv dv dx dv
F = ma ⇒ F ( x ) = m =m = mv
dt dx dt dx
⇔ F ( x )dx = mvdv (4.1)

Integralkan persamaan terakhir untuk kondisi awal (initial, i) dan


akhir (final, f ),
� x � v � x
f f f 1 1
F ( x )dx = mvdv ⇔ F ( x )dx = mv f 2 − mvi 2 (4.2)
xi vi xi 2 2
Dengan mendefinisikan energi kinetik
1 2
mv K= (4.3)
2
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai
� x
f
F ( x )dx = K f − Ki = ΔK (4.4)
xi

Ruas kiri persamaan terakhir kita sebut sebagai kerja yang dila-
kukan oleh gaya F kepada benda, saat benda bergerak dari posisi
awal xi ke posisi akhir x f .
� x
f
W= F ( x )dx (4.5)
xi
22 14 pekan kuliah mekanika b

Sehingga sekarang kita memiliki hubungan

Wi→ f = K f − Ki (4.6)

yang disebut sebagai teorema usaha-energi kinetik, dalam satu � teorema usaha-energi ki-
dimensi. netik

Kita dapat memperluas hubungan diatas untuk tiga dimensi,


dengan cara yang serupa seperti sebelumnya. Dari hukum New-
ton untuk tiga dimensi

�F = m�a = m d�v (4.7)


dt
Jika berpindah sebesar Δ�r, maka hasil perkalian titik antara gaya
dan perpindahan adalah

�F.Δ�r = m d�v .Δ�r (4.8)


dt
Δ�r
mengingat �v = dt ⇒ Δ�r = �vΔt, dapat dituliskan

�F.Δ�r = m d�v .�vΔt (4.9)


dt
Jika gaya bekerja terhadap benda pada suatu lintasan tertentu,
maka kerja �F.Δ�r dihitung sepanjang lintasan. Sehingga kerja total
oleh gaya �F adalah
N
W= ∑ �F.Δ�ri (4.10)
i =1
Jika Δ�r diambil infinitesimal kecil, dapat ditulis
� f � f � f
�F.d�r = d�v m
W= m .�vdt = d (�v.�v)
i i dt i 2
1 1
= mv f 2 − mvi 2
2 2
= ΔK (4.11)

Persamaan terakhir adalah ungkapan untuk teorema kerja-energi


dalam tiga dimensi.
Hal penting yang tetap harus diingat adalah bahwa kerja dihi-
tung dengan mengevaluasi integral sepanjang garis lintasan dari
benda yang dikenai kerja.
Sebagai contoh pertama, kita akan meninjau kerja yang dila-
kukan oleh suatu gaya konstan yang bekerja konstan yang bekerja
pada satu dimensi.
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 23

� Contoh 4.1.1 — Kerja oleh gaya konstan


Tinjau suatu benda bermassa M yang dikenai gaya konstan F.
F
Percepatan benda adalah a = m . Pada percepatan kinematika
terdapat hubungan

v f 2 = vi 2 + 2ax. (4.12)

F
Jika kita substitusi a = m didapat

F 1 1
v f 2 = vi 2 + 2 x ⇔ mv f 2 − mvi 2 = Fx
m 2 2
⇔ ΔK = W. (4.13)

Kita dapati teorema kerja-energi kinetik berlaku pada kasus ini.

Contoh kedua adalah usaha yang dilakukan oleh gaya gravita-


si.

� Contoh 4.1.2 — Kerja oleh gravitasi


<belum>

Contoh ketiga adalah usaha yang dilakukan oleh gaya pegas.

� Contoh 4.1.3 — Kerja oleh pegas


<belum>
24 14 pekan kuliah mekanika b

4.2 Potensial

Secara umum, usaha yang dilakukan oleh gaya �F selama memin-



dahkan benda adalah W = �F.dr, � dengan integral pada ruas kan-
an dihitung sepanjang lintasan benda. Namun ada suatu kondisi
khusus dimana usaha tersebut tidak perlu dihitung sepanjang lin-
tasan, namun hanya perlu memperhatikan titik akhir dan awal,
� f � f � �
W= �
F.d�r = − dV = − Vf − Vi = −ΔV. (4.14)
i i

Pada kondisi diatas, kita memiliki fungsi energi potensial V � energi potensial
(yang berupa skalar), yang terhubung dengan gaya �F melalui
� �r
− �F.d�r � = V (�r ) ⇔ �F = −∇
�V (4.15)
acuan

Tanda negatif didepan definisi diatas akan dijelaskan kemudian.


Gaya yang memenuhi kondisi khusus diatas kita sebut sebagai
gaya konservatif. Jadi gaya konservatif adalah gaya yang usahanya
tidak bergantung lintasan, atau gaya yang memiliki fungsi poten-
sial sehingga gaya tersebut dapat dinyatakan sebagai turunan dari
potensial.
Pada bagian sebelumnya, telah kita dapatkan bahwa
� f
W= � = ΔK
�F.dr (4.16)
i

Untuk sistem konservatif, W = −ΔU, sehingga dapat dituliskan

−ΔU = ΔK ⇒ ΔK + ΔU = 0, (4.17)

atau
ΔE = 0. (4.18)
Ungkapan terakhir adalah hukum konservasi energi, dengan � hukum konservasi energi
energi E adalah jumlahan dari energi kinetik K dan energi poten-
sial V,
E = K + V = konstan (4.19)

Soal

1. (Symon, ch.3 no.40) Tentukan komponen gaya untuk fungsi po-


tensial berikut
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 25

(a) V = axy2 z3 .
(b) V = 12 kr2 .
(c) V = 12 k x x2 + 12 k y y2 + 12 k z z2 .

2. (Gregory, 6.8) Partikel m bergerak sepanjang sumbu-x dalam


pengaruh dua benda M yang terletak pada titik ( x, y, z) =
0, ±, 0. Gaya yang dialami oleh m saat berada pada titik x ter-
tentu adalah
2GMm x
F(x) = − 3/2
( x 2 + a2 ) .
Tentukan:

(a) fungsi potensial V ( x ),


(b) kecepatan maksimum yang dicapai m.
Gaya Sentral (1) 5
5­1 Hukum­hukum Newton
5­2 Definisi gaya sentral
5­3 Energi potensial efektif
5­4 Osilasi di sekitar titik
5.1 Definisi minimum fungsi energi
potensial efektif
Tinjau sebuah sistem yang terdiri dari dua benda yang saling ber-
interaksi melalui sebuah gaya �F. Misal benda pertama berada di
pusat koordinat (O) sedangkan benda kedua benda pada posisi �r.
Interaksi kedua benda dikatakan sebagai gaya sentral jika arah
gaya yang dialami oleh tiap benda searah dengan �r, atau

�F = F (r )r̂, (5.1)

dengan F (r ) adalah sembarang fungsi dari variabel jarak kedua Gambar 5.1: Gaya sentral an-
tara dua benda.
benda (r ). Fungsi tersebut dapat bernilai positif (jika kedua ben-
da saling tolak menolak) mempunyai negatif (jika kedua benda
tersebut saling tarik menarik)
Contoh gaya sentral:

1. gaya gravitasi,

�F = − Gm1 m2 r̂
r2

2. gaya elektrostatik

�F = − kq1 q2 r̂
r2
28 14 pekan kuliah mekanika b

5.2 Persamaan Gerak

Ketika membahas kinematika pada koordinat polar, kita telah men-


dapatkan percepatan benda dalam koordinat polar dinyatakan se-
bagai

�a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (θ̈r + 2ṙ θ̇ )θ̂


= ar r̂ + aθ θ̂ (5.2)

Karena gaya sentral hanya memiliki komponen berarah radial,


maka hukum Newton akan memberikan:

�F = m�a ⇒ F (r ) = m( ar r̂ + aθ θ̂ ) (5.3)

atau
F (r ) = mar = m(r̈ − r θ¨2 ), (5.4)

0 = maθ = m(r θ̈ + 2ṙ θ̇ ). (5.5)

5.3 Konservasi momentum sudut

Persamaan (5.5) dapat diubah bentuknya dengan mengambil de-


finisi
L = mr2 θ̇, (5.6)

menjadi

dL � � � � ��
= m 2rṙ θ̇ + r2 θ̈ = r m 2ṙ θ̇ + r θ̈
dt
atau
dL
= 0 ⇔ L = Konstan. (5.7)
dt
Konstanta L kita sebut sebagai momentum sudut.
Mengingat r θ̇ = vθ , maka | L| = m|vθ ||r |. Karena vθ ⊥ r, dapat
Gambar 5.2: Momentum su-
juga dituliskan dut benda dalam pengaruh
�L = �r × m�v. (5.8) gaya sentral.

Dari pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan bahwa pada sis-


tem dua benda yang berinteraksi dengan gaya sentral, berlaku
konservasi momentum sudut.
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 29

5.4 Konservasi Energi

Gaya sentral bersifat konservatif, dengan energi potensial V (r )


sedemikian sehingga

� V = − dV (r ) r̂.
�F = −∇ (5.9)
dr
Konservasi energi mengharuskan

E = V + K, (5.10)

bernilai konstan. Mengingat kecepatan dalam koordinat polar


adalah

�v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ → v2 = �v · �v = r˙2 + r2 θ˙2 ,

konservasi energi dapat dituliskan dalam bentuk

1 � 2 2

E = V (r ) + m ṙ + r θ̇ = konstan (5.11)
2

5.5 Persamaan Gerak Radial

Dari definisi momentum sudut L = mr2 θ̇, dapat dituliskan

L
θ̇ = , (5.12)
mr2
sehingga persamaan energi (5.11) dapat ditulis ulang dalam ben-
tuk
� 2 �
1 2 2 L
E = V (r ) + m ṙ + ✓ r✓
2 ✄
m2 r42
� 2 �
L 1
= V (r ) + 2 2
+ mṙ2
2m r 2
atau
1
E = V ∗ (r ) + mṙ2 , (5.13)
2
dengan
L2
V ∗ (r ) = V (r ) + , (5.14)
2m2 r2
disebut dengan potensial efektif sistem.
30 14 pekan kuliah mekanika b

Perhatikan bahwa sekarang persamaan gerak kita menjadi sa-


tu dimensi. Awalnya, persamaan gerak mengandung potensial r
dan θ, namun dengan memanfaatkan konservasi momentum su-
dut, persamaan gerak benda tereduksi menjadi satu dimensi saja.
Persamaan (5.13) dapat diselesaikan untuk mendapatkan fungsi
radial r (t). Selanjutnya solusi untuk variabel sudut θ (t) didapat
dengan memanfaatkan konservasi momentum sudut. Dengan de-
mikian gerakan benda dapat digambarkan secara eksak.

5.6 Solusi Persamaan Gerak

Persamaan (5.13) dapat diselesaikan untuk mendapatkan fungsi


r (t)

� �2
1 2 dr
E = V (r ) + mr˙2

⇒ ∗
(E − V ) =
2 m dt

2( E − V ∗ ) dr
⇔ =
m dt
� �
dr
⇔ dt = � . (5.15)
2( E −V ∗ )
m

Jika kita dapat menyelesaikan ruas kanan integral di atas, akan di-
peroleh t sebagai fungsi r atau t(r ). Kemudian kita dapat mencari
balikan (invers) dari fungsi tersebut untuk mendapatkan, r (t). Se-
lanjutnya fungsi r (t) yang didapat digunakan untuk menentukan
θ (t). Langkah ini sepertinya tidak selalu mudah untuk dilakukan,
bergantung pada bagaimana bentuk dari fungsi potensial efektif
V ∗ . Untuk bentuk V ∗ tertentu, kita mungkin dapat menyelesaikan
integral di ruas kanan persamaan (5.15) secara eksak. Jika langkah
tersebut berhasil dilakukan, kita akan berhadapan dengan kesu-
litan berikutnya, yaitu mencari r (t) dari t(r ) yang sudah didapat.
Jadi, rencana awal kita untuk mencari r (t) dan θ (t) tampaknya
secara umum sulit dilakukan.
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 31

5.7 Solusi osilasi di sekitar titik potensial minimum

Sebagai usaha pertama untuk mendapatkan solusi persamaan ge-


rak, kita akan meninjau daerah di sekitar titik minimum potensial.
Mari kita tinjau sembarang fungsi potensial efektif yang berben-
tuk seperti pada Gambar 5.3.
Sembarang fungsi potensial dapat diuraikan dalam deret Ta-
ylor,
Gambar 5.3: Sembarang po-
V (r ) = V (r0 ) + V � (r0 )(r − r0 ) + V �� (r0 )(r − r0 )2 + . . . . (5.16) tensial efektif.

Misalnya titik r0 adalah titik minimum potensial, maka

V � (r0 ) = 0 dan V �� (r ) > 0.

Sehingga untuk daerah yang cukup dekat di sekitar r0 , potensial


benda dapat didekati dengan
V �� (r0 )
V � (r ) � V (r0 ) + 0 + (r − r0 )2 .
2
Jika V �� (r0 ) konstan, misalnya k, maka
1
V (r ) � V (r0 ) + k (r − r0 )2 . (5.17)
2
Ambil titik r0 sebagai acuan sehingga V (r0 ) = 0, akibatnya
1
V (r ) � kΔr2 ,
2
dengan Δr = r − r0 . Potensial ini memiliki bentuk yang sama
dengan potensial untuk osilasi harmonik sederhana. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pada daerah disekitar titik minimum potensi-
al benda mengalami osilasi harmonik sederhana pada arah radial.
Sekarang, kita telah siap untuk memecahkan persamaan (5.15).
Terlebih dahulu kita misalkan Δr = x sehingga dr = dx. Substitusi
potensial efektif di sekitar titik minimum potensial, V ∗ = 12 kx2 , ke
persamaan (5.15) menghasilkan
� �
dx
� � � = dt
2E k 2
m 1− 2E x
� �
dx
⇔ � � � = dt,
2E k 2
m 1− 2E x
32 14 pekan kuliah mekanika b

misal:

kx2 2E
= sin2 θ ⇒ x= sin θ
2E k

2E
⇔ dx = cos θdθ.
k
Maka, persamaan di atas menjadi:
� � � �
m 2E cos θdθ
2E k � 2
� 12 = dt
1 − sin θ
�� �
2
� √ m
1 − sin θ = cos2 θ; ω =
k
� � �
m
⇔ dθ = dt
k

m
⇔ Δθ = Δt ⇒ Δθ = ωΔt.
k
⇔ θ = θ0 + ωt. (5.18)

Jadi, diperoleh solusi


� �
2E 2E
x= sin θ = sin (θ0 + ωt) , (5.19)
k k
dan posisi radial benda di sekitar titik minimum potensialnya
adalah

2E
r = r0 + x = r0 + sin (θ0 + ωt) . (5.20)
k
Gaya Sentral (2) 6
6­1 Hukum­hukum Newton
Pada pekan sebelumnya telah dibahas ini dan itu. Pada pekan 6­2 Persamaan gerak dalam
ini akan dibahas tentang gaya sentral. u = 1/r
6­3 Gaya 1/r2 dan deskripsi
Sebagai alternatif untuk mendapatkan gambaran tentang ge- kualitiatif kurva energi
rakan benda kita akan mencari solusi untuk r (θ ) yang menggam- potensial efektifnya

barkan lintasan benda dalam ruang. Kita tuliskan kembali persa-


maan konservasi momentum sudut

L = mr2 θ̇, (6.1)

dan persamaan konservasi energi

1
E = V ∗ + mr˙2 , (6.2)
2

dengan

L2
V∗ = V + , (6.3)
2mr2

adalah potensial efektif sistem.


Dari kedua persamaan konservasi di atas, diperoleh

L2 L2
θ˙2 = = (6.4)
(mr2 )2 m2 r 4
2
r˙2 = ( E − V ∗ ) (6.5)
m
34 14 pekan kuliah mekanika b

Selanjutnya kita bandingkan kedua persamaan terakhir


� �
dr/dt 2 2 ∗
m (E − V )
= 2 2 4
dθ/dt L /m r
� �2
dr 2m
⇔ = 2 ( E − V ∗ ) r4 . (6.6)
dθ L

Persamaan terakhir dapat di selesaikan untuk memperoleh solusi


untuk orbit partikel, r = r (θ ).

6.1 Gaya sentral berupa gravitasi

Pada gaya sentral berupa gaya gravitasi,

− GMm GMm
F (r ) = 2
⇔ V=− , (6.7)
r r 5

atau potensial efektifnya:

Potensial efektif (V*)


2

L2
0

∗ − GMm −α β -1

V (r ) = + 2
= + 2, (6.8)
r 2mr r r
-2

-3

-4
1 10 100

L2
dengan α = GMm, β = Bentuk kurva 2m .terhadap r adalah: V∗
Jarak (r)

Persamaan orbit didapat dari substitusi persamaan (6.8) ke (6.6) Gambar 6.1: Potensial efek-
tif untuk gaya gravitasi, V ∗ =
� �2 � � − αr + rβ2 . Terlihat bahwa po-
dr 1 α β
= E+ − 2 r4 . (6.9) tensial potensial memiliki ni-
dθ β r r lai minimum pada titik r ter-
tentu, dan menuju nol untuk
Dengan mengambil pemisalan y = 1r ⇒ dy = − r12 , dr = −y2 dr, jarak yang cukup jauh, r →
persamaan (6.9) dapat ditulis menjadi ∞.

� �2
1�
2 dy

−y E + αy − βy2 y4
=
dθ β
� �2 � � ��
4 dy 1 2 α
⇔y = E−β y − y y4
dθ β β
� �2 � � � �
dy 1 α 2 α2
⇔ = E−β y− + . (6.10)
dt β 2β 4β

α
Kemudian dengan mengambil z = y − 2β ⇒ dy = dz,
� �2 � � � �2 � �
dz 1 α2 dz 1 α2
= E+ − βz2 ⇒ 2
+z = E+ (6.11)
.
dθ β 4β dθ β 4β
PEKAN KE- 6. GAYA SENTRAL (2) 35

Solusi persamaan (6.11) adalah

z = A cos θ, (6.12)
dengan
� � �
1 α2
A= E+ , (6.13)
β 4β
sehingga

1 α α
= y = z+ = A cos θ +
r 2β 2β
1
⇔ r= α
2β + A cos θ
2β 1 ro
⇔ r= = . (6.14)
α 1 + � cos θ 1 + � cos θ

dengan ro = α dan

2β 4βE
�= A= 1+ (6.15)
α α2
disebut sebagai eksentrisitas.
Gaya Sentral (3) 7
7­1 Geometri irisan kerucut
Pada pekan sebelumnya telah dibahas ini dan itu. Pada pekan 7­2 Lintasan partikel
ini akan dibahas tentang gaya sentral. 7­3 Hukum­hukum Keppler

7.1 Lintasan partikel

Bentuk lintasan partikel akan bergantung pada eksentrisitas. Se-


cara umum, nilai eksentrisitas berada pada rentang 0 ≤ � < ∞.

7.1.1 Jika � = 0

Kita peroleh

2β L2
r = ro = = , (7.1)
α GMm2


yang merupakan konstanta. Dalam koordinat Kartesius, r = x2 + y2 ,
sehingga lintasan partikel akan berupa lingkaran dengan persa-
maan garis

x2 + y2 = r02 . (7.2)
38 14 pekan kuliah mekanika b

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5 Gambar 7.1: Lintasan parti-


kel untuk � = 0.
1 1

0.5 0.5

e=0
x + y2 = r02
2

0 0

−0.5 −0.5

−1 −1

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5

7.1.2 Jika 0 < � < 1



Seperti sebelumnya, r = x2 + y2 dan cos θ = xr , sehingga
ro
r= ⇔ r + �x = ro
1 + � xr
⇔ r2 = (ro − �x )2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2�r0 x + �2 x2
� �
⇔ y2 = ro2 + �2 − 1 x2 − 2�r0 x
� �2 � �2
y2 r2 2�r �r0 �r0
⇔ 2 = 2 o + x2 − 2 0 x + 2
− 2
� −1 � −1 � −1 � −1 � −1
� �2 � �2
y2 r2 2� �r0 �r0
⇔ 2 = 2 o + x2 − 2 x+ 2
− 2
� −1 � −1 � −1 � −1 � −1
� �� �
� �2
�r
x− 2 0
� −1
� �2 ��
y2 ro2
�r0 �2 r02
⇔ 2 = + x− 2 −
� −1 �2 − 1 ( �2 − 1)2
� −1
� �2 � �2
y2 �r0 r0
⇔ 2 = x− 2 − (7.3)
� −1 � −1 �2 − 1
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 39

Karena 0 < � < 1, maka �2 − 1 < 0, sehingga persamaan terakhir


dapat ditulis dalam bentuk

( x + x0 )2 y2
+ 2 = 1, (7.4)
a2 b

dengan
�r0
x0 = , (7.5)
1 − �2
r0
a= , (7.6)
1 − �2
r0
b= √ . (7.7)
1 − �2
Persamaan terakhir tidak lain merupakan persamaan elips de-
ngan sumbu semi mayor a dan berpusat di titik ( x, y) = (− x0 , 0).
Bentuk lintasannya diberikan pada Gambar 7.2.

−3 −2 −1 0 1 Gambar 7.2: Jika 0 < � <


2 2 1, lintasan partikel berbentuk
elips dengan sumbu semima-
0<e<1
yor a = 1−r0�2 .
y2 = r0(r0 - 2x)

1 1

0 0

−1 −1

−2 −2
−3 −2 −1 0 1
40 14 pekan kuliah mekanika b

7.1.3 Jika � = +1

Kita gunakan koordinat Kartesius, sehingga r = x2 + y2 dan
cos θ = xr , maka

ro ro r
r= x ⇔r= ⇔ r = ro − x
1+ r r+x
⇔ r2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ y2 = r0 (r0 − 2x ) . (7.8)

Persamaan terakhir adalah persamaan parabola, yang memotong


sumbu-x di titik x = r20 .

Gambar 7.3: Lintasan par-


tikel untuk � = 1 berupa
kurva parabola, dengan ti-
−10 −8 −6 −4 −2 0 2 tik potong terhadap sumbu-x
6 6 terjadi pada titik x = r20 .

e=1
y2 = r0(r0 -2x)
4 4

2 2

0 0

−2 −2

−4 −4

−6 −6
−10 −8 −6 −4 −2 0 2
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 41

7.1.4 Jika � > 1


Lihat kembali persamaan (7.3). Jika � > 1, maka suku �2 − 1 ber-
nilai positif, sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan ulang
menjadi

( x − x̃ )2 y2
− 2 = 1, (7.9)
ã2 b̃
dengan
�r0
x̃ = , (7.10)
�2 − 1
r0
ã = 2 , (7.11)
� −1
r0
b̃ = √ , (7.12)
�2 − 1
yang merupakan persamaan hiperbola. Bentuk lintasan partikel
diberikan pada Gambar 7.4.

7.2 Hukum-hukum Keppler

Pada bagian sebelumnya, telah dibahas berbagai kemungkinan


bentuk lintasan suatu benda yang berinteraksi dengan benda la-
in melalui gaya sentral. Dari konservasi energi dan momentum
sudut, diperoleh persamaan gerak r = r (θ ) yang menghasilkan
solusi

ro
r= (7.13)
1 + � cos θ
2β L2 2β
dengan ro = α , α = GMm, β = 2m , β= α A, dan A =
� � �
2m α2
L2
E + 4β .
Bentuk lintasan berupa irisan kerucut, ditentukan oleh nilai ko-
efisien eksentrisitas �

� = 0 → lingkaran
0 < � < 1 → elips
� = 1 → parabola
� > 0 → hiperbola.
42 14 pekan kuliah mekanika b

Gambar 7.4: Lintasan parti-


kel untuk kasus � > 1 ber-
−4 −2 0 2
bentuk hiperbola.
4 4

2 2
e>1
- (x-x0)2/a2 + y2/b2 = 1

0 0

−2 −2

−4 −4
−4 −2 0 2

Mari kita hitung nilai � untuk planet-planet yang mengelilingi


Matahari. Persamaan gaya pada sistem planet-Matahari adalah:

v2 GMm
ΣF (r ) = m ⇒
R R2
GMm
⇒ mv2 = (7.14)
R

sedangkan energi planet:

E = K+V
� �
1 2 GMm
= mv + −
2 R
1 GMm 1 GMm
= =− < 0. (7.15)
2 R 2 R

Momentum sudut planet adalah:


PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 43


→ − → → −

v ⇒ | L| = mvR sin φ; φ = sudut antara R dan−
L = R ×− →
v
L 2
⇒ v2 = 2 2 2 . (7.16)
m r sin φ

Subtitusikan (7.16) ke (7.14):

GMm mL2
mv2 = ⇒ = GMm
R
R m2 R2 sin2 φ
L2 1
⇒R= GMm2 sin2 φ
1 GMm2
⇒ R = L2
sin2 φ. (7.17)

sehingga
� � �
2β 2m α2
� = E+
α L2 4β
� � �
L2 /m 2m GMm G2 M2 m2
= − +
GMm L2 2R 4L2 /2m
� � �
L2 2m GMm GMm2 2 G 2 M 2 m2
= − sin φ +
GMm2 L2 2 L2 2L2 /m
� � �
L2 2m G 2 M 2 m3 2 G 2 M 2 m3
= − sin φ +
GMm2 L2 2L2 2L2
� � �
L2 2m G2 M2 m3 � �
= 2 2 2
− sin2 φ + 1
GMm L 2L
� �
L2 G 2 M 2 m4 �
= �1 − sin2 φ
GMm 2 L 4 �� �� �
cos2 φ

= | cos φ|. (7.18)

karena 0 < | cos φ| < 1, maka 0 < � < 1. Jadi, orbit planet
dengan elips.

7.3 Hukum-hukum Keppler

:
44 14 pekan kuliah mekanika b

7.3.1 Hukum I Keppler

Planet-planet mengelilingi Matahari dalam lintasan elips, dengan


Matahari di salah satu pusat/titik fokus elips. → pernyataan ini
telah kita buktikan di ketemuan sebelumnya.
Hukum II Keppler Vektor jari-jari orbit planet menyapu daerah
dengan luas yang sama untuk tiap selang waktu yang sama, di
manapun planet berada. → bukti: misal A adalah luas daerah
yang diarsir. Nilai A dapat di dekati dengan segitiga,
GAMBAR 1
A = 12 r.dθ
Sebagai:

dA 1 dθ
= r2 = konstan.
dt 2 dt
L
Ingat definisi momentum sudut L = mr2 θ̇ ⇒ r2 θ̇ = m sebagai.

dA L2
= = konstan‘ ⇒ L = konstan.
dt 2m

Jadi hukum II Keppler tidak lain merupakan pernyataan konse-


rvasi momentum sudut planet.
Hukum III Keppler Kuadrat dari planet sebanding dengan pang-
kat tiga dari panjang semimayor elips: Dari hukum II Keppler:
� A �
dA L2 L2 t
= ⇒ dA = dt
dt 2m o 2m 0
L2
⇔ A= T = βT (7.19)
2m

Dengan A: luas total elips, T: periode total.


Luas elips tidak lain adalah A = φa.b dengan b sumbu semi-
minor. Ingat kembali geometri elips:
Gambar 2

 a2 = b2 + c2
2 2 2
a = b +� c
� ≡ c
a
� �
⇔ a2 1 − �2 = b2

⇔ a 1 − �2 = b (7.20)
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 45

Luas elips adalah A = φab, sehingga dari hasil interpretasi hukum


II:
� L2
πab = βT ⇒ πa2 . 1 − �2 = β.T = T. (7.21)
2m
Sebelumnya telah diperoleh persamaan orbit elips

( x + x o )2 y2
= = 1,
a2 b2

� ro
dengan xo = ,
1 − �2
ro
c
1 − �2
ro
b = √
1 − �2
Hubungan a dengan b:

a ro /1 − �2 1 √
2
= 2 2
= ⇒ b = aro (7.22)
b ro /1 − � 2

Subtitusikan hasil ini ke persamaan (7.21) didapat:


√ � �
πa. aro = βT ⇒ π 2 ro a3 = βT 3 , (7.23)

atau
a3 ∼ T 3 (7.24)
Ujian tengah semester 8
Waktu ujian: 100 menit

1. Seekor lebah terbang pada lintasan tertentu sedemikian sehing-


ga posisinya dalam koordinat polar untuk setiap waktu t dibe-
rikan oleh

bt t
r= (2τ − t) , θ= , (0 ≤ t ≤ 2τ ) ,
τ2 τ

dengan b dan τ konstanta positif. Tentukan,

(a) vektor kecepatan lebah tiap waktu �v(t),

(b) laju minimum lebah,

(c) percepatan lebah saat mencapai laju minimum.

2. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2 dengan


a dan b adalah konstanta positif.

(a) Tentukan energi potensial V ( x ). Anggaplah V (0) = 0.

(b) Gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu sis-


tem koodinat.

(c) Pada posisi x berapakah potensial V ( x ) bernilai minimum?

(d) Tentukan periode osilasi benda di sekitar titik minimum po-


tensialnya.
48 14 pekan kuliah mekanika b

3. Dilakukan percobaan osilasi menggunakan sebuah bernda ber-


massa yang terikat pada salah satu ujung pegas. Pada percoba-
an pertama, benda mula-mula disimpangkan dari titik setim-
bangnya sejauh x0 kemudian dilepaskan tanpa kecepatan awal
sehingga mengalami osilasi harmonik sederhana. Pada perco-
baan kedua, percobaan pertama diulangi namun sistem pegas
dicelupkan ke dalam fluida sehingga benda mengalami osilasi
teredam kritis. Jika diketahui massa benda m, konstanta pegas
k, dan gaya redaman −bv (dengan v adalah kecepatan benda),
tentukanlah

(a) perbandingan laju maksimum benda yang dicapai pada per-


cobaan pertama dengan percobaan kedua,
(b) usaha total yang dilakukan oleh gaya redaman (damping for-
ce) pada percobaan kedua sejak benda dilepas hingga ber-
henti.

4. Sebuah partikel berada dalam pengaruh gaya sentral sehingga


bergerak dengan orbit yang diberikan oleh r = Ae aθ , dengan
A dan a konstanta positif. Momentum sudut partikel adalah L
dan energi totalnya E.

(a) Gambarkanlah lintasan partikel dalam bidang polar.


(b) Tentukanlah energi potensial partikel.
Sistem Partikel (1) 9
9­1 Pusat massa sistem
Pada pekan-pekan sebelumnya, kita telah membahas berbagai gerak pusat massa
aspek mekanika dari partikel tunggal. Pekan ini kita membahas 9­2 Momentum linear sistem
9­3 Momentum sudut dan
aplikasi mekanika pada sistem yang terdiri dari banyak (misal- torsi sistem
nya sejumlah N) partikel. Sistem partikel dapat dipandang seba- 9­4 Energi sistem

gai benda tunggal yang diwakili oleh titik pusat massa. Kita ak-
an mempelajari bagaimana momentum linear, momentum sudut,
dan torsi pada yang bekerja pada sistem, jika antarpartikel da-
lam sistem saling berinteraksi dengan gaya internal (disimbolkan
dengan G)� dan sistem mengalami gaya eksternal total (�F).

9.1 Pusat massa sistem

Tinjau sebuah sistem yang terdiri atas N partikel bermassa. Massa


dan posisi partikel ke-i secara berurutan adalah mi dan �ri , dengan
posisi tiap partikel diukur diukur terhadap suatu acuan tertentu.
Kita definisikan posisi pusat massa �R dengan cara

(m1 + m2 + . . . + m N ) �R = m1�r1 + m2�r2 + . . . + m N�r N , (9.1)

atau
N
�R = ∑i=1 mi�ri , (9.2)
M
dengan M ≡ ∑iN=1 mi adalah massa total seluruh partikel dalam
sistem. Pada persamaan (9.1), seolah-olah kita memandang selu-
ruh partikel sebagai benda tunggal dengan massa M = ∑ mi dan
posisi �R.
50 14 pekan kuliah mekanika b

Dari persamamaan (9.2), kita dapat mendefinisikan kecepatan


pusat massa,

d�r
d�R ∑iN=1 mi dti ∑ N m �v

V= = = i =1 i i , (9.3)
dt M M

dengan �vi adalah kecepatan masing-masing partikel dalam sis-


tem. Selanjutnya, kita dapatkan percepatan pusat massa dari tu-
runanan kecepatan pusat massa,

d�v


dV ∑iN=1 mi dti ∑iN=1 mi�ai
A= = = , (9.4)
dt M M

9.2 Momentum linear sistem

Ketika membahas partikel tunggal, kita mendefinisikan momen-


tum linear partikel sebagai �p = m�v, dan jika massa partikel kon-
stan, hukum Newton memberikan

�F = d�p = m d�v = m�a. (9.5)


dt dt

Jika �F = 0, maka momentum linear sistem akan konstan. Pernya-


taan ini adalah hukum konservasi momentum linear partikel.
Kita akan memperluas konsep di atas untuk sistem yang terdiri
dari banyak partikel. Seperti sebelumnya, kita tinjau sebuah sis-
tem yang terdiri atas N partikel. Sistem kemudian dikenai gaya
dari luar, dengan total �F (e) dan interaksi antarpartikel mengha-
silkan gaya internal �F (i) . Tinjau partikel ke-k yang bermassa mk .
Gaya internal yang dialami oleh partikel ini akibat ( N − 1) parti-
kel lain kita tuliskan sebagai

�F (i) = ∑ �Fkl
(i )
, (9.6)
k
l �=k

(i )
dengan �Fkl adalah gaya antara partikel ke-k dengan partikel ke-l.
Sehingga, gaya total yang bekerja pada partikel ke-k adalah

�Fk = �F (e) + �F (i) = �F (e) + ∑ �F (i) (9.7)


k k k kl
l �=k
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 51

Jika kita menjumlahkan gaya total yang dialami oleh semua par-
tikel, maka diperoleh Dengan demikian, gaya total yang bekerja
pada sistem adalah

N N N
(e) (i )
�F = ∑ �Fk = ∑ �Fk + ∑ ∑ �Fkl
k =1 k =1 k =1 l � = k
� �� � � �� �
�F (e) �F (i)

= �F (e) + �F (i) . (9.8)

Sekarang mari kita tinjau momentum sistem dan perubahan-


nya akibat gaya yang diberikan pada sistem. Momentum partikel
ke-k adalah
�pk = mk�vk . (9.9)

Hukum II Newton memberikan hubungan

�Fk = d�pk . (9.10)


dt
Karena kita memiliki N partikel dalam sistem, maka sejatinya kita
memiliki N persamaan yang serupa dengan bentuk di atas. Jika
semua persamaan tersebut dijumlahkan, diperoleh
� �
N N N
�F = ∑ �Fk = ∑ d�pk = d d�
P
dt dt ∑ �pk =
dt
, (9.11)
k =1 k =1 k =1

dengan
N
�P = ∑ �pk (9.12)
k =1

adalah momentum total sistem. Mengingat �F = �F (e) + �F (i) , maka


dapat dituliskan

�F (e) + �F (i) = d P . (9.13)
dt
Berdasarkan hukum ketiga Newton, interaksi antara dua par-
tikel menghasilkan pasangan aksi-reaksi, �Fkl = −�Flk . Total gaya
internal sistem adalah
N
�F (i) = (i )
∑ ∑ �Fkl . (9.14)
k =1 l � = k
52 14 pekan kuliah mekanika b

Ruas kanan persamaan di atas menjumlahkan semua gaya yang


bekerja pada seluruh pasangan partikel pada sistem. Untuk sem-
barang pasangan partikel ke-k dan ke-l gaya �Fkl dan �Flk muncul
dalam deret di atas. Karena jumlah kedua gaya tersebut nol, maka
jumlahan total dari deret di atas bernilai nol.
Argumen lain untuk membuktikan bahwa total gaya internal
nol adalah dengan meninjau usaha total yang dilakukan oleh gaya
internal. Anggap gaya internal yang dialami oleh partikel ke-k
menghasilkan perpindahan sejauh δ�r. Maka usaha oleh gaya pada
partikel ke-k adalah
(i )
δW = �Fk · δ�r. (9.15)

9.3 Momentum Sudut dan Torsi pada Sistem

Tinjau sistem N partikel dan sebuah titik Q di luar sistem. Posisi Q


adalah �rQ dan posisi partikel ke-k adalah �rk . Posisi relatif partikel
ke-k terhadap titik Q adalah

�rkQ = �rk −�rQ . (9.16)

Jika kecepatan partikel ke-k adalah �vk dan kecepatan titik Q Gambar 9.1: Posisi partikel
adalah �vQ , maka momentum sudut partikel ke-k terhadap titik Q dalam sistem menurut ke-
adalah rangka Q. Posisi partikel ke-
k adalah �rk dan posisi titik Q
� � � � adalah �rQ , maka �rkQ = �rk −
�LkQ = mk �rk −�rQ × �vk − �vQ , (9.17) �rQ

laju penambahan momentum sudut tersebut adalah:

� � � �
d�LkQ d�rk d�rQ � � � � d�vk d�vQ
= mk − × �vk − �vQ + mk �rk −�rQ × −
dt dt dt dt dt
� �
d�vk
= mk (�vk − �vQ ) × (�vk − �vQ ) +mk (�rk −�rQ ) × −�aQ
� �� � dt
=0
d
= (�rk −�rQ ) × (mk�vk ) −mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
dt � �� �
�Pk

d�
Pk
= (�rk −�rQ ) × − mk (�rk −�rQ ) ×�aQ . (9.18)
dt
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 53

Ingat kembali bahwa partikel ke-k dikenai gaya eksternal �Fk dan
� kl , sehingga
gaya internal ∑l G
d�
Pk
= �Fk + ∑ G
� kl . (9.19)
dt l
Subtitusikan persamaan (9.19) ke persamaan (9.18),
d�LkQ
= (�rk −�rQ ) × �Fk +(�rk −�rQ ) × ∑ G
� kl − mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
dt � �� � l
�k
N

= � k + (�rk −�rQ ) × ∑ G
N � kl − mk (�rk −�rQ ) ×�ak , (9.20)
� k adalah torsi pada partikel ke- k terhadap titik Q dise-
dengan N
babkan gaya eksternal �Fk .
Jika kita jumlahkan untuk semua partikel,
d
∑ dt (�LkQ ) = ∑N
� k + ∑(�rk −�rQ ) × ∑ G
� kl − ∑ mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
k k k l
d � � �
dt ∑ kQ
⇔ L = � k + ∑(�rk −�rQ ) × ∑ G
N � kl − ∑ mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
k l
d�Lk � k + ∑(�rk −�rQ ) × ∑ G
� kl − M(�R −�rQ ) ×�aQ ,
⇔ = N (9.21)
dt k l

dengan ∑ mk�rk = M�R, ∑ mk�rQ = M�rQ , dan R sebagai posisi pusat


massa.
Mari kita periksa suku kedua.

∑(�rk −�rQ ) × ∑ G� k = ∑ ∑(�rk −�rQ ) × G� kl


k l k l
N k −1 � �
= ∑ ∑ k Q
r
(� r
−� ) × �
G kl + �
G lk .
k =1 l =1
(9.22)
berdasarkan hukum III Newton, G � kl = G� lk sehingga suku di atas
menjadi nol. Pada kasus dengan titik Q tidak dipercepat (�aQ = 0)
atau Q adalah titik pusat masa sistem (�rQ = �R), berlaku

∑ M(�R −�rk ) ×�aQ = 0, (9.23)


k
sehingga diperoleh

d�LQ

=N (9.24)
dt
54 14 pekan kuliah mekanika b

9.4 Energi Sistem

Gaya internal secara umum bergantung pada posisi relatif satu


partikel terhadap lainnya. Sebagai contoh, gaya yang bekerja pada
partikel ke-k karena partikel ke-l adalah fungsi dari posisi relatif
kedua paritkel,
� kl = G
G � kl (�rkl ), (9.25)

dengan �rkl = �rk −�rl . Anggap terdapat fungsi potensial U sehing-


ga gaya internal dinyatakan dengan fungsi potensial tersebut,

G � Ukl ,
� kl = −∇ (9.26)

dengan Ukl adalah fungsi dari �rkl . Hukum II Newton memberik-


an:

d�vk
mk = �Fk + ∑ G
� kl = �Fk − ∑ ∇
� Ukl . (9.27)
dt l

d�rk dx
Kalikan persamaan (9.27) dengan kecepatan �vk = dt = dt î +
dy dz
dt ĵ + dt k̂,

� �
d�v d�r ∂Ukl dx ∂Ukl dy ∂Ukl dz
mk k · �vk
dt ∑
= �Fl · − + +
dt l
dx dt dy dt dz dt
� �
d 1 2 d�r dUkl
⇔ m v = �Fk · −∑ . (9.28)
dt 2 k k dt l
dt

Jumlahkan persamaan (9.28) untuk semua partikel,


� �
d 1 d
∑ dt m v2 = ∑ �Fk · �vk − ∑ ∑ (U )
k
2 k k k k l
dt kl
   

 �1 �  
d  2  d  
⇔ ∑ m v = ∑ �Fk · �vk − dt ∑ ∑ Ukl 
dt  2 k k  k

k l


� �� � � �� �
K U
d

dt
( K + U) = ∑ �Fk · �vk (9.29)
k
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 55

Perhatikan bahwa kita telah mengidentifikasi suku ∑k ∑l Ukl seba-


gai energi potensial total sistem. Selanjutnya, jumlah dari energi
kinetik (K) dengan energi potensial (U) kita identifikasi sebagai
energi total sistem (E), sehingga persamaan terakhir memberikan

d
dt
( E) = ∑ �Fk · �vk . (9.30)
k

Pada kasus ∑k �Fk · �vk = 0, berlaku

K + U = E = konstan. (9.31)
Sistem Partikel (2) 10
10­1 Gerak relatif pada sistem
dua partikel
10­2 Tumbukan satu dimensi

10.1 Gerak relatif pada sistem dua partikel

Posisi relatif

Tinjau dua partikel masing-masing bermassa m1 dan m2 . Jika po-


sisi masing-masing benda menurut kerangka O adalah �r1 dan �r2 ,
maka posisi relatif partikel 1 terhadap partikel 2 adalah

�r1,2 = �r1 −�r2 . (10.1)

Misalnya terdapat kerangka acuan lain, O� , yang posisinya ada-


� terhadap O. Posisi partikel 1 dan 2 menurut kerangka O�
lah R
adalah �r � 1 dan �r � 2 . Vektor posisi masing-masing partikel menurut
kedua kerangka terhubung oleh persamaan

� + �r � 1 ,
�r1 = R (10.2)
� + �r � 2 .
�r2 = R (10.3)

Jika kita hitung selisih dua persamaan di atas, diperoleh

�r1 −�r2 = �r � 1 − �r � 2 ⇔ �r1,2 = �r � 1,2 . (10.4)


58 14 pekan kuliah mekanika b

Terlihat bahwa posisi relatif partikel 1 terhadap partikel 2, baik


menurut kerangka O maupun O� sama. Hal ini menunjukkan
bahwa posisi relatif satu partikel terhadap yang lain sama bagi
semua kerangka acuan. Dengan menurunkan persamaan di atas
terhadap waktu, kita daapt memperluas keberlakuan persamaan
di atas pada besaran kecepatan dan percepatan relatif. Jadi posi-
si, kecepatan, dan percepatan relatif satu partikel terhadap yang
lain sama bagi semua kerangka acuan. Dengan demikian, ketika
meninjau sistem dua partikel, kita dapat menggunakan kerangka
acuan manapun yang dikehendaki, dan besaran kinematika relatif
kedua partikel dijamin sama.
Kerangka acuan yang kita pilih dapat berada di luar sistem
yang ditinjau, maupun di dalam sistem. Pada pembahasan ini,
kita akan memilih kerangka laboratorium sebagai kerangka acuan
di luar sistem, dan kerangka pusat massa sebagai kerangka acuan
di dalam sistem.
Kita telah menamai posisi tiap partikel pada kerangka labora-
torium sebagai �r1 dan �r2 . Dan sekarang kita akan menentukan
posisi tiap partikel menurut kerangka pusat massa. Untuk keper-
luan ini, terlebih dahulu kita tentukan posisi pusat massa sistem,

�R = m1�r1 + m2�r2 . (10.5)


m1 + m2
Kemudian kita dapat menentukan posisi relatif tiap partikel ter-
hadap pusat massa,

�R1 = �r1 − �R = m2 µ
(�r1 −�r2 ) = �r , (10.6)
m1 + m2 m1 1,2
dengan
m1 m2
µ≡ (10.7)
m1 + m2
kita sebut sebagai massa tereduksi. Dengan cara yang sama, kita
dapatkan posisi relatif benda 2 terhadap pusat massa,

�R2 = − µ �r1,2 . (10.8)


m2
Dapat dibuktikan bahwa posisi relatif partikel pertama terhadap
partikel kedua menurut kerangka pusat massa adalah

�R1,2 = �R1 − �R2 = �r1,2 . (10.9)


PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 59

Kecepatan relatif
Persamaan posisi relatif masing-masing benda terhadap pusat mas-
sa dapat didiferensialkan untuk menghasilkan

V � = µ �v1,2 ,
� 1 = �v1 − V (10.10)
m1
V � = − µ �v1,2 ,
� 2 = �v2 − V (10.11)
m2

�1 ≡ d�R1 �2 ≡ d�R2
dengan V dt dan V adalah kecepatan masing-masing
dt
� ≡ d�R adalah kecepatan pusat
benda terhadap pusat massa dan V dt
massa sistem. Dapat kita buktikan bahwa

� 1,2 = �v1,2 .
V (10.12)

Percepatan relatif
Diferensial dari persamaan kecepatan relatif tiap partikel terha-
dap pusat massa menghasilkan

A � = µ �a1,2 ,
� 1 = �a1 − A (10.13)
m1
A � = − µ �a1,2 ,
� 2 = �a2 − A (10.14)
m2

�1 ≡ d2 �R1 �2 ≡ d2 �R2
dengan A dt2
dan A adalah percepatan masing-
dt2
masing benda terhadap pusat massa dan A � ≡ d2 �R2 adalah perce-
dt
patan pusat massa sistem. Lagi-lagi dapat dibuktikan bahwa

� 1,2 = �a1,2 .
A (10.15)

Anggaplah dua partikel dalam sistem mengalami interaksi me-


� (�r ). Gaya pada partikel pertama akibat partikel kedua
lalui gaya G
kita tuliskan sebagai G � 1,2 yang menurut hukum kedua Newton
memenuhi
� 1,2 = m1�a1 .
G (10.16)

Hal yang sama juga berlaku pada partikel kedua,

� 2,1 = m2�a2 ,
G (10.17)
60 14 pekan kuliah mekanika b

dengan �F2,1 adalah gaya pada partikel kedua akibat partikel per-
tama. Menurut hukum ketiga Newton, kedua gaya tersebut me-
rupakan pasangan aksi-reaksi,
� 1,2 = − G
G � 2,1 . (10.18)
Dari ketiga persamaan terakhir, dapat kita peroleh
m
�a1 = − 2 �a2 . (10.19)
m1
Sehingga percepatan relatif partikel pertama terhadap kedua ada-
lah � �
m1 + m2
�a1,2 = �a1 −�a2 = �a2 . (10.20)
m1
Kalikan persamaan terakhir dengan m m2 = 1, diperoleh
2

� � �
m1 + m2 G
�a1,2 = (m2�a2 ) = 1,2 , (10.21)
m1 m2 µ
dengan µ1 ≡ m1 + m12 . Besaran µ telah kita gunakan sebelumnya,
1
dan menyatakan massa tereduksi dari dua partikel. Dari persa-
maan terakhir, kita lihat bahwa ternyata percepatan relatif partikel
pertama terhadap kedua bukanlah gaya yang dialami dibagi de-
ngan massa partikel pertama, namun gaya dibagi dengan massa
tereduksi. Persamaan terakhir juga dapat kita manfaatkan untuk
memperoleh

G
�a2,1 = 2,1 . (10.22)
µ

10.2 Tumbukan dua partikel

Mari kita pelajari lebih jauh sistem dua partikel di atas, dengan
mengandaikan dua partikel tersebut mengalami tumbukan satu
sama lain. Jika sistem mengalami gaya eksternal sebesar �F, maka
berlaku

�F = d P , (10.23)
dt
dengan � P adalah momentum pusat massa sistem yang juga sama
dengan total momentum sistem. Gaya luar dapat berupa, misal-
nya gaya gesek antara benda dengan lantai atau gaya gesek udara.
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka berlaku
�P = konstan, (10.24)
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 61

atau
�p1i + �p2i = �p1 f + �p2 f , (10.25)

dengan indeks i (singkatan dari intial) menyatakan besaran sebe-


lum tumbukan dan f (final) menyatakan besaran setelah tumbuk-
an. Persamaan terakhir tidak lain menyatakan konservasi momen-
tum linear sistem menurut kerangka laboratorium. .
Lalu bagaimanakah bentuk persamaan untuk konservasi mo-
mentum linear dalam kerangka pusat massa? Kita dapat me-
manfaatkan besaran kecepatan tiap partikel menurut pusat massa,
yang telah kita peroleh pada bagian sebelumnya, untuk menghi-
tung momentum total sistem sebelum tumbukan, � konservasi momentum
dalam kerangka pusat mas-
sa
�P� = �p1i
� �
+ �p2i � 1 + m2 V
= m1 V �2
= µ�v1,2 − µ�v1,2
= 0. (10.26)

(Tanda aksen kita gunakan untuk membedakan momentum da-


lam kerangka pusat massa dengan momentum dalam kerangka
laboratorium). Terlihat bahwa momentum total sistem menurut
kerangka pusat massa adalah nol. Hal ini sangatlah logis. Mo-
mentum total sistem sama dengan momentum pusat massa (yaitu
massa total kedua partikel, m1 + m2 , dikalikan dengan kecepat-
� Ketika kita menganggap pusat massa sistem
an pusat massa V).
sebagai kerangka acuan, artinya kita meminta seorang pengamat
untuk berada di titik pusat massa. Jelas bahwa pengamat tersebut
akan mengamati titik pusat massa diam terhadap dirinya, sehing-
ga momentum sistem bernilai nol.
Selanjutnya, karena momentum linear konstan (akibat tidak
adanya gaya luar yang bekerja pada sistem), maka momentum
akhir sistem setelah tumbukan adalah

�p1� f + �p2� f = 0. (10.27)

Dari dua persamaan terakhir, terlihat bahwa persamaan konse-


rvasi momentum menurut kerangka pusat massa memiliki bentuk
yang lebih sederhana dibandingkan persamaan yang sama menu-
rut kerangka laboratorium.
62 14 pekan kuliah mekanika b

Sekarang, mari kita tinjau energi kinetik sistem. Kita mulai


dari kerangka acuan pusat massa. Menurut kerangka acuan pusat
� 1 dan V
massa, kecepatan tiap partikel adalah V � 2 , sehingga energi
kinetik sistem adalah
1 �2 1 �2
K� = m V + m2 V2 . (10.28)
2 1 1 2
Tanda aksen kita gunakan kembali untuk menyatakan besaran
�1 =
energi kinetik (K) terhadap pusat massa sistem. Mengingat V
� dapat kita peroleh
�v1 − V,

V12 = V � 1 = v21 + V 2 − 2�v1 · V.


�1 · V � (10.29)

� 2 = �v2 − V
Demikian pula untuk partikel kedua, V � sehingga

V22 = V � 2 = v22 + V 2 − 2�v2 · V.


�2 · V � (10.30)

Gunakan dua persamaan terakhir ke persamaan energi kinetik,


1 1
K� = m1 v21 + m1 V 2 − m1�v1 · V

2 2
1 1
+ m2 v22 + m2 V 2 − m2�v2 · V. �
2 2
1 1 1
= m1 v21 + m2 v22 + (m1 + m2 ) V 2 − (m1�v1 + m2�v2 ) · V.

2 2 2
(10.31)

Kita tuliskan M = m1 + m2 sebagai massa total sistem dan m1�v1 +


m2�v2 = MV,� serta
1 1
K= m1 v21 + m2 v22 , (10.32)
2 2
sebagai energi kinetik menurut kerangka laboratorium, sehingga
1
K� = K − MV 2 . (10.33)
2
Atau dapat juga dituliskan
1
K − K� = MV 2 , (10.34)
2
yang berarti bahwa besarnya energi kinetik sistem menurut pe-
ngamat di laboratorium dan di pusat massa sistem tidak sama,
dan selisih keduanya sama dengan energi kinetik dari pusat mas-
sa sistem, 12 MV 2 .
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 63

Akibat peristiwa tumbukan, energi kinetik sistem dapat beru-


bah. Tumbukan dikatakan sebagai tumbukan yang elastik (len-
ting) jika energi kinetik sistem sebelum dan setelah tumbukan ti-
dak berubah. Jika setelah tumbukan energi kinetik sistem bertam-
bah, maka peristiwanya disebut sebagai tumbukan elastik super
(superelastic). Penambahan energi kinetik ini bisa jadi berasal da-
ri energi internal sistem. Tumbukan dikatakan tidak lenting jika
energi kinetik sistem setelah tumbukan berkurang dibanding se-
belum tumbukan. Jadi, secara umum dapat kita tuliskan

Ki + Q = K f , (10.35)

dengan Q < 0 (tumbukan tidak elastik), Q = 0 (elastik), dan


Q > 0 (elastik super).
Momentum linear dan energi kinetik adalah dua besaran uta-
ma yang diukur pada peristiwa tumbukan (misalnya pada ekspe-
rimen tumbukan antarpartikel elementer). Jika massa dan kece-
patan kedua partikel sebelum tumbukan diketahui, maka secara
umum persamaan konservasi momentum dan persamaan ener-
gi kinetik di atas dapat digunakan untuk menentukan kecepatan
akhir sistem.

10.3 Tumbukan elastik satu dimensi

Sebagai aplikasi konsep sebelumnya kita akan mempelajari peris-


tiwa tumbukan satu dimensi antara dua partikel bermassa m1 dan
m2 . Anggap kecepatan masing-masing partikel dalam kerangka
laboratorium sebelum tumbukan adalah v1i dan v2i , sedangkan
kecepatan keduanya setelah tumbukan adalah v1 f dan v2 f . Peru-
bahan momentum sistem dikaitkan dengan keberadaan gaya luar
yang bekerja pada benda,

dp
F= . (10.36)
dt

Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem kedua partikel
selama tumbukan, maka momentum sistem bernilai konstan,

m1 v1i + m2 v2i = m1 v1 f + m2 v2 f . (10.37)


64 14 pekan kuliah mekanika b

Pada kasus tumbukan elastik berlaku

Ki = K f
1 1 1 1
⇔ m1 v2i1 + m2 v22i = m1 v2i f + m2 v22 f . (10.38)
2 2 2 2
Persamaan (10.37) dan (10.38) dapat kita sederhanakan sebagai
berikut. Pertama kita susun ulang kedua persamaan menjadi
� � � �
m1 vi1 − v1 f = −m2 v2i − v2 f , (10.39)
� � � �
m1 v2i1 − v2i f = −m2 v22i − v22 f . (10.40)

Bagi persamaan energi dengan persamaan momentum,


� ✘ �� � � ✘ �� �
✘ ✘ ✘ ✘
✘ ✘ ✘ ✘
m✟
✟ 1✘v✘
i1 − v1 f vi1 + vi f ✘
−m2✘v✘2i − v2 f v2i + v2 f
� ✘ � � ✘ �
✘ ✘ ✘ =
✘✘ ✘ ✘ ✘
m✟
✟1✘✘ v 1i − v 1f ✘
− m 2✘✘v 2i − v 2f

⇔ vi1 + vi f = vi1 + vi f , (10.41)

atau

(v1 − v2 )i = − (v1 − v2 ) f ⇔ (v1,2 )i = − (v1,2 ) f . (10.42)

Terlihat di sini bahwa kecepatan relatif partikel pertama terhadap


kedua sebelum dan setelah tumbukan sama besar dan saling ber-
lawanan arah.
Sekarang, kita beralih ke kerangka pusat massa. Konservasi
momentum menurut kerangka ini adalah

m1 V1i + m2 V2i = 0
m1 V1 f + m2 V2 f = 0. (10.43)

Jumlah dua persamaan tersebut adalah


� � � �
m1 V1i + V1 f + m2 V2i + V2 f = 0, (10.44)

dengan solusi

V1i = −V1 f dan V2i = −V2 f . (10.45)

Artinya menurut kerangka pusat massa, setelah tumbukan tiap


partikel berbalik arah dengan laju yang sama dengan laju sebelum
tumbukan. Tentu saja, kita dapat juga mencari selisih dari dua
persamaan konservasi momentum di atas untuk mendapatkan
� � � �
m1 V1i − V1 f + m2 V2i − V2 f = 0, (10.46)
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 65

yang menghasilkan solusi

V1i = V1 f dan V2i = V2 f . (10.47)

Namun, hal ini berarti kedua partikel tidak mengalami tumbukan


sama sekali.

Soal

1. Tinjau tumbukan satu dimensi, sebuah massa 2m bergerak ke


kanan dan massa lain m bergerak ke arah kiri. Keduanya mela-
ju dengan kelajuan v. Jika tumbukannya elastik maka tentukan
kecepatan setelah tumbukkan terhadap kerangka lab untuk ti-
ap massa dengan cara:

(a) kerjakan dengan meninjau kerangka lab.


(b) kerjalan dengan meninjau kerangka pusat massa.

2. Tinjau dua partikel dengan massa m1 , m2 dan kecepatan masing-


masingnya v�1 dan v�1 . Keduanya bertumbukan dan kemudian
dua massa tersebut bergabung menjadi satu. Tentukan kece-
patan akhir sistem dan tunjukkan bahwa besar energi kinetik
yang hilang karena tumbukkan sebesar
m1 m2
v1 − v�2 |2 .
|�
2 ( m1 + m2 )

3. Dua partikel m1 dan m2 masing-masing bergerak dengan kece-


patan v�1 dan v�2 terhadap kerangka lab. Kedua partikel kemu-
dian bertumbukan sehingga energi kinetik sistem berkurang
sebesar Q. Tentukanlah momentum akhir tiap partikel setelah
tumbukan! Anggap kedua partikel hanya bergerak dalam arah
satu dimensi.

4. Sebuah benda bermassa M pecah menjadi dua bagian, masing-


masing bermassa m1 dan m2 . Jika energi kinetik sistem bertam-
bah sebesar Q, tentukanlah kecepatan akhir tiap bagian benda
terhadap pusat massa sistem!
Sistem Partikel (3) 11
11­1 Tumbukan dua dimensi
11­2 Hamburan Ruthterford
Sistem Partikel (4) 12
12­1 Osilasi Terkopel
Sistem Non Inersial 13
13­1 Sistem bertranslasi
dengan percepatan
13­2 Gaya Fiktif
13­3 Pasang­Surut
Ujian Akhir Semester 14
14.1 Soal

ini adalah soal

14.2 Solusi

ini solusinya
Beberapa solusi soal

Solusi Soal Pekan 4

1. Dari hubungan gaya dengan potensial, �F = −∇V, diperoleh


� �
(a) �F = − a y2 z3 î + 2xyz3 ĵ + 3xy2 z2 k̂ ,

(b) �F = −krr̂,
� �
(c) �F = − k x xî + k y y ĵ + k z zẑ .

2.(a) Potensial benda adalah


� x
2GMm 2GMm
V (x) = − F ( x � )dx � = √ −� .
xs x 2 + a2 xs2 + a2

Kita ambil titik xs → ∞ sebagai acuan sehingga suku ter-


akhir (yang tidak lain adalah V ( xs )) tereduksi menjadi nol,
V ( xs ) = 0.
(b) Melalui konservasi energi, ΔV + ΔK = 0, kita peroleh V +
K = E = konstan, dengan E adalah energi total partikel.
Sehingga energi kinetik akan maksimum ketika energi po-
tensial benda minimum, yaitu saat x = 0. Energi kinetik
partikel m saat x = 0 adalah

2GMm 1
K = E−V = E− = mv2maks. ,
a 2
sehingga

2E 4GM
vmaks. = − .
m a
76 14 pekan kuliah mekanika b

Solusi Soal Pekan 8 (UTS)

1. Dari soal diperoleh


bt 2b bt2
r = ( 2τ − t ) = t −
τ2 τ �τ
2

2b 2b 2b t
⇔ ṙ = − 2t = 1−
τ τ τ τ
2b
⇔ r̈ = −
τ
t 1
θ = ⇒ θ̇ = ⇒ θ̈ = 0.
τ τ
(a) vektor kecepatan lebah:
� �
�v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ = 2b t bt
τ 1 − τ r̂ + τ 3 (2τ − t ) θ̂ .

(b) laju: �
|�v| = ṙ2 + r2 θ̇ 2 .
Laju minimum:
d 2ṙr̈ + 2rṙ θ̇ 2 + 2r2 θ̇ θ̈
|�v| = √
dt ṙ2 + r2
⇔ ṙr̈ + rṙ θ̇ 2 = 0
⇔ ṙ (r̈ + r θ̇ 2 ) = 0.
Solusi dari persamaan di atas adalah
t
ṙ = 0 ⇒ 1 − =0⇒ t=τ ,
τ
atau
� �
2 2b 2b bt2 1
r̈ = −r θ̇ ⇔ − 2 =− t− 2
τ τ τ τ2
b 2 2b
⇔ = t − t + 2b = 0
τ2 τ�
2b 4b2 8b2
τ ± τ2
− τ2 √
⇔ t= 2b
= 1± −1.
τ
Jadi laju minimum terjadi saat t = τ. Kecepatan saat itu
adalah
2b � τ� b
�v(τ ) = 1− r̂ + (2τ − τ )θ̂
τ τ τ
b
= θ̂.
τ
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 77

b
Sehingga lajunya adalah τ .
(c) Percepatan saat t = τ: Ingat percepatan pada koordinat po-
lar
�a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (r θ̈ + 2ṙ θ̇ )θ̂.

Saat t = τ:
−2b 1
r̈ = 2
, r = b, θ̇ = , θ̈ = 0, ṙ = 0.
τ τ
Sehingga
� �
2b b
�a(τ ) = − 2− 2 r̂ + (0 + 0)θ̂
τ τ
= − τ3b2 r̂ .

2.(a) Potensial V ( x )
� x � �x
a b
V (x) = − F ( x )dx = − − x �2 + x �3
� �
= a 2
2x − 3b x3 . Gambar 1: Plot F ( x ) terha-
0 2 3 0
dap x.

(b) Gaya F ( x ) berupa fungsi kuadrat yang terbuka ke atas dan


memotong sumbu-x pada:
a
F ( x ) = 0 ⇒ x (− a + bx ) = 0 ⇒ x = 0 atau x = .
b

Potensial V(x) berupa fungsi kubik (x3 ). Pada x → −∞,


V → ∞. Sedangkan pada x → +∞, V → −∞. Kurva V ( x )
memotong sumbu x pada
Gambar 2: Plot V ( x ) terha-
� � dap x.
ax2 bx3 a bx
V (x) = 0 ⇒ − = 0 ⇒ x2 − =0
2 3 2 3

3a
⇔ x = 0 atau x = .
2b
dV
Titik kritis potensial terletak pada dx = −F = 0 ⇒ x = 0
atau x = ba .
Gabungan kedua grafik diberikan pada Gambar 3.
(c) Terlihat pada grafik bahwa V ( x ) bernilai minimum secara Gambar 3: Plot F ( x ) dan
lokal pada x = 0 . V ( x ) terhadap x.
78 14 pekan kuliah mekanika b

(d) Kita uraikan V ( x ) di sekitar x = 0 dengan deret Taylor

1
V (x) � V (0) + V � (0) x + V �� (0) x2 + ...
2
1
= 0 + 0 + ( a) x2
2
1 2
= ax .
2
Ini adalah potensial osilator harmonik dengan "konstanta"
pegas k = a. Sehingga perioda osilasi benda adalah
� �
m m
T = 2π k = 2π a

3.(a) Pada percobaan pertama, energi benda bernilai kosntan. Ke-


cepatan maksimum diperoleh saat semua energi potensial
awal pegas diubah menjadi energi kinetik, sehingga

E = Vmax = Kmax

1 2 1 k
⇔ kx0 = mv2max ⇒ vmax = x0 = ωx0 .
2 2 m
Pada percobaan kedua, benda mengalami teredam kritis, se-
hingga simpangannya berbentuk fungsi

x (t) = e−ωt ( A + Bt),

diketahui bahwa x (0) = x0 sehingga x0 = A,

x (t) = e−ωt ( x0 + Bt).

Kecepatan benda adalah

d
v(t) = x (t) = −ωe−ωt ( x + 0 + Bt) + e−ωt ( B)
dt
= e−ωt [−ωx0 − ωBt + B] .

Diketahui v(0) = 0 ⇒ B = ωx0 . Sehingga fungsi simpangan


dan kecepatannya

x (t) = x0 e−ωt (1 + ωt)


v(t) = −ω 2 x0 te−ωt .
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 79

dv
Kecepatan maksimum terjadi jika dt = 0, atau
1
−ω 2 x0 e−ωt + ω 3 x0 e−ωt = 0 ⇒ t = .
ω
� �
Sehingga vmax = v = v ω1 = −ωx0 e−1 . Jadi perbandingan
kecepatan maksimum kedua percobaan adalah
v
max(1) ωx0
v = ωx0 e−1
=e
max (2)

(b) Berdasarkanteorema usaha energi, usaha oleh gaya redaman


besarnya sama dengan perubahan enegi mekanik sistem,
Wnon-konservatif = ΔE.
Energi awal sistem adalah Ei = 12 kx02 , sedangkan energi akhir-
nya(yaitu energi saat t → ∞) adalah
Kf = 0 (sebab lim v(t) = 0)
t→∞
Vf = 0 (sebab lim x (t) = 0).
t→∞
Sehingga

Wnon-konservatif = E f − Ei = − 12 kx02 .

4.(a) Terlihat bahwa jari-jari r bertambah seiring pertambahan ni-


lai θ. Sehingga lintasan partikel akan berbentuk spiral.
(b) Pada kasus gaya sentral, momentum sudut sistem konstan
L
L = mr2 θ̇ ⇒ θ̇ =
.
mr2
Gambar 4: Plot r terhadap θ
Energi sistem kosntan sebesar E, sehingga pada bidang polar.

E = K+V
1 2 1
= mṙ + mr θ̇ 2 + V
2 2
� 2 �
1 2 1 2 L
= mṙ + mr +V
2 2 m2 r 4
1 2 1 L2
= mṙ + + V.
2 2 mr2
Karena r = Ae aθ ⇒ ṙ = ar θ̇ = ar mrL 2 = mr
aL
, sehingga
� �2
1 aL 1 L2 a2 L2 L2 (1+ a2 ) L2
V (r ) = E − m − = E − − = E− 2mr2
.
2 mr 2 mr2 2mr2 2mr2
Bibliografi

[1] Keith R. Symon, Mechanics, Addison Wesley, 1980.

[2] David Morin, "Introductory Classical Mechanics, with Pro-


blems and Solutions", 2014

[3] R. Douglas Gregory, "Classical Mechanics", Cambridge Uni-


versity Press, 2006.

[4] Daniel Kleppner dan Robert J. Kolenkow, "An Introduction to


Mechanics", McGraw-Hill, 1973.
Indeks

eksentrisitas, 35 konservasi momentum linear, 61 potensial efektif, 29


energi potensial, 24 koordinat bola, 5 pusat massa
koordinat silinder, 4 posisi, 49
gaya konservatif, 24
resonansi, 19
konservasi massa tereduksi, 58, 60
momentum linear, 61 momentum linear, 61 teorema usaha-energi kinetik, 22
konservasi energi, 24 konservasi, 61 tumbukan elastik, 63, 64

Anda mungkin juga menyukai