14
B
Pekan Kuliah
Mekanika
(Catatan Kuliah FI2104 Mekanika B)
Semester 1, 2017-2018
Agus Suroso
14
B
Pekan Kuliah
Mekanika
(Catatan Kuliah FI2104 Mekanika B)
Semester 1, 2017-2018
Copyleft © 2017 Agus Suroso
Catatan kuliah ini merupakan naskah awal yang masih belum siap terbit, disusun secara
simultan dengan pelaksanaan kuliah FI2104 Mekanika B. Perbaikan dan penambahan materi
dilakukan secara berkala, sehingga isi naskah ini dapat berbeda dari satu versi ke versi yang
lain (lihat tanggal pembaruan di bawah).
Pembaca yang menemukan adanya kesalahan cetak maupun konsep, harap menyampaikan-
nya kepada penulis melalui agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran juga harap disampa-
ikan melalui email yang sama.
Ditulis menggunakan LATEX, dengan format tufte-book, pembaruan terakhir pada 31 Oktober 2017
Kata Pengantar
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala kemudahan
yang diberikannya, termasuk kemudahan dalam menyusun catatan kuliah ini.
Catatan kuliah ini disusun secara simultan dengan penyelenggaraan kuliah FI2104 Meka-
nika B pada semester 1 tahun akademik 2017-2018. Pada naskah ini, materi kuliah disusun
berdasarkan urutan topik tiap pekan sesuai silabus mata kuliah yang terdapat pada doku-
men kurikulum Program Studi Fisika ITB tahun 2013. Materi yang disajikan dalam naskah
ini terbatas pada materi yang dibahas di kelas maupun yang dijadikan PR atau kuis. Pem-
baca sangat disarankan untuk tetap merujuk pada buku teks Mekanika, agar mendapatkan
pemahaman yang lebih lengkap dan komprehensif.
Sebagai naskah awal, catatan kuliah ini tidak lepas dari kesalahan. Pembaca yang mene-
mukan kesalahan cetak maupun konsep, diharapkan dapat menyampaikannya kepada penu-
lis melalui email agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang
akan datang silakan disampaikan melalui alamat yang sama.
Akhirnya, penulis berharap semoga catatan kuliah ini bermanfaat bagi penulis dan pemba-
canya.
1 Kinematika 1
2 Dinamika 7
3 Osilasi 13
Bibliografi 81
Indeks 83
Daftar Gambar
3.1 Grafik posisi benda terhadap waktu pada kasus osilasi underdamping 16
3.2 Pengaruh faktor redaman terhadap simpangan. 16
3.3 Perbandingan grafik posisi benda pada kasus overdamping dan critical damping 17
3.4 Resonansi pada osilasi paksa. 20
9.1 Posisi partikel dalam sistem menurut kerangka Q. Posisi partikel ke-k adalah �rk dan posisi
titik Q adalah �rQ , maka �rkQ = �rk −�rQ 52
1 Plot F ( x ) terhadap x. 77
2 Plot V ( x ) terhadap x. 77
3 Plot F ( x ) dan V ( x ) terhadap x. 77
4 Plot r terhadap θ pada bidang polar. 79
Penulis mempersembahkan catatan kuliah ini kepada
...
Kinematika 1
11 Kinematika benda titik
Mekanika membahas gerakan benda-benda fisis. Kita akan me- 12 Gerak dalam bidang
mulai pembahasan dengan kinematika benda titik. Kinematika 13 Gerak dalam ruang
Kita mulai dengan meninjau gerak benda titik dalam satu dimen-
si. Andaikan posisi benda titik untuk tiap waktu diketahui dan � posisi
dinyatakan dengan variabel x sebagai fungsi waktu
x = x ( t ), (1.1)
dx
v= . (1.2)
dt
dv
a= . (1.3)
dt
2 14 pekan kuliah mekanika b
�r p = x p x̂ + y p ŷ, (1.4)
�r p = ρρ̂. (1.5) y
φ^
^
ρ
dρ̂ P x^
�r = ρρ̂. (1.16)
d�r
�v = = v x x̂ + vy ŷ + vz ẑ, (1.22)
dt
dengan
dx dy dz
vx = , vy = , vz = . (1.23)
dt dt dt
Serta percepatan benda
d�v
�a = = a x x̂ + ay ŷ + az ẑ, (1.24)
dt
dengan
d2 x d2 y d2 z
ax = , ay = , az = . (1.25)
dt2 dt2 dt2
Koordinat silinder tidak lain merupakan koordinat polar (ρ, φ) � koordinat silinder
yang ditambah dengan sumbu vertikal z. Hubungan antara vektor-
vektor basis pada koordinat silinder dengan koordinat Kartesis
adalah
dρ dφ̂ ^
ρ
= φ̂, = −ρ̂. (1.29) r P
⃗
dφ dφ
z^
z
Posisi suatu benda dalam koordinat silinder dapat dituliskan y^
y
x^
x ϕ
dalam bentuk y
x
�r = ρρ̂ + zẑ. (1.30)
Gambar 1.3: Koordinat silin-
der.
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 5
d�r d (ρρ̂) dz
�v = = + ẑ = ρ̇ρ̂ + ρφ̇φ̂ + żẑ, (1.31)
dt dt dt
�v � �
�a = = ρ̈ − ρφ̇2 ρ̂ + (ρφ̈ + 2ρ̇φ̇) φ̂ + z̈ẑ. (1.32)
dt
Koordinat bola pada dasarnya sama dengan koordinat silin- � koordinat bola
der, namun dengan mengambil parameter θ yang merupakan su-
dut yang dibentuk oleh vektor posisi �r dengan sumbu-z. Posisi
suatu titik dalam ruang kemudian dinyatakan dalam koordinat
(r, θ, φ). Nilai dari komponen ρ dan z pada koordinat polar selan-
jutnya dinyatakan dalam r dan θ,
^
θ
x = r sin θ cos φ, y = r sin θ sin φ, z = r cos θ. (1.34) r P
⃗
� � z^ θ z
Arah vektor-vektor basis r̂, θ̂, φ̂ adalah searah dengan arah y^
x y
perubahan positif dari masing-masing r, θ, dan φ. Vektor-vektor x^ ϕ
y
� � x
basis r̂, θ̂, φ̂ dapat diuraikan dalam arah vektor-vektor basis ko-
ordinat silinder sebagai berikut, Gambar 1.4: Koordinat bola.
Tugas 1
Tugas 2
d�p �
= F ⇒ �F = m�a. (2.1)
dt
3. Hukum ke-3: Untuk setiap gaya yang dikerjakan oleh suatu benda
ke benda lain, terdapat suatu gaya yang sama besar dan berlawanan
arah yang dikerjakan oleh benda kedua terhadap pertama.
8 14 pekan kuliah mekanika b
dengan �F1 dan �F2 masing-masing adalah gaya yang bekerja pa-
da benda pertama dan kedua. Hukum ketiga mengharuskan
�F1 = −�F2 , sehingga persamaan di atas memberikan d�ptotal = 0,
dt
yang berarti bahwa momentum total sistem bernilai konstan.
dp
= F, (2.3)
dt
� p2 � t2
dp = Fdt, (2.4)
p1 t1
Jika kita mendapati sebuah benda yang dikenai gaya yang bergan-
tung waktu, maka kita dapat menggunakan hukum kedua New-
ton untuk memperoleh gambaran tentang perilaku (yaitu posisi
dan kecepatan) benda. Misal, pada sebuah benda berlaku gaya
F = F (t), maka hukum kedua Newton memberikan
� v(t) � t
dv
m = F (t) ⇒ mdv� = F (t� )dt� , (2.5)
dt v0 t0
� t
v ( t ) = v ( t0 ) + F (t� )dt� . (2.6)
t0
� Contoh 2.3.1
Efek gelombang radio pada elektron di ionosfer. Ionosfer,
yang berada sekitar 200 km di atas permukaan bumi, secara total
bersifat netral dan tersusun atas ion-ionbermuatan positif dan
elektron-elektron yang bermuatan negatif. Jika gelombang ra-
dio melewati ionosfer, maka medan listriknya akan memperce-
pat partikel-partikel muatan pada ionosfer. Karena medan listrik
berosilasi terhadap waktu, maka partikel beruatan akan bergerak
bolak-balik. Anggaplah medan listrik pada gelombang radio ber-
bentuk �E = �E0 sin ωt, dengan ω adalah frekuensi osilasi dengan
satuan radian per detik. Diketahui bahwa gaya yang dialami oleh
elektron akibat medan listrik adalah
�F = −e�E, (2.8)
� Contoh 2.4.1
Sebuah perahu mesin yang sedang bergerak dengan kecepatan v0
tiba-tiba dimatikan mesinnya saat t = t0 dan posisinya x0 . Jika
gaya gesek yang dialami perahu adalah bv dengan b suatu kon-
stanta, tentukan (a) kecepatan benda tiap waktu, (b) posisi benda
tiap waktu, (c) posisi akhir perahu untuk t → ∞.
dv dv dx dv
a= = =v . (2.11)
dt dx dt dx
Sehingga hukum kedua Newton dapat kita tuliskan menjadi
dv
ma = mv = F ( x ), (2.12)
dx
dan kita selesaikan
� v(t) � x
� �
m mv dv = F ( x � )dx � . (2.13)
v0 x0
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 11
� Contoh 2.5.1
Gaya gravitasi. Benda bermassa m di permukaan bumi meng-
alami gaya sebesar F = −mg atau mengalami percepatan − g.
Dengan menuliskan − g = a = v dv dy (y adalah ketinggian ben-
da), tentukan kecepatan benda sebagai fungsi posisi (y) dan posisi
(y) sebagai fungsi waktu (t).
Soal
Tetukan bentuk persamaan dari v(t) dan x (t) serta hitung nlai
kecepatan terminalnya!
10. Kecepatan dari sebuah partikel m yang dikenai suatu gaya me-
menuhi persamaan v = K/x n dengan K adalah suatu konstan-
ta. Anggap pada saat t = 0, x = x0 .
(a) tentukan F ( x )!
(b) tentukan F (t)!
(c) tentukan x (t)!
Osilasi 3
31 Persamaan diferensial
linear
32 Osilasi harmonik
sederhana
33 Osilasi teredam
34 Osilasi paksa
Tinjau sebuah benda yang terikat pada salah satu ujung pegas ho-
rizontal dan ujung lainnya menempel pada dinding. Posisi benda
saat pegas dalam keadaan teregang maupun tertekan kita tandai
sebagai posisi setimbang dan x = 0. Jika kemudian benda disim-
pangkan sedikit sejauh x dari posisi setimbangnya, maka pegas
akan memberikan gaya tarik atau dorong F = −kx, dengan k
konstanta pegas. Menurut hukum kedua Newton,
F = ma ⇒ m ẍ + kx = 0. (3.2)
ΣF = −kx − bv = ma ⇒ m ẍ + b ẋ + kx = 0, (3.7)
ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = 0, (3.8)
x (t) = Ae−γt .
t
(3.14)
Namun marilah kita periksa apakah itu merupakan satu-satunya Gambar 3.2: Pengaruh fak-
tor redaman γ terhadap sim-
solusi. Untuk keperluan ini, kita perumum solusi tebakan kita pangan. Terlihat bahwa ji-
Aeαt dengan mengambil A sebagai fungsi waktu A(t), sehing- ka γ semakin besar, frekuensi
osilasi (ψ) semakin kecil dan
ga
amplitudo osilasi meluruh le-
x (t) = A(t)e−αt . (3.15) bih cepat.
ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = C0 eiω0 t . (3.20)
yang menghasilkan
C0
A= . (3.22)
ω2 − ω02 + 2iγω0
Sehingga solusi kita menjadi
� �
C0
x (t) = eiω0 t (3.23)
ω 2 − ω02 + 2iγω0
Karena posisi adalah besaran riil, maka kita memilih bagian riil
dari solusi di atas. Mula-mula kita uraikan persamaan di atas
menjadi
C0
Re( x ) = Ce−γt cos ψt + (cos ω0 t cos φ + sin ω0 t sin φ)
R
C
= Ce−γt cos ψt + 0 cos (ω0 t − φ) . (3.27)
R
Suku pertama berupa fungsi osilasi dengan amplitudo meluruh
�
seiring waktu, dan frekuensi osilasi ψ = ω 2 − γ2 yang nilainya
bergantung pada konstanta pegas, massa benda, dan faktor re-
daman. Sementara itu, suku kedua adalah fungsi osilasi dengan
frekuensi sama dengan frekuensi gaya pemaksa ω0 . Terlihat bah-
wa pada waktu yang cukup lama, t → ∞, suku pertama akan
menuju nol dan suku kedua akan menjamin benda benda berosi-
lasi murni,
C0
lim Re( x ) = cos (ω0 t − φ) . (3.28)
t→∞ R
Amplitudo osilasi ini akan maksimum jika nilai besaran
�
� �2
R= ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02 (3.29)
1 1
1/R
0.5 0.5
0 0
0 2 4 6 8 10
ω0
Kerja dan Energi 4
41 Hukumhukum Newton
42 Teorema kerjaenergi
kinetik
4.1 Teorema kerja-energi kinetik 43 Gaya konservatif
44 Fungsi energi potensial
Pada pembahasan tentang hukum-hukum Newton, kita telah me-
ninjau gaya yang bergantung posisi, F ( x ). Hukum kedua Newton
diselesaikan dengan cara
dv dv dx dv
F = ma ⇒ F ( x ) = m =m = mv
dt dx dt dx
⇔ F ( x )dx = mvdv (4.1)
Ruas kiri persamaan terakhir kita sebut sebagai kerja yang dila-
kukan oleh gaya F kepada benda, saat benda bergerak dari posisi
awal xi ke posisi akhir x f .
� x
f
W= F ( x )dx (4.5)
xi
22 14 pekan kuliah mekanika b
Wi→ f = K f − Ki (4.6)
yang disebut sebagai teorema usaha-energi kinetik, dalam satu � teorema usaha-energi ki-
dimensi. netik
v f 2 = vi 2 + 2ax. (4.12)
F
Jika kita substitusi a = m didapat
F 1 1
v f 2 = vi 2 + 2 x ⇔ mv f 2 − mvi 2 = Fx
m 2 2
⇔ ΔK = W. (4.13)
4.2 Potensial
Pada kondisi diatas, kita memiliki fungsi energi potensial V � energi potensial
(yang berupa skalar), yang terhubung dengan gaya �F melalui
� �r
− �F.d�r � = V (�r ) ⇔ �F = −∇
�V (4.15)
acuan
−ΔU = ΔK ⇒ ΔK + ΔU = 0, (4.17)
atau
ΔE = 0. (4.18)
Ungkapan terakhir adalah hukum konservasi energi, dengan � hukum konservasi energi
energi E adalah jumlahan dari energi kinetik K dan energi poten-
sial V,
E = K + V = konstan (4.19)
Soal
(a) V = axy2 z3 .
(b) V = 12 kr2 .
(c) V = 12 k x x2 + 12 k y y2 + 12 k z z2 .
�F = F (r )r̂, (5.1)
dengan F (r ) adalah sembarang fungsi dari variabel jarak kedua Gambar 5.1: Gaya sentral an-
tara dua benda.
benda (r ). Fungsi tersebut dapat bernilai positif (jika kedua ben-
da saling tolak menolak) mempunyai negatif (jika kedua benda
tersebut saling tarik menarik)
Contoh gaya sentral:
1. gaya gravitasi,
�F = − Gm1 m2 r̂
r2
2. gaya elektrostatik
�F = − kq1 q2 r̂
r2
28 14 pekan kuliah mekanika b
�F = m�a ⇒ F (r ) = m( ar r̂ + aθ θ̂ ) (5.3)
atau
F (r ) = mar = m(r̈ − r θ¨2 ), (5.4)
menjadi
dL � � � � ��
= m 2rṙ θ̇ + r2 θ̈ = r m 2ṙ θ̇ + r θ̈
dt
atau
dL
= 0 ⇔ L = Konstan. (5.7)
dt
Konstanta L kita sebut sebagai momentum sudut.
Mengingat r θ̇ = vθ , maka | L| = m|vθ ||r |. Karena vθ ⊥ r, dapat
Gambar 5.2: Momentum su-
juga dituliskan dut benda dalam pengaruh
�L = �r × m�v. (5.8) gaya sentral.
� V = − dV (r ) r̂.
�F = −∇ (5.9)
dr
Konservasi energi mengharuskan
E = V + K, (5.10)
1 � 2 2
�
E = V (r ) + m ṙ + r θ̇ = konstan (5.11)
2
L
θ̇ = , (5.12)
mr2
sehingga persamaan energi (5.11) dapat ditulis ulang dalam ben-
tuk
� 2 �
1 2 2 L
E = V (r ) + m ṙ + ✓ r✓
2 ✄
m2 r42
� 2 �
L 1
= V (r ) + 2 2
+ mṙ2
2m r 2
atau
1
E = V ∗ (r ) + mṙ2 , (5.13)
2
dengan
L2
V ∗ (r ) = V (r ) + , (5.14)
2m2 r2
disebut dengan potensial efektif sistem.
30 14 pekan kuliah mekanika b
� �2
1 2 dr
E = V (r ) + mr˙2
∗
⇒ ∗
(E − V ) =
2 m dt
�
2( E − V ∗ ) dr
⇔ =
m dt
� �
dr
⇔ dt = � . (5.15)
2( E −V ∗ )
m
Jika kita dapat menyelesaikan ruas kanan integral di atas, akan di-
peroleh t sebagai fungsi r atau t(r ). Kemudian kita dapat mencari
balikan (invers) dari fungsi tersebut untuk mendapatkan, r (t). Se-
lanjutnya fungsi r (t) yang didapat digunakan untuk menentukan
θ (t). Langkah ini sepertinya tidak selalu mudah untuk dilakukan,
bergantung pada bagaimana bentuk dari fungsi potensial efektif
V ∗ . Untuk bentuk V ∗ tertentu, kita mungkin dapat menyelesaikan
integral di ruas kanan persamaan (5.15) secara eksak. Jika langkah
tersebut berhasil dilakukan, kita akan berhadapan dengan kesu-
litan berikutnya, yaitu mencari r (t) dari t(r ) yang sudah didapat.
Jadi, rencana awal kita untuk mencari r (t) dan θ (t) tampaknya
secara umum sulit dilakukan.
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 31
misal:
�
kx2 2E
= sin2 θ ⇒ x= sin θ
2E k
�
2E
⇔ dx = cos θdθ.
k
Maka, persamaan di atas menjadi:
� � � �
m 2E cos θdθ
2E k � 2
� 12 = dt
1 − sin θ
�� �
2
� √ m
1 − sin θ = cos2 θ; ω =
k
� � �
m
⇔ dθ = dt
k
�
m
⇔ Δθ = Δt ⇒ Δθ = ωΔt.
k
⇔ θ = θ0 + ωt. (5.18)
1
E = V ∗ + mr˙2 , (6.2)
2
dengan
L2
V∗ = V + , (6.3)
2mr2
L2 L2
θ˙2 = = (6.4)
(mr2 )2 m2 r 4
2
r˙2 = ( E − V ∗ ) (6.5)
m
34 14 pekan kuliah mekanika b
− GMm GMm
F (r ) = 2
⇔ V=− , (6.7)
r r 5
L2
0
∗ − GMm −α β -1
V (r ) = + 2
= + 2, (6.8)
r 2mr r r
-2
-3
-4
1 10 100
L2
dengan α = GMm, β = Bentuk kurva 2m .terhadap r adalah: V∗
Jarak (r)
Persamaan orbit didapat dari substitusi persamaan (6.8) ke (6.6) Gambar 6.1: Potensial efek-
tif untuk gaya gravitasi, V ∗ =
� �2 � � − αr + rβ2 . Terlihat bahwa po-
dr 1 α β
= E+ − 2 r4 . (6.9) tensial potensial memiliki ni-
dθ β r r lai minimum pada titik r ter-
tentu, dan menuju nol untuk
Dengan mengambil pemisalan y = 1r ⇒ dy = − r12 , dr = −y2 dr, jarak yang cukup jauh, r →
persamaan (6.9) dapat ditulis menjadi ∞.
� �2
1�
2 dy
�
−y E + αy − βy2 y4
=
dθ β
� �2 � � ��
4 dy 1 2 α
⇔y = E−β y − y y4
dθ β β
� �2 � � � �
dy 1 α 2 α2
⇔ = E−β y− + . (6.10)
dt β 2β 4β
α
Kemudian dengan mengambil z = y − 2β ⇒ dy = dz,
� �2 � � � �2 � �
dz 1 α2 dz 1 α2
= E+ − βz2 ⇒ 2
+z = E+ (6.11)
.
dθ β 4β dθ β 4β
PEKAN KE- 6. GAYA SENTRAL (2) 35
z = A cos θ, (6.12)
dengan
� � �
1 α2
A= E+ , (6.13)
β 4β
sehingga
1 α α
= y = z+ = A cos θ +
r 2β 2β
1
⇔ r= α
2β + A cos θ
2β 1 ro
⇔ r= = . (6.14)
α 1 + � cos θ 1 + � cos θ
2β
dengan ro = α dan
�
2β 4βE
�= A= 1+ (6.15)
α α2
disebut sebagai eksentrisitas.
Gaya Sentral (3) 7
71 Geometri irisan kerucut
Pada pekan sebelumnya telah dibahas ini dan itu. Pada pekan 72 Lintasan partikel
ini akan dibahas tentang gaya sentral. 73 Hukumhukum Keppler
7.1.1 Jika � = 0
Kita peroleh
2β L2
r = ro = = , (7.1)
α GMm2
�
yang merupakan konstanta. Dalam koordinat Kartesius, r = x2 + y2 ,
sehingga lintasan partikel akan berupa lingkaran dengan persa-
maan garis
x2 + y2 = r02 . (7.2)
38 14 pekan kuliah mekanika b
0.5 0.5
e=0
x + y2 = r02
2
0 0
−0.5 −0.5
−1 −1
( x + x0 )2 y2
+ 2 = 1, (7.4)
a2 b
dengan
�r0
x0 = , (7.5)
1 − �2
r0
a= , (7.6)
1 − �2
r0
b= √ . (7.7)
1 − �2
Persamaan terakhir tidak lain merupakan persamaan elips de-
ngan sumbu semi mayor a dan berpusat di titik ( x, y) = (− x0 , 0).
Bentuk lintasannya diberikan pada Gambar 7.2.
1 1
0 0
−1 −1
−2 −2
−3 −2 −1 0 1
40 14 pekan kuliah mekanika b
7.1.3 Jika � = +1
�
Kita gunakan koordinat Kartesius, sehingga r = x2 + y2 dan
cos θ = xr , maka
ro ro r
r= x ⇔r= ⇔ r = ro − x
1+ r r+x
⇔ r2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ y2 = r0 (r0 − 2x ) . (7.8)
e=1
y2 = r0(r0 -2x)
4 4
2 2
0 0
−2 −2
−4 −4
−6 −6
−10 −8 −6 −4 −2 0 2
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 41
( x − x̃ )2 y2
− 2 = 1, (7.9)
ã2 b̃
dengan
�r0
x̃ = , (7.10)
�2 − 1
r0
ã = 2 , (7.11)
� −1
r0
b̃ = √ , (7.12)
�2 − 1
yang merupakan persamaan hiperbola. Bentuk lintasan partikel
diberikan pada Gambar 7.4.
ro
r= (7.13)
1 + � cos θ
2β L2 2β
dengan ro = α , α = GMm, β = 2m , β= α A, dan A =
� � �
2m α2
L2
E + 4β .
Bentuk lintasan berupa irisan kerucut, ditentukan oleh nilai ko-
efisien eksentrisitas �
� = 0 → lingkaran
0 < � < 1 → elips
� = 1 → parabola
� > 0 → hiperbola.
42 14 pekan kuliah mekanika b
2 2
e>1
- (x-x0)2/a2 + y2/b2 = 1
0 0
−2 −2
−4 −4
−4 −2 0 2
v2 GMm
ΣF (r ) = m ⇒
R R2
GMm
⇒ mv2 = (7.14)
R
E = K+V
� �
1 2 GMm
= mv + −
2 R
1 GMm 1 GMm
= =− < 0. (7.15)
2 R 2 R
−
→ − → → −
→
v ⇒ | L| = mvR sin φ; φ = sudut antara R dan−
L = R ×− →
v
L 2
⇒ v2 = 2 2 2 . (7.16)
m r sin φ
GMm mL2
mv2 = ⇒ = GMm
R
R m2 R2 sin2 φ
L2 1
⇒R= GMm2 sin2 φ
1 GMm2
⇒ R = L2
sin2 φ. (7.17)
sehingga
� � �
2β 2m α2
� = E+
α L2 4β
� � �
L2 /m 2m GMm G2 M2 m2
= − +
GMm L2 2R 4L2 /2m
� � �
L2 2m GMm GMm2 2 G 2 M 2 m2
= − sin φ +
GMm2 L2 2 L2 2L2 /m
� � �
L2 2m G 2 M 2 m3 2 G 2 M 2 m3
= − sin φ +
GMm2 L2 2L2 2L2
� � �
L2 2m G2 M2 m3 � �
= 2 2 2
− sin2 φ + 1
GMm L 2L
� �
L2 G 2 M 2 m4 �
= �1 − sin2 φ
GMm 2 L 4 �� �� �
cos2 φ
karena 0 < | cos φ| < 1, maka 0 < � < 1. Jadi, orbit planet
dengan elips.
:
44 14 pekan kuliah mekanika b
dA 1 dθ
= r2 = konstan.
dt 2 dt
L
Ingat definisi momentum sudut L = mr2 θ̇ ⇒ r2 θ̇ = m sebagai.
dA L2
= = konstan‘ ⇒ L = konstan.
dt 2m
( x + x o )2 y2
= = 1,
a2 b2
� ro
dengan xo = ,
1 − �2
ro
c
1 − �2
ro
b = √
1 − �2
Hubungan a dengan b:
a ro /1 − �2 1 √
2
= 2 2
= ⇒ b = aro (7.22)
b ro /1 − � 2
atau
a3 ∼ T 3 (7.24)
Ujian tengah semester 8
Waktu ujian: 100 menit
bt t
r= (2τ − t) , θ= , (0 ≤ t ≤ 2τ ) ,
τ2 τ
gai benda tunggal yang diwakili oleh titik pusat massa. Kita ak-
an mempelajari bagaimana momentum linear, momentum sudut,
dan torsi pada yang bekerja pada sistem, jika antarpartikel da-
lam sistem saling berinteraksi dengan gaya internal (disimbolkan
dengan G)� dan sistem mengalami gaya eksternal total (�F).
atau
N
�R = ∑i=1 mi�ri , (9.2)
M
dengan M ≡ ∑iN=1 mi adalah massa total seluruh partikel dalam
sistem. Pada persamaan (9.1), seolah-olah kita memandang selu-
ruh partikel sebagai benda tunggal dengan massa M = ∑ mi dan
posisi �R.
50 14 pekan kuliah mekanika b
d�r
d�R ∑iN=1 mi dti ∑ N m �v
�
V= = = i =1 i i , (9.3)
dt M M
d�v
�
�
dV ∑iN=1 mi dti ∑iN=1 mi�ai
A= = = , (9.4)
dt M M
�F (i) = ∑ �Fkl
(i )
, (9.6)
k
l �=k
(i )
dengan �Fkl adalah gaya antara partikel ke-k dengan partikel ke-l.
Sehingga, gaya total yang bekerja pada partikel ke-k adalah
Jika kita menjumlahkan gaya total yang dialami oleh semua par-
tikel, maka diperoleh Dengan demikian, gaya total yang bekerja
pada sistem adalah
N N N
(e) (i )
�F = ∑ �Fk = ∑ �Fk + ∑ ∑ �Fkl
k =1 k =1 k =1 l � = k
� �� � � �� �
�F (e) �F (i)
dengan
N
�P = ∑ �pk (9.12)
k =1
Jika kecepatan partikel ke-k adalah �vk dan kecepatan titik Q Gambar 9.1: Posisi partikel
adalah �vQ , maka momentum sudut partikel ke-k terhadap titik Q dalam sistem menurut ke-
adalah rangka Q. Posisi partikel ke-
k adalah �rk dan posisi titik Q
� � � � adalah �rQ , maka �rkQ = �rk −
�LkQ = mk �rk −�rQ × �vk − �vQ , (9.17) �rQ
� � � �
d�LkQ d�rk d�rQ � � � � d�vk d�vQ
= mk − × �vk − �vQ + mk �rk −�rQ × −
dt dt dt dt dt
� �
d�vk
= mk (�vk − �vQ ) × (�vk − �vQ ) +mk (�rk −�rQ ) × −�aQ
� �� � dt
=0
d
= (�rk −�rQ ) × (mk�vk ) −mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
dt � �� �
�Pk
d�
Pk
= (�rk −�rQ ) × − mk (�rk −�rQ ) ×�aQ . (9.18)
dt
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 53
Ingat kembali bahwa partikel ke-k dikenai gaya eksternal �Fk dan
� kl , sehingga
gaya internal ∑l G
d�
Pk
= �Fk + ∑ G
� kl . (9.19)
dt l
Subtitusikan persamaan (9.19) ke persamaan (9.18),
d�LkQ
= (�rk −�rQ ) × �Fk +(�rk −�rQ ) × ∑ G
� kl − mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
dt � �� � l
�k
N
= � k + (�rk −�rQ ) × ∑ G
N � kl − mk (�rk −�rQ ) ×�ak , (9.20)
� k adalah torsi pada partikel ke- k terhadap titik Q dise-
dengan N
babkan gaya eksternal �Fk .
Jika kita jumlahkan untuk semua partikel,
d
∑ dt (�LkQ ) = ∑N
� k + ∑(�rk −�rQ ) × ∑ G
� kl − ∑ mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
k k k l
d � � �
dt ∑ kQ
⇔ L = � k + ∑(�rk −�rQ ) × ∑ G
N � kl − ∑ mk (�rk −�rQ ) ×�aQ
k l
d�Lk � k + ∑(�rk −�rQ ) × ∑ G
� kl − M(�R −�rQ ) ×�aQ ,
⇔ = N (9.21)
dt k l
d�LQ
�
=N (9.24)
dt
54 14 pekan kuliah mekanika b
G � Ukl ,
� kl = −∇ (9.26)
d�vk
mk = �Fk + ∑ G
� kl = �Fk − ∑ ∇
� Ukl . (9.27)
dt l
d�rk dx
Kalikan persamaan (9.27) dengan kecepatan �vk = dt = dt î +
dy dz
dt ĵ + dt k̂,
� �
d�v d�r ∂Ukl dx ∂Ukl dy ∂Ukl dz
mk k · �vk
dt ∑
= �Fl · − + +
dt l
dx dt dy dt dz dt
� �
d 1 2 d�r dUkl
⇔ m v = �Fk · −∑ . (9.28)
dt 2 k k dt l
dt
�1 �
d 2 d
⇔ ∑ m v = ∑ �Fk · �vk − dt ∑ ∑ Ukl
dt 2 k k k
k l
� �� � � �� �
K U
d
⇔
dt
( K + U) = ∑ �Fk · �vk (9.29)
k
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 55
d
dt
( E) = ∑ �Fk · �vk . (9.30)
k
K + U = E = konstan. (9.31)
Sistem Partikel (2) 10
101 Gerak relatif pada sistem
dua partikel
102 Tumbukan satu dimensi
Posisi relatif
� + �r � 1 ,
�r1 = R (10.2)
� + �r � 2 .
�r2 = R (10.3)
�R1 = �r1 − �R = m2 µ
(�r1 −�r2 ) = �r , (10.6)
m1 + m2 m1 1,2
dengan
m1 m2
µ≡ (10.7)
m1 + m2
kita sebut sebagai massa tereduksi. Dengan cara yang sama, kita
dapatkan posisi relatif benda 2 terhadap pusat massa,
Kecepatan relatif
Persamaan posisi relatif masing-masing benda terhadap pusat mas-
sa dapat didiferensialkan untuk menghasilkan
V � = µ �v1,2 ,
� 1 = �v1 − V (10.10)
m1
V � = − µ �v1,2 ,
� 2 = �v2 − V (10.11)
m2
�1 ≡ d�R1 �2 ≡ d�R2
dengan V dt dan V adalah kecepatan masing-masing
dt
� ≡ d�R adalah kecepatan pusat
benda terhadap pusat massa dan V dt
massa sistem. Dapat kita buktikan bahwa
� 1,2 = �v1,2 .
V (10.12)
Percepatan relatif
Diferensial dari persamaan kecepatan relatif tiap partikel terha-
dap pusat massa menghasilkan
A � = µ �a1,2 ,
� 1 = �a1 − A (10.13)
m1
A � = − µ �a1,2 ,
� 2 = �a2 − A (10.14)
m2
�1 ≡ d2 �R1 �2 ≡ d2 �R2
dengan A dt2
dan A adalah percepatan masing-
dt2
masing benda terhadap pusat massa dan A � ≡ d2 �R2 adalah perce-
dt
patan pusat massa sistem. Lagi-lagi dapat dibuktikan bahwa
� 1,2 = �a1,2 .
A (10.15)
� 2,1 = m2�a2 ,
G (10.17)
60 14 pekan kuliah mekanika b
dengan �F2,1 adalah gaya pada partikel kedua akibat partikel per-
tama. Menurut hukum ketiga Newton, kedua gaya tersebut me-
rupakan pasangan aksi-reaksi,
� 1,2 = − G
G � 2,1 . (10.18)
Dari ketiga persamaan terakhir, dapat kita peroleh
m
�a1 = − 2 �a2 . (10.19)
m1
Sehingga percepatan relatif partikel pertama terhadap kedua ada-
lah � �
m1 + m2
�a1,2 = �a1 −�a2 = �a2 . (10.20)
m1
Kalikan persamaan terakhir dengan m m2 = 1, diperoleh
2
� � �
m1 + m2 G
�a1,2 = (m2�a2 ) = 1,2 , (10.21)
m1 m2 µ
dengan µ1 ≡ m1 + m12 . Besaran µ telah kita gunakan sebelumnya,
1
dan menyatakan massa tereduksi dari dua partikel. Dari persa-
maan terakhir, kita lihat bahwa ternyata percepatan relatif partikel
pertama terhadap kedua bukanlah gaya yang dialami dibagi de-
ngan massa partikel pertama, namun gaya dibagi dengan massa
tereduksi. Persamaan terakhir juga dapat kita manfaatkan untuk
memperoleh
�
G
�a2,1 = 2,1 . (10.22)
µ
Mari kita pelajari lebih jauh sistem dua partikel di atas, dengan
mengandaikan dua partikel tersebut mengalami tumbukan satu
sama lain. Jika sistem mengalami gaya eksternal sebesar �F, maka
berlaku
�
�F = d P , (10.23)
dt
dengan � P adalah momentum pusat massa sistem yang juga sama
dengan total momentum sistem. Gaya luar dapat berupa, misal-
nya gaya gesek antara benda dengan lantai atau gaya gesek udara.
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka berlaku
�P = konstan, (10.24)
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 61
atau
�p1i + �p2i = �p1 f + �p2 f , (10.25)
� 2 = �v2 − V
Demikian pula untuk partikel kedua, V � sehingga
Ki + Q = K f , (10.35)
dp
F= . (10.36)
dt
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem kedua partikel
selama tumbukan, maka momentum sistem bernilai konstan,
Ki = K f
1 1 1 1
⇔ m1 v2i1 + m2 v22i = m1 v2i f + m2 v22 f . (10.38)
2 2 2 2
Persamaan (10.37) dan (10.38) dapat kita sederhanakan sebagai
berikut. Pertama kita susun ulang kedua persamaan menjadi
� � � �
m1 vi1 − v1 f = −m2 v2i − v2 f , (10.39)
� � � �
m1 v2i1 − v2i f = −m2 v22i − v22 f . (10.40)
atau
m1 V1i + m2 V2i = 0
m1 V1 f + m2 V2 f = 0. (10.43)
dengan solusi
Soal
14.2 Solusi
ini solusinya
Beberapa solusi soal
(b) �F = −krr̂,
� �
(c) �F = − k x xî + k y y ĵ + k z zẑ .
2GMm 1
K = E−V = E− = mv2maks. ,
a 2
sehingga
�
2E 4GM
vmaks. = − .
m a
76 14 pekan kuliah mekanika b
(b) laju: �
|�v| = ṙ2 + r2 θ̇ 2 .
Laju minimum:
d 2ṙr̈ + 2rṙ θ̇ 2 + 2r2 θ̇ θ̈
|�v| = √
dt ṙ2 + r2
⇔ ṙr̈ + rṙ θ̇ 2 = 0
⇔ ṙ (r̈ + r θ̇ 2 ) = 0.
Solusi dari persamaan di atas adalah
t
ṙ = 0 ⇒ 1 − =0⇒ t=τ ,
τ
atau
� �
2 2b 2b bt2 1
r̈ = −r θ̇ ⇔ − 2 =− t− 2
τ τ τ τ2
b 2 2b
⇔ = t − t + 2b = 0
τ2 τ�
2b 4b2 8b2
τ ± τ2
− τ2 √
⇔ t= 2b
= 1± −1.
τ
Jadi laju minimum terjadi saat t = τ. Kecepatan saat itu
adalah
2b � τ� b
�v(τ ) = 1− r̂ + (2τ − τ )θ̂
τ τ τ
b
= θ̂.
τ
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 77
b
Sehingga lajunya adalah τ .
(c) Percepatan saat t = τ: Ingat percepatan pada koordinat po-
lar
�a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (r θ̈ + 2ṙ θ̇ )θ̂.
Saat t = τ:
−2b 1
r̈ = 2
, r = b, θ̇ = , θ̈ = 0, ṙ = 0.
τ τ
Sehingga
� �
2b b
�a(τ ) = − 2− 2 r̂ + (0 + 0)θ̂
τ τ
= − τ3b2 r̂ .
2.(a) Potensial V ( x )
� x � �x
a b
V (x) = − F ( x )dx = − − x �2 + x �3
� �
= a 2
2x − 3b x3 . Gambar 1: Plot F ( x ) terha-
0 2 3 0
dap x.
3a
⇔ x = 0 atau x = .
2b
dV
Titik kritis potensial terletak pada dx = −F = 0 ⇒ x = 0
atau x = ba .
Gabungan kedua grafik diberikan pada Gambar 3.
(c) Terlihat pada grafik bahwa V ( x ) bernilai minimum secara Gambar 3: Plot F ( x ) dan
lokal pada x = 0 . V ( x ) terhadap x.
78 14 pekan kuliah mekanika b
1
V (x) � V (0) + V � (0) x + V �� (0) x2 + ...
2
1
= 0 + 0 + ( a) x2
2
1 2
= ax .
2
Ini adalah potensial osilator harmonik dengan "konstanta"
pegas k = a. Sehingga perioda osilasi benda adalah
� �
m m
T = 2π k = 2π a
E = Vmax = Kmax
�
1 2 1 k
⇔ kx0 = mv2max ⇒ vmax = x0 = ωx0 .
2 2 m
Pada percobaan kedua, benda mengalami teredam kritis, se-
hingga simpangannya berbentuk fungsi
d
v(t) = x (t) = −ωe−ωt ( x + 0 + Bt) + e−ωt ( B)
dt
= e−ωt [−ωx0 − ωBt + B] .
dv
Kecepatan maksimum terjadi jika dt = 0, atau
1
−ω 2 x0 e−ωt + ω 3 x0 e−ωt = 0 ⇒ t = .
ω
� �
Sehingga vmax = v = v ω1 = −ωx0 e−1 . Jadi perbandingan
kecepatan maksimum kedua percobaan adalah
v
max(1) ωx0
v = ωx0 e−1
=e
max (2)
Wnon-konservatif = E f − Ei = − 12 kx02 .
E = K+V
1 2 1
= mṙ + mr θ̇ 2 + V
2 2
� 2 �
1 2 1 2 L
= mṙ + mr +V
2 2 m2 r 4
1 2 1 L2
= mṙ + + V.
2 2 mr2
Karena r = Ae aθ ⇒ ṙ = ar θ̇ = ar mrL 2 = mr
aL
, sehingga
� �2
1 aL 1 L2 a2 L2 L2 (1+ a2 ) L2
V (r ) = E − m − = E − − = E− 2mr2
.
2 mr 2 mr2 2mr2 2mr2
Bibliografi